View
60
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
PBAK
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi kini merupakan permasalahan yang menjadi perbincangan pada semua
kalangan masyarakat. Permasalahan korupsi sesungguhnya telah ada sejak lama, terutama
sejak manusia kali pertama mengenal tata kelola administrasi. Korupsi dianggap merusak
sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara karena sifatnya yang merugikan.
Di indonesia, korupsi telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa, begitu pula
dibelahan lain didunia . Pada kebanyak kasus korupsi yang dipublikasikan media, kerap kali
perbuatan korupsi tidak terlepas dari kekuasaan,birokrasi,ataupun pemerintahan. Korupsi
juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Selain mengaitkan dengan politik
korupsi juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional,
kesejahteraan sosial dan pembangunan nasional.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai tindakan setiap orang dengan tujun
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menguntungkan
diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan
negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam
hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan
wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.
Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi
bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat
terhadap pendidikan dan kesehatan mnjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan
lingkungan hidup, dan citra pemerintahan yang buruk di mata internasional sehingga
menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang
1
berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan. Dari 542
pelaku korupsi yang dilakukan 2001-2009; berdasarkan perhitungan JPU, telah menyebabkan
kerugian sebesar Rp 73,1 triliun. Sayangnya, meski telah ditindak pengembalian atas
kerugian tersebut hanya Rp 5,32 triliun (Ariati, 2013). Dari pernyataan diatas, begitu banyaj
dampak negatif dari tindakan korupsi yaitu dampak ekonomi, terhadap pelayanan kesehatan,
sosial dan kemiskinan masyarakat, brirokrasi pemerintahan, politik dan demokrasi,
penegakan hukum,pertahanan dan keamasnan, dan pelestarian lingkungan.
Oleh karena itu, penyusun akan membahas mengenai dampak korupsi terhadap
kesehatan masyarakat, birokrasinpemerintahan, politik dan demokrasi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana dampak korupsi terhadap kesehatan masyarakat, birokrasi pemerintahan,
politik dan demokrasi?
C. Tujuan
Memahami mengenai dampak korupsi terhadap kesehatan masyarakat, birokrasi
pemerintahan, politik dan demokrasi.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat
Ilmu kesehatan masyarakat pada hakikatnya merupakan ilmu yang terdiri dari berbagai
macam disiplin ilmu seperti biologi, fisika, kimia, kedokteran, lingkungan, sosiologi,
psikologi, antropologi, ekonomi, administrasi, pendidikan dan lain – lain. Namun secara garis
besar, disiplin ilmu yang menopang berdirinya kesehatan masyarakat sebagai ilmu atau yang
lebih dikenal sebagai 8 pilar kesehatan masyarakat antara lain :
Administrasi Kesehatan Masyarakat.
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Biostatistika/Statistik Kesehatan.
Kesehatan Lingkungan.
Gizi Masyarakat.
Kesehatan Kerja.
Epidemiologi.
Kesehatan reproduksi.
Mengapa ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multi disipliner, karena
memang pada dasarnya Masalah Kesehatan Masyarakat bersifat multikausal, maka
pemecahanya harus secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni
atau prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun
tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi
fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik,
mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003 dalam wikipedia).
Hal ini membuat Kesehatan Masyarakat merupakan sektor korupsi yang cukup mumpuni
karena banyak peluang bagi para petugas masyarakat di berbagai lapisan untuk melakukan
korupsi yang akan merugikan kesehatan masyarakat baik itu secara langsung maupun tidak
langsung.
Dampak korupsi di kesehatan masyarakat yang dapat terjadi :
3
1. Korupsi di bidang kesehatan
2. Korupsi Skala Besar dalam bidang kesehatan
3. Dampak Korupsi di bidang Kesehatan
B. Dampak Terhadap Birokrasi Pemerintahan
Dampak birokrasi pemerintahan
Upaya pemerintah merencanakan clean government dalam upaya memberantas korupsi di
kalangan birokrasi pemerintahan, belum dapat menjamin menanggulangi korupsi, berbagai
jenis kebocoran keuangan negara masih saja terjadi, berdampak pelayanan publik dapat
terganggu.
Kebocoran keuangan negara yang paling besar dilingkungan lembaga Negara adalah
melalui Pengadaan Barang dan Jasa, lemahnya pengawasan dan kurangnya penerapan
disiplin serta sanksi terhadap penyelenggaraan negara dalam melaksanakan tugas-tugas
Negara berdampak birokrasi pemerintahan yang buruk.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah, sebagai
pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi.
2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset;
3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stablitas ekonomi dan
politik.
Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan mengabaikan
tuntutan pemerintahan yang layak. Kehancuran birokrasi pemerintahan merupakan garda
depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi
menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh didalam birokrasi.
Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
menunjukkan bahwa Indonesia menempat posisi kedua setelah India sebagai negara dengan
performa birokrasi yang paling buruk di Asia (Republika, 3 Juni 2010, dalam Kemendikbud,
2011). PERC menilai, buruknya perlakuan tidak hanya terhadap warganya sendiri tetapi juga
terhadap warga negara asing. Tidak efisiennya birokrasi ini, menghambat masuknya investor
asing ke negara tersebut.
4
RUNTUHNYA OTORITAS PEMERINTAH
1. Matinya Etika Sosial Politik
Korupsi bukan suatu bentuk tindak pidana biasa karena ia merusak sendi-sendi
kehidupan yang paling dasar yaitu etika sosial bahkan kemanusiaan. Kejujuran sudah tidak
ditegakkan lagi dan yang paradoksal adalah siapapun yang meneriakkan kejujuran
justru akan diberikan sanksi sosial dan politik oleh otoritas menteri, aparat penguasa
bahkan oleh masyarakat sendiri.
Kejujuran yang dihadapi dengan kekuatan politik adalah sesuatu yang tidak mendidik
dan justru bertentangan dengan etika dan moralitas. Pada saat ini kekuatan politik sangat
dominan, sehingga suatu kelompok politik akan rela melindungi anggotanya dengan segala
cara, meskipun anggotanya tersebut jelas-jelas bersalah atau melakukan korupsi. Hal ini
sangat melukai nurani masyarakat, padahal mereka adakah wakil rakyat yang seharusnya
melindungi kepentingan rakyat. Melindungi seorang koruptor dengan kekuatan politik
adalah salah satu indikasi besar runtuhnya etika sosial dan politik.
Gejala ini semakin lama semakin menguat, masyarakat dengan jelas dapat menilai dari
berbagai pemberitaan media masa siapa yang bersalah siapa yang benar, namun semua itu
dikaburkan dengan politik yang sangat licik, dengan berbagai alasan seperti demi
keamanan negara atau keselamatan petinggi negara. Ketika nilai-nilai kejujuran dan nurani
dicampakkan, maka tak pelak lagi kebangkrutan etika akan berimbas kepada seluruh sendi
kehidupan masyarakat secara umum.
Banyak pejabat negara, wakil rakyat atau petinggi partai politik yang tertangkap
karena korupsi namun tidak menunjukkan perasaan bersalah, malu ataupun jera di depan
umum. Hal ini terjadi karena anggapan bahwa mereka akan bebas dari tuduhan atau akan
dengan mudah bebas dengan memberikan upeti kepada penegak hukum yang
mengadilinya.
2. Tidak Efektifnya Peraturan dan Perundang-undangan
Secara umum peraturan dan perundang-undangan berfungsi untuk mengatur sesuatu
yang substansial dan merupakan instrumen kebijakan (beleids instrument) yang berguna
untuk memecahkan suatu masalah yang ada di dalam masyarakat. Dengan adanya peraturan
dan perundang-undangan diharapkan berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat
dapat dipecahkan dengan baik, jelas dan berkeadilan, yang pada akhirnya akan
5
memuaskan semua pihak.
Di lain sisi dalam masyarakat muncul berbagai kemungkinan apabila dihadapkan dalam
suatu permasalahan. Secara alamiah seseorang selalu ingin dimenangkan dalam suatu
perkara atau masalah atau diposisikan dalam keadaan benar. Oleh sebab itu banyak upaya
yang dilakukan oleh seseorang dalam memenangkan perkara dan masalahnya di depan
hukum, dari upaya yang positif dengan mengumpulkan berbagai barang bukti dan saksi
yang menguatkan sampai kepada hal-hal lain yang negatif dan berlawanan dengan hukum,
seperti menyuap, memberikan iming-iming, gratifikasi bahkan sampai kepada ancaman
nyawa.
Di sisi sebaliknya, aparat hukum yang semestinya menyelesaikan masalah dengan fair
dan tanpa adanya unsur pemihakan, seringkali harus mengalahkan integritasnya dengan
menerima suap, iming-iming, gratifikasi atau apapun untuk memberikan kemenangan.
Kondisi ini sudah semakin merata melanda aparat hukum yang ada di negeri ini, sehingga
memunculkan anekdot di masyarakat bahwa hukum itu hanya adil bagi yang memiliki
uang untuk menyuap, sedangkan bagi masyarakat miskin keadilan hanyalah angan-angan
saja.
3. Birokrasi Tidak Efisien
Survei terbaru yang dilakukan oleh PERC menunjukkan, bahwa tiga negara Indonesia,
India, dan Filipina adalah negara dengan performa birokrasi yang paling buruk di Asia.
Sedang Singapura dan Hong Kong adalah yang paling efisien. PERC menilai buruknya
kinerja birokrasi di ketiga negara ini tidak hanya perlakuan terhadap warga negaranya
sendiri, tetapi juga asing. Tidak efisiennya birokrasi ini dianggap sebagai faktor yang
masuk menghalangi investasi asing masuk ke negara tersebut.
Dalam peringkat PERC ini, Indonesia menempati posisi nomor dua terburuk di Asia
setelah India. Dalam standar angka 1 terbaik sampai 10 terburuk, India teratas dengan
skor 9,41, diikuti oleh Indonesia (8,59), Filipina (8,37), Vietnam (8,13), dan Cina (7,93).
Malaysia di tempat keenam dari bawah dengan skor 6,97, diikuti oleh Taiwan (6,60),
Jepang (6,57), Korea Selatan (6,13), dan Thailand (5,53). Singapura menduduki peringkat
telah memiliki birokrasi yang paling efisien, dengan skor 2,53, diikuti oleh Hong Kong
dengan 3,49 (Republika, 3 Juni 2010).
6
C. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi
1. Munculnya Kepemimpinan Korup
Kondisi politik yang carut marut dan cenderung sangat koruptif menghasilkan
masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan tindak korupsi dilakukan dari
tingkat yang paling bawah. Konstituen di dapatkan dan berjalan karena adanya suap yang
diberikan oleh calon-calon pemimpin partai, bukan karena simpati atau percaya terhadap
kemampuan dan kepemimpinannya. Hubungan transaksional sudah berjalan dari hulu yang
pada akhirnya pun memunculkan pemimpin yang korup juga karena proses yang dilakukan
juga transaksional. Masyarakat juga seolah-olah digiring untuk memilih pemimpin yang
korup dan diberikan mimpi-mimpi dan janji akan kesejahteraan yang menjadi dambaan
rakyat sekaligus menerima suap dari calon pemimpin tersebut.
2. Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan berat yakni
berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya
tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah, legislatif atau petinggi
partai politik. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan publik
terhadap pemerintahan yang sedang berjalan. Masyarakat akan semakin apatis dengan apa
yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah. Apatisme yang terjadi ini seakan
memisahkan antara masyarakat dan pemerintah yang akan terkesan berjalan sendiri-sendiri.
Hal ini benar-benar harus diatasi dengan kepemimpinan yang baik, jujur, bersih dan adil.
Sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia masih sangat muda, walaupun kelihatannya
stabil namun menyimpan berbagai kerentanan. Tersebarnya kekuasaan ditangan banyak
orang ternyata telah dijadikan peluang bagi merajalelanya penyuapan. Reformasi yang
dilakukan tanpa landasan hukum yang kuat justru melibatkan pembukaan sejumlah lokus
ekonomi bagi penyuapan, yang dalam praktiknya melibatkan para broker bahkan
menumbuhkan mafia.
3. Menguatnya Plutokrasi
7
Korupsi yang sudah menyandera pemerintahan pada akhirnya akan menghasilkan
konsekuensi menguatnya plutokrasi (sitem politik yang dikuasai oleh pemilik
modal/kapitalis) karena sebagian orang atau perusahaan besar melakukan ‘transaksi’ dengan
pemerintah, sehingga pada suatu saat merekalah yang mengendalikan dan menjadi penguasa
di negeri ini. Perusahaan-perusahaan besar ternyata juga ada hubungannya dengan partai-
partai yang ada di kancah perpolitikan negeri ini, bahkan beberapa pengusaha besar menjadi
ketua sebuah partai politik. Tak urung antara kepentingan partai dengan kepentingan
perusahaan menjadi sangat ambigu. Perusahaan-perusahaan tersebut mengu-asai berbagai
hajat hidup orang banyak, seperti; bahan bakar dan energi, bahan makanan dasar dan olahan,
transportasi, perumahan, keuangan dan perbankan, bahkan media masa dimana pada saat ini
setiap stasiun televisi dikuasai oleh oligarki tersebut. Kondisi ini membuat informasi yang
disebar luaskan selalu mempunyai tendensi politik tertentu dan ini bisa memecah belah rakyat
karena begitu biasnya informasi.
4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat
Dengan semakin jelasnya plutokrasi yang terjadi, kekayaan negara ini hanya
dinikmati oleh sekelompok tertentu bukan oleh rakyat yang seharusnya. Perusahaan besar
mengendalikan politik dan sebaliknya juga politik digunakan untuk keuntungan perusahaan
besar. Bila kita melihat sisi lain politik, seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat. Namun
yang terjadi sekarang ini adalah kedaulatan ada di tangan partai politik, karena anggapan
bahwa partailah bentuk representasi rakyat. Partai adalah dari rakyat dan mewakili rakyat,
sehingga banyak orang yang menganggap bahwa wajar apabila sesuatu yang didapat dari
negara dinikmati oleh partai (rakyat). Kita melihat pertarungan keras partai-partai politik
untuk memenangkan pemilu, karena yang menanglah yang akan menguasai semuanya (the
winner takes all). Tapi bukannya sudah jelas bahwa partai politik dengan kendaraan
perusahaan besar sajalah yang diatas kertas akan memenangkan pertarungan tersebut. Artinya
sekali lagi, hanya akan ada sekelompok orang saja yang menang dan menikmati kekayaan
yang ada. Hal ini terus berulang dari masa ke masa. Rakyat terus terombang-ambing dalam
kemiskinan dan ketidak jelasan masa depan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat
1. Korupsi di bidang kesehatan
Sektor kesehatan merupakan urusan publik yang tidak lepas dari praktek korupsi.Korupsi
pada sektor kesehatan melibatkan aparat dan pejabat tingkat rendah hingga tingkat tinggi.
Pada tingkat rendah menyentuh pada kepala dinas kesehatan (Dinkes) pada tingkat
kabupaten/kota dan provinsi, sedangkan pada tingkat tinggi melibatkan pejabat pada kantor
kementerian kesehatan dan lembaga lainnya pada tingkat nasional seperti BPOM maupun
anggota DPR yang membidangi kesehatan.
Hasil investigasi Indonesia Corruption Warch (ICW) sampai tahun 2008, kasus korupsi
pada sektor kesehatan telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 128 miliar. Kasus-
kasus tersebut melibatkan para pejabat tingkat lokal seperti level kepala dinkes dan DPRD
serta direktur rumah sakit, sedangkan korupsi pada tingkat tinggi belum terungkap ketika itu.
Modus korupsi yang dominan masih berputar dalam pengadaan barang dan jasa dengan
modus mark up yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 103 miliar, sisanya adalah
modus penyuapan.
Pada tingkat pejabat dinas kesehatan lokal, salah satu kasus korupsi dilakukan oleh dr
Laode Budiono MPH, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Brebes atas dugaan korupsi dana
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2009/ 2010 senilai Rp 150 juta. Dana
Jamkesmas senilai Rp 150 juta itu digunakan untuk kepentingan pribadi.Laode yang juga
mantan Direktur RSUD Brebes itu ditahan di Lembaga Pemasyarakat (LP) Brebes sejak Rabu
(19/10).Penahanan dilakukan atas beberapa pertimbangan dan sesuai asal 21 KUHP, di
antaranya, dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan
tersangka menggulangi perbuatannya. Sementara dr Laode Budiono membantah tindakannya
masuk korupsi karena hanya meminjam uang Rp 150 juta dari dana Jamkesmas di Puskesmas
Jatibarang (Cybernews).
9
Kasus lainnya pada tingkat lokal terjadi di Nias Selatan (Nisel) yang melibatkan Mantan
Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan setempat, Rahmat Al Yakin Dachi. Pengadaan obat-obatan
generik pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Nisel tahun 2007 dengan nilai kontrak Rp 3,7 miliar
seharusnya melalui proses lelang, namun terdakwa bersama Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) dan Ketua Panitia Lelang menetapkan PT Septa Sarianda sebagai rekanan melalui
Penunjukan Langsung (PL), seolah-olah sebagai pemenang lelang. Pihak panitia lelang tidak
menetapkan daftar harga sesuai SK Menkes No.521/Menkes/SK/IV/2007 tentang Harga Obat
Generik sehingga dalam pengadaan 203 jenis obat generik tersebut, PT Septa Sarianda
melakukannya di atas harga resmi sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkes tersebut. Pihak
Pemkab Nisel membayar pengadaan obat-obatan generik tersebut kepada P Damanik sebesar
Rp 3,2 miliar. Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Sumut ditemukan kerugian negara (Pemkab Nisel) sebesar 2,07 miliar.
Dalam perkara ini, penyidik menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar yang tersimpan di
rekening Pemkab Nisel untuk negara. Terdakwa divonis satu tahun enam bulan (18 bulan)
penjara karena melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Terdakwa
juga divonis untuk membayar denda senilai Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan
(Analisa, 28/10/2011).
2. Korupsi Skala Besar dalam bidang kesehatan
Salah satu kasus korupsi skala besar pada tingkat pemerintah pusat adalah kasus
korupsi alat kesehatan pada Kemenko Kesra pada 2009 yang melibatkan terdakwa Sutedjo
Yuwono.Soetedjo Yuwono adalah Sekretaris ketika Aburizal Bakrie menjadi Menko
Kesra.Kasus ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sarat dengan
korupsi yakni penunjukan langsung proyek alkes itu.PT Bersaudara adalah perusahaan yang
menjadi rekanan pada proyek tersebut.Soetedjo Yuwono didakwa melakukan korupsi dalam
proyek pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan wabah flu burung tahun 2006.
Terdakwa melaksanakan pengadaan peralatan rumah sakit untuk penanggulangan flu burung
tahun anggaran 2006 pada Kemenko Kesra bertentangan dengan Keppres tentang pedoman
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
10
Soetedjo telah memenangkan PT Bersaudara sebagai pelaksana proyek pengadaan
dengan metode penunjukan langsung. Proyek pengadaan alat kesehatan senilai Rp 98,6 miliar
itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 36,2 miliar. Kerugian berasal
dari penggelembungan harga alat-alat kesehatan yang dibeli Kemenko Kesra. Pembayaran
bersih yang diterima PT Bersaudara untuk 2006 sebesar Rp 88,3 miliar. Dari pembayaran
tersebut yang dipergunakan oleh PT Bersaudara untuk realisasi pengadaan hanya sebesar Rp
48,054 miliar.
Pada kasus pengadaan alat kesehatan tahun 2007, KPK menetapkan seorang mantan
pejabat di Kementerian Kesehatan bernama Rustam Syarifuddin Pakaya sebagai tersangka
kasus dugaan korupsi.Penetapan Rustam sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan
pengembangan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung
pada 2006.Akibat perbuatannya, Rustam dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus korupsi tingkat pemerintah pusat lainnya yang ditangani Kejaksaan Agung
adalah kasus dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan dalam pengadaan alat bantu belajar
mengajar pendidikan dokter/dokter spesialis di rumah sakit dengan nilai proyek Rp 417
miliar. Kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan pengadaan alat bantu belajar mengajar
pendidikan dokter/dokter spesialis di rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan pada
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia di Kemkes terjadi pada
2010. Ada tiga orang yang menjadi tersangka pada kasus tersebut berdasarkan surat
penetapan tersangka ditandatangani sejak 20 Oktober 2011 yakni Widianto Aim (Ketua
Panitia Pengadaan), Syamsul Bahri (Pejabat Pembuat Komitmen) dan Bantu Marpaung
(Direktur PT Buana Ramosari Gemilang). Syamsul berperan sebagai pejabat pembuat
komitmen (PPK) dan Widianto sebagai ketua panitia pengadaan melakukan korupsi dengan
pemenang tender, Bantu Marpaung.
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang saat ini masih menjabat tak
lepas dari isu korupsi. Adalah Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia
(KP3I) yang melaporkan Endang dan Nazaruddin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada Kamis (16/6/2011) atas dugaan korupsi Pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar
(ABBM) Pendidikan dokter/dokter Spesialis di Rumah Sakit (RS) Pendidikan dan RS
Rujukan Tahun 2010 pada Kementerian Kesehatan. Proyek ini berasal dari APBN Perubahan
11
2010 lalu yang diduga melibatkan para mafia anggaran di DPR yang diatur oleh Muh
Nazaruddin (anggota Fraksi Partai Demokrat) dan kawan-kawan.KP3I menganggap
pengadaan ABBM tersebut sarat rekayasa dan korupsi dengan potensi kerugian negara yang
sangat besar.
3. Dampak Korupsi di bidang Kesehatan
Para pejabat korup pada sektor kesehatan telah mencederai upaya pembangunan
kesehatan yang oleh Notoatmodjo bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis (Notoadmodjo, 2010:53). Mengapa?Karena anggaran untuk membangun
sector kesehatan justru digunakan untuk memperkaya diri dan kelompoknya dan
mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan alat kesehatan dan pelayanan kesehatan.
Dampak korupsi pada sektor kesehatan dapat mengakibatkan menurunnya derajat
kesehatan masyarakat yang berimbas pada IPM (Indeks Pembangunan Manusia).Indikator
IPM seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup sangat terkait dengan pendanaan
sektor kesehatan. Dampak korupsi lebih jauh adalah naik dan tingginya harga obat-obatan
dan rendahnya kualitas alat kesehatan pada rumah sakit dan puskesmas serta sarana kesehatan
masyarakat lainnya.
Terjadinya kasus-kasus korupsi pada sektor kesehatan yang melibatkan pejabat pada
kementerian kesehatan dan dinas kesehatan lokal menunjukkan rendahnya transparansi dan
akuntabilitas serta kepatuhan pada hukum. Besarnya diskresi atau kewenangan pejabat dan
rendahnya etika pejabat sektor kesehatan menyebabkan menguatnya dan meningkatnya
kesempatan melakukan praktek korupsi disektor kesehatan.
12
B. Dampak Terhadap Birokrasi Pemerintahan
1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi;
Anggaran pendapatan Negara akan dialokasikan ke berbagai sector. Jika dana tersebut
ada yang di korupsi, maka semakin berkurang anggaran pendapatan Negara. Ketika sector
yang memerlukan dana jumlahnya cukup banyak, tetapi anggaran pendapatan Negara
semakin sedikit karena dikorupsi. Maka pemerintah akan mengalami kesulitan dalam
mengatur alokasi dana tersebut.
2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset;
Pemerintah memberikan bantuan dana untuk setiap daerah demi terwujudnya
pembangunan nasional yang merata. Jika terjadi permainan atau korupsi di daerah tertentu,
maka imbasnya adalah dana untuk pembangunan daerah tersebut semakin menipis. Sehingga
perbaikan akses maupun aset di daerah tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Akibatnya
menghambat Negara dalam pemerataan akses dan aset.
3. Korupsi memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stablitas ekonomi dan politik.
Korupsi adalah tindakan yang buruk sehingga tingkatan korupsi di suatu Negara akan
memengaruhi pandangan negara lain terhadap negara tersebut. Negara yang tingkat
korupsinya tinggi akan memiliki citra negative dari negara lain, sehingga kehormatan negara
tersebut akan berkurang. Sebaliknya, negara yang tingkat korupsinya rendah akan mendapat
pandangan positif dari negara lain dan memiliki citra yang baik di dunia Internasional
sehingga kedaulatan dan kehormatan negara itu akan dilihat baik oleh negara lain. Bahkan,
apabila negara memiliki tingkat korupsi yang sangat rendah biasanya akan menjadi tempat
studi banding dari negara lain untuk memperoleh pembelajaran.
Ketika suatu Negara dipandang negative oleh Negara lain, otomatis akan
mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik Negara tersebut. Karena citra negative suatu
Negara akan mempengaruhi keyakinan investor luar negeri untuk melakukan kerjasama
internasional baik dibidang ekonomi maupun politik. Jika tidak ada kerjasama atau
penanaman modal dari pihak asing, maka stabilitas ekonomi Negara akan terganggu.
13
C. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi
1. Munculnya Kepemimpinan Korup
Alasan mengapa korupsi berdampak pada munculnya kepemimpinan yang korup
adalah karena bawa hannya atau masyarakatnya sendiri pun banyak yang melakukan
tindak dan perilaku korupsi. Pemimpin lahir dari masyarakat, karena itu pemimpin
adalah cermin masyarakat itu sendiri.
Allah SWT berfirman:
�ون� ب �س� �ك �واي �ان �م�اك �ع�ض�اب �ب �م�ين �ع�ض�الظ�ال �يب �و�ل �ن �ك �ذ�ل و�ك
“Demikianlah kami jadikan sebagian orang zalim sebagai pemimpin bagi orang zalim
yang lain, disebabkan perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan.” (QS. Al-An’am:
129)
Berdasarkan firman Allah diatas telah jelas, bahwa orang yang dzalim dapat
pemimpin yang dzalim dalam kata lain masyarakat yang korup pasti akan
mendapatkan pemimpin yang korup .pada akhirnya mental para pemimpinlah yang
menjadi penyebab masih terjadinya korupsi di Indonesia, mental korup yang sudah
mengakar menjadikan mereka menganggap korupsi adalah hal biasa karena memang
sudah terjadi pada generasi sebelum mereka.
“Belum menerima” tindakan korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah”, tidak berarti
“tidak pernah” melakukan tindakan korup.Para pejabat yang terjerat kasus korupsi itu,
bias dipastikan, juga tidak menerima perbuatan korupsi sebagai suatu yang lumrah,
yang bias dimaafkan.Artinya slogan anti korupsi yang didengungkan baru sebatas
sikap dalam hati, belum terwujud dalam perilaku sehari-hari.
2. Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi
Politik dan demokrasi saat ini bukan bertujuan untuk membangun indonesia
menjadi lebih baik melainkan membuat indonesia menjadi negara yang menganut
sistem demokrasi yang tidak baik. Hal ini terjadi karena budaya korupsi dijadikan hal
yang biasa terjadi di kalangan politik demokrasi sehingga hal ini menyebabkan
hilangnya kepercayaan publik terhadap demokrasi.
14
Sebagai contoh, pada masa kampanye anggota dewan menjanjikan kesejahteraan
kepada masyarakat akan tetapi pada kenyataannya masyarakat di bohongi oleh janji
yang diberikan oleh anggota dewan. Kebohongan ini membuat masyarakat hilang
kepercayaan terhadap pemerintahan dan para calon pemimpin yang memberikan janji-
janjinya saat kampanye. Hal ini di tunjukan saat pemilihan umum yang mana tingkat
pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin. Selain itu,
pemimpin yang dipilih oleh masyarakat yang menjabat di pemerintahan seringkali
melakukan tindak korupsi yang mana hal tersebut bertolak belakang dengan janji
janjinya saat kampanye yang pada akhirnya membuat masyarakat marah dan bosan
dengan hal-hal seperti itu.pejabat Kejadian seperti itu menujukan menurunnya sistem
demokrasi di negara ini.
3. Menguatnya Plutokrasi
Dengan dikuasainya pemerintah oleh system plutokrasi, maka pemerintahan ini
akan menjadi pemerintahan “transaksi”, dimana pembangunan akan didasari oleh
keuntungan untuk perusahaan atau untuk penanam modal terbesar. Hal ini bisa
menimbulkan korupsi yang cukup besar karena semua pengusaha atau pejabat
berlomba lomba memperkaya diri agar bisa menjabat sesuatu yang tinggi
dipemerintahan. Tentu saja dengan pandangan seperti ini, politik dan demokrasi di
Indonesia akan semakin terpuruk karena pemerintahan dikuasai oleh “kaum papa” atau
kaum yang memiliki banyak kekayaan. Masyarakat pun akan terperdaya dengan
seringnya para pejabat atau pengusaha yang melakukan promosi di stasiun televisi
maupun media lain. Dengan promosi yang gencar dilakukan, maka masyarakat akan
mengingat pejabat tersebut tanpa mengetahui visi dan misi yang sebenarnya, dan
masyarakat hanya melihat kharisma yang ditunjukan oleh para pejabat di media saja.
4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat
Dengan semakin kuatnya system plutokrasi di pemerintahan, maka semakin
kuat pula tujuan para anggota partai politik di dalam mengatur pemerintahan. Dampak
dari hal ini adalah tanpa disadari rakyat akan semakin menderita sedikit demi sedikit
karena partai politik merampas harta rakyat secara halus, yaitu dengan berkoar koar
atas nama rakyat padahal kenyataannya para anggota partai politik menjadikan
masyarakat sebagai tameng untuk tetap bertahan dalam memperkaya diri di dunia
15
politik. Jelas sekali dengan system yang terus berjalan seperti ini, kedaulatan akan
hancur dan rakyat yang tidak memiliki kedudukan maupun harta berlimpah akan
semakin terpuruk dari waktu ke waktu.
16
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Korupsi disemua sektor hingga saat ini sangat sulit untuk diberantas, karena
sudah menjadi kebiasaan atau budaya. Selain itu pada masa kini korupsi bukan hanya
secara individu maupun suatu kelompok tertentu, namun korupsi pun dilakukan
secara berjamaah yaitu mulai dari atasan samapai bawahan. Korupsi dalam setiap
lapisan masyarakat dapat terjadi, mulai dari kalangan atas maupun kalangan bawah,
dalam skala kecil maupun skala besar. Korupsi dalam skala kecil menyebabkan
dampak yang kecil, korupsi dalam skala besar maka dampak kerugianpun akan besar
pula. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai macam sektor diantaranya dapat
terjadi dalam sektor Kesehatan, Birokrasi Pemerintahan dan Politik Pemerintahan.
Dampak disini dapat disadari maupun tidak, dalam jangka waktu singkat maupun
dalam jangka waktu yang lama. Korupsi sangat berdampak buruk yang megakibatkan
kerugian secara moril maupun materil, bagi sekelompok masyarakat bahkan hingga
seluruh masyarakat hal tersebut tergantung dari tingkatan korupsi itu sendiri.
B. SARAN
Pendidikan tentang anti tindakan korupsi perlu ditanamkan sejak dini, mulai
dari hal kecil seperti dalam kehidupan sehari-hari. Korupsi dapat terjadi bukan secara
spontan, namun dapat terjadi karena sudah terpupuk sejak dini. Selain itu pendidikan
anti korupsi dapat juga ditanamkan dalam berbagai lapisan masyarakat mulai dari
organisasi kecil hingga sektor-sektor besar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (2011), Berita Resmi Statistik; Profil Kemiskinan di
Indonesia Maret 2011. No. 45/07/Th. XIV, 1 Juli 2011
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, 2011. Pendidikan Anti Korusi
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Tim Penulis Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi, 2014.
Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kesehatan
18
Recommended