View
10
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
pendidikan agama islam
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain
atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi
sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi
tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses
pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan
seseorang. Keimanan dan Ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak
seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang
maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan
adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan
ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia lahir dan melekat
pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan
seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka potensi tersebut
akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang secara perlahan.
Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa,
oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang
sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu
menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai
arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan
membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu dari persoalan dan
masalah-masalah yang terpapar diataslah yang melatar belakangi kelompok kami
untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan dan ketakwaan yang kami
bukukan menjadi sebuah makalah kelompok.
B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dapat kita rumuskan, antara lain sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari Iman?
2. Bagaimana wujud dari Iman?
1
3. Bagaimana proses terbentuknya Iman?
4. Apa saja tanda-tanda orang yang beriman?
5. Bagaimana menganali Allah (Ma’rifatullah)?
6. Bagaimana metode Ma’rifatullah?
7. Bagaimana sifat-sifat dari Rasul?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin kami capai, antara lain sebagai berikut.
1. Untuk Mengetahui Pengertian Iman
2. Untuk mengetahui Wujud Iman
3. Untuk Mengetahiu Proses terbentuknya Iman
4. Untuk Mengetahui Tanda- tanda orang yang beriman
5. Untuk Mengenali Allah (Ma’rifatullah)
6. Untuk Mengetahui Metode Makrifatullah
7. Untuk Mengetahui Rosul dan sifat-sifatnya
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui iman
secara menyeluruh, baik dari pengertian, wujud, maupun proses terbentuknya
sehingga kita dapat mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Kata iman berasal dari bahasa arab yang artinya percaya. Sedangkan
menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,
dan membuktikan dengan perbuatan. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : “Iman adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan,
dan mengamalkan dalam perbuatan” (HR. Ibnu Majah)
Jadi iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah
benar-benar ada dengan segala sifat kesempurnaan-Nya, mengikrarkan dengan
lisan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (kalimat syahadat). serta mengamalkan
apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Berdasarkan pengertian
tersebut. seseorang dikatakan beriman kepada Allah SWT apabila telah memenuhi
tiga aspek (unsur), yaitu:
1. keyakinan di dalam hati
2. pernyataan dengan lisan
3. pembuktian dengan perbuatan
B. Wujud Iman
Wujud iman termuat dalam 3 unsur yaitu isi hati, ucapan, dan perbuatan.
Dalam artian diyakini dalam hati yaitu dengan percaya akan adanya Allah SWT,
diucapkan dengan lisan yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, dan
dilakukan dengan perbuatan maksudnya menjalankan seluruh perintah – Nya dan
menjauhi seluruh larangan – Nya.
3
Perwujudan Iman dalam Kehidupan sehari- hari :
Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya karena percaya terhadap
sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya
dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang
yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam
1. Wujud iman dalam lisan
Dengan mengucapakan kalimat syahadat “asyhadu an-laa ilaaha
illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” yang artinya “Saya
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya besaksi bahwa nabi
Muhammad adalah utusan/rasul Allah.”
2. Wujud iman dalam hati
Meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang tidak hanya
dibuktikan melaui lisan. Selain itu yakin dan percaya bahwa Nabi
Muhammad SAW merupakan nabi utusan Allah. Hal ini berarti bahwa
seorang muslim harus meyakini agama Allah yang diturunkan melalui Nabi
Muhammad SAW.
3. Wujud iman dalam perbuatan
Perwujudan dari “percaya kepada Allah dan Nabi Muhammad” dalam
tindakan mungkin adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan. Namun
akan sangat tidak berguna jika meyakini sesuatu tanpa melakukan apa yang
sudah kita yakini. Bentuk nyata dari iman kita kepada Allah dan Rasul-Nya
adalah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya atau
disebut bertaqwa. Beriman dan bertaqwa seperti satu paket yang harus
dijalankan untuk menjadi umat Islam yang baik.
4
Sedangkan, wujud Iman menurut Hasan Al-Bana, adalah sebagai
berikut.
1. Ilahiyah : Hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah : Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, mukjizat
3. Ruhaniyah : Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Iblis,
Syetan, Ruh.
4. Sam’iyah : Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’I
(dalil naqli).
C. Proses Terbentuknya Iman
Sejak awal seluruh Roh manusia (jamak arwah) telah mengambil kesaksian
bahwa Rabb-nya Allah Swt. Ini berarti setiap manusia telah memiliki benih iman
(QS. Al A’araf [7] : 172). Ditegaskan lebih lanjut oleh Allah Swt dalam (QS. Ar
Rum [30] : 30) bahwa setiap ciptaan (manusia) fitrahnya adalah mengesakan
Allah. Artinya, fitrahnya berarti beriman kepada Allah dan berarti pula fitrahnya
adalah islam.
Potensi fitrah atau iman islam tersebut perlu di tindak lanjuti dan yang
paling berkompeten menumbuhkan potensi iman islam tersebut adalah kedua
orang tua. Sebagaimana diterangkan dalam hadist Nabi Muhammad Saw yang
artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, orang tuanya yang
berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”.
Imam Ghozali menisbahkan, setiap orang mempunyai potensi untuk melihat,
tetapi ia tetap tidak bisa melihat apabila tidak ada cahaya yang masuk kedalam
mata. Begitu juga dengan potensi iman yang memiliki seseorang harus di tindak
lanjuti oleh kedua orang tuanya, dan lingkungan mereka dibesarkan.
Pada kenyataannya bermacam agama atau kepercayaan yang dipeluk dan
dianut manusia. Dan apbila dalam diri seseorang telah terikat dengan tatnan iman,
harus dikembangkan untuk mencapai iman yang kokoh. Dalam Al-Qur’an (QS.
Ali Imran [3] : 190-191), dijelaskan bahwa perkembangan iman dapat melaui dua
5
jalan yaitu fikir dan dzikir dan sebaiknya dilakukan dan dijalankan secara
seimbang.1
D. Tanda-tanda Orang yg Beriman
Di dalam Al-Quran telah banyak menjelaskan tanda-tanda orang beriman.2
a. Akan bergetar hatinya ketika disebut nama Allah SWT. Bergetar hatinya
karena rasa dekat dengan-Nya, atau karena takut akan siksa-Nya atau karena
sangat bahagia (QS. Al Anfal [8] : 2).
b. Bertambah keimanannya ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Baik ayat
Qur’aniyah (A[-Qur’an) maupun ayat Kauniyah (alam semesta), kemudian
bergejolak hatinya untuk segera mewujudkannya atau melaksanakannya
(QS. Al Anfal [8] : 2)
c. Senantiasa bertawakal kepada Allah. Artinya secara lahiriyah mereka
bersungguh sungguh atau berusaha keras dan secara batiniyah dengan
banyak berdo’a memohon dengan penuh harap kepada Allah kemudian
berhasil dan tidaknya berserah diri kepada Allah. Jika berhasil ia bersyukur
dan tidak menyombongkan diri dan jika gagal ia sabar. (QS. Al Anfal [8] : 2
dan QS. At Taubah [9] : 52).
d. Mendirikan sholat dan menafkahkan sebagai rejeki. Mereka rajin dalam
menunaikan sholat, baik wajib maupun sunnah serta menafkahkan sebagian
rejekinya untuk kepentingan kemaslahatan umat di jalan yang diridhai Allah
Swt. (QS. Al Anfal [8] : 3).
e. Memelihara amanah dan menepati janji, seorang mukmin tidak akan mudah
berkhianat atas amanah yang telah dipikulnya. Akan tetapi, akan senantiasa
memegang amanah dan menepati janjinya. (QS. Al Mukminun [23] : 6).
f. Berjihad di jalan Allah dan gemar menolong. Bersungguh-sungguh dalam
menegakkan ajaran Allah baik dengan harta benda maupun jiwa yang
dimilikinya. (QS. Al Anfal [8] : 74).
1 Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 36-37
2 Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 37-38
6
Akidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan akan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan
bahwa tanda orang yang beriman adalah 3
a. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
b. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri.
c. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.
d. Senantiasa jujur, adil dan amanah.
e. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi dalam hidup.
f. Mempunyai pendirian teguh, sabar, taba, dan optimis.
g. Mempunyai sifat satria, semangat, berani tidak gentar menghadapi resiko
bahkan tidak takut terhadap maut.
h. Mempunyai sifat hidup damai dan ridha.
i. Patuh, taat, disiplin menjalankan peraturan agama.
E. Mengenali Allah (Ma’rifatullah)
Mengenal Allah atau ma’rifatullah adalah subjek utama yang harus
disempurnakan oleh seorang muslim. Ma’rifatullah bukanlah mengenali zat Allah.
Karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh manusia dengan kemampuan yang
terbatasn sedangkan Allah mempunyai segala sesuatu yang tidak terbatas.
Menurut Ibnu Al-Qayyim , ma’rifatullah yang dimaksud oleh ahlul ma’rifah
(orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang
melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalan.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun
ma’rifatullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan
manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan ganghuan yang ada
dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
3 Wahyuddin, Achmad, M, Ilyas, M, Saifulloh, Z, Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam
Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 38
7
Mengetahui atau mengenal Allah bagi orang yang beragama merupakan
suatu kepercayaan yang mutlak sebagai fondasi dari pilar iman yang pertama.
Pada umumnya para penganut agama tidak banyak yang menggali secara
keilmuan dan pengalaman hidupnya untuk lebih mengenal Allah. Manusia hanya
merasa cukup untuk percaya dan beriman berdasarkan warisan keturunan orang
beragama sesuai dengan agama yang dimiliki kedua orang tua yang bersangkutan.
F. Metode Ma’rifatullah
Metode mengenal Allah itu antara lain dengan pengetahuan syahadat,
logika, dan qalb. Tampaknya relevan jika menggunakan konsep yang digunakan
sufi tersebut diharmoniskan dengan temuan konsep dalam kitab Syarah salasah
salasah al – Usul yang ditulis oleh Syaikhul Islam, Muhammad bin Abd Al –
Wahhab dengan pensyarah Syaikh Muhammad bin Salih Al – Usaimin yang
menyebutkan bahwa mengenal Allah yang tertinggi hanya dapat dilakukan
melalui hati (qalb).
Dalam artian bahwa seseorang harus menerima terhadap setiap syariah yang
ditetapkan oleh – Nya dengan sebenar – benar ketaatan dan kepatuhan sehingga
seorang Muslim senantiasa menjadikan Al – Quran yang diwahyukan kepada
Rasulullah SAW dan as – sunnah sebagai penentu segala hukum.
Ketika seorang hamba berusaha untuk mengenali Tuhannya, ia harus
berupaya memahami apa yang tersirat pada ayat – ayat Al-Quran dan sunah
Rasulullah SAW. Selain itu, dengan memperhatikan proses – proses yang terjadi
pada alam sekitar, setiap manusia tentunya harus mengakui bahwa segala sesuatu
yang terjadi didunia ini telah ada yang mengatur.
Terdapat beberapa sebab yang memungkinkan seorang hamba menegnali
Rabb-nya, dalam tiga tingkatan :
1. Ia memperlihatkan seluruh fenomena alam semesta serta memikirkan hal
ihwal yang berlaku pada setiap makhluk. Dengan mengamati fenomena yang
terjadi pada alam semesta ini, manusia hendaknya dapat menginsyafi
bahwasanya terdapat kekuasaan yang menciptakan dan mengatur segala
aktivitasnya. Peristiwa kelahiran, kematian, pergantian siang dan malam
8
adalah hal – hal yang diluar batas kemampuan manusia dan makhluk lainnya
untuk mengendalikannya. Tidak ada satu makhlukpun yang dapat mencegah
tumbuhnya benih pada rahim manusia, hewan, maupun pembuahan pada
tumbuhan. Segala daya upaya yang dikerahkan oleh makhluk takkan kuasa
mencegah kelahiran dan kematian serta pergantian siang dan malam.
Allah Berfirman : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa
yang berguna bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-
nya dan Dia sebarkan di bumi itu segalal jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda – tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kamu yang
memikirkan.” (QS. Al – Baqarah [2] : 164)
2. Ia berusaha memahami ayat – ayat syari’ah berupa wahyu yang di
amanahkan kepada rasul alayhissalam. Ayat – ayat syari’ah yang dimaksud
tentulah ayat – ayat yang ada dalam Al – Quran dan sunnah Nabi SAW yang
mengandung seluruh pelajaran mengenai kehidupan manusia di alam dunia
dan akhirat. Jika manusia berpedoman dan mampu mengambil ilmu serta
hikmah yang terkandung di dalam ayat – ayat tersebut melalui pemahaman,
penghayatan dan pengalaman, niscahya ia akan mampu mengenali Rabb –
nya. Sebab, dengan cara itu, seseorang dapat merasakan kesempurnaan
pelajaran yang terkandung dalam ayat – ayat tersebut bagi ketentraman
9
hidup. Jika ketentraman hidup tercapai maka terbukalah penutup antara
manusia sebagai makhluk dan Allah SWT sebagai Sang Khaliq.
Allah berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar – benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu
dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’[4] : 59)
3. Ma’rifah yang dikaruniakan langsung oleh Allah SWT ke dalam qalb orang
yang beriman. Dalam pengertian syar’i, iman adalah meyakini dengan hati,
mengucapkan lisan lalu mengamalkan dengan anggota badan. Yang
diyakini, diucapkan, diamalkan oleh orang yang beriman semata – mata
hanya peribadatan yang diambil dari perintah dalam Al-quran dan sunnah
Nabi SAW saja. Orang yang beriman hanya akan mengikuti apa yang
diperintahkan Allah dan Rasul Nya serta menjauhi segala larangan-Nya,
sehingga dengan begitu qalbu menjadi bersih dari kotoran – kotoran dan hal
tercela. Ketika qalbunya telah bersih dari segala hama kotoran, maka dalam
ibadahnya baik yang bersifat mahdhah atupun ghairu mahdhah seorang yang
beriman akan merasa selalu ditatap oleh Rabb-nya. Bahkan, ia seakan – akan
melihat Rabb-nya itu dengan mata kepalanya sendiri. Mengenai hal tersebut,
Rasulullah SAW telah bersabda, “Hendaklah kamu beribadah kepada Allah
seakan – akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim)
10
G. Rasul dan Sifat-sifatnya
Para rasul yang diutus Allah adalah laki laki merdeka yang telah dipilih
dengan sempurna dan dilengkapi dengan keistimewaan yang tidak dimiliki
makhluk biasa. Begitu pula telah diberikan kepada mereka sifat-sifat
kesempurnaan dengan tujuan untuk menguatkan risalah yang dibawa.
Sebagai penyampai ajaran agama, para rasul mesti mempunyai sifat-sifat
yang mendukung akan tugas kerasulannya. Oleh karena itu, paling tidak ada 4
sifat yang mesti melekat pada diri seorang rasul, yaitu shidiq (jujur), amanah
(terpercaya), tabligh (menyampaikan risalah), dan fathanah (cedas dan cekatan).
Sebaliknya, para rasul memiliki sifat-sifat kebalikan dari sifat-sifat diatas yakni
sifat mustahil. Sementara itu, diluar wilayah tugas kerasulan, mereka juga
memiliki sifat-sifat sebagaimana umumnya manusia, seperti kebutuhannya untuk
makan dan minum, tidur, istirahat, dan lain-lain.4
1. Sifat Wajib Rosul
a. Shidiq (Jujur)
Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa yang telah
disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai
dengan apa yang telah diterima dari Allah, tidak boleh dilebihkan atau
dikurangkan. Dalam arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti
benar adanya, karena memang bersumber dari Allah. Makanya setiap rasul
pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan kita sebagai manusia
harus meyakinkanya dan beri’tikad bahwa semua yang datang dari Rasul baik
perkataan atau perbuatan adalah benar dan hak. Karena apa yang diucapkan
atau diperbuat oleh para rasul bukan menurut kemauannya sendiri. Ucapan
dan perbuatannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan atau risalah
yang diterima dari Allah.
Sebagai bukti atas kebenaran para rasul, mereka telah dibekali dengan
mukjizat-mukjizat yang harus diyakini oleh setiap muslim kebenaranya. Dan
tidak mungkin harus diyakini dan diteladani jika mereka (para rasul) itu tidak
4 Yasid, Abu. 2004. Islam Akomodatif : Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama Universal. Yogyakarta: LKis. Hal : 12-13
11
jujur. Tentu setelah itu apa yang telah diperintahkan Allah melalui perantaraan
para rasul, kita sebagai muslim harus mengikuti dengan taat dan apa yang
dilarang oleh Allah kita tinggalkan.
….. � �ه�وا ف�انت �ه� ع�ن �م� �ه�اك ن و�م�ا ف�خ�ذ�وه� س�ول� الر� �م� �اك آت و�م�آ
Allah berfirman : ”…..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr
[59] : 7)
b. Amanah (Terpercaya)
Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang
dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap
ucapan dan perbuatannya. Para rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin
dari melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang
melanggar etika.
�م ين� أ �س�ول ر� �م� �ك ل %ي إ ن
“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus)
kepadamu,” (QS. Asy-syuara [26]: 143)
Maka hal yang muhal atau mustahil jika rasul itu terjerumus ke dalam
perzinahan, pencurian, meminum minutan keras, berdusta, menipu dan lain
sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta
dan sebagainya. Jika para rasul telah melanggar etika berarti mereka telah
bekhianat dan Allah tidak menyukai manusia yang berkhianat.
ائ ن ين� الخ� �ح ب) ي � ال �ه� الل إ ن�
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berkhianat.”(QS. Al-Anfal [8] : 58)
c. Tabligh (Menyampaikan Risalah)
12
Sudah menjadi kewajiban para rasul untuk menyampaikan kepada manusia
apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya
hukum agama. Jika Allah memerintahkan para rasul untuk menyampaikan
wahyu kepada manusia, maka wajib bagi manusia untuk menerima apa yang
telah disampaikan dengan keyakinan yang kuat sebagai bukti atau saksi akan
kebenaran wahyu itu.
/ يبا ح�س �ه ب الل �ف�ى و�ك �ه� الل � إ ال / ح�دا� أ و�ن� �خ�ش� ي � و�ال �ه� و�ن �خ�ش� و�ي �ه الل �ت اال ر س� %غ�ون� �ل �ب ي �ذ ين� ال
Allah berfirman, “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada
seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat
Perhitungan.” (QS. Al-Ahzab [33] : 39).
Hal ini bisa dikiyaskan bahwa jika Allah memberikan wahyu kepada para
rasul untuk tidak disampaikan atau dirahasiakan kepada manusia, maka tidak
wajib bagi manusia untuk mempelajarinya. Sedangkan menyampaikan adalah
hal yang wajib dan menyembunyikan adalah hal yang terlaknat dan tercela.
d. Fathanah (Cerdas dan Cekatan)
Dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan,
diplomasi, dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum
hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh
manusia. Karena itu, seorang rasul wajib memiliki sifat cerdas. Kecerdasan ini
sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang
membangkang dan menolak ajaran Islam.
Maka diharuskan bagi kita untuk meyakini bahwa para rasul itu adalah
manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan berfikir,
kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja
para rasul itu tidak sesuai dengas sifat-sifatnya maka mustahil manusia akan
menerima dan mengakuinya. Sifat-sifat itu merupakan satu hujjah bagi
mereka agar apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik.
13
ق�و�م ه ع�ل�ى اه يم� �ر� إ ب �اه�آ �ن �ي آت �آ �ن ت ح�ج� و�ت ل�ك�
Allah berfirman: “Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim
untuk menghadapi kaumnya.” (QS. Al-An’am [6] : 83)
2. Sifat Mustahil Rosul
a. Kidzib (Bohong)
Kidzib artinya adalah dusta. Semua Rasul adalah manusia-manusia yang
dipilih oleh Allah SWT sebagai utusan-Nya. Mereka selalu memperoleh
bimbingan dari Allah SWT sehngga terhindar dari sifat-sifat tercela. Setiap
rasul benar ucapannya dan benar pula perbuatannya. Sifat dusta hanya dimiliki
oleh manusia yang ingin mementingkan dirinya sendiri, sedangkan rasul
mementingkan umatnya.
�ى أ ر� م�ا �ف�ؤ�اد� ال �ذ�ب� ك م�ا
Allah SWT berfirman : “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya.”
(QS. An-Najm [53] : 11)
b. Khianat (Berkhianat atau tidak dipercaya)
Khiyanah artinya adalah berkhianat atau curang. Tidak mungkin seorang
rasul berkhianat atau ingkar janji terhadap tugas-tugas yang diberikan Allah
SWT kepadanya. Orang yang khianat terhadap kepercayaan yang telah
diberikan kepadanya adalah termasuk orang yang munafik, rasul tidak
mungkin menjadi seorang yang munafik.
c. Kitman (menyembunyikan)
Kitman artinya adalah menyembunyikan. Semua ajaran yang disampaikan
oleh para rasul kepada umatnya tidak ada yang pernah disembunyikan.
Jangankan yang mudah dikerjakan dan difahami dengan akal fikiran, yang
14
sulit pun akan disampaikan olehnya seperti peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi
Muhammad SAW.
Tugas rasul di dunia ini adalah menyampaikan wahyu Allah SWT kepada
umat manusia sebagai pedoman hidup. Semua rasul bersifat tabligh atau
menyampaikan wahyu dan mustahil bersifat kimaan atau menyembunyikan
wahyu yang diamanatkan kepada dirinya. Dengan penuh semangat dan rasa
tanggung jawab, para rasul melaksanakan tugas-tugasnya walaupun harus
menanggung segala resiko yang akan terjadi. Contohnya, Nabi Ibrahim AS
mendapat resiko dari Raja Namrud dan rakyatnya sehingga beliau dibakar.
Nabi Musa AS bersama kaumnya (Bani Israil) bersusah payah menyelamatkan
diri dari kejaran tentara Raja Fir’aun sehingga nyaris tertangkap olehnya. Nabi
Muhammad SAW berlumuran darah saat dilempari batu oleh penduduk Thaif
dan nyaris terbunuh saat akan hijrah ke Madinah. Kesemuanya itu merupakan
resiko yang harus dihadapi para rasul dalam melaksanakan tugas sucinya.
و�ن� �ر� �ف�ك �ت ت � ف�ال� أ �ر� �ص ي �ب و�ال �ع�م�ى األ� �و ى ت �س� ي ه�ل� ق�ل� إ ل�ي� �و�ح�ى ي م�ا � إ ال �ب ع� ت
� إ ن�أ
Allah SWT berfirman : “Aku tidak mengikuti kecuali yang diwahyukan
kepadaku, katakanlah apakah sama orang yang buta dengan orang yang
melihat? Maka apakah kamu tidak memikirkannya.” (QS. Al-An’am [6] :
50)
d. Baladah (Bodoh)
Baladah artinya adalah bodoh. Seorang rasul mempunyai tugas yang berat.
Rasul tidak mungkin seorang yang bodoh. Jika rasul bodoh, maka ia tidak
akan dapat mengemban amanat dari Allah SWT. Jadi, mustahil rasul memiliki
sifat bodoh.
15
Allah SWT berfirman : “Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang yang
mengerjakan ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS.
Al-A’raf [7] : 199)
3. Sifat Jaiz Bagi Rosul
Allah telah mengutus para rasul kepada manusia dan telah dihiasi dengan sifat
kesempurnaan melebihi makhluk Allah yang lain, namun mereka tidak akan
terlepas dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang rasul tetaplah
sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia. Simak
firman Allah SWT yang menegaskan tentang Muhammad sebagai manusia biasa.
Allah berfirman : “Katakan (Muhammad), ‘sungguh, aku hanyalah seorang
manusia seperti juga kamu sekalian, yang diwahyukan kepadaku, bahwa
tuhanmu itu tuhan yang Mahatunggal. Maka tetaplah kamu berada pada jalan
yang lurus (untuk) menuju kepada-Nya, dan celaka besarlah bagi orang-orang
yang mempersekutukan-Nya,’” (QS Fussilat [41] : 6)
Ayat diatas adalah pembelajaran Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad
SAW untuk menegaskan kepada seluruh ummat manusia, bahwa dirinya hanyalah
manusia biasa seperti pada umumnya. Hal itu sering disebut sebagai sifat jaiz
yang dimiliki para nabi dan rasul, yaitu A’radhul Basyariyah, artinya mereka juga
memiliki sifat-sifat sebagaimana manusia pada umumnya.5
BAB III
PENUTUP
5 Syahban, Joko. 2008. Berbisnis Bersama Tuhan. Jakarta: Hikmah. Hal : 165
16
A. KESIMPULAN
Keimanan seseorang berbanding lurus dengan akhlaknya, sehingga
keimanan merupakan landasan bagi akhlaq seseorang. Wujud keimanan itu
sendiri dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari baik dalam bentuk lisan
maupun perbuatan. Diantara tanda- tanda orang beriman adalah akan bergetar
hatinya ketika disebut nama Allah SWT, bertambah keimanannya ketika
dibacakan ayat-ayat Allah, senantiasa bertawakal kepada Allah, mendirikan
sholat dan menafkahkan sebagai rejeki, memelihara amanah dan menepati
janji, berjihad di jalan Allah dan gemar menolong sesama.
B. REKOMENDASI
Berkenaan dengan makalah ini kita menghimbau agar penerapan keimanan
dalam kehidupan sehari-hari dapat lebih teraplikasi. Sehingga, akan tercipta
suatu keselarasan antara kehidupan rohani, sosial, maupun duniawi. Dan kami
harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca.
C. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi orang yang
membacanya dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini.
Dan penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan
kalimat yang tidak jelas, mengerti, dan lugas mohon dimaklumi.
Sekian penutup dari kami semoga berkenan di hati dan kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya. Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA
17
Syahban, Joko. 2008. Berbisnis Bersama Tuhan. Jakarta: Hikmah. Hal : 165
Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama
Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 36-38
Yasid, Abu. 2004. Islam Akomodatif : Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama
Universal. Yogyakarta: LKis. Hal : 12-13
18
Recommended