View
21
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT
BID’AH DALAM AL-QUR‟AN
SKRIPSI Diajukan Sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S. 1) Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh:
HANISAH
NIM :UT.160079
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIPUDDIN
JAMBI
2020
i
Drs. H. Abdul Latif, M.Ag Jambi, 20 April 2020
Sajida Putri, M. Hum
Alamat : Fak Ushuluddin UIN STS Jambi Kepada Yth.
Jl. Raya Jambi-Ma. Bulian Bapak Dekan
Simp. Sungai Duren Fak. Ushuluddin
Muaro Jambi UIN STS Jambi
di-
JAMBI
NOTA DINAS
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan persyaratan
yang berlaku di Fakultas Ushuludin dan Studi Agama UIN STS Jambi, maka kami
berpendapat bahwa Skripsi saudara (Hanisah) dengan judul “Penafsiran Syekh Al-
„Utsaimīn Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah Dalam Al-Qur‟an” telah dapat diajukan
untuk dimunaqashahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak/Ibu, semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalam
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Abdul Latif, M.Ag Sajida Putri, M. Hum
NIP. 19631229199001002 NIP.
ii
iii
iv
MOTTO
طى ذىا صرى لكيم كىصىكيم بوۦ لىعى كىأىف ىى بيلوۦ ذى لكيم تػىتػقيوفى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An„am : 153).
v
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah
selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Kepada kedua orang tuaku bapak Hanapi dan Ibu Martina karena dengan segala
limpahan kasih sayang, pengorbanan dan doanya penulis dapat menyelesaikan studi
dan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Semoga Allah swt selalu
melimpahkan rahmat, kasih sayang, dan kucurahan karunia kesehatan, panjang
umur, diberkahi umurnya dan selalu dalam naungan Allah SWT.
Seluruh dosen di UIN STS Jambi yang telah memberika hikmah dan pengajaran,
motifasi dan apresiai, sehingga penulis selalu bersemangat untuk terus maju dan
berkembang, semoga Allah membalas segala amal dan menjadikannya ladang yang
terus mengalir dan menyebar. Sehat dan panjang umur untuk beliau semua.
Teman, rekan, sahabat selama studi UIN STS Jambi dan semua angkatan, terkhusus
angkatan 2016, dan semua yang rekan yang mendukung dan memberikan kontribusi
yang berarti bagi proses studi penulis selama ini.
vi
ABSTRAK
Karya tafsir pada dasarnya mempunyai berbagai macam metode dan
model penafsiran yang bermunculan. Gaya penafsiran dan metode pendekatan
tafsir yang berbeda-beda diantaranya dipengaruhi oleh kondisi mufassir, pola
pikir, keahlian dan teologi yang melingkupi mufassir. Dalam hal ini,
penelitian ini difokuskan untuk menjawab permasalahan tentang penafsiran
terhadap ayat tentang bid’ah dalam Tafsir Ibnu Utsaimin, yaitu dalam surah
Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3, dan surah Al-Hadid ayat 27.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran terhadap ayat
tentang bid’ah, dengan corak yang digunakan mufasir dalam menafsirkan
ayat tersebut. Penelitian ini termasuk metode kualitatif yang sumber datanya
di peroleh dari kepustakaan (library research).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam menafsirkan surah Al-
Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-Hadid ayat 27 dalam
Tafsir Ibnu Utsaimin menunjukkan perbedaan pendapat para ulama. Metode
tafsir yang diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya. menggunakan
perkataan yang jelas, kalimat yang dalam dan tidak bertele-tele dan selalu
beliau iringi dengan untaian nasihat dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh karena itu
dalam tafsirnya tidak banyak menyebutkan perkataan dan masalah-masalah
cabang yang banyak didapatkan dalam kitab tafsir seperti masalah balaghah
dan i‟rab. Corak yang digunakan Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya ialah
menggunakan corak fiqih dan metode yang digunakannya adalah metode
tahlili.
Kata kunci: Bid’ah, Syekh al-„Ustaimin, Al-Qur‟an
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongannya tentunya penulis tidak akan mampu menyelesaikan Skripsi ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1), dengan
judul “Penafsiran Syekh Al-„Utsaimin Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah Dalam Al-
Qur‟an”. Penulis menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan,
seperti penyampaian informasi sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca
lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-kata yang
salah. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Allah.
Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ary, M. Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE.M.EI, Bapak Dr. As‟ad Isma, M.Pd, Bapak
Bahrul Ulum, S.Ag., MA, selaku Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Islam
Negeri Sultan Thaha Saipuddin Jambi.
3. Bapak Dr. Halim, S.Ag., M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
4. Bapak Dr. Masiyan M.Ag selaku Wakil dekan bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi
5. Bapak Dr. Edy Kusnaidi, M.Ag selaku Wakil dekan bidang Administrasi
Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN STS Jambi.
6. Bapak Dr. M.Led Al-Munir, M.Ag selaku Wakil dekan bidang
Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
7. Bapak Bambang Husni Nugroho, S. Th. I.,M.H. I selaku ketua Prodi Ilmu Al-
Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
8. Bapak Drs. H. Abdul Latif, M.Ag selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya Penulisan Skripsi
ini.
9. Ibu Sajida Putri, M. Hum selalu pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran, semangat dan waktunya demi terselesaikannya Skripsi ini.
10. Ibu Ermawati MA selaku pembimbing akademik yang senantiasa selalu
memberi saran, semangat dan waktunya demi terselesaikannya Skripsi ini.
viii
11. Para Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN STS Jambi.
12. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN STS Jambi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
NOTA DINAS ................................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ORSINALITAS SIKRIPSI ................................ iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Batasan Masalah.......................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7
F. Metode Penelitian........................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN TAFSIR AL-QURAN AL-KARIM
A. Biografi Mufassir Syekh al-„Utsaimin .................................... 14
B. Karyanya .................................................................................... 14
C. Karakter Syekh al-„Utsaimin ...................................................... 16
D. Kitab Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim.............................................. 18
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI BID’AH
A. Defenisi Bid’ah .......................................................................... 20
B. Lafadz بدع dalam Al-Qur‟an .................................................... 21
C. Ayat-Ayat Al-Qur‟an Tentang Bid’ah ....................................... 22
D. Pembagian Bid’ah Secara Umum .............................................. 35
E. Pembagian Bid’ah Dalam Agama ............................................. 36
F. Pembagian Bid’ah Menurut Syekh al-„Utsaimin....................... 37
x
BAB IV PENAFSIRAN DAN ANALISIS
A. Penafsiran Syekh al-„Utsaimin ................................................. 43
B. Penafsiran Mufassir lainnya ...................................................... 49
C. Analisis Tafsir............................................................................ 58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 60
B. Saran ......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṭ ط ‟ ا
ẓ ظ B ب
„ ع T ت
Gh غ Th ث
F ؼ J ج
Q ؽ ḥ ح
K ؾ Kh خ
L ؿ D د
M ـ Dz ذ
N ف R ر
H ق Z ز
W ك S س
‟ ء Sh ش
Y م ṣ ص
ḍ ض
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
ȋ ام Ā آ A اى
Aw اىك ȋ ام I ا
Ai اىم Ū ايك U اي
xii
C. Tā‟ marbūṭah
Transliterasi untuk Tā‟ marbūṭah ini ada dua macam
1. Tā‟ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun maka
transliterasinya adalah h.
Arab Indonesia
ḥilmah حكمة
Jaziyah جزية
2. Tā‟ marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dammah, maka transliterasinya adalah t.
3. Tā‟ marbūṭah yang berharakat tanwin makan transliterasinya adalah
tan/tin/tun.
Arab Indonesia
Wizārat al-Tarbiyah كزارة التربية
Mir‟ātu al-zaman مراة الزمن
Arab Indonesia
فجعةن
xiii
D. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
Swt. = subḥanahu wa ta„ala
Saw. = ṣallallāhu „alaihi wa sallam
As. = „alaihi al - salām
Cet. = Cetakan
t.p. = Tanpa penerbit
t.t. = Tanpa tempat
t.th. = Tanpa tahun
H = Hijriah
M = Masehi
SM = Sebelum Masehi
QS. …/…: 4 = QS. al-Baqarah/2: 4 atau QS. Ali „Imran/3: 4
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab suci dan petunjuk yang diwahyukaan Allah
SWT kepada Nabi SAW bagi seluruh manusia. Di antara tujuan utama
diturunkannya Al-Qur‟an yakni untuk menjadi pedoman manusia dalam menata
kehidupan mereka supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kitab suci ini menempatkan posisi sebagai central, bukan saja dalam bidang
ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu perkembangan
peradaban umat Islam sepanjang empat belas abad.1
Tiada bacaan seperti Al-Qur‟an yang dipelajari bukan hanya susunan
redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat,
tersirat bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkannya. Semua dituangkan
dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Kemudian apa yang dituangkan
dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
kemampuan dan kecendrungan mereka, namun semua mengandung kebenaran.
Al-Qur‟an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-
beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing.2
Al-Qur‟an merupakan sebuah mukjizat yang menembus batas ruang dan
waktu, ia bisa “hidup” dimanapun dan kapanpun (shalih li kulli zaman wa
makan).3 Umat Islam di seluruh dunia disatukan dalam sumber utama yang sama,
yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah. Walaupun disatukan dalam sumber yang sama,
namun dalam memahami beberapa istilah agama, umat Islam tidak selamanya
sepakat.4 Dalam perjalanan umat Islam, berbagai perkara baru sedikit demi
sedikit muncul. Perkara-perkara baru tersebut tidak pernah ada sama sekali pada
masa Rasulullah dan para sahabat. Perkara-perkara baru itulah yang kemudian
1 Said Agil Husain Munawar, Al Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta :
Ciputat press, 2003), 3. 2 Dr.Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung :Mizan, 1996), 3. 3 Ibnu Samsul Huda, Studi Sastra Al - Qur’an: Antara Balaghah dan Hermeneutika ,
(Malang: CV. Bintang Sejahtera, 2012). 4 4 Abdullah bin Husain al-Arfaj, Konsep Bid’ah dan Toleransi Fiqih (Jakarta: Al-I‟tisham,
2013), 1.
2
disebut sebagai bid’ah. Jauh sebelum terjadinya berbagai perkara baru tersebut,
Allah telah mengatakan dengan firman-Nya bahwasanya Al-Qur‟an adalah suatu
kitab yang penuh berkah yang harus diikuti petunjuk-petunjuknya. 5
Rasulullah SAW bersabda:
يػري رى الىديث كتىابي الل كىخى يػ تػيهىا كىكيل بدعىةو ضىلاىلىةه فىإف خى اليدىل ىيدىل ميىمدو كىشىر الأيميور ميدىثى “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu „alaihi wa
sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan,
setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah
adalah kesesatan”.6
Hadis ini merupakan salah satu dari sekian banyak hadis yang berbicara
tentang bid'ah (setiap bid’ah adalah kesesatan). Inilah yang masih diragukan oleh
sebagian orang. Ada yang mengatakan bahwa tidak semua bid’ah itu sesat, ada
pula bid’ah yang baik (bid’ah hasanah). Meskipun demikian dalam realitasnya,
perbedaan paham mengenai bid’ah secara langsung maupun tidak langsung
ternyata telah melahirkan banyak konflik, baik konflik yang berlatar belakang
teologis, kultural bahkan pada tataran politis.7
Ibnu Faris rahimahullah berkata : bada’a : ba’, dal, dan ‘ain adalah dua
asal, salah satunya: memulai sesuatu dan membuatnya tanpa contoh sebelumnya.
Dan makna yang lain: terputus dan keletihan. Maka contoh pertama adalah
seperti: „Aku menciptakan sesuatu secara perkataan atau perbuatan, apabila aku
memulai tanpa ada contoh sebelumnya, dan Allah SWT menciptakan langit dan
bumi‟. orang arab berkata:…dan fulan memulai dalam perkara ini.
Seperti firman Allah:
قيل مىا كينتي بدعنا منى ٱلرسيل “Katakanlah: „Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-Rasul.”
(QS. Al-Ahqaaf: 9) 8
5 QS. Al-An‟am : 155
6 HR. Muslim dalam Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawi VI/153-154, Kitab “al-
Jumu‟ah), an-Nasa-I dalam Sunan-nya (III/189, Kitab “ash-Shalaatul „Iedain”) dan Ibnu Majah
dalam Sunan-nya (I/17, muqaddimah). 7 Zainuddin Fanani, dkk, Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-NU. Prespektip
keberterimaam Tahlil (Surakarta : Muhammadiyah Univesity Press, 2000), 3. 8 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women, (Bandung: Dyamil Al-Qur‟an, 2005), 503
3
Maksudnya, aku bukan rasul pertama di muka bumi.9 Makna kedua yang
di sebutkan oleh Ibnu Faris kembali kepada makna pertama, sebagaimana yang
disinggung oleh Ibnu Atsir yang mengatakan: Unta abda’at apabila ia terputus
dari perjalanan karena keletihan atau pincang. Seolah-olah ia menjadikan
terputusnya dari sesuatu yang ia terus menerus atasnya berupa kebiasaan berjalan
‘ibda’aan, artinya memunculkan perkara diluar kebiasaan.10
Kata bid’ah dalam
khazanah Islam merupakan lawan kata sunnah. Bid’ah oleh Ibnu Taimiyyah:
لعلم باف رسوؿ لم يذكره بو ايتم الاليماف ل اف ابتدع طريقا اكاعتقادازعم كمن ىنا يعرؼ ضلاؿ منقاؿ الشافعى أنو خالفها فقد لم يسمى بدعة . لم يعلمبدعة باتفاؽ المسلمين كماوص فهو النص خالفكما
دعةضلاؿ فهذه ب رسوؿ الله أصحاب ن بعضف بدعة خالفت كتابا كسنة كاجماعاكاثرا عالبدعة بدعتاالبيهقى ركاه نعمة البدعة ىذه.ىذىنحوهعمر حسنةلقولو ذلك كىذه قدتكوف كبدعة لم تخالف شيئا من
المدخل في الصحيح باسناده
“Dari sini diketahui kesesatan orang yang membuat jalan atau aqidah
yang menganggap bahwa iman tidak sempurna kecuali dengan jalan atau
aqidah itu bersamaan dengan itu ia mengetahui bahwa Rasul tidak
menyebutkannya dan sesuatu yang bertentangan dengan nas, maka semua
itu adalah bid’ah sesuai dengan kesepakatan umat islam. Sedangkan
bid’ah yang tidak diketahui bertentangan dengan nas, maka
sesungguhnya terkadang ia tidak disebut bid’ah.Imam Syafi‟i berkata:
Bid’ah ada dua.(Pertama) Bid’ah yang bertentangan dengan kitab,
sunah, ijma dan asar dari sebagian sahabat nabi, maka ini adalah bid’ah
yang sesat. (Kedua) bid’ah yang sama sekali tidak bertentangan dengan
empat hal tersebut maka bid’ah ini terkadang baik sebab ucapan
Umar : ini adalah sebaik-baik bid’ah. Ucapan ini dan yang semisalnya
diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad shaḥiḥ dalam Al-Madkhal.”11
Kata sunnah di definisikan dengan
السنة في كلاـ السلف يتناكؿ السنة في العبادة كفي العتقادات“Sunnah yang mempunyai makna yang luas ini dikemukakan oleh golongan salaf as-Saleh, yang mana menurut mereka pengertiannya mencakupi al-Sunnah dalam perkara-perkara ibadah dan juga dalam perkara I‟tiqad.”
12
9 Syekh Khalid bin Ahmad az-Zahrani, Pengertian Bid’ah dan Bahayanya Serta Celaan
Bagi Pelakunya, (Islam House: 2013), 3. 10
Ibid., 4 11
Ahmad Bin Taimiyah, Majmu‟ Fatawa, Juz XX , (Saudi: Dakwah Isyadiyah, 1425),
163. 12
Ahmad Bin Abdul Halim Ibnu Taimiyah, al-Amru Bil Ma’ruf wa Nahi ‘Anil Mungkar
(Beirut:Dar al-Kutub al-Jadid, 1976 H), 77.
4
Dinamika tentang bid’ah dan berbagai pembahasan yang mendalam
tentangnya selama ini sangat terkait dalam kajian diskursus teologi dan
perbincangan hukum keagamaan. Dalam konteks rumusan hukum Islam,
leksikologi bid’ah pada dasarnya sangat beragam. Secara umum, semua
mengarah pada pemahaman tentang sebuah perbuatan yang tidak pernah
dilakukan oleh Nabi yang berkaitan dengan kebaikan atas dasar prakarsa dan
tidak bertentangan dengan hukum syariat, sebagian menilai jika prakarsa tersebut
dapat dinilai baik maka dapat diterima. Sebagian yang lain menganggap tidak.13
Seperti firman Allah SWT:
لكي بيلوۦ ذى طى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى ذىا صرى م كىصىكيم بوۦ لىعىلكيم كىأىف ىى تػىتػقيوفى
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An„am :
153).14
Polemik bid'ah di kalangan umat Islam nyaris tak bermuara. Istilah bid’ah
selalu muncul dengan berbagai macam sudut pandang. Dinamika penggunaan
istilah bid'ah pun terus berkembang. Terkadang istilah bid’ah dijadikan sebagai
justifikasi untuk menyudutkan kelompok lainnya. Cakupan bid’ah pun pada
akhirnya meluas. Bid'ah tak hanya terbatas pada persoalan ibadah saja, tetapi
juga mencakup hal-hal aqidah. Tak terkecuali di bidang kajian tafsir. Istilah dan
justifikasi bid'ah juga telah menyentuh ranah tafsir Al-Qur‟an.15
Setiap mufassir mempunyai sosio kultural yang berbeda-beda, oleh sebab
itu banyak sekali dijumpai penafsiran mereka antara satu dengan yang lain tidak
seragam meskipun pokok tema atau ayat Al-Qur‟an yang dibahas adalah sama.
Tidak hanya sosio kultural saja yang mempengaruhi seorang mufassir dalam
13
Andi Sarjan, Pembaharuan Pemikiran Fiqh Hasbi , Disertasi Doktor (Jakarta: IAIN
Syarif Hidayatullah, 1993), 248. 14
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….149 15
Rep: Nashih Nasrullah Red: Chairul Akhmad, “Kitab Bid‟ah At-Tafsir Kritik atas
Tafsir Bid‟ah (1)” diakses melalui alamat, https://www. republika. co.
id/berita/duniaislam/khazanah/12/13/ 01/m073m9-kitab-bidah-attafasir-kritik-atas-tafsir-bidah-1,
tanggal 27 November 2019.
5
menafsirkan Al-Qur‟an, cara pandang seorang mufassir terhadap obyek yang
dikaji pun akan mempengaruhi mereka dalam menafsirkan Al-Qur‟an. Tingkatan
ilmu dan cara pandang sesuatu yang ada disekitarnya, juga sangat mempengaruhi
seorang mufassir dalam menginterpretasi sebuah ayat Al-Qur‟an.16
Dengan
beragam metode penafsiran, serta coraknya yang beragam. Terlebih dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan menjadikan pluralitas penafsiran
semakin luas.17
Syekh al-„Utsaimin termasuk ulama yang memiliki kedalaman ilmu,
pemahaman terhadap dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah dan menguasai kaidah
pengambilan hukumnya, dan memahami kaidah bahasa arab dan sastranya dan
beliau juga memberikan atsar dalam tafsirnya. Peran sosok Syekh al-„Utsaimin,
seorang Ulama di jazirah lahirnya Islam Saudi Arabia. Syekh al-„Utsaimin
tergolong ulama yang hidup di abad kebangkitan Islam (abad 14 Hijriyah).18
Syekh al-„Utsaimin merupakan salah satu mufassir kontemporer, beliau termasuk
mufassir terkemuka masa kini yang masyhur, beliau mengikuti manhaj pemikiran
Wahabi, yang berbeda dengan pemikiran mufassir-mufassir lainnya. Kaum
wahabi kerapkali memvonis bid’ah terhadap berbagai amalan yang telah hidup
dan berlangsung ditengah kehidupan masyarakat Islam.
Syekh al-„Utsaimin memiliki beberapa kitab tafsir, yang diterbitkan resmi
oleh Yayasan beliau Al-Khairiyah.Yayasan Syekh Al-Khairiyah telah selesai
mencetak kitab-kitab Syekh al-„Utsaimin sebanyak 98 kitab dan risalah ringkas.
baik bersumber dari tulisan beliau sendiri atau hasil transkrip dari pelajaran,
muhadharah, pertemuan-pertemuan, dan khutbah beliau. Yayasan Asy-Syekh Al-
Khairiyah masih terus bekerja menggali dan mengeruk warisan beliau yang
masih berbentuk kaset, rekaman, atau manuskrip yang belum sempat dicetak.
Kitab tafsir Syekh al-„Utsaimin tidak lengkap sepenuhnya, namun ada beberapa
16
Maya Kusnia, “ Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap Ayat Tentang Bid‟ah Dalam
Tafsir Al-Iklil Fi Ma’Ani Al-Tanzil (surah Al-A‟raf ayat 55-56 dan surah At-Taubah ayat 31”
Skripsi, (Surabaya: Program Studi: Ilmu Al-qur‟an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya,
2018), 2. 17
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, ( Yogyakarta : Teras, 2004), 2. 18
Muhammad Kasim Saguni, “Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (Ulama
Pemersatu Umat dan Da‟i Teladan)” diakses melalui alamat, https://wahdah.or.id/syekh-
muhammad-bin-shalih-al-utsaimin/, tanggal 30 November 2019.
6
Judul kitab-kitab beliau disesuaikan dengan bidangnya: surah Al-Fatihah dan Al-
Baqarah 2 jilid, surah Ali-Imran 2 jilid, surah An-Nisa‟ 2 jilid, surah Al-Kahfi,
surah Yasin, surah Ash-shoffat, surah Shaad, surah Al-Hujurat sampai surah Al-
Hadid, Juz „Amma.19
Sosok Syekh al-„Utsaimin sangat menarik untuk dikaji terkait dengan
tokoh mufassir. Karena Syekh al-„Utsaimin merupakan ulama‟ yang teguh dalam
memegang pendapat, dalam tafsirnya Syekh al-„Utsaimin menjelaskan bid’ah
jumlahnya banyak. Baik terkait dengan aqidah, ucapan ataupun perbuatan.
Semuanya merupakan sikap mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan semuanya
adalah tindak kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam hal ini penulis mengkaji penafsiran Syekh al-„Utsaimin mengenai
bid’ah dalam surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-
Hadid ayat 27, Sebagaimana pemaparan latar belakang diatas, penulis akan
meneliti pandangan Syekh al-„Utsaimin mengenai bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an
Ibnu Utsaimin agar dapat berkontribusi dalam khazanah keilmuan khususnya
dalam lingkup kajian tafsir. Pembahasan mengenai tafsir ini perlu kita pahami
dan penting untuk dikaji, dikarenakan belum ada yang mengupas tentang tafsir
ini, maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi “Penafsiran
Syekh al-‘Utsaimin Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah Dalam Al-Qur’an”
B. Rumusan masalah
Dengan mengacu pada pemaparan latar belakang masalah di atas, maka
penulis akan mencoba menganalisa beberapa pokok pembahasan dalam penulisan
ini. Maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut ini :
1. Bagaimana pengertian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin?
2. Bagaimana penafsiran Syekh al-„Utsaimin terhadap ayat tentang
bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin?
3. Apa saja pembagian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin?
19
“Warisan Daftar Kitab Asy-Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin” diakses
melalui alamat, https://warisansalaf.wordpress.com/2010/06/11/warisan-kumpulan-daftar-kitab
asy-syaikh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin-sudah-baru-dan-sedang-di-cetak/, tanggal 30
November 2019.
7
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah
dalam penyusunan penelitian, Dalam penulisan ini, penulis membatasi kajiannya,
yaitu: menjelaskan ayat mengenai bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu‘Utsaimin
yaitu hanya dalam surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-
Hadid ayat 27.
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian
Berdasarkan pada usaha mengajukan dan menspesifikasi rumusan masalah
di atas maka penelitian ini secara akademis bertujuan untuk beberapa hal di
antaranya :
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan memahami secara mendalam tentang pemikiran Syekh al-
„Utsaimin dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu ‘Ustaimin.
2. Kegunaan Penelitian
a) Agar penelitian ini dapat memberikan sumbangsih terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir
b) Agar penulis dapat lebih memahami tentang tafsir.
c) Agar metode-metode yang telah ditunjukkan oleh Syekh al-„Utsaimin
dapat dipelajari bagi para pengkaji Al-Qur‟an
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan tema penelitian penulis
kemukakan supaya terlihat sumbangan pengetahuan dari penelitian ini. Selain itu
agar tidak terjadi pengulangan penelitian yang sudah pernah diteliti oleh pihak
lain dengan permasalahan yang sama, diantaranya sebagai berikut:
Tesis Fatih Mufarrikh dengan judul Pemikiran Muhammad Bin Shalih Al-
Utsaimin Tentang Pendidikan Islam. Sumber dasar Syekh al-„Utsaimin dalam
pendidikan Islam adalah Al-Qur‟an, sunnah, ijma‟ (kesepakatan para ulama
salaf). Fungsi pendidikannya adalah untuk mengantarkan anak didik pada
pemahaman tentang ilmu Al-Qur‟an dan sunnah sebagaimana yang dikehendaki
8
maksudnya oleh Allah dan Rasul-Nya yang kemudian ia mengamalkan ilmu
tersebut, dan tujuan pendidikannya adalah agar anak didik mampu menyembah
dan mengibadahi Allah diatas ilmu dan pemahaman yang benar. Lingkungan
pendidikan yang memberikan pengaruh pada anak didik dari rumah, masjid,
madrasah, ma‟had ilmi, universitas. Pendidikan dan anak didik dalam
pandangannya harus menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang baik dan akhlak
yang mulia. Konsep pemikiran Syekh al-„Utsaimin ini masih sangat relevan
dengan konsep pendidikan modern saat ini.20
Skripsi Muhammad Mudhofir Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam
Kitab Makarimul Al-Akhlaq Karya Syekh Muhammad Bin Shalih al-‘Utsaimin
Relevensinya Dengan Pendidikan Islam yaitu Nilai-nilai pendidikan karakter
dalam kitab Makarimul al-Akhlak karya Syekh Muhammad Shalih Al-Utsaimin
diantanya adalah: Pertama: nilai karakter religius, bertaqwa, taat, sabar dan
bersyukur ditunjukkan dengan karakter dengan Allah dengan menerima hukum-
hukum-Nya dengan cara melaksanakan (menerapkan) dan menerima takdir-Nya
dengan sabar dan ridha. Kedua: Nilai karakter toleransi, komunikatif/bersahabat,
cinta damai, peduli sosial, dermawan, menjalin persaudaraan yang ditunjukkan
dengan berbuat baik terhadap sesama, sikap pemaaf, kasih sayang terhadap
sesama.21
Skripsi Mohammad Shafawi Bin Md Isa dengan judul Konsep Bid’ah
Menurut Nawawi Dan Syekh Abdul Aziz Bin Baz yaitu menjelaskan bahwa Iman
Nawawi memaknai bid’ah adalah mencipta suatu amalan yang tidak pernah ada
pada zaman Rasulullah, dan ia membagikan bid’ah kepada dua macam, yaitu
bid’ah hasanah seperti membaca talqin setelah dikebumikan mayat dan qabihah
seperti shalat ghaib. Iman Nawawi mengtakhsis hadis dengan hadis, yaitu hadis
yang bersifat umum ditakhsis dengan hadis yang khusus, sedangkan Bin Baz
mengartikan bid’ah adalah tiap-tiap perbuatan ibadah yang tidak dilakukan
dipraktekkan oleh Rasul serta tidak ada asal dari Al-Qur‟an, sunnah dan dari
20 Fatih Mufarrikh, “Pemikiran Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Tentang Pendidikan
Islam”, Tesis (Surakarta: Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018). 21
Muhammad Mudhofir, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Makarimul Al-
Akhlaq Karya Syekh Muhammad Bin Shalih al-„Utsaimin Relevensinya Dengan Pendidikan
Islam”, Skripsi (Salatiga: Program Studi: Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga, 2016).
9
perbuatan khulafa ar-Rasyiddin, dan ia tidak membagikan bid’ah, semua bid’ah
adalah dhalalah, ia juga menggunakan istilah “mungkar” untuk bid’ah dhalalah.
Bin Baz berdalilkan ayat Al-Qur‟an dan dikuatkan dengan hadis.22
Skripsi Maya Kusnia dengan judul Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap
Ayat Tentang Bid’ah Dalam Tafsir Al-Iklil Fi Ma’an i Al-Tanzil (Surah Al-A’raf
Ayat 55-56 Dan Surah At-Taubah Ayat 31). Yaitu untuk mengetahui penafsiran
terhadap ayat tentang bid’ah, pendekatan teori dan corak yang digunakan mufasir
dalam menafsirkan ayat tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam
menafsirkan surah Al-A‟raf ayat 55-56 dan surah At-Taubah ayat 31 dalam
Tafsir al-Iklil fi Ma‟ani al-Tanzil merujuk kepada dalil-dalil, hadis-hadis Nabi,
menunjukkan perbedaan pendapat para ulama. Dan mengatakan bahwa segala
perbuatan yang tidak ada pada zaman Nabi dikatakan bid’ah. Pendekatan teori
yang digunakan yaitu menggunakan teori ulumul Qur‟an yakni dengan
munasabah, dimana mufasir mengkaitkan antara surat, ayat yang satu dengan
yang lainnya. Corak yang digunakan Misbah Mustofa dalam tafsirnya dengan
menggunakan corak adabi al-Ijtima‟i (sosial kemasyarakatan), corak fiqih,dan
corak tasawuf.23
F. Metode Penelitian
Metode penelitian menguraikan secara terperinci bagaimana penelitian
akan didekati, apa jenis data dan sumber data yang digunakan, bagaimana teknik
pengumpulan data penelitian, serta bagaimana data akan dianalisis. Sehingga
hasil penelitian akhirnya dapat dipertanggungjawabkan dalam sebuah metode
yang ilmiah.24
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kepustakaan.
Pada jenis-jenis peneitian kualitatif terdapat banyak ragam penelitian
kepustakaan, akan tetapi dari keseluruhannya bisa dikelompokkan menjadi empat
jenis penelitian, yaitu: (1) Studi teks kewahyuan, (2) Kajian pemikiran tokoh
22
Mohammad Shafawi Bin Md Isa, “ Konsep Bid‟ah Menurut Nawawi Dan Syekh Abdul
Aziz Bin Baz”, Skripsi (Banda Aceh: Program Studi: Perbandingan Mazhab UIN Ar-Raniry
Darussalam Banda Aceh, 2018). 23
Maya Kusnia , “Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap Ayat Tentang Bid‟ah Dalam
Tafsir Al-Iklil Fi Ma‟an i Al-Tanzil (Surat Al-A‟raf Ayat 55-56 Dan Surat At-Taubah Ayat 31)”,
Skripsi (Surabaya : Program Studi : Imu Al-Qur‟an dan Tafsir, UIN Sunan Ampel, 2018). 24
Mohd. Arifullah et. al., Panduan Penulisan Karya Ilmiah, (Fak. Ushuluddin IAIN
STS Jambi: 2016), 43
10
(3) Analis buku teks, (4) Kajian sejarah.25
Penulis mengambil penelitian
kepustakaan dengan cara menganalisis buku-buku teks, dimana teks-teks yang
diteliti adalah materi-materi yang berkaitan dengan metodologi penelitian tafsir.
Dilihat dari jenisnya adalah termasuk dalam kategori penelitian
keperpustakaan (library research),26
karena yang menjadi sumber penelitian
adalah data-data dan bahan-bahan yang tertulis, tentunya yang berkaitan dengan
tema permasalahan yang akan dikaji. Sedangkan bila dilihat dari sifatnya
penelitian ini bersifat deskriftif analisis,27
yaitu suatu bentuk penelitian yang
meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data, kemudian data yang sudah
terkumpul dan tersusun tersebut dianalisis sehingga diperoleh pengertian data
yang jelas, dengan kata lain memaparkan dan menganalisis data-data yang
berkaitan atau relevan dengan kajian skripsi ini.
Langkah kongkret dari metode ini adalah membaca dan menelaah secara
mendalam tulisan dan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dan relevan dengan
wacana mengenai bid’ah itu sendiri. Penelitian ini pada dasarnya adalah untuk
mempermudah penulis menggunakan pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan penelitian
Bahwa penelitian ini lebih bersifat literatur, dengan demikian
penelitian ini masuk pada jenis penelitian pustaka (library research). Penulis
tidak perlu terjun langsung ke lapangan dengan mengadakan pengamatan
langsung. Penelitian pustaka, merupakan penelitian yang dilakukan untuk
menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, berupa
buku, majalah-majalah ilmiah, artikel, ataupun dan berbagai sumber pustaka
lainnya yang menjadi rujukan penelitian. 28
2. Sumber dan jenis data
Sumber data diperoleh dari sumber data yang bersifat literal dari
berbagai sumber data yang digunakan oleh penulis sebagai penambah
25
Rumba Triana “Design of Al-Qur‟an Research And Tafsir”, Jurnal Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir, Vol:04 No,02 November 2019, 201-202 26
Winarto Surakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung : Tarsito, 1994), 251-263. 27
Ibid., 139. 28
Mohd. Arifullah et. al. Panduan Penulisan Karya Ilmiah (Fakultas Ushuluddin IAIN
STS Jambi, 2016), 25
11
keilmuan skripsi ini adalah berupa buku-buku seputar tafsir, yang masih ada
relevansinya dengan tema pembahasan dalam skripsi ini.
Sumber tersebut dibagi menjadi dua, yaitu: sumber data primer dan
sekunder.
a. Sumber data primer adalah sumber informasi yang mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun
penyimpanan data atau di sebut juga sumber data / informasi tangan
pertama, dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber
datanya.29
Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru.
Sumber data primer yang penulis gunakan adalah Tafsir Al-Qur’an Ibnu
Utsaimin.
b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang mendukung dan
melengkapi data-data primer. Data ini yang akan semakin menguatkan
argumentasi maupun landasan teori dalam kajiannya.30
Yaitu di
antaranya, buku-buku, internet, jurnal, artikel yang berkaitan dengan
penelitian yang berkaitan dengan bentuk penafsiran, biografi, latar
belakang pendidikan.
1) Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah karya Muhammad Khadr
„Abdus-salam as-Syaqiry
2) Pengertian Bid’ah Dan Bahayanya Serta Celaan Bagi Pelakunya
karya Syaikh Khalid bin Ahmad az-Zahrani
3) Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an karya Muhammad
Fu‟ad Abd Baqy
4) Tafsir Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran karya M.
Quraish Shihab
5) Tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi
6) Tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam
Jalaluddin As-Suyuti
29
Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung:
Angkasa, 1987)., 42 30
Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004), cet, 4, 89
12
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yaitu pengumpulan data yang diperoleh
langsung dari hasil pengumpulan dari obyek penelitian. Serta mengolah
kelompok data yang berkaitan dengan bid’ah menurut pandangan Syekh al-
„Utsaimin, sehingga dapat mengambil sebuah kesimpulan tentang soal tersebut.
Data-data yang menyangkut aspek tujuan, metode penafsiran Al-Qur’an Syekh
al-„Utsaimin, dan pendekatan teori dengan mendeskripsikan penafsirannya
dengan pendapatnya mengenai bid’ah.
Menganalisis hasil penafsiran baik dari segi metodologi maupun pokok
pemikirannya. Dalam pendekatan sejarah digunakan untuk mengungkap hal-hal
yang dimungkinkan mempengaruhi pemikiran Syekh al-„Utsaimin.
4. Metode analisis data
Yaitu, mengumpulkan dan menjabarkan data dari sumber data, dengan
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul dari pemikiran
Syekh al-„Utsaimin sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum atau generalisasi.31
Penelitian ini berusaha mengkaji pemikiran tokoh, maka diperlukan
langkah-langkah metodologis dalam mengumpulkan dan mengolah data agar
tujuan dari penelitian ini dapat tercapai secara optimal. Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
a.) Mengumpulkam data-data yang berkaitan dengan pemikiran Syekh al-
„Utsaimin mengenai bid’ah
b.) Mengumpulkan ayat tentang bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu
‘Utsaimin.
c.) Menganalisis hasil penafsiran Syekh al-„Utsaimin baik dari segi
metodologi maupun pokok pemikirannya.
31
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R dan D, (Bandung: Alfabeta,
2010), 147
13
G. Sistematika penulisan
Untuk mensistematikan penulisan dan menjawab pertanyaan dalam
penelitian ini, maka penelitian ini merujuk pada teknik penulisan yang disepakati
pada Fakultas Ushuluddin UIN STS Jambi, maka bahasan-bahasan dalam skripsi
ini akan dibagi kedalam lima bab. Adapun gambaran dari masing-masing bab dan
bahasan tersebut adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, terdiri dari : latar balakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II, Berisi tentang biografi Syekh al-„Ustaimin, guru-guru dan karya-
karyanya dan tafsirnya.
Bab III, Berisi definisi bid’ah, lafadz بدع dalam Al-Qur‟an, ayat Al-Qur‟an
tentang bid’ah, pembagian bid’ah secara umum, pembagian bid’ah dalam agama,
pembagian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin.
Bab IV, Menjelaskan penafsiran Syekh al-Utsaimin mengenai bid’ah pada
surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-Hadid ayat 27,
analisis penafsiran
Bab V, Merupakan penutup penelitian, berisikan bahasan tentang
kesimpulan akhir penelitian, serta kata penutup yang akan mengakhiri penelitian.
14
BAB II
BIOGRAFI MUFASSIR DAN TAFSIR AL-QUR‟AN AL KARIM
A. Biografi Syekh al-„Utsaimin
Abu Abdillah Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin Al-Wahibi At-Tamimi.
Beliau dilahirkan di kota Unaizah pada tanggal 27 Ramadhan tahun 1347 H.
Beliau belajar Al-Qur‟an kepada kakek dari pihak ibunya, yang bernama
Abdurahman bin Sulaiman Ali Damigh hingga beliau mampu menghafal Al-
Qur‟an, kemudian setelah itu beliau beralih menekuni ilmu lain, belajar ilmu
khath (menulis), ilmu hitung dan sebagian cabang ilmu sastra. Saat itu, Syekh
Abdurahman As-Sa‟di telah menunjuk dua orang muridnya untuk mengajar para
murid yunior, di antaranya adalah Syekh Ali Ash-Shalihi dan Syekh Muhammad
bin Abdul Aziz Al-Muthawwi‟. Beliau belajar kitab Mukhtasharul Aqidah Al-
Wasithiyah dan kitab fiqih Minhajus Salikin karya Syekh As-Sa‟di. Selain itu,
beliau juga belajar Al-Ajrumiyah serta Alfiyah kepada keduanya. Adapun ilmu
faraidh dan fiqih, beliau belajar kepada Syekh Abdurrahman bin Ali bin Audan.
Ketika Syekh Abdurrahman wafat maka beliau menggantikan posisinya sebagai
imam di masjid Al-Jami‟ Al-Kabir di Unaizah dan mengajar di Perpustakaan
Nasional Unaizah serta merangkap sebagai pengajar di Ma‟had Ilmi. Setelah itu,
beliau beralih mengajar di dua fakultas, yaitu fakultas Syariah dan Ushuluddin di
universitas Islam Imam Muhammad bin Su‟ud cabang Qasim. Beliau juga
menjadi anggota Haiah Kibar Ulama (Majelis ulama besar) kerajaan Saudi
Arabiah. Beliau wafat pada hari Rabu 15 Syawal 1421 H. tepatnya pada pukul
enam malam di rumah sakit spesialis raja Faishal di Jeddah.32
B. Karyanya
Diantara karya Syekh al-„Utsaimin adalah :
a.) Kitab Tafsir Ibnu Utsaimin (Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim)
Surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah 2 jilid, Surah Ali Imran 2 jilid, Surah An-
Nisa‟ 2 jilid, Surah Al-Kahfi, Surah Yasin, Surah Ash-shoffat, Surah Shaad, Dari
surah Al-Hujurat sampai surah Al-Hadid, Juz „Amma.
32
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin (Pustaka
Salwa: Juli 2013).
15
b.) Kitab Hadis
Syarah Riyadhus Shalihin 6 jilid, Syarah Arba‟in Nawawi, Fathul Dzil Jalali
wal Ikram 5 jilid (masih berlanjut), Syarah Hadis Jibril „Alaihis Salam, Syarah
Hadis Jabir fi Shifati Hajjati Nabi, At-Ta‟liq „ala Al-Muntaqo min Akhbaril
Mushthofa jilid 1.
c.) Kitab Aqidah
Syarah Aqidah Wasitiyyah 2 jilid, Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid 2
jilid, Syarah Tsalatsatil Ushul, Syarah Kasyfu Syubuhat, Syarah Aqidah As-
Saffariniyyah, „Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama‟ah, Al-Qawa‟idul Mutsla, Fathu
Rabbil Bariyyah bi Talkhisil Hamawiyah, Nubdzah fil „Aqidatil Islamiyyah,
Ta‟liq Mukhtashar „ala Lum‟atil I‟tiqad, Mudzakkirah „ala Al-Aqidah Al-
Wasitiyyah, Taqribut Tadmuriyyah, Minhaju Ahlis Sunnah wal Jama‟ah, Asma-
ullah wa Shifatuhu wa Mauqifu Ahlis Sunnah minha, Risalah fil Qadha wal
Qadar, Al-Ibda‟ fi Kamali Asy-Syar‟i wa Khatharil Ibtida‟, At-Tamassuk bis
Sunnatin Nabawiyyah wa Atsaruhu, Al-Adillah „ala Buthlanil Isytirakiyyah.
d.) Kitab Fiqih
Asy-Syarhul Mumti‟ „ala Zadil Mustaqni‟ 15 jilid, Risalah fi Hukmi Tarikis
Shalah, Risalah fi Mawaqiti Ash-Shalah, Risalah fi Sujudis Sahwi, 70 Soal fii
Ahkamil Janaiz, Buhuts wa Fatawa fil Mashi „alal Khufain, Min Ahkamil
Fiqhiyyah fii Thoharoh wa Sholah wal Janaiz, 60 Soal fi Ahkamil Haidh wan
Nifas, Risalah Al-Hijab, Risalah fi Zakatil Hulli, Risalah fid Dima‟ Ath-
Thabi‟iyyah lin Nisaa‟, Majmu‟atu As-ilah fi i Ba‟i wa Syira‟i Adz-Dzahab,
Daurul Mar‟ati fii Ishlahil Mujtama‟, Az-Zawaj wa Majmu‟atu As-ilah fii
Ahkamihi, Majmu‟atu As-ilah Tahummu Al-Usrotul Muslimah, Majalis Syahri
Ramadhan, Fushul fi Shiyam wa Tharowih wa Zakah, Ash-Shaum wa Majmu‟atu
As-ilah fii Ahkamihi, 48 Soal fi Ahkami Ash-Shiyam, Syarhu Du‟a Al-Qunut, At-
Ta‟liq „ala Risalah Haqiqati Ash-Shiyam wa Kitabi Ash-Shiyam minal Furu‟,
Manasikul Hajji wal „Umrah wal Masyru‟ fi Zirayoh, Al-Manhaj fi Muriidil
„Umrah wal Hajj, Akhtha‟ Yartakibuha ba‟dhul Hujjaj, Shifatul Hajj, Ahkamul
Udh-hiyah wa Adz-Dzakah, Talkhis Fihqil Faraidh, Tashilul Faraidh, Syarhul
Qala-idil Burhaniyyah fii „Ilmil Faraidh, Al-Mudayanah, I‟lamul Musafiriin bi
16
Ba‟dhi Adabi wa Ahkamis Safar, Ar-Ribaa Thariquth Thakhalush minhu fiil
Masharif.
e.) Kitab Ushul
Ushul fit Tafsir, Syarhu Muqaddimah At-Tafsiir, Al-Ushul min „Ilmil Ushul,
Manzhumah Syekh Ibnu „Utsaimin fii Ushulil Fiqhi, Syarhu Nazhmil Waraqat fii
Ushulil Fiqhi, Mushthalahil Hadis, Syarhul Baiquniyyah fii Mushthalahil Hadis,
At-Ta‟liq „ala Al-Qawa‟idil wa Al-Ushul Al-Jami‟ah wal Furuuq wat Taqasim Al-
Badi‟ah An-Nafi‟ah. Dan lain-lain.33
C. Karakter Syekh Al-„Utsaimin
1) Tidak Suka Dengan Pujian
Syekh al-„Utsaimin adalah sosok seorang pendidik sekaligus guru. Raja
Khalid bin Abdul Aziz pernah menghadiahi pada beliau sebuah bangunan, maka
beliaupun menginfakkannya untuk asrama murid-muridnya yang ditempati
secara gratis, dan beliau sediakan ruang makan dan juru masaknya untuk
menyediakan makanan bagi mereka. Dan beliau sediakan perpustakaan buku dan
kaset.
Syekh al-„Utsaimin benar-benar mempergunakan metode penelitian dan
mencari kejelasan dalam masalah ilmu agama, dan mengajarkan yang demikian
itu pada murid-muridnya serta menasehati mereka untuk mencari kejelasan dan
tidak tergesa-gesa dalam permasalahan yang berhubungan dengan agama. Dan
beliau sangat bersemangat untuk menanamkan kepada muridnya sikap tidak
fanatik pada suatu madzhab atau suatu pendapat, dan bersikap menerima
kebenaran, dimana dalil dijadikan hakim/pemutus permasalahan, sekalipun
menyelisihi madzhab beliau, yaitu madzhab al-Imam Ahmad bin Hanbal.
Syekh al-„Ustaimin tidak suka pujian. Pernah salah seorang muridnya
meminta izin kepada beliau, untuk membacakan bait syair dihadapan beliau :
“Wahai Umat, sesungguhnya malam ini diiringi dengan datangnya fajar,
cahayanya tersebar di permukaan bumi Kebaikan mengiringinya dan
kemenangan menantinya, kebenaran akan menyebar meskipun kejahatan
merajalela, dengan kebangkitan yang perjalanannya diberkahi Allah.
33
Warisan Daftar Kitab Asy-Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin” diakses melalui
alamat,https://warisansalaf.wordpress.com/2010/06/11/warisan-kumpulan-daftar-kitab-asy-syaikh-
muhammad-bin-shalih-al-utsaimin-sudah-baru-dan-sedang-di-cetak/ tanggal 12 Januari 2020.
17
Perjalanannya bersih, tidak ada cacat maupun kekeruhan Selama ada Syekh
Utsaimin di tengah kita dengan ulama sepertinyalah kemenangan
diharapkan.”
Lalu Syekh al-„Utsaimin menghentikan bacaan syair itu, dan berkata :
“Saya tidak setuju atas pujian ini, karena saya tidak menyukai kebenaran diikat
dengan seseorang, maknanya, bahwa jika seorang manusia meninggal dunia,
terkadang orang setelahnya putus asa darinya”. Dan Syekh al-„Utsaimin meminta
agar bait terakhir diganti dengan :
“Selama manhaj kita manhaj salaf dengan semisalnyalah diharapkan
kemenangan.”
Dan saya tambahkan : “Saya menasehati kalian dari sekarang, agar tidak
menjadikan kebenaran terikat dengan seseorang”.
Disamping itu, beliau juga menempatkan seseorang sesuai kedudukan
mereka, menjunjung kehormatan para ulama. Dalam suatu undangan pembukaan
usaha perekaman kaset yang besar, beliau menjumpai pada kaset itu tertulis nama
penceramahnya dalam sampul besar, dan tatkala beliau melihat sampul kaset
Syekh Al-bani berbentuk kecil, beliau tidak menyukai dan memerintahkan
mereka untuk membuat dalam ukuran besar atau membikin kecil sampul lainnya
seperti sampul kaset Syekh Al-bani.
2) Menyembunyikan Amal Kebajikan
Adapun dalam amal kebajikan yang beliau ikut berperan dengan hartanya,
sebagian besar tidak diketahui oleh masyarakat, karena beliau sangat berusaha
agar tidak diketahui sebagaimana hal ini dikatakan salah seorang muridnya.
Beliau memberikan bantuan kepada siapa saja yang ingin menikah dan
membayar separoh maharnya jika terpenuhi syarat- syaratnya. Beliau
memberikan bantuan kepada orang-orang fakir dan mereka yang membutuhkan,
bersama tiga orang muridnya beliau mendirikan pondok Tahfidzul Qur‟an di kota
Unaizah, membangun beberapa masjid di sejumlah tempat di negerinya, dan
menginfakkan tiga juta real untuk pembuatan sumber air di Unaizah,
sebagaimana juga beliau ikut andil dalam pembangunan Masjid di luar Negeri:
18
seperti di Eropa, Amerika dan lainnya.34
D. Kitab Tafsir Ibnu Utsaimin (Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim)
Dalam menyampaikan muhadharah di depan mahasiswanya Syekh al-
„Utsaimin menggunakan tiga cara:
1. Tafsir secara umum dimana Syekh al-„Utsaimin tidak berpatokan pada
kitab tafsir, tafsiran ini beliau mulai dari ayat pertama Al-Qur‟an
sampai surat al-An‟am dan belum beliau selesaikan.
2. Tafsir dengan berpedoman pada kitab al-Jalalain, tafsir ini sampai pada
surat az-Zukhruf dan belum beliau sempurnakan juga.
3. Tafsir yang beliau sampaikan di tengah-tengah menejelaskan atau
mensyarah sebuah kitab dan ini banyak sekali.
4. Sumber tafsir Syekh al-„Utsaimin.
Secara global dapat kita temukan bahwa dalam menafsirkan Al-Qur‟an
Syekh al-„Utsaimin tidak menyebutkan sumber rujukan kitab tafsir yang beliau
nukil dan nama ulama-ulama ketika beliau menyebutkan perkataan mereka,
namun terkadang juga beliau sebutkan, contoh: (az-Zamakhsyari: Ali-Imran:1),
Muhammad Rasyid Ridha (Al-Baqarah: 219).
1. Metode dan Corak Tafsir Ibnu Utsaimin
Metode seorang mufassir dalam sebuah cabang ilmu merupakan hal yang
sangat urgen karena akan memberikan gambaran tentang metode yang dipakai
oleh mufassir tersebut. Metode tafsir yang diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin
dalam tafsirnya. Syekh al-„Utsaimin adalah seseorang yang banyak ilmu
pengetahuannya, banyak mengajarkan ilmu syariat dan fiqih dan beliau juga
memberikan atsar dalam tafsirnya.
Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya menggunakan metode yang mudah
difahami. Sehingga dapat kita lihat dalam tafsirnya itu beliau menggunakan
perkataan yang jelas, kalimat yang dalam dan tidak bertele-tele dan selalu beliau
iringi dengan untaian nasihat dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh karena itu dalam
34
Muhammad Mudhofir, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Makarimul Al-
Akhlaq Karya Syeikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin Relevensinya Dengan Pendidikan
Islam”, Skripsi…,18
19
tafsirnya tidak banyak menyebutkan perkataan dan masalah-masalah cabang
yang banyak didapatkan dalam kitab tafsir seperti masalah balaghah dan i‟rab.
Metode Syekh al-„Utsaimin dalam Tafsir:
1. Terperinci ketika membahas hukum-hukum Al-Qur‟an dan menjelaskan
masalah yang rajih berdasarkan dalil tanpa ta‟asub terhadap mazhab
tertentu. Hal ini mudah kita ketahui Syekh al-„Utsaimin adalah ahli fiqih
sekaligus mujtahid sehingga tidak ada suatu masalah hukum yang tidak
beliau perinci penjelasannya.
2. Menyebutkan maslah-masalah fiqih yang kontemporer yang berkenaan
dengan ayat dan menjelaskan hukumnya dan banyak mengaitkan ayat
dengan masalah-masalah kontemporer
3. Memperhatikan sisi tarbiyah yang diisyaratkan dalam ayat.35
Corak yang digunakan Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya yaitu dengan
menggunakan corak fiqih dan metode yang digunakannya adalah metode tahlili.
2. Kelebihan Tafsir Syekh al-Utsaimin
Salah satu kelebihan/keistimewaan dari tafsir Syekh al-„Utsaimin adalah
beliau banyak menggabungkan antara penjelasan makna dengan nasihat yang ini
merupakan metodologi yang jarang ditemui dalam kitab-kitab tafsir lainnya.
Terkadang nasihat-nasihat itu beliau tujukan untuk manusia secara umum atau
untuk penuntut ilmu secara khusus. Demikian metode-metode tafsir yang
diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya terhadap Al-Qur‟an.36
35 Jumal Ahmad, diakses melalui alamat https://ahmadbinhanbal. wordpress.com
/2010/07/02//metode-tafsir-syaikh-utsaimin/ tanggal 15 Januari 2020 36
Sarh Muqaddimah fi at-Tafsir karangan Syaikh Utsaimin dan Tafsir Juz
Amma karangan Syekh al-„Utsaimin.
20
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI BID’AH
A. Definisi Bid’ah
Bid’ah artinya sesuatu yang baru dalam agama setelah agama itu
dinyatakan sempurna dan setelah wafatnya Nabi. Bentuk jamaknya adalah al-
Bida’ seperti kata yang sepola dengannya al-‘Inab. Bid’ah juga berarti sesuatu
yang diciptakan namun menyalahi kebenaran yang diterima Rasulullah SAW dan
prinsip agama yang benar.37
Secara bahasa, kata bid’ah berasal dari bahasa Arab bada’a-yabda’u-
bad’an-bid’atan yang bermakna ansya’a (membuat) dan bada’a (memulai). Ibnu
Manzhur menjelaskan bahwa orang yang berbuat bid’ah (mubtadi‟) secara
bahasa bermakna bahwa orang tersebut melakukan atau membuat sesuatu yang
tidak ada contoh atau perbuatan yang sama dan semisal sebelum perbuatan
bid’ah itu dilakukan. Dan di antara nama Allah SWT di dalam Al-Qur‟an adalah
al-Badi‟ (QS. Al-Baqarah: 117), yang bermakna Allah membuat sesuatu yang
baru, tidak ada sesuatu tersebut sebelumnya. Bid’ah dalam makna bahasa ini,
disepakati para ulama dapat disifati secara makna positif (baik/hasanah) dan
makna negatif (tercela/sayyiah). Dalam arti, bid’ah secara bahasa dapat
dibedakan menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Atau dalam istilah lain,
para ulama sepakat bahwa bid’ah secara haqiqoh lughowiyyah, bisa disifati
dengan hasanah dan sayyiah.
Bid’ah secara istilah digunakan dalam persoalan agama, atau disebut pula
dengan bid’ah secara definisi syariah (haqiqoh syar‟iyyah), pada dasarnya para
ulama sepakat bahwa secara haqiqoh syar‟iyyah, istilah bid’ah disifati secara
mutlak dengan sifat sayyiah (tercela). Bid’ah menurut Imam Syafi‟i, seperti yang
dinukilkan oleh Imam nawawi dalam kitabnya, bahwa Imam Syafi‟i berkata:
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama, perkara baru
yang menyalahi Al-Qur‟an, Sunnah, Ijma‟ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang
dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang
37
Muhammad „Abdus-salam Khadr as-Syaqiry, Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah
(jakarta: Qisthi Press, 2004), 3.
21
mengingkarinya), perkara baru yang semacam ini adalah bid’ah yang sesat.
Kedua, perkara baru yang baik dan tidak menyalahi Al-Qur‟an, Sunnah, maupun
Ijma‟, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela.38
Bid’ah menurut Syekh Hafizh Hakami rahimahullah berkata: „Dan
pengertian bid’ah: Syari‟at yang tidak diijinkan oleh Allah SWT dan tidak ada
perintah Nabi SAW dan tidak pula perintah para sahabatnya atasnya.39
Bid’ah
menurut Syekh al-„Ustaimin ialah hukum asal perbuatan baru dalam urusan
dunia (bid’ah dunia) adalah halal. Jadi bid’ah dalam urusan-urusan itu halal
kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan
baru dalam urusan agama (bid’ah agama) adalah dilarang. Jadi berbuat bid’ah
dalam urusan agama adalah haram dan bid’ah kecuali ada dalil dari al-Kitab dan
as-Sunnah yang menunjukkan disyariatkannya.40
B. Lafadz بدع Dalam Al-Qur‟an
Surah Al-Baqarah (117) dan Surah Al-An‟Am (101).41
ت كىٱلأىرض وى بىديعي ٱلسمى
“(Allah) Pencipta langit dan bumi”.42
Surah Al-Ahqaaf (9).43
قيل مىا كينتي بدعنا منى ٱلرسيل “Katakanlah: Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-Rasul.”
44
38
Zakaria Mahyudin Bin Syarif, Tahzib al-Asma Wa Lughat, juz III, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Alamiyah, t.t), 23. 39
Syekh Khalid bin Ahmad az-Zahrani, Pengertian Bid’ah Dan Bahayanya Serta Celaan
Bagi Pelakunya, 2013, 6 40
Mohamad Shafawi bin Md Isa,”Konsep Bid‟ah Menurut Imam Nawawi dan Syekh
Abdul Aziz”. Skripsi… 31 41
Muhammad Fu‟ad Abd Baqy, Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an (Beirut:
Dar El Fikr, 1996), 192 42
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women…18 43
Muhammad Fu‟ad Abd Baqy, Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an….191 44
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women… 503
22
C. Ayat-Ayat Al-Qur‟an Tentang Bid’ah
Di antara ayat-ayat yang dimaksud adalah:
1) Surah Ali-Imran ayat 7
ته فىأىم بهى ته ىين أيـ ٱلكتىب كىأيخىري ميتىشى ا ٱلذينى ى ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى منوي ءىايىته مكىمىنىة كىٱبتغىاءى تىكيلوۦ كىمىا يػىعلىمي تى بىوى منوي ٱبتغىاءى ٱلفتػ كيلىوي لل ٱللي كىٱلرسويوفى ى قػيليوبم زىيغه فػىيػىتبعيوفى مىا تىشى
ن عند رىبنىا كىمىا يىذكري لل أيكليوا ٱلأىلبىب ٱلعلم يػىقيوليوفى ءىامىنا بوۦ كيل م“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu. Di antara
(isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur‟an,
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-
ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan
Allah.” (QS. Ali-Imran: 7).45
Ayat ini adalah dalil paling utama dalam kesaksian tentang bid’ah, yang
penafsirannya dijelaskan dalam hadis berikut ini: Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia
berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman-Nya:
نىة كىٱبتغىاءى تىكيلوۦ بىوى منوي ٱبتغىاءى ٱلفتػ فىأىما ٱلذينى ى قػيليوبم زىيغه فػىيػىتبعيوفى مىا تىشى“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya”(QS. Ali-Imran: 7).
Beliau menjawab, “Jika kamu melihat mereka, maka kenalilah diri
mereka”.
Juga sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata, “Rasulullah
SAW pernah ditanya tentang ayat ini,
ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى
“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu.” 46
Rasulullah pun menjawab:
بػىعيوفى مىا تىشىابىوى منوي يعن القيرآفى فىأيكلىئكا الىذينى سىى الل فاحذركىم لذىاى رىأىيػتيم الىذينى يػىتػ“Jika kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang
mutasyabihat, maka mereka itulah orang-orang yang dimaksud oleh Allah,
“Berhati-hatilah kamu dan mereka”. (HR Bukhari & Muslim).47
45
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women…50 46
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …25 47
Kitab Nurul Iman HR Bukhari & Muslim ke-18
23
Penafsiran tersebut masih samar, namun telah dijelaskan dalam hadis
riwayat Aisyah, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah membaca ayat ini,
ته ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى منوي ءىايىته مكىمى
“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur‟an) kepada kamu. Diantara
(isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat.”
“Jika kamu mendapatkan orang-orang yang menentang perkara tersebut,
maka mereka itulah yang dimaksud oleh Allah, Berhati- hatilah kamu dari
mereka.”
Hadis tersebut lebih jelas, karena menjelaskan tanda-tanda keraguan yang
berupa penentangan terhadap Al-Qur‟an, yang dikuatkan oleh sikap mereka yang
hanya mengikuti ayat-ayat mutasyabihat.
Oleh karena itu, celaan hanya menimpa orang yang menentang isi Al-
Qur‟an dengan meninggalkan ayat-ayat muhkamat dan berpegang teguh pada
ayat-ayat mutasyabihat, namun hal tersebut lebih jelas jika telah ditafsirkan
maksudnya. Diriwayatkan dari Abu Ghalib Harur ia berkata: Ketika itu aku
berada di Syam, kemudian Al-Mulahib mengirim tujuh puluh kepala orang-orang
Khawarij, yang kemudian digantung di jalan-jalan menuju kota Damaskus,
sementara aku berada di atap rumahku. Tiba-tiba Abu Umamah lewat, maka aku
turun dan mengikutinya. 48
Ketika ia berhenti di hadapan kepala-kepala tersebut, kedua matanya
menitikkan air mata, dan ia berkata, “Maha Suci Allah, apa yang dilakukan
penguasa terhadap anak Adam diucapkannya tiga kali anjing-anjing neraka
Jahanam, anjing-anjing neraka Jahanam. Ini seburuk-buruk pembunuhan di
bawah naungan langit diucapkan tiga kali.
Sebaik-baik orang yang mati terbunuh adalah orang yang memerangi
mereka, beruntunglah orang yang memerangi mereka atau mati terbunuh oleh
mereka.”la lalu menoleh kepadaku dan berkata, “Abu Ghalib! Kamu berada di
daerah yang banyak orang seperti mereka, semoga Allah melindungi dirimu dari
48
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) Jilid
1&2 (Jakarta: Pustaka Azzam 2016). 26
24
mereka.” Aku pun berkata, “Aku melihat engkau menangis tatkala memandangi
mereka?” la menjawab, “Aku menangis karena kasihan tatkala mengetahui
bahwa mereka adalah kaum muslim.
Apakah kamu pernah membaca surah Ali-Imran?” Aku menjawab, “Ya.”
la lalu membaca ayat,
ته ىين أي ٱلكتىب ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى منوي ءىايىته مكى مى
“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu. Di antara
(isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur‟an”
كىمىا يػىعلىمي تىكيلىوي لل ٱللي
“Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah.”
la berkata, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dalam
dihatinya terdapat kecondongan terhadap kesesatan.” la kemudian membaca,
كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا كىاختػىلىفيوا من بػىعد مىا جاءىىيمي البػىيناتي كىأيكلئكى لىيم عىذابه عىظيمه )١( ا يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه فىأىما الذينى اسوىدت كيجيوىيهيم أىكىفىرتي بػىعدى ليمانكيم فىذيكقي وا العىذابى يػىوىـ تػىبػ
تيم تىكفيريكفى )١( كىأىما الذينى ابػيىضت كيجي وىيهيم فىفي رىحىت الل ىيم فيها خالديكفى )١( كينػ“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. Pada hari yang di
waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam
muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka
dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu
rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”.Adapun orang-orang yang
putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga);
mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali-Imran 105-107).49
Aku lalu berkata, “Apakah merekalah yang dimaksud (oleh ayat tersebut),
wahai Abu Umamah?” la menjawab, “Ya.” Aku berkata, “Apakah itu dari
pendapatmu atau dari sabda nabi yang kamu dengar?” la menjawab, „Jika itu
hanya dari pendapatku maka aku termasuk orang yang berdosa. Aku
mendengarnya dari Rasulullah SAW dan bukan hanya sekali atau dua kali
sampai ia menghitungnya sebanyak tujuh kali, la kemudian menyebutkan hadis,
49
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women…63
25
“Sesungguhnya bani Isra‟il terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok,
sedangkan umat ini lebih banyak darinya satu kelompok, yang semuanya
berada di dalam neraka, kecuali As-Sawad AI A‟zham.”
Aku lalu berkata, “Wahai Abu Umamah, bagaimana pendapatmu atas
perbuatan mereka?” la menjawab:
لتي م قيل أىطيعيوا ٱللى كىأىطيعيوا ٱلرسيوؿى فىإف تػىوىلوا فىإنىا عىلىيو مىا حيلى كىعىلىيكيم ما حي“Maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan
kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang
dibebankan kepadamu‟.” (QS. An-Nuur : 54) 50
(HR. Isma‟il Al Qadhi dan lainnya).
Dalam periwayatan lain, seorang perawi berkata: la berkata, “Bagaimana
pendapatmu tentang As-Sawad Al A’zham?” Hal itu ada pada masa Khalifah
Abdul Malik dan peperangan saat itu sangat nyata. la menjawab
لتي م قيل أىطيعيوا ٱللى كىأىطيعيوا ٱلرسيوؿى فىإف تػىوىلوا فىإنىا عىلىيو مىا حيلى كىعىلىيكيم ما حي“Maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan
kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang
dibebankan kepadamu.” (QS. An-Nuur : 54)
(HR. At-Tirmidzi) Beliau mengatakan bahwa hadis tersebut hasan.
Hadis tersebut juga telah diriwayatkan oleh Ath-Thahawi walaupun ada
perbedaan lafadz, yaitu, “Maka ditanyakan kepadanya, „Wahai Abu Umamah!
Engkau telah mencaci mereka namun kamu menangisinya setelah kejadian itu‟.”
yaitu perkataannya, “Seburuk-buruknya orang yang terbunuh….” la pun
menjawab, “Karena rasa kasihan kepada mereka, sebab mereka adalah kaum
muslim, namun mereka kemudian keluar darinya.” Lalu ia membaca ayat
ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى
“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu…”
Merekalah yang dimaksud oleh ayat ini. Lalu ia membaca.
يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه يػىوىـ تػىبػ“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula
muka yang hitam muram…” (QS. Ali-Imran: 106). 51
50
Ibid., 357 51
Ibid., 63
26
Merekalah yang dimaksud oleh ayat ini. Al-Ajiri telah meriwayatkan dari
Ath-Thawus, ia berkata, Tentang orang-orang Khawarij serta kejadian yang
menimpa mereka, hal itu pernah ditanyakan kepada Ibnu Abbas tatkala membaca
Al-Qur‟an. Beliau menjawab, „Mereka percaya dengan ayat-ayat
yang muhkamat, namun mereka tersesat pada ayat-ayat yang mutasyabihat.52
Allah berfirman:
ن عند رىب نىا كىمىا يػىعلىمي تىكيلىوي لل ٱللي كىٱلرسويوفى ى ٱلعلم يػىقيوليوفى ءىامىنا بوۦ كيل م
“Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, „Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”(QS.
Ali-Imran: 7).53
Dengan penafsiran ini jelas terlihat bahwa mereka adalah para pembuat
bid’ah, karena Abu Umamah ra menjadikan orang-orang Khawarij termasuk
dalam keumuman ayat tersebut dan ayat-ayat itu memang diturunkan berangsur-
angsur karena mereka. Menurut para ulama, Khawarij adalah ahli bid’ah, baik
dengan bid‟ahnya itu mereka keluar dari kelompok Islam maupun tetap dalam
kelompok Islam. Abu Umamah juga menjadikan kelompok ini termasuk
kelompok yang di dalam hatinya terdapat kecenderungan terhadap kesesatan,
sehingga mereka benar-benar disesatkan oleh Allah. Sifat-sifat ini ada dalam diri
para pembuat bid’ah, meski lafadz ayat tersebut juga berlalu bagi selain mereka
yang mempunyai sifat-sifat seperti mereka.
2) Surah Ali-Imran ayat 105-107
كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا كىاختػىلىفيوا من بػىعد مىا جاءىىيمي البػىيناتي كىأيكلئكى لىيم عىذابه عىظيمه )١( ا يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه فىأىما الذينى اسوىدت كيجيوىيهيم أىكىفىرتي بػىعدى ليمانكيم فىذيكقي وا العىذابى يػىوىـ تػىبػ
تيم تىكفيريكفى )١( كىأىما الذينى ابػيىضت كيجيوىيهيم فىفي رىحىت الل ىيم فيها خالديكفى )١( كينػ“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka keterangan
yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang
berat. Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, da nada pula wajah yang
hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (kepada
52
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …28 53
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women… 50
27
mereka dikatakan),”mengapa kamu kafir setelah beriman? Karena itu
rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.”Dan adapun orang-orang
yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah
(surga); mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali-Imran: 105-107).54
la lalu menafsirkannya seperti penafsiran ayat-ayat yang lain, yaitu
sebagai ancaman dan peringatan bagi orang yang sifatnya demikian serta
melarang kaum muslim untuk menjadi orang seperti mereka.55
Diriwayatkan oleh Ubaid dari Humaid bin Mahran, ia berkata, “Aku
bertanya kepada Al-Hasan tentang perbuatan kelompok pengikut hawa nafsu
terhadap surah Ali-Imran.
كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا كىاختػىلىفيوا من بػىعد مىا جاءىىيمي البػىيناتي
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.”
” la menjawab, „Demi Tuhan Ka‟bah, mereka membuangnya di belakang
punggung mereka‟.”Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata, “Mereka adalah
Al-Haruriyah.”
Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar Malik berkata, „Tidak ada ayat
dalam Al-Qur‟an yang lebih tegas pernyataannya atas orang-orang yang
berselisih (dari kelompok yang mengikuti hawa nafsu), kecuali ayat ini,
يىض كيجيوهه يػىوىـ تػىبػ“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri”
تيم تىكفيريكفى ا كينػ فىذيكقيوا العىذابى “karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.”
Malik berkata: Perkataan apa yang lebih jelas dari ini? Aku melihat bahwa
penakwilannya adalah bagi golongan yang mengikuti hawa nafsu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Qasim, dengan menambahkan: Malik berkata
kepadaku, “Sesungguhnya ayat ini untuk kaum muslim.” Semua yang
disebutkannya di dalam ayat tersebut telah dinukil dari beberapa orang seperti
yang sebelumnya dari periwayatan Al-Hasan.
54
Ibd., 63 55
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …29
28
Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata tentang firman Allah SWT:
كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih.”
Maksudnya adalah ahli bid’ah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata tentang firman-Nya,
يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه يػىوىـ تػىبػ“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri dan ada pula
muka yang hitam muram”.
Wajah yang putih berseri adalah wajah Ahli Sunnah, sedangkan wajah
yang hitam muram adalah wajah ahli bid’ah.”
3) Surah Al-An‟am ayat 153
طى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ذىا صرى لكيم كىصىكيم بوۦ كىأىف ىى بيلوۦ ذى ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى لىعىلكيم تػىتػقيوفى
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-
An‟am : 153).56
Arti dari jalan yang lurus adalah jalan Allah yang diserukan untuk diikuti,
yaitu As-Sunnah.
Adapun jalan-jalan yang lain yaitu jalan orang-orang yang berselisih dan
keluar dari jalan yang lurus, yaitu para pembuat bid’ah. Jalan-jalan orang yang
berbuat maksiat berbeda dengan jalan-jalan para pembuat bid’ah. 57
Karena jika
ditinjau dari statusnya (kemaksiatan), tidak ada orang yang membuat cara-cara
untuk dijalankan selama-lamanya yang menyerupai syariat. Oleh karena itu, sifat-
sifat tersebut khusus untuk perkara bid’ah dan hal-hal yang baru dalam agama.58
Dalam riwayat lain dijelaskan, “Wahai Abu Abdurrahman, apa yang
dimaksud dengan jalan yang lurus?” Ia menjawab, “Rasulullah Shallallahu
„Alaihi wa Sallam telah meninggalkan kita pada pangkalnya, sementara ujungnya
di surga. Pada sisi kanan dan kirinya terdapat jalan yang lain, dan di atas jalan-
56
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women…149 57
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …30 58
Ibid., 31
29
jalan tersebut terdapat orang-orang yang menyeru kepada orang yang sedang
melintas, “Man, ikut aku, man ikut aku”, Orang yang mengikuti salah seorang
dari mereka pada jalan tersebut pasti akan sampai ke neraka, sedangkan orang
yang tetap pada jalan yang utama pasti akan sampai ke surga. Lalu Ibnu Mas‟ud
membaca,
طى ميستىقيمنا ذىا صرى كىأىف ىى
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus”
(QS. Al-An‟am : 153).
Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata tentang firman-Nya,
كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى
“Dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)”.
Bid’ah dan perkara yang syubhat.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Mahdi, bahwa Malik bin Anas pernah
ditanya tentang As-Sunnah, ia lalu menjawab, “Sunnah adalah sesuatu yang tidak
memiliki nama lain kecuali Sunnah. Allah berfirman:
لكي بيلوۦ ذى طى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى ذىا صرى م كىصىكيم بوۦ كىأىف ىى م تػىتػقيوفى لىعىلكي
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan Nya.” (QS. Al-
An‟am: 153).
Bakar bin Al-Ala‟ berkata, “Insyallah maksud dari periwayatan Ibnu
Mas‟ud adalah tindakan Nabi SAW yang telah membuat garis untuknya”59
Penafsiran ini merupakan dalil bahwa ayat tersebut dan ayat berikut ini:
هىا جىائره كىلىو شىا ىكيم أىجمىعينى كىعىلىى ٱلل قىصدي ٱلسبيل كىمنػ ءى لىىدى“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-
jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dm
memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS.An-Nahl:
9).60
Mencakup seluruh aspek bid’ah dan tidak mengkhususkan pada satu
bid’ah. Jadi, arti dari jalan yang lurus adalah jalan kebenaran. Adapun jalan
59
Ibid., 32
60
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women…268
30
lainnya adalah jalan bid’ah dan kesesatan. Semoga Allah melindungi kita dari
mengikutinya dengan kekuasaan-Nya, dan cukuplah golongan yang cenderung
menuju ke neraka menjadi peringatan darinya. Golongan yang dimaksud
menunjukkan peringatan dan larangan dalam syariat.
Ibnu Wadhdhah berkata: Ashim bin Bahdatah pernah ditanya, “Wahai Abu
Bakar, apakah kamu mengetahui firman Allah SWT:
ىكيم أىجمىعينى ائره كىلىو شىاءى لىىدى هىا جى كىعىلىى ٱلل قىصدي ٱلسبيل كىمنػ“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-
jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia
memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS. An-Nahl: 9).
la menjawab, Abu Wa‟il telah meriwayatkan kepada kami dari Abdullah
bin Mas‟ud, ia berkata, “Abdullah pernah membuat garis lurus, lalu membuat
beberapa garis lain pada sisi kanan dan kiri (dari garis lurus tersebut), kemudian
berkata, „Beginilah Rasulullah SAW membuat garis dan menyifati garis yang
lurus, “Ini adalah jalan Allah.” Sedangkan untuk garis-garis yang ada pada sisi
kanan dan kiri (dari garis lurus tersebut), “Ini adalah jalan-jalan yang berbeda-
beda (karena perpecahan) dan pada setiap jalan terdapat syetan yang menyeru
agar mengikutinya.” 61
Sementara as-sabil (jalan) memiliki makan yang bermacam-macam, Allah
berfirman:
طى ميستىقيمنا ذىا صرى كىأىف ىى
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus….” (QS. Al-An‟am: 153).
Diriwayatkan dari At-Tastari, “Yang dimaksud jalan yang lurus adalah
jalan ke surga, sedangkan yang dimaksud kalimat,
ائره هىا جى كىمنػ
“dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok”. (QS. An-Nahl: 9).
Adalah jalan ke neraka, yaitu aliran-aliran dalam agama dan bid’ah-
bid’ah. Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna jalan yang lurus yaitu
61
HR. Sunan Ahmad, An-Nasa‟i, Abu Syekh nan Al-Hakim dari Abdullah bin Mas‟ud
31
pertengahan, antara berlebih-lebihan dengan mengurangi.62
Hal tersebut
mengindikasikan makna dari jalan yang bengkok, berlebih-lebihan atau
mengurangi dalam melaksanakan syariat agama. Keduanya berada di antara sifat-
sifat bid’ah. Diriwayatkan dari Ali ra, bahwa beliau pernah membaca
kata minha pada ayat tersebut dengan kata minkum, yang berarti, “Antara kalian
ada yang mengikuti jalan yang bengkok.” Mereka (para ulama) berkata, “Yang
dimaksud adalah umat ini. Seakan-akan ayat ini dan ayat sebelumnya
menunjukkan pada satu arti.”
4) Surah Al-An‟am ayat 159
هيم ى شىىءو لنىا أىمريىيم للى ٱلل ثي يػينػىبئػيهيم ىا كىانيوا لف ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم كىكىانيوا شيػىعنا لستى منػ يػىفعىليوفى
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka
(terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung
jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah
(terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS.Al-An‟am:159).
Ayat ini telah ditafsirkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah
RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,
قىاؿى رىسيوؿي الل صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى . ياعائشة ! )لف ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم كىكىانيوا شيػىعنا( مىن ىيم ؟ : ىم اصحاب الىواء, كاصحاب البدع, كاصحاب الضلالة, قالت : اللهي كرىسيوؿي لو اعىلىم , قىاؿىمن ىذه المنة. ياعائشة! اف لكل ذنب توبة, ماخلااصحابالىواء, كالبدع, ليس لم توبة , كانا
.براء برمءمنهم, كىم من “Wahai Aisyah orang- orang yang memecah-belah agamanya dan mereka
(terpecah) menjadi beberapa golongan. siapakah mereka? Aku menjawab,
Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui. Beliau lalu bersabda, Mereka
adalah orang-orang yang mengikuti nafsu dan ahli bid’ah serta pembuat
kesesatan dari umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya setiap dosa memiliki
pengampunan, kecuali bagi orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan
ahli bid’ah. Sesungguhnya tidak ada ampunan bagi mereka dan aku
terbebas dari mereka dan mereka bebas dari diriku.”63
62
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …33 63
HR. Thabrani . Syauqi Dhaif , Al-Mu’jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-
Dauliyyah, 2011), 342.
32
Ibnu Athiyyah berkata, Ayat tersebut mencakup seluruh golongan dari
pengikut hawa nafsu dan ahli bid'ah serta mereka yang menyimpang dari
masalah hukum fikih dan yang lain dari golongan orang-orang yang selalu
bergelut dalam pertentangan serta berlebih-lebihan dalam mengekspresikan
ilmu kalam. Semua itu adalah penyebab kesesatan dan yang menumbuhkan
keyakinan menyimpang.64
Ibnu Baththal dalam kitab Syarh Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hanifah
ia berkata, Aku pernah bertemu dengan Atha‟ bin Rabah di Makkah, kemudian
saya bertanya kepadanya tentang sesuatu, ia kemudian berkata, Dari mana
asalmu? Aku menjawab, Kufah. Ia berkata, Apakah kamu dari suatu negeri
yang penduduknya telah mencerai-beraikan agamanya sehingga mereka
terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok? Aku menjawab, Ya. Ia bertanya,
Kamu dari golongan mana? Aku menjawab, Dari golongan yang tidak mencaci-
maki ulama salaf, beriman kepada takdir, serta tidak mengafirkan seseorang
karena perbuatan dosa. la Ialu berkata, Kamu telah mengetahuinya, maka
peganglah erat-erat.
Diriwayatkan dari Al Hasan, ia berkata, Utsman bin Affan RA suatu hari
berkhutbah di hadapan kami, kemudian orang-orang menghentikan khutbahnya
dan saling melempar debu, sehingga terlihat langit yang usang.
Perawi Al-Hasan lalu berkata, “Lalu kami mendengar suara dari salah satu
bilik istri Rasulullah SAW dan dikatakan bahwa ini adalah suara Ummul
Mukminin.” Perawi melanjutkan, Aku mendengar teriakannya, ia berkata,
Sesungguhnya Nabi kalian telah membebaskan diri dari orang yang telah memecah-
belah agamanya dan membuat kelompok. Allah berfirman:
هيم ى شىىءو لف ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم كىكىانيوا شيػىعنا لستى منػ“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka
(terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung
jawabmu terhadap mereka.” (QS. Al-An‟am: 159).
Al-Qadhi Ismail berkata, Aku mengira bahwa yang dimaksud dengan
Urnmul Mukminin adalah Ummu Salamah, dan hal itu telah dijelaskan pada
64
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …34
33
beberapa hadis lain. Selain itu, saat kejadian tersebut Aisyah sedang pergi haji.65
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ayat tersebut turun untuk umat ini,
sedangkan menurut Abu Umamah, mereka itu adalah kelompok Khawarij.
Al-Qadhi berkata, “Zhahir dari ayat Al-Qur‟an yang tersurat menandakan
bahwa setiap orang yang membuat bid'ah dalam agama dari kelompok Khawarij
atau yang lainnya adalah termasuk dalam khitab ayat ini, karena mereka telah
membuat bid’ah serta saling bertentangan dan memusuhi, hingga akhimya
terpencar dalam beberapa kelompok.66
5) Surah Ar-Rum ayat 31-32
ةى كىلى تىكيونيوا منى ٱلميشركينى كىكىانيوا منى ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم ) (مينيبينى للىيو كىٱتػقيوهي كىأىقيميوا ٱلصلىويهم فىرحيوفى )(شيػىعنا كيل حزبو ىا لىدى
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka
menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum : 31-32).67
Kalimat farraqu diinahum dibaca faaraqu diinahum. Ditafsirkan dari
periwayatan Abu Hurairah, bahwa mereka adalah kelompok Khawarij. Diriwayatkan
pula oleh Abu Umamah dengan derajat marfu’.
Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah para pengikut hawa nafsu
dan ahli bid’ah. Mereka berdalil dari hadits dari Aisyah RA, dari Rasulullah SAW
secara marfu'. Hal tersebut adalah bentuk dari pelaku bid'ah, sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Al-Qadhi serta ayat-ayat sebelumnya. Allah berfirman:
عىثى عىلىيكيم عىذىابان من فػىوقكيم أىك من تىت أىرجيلكيم أىك يػىلبسىكيم شيػىعنا قيل ىيوى ٱلقىادري عىلىى أىف يػىبػسى بػىعضو كىييذيقى بػىعضىكيم بى
“Katakanlah, Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab
kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia
mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling
bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian
yang lain.”(QS.Al-An‟am: 65).68
65
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …35 66
Ibid., 36 67
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women…407 68
Ibid., 135
34
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kalimat:
شيػىعناأىك يػىلبسىكيم
“Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan”
Maksudnya adalah pengikut hawa nafsu yang bermacam-macam. Kalimat
“Dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain”.
Maksudnya adalah saling mengafirkan, hingga mereka saling berperang, seperti
yang terjadi pada kelompok Khawarij tatkala mereka keluar dari golongan Ahlus-
Sunnah wal Jama‟ah.
Ada juga yang berpendapat bahwa kalimat
أىك يػىلبسىكيم شيػىعنا“Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan”
Maksudnya adalah adanya percampuran dalam hal perselisihan dan
pertentangan.
Mujahid dan Abu Al-Aliyah berkata, “Sesungguhnya ayat ini ditujukan
untuk umat Muhammad SAW”. Abu Umamah berkata, "Semua ada empat
perkara dan telah terjadi dua perkara setelah dua puluh lima tahun wafatnya Nabi
SAW. Yang tersisa akan ditimpakan, sehingga sebagian merasakan keganasan
sebagian yang lain. Adapun sisanya adalah dua perkara yang keduanya pasti
akan terjadi, yaitu adzab dari bawah kaki kalian dan dari atas kepala kalian. Ini
semua merupakan dalil dari dilarangnya perselisihan dalam kebatilan. Hal
tersebut tidak disukai dan tercela.
Telah dinukil dari Mujahid, bahwa maksud dari “Mereka senantiasa
berselisih pendapat” dalam firman Allah,
تىلفينى لل مىن رىحمى رىبكى ١١١ كىل يػىزىاليوفى مي
“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang
diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (QS. Hud: 118-119).69
Adalah para pelaku bid’ah. Adapun tentang ayat
لل مىن رىحمى رىبكى “Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”
69
Ibid., 235
35
Maksudnya adalah para pelaku kebenaran, yang tidak terdapat perselisihan
di antara mereka.70
D. Pembagian Bid’ah Secara Umun
Pembagian bid’ah ini berdasarkan penggolongan yang dibuat oleh para
ahli ushul fiqh. Adapun penggolongannya antara lain:
1) Fi’liyah (melakukan suatu perbuatan).
2) Tarkiyah (meninggalkan suatu perbuatan) yaitu meninggalkan suatu
tuntunan agama, baik wajib maupun sunnah dengan memandang bahwa
meninggalkan itu, agama. Jika lantaran malas tidak disebut bid’ah, hanya
menyalahi perintah saja.
3) Amaliyah, yaitu bid’ah-bid’ah yang dikerjakan dengan anggota panca
indra yang lima, baik luar maupun dalam, seperti mengerjakan suatu yang
tidak dikerjakan oleh Nabi SAW.
4) I’tiqidiyah, yaitu memegang suatu kepercayaan/i‟tikad yang berlawanan
dengan yang diterima dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Baik
yang bersangkutan ataupun tidak.
5) Zamaniyah, yaitu melakukan ibadah di masa tertentu.
6) Makaniyah, yaitu melakukan suatu ibadah di tempat tertentu.
7) Haliyah, yaitu meletakkan suatu ibadah di masa tertentu atau di tempat
tertentu atau dalam keadaan tertentu.
8) Haqiqiyah, yaitu pekerjaan yang semata-mata bid’ah tidak ada sedikit
kaitannya dengan syara‟.
9) Idafiyah yaitu sesuatu bid’ah yang terdapat padanya dua aspek, apabila
ditinjau dari aspek pertama ia bukan bid’ah, apabila ditinjau dari aspek
kedua nyatalah kebid‟ahannya.
10) Kuliyyah, yaitu yang mendatangkan kecederaan yang umum.
11) Juz’iyah, yaitu merasakan pekerjaannya saja.
12) ‘Ibadiyah, yaitu yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
13) ‘Adiyah, yaitu dikerjakan bukan dengan maksud ibadah. Bid’ah yang
dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yakni yang
70
Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …37
36
dijadikan ibadah dinamakan bid’ah „ibadiyah. Bid’ah yang dikerjakan
bukan dengan maksud ibadah dinamakan bid’ah „adiyah.71
E. Pembagian Bid’ah Dalam Agama
a) Al-Bid’ah al-Mukaffirah
Al-Bid’ah al-Mukaffirah yaitu bid’ah yang menyebabkan pengingkaran.
Misalnya, berdo‟a kepada selain Allah, seperti kepada Nabi dan orang shalih,
meminta pertolongan kepada mereka, mohon dilepaskan dari segala kesulitan dan
memenuhi hajat mereka. Inilah bid’ah yang paling besar menimpa kaum
muslimin. “Musibah” ini telah menyebar ke seluruh aspek kehidupan kaum
muslimin, sampai-sampai banyak orang yang mengaku ulama terjebak dalam
musibah ini, apalagi orang awamnya, kecuali mereka yang di lindungi Allah.
b) Al-Bid’ah al-Muharramah
Al-Bid’ah al-Muharramah yaitu bid’ah yang diharamkan. Misalnya,
bertawassul kepada Allah melalui orang yang telah meninggal, meminta do‟a
mereka, menjadikan kuburan mereka sebagai Masjid, menyalakan lampu di atas
kuburan mereka, bernadzar menyembelih binatang untuk mereka, melakukan
thawaf di kuburan mereka, dan mencium kuburan mereka. Ibnu Hajar al-
Haitsami dalam kitabnya az-Zawajir telah memasukkan perbuatan ini sebagai
dosa besar dan bid’ah yang menyesatkan, tetapi tingkatannya tidak lebih parah
dari bid‟ah yang pertama.
c) Al-Bid’ah al-Makruhah Tahrim
Al-Bid’ah al-Makruhah Tahrim yaitu yang maksudnya adalah
pengharaman. Misalnya, shalat Zhuhur setelah shalat Jum‟at, karena hal ini
tidak disyari‟atkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Atau, membaca Al-Qur‟an
dengan pamrih imbalan, bertasbih, membebaskan budak, dan khataman yang
dilakukan untuk orang yang sudah meninggal, berkumpul untuk melakukan doa
bersama pada malam nisfu Sya‟ban, pada malam maulid Nabi, mengeraskan
bacaan shalawat setelah adzan, melakukan shalat diakhir bulan Ramadhan
dengan maksud untuk menggantikan shalat-shalat yang tertinggal pada tahun
71
T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, Kriteria Sunnah dan Bid’ah, cet II, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999), 43
37
yang lalu, membaca surah al-Kahfi keras-keras di Masjid (karena sunnahnya
justru membacanya dengan pelan). Semua ini digolongkan bid’ah tetapi
tingkatannya lebih rendah dari dua macam bid’ah sebelumnya. 72
d) Al-Bid’ah al-Makruhah Tanzih
Al-Bid’ah al-Makruhah Tanzih yaitu bid’ah sebagai penegasan agar
dijauhi. Misalnya, berjabat tangan setelah shalat, menggantungkan kain diatas
mimbar, membaca do‟a Asyura‟, dan membaca do‟a awal dan akhir tahun.73
F. Pembagian Bid’ah Menurut Syekh al-„Utsaimin
Dalam Tafsir Al-Qur‟an Ibnu Utsaimin disebutkan bid’ah bentuknya
sangat banyak: bid’ah dalam perkara aqidah, bid’ah dalam perkataan, dan bid’ah
dalam perbuatan.
1. Bid’ah Dalam Aqidah
Yaitu berkisar pada dua perkara: 1) berupa Tamtsil dan 2) berupa Ta’thil.
a. Tamtsil
Yaitu dengan menetapkan sifat-sifat bagi Allah, akan tetapi penetapan itu
dilakukan dengan jalan penyerupaan. Hal ini merupakan kebid‟ahan, karena
hal itu bukan merupakan jalan Nabi dan para khalifah rasyidin. Maka ia
merupakan kebid‟ahan. Misalnya dengan menetapkan wajah bagi Allah, dan ia
beranggapan bahwa wajah-Nya serupa dengan wajah makhluk.74
Atau
menetapkan bahwa Allah memiliki tangan, dan berpegang bahwa tangan-Nya
menyerupai para makhluk. Dan seterusnya. Maka tidak diragukan lagi mereka
adalah para ahli bid’ah. Kebid‟ahan mereka adalah pendustaan terhadap
firman Allah:
مثلوۦ شىىءه لىيسى كى“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.”(QS. Asy-Syuura‟:11)75
72
Syekh Muhammad „Abdus-salam, Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah …, 4 73
Ibid., 5. 74
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin
(Pustaka Salwa: 2013) , 11. 75 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….484
38
Dan firman-Nya:
يىكين لىوي كيفيونا أىحىده كىلمى“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”(QS. Al-Ikhlas: 4).76
Dan firmannya:
يان ىىل تػىعلىمي لىوي سى “Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia?”(QS.
Maryam:65).77
b. Ta’thil
Yaitu mengingkari apa yang telah Allah sifatkan diri-Nya dengan sifat
itu. Jika pengingkaran itu berupa penolakan dan pendustaan, maka ia
merupakan kekufuran. Dan jika pengingkaran itu berupa penta‟wilan, maka itu
adalah tahrif (penyelewengan kata/makna), dan bukan berupa kekufuran jika
lafadz itu tidak mengandung makna tersebut, maka tidak ada perbedaan antara
ta’wil ini dengan pengingkaran berupa pendustaan. Contohnya, jika ada
seseorang yang berkata: Sesungguhnya Allah berfirman,
اهي مىبسيوطىتىاف بىل يىدى“(tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka.”(QS. Al-Maidah:64).
78
Yang dimaksud kedua tangan itu adalah kenikmatan, “yaitu kenikmatan
agama dan kenikmatan dunia, atau kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat.”
ini adalah tahfif, karena nikmat tidak hanya satu, seribu, atau berjuta-juta.79
ا كىلف تػىعيدكا نعمىتى ٱلل لى تيصيوىى“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, maka kamu tidak akan dapat
menghinggakannya.”(QS. Ibrahim:34).80
Jadi kenikmatan tidak hanya dua, jenis atau macamnya. Maka hal ini
merupakan tahrif (penyelewengan makna) dan bid’ah. Karena pentakwilan
seperti itu bersebrangan dengan apa yang telah diterima dari Nabi, para sahabat
beliau dan para imam pembawa petunjuk yang datang setelah mereka.
76
Ibid., 604 77 Ibid,. .310 78
Ibid., 118 79
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin…12 80
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….260
39
2. Bid’ah Dalam Ucapan
Yaitu orang-orang yang berbuat bid’ah dalam bacaan tasbih, tahlil atau
takbir yang tidak disebutkan oleh sunnah Nabi, atau mereka mengadakan
kebid‟ahan dalam bacaan doa yang tidak yang disebutkan oleh sunnah Nabi, dan
bukan pula termasuk doa-doa yang diperbolehkan.
Seperti berdoa secara berjamaah setelah pelaksanaan salat bukanlah
sunnah Rasul SAW dan para Khulafaur Rasyidin. Bukan pula sunnah para
Sahabat radhiyallahu anhum. Itu adalah perbuatan yang diada-adakan. Telah
tersebutkan (hadis) dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda:
ت كيم كىميدىثى هىا بالنػوىاجذ كىليا فػىعىلىيكيم بسينت كىسينة اليلىفىاء المىهديينى الراشدينى تىىسكيوا بىا كىعىضوا عىلىيػثىةو بدعىةه الأيميور فىإف كيل مي دى
“Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
para Khalifah yang mendapat petunjuk lagi terbimbing. Berpegang
teguhlah dengannya. Gigit kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Berhati-
hatilah, jauhilah hal-hal yang diada-adakan. Karena setiap hal yang diada-
adakan (dalam agama) adalah bid’ah.” 81
Nabi SAW juga jika berkhutbah, memerah mata beliau dan terdengar
keras suara beliau, seakan-akan beliau sangat marah. Bagaikan seseorang yang
memberikan komando kepada pasukan. Beliau menyatakan: Bersiagalah di pagi
dan sore hari kalian. Beliau juga bersabda:
لىة تػيهىا كى كيل بدعىةو ضىلاى ري اليدىل ىيدىل ميىمدو كىشىر الأيميور ميدىثى يػ يػرى الىديث كتىابي الل كىخى أىما بػىعدي فىإف خى“Amma Ba‟du. Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah Kitab Allah.
Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara
adalah yang diada-adakan. Setiap kebid‟ahan adalah sesat.”82
Berdoa secara berjamaah atau berdzikir secara berjamaah setelah salat
adalah hal yang diada-adakan dan termasuk bid’ah. Setiap kebid‟ahan adalah
sesat. Yang disyariatkan bagi seorang yang salat adalah (memperbanyak) doa
81
HR. Abu Daud Kitab Assunnah, Bab Fi Luzum As-Sunnah (4607) Dan At-Tirmidzi
Bab Al-Ilmumfil Akhdzi Bisunnati Wajtihadi Bida‟ (2676) Ibnu Majah Almuqaddimah Bab
Ittiba‟ Sunnah Al-Khulafaa‟ Arrasyidiin (42) At-Tirmidzi berkata:”Ini hadis hasan shahih” 82 HR. Muslim dalam Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawi VI/153-154, Kitab “al-
Jumu‟ah), an-Nasa-I dalam Sunan-nya (III/189, Kitab “ash-Shalaatul „Iedain”) dan Ibnu Majah
dalam Sunan-nya (I/17, muqaddimah)
40
sebelum salam. Karena ini adalah tempat berdoa yang dibimbing oleh Nabi SAW
berdasarkan hadis yang shahih dari hadits Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu ketika
menyebutkan (bacaan yang disunnahkan) dalam tasyahhud:
يػري من المىسأىلىة مىا شىاءى ثي يػىتىوى“Kemudian (setelah selesai tasyahhud itu) silakan ia pilih doa permintaan
yang dikehendakinya.”83
Itu menunjukkan bahwasanya tempat berdoa adalah di akhir salat (sebelum
salam), bukan setelahnya. Demikian pula yang sesuai dengan pandangan yang
shahih. Bahwa semestinya seseorang (banyak) berdoa dalam salat, sebelum
selesainya. Lebih utama dilakukan di waktu itu saat ia di hadapan Allah,
dibandingkan ia berdoa setelah salatnya. Sedangkan yang disyariatkan untuk
dilakukan setelah salat wajib adalah berdzikir bukan berdoa. Berdasarkan firman
Allah Ta‟ala:
تيم الصلاةى فىاذكيريكا اللى قيىامان كىقػيعيودان كىعىلىى جينيوبكيم فىإذىا قىضىيػ“Jika kalian telah menyelesaikan salat, berdzikirlah (mengingat) Allah
dalam kondisi berdiri, duduk, maupun berbaring (QS. An-Nisa‟: 103).” 84
Sebagaimana hal itu adalah petunjuk Rasulullah SAW. Disyariatkan juga
untuk mengeraskan dzikir karena itulah yang dikenal di masa Nabi SAW
sebagaimana shahih dalam riwayat al-Bukhari dari hadis Ibnu Abbas :
أىف رىفعى الصوت بالذكر حينى يػىنصىرؼي الناسي من المىكتيوبىة كىافى عىلىى عىهد النب صىلى اللي عىلىيو كىسىلم“Sesungguhnya mengangkat suara saat berdzikir setelah selesainya
manusia melakukan salat wajib, dilakukan di masa Nabi SAW.” 85
Kecuali jika di sampingmu ada seseorang yang masih menunaikan salat
dan dikhawatirkan menimbulkan gangguan padanya. Dalam kondisi seperti itu
mestinya engkau melirihkan suaramu sehingga tidak mengganggu saudaramu.
Karena menimbulkan suara yang ramai (mengacaukan konsentrasi) terhadap
orang lain adalah sesuatu yang mengganggu. Nabi SAW ketika mendengar para
83
Muslim dan Ahmad, lafadz sesuai riwayat Muslim 609, Kitab shalat bab tasayahud
dalam shalat 84
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….91 85
HR. Bukhari no. 805 dan Muslim no. 583 kitab azan dan bab zikir setelah shalat.
41
sahabatnya salat di masjid mengeraskan suara, beliau melarang mereka berbuat
demikian. Beliau bersabda:
ة فىلاى يػيؤذيىن بػىعضيكيم بػىعضنا كىلى يػىرفىع بػىعضيكيم عىلىى بػىعضو في القرىاءىة أىك قىاؿى في الصلاى“Janganlah sebagian dari kalian mengganggu sebagian yang lain, Dan
janganlah sebagian kalian mengeraskan bagian terhadap sebagian yang
lain dalam membaca Al-Qur‟an atau dalam shalatnya.”86
Nabi SAW menjelaskan bahwa mengeraskan bacaan jika di sekelilingnya
ada yang terganggu dengan itu tidaklah diperbolehkan. Kesimpulannya, setelah
selesai salat adalah tempat untuk berdzikir sedangkan sebelum salam di
tasyahhud akhir adalah tempat (kesempatan) berdoa. Demikian pula yang
disebutkan dalam sunnah bahwasanya dzikir setelah salat disyariatkan dikeraskan
selama tidak mengganggu orang di sampingnya.87
3. Bid’ah Dalam Perbuatan
Yaitu orang-orang yang bertepuk tangan ketika berdzikir, atau
mengoyang-goyangkan kepala ketika membaca dengan tujuan beribadah (kepada
Allah), atau jenis-jenis bid’ah yang semisalnya. Demikian pula dengan orang-
orang yang mengusap-usap ka‟ba pada selain hajar aswad dan rukun yamani,
mengusap-usap kamar Nabi, kuburan Nabi yang mulia, mengusap-usap mimbar
yang dikatakan bahwa itu adalah mimbar Nabi yang berada di Masjid Nabawi,
dan mengusap-usap dinding kuburan baqi’ atau tempat-tempat lainya. Bid’ah
jumlahnya banyak. Baik yang terkait dengan aqidah, ucapan ataupun perbuatan.88
Termasuk perbuatan bid’ah apa yang dilakukan pada bulan Rajab. Seperti
shalat raghaib dikerjakan pada jum‟at yang pertama pada bulan rajab. Shalat itu
jumlahnya 1000 rakaat, yang mereka kerjakan sebagai bentuk peribadahan
kepada Allah. Ini merupakan kebid‟ahan yang tidak akan menambah kecuali
semakin jauhnya mereka dari Allah, karena siapa saja yang mendekatkan diri
kepada Allah dengan apa yang tidak Dia syariatkan, maka ia adalah ahli bid’ah
lagi orang yang zhalim. Allah tidak akan menerima peribadahan yang ia lakukan.
86 HR. Abu Dawud no. 1332, kitab shalat bab mengeraskan suara dalam shalat malam. 87
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, Fatawa Nuur 'ala ad-Darb,
(Mu'assasah asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin al-Khairiyah 153/2) 88
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin….13
42
Berdasarkan apa yang nyata-nyata disebutkan di dalam dua kitab shahih, dan
lain-lainnya dari Aisyah ra: bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
مىن عىملى عىمىلان لىيسى عىلى يو أىمريناى فػىهيوى رىد“Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada contohnya
dari urusan kami, maka amalan itu tertolak.”89
Termasuk sikap mendahului Allah dan Rasul-Nya adalah seseorang
mengucapkan suatu perkataan yang dijadikan sebagai pemutus perkara yang
terjadi di antara manusia atau pada diri-diri mereka, dan hal itu bukan berasal
dari syariat Allah. Contohnya, ia mengucapkan ini hukumnya haram, ini
hukumnya halal, atau ini hukumnya wajib, atau ini hukumnya sunnah tanpa
dilandasi dengan dalil. Maka hal ini termasuk sikap mendahului Allah dan Rasul-
Nya. Orang yang mengucapkan suatu perkataan, dan nampak jelas baginya
bahwa hal itu adalah salah, maka ia berkewajiban untuk kembali kepada
kebenaran, sekalipun ucapan itu telah tersiar dan tersebar luas ditengah-tengah
manusia, dan dikerjakan oleh orang-orang yang mengerjakannya. Jadi wajib
baginya untuk rujuk (kepada kebenaran) dan juga mengumumkan rujuknya itu,
sebagaimana ia telah menyatakan secara terang-terangan penyelisihannya
tersebut yang biasa jadi alasannya itu dapat diterima, jika ucapan tersebut
bersumber dari proses ijtihad. Maka ia berkewajiban untuk kembali kepada
kebenaran. Dan jika ia terus bertahan dalam menyelisihi kebenaran, berarti ia
telah mendahului Allah dan Rasul-Nya. 90
Dan disebutkan juga didalam tafsir Al-Fatihah, Telah melakukan bid’ah
orang-orang pada masa sekarang dalam surah Al-Fatihah sebagai penutup doa,
dan juga menjadikannya sebagai pembuka, membacanya di beberapa acara, dan
ini salah. Kamu dapat menemukannya seperti ketika berdoa yakni bacalah Al-
Fatihah, dan sebagian orang memulai pidatonya atau pekerjaannya dengan Al-
Fatihah dan ini juga salah, karena ibadah itu di dasari oleh Al-Fatihah atas taufiq,
tuntunan.91
89
Muslim Kitab Al-agdliyah Bab Maqdlul Ahkam Albathilah wa raddu musdatsaatil
umut (18/1718). 90
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin …14. 91
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Tafsir Al-Fatihah, 21
43
BAB IV
PENAFSIRAN MUFASSIR DAN ANALISIS TAFSIR
A. Penafsiran Syekh al-„Utsaimin
1. Tafsir surah Al-Hujurat
يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya. (QS. Al-Hujuraat:1).92
يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا
“Hai orang-orang yang beriman”
Maka hal itu sebagaimana yang telah dikatakan Allah Abdullah ibnu Mas‟ud
ra. “bisa jadi ia adalah kebaikan yang akan diperintahkan, atau keburukan yang akan
dilarang. Karena itu pasanglah pendengaranmu dengan baik dan simaklah firman-
Nya itu karena di dalamnya terkandung kebaikan.
Apabila Allah mengawali firman-Nya dengan ucapan:
يىىيػهى ا ٱلذينى ءىامىنيوا
“Hai orang-orang yang beriman”
Hal itu menunjukkan bahwa berpegang dengan apa yang diucapkan itu
termasuk ke dalam konsekuensi keimanan dan menyelisihinya merupakan
kekurangan pada keimanan. Allah SWT berfirman:
بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ لى تػيقىدميوا “janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.”
Ada yang menyatakan bahwa makna:
لى تػيقىدميوا
“janganlah kamu mendahului”
Adalah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya. Maksudnya
adalah: Janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya baik dengan ucapan
92
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….515
44
ataupun dengan perbuatan. Adapula yang menyatakan bahwa maknanya adalah
janganlah kalian mendahulukan sesuatu apapun dihadapan Allah dan rasul-Nya.
Kedua pendapat ini mengalir pada muara yang sama.93
Dan termasuk perbuatan mendahului Allah dan Rasul-Nya adalah perbuatan
bid’ah dengan segala bentuknya. Karena hal itu tindakan mendahului Allah dan
rasul-Nya, bahkan itu merupakan sikap yang paling keterlaluan, karena Nabi SAW
bersabda:
ت كيم كىميدىثى ليا ا بالنػوىاج ذ كى هى هديينى الراشدينى تىىسكيوا بىا كىعىضوا عىلىيػ عىلىيكيم بسينت كىسينة اليلىفىاء المىثىةو بدعىةه كىكيل بدعىةو ضىلاىلىةه الأيميور فىإف كيل ميدى
“Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalifah
rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan
gigitlah ia dengan gigi graham kalian. Jauhilah oleh kalian perkara yang
diada-adakan (di dalam urusan agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah kesesatan.”94
Rasulullah benar. Karena hakikat yang sebenarnya dari ahli bid’ah adalah
bahwa ia “menyempurnakan” apa yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
yakni berupa perkara-perkara yang ia klaim bahwa itu adalah ajaran syariat. Seakan-
akan ia mengatakan: Sesungguhnya syariat ini belum sempurna, dan bahwasannya
ia telah menyempurnakannya dengan perbuatan bid’ah yang ia perbuat. Maka hal ini
benar-benar bersebrangan dengan firman Allah SWT:
ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.” (QS. Al-
Maidah: 3).
Maka dapat dikatakan kepada orang yang telah berbuat bid’ah ini: “apakah
perkara yang engkau lakukan ini merupakan penyempurna di dalam agama? Jika ia
menjawab: ya.95
Maka ucapan ini mengandung atau memberikan konsekuensi
93
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin… 9 94
Abu Daud Kitab Assunnah, Bab Fi Luzum As-Sunnah (4607) Dan At-Tirmidzi Bab Al-
Ilmumfil Akhdzi Bisunnati Wajtihadi Bida‟ (2676) Ibnu Majah Almuqaddimah Bab Ittiba‟ Sunnah
Al-Khulafaa‟ Arrasyidiin (42) At-Tirmidzi berkata:”Ini hadis hasan shahih” 95
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin… 10
45
pendustaan terhadap firman Allah SWT:
ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.” (QS. Al-
Maidah: 3).
Jika ia menjawab: ia bukan merupakan penyempurnaan di dalam agama, maka
dapat kita katakan: jika demikian maka itu adalah kekurangan, karena Allah
berfirman:
فىمىاذىا بػىعدى ٱلىق لل ٱلضلىلي “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan?” (QS. Yunus:
32).96
Maka bid’ah, di samping ia merupakan kesesatan, pada hakekatnya iapun
merupakan penghinaan terhadap agama Allah, dan bahwasanya agama Allah ini
kurang, dan bahwasanya ahli bid’ah itu menyempurnakannya dengan apa yang ia
anggap bahwa itu adalah syariat Allah. Jadi para ahli bid’ah seluruhnya telah
mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak peduli dengan larangan ini.
Sekalipun maksudnya baik, perbuatan mereka itu adalah kesesatan. Bisa jadi ia
diganjar dengan niat baiknya, akan tetapi ia berdosa disebabkan keburukan
perbuatannya. Oleh karena itu wajib bagi ahli bid’ah yang telah mengetahui bahwa
ia berbuat kebid‟ahan untuk bertaubat dari kebid‟ahan tersebut, kembali kepada
Allah, dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khalifah yang lurus lagi
mendapatkan petunjuk yang datang setelah beliau.97
2. Tafsir Surah Al-Maidah Ayat 3
سلىمى ديننا ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu jadi
agamamu.” (QS.Al-Maidah:3).98
96
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….212 97
Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin….11 98
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….107
46
أىكمىلتي لىكيم دينىكيم Telah Aku jadikan agama itu lengkap, tetapi bukan berarti aku telah
melengkapi syariatnya, karena setelah ayat tersebut ada lagi syariat yang turun,
dengan artian sesungguhnya agama itu lengkap tetapi bukan berarti itu telah
sempurna.
ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت Apakah ini yang dipercayai semenjak pertama turun syari‟at?
99
Tidak, karena syariat belum sempurna semenjak hari pertama turunnya
syariat, tidak mungkin Allah menyebutkan
ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu” Sedangkan
belum ada syariat yang turun.
أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu” Apa yang mendekatkan kita
kepada Allah dari ibadah
كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت
“dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku” Yang berarti agama itu
lengkap dan itu adalah nikmat terbesar dan maksudnya tidak ada kekurangan.
سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل “dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agamamu.” Telah aku berikan dan Aku
ridhai kalian sekalian agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Sebagai
agama untuk mendekatkan diri kepada Allah dan janganlah kalian meyakini agama
selain itu (Islam).100
Faidah yg ke 28 surah Al-Maidah ayat 3: Bahwa sesungguhnya sesuatu yang
menyalahi syariat, maka sesuatu itu tidak diridhai disisi Allah dan tidak diterima.
سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل
99 Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Maidah,
(Ar-Riyadh 1432 H), 43 100
Ibid., 44
47
“Dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu”, Dan agama Islam itu yang
memenuhi tiap-tiap ilmu aqidah dan ilmu syari‟at. sebagai contoh adakah Allah
meridhai hambanya yang kafir? Jawabannya: tidak, Adakah Allah meridhai
hambanya yang berbuat bid’ah? Jawabannya: tidak
سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu” Maksudnya Allah
menghendaki dengan ilmu aqidah dan ilmu syariat serta lain-lainnya.101
3. Tafsir Surah Al-Hadid ayat 27
ف ٱلل فىمىا كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كى نىهىا عىلىيهم لل ٱبتغىاءى رضوى تػىبػ رىحىةن كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا مىا كىهيم فىسقيوفى نػ هيم أىجرىىيم كىكىثيره م نىا ٱلذينى ءىامىنيوا منػ رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا فىػ ىاتػىيػ
“Dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan
kasih sayang. Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak
mewajibkannya kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari
keridhaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka
kepada orang-orang yang beriman di antara mereka kami berikan pahalanya,
dan banyak di antara mereka yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 27).102
كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كىرىحىةن كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا
“Dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan
kasih sayang. Mereka mengada-adakan”
Ada tiga perkara. Allah telah menjadikan ketiga perkara itu di dalam hati
orang-orang Nasrani yang mengikuti Nabi Isa.103
رىأفىةن
“Rasa santun”
Adalah salah satu bentuk rahmah (kasih sayang), akan tetapi sifatnya lebih
lembut dan halus.
كىرىحىةن
“Kasih sayang”
101
Ibid., 52 102
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya Special For Women,….541 103
Ibid., 379
48
Mereka adalah orang yang paling lembut hatinya, paling penyayang kepada
para makhluk, yakni ketika mereka masih berada di atas syariat Nabi Isa. Akan
tetapi setelah mereka kafir kepada Nabi Muhammad, maka mereka berubah menjadi
orang yang paling sadis, sebagaimana yang terjadi antara kaum muslimin dengan
orang-orang Nasrani pada perang salip dan lain-lainnya.
كىرىىبىانيةن
“Rahbaniyyah”
Yakni memutuskan diri dari dunia untuk beribadah
ٱبػتىدىعيوىىا“Dan yang mereka ada-adakan”.
Yakni dari diri-diri mereka sendiri . sebagaimana yang dilakukan oleh
sebagian sekte sesat dari kaum muslimin. Mereka mengada-adakan rahbaniyah yang
tidak Allah terangkan turunkan keterangan padanya. Akan tetapi mereka masih
memiliki perasaan santun dan kasih sayang.
ف ٱلل نىهىا عىلىيهم لل ٱبتغىاءى رضوى تػىبػ مىا كى “Padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah
yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah”
Yakni kami tidak mewajibkan hal itu kepada mereka, akan tetapi mereka
mencari keridhaan Allah.
Oleh karena itu kami katakan kalimat:104
ف ٱلل لل ٱبتغىاءى رضوىAdalah istisna‟ munqathi”.
Akan tetapi, walau mereka mengada-adakan hal tersebut dan mereka
sendirilah yang telah memilihnya sendiri.
فىمىا رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا “Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”.
104
Ibid., 380
49
Maksudnya mereka tidaklah melakukan upaya pemeliharaan yang wajib,
yakni berbuat ihsan pada rohbaniyyah yang mereka ada-adakan ini. Akan tetapi
mereka berbuat menurut keinginan mereka sendiri.
هيم أىجرىىيم نىا ٱلذينى ءىامىنيوا منػ فىػ ىاتػىيػ “Maka kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka
pahalanya”,
هيم فىسقيوفى نػ كىكىثيره م
“Dan banyak di antara mereka orang-orang fasik”
Yakni banyak di kalangan orang-orang Nasrani orang-orang fasik, yakni
orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah.
Dalam hal ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa jika seseorang
mengada-adakan suatu kebid‟ahan, maka ia tidak mendapatkan taufiq untuk
menegakkan perbuatan tersebut. Ia akan sesat baik pada pokoknya dan sesat pula
pada cabangnya, sekalipun ia mengerahkan kesungguh-sungguhannya. Sekalipun ia
khusyu‟. Engkau dapati banyak orang yang mengda-adakan zikir-zikir atau shalat
atau doa atau yang lain-lainnya, engkau dapati mereka khusyu‟, hati-hati mereka
menangis, hati-hati mereka khusyu‟ akan tetapi hal itu tidak bermanfaat baginya.
Karena mereka berada di atas kesesatan.105
B. Pendapat Mufassir Lain
Tafsir Al-Maraghi
1. Surah Al-Hujurat ayat 1
يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya.” (QS. Al-Hujurat: 1)
Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu di
hadapannya, yakni janganlah kamu melakukannya sebelum dia, bahkan
hendaknyalah kamu mengikuti kepadanya dalam segala urusan.
105
Ibid., 381
50
Dan termasuk ke dalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah ini
adalah hadis Mu'az r.a. ketika ia diutus oleh Nabi Saw. ke negeri Yaman.
: بسينة رىسيوؿ الل تىد؟ " قىاؿى : "فىإف لمى . قىاؿى : بكتىاب الل : أىجتىهدي "بى تىكيمي؟ " قىاؿى تىد؟ " قىاؿى : "فىإف لمى . قىاؿى، لمىا يػىرضىى رىسيوؿي الل : "الىمدي لل الذم كىفقى رسوؿى رسوؿ الل ".رىأيي، فىضىرىبى في صىدره كىقىاؿى
Nabi SAW. bertanya kepadanya, “Dengan apa engkau putuskan hukum?”
Mu'az menjawab, Dengan Kitabullah Rasul SAW. bertanya, “Kalau tidak kamu
temukan?” Mu'az menjawab, "Dengan sunnah Rasul." Rasul SAW. bertanya, "Jika
tidak kamu temukan”. Mu'az menjawab, “Aku akan berijtihad sendiri.” Maka Rasul
SAW. mengusap dadanya seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah
membimbing utusan Rasulullah kepada apa yang diridai oleh Rasulullah.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah
meriwayatkan hadis ini pula.
Kaitannya dengan pembahasan ini ialah Mu'az menangguhkan pendapat dan
ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Sekiranya dia
mendahulukan ijtihadnya sebelum mencari sumber dalil dari keduanya, tentulah dia
termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan
dengan makna
لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Hujurat: 1).
Yakni janganlah kamu katakan hal yang bertentangan dengan Kitabullah dan
sunnah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa mereka (para sahabat)
dilarang berbicara di saat Rasulullah SAW. sedang berbicara.
Mujahid mengatakan, “Janganlah kamu meminta fatwa kepada Rasulullah SAW.
tentang suatu perkara, sebelum Allah SWT. menyelesaikannya melalui lisannya.”
Ad-Dahhak mengatakan, “Janganlah kamu memutuskan suatu urusan yang
menyangkut hukum syariat agama kalian sebelum Allah dan Rasul-Nya
memutuskannya.”
51
Sufyan As'-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna
تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ لى “Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Hujurat:1)
Maksudnya, baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ لى تػيقىدميوا “Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Hujurat:1)
Yaitu janganlah kamu berdoa sebelum imam berdoa. Qatadah mengatakan,
telah diceritakan kepada kami bahwa ada beberapa orang yang mengatakan,
“Seandainya saja diturunkan mengenai hal anu dan anu. Seandainya saja hal anu
dibenarkan. Maka Allah SWT. tidak menyukai hal tersebut; karena hal tersebut
berarti sama dengan mendahului.”106
2. Surah Al-Maidah ayat 3
Ibnu katsir dalam tafsirnya berkata: Pada hari „Arafah Allah menurunkan
firmannya:
سلىمى ديننا ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu agama
bagimu”(QS. Al-Maidah: 3).
Dan ini adalah nikmat Allah yang terbesar untuk umat ini yaitu dengan
menyempurnakan agama mereka, maka tidaklah mereka memerlukan agama selain
agama Allah, dan tidak kepada Nabi selain Nabi mereka, oleh karena itu Allah
menjadikan Muhammad sebagai Nabi penutup para Nabi, maka tiada sesuatu yang
halal kecuali apa yang dihalalkan olehnya, dan tidak sesuatu yang haram kecuali apa
yang diharamkan olehnya, dan tidak ada agama kecuali apa yang disyariatkannya.
Pada ayat ini, terdapat tiga macam kabar gembira, yang ketiga-tiganya telah
ditafsirkan oleh ulama salaf.
106
Ahmad Mustafa Al-Maragi Juz 26, Tafsir Al-Maragi (Semarang: Toha Putra 1974 ). 200
52
Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, maka turunlah Jibril, pada saat
beliau sedang mengangkat tangan bersama kaum muslimin, berdoa kepada Allah
untuk menyampaikan ayat:
ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu” Yakni perkara halal
maupun perkara haram bagimu, sehingga sesudah ini tidak turun lagi ayat menganai
perkara halal maupun haram.
كىأىتى متي عىلىيكيم نعمىت
“Dan aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku” Yakni anugrah-Ku, sehingga
takkan berjanji lagi bersamamu seorang musyrik pun.
سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Dan telah Aku ridhai”, yakni Aku pilihkan “Islam menjadi agama
bagimu”.107
3. Surah Al-Hadid ayat 27
كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي
“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya”. Mereka
dikenal dengan sebutan kaum Hawariyyin.
رىأفىةن كىرىحىةن
“Rasa santun”. Yakni kelembutan hati, alias rasa takut kepada Allah SWT.
كىرىحىةن
“Dan kasih sayang”. Kepada sesama makhluk. Dan firman Allah Swt.:
كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا
“Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah”. Maksudnya, umat Nasrani
mengada-adakan peraturan rahbaniyyah ini.
نىهىا تػىبػ عىلىيهم مىا كى
“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka”. Yaitu padahal Kami
tidak memerintahkan hal itu, sesungguhnya hanya mereka sendirilah yang
mewajibkannya atas diri mereka.
107
Ibid., 101
53
ف ٱلل لل ٱبتغىاءى رضوى“Untuk mencari keridaan Allah”. Ada dua pendapat sehubungan dengan
makna ayat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa mereka bermaksud dengan hal
itu untuk mendapat ridha Allah ini menurut apa yang dikatakan oleh Sa'id ibnu
Jubair dan Qatadah. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa padahal Kami tidak
mewajibkan hal itu kepada mereka, sesungguhnya yang Kami wajibkan kepada
mereka hanyalah mencari ridha Allah.
فىمىا رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا
“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”.
Yakni mereka tidak memelihara apa yang mereka wajibkan atas diri mereka dengan
pemeliharaan yang semestinya. Ini mengandung celaan terhadap mereka dipandang
dari dua segi. Pertama, karena mereka telah mengada-adakan sesuatu peraturan di
dalam agama Allah, padahal Allah tidak memerintahkannya. Kedua, karena mereka
tidak mengerjakan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri, yang mereka
anggap sebagai amal taqarrub yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah
SWT.108
Tafsir Jalalain
1. Surah Al-Hujurat ayat 1
يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya.” (QS. Al-Hujurat:1)
يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului berasal dari lafaz
qadima yang maknanya sama dengan lafaz taqaddama artinya, janganlah kalian
mendahului baik melalui perkataan atau perbuatan kalian.
بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ
108
Ibid., 205
54
(di hadapan Allah dan Rasul-Nya) yang menyampaikan wahyu dari-Nya,
makna yang dimaksud ialah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya
tanpa izin dari keduanya.109
2. Surah Al-Maidah ayat 3
سلىمى ديننا ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمى ت كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu agama
bagimu”(QS. Al-Maidah: 3).
ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu”. yakni hukum-
hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum
dan kewajiban-kewajibannya.
كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت
“dan telah Ku cukupkan padamu nikmat karunia-Ku” yakni dengan
menyempurnakannya dan ada pula yang mengatakan dengan memasuki kota
Mekah dalam keadaan aman
كىرىضيتي
“dan telah Ku ridhai” artinya telah Ku pilih
سلىمى ديننا لىكيمي ٱل “Islam itu sebagai agama kalian”.
110
3. Surah Al-Hadid ayat 27
كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كىرىحىةن Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan
kasih sayang.
كىرىىبىانيةن
Dan “kerahbaniyahan” yakni tidak mau kawin dan hidup membaktikan diri di
dalam gereja-gereja.
109
Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2012), 888 110
Ibid., 427
55
ٱبػتىدىعيوىىا“Yang mereka ada-adakan” oleh diri mereka sendiri
نىهىا عىلىيهم تػىبػ مىا كى“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka” Kami tidak
memerintahkan hal itu kepada mereka
لل
“tetapi” melainkan mereka mengerjakannya
ف ٱبتغىاءى رضوى
“Untuk mencari keridhaan” demi mencari kerelaan
ٱلل فىمىا رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا “Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang
semestinya” karena kebanyakan di antara mereka meninggalkannya dan kafir kepada
agama Nabi Isa, lalu mereka memasuki agama raja mereka. Akan tetapi masih
banyak pula di antara mereka yang berpegang teguh kepada ajaran Nabi Isa, lalu
mereka beriman kepada Nabi Muhammad.
نىا ٱلذينى ءىامىنيوا فىػ ىاتػىيػ
“Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman” kepada Nabi Isa
هيم فىسقيوفى نػ هيم أىجرىىيم كىكىثيره م منػ
“Di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang
fasik”.111
Tafsir Al-Misbah
1. Surah Al-Hujurat ayat 1
يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasulnya-Nya”.
111
Ibid., 1033
56
Dengan menetapkan suatu hukum keagamaan atau persoalan duniawi
menyangkut diri kamu maupun masyarakat kamu. Jangan juga menetapkan sesuatu
sebelum atau bertentangan dengan ketetapan-Nya.112
Ini semua jika kamu dapat
menantikan atau menduga akan adanya tuntunan dari mereka yang mestinya
diteladani itu.
تػيقىدميوا Lafaz tuqaddimuu di ambil dari kata qadama bermakna mendahului
selainnya. Dari sini lahir kata muqaddimah yakni pendahuluan atau kata pengantar
dari sesuatu seperti buku, karena kata pengantar tersebut mendahului uraian buku.
Dengan demikian kata tersebut tidak memerlukan objek. Ada juga yang berpendapat
bahwa ia membutuhkan objek, hanya saja objek tersebut sengaja tidak disebutkan
agar mencakup segala sesuatu.
Beliau kemudian menjelaskan bahwa potongan ayat tersebut melarang para
sahabat Nabi SAW untuk melangkah mendahului Allah dan Rasulullah SAW,
jangan menetap hukum, jangan berucap tentang sesuatu sebelum ada petunjuk dari
Allah dan Rasul-Nya.
بػىينى يىدىل ٱلل Lafadz baina yaday Allah mengisyaratkan kehadiran Allah dan Rasul-Nya.
Pada mulanya kalimat ini mengandung makna kehadiran di kedua arah, atau dekat
kearah tangan kiri dan kanan. Apabila seseorang melakukan pelanggaran dibelakang
orang lain, maka hal tersebut buruk. Tetapi jika melakukannya di hadapannya maka
ini lebih buruk lagi karena hal tersebut mengandung makna pelecehan dan
kekurangajaran.
يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ Secara harfiah berarti di antara kedua tangan Allah dan Rasul-Nya maksudnya
adalah di hadapan-Nya mendahului-Nya. Penggunaan kalimat tersebut untuk
menggambarkan buruknya melakukan hal yang terlarang itu. Ini diilustrasikan
112
M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran),
(Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2009), cet. VII, vol 13, 226
57
dengan seseorang yang berjalan sendirian meninggalkan di belakangnya siapa yang
mestinya diteladani dan dihormati.113
2. Surah Al-Maidah ayat 3
ٱليػىوىـ “Pada hari ini” Dipahami oleh sementara ulama sebagai hari tertentu ayat ini
turun, yakni pada hari jum‟at tanggal 9 dzul hijjah tahun ketujuh, ketika Nabi SAW,
sedang wukuf di Arafah (HR. Bukhari, Muslim dan at-Tarmidzi melalui Thariq Ibn
Syibab).114
أىكمىلتي لىكيم دينىكيم juga “telah Ku sempurnakan untuk kamu agama kamu”, yakni telah Ku
turunkan semua yang kamu butuhkan dari prinsip-prinsip petunjuk agama yang
berkaitan halal dan haram, sehingga tugas kamu hanya menjabatkan dan atau
menganalogikannya,
كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت
“dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat Ku”, sehingga tidak butuh lagi
kepada petunjuk agama selainnya,
سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل
“dan telah Ku ridhai Islam”, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Ku
menjadi agama bagi kamu.115
3. Surah Al-Hadid ayat 27
نىهىا عىلىيهم لل ٱبت كىجىعىلنىا تػىبػ ف ٱلل فىمىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كىرىحىةن كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا مىا كى غىاءى رضوىهيم أىجرىىيم كىكىثيره م نىا ٱلذينى ءىامىنيوا منػ هيم فىسقيوفى رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا فىػ ىاتػىيػ نػ
“Dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun
dan kasih sayang. Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak
mewajibkannya kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari
keridhaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka
113
Ibid., 227
114
Ibid., 22 115
Ibid., 15
58
kepada orang-orang yang beriman di antara mereka kami berikan pahalanya,
dan banyak di antara mereka yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 27).
Dan ke dalam hati para pengikutnya Kami menitipkan sifat kasih, lemah
lembut dan sayang. Lalu mereka terlalu berlebih-lebihan dalam beragama dan
membuat bid’ah kerahiban yang sebetulnya tidak Kami wajibkan. Mereka
melakukan hal itu untuk memperoleh perkenan Allah yang, kemudian, itu pun tidak
mereka pelihara dengan baik. Kami pun kemudian memberi orang-orang yang
beriman kepada Muhammad, di antara mereka, bagian ganjaran dan pahalanya.
Tetapi banyak di antara mereka yang mendustakannya dan keluar dari ketaatan dan
jalan yang lurus.116
C. Analisis Tafsir
Maksud dari penafsiran Syekh al-„Utsaimin dalam surah Al-Hujurat ayat 1,
“janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya” Dan termasuk perbuatan
mendahului Allah dan Rasul-Nya adalah perbuatan bid’ah. Dalam tafsir Al-Maraghi
menjelaskan: Dalam menetukan syariat janganlah terburu-buru, maka lihatlah
petunjuk Allah dan Rasul-Nya, jika menentukan syariat tidak mencari sumber dari
keduanya maka itu termasuk perbuatan mendahului Allah dan Rasul-Nya. Dalam
tafsir Jalalain menjelaskan, janganlah kalian mendahului baik melalui perkataan atau
perbuatan kalian maksudnya ialah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-
Nya tanpa izin dari keduanya. Dan dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa
melarang para sahabat Nabi SAW untuk melangkah mendahului Allah dan
Rasulullah SAW, jangan menetap hukum, jangan berucap tentang sesuatu sebelum
ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya.
Tafsir surah Al-Maidah ayat 3 Syekh al‟Utsaimin yaitu menjelaskan, agama
Islam itu yang memenuhi tiap-tiap ilmu aqidah dan ilmu syari‟at. Jika seseorang
yang tidak mengikuti syariat yang sesuai dengan agama Islam, maka ia telah
melakukan bid’ah, sebagai contoh adakah Allah meridhai hambanya yang kafir?
116
Ibid., 46
59
Jawabannya: tidak, Adakah Allah meridhai hambanya yang berbuat bid‟ah?
Jawabannya: tidak . Dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan agama Islam adalah
nikmat Allah yang terbesar untuk umat ini yaitu dengan menyempurnakan agama
mereka, maka tidaklah mereka memerlukan agama selain agama Allah, sehingga
sesudah ini tidak turun lagi ayat menganai perkara halal maupun haram. Dalam tafsir
Jalalain yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi
setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya. Dan dalam tafsir Al-Misbah
menjelaskan yakni telah Ku turunkan semua yang kamu butuhkan dari prinsip-
prinsip petunjuk agama yang berkaitan halal dan haram, dan berserah diri dengan
agama Allah (Islam).
Tafsir Surah Al-Hadid ayat 27, Syekh al-„Ustaimin menjelaskan yang
dimaksud Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya
kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari keridhaan Allah ialah
menunjukkan bahwa jika seseorang mengada-adakan suatu kebid‟ahan, maka ia
tidak mendapatkan taufiq untuk menegakkan perbuatan tersebut. Dalam tafsir Al-
Maraghi menjelaskan yaitu pada ayat ini mengandung celaan terhadap mereka
dipandang dari dua segi.
Pertama, karena mereka telah mengada-adakan sesuatu peraturan di dalam
agama Allah, padahal Allah tidak memerintahkannya. Kedua, karena mereka tidak
mengerjakan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri, yang mereka
anggap sebagai amal taqarrub yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah
SWT. Dalam tafsir jalalain menjelaskan yakni orang Nasrani tidak mau kawin dan
hidup membaktikan diri di dalam gereja-gereja yang mereka ada-adakan sendiri
demi mencari keridhaan Allah karena kebanyakan di antara mereka
meninggalkannya dan kafir kepada agama Nabi Isa. Dalam tafsir Al-Misbah
menjelaskan bahwa mereka berlebih-lebihan dalam beragama dan membuat bid’ah
kerahiban yang sebetulnya tidak diwajibkan. Mereka melakukan hal itu untuk
memperoleh keridhaan Allah.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah lalu tentang bahasan mengenai penafsiran
yang diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin mengenai bid’ah dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Bid’ah menurut Syekh al-„Ustaimin ialah hukum asal perbuatan baru dalam
urusan dunia (bid’ah dunia) adalah halal. Jadi bid’ah dalam urusan-urusan itu
halal kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal
perbuatan baru dalam urusan agama (bid’ah agama) adalah dilarang. Jadi
berbuat bid’ah dalam urusan agama adalah haram dan bid’ah kecuali ada dalil
dari al-Kitab dan as-Sunnah yang menunjukkan disyariatkannya.
2. Dalam Tafsir Ibnu Utsaimin, beliau menafsirkan ayat tentang bid’ah dalam
surah Al-Hujurat ayat 1, surat Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-Hadid ayat 27,
Maksud dari penafsiran Syekh al-„Utsaimin
Dalam surah Al-Hujurat ayat 1, perbuatan mendahului Allah dan Rasul-
Nya adalah perbuatan bid’ah. Dalam tafsir Al-Maraghi, janganlah terburu-
buru, maka lihatlah petunjuk Allah dan Rasul-Nya, jika menentukan
syariat tidak mencari sumber dari keduanya maka itu termasuk perbuatan
mendahului Allah dan Rasul-Nya. Dalam tafsir Jalalain, janganlah kalian
mendahului baik melalui perkataan atau perbuatan . Dan dalam tafsir Al-
Misbah menjelaskan bahwa melarang para sahabat Nabi SAW untuk
melangkah mendahului Allah dan Rasulullah SAW, yaitu dalam menetap
hukum, jangan berucap tentang sesuatu sebelum ada petunjuk dari Allah
dan Rasul-Nya.
Tafsir surah Al-Maidah ayat 3 Syekh al-‟Utsaimin yaitu, jika seseorang
yang tidak mengikuti syariat yang sesuai dengan agama Islam, maka ia
61
telah melakukan bid’ah. Dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan agama
Islam adalah nikmat Allah yang terbesar, maka tidaklah mereka
memerlukan agama selain agama Allah, sehingga sesudah ini tidak turun
lagi ayat menganai perkara halal maupun haram. Dalam tafsir Jalalain
yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi
setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya. Dan dalam tafsir
Al-Misbah menjelaskan yakni telah Ku turunkan semua yang kamu
butuhkan dari prinsip-prinsip petunjuk agama yang berkaitan halal dan
haram, dan berserah diri dengan agama Allah (Islam).
Tafsir Surah Al-Hadid ayat 27, Syekh al-„Ustaimin menjelaskan yang
dimaksud Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak
mewajibkannya kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari
keridhaan Allah ialah menunjukkan bahwa jika seseorang mengada-
adakan suatu kebid‟ahan. Dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan yaitu pada
ayat ini mengandung celaan. Pertama, karena mereka telah mengada-
adakan sesuatu peraturan di dalam agama Allah. Kedua, karena mereka
tidak mengerjakan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri.
Dalam tafsir jalalain menjelaskan yakni orang Nasrani tidak mau kawin
dan hidup membaktikan diri di dalam gereja-gereja yang mereka ada-
adakan sendiri demi mencari keridhaan Allah. Dalam tafsir Al-Misbah
menjelaskan bahwa mereka berlebih-lebihan dalam beragama dan
membuat bid’ah kerahiban yang sebetulnya tidak diwajibkan.
3. Pembagian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin:
Bid’ah Dalam Aqidah
Yaitu berkisar pada dua perkara: 1) berupa Tamtsil dan 2) berupa Ta’thil.
Tamtsil Yaitu dengan menetapkan sifat-sifat bagi Allah, akan tetapi
penetapan itu dilakukan dengan jalan penyerupaan. Ta’thil Yaitu
mengingkari apa yang telah Allah sifatkan diri-Nya dengan sifat itu.
62
Bid’ah Dalam Ucapan, misalnya adalah orang-orang yang berbuat bid’ah
dalam bacaan tasbih, tahlil atau takbir yang tidak disebutkan oleh sunnah
Nabi, atau mereka mengadakan kebid‟ahan dalam bacaan doa yang tidak
yang disebutkan oleh sunnah Nabi, dan bukan pula termasuk doa-doa
yang diperbolehkan.
Bid’ah Dalam Perbuatan, contohnya adalah orang-orang yang bertepuk
tangan ketika berdzikir, atau mengoyang-goyangkan kepala ketika
membaca dengan tujuan beribadah (kepada Allah), atau jenis-jenis bid’ah
yang semisalnya. Demikian pula dengan orang-orang yang mengusap-
usap ka‟ba pada selain hajar aswad dan rukun yamani, mengusap-usap
kamar Nabi, kuburan Nabi yang mulia, mengusap-usap mimbar yang
dikatakan bahwa itu adalah mimbar Nabi yang berada di Masjid Nabawi,
dan mengusap-usap dinding kuburan baqi’ atau tempat-tempat lainya
B. Saran
Setelah melakukan pengkajian terhadap penafsiran Syekh al-„Utsaimin
terhadap ayat tentang bid’ah dalam surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3,
dan surah Al-Hadid ayat 27 semoga nantinya apa yang diuraikan dalam tulisan ini
akan menjadi tambahan khazanah kajian keilmuan terutama dibidang ilmu Al-Qur‟an
dan tafsir. Penafsiran Al-Qur‟an selalu mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman
yang selalu berkembang, hal ini dikarenakan dalam proses penafsiran Al-Qur‟an
biasanya dipengaruhi keilmuan, latar belakang pendidikan, dan kondisi sosial pada
saat itu.
Pembahasan mengenai tulisan ini masih jauh dari kata sempurna ,tentunya
masih terdapat banyak aspek yang perlu untuk diteliti dan dikaji. Dengan
demikian, diharapkan ada penelitian selanjutnya dapat mengkaji secara spesifik
dan mendetail terkait pemikiran Syekh al-„Utsaimin dalam Tafsir Ibnu Utsaimin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Karya Ilmiyah
Arifullah, Mohd. et. al., Panduan Penulisan Karya Ilmiah, Fak. Ushuluddin IAIN
STS Jambi: 2016
Al-Arfaj, Abdullah bin Husain, Konsep Bid’ah dan Toleransi Fiqih (Jakarta: Al-
I‟tisham, 2013).
Aini, Sumiati. “Konsep Bid‟ah Dalam Pandangan Hasbi Asy-Shiddieqy Dan
Siradjuddin Abbas”. Skripsi (Yogyakarta: Program Sarjana Starata 1
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004).
Ali, Muhammad. Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung:
Angkasa, 1987).
Al-Utsaimin, Syekh Muhammad bin Shalih Tafsir Juz Amma (Daar Ats Tsurayya,
Riyadh, cet III, 2013)
As-Syaqiry, Muhammad Khadr „Abdus-salam Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah
(jakarta: Qisthi Press, 2004)
Abd Baqy, Muhammad Fu‟ad, Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an (Beirut:
Dar El Fikr, 1996)
Al-Utsaimin, Asy Syekh Muhammad bin Shaleh, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin
(Pustaka Salwa: 2013)
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Juz 26, Tafsir Al-Maragi (Semarang: Toha Putra 1974 ).
Al-Mahalli , Imam Jalaluddin & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012)
Al-Utsaimin, Syekh Muhammad bin Shalih, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-
Maidah, (Ar-Riyadh 1432 H)
Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) Jilid 1&2
(Jakarta: Pustaka Azzam 2016).
Baker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta : Kanisius, 1992).
Dhaif ,Syauqi, Al-Mu’jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah,
2011).
Huda, Ibnu Samsul, Studi Sastra Al - Qur’an: Antara Balaghah dan Hermeneutika ,
(Malang: CV. Bintang Sejahtera, 2012).
Hadi, Sutrisno, Metode Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987).
Ilyas, Hamim Studi Kitab Tafsir, ( Yogyakarta : Teras, 2004).
Ibnu Taimiyah, Ahmad Bin Abdul Halim al-Amru Bil Ma’ruf wa Nahi ‘Anil Mungkar
(Beirut:Dar al-Kutub al-Jadid, 1976 H). Ibnu Taimiyah, Majmu‟ Fatawa, Juz XX , (Saudi: Dakwah Isyadiyah, 1425). Kusnia , Maya. “ Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap Ayat Tentang Bid‟ah Dalam
Tafsir Al-Iklil Fi Ma’Ani Al-Tanzil (surah Al-A‟raf ayat 55-56 dan surah At-
Taubah ayat 31” Skripsi, (Surabaya: Program Studi: Ilmu Al-qur‟an dan
Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018).
Munawar , Said Agil Husain, Al Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki
(Jakarta : Ciputat press, 2003).
Mufarrikh, Fatih Mufarrikh. “Pemikiran Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Tentang
Pendidikan Islam.” Tesis (Surakarta: Program Studi Magister Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2018).
Mudhofir, Muhammad “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Makarimul Al-
Akhlaq Karya Syeikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin Relevensinya
Dengan Pendidikan Islam”Skripsi (Salatiga:Program Sarjana Starata 1 Institut
Agama Islam Salatia, 2016).
Mahyudin , Zakaria Bin Syarif, Tahzib al-Asma Wa Lughat, juz III, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Alamiyah, t.t).
Sarjan, Andi Pembaharuan Pemikiran Fiqh Hasbi , Disertasi Doktor (Jakarta: IAIN
Syarif Hidayatullah, 1993).
Shafawi, Mohammad Bin Md Isa. “Konsep Bid‟ah Menurut Nawawi Dan Syekh
Abdul Aziz Bin Baz” Skripsi (Banda Aceh: Program Sarjana Starata 1
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2018)
Subagyo, Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004), cet, 4
Surakhman, Winarto , Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung : Tarsito, 1994)
Sugiono,. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R dan D,(Bandung: Alfabeta
2015).
Syaikh Khalid bin Ahmad az-Zahrani “Pengertian Bid’ah dan Bahayanya Serta
Celaan Bagi Pelakunya, 2013.
Syaikh Khalid bin Ahmad az-Zahrani, Pengertian Bid’ah Dan Bahayanya Serta
Celaan Bagi Pelakunya, 2013
Shihab, M. Quraish Tafsir Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran),
(Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2009), cet. VII, vol 13
Triana, Rumba “Design of Al-Qur‟an Research And Tafsir”, Jurnal Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir, Vol:04 No,02 November 2019, 201-202
Zainuddin Fanani, dkk, Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-NU. Prespektip
keberterimaam Tahlil (Surakarta : Muhammadiyah Univesity Press, 2000).
B. Website
Ahmad, Jumal diakses melalui alamat https://ahmadbinhanbal. wordpress.com
/2010/07/02//metode-tafsir-syaikh-utsaimin/ (tanggal 15 Januari 2020).
Rep: Nashih Nasrullah Red: Chairul Akhmad, “Kitab Bid‟ah At-Tafsir Kritik atas
Tafsir Bid‟ah (1)” diakses melalui alamat,
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/01/m073m9-
kitab-bidah-attafasir-kritik-atas-tafsir-bidah-1 , (tanggal 27 November 2019).
Saguni, Muhammad Kasim.“Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (Ulama
Pemersatu Umat dan Da‟i Teladan)” diakses melalui alamat,
https://wahdah.or.id/syekh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin/, (tanggal 30
November 2019).
“Warisan Daftar Kitab Asy-Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin” diakses
melalui alamat, https://warisansalaf.wordpress.com/2010/06/11/warisan-
kumpulan-daftar-kitab-asy-syaikh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin-sudah-
baru-dan-sedang-di-cetak/, (tanggal 30 November 2019).
CURRICULUM VITAE
Informasi Diri
Hanisah dilahirkan di Desa Tanjung Pauh Km 39, Kecamatan Mestong, Kabupaten
Muaro Jambi, Provinsi Jambi pada tanggal 16 Agustus 1996, Putri dari Bapak Hanapi
dan Ibu Martina.
Riwayat Pendidikan
Lulusan UIN STS Jambi pada tahun 2020
Alumni Pondok Pesantren Al-Mubarak Litahfizhil Qur‟an Tahtul Yaman
Jambi Tahun 2014
Alumni SDN 98/IX Desa Tanjung Pauh, pada Tahun 2008
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat supaya dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Recommended