View
215
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
yui
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hirofik.
Didunia sejumlah kematian ibu makin meningkat hampir setiap hari
pertambahan AKI. Dalam 1 jam ada 2 orang ibu yang kehilangan nyawanya
atau meninggal. Penyebab kematian ibu dalam pertolongan persalinan yang
terlambat, kehamilan bu yang terganggu misalnya ibu menderita penyakit
yang berat, pre eklampsi, dll. Kesalahan mendiagnosa kehamilan juga akan
membahayakan ibu dan anaknya. Seperti mendiagnosa mola hydatidosa yang
bila dilakukan pemeriksaan tidak intensif ibu akan didiagnosa hamil.
Mola hydatidosa merupakan neoplasma jinak berasal dari sel trofoblas
yang mengalami kegagalan membentuk plasenta. Dengan terjadinya vili yang
menggelembung menyerupai bola anggur. Apabila dalam pemeriksaan tidak
dilakukan beberapa test dengan tepat maka pasien tersebut didiagnosa hamil.
Karena tanda-tanda dan gejala dari fisiknya sama dengan tanda-tanda hamil.
Penyebab mola hydatidosa belum dketahui secara pasti.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat
berguna untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar
keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa mola
hidatidosa.
Selain membahas tentang teori, dalam makalah ini juga membahas
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan mola hidatidosa.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Teori Mola Hidatidosa?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Mola Hidatidosa?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah system reproduksi I tentang “Asuhan keperawatan pada
klien dengan mola hidatidosa”, sehingga mahasiswa dapat mengerti serta
dapat menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan kelak.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep teori mola hidatidosa
2. Untuk mengetahui dan memahami cara memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Konsep Teori Mola Hidatidosa
1.1.1. Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu tumor plasenta yang terjadi saat
perkembangan embrionik, berasal dari sel trofoblas yang berkembang dalam
plassenta. Sel trofoblas tumbuh dengan cepat dan invasive, seperti kanker.
Mola diyakini sebagai penyebab aborsi paling spontan pada trimester
pertama.
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus,
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi
kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk,
2001:265)
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi oleh cairan.
1.1.2. Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet atau klasik
Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilisasi sebuah telur yang
intinya telah hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah
anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan
cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari usia kehamilan
seharusnya. Biasanya mola tidak mengandung janin, plasenta, membran
amniotik atau air ketuban
3
2. Mola hidatidosa inkomplet atau parsial
Mola inkomplet atau parsial terjadi jika disertai janin atau bagian
janin. (bobak dkk, 2005).
Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat dan yang mengalami
hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja. Gambaran yang khas adalah
crinkling atau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic inclusions.
1.1.3. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi
terlambat dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut
sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
2. Imunoselektif dari tropoblast, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh
darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab
dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan
zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang
sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan janinnya.
4. Paritas tinggi, Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola
hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara
genetic yang dapat di identifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi
seperti klomifen atau menotropiris ( pergonal ).
5. Kekurangan protein, Protein adalah zat untuk membangun jaringan
bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim dan buah
4
dada ibu, keperluaan akan zat protein pada waktu hamil sangat
meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan
akan lahir lebih kecil dari normal.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba
dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba yang masuk
virulensinya serta daya tahan tubuh. (Mochtar, Rustam ,1998 : 238)
1.1.4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola
hidatidosa” adalah:
1. Terdapat gejala – gejala hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa dan amenore
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat.
Pada keadaan lanjut, kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. Tidak
terdengar bunyi denyut jantung janin.
5. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24
minggu. (Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)
1.1.5. Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi
sebagai berikut:
1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
5
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.
1.1.6. Patofisiologi
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit mola hidatosa :
Teori missed abortion.
Janin mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi
gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan
masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang
abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam
villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig .
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa
semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal
atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima.
Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus
menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya
selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Menurut Sarwono, 1994,
patofisiologis dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak
sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur
patologik yaitu hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
6
kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak
berfungsi maka terjadi penimbunan di dalam jaringan masenkim villi.
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya
tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi
kehamilan ganda mola adalah : satu janin tumbuh dan yang satu
menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai
dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis
adalah bila dijumpai janin dan gelembung – gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
1. Proliferasi dari trofoblas
2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang
dengan adanya sel sinsisial giantik (Syncytial Giant Cells). Pada kasus
mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau iebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur–
angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.
1.1.7. Pathway
Terlampir
1.1.8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar beta HCG : pada mola terdapat peningkatan kadar
beta hCG darah atau urin.
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada
tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).
7
3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada
kehamilan 3 – 4 buland.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai
salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janine.
4. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara. Pemeriksaan T3
dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis. (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
5. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis. (Arif Mansjoer,
dkk, 2001 : 266)
1.1.9. Penatalaksanaan Medis
A. Lihatlah bagian perdarahan pada trimester pertama
B. Rujuk ke dokter, mola perlu diangkat
C. Mola hidatidosa biasanya jinak, tetapi dapat menjadi penyakit
trofoblas ganas.
1. Jenis penyakit trofoblas ganas
a. Koriokarsinoma bermetastasis cepat pada awal kehamilan. Di
kenal sebagai kanker yang tumbuh dengan cepat, pleh karena
itu dapat berespon terhadap kemoterapi.
b. Koriodenoma: tidak bermetastasis cepat. Dapat disembuhkan
dengan histerektomi bila tetap berada di uterus.
2. Terapi
a. Pantau kadar hCG serum dua minggu sekali sampai semua
negative, lalu tiap bulan selama satu tahun.
Wanita dianjurkan untuk tidak hamil lagi hingga setelah setahun
kadar negative.
b. Bila pasien Rh (D) negative pasien perlu diberikan Rho GAM.
c. Bila ganas rujuk untuk kemoterapi.
d. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok
dan perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan
dan transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual
digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan
darah, barulah dengan tenang dan hati – hati evaluasi sisanya
dengan kuretase.
e. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
8
f. Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar
pembukaan selama 12 jam.
g. Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin
( pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu
lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah
cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu
bagian tengah baru bagian – bagian lainnya pada kavum uteri.
Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin, tak usah terlalu bersih.
h. Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan
tampon utero – vaginal selama 24 jam.
i. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik
dalam 2 porsi:
1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.
j. Berikan obat – obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan
keadaan umum penderita.
k. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya
untuk pemeriksaan laboratorium.
l. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan
kerokan,ada beberapa institut yang melakukan
histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim ( mola).
m. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk
mola): usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus
yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.
3. Periksa ulang ( follow-up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai
kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif
akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi
jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun:
a. Setiap minggu pada triwulan pertama
9
b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
Setiap periksa ulang penting diperhatikan :
1) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll
2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo :
tentang keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak,
kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.
3) Reaksi biologis atau imonologis air seni :
Satu kali seminggu sampai hasil negatif
Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya
Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya
keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca
terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor
timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan
79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola
keluar.
4. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada
penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan.
Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini
tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari
efek samping dan penyulit yang berta.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :
a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan
b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa
tetap positif
c. Pada high risk mola.
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien : Nama, Alamat, Usia, Agama, Pendidikan,
Pekerjaan, Status Perkawinan
b. Keluhan Utama : Biasanya klien mengeluh menstruasi tidak
lancar dan adanya perdarahan pervagina berulang
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengatakan mengalami perdarahan pervagina
diluar siklus haidl, nyeri pada bagian abdomen, pembesaran
uterus lebih besar dari usia kehamilan
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit DM,
Jantung, Hipertensi, Gondok maupun penyakit keturunan
lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
d. Riwayat Kesehatan reproduksi:
Kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya
e. Riwayat Psiko Sosial
Biasanya timbul rasa kekhawatiran, depresi, ansietas, takut
dijauhi oleh keluarga dan teman serta pasangan.
11
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Biasanya keadaan umum lemah, dan
kesadaran compos mentis
b. TTV:
- TD : hipotensi (<100/90mmHg)
- Nadi : Takikardi ( >100x/mnit)
- Suhu : Hipertermi (>37,5 C)
- RR : Normal (16-24x/mnt)
c. Pemeriksaan Head to Toe
1. Pemeriksaan kepala dan leher:
a. Kepala dan rambut
Kepala : Biasanya tidak ada kelainan,bentuk kepala
bulat, lonjong, atau oval. Kulit kepala, bersih/kotor dan
berbau/ketombe, tidak ada lesi maupun odema.
Rambut : Penyebaran rambut merata, bersih/kotor.
Wajah : Bentuk wajah simetris
b. Mata (penglihatan): Konjungtiva anemis, sclera normal
tidak nampak ikterik, pupil isokor, palpebra normal
tidak nampak adanya edema, lensa normal tidak
nampak adanya kekeruhan pada lensa.
c. Hidung (penciuman): Biasanya normal tidak ada
kelainan, tidak terlihat adanya sektum deviasi,
epistaksis.
d. Telinga (Pendengaran): Simetris antara kanan dan kiri,
lubang telinga bersih.
e. Mulut dan gigi: mulut bersih, membrane mukosa bibir
lembab, tidak ada stomatitis.
f. Leher: Tidak ada bendungan JVP, tidak ada
pembesaran tiroid, tidak terdapat pembesaran kelenjar
limfe, refleks faring (+).
12
2. Pemeriksaan thoraks/dada:
- Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada retraksi otot
bantu nafas.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fokal fremitus
simetris kanan dan kiri , tidak ada krepitasi, lesi
maupun jejas.
- Perkusi :
- Paru : bunyi paru normal (sonor)
- Jantung : Bunyi jantung normal (pekak).
- Auskultasi :
- Paru : bunyi paru normal (vesikuler)
- Jantung: BJI dan BJ II normal, BJ
tambahan tidak ada.
3. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : perut membuncit
- Auskultasi : bising usus normal >12x/mnt,BJJ
tidak ada
- Palpasi : Adanya pembesaran uterus.
- Perkusi : bunyi hypertimpani
4. Pemeriksaan Pelvis: pada pemeriksaan dengan spekulum,
darah atau vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur
dapat terlihat di dalam vagina atau ostium uteri.
Pemeriksaan bimanual memastikan ukuran uterus.
Biasanya pasien mengalami pembesaran kistik teka-lutein
ovarium sampai 8cm atau lebih.
5. Pemeriksaan Genetalia: Vulva tampak kotor, terdapat
perdarahan pervagina.
6. Pemeriksaan ekstremitas: Kekuatan otot atas, bawah,
kanan dan kiri didapatkan hasil kekuatan otot <5, ROM
aktif, dan kapilari reffil 2 detik.
13
d. Aktivitas Sehari-hari (ADL)
Nutrisi: nutrisi terganggu karena pasien biasanya terjadi
mual, muntah
Eliminasi: terganggunya proses eliminasi alvi dan
penurunan haluaran urin
Aktifitas: terjadi keterbatasan aktivitas karena lemah, letih
Istirahat: pola istirahat tidur terganggu, klien biasanya susah
tidur
Personal Hygiene: klien tidak dapat melakukan personal
hygiene secara mandiri
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan
jaringan intrauteri
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
2.3 Intervensi keperawatan
NoNo
DxTujuan dan KH Intervensi rasional
1 Dx I Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam defisit volume cairan
teratasi dengan kriteria
hasil:
Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia dan BB, BJ urine
normal,
TTV dalam batas
normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
a. Kaji kondisi status hemodinamika
b. Ukur pengeluaran harian
c. Catat haluaran dan pemasukan
d. Observasi Nadi dan Tensi
e. Nilai hasil lab. HB
a. Pengeluaran cairan pervaginal
sebagai akibat abortus
memiliki karekteristik
bervariasi
b. Jumlah cairan ditentukan dari
jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal
c. Mengetahuai penurunanan
sirkulasi terhadap destruksi
sel darah merah.
d. Mengetahui tanda hipovolume
(perdarahan).
e. Mengetahui tanda hipovolume
14
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
Hb dalam batas normal
Intake oral dan
intravena adekuat
f. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
(perdarahan).
f. Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
elektrolit dan tranfusi
mungkin diperlukan pada
kondisi perdarahan masif
2 Dx II
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:
Klien mampu
mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri)
Klien melaporkan bahwa
nyeri berkurang
Skala nyeri berkurang 0-
3
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
TTV rentang normal (TD
110/70-120/80 mmHg, N
60-100x/mnt, RR 16-
20x/mnt, S 36,5-37,5 oC)
Tidak mengalami
gangguan tidur
a. Observasi TTV Klien
b. Kaji kondisi nyeri yang
dialami klien
c. Terangkan nyeri yang
diderita klien dan
penyebabnya
d. Lakukan pendidikan
kesehatan teknik distraksi
e. Kolaborasi pemberian
analgetika
a. Untuk menentukan prosedur
tindakan selanjutnya.
b. Pengukuran nilai ambang
nyeri dapat dilakukan dengan
skala maupun deskripsi dan
untuk mengetahui ambang
nyeri yang dirasakan.
c. Meningkatkan koping
klien dalam melakukan
guidance mengatasi nyeri
d. Adaptasi terhadap nyeri
merupakan teknik yang
dapat menurunkan nyeri
disamping kecemasan
e. Mengurangi onset terjadinya
nyeri dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam
spectrum luas/spesifik
3 Dx III
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam, pasien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan
Kriteria Hasil :
Klien berpartisipasi
dalam aktivitas fisik
Klien mampu
melakukan aktivitas
a. Kaji tingkat kemampuan
klien untuk beraktivitas
b. Kaji pengaruh aktivitas
terhadap kondisi
uterus/kandung
c. Bantu klien untuk
a. Mungkin klien tidak
mengalami perubahan berarti,
tetapi perdarahan masif perlu
diwaspadai untuk mencegah
kondisi klien lebih buruk
b. Aktivitas merangsang
peningkatan vaskularisasi dan
pulsasi organ reproduksi
c. Mengoptimalkan kondisi
15
sehari hari (ADL)
secara mandiri
Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
Kekuatan otot
kembali normal
5 5
5 5
melakukan tindakan sesuai
dengan
kemampuan/kondisi klien
d. Evaluasi perkembangan
kemampuan klien
melakukan aktivitas
klien, pada Mola Hidatidosa,
istirahat mutlak sangat
diperlukan
d. Menilai kondisi umum klien
16
BAB IV
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri
stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin
biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur.
2) Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi:
Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau
bagian janin.
3) Penyebab Mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun
faktor penyebabnya adalah:
Faktor ovum:novum memang sudah patologik sehingga mati,
tetapi terlambat dikeluarkan.
Imunoselektif dari tropoblast.
Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
Paritas tinggie, kekurangan protein.
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
1.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan
kami juga berharap, setelah membaca makalah ini kita menjadi lebih
mengetahui bagaimana atau tindakan apa saja yang harus kita berikan
17
kepada klien dengan penyakit mola hidatidosa, agar kembali pada keadaan
semula dan kebutuhan dasar manusianya pun bisa tepenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Geri Morgan. 2009. Obstetri dan Ginekologi: Panduan Praktek, Edisi 2. Jakarta:
EGC
Sarwono Prawirohardjo. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Mansjoer, Arif, dkk.( 2005). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius
Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
18
Recommended