View
98
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari
lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa ditemui
didalam ahli bedah pediatrik dan merupakan lokasi yang paling sering terjadinya
obstruksi usus di hampir semua kasus osbtruksi. Atresia Duodenum terjadi sekitar
1:10000 kelahiran hidup dan 25-40% kasus dari atresia usus, merupakan atresia
duodenum1. Penyebab atresia duodenum tidak diketahui secara pasti. Atresia
duodenum (AD) diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah fase
padat intestinal bagian atas pada perkembangan intestinal selama masa kehamilan
minggu ke-4 dan ke-5. Atresia Duodenum dihubungkan dengan anomali
kongenital lainnya (30%). Anomali kongenital lainnya yang dihubungkan dengan
atresia dudenum adalah malrotation (20%), atresia esofagus (10-20%), penyakit
jantung bawaan 10-15%, anorectal dan renal anomali (5%) , sindrom down (20-
30% kasus)1.
Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapat
mengalami asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan
muntah-muntah.
Mengingat penyakit atresia duodenum ini merupakan penyakit yang dapat
mengancam jiwa bayi yang baru lahir akan sangat penting memahami bagaimana
mendiagnosis penderita yang mengalami atresia duodenum sedini mungkin. Hal
ini tiada lain ditujukan untuk memberikan penanganan secara cepat dan tepat
dalam mengatasi atresia duodenum, untuk mengurangi mortalitas dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.2 Perumusan Masalah
Mengacu pada uraian latar belakang di atas, adapun beberapa masalah yang
akan dibahas pada tulisan ini antara lain:
1
1.1.1 Apakah yang dimaksud dengan atresia duodenum?
1.1.2 Apakah etiologi dari atresia duodenum?
1.1.3 Bagaimanakah embriologi dari duodenum?
1.1.4 Bagaimanakah patofisiologi dari atresia duodenum?
1.1.5 Bagaimana gambaran klinis dari atresia duodenum?
1.1.6 Bagaimana cara mendiagnosis pasien dengan atresia
duodenum?
1.1.7 Bagaimana penatalaksanaan dari pasien dengan atresia
duodenum?
1.3 Tujuan
Mengacu pada perumusan masalah di atas, tujuan penulisan ini ialah sebagai
berikut.
1.1.8 Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari atresia duodenum.
1.1.9 Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari atresia duodenum.
1.1.10 Mahasiswa mampu menjelaskan embriologi dari duodenum.
1.1.11 Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari atresia duodenum.
1.1.12 Mahasiswa mampu mengetahui gambaran klinis dari atresia
duodenum.
1.1.13 Mahasiswa mengetahui cara mendiagnosis pasien dengan atresia
duodenum.
1.1.14 Mahasiswa mampu mengetahui penanganan yang tepat untuk pasien
dengan atresia duodenum.
1.4 Manfaat Penulisan
Tulisan (paper) ini diharapkan dapat menambah informasi serta wawasan
bagi pembaca tentang gambaran umum mengenai atresia duodenum
sehingga di kemudian hari diharapkan dapat memunculkan tulisan-tulisan
(paper) yang lebih baik dan lebih lengkap lagi.
1.5 Metode penulisan
2
Metode penulisan pada paper ini merujuk pada metode tinjauan pustaka di
mana ulasan atau deskripsi tentang hal-hal yang dibahas dalam paper ini
tidak terlepas dari beberapa bahan bacaan, seperti jurnal dan buku acuan.
Melalui metode ini, informasi-informasi yang relevan terkait dengan atresia
duodenum dapat diperoleh untuk menunjang pembahasan pada paper ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Atresia Duodenum
Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari
lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus2.
2.2 Etiologi Atresia Duodenum
Penyebab atresia duodenum tidak diketahui, tetapi diperkirakan sebagai akibat
dari masalah selama perkembangan embrio di mana duodenum biasanya tidak
berubah dari solid menjadi struktur seperti tabung1,2. Atresia duodenum terjadi
pada 1:10.000 kelahiran hidup. Sekitar 20-30% dari bayi dengan atresia
duodenum mengidap sindrom Down. Atresia duodenum sering dikaitkan dengan
cacat lahir lainnya1,2.
2.3 Embriologi duodenum
System pencernaan berdasarkan embriologinya dibagi menjadi foregut, midgut
dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan
ektoderm dari protoderm. Usus terbentuk mulai minggu keempat yaitu mulai dari
pembentukkan organ esophagus. Bagian akhir usus depan (foregut) dan bagian
sefalik usus tengah (midgut) membentuk duodenum. Taut antara kedua bagian ini
terletak tepat dari distal dari asal tunas hati. Sewaktu lambung berputar,
duodenum mengambil bentuk lengkung C dan berputar ke kanan. Pada perputaran
ini, bersama dengan pertumbuhan pesat kaput pancreas, menggeser duodenum
dari posisinya yang semula di garis tengah menjadi ke sisi kiri rongga abdomen.
Duodenum dan kaput pancreas menekan dinding tubuh dorsal, dan permukaan
kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum di dekatnya. Kedua
4
lapisan kemudian lenyap, dan duodenum dan kaput pancreas terfiksasi dalam
posisi retroperitonium. Karena itu, seluruh pancreas terletak retroperitonium.
Mesoduodenum dorsal lenyap seluruhnya kecuali region pylorus lambung, tempat
sebagian kecil duodenum (duodenal cap) mempertahankan mesenteriumnya dan
tetap terletak intraperitonium.
Selama bulan kedua, lumen duodenum mengalami obliterasi akibat
poliferasi sel-sel dindingnya. Namun, setelah itu lumen segera mengalami
rekanalisasi1,3. Karena usus depan mendapatkan vaskularisasi dari arteri celiac
dan usus tengah mendapatkan vaskularisasi dari arteri mesentrika superior
sehingga duodenum mendapatkan vaskularisasi dari cabang-cabang kedua arteri
tersebut3.
2.4 Patofisiologi Atresia Duodenum
Atresia dapat terjadi dimana saja disepanjang usus. Sebagian besar atresia terjadi
di duodenum, paling sedikit terjadi di kolon dan sama banyak terjadi di jejunum
ataupun ileum. Atresia di duodenum atas mungkin sebabkan oleh tidak terjadinya
rekanalisasi1,3,4. Namun, dari bagian distal duodenum kearah kaudal atresia paling
besar kemungkinananya disebabkan oleh “gangguan mendadak” vascular. Hal ini
dapat disebabkan oleh malrotasi, volvulus, gastroskisis, omfalokel dan factor
lain1,3,4. Akibatnya aliran darah ke regio usus terganggu dan segmen yang
bersangkutan mati, menyebabkan penyempitan atau kehilangan total regio
tersebut. Bayi dengan cacat ini memiliki berat badan lahir rendah dan kelainan
lain.
Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga jenis, yaitu:5
1) Tipe I (92%)
Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan
submukosa tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis
mulai dari satu hingga beberapa millimeter. Dari luar tampak
perbedaan diameter proksimal dan distal. Lambung dan duodenum
proksimal atresia mengalami dilatasi (Mucosal web Tipe I atresia).
Arteri mesenterika superior intak.
2) Tipe II (1%)
5
Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat
(Fibrous cord Tipe II atresia). Arteri Mesenterika intak.
3) Tipe III (7%)
Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hubungan pita jaringan ikat
(Complete separation Tipe III atresia).
Gambar 1. Klasifikasi anatomis atresia duodenum5
2.5 Gambaran Klinis
Pada gambaran klinis pertama bayi dengan atresia duodenum ditandai dengan
muntah dalam beberapa jam setelah lahir berwarna kehijauan dikarenakan
mengandung cairan empedu. Muntahan dapat terjadi walaupun bayi dipuasakan
selama beberapa jam tanpa disertai distensi abdomen. Biasanya terjadi
pembengkakan abdomen bagian atas. Selain itu tidak dapat memproduksi urine
setelah buang air kecil pertama. Pengeluaran mikonium dalam 24 jam pertama
kehidupan biasanya tidak terganggu. Dan adanya tanda ikterus pada kulit dan
sclera1,2,6.
2.6 Diagnosis
6
Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan x-ray abdomen. Pemeriksaan ini
menunjukkan adanya dua ruang udara yang terlihat seperti gelembung yang sering
disebut tanda “double-bubble”. Ini disebabkan oleh lambung dan duodenum
bagian proksimal mengembang dan terisi udara1. Atresia dudenum terkadang
dapat terdeteksi pada masa-masa kehamilan dengan pemeriksaan USG janin, yang
menunjukkan jumlah berlebih dari cairan ketuban di dalam rahim, kondisi yang
disebut polihidramnion2.
Gambar 2. Foto polos abdomen dengan posisi AP dan lateral yang
memperlihatkan gambaran ”the duoble-bubble sign” pada atresia duodenum.7
Gambar 3. Prenatal sonogram pada
potongan sagital oblik
memberikan gambaran ”duoble
bubble sign” pada fetus dengan
atresia duodenum. In utero
stomach (S) dan duodenum (D)
terisi oleh cairan.7
2.7 Penatalaksaan
Pada penderita atresia duodenal ini belum ditemukan obatnya. Jalan satu-satunya
hanya dengan pembedahan.
Prinsip terapi :
7
1.Perawatan pra bedah :
Perawatan prabedah neonatus rutin.
Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak parah karena diagnosa dibuat
secara dini.
Tuba naso gastric (NGT) dengan drainase bebas dan penyedotan setiap
jam.
2.Pembedahan
Pembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi penyempitan
obstruksi dan sisa usus diperiksa karena sering kali ditemukan obstruksi
lanjut.
3.Perawatan pasca bedah
Perawatan pasca bedah neonatorum rutin.
Aspirasi setiap jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase
bebas.
Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba8,9.
Pemberian makanan transa nastomik yang berlanjut khususnya pada bayi dengan
kecepatan maksimun 1 ml per menit dimulai dalam 24 jam pasca bedah dimulai
dengan dektrose dan secara berangsur-angsur diubah dalam jumlah dan
konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah dimana diberikan susu
dengan asupan penuh. Untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit aspirat
lambung dapat diganti melalui transanastomik dan ini dapat tidak digunakan
sebagai kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena. Tidak jarang diperoleh
volume aspirat yang besar dalam beberapa waktu pasca bedah, sampai beberapa
minggu dalam beberapa kasus. Karena lambung yang berdilatasi dan duodenum
bagian proksimal membutuhkan waktu untuk kembali pada fungsi yang normal.
Jika hal ini menurun maka penyedotan gastromi tidak dilakukan terlalu sering dan
makanan alternatif diberikan kedalam lambung selama 24 jam. Pemberian
makanan peroral dapat dilakukan secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan
tuba gastromi berat badan bayi dimonitor secara seksama1.
2.8 Komplikasi
8
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya mudah terjadi dehidrasi, terutama bila
tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi
lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas
usus, atau refluks gastroesofageal8.
2.9 Prognosis
Prognosis morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bertahap selama 50
tahun terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik,
neonatologi, dan teknik pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat
hingga 90%.8,9
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari
lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Penyebab atresia duodenum belum diketahui dengan pasti namun ada hubungn
dengan masalah dalam perkembangan embrio. Duodenum terbentuk dari bagian
akhir usus depan (foregut) dan bagian sefalik usus tengah (midgut) pada minggu
ke empat. Atresia duodenum disebabkan oleh tidak terjadinya rekanalisasi, terjadi
penyempitan atau kehilangan kerja total aliran darah pada region usus. Pada bayi
disertai dengan gejala klinis muntah berwarna kehijauan, pembengkakan abdomen
bagian atas, terdapat ikterus dan sclera pada kulit bayi. Pemeriksaan X-ray
digunakan untuk menegakkan diagnosis dengan melihat tanda double-bubble.
Prinsip penatalaksanaan pasien dengan atresia duonenum adalah duodena-
duodenostomi. Komplikasi dapat terjadi seperti megaduodenum, gangguan
mortilitas usus atau refluks gastroesofageal. Prognosisnya membaik sering
perkembangan teknologi.
3.2 Saran
Pada ibu hamil sebaiknya menjaga asupan makanan dan gizi agar perkembangan
janin dalam pembentukan organ pada minggu ke empat kehamilan dapat terjadi
secara sempurna, untuk mengurangi resiko terjadinya atresia duodenum. Namun
untuk pasien yang terkena sebaiknya diberikan pengobatan mendasar agar tidak
memperparah keadaan dan kondisi pasien.
10
Recommended