View
241
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
PEMIKIRAN EMHA AINUN NADJIB TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S.Pd.I)
Oleh:
BAHTIAR FAHMI UTOMO
NIM: 1110011000002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
iv
ABSTRAK
Bahtiar Fahmi Utomo (NIM. 1110011000002). Pemikiran Emha Ainun Nadjib
Tentang Pendidikan Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pemikiran Emha Ainun Nadjib
Tentang Pendidikan Islam.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi
dan dokumentasi. Teknik yang digunakan ialah wawancara tidak berstruktur
(unstructured interview), pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Obserfasi yang peneliti gunakan
ialah obserfasi partisipasi moderat (moderate participation), dalam observasi ini
terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar.
Dokumentasi data-data yang diperlukan adalah buku-buku mengenai Emha Ainun
Nadjib, karya-karya Emha Ainun Nadjib dan berkas-berkas lain yang berkaitan
dengan pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.
Teknik analisis isi dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari lapangan
diolah dan dianalisa sesuai dengan jenis data yang terkumpul, yaitu dengan
menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu teknik analisis data dimana
peneliti terlebih dahulu memaparkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan pengamatan kemudian menganalisanya dengan berpedoman kepada sumber-
sumber yang tertulis.
Hasil penelitian yang ditemukan tentang Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang
Pendidikan Islam ialah terkait materi pendidikan Islam yaitu, pertama tauhid, kedua
akhlak (Uswatun Khasanah), ketiga penyucian rohani. Dan Emha Ainun Nadjib atau
Cak Nun memberikan pemikirannya terhadap pendidikan Islam melalui kalimat
Beribu Pintu Berruang Satu. Beribu pintu berruang satu adalah sebuah pengadaian
dari suatu metode pendidikan Islam yang diutarakan oleh Emha. Pendidikan Islam
beribu pintu berruang satu, diibaratkan dengan sebuah rumah besar, di rumah besar
itu terdapat ribuan pintu dan ketika kita masuk rumah itu hanya terdapat satu ruangan
besar, tanpa satu kamar pun. Satu ruangan besar diartikan sebagai keilmuan Islam dan
ribuan pintu diartikan berbagai disiplin ilmu keislaman seperti, pintu pertama adalah
ilmu fiqih, pintu kedua adalah ilmu tauhid, pintu ketiga adalah ilmu sejarah, pintu
keempat adalah ilmu mantik, pintu kelima adalah ilmu tasawuf, pintu keenam adalah
ilmu tafsir dan seterusnya.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat kesehatan,
nikmat rezeki dan nikmat kesempatan. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul Sumbangan Pemikiran Emha Ainun Nadjib Terhadap Pendidikan
Islam. Shalawat teriring salam peneliti aturkan kepada suri tauladan kita baginda
Rasulullah Muhammad SAW, semoga di akhirat kelak mendapatkan syafaatnya,
amin.
Pada kesempatan ini juga peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang berperan penting dalam penyelesaian studi peneliti di Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dra. Nurlena Rifa’I, M. A, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK), UIN Jakarta, atas asuhan dan kepemimpinannya selama
peneliti menempuh studi di FITK hingga selesai.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag; dan Marhamah Saleh, Lc, M. A, selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, FITK, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, atas bimbingan dan kepemimpinannya selama peneliti menempuh
perkuliahan di Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Ahmad Irfan Mufid, M. A, selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah
memberikan bimbingannya selama peneliti menempuh perkuliahan di Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
4. Dr. K. H. Akhmad Sodiq, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan ilmunya kepada
peneliti dalam penulisan skripsi dan kehidupan sehari-hari.
5. Emha Ainun Nadjib, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
mewawancarainya.
vi
6. Yudhi Munadi, M. Ag, Selaku Dosen Pembimbing PIQI yang telah meluangkan
waktunya dalam membimbing PIQI peneliti hingga lulus; Dr. Dimyati, M. Ag,
selaku Dosen Pembimbing PPKT yang telah membimbing peneliti bagaimana
menjadi guru hingga lulus ujian PPKT; Iwan Permana Suwarna, M. Pd, selaku
Dosen Praktikum Komputer yang telah membimbing dan memberikan ilmunya
dalam kegiatan praktik komputer, dan para Dosen Jurusan Pendidikan Agama
Islam, FITK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan ilmunya.
7. Orang Tua peneliti, Ibu Tercinta dan Ayah Tercinta yang senantiasa mendo’akan,
membimbing, merawat, mendidik, serta memberikan materi dan moril, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan serangkaian pendidikan dari pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi sarjana strata satu. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan kesehatan, umur yang barokah, hidayah dan taufik-Nya serta
diberikan istiqomah dalam menjalankan amal ibadah kepada Allah SWT. Ibu,
Ayah, Ku persembahkan skripsi ini untuk panjenengan.
8. Kepada mba’ku, Amelia Rosyidah yang senantiasa memberikan dukungan materi
dan moril, semoga diberikan Allah rizeki yang halalan toyyiban mubarokah.
9. Kepada teman sekampung, Ainur Rifak, yang senantiasa mendukung dan
mendo’akan dalam pembuatan skripsi ini. Semoga selalu diberikan Allah yang
terbaik dan diridhoi menjadi hamba Allah yang ahli syukur.
10. Jama’ah Mihrobul Muhibbin, yang senantiasa memberikan do’anya kepada
peneliti dan mendukung penuh dalam rangka tholabul ilmi di Jakarta. Semoga
selalu diberikan istiqomah dalam menapaki jalan para Wali-Wali Allah SWT.
11. Kepada keluarga Imadu, yang senantiasa mendo’akan peneliti di dalam bacaaan-
bacaan Istighosahnya, semoga semua keluarga Imadu diberikan istiqomah dalam
ibadahnya.
12. Kepada dulur-dulur kontrakan, Anwar, Indra, Alfis, Mas Wafa, Mas Mahmud,
Abbas, Roaz, yang selalu mendukung dan menyemangati peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
vii
13. Kepada arek-arek kelas PAI Kelas A 2010, yang selalu menemani suka dan duka
di Fakultas FITK lantai 3.
14. Kepada Fadly Mart Gultom, yang sentiasa memberikan ilmunya dengan senang
hati dan selalu membimbing dalam proses pembuatan skripsi. Semoga Allah
memberikan umur yang barokah, ilmu yang bermanfaat, istiqomah dalam ibadah
serta rizeki yang barokah.
Semoga Allah SWT, menjadikan setiap bantuan materi dan moril yang mereka
berikan kepada peneliti dijadikan amal ibadah, dan diberikan balasan yang berlipat-
lipat dari Allah SWT. Terakhir, semoga ridho dan rahmat Allah SWT, selalu
menyertai kita. Amin.
Ciputat, 17 November 2014
Peneliti,
Bahtiar Fahmi Utomo
viii
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ....................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH ...................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 6
D. Perumusan Masalah............................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian................................................................................... 6
F. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kontribusi ........................................................................... 8
B. Konsep Pemikiran ................................................................................. 8
C. Pendidikan Islam ................................................................................. 10
1. Al-Tarbiyah .................................................................................... 10
2. Al-Ta’lim ........................................................................................ 12
3. Al-Ta’dib ........................................................................................ 13
D. Landasan Pendidikan Islam ................................................................. 14
1. Al-Qur’an ...................................................................................... 15
2. Sunnah ........................................................................................... 19
3. Ijtihad ............................................................................................ 21
E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam ........................................................ 22
1. Prinsip Tauhid ............................................................................... 23
2. Prinsip Integrasi............................................................................. 24
3. Prinsip Keseimbangan ................................................................... 25
ix
4. Prinsip Persamaan ......................................................................... 25
5. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup ................................................ 25
6. Prinsip Keutamaan ........................................................................ 26
F. Metode Pendidikan Islam .................................................................... 27
G. Tujuan Pendidikan Islam ..................................................................... 31
H. Kurikulum Pendidikan ........................................................................ 37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 40
B. Metode Penelitian ................................................................................ 40
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 41
1. Wawancara .................................................................................... 41
2. Observasi ....................................................................................... 41
3. Dokumentasi.................................................................................. 41
D. Teknik Analisis Data ........................................................................... 42
BAB IV BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN EMHA AINUN NADJIB
TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Biografi Emha Ainun Nadjib .............................................................. 44
B. Pendapat Para Ahli Tentang Emha Ainun Nadjib .............................. 50
C. Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam ............... 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 64
B. Saran .................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, dengan pendidikan manusia bisa menduduki tempat yang paling
tinggi di dunia maupun di akhirat dan sebaliknya tanpa pendidikan
manusia akan menduduki tempat yang rendah, karena itu pendidikan
mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia agar dapat menjadi manusia yang utuh, baik secara jasmani
maupun rohani.
Menurut M. Arifin, “manusia dididik bukan hanya secara jasmani
(lahiriah) saja melainkan juga secara rohani (bathiniah).”1 tetapi yang
terjadi saat ini hal-hal yang bersifat bathiniah masih sering diabaikan di
dalam dunia pendidikan. Contohnya di dalam mengerjakan ibadah shalat
yang lebih ditekankan masih dalam tataran pengetahuan tentang syarat,
rukun, dan hal-hal yang membatalkannya. Sementara aspek rohani shalat
yaitu makna shalat untuk membentuk pribadi muslim yang baik masih
kurang diperhatikan.
Untuk menjadikan manusia yang utuh baik secara jasmani dan rohani
maka yang diperlukan adalah pendidikan Islam, karena pendidikan Islam
merupakan suatu proses yang mengarahkan manusia baik secara jasmani
maupun rohani yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Maka
pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa
manusia kearah kebahagiaan dunia dan akhirat.
Mengingat pentingnya pendidikan Islam bagi terciptanya kondisi
lingkungan dan pendidikan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk
menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Karena pada hakikatnya
pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu
dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang
1 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 12.
2
perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut Samsul Nizar,
“konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan mempunyai
sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara
dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya.”2
Masalah yang timbul akibat pendidikan Islam yang kurang baik ialah
penurunan moral pada masa moderen ini, di antaranya permusuhan yang
terjadi antar agama, antar ormas-ormas Islam, hamil diluar nikah, tidak
adanya sekat muda-mudi dalam pergaulan (pergaulan bebas), dan lain
sebagainya. Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun selaku
orang yang sangat paham akan keadaan ini selalu mengajak masyarakat
agar mencintai kerukunan, mencintai kedamaian, menghindari
perselisihan, mengajak agar di jalan yang lurus, mengkaji berbagai
masalah yang akhirnya menemukan solusi dan mencari persamaan agar
hidup menjadi tenang dan harmonis. Menurut Cak Nun, “kesalahan
pendidikan saat ini disebabkan karena budaya pendidikan kita
meninggalkan moral dan pengetahuan. Bahwa yang paling prinsip pada
manusia itu ialah moralnya dan akhlaknya, bukan pandai-tidaknya. Di
universitas, sekolah-sekolah lanjutan pada saat ini tidak peduli dengan
semua itu.”3
Semaraknya tokoh idola masyarakat saat ini juga berpengaruh pada
kemajuan perkembangan akhlakul karimah seseorang. Ketika dia
mengidolakan sesuatu maka ia menjadi sesuatu tersebut, terdapat dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Barang siapa yang
menyukai suatu hal maka ia merupakan bagian dari sesuatu itu”. Maka
dalam hal ini haruslah tepat memilih tokoh idola. Misalnya Rasulullah
SAW yang teladannya patut diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Begitu
pula tokoh Indonesia yang saat ini melakukan dakwah Islam dan
penyebaran pendidikan Islam melalui beberapa hal. Emha Ainun Nadjib
2 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 32.
3 Emha Ainun Nadjib, Kerajaan Indonesia, (Yogyakarta: Progress, 2006), Cet. II, h. 156.
3
merupakah salah satu tokoh yang perlu kita teladani di dalam menjalani
hidup ini.
Beliau merupakan tokoh Islam yang sangat berpengaruh karena
kedalaman ilmu, kesufiannya, dan juga akhlaknya. Bukti dari kesufiannya
tertulis dalam puisinya Aku Mabuk Allah, sebagai berikut:
Aku Mabuk Allah
aku mabuk Allah
semata-mata Allah
segala-galanya Allah
tak bisa lain lagi
aku mabuk Allah
lainnya tak berhak dimabuki
lainnya palsu, lainnya tiada
nyamuk tak nyamuk
kalau tak mengabarkan Allah
langit tak langit
kalau tak menandakan Allah
debu tak debu
badai tak badai
kalau tak membuktikan Allah
kembang yang mekar
api tak membakar
kalau tak Allah
mabuklah aku mabuk Allah
tak bisa lihat tak bisa dengar
cuma Allah cuma Allah
kalau matahari memancar
siapa sebenarnya yang menyinar
kalau malam legam
siapa hadir di kegelapan
kalau punggung ditikam
siapa merasa kesakitan
mabuklah aku mabuk Allah
kalau jantung berdegup
siapa yang hidup
kalau menetes puisi
siapa yang abadi
Allah semata
Allah semata
lainnya dusta (1986)
Emha Ainun Nadjib juga sangat cakap dalam menyampaikan dakwahnya,
beberapa cara beliau lakukan sebagai sarana dakwah Islam, diantaranya
4
melalui kesenian, menulis buku-buku, menulis puisi, sastra dan lain
sebagainya. Maka tidak heran kalau beliau banyak julukannya, bisa
dijuluki budayawan, guru, kyai, tokoh masyarakat, maupun tokoh
kesenian, dll.
Emha Ainun Nadjib sudah banyak memberikan kontribusi moral, baik
dari segi berpikir, berbuat dan memberi nasehat antar sesama masyarakat
khususnya Islam dan umumnya masyarakat non Islam. Dalam keseniannya
disisipkan nasehat yang mendalam untuk masyarakat Islam maupun non
Islam, dan kalau ditelusuri lebih mendalam lagi keseniannya mengandung
sisi tasawuf yang sangat kental.
Selain tokoh budayawan, beliau juga memiliki jiwa tasawuf yang
kental, hal ini terlihat dari beberapa kegiatan beliau dalam menyebarkan
pendidikan Islam melalui acara-acara rutin yang beliau asuh, “diantaranya
Padhang Mbulan di Jombang Jawa Timur, Obor Ilahi di Malang, Bang-
Bang Wetan di Surabaya, Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Gambang
Syafaat di Semarang, Kenduri Cinta di Jakarta.”4 Menurut Zainal Ali,
“dalam forum inilah terjadi dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-
pola komunikasi, metode hubungan kultural, pendidikan cara berpikir,
serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.”5 Permasalahan yang
diangkat mulai dari masalah hukum, sosial, moral, tauhid, politik dan lain
sebagainya.
Sebagai umat Rasulullah SAW kita dianjurkan untuk mencintainya,
karena dengan mencintai Rasulullah SAW manusia akan memiliki sebuah
gairah untuk melaksankan perintah-perintah Allah SWT. Dengan
mencintai Rasulullah SAW, kita juga dapat diantar Rasulullah SAW untuk
berjumpa dengan Allah SWT dan alasan yang paling utama kita harus
cinta kepada Rasulullah SAW ialah ketika menjelang wafat kalimat yang
diucapkan ialah ummati ummati ummati, itu menandakan bahwa
Rasulullah SAW sangat mencintai ummatnya (kaum muslim/Islam).
4 Emha Ainun Nadjib, Jejak Tinju Pak Kiai, (Jakarta: Kompas, 2008), h. 239.
5 Zainal Ali, 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh, (Yogyakarta: Narasi, 2009), h. 66.
5
Secara logika, jika Rasulullah SAW selaku hamba yang paling dicintai
Allah SWT mencintai ummatnya, sudah pasti kita juga harus
mencintainya. Kalau kita tidak mencintai Rasulullah SAW kita termasuk
manusia yang rugi. Begitulah Cak Nun mengajari kita supaya terus
mencintai Rasulullah dimanapun berada. Rasa cinta inilah yang mulai
memudar di hati kaum muslim, khususnya orang Indonesia. Maka dari itu,
menurut Prayogi, “Cak Nun mengajak jama’ahnya agar selalu bershalawat
kepada Rasulullah SAW supaya timbul benih-benih cinta kepada
Rasulullah SAW di dalam hati dan membangun dialektika dunia, akhirat,
langit dan bumi.”6
Menurut Prayogi, “shalawat merupakan bentuk jamak dari kata shalat
yang berarti doa atau seruan kepada Allah SWT. Shalawat bukan ibadah
mahdhoh dan tidak menjadi bagian dari kewajiban manusia kepada Allah
SWT. Shalawat “hanya” semacam cara untuk mengungkapkan cinta yang
dalam kepada Rasulullah Muhammad SAW.”7
Dengan demikian pemikiran pendidikan Islam Emha Ainun Nadjib
yang tertuang, tersebar dalam pengajian umum, nasehat, pesan dan tulisan-
tulisannya adalah sebuah sisi menarik yang harus mampu dikemukakan
dalam skripsi ini. Oleh sebab itu saya sangat termotivasi dan merasa
tertantang melakukan sebuah penelitian tentang “ Pemikiran Emha Ainun
Nadjib Tentang Pendidikan Islam”.
B. Identifikasi Masalah
1. Pendidikan yang bersifat bathiniah masih sering diabaikan di dalam
dunia pendidikan Islam, karena masih sibuk dengan persoalan lahiriah.
2. Masyarakat yang memiliki moral atau akhlakul karimah sangat
menurun, karena kurangnya ilmu agama dan kurangnya
mempraktikkan ilmu itu.
6 Prayogi R. Saputra, Spiritual Journey Pemikiran & Permenungan EMHA Ainun Nadjib
(Jakarta: Kompas, 2012), h. 76.
7 Ibid, h.75.
6
3. Pengaruh kualitas tokoh dalam perkembangan atau kemajuan suatu
masyarakat.
4. Banyaknya tayangan di televisi mampu mengalihkan persepsi
masyarakat untuk mengidolakan sosok artis atau aktor yang penuh
dengan keglamoran.
5. Sudah jarang sekali masyarakat yang menjunjung tinggi aturan-aturan
Islam, karena mereka lebih mementingkan persoalan lahiriah
katimbang bathiniah.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan dibatasi dengan meneliti tentang pemikiran Emha
Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemikiran
Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemikiran
Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan diadakannya penelitian ini ialah agar masyarakat umum,
jama’ah kenduri cinta dan mahasiswa/i memperoleh ilmu dari penelitian
ini, antara lain:
1. Masyarakat Umum
a) Masyarakat umum dapat mengenal Islam lebih baik.
b) Masyarakat umum juga mendapatkan ketenangan batin.
c) Masyarakat umum mengerti akan pentingnya pendidikan Islam.
2. Jama’ah Kenduri Cinta (di asuh oleh Cak Nun)
7
a) Jama’ah Kenduri Cinta memperoleh ilmu mengenai pendidikan
Islam.
b) Jama’ah Kenduri Cinta lebih mengetahui proses pendidikan Islam
yang terjadi di Indonesia.
c) Jama’ah Kenduri Cinta tidak lagi taklid mengenai pendidikan
Islam.
3. Mahasiswa/i
a) Mahasiswa/i mengerti akan pentingnya pendidikan Islam.
b) Mahasiswa/i mendapatkan wawasan tentang realita pendidikan
Islam di Indonesia.
c) Mahasiswa/i terjalin hubungan yang harmonis tanpa adanya
pertengkaran.
d) Mahasiswa/i menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
e) Mahasiswa/i mampu menerapkan aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh Allah SWT.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pemikiran
Konsep adalah pemilihan dari sekumpul kegiatan dan pemutusan
selanjutnya terhadap apa yang harus dilakukan, kapan dan oleh siapa. Konsep
yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi masa yang akan
datang. Dalam konsep yang hasil keputusannya akan dilaksanakan.
Kebutuhan akan adanya konsep pada kenyataan meningkat, dimana tingkatan
tersebut memiliki dampak potensial terhadap pelaksanaannya suatu kegiatan
ataupun acara. Konsep pemikiran dapat dipahami sebagai yang dimaksud
dengan kalimat “apa yang ada didalam diri mereka”.1
Pemikiran merupakan hasil dari metode berpikir. Oleh karena itu
pemikiran menyangkut suatu wujud batin (ada dalam diri manusia) yang
sangat eksistensial seperti kejayaan, keruntuhan atau yang akan terjadi di
masa depan.
Pemikiran mempengaruhi kehidupan, itu merupakan dalil yang diterima
secara umum, jika tidak tentu hancurlah semua pertikaian ideology, termasuk
pertikaian agama. Manusia bertikai semuanya dan terlibat dalam peperangan,
antara lain karena pandangan mereka tentang ideology atau agama mereka
begitu penting. Sehingga harus diterima orang lain dengan keyakinan bahwa
hal itu akan membawa perubahan menuju kehidupan yang lebih baik, dan jika
pertikaian itu dapat berlangsung dalam kerangka pandangan kemutlakan
seperti yang tercermin dalam “mati syahid dalam membela agama”. Maka
gambaran tentang betapa pentingnya “apa yang ada dalam diri mereka”.
Termasuk pemikiran menjadi sangat jelas dan tegas. Manusia lahir dengan
kemampuan yang sama untuk meraih pengetahuan. Hanya dengan
pemupukan kemampuan inilah manusia berbeda-beda, ada yang
1 Handoko Hani, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1986), h. 77.
9
menggunakannya untuk spekulasi-spekulasi dan belajar, dan ada pula yang
mengarahkannya hanya untuk meraih suatu kehidupan yang praktis.2
Problem utama dalam pemikiran Islam di dunia modern saat ini, adalah
kesulitan dalam merespon tuntutan realitas zaman ketika berhadapan dengan
dunia modernitas. Dalam hal ini pemikiran Islam haruslah berwatak ganda,
satu sisi pemikiran Islam sebagai perwujudan hukum Tuhan, pemikiran Islam
harus bersifat akomodatif terhadap tuntutan perkembangan. Watak yang
pertama menuntutnya untuk menjadikan tata dalam kehidupan masyarakat,
sedangkan watak yang kedua menuntutnya untuk dapat mempengaruhi
masyarakat untuk tidak ketinggalan zaman. Apabila kedua watak ganda ini
tidak dijalankan secara tepat dalam pemikiran Islam ini, maka akan jatuh
pada dua kondisi. Pertama, akan menjadi hukum pemikiran yang dianggap
kuno, kaku, dan akan ditinggalkan masyarakatnya. Ini terjadi apabila
pemikiran Islam terlalu memegang sifat kekokohannya dan juga anti dalam
segala perubahan. Kedua, akan kehilangan jati dirinya sebagai hukum Tuhan,
ini terjadi apabila pemikiran Islam yang berkaitan dengan hukum Tuhan yang
dilakukan masyarakat terlalu bersemangat dalam menerima segala perubahan
disegala bidang.3
Al-Qur’an adalah sumber pemikiran, al-Qur’an merupakan sumber
inspirasi yang tak habis-habisnya dalam pertumbuhan ilmu-ilmu akal. Corak
penafsiran al-Qur’an telah mempengaruhi berbagai corak penafsiran al-
Qur’an. Untuk memahami serta mengetahui al-Qur’an secara benar, ulama
dan para pemikir berhasil dalam membangun dan mengembangkan sebuah
ilmu khusus yang disebut “Ulum al-Qur’an”.
B. Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada
term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term
yang populer digunakam dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-
2 Mulyadi Kartanegara, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), h. 7-8.
3 Taufiq Abdullah, et al., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban,
(Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 2003), h. 3.
10
tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan.
Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam.4
Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut
memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki
perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu, perlu
dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam
tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para
ahli pendidikan Islam.
1. Al-Tarbiyah
Konsep “tarbiyah” merupakan salah satu konsep pendidikan Islam
yang penting. Perkataan “tarbiyah” berasal dari bahasa Arab yang dipetik
dari fi’il (kata kerja) seperti berikut :
1) Rabba- yarbu, yang berarti tumbuh bertambah, berkembang
2) Rabbi- yarba, yang berarti menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa
3) Rabba- yarubbu, yang berarti memperbaiki, mengatur, mengurus dan
mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga dan memilihara.5
Melalui pengertian tersebut, konsep tarbiyah merupakan proses
mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
ke arah yang lebih sempurna. Ia bukan saja dilihat proses mendidik saja
tetapi merangkumi proses mengurus dan mengatur supaya perjalanan
kehidupan berjalan dengan lancar. Penggunaan kata tarbiyah, secara
bahasa juga banyak digunakan oleh masyarakat Arab untuk makhluk hidup
selain manusia (hewan dan tumbuhan) yang membawa maksud
memelihara, dan menernak.
Al Jauhari mengatakan bahwa tarbiyah dan beberapa bentuk lainnya
secara makna memiliki arti memberi makan, memelihara; yakni dari akar
kata ghadza atau ghadzaw yang mengacu kepada segala sesuatu yang
4 Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyat al-Islamiyat, (Kairo: al-Kasyaf, 1954), h. 213.
5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), Cet. lX, h. 29.
11
tumbuh seperti anak-anak, tanaman dan sebagainya. Tentu saja dari makna
tersebut dan didasarkan pada penjelasan lainnya memberikan pengertian
bahwa istilah tersebut mencakup pada segala hal yang bisa ditumbuhkan,
dipelihara dan dikembangkan tidak hanya terbatas pada manusia, padahal
seperti yang telah ditunjukkan al-Attas bahwa pendidikan dalam arti Islam
adalah sesuatu yang khusus untuk manusia. Menurut Muhammad
Jamaludin al-Qisimi bahwa al-tarbiyah adalah proses penyampaian
sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap.
Menurut Al-Asfahani, al-tarbiyah adalah proses menumbuhkan sesuatu
tarhadap yang dilakukan sedikit sesuai batas kesempurnaan.
Berdasarkan pengertian diatas, kata tarbiyah diperuntukan khusus
bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian
tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan
dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab
eksistensinya. Pada tarbiyah, titik tekannya adalah difokuskan pada
bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan
dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan
ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengamalan ilmu
yang benar dalam mendidik pribadi
2. Al-Ta’lim
Secara bahasa, ta’lim merupakan bentuk masdar dari kata ‘allama
yu’allimu-ta’liman, yang berarti pengajaran. Sedangkan menurut istilah
kata ta’lim adalah merujuk kepada pengajaran yang bersifat pemberian
atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Istilah al-
ta’lim menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal di banding
dengan al-tarbiyah maupun al-ta’dib, misalnya mengartikan al-ta’lim
sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.6
6 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), h.
262.
12
Abdul Fattah Jalal, mendifinisikan ta’lim sebagai proses pemberian
pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman
amanah, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala
kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang
memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa
yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.7 Jadi, menurut
definisi Abdul Fattah Jalal, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman
perilaku yang baik. Selain itu menurut definisi ini juga, ta’lim merupakan
suatu proses yang terus menerus diusahakan manusia semenjak dilahirkan.
Sebab manusia dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah pada penyampaian ilmu
pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggungjawab dan
penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim disini mencakup
aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang
dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik
3. Al-Ta’dib
Secara bahasa, ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addaba-
yuaddibu-ta’diban yang berarti mengajrakan sopan santun. Sedangkan
menurut istilah ta’dib dapat diartikan sebagai proses mendidik yang
memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi
pekerti pelajar. Menurut Sayed Muhammad An-Naquib Al-Attas, kata
ta’dib adalah penegenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan kepada menusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa. Sehingga membimbing
kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam
tatanan wujud dan keberadaannya. Dalam definisi ini, ta’dib mencakup
unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (al-ta’lim) dan pengasuhan
anak yang baik ( al-tarbiyah). Oleh sebab itu, menurut Sayed Muhammad
7 Abdul Fattah Jalal, Azaz-Azaz Pendidikan Islam, Terj. Harry Noer Ali, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988), h. 29-30.
13
An-Naquib Al-Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam
Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah
istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
Titik tekannya ta’dib adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam
diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang
baik. Dengan demikian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam
konteks Islam inheren dalam konotasi tarbiyah, ta’lim dan ta’dib yang
harus diketahui secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung
makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta
lingkungan yang dalam hubungan dengan Tuhan saling berkaitan satu
sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup
pendidikan Islam; formal, informal dan nonformal.
Dengan pemaparan ketiga konsep di atas, maka terlihatlah bahwa
konsep Ta’lim, Tarbiyah dan Ta’dib dapat digunakan secara bersama-sama
untuk pendidikan Islam. Dan dari ketiga istilah itu, istilah yang populer
dipakai orang adalah tarbiyah, karena menurut Athiyah Al-Abrasyi kata
at-tarbiyah (التربية) adalah term yang mencakup keseluruhan kegiatan
pendidikan, yakni upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan
yang lebih sempurna etika, sistimatis dalam berpikir, memiliki ketajaman
intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain,
berkompetensi dalam mengungkap bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki
beberapa keterampilan Sedangkan istilah yang lain merupakan bagian
kegiatan tarbiyah. Dengan demikian maka istilah pendidikan Islam disebut
Tarbiyah Islamiyah.
C. Landasan Pendidikan Islam
Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang utama. Ia merangkul Iptek
sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya
14
dengan jihad bagi orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu.8 Dalam
konteks ini Allah SWT. Berfirman:
...
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadilah: 11)
Bahkan, dalam konsepsi Islam mencari ilmu (belajar) adalah keharusan
bagi setiap Muslim tanpa terkecuali. Hal ini tidak lepas dari tujuan Allah
SWT. Menciptakan manusia, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas
kepada Sang Khalik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup di
dunia maupun di akhirat. Seperti dalam firman-Nya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.(QS. Al-Dzariyat: 56)
Atas dasar itu, pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan
pendidikan dalam Islam haruslah sejalan dengan pandangan hidup Muslim,
yaitu al-Qur’an yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan
sunnah sebagai penjabaran al-Qur’an. Dalam hal ini, Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan
sebagai sebuah bangunan sehingga isi al-Qur’an dan hadis menjadi
fondasinya. Sebab, keduannya menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap
berdirinya pendidikan. Sejalan dengan yang dikemukakan Ahmad D.
Marimba, Abdurrahman an Nahlawi menegaskan bahwa keberadaan sumber
dan landasan pendidikan Islam haruslah sama dengan sumber Islam, yaitu al-
Qur’an, Sunnah,9 dan juga pendapat para sahabat dan ulama’ (ijtihad).
8 Haryanto Al-Fandi, Desain Pembelajaran Yang Demokratis & Humanis, (Jakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), Cet. I, h. 130.
9 Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), h. 28.
15
1. Al-Qur’an
Secara etimologis, al-Qur’an berarti bacaan dan secara terminologis
al-Qur’an adalah firman-firman Allah SWT yang telah diwahyukan
kepada nabi Muhammad SAW, dengan perantara malaikat Jibril a.s.
dalam konsepsi Islam, al-Qur’an merupakan sumber ajaran (hukum) yang
pertama dan yang paling utama. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber
ajaran dalam Islam diantaranya dapat dilihat dari kandungan firman Allah
dalam QS. Ali Imran: 138, yang berbunyi:
(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.(QS. Ali
Imran: 138)
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad saw untuk seluruh umat manusia. Al-Qur’an
merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way
of life) kaum Muslim. Didalamnya memuat panduan-panduan hidup
terlengkap yang dijelaskan secara ilmiah. Lahirnya ilmu pengetahuan
dalam Islam diyakini tidak terlepas dari kandungan yang ada dalam
pengetahuan ilmiah dalam Islam bersumber dari struktur keilmuan yang
terdapat dalam al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab petunjuk (huda) yang bila dipelajari akan
membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman
berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan
menjadikan pikiran, rasa, dan ketentraman hidup pribadi dan
masyarakat.10
Sebagai kitab petunjuk yang berkaitan dengan segala aspek
kehidupan manusia termasuk aspek pendidikan, tidak sulit untuk
menemukan prinsip dasar pendidikan dalam ajarannya. Sebab, sejatinya
al-Qur’an merupakan asas dari teori pendidikan. Semua ayat yang ada
10 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 13.
16
didalamnya merupakan ayat-ayat pedidikan, tidak hanya terbatas pada
ayat-ayat yang diasumsikan sebagai ayat pendidiakn saja. Dengan
demikian jelaslah bahwa al-Qur’an merupakan fondasi atau dasar
pendidikan Islam karena di dalamnya memuat sejumlah penjelasan yang
mempunyai nilai penting dalam pengembangan pendidikan Islam.
Dalam konteks ini, Delier Noer mengatakan bahwa al-Qur’an dan
Hadis bukan saja sebagai sumber pemikiran agama, melainkan juga
pemikiran tentang pendidikan, sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya.11
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu
pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), spiritual
(keruhanian), material (kejasmanian), dan alam semesta. Ia merupakan
pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Zakiah
Daradjat menegaskan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat ajaran yang
berisikan prinsip-prinsip yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha
pendidikan.12
Di antara prinsip yang berkenaan dengan kegiatan pendidikan dalam
al-Qur’an dapat dilihat bagaimana Luqman al-Hakim dalam memberikan
pendidikan yang mendasar kepada putranya. Kemudian, memberikan
contoh dan menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap
mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT.13
Di antara wasiat pendidikan monumental yang
dicontohkan Luqman al-Hakim lewat materi bil lisan dan dilakukannya
lewat bil amal terlebih dahulu adalah sebagai berikut:
a. Jangan sekali-kali menyekutukan Allah SWT
b. Berbuat baiklah kepada orangtua
c. Jangan menikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati
d. Hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah SWT
e. Hendaklah selalu mendirikan sholat
11 Delier Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cakrawala Pemikiran
Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), h. 53.
12
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. IV, h. 20.
13
Ibid., h. 21.
17
f. Kerjakan selalu yang baik dan tingalkan perbuatan keji
g. Jangan suka menyombongkan diri
h. Sederhanalah dalam berpergian, dan
i. Rendahkanlah suaramu
Hal ini jelas tersirat dalam firman Allah SWT QS. Lukman (31) :13-
19 sebagai berikut:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar"(13). Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu(14). Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,
18
Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan(15).
(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
mengetahui(16). Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah)(17). Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri(18).
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai(19). (QS.
Luqman: 13-19)
Al-Qur’an sebagai kerangka dasar pemikiran Islam, telah
memberikan banyak ispirasi pendidikan yang perlu dikembangkan baik
secara filosofis maupun konseptual keilmuan. Ia adalah sumber nilai
kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya yang telah
memperkanalkan dan mengajarkan manusia untuk selelu berfikir
sehingga ia harus dijadikan sebagai fondasi ideal pendidikan Islam.14
Atas dasar itu, pendidikan yang baik menurut Islam adalah pendidikan
yang sesuai dan sejalan dengan nilai yang terkandng pada la-Qur’an.
Sebab, sistem pendidikan yang disusun berdasarkan nilai-nilai al-Qur’an
merupakan suatu sistem transformasi nilai-nilai al-Qur’an itu sendiri.
Selain itu, dengan berpedang kepada nilai-nilai yang terjkandung dalan
al-Qur’an maka akan dapat dirumuskan pendidikan yang sesuai sengan
jiwa al-Qur’an. Jadi, pendidikan tidak hanya sekedar proses transfer
pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tetapi juga sebagai proses
transformasi nilai Qur’ani dan pembentukan karakter Islami dalam segal
aspek.
2. Sunnah
14 Tedi Priatna, Pondasi dan Fungsi Pendidikan Islam, dalam Cakrawala Pendidikan Islam,
(Jakarta: Mimbar Pustaka, 2004), h. 289.
19
Setelah al-Qur’an, pendidikan Islam juga menjadikan sunnah sebagi
dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah, sunnah berarti jalan,
metode, dan program. Sementara, secara istilah sunnah adalah perkara
yang dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan,
perbuatan, atau sifat Nabi Muhammad SAW.15
Umat Islam menyepakati
bahwa sunnah merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an.
Bahkan, sunnah (hadis) bisa berdiri sebagai sumber ajaran. Hal ini
didasarkan kepada perintah normative untuk menaati nabi SAW di dalam
al-Qur’an. Untuk itulah sifat otoritatif pribadi Nabi SAW tidak terlepas
dari keyakinan bahwa pribadi nabi merupakan representasi dari wahyu
Allah SWT. Nabi juga menyebutkan bahwa al-Qur’an dan sunnah adalah
warisannya yang paling agung. Dengan demikian, bagi manusia yang
bersedia memegang teguh keduanya tidak mungkin tersesat selamanya.
Rasulullah SAW bersabda,
يه ب نة ن س هللا و تاب هما:ك تم ب ك س م لوا ما ت ض ن ت ن ل كم أمري ي ت ف رك ت
“Telah kutinggalkan dua perkara bagi kamu yang kamu tidak mungkin
tersesat selamanya apabila kamu berpegang teguh kepada keduanya.
Dua perkara itu adalah al-Kitab (Al-Qur’an) dan sunnah rasulullah…”
(HR. Imam Malik)
Sunnah yang merupakan perwujudan perkataan dan ketetapan
Rasulullah SAW merupakan kerangka acuan bagi pengembangan
kehidupan umat Islam, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam
pandangan Muhaimin, konsep dasar pendidikan Islam yang dicetuskan
Nabi SAW secara garis besarnya memiliki corak sebagai berikut:
a. Disampaikan sebagai rahmatallil’alamin yang ruang lingkupnya
tidak hanya sebatas manusia, tetapi juga kepada makhluk biotik dan
abiotik lainya (QS. Al-Anbiya’: 107)
15 Abdurrahman an Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1992), h. 31.
20
b. Disampaikan secara universal, mencakup kehidupan apapun yang
berguna untuk kegembiraan dan peringatan bagi umat manusia (QS.
Saba’: 28)
c. Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak (QS. Al-
Baqarah: 119) dan keontetikan kebenaran itu terjadi (QS. Al-Hijr: 9)
d. Kehadiran nabi sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan terus
bertanggung jawab terhadap aktivitas pendidikan (QS. Al-Syura’:
48, QS. Al-Ahzab: 45, dan QS. Shad:8)
e. Perilaku nabi SAW tercermin sebagai uswatun khasanah, yaitu
sebagai seorang figur yang semua tindak tanduknya menjadi teladan
(QS. Al-Ahzab: 22) karena perilakunya terkontrol oleh Allah (QS.
Al-Najm: 3-4) sehingga hampir tidak pernah melakukan kesalahan.
f. Masalah teknis praktis dalam masalah pendidikan Islam diserahkan
pebuh kepada umatnya diantaranya adalah mengutus Mushab bin
Umar dan Umi Maktum untuk mengajar beberapa orang
pengikutnya.16
Bagi dunia pendidikan, sunnah memeliki dua faedah yang sangat
besar. Peratama, menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat
dalam al-Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di
dalamnya. Kedua, menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan
Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan
kedalam jiwa yang dilakukannya.17
3. Ijtihad
Selain al-Qur’an dan sunnah, ijtihad juga dapat dijadikan sebagai
landasan pendidikan Islam. Kata ijtihad berasal dari kata jahada, yang
arti devinisinya berarti pencurahan segala kemampuan untuk
memperoleh suatu dari berbagai urusan. Menurut Abu Hamid Hakim,
ijtihad adalah upaya yang sungguh-sungguh dalam memperoleh hokum
16 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Teoritis dan Kerangka Dasar Oprasi
onalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 147.
17
Abdurrahman an Nahlawi, op. cit., h. 47.
21
syara’ berupa konsep yang operasional melalui metode istimbath dari al-
Qur’an dan sunnah.18
Menurut syara’, ijtihad berarti berpikir dengan
sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin untuk mengetahui syara’
dengan jalan dzanni.19
Ijtihad bagi umat Islam adalah sebuah kebutuhan
dasar, tidak saja ketika nabi sudah tiada, bahkan ketika nabi masih hidup.
Pendidikan adalah masalah duniawi yang dalam ajaran Islam
diberikan dasar pokok-pokoknya saja, yaitu berupa petunjuk-petunjuk
dalam wahyu yang masih perlu dijabarkan secara detail. Dengan
demikian, arahan detailnya diserahkan kepada akal sehat dalam
melakukan pemikiran-pemikiran secara mendalam. Dengan kata lain,
persoalan pendidikan sebenarnya merupakan persoalan ijtihadiyah
sehingga umat Islam diperintahkan untuk mencermati, mengkritisi, dan
mengkonstribusi formula baru sehingga menjadi lebih baik.
Dalam bidang pendidikan, ijtihad dilakukan sejalan dengan
perkembangan zaman serta tuntutan manusia. penggunaan dalil-dalil
ijtihad dalam lapangan pendidikan ini pada dasarnya merupakan pantulan
dan cerminan flesibilitas hokum Islam dalam semua bidang. Karena,
dengan menggunakan dalil-dalil ijtihad inilah persoalan-persoalan pelik
yang dihadapi dunia pendidikan saat ini dan masa depan, akan memiliki
tempat yang sesungguhnya dan damai.20
Selian itu, penggunaan ijtihad
juga akan menjadikan pendidikan Islam tetap eksis dan sesuai dengan
perkembangan zaman (adaptif).
D. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju kedewasaan. Kedewasaan dalam bentuk akal,
mental, maupun moral dalam rangka menjalankan fungsi kemanusiaan
18 Muhaimin, op. cit., h. 150.
19
Abdurrahman Mas’ud, Antologi Study Agama dan Pendidikan, (Semarang: Aneka Ilmu,
2004), h. 148.
20
Baharuddin dan M. Makin, Pendidikan Humanistik: Teori, Konsep dan Aplikasi Praktis
dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2009), h. 160.
22
sebagai seorang hamba dihadapan Sang Khalik (Abdullah) dan sebagai duta
Allah pada alam semesta (khalifah fil ardh). Sebagai sebuah usaha dan cara
kerja maka pendidikan Islam haruslah memiliki tiga karakter. Pertama,
penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan
pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. Kedua, pengakuan akan
potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu
kepribadian. Ketiga, merupakan sebuah pengalaman ilmu atas dasar tanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.21
Selain itu, pendidikan Islam juga
mengemban misi Islam dalam tiga dimensi sebagai berikut:
1. Dimensi kehidupan duniawi. Dimensi ini mendorong manusia sebagai
hamba Allah SWT untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan,
yaitu nilai-nilai Islam.
2. Dimensi kehidupan ukhrawi, mendorong manusia untuk
mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang
dengan Tuhannya. Dimensi inilah yang melahirkan berbagai usaha agar
kegiatan ubudiyah manusia senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami.
3. Dimensi hubungan antarkehidupan duniawi dan ukhrawi. Dimensi ini
akan mendorong manusia untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai
hamba Allah yang utuh dan paripurna dalam ilmu pengetahuan dan
keterampilan dan menjadi pendukung serta pelaksana nilai-nilai Islam.22
Pendidikan Islam juga harus selalu mengemban misi yang memihak
kepada nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, corak yang diinginkan pendidikan
Islam ialah pendidikan yang mampu membentuk manusia unggul secara
intelekyual dan kaya dalam amal serta anggun dalam moral dan kebijakan.23
Ketiga keunggulan tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri secara bertingkat.
Pertama, keunggulan intelektual yang berfungsi umtuk mempertajam
pemikiran sehingga mampu menghasilkan ide-ide segar orisinal,
21 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos, 2000), h. 10.
22
Tedi Priatna, op. cit., h. 281.
23
Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1991), h. 155.
23
mempercepat tumbuhnya kreativitas, dan mengejar kemajuan. Kedua,
keunggulan amal yang berfungsi untuk mentransfer pengetahuan yang
bermanfaat kepada orang lain agar kemanfaatan itu bisa berkembang terus
menerus, menumbuhkan kesadaran untuk memberikan kontribusi yang
terbaik bagi umat, dan berusaha keras untuk mengangkat derajat dan martabat
mereka. Ketiga, keunggulan moral yang berfungsi sebagai penjagaan dari
tindakan-tindakan yang merugikan, tindakan yang merusak, dan tindakan
yang menyesatkan.24
Ketiga keunggulan di atas haruslah bertumpu pada keimanan kepada
Allah SWT. Dengan demikian, akan terselamatkan dari segala pengaruh yang
menyesatkan dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip yang menjadi dasar
dan landasan bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Prinsip-prinsip yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Tauhid
Prinsip ini merupakan prinsip paling utama dalam pendidikan Islam.
Dalam konsepsi pendidikan Islam, tauhid dikonstruksikan sebagai
paradigm kebebasan manusia baik secara lahiriah maupun ruhania,
kecuali hanya kepada Allah SWT. Hal ini mengisyaratkan sebuah ajaran
bahwasanya praktik pendidikan Islam tidak mengenal diskriminasi
terhadap siapapun.25
Pendidikan dalam tauhid adalah pendidika yang
berdasarkan nilai-nilai Ilahiah (teologis) sebagai landasan etis dan
normatis dan nilai-nilai insaniyah secara alamiah (kosmologi dan
antropolo-sosiologis) sebagai nilai-nilai oprasional.26
2. Prinsip Integrasi
Prinsip integrasi adalah suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah
bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Oleh
karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak
24 Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 246.
25
M. Rusli Karim, Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan dalam Pendidikan Islam
antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), h. 31.
26
Ngainun Naim dan Akhmad Sauki, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008), h. 69.
24
dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar-benar
bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Prilaku yang
terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus
diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu terutama dengan
mematuhi keinginan Tuhan. Hal tersebut tercantum dalam firman Allah
SWT dalam QS. Al-Qashash: 77.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Al-
Qashash: 77)
Ayat ini menujukkan prinsip integritas bahwa diri dan segala yang
ada padanya dikembangkan pada satu arah, yaitu kebijakan dalam rangka
pengabdian kepada Tuhan.
3. Prinsip Keseimbangan
Prinsip ini merupakan kesembangan hingga dalam pengembangan
dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan.27
Prinsip keseimbangan dalam pendidikan Islam ini meliputi kesembangan
antara kehidupan dunia dan akhirat; keseimbangan antara kebutuhan
jasmani dan rohani; keseimbangan antara kepentingan individu dan
sosial; keseimbangan ilmu pengetahuan dan amal.
4. Prinsip Persamaan
Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang
mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan drajat, baik antara
jenis kelamin, kedudukan sosial, suku, ras, atau warna kulit. Oleh karena
itu, budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
27 Munzir Hitami, Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2004), h. 24-
26.
25
Nabi Muhammad SAW bersabda , “Siapa pun di antara seorang laki-
laki yang mempunyai budak perempuan, lalu diajar dan dididiknya
dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu
dikawininya, maka (laki-laki) itu mendapat dua pahala”. (HR. Bukhari).
Prinsip persamaan juga mengandung arti bahwa pendidikan Islami
tidak mengenal perbedaan dan tidak membeda-bedakan latar belakang
seseorang jika dia mau menuntut ilmu. Semua mempunyai potensi yang
semua untuk dididik. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama
untuk memproses dirinya dalam pendidikan.
5. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup
Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar
manusia dalam kaitan keterbatasan manusia ketika dihadapkan pada
berbagai tantangan dan godaan di sepanjang hidupnya yang dapat
menjerumuskan dirinya ke jurang kehinaan. Dalam hal ini, dituntut
kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali
kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki
kualitas dirinya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT
sebagai berikut:
Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya
Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ma’idah: 39)
Prinsip seumur hidup juga menunjukkan bahwa pendidikan Islam
tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup
manusia harusnya digunakan sebagai proses pendidikan, yaitu proses
untuk menjadi hamba yang baik. Pendidikan seumur hidup ini
tergambar secara implisit dalam surat Al-‘Alaq, yaitu tidak adanya
batasan yang kongkret tentang kappa seorang harus mulai belajar dan
sampai kapan. Tuhan hanya menjelaskan bahwa manusia harus
membaca dan belajar. Dengan demikian, manusia perlu belajar sejak
26
dilahirkan sampai ajalnya tiba (mulai dari lahir sampai ke liang
lahat).28
6. Prinsip Keutamaan
Prinsip ini merupakan inti dari segala pendidikan. Prinsip ini
menegaskan bahwa pendidikan bukanlah sekedar proses mekanik,
melainkan proses yang mempunyai ruh di mana segala kegiatannya
diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-
keutamaan tersebut terdari dari nilai-nilai moral. Nilai moral yang paling
tinggi adalah tauhid. Sedangkan, nilai moral yang paling buruk dan
rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidikan bukan
hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi sujek didik, melainkan
lebih dari itu, turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan
keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.29
Nabi Muhammad
SAW bersabda, “Hargailah anak-anakmu dan baikkanlah budi pekerti
mereka” (HR. An-Nasa’i)
E. Metode Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat
untuk mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah dicitakan.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya sebuah kurikulum pendidikan Islam,
tidak akan berarti apa-apa jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat
untuk mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam
penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar,
yang pada gilirannya berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara
percuma. Oleh karena itu, metode merupakan komponen pendidikan Islam
yang dapat menciptakan aktifitas pendidikan menjadi lebih efektif dan
efisien. Metode merupakan persoalan esensial pendidikan Islam,hal mana
tujuan pendidikan dapat tercapai secara tepat guna, manakah jalan yang
ditempuh menuju cita-cita itu betul-betul tepat.
28 Fandi, op. cit., h. 142.
29
Ibid., h. 142.
27
Kata metode berasal dari istilah Yunani meta yang berarti melalui, dan
hodos yang berarti jalan yang dilalui. Jadi, metode berarti jalan yang dilalui.
Dalam Bahasa Arab, metode diungkapkan dengan istilah tariqah atau uslub,
yang menurut al-Jurjani berarti sesuatu yang memungkinkan untuk sampai
dengan benar kepada tujuan yang diharapkan. Dari pengertian inilah Noeng
Muhadjir mensyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan baik, perlu ditempuh
dengan cara atau jalan yang baik pula. Tujuan baik yang ditempuh dengan
jalan atau cara yang tidak baik bukanlah aktivitas pendidikan, karena tujuan
mengahalalkan cara atau jalan bukanlah semboyan yang bersemangatkan
pendidikan.30
Sementara itu, Abu al-‘Ainain menyatakan bahwa metode,
materi, dan tujuan merupakan hal yang integral (takamul), yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, artinya untuk menentukan sebuah metode,
tergantung kepada materi dan tujuan yang diharapkannya.
Metode pendidikan yang berfungsi sebagai pengantar untuk sampai
kepada tujuan dapat dikatakan baik menurut filsafat pendidikan Islam apabila
memenuhi beberapa ciri sebagai berikut.
1. Metode pendidikan Islam harus bersumber dan diambil dari jiwa ajaran
dan akhlak Islam yang mulia. Ia merupakan hal yang integral dengan
materi dan tujuan pendidikan Islam.
2. Metode pendidikan Islam bersifat luwes, dan dapat menerima perubahan
dan menyesuaikan dengan keadaan dan suasana proses pendidikan.
3. Metode pendidikan Islam senantiasa berusaha menghubungkan antara
teori dan praktik, antara proses belajar dan amal, antara hafalan dan
pemahaman secara terpadu.
4. Metode pendidikan Islam menghindari dari cara-cara mengajar yang
bersifat meringkas, karena ringkasan itu merupakan sebab rusaknya
kemampuan-kemampuan ilmiah yang berguna.
30 Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial
Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2003), Cet. III, h. 3.
28
5. Metode pendidikan Islam menekankan kebebasan peserta didik untuk
berdiskusi, berdebat, dan berdialok dengan cara yang sopan dan saling
menghormati.
6. Metode pendidikan Islam juga menghormati hak dan kebebasan pendidik
untuk memilih metode yang dipandangnya sesuai dengan watak pelajaran
dan peserta didik itu sendiri.31
Dalam literatur kependidikan, menurut Abudinnata, paling tidak
ditemukan tiga bentuk metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran yang
berpusat pada pendidik (teacher centered), metode pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student centered), dan metode pembelajaran
yang berpusat pada pendidik dan peserta didik sekaligus (teacher and student
centered).32
Metode pembelajaran model pertama adalah cara pembelajaran
yang menempatkan pendidik sebagai pemberi informasi, pembina, dan
pengarah satu-satunya dalam aktifitas pendidikan. Konsekuensi dari model ini
adalah seorang pendidik mencukupkan dirinya pada penguasaan bahan
pelajaran semata, tanpa harus mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam
bahan pelajaran yang dapat disampaikan kepada peserta didik. Dalam
pandangan Mochtar Buchori, seorang guru dalam posisi ini adalah seorang
pengajar, bukan pendidik. Ia lebih terpaku pada aspek pengajaran dari pada
pendidikan. Ia dengan kemampuannya bermaksud pamer pengetahuan. Kalau
ini yang terjadi, hasil yang diperoleh adalah peserta-peserta didik yang cukup
luas pengetahuannya, tetapi tidak cukup mantap kepribadiannya.33
Model metode pembelajaran kedua yaitu yang berpusat pada peserta
didik merupakan metode yang berupaya memberikan rangsangan, bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada peserta didik agar terjadi proses belajar.
Yang terpenting dalam metode model ini adalah bukan hanya pendidik
31
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Cet. I, h. 134-
135.
32
Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:
Grasindo, 2001), Cet. I, h. 202.
33
Mochtar Buchori, Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1994), Cet. I, h. 30.
29
menyampaikan bahan pelajaran, melainkan juga bagaimana peserta didik
mempelajari bahan pelajaran sesuai dengan tujuan. Menurut Noeng Muhadjir,
di dalam model ini, peserta didik diberi kesempatan seluas mungkin untuk
menyerap informasi, mengahayati sendiri peristiwa yang terjadi dan
melakukan langsung aktifitas operasional belajarnya. Dengan pemberian
kesempatan yang luas ini, yang terjadi adalah kontrak belajar dari peserta
didik kepada pendidiknya. Pendidik harus melaksanakan kontrak ini.
Sedangkan metode pembelajaran model ketiga berupaya memadukan dua
model di atas. Di dalam metode model ini, yang terjadi adalah interaksi antara
pendidik dan peserta didik. Proses pendidikan tidak selalu didominasi oleh
pendidik atau peserta didik semata, tetapi keduanya memiliki peran dan andil
yang sama. Oleh karena mendapat kedudukan yang sama, baik pendidik
maupun peserta didik disebut subjek pendidikan, keduanya berada dalam satu
konteks interaktif, yaitu bagaimana guru mengajar dan siswa belajar dengan
aksentuasi pada proses belajar peserta didik.
Dari ketiga model pembelajaran di atas, filsafat pendidikan Islam pada
hakikatnya menghendaki model ketiga. Dengan melihat enam ciri metode
yang baik dalam pendidikan Islam, pendidik dan peserta didik mendapat
kedudukan yang terhormat. Di satu sisi metode pendidikan Islam
menekankan kebebasan peserta didik untuk berdiskusi, berdebat, dan
berdialok dengan cara yang sopan dan saling menghormati, tetapi pada sisi
yang lain metode pendidikan Islam juga menghormati hak dan kebebasan
pendidik untuk memilih metode yang dipandangnya sesuai dengan watak
pelajaran dan peserta didik itu sendiri. Filsafat pendidikan Islam
menghendaki metode pendidikan yang memadukan antara pertimbangan
pendidik dan peserta didik sekaligus.
Dalam kaitan itu, Abdur Rahman al-Nahlawi menyebutkan sejumlah
metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan pendidikan
Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Metode pendidikan dengan percakapan (hiwar) qur’ani dan nabawi.
30
2. Metode pendidikan dengan kisah qur’ani dan nabawi.
3. Metode pendidikan melalu perumpamaan (amsal).
4. Metode pendidikan dengan teladan yang baik (uswah hasanah).
5. Metode pendidikan dengan latihan dan pengamalan.
6. Metode pendidikan pelajaran (‘ibrah) dan peringatan (mau’izah).
7. Metode pendidikan dengan membuat senang (targhib) dan membuat takut
(tarhib).34
Sementara itu, al-Syaibani menyebutkan beberapa metode umum
pendidikan Islam yang secara historis telah dipraktikkan kaum muslim, yaitu
metode deduktif, metode perbandingan, metode kuliah, metode dialok dan
perbincangan, serta beberapa metode khusus seperti metode lingkaran
(halaqoh), metode riwayat, metode mendengar, metode membaca, metode
imla, metode hafalan, metode pemahaman dan metode lawatan (rihlah
ilmiyah).35
Pada kesempatan lain, Abu al-‘Ainain menyebutkan sebelas
metode pendidikan dalam al-Qur’an, yaitu metode pengamalan dan
pengalaman, metode penggunaan akal, metode teladan yang baik, metode
amal ma’ruf nahi munkar, metode nasihat dan peringatan, metode
perumpamaan dan persamaan, metode membuat senang (targhib), membuat
takut (tarhib), ganjaran (sawab) dan hukuman (‘iqab), metode menanamkan
kebiasaan, metode mengeluarkan segala kesanggupan, dan metode peristiwa
yang terjadi.
Dari beberapa metode yang dikemukakan para pakar pendidikan Islam di
atas, yang perlu diperhatikan adalah tidak ada satu metode pun yang dapat
dipandang ideal untuk semua tujuan pendidikan, semua mata pelajaran dan
semua suasana dan aktifitas pendidikan. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari
untuk melakukan penggabungan berbagai metode dalam praktiknya di
lapangan. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah: pertama,
34 Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam Dalam Keluarga,
di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1989), Cet. I, h. 283-284.
35
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), Cet. I, h. 560-561.
31
metode itu dapat membentuk manusia didik menjadi hamba Allah yang
mengabdi kepada-Nya semata; kedua, metode itu mengandung nilai edukatif
yang mengacu kepada petunjuk al-Qur’an dan sunnah; dan ketiga, metode itu
berkaitan dengan motifasi dan kedisiplinan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Inilah beberapa pemikiran filosofis pensisikan Islam mengenai metode yang
dapat digunakan dalam aktifitas pendidikan.
F. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan masalah sentral dalam pendidikan. Tanpa tujuan,
semua usaha pendidikan yang dilakukan akan berakhir dengan kegagalan atau
mungkin tersesat dan salah langkah. Oleh karena itu, perumusan tujuan
pendidikan yang tegas dan jelas merupakan inti dari seluruh pemikiran
pedagogis dan perenungan filosofis.36
Sebelum merumuskan pendidikan
Islam, perlu dipahami terlebih dahulu hakikat pendidikan Islam. Sebab,
pemahaman terhadap hakikat pendidikan Islam akan memberikan dasar
filosofis untuk merumuskan tujuannya.
Dalam konsepsi Islam, pendidikan merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju kedewasaan. Kedewasaan dalam bentuk akal,
mental, maupun moral dalam rangka menjalankan fungsi kemanusiaan
sebagai seorang hamba dan duta Allah di alam semesta. Pendidikan Islam
bukan hanya sekedar transfer of knowledge ataupun transfer of training,
melainkan lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas fondasi keimanan
dan kesalehan. Konsepsi pendidikan Islam juga tidak hanya melihat
pendidikan sebagai upaya mencerdaskan semata (pendidikan intelek), tetapi
sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakikat eksistensinya.
Berangkat dari uraian diatas, pendidikan Islam haruslah berorientasi pada
hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
1. Tujuan dan tugas hidup manusia
Manusia hidup bukan kerena kebetulan, melainkan ia diciptakan
dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. Tujuan diciptakan
36 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.
117-118.
32
manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Indikasi tugasnya
berupa ibadah (‘abda Allah) dan tugas sebagai wakil-Nya di muka bumi
(khalifah Allah).37
Sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan sekalian
alam”. QS. Al-An’am:162.
2. Memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia
Yaitu, konsep tentang manusia sebagai makhluk unik yang
mempunyai berbagia potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat, sifat, dan
karakter yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu akan kebenaran dari
Tuhan) berupa agama Islam (QS.al-Kahfi:29) sebatas kemampuan,
kapasitas, dan ukuran yang ada.38
3. Tuntutan masyarakat
Tuntutan ini berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah
melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat. Selain itu, pemenuhan
terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi
perkembangan dunia modern.
4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam
Kehidupan ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup manusia di dinia untuk mengelola dan memanfaatkan
dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat. Selain itu, mengandung nilai
yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di
akhirat yang lebih membahagiakan sehingga manusia dituntut agar tidak
tarbelenggu oleh rantai kekayaan diniawi atau materi yang dimiliki.
Namun demikian, kemelaratan dan kemiskinan dunia harus diberantas
sebab kemelaratan dunia bisa menjerumuskan manusia pada kekufuran.
Adapun arah dari pendidikan Islam adalah menuju terbentuknya peserta
didik yang cerdas. Dengan kecerdasannya, manusia dapat melakukan sesuatu
yang baik menurut Islam untuk kemaslahatan hidup bersama. Dalam kaitan
37 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Putra Grafika, 2008), h.
71-72.
38
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: Pustaka al-Khusna, 1989), h. 34.
33
ini, al-Attas mengatakan bahwa tujuan pensisikan yang penting harus diambil
dari pandangan hidup. Jika pandangan hidup itu Islam, tujuannya adalah
membentuk manusia yang sempurna (insan kamil) menurut Islam.39
Sejalan
dengan pernyataan al-Attas, al-Ghazali mengatakan bahwa tujuan pendidikan
harus sesuai dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya untuk memberi petunjuk akhlak
dan pembersihan jiwa dengan maksud membentuk individu-individu yang
tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dan pendidikan mestinya
menjadi kebudayaan masyarakat (Indonesia khususnya) yang membina dan
mengembangkan secara intensif, keterampilan (khusus) hidup, nilai-nilai
hidup, dan pandangan hidup seseorang untuk mengembangkan peradaban,
disamping memenuhi kebutuhan pembangunan dan profesionalisme.
Dengan demikian, konsep dasar dan tujuan pendidikan dalam Islam harus
dilandaskan kepada pola pikir, atau sudut pandang yang Islami, yaitu sudut
pandang yang berprinsip pada al-Qur’an dengan pola menurut yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebab, tujuan pendidikan Islam tidak
terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan
hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya. Juga, hamba yang dapat
mencapai kehidupan bahagia di dunia dan akhirat. Hal ini sebagaimana
firman Allah swt dalam QS. Ali Imaran: 2 sebagai berikut:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang
hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.
Tujuan pendidikan Islam adalah suatu kondisi ideal dari objek didik yang
akan dicapai, yaitu kemana seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan
diarahkan. Segala gagasan untuk merumuskan tujuan pendidikan Islam
haruslah memperhitungkan bahwa kedatangan Islam adalah permulaan baru
39 Naquib al-Attas, Ilmu Pendidikan Islam : Pengembanga Pendidikan Integrative di Sekolah,
Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS, 2009), h. 27.
34
bagi manusia. Islam datang untuk memperbaiki keadaan manusia,
menyempurnakan utusan-utusan (anbiya) Tuhan sebelumnya, dan dalam
rangka mencapai kesempurnaan agama seperti firman Allah SWT dalam QS.
Al-Ma’idah ayat 3 yang berbunyi:
…
...
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu…
Berpijak pada ayat tersebut, Hasan Langgulung menyimpulkan bahwa
tujuan utama atau akhir (ultimate aim) pendidikan dalam Islam adalah
pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, ruh dan
jasmani, kemauan yang bebas dan akal.40
Lebih mendalam terkait tujuan pendidikan Islam, para ahli pendidikan
telah memberikan rumusan yang berbeda-beda. Menurut Abdul ar-Rahman
an-Nawawi, tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan pikiran
manusia dan mengatur tingkah laku, serta perasaan mereka berdasarkan Islam
yang dalam proses akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ketaatan dan
penghambaan kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu
maupun masyarakat.41
Tidak jauh berbeda, Abdul Fattah Jalal menyatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan manusia yang mampu
beribadah kepada Allah, baik dengan pikiran, amal, maupun perasaan.42
40 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
1995), h. 67.
41
Abdurrahman An Nahlawi, op. cit., h. 162.
42
Abdul Fattah Jalal, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), h. 119.
35
Menurut Rahman, tujuan pendidikan Islam adalah untuk kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran al-Qur’an.43
Kemudian,
menurut Athiya al-Abrasy, tujuan yang paling asasi dari pendidikan Islam
setidaknya ada lima hal sebagai berikut:
1. Untuk membantu pembentukan makhluk yang mulia.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.
4. Menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada belajar dan memuaskan
keinginan arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu
sekedar sebagai ilmu.
5. Menyiapkan pelajar dari segi profesional; teknis dan perusahaan supaya
ia dapat menguasai profesi tertentu, supaya ia dapat mencari rizeki dalam
hidup dan hidup dengan mulia di samping memelihara segi keruhanian
dan keagamaan.44
Sementara, Hasan Langgulung telah meringkas tujuan pendidikan Islam
menjadi dua hal. Pertama, pembentukan insan yang saleh. Insan saleh adalah
manusia yang mendekati kesempurnaan, yaitu pengembangan manusia yang
menyembah dan bertakwa kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana ddalam
firman-Nya, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka
menyembah kepada-Ku” (QS. Al-Dzariyat:56). Dengan kata lain membentuk
manusia yang penuh keimanan dan takwa, berhubungan dengan Allah
memelihara dan menghadap kepada-Nya dalam segala perbuatan dan segala
tingkah laku serta segala pikiran yang tergores di hatinya dan segala perasaan
yang berdetak di jantungnya.
Kedua, pembentukan masyarakat yang saleh. Masyarakat saleh adalah
masyarakat yang percaya bahwa ia mempunyai risalah (message) untuk umat
manusia, yaitu risalah keadilan, kebenaran, dan kebaikan. Risalah tersebut
43 Muhaimin, dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan
Pendidikan Islam, (Cirebon: Pustaka Dinamika, 1999), h. 110.
44
Athiya al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
h. 1-4.
36
adalah sebuah risalah yang akan kekal selamanya, tidak terpengaruh factor
waktu dan tempat.45
Dalam perumusan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun
horizontal.
2. Sifat-sifat dasar manusia.
3. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
4. Dimensi-dimensi kehidupam Islam46
Secara praktis, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, menyimpulkan bahwa
tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu:
1. Membentuk akhlak mulia
2. Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
3. Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya
4. Menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik
5. Mempersiapkan tenaga profesional yang trampil47
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam
merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara
maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai
muslim paripurna(insan al-kamil). Melalui sosok pribadi yang demikian,
peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan
amal secara integral untuk terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia
maupun akhirat.
G. Kurikulum Pendidikan
Untuk dapat mencapai tujuan-tujuan sebagaimana diharapkan,
pendidikan harus didukung oleh perencanaan yang seksama. Perencanaan
45 Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1991),
cet. I, h. 296-297.
46
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 33-34.
47
Mohammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A.
Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 1-4.
37
mencakup keseluruhan aspek. Mulai dari sejumlah materi yang harus
diajarkan dalam proses pendidikan sampai pelaksanaan evaluasi. Dengan
adanya perencanaan, kegiatan pendidikan akan lebih terarah dan pada
akhirnya diharapkan akan dapat mencapai tujuan secara maksimal. Tahap
perencanaan, pelaksanaan, samapai evaluasi dalam pendidikan sering disebut
dengan “kurikulum pendidikan”.
Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok dalam pendidikan.
Kurikulum terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait. Komponen
kurikulum dalam pendidikan sangat penting artinya karena kurikulum
merupakan perangkat dasar untuk operasionalisasi tujuan yang diinginkan.
Bahkan, tujuan dalam pendidikan tidak dapat tercapai secara maksiamal
tanpa adanya keterlibatan kurikulum pendidikan. Paling tidak, komponen
kurikulum terdiri dari tujuan, struktur program, strategi pelaksanan yang
menyangkut sistem pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar,
bimbingan penyuluhan, administrasi dan supervise pendidikan.48
Pada hakikatnya, kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media
untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan. Akan tetapi, pengertian kurikulum sebenarnya
sangat beragam dan mencakup berbagai dimensi. Selain pengertian yang
bersifat general tersebut, kurikulum juga dapat diartikan sesuai dengan
fungsinya. Pertama, kurikulum sebagai program study. Dalam pengertian ini,
kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran yang dipelajari peserta didik di
sekolah atau dilembaga pendidikan yang lain. Kedua, kurikulum sebagai
konten. Dalam pengertian ini, kurikulum adalah data atau informasi yang
tertera dalam buku-buku atau refrensi yang lain yang memungkinkan
timbulnya proses pembelajaran. Ketiga, kurikulum sebagai kegiatan
berencana. Dalam dunia pendidikan, kegiatan harus direncanakan secara
sistematis untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Perencanaan secara
sistematis ini juga disebut dengan kurikulum. Keempat, kurikulum sebagai
hasil belajar. Maksudnya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suatu hasil tertentu yang digunakan untuk memperoleh hasil
belajar yang telah direncanakan dan diinginkan. Kelima, kurikulum sebagai
48 Sudirman, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1989), h. 114.
38
reproduksi kultural. Jika kita cermati, salah satu unsur yang terdapat dalam
praktik pendidikan adalah proses transformasi. Proses pembelajaran
merupakan proses transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat
agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda. Keenam, kurikulum
sebagai pengalaman belajar yaitu pengalaman belajar yang direncanakan di
bawah pimpinan penyelenggara pendidikan. Ketujuh, kurikulum sebagai
produksi, yaitu seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.49
Berdasarkan pengertian di atas, dapat digeneralisasikan bahwa pengertian
kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta
didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran,
strategi pembelajaran, dan mengatur program agar dapat diterapkan serta hal-
hal yang mencakup kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan.
Ditinjau dari sifat fungsinya, kurikulum memiliki empat fungsi utama.
Pertama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan
sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Kedua, sebagai pedoman dan
program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan. Ketiga,
sebagai kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan
penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan. Keempat, sebagai
standar dalam penilaian kriteria keberhasialan suatu proses pendidikan atau
sebagai batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan,
semester, maupun pada tingkat pendidikan tertentu.50
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tentang kurikulum di atas,
dapat disimpulkan bahwasanya kurikulum adalah bagian penting dalam dunia
pendidikan. Tanpa adanya kurikulum, pendidikan akan berjalan tanpa arah.
Dalam kerangka makna penting kurikulum inilah, manusia yang berada
dalam dunia pendidikan dituntut untuk senantiasa tanggap terhadap dinamika
yang ada. Kurikulum seharusnya disusun berdasarkan kebutuhan konkret
49 Muhammad Anshar, Dasar-Dasar Perkembangan Kurikulum, (Jakarta: Depdikbud Dirjen
PT. PPLPTK, 1989), h. 8-10.
50 Zuhri, Pengorganisasian, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, ( Jakarta: Dermaga,
1986), h. 3.
39
yang ada di masyarakat. Kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan
berimplikasi pada lemahnya kemampuan peserta didik dalam berinteraksi dan
berdialektika dalam kehidupan konkret. Oleh karena itu, wajar bahkan sebuah
keharusan jika kurikulum mengalami perubahan. Namun, perubahan
kurikulum seharusnya mempertimbangkan berbagai aspek secara lebih utuh.
Dengan demikian, pergantian kurikulum tidak sekedar bentuk formalnya saja,
akan tetapi substansinya tidak ada perubahan sama sekali. Ini tidak boleh
terjadi.
Dalam beberapa tahun terakhir, kurikulum dalam dunia pendidikan Islam
mengalami perubahan, mulai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Perubahan ini seyogyanya
disambut dengan penuh antusias tanpa melepaskan diri dari sikap kritis.
Artinya, KTSP yang kini berlaku sehausnya mampu meniingkatkan kualitas
pembelajaran secara khusus dan hasil pendidiakan secara umum.
Impelementasi KTSP harus dilaksanakan secara maksimal. Berbagai
kelemahannya harus dicarikan jalan pemecahannya, sebab memang tidak ada
kurikulum yang sempurna.51
51 As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Konstektual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), Cet. I, h. 93.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian ini ialah bertempat di Jakarta, Jombang dan
Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan ketikan saya semester enam, tujuh dan
delapan.
B. Metode Penelitian
Pada penyusunan skripsi ini saya menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis dan berupa rekaman suara dari orang atau
perilaku yang dapat diamati. Untuk memahami penelitian kualitatif perlu
kiranya dikemukakan beberapa definisi di antaranya : Pertama, metode
kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Kedua, penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang ditujukan
untuk mendeskriptifkan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun
kelompok.1
Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah, cara
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati, dengan desain penelitiannya deskriptif
analisis, yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dengan
mengembangkan teori-teori yang ada serta mengadakan pengamatan langsung
dilapangan mengenai objek yang akan diteliti.
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2007), Cet. III, h. 60.
41
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data-data penelitian dilakuakn melalui:
1. Wawancara
Wawancara digunakan dalam penelian ini untuk mencari informasi
tentang pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.
Teknik yang digunakan ialah wawancara tidak berstruktur
(unstructured interview). Wawancara tidak berstruktur, adalah
wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.2
Wawancara dilakukan secara langsung dengan Emha Ainun Nadjib.
2. Observasi
Obserfasi yang peneliti gunakan ialah obserfasi partisipasi moderat
(moderate participation), dalam observasi ini terdapat keseimbangan
antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam
mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa
kegiatan, tetapi tidak semuanya.3
3. Dokumentasi
Dokumentasi data-data yang diperlukan adalah buku-buku
mengenai Emha Ainun Nadjib, karya-karya Emha Ainun Nadjib dan
berkas-berkas lain yang berkaitan dengan pemikiran Emha Ainun
Nadjib tentang pendidikan Islam. Dokumen ini digunakan untuk
melengkapi data-data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
yaitu melalui wawancara.
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan diolah dan dianalisa sesuai dengan jenis
data yang terkumpul, yaitu dengan menggunakan metode deskriptif analisis,
2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2011), Cet. XIII h. 320.
3 Ibid., h. 312.
42
yaitu suatu teknik analisis data dimana peneliti terlebih dahulu memaparkan
semua data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan kemudian
menganalisanya dengan berpedoman kepada sumber-sumber yang tertulis.
43
BAB IV
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN EMHA AINUN NADJIB
TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Biografi (Perjalan Hidup) Emha Ainun Nadjib
Muhammad Ainun Nadjib lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 27 Mei 1953,
anak keempat dari lima belas orang bersaudara. Muhammad disingkat menjadi
“M.H.” yang pada akhirnya menjadi “Emha.” Dia juga dikenal sebagai “Cak
Nun.” “Cak” adalah panggilan akrab, namun hormat untuk abang atau saudara tua
laki-laki.1 Bersama istri (Novia Kolopaking) dan empat orang putranya (Sabrang,
Hayya, Jembar, dan Rampak), Cak Nun bertempat tinggal di Yogyakarta tepatnya
di Jl. Barokah 287 Kadipiro, Yogyakarta. Sebuah rumah yang sekaligus berfungsi
sebagai pusat kesekretariatan Cak Nun dan Kiai Kanjeng. 2Emha lahir sebagai
rakyat jelata anak dari pasangan Muhammad Abdul Lathif dan istrinya Chalimah.
Menggambarkan orang tuanya Emha berkata:
”ayah saya adalah petani dan kiai yang mempunyai sebuah surau, tetapi dia
adalah pemimpin masyarakat, tempat bertanya,dan mengadu orang desa untuk
berbagai masalah yang mereka hadapi. Begitu pula ibu saya. Semua masalah
yang tidak dapat mereka pecahkan mereka ajukan ke orangtua saya untuk
dipecahkan. Bahkan ketika saya masih dalam buaian, dan kemudian menjadi
anak kecil, saya seringkali dibawa ibu mengunjungi para tetangga untuk
menanyakan apa yang mereka masak, apakah mereka menyekolahkan anak-
anak mereka, dan banyak masalah lain. Pengalaman ini membentuk kesadaran
dan sikap sosial saya, dan nilai-nilai kami di dasarkan pada agama karena
ajaran kunci dalam Islam adalah menolong sesama manusia dari kemiskinan
dan membuat mereka mampu berfungsi sebagai manusia seutuhnya”.3
Emha menghabiskan masa kanak-kanaknya di desa Menturo, Jombang Jawa
Timur, daerah yang berbeda dari Jombangnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
dan Nur Cholis Madjid, intelektual muslim dan pendiri Paramadina. Dari sinilah
Emha mulai memasuki dunia, mengembangkan gagasan social, intelektual,
1 Ian L. Betts, Jalan Sunyi Emha, (Jakarta: Kompas, 2006), Cet. I, h. 1.
2 Emha Ainun Nadjib, Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki, (Jakarta: Kompas, 2007), Cet. IV, h.
258.
3 Betts. loc. cit.
44
kultural, dan spritualnya. Emha bersyukur karena dilahirkan sebagai anak desa.
Posisi inilah yang mengajarkan kepadanya pelajaran mengenai kesederhanaan,
keluguan dan kebijakan dalam hidup. Seperti yang dikatakan Emha:
“Saya banyak belajar dari orang-orang desa yang dalam hati mereka adalah
petani. Mereka hanya makan dan menanam, mereka menanam sesuai dengan
apa yang mereka kerjakan, tanpa embel-embel apapun. Mereka menggunakan
karya sebagai orientasi hidup mereka. Mereka tidak pernah mencoba
mengendalikan dan mengeksploitasi alam dan sesama manusia. mereka tegar
sambil menderita. Saya benar-benar iri terhadap kualitas hidup mereka.”4
Emha memandang peran sosialnya sebagai hal yang wajar dalam kehidupan
yang dibebani kewajiban untuk bekerja; beerja secara fungsional yang berarti bagi
rakyat, buka sebagai karier. Makna ini, menurut Emha, dapat mengambil bentuk
sebagai pemihakan pada si lemah dan orang-orang yang dilemahkan oleh rekayasa
sesama mereka.5
Dalam hal menulis, Cak Nun berprinsip menulis bukanlah untuk menempuh
karier sebagai penulis, melainkan untuk keperluan-keperluan sosial. Dengan
prinsip itu, Cak Nun justru telah menghasilkan sangat banyak tulisan, mulai dari
puisi, esai, artikel, naskah drama, cerpen, makalah hingga buku.6 Pendidikan
formal Emha berakhir pada semester satu pada Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Sebelumnya ia pernah dikeluarkan dari Madrasah
Pondok Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur, sebelah selatan Madiun, Jawa
timur, (sebagai ancar-ancar, lihat Solo, Jawa Tengah, kota yang lebih terkenal di
dunia internasional) di tahun ketiga masa belajarnya karena memimpin
demonstrasi melawan satpam sekolah. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta tempat
ia menamatkan SMA Muhammadiyah. Menarik untuk dicatat, walaupun Emha
dilahirkan dalam lingkungan yang didominasi NU, ia menamatkan pelajarannya di
Muhammadiyah. Sudah cukup banyak ditulis orang mengenai pengaruh NU
(Nahdlatul Ulama atau kebangkitan para ulama) dan Muhammadiyah. Cukuplah
dikatakan disini bahwa kedua gerakan massa Muslim yang besar ini amat penting
bagi perkembangan Islam modern di Indonesia. Kelahiran NU seakan hendak
4 Ibid., h. 8.
5 Ibid.
6 Emha Ainun Nadjib, Demokrasi La Roiba Fih, (Jakarta: Kompas, 2009), Cet. II, h. 282.
45
menegaskan eksistensi pesantren dalam ranah kebangsaan dan kenegaraan kita.7
Sedangkan kelahiran Muhammadiyah dilatarbelakangi oleh situasi sosial
masyarakat Islam yang terpuruk sebagai akibat dari kolonialisme Barat dan sebab-
sebab internal seperti kemurnian akidah, rasionalitas yang hilang serta pendidikan
yang rendah.8
Selama lima tahun antara 1970-1975 Emha tinggal menggelandang di jalan
Malioboro Yogyakarta, sambil mempelajari sastra dari seorang guru yang
dihormatinya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan
sangat berpengaruh terhadap Emha. Kehidupan menggelandangnya tersebut
diungkapkan pada karya puisinya Antara Tiga Kota, sebagai berikut:
Antara Tiga Kota
di yogya aku lelap tertidur
angin di sisiku mendengkur
seluruh kota pun bagai dalam kubur
pohon-pohon semua mengantuk
di sini kamu harus belajar berlatih
tetap hidup sambil mengantuk
kemanakah harus kuhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga ?
Jakarta menghardik nasibku
melecut menghantam pundakku
tiada ruang bagi diamku
matahari memelototiku
bising suaranya mencampakkanku
jatuh bergelut debu
kemanakah harus juhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga
surabaya seperti ditengahnya
tak tidur seperti kerbau tua
tak juga membelalakkan mata
tetapi di sana ada kasihku
yang hilang kembangnya
jika aku mendekatinya
kemanakah haru kuhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga ?9
7 Departemen Agama RI, Jejak Langkah NU & Muhammadiyah, (Jakarta: Departemen Agama
RI, 2008), Cet. I, h. 32.
8 Ibid, hal. 92.
9 http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain-lain/puisi-puisi-emha-
ainun-nadjib. Di akses pada tanggal 16 bulan November tahun 2014.
46
Malioboro adalah jalan induk Yogyakarta yang sekarang merupakan pusat industri
turisme di sana. Lapak pasar yang berwarna-warni berjajar di kedua tepi jalan.
Orang dapat membeli beragam hasil seni dan kerajinan jawa, termasuk batik dan
pakaian khas jawa. Yogyakarta sekarang merupakan tempat kediaman Emha dan
pangkalan bagi Kiai Kanjeng.
Kemudian Emha mulai berkarya melalui multi-media seni Yogyakarta
bersama-sama dengan sesama aktivis, Halim HD. Ia bekerja dengan
Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan serta mementaskan
repertoir yang cukup banyak. Lakon-lakon ini mencakup Geger Wong Ngoyak
Macan (1989, karikatur pentas mengenai pemerintahan Raja Soeharto), patung
kekasih (1989, mengenai maraknya kultus individu), Keajaiban Lik par (1980,
mengenai eksploitasi terhadap rakyat oleh berbagai lembaga modern) dan Mas
Dukun (1982, mengenai kegagalan lembaga-lembaga kepemimpinan modern).
Kemudian, dengan kelompok Teater Salahudin, ia menghasilkan Santri-
Santri Khidir, 1990, yang dipentaskan di lapangan Pesantren Gontor dengan
mengikutsertakan semua santri dan penonton yang berjumlah sekitar 35.000.
Sekali lagi di tahun 1990 ia menghasilkan Lautan Jilbab yang banyak dipentaskan
di Yogyakarta, Surabaya, Makassar (waktu itu masih bernama Ujung Pandang).
Lakon ini merupakan salah satu karyanya yang paling terkenal, dan kalau kita
mencari data tentang Emha melalui internet mungkin sekali kita akan
mendapatkan jawaban dengan referensi mengenai karya ini lebih banyak daripada
mengenai karya-karyanya yang lain.10
Tahun 1992 ia menghadirkan Perahu Retak. Ini membahas situasi Indonesia
di bawah pemerintahan Orde Baru-nya Soeharto, tetapi settingnya adalah konflik-
konflik di masa menjelang bangkitnya kemaharajaan Mataram. Dalam tahun 1993
muncul Sunan Sableng dan Baginda Faruq. Dia juga banyak menerbitkan buku,
termasuk Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan dan lain
sebagainya. Bersama dengan buku-buku ini terbit pula 16 jilid puisi dan paling
sedikit 30 koleksi esai.
10 Ibid., h. 2.
47
Emha juga berperanserta dalam teater multi kultural di Filipina (1980), the
international Writing Program, Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), The
International Songwriters Festival, Rotterdam (1984), dan Festival Horizonte III
di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha masih sering menceritkan peristiwa-
peristiwa lucu waktu dia di Belanda, tidur dan shalat di mana dia dapat
kesempatan, sering kali di gereja-gereja. Pengalaman ini memberikan sumbangan
bagi pluralism yang di kemudian hari dikembangkannya sebagai bagian dari
Kenduri Cinta.11
Sudah barang tentu Emha juga bekerja langsung di tengah-tengah rakyat dan
mengerjakan kegiatan kesenian yang sangat beragam. Ia aktif dalam pemikiran
keagamaan, pendidikan politik, sinergi ekonomi dan pemberdayaan rakyat,
kesemuanya dirancang untuk menstimulasi potensi rakyat ke tingkat optimal. Di
samping pertemuan bulanan rutin dengan komunitas Padhang Mbulan di sejumlah
kota besar, ia juga diminta berpentas oleh komunitas kecamatan di seluruh
Indonesia. Dengan cara ini ia pada umumnya manggung sekitar 10-15 kali
perbulan, diiringi musik Kiai Kanjeng, dan juga sering kali tampil secara pribadi,
pada umumnya dilapangan, melayani rakyat dari berbagai tingkat dan strata.
Dalam acara seperti ini Emha mengumpulkan semua kelompok, aliran pemikiran,
dan komunitas agama untuk menggalakkan solidaritas kemanusiaan dan
kebersamaan.
Bersama Kiai Kanjeng, terhitung dari tahun ke-6 berdirinya (juni 1998)
hingga Desember 2006, Cak Nun telah mengunjungi lebih dari 22 provinsi, 376
kabupaten, 1.430 kecamatan, dan 1.850 desa di seluruh pelosok Indonesia.
Belakangan Cak Nun dan Kiai Kanjeng juga kerap diundang ke berbagai belahan
dunia, di antaranya tur 6 kota di Mesir, tur di Malaysia, dan rangkaian tur Eropa:
Inggris, Jerman, Skotlandia, dan Italia. Maret 2006 lalu Cak Nun dan Kiai
Kanjeng diundang ke Malaysia dan Brunei Darussalam. Akhir 2006, melakukan
serangkaian perjalanan di Finlandia dalam acara Amaizing Asia dan Culture
Forums atas undangan Union for Christian Culture.12
11 Ibid., h. 3.
12
Emha Ainun Nadjib, Tuhan Pun Berpuasa, (Jakarta: Kompas, 2012), Cet. III, h. 236.
48
Saya sering kali takjub memikirkan bagaimana pertemuan sosial secara masal
ini sebenarnya berlangsung, dan bagaimana kumpulan orang yang begitu banyak
nyata-nyata dapat tergerak hatinya oleh kata-kata orang ini. Saya menjadi tahu
bahwa Emha melakukan dekonstruksi atas pemikiran, nilai, cara berkomunikasi,
metode kontak kultural, pendidikan dan cara berpikir yang sudah mengakar, dan
juga menyarankan berbagai solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi oleh
komunitas yang dihadapinya. Proses dekonstruksi inilah yang memungkinkan
Emha menghasilkan transformasi perubahan posisi, sikap atau pendirian yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Pernyataan berikut dari seorang pengamat Malaysia memberikan pengertian
yang lebih mendalam atas masalah ini, “seniman yang kreatif dipaksa untuk
berpikir sensitif dalam memberikan makna terhadap karyanya agar karya
tersebut tidak begitu saja dicampakkan orang. Disinilah Emha Ainun Nadjib atau
Cak Nun membuktikan dirinya bahwa dia cakap berakomondasi tanpa
mengorbankan visi artistik dan sosialnya (karena itu karya-karyanya menyentuh)
jauh ke dalam hati masyarakat miskin, tetapi sangat religious, yang terbelakang
dan menderita sehari-hari. Emha telah mengabil posisi kultural yang tidak lazim.
Keberhasilan dalam memberikan inspirasi kepada imajinasi massa untuk
bertahan hidup dalam perjuangan mereka, dan selanjutnya berusaha memberikan
pencerahan kapada rakyatnya, telah menjadikan keberadaan Emha sebuah gejala
dalam kebudayaan Indonesia, sebuah alternatif segar bagi kita untuk memahami
karakter tetangga kita dari Yogyakarta ini.”
Dalam perbincangan Ian L. Betts bersama Emha, Ian menanyakan kepada
Emha, mengapa ia belum diterima oleh mainstream Indonesia (sebagaian besar
dari orang-orang berpengaruh yang menentukan hitam putihnya bangsa
Indonesia), Emha menjawab “ Tentara Fretilin di Timor Timur bertahan hidup di
hutan selama tiga puluh tahun dalam perjuangan mereka untuk memerdekakan
Timor Timur. Mereka menderita kelaparan dan asma, dan badan mereka rusak.
Setelah Timor Timur merdeka mereka tidak saja ditolak bergabung dengan tentara
49
regular, tetapi juga dihindari oleh orang karena mereka dianggap sampah, busuk,
dan kuno.13
B. Pendapat Para Ahli Tentang Emha Ainun Nadjib
1. KH. A. Mustofa Bisri atau akrab dipanggil Gus Mus pengasuh Ponpes
Roudlotul Tolibin menyatakan sebagaimana dikutip Ian L. Betts,
mengutarakan:
Cak Nun itu ialah wakil rakyat tanpa dewan, pemberontak tanpa senjata
(santri tanpa sarung; haji tanpa peci; kiai tanpa sorban; dai tanpa mimbar;
mursyid tanpa tarekat; sarjana tanpa wisudah; guru tanpa sekolahan;
aktivis tanpa LSM; pendemo tanpa spanduk; politisi tanpa partai; wakil
rakyat tanpa dewan; pemberontak tanpa senjata; ksatria tanpa kuda;
saudara tanpa hubungan darah), Cak Nun agaknya memang diselubungi
Tuhan, kadang-kadang bahkan para pemujanya. Alluhumma adim
‘izzahu.14
2. Taufik Ismail menyatakan sebagaimana dikutip Ian L. Betts, mengutarakan:
Mengomentari Cak Nun dengan istilah “Selalu kerangka kepentingan
rakyat”. Saya sangat kagum dan respek dengan produktivitas
pemikirannya yang tampak dari begitu banyak puisi dan juga buku-
bukunya. Pemikirannya selalu dalam kerangka kepentingan rakyat.
Pemihakannya pada wong cilik menempatkan dia pada posisi selalu
diawasi. Tapi semakin diawasi dan ditekan, semakin produktif, karyanya
banyak dan bermutu. Tidak semua seniman, budayawan, dan penyair
memiliki kemampuan seperti dia. Mungkin dia memiliki karunia khusus
dari Allah. Kelebihannya, dia adalah intelektual yang independen dan
tidak terjebak dalam politik kekuasaan. Konsistensi sikapnya hngga kini
tetap dipertahankan. Artinya, dia tetap mengambil sikap oposan dalam
situasi politik apapun.15
3. H. Ali Mochtar Ngabalin, MA (Komisi Pertahanan DPR, Mantan Ketua PB,
Pelajar Islam-PII) menyatakan sebagaimana dikutip Ian L. Betts,
mengutarakan:
Sungguh saya ingin mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan sosok
dan karakter serta kepribadian budayawan seperti Cak Nun, beliau
mampu menyampaikan pesan dan kritik baik agama maupun politik
dengan sangat luwes, saya juga kenal beliau sebagai seorang humanis
yang cepat merespon masalah-masalah kemanusiaan, saya kenal beliau
yang memiliki wawasan kebangsaan yang baik dan berani
13 Betts, op. cit., h. 3.
14
Ibid., h. 25.
15
Ibid., h. 27.
50
menyampaikan kebenaran dengan penuh kearufan, dia sangat konsisten
dan berpihak pada kepentingan umat. Pemikiran Cak Nun tentang
kepemimpinan masa depan patut di pelajari.16
4. KH. Hasan Abdullah Sahal (Pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor
Ponorogo) menyatakan sebagaimana dikutip Ian L. Betts, mengutarakan:
Dia adalah sosok pribadi yang menggoreskan perannya ditengah
masyarakat plural, bermodalkan kepribadian yang kuat. Kuat dalam
berprinsip, tahan menghadapi cobaan hidup sepahit-pahitnya. Takut
hanya kepada Allah dan hanya mengharap Ridha Allah, luas pergaulan
tanpa pilih-pilih, khususnya para duafa. Rujukan utama pemikirannya
sejalan dengan hobinya sebagai Qori’ di Pondokan Modern Darussalam
Gontor. Peka terhadap kemanusiaan, tidak suka pemaksaan oleh dan
terhadap siapa pun. Semua orang mempunyai interest untuk menonjolkan
diri, cuma cara dan frekuensinya yang terkadang berbeada-beda. Saya
melihat interest untuk ke situ kecil sekali dan prosesnya amat sangat
wajar sekali, tetapi hasilnya maksimal.17
5. Utomo Dananjaya (Praktisi pendidikan, bekerja di Universitas Paramadina)
menyatakan sebagaimana dikutip Ian L. Betts, mengutarakan:
Nelayan yang nahas meminta Allah memberikan ikan sekedar untuk
makan, tetapi pulang dengan ikan separuh melebihi permintaannya pada
Tuhan. Di pantai ia melihat kebakaran, “Rumahmu,” kata temannya. Ia
pun menengadah “Hai, Tuhan urusan di laut jangan dibawa-bawa ke darat
dong,” katanya jengkel, ohhhh, penonton Paramaswara terpingkal. Ini
bukan keberanian Cak Nun menantang Tuhan, ini kelincahan Cak Nun
berpikir lateral. Inilah salah satu kepiawaian Cak Nun, paduan cerdas,
berani logis, dan indah. Cak Nun mewujudkan mimpiku yang tertunda di
Universitas Paramadina dengan Parasmaswaranya.18
C. Pemikian Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam
1. Media
Emha Ainun Nadjib memiliki media tersendiri untuk menyampaikan
ilmu dan berdiskusi tentang masalah yang marak sekarang. Media yang
digunakan ialah komunitas atau jemaah maiyah. Sebutan Jamaah atau Jemaah
ini tidak benar-benar bergerak secara institutif sebagai kelompok eksklusif
tertentu. Jemaah ini secara rutin berkumpul dalam forum bersama Cak Nun (
16
Ibid.
17
Ibid., h. 4.
18 Ibid.
51
Emha Ainun Nadjib ). Acara ini mungkin bisa dibilang pengajian, tapi standar
yang biasa ditemui dalam sebuah acara pengajian tidak benar-benar menjadi
dominan. Sebab di dalamnya lebih banyak mengajarkan semangat hidup,
sikap toleran dan hidup bersama dalam kontribusi kebaikan. Jadi boleh juga
dibilang bahwa Jemaah Maiyah tidaklah identik sebagai sekumpulan orang
Islam saja. Malah seringkali hadir dalam pengajian ini tokoh2 lintas Agama,
Aliran, Suku Bangsa, Etnik, LSM, Mahasiswa dalam dan luar negeri, dan
lain-lain. Nuansanya sangat berbudaya dan tidak juga serta-merta menjadi
sinkretisme.19
Beberapa orang yang pernah hadir dalam acara ini antara lain, Gus Dur,
Mbah Surip, Ebiet G. Ade, Ari Lasso, Ahmad Dhani, Muhammad Nuh,
Permadi, Ian L. Betts, dan masih banyak lagi.
Bahkan banyak kejadian unik, salah satunya hadirnya orang gila yang
akhirnya bisa sembuh di salah satu acara Jemaah Maiyah. Dengan gaya bicara
khasnya, Cak Nun bilang "Acara ini bukan acara khusus untuk orang Islam,
tapi untuk semua manusia yang Islam dan yang tidak Islam, Manusia waras
dan manusia yang tidak waras, bahkan Jin, Setan, Dhemit, Gendruwo, kalau
memang berminat untuk jadi baik akan disambut dengan tangan terbuka".
Jemaah Maiyah memang tidak bisa melepaskan diri dari Cak Nun
sebagai figur panutan. Tapi pengkultusan bukan menjadi ideologi masal di
Jemaah Maiyah. Jadi meskipun Cak Nun tidak bisa hadir di dalam acara,
tetap saja acara bisa berlangsung dengan baik
2. Materi
Materi yang disampaikan Cak Nun dalam bukunya Tuhan Pun Berpuasa
ialah beberapa hal tentang pendidikan Islam yaitu pertama tauhid, kedua
akhlak (Uswatun Khasanah), ketiga penyucian rohani.
a. Tauhid
Didalam buku Cak Nun terdapat kalimat Tuhan pun berpuasa, itu
secara terang-terangan Allah menunjukkan sikap posesif dan kita sebut
19 Prayogi R. Saputra, Spiritual Journey Pemikiran & Permenungan EMHA Ainun Nadjib
(Jakarta: Kompas, 2012), h. 29.
52
saja fanatik terhadap ibadah puasa. Allah menyatakan bahwa pekerjaan
puasa hamba-hamba-Nya merupakan “milik khusus” di keharibaan-Nya.
Kalau pada ibadah-ibadah lain Allah mempersilahkan setiap pelakunya
memperoleh pahala, kehormatan, dan manfaat, khusus untuk puasa,
Allah bermaksud memonopoli untuk diri-Nya sendiri. Dan Allah
sekarang berpuasa untuk tidak menurunkan azab dan nikmat secara
seluruhnya kepada hambanya.
Cak Nun melihat sikap-Nya itu di beberapa sisi. Benar tidaknya
penglihatan saya itu pasti hanya Allah yang mengetahui persis. Saya
sekedar menggali, menghayati, dan merasakannya dengan cinta kasih
yang saya harapkan bisa menambah pemaknaan puasa, setidak-tidaknya,
bagi diri saya sendiri.20
b. Akhlak
Dalam kasus simbolisme budaya sehari-hari, banyak santri yang
menyembunyikan kesantriannya dengan sengaja menampilkan diri
dengan pakaian dan gaya perilaku yang terkesan tidak khas santri. Jadi
batinya santri, tapi fisiknya abangan. Alhasil, tawadhu’, takabbur,
kerendahan hati, sikap pamer, uswatun khasanah, ulil khaq
walaukanalmuuron, dan lain sebagainyaharus senantiasa kita tempatkan
pada konteks dan nuansa yang setepat-tepatnya. Bahkan, kalau ada tamu
ke rumahmu, sebaiknya engkau jangan berkhusnudhon dengan
menyangkanya punya uang banyak dan pasti ia sudah berbuka puasa.
“Curigalah” bahwa ia belum makan dan sediakanlah makanan.21
c. Penyucian Rohani
Ada berbagai pendekatan Qur’ani untuk memahami jarak antara
puasa dan Idul Fitri. Kita bisa memilih satu dua sudut atau sisi pandang,
bisa juga dengan “pendekatan melingkar”. Semacam kemenyeluruhan
atau totalitas. Atau yang Qur’an sendiri menyebutkannya kaffah. Kita
mungkin bisa berangkat dari salah satu paham bahwa perubahan atau
20 Emha, op. cit., h. 48.
21
Ibid., h. 84.
53
pengubahan yang dilakukan dengan metode laku puasa itu merupakan
proses peragian: semacam mengubah ketela menjadi tempe.
Menaklukkan gumpalan menjadi cairan. Mentransformasikan dan
mentranssubstansikan badan (jisim) menjadi energi (quwwah) dan
akhirnya menjadi cahaya (nur).22
3. Evaluasi
Dalam evaluasi yang dilakuakan oleh Emha Ainun Nadjib kepada peserta
didiknya atau jama’ahnya menggunakan dua metode, yaitu metode
sholawatan dan metode muhasabah. Di dalam metode sholawatan, jama’ah
akan diajak oleh Cak Nun untuk bersama-sama melantunkan sholawat kepada
Rasulullah SAW yang bermaksud untuk menanamkan kecintaan kepada
Rasulullah. Kedua muhasabah, muhasabah disini bermaksud untuk menata
pikiran dan hati untuk kembali menuju apa-apa yang diridhoi-Nya.23
4. Pendidikan Islam Beribu Pintu Berruang Satu
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sangat penting bagi umat
Islam, tanpa adanya pendidikan Islam mustahil orang Islam mengetahui
tauhid/akidah, fikih, tasawuf dan ilmu agama Islam lainya.24
Disini penulis
akan memaparkan pendidikan Islam menurut Emha Ainun Nadjib, tentang
pendidikan Islam beribu pintu berruang satu. Pendidikan Islam beribu pintu
berruang satu merupakan pendidikan yang sangat bagus, karena pendidikan
ini mencakup seluruh elemen keilmuan Islam yang pada akhirnya seorang
muslim dapat menguasai berbagai keilmuan Islam.
Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu merupakan suatu metode
pembelajaran yang sangat ideal dan bertujuan supaya umat Islam dapat
mengenal agama Islam lebih menyeluruh. Pendidikan Islam beribu pintu
berruang satu, diibaratkan dengan sebuah rumah besar, di rumah besar itu
terdapat ribuan pintu dan ketika kita masuk rumah itu hanya terdapat satu
ruangan besar, tanpa satu kamarpun. Satu ruangan besar diartikan sebagai
22 Ibid., h.192.
23
Observasi dijama’ah Kenduri Cinta, Jakarta (TIM), 14 September 2014.
24
Abuddin Nata, Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Uin Jakarta Press, 2006), Cet. I, h.
28.
54
keilmuan Islam dan ribuan pintu diartikan berbagai disiplin ilmu keislaman
seperti, pintu pertama adalah ilmu fiqih, pintu kedua adalah ilmu tauhid, pintu
ketiga adalah ilmu sejarah, pintu keempat adalah ilmu mantik, pintu kelima
adalah ilmu tasawuf, pintu keenam adalah ilmu tafsir dan seterusnya. Dengan
demikian, jika seseorang memasuki rumah dari pintu fiqih, orang itu bukan
hanya menemukan ilmu fiqih saja, akan tetapi orang tersebut akan
menemukan berbagai disiplin ilmu keislaman lainnya ketika memasuki
ruangan besar itu, yang bertujuan untuk memahami Islam secara
menyeluruh.25
Menurut Cak Nun, pendidikan Islam model seperti ini akan sangat
menambah wawasan kaum muslim, artinya setiap muslim bukan hanya
belajar satu keilmuan Islam saja, akan tetapi setiap muslim juga mempelajari
keilmuan Islam lainnya. Karena realita selama ini, kita melihat pengkotak-
kotakan ilmu, seperti kita lihat di perguruan tinggi atau Universitas. Di dalam
Universitas atau perguruan tinggi mahasiswa mempelajari disiplin ilmu hanya
sesuai dengan jurusan masing-masing. Bukan hanya itu, dunia akademis
hanya mengkaitkan diri dengan tahu dan tidak tahu, mengerti dan tidak
mengerti, serta pintar atau bodoh. Adapun jujur atau baik, bukan urusan
ilmiah.26
Contoh, Syarif seorang mahasiswa di Universitas Islam Indonesia
dan mengambil jurusan akidah filsafat di Fakultas Ushuludin, otomatis yang
dipelajari syarif hanya ilmu akidah filsafat dan tidak mempelajari Ilmu
Tasawuf, Ilmu Fiqih, Ilmu Tafsir secara mendalam. Dengan fenomena
seperti ini, menurut Cak Nun, manusia hanya sedikit sekali menerima ilmu,
karena mereka hanya mempelajari satu bidang keilmuan saja. Jadi, dengan
pendidikan Islam beribu pintu berruang satu dimaksudkan agar mencetak
generasi muslim yang menguasai berbagai keilmuan Islam. Dapat diartikan
bahwa Cak Nun menolak adanya sistem pendidikan berupa pengkotak-
25
Wawancara Pribadi dengan Emha Ainun Nadjib, Yogyakarta, 21 Mei 2014.
26
http://www.caknun.com/cermin/kurikulum-curang/. Situs ini merupakan blog resmi yang
memuat tulisan-tulisan dari Emha Ainun Nadjib. Di akses pada tanggal 14 bulan November tahun
2014.
55
kotakkan ilmu, karena dampak dari pengkotak-kotakan ilmu itu
mengakibatkan masyarakat muslim sangat sedikit menguasai keilmuan Islam.
Menurut Cak nun, seorang guru itu harus memiliki jiwa atau batin yang
berdekatan dengan Allah, tanpa batin yang dekat dengan Allah, mustahil
seorang guru dapat mengantarkan peserta didik kepada Allah.27
Sebagai
contoh, guru semua muslim, yaitu Rasulullah, yang senantiasa membimbing
dan mengajak kaum muslim berbondong-bondong untuk berjumpa dengan
Allah. Di dalam puisinya, Cak Nun mengutarakan betapa besarnya
pengorbanan Rasulullah (sebagai guru) kepada kaum muslim (kepada peserta
didik) dan peserta didik harus menanamkan cinta kepada guru sehingga dapat
tersambung rohaninya, serta ilmu dapat tersampaikan dengan baik dan
semakin dekat dengan Allah, sebagai berikut:
Kado Muhammad Muhammadku sayyidku
Engkau selalu dan terus menerus lahir
Dalam jiwaku
Muhammad pengasuhku
Yang mengajarkan hidup yang halal dan toyib
Terimalah nyanyian syukur dan hutang budiku.
Asshalatu wassalamu 'alaik, ya Rasulallah
Asshalatu wassalamu 'alaik, ya Habiballah
Terima kasih, Terima kasih banget ya Muhammad
Guru kami semua
Karena telah engkau perkenalkan kami kepada Allah
Penghuni utama kalbu kami
Kepada keabadian
Yakni negeri kami yang akan datang
Kepada malaikat
Yang paling sejati dari segala sahabat
Serta kepada akhirat
Yang selalu terasa sangat-sangat dekat
Muhammad kekasih kami
Terima kasih karena engkau selalu mensyukuri
Kegembiraan kami
Terima kasih
Bahwa Engkau senantiasa pulang
Menangisi derita kami
Ya Nabi salaamun 'alaika, Ya Rasul salaamun 'alaika.
27
Wawancara Pribadi dengan Emha Ainun Nadjib, Yogyakarta, 21 Mei 2014.
56
Ya habib salaamun'alaika, Shalawatullohi alaika.
Ya Rasul
Kupanggul cintamu
Berkeliling semesta
Kutaburkan di hutan
Di sungai
Di kota-kota
Ya Rasul
Kudendangkan Qur’an
AmanahMu itu kesegala penjuru
Aku mengendarai angin
Aku bergerak melalui cahaya
Aku mengaliri gelombang
Bagi-bagikan makanan keabadian
Kutuangkan bergelas-gelas minuman kesejatian
Kutaburkan cahaya
Ke lubuk-lubuk tersembunyi
Hati manusia
Sholatullah, Salamulloh , 'Alaa tohaa rosulillah. Sholatullah, Salamulloh,
'Alaayaasin habibillah
Tawassalna bibismillah wabil hadi Rosulillah. Wakuli muja hidilillah,
Biahlilbadri ya Alloh.28
Begitulah seharusnya peranan guru yang membimbing peserta didik, jiwa
raga dikorbankan demi kesuksesan peserta didiknya. Sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai semua dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Di dalam pendidikan Islam beribu pintu beruang satu, seorang guru harus
bisa menguasai elemen keilmuan Islam. Dengan kata lain, seorang guru harus
profesional dalam menyampaikan ilmu kepada peserta didik. Sehingga
pendidikan Islam beribu pintu beruang satu dapat terlaksana dengan baik dan
menghasilkan peserta didik yang unggul di dunia dan akhirat.
Kalau di dalam dunia pendidikan, metode seperti ini hampir sama dengan
metode pembelajaran tematik. Pembelajaran Tematik adalah pembelajaran
yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema
itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu. Sebagai contoh
tema “Air” dapat ditinjau dari disiplin ilmu fisika, biologi, agama, kimia dan
matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain,
28 http://ilalangkota.blogspot.com/2012/07/kado-muhammad-emha-ainun-nadjib-kiai.html. Di
akses pada tanggal 14 bulan November tahun 2014.
57
seperti IPS, Bahasa, dan seni. Pembelajaran tematik sebagai model
pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis daripada model pembelajaran
terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model
pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa
disiplin ilmu sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa.29
Istilah model pembelajaran terpadu sebagai konsep sering disamakan
dengan integrated teaching and learning, integrated curriculum approach, a
coherent curriculum approach. Jadi berdasarkan istilah tersebut, maka
pembelajaran terpadu pada dasarnya lahir salah satunya dari pola pendekatan
kurikulum yang terpadu (integrated curriculum approach). Definisi mendasar
tentang kurikulum terpadu/tematik dikemukakan oleh Humphreys, bahwa:
Studi terpadu/tematik adalah studi di mana para peserta didik dapat
mengekplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai mata pelajaran/disiplin
ilmu yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari lingkungan mereka. Ia
melihat pertautan antara kemanusiaan, seni komunikasi, ilmu pengetahuan
alam, matematika, studi social, music, dan seni. Keterampilan-keterampilan
pengetahuan dikembangkan dan diterapkan di lebih dari satu wilayah studi.30
Dengan berpegang pada definisi tematis ini, Shoemaker, mendefinisikan
kurikulum terpadu sebagai:31
“… pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi batas-
batas mata pelajaran, menggabungkan berbagai aspek kurikulum menjadi
asosiasi yang bermakna untuk memfokuskan dari pada wilayah studi yang
lebih luas. Kurikulum ini memandang pembelajaran dan pengajaran dalam
cara yang menyeluruh (holistik) dan merefleksikan dunia nyata, yang bersifat
interaktif.”
Deskripsi selanjutnya dikemukakan oleh Dressel. Definisi Dessel (1958:
3-5), beranjak dari pertautan antara wilayah subjek menuju penciptaan model-
model baru. Dalam kurikulum terpadu, pengalaman pembelajaran yang telah
direncanakan tidak hanya membekali siswa dengan pandangan terpadu
29
Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011),
Cet. II, h. 79.
30
Ibid., h. 80.
31
Ibid., h. 84.
58
mengenai pengetahuan umum (melalui pembelajaran model, sistem, dan
struktur kebudayaan), tapi juga memotivasi dan mengembangkan kekuatan
pembelajaran untuk memahami hubungan baru dan menciptakan model,
sistem, dan struktur baru. Istilah lain yang sering kali digunakan untuk
menyebutkan kurikulum terpadu adalah kurikulum interdisipliner. Kurikulum
interdisipliner didefinisikan sebagai organisasi kurikulum yang melintasi
batas-batas mata pelajaran untuk berfokus pada permasalahan kehidupan
yang komprehensif atau studi luas yang menggabungkan berbagai segmen
kurikulum ke dalam asosiasi yang bermakna.
Pembelajaran terpadu/tematik menawarkan model-model pembelajaran
yang menjadikan aktivitas pembelajaran itu relevan dan penuh makna bagi
peserta didik, baik aktivitas formal maupun informal, meliputi pembelajaran
inquiry secara aktif sampai dengan penyerapan pengetahuan dan fakta secara
pasif, dengan memberdayakan pengetahuan dan pengalaman peserta didik
untuk membantunya mengerti dan memahami dunia kehidupannya. Cara
pengemasan pengalaman belajar yang dirancang oleh guru yang demikian
akan sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman peserta didik
dan menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan menarik.. Kaitan
dengan konseptual yang dipelajari dengan isi bidang studi lain yang relevan
akan membentuk skema, sehingga akan diperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, dan kebulatan
pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan
melalui pembe lajaran tematik/terpadu.
Selain itu, pembelajaran tematik juga memiliki arti penting dalam kegiatan
belajar mengajar. Ada beberapa alasan yang mendasarinya, anatara lain:32
a. Proses pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep dalam suatu
peristiwa/objek lebih terorganisasi
Proses pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep dalam suatu
objek sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki peserta
32 Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Kencana, 2013), Cet. II, h.
158-159.
59
didik sebelumnya. Masing-masing peserta didik selalu membangun
sendiri pemahaman terhadap konsep baru. Anak menjadi “arsitek”
pembangun gagasan baru. Guru dan orang tua hanya sebagai “fasilitator”
atau mempermudah sehingga peristiwa belajar dapat berlangsung dengan
lancer. Peserta didik dapat gagsan baru jika pengetahuan yang disajikan
selalu berkaitan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
b. Pembelajaran akan lebih bermakna
Pembelajaran akan lebih bermakna kalau pelajaran yang sudah dipelajari
peserta didik dapat memanfaatkan untuk mempelajari materi berikutnya.
Pembelajaran tematik sangat berpeluang untuk memanfaatkan
pengetahuan sebelumnya.
c. Memberi peluang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan diri
Pengajaran tematik memberi peluang peserta didik untuk
mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersamaan. Ketiga
ranah sasaran pendidikan itu meliputi, sikap (jujur, teliti, tekun, dan
terbuka terhadap gagasan ilmiah); keterampilan (memperoleh,
memanfaatkan, memilih informasi, menggunakan alat, bekerja sama, dan
kepemimpinan); dan ranah kognitif (pengetahuan).
d. Memperkuat kemampuan yang diperoleh
Kemampuan yang diperoleh dari satu mata pelajaran akan saling
memperkuat kemampuan yang diperoleh dari mata pelajaran lain.
e. Efisiensi waktu
Guru atau pengajar dapat lebih menghemat waktu dalam menyusun
persiapan mengajar. Tidak hanya siswa, guru pun dapat belajar lebih
bermakna terhadap konsep-konsep sulit yang akan diajarkan.
Pembelajaran tematik dalam kenyataannya memiliki beberapa kelebihan
seperti pembelajaran terpadu. Menurut Departemen Pendidikan dan
60
Kebudayaan (1996), pembelajaran terpadu memiliki kelebihan sebagai
berikut:33
a. Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik relevan dengan tingkat
perkembangannya.
b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
c. Kegiatan belajar bermakna bagi peserta didik, sehingga hasilnya dapat
bertahan lama.
d. Keterampilan berpikir peserta didik berkembang dalam proses
pembelajaran terpadu.
e. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan peserta
didik.
f. Keterampilan sosial peserta didik berkembang dalam proses
pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain: kerja sama,
komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.
Selain keenam kelebihan tersebut, apabila pemebelajaran tematik
dirancang bersama, dapat meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian
terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta
didik atau guru dengan narasumber, sehingga belajar lebih menyenangkan,
belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Apabila ditinjau dari aspek guru dan peserta didik, pembelajaran tematik
memiliki beberapa keuntungan.34
Keuntungan pembelajaran tematik bagi
guru antara lain:
a. Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak
dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari,
mencakup berbagai mata pelajaran.
b. Hubungan antar-mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis
dan alami.
33 Ibid., h.159.
34
http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/tematik.pdf. Di akses pada tanggal 6 bulan
November tahun 2014.
61
c. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu,
tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding
kelas. Guru dapat membantu peserta didik memperluas kesempatan
belajar ke berbagai aspek kehidupan.
d. Guru bebas membantu peserta didik melihat masalah, situasi, atau topik
dari berbagai sudut pandang.
e. Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada
kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.
Adapun keuntungan pembelajaran tematik bagi peserta didik anatara lain:
a. Dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar, dari pada hasil
belajar.
b. Menghilangkan batas semu antarbagian kurikulum dan menyediakan
pendekatan proses belajar yang integrative.
c. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar
kelas.
d. Membantu siswa membangun hubungan antar konsep dan ide, sehingga
meningkatkan apresiasi dan pemahaman.
Dengan demikian, pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan
Islam beribu pintu berruang satu memiliki banyak kesamaan dengan
pembelajaran tematik yang biasa digunakan di dunia pendidikan. Serta sangat
membantu peserta didik dalam rangka tholabul ilmi, karena dengan metode
ini peserta didik akan mengerti keilmuan Islam secara menyeluruh dan
dengan semua ilmu itu menjadikan generasi Islam yang semakin dekat
dengan Allah, manusia dan semua makhluk hidup. Bukan itu saja, peserta
didik juga akan semakin paham arti hidup yang sebenarnya, sehingga
kehidupan seorang muslim akan semakin membaik hari demi hari dengan
adanya Islam dan pendidikannya. Sejalan dengan arti Islam sendiri, oleh
Emha Ainun Nadjib dituturkan lewat puisinya yang berjudul “Bila Sebuah
Batu Tergeletak di Jalan”, yang berbunyi:
62
Bila sebuah batu tergeletak di jalan
Dan ia membahayakan pemakai jalan
Anda memungutnya dan mencari seseorang untuk membahas
Apa yang dapat kita perbuat agar batu tersebut bermanfaat
Itulah Islam
Islam adalah untuk menjaga kesuburan tiap sudut tanah
Untuk mengagumi gunung dan laut yang luas, atau sekedar untuk menyirami
tanaman,
Untuk berenang dalam air sambil bersyukur kepada Allah
Atau untuk menghirup udara dengan kerinduan untuk bertemu dangan Allah
Islam adalah, bila ada satu makhluk sedang kelaparan,
Walau ia hanya seekor anjing,
Anda merasa tidak enak karena kenyang seorang diri
Maka anda lalu belajar untuk merasakan lapar,
Sebelum anda merasa layak disebut sebagai saudara oleh orang-orang lapar
Islam adalah, ketika seorang merasa haus
Bahkan bila ia adalah orang yang akan membunuh anda,
Anda merasakan kehausannya
Dan berbagi air anda dengannya
Islam adalah ketika anda melihat seseorang dipinggirkan dan merasa
sendirian
Anda menghampirinya dan mengucapkan salam kepadanya
Islam adalah
Mencintai bahkan orang-orang yang membenci anda,
Dan memuji dengan bijak
Seseorang yang menganggap anda sebagai musuhnya
Islam adalah komunitas yang berdamai dengan alam,
Sungai dan hutan, air dan daratan, gunung dan laut
Yang mereka cintai seolah-olah isteri-isteri mereka sendiri
Menjaga kesuburannya semata-mata dengan cinta
Islam adalah
Sebuah pemerintah yang menganggap rakyatnya sebagai seorang isteri,
Saling menyayangi, bekerjasama dengan keseimbangan kekuasaan antara
yang satu dengan yang lain,
Islam adalah keadaan di mana si kuat memahami pentingnya si lemah
Dan si lemah tidak menikmati kelemahan dan ketergantungannya
Salam berarti perdamaian
Islam berarti upaya mencari, membangun dan menciptakan perdamaian
Humanitas Islam berarti pengertian untuk saling memanusiakan satu sama
lain
Budaya Islam adalah kedamaian pikiran dan hati
Perekonomian Islam berarti tak seorang pun kekurangan gizi dan tak seorang
pun kelebihan gizi
Politik Islam berarti demokrasi sejati dan jujur
Filosofi Islam adalah keseimbangan antara hak-hak azasi dan kewajiban-
kewajiban azasi manusia
63
Salam berarti perdamaian
Islam berarti pembebasan menuju perdamaian
Islam berarti kerja emansipasi menuju kehidupan yang penuh kedamaian bagi
semua manusia.35
35 Betts, op. cit., h. xii.
63
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang Pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
Pertama Media, Media yang digunakan ialah komunitas atau jemaah maiyah.
Sebutan Jamaah atau Jemaah ini tidak benar-benar bergerak secara institutif
sebagai kelompok eksklusif tertentu. Jemaah ini secara rutin berkumpul dalam
forum bersama Cak Nun ( Emha Ainun Nadjib ). Acara ini mungkin bisa dibilang
pengajian, tapi standar yang biasa ditemui dalam sebuah acara pengajian tidak
benar-benar menjadi dominan. Sebab di dalamnya lebih banyak mengajarkan
semangat hidup, sikap toleran dan hidup bersama dalam kontribusi kebaikan. Jadi
boleh juga dibilang bahwa Jemaah Maiyah tidaklah identik sebagai sekumpulan
orang Islam saja. Malah seringkali hadir dalam pengajian ini tokoh2 lintas Agama,
Aliran, Suku Bangsa, Etnik, LSM, Mahasiswa dalam dan luar negeri, dan lain-
lain. Nuansanya sangat berbudaya dan tidak juga serta-merta menjadi sinkretisme.
Kedua Materi, ialah tauhid, akhlak, dan penyucian rohani. (1)Tauhid, di
dalam buku Cak Nun terdapat kalimat Tuhan pun berpuasa, itu secara terang-
terangan Allah menunjukkan sikap posesif dan kita sebut saja fanatik terhadap
ibadah puasa. Allah menyatakan bahwa pekerjaan puasa hamba-hamba-Nya
merupakan “milik khusus” di keharibaan-Nya. Kalau pada ibadah-ibadah lain
Allah mempersilahkan setiap pelakunya memperoleh pahala, kehormatan, dan
manfaat, khusus untuk puasa, Allah bermaksud memonopoli untuk diri-Nya
sendiri. Dan Allah sekarang berpuasa untuk tidak menurunkan azab dan nikmat
secara seluruhnya kepada hambanya. Cak Nun melihat sikap-Nya itu di beberapa
sisi. Benar tidaknya penglihatan saya itu pasti hanya Allah yang mengetahui
persis. Saya sekadar menggali, menghayati, dan merasakannya dengan cinta kasih
yang saya harapkan bisa menambah pemaknaan puasa, setidak-tidaknya, bagi diri
64
saya sendiri. (2) Akhlak, dalam kasus simbolisme budaya sehari-hari, banyak
santri yang menyembunyikan kesantriannya dengan sengaja menampilkan diri
dengan pakaian dan gaya perilaku yang terkesan tidak khas santri. Jadi batinya
santri, tapi fisiknya abangan. Alhasil, tawadhu’, takabbur, kerendahan hati, sikap
pamer, uswatun khasanah, ulil khaq walaukanalmuuron, dan lain sebagainya harus
senantiasa kita tempatkan pada konteks dan nuansa yang setepat-tepatnya.
Bahkan, kalau ada tamu ke rumahmu, sebaiknya engkau jangan berkhusnudhon
dengan menyangkanya punya uang banyak dan pasti ia sudah berbuka puasa.
“Curigalah” bahwa ia belum makan dan sediakanlah makanan. (3)Penyucian
Rohani, ada berbagai pendekatan Qur’ani untuk memahami jarak antara puasa dan
Idul Fitri. Kita bisa memilih satu dua sudut atau sisi pandang, bisa juga dengan
“pendekatan melingkar”. Semacam kemenyeluruhan atau totalitas. Atau yang
Qur’an sendiri menyebutkannya kaffah. Kita mungkin bisa berangkat dari salah
satu paham bahwa perubahan atau pengubahan yang dilakukan dengan metode
laku puasa itu merupakan proses peragian: semacam mengubah ketela menjadi
tempe. Menaklukkan gumpalan menjadi cairan. Mentransformasikan dan
mentranssubstansikan badan (jisim) menjadi energi (quwwah) dan akhirnya
menjadi cahaya (nur).
Ketiga Evaluasi, Dalam evaluasi yang dilakuakan oleh Emha Ainun Nadjib
kepada peserta didiknya atau jama’ahnya menggunakan dua metode, yaitu metode
sholawatan dan metode muhasabah. Di dalam metode sholawatan, jama’ah akan
diajak oleh Cak Nun untuk bersama-sama melantunkan sholawat kepada
Rasulullah SAW yang bermaksud untuk menanamkan kecintaan kepada
Rasulullah. Kedua muhasabah, muhasabah disini bermaksud untuk menata
pikiran dan hati untuk kembali menuju apa-apa yang diridhoi-Nya.
Empat Pendidikan Islam Beribu Pintu Berruang Satu, Emha Ainun Nadjib
atau Cak Nun memberikan pemikirannya terhadap pendidikan Islam melalui
kalimat Beribu Pintu Berruang Satu. Jika dilihat dari segi bahasa, kalimat ini
sederhana, akan tetapi mempunyai arti yang sangat mendalam. Beribu pintu
berruang satu adalah sebuah pengadaian dari suatu metode pendidikan Islam yang
65
diutarakan oleh Emha. Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu, diibaratkan
dengan sebuah rumah besar, di rumah besar itu terdapat ribuan pintu dan ketika
kita masuk rumah itu hanya terdapat satu ruangan besar, tanpa satu kamar pun.
Satu ruangan besar diartikan sebagai keilmuan Islam dan ribuan pintu diartikan
berbagai disiplin ilmu keislaman seperti, pintu pertama adalah ilmu fiqih, pintu
kedua adalah ilmu tauhid, pintu ketiga adalah ilmu sejarah, pintu keempat adalah
ilmu mantik, pintu kelima adalah ilmu tasawuf, pintu keenam adalah ilmu tafsir
dan seterusnya. Dengan demikian, jika seseorang memasuki rumah dari pintu
fiqih, orang itu bukan hanya menemukan ilmu fiqih saja, akan tetapi orang
tersebut akan menemukan berbagai disiplin ilmu keislaman lainnya ketika
memasuki ruangan besar itu, yang bertujuan untuk memahami Islam secara
menyeluruh.
B. Saran-saran
Ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan atau disarankan atau
disarankan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini bersifat relatif dan memiliki keterbatasan. Oleh karena itu,
dibutuhkan adanya penyempurnaan penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang pemikiran Emha Ainun Nadjib
tentang pendidikan Islam sangat sedikit adanya. Oleh sebab itu diharapkan
adanya penelitian selanjutnya.
3. Sepengetahuan peneliti, pengetahuan mahasiswa Pendidikan Agama Islam
tentang Emha Ainun Nadjib kurang. Oleh karena diharapkanpemikiran
Emha Ainun Nadjib ini dimasukan kedalam mata kuliah.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, Athiya. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
1970.
Abrasyi, Mohammad Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj.
Bustami A. Gani dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang. 1984.
Ali, Zainal. 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh. Yogyakarta: Narasi. 2009.
Anshar, Muhammad. Dasar-Dasar Perkembangan Kurikulum. Jakarta:
Depdikbud Dirjen PT. PPLPTK. 1989.
Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.
Attas, Naquib. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembanga Pendidikan Integrative di
Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS. 2009
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam. Ciputat: Logos. 2000.
Baharuddin, Makin. Pendidikan Humanistik: Teori, Konsep dan Aplikasi Praktis
dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2009.
Betts, Ian. Jalan Sunyi Emha. Jakarta: Kompas, 2006. Cet. I.
Buchori, Mochtar. Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan.
Yogyakarta: Tiara Wacana. 1994. Cet. I.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2000. Cet. IV.
Departemen Agama RI. Jejak Langkah NU & Muhammadiyah. Jakarta:
Departemen Agama RI. 2008. Cet. I.
Fandi, Haryanto. Desain Pembelajaran Yang Demokratis & Humanis. Jakarta:
Ar-Ruzz Media. 2011. Cet. I.
Hani, Handoko. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. 1986.
Hitami, Munzir. Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS.
2004.
http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/tematik.pdf. Di akses pada tanggal
6 bulan November tahun 2014.
Jalal, Abdul Fattah. Asas-Asas Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro. 1988.
Karim, M Rusli. Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan dalam
Pendidikan Islam antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1991.
68
Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung:
Al-Ma’arif. 1995.
-----. Kreativitas dan Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna. 1991. Cet. I.
-----. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan. Jakarta:
Pustaka al-Khusna. 1989.
Mas’ud, Abdurrahman. Antologi Study Agama dan Pendidikan. Semarang: Aneka
Ilmu. 2004.
Muhadjir, Noeng. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan
Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2003. Cet. III.
Muhaimin. Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan
Pendidikan Islam. Cirebon: Pustaka Dinamika. 1999.
Muhaimin. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Teoritis dan Kerangka Dasar
Oprasi onalnya. Bandung: Trigenda Karya. 1993.
Muhajir, As’aril. Ilmu Pendidikan Perspektif Konstektual. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media. 2011. Cet. I.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Putra Grafika. 2008.
Mulyadi, Kartanegara. Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Jendela.
2003.
Nadjib, Emha Ainun. Demokrasi La Roiba Fih. Jakarta: Kompas. 2009. Cet. II.
-----. Jejak Tinju Pak Kiai. Jakarta: Kompas. 2008.
-----. Kerajaan Indonesia. Yogyakarta: Progress. 2006. Cet. II.
-----. Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki. Jakarta: KOMPAS. 2007. Cet. IV.
-----. Tuhan Pun Berpuasa. Jakarta: Kompas. 2012. Cet. III.
Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat.
Jakarta: Gema Insani Press. 1995.
-----. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam Dalam Keluarga, di Sekolah
dan di Masyarakat. Bandung: Diponegoro. 1989.
-----. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro. 1992.
Naim, Ngainun dan Akhmad Sauki. Pendidikan Multikultural: Konsep dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2008.
Nata, Abuddin. Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo. 2001. Cet. I.
-----. Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: Uin Jakarta. 2006.
69
Nizar, Samsul dan Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
2009.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. 2005.
Noer, Delier. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cakrawala
Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka. 2004.
Priatna, Tedi. Pondasi dan Fungsi Pendidikan Islam, dalam Cakrawala
Pendidikan Islam. Jakarta: Mimbar Pustaka. 2004.
Qomar, Mujamil. Epistimologi Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga. 2005.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Qur’an al-Hakim Juz VII. Beirut: Dar al-
Fikr. tt.
Saputra Prayogi R. Spiritual Journey Pemikiran & Permenungan EMHA Ainun
Nadjib. Jakarta: Kompas. 2012.
Shihab, M Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1996.
Sudirman. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. 1989.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA. 2011. Cet.
XIII.
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Cet.
I.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2007. Cet. III.
Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang. 1979. Cet. I.
Syalabi, Ahmad. Tarikh al-Tarbiyat al-Islamiyat. Kairo: al-Kasyaf. 1954.
Tafsir Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2010. Cet. IX.
Taufiq, Abdullah. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban.
Jakarta: PT Ikhtiar Baru. 2003.
Trianto. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Kencana. 2013.
Cet. II.
-----. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
2011. Cet. II.
70
Usa, Muslih. Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta. Yogyakarta:
Tiara Wacana. 1991.
Wojowasito. Kamus Umum Belanda-Indonesia. Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van
Hoeve. 1999.
Zuhri. Pengorganisasian, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta:
Dermaga. 1986.
71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
INSTRUMENT WAWANCARA
1. Menurut Cak Nun pendidikan Islam sekarang seperti apa?
Pendidikan Islam sekarang ini masih berkualitas lemah, karena realita selama
ini, kita melihat pengkotak-kotakan ilmu, seperti kita lihat di perguruan tinggi
atau Universitas. Di dalam Universitas atau perguruan tinggi mahasiswa
mempelajari disiplin ilmu hanya sesuai dengan jurusan masing-masing.
Bukan hanya itu, dunia akademis hanya mengkaitkan diri dengan tahu dan
tidak tahu, mengerti dan tidak mengerti, serta pintar atau bodoh. Adapun jujur
atau baik, bukan urusan ilmiah.
2. Jadi, menurut Cak Nun bagaimana seharusnya pendidikan Islam yang dapat
memperoleh hasil maksimal?
Menurut saya pendidikan Islam yang ideal dan bagus itu pendidikan Islam
beribu pintu berruang satu. Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu
merupakan suatu metode pembelajaran yang sangat ideal dan bertujuan
supaya umat Islam dapat mengenal agama Islam lebih menyeluruh.
Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu, saya ibaratkan dengan sebuah
rumah yang besar, di rumah besar itu terdapat ribuan pintu dan ketika kita
masuk rumah itu hanya terdapat satu ruangan besar, tanpa satu kamarpun.
Satu ruangan besar diartikan sebagai keilmuan Islam dan ribuan pintu
diartikan berbagai disiplin ilmu keislaman seperti, pintu pertama adalah ilmu
fiqih, pintu kedua adalah ilmu tauhid, pintu ketiga adalah ilmu sejarah, pintu
keempat adalah ilmu mantik, pintu kelima adalah ilmu tasawuf, pintu keenam
adalah ilmu tafsir dan seterusnya. Dengan demikian, jika seseorang memasuki
rumah dari pintu fiqih, orang itu bukan hanya menemukan ilmu fiqih saja,
akan tetapi orang tersebut akan menemukan berbagai disiplin ilmu keislaman
lainnya ketika memasuki ruangan besar itu, yang bertujuan untuk memahami
Islam secara menyeluruh.
3. Dampak dari lemahnya kualitas pendidikan ini apa Cak?
penurunan moral pada masa moderen ini, di antaranya permusuhan yang
terjadi antar agama, antar ormas-ormas Islam, hamil diluar nikah, tidak
adanya sekat muda-mudi dalam pergaulan (pergaulan bebas), dan lain
sebagainya.
4. Menurut Cak Nun Islam itu seperti apa?
Islam adalah untuk menjaga kesuburan tiap sudut tanah. Untuk mengagumi
gunung dan laut yang luas, atau sekedar untuk menyirami tanaman, untuk
berenang dalam air sambil bersyukur kepada Allah. Atau untuk menghirup
udara dengan kerinduan untuk bertemu dangan Allah. Islam adalah, bila ada
satu makhluk sedang kelaparan, Walau ia hanya seekor anjing. Islam adalah,
ketika seorang merasa haus, bahkan bila ia adalah orang yang akan
membunuh anda, Anda merasakan kehausannya dan berbagi air anda
dengannya. Islam adalah ketika anda melihat seseorang dipinggirkan dan
merasa sendirian, anda menghampirinya dan mengucapkan salam kepadanya.
Islam adalah mencintai bahkan orang-orang yang membenci anda, dan
memuji dengan bijak dan seseorang yang menganggap anda sebagai
musuhnya.
5. Tujuan pendidikan Islam menurut Cak Nun?
Menjadikan generasi Islam semakin dekat dengan Allah, manusia dan semua
makhluk hidup. Bukan itu saja, peserta didik juga akan semakin paham arti
hidup yang sebenarnya, sehingga kehidupan seorang muslim akan semakin
membaik hari demi hari dengan adanya Islam dan pendidikannya.
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN PENELITIAN SKRIPSI
A. Foto bersama Emha Ainun Nadjib (Narasumber)
B. Kegiatan Bulanan Di Jakarta (Majlis Maiyah Kenduri Cinta)
C. Bersama Ian L. Betts (Sahabat & Penulis Perjalanan Hidup Cak Nun)
D. Personel Kiai Kanjeng
E. Majelis Maiyah Padhang Mbulan (Jombang) & Bangbang Wetan (Surabaya)
F. Majelis Maiyah Mocopat Syafaat (Daerah Istimewah Yogyakarta)
Recommended