View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH SKALA KECIL
(Studi Kasus Pembebasan Lahan Bundaran Dolog di Surabaya)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar
Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum
Oleh :
JENUARANI ARTHA ADINDA PUTRI
NIM. 135010107111014
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2017
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi : PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
SKALA KECIL (Studi Kasus Pembebasan
Lahan Bundaran Dolog di Surabaya)
Identitas Penulis :
a. Nama : Jenuarani Artha Adinda Putri
b. NIM : 135010107111014
Konsentrasi : Hukum Keperdataan
Jangka waktu penelitian : 4 bulan
Disetujui pada tanggal :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Moh. Bakri, S.H., M.S M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn
NIP: 195008151979093 1 002 NIP: 19800419200812 1 002
Mengetahui,
Ketua Bagian
Hukum Perdata
Dr. Budi Santoso, SH., LLM.
NIP : 19720622 200501 1 002
HALAMAN PENGESAHAN
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH SKALA KECIL (STUDI KASUS
PENGADAAN TANAH BUNDARAN DOLOG DI SURABAYA)
Oleh :
Jenuarani Artha Adinda Putri
135010107111014
Skripsi ini telah disahkan oleh Majelis Penguji pada tanggal :
Mengetahui
Ketua Majelis Penguji,
Prof. Dr. Moh. Bakri, SH., MS.
NIP: 1950081519790931002
Sekretaris Majelis,
Dr. Imam Koeswahyono, SH., M.Hum.
NIP. 195710211986011002
Anggota Majelis,
M. Hamidi Masykur, SH., M.Kn.
NIP: 198004192008121002
Anggota Majelis,
Diah Pawestri, SH.,MH.
NIP. 2013048307232001
Anggota Majelis,
Fitri Hidayat, SH., MH.
NIP. 2012088507072001
Ketua Bagian Hukum Perdata,
Dr. Budi Santoso, S.H., LLM.
NIP. 197206222005011002
Dekan Fakultas Hukum
Dr. Rachmad Safa’at, S.H., M.Si.
NIP. 196208051988021001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang mana
telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan umatnya
yang masih hingga kini tetap mengikuti ajarannya. Aamiin.
Syukur alhamdulilah bahwa dengan seizin-Nya, penulis pada akhirnya
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Strata 1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Hambatan dan
cobaan yang terjadi justru menjadikan acuan bagaimana nantinya apa yang
dituangkan di dalam penulisan ini dapat memberikan pengetahuan lebih kepada
orang lain yang membacanya. Hal yang kemudian juga berperan dalam penulisan
ini ialah campur tangan dari semua pihak yang berada disekitar penulis, memberi
masukan, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, maupun motivasi-motivasi yang
diberikan.
Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tidak
terhingga kepada semua orang terdekat penulis, mulai dari orang tua, saudara, dan
keseluruhan teman-teman penulis yang membantu agar penulis termotivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini, diantaranya kepada :
1. Bapak Dr. Rachmad Safa’at, S.H, M.Si, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya
2. Bapak Dr. Budi Santoso, S.H, LLM selaku Ketua Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
3. Prof. Dr. Moh. Bakri, S.H, M.S, selaku dosen pembimbing utama yang
telah membagi waktu untuk memberikan kesempatan kepada penulis
dalam hal berkonsultasi, memberi saran, kritik dan juga membagi ilmunya
kepada penulis untuk membuat penulisan skripsi ini lebih baik dan terarah
sesuai dengan pembahasannya, sungguh menjadi suatu kebanggaan
tersendiri bagi penulis bisa dibimbing oleh beliau.
4. Bapak M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn, selaku dosen pembimbing
pendamping yang sangat sabar dalam menghadapi penulis di dalam setiap
bimbingannya, di setiap kesempatan yang ada penulis selalu mencoba
untuk mengganggu waktu beliau yang terkadang selalu sibuk namun
masih menyisihkan untuk menerima kedatangan penulis walaupun
sebentar, membagi pengalaman baik secara teori maupun praktek yang
tidak selalu berkaitan dengan skripsi ini, menasehati apa yang seharusnya
dilakukan dan yang harus diperbaiki, selalu diiringi dengan senyuman
setiap menerima para mahasiswa bimbingannya walaupun terkadang hari
sudah menjelang gelap. Sungguh sangat berterimakasih kepada beliau atas
semua ilmu yang telah dibagi.
5. Bapak Zainul Abidin, selaku narasumber dari pihak Dinas Pengelolaan
Bangunan dan Tanah, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
memperoleh beberapa data penting guna penulisan skripsi ini. Menjadi
suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis bisa memiliki pengalaman di
salah satu kantor penting di Surabaya tersebut.
6. Kantor Bagian Hukum Pemerintah Kota Surabaya, dimana penulis
diarahkan dimulai dari mengurus ijin survei hingga memperoleh data
penelitian saat survei dilaksanakan guna melancarkan skripsi penulis.
7. Papa, R. Agus Surani dan Mama, Tri Juliningtyas, serta Astri Putri Aprilla,
kedua orangtua penulis dan saudari penulis yang tidak mengenal lelah
untuk memberikan support, doa, semangat, pesan-pesan, dan semua
motivasinya kepada penulis dimulai dari awal kuliah hingga saat penulis
memutuskan untuk menulis skripsi ini. Tidak hanya sekali, dua kali,
penulis diingatkan agar bisa lebih fokus untuk menyelesaikan skripsinya,
tidak henti-hentinya di doakan agar lancar dalam setiap konsultasinya,
pengerjaannya. Peran serta kedua orangtuaku tidak terhalang jarak yang
memisahkan, dimana orangtua berada di Kalimantan dan penulis yang
sedang menuntut ilmu di pulau jawa. Tidak henti menelpon, mengirimkan
pesan walaupun singkat, hanya untuk memberi semangat kepada penulis,
selalu bertanya sudah sampai mana progress penulisannya.
8. Dwiky Chandra Wikawardhana, sosok terdekat penulis saat ini yang selalu
sabar, bisa jadi teman, sahabat, tempat curhat, tempat protes dan galau
kalau lagi bingung revisi, selalu mendengarkan cerita, tempat senang kalau
sudah dapat tandatangan acc mulai dari acc judul, acc sempro sampai acc
kompre, yang selalu bisa bikin suasana berubah 180°.
9. My extraordinary-girls, ennys, herlina, metha, shovi, dan yolanda.
Diurutin pakai abjad aj. Mereka berlima yang ada, selalu gak lupa
memberi semangat kalau ada yang sudah beres terus ada yang belum
beres, kasih info-info terupdate yang gak pernah ketinggalan, teman
ngobrol dari mulai orang lewat sampai siapa aja yang bisa menarik
perhatian. Kalo lagi mau jalan, terus bikin rencana dari jauh-jauh hari pasti
gagal, tapi kalau rencananya dadakan selalu berhasil, kadang kalau ada
yang nangis pasti yang lain ikutan sedih juga, selalu rencana buat nginep
bareng tapi sampai sekarang belum keturutan. Pokok kalian yang terbaik
dari yang ada. Jangan sampai lost komunikasi pokoknya, harus selalu bisa
ketemu dikemudian hari walaupun udah punya kesibukan masing-masing.
10. Buat semua pihak yang karena masih banyak jadi tidak bisa disebutkan
semuanya disini, penulis berterimah kasih atas segala doa, semangat dan
tips-tips untuk segera menyelesaikan skripsi ini, semoga kalian semua
sukses dan lancar untuk kedepannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini, sehingga apabila ada yang
berkenan maka penulis akan sangat berterimakasih bila kalian bisa memberikan
hal-hal positif agar skripsi ini bisa lebih baik. Akhir kata penulis mohon maaf
sebesar-besarnya apabila dalam membuat skripsi ini melakukan kesalahan baik
disengaja maupun tidak disengaja. Semoga apa yang ditulis dalam skripsi ini bisa
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Malang, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................vii
RINGKASAN ....................................................................................................viii
SUMMARY .......................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
E. Sistematika Penulisan ......................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 12
1. Teori Hak Menguasai Negara ............................................................ 12
2. Teori Kepastian Hukum ..................................................................... 13
3. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah ........................................................... 14
4. Tinjauan Umum Mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum ................................................................ 15
5. Pencabutan Hak Atas Tanah Oleh Negara ......................................... 19
6. Pelepasan Hak Untuk Kepentingan Umum ........................................ 20
7. Tinjauan Umum Mengenai Area Bundaran Dolog di Surabaya ........ 22
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 24
1. Jenis Penelitian ................................................................................... 24
2. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 24
3. Lokasi Penelitian ................................................................................ 24
4. Alasan Pemilihan Lokasi .................................................................... 25
5. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 25
6. Teknik Pengambilan Data .................................................................. 27
7. Populasi dan Sampling ....................................................................... 28
8. Teknik Analisis Data .......................................................................... 28
9. Definisi Operasional ........................................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 31
A. Gambaran Umum ............................................................................... 31
B. Pelaksanaan Pembebasan Lahan Bundaran Dolog di Surabaya......... 33
C. Hambatan Pelaksanaan dalam Pembebasan Lahan Bundaran Dolog
dan Solusi Penyelesaian Pembebasan Lahan ..................................... 56
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 73
A. Kesimpulan......................................................................................... 73
B. Saran ................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Lokasi Bundaran Dolog Surabaya ................................................ 31
Gambar 2 Peta Lokasi Pemukiman Warga yang Berencana Untuk
Dibebaskan ........................................................................................... 32
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Orisinalitas Penelitan ............................................................................... 7
Tabel 2 Skema Waktu Pengadaan Tanah dan/atau Bangunan .............................. 37
Tabel 3 Skema Proses Pengadaan Tanah dan/atau Bangunan Untuk
Kepentingan Umum ................................................................................. 37
Tabel 4 Daftar Nama Pemilik Tanah .................................................................... 40
RINGKASAN
Jenuarani Artha Adinda Putri, Hukum Keperdataan, Universitas Brawijaya, Mei
2017. PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH SKALA KECIL (STUDI
KASUS PEMBEBASAN LAHAN BUNDARAN DOLOG DI SURABAYA).
Prof. Dr. Moh. Bakri, S.H., M.S, M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.
Pada skripsi ini penulis meneliti mengenai proses pengadaan tanah skala kecil
yang dilakukan oleh pihak pemkot Surabaya dalam melakukan pembebasan lahan
bundaran dolog di Surabaya. Penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya
inkonsistensi isi peraturan antara undang-undang dengan peraturan
pelaksanaannya berupa pengaturan mengenai penetapan lokasi dalam proses
pengadaan tanah dihilangkan didalam pengaturan pelaksananya, dimana
dijelaskan dalam UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa dalam setiap
proses pengadaan tanah harus memohonkan penetapan lokasi, namun didalam
Perpres No.148 tahun 2015 yang menjelaskan lebih spesifik mengenai pengadaan
tanah skala kecil tidak mewajibkan penetapan lokasi harus dilakukan oleh instansi
yang memerlukan tanah. Namun, jika dikaitkan dalam praktek lapangan,
pengadaan tanah skala kecil ini dilakukan oleh pemkot Surabaya dimana salah
satu proyek mengusahakan pembebasan lahan di bundaran dolog guna
kepentingan umum yaitu sebagai RTH dan pelebaran jalan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini berupa: (1). Bagaimana pelaksanaan
pembebasan lahan untuk pengadaan tanah skala kecil setelah diberlakukannya
Perpres No.148 tahun 2015? (2). Apa hambatan yang dialami oleh pemerintah
kota Surabaya dalam pelaksanaan pembebasan lahan di area bundaran dolog serta
bagaimana solusi untuk menyelesaikan pembebasan lahan tersebut?.
Metode penelitian ini memakai metode yuridis empiris dengan metode pendekatan
yuridis sosiologis, yang menggunakan teknik content analysis untuk menganalisa
sumber data yang ada dilapangan dengan metode analisis deskriptif kualitatif yang
mendeskripsikan data dilapangan kemudian di analisis disesuaikan dengan
peraturan yang ada.
Hasil penelitian mengenai rumusan pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan
diproyek pemkot kota Surabaya yaitu: (1). pembebasan lahan bundaran dolog
masih mengutamakan penggunaan penetapan lokasi dimana pihak pemkot telah
memohonkan Surat Keputusan Penetapan Lokasi kepada Gubernur Jawa Timur
No. 188/247/KPTS/013/2016 yang dikeluarkan pada tanggal 4 April 2016 yang
menetapkan penetapan lokasi bagi pelaksanaan pengadaan tanah di kawasan
Bundaran Dolog tersebut agar dapat dijadikan sebagai alas hak pembebasan lahan
yang ditunjukkan kepada masyarakat. (2). hambatan yang terjadi selama proses
pembebasan lahan terdiri dari (a) tidak adanya anggaran yang dikhususkan untuk
pelaksanaan pengadaan tanah khusus area Bundaran Dolog, (b) masyarakat yang
masih belum menerima tawaran harga dari appraisal dikarenakan harga yang
ditawarkan berada di bawah harga NJOP dan (c) bukti kepemilikan yang masih
beragam dan solusi penyelesaiannya berupa: (1) tidak mengalihkan anggaran yang
telah disiapkan, (2) tim appraisal dapat lebih memberikan penjelasan kepada
warga akan faktor yang mempengaruhi nilai tanah mereka serta (3) seharusnya
kepemilikan tanah berupa SHM guna memudahkan kepengurusan.
SUMMARY
Jenuarani Artha Adinda Putri, Civil Law, Law Faculty of Brawijaya University,
May 2017. The Implementation of Small-Scale Land Procurement ( A Case Study
On Land Procurement of Bundaran Dolog in Surabaya). Prof. Dr. Moh. Bakri,
S.H., M.S, M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.
In this thesis, the author researching about small-scale land procurement process
conducted by the Government of Surabaya in conducting land acquisition dolog
roundabout in Surabaya. The study was backed by the inconsistencies between the
regulation of the content of the legislation with the rules of its implementation in
the form of arrangements regarding the determination of the location is in the
process of acquiring the land eliminated in the Organization settings, which are
described in Undang-Undang No. 2 in 2012 about the procurement of Land for
development for the benefit of the public , mentions that in any procurement
process ground should pray for the determination of the location, however in the
Perpres No. 148 2015 that describes more specific regarding the procurement of
small scale land does not require the determination of the location should be
carried out by establishments that require the land. However, if linked in practice
field, this small scale land procurement conducted by the Government of
Surabaya where one project is aiming at the acquisition of land in the public
interest to dolog roundabout that is as RTH and road widening.
Formulation of the problem in this study include: (1) How the implementation of
land acquisition for the procurement of small scale land after the enactment of
Perpres No. 148 2015? (2) What barriers experienced by the Government of the
city of Surabaya in the execution of the acquisition of land in the area roundabout
dologand how a solution to resolve the land acquisition?
This research method of empirical juridical method with the juridical sociological
approach method, which uses the technique of content analysis to analyze existing
data source field with a descriptive qualitative methods of analysis that describes
the data in field later in the analysis adapted to the existing regulations.
The results of the research on the formulation of the implementation procurement
ground is done by the Government of Surabaya are: (1) the acquisition of land still
preferring the use of dolog roundabout assignment location where party
Government has pleaded with the decision letter of Assignment to the Governor
of East Java No. 188/247/KPTS/013/2016 issued on April 4 , 2016 which
establishes the setting location for the implementation of the provision of land in
the area to be the Dolog Roundabout was used as the base land acquisition rights
are shown to the public. (2) the obstacles that occur during the process of land
acquisition consists of (a) the absence of a budget that is devoted to the
implementation of specific land procurement area Roundabout Dolog, (b)
community who still haven't received an offer price of yangditawarkan price due
to the appraisal is below the price of NJOP and (c) proof of ownership is still
diverse and complete solutions in the form of : (1) does not transfer budget has
been prepared, (2) appraisal team can better provide an explanation to the citizens
will be the factors that affect the value of their land as well as (3) should the
ownership the soil in the form of SHM in order to facilitate management.
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Jenuarani Artha Adinda Putri
NIM : 135010107111014
Menyatakan bahwa dalam penulisan karya ilmiah hukum berupa skripsi ini adalah
asli karya penulis, tidak ada karya/data orang lain yang telah dipublikasikan, juga
bkan karya orang lain dalam rangka mendapatkan gelar kesarjanaan di perguruan
tinggi, selain yang diacu dalam kutipan dana tau dalam daftar pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, jika dikemudian hari terbukti karya ini
merupakan karya orang lain baik yang dipublikasikan maupun dalam rangka
memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi, saya sanggup dicabut gelar
kesarjanaan saya.
Malang,
Yang menyatakan,
Jenuarani Artha Adinda Putri
135010107111014
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH SKALA KECIL
(STUDI KASUS PEMBEBASAN LAHAN BUNDARAN DOLOG DI
SURABAYA)
Jenuarani Artha Adinda Putri, Prof. Dr. Mochammad Bakri, SH., MS,
Muhammad Hamidi Masykur, SH., MKn.
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Email : artha.adindaputri@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pengadaan tanah skala kecil merupakan kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan
di lahan yang luasnya tidak lebih dari 5 hektar dengan meniadakan penetapan lokasi
dan dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara instansi yang memerlukan tanah
dengan masyarakat. Dalam proses pengadaan tanah itu sendiri, menurut UU No. 2
Tahun 2012 harus menggunakan penetapan lokasi, sementara di peraturan
pelaksananya, Perpres No.148 Tahun 2015 tidak mewajibkan permohonan
penetapan lokasi. Dengan menggunakan metode yuridis empiris, praktek
dilapangan mengenai proses pengadaan tanah dapat dibandingkan dengan apa yang
diatur didalam peraturan perundang-undangan. Dimana pelaksanaan pengadaan
tanah yang terjadi di proyek pengadaan tanah skala kecil di pemkot Surabaya masih
tetap menggunakan penetapan lokasi sebagai alas hak pembebasan lahan yang
nantinya ditunjukkan kepada masyarakat sebagai bukti yang sah. Hambatan pun
terjadi didalam proses pembebasan lahan tersebut mulai dari anggaran yang
dialihkan, masyarakat yang belum menerima tawaran harga dari pihak pemkot dan
bukti kepemilikan yang masih beragam. Karena adanya hambatan tersebut, maka
solusi yang diberikan dapat berupa anggaran tidak dialihkan, pihak pemkot bisa
lebih memberikan penjelasan kepada warga mengenai faktor yang mempengaruhi
harga tanah mereka serta bukti kepemilikan tanah yang berupa SHM dapat lebih
memudahkan kepengurusan yang akan dilakukan warga.
Kata kunci: pengadaan tanah skala kecil, pembebasan lahan, hambatan, solusi
ABSTRACT
Small-scale land acquisition is a land acquisition activity carried out on a land area
of no more than 5 hectares by eliminating location determination and carried out
in accordance with an agreement between the agencies requiring land and the
community. In the process of land acquisition itself, according to Undang-Undang
number 2 of 2012 must use the determination of the location, while in the
implementing regulations, Presidential Regulation No.148 of 2015 does not require
the application of location determination. Using the empirical juridical method,
field practice on land procurement processes can be compared with those set out
in the legislation. Where the implementation of land acquisition that occurred in
small-scale land procurement project in Surabaya city administration still use
location determination as the basis of land acquisition rights which will be shown
to the community as valid evidence. Barriers also occur in the process of land
acquisition starting from the budget diverted, people who have not received the
price offer from the local government and proof of ownership is still diverse.
Because of these obstacles, the solution can be in the form of budget not transferred,
the local government can give more explanation to the citizens about the factors
that affect the price of their land and the evidence of land ownership in the form of
SHM can facilitate the stewardship that will be done by the residents
Keywords : Small-scale land acquisition, land acuisition, obstacles, solutions
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah menjadi salah satu unsur utama dalam proses pembangunan
baik pembangunan jalan, tempat tinggal, pertokoan, perindustrian dan
lainnya. Tanah merupakan tabungan dalam bentuk benda tetap yang mana
seiring dengan perkembangannya akan memiliki nilai jual yang tinggi dari
sebelumnya. Apalagi jika berlokasi di tempat-tempat yang tergolong
strategis dan bernilai jual tinggi. Semakin strategis lokasinya, maka akan
semakin berpengaruh terhadap nilai dari tanah itu sendiri. Dari jaman
dahulu hingga sekarang, bukan hal asing lagi bahwa tanah menjadi salah
satu kebutuhan yang diperlukan bagi kehidupan masyarakat sehari-hari,
baik untuk mendirikan bangunan tempat tinggal hingga tempat bekerja.
Namun tak hanya masyarakat saja yang membutuhkan tanah untuk
keperluannya tapi pihak lain yaitu Negara atau pemerintah yang mana
membutuhkan tanah untuk melakukan pembangunan yang nantinya akan
diperuntukkan kepada masyarakat umum. Pembangunan yang akan
dilakukan pastinya akan diberikan kepada masyarakat umum guna
kepentingan bersama. Pemerintah selalu mengupayakan agar
pembangunan yang dilakukan bisa menguntungkan masyarakat dan
mempermudah aktifitas masyarakat sehari-hari. Sehingga kebutuhan inilah
yang membuat Pemerintah memiliki hak menguasai tanah yang diatur
2
dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 33 ayat 3.1 Hal ini menunjukkan
bahwa Negara/pihak Pemerintah memiliki wewenang untuk
mempergunakan Sumber Daya Alam yang nantinya akan diperuntukkan
kepada rakyat dalam bentuk pembangunan untuk kepentingan umum.
Pembangunan untuk kepentingan umum ini tidak jarang
memerlukan tanah yang tidak hanya dikuasai oleh Negara, atau dalam arti
bahwa tanah milik masyarakat pun bisa dipergunakan untuk pembangunan
selama prosesnya mengikuti prosedur yang ada yang mana masyarakat
akan mengorbankan tanahnya demi sarana pembangunan kepentingan
umum.
“Pengorbanan tanah ini tidak semata-mata tergolong hibah
masyarakat kepada pemerintah, namun diartikan bahwa Pemerintah
harus memberikan ganti rugi yang layak agar tidak mengakibatkan
kesengsaraan terhadap masyarakat atas setiap tanah yang dipergunakan
Pemerintah demi pembangunan untuk kepentingan umum.”2
Pihak Negara/Pemerintah akan mengambil beberapa tanah yang mana hak
tanah tersebut dimiliki oleh masyarakat, hingga kegiatan “mengambil” ini
lah yang disebut dengan pengadaan tanah. Seperti yang diketahui bahwa
segala ketentuan mengenai pengadaan tanah itu sendiri telah diatur
didalam UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Tidak hanya UU No. 2 Tahun
2012 saja, namun beberapa pengaturan lainnya dikeluarkan guna
menunjang baik dari perencanaan hingga pelaksanaan agar bisa diproses
dengan baik.
1 “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 2 Mudakir Iskandar Syah, Dasar-Dasar Pembentukan Tanah untuk Kepentingan Umum,
Jakarta, Jala Permata, 2007, hlmn.20-24
3
Pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah yang
mana memberi ganti kerugian secara layak dan adil pada pihak yang
berhak3. Pengadaan tanah bertujuan untuk menyediakan tanah/lahan bagi
pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara serta masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum pihak yang berhak.4 Tujuan ini dimaknai bukan
pembangunan individu ataupun pembangunan kelompok.5 Kepentingan
umum yang dalam hal ini dapat disebutkan bahwa merupakan suatu
kepentingan yang kemanfaatannya harus dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat dengan memperhatikan bidang sosial, psikologis serta politik
demi kemakmuran seluruh rakyat dan dijalankan sesua dengan peraturan
perundang-undangan dan eks pemegang hak atas tanah tidak boleh
ditelantarkan demi pembangunan untuk kepentingan umum.6 Pengadaan
tanah itu sendiri secara konkrit ditujukan untuk :7
1. Perbaikan kualitas pelayanan publik
2. Membangun pinggiran Indonesia dan memperkuat daerah
3. Melakukan pemerataan pembangunan antar wilayah
4. Mendorong land reform
5. Menata kembali pembentukan daeran otonom baru yang lebih
sejahtera
3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
4 Andy Hartanto, Panduan Lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah, Surabaya,
Laksbang Justitia, 2015, hlmn.15
5 Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah Pahami Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan,
Yogyakarta, LItera Yogyakarta, 2016, hlmn.2
6 Bernhard Limbong, Hukum Agraria Nasional, Jakarta, Margaretha Pustaka, 2012,
hlmn.99
7 Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah Pahami Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan,
Opcit, hlmn.8
4
6. Melakukan pemerataan fasilitas pendidikan diseluruh wilayah-
wilayah yang tingkat pelayanannya tergolong rendah dan buruk
7. Membangun beberapa fasilitas penting seperti pipa gas, science and
techno park, politeknik dan industri.
Pemerintah yang melakukan pengadaan tanah itu sendiri juga
terdiri dari beberapa pihak seperti lembaga negara, kementerian dan
lembaga pemerintahan nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, pemerintah kabupaten/kota, hingga pihak BUMN/BUMN yang
mendapat penugasan khusus pemerintah8. Dalam UU No. 2 Tahun 2012
telah dijelaskan sendiri mengenai keseluruhan tahapan yang ada dan
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelenggarakan suatu
pengadaan tanah. Namun seiring dengan berkembangnya hukum yang ada,
saat ini pengadaan tanah tidak hanya dikenal sebagai pengadaan tanah
secara umum melainkan saat ini dikenal dengan namanya pengadaan tanah
skala kecil. Seiring dengan keberlakukan peraturan mengenai pengadaan
tanah dalam UU No. 2 tahun 2012, beberapa peraturan lahir guna
menunjang keberlakuan dari peraturan tersebut, mulai dari lahirnya
peraturan presiden hingga peraturan menteri agraria dan tata ruang yang
semuanya berkaitan dengan pengadaan tanah baik secara umum maupun
pengadaan tanah skala kecil.
Pengadaan tanah skala kecil dijelaskan dalam Perpres No. 148
Tahun 2015 pasal 121.9 Dalam pasal ini dijelaskan bahwa adanya
8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum 9 “(1) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan tanah untuk kepentingan umum
yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang
5
kemudahan dalam melakukan pengadaan tanah yang berskala kecil dimana
bisa dilakukan dengan jual beli atau tukar menukar dan tanpa penetapan
lokasi pengadaan tanah. Hal ini berbeda dengan pengaturan didalam UU
No. 2 tahun 2012 yang mana mengharuskan adanya penetapan lokasi oleh
instansi yang melakukan pengadaan tanah.
Dalam UU No. 2 Tahun 2012, pada pasal 19 ayat 5 disebutkan
bahwa,
“atas dasar kesepakatan yang dimaksud pada ayat (4), instansi
yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi
kepada gubernur”.
Hal ini termasuk dalam tahapan persiapan pengadaan tanah dimana
tanah atau lahan yang akan dipergunakan harus di data terlebih dahulu
guna menentukan lokasi mana yang akan dipergunakan dan menetapkan
lokasi dibutuhkan persetujuan dari pihak pemerintah daerah yaitu
gubernur. Oleh karena itu, tahapan penetapan lokasi merupakan salah satu
tahapan penting yang harusnya tidak dilewatkan. Namun dalam Peraturan
Presiden, penetapan lokasi untuk pengadaan tanah skala kecil tidak
dilakukan, hal ini dikarenakan wilayah yang tidak terlalu besar. Tapi
prakteknya, banyak terjadi pelanggaran hukum dalam lingkup ini
dikarenakan tidak adanya penetapan lokasi dan pengadaan tanah skala
kecil cukup dilakukan seperti transaksi jual beli atau tukar menukar sesuai
yang disetujui oleh para pihak yang bersangkutan. Banyaknya pelanggaran
memerlukan tanah dengan pihak yang berhak, (2) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan
tata ruang wilayah, (3) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak memerlukan penetapan lokasi, (4) Penilaian tanah dalam rangka pengadaan tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi yang memerlukan tanah menggunakan hasil
penilaian jasa penilai.”
6
yang terjadi dikarenakan mudahnya prosedur yang harus dilewati oleh
pengadaan tanah skala kecil dan tidak harus melewati beberapa prosedur
yang rumit seperti pengadaan tanah pada umumnya.
Seperti halnya salah satu proyek lapangan dalam pengadaan tanah
skala kecil yang terjadi di salah satu lahan di Surabaya, atau lebih tepatnya
di daerah Bundaran Dolog yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Surabaya.
Proyek ini memang dibuat pemerintah kota untuk mengurangi kemacetan
yang setiap hari terjadi disana. Tidak hanya untuk pelebaran saja,
pembebasan lahan ini juga diperuntukkan menjadi ruang terbuka hijau.
Kurang lebih 23 persil tanah akan dibebaskan untuk mewujudkan impian
pemerintah kota tersebut. Namun proyek ini terhambat dikarenakan
berlakunya peraturan baru mengenai pengadaan tanah skala kecil atau
yang luasnya kurang dari 5 hektar. Perpres No. 148 Tahun 2015
menjelaskan, apabila luas dari tanah tersebut kurang dari 5 hektar maka
penetapan lokasi tidak diperlukan dalam prosesnya. Padahal peraturan ini
merupakan salah satu peraturan pelaksana dari UU No. 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Dalam UU No.2 Tahun 2012 itu sendiri dijelaskan bahwa penetapan lokasi
wajib dilakukan dengan persetujuan gubernur. Hal ini dilakukan untuk
digunakannya sebagai dasar alasan untuk membebaskan suatu lahan yang
akan diperuntukkan utnuk pengadaan tanah. Namun apabila penetapan
lokasi tidak diperlukan untuk membeaskan lahan yang luasnya kurang dari
5 hektar, maka bisa saja terjadi kriminalisasi dan hingga saat ini proyek
7
tersebut masih terkendala dikarenakan pemerintah kota masih
mengupayakan adanya penetapan lokasi.
Tabel 1.
ORISINALITAS
NO Tahun
Penelitian
Nama Peneliti
dan Instansi
Judul Rumusan Masalah Keterangan
1 2010 Wahyu Candra
Alam, Magister
Kenotariatan,
Universitas
Diponegoro
Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan
Umum Kurang
Dari Satu Hektar
dan Penetapan
Ganti Kerugiannya
1. Bagaimana
pelaksanaan
Pengadaan
Tanah Bagi
Pembangunan
Untuk
Kepentingan
Umum dengan
Luas Kurang
Dari Satu
Hektar di Kota
Tangerang
2. Bagaimana
penetapan ganti
kerugiannya
terhadap
Pengadaan
Tanah Bagi
Pembangunan
Untuk
Kepentingan
Umum dengan
Luas Kurang
Dari Satu
Hektar di Kota
Tangerang?
Penelitian ini
menjelaskan
mengenai
pengadaan
tanah kurang
dari satu
hektar serta
pemberian
ganti
kerugiannya
yang terletak
di Kota
Tangerang.
Hal yang membedakan antara penelitan ini dengan penelitian
terdahulu ialah penulis lebih menekankan pada pelaksanaan pengadaan
tanah skala kecil dengan studi kasus yang dilakukan di bundaran dolog
yang terletak di Surabaya, yang mana diketahui bahwa pelaksanaan
pembebasan lahan guna pembangunan untuk kepentingan umum
8
terhambat dikarenakan adanya peraturan terbaru mengenai pengadaan
tanah skala kecil (yang luas lahannya kurang dari 5 hektar) yang memuat
bahwa penetapan lokasi tidak lagi dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan
peraturan yang baru diberlakukan yaitu Perpres No.148 Tahun 2015 yang
tertera pada pasal 121 ayat (3). Dimana diketahui bahwa peraturan ini
merupakan salah satu peraturan pelaksana dari UU No 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Tertera dalam UU No. 2 Tahun 2012 ini dalam pasal 19 ayat (5)
bahwa penetapan lokasi dimohonkan kepada gubernur, namun saat Perpres
No. 148 Tahun 2015 diberlakukan, penetapan lokasi itu sendiri tidak
diperlukan lagi. Beberapa pihak berpendapat bahwa tidak adanya
penetapan lokasi ini ditujukan guna memudahkan proyek pengadaan tanah
yang akan dilakukan pemerintah dimana luas lahan yang diperlukan
kurang dari 5 hektar sehingga bisa mengefisiensikan waktu. Namun, disisi
lain dari penghilangan penetapan lokasi itu sendiri dapat berakibat fatal
dimana bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena proses
pengadaan tanah tidak serumit yang terdahulu dan diketahui pula bahwa
proses dilapangan, penetapan lokasi itu sendiri diperlukan guna dijadikan
dasar alasan untuk membebaskan lahan yang diperlukan pemerintah untuk
kepentingan umum. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut maka
peneliti tertarik membahas mengenai “PELAKSANAAN PENGADAAN
TANAH SKALA KECIL (Studi Kasus Pembebasan Lahan Bundaran
Dolog di Surabaya)”.
9
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pembebasan lahan untuk pengadaan tanah
skala kecil setelah diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 148
Tahun 2015 ?
2. Apa hambatan yang dialami oleh pemerintah kota Surabaya dalam
pelaksanaan pembebasan lahan di area bundaran dolog serta
bagaimana solusi untuk menyelesaikan pembebasan lahan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak dicapai yakni :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dilapangan setelah adanya
pembaharuan peraturan mengenai pengadaan tanah khususnya yang
skala kecil yang mana diatur didalam Peraturan Presiden Nomor 148
Tahun 2015
2. Untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh pihak pemerintah kota
Surabaya dalam pembebasan lahan terkait proyek pengadaan tanah
skala kecil yang dilakukan di area Bundaran Dolog serta solusi yang
dapat diberikan guna menyelesaikan pembebasan lahan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yakni :
a. Secara teoritis
Diharapkan agar penelitian ini dapat membantu memberikan
penjelasan mengapa pembebasan lahan dalam proyek pengadaan tanah
10
skala kecil untuk kepentingan umum ini masih terhambat dan belum
jelas bagaimana kepastiannya
b. Secara empiris
Dalam prakteknya, masih banyak dijumpai bahwa pengadaan tanah
yang tergolong skala kecil lebih mudah untuk dimanipulasi dan
dikriminalisasi dikarenakan birokrasi yang ditempuh tidak harus
selengkap dengan apa yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012, sehingga diharapkan bahwa salah satu kasus ini dapat
membantu untuk memecahkan bagaimana seharusnya sikap yang
ditempuh apabila terjadi lagi hal seperti ini.
E. SIistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian yang kemudian dibagi menjadi mafaat
teoritis dan manfaat praktis.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan lebih dalam mengenai teori-teori yang
melandasi penulisan dan pembahasan yang berkaitan dengan judul yang
mana bahan teori ini diperoleh melalui studi kepustakaan.
11
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi jenis dan pendekatan penelitian, lokasi beserta alasan
pemilihannya, jenis dan sumber data, teknik pengambilan data, populasi
dan sampling serta teknik analisis data dan definisi operasional.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil pembahasan yang dilakukan peneliti
dengan menggunakan metode penelitian yang telah dipakai guna
memberikan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis terhadap
permasalahan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Teori Hak Menguasai Negara
Hak menguasai Negara8 menempatkan tanah sebagai salah satu objek
pemilikan, baik oleh perseorangan maupun masyarakat. Dengan demikian,
negara bukan sebagai pemilik (privat) atas tanah sebab pemilik atas tanah
adalah manusia alami. Sementara itu, tanah-tanah tak bertuan atau tanah
masyarakat hukum yang diduduki oleh warga masyarakat menjadi bagian
dari sifat keteraturan pola kepemilikan tanah individual.9 Pencabutan hak
individu oleh negara berdasarkan undang-undang mewujudkan kuatnya
pengakuan hak individu atas tanah tersebut. dalam kaitannya dengan
kepemilikan tanah oleh Negara, Negara tidak dapat memiliki tanah dalam
pengertian milik (eigendom) yang berisi kekuasaan mutlak atas tanah,
namun Negara dapat menguasai tanah (tanpa harus memiliki) untuk
kepentingan publik.10
8 Muhammad Bakri,Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma
Agraria), UB Press, Malang, 2011, hlm. 6, dalam buku tersebut dijelaskan bahwa hubungan hukum
antara negara dengan tanah melahirkan hak menguasai tanah oleh negara. Berdasar Pasal 2 UUPA
dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian “dikuasai” oelh negara bukan berarti
“dimiliki”. Isi wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai SDA oleh negara semata-
mata “bersifat public”, yiatu wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan wewenang
untuk mengauasai tanah secara pisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang
pemegang hak atas tanah yang “bersifat pribadi.”
Bayu Seno Aji, Pembatasan Hak Menguasai Negara Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum oleh Pemerintah (Studi di Kecamatan Cakranegara), Fakultas Hukum,
Universitas Mataram, menjelaskan bahwa terdapatnya pembatasan Hak Menguasai Negara terkait
kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah juga harus sesuai dengan prinsip
keadilan, prinsip musyawarah mufakat, prinsip kepastian hukum dan prinsip ganti rugi yang layak.
9 Achmad Rubaie,Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Bayumedia,
Malang, 2007, hlm.13
10Ibid.,
13
2. Teori Kepastian Hukum
Kepastian dapat diartikan dengan kejelasan dan ketegasan terhadap
berlakunya hukum yang ada di dalam masyarakat dimana hal ini mencegah
agar tidak menimbulkan banyak salah tafsir. Kepastian hukum yaitu adanya
kejelasan skenario perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua warga
masyarakat termasuk dengan konsekuensi-konsekuensi hukumnya.
Kepastian hukum juga dapat berarti hal yang dapat ditentukan oleh hukum
dalam hal-hal yang konkret.11 Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak
dapat dipisahkan dari hukum terutama norma hukum tertulis. Hukum tanpa
nilai kepastian hukum akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat
dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. Menurut Gustav Radbruch,
ada 4 hal yang mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian hukum
itu sendiri, yaitu
“pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu
adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan
pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta
harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam pemaknaan, disamping mudah dilaksanakan.
Keempat, hukum positif tidak boleh mudah diubah.”
Pendapat dari Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya
dimana kepastian hukum adalah kepastian mengenai hukum itu sendiri,
dimana hukum positif yang mengatur kepentingan manusia di masyarakat
harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu dirasa kurang adil.12
11 Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedua Puluh Empat, Jakarta,
Pradnya Paramita, 1990, hlmn.24-25 12 https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/02/05/memahami-kepastian-dalam-
hukum/ diakses pada tanggal 1 April 2016, pukul 22.30 WIB.
14
3. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah
Dasar pemikiran mengenai pencabutan hak atas tanah13 untuk
kepentingan umum juga berasal dari konsep fungsi sosial14 yang melekat
pada setiap hak atas tanah. Dalam Pasal 6 UUPA disebutkan bahwa semua
hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Ketentuan tersebut mendasari sifat
kebersamaan/kemasyarakatan dari semua hak atas tanah. Dengan fungsi
sosial tersebut, hak atas tanah yang terdapat pada seseorang tidak dapat
dibenarkan bahwa tanahnya tersebut akan dipergunakan atau tidak
dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal
itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.15
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan serta sifat
haknya sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik
sekaligus bagi masyarakat serta Negara. Ketentuan tersebut tidak berarti
kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan
umum (masyarakat). Di samping kepentingan umum, UUPA juga
memperhatikan kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan
kepentingan perseorangan harus saling seimbang hingga tercapainya tujuan
13 J. Andy Hartanto,Hukum Pertanahan Karakteristik Jual Beli Tanah yang Belum
Terdaftar Hak Atas Tanahnya, LaksBang Justitia Surabaya, Surabaya, 2014, hlm. 65, dalam
bukunya menjelaskan bahwa sebagai suatu hak yang bersifat kebendaan, hak atas tanah dapat beralih
dan diperalihkan. Suatu hak atas tanah akan beralih jika kepemilikannya berpindah kepada orang
lain tanpa melalui suatu perbuatan hukum, tetapi beralih akibat terjadinya suatu peristiwa hukum
tertentu yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah tersebut.
14 Muhammad Bakri,Op.cit., hlm. 159, dalam bukunya dijelaskan bahwa tanah yang
dipunyai dengan suatu hak oleh seseorang selain mempunyai fungsi bagi pemegang haknya juga
mempunyai fungsi bagi masyarakatnya. Akibatnya dalam penggunaan tanah harus memperhatikan
dua kepentignan yaitu, kepentingan pemegang hak dan kepentingan masyarakat/sosialnya. kedua
kepentingan ini dinilai seimbang, artinya tidak boleh saling merugikan.
15 Achmad Rubaie,Loc.cit.,
15
pokok, yaitu kemakmuran, keadilan, serta kebahagiaan bagi rakyat
seluruhnya.16
4. Tinjauan Umum Mengenai Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
a. Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah17 untuk berbagai kepentingan seringkali
menimbulkan konflik atau permasalahan dalam pelaksanaannya, hal ini
disebabkan oleh kesenjangan antara das sollen sebagaimana tertuang dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan das sein berupa
kenyataan yang terjadi di lapangan.18 Menurut John Salindeho arti/istilah
menyediakan, kita mencapai keadaan ada, karena didalam mengupayakan,
menyediakan sudah terselip arti mengadakan atau keadaan ada itu,
sedangkan dalam mengadakan tentunya kita menemukan atau tepatnya
mencapai sesuatu yang tersedia, sebab sudah diadakan, kecuali tidak
dilakukan demikian, jadi kedua istilah tampak sama namun berbeda, dimana
16Ibid.,
17 H. Mustofa dan Suratman,Penggunaan Hak Atas Tanah untuk Industri, SInar Grafika,
Jakarta, 2013, hlm. 183, dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam realita empiris harus diakui
bahwa pelaksanaan pengadaan tanah di lapangan masih ada persoalan yang sering mengganjal, yaitu
sulitnya menentukan nilai ganti rugi. Alasannya karena pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah
meminta harga yang sangat tinggi melebihi harga pasaran dan nilai jual objek pajak (NJOP).
Umar Said Sugiharto, Suratman, Noorhudha Muchsin,Hukum Pengadaan Tanah
(Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi), Setara Press,
Malang, 2015, hlm. 21, dalam bukunya menjelaskan bahwa istilah pengadaan tanah ini merupakan
pengganti dari istilah “pembebasan tanah” yang dipakai dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
yang mengatur tentang Pembebasan hak atas tanah sebelumnya. Istilah tersebut mendapat tanggapan
negative oleh masyarakat dan pegiat hukum pertanahan (hukum agrarian) sehubungan dengan
banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dalam pelaksanaannya, sekaligus bermaksud untuk
menampung aspirasi berbagai kalangan dalam masyarakat sebagai reaksi terhadap dampak negative
dari pembebasan tanah yang terjadi.
18 Maria S.W. Sumardjono,Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya,
Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 100
16
mempunyai arti pada suatu pengertian yang dibatasi kedalam suatu
perbuatan untuk mengadakan agar tersedia tanah bagi kepentingan
pemerintah.19 Pengadaan tanah diartikan kembali sebagai suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi
kepentingan tertentu dengan cara memberikan ganti kerugian kepada si
empunya (baik perorangan atau badan hukum) tanah menurut tata cara dan
besaran nominal tertentu.20 Pengertian tentang pengadaan tanah dijelaskan
menurut UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada Pasal 1 angka 2 ketentuan
umum.21
b. Pengadaan Tanah Skala Kecil
Pengertian dari pengadaan tanah skala kecil merupakan pengaturan
yang baru saja dikeluarkan oleh pihak pemerintah pusat dalam bentuk
peraturan pelaksana dari UU No. 2 Tahun 2012 yang dituangkan kedalam
Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
Atas Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada pasal 121 ayat (1) yang
berbunyi:
“dalam rangka efisiensi dan efektivfitas, pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 hektar, dapat
19 John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Jakarta, Sinar Grafika, 1988,
hlmn.40
20 Imam Koeswahyono,Artikel, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Pembangunan Bagi Umum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2008, hlm.1 21 “pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi
ganti kerugian yang layak serta adil pada pihak yang berhak.”
17
dilakukan langsung oleh pihak instansi yang memerlukan tanah
dengan pihak yang berhak”.
Ayat ini memberikan suatu pengetahuan baru dimana saat suatu instansi
yang berwenang sedang memerlukan tanah/lahan yang luasnya tidak terlalu
besar ( ±5 hektar) maka instansi tersebut bisa langsung melakukan negosiasi
dengan pemilik tanah/lahan guna mencapai kesepakatan bersama dalam hal
ganti kerugian yang akan diberikan oleh instansi tersebut kepada pemilik
tanah secara sesuai tanpa harus melalui prosedur yang berbelit-belit.
c. Kepentingan Umum
Kepentingan umum itu sendiri terdiri dari beberapa pengertian, yaitu:
a. Kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi
sosial,politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas
pembangunan nasional dengan memperhatikan Ketahanan
Nasional serta Wawasan Nusantara22
b. Kepentingan umum adalah kepentingan negara, kepentingan
pemerintah dan masyarakat dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat23
c. Kepentingan umum yaitu kepentingan sebagian besar lapisan
masyarakat.24
22 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Jakarta , Sinar Grafika, 1987,
hlm. 40
23Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pasal 1 angka 6
24Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005, pasal 1 ayat (5)
18
d. Jenis-jenis Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Pembangunan untuk kepentingan umum dibatasi untuk jenis kegiatan
yang akan dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah, sehingga pembangunan
untuk kepentingan umum tersebut tidak ditujukan untuk mencari untung25.
Pernyataan ini juga sama dengan apa yang disampaikan Maria S.W
Soemardjono yang berpendapat bahwa kepentingan umum terdiri dari tiga
unsur esensial yaitu dilakukan oleh pemerintah, dimiliki oleh pemerintah
dan non profit26.
Jenis-jenis pembangunan untuk kepentingan umum yang
dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dimaksud
disebutkan dalam ketentuan Pasal 10 UU No. 2 tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagai
berikut:
a). Pertahanan dan keamanan,
b). Jalan umum, jalan tol, terowongan,jalur kereta api,
stasiun kereta api,dan fasilitas operasi kereta api,
c). Waduk, bendungan, bendung irigasi, saluran air minum,
saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan
pengairan lainnya,
d). Pelabuhan, Bandar udara, dan terminal
e). Infrastruktur minyak, gas dan panas bumi,
f). Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi
tenaga listrik,
g). Jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah,
h). Tempat pembuangan dan pengelolaan sampah,
i). Rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah,
j). Fasilitas keselamatan umum,
k). Tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah
Daerah,
l). Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau
publik,
25 AA. Oka Mahendra, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi, dan Pertanahan,
Jakarta, Sinar Harapan, 1996, hlmn. 291,
26 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,
Jakarta, Kompas, 2005, hlmn.78
19
m). Cagar alam dan cagar budaya,
n). Kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa,
o). Penataan pemukiman kumuh perkotaan, serta
perumahan masyarakat berpenghasilan rendah,
p). Prasarana pendidikan, atau sekolah
Pemerintah/Pemerintah Daerah,
q). Prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah dan,
r). Pasar umum dan lapangan parkir umum.
5. Pencabutan Hak Atas Tanah Oleh Negara
Dasar hukum pencabutan hak atas tanah adalah Pasal 18 UUPA.27
Pasal 18 UUPA tersebut menjelaskan bahwa ketentuan pencabutan ini
dalam rangka memberikan jaminan kepada rakyat mengenai hak-haknya
atas tanah. Pencabutan secara yuridis dapat dimungkinkan tetapi dibatasi
dengan syarat-syarat sangat ketat misalnya tujuannya harus untuk
kepentingan umum disertai ganti rugi yang layak serta menurut
cara./prosedur yang diatur dengan undang-undang.28
Sebelum adanya proses pencabutan hak atas tanah29, harus didahului
dengan suatu proses pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan
umum, dan semuanya itu dilakukan dengan prinsip musyawarah mufakat.
Jika dalam proses pengadaan tanah terjadi kebuntuan, Pemerintah
mempunyai hak untuk melakukan pencabutan hak atas tanah, sedangkan
kebutuhan lahan tidak bisa ditunda-tunda lagi, maka pemerintah berhak
27 “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersana dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan member ganti
rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.” 28 Achmad Rubaie,Op.cit., hlm.6
29 Yanto Sufriadi, Penyebab Sengketa Pengadaan Tanah untuk Kepentinga Umum (Studi
Kasus Sengketa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Bengkulu), Fakultas Hukum
Universitas Hazairin Bengkulu, 2011, menjelaskan bahwa pencabutan hak atas tanah adalah
merupakan wewenang negara yang dilakukan atas dasar demi kepentingan umum, termasuk
kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat.
20
mengadakan pencabutan hak atas tanah.30 Menurut UU No. 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
pencabutan hak atas tanah tergolong dalam kepentingan bangsa, Negara
serta kepentingan bersama dari rakyat. Normatifnya untuk bisa dilakukan
pencabutan hak atas tanah harus :31
a. Kegunaan tanah harus untuk kepentingan umum, yang arti
kepentingan umum sebagaimana dalam rumusan kepentingan umum
b. Telah diadakan proses musyawarah pada tingakat pembebasan tanah
dengan pemberian ganti rugi, dan musyawarah ini harus sudah
mencapai batas frekuensi dan batas waktu maksimal
c. Musyawarah tidak mendapatkan kesepakatan, dengan bukti yang
menyatakan tidak adanya kesepakatan, seperti berita acara
d. Keadaan yang memaksa, artinya bahwa lokasi pembangunan
kepentingan umum harus segera terwujud serta lokasinya tidak bisa
dipindahkan ke tempat lain
6. Pelepasan Hak Untuk Kepentingan Umum
Pelepasan hak atas tanah32 adalah penyerahan kembali hak tersebut ke
Negara dengan sukarela. Perbuatan ini bertujuan agar tanah tersebut
30 Mudakir Iskandar Syah,Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum
(Upaya Hukum Masyarakat yang Terkena Pembebasan dan Pencabutan Hak), Permata Aksara,
Jakarta, 2015, hlm. 4
31Ibid.,
32 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) Jilid 1 Hukum Tanah Nasional Cetakan keduabelas,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 2008, hlm. 898, dalam bukunya dijelaskan bahwa pelepasan hak atas
tanah adalah setiap perbuatan yang dimaksud langsung maupun tidak langsung melepaskan
hubungan hukum yang ada antara pemegang hak atau penguasa atas tanahnya dengan cara
memberikan ganti rugi yang berhak atau penguasa tanah itu.
21
diberikan kembali ke suatu pihak tertentu dengan suatu hak tanah baru
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku.
Pelepasan hak atas tanah dapat dilakukan dengan dasar persetujuan dari
pemegang hak baik mengenai teknis pelaksanaannya maupun bentuk
maupun besar ganti rugi kalau si pemegang hak tidak bersedia melepaskan
ataupun menyerahkan tanahnya maka pemerintah melalui musyawarah baik
dengan instansi terkait serta para pemilik tanah yang terkena proyek
pembangunan diberi ganti rugi agar tanah tersebut dapt digunakan untuk
proyek tersebut.
Oleh karena itu, pelepasan hak dilihat dari para pemegang hak yaitu
melepaskan haknya kepada Negara untuk kepentingan umum atau
kepentingan bersama diberi ganti rugi yang layak sesuai harga dasar yang
ditentukan di tempat proyek pembangunan tersebut dilaksanakan. Namun
untuk pembebasan hak atas tanah apabila dikaitkan dengan kepentingan
umum para pemegang hak atas tanah dituntut kesadaran lain yang tidak
hanya ada pertimbangan harga ganti rugi yang telah diberikan para pihak
yang memerlukan tanah untuk proyek pembangunan untuk kepentingan
umum tersebut, karena maksud serta tujuan pelepasanan hak atas tanah
tersebut tidak sekedar melihat dari pandangan kepentingan individu saja
melainkan dihubungkan dengan kepentingan umum.
Maka dari itu dilihat dari sudut pelepasan hak atas tanah ialah
melepaskan hak dari pemilik kepada para pihak yang memerlukannya
dengan dasar memberikan ganti rugi hak atas tanah yang diperlukan oleh
22
para pihak yang membutuhkan tanah untuk proyek pembangunan untuk
kepentingan umum.
7. Tinjauan Umum Mengenai Area Bundaran Dolog di Surabaya
Bundaran dolog merupakan salah satu poros bundaran yang menjadi
titik kemacetan yang berada di Jalan Ahmad Yani, yang terletak di Keluarah
Gayungan, Kecamatan Gayungan, kota Surabaya. Bundaran dolog atau
yang lebih dikenal sebagai salah satu taman kota Surabaya yaitu Taman
Pelangi, merupakan taman kota yang lahannya menjadi satu lokasi bersama
dengan beberapa rumah tinggal yang masih dihuni oleh beberapa warga.
Lokasi ini berada tepat di tengah pertemuan antara frontage barat dan
frontage timur sehingga menjadikan bundaran dolog menjadi salah satu titik
kemacetan yang bahkan terjadi setiap saat. Pertemuan dari arah ruas jalur
yang berbeda mengakibatkan Jl. Ahmad Yani ini selalu padat dengan
kendaraan masing-masing masyarakat yang memiliki kesibukannya
masing-masing. Terlihat di dalam bundaran itu sendiri masih terdapat
beberapa pemukiman warga yang masih berdiri dengan kondisi yang
memprihatinkan. Setiap saat, masyarakat yang tinggal di sana harus
menghadapi antrian kendaraan yang terkadang mengisolasi keberadaan
mereka dibundaran tersebut, yang mana masyarakat disana tidak bebas
untuk beraktifitas dikarenakan apabila mereka berkendara keluar dari area
bundaran tersebut mereka akan dihadang oleh antrian kendaraan yang
berasal baik dari arah luar kota Surabaya maupun dari arah dalam kota
Surabaya itu sendiri. Lingkungan yang sempit membuat kondisi sekitar
23
tempat tinggal mereka terlihat kumuh dan tidak bersih sehingga bisa
menyebabkan timbulnya penyakit yang bisa menyerang kesehatan para
warga.
Tinggal dengan kondisi wilayah yang bisa mengancam setiap hari
bukanlah pilihan warga-warga tersebut. Apabila disesuaikan dengan
perencanaan tata ruang kota Surabaya, seharusnya wilayah keseluruhan dari
bundaran dolog itu menjadi taman kota dan/atau RTH (Ruang Terbuka
Hijau).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum29 yang digunakan adalah penelitian yuridis
empiris, yang mana menggunakan fakta empiris yang digunakan untuk
melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan fakta yang terjadi saat proses
pengadaan tanah yang dilakukan di bundaran dolog beserta hambatannya
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan ialah yuridis sosiologis dimana
adanya penelitian peraturan hukum yang terkait dengan pengadaan tanah
skala kecil yang baru saja diatur, yang mana dilanjutkan dengan suatu
observasi guna meneliti bahwa peraturan yang diberlakukan tidak sesuai
dengan pelaksanaannya dilapangan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih oleh bertempat di pemerintah kota
Surabaya.
29Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2014, hlmn. 43,
dimana didalam bukunya dijelaskan bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.
25
4. Alasan Pemilihan Lokasi
Alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut dikarenakan saat
melakukan pra-penelitian, penulis menemukan adanya ketidaksesuaian
yang terjadi dalam pelaksanaan pembebasan lahan dalam proyek pengadaan
tanah skala kecil yang dilakukan oleh pihak pemkot Surabaya disekitar area
bundaran dolog, yang mana area tersebut menjadi salah satu titik kemacetan
yang selalu terjadi setiap hari dikarenakan penumpukan kendaraan yang
berasal dari frontage road sisi barat yang jalurnya tergabung dengan Jalan
Ahmad Yani. Proyek pembebasan lahan ini dilakukan guna melebarkan
jalan dan dialihfungsikan sebagai ruang terbuka hijau dan diharapkan bisa
mengurangi kemacetan yang ada. Sekitar 23 persil tanah yang saat ini
digunakan warga sebagai area tempat tinggal akan dialihfungsikan sebagai
ruang terbuka hijau dan proyek pelebaran jalan.
5. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
1. Data Primer
Berasal dari fakta empiris yang berasal dari wawancara dengan
pihak Pemerintah Kota Surabaya terkait dengan pelaksanaan
pengadaan tanah skala kecil yang sedang dilakukan di area
Bundaran Dolog, Surabaya.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini akan bersumber dari buku-
buku, jurnal-jurnal ilmiah, website internet, dokumen penelitian
26
maupun peraturan perundang-undangan yang terkait didalam
penelitian ini.
b. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan penelitian
langsung di pemerintah kota Surabaya, serta wawancara.
Wawancara akan dilaksanakan dengan pihak terkait yang ahli di
bidangnya yang mana terkait dalam pelaksanaan pengadaan tanah
skala kecil itu sendiri yaitu pihak Pemerintah Kota Surabaya.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari studi
kepustakaan serta dokumentasi dari Pusat Dokumentasi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, jurnal ilmiah serta
peraturan perundang-undangan terkait yaitu:
1. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
2. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
3. Perpres No. 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
27
4. Keputusan Walikota Surabaya Nomor
188.45/424/436.1.2/2011 tentang Penetapan Lokasi Untuk
Pelebaran Jalan A.Yani (Bundaran Dolog) Seluas ± 5.039 m2
Di Kelurahan Gayungan Kecamatan Gayungan Kota Surabaya
5. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/247/KPTS/013/2016 tentang Penetapan Lokasi
Pembangunan Frontage Road Jalan Ahmad Yani Sisi Barat
(Bundaran Dolog) Kota Surabaya-Provinsi Jawa Timur.
6. Teknik Pengambilan Data
a. Data Primer
Data primer akan diperoleh dari hasil wawancara dan penelitian
langsung di lapangan dengan menggunakan teknik :
1. Wawancara
Berupa tanya jawab secara langsung dan terbuka antar peneliti
dengan pihak Pemerintah Kota Surabaya dengan
menggunakan pertanyaan yang telah disediakan guna
membantu penulis dalam penelitian ini.
2. Pengamatan
Penelitian langsung di lokasi guna mengetahui keadaan yang
terjadi sebenarnya serta penelitian mengenai data-data yang
dihasilkan dari wawancara.
28
b. Data Sekunder
Memperoleh data sekunder ini didapat dari mempelajari dokumen dan
studi kepustakaan, membaca literatur buku yang bersangkutan, jurnal
ilmiah maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penelitian serta informasi media online serta cetak.
7. Populasi dan Sampling
Variable dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yang
mana merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
sehingga data yang diperoleh lebih bersifat representative dengan
melakukan proses penelitian yang kompeten dibidangnya30.
Dalam penelitian ini yang menjadi pertimbangan pemilihan sampel
ialah pihak yang pemerintah kota Surabaya yang berwenang yang memiliki
data serta info yang dapat dijadikan sumber penelitian tentang pelaksanaan
pembebasan lahan di daerah bundaran dolog. Populasi yang digunakan ialah
keseluruhan pemerintah kota Surabaya sedangkan sampel yang digunakan
ialah pihak Dinas Pengelola Bangunan dan Tanah Kota Surabaya.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan penyederhanaan data kedalam bentuk yang
lebih mudah untuk dibaca serta diinterpretasikan31. Dalam menyusun data
primer maupun sekunder, penulis menggunakan teknik content analysis,
30Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung, CV Alfabeta,
2011, hlmn.122
31Marsisingarimbun dan Sofian Efendi (ed), Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES,
1989, hlmn.263
29
dimana menganalisa sumber yang ada disertai dengan penjelasan rinci dan
mencoba mengungkap bagaimana pelaksanaan peraturan hukum yang
terjadi dilapangan.
Teknik analisis data penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif yaitu dimana peneliti mendeskripsikan data-data yang
diperoleh dilapangan (baik berupa hasil wawancara serta pengamatan),
kemudian dilakukan analisa guna menjawab permasalahan yang terdapat
didalam rumusan masalah hingga menghasilkan suatu kesimpulan. Teknik
analisis ini akan membantu penulis untuk menganalisa hasil wawancara
dengan narasumber dan dituangkan guna menjawab rumusan masalah yang
ada.
9. Definisi Operasional
1. Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah adalah merupakan kegiatan menyediakan tanah
dengan cara memberi ganti rugi yang layak serta adil kepada pihak
yang berhak.
2. Kepentingan Umum
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, serta
masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
3. Pengadaan Tanah Skala Kecil
Berdasar pada pasal 121 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 148
tahun 2015 tentang tentang Perubahan Keempat Atas Perpres No.
30
71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pengadaan tanah skala
kecil merupakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
luasnya tidak lebih dari 5 hektar dapat dilakukan langsung oleh
instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Terletak di Jl. Ahmad Yani, kelurahan Gayungan kecamatan
Gayungan kota Surabaya, bundaran dolog merupakan salah satu lokasi
pemukiman warga yang berada di area taman kota, tepatnya Taman
Pelangi Surabaya. Terletak ditengah-tengah lalu lintas yang selalu padat,
membuat masyarakat yang tinggal di pemukiman ini sedikit kesulitan
untuk beraktifitas dimana kegiatan mereka akan terisolasi apabila keadaan
jalan sedang macet total. Di sekitar bundaran dolog juga terdapat bangunan
perkantoran yang langsung menghadap ke Jl. Ahmad Yani yaitu Kantor
Bulog dan Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Gambar 1.
Peta lokasi bundaran dolog surabaya
Sumber: Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Surabaya, 2011
Apabila diperhatikan secara seksama, lokasi bundaran dolog dari peta ini
berada dilingkungan yang padat penduduknya, diapit oleh ruas jalan utama
yang menghubungkan antara arah Surabaya dalam kota dan arah luar kota.
32
Ruas jalanan ini bisa dikatakan tidak pernah sepi akan kendaraan yang lalu
lalang, karena ruas ini merupakan salah satu ruas utama yang selalu
dilewati para pengguna jalan.
Gambar 2.
Peta lokasi pemukiman warga yang berencana untuk
dibebaskan
Sumber: Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Surabaya, 2011
Dari peta di atas, menunjukkan lokasi yang ditandai dengan garis merah,
yang mana merupakan lokasi pemukiman warga yang berada di dalam area
bundaran dolog. Lokasi pemukiman warga ini memang tidak sebanyak
yang terlihat di area sekitarnya, dikarenakan area ini terpotong oleh ruas
Jl. Ahmad Yani yang terbentang membelah wilayah pemukiman yang
berada disebelah kiri dari sisi bundaran dolog dalam peta ini. Wilayah ini
lah yang nantinya dijadikan sebagai RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan
pelebaran jalan oleh pihak pemerintah kota surabaya. Pihak pemerintah
kota Surabaya sendiri ingin mencoba mengurai kemacetan di area tersebut
dengan membangun ruas jalan frontage sisi barat dan juga frontage sisi
timur. Pihak pemkot berharap bahwa kedua ruas jalan ini bisa
dipergunakan dengan baik agar kemacetan yang terjadi bisa dikurangi.
33
Pembebasan lahan di area bundaran dolog ini sendiri memang hingga saat
ini masih belum terselesaikan dikarenakan masih banyaknya beberapa
masalah yang ada dilapangan. Tidak hanya pihak pemkot Surabaya saja
yang ingin segera menyelesaikan pembebasan lahan ini, melainkan juga
pihak masyarakat yang tinggal di pemukiman tersebut, selain untuk
menambah RTH yang ada di wilayah Surabaya itu sendiri, pemkot ingin
memberikan kenyamanan kepada masyarakat yang bermukim di area
tersebut, tidak hanya mengenai keselamatan, namun juga mengenai
kehidupan yang layak yang bisa dijalani oleh para warga yang ada disana.
B. Pelaksanaan Pembebasan Lahan Bundaran Dolog di Surabaya
Sebelum penulis memulai untuk menjelaskan mengenai pelaksanaan
pembebasan lahan yang berada di bundaran dolog Surabaya, penulis ingin
menjelaskan mengenai perbedaan pengadaan tanah secara umum maupun
pengadaan tanah skala kecil itu sendiri.
Pada UU No. 2 Tahun 2012 menjelaskan dengan sangat rinci
mengenai keseluruhan proses pengadaan tanah dimulai dari awal hingga
pembangunan untuk kepentingan umum tersebut bisa dilaksanakan.
Bahwa pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak, dimana di dalam undang-undang dijelaskan mengenai tahapan
untuk menyelenggarakan pengadaan tanah yang terdiri dari dari tahapan
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Setiap
tahapan terdiri dari beberapa langkah yang harus dilalui sesuai dengan
34
ketentuan dari undang-undang, dimana salah satu yang penting ialah
mengenai penetapan lokasi mengenai lokasi pengadaan tanah nantinya.
Namun, hal ini tidak terjadi di dalam pengaturan mengenai pelaksanaan
pengadaan tanah skala kecil. Pengadaan tanah skala kecil yang
ketentuannya diatur di dalam Perpres No. 148 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat Atas Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggara Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum (untuk selanjutnya disebut sebagai Perpres Nomor 148). Di dalam
Perpres Nomor 148 hanya menjelaskan mengenai pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 hektar, maka dapat
dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pihak
yang berhak tanpa diperlukannya penetapan lokasi dengan menggunakan
hasil dari penilaian jasa penilai yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Perpres Nomor 148 itu sendiri tidak menjelaskan bagaimana
proses pelaksanaan pengadaan tanah yang tergolong skala kecil, dan apa
saja tahapan yang harus dilakukan. Inilah yang terkadang menjadi sebuah
celah guna timbulnya pelanggaran hukum yang bisa terjadi.
Sedangkan di dalam pengadaan tanah skala kecil, yang dijelaskan di
dalam Perpres No. 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas
Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, mengatakan bahwa dalam
rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan tanah untuk kepentingan umum
yang luasnya tidak lebih dari 5 hektar, dapat dilakukan langsung oleh
instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak, dimana harus
35
sesuai dengan tata ruang wilayah, tidak memerlukan penetapan lokasi dan
instansi yang memerlukan tanah menggunakan hasil penilaian jasa penilai.
Dari pengertian yang dijelaskan oleh UU No. 2 Tahun 2012 dengan
Perpres No. 148 Tahun 2015 memberikan penjelasan yang sangat berbeda,
dimana pengadaan tanah secara umum wajib memohonkan penetapan
lokasi kepada gubernur sedangkan pengadaan tanah skala kecil tidak
memerlukan penetapan lokasi dan dapat dilakukan langsung antara
instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak. Terdapat
perbedaan yang mencolok diantara kedua pengertian ini, yang mana
seharusnya sebagai peraturan pelaksana, Perpres No. 148 Tahun 2015 ini
seharusnya mengatur hal yang sama dengan UU No. 2 Tahun 2012.
Namun, apabila diteliti di dalam pelaksanaan di lapangan, ternyata
sekalipun pengadaan tanah skala kecil disebutkan tidak memerlukan
penetapan lokasi tapi tetap ada pihak-pihak yang mengusahakan untuk
memperoleh penetapan lokasi guna melaksanakan pengadaan tanah skala
kecil tersebut. Salah satunya ialah proyek pengadaan tanah yang dilakukan
pihak pemkot Surabaya di Bundaran Dolog.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
merupakan salah satu cara pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat.
Walaupun terkadang tanah yang dijadikan sebagai objek pengadaan tanah
bukanlah milik negara/pemerintah melainkan milik pribadi warga yang
ada, maka pemerintah akan membutuhkan tanah tersebut guna
kepentingan pembangunan dengan menggunakan proses pengadaan tanah
yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Menurut UU No. 2
36
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum pada pasal 1 angka 2 “pengadaan tanah merupakan
kegiatan menyediakan tanah dengan cara member ganti kerugian yang
layak dan adil kepada pihak yang berhak.”32 Pihak yang berhak merupakan
pihak yang menguasai atau memiliki objek.33 Objek dalam pengadaan
tanah ini yaitu tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan,
tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah atau lainnya yang dapat
dinilai.34
Menurut UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pelaksanaan pengadaan tanah
harus diselenggarakan sesuai rencana tata ruang wilayah, rencana
pembangunan nasional/daerah, rencana strategis dan rencana kerja setiap
instansi yang memerlukan tanah.35 Sehingga tanah yang akan digunakan
tidak akan sia-sia dan tetap bermanfaat bagi masyarakat meskipun awalnya
tanah yang digunakan bukan lah dimiliki oleh pemerintah secara langsung.
Pihak masyarakat yang melepaskan tanah nya pun tidak akan kecewa
dengan hasil dari pembangunan yang nantinya akan dilaksanakan di atas
lahan pribadi mereka serta penyelenggaraan pengadaan tanah nya pun
harus sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan didalam UU No. 2
Tahun 2012.
32 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum 33 Ibid., 34 Ibid.,
35 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pasal 7
37
Tabel 2.
Skema Waktu Pengadaan Tanah dan/atau Bangunan
Sumber: Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Surabaya, 2011
Tabel 3.
Skema proses pengadaan tanah dan/atau bangunan untuk
kepentingan umum
Sumber: Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Surabaya, 2011
Sesuai dengan tabel 2 mengenai skema waktu pengadaan tanah dan/atau
bangunan, telah dijelaskan kurang lebih perhitungan waktu yang
38
diperlukan dalam proses pengadaan tanah yang akan dilakukan di proyek
Bundaran Dolog Surabaya. Dimana tahap-tahap yang akan dilakukan
disesuaikan dengan ketentuan yang sudah dijelaskan di dalam UU No. 2
Tahun 2012, yang terdiri dari :
1. Tahapan perencanaan
Dalam tahap awal ini, dijelaskan di dalam pasal 14 bahwa instansi
yang membutuhkan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah
didasarkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas
pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi
yang bersangkutan dimana disusun dalam sebuah bentuk dokumen
perencanaan pengadaan tanah. Untuk selanjutnya dokumen tersebut
diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk disetujui. Dalam
dokumen perencanaan tersebut setidaknya harus memuat ketentuan
yang telah disebutkan di dalam pasal 15 yaitu, memuat maksud dan
tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan rencana tata ruang
wilayah dan rencana pembangunan nasional serta daerah, letak tanah,
luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan
waktu pelaksanaan pengadaan tanah, perkiraan jangka waktu
pelaksanaan pembangunan, perkiraan nilai tanah serta rencana
penganggaran. Di dalam proyek Bundaran Dolog, tahap perencanaan
akan dilakukan dalam jangka waktu 1 bulan, dimana pertama kali
proyek direncanakan pada tahun 2011 yang mana telah ada
perencanaan dari pihak pemkot untuk membebaskan lahan tersebut
39
diikuti dengan keluarnya Keputusan Walikota Nomor
188.45/424/436. 1. 2/2011 mengenai Penetapan Lokasi Untuk
Pelebaran Jalan A.Yani di Bundaran Dolog pada tanggal 12
September 2011. Namun dikarenakan adanya hambatan maka proyek
tidak dilanjutkan hingga pada tahun 2015 yang mana pada tanggal 24
November 2015, pihak DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan)
diharapkan segera menyerahkan dokumen perencanaan agar dapat
segera diproses. Ketentuan isi dokumen perencanaan yang harus
diserahkan ini telah berisi dengan adanya maksud dan tujuan rencana
pembangunan yang dijelaskan akan dialihfungsikan sebagai RTH
serta pelebaran jalan A.Yani, dimana letak tanah lokasi pembangunan
berada di kelurahan gayungan kecamatan gayungan kota Surabaya
seluas ±5.039 m² dimana perkiraan waktu pelaksanaan sekitar 7 bulan
lamanya.
2. Tahapan persiapan
Tahap persiapan ini, menurut pasal 16 instansi memerlukan tanah
bersama dengan pemerintah provinsi berdasarkan pada dokumen
perencanaan pengadaan tanah melaksanakan :
a. Pemberitahuan rencana pembangunan
Bagian ini dikhususkan untuk menyampaikan rencana lokasi
pembangunan kepada pihak masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung, dimana pihak DPBT (Dinas
Pengelolaan Bangunan dan Tanah) melakukan penyampaian
40
rencana lokasi kepada masyarakat yang tinggal di Bundaran
Dolog secara langsung.
b. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan
Pendataan awal lokasi terdiri dari kegiatan pengumpulan data
awal pihak yang berhak serta objek pengadaan tanah, lalu hasil
nya akan digunakan sebagai data guna pelaksanaan konsultasi
publik. Dimana pendataan awal lokasi telah dilakukan pada
tahun 2011 saat pertama kali rencana proyek pengadaan tanah
ini dilakukan, namun saat tahun 2015 pihak pemkot hanya
memeriksa apakah masih pada jumlah yang sama atau ada
perubahan. Pihak DPBT (Dinas Pengelolaan Bangunan dan
Tanah) telah mendaftarkan warga yang tinggal di bundaran
dolog. Pihak DPBT telah mencantumkan daftar nama pemilik
tanah yang berada di bundaran dolog yang terdiri dari :
NO Nama Alamat Persil
Luas
Tanah
(M2)
Luas
Bangunan
(M2)
Bukti Kepemilikan
1. Achmad
Zaini, S.T
Jl. Jemur
Gayungan I/6
C
153.00 140.00
AJB dan Pelepasan Hak Atas
Tanah dari Notaris HJ. Trining
Ariswati, SH No. 27 Tanggal 23
April 2002
2. H.
Riduwan
Jl. Jemur
Gayungan I/8
A
150.75 -
Surat Pernyataan kepemilikan
Bangunan yang Berdiri diatas
Tanah Negara (eks Tanah
Tabel 4
Daftar Nama Pemilik Tanah
41
Sumber: Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Surabaya, 2011
Verponding No.7159) Tanggal 31
Maret 2010
3. H.
Riduwan
Jl. Jemur
Gayungan I/8
A
157.29 157.29
Surat Pernyataan kepemilikan
Bangunan yang Berdiri diatas
Tanah Negara (eks Tanah
Verponding No.7159) Tanggal …
Maret 2010
4. Nasikah Jl. Jemur
Gayungan I 130.00 130.00
Surat Pernyataan kepemilikan
Bangunan yang Berdiri diatas
Tanah Negara (eks Tanah
Verponding No.7159) Tanggal ….
Maret 2010
5. Safi’i Jl. Jemur
Gayungan 90.00 90.00
Surat Perjanjian Jual Beli Tanah
Pekarangan dan Rumah (Tanah
Negara) Luas 104 m2 tanggal 18
April 1970
6. H.
Sugianto
Jl. Jemur
Gayungan I/6
C
100.00 90.00 SHM 298 / tanggal 21 April 1997
seluas 102 m2
7. Solokin Jl. Jemur
Gayungan I/15 104.00 90.00
Surat Pernyataan Kepemilikan
Bangunan yang Berdiri Diatas
Tanah Negara (eks Tanah
Verponding No.7159) sisa luas 88
m2 tanggal 4 Januari 2010
8. Djumirah Jl. A.Yani 146 159.00 94.00
Surat Perjanjian Jual Beli Rumah /
Tanah luas 180 m2 tanggal 23
April 1971 dan tanggal 28 Maret
1990
9. Rabia
Abbas
Jl. Jemur
Gayungan I/7 100.00 52.00
SHM No.964/ tanggal 18
September 2001 luas 100 m2
10. Saniman Jl. Jemur
Gayungan I/11 75.00 62.00
SHM No.881 / tanggal 6 Februari
2001 luas 75 m2
11. Fatoni - - - -
12. M. Toha - - - -
13. Mudjiono - - - -
14.
Asiah /
Heru
Hartoyo
-
- - -
42
Dari tabel 4 mengenai daftar nama pemilik tanah, dapat dilihat
bahwa bukti kepemilikan yang dimiliki warga yang tinggal di
bundaran dolog terdiri dari berbagai macam jenis kepemilikan
tanah. Dari 14 warga yang ada, dapat diketahui bahwa bukti
kepemilikan yang ada terdiri dari :
a. Ada seorang warga yaitu, Achmad Zaini, yang memiliki
bukti kepemilikan berupa AJB (Akta Jual Beli) dan
pelepasan hak atas tanah dari notaris
b. Ada 4 orang warga yaitu, H.Riduwan ( memiliki 2 bukti
kepemilikan), Nasikah, dan Solokin, yang memiliki bukti
kepemilikan berupa surat pernyataan kepemilikan
bangunan yang berdiri di atas tanah negara ( eks tanah
Verponding)
c. Ada 2 orang warga yaitu, Safi’i dan Djumirah, yang
memiliki bukti kepemilikan berupa surat perjanjian jual beli
d. Ada 3 orang warga yaitu, H.Sugiono, Rabia Abbas dan
Saniman, yang memiliki bukti kepemilikan berupa SHM
(Sertifikat Hak Milik).
e. Sedangkan 4 orang warga yaitu, Fatoni, M.Toha, Mudjiono,
dan Asiah/Heru Hartoyo belum diketahui bukti
kepemilikan yang dimiliki.
Tabel 4 tentang daftar nama pemilik tanah menjelaskan
bagaimana bukti kepemilikan yang dimiliki oleh para warga
43
yang tinggal di Bundaran dolog terdiri dari berbagai macam
kepemilikan. Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang mana di dalam pasal
16 disebutkan:36
“hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4
ayat 1 ialah :
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersbut di
atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta
hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan
dalam pasal 53”
Dalam pasal tersebut telah disebutkan mengenai salah satu bukti
kepemilikan yaitu hak milik, dimana hak milik merupakan hak
turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah, dapat dipahami bahwa turun-temurun artinya hak
milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya
masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak
miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang
memenuhi syarat sebagai subjek hak milik, terkuat artinya hak
milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas
tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah
dipertahankan dari gangguan pihak lain dan tidak mudah hapus,
terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang
36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
44
kepada pemiliknya paling luas bisa dibandingkan dengan hak
atas tanah lainnya, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah lain,
tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain dan penggunaan
tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah
lainnya.37 Hal ini menunjukkan di dalam peraturan tertulis, hak
milik merupakan hak yang paling terkuat diantara hak atas tanah
yang lain sehingga membuat posisi nya lebih diutamakan dan
bernilai lebih tinggi daripada nilai hak atas tanah lainnya.
Pihak pemkot untuk sementara ini baru berhasil
membebaskan satu lahan milik salah satu warga bernama H.
Imam Safi’I yang mana telah melepaskan lahannya kepada
pihak pemkot Surabaya guna dialihfungsikan sebagai taman
kota sedangkan sisanya masih menginginkan bahwa harga yang
ditawarkan bisa sesuai dengan NJOP yang ada sehingga masih
belum bisa menyerahkan lahan mereka kepada pihak pemkot
untuk dialihfungsikan.
c. Konsultasi publik rencana pembangunan
Konsultasi publik dimaksud untuk mendapat kesepakatan lokasi
rencana pembangunan dari pihak yang berhak dengan
melibatkan keikutsertaan pihak yang berhak serta masyarakat
yang terkena dampak dari rencana pembangunan. apabila terjadi
37 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta, PT. Kharisma Putra
Utama, 2012, hlmn.92
45
kesepakatan maka instansi yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan penetapan lokasi ke gubernur. Namun apabila ada
keberatan gubernur membentuk tim guna melakukan kajian
yang nantinya berbentuk sebuah reekomendasi guna diterima
atau ditolaknya keberatan yang diajukan masyarakat. Awalnya
konsultasi public telah dilakukan oleh pihak DPBT kepada
pihak warga yang tinggal di lahan tersebut pada tahun 2011
dimana akhirnya pihak pemkot mengajukan penetapan lokasi
kepada walikota Surabaya guna mengeluarkan Keputusan
Walikota mengenai penetapan lokasi bagi area bundaran dolog
tersebut, dan akhirnya pihak walikota surabaya mengeluarkan
surat Keputusan Walikota Nomor 188.45/424/436. 1. 2/2011
tentang Penetapan Lokasi Untuk Pelebaran Jalan A.Yani
(Bundaran Dolog) Seluas ±5.039 m2 di Kelurahan Gayungan
Kecamatan Gayungan Kota Surabaya. Isi dalam surat keputusan
ini meliputi,
“ kesatu : menetapan lokasi untuk pelebaran Jalan A.Yani
(Bundaran Dolog) seluas ± 5.039 m2 di Kelurahan
Gayungan Kecamatan Gayungan Kota Surabaya.
kedua : detail lokasi sebagaimana dimaksud dalam dictum
kesatu dinyatakan dalam lampiran keputusan
walikota ini
ketiga : keputusan walikota ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan untuk selama 1 tahun.”
46
Dilihat dari isi surat keputusan walikota yang telah dikeluarkan,
tenggang waktu surat keputusan tersebut hanya selama 1 tahun
saja sehingga tindakan pemkot untuk lahan bundaran dolog
belum terlalu banyak dan efisien dan proyek ini hampir
terbengkalai dikarenakan banyaknya hambatan yang terjadi.
Hingga pada tahun 2015, proyek pengadaan tanah di bundaran
dolog kembali dijalankan dan pihak pemkot kembali
mengajukan penetapan lokasi pada bulan desember dikarenakan
telah dimohonkan kepada pihak Gubernur Jawa Timur untuk
segera ditetapkan dalam bentuk Keputusan Gubernur Jawa
Timur, hingga akhirnya diberlakukan mengenai Penetapan
Lokasi di area Bundaran Dolog Surabaya pada tanggal 7
Desember 2015. Pada tanggal 4 April 2016, Keputusan
Gubernur Jawa Timur telah dikeluarkan mengenai penetapan
lokasi bagi area bundaran dolog Surabaya guna melancarkan
proses pelaksanaan pengadaan tanah yang akan segera
dilakukan. Terbitnya surat keputusan tersebut seharusnya
membuat proses pengadaan tanah yang akan dilakukan oleh
pihak pemkot berjalan dengan lancar, namun hingga saat ini
pihak warga masih belum bisa menyetujui pembebasan lahan
tersebut dikarenakan harga yang ditawarkan oleh pihak
appraisal (merupakan panitia penaksir yang anggotanya di
sumpah dan bertugas untuk menaksir nilai dari sebuah tanah
dan/atau bangunan yang ada sesuai dengan kondisi dari tanah
47
dan/atau bangunan yang ada, serta perkiraan dari NJOP) dari
pemkot belum disetujui. Diketahui bahwa pada tahun 2013
NJOP dari tanah yang berada di bundaran dolog tersebut
berkisar Rp.5.000.000,. (lima juta rupiah), namun tim appraisal
dari pihak pemkot hanya memberikan nilai tanah yang ada di
bundaran dolog tersebut bahkan berada dibawah harga NJOP
yang ada, yaitu sekitar Rp.3.500.000,. (tiga juta lima ratus ribu
rupiah). Lalu pada saat proyek kembali dijalankan pada tahun
2016, tim appraisal dari pihak pemkot tetap menawarkan harga
yang sama untuk nilai tanah warga bundaran dolog sekalipun
diketahui bahwa tanah yang berada di frontage sisi barat NJOP
nya naik hingga senilai Rp.14.000.000,. (empat belas juta
rupiah). Hal ini lah yang membuat warga masih belum setuju
mengenai harga yang ditawarkan berada dibawah NJOP tanah
yang seharusnya. Baru ada seorang warga saja yang menyetujui
dan bersedia menyerahkan tanahnya kepada pihak pemkot guna
membantu proses pembebasan lahan yang sedang diusahakan
oleh pihak pemkot. Diketahui bahwa penetapan lokasi
merupakan alas hak dalam pembebasan lahan yang mana lahan-
lahan tersebut dimiliki oleh masyarakat, sehingga nantinya
apabila penetapan lokasi telah ditentukan maka pihak
masyarakat bisa memilih untuk setuju dengan harga yang
ditawarkan yang berasal dari tim penilai sesuai guna
memberikan lahan mereka kepada instansi yang memerlukan
48
tanah ataukah menolak dengan keberatan disertai alasan yang
cukup jelas untuk lebih di perhitungkan oleh para instansi yang
memerlukan tanah.
3. Tahapan pelaksanaan
Berdasar pada penetapan lokasi yang telah diperoleh, maka instansi
yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah ke
lembaga pertanahan. Pihak yang berhak setelah adanya penetapan
lokasi hanya bisa mengalikan hak atas tanahnya ke instansi yang
memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan, dan dengan
beralihnya hak maka akan diberikan ganti kerugian yang nilainya
telah ditetapkan. Pelaksanaan akan terdiri dari inventarisasi dan
identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah, adanya penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti
kerugian, pemberian ganti kerugian dan pelepasan tanah intansi. Ganti
rugi yang akan diberikan selain dari bentuk uang juga terdiri dari tanah
dan/atau bangunan pengganti atau pemukiman kembali sesuai yang
diinginkan pemilik serta disepakati instansi pemerintah yang
memerlukan tanah, tanah dan/atau bangunan dan/atau fasilitas lain
dengan nilai paling kurang sama dengan harta benda wakaf yang
dilepaskan (bagi harta benda wakaf), recognisi berupa pembangunan
fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat untuk kesejahteraan
masyarakat setempat untuk tanah ulayat dan sesuai dengan keputusan
pejabat berwenang, khusus untuk tanah instansi pemerintah ataupun
49
pemerintah daerah. Keseluruhan proses pelaksanaan ini dilakukan
setelah pihak yang berhak telah menyerahkan tanah nya kepada
instansi yang memerlukan tanah guna pembangunan untuk
kepentingan umum. Di dalam proyek pengadaan tanah di bundaran
dolog itu sendiri masih belum terlihat pelaksanaan yang dilakukan
oleh pihak pemkot kepada tanah warga yang berada di area tersebut
dikarenakan pihak warga yang tinggal di dalam bundaran dolog
tersebut belum menyetujui hingga belum bisa memberikan bukti
kepemilikan yang dimilikinya untuk dialihkan kepada instansi yang
memerlukan tanah melewati lembaga pertanahan setempat.
Disebutkan di dalam UU No. 2 Tahun 2012 bahwa pihak yang berhak
hanya bisa mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang
memerlukan tanah saat nilai ganti kerugian telah diberikan sesuai
dengan nilai pengumuman saat penetapan lokasi di hadapan para
warga.
4. Tahapan penyerahan hasil
Ini merupakan bagian terakhir dalam proses pengadaan tanah
dimana tahap ini pihak lembaga pertanahan menyerahkan hasil
pengadaan tanah kepada instansi setelah pemberian ganti kerugian
telah dilaksanakan ataupun dititipkan di pengadilan negeri
(konsinyasi) sehingga membuat instansi yang memerlukan tanah
dapat melaksanakan kegiatan pembangunannya. Instansi yang
memperoleh tanah wajib untuk mendaftarkan tanahnya sesuai
50
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam proses
pembebasan lahan yang dilakukan di bundaran dolog, proses
penyerahan hasil telah tercapai dikarenakan warga mulai menyetujui
harga penawaran yang telah ditawarkan sehingga pihak pemkot dapat
segera melaksanakan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum yang nantinya akan berupa RTH publik. Selepas
itu pun masih ada yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah, yaitu
memantau dan mengevaluasi hasil penyerahan pengadaan tanah
tersebut untuk memastikan bahwa keseluruhan telah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam tabel 2 mengenai skema waktu pengadaan tanah dan/atau
bangunan, terdapat perkiraan waktu yang telah disusun oleh pihak DPBT
(Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah) dimana di dalam tahapan
perencanaan diperlukan waktu 1 bulan, tahapan persiapan 3 bulan, tahapan
pelaksanaan 1,5 bulan, dan tahap serah terima (tahapan penyerahan hasil)
selama 1,5 bulan. Dimana total waktu yang diperoleh guna melakukan
pengadaan tanah selama 7 bulan. Akan tetapi, pada kenyataannya bahwa
tenggat waktu yang direncanakan tersebut belum bisa terpenuhi dengan
baik. Di dalam tahapan perencanaan, waktu yang diperkirakan selama 1
bulan dapat dikatakan terpenuhi walaupun tahapan ini dilakukan pada
tahun 2011 untuk pertama kalinya namun bisa diselesaikan dalam kurun
waktu kurang lebih 1 bulan lamanya. Tahapan yang kedua ialah tahapan
persiapan, yang mana diperlukan waktu sekitar 3 bulan untuk memperoleh
51
penetapan lokasi oleh gubernur, sekitar 1 bulan untuk memperoleh
penetapan lokasi oleh walikota. Untuk memperoleh penetapan lokasi dari
pihak walikota, 1 bulan merupakan waktu yang cukup dikarenakan
Keputusan Walikota mengenai Penetapan Lokasi Untuk Pelebaran Jalan
A.Yani (Bundaran Dolog) Seluas ± 5.039 m2 di Kelurahan Gayungan
Kecamatan Gayungan Kota Surabaya telah diberlakukan pada 12
September 2011. Namun untuk memperoleh penetapan lokasi dari pihak
gubernur, diperlukan lebih dari 3 bulan, karena pada tanggal 7 Desember
2015 pihak DPBT telah mengajukan surat permohonan penetapan lokasi
kepada gubernur namun keputusan gubernur jawa timur baru dikeluarkan
tanggal 4 April 2016 yang mengatur mengenai penetapan lokasi
pembangunan frontage road jalan ahmad yani sisi barat (bundaran dolog)
kota Surabaya-provinsi jawa timur. Bila dihitung, perlu waktu sekitar 4
bulan untuk menunggu keluarnya surat keputusan tersebut, sehingga
tenggat waktu yang diinginkan selama 3 bulan belum tercapai dengan
maksimal. Tahapan berikutnya ialah tahapan pelaksanaan, dimana
disebutkan memerlukan waktu sekitar 1,5 bulan untuk menyelesaikan.
Bahwa untuk proses ini cukup berjalan dengan lancar dimana pihak DPBT
kurang lebih membutuhkan sekitar 1,4 bulan untuk menuntaskan. Tahapan
terakhir ialah tahapan serah terima (penyerahan hasil) dimana hingga saat
ini tahapan ini belum berjalan dikarenakan adanya hambatan yang tejadi
pada warga yang masih belum menerima harga penawaran dari tim
52
appraisal pemkot itu sendiri.38 Jika diperbandingkan di dalam ketentuan
UU No. 2 Tahun 2012, tahapan dalam proses pengadaan tanah
diperhitungkan sejak pendataan awal lokasi rencana pembangunan dalam
tahapan persiapan, yang disebutkan di dalam pasal 18 paling lama 30 hari
untuk melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan. Pada pasal
19, pengajuan mengenai permohonan penetapan lokasi kepada gubernur
terhitung sejak 14 hari setelah diserahkan pengajuan permohonan
penetapan lokasi, maka gubernur harus mengeluarkan penetapan lokasi
yang bersangkutan. Dalam proses konsultasi publik, waktu diberikan
selama 60 hari guna melakukan konsultasi publik kepada masyarakat dan
diberikan 30 hari untuk para pihak yang merasa keberatan terhadap apa
yang disampaikan oleh pihak instansi terkait yang mana disebutkan dalam
pasal 20. Dalam tahapan pelaksanaan terdapat kegiatan inventarisasi dan
identifikasi penguasaan dimana dilaksanakan dalam waktu maksimal 30
hari yang dijelaskan dalam pasal 28. Dalam proses inventarisasi dan
identifikasi dilaksanakan untuk mengetahui pihak yang berhak beserta
objek pengadaan tanah, dimana nanti akan berbentuk daftar yang meliputi
nama pihak, alamat pihak, pekerjaan pihak yang berhak, letak objek, luas,
status serta jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah. Di pasal 29
menyebutkan bahwa pengumuman hasil dari inventarisasi dan identifikasi
penguasaan diumumkan di kantor desa/kelurahan dalam waktu 14 hari.
Guna untuk menetapkan ganti kerugian, pihak lembaga pertanahan
38 Data primer. Hasil wawancara dengan bapak Zainul Abidin selaku staff di Kantor
Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, tanggal 24 Februari 2017
53
bermusyawarah dengan para pihak yang berhak paling lama 30 hari sejak
hasil penilaian dari tim appraisal ditetapkan dan pelepasan obejk
dilakukan setelah proses ganti rugi selesai dilakukan dan dilaksanakan
dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak penetapan lokasi diputuskan.
Apabila dihitung, menurut UU No. 2 Tahun 2012, dalam tahapan
perencanaan serta penyerahan hasil, UU No. 2 Tahun 2012 ini tidak
menjelaskan jangka waktu untuk pelaksanaannya, sedangkan dalam
tahapan persiapan jangka waktu untuk keseluruhan terhitung selama
kurang lebih 134 hari kerja / selama 4 bulan lebih, dalam tahapan
pelaksanaan jangka waktu terhitung selama 134 hari kerja / selama 4 bulan
lebih. Jangka waktu tersebut hanya sebagai acuan baik untuk pihak instansi
yang memerlukan tanah, namun juga untuk masyarakat yang
bersangkutan. Apabila dilihat dari proses yang dilakukan di proses
pengadaan tanah di bundaran dolog, waktu yang dibutuhkan memang lebih
sedikit daripada yang disarankan di dalam ketentuan Undang-Undang.
Pada tabel 3 mengenai proses pengadaan tanah dan/atau bangunan
untuk kepentingan umum, dijelaskan oleh pihak Dinas Pengelolaan
Bangunan dan Tanah merupakan proses pengadaan tanah yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan di dalam UU No. 2 Tahun 2012, karena penetapan
lokasi bagi area bundaran dolog telah diberlakukan oleh karena itu pihak
pemkot melaksanakan proses pengadaan tanah mengikuti ketentuan yang
ada. Namun pada kenyataannya, proses pelaksanaannya terhambat hanya
sampai di tahap pelaksanaan.
54
Berawal dari tahapan perencanaan dan penganggaran, dimana pihak
yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan anggaran ialah berasal dari
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang nantinya akan
dimasukkan ke dalam RKA (Rencana Kerja Anggaran) dan dalam bentuk
DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) yang menjadi tanggung jawab
dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang mana di dalam DPA
terdiri dari penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah dan
penyusunan kajian dan materi pendukung dokumen perencanaan
pengadaan tanah yang tergolong di dalam tahapan perencanaan yang mana
penetapan lokasi termasuk didalamnya. Tahap selanjutnya masuk kepada
tahapan pelaksanaan yang didalamnya dimulai proses pengadaan tanah
untuk kepentingan umum di dalamnya dilakukan pemetaan bidang lokasi
pengadaan tanah dan pemberian penawaran nilai tanah dari pihak
appraisal pemkot. Setelah proses pengadaan tanah dilakukan, pihak
pemkot sebagai instansi yang memerlukan tanah harus melaporkan kepada
BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan nantinya akan dilakukan penetapan
status pengguna yang akan beralih dari masyarakat kepada pihak pemkot
guna pembangunan demi kepentingan umum yang berada di dalam
tahapan serah terima. Di tahapan terakhir, pemanfaatan di pembangunan
sarana dan fasilitas ini yang nantinya akan diperuntukkan kepada
masyarakat secara umum dan dapat digunakan sesuai peruntukkannya.
55
C. Hambatan Pelaksanaan dalam Pembebasan Lahan Bundaran
Dolog dan Solusi Penyelesaian Pembebasan Lahan di Bundaran
Dolog
1. Hambatan Pelaksanaan dalam Pembebasan Lahan Bundaran
Dolog
Setiap kegiatan yang dilakukan biasanya akan selalu ada hambatan
yang berupa apapun itu, dan tidak terkecuali kegiatan pengadaan
tanah yang dilakukan oleh pemkot guna mengalihfungsikan
pemukiman di Bundaran Dolog menjadi sebuah RTH. Beberapa
hambatan yang terjadi selama proses pelaksanaan pengadaan tanah di
Bundaran Dolog Surabaya ialah sebagai berikut:
1. Anggaran yang dialihkan kepada proyek lain
Hal ini bukan berarti pihak pemerintah Surabaya tidak
menganggarkan untuk proses pengadaan tanah Bundaran Dolog
ini. Dalam APBD (Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah) telah
disiapkan sejumlah anggaran yang disimpan di dalam Rekening
Belanja modal pengadaan tanah pada tahun 2016 lalu, dikarenakan
proyek RTH pihak pemkot tidak hanya RTH Bundaran Dolog saja,
oleh karena itu anggaran yang telah disiapkan harus dibagi dengan
proyek RTH lainnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
RTH Bundaran Dolog lah yang kurang menunjukkan kemajuan
dalam pelaksanaan pengadaan tanahnya. Butuh waktu yang sedikit
lebih lama untuk meyakinkan seorang masyarakat guna
menyerahkan tanah nya untuk diberikan ganti kerugian yang dinilai
56
telah setara dengan perhitungan dan kondisi yang ada. Hal ini lah
yang membuat pihak pemerintah akhirnya mengalihkan sementara
anggaran yang awalnya diperuntukkan untuk pengadaan tanah
RTH Bundaran Dolog ke proyek RTH yang lain yang mana secara
progress lebih banyak kemajuan daripada di bundaran dolog.
Meyakinkan 1 orang pemilik tanah saja membutuhkan waktu yang
lama, apalagi untuk meyakinkan keseluruhan warga yang berada di
bundaran dolog tersebut. Sampai saat ini pun proyek pembebasan
lahan di bundaran dolog masih belum kembali dijalankan
dikarenakan masih menunggu kembali dianggarkannya dana guna
proses pengadaan tanah ini.39
Seharusnya, sebagaimana pemberian anggaran yang nantinya
akan ditujukan guna proses pelaksanaan pengadaan tanah tidak
dialihkan lagi oleh pihak pemkot, karena di dalam peraturan
perundang-undangan telah dijelaskan mengenai pemberian
anggaran bagi program kerja pemerintah daerah yang nantinya
akan dipertanggung jawabkan sehingga apapun yang terjadi di
dalam pelaksanaan proyek pembebasan lahan tersebut, anggaran
yang telah dipersiapkan tetap diperuntukkan untuk proyek yang
sama bukan dialihkan kepada proyek lainnya yang lebih
memperlihatkan adanya kemajuan.
39 Ibid.,
57
2. Pemilik lahan masih belum menerima tawaran harga dari pihak
appraisal
Sebuah tanah/lahan yang akan diberikan ganti kerugian oleh
pihak pemerintah / instansi yang memerlukan tanah pasti
diperhitungkan nilai nya sesuai dengan faktor-faktor tertentu,
seperti :
a. Letak atau posisi kedudukan tanah
Letak atau posisi kedudukan tanah menjadi salah satu factor
yang mempengaruhi dikarenakan apabila lokasi tanah tidak
strategis dan susah untuk dikembangkan kembali, maka bisa
saja nilai tanah yang ditawarkan akan berada di bawah harga
pasar atau harga NJOP yang ada. Hal ini terjadi di tanah warga
yang tinggal di bundaran dolog. Nilai yang ditawarkan pihak
appraisal kepada warga bahkan berada di bawah nilai NJOP
tanah yang ada dan hal ini terjadi dikarenakan tanah yang berada
di bundaran dolog tersebut sudah tidak bisa dialihfungsikan lagi
ke pembangunan lain kecuali untuk pembangunan RTH. Letak
tanah yang berada di dalam bundaran membuat fungsi dari tanah
itu sendiri tidak bisa dialihkan ke pembangunan lain kecuali
untuk taman kota.
b. Bukti kepemilikan
Masyarakat yang tinggal di area tersebut memiliki berbagai
macam bukti kepemilikan atas lahan masing-masing. Tidak
58
semua memiliki bukti kepemilikan yang berupa SHM (Sertifikat
Hak Milik) yang dikeluarkan oleh pihak BPN (Badan
Pertanahan Nasional) setempat sehingga hal ini lah yang juga
bisa mempengaruhi menurunnya harga sebuah tanah.
3. Status kepemilikan tanah
Kepemilikan tanah juga berpengaruh besar, karena seperti yang
diketahui bahwa kepemilikan tanah dengan hak milik selalu
memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan hak-hak
lain. Memiliki bukti kepemilikan seperti Sertifikat Hak Milik
(SHM) biasanya juga mempengaruhi, namun keberagaman
kepemilikan tanah yang ada di bundaran dolog menjadi factor yang
juga mempengaruhi nilai tanah itu sendiri. Beberapa dari warga
memang sudah ada yang memiliki SHM, namun beberapa lainnya
masih berupa Akta Jual Beli (AJB), Surat Perjanjian Jual Beli
Rumah/Tanah, serta Surat Pernyataan Kepemilikan Bangunan
yang Berdiri diatas Tanah Negara inilah yang membuat nilai
terhadap tanah bisa menurun. Tim appraisal dari pihak pemkot
telah memberikan perhitungan terhadap tanah masing-masing
warga yang mana disesuaikan perhitungannya sesuai dengan
kepemilikan tanah yang ada. Keanekaragaman kepemilikan inilah
yang bisa membuat harga tiap tanah warga bundaran dolog berbeda
karena nantinya proses pengalihan kepemilikannya akan memiliki
59
proses yang berbeda-beda tergantung jenis bukti kepemilikan
masing-masing.
Faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi proses
pelaksanaan pembebasan lahan yang bersangkutan. Tidak semua
pihak merasa bahwa apa yang ditawarkan dari pihak pemkot kurang
adil, namun mereka hanya masih memikirkan mengapa harga tanah
yang ditawarkan oleh pihak appraisal bahkan lebih rendah dari harga
NJOP tanah mereka. Namun, pihak appraisal telah menjelaskan
secara lengkap dan jelas mengenai keputusan mereka menawarkan
harga yang berada di bawah nilai NJOP dan harga tanah yang berada
di jalan frontage sisi barat serta frontage sisi timur dari bundaran dolog
itu sendiri dengan berpatokan pada Peraturan Kepala BPN No. 5
Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah
yang dijelaskan di dalam pasal 23,
“penilai bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian
bidang per bidang tanah meliputi : a. tanah, b. ruang atas tanah
dan bawah tanah, c. bangunan, d. tanaman, e. benda yang
berkaitan dengan tanah, f. kerugian lain yang dapat dinilai”
Besarnya nilai ganti kerugian yang ditawarkan oleh pihak appraisal
memang sudah disesuaikan dengan pengaturan penilaian ganti
kerugian yang berlaku sehingga nilai berapa pun yang ditawarkan
memang sudah dihitung terlebih dahulu dan disesuaikan.
60
2. Solusi Penyelesaian Pembebasan Lahan di Bundaran Dolog
1. Tidak mengalihkan anggaran yang telah disiapkan
Anggaran yang telah disediakan seharusnya tidak dialihkan
sehingga proses pembebasan bisa tetap diusahakan oleh pihak
DPBT walaupun memang membutuhkan waktu yang lebih lama
namun alangkah lebih baik membiarkan proses tetap berjalan
agar bisa segera dilaksanakan proyek RTH yang telah
direncanakan sebelumnya.
2. Tim appraisal dapat lebih memberikan penjelasan kepada
warga akan factor yang mempengaruhi nilai tanah mereka
Kesabaran pihak appraisal untuk lebih memberikan pengertian
kepada warga mengenai nilai tanah mereka yang dihargai lebih
rendah dari NJOP memang harus selalu diutamakan. Tidak
semua warga mengerti akan kondisi nyata yang mereka hadapi,
letak tanah yang berada di dalam bundaran membuat tanah
mereka tidak bisa lagi dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari
seperti salah satunya ialah dialihkan dengan pembangunan di
sector bisnis/perdagangan seperti pertokoan, pusat perbelanjaan
atau lainnya. Hanya satu fungsi yang bisa dialihkan dari
pemukiman warga yaitu menjadi RTH sehingga inilah yang
membuat nilai ekonomis dari suatu tanah berkurang di tambah
dengan factor di lapangan. Salah satunya dengan bernegosiasi
mengenai harga penawaran nilai tanah yang ditawarkan oleh
61
pihak appraisal pemkot kepada warga. Warga tidak menuntut
harga yang tinggi, namun setidaknya bisa sedikit melebihi
NJOP yang ada sedangkan pada awalnya tim appraisal pemkot
telah menjelaskan mengapa nilai tanah mereka bisa berada di
bawah NJOP yang ada. Namun akan lebih baik pula bila warga
bisa mengerti dengan situasi tersebut dan membantu
memudahkan proses pengadaan tanah yang akan dilakukan
pihak pemkot Surabaya.
3. Seharusnya kepemilikan tanah tersebut dapat berupa SHM guna
memudahkan kepengurusan
Bukti kepemilikan juga menjadi factor yang penting, karena
seperti diketahui bahwa SHM merupakan bukti yang
dikeluarkan oleh lembaga pertanahan yang menjamin si pemilik
adalah benar-benar pemilik yang sah tanpa harus diteliti
bagaimana si pemilik mendapatkan tanah tersebut sebelumnya,
dan di dalam praktek mengalihkan tanah dengan kepemilikan
SHM terbukti lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan
bukti kepemilikan lainnya, apalagi diketahui bahwa beberapa
warga yang tinggal di bundaran dolog tersebut menempati tanah
negara, sehingga bisa saja nanti untuk proses ganti kerugian,
para warga yang menempati tanah negara tersebut mendapatkan
harga atas bangunan saja yang bisa saja lebih rendah
dibandingkan dengan warga yang memiliki bukti kepemilikan
62
lainnya. Sesuai dengan bunyi pasal 20 UU No. 5 Tahun 1960
tentang UUPA, bahwa hak milik merupakan hak terkuat dari
hak atas tanah yang lainnya, inilah yang membuat bukti
kepemilikan berupa SHM lebih berpeluang untuk diberikan
nilai yang lebih tinggi daripada bukti kepemilikan lainya.
Pembebasan lahan memang bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan oleh pihak manapun, tidak terkecuali oleh pihak pemkot itu
sendiri. Meminta agar warga yang telah mendiami rumah mereka
untuk pindah ke tempat lain bukanlah hal yang mudah namun hal
tersebut dilakukan guna menjaga keselamatan para warga serta
mengembalikan fungsi lahan yang seharusnya bisa dijadikan sebagai
RTH. Memberikan solusi agar proyek pembebasan lahan tersebut
dapat terlaksana tidak hanya menguntungkan pihak pemkot saja agar
proyek nya dapat dilaksanakan, namun juga menguntungkan pihak
warga yang tinggal di lahan tersebut. Tidak menutup kemungkinan
bahwa warga memang menginginkan harga yang sedikit berada di atas
NJOP dikarenakan nantinya mereka akan mulai mencari tempat
tinggal yang baru, di lingkungan yang baru dan dengan kebutuhan
yang baru pula. Memulai untuk menjalani kehidupan seperti biasa di
lingkungan yang baru bukan hanya membutuhkan kesiapan pada
tempat tinggal saja, namun juga biaya yang nantinya akan dikeluarkan
guna menyambung kehidupan yang selanjutnya.
63
Proyek bundaran dolog ini memang termasuk dalam kategori
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum karena
peruntukkannya ditujukan kepada masyarakat umum, mengubah wajah
pemukiman bundaran dolog menjadi kawasan RTH dan guna pelebaran
jalan dilakukan agar selain memberikan sedikit ruang bagi pengguna
kendaraan di area jalan ahmad yani tersebut, RTH yang nantinya jadi akan
menambah indah kawasan yang setiap saat terjadi kemacetan tersebut.
Kepemilikan tanah yang sebagian memang beralas hak milik dan sebagian
lagi merupakan tanah negara apabila pembangunan yang akan dilakukan
untuk kepentingan umum, maka bagi masyarakat yang berada di area
proyek tersebut harus menyerahkan lahan mereka kepada pemerintah.
Sesuai dengan teori hak menguasai negara yang telah disebutkan di dalam
UUPA, dimana negara bukan sebagai pemilik privat dari lahan tersebut
namun negara berhak untuk mengatur penggunaan lahan yang dalam
proyek ini akan diperuntukkan ke dalam pembangunan untuk kepentingan
umum. Dimana bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara serta dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, yang mana negara sebagai badan hukum publik yang dapat
mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia biasa dan diperintahkan
untuk mempergunakan bagi kemakmuran rakyat.40 Negara berhak untuk
memperoleh kembali lahan yang telah dimiliki secara privat oleh
masyarakat apabila nantinya lahan tersebut memang akan dipergunakan
40 Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara atas Tanah, Yogyakarta, Total Media,
2009, hlmn.3
64
sebagai pembangunan yang akan diberikan kepada masyarakat umum
tanpa dipergunakan secara pribadi.
Pembangunan untuk kepentingan umum itu sendiri merupakan
pembangunan yang dilakukan dan dimiliki pemerintah namun tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan semata, pembangunan ini dilakukan
memang diberikan kepada masyarakat umum agar semua pihak bisa
menggunakannya. Pembangunan untuk kepentingan umum itu sendiri
terdiri dari pembangunan pertahanan dan keamanan, pembangunan jalan
umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api, pembangunan waduk, bendungan, bendung
irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan
bangunan pengairan lain, pembangunan pelabuhan, bandar udara dan
terminal, pembangunan infrastruktur minyak, gas dan panas bumi,
pembangunan pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga
listrik, pembangunan jaringan telekomunikasi dan informatika
pemerintah, pembangunan tempat pembuangan dan pengelolaan sampah,
pembangunan rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah, pembangunan
fasilitas keselamatan umum, pembangunan tempat pemakaman umum,
pembangunan fasilitas sosial, fasilitas umum dan RTH (Ruang Terbuka
Hiaju) publik, pembangunan cagar alam dan cagar budaya, pembangunan
kantor pemerintah/pemerintah daerah, pembangunan penataan
pemukiman kumuh perkotaan dan perumahan masyarakat berpenghasilan
rendah, pembangunan prasarana Pendidikan atau sekolah
65
pemerintah/pemerintah daerah, pembangunan prasarana olahraga, serta
pembangunan pasar umum dan lapangan parkir umum.
Proyek bundaran dolog ini termasuk ke dalam pembangunan untuk
RTH yang nantinya bisa dinikmati oleh masyarakat sehari-hari, yang mana
dijelaskan di dalam pasal 10 UU No. 2 Tahun 2012 huruf l yang
menyebutkan mengenai pembangunan RTH (Ruang Terbuka Hijau).
Nantinya, setelah proses pengadaan tanah ini telah dilakukan dengan
prinsip musyawarah mufakat dan para pemilik lahan telah menyetujui,
maka akan dilakukan pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas
tanah oleh pihak negara dan akan diberikan ganti kerugian yang layak dan
sesuai undang-undang. Hingga nantinya, para pemilik tanah akan
melepaskan hak atas tanahnya untuk kepentingan umum dan diserahkan
kembali kepada negara dengan sukarela. Kegiatan pelepasan hak ini
dilakukan agar tanah dapat dipergunakan untuk pembangunan kepentingan
umum. Pelepasan hak secara sukarela ini dilakukan dengan persetujuan
dari pemilik tanah dan apabila ada pemilik yang tidak setuju maka akan
diberikan ganti rugi sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dimana
pelepasan hak atas tanah yang dilakukan tidak hanya ada pertimbangan
ganti kerugian yang akan diberikan namun juga melihat maksud dan tujuan
yang bukan sekedar kepentingan individu saja melainkan kepentingan
umum. Proyek pengadaan tanah di bundaran dolog itu sendiri pun telah
mengikuti keseluruhan ketentuan undang-undang dengan melakukan
setiap tahapan pengadaan tanah yang ada hingga nantinya akan diberikan
ganti kerugian kepada masyarakat yang memiliki lahan di bundaran dolog
66
tersebut agar dapat menyerahkan lahannya untuk pembangunan RTH.
Pelepasan hak atas tanah yang dimiliki oleh para warga akan dialihkan
kepemilikannya kepada pihak pemkot Surabaya guna memudahkan
proyek pengadaan tanah dilaksanakan tanpa ada terjadi hal yang tidak
diinginakan setelahnya. Dengan pelepasan hak atas tanah yang akan
dilakukan oleh warga, maka pihak pemkot bisa segera memulai
melaksanakan proyek mengubah wajah pemukiman bundaran dolog
menjadi RTH publik yang indah untuk dinikmati setiap masyarakat yang
melewati.
Pencabutan hak atas tanah dilakukan oleh pemerintah dilakukan
karena kegunaan tanah memang untuk kepentingan umum, dimana
kepentingan umum dimaksudkan ialah kepentingan yang merupakan
kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat dan digunakan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, lokasi tanah yang diperlukan memang akan
dilakukan pembangunan yang harus diwujudkan oleh pemerintah guna
kemakmuran rakyat, serta masyarakat yang bersangkutan bersama dengan
pemerintah telah bersepakat dengan musyawarah agar melepaskan
tanahnya. Dijelaskan di dalam UU No. 20 Tahun 1961 pasal 141 bahwa
sebelum presiden mengeluarkan putusan mengenai tanah yang akan
dicabut hak nya, terlebih dahulu harus dimohonkan kepada yang
41 “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bersama rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan memaksa
setelah mendengar Menteri agraria, kehakiman dan meneteri yang bersangkutan dapat mencabut
hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya”
67
berkepentingan. Pasal 18 UUPA42 mengatakan bahwa pencabutan hak atas
tanah dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan yaitu, pencabutan
hak atas hanya dapat dilakukan bila kepentingan umum menghendakinya
sehingga unsur kepentingan umum di sini harus jelas, pencabutan hak
hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berwenang menurut tata cara yang
telah ditentukan serta pencabutan hak atas tanah harus dengan ganti
kerugian yang layak. Apabila pencabutan tanah tersebut dilakukan tanpa
mengindahkan persyaratan yang ada maka perbuatan tersebut akan
tergolong ke dalam perbuatan melanggar hukum. Prosedur pencabutan hak
atas tanah itu sendiri diatur didalam UU No. 20 Tahun 1961 yang terdiri
dari:
1. Dengan acara biasa
Pada pasal 2 ayat 2 UU No.20 Tahun 1961 disebutkan bahwa:
a. Rencana peruntukkannya dan alasannya, bahwa untuk
kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu
b. Keterangan tentang nama yang berhak serta letak, luas dan
macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-
benda yang bersangkutan
c. Rencana pembangunan orang-orang yang haknya akan dicabut
itu dan juga orang-orang yang menggarap tanah atau
menempati rumah yang bersangkutan
42 “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bersama dari rakyat hak-hak atas tanah
dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang datur dengan
undang-undang”
68
2. Dengan acara luar biasa
Dalam keadaan mendesak, pencabutan hak atas tanah dapat
dilakukan dengan acara khusus memungkingkan dilakukan secara
lebih cepat, dimana:
a. Apabila dalam keadaan mendesak, yang memerlukan
penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan
dengan segera, atas permintaan yang berkepentingan kepala
inspeksi agrarian menyampaikan permintaan untuk melakukan
pencabutan hak tanpa disertai taksiran ganti kerugian
b. Dalam hal tersebut, maka Menteri agraria bisa mengeluarkan
surat keputusan yang memberi perkenaan pada yang
berkepentingan untuk menguasai tanah dan/atau benda yang
terkait, dan keputusan akan segera diikuti dengan keputusan
presiden mengenai dikabulkannya atau ditolaknya pencabutan
itu
c. Jika telah dilakukan penguasaan dan permintaan tidak
dikabulkan maka yang berkepentingan harus mengembalikan
dalam keadaan semula dan/atau memberi ganti kerugian yang
sepadan kepada yang memiliki hak.
Area bundaran dolog yang akan dipergunakan pembangunan RTH
tersebut termasuk dalam pengadaan tanah skala kecil, dimana merupakan
pengadaan tanah (kegiatan menyediakan tanah dengan memberi ganti
kerugian yang layak serta adil kepada pihak yang berhak) yang dilakukan
69
oleh instansi yang memerlukan tanah dengan luas yang ± 5 hektar atau
lahan yang tidak terlalu besar. Pengadaan tanah skala kecil yang dilakukan
pihak pemkot tersebut sebenarnya sempat terkendala dengan diawali
adanya peraturan yang diatur berbeda. Dimana Perpres No.148 Tahun
2015 mengatakan bahwa pengadaan tanah yang mana luasnya tidak lebih
dari 5 hektar tidak diperlukan kembali penetapan lokasi sedangkan Perpres
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang yang berada
diatasnya, yaitu dimana Prepres No.148 Tahun 2015 merupakan peraturan
pelaksana dari UU No. 2 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa setiap
pengadaan tanah wajib memohonkan penetapan lokasi kepada gubernur.
Perbedaan dalam pengaturan inilah yang awalnya sempat membuat
proyek pihak pemkot Surabaya di bundaran dolog sedikit terhambat,
namun pihak pemkot tetap memutuskan untuk memohonkan penetapan
lokasi kepada gubernur jawa timur untuk menetapan penetapan lokasi
terhadap bundaran dolog Surabaya. Dalam hal ini, kepastian hukum yang
diperoleh dalam pengadaan tanah skala kecil di bundaran dolog terlihat
dengan pihak pemkot tetap mengikuti ketentuan UU No.2 Tahun 2012
dikarenakan bahwa penetapan lokasi akan menjadi alas hak guna
membebaskan lahan masyarakat yang berada di area bundaran dolog
tersebut. Menurut Gustav Radbruch yang mengatakan bahwa
“pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu
adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada
fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus
dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan
dalam pemaknaan, disamping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum
positif tidak boleh mudah diubah.”
70
Pandangan ini menyimpulkan bahwa hukum harus positif yang
mengatur kepentingan masyarakat harus dipatuhi dan ditaati sekalipun
terkadang dirasa kurang adil. Namun, dalam proyek bundaran dolog
tersebut, rasa kurang adil tidak terlihat dikarenakan penetapan lokasi yang
dimohonkan kepada gubernur dan dengan adanya musyarawah yang
dilakukan antara pihak pemkot Surabaya dengan pihak masyarakat yang
berada di lokasi tersebut, masyarakat dapat menerima dan dengan ganti
kerugian yang telah ditawarkan, masyarakat dapat memberikan lahan
mereka untuk pembangunan kepentingan umum berupa RTH.
Kepastian hukum dari proyek pemkot Surabaya ini telah jelas
dikarenakan mereka masih mengutamakan permohonan keputusan
penetapan lokasi guna melaksanakan proyek yang ada tanpa bertindak
terlebih dahulu sebelum surat keputusan diberlakukan karena nantinya,
surat penetapan lokasi tersebut dapat menjadi bukti yang bisa ditunjukkan
kepada masyarakat mengenai rencana proyek yang akan dilaksanakan di
area pemukiman mereka. Kepastian hukum yang di dapatkan ialah pihak
pemkot tetap melaksanakan ketentuan penetapan lokasi kepada pihak
gubernur sesuai dengan ketentuan di dalam UU No. 2 Tahun 2012 yang
nantinya surat keputusan penetapan lokasi tersebut akan dijadikan sebagai
alas hak pembebasan lahan warga yang berada di bundaran dolog tersebut.
Hingga akhirnya Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/247/KPTS/013/2016 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan
Frontage Road Jalan Ahmad Yani Sisi Barat (Bundaran Dolog) Kota
Surabaya-Jawa Timur diberlakukan. Dengan adanya keputusan penetapan
71
lokasi ini, maka segala yang akan dilakukan oleh pihak pemkot untuk
melaksanakan proses pengadaan tanah akan lebih aman dan terlindungi
karena apa yang akan mereka lakukan di bundaran dolog tersebut telah
mendapatkan perlindungan hukum berupa terbitnya keputusan gubernur
tersebut.
Dari keseluruhan proses pengadaan tanah yang dilakukan, peran serta
masyarakat juga diperhatikan. Dalam UU No. 2 Tahun 2012, dijelaskan
mengenai hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dimana dalam pasal
55 menyebutkan mengenai hak masyarakat yang berhak untuk mengetahui
rencana penyelenggaraan pengadaan tanah dan berhak memperoleh
informasi mengenai pengadaan tanah yang akan dilakukan. Di pasal 56,
kewajiban masyarakat berupa wajib mematuhi keseluruhan ketentuan dari
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang
nantinya akan dilakukan di area mereka, dan dalam pasal 57, masyarakat
dapat berperan serta untuk memberikan masukan baik secara lisan maupun
tertulis mengenai pengadaan tanah serta memberikan support dalam
penyelenggaraan pengadaan tanah. Bagi masyarakat yang tinggal di
bundaran dolog tersebut, dari apa yang telah disebutkan di dalam UU No.
2 Tahun 2012 tersebut telah dipenuhi dengan baik. Sejauh ini, pihak
masyarakat sangat membantu dan kooperatif dengan rencana pemkot
untuk mengubah wajah pemukiman mereka menjadi RTH publik yang
lebih indah dan bermanfaat. Walaupun memang masyarakat masih sedikit
berberat hati mengenai harga tanah mereka, namun mereka tidak sama
sekali mempersulit proses pengadaan tanah yang dilakukan, bahkan sejak
72
dimulai dari tahapan perencanaan dimana diawali dengan pihak pemkot
yang mengunjungi mereka guna melihat kondis yang sebenarnya, warga
sangat terbuka dan menyambut perwakilan dari pihak pemkot.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pembebasan lahan yang dilakukan di area Bundaran
Dolog Surabaya ini dilakukan dengan tetap menggunakan
penetapan lokasi sebagai dasar guna membebaskan lahan
masyarakat yang berada di sana, yang mana diketahui bahwa luas
lahan yang akan dibebaskan kurang dari 5 hektar atau dapat disebut
dengan pengadaan tanah skala kecil yang dijelaskan dalam Perpres
No. 148 Tahun 2015 dimana pengadaan tanah yang luasnya tidak
lebih dari 5 hektar tidak memerlukan penetapan lokasi, namun
pihak pemkot sendiri memutuskan untuk tetap berpedoman pada
UU No. 2 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa setiap pengadaan
tanah wajib meminta penetapan kepada pihak gubernur atau
walikota setempat guna mengeluarkan surat penetapan lokasi
tersebut agar dapat dijadikan alas hak pembebasan lahan yang
dapat ditunjukkan kepada masyarakat.
74
2. Hambatan yang terjadi selama proses pembebasan lahan di
bundaran dolog ini terdiri dari 3 hambatan yang berupa:
a. tidak adanya anggaran yang dikhususkan untuk pelaksanaan
pengadaan tanah khusus area Bundaran Dolog yang akan diubah
sebagai RTH,
b. masyarakat yang masih belum menerima tawaran harga dari
appraisal dikarenakan harga yang ditawarkan berada di bawah
harga NJOP dan harga lahan yang berada di area jalan frontage
sisi barat serta frontage sisi timur yang harga nya jauh lebih
tinggi, dan
c. bukti kepemilikan yang masih beragam sehingga menyulitkan
pihak pemkot untuk mengetahui pemilik asli nya yang nantinya
kepemilikan atas lahan tersebut akan dialihkan kepada pihak
pemkot.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat
diberikan berupa;
1. Kepada pihak pemkot khususnya, di dalam pelaksanaan pengadaan
tanah dalam proyek pembebasan lahan di Bundaran Dolog
Surabaya seharusnya pihak pemkot bisa untuk tidak mengalihkan
anggaran yang telah dikhususkan guna pembebasan lahan sehingga
proses pembebasan lahan dapat terus dilakukan agar proyek RTH
dapat segera dikerjakan oleh pihak pemkot Surabaya dan tetap
75
mengusahakan kepada masyarakat untuk tetap menyetujui
penawaran appraisal guna kehidupan para masayarakat yang lebih
baik.
2. Kepada masyarakat, yang mana masih enggan untuk menyetujui
penawaran pihak pemkot guna mengganti kerugian terhadap lahan
mereka yang seharusnya pihak masyarakat ikut berpartisipasi
dalam proyek pemerintah daerah yang nantinya akan berdampak
kepada kehidupan mereka di waktu mendatang sehingga proyek
yang telah direncanakan dapat segera diselesaikan untuk
menunjang tidak hanya kebutuhan akan RTH yang semakin
berkurang, namun juga keselamatan serta kesejahteraan kehidupan
warga yang masih berada di dalam bundaran dolog itu sendiri.
76
DAFTAR PUSTAKA
Buku
AA. Oka Mahendra, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi, dan
Pertanahan, Jakarta, Sinar Harapan, 1996
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum,
Malang, Bayumedia, 2007.
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum, Jakarta, Sinar
Grafika, 2007.
Andy Hartanto, Hukum Pertanahan Karakteristik Jual Beli Tanah yang
Belum Terdaftar Hak Atas Tanahnya, Surabaya, LaksBang Justitia
Surabaya, 2014.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) Jilid 1
Hukum Tanah Nasional Cetakan keduabelas, Jakarta, Penerbit
Djambatan, 2008.
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Rajawali, 1991
H. Mustofa dan Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah untuk Industri,
Jakarta, Sinar Grafika, 2013.
John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Jakarta, Sinar
Grafika, 1988.
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan
Implementasi, Jakarta, Kompas, 2005.
Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial
Dan Budaya, Jakarta, Kompas, 2008.
Marsisingarimbun dan Sofian Efendi (ed), Metode Penelitian Survei,
Jakarta, LP3ES, 1989
77
Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan
Kepentingan Umum (Upaya Hukum Masyarakat yang Terkena
Pembebasan dan Pencabutan Hak), Jakarta, Permata Aksara, 2015.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma
Baru Untuk Reforma Agraria), Malang, UB Press, 2011.
Oloan Sitorus, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press,
2014
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta, Sinar Grafika, 2007
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung,
CV Alfabeta, 2011
Umar Said Sugiharto, Suratman, Noorhudha Muchsin Hukum Pengadaan
Tanah (Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum
Pra dan Pasca Reformasi), Malang, Setara Press, 2015
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta, PT.
Kharisma Putra Utama, 2012
Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedua Puluh Empat,
Jakarta, Pradnya Paramita, 1990
Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara atas Tanah, Yogyakarta,
Total Media, 2009
Yul Ernis, Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, Jakarta, 2015
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2013.
Jurnal Ilmiah
Achmad Wirabrata dan T. Ade Surya, Masalah Kebijakan dalam
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Infrastruktur.
78
Bayu Seno Aji, Pembatasan Hak Menguasai Negara Atas Tanah Dalam
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum oleh Pemerintah
(Studi di Kecamatan Cakranegara), Fakultas Hukum, Universitas
Mataram.
Christiana Tri Budhayati, Kriteria Kepentingan Umum Dalam Peraturan
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan di
Indonesia.
Imam Koeswahyono, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Pembangunan Bagi Umum, Artikel, 2008.
Leonardo Simangunsong, Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum (Tinjauah Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum), Universitas
Mulawarman, 2013.
Mukmin Zakie, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
(Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia), Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia.
Priska Yulita Raya, Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 dalam Mewujudkan Kemanfaatan Hukum Bagi Masyarakat,
Universitas Atma Jaya, Jogjakarta.
Ulfia Hasanah, Implementasi Politik Hukum Dalam Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, vol.
2 No. 1 Februari 2011.
Yanto Sufriadi, Penyebab Sengketa Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum (Studi Kasus Sengketa Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum di Bengkulu), Fakultas Hukum
Universitas Hazairin Bengkulu, 2011.
Internet
https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/02/05/memahami-
kepastian-dalam-hukum/ diakses pada tanggal 1 April 2016, pukul
22.30 WIB.
79
Undang-Undang
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2403)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5280)
Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Surat Keputusan Walikota Nomor 188.45/424/436. 1. 2/2011 tentang
Penetapan Lokasi Untuk Pelebaran Jalan A.Yani (Bundaran Dolog)
Seluas ± 5.039 m² di Kelurahan Gayungan Kecamatan Gayungan
Kota Surabaya.
Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/247/KPTS/013/2016
tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Frontage Road Jalan
Ahmad Yani Sisi Barat (Bundaran Dolog) Kota Surabaya – Provinsi
Jawa Timur.
Recommended