14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa ditemui didalam ahli bedah pediatrik dan merupakan lokasi yang paling sering terjadinya obstruksi usus di hampir semua kasus osbtruksi. Atresia Duodenum terjadi sekitar 1:10000 kelahiran hidup dan 25-40% kasus dari atresia usus, merupakan atresia duodenum 1 . Penyebab atresia duodenum tidak diketahui secara pasti. Atresia duodenum (AD) diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah fase padat intestinal bagian atas pada perkembangan intestinal selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5. Atresia Duodenum dihubungkan dengan anomali kongenital lainnya (30%). Anomali kongenital lainnya yang dihubungkan dengan atresia dudenum adalah malrotation (20%), atresia esofagus (10-20%), penyakit jantung bawaan 10-15%, anorectal dan renal anomali (5%) , sindrom down (20-30% kasus) 1 . Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapat mengalami asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan muntah-muntah. 1

Paper Atresia Duodenum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paper Atresia Duodenum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus

halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari

lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.

Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa ditemui

didalam ahli bedah pediatrik dan merupakan lokasi yang paling sering terjadinya

obstruksi usus di hampir semua kasus osbtruksi. Atresia Duodenum terjadi sekitar

1:10000 kelahiran hidup dan 25-40% kasus dari atresia usus, merupakan atresia

duodenum1. Penyebab atresia duodenum tidak diketahui secara pasti. Atresia

duodenum (AD) diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah fase

padat intestinal bagian atas pada perkembangan intestinal selama masa kehamilan

minggu ke-4 dan ke-5. Atresia Duodenum dihubungkan dengan anomali

kongenital lainnya (30%). Anomali kongenital lainnya yang dihubungkan dengan

atresia dudenum adalah malrotation (20%), atresia esofagus (10-20%), penyakit

jantung bawaan 10-15%, anorectal dan renal anomali (5%) , sindrom down (20-

30% kasus)1.

Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapat

mengalami asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan

muntah-muntah.

Mengingat penyakit atresia duodenum ini merupakan penyakit yang dapat

mengancam jiwa bayi yang baru lahir akan sangat penting memahami bagaimana

mendiagnosis penderita yang mengalami atresia duodenum sedini mungkin. Hal

ini tiada lain ditujukan untuk memberikan penanganan secara cepat dan tepat

dalam mengatasi atresia duodenum, untuk mengurangi mortalitas dan

meningkatkan kualitas hidup pasien.

1.2 Perumusan Masalah

Mengacu pada uraian latar belakang di atas, adapun beberapa masalah yang

akan dibahas pada tulisan ini antara lain:

1

Page 2: Paper Atresia Duodenum

1.1.1 Apakah yang dimaksud dengan atresia duodenum?

1.1.2 Apakah etiologi dari atresia duodenum?

1.1.3 Bagaimanakah embriologi dari duodenum?

1.1.4 Bagaimanakah patofisiologi dari atresia duodenum?

1.1.5 Bagaimana gambaran klinis dari atresia duodenum?

1.1.6 Bagaimana cara mendiagnosis pasien dengan atresia

duodenum?

1.1.7 Bagaimana penatalaksanaan dari pasien dengan atresia

duodenum?

1.3 Tujuan

Mengacu pada perumusan masalah di atas, tujuan penulisan ini ialah sebagai

berikut.

1.1.8 Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari atresia duodenum.

1.1.9 Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari atresia duodenum.

1.1.10 Mahasiswa mampu menjelaskan embriologi dari duodenum.

1.1.11 Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari atresia duodenum.

1.1.12 Mahasiswa mampu mengetahui gambaran klinis dari atresia

duodenum.

1.1.13 Mahasiswa mengetahui cara mendiagnosis pasien dengan atresia

duodenum.

1.1.14 Mahasiswa mampu mengetahui penanganan yang tepat untuk pasien

dengan atresia duodenum.

1.4 Manfaat Penulisan

Tulisan (paper) ini diharapkan dapat menambah informasi serta wawasan

bagi pembaca tentang gambaran umum mengenai atresia duodenum

sehingga di kemudian hari diharapkan dapat memunculkan tulisan-tulisan

(paper) yang lebih baik dan lebih lengkap lagi.

1.5 Metode penulisan

2

Page 3: Paper Atresia Duodenum

Metode penulisan pada paper ini merujuk pada metode tinjauan pustaka di

mana ulasan atau deskripsi tentang hal-hal yang dibahas dalam paper ini

tidak terlepas dari beberapa bahan bacaan, seperti jurnal dan buku acuan.

Melalui metode ini, informasi-informasi yang relevan terkait dengan atresia

duodenum dapat diperoleh untuk menunjang pembahasan pada paper ini.

3

Page 4: Paper Atresia Duodenum

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Atresia Duodenum

Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus

halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari

lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus2.

2.2 Etiologi Atresia Duodenum

Penyebab atresia duodenum tidak diketahui, tetapi diperkirakan sebagai akibat

dari masalah selama perkembangan embrio di mana duodenum biasanya tidak

berubah dari solid menjadi struktur seperti tabung1,2. Atresia duodenum terjadi

pada 1:10.000 kelahiran hidup. Sekitar 20-30% dari bayi dengan atresia

duodenum mengidap sindrom Down. Atresia duodenum sering dikaitkan dengan

cacat lahir lainnya1,2.

2.3 Embriologi duodenum

System pencernaan berdasarkan embriologinya dibagi menjadi foregut, midgut

dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,

esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.

Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon

asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut

hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan

ektoderm dari protoderm. Usus terbentuk mulai minggu keempat yaitu mulai dari

pembentukkan organ esophagus. Bagian akhir usus depan (foregut) dan bagian

sefalik usus tengah (midgut) membentuk duodenum. Taut antara kedua bagian ini

terletak tepat dari distal dari asal tunas hati. Sewaktu lambung berputar,

duodenum mengambil bentuk lengkung C dan berputar ke kanan. Pada perputaran

ini, bersama dengan pertumbuhan pesat kaput pancreas, menggeser duodenum

dari posisinya yang semula di garis tengah menjadi ke sisi kiri rongga abdomen.

Duodenum dan kaput pancreas menekan dinding tubuh dorsal, dan permukaan

kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum di dekatnya. Kedua

4

Page 5: Paper Atresia Duodenum

lapisan kemudian lenyap, dan duodenum dan kaput pancreas terfiksasi dalam

posisi retroperitonium. Karena itu, seluruh pancreas terletak retroperitonium.

Mesoduodenum dorsal lenyap seluruhnya kecuali region pylorus lambung, tempat

sebagian kecil duodenum (duodenal cap) mempertahankan mesenteriumnya dan

tetap terletak intraperitonium.

Selama bulan kedua, lumen duodenum mengalami obliterasi akibat

poliferasi sel-sel dindingnya. Namun, setelah itu lumen segera mengalami

rekanalisasi1,3. Karena usus depan mendapatkan vaskularisasi dari arteri celiac

dan usus tengah mendapatkan vaskularisasi dari arteri mesentrika superior

sehingga duodenum mendapatkan vaskularisasi dari cabang-cabang kedua arteri

tersebut3.

2.4 Patofisiologi Atresia Duodenum

Atresia dapat terjadi dimana saja disepanjang usus. Sebagian besar atresia terjadi

di duodenum, paling sedikit terjadi di kolon dan sama banyak terjadi di jejunum

ataupun ileum. Atresia di duodenum atas mungkin sebabkan oleh tidak terjadinya

rekanalisasi1,3,4. Namun, dari bagian distal duodenum kearah kaudal atresia paling

besar kemungkinananya disebabkan oleh “gangguan mendadak” vascular. Hal ini

dapat disebabkan oleh malrotasi, volvulus, gastroskisis, omfalokel dan factor

lain1,3,4. Akibatnya aliran darah ke regio usus terganggu dan segmen yang

bersangkutan mati, menyebabkan penyempitan atau kehilangan total regio

tersebut. Bayi dengan cacat ini memiliki berat badan lahir rendah dan kelainan

lain.

Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga jenis, yaitu:5

1) Tipe I (92%)

Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan

submukosa tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis

mulai dari satu hingga beberapa millimeter. Dari luar tampak

perbedaan diameter proksimal dan distal. Lambung dan duodenum

proksimal atresia mengalami dilatasi (Mucosal web Tipe I atresia).

Arteri mesenterika superior intak.

2) Tipe II (1%)

5

Page 6: Paper Atresia Duodenum

Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat

(Fibrous cord Tipe II atresia). Arteri Mesenterika intak.

3) Tipe III (7%)

Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hubungan pita jaringan ikat

(Complete separation Tipe III atresia).

Gambar 1. Klasifikasi anatomis atresia duodenum5

2.5 Gambaran Klinis

Pada gambaran klinis pertama bayi dengan atresia duodenum ditandai dengan

muntah dalam beberapa jam setelah lahir berwarna kehijauan dikarenakan

mengandung cairan empedu. Muntahan dapat terjadi walaupun bayi dipuasakan

selama beberapa jam tanpa disertai distensi abdomen. Biasanya terjadi

pembengkakan abdomen bagian atas. Selain itu tidak dapat memproduksi urine

setelah buang air kecil pertama. Pengeluaran mikonium dalam 24 jam pertama

kehidupan biasanya tidak terganggu. Dan adanya tanda ikterus pada kulit dan

sclera1,2,6.

2.6 Diagnosis

6

Page 7: Paper Atresia Duodenum

Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan x-ray abdomen. Pemeriksaan ini

menunjukkan adanya dua ruang udara yang terlihat seperti gelembung yang sering

disebut tanda “double-bubble”. Ini disebabkan oleh lambung dan duodenum

bagian proksimal mengembang dan terisi udara1. Atresia dudenum terkadang

dapat terdeteksi pada masa-masa kehamilan dengan pemeriksaan USG janin, yang

menunjukkan jumlah berlebih dari cairan ketuban di dalam rahim, kondisi yang

disebut polihidramnion2.

Gambar 2. Foto polos abdomen dengan posisi AP dan lateral yang

memperlihatkan gambaran ”the duoble-bubble sign” pada atresia duodenum.7

Gambar 3. Prenatal sonogram pada

potongan sagital oblik

memberikan gambaran ”duoble

bubble sign” pada fetus dengan

atresia duodenum. In utero

stomach (S) dan duodenum (D)

terisi oleh cairan.7

2.7 Penatalaksaan

Pada penderita atresia duodenal ini belum ditemukan obatnya. Jalan satu-satunya

hanya dengan pembedahan.

Prinsip terapi :

7

Page 8: Paper Atresia Duodenum

1.Perawatan pra bedah :

Perawatan prabedah neonatus rutin.

Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak parah karena diagnosa dibuat

secara dini.

Tuba naso gastric (NGT) dengan drainase bebas dan penyedotan setiap

jam.

2.Pembedahan

Pembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi penyempitan

obstruksi dan sisa usus diperiksa karena sering kali ditemukan obstruksi

lanjut.

3.Perawatan pasca bedah

Perawatan pasca bedah neonatorum rutin.

Aspirasi setiap jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase

bebas.

Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba8,9.

Pemberian makanan transa nastomik yang berlanjut khususnya pada bayi dengan

kecepatan maksimun 1 ml per menit dimulai dalam 24 jam pasca bedah dimulai

dengan dektrose dan secara berangsur-angsur diubah dalam jumlah dan

konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah dimana diberikan susu

dengan asupan penuh. Untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit aspirat

lambung dapat diganti melalui transanastomik dan ini dapat tidak digunakan

sebagai kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena. Tidak jarang diperoleh

volume aspirat yang besar dalam beberapa waktu pasca bedah, sampai beberapa

minggu dalam beberapa kasus. Karena lambung yang berdilatasi dan duodenum

bagian proksimal membutuhkan waktu untuk kembali pada fungsi yang normal.

Jika hal ini menurun maka penyedotan gastromi tidak dilakukan terlalu sering dan

makanan alternatif diberikan kedalam lambung selama 24 jam. Pemberian

makanan peroral dapat dilakukan secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan

tuba gastromi berat badan bayi dimonitor secara seksama1.

2.8 Komplikasi

8

Page 9: Paper Atresia Duodenum

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya mudah terjadi dehidrasi, terutama bila

tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi

lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas

usus, atau refluks gastroesofageal8.

2.9 Prognosis

Prognosis morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bertahap selama 50

tahun terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik,

neonatologi, dan teknik pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat

hingga 90%.8,9

9

Page 10: Paper Atresia Duodenum

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Atresia Duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian terkecil dari usus

halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari

lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.

Penyebab atresia duodenum belum diketahui dengan pasti namun ada hubungn

dengan masalah dalam perkembangan embrio. Duodenum terbentuk dari bagian

akhir usus depan (foregut) dan bagian sefalik usus tengah (midgut) pada minggu

ke empat. Atresia duodenum disebabkan oleh tidak terjadinya rekanalisasi, terjadi

penyempitan atau kehilangan kerja total aliran darah pada region usus. Pada bayi

disertai dengan gejala klinis muntah berwarna kehijauan, pembengkakan abdomen

bagian atas, terdapat ikterus dan sclera pada kulit bayi. Pemeriksaan X-ray

digunakan untuk menegakkan diagnosis dengan melihat tanda double-bubble.

Prinsip penatalaksanaan pasien dengan atresia duonenum adalah duodena-

duodenostomi. Komplikasi dapat terjadi seperti megaduodenum, gangguan

mortilitas usus atau refluks gastroesofageal. Prognosisnya membaik sering

perkembangan teknologi.

3.2 Saran

Pada ibu hamil sebaiknya menjaga asupan makanan dan gizi agar perkembangan

janin dalam pembentukan organ pada minggu ke empat kehamilan dapat terjadi

secara sempurna, untuk mengurangi resiko terjadinya atresia duodenum. Namun

untuk pasien yang terkena sebaiknya diberikan pengobatan mendasar agar tidak

memperparah keadaan dan kondisi pasien.

10