View
275
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
51
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENDEKATAN PENDIDIKAN
AGAMA KRISTEN (PAK) TERHADAP PEMBENTUKAN SPIRITUAL
SEBAGAI KOMPONEN KARAKTER REMAJA BATU GANTONG
DALAM GPM JEMAAT REHOBOTH
Kajian terhadap spiritualitas Remaja Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam)
di GPM Jemaat Rehoboth, perlu didahului dengan mengetahui gambaran umum
kehidupan jemaat. Dalam bab ini akan dipaparkan aspek-aspek kehidupan jemaat antara
lain, letak geografis, keadaan demografi, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan situasi
pelayanan jemaat. Hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat memiliki gambaran yang
utuh tentang seluruh aspek kehidupan GPM Jemaat Rehoboth khususnya daerah
pelayanan Batu Gantong Dalam.
3.1 GAMBARAN UMUM GPM JEMAAT REHOBOTH
3.1.1 Letak Geografis
Secara geografis, lokasi penelitian penulis terletak di GPM Jemaat
Rehoboth, Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam). Secara umum, GPM
Jemaat Rehoboth berada di Kecamatan Nusaniwe, terletak di dekat pusat kota
Ambon. Sebagian besar kondisi fisik wilayah pelayanan GPM Jemaat Rehoboth
merupakan daerah berbukit khususnya pada bagian Selatan dan hanya sebagian
kecil daerahnya yang berupa dataran rendah yakni pada bagian Utara. Posisi Batu
Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam) sendiri, terletak di sebelah timur lokasi
pelayanan GPM Jemaat Rehoboth. Batas-batas wilayah pelayanan jemaat antara
lain sebagai berikut:
52
Sebelah Utara: Berbatasan dengan Teluk Ambon.
Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Jemaat GPM Kesya dan Jemaat GPM
Seri.
Sebelah Barat: Berbatasan dengan Jemaat GPM Imanuel-OSM dan Jemaat
GPM Eden.
Sebelah Timur: Berbatasan dengan Jemaat GPM Silo, Jemaat Kategorial
GPM Sinar Kasih POLRI dan Jemaat GPM Menara
Kasih
3.1.2 Demografi
Jika dilihat secara umum, demografi Jemaat GPM Rehoboth sangat beragam
sebab terdiri dari beberapa suku-suku, baik itu yang berasal dari Maluku maupun dari
luar Maluku. Hal ini merupakan salah satu pengarauh terhadap jumlah penduduk yang
begitu banyak. Berikut ini adalah jumlah penduduk jemaat Rehoboth, terutama di sektor
Yarden.
Tabel No. 1. Jumlah Anggota Jemaat GPM Rehoboth, sektor Yarden
No Sektor Unit KK Jiwa Jenis Kelamin
L P
1 Yarden 3 172 795 397 398
Jumlah 3 172 795 397 398
Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun 2012
Berdasarkan data pada tabel di atas, jumlah jiwa di satu sektor cukup
banyak. Hal ini memperlihatkan betapa besarnya jemaat ini. Jumlah anggota
jemaat yang dimiliki Jemaat GPM Rehoboth ini, menjadi kekhawatiran besar,
karena pelayanan gereja ditakutkan tidak dapat menjangkau semua pihak dan
menyentuh jemaat secara leluasa.
53
3.1.3 Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan sumber ekonomi bagi jemaat. Berdasarkan data
yang diperoleh dari kantor GPM Jemaat Rehoboth maka terdapat beragam mata
pencaharian anggota Jemaat Rehoboth seperti yang terdapat pada tabel di bawa
ini.
Tabel No. 2. Mata Pencaharian Jemaat
Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa status sosial ekonomi anggota
GPM Jemaat Rehoboth, terutama di Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam) sangat
beragam. Presentasi menunjukkan bahwa wiraswasta menduduki persentase lebih tinggi
dari pada jenis pekerjaan lainnya. Dengan tingkat perekonomian yang beragam ini, jelas
terlihat bahwa kompleksitas persoalan hidup semakin besar. Gereja dituntut untuk tidak
mengesampingkannya. Karena justru dalam ranah seperti inilah, jemaat mengalami
pergumulan yang hebat, yang rentan terhadap berbagai konflik dan berakibat pada
timbulnya banyak persoalan keluarga dan masyarakat.
No
Sektor
Jenis Pekerjaan
PNS Swasta
Wiraswasa
ta
TNI/
Polri
Petani Buruh
19 Batu
Gantong
Dalam
8 42 97 9 - 1
Jumlah 8 42 97 9 - 1
54
3.1.4 Pendidikan
Keunggulan kompetitif kualitas di setiap jenjang pendidikan menunjukkan
kemajuan yang cukup baik. Itu berarti merupakan potensi yang cukup besar bagi
kemajuan pembinaan pelayanan. Kualitas pelayanan seyogianya juga perlu
didukung dengan sumberdaya manusia yang terampil dan berkualitas. Tingkat
pendidikan sangat berpengaruh pada kesejahteraan kehidupan jemaat. Dengan
tingkat pendidikan yang memadai, jemaat terutama Remaja yang berusia
produktif dapat mengusahakan kesejahteraan hidup dan masa depan yang lebih
baik. Sehingga, waktu yang dimiliki oleh para Remaja, dimanfaatkan untuk
sesuatu yang berguna, dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Sehingga para
Remaja tidak terlibat dalam pergaulan yang negatif dan dapat menjerumuskan
mereka ke dalam dosa. Tingkat pendidikan warga jemaat dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel No. 3. Tingkat Pendidikan Jemaat
No Sektor SD SMP SMA S.O S1 S2
19
Batu Gantong
Dalam
103 54 40 4 50 7
Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun 2012.
Berdasarkan pada tabel di atas maka kita dapat mengetahui presentasi tingkat
pendidikan yang sementara ini digeluti oleh anggota Jemaat Rehoboth Batu Gantong
Dalam (Batu Gantong Dalam). Tingkat pendidikan SD dan SMP menduduki persentase
terbanyak, yang menunjukkan bahwa Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam)
memiliki potensi anak dan remaja. Potensi ini perlu mendapat perhatian khusus, agar
perkembangan dari jenjang anak dan remaja ke Remaja menjadi baik. Di samping
presentasi tingkat pendidikan dari SD sampai pada perguruan tinggi, ada warga jemaat
55
yang tidak bersekolah, putus sekolah karena berbagai masalah. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan gereja untuk bagaimana menumbuhkan kesadaran warga jemaatnya tentang
pentingnya pendidikan. Tabel berikut ini, memperlihatkan tingkat pendidikan jemaat
berdasarkan ijazah atau lulusan terakhir.
Tabel No. 4 Tingkat Pendidikan Menurut Ijazah Terakhir.
No Sektor SD SMP
SMA/
SMK
S.O S1 S2 S3
19 Yerden 33 9 260 18 69 3 1
Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun 2012
3.1.5 Pelayanan Jemaat
GPM Jemaat Rehoboth merupakan salah satu jemaat anggota Klasis Pulau
Ambon. GPM Jemaat Rehoboth dibagi dalam 20 sektor, dengan 66 unit pelayanan.
Secara umum pelayanan ibadah yang ada di GPM Jemaat Rehoboth terdiri dari pelayanan
ibadah minggu, pelayanan ibadah wadah pelayanan laki – laki, pelayanan ibadah wadah
pelayanan perempuan, ibadah unit pelayanan, dan ibadah sektor. Secara khusus, ibadah
anak remaja dan SM-TPI Sebagai wadah pendidikan formal gereja SM-TPI untuk anak
dan remaja, berlangsung pada hari dan jam yang berbeda. Ibadah SM berlangsung pada
hari Minggu dan TPI pada hari Senin. Biasanya ibadah gabungan SM-TPI sektor
dilaksanakan pada tiap akhir bulan. Jumlah kelompok SM-TPI pada jemaat Rehoboth
adalah 32 kelompok. Kelompok-kelompok tersebut ditangani langsung oleh pengasuh di
sektor dan berkoordinasi dengan Badan Sub Komisi Anak dan Remaja GPM Jemaat
Rehoboth. SM-TPI merupakan wadah yang baik untuk membantu pertumbuhan iman
anak dan remaja sejak usia dini. Sehingga anak dan remaja disiapkan, diisi dan
diberdayakan untuk tampil sebagai citra Kristus dengan spiritualitas yang mantap dan
berkualitas. Pelayanan Remaja gereja dalam GPM Jemaat Rehoboth dapat dibedakan
menjadi dua pelayanan yakni, pelayanan katekisasi sebagai pendidikan formal gereja dan
56
AMGPM. Ibadah ketekisasi dilakukan pada setiap hari Minggu jam 12.00 WIT
sedangkan ibadah angkatan muda berlangusng setiap hari Rabu jam 18.30 WIT.
Angkatan muda dalam jemaat Rehobot terdapat tiga cabang dan 28 ranting yaitu Cabang
Rehoboth 1 terdiri dari 11. Cabang Rehoboth 2 terdiri dari 6 ranting, dan Cabang
Rehoboth 3 terdiri dari 12 ranting. AMGPM berkoordinasi dengan Sub Komisi Pelayanan
Remaja GPM Jemaat Rehoboth.
Remaja merupakan cikal-bakal dari pembaharuan dan pembangunan
gereja. Sehingga mereka menjadi tulang punggung gereja dan masyarakat. Di
harapkan dari tiga cabang dan 28 ranting tersebut, mampu menjadi wadah bagi
pembinaan Remaja, sehingga Remaja bertumbuh menjadi baik dalam segala aspek
terutama spiritualitasnya, ke arah Yesus Kristus.
3.2 Permasalahan Remaja Batu Gantong Dalam GPM Jemaat Rohoboth
Usia 15–20 tahun.
GPM jemaat Rehoboth tentunya memiliki berbagai macam elemen –
elemen jemaat yang ada. Salah satu diantaranya adalah remaja. Remaja yang ada
di GPM jemaat Rehoboth berkisar anatara 800-900 jiwa remaja. Namun yang
menjadi fokus penelitian penulis disini terletak pada remaja yang ada di wilayah
Batu Gantong Dalam. Remaja yang ada di Batu Gantong Dalam ini berjumlah
kurang lebih 60 orang.
Kerentanan Remaja terhadap berbagai pengaruh, dapat membawa mereka
pada pergaulan yang negatif. Hal inilah yang ditunjukkan dalam konteks
kehidupan Remaja di Kelurahan Batu Gantung Dalam, jemaat GPM Rehobot.
Kaum muda yang berada pada usia produktif, terlibat dalam pergaulan dengan
kelompok-kelompok tertentu. Pergaulan kelompok-kelompok ini, dapat menjurus
57
pada hal-hal yang negatif, walaupun ada potensi-potensi positif yang
sesungguhnya dapat mereka kembangkan.
Kehidupan Remaja di Batu Gantung Dalam, sering dikenal dengan adanya
kelompok-kelompok Remaja. Remaja-Remaja di Batu Gantung ini membentuk
kelompok Remaja agar dapat merangkul Remaja-Remaja yang ada di dalam
lokasi ini. Adanya pembentukan kelompok Remaja ini berpotensi menyebabkan
terjadinya tawuran Remaja, baik antar-Remaja dalam kompleks Batu Gantung,
maupun dengan Remaja dari kompleks lain. Perjudian, minum minuman keras,
kekerasan, juga balapan liar menjadi realitas yang tidak dapat dibantah dari
pergaulan kelompok-kelompok ini. Remaja-Remaja yang tergabung di dalamnya,
lebih banyak meluangkan waktu mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak
tertanggung jawab, dan mereka merasa nyaman dengan perilaku-perilaku
tersebut. Remaja tidak dapat dipisahkan dari upaya sosialisasi dengan sesama dan
lingkungan.Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pergaulan yang
tercipta antara Remaja sering kali melahirkan berbagai bentuk tindakan yang
negatif. Tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh para Remaja di dalam
pergaulannya cukup beragam, misalnya aktivitas minum minuman keras “Saya
dan teman-teman seringkali duduk sambil miras”.1 Hal ini yang sering dilakukan
oleh hampir semua Remaja di Batu Gantung.
Menurut penuturan salah satu remaja: “tidak jarang, ketika sedang miras
dengan teman-teman, kami meminta uang dari teman-teman yang baru pulang dari
tempat kerja agar menambah uang untuk membeli minuman”2. Aktivitas miras
dilakukan hampir setiap waktu. “Kami biasanya miras kalau ada ajakan teman-
1 Hasil wawancara dengan J.P, 12 Juli 2015
2Hasil wawancara dengan A P, 10 Juli 2015.
58
teman. Tidak tergantung waktunya. Paling sering kami lakukan di malam hari,
karena situasinya nyaman, dan tidak ada orang yang melihat, sehingga kami bebas
bercerita.3
Selain terlibat miras ada pula tindakan negatif yang sering dilakukan,
seperti tawuran.“Saya dan teman-teman sering terlibat perkelahian dengan Remaja
dari kompleks tetangga. Pada akhirnya, saya sendiri harus menangung akibatnya
yaitu masuk penjara karena memotong4 orang dari kompleks tetangga.”
5
Pengakuan informan tersebut, menunjukkan bahwa pergaulan Remaja Batu
Gantong Dalam, telah tiba pada tahap pembentukan kelompok. Jika seseorang
masuk ke dalam suatu kelompok, fanatisme dan kebanggan berlebihan akan
kelompok bisa saja muncul.
Selain miras, mereka juga terlibat dalam tawuran antar remaja. Menurut
penuturan salah satu informan, “Kami paling sering terlibat tawuran dengan
Remaja dari lingkungan di sekitar. Hampir setiap tahun, ada saja tawuran yang
terjadi. Entah dengan Remaja dari kompleks Batu Gantung Ganemo, Tanah
Lapang Kecil, Mangga Dua, dan sebagainya.”6 Penuturan informan tersebut
mengindikasikan bahwa rasa bersaing serta eksklusifisme kelompok yang
berlebihan akan memicu perselisihan. Apalagi bila terjadi tabrakan antar-egoisme
dan kebanggaan kelompok, maka perselisihan bisa memicu ajang tawuran.
Tawuran yang tiada henti menggumpal menjadi permusuhan. Permusuhan yang
tiada berakhir menjelma menjadi dendam, dan dendam itu bisa diawetkan dalam
3Hasil wawancara dengan Y S 10 Juli 2015.
4 Istilah Memotong adalah istilah yang berarti melukai seseprang dengan dialek Ambon
5Hasil wawancara dengan V T, 13 juli 2015.
6Hasil wawancara dengan W H 15 Juli 2015.
59
ritual tawuran antar-kelompok. Tidak mengherankan bila tawuran sering terjadi,
entah apa pun yang menjadi penyulutnya.
Kelompok-kelompok Remaja di Batu Gantung Dalam ini lambat laun
mengorganisir dirinya, sehingga muncullah pemimpin-pemimpin kelompok.
“Dalam pergaulan kami, ada orang-orang tertentu yang kami anggap sebagai
pemimpin karena dia sosok yang berani dan bisa maju di depan jika ada
kekacauan di kompleks ini. Nyalinya besar, sehingga kita semua pasti mendengar
kalau dia berbicara.”7
Berdasarkan hasil pemaparan permasalahan diatas, maka menurut penulis
permasalahan remaja Batu Gantong Dalam terdapat beberapa permasalahan.
1. Permasalahan yang berhubungan dengan keluarga. Permasalahan keluarga yang
dimaksud disini ialah kurangnya perhatian dan penghargaan dari orang tua
terhadap anak sehingga mereka lebih memilih mencari perhatian di luar keluarga
mereka.
2. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah konseling. Masalah sosial yang
dikarenakan kurangnya waktu yang tercipta untuk berkumpul dan berinteraksi
dalam keluarga. Selain itu juga relasi antara orang tua dan anak tidak berjalan
dengaan baik. Sosialisasi yang kurang dalam keluarga mempunyai pengaruh
terhadap pola didik dan pembentukan anak baik secara karakter maupun
imannya. Gereja juga membawa masalah dalam hubungan dengan proses
konseling yang tidak diberikan oleh gereja secara khusus kepada remaja. Dalam
hal ini Gereja lebih memfokuskan perhatian hanya kepada orang – orang dewasa
dan mengabaikan para remaja padahal remaja merupakan tulang punggung gereja
7Hasil wawancara dengan M H,, 15 Juli 2015.
60
yang memerlukan pembinaan dan arahan dari Gereja untuk masa depannya yang
sesuai dengan citra Kristus sebagai kepala Gereja.
3. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah spiritualitas. Masalahnya ialah
melemahnya sosialisasi dan perhatian yang diberikan orang tua terhadap anak
maka mengakibatkan terputusnya budaya kekristenan dalam keluarga, dalam hal
ini ialah ibadah – ibadah keluarga, tradisi meja makan8, dan juga doa – doa
pribadi yang sering dilakukan oleh setiap anggota keluarga. Remaja menganggap
hal – hal tersebut hanya merupakan sebuah kegiatan rutinitas belaka tanpa
mengambil makna untuk pembentukan iman mereka ke depan.selain itu masalah
ini juga dipengaruhi Kurang adanya perhatian dari Gereja. Selain keluarga, gereja
juga membawa pengaruh terhadap tumbuh kembang remaja. Pada permasalahan
kenakalan remaja yang terjadi di atas Gereja tidak berperan dalam proses
pembinaan terhadap remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan ternyata bertolak belakang dengan teori
pendekatan PAK yang dikutip oleh Nuhamara dari para ahli. Dalam pendekatan –
pendekatan yang ditawarkan tersebut ternyata tidak sesuai dengan konteks yang
terjadi bagi remaja Batu Gantong Dalam Jemaat GPM Rehoboth. Hal ini
dikarenakan waktu yang diberikan oleh orang tua kepada anak dalam hal ini
remaja sangatlah minim. Hal ini juga mempengaruhi perhatian, pola asuh, serta
psikis mereka, hal ini sangat disayangkan karena secara tanggung jawab moral
remaja belum mampu untuk bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan
masih memerlukan bimbingan dan perhatian dan orang tua; kemudian secara
8 Tradisi meja makan dalam konteks orang Maluku, bukan hanya sebagai tempat makan
tetapi juga merupakan sosialisasi yang dilakukan oleh keluarga dalam memberikan nasihat, doa, dan pengalaman yang diberikan orang tua terhadap anak.
61
sosial mereka belum bisa mampu ciri mereka secara pribadi yang diterima dari
keluarga mereka ketika berinteraksi atau bersosialisasi dengan sesama.
3.3 Faktor – Faktor Penyebab Dan Dampak Dari Perilaku Negatif Yang
Dilakukan Oleh Remaja Batu Gantong Dalam GPM Jemaat Rehobot
Faktor penyebab dan dampak dari perilaku negatif yang dilakukan oleh
remaja Batu Gantong Dalam bertolak pada pemahaman yang sudah ada pada
bagian sebelumnya. Faktor penyebab dan dampak dari perilaku negatif tersebut
didiskripsikan sebagai berikut:
1. Permasalahan yang berhubungan dengan keluarga. Faktor penyebabnya ialah
kesibukan yang dimiliki oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan mereka
sehari – hari, selain itu ada juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan
yang dimiliki oleh orang tua sehingga orang tua kurang menyadari tanggung
jawabnya untuk mendidik dan membina keluarganya. Hal ini menimbulkan
relasi antara anak dan orang tua menjadi renggang. Selain itu penghargaan orang
tua terhadap anak itu kurang. Begitupun dengan penerimaan orang tua terhadap
kondisi anak.
Masalah ini merujuk pada pemahaman Branden dalam Engel, tentang
ketidakmampuan perkembangan spritual terkait kesadaran diri individu.9 Dalam
hal ini orang tua sebenarnya terjebak dalam kesadaran diri yang rendah karena
memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan secara tidak sadar mereka juga
mengalami konflik batin atau perasaan dengan anak. Hal ini membuat mereka
tidak mampu menyadari potensi yang dimiliki untuk mengembangkan ide dalam
rangka memperbaiki relasi yang baik dengan anak sehingga dapat mengatasi
masalah dengan anak. Hal ini juga dapat memberikan kepercayaan diri dan
kesadaran moral yang ada pada anak. Kepercayaan diri yang dimaksudkan disini
9 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 18-19
62
ialah ketika mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan ketika ia
berjumpa dengan orang yang ada disekitarnya ia tetap mempercayai kemampuan
yang dimilikinya tanpa harus mengikuti atau mencontohi apa yang orang tua
miliki.
Kesadaran moral yang dimaksudkan disini ialah kemampuan
menggunakan kecerdasan ketika situasi membutuhkan. Artinya disini ialah ketika
remaja berada pada situasi atau pilihan dimana ia harus mengikuti atau tidak,
disitulah terjadi pertimbangan moral dalam dirinya, dimulai dari kegelisahan dari
dalam hatinya dan membuat ia berpikir melalui pemikirannya dan memilih untuk
melakukan mana yang baik menurut tataran nilai moral yang ada.
2. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah konseling. Faktor penyebabnya
ialah kurangnya perhatian (waktu berkumpul anak dan orang tua) yang diberikan
orang tua sehingga mengakibatkan sosialisasi dalam keluarga tidak berjalan
dengan baik, remaja kurang begitu pintar dalam memposisikan diri di tengah –
tengah masyarakat dan cenderung larut dengan semua tindakan yang ada
ditengah – tengah lingkungan tersebut.
Faktor penyebab lainnya ialah kurangnya tenaga ahli untuk
menjembatani masalah dengan remaja. Hal tersebut dikarenakan orang lebih
memfokuskan diri kepada orang – orang dewasa dan mengabaikan remaja.
Karena mereka berangggapan bahwa remaja mudah untuk mengalami perubahan
terkhususnya perubahan kepribadian mereka. Keadaan ini menimbulkan remaja
bertumbuh tanpa ada bimbingan dari orang yang memahami mereka dengan
segala hal yang mereka lakukan. Tidak ada orang yang menanmpung aspirasi,
keluhan, persungutan bahkan tangisan mereka. Dalam hal ini lembaga gereja
yang seharusnya berperan. Oleh sebab itu mereka mencari sosok yang
memahami,menerima serta menghargai mereka di tempat mereka sendiri dalam
hal ini teman – teman sebaya mereka.
63
Hal ini sejalan dengan pemikiran Erick Erikson mengenai krisis identitas.
Dalam hal ini, remaja Batu Gantong Dalam memainkan peranan penting untuk
membentuk identitas mereka. Jika lingkungannya jahat, maka remaja tersebut
juga akan menjadi remaja dengan segala kenakalannya atau sebaliknya jika
lingkungannya baik, ia juga akan ikut baik.10
Hal tersebut yang dialami oleh
remaja Batu Gantong Dalam, akibat kurangnya didikan yang baik dari orang tua
sehingga membuat merekaterpengaruh dan larut dengan keadaan yang ada
dilingkungan sekitar, sehingga membuat mereka bertumbuh menjadi sososk
remaja yang berperilaku negatif walaupun ada potensi – potensi pisitif dalam diri
mereka.
Berdaskan faktor penyebab yang penulis paparkan diatas selain sejalan
dengan pemikiran Erikson, hal tersebut juga sejalan dengan pemahaman dalam
teori PAK Remaja, dimana dikatakan bahwa teman sebaya merupakan tempat
berbagi perasaan dan pengalaman serta mereka juga dapat menjadi bagian dari
proses pembentukan diri remaja itu sendiri. Peer group berusaha untuk
menciptakan sebuah suasana yang nyaman dan aman bagi mereka, sehingga
mereka memiliki rasa percaya diri yang baik untuk berexperimen dengan segala
tindakan sehingga bisa menemukan identitas diri mereka melalui perilaku yang
negatif.11
Remaja pada akhirnya mendapatkan sosok yang dapat memahami
mereka di teman sebayana atau peer groupnya.
3. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah spiritual. Faktor penyebabnya
ialah kurang adanya perhatian dari orang tua terhadap anak, kurangnya kesadaran
akan tugas tanggung jawab sebagai pelayan, serta kurang memahami apa saja
yang menjadi kebutuhan dari remaja. Hal tersebut dikarenakan orang lebih
memfokuskan diri kepada orang – orang dewasa dan mengabaikan remaja.
Karena mereka berangggapan bahwa remaja mudah untuk mengalami perubahan
10
Lihat: Alwisol, Psikologi Kepribadian, 98-99 11
Nuhamara, PAK Remaja, 59
64
terkhususnya perubahan kepribadian mereka. Keadaan ini menimbulkan remaja
bertumbuh tanpa ada bimbingan dari orang yang memahami mereka dengan
segala hal yang mereka lakukan. Tidak ada orang yang menanmpung aspirasi,
keluhan, persungutan bahkan tangisan mereka. Dalam hal ini lembaga gereja
yang seharusnya berperan. Oleh sebab itu mereka mencari sosok yang
memahami,menerima serta menghargai mereka di tempat mereka sendiri dalam
hal ini teman – teman sebaya mereka. Pada akhirnya menjadikan remaja tersebut
kurang sadar akan nilai – nilai dan etika Kristen serta moral yang baik dan benar,
dalam hal ini mereka terus melakukan tindakan – tindakan negatif yang ada di
lingkungan tempat mereka berada.
Keadaan ini merujuk pada pemahaman Brandeen dalam Engel, tentang
harga diri yaitu sebagai kepercayaan diri dan perasaan nilai pribadi yang
didalamnya terkandung nilai spiritual. Setiap orang di satu sisi mempunyai
kemampuan menghadapi tantangan hidup untuk memahami dan
memecahkan masalah.12
Remaja Batu Gantong Dalam terjebak dalam
kepercayaan diri karena ia mengalami krisis kasih sayang dan perhatian
serta sosialisasi yang diberikan oleh orang tua sehingga hal ini merupakan
sebuah tantangan hidup yang dialami oleh dirinya. Oleh sebab itu
membuatnya tidak mampu mengatasi tantangan hidup sehingga membuat
ia mencari jalan untuk memuaskan keinginannya meskipun melakukan
tindakan – tindakan negatif yang ia lakukan.
Selain itu permasalahan tersebut diatas juga merujuk pada pamahaman
PAK Remaja yang mengatakan bahwa seorang pelayan harus mampu
melihat kebutuhan – kebutuhan rill dari remaja serta mampu memahami
dunia remaja dengan baik dan dilakukan oleh orang yang berkomitmen
12
Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 8
65
penuh.13
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa GPM Jemaat Rehoboth
ternyata belum bisa menjalankan tugas PAK untuk remaja dengan baik.
Karena untuk mendidik remaja bukanlah sesuatu hal yang mudah. Gereja
ketika mendidik remaja harus dapat memahami apa yang dibutuhkan oleh
remaja. Melihat hal tersebut maka diperlukan sosok pemimpin yang
diberikan oleh Gereja untuk membimbing remaja, dan sosok ini
seharusnya memiliki kepribadian yang sabar dan mau menerima serta
mencintai remaja. Sehingga hal tersebut mampu untuk merangkul serta
membimbing remaja menjadi remaja yang takut akan Tuhan dan beriman.
Hal ini juga sejalan dengan pemahaman teori kesadaran moral yang
diungkapkan oleh De Brain. Stigma negatif yang melekat pada diri mereka
membuat mereka merasa bangga, karena mereka juga mendapatkan
dukungan atau sanjungan dari sahabat bahkan kakak – kakak yang ada di
lingkungan tersebut. Hal ini juga bertolak belakang dengan teori yang
dipaparkan oleh De Brain tentang kesadaran moral dalam komponen
karakter dimana tindakan negatif yang dilakukan oleh remaja Batu
Gantong Dalam diakibatkan oleh perilaku mereka yang mengesampingkan
isu dan pertimbangan moral. Yang dimaksudkan disini ialah ketika
seseorang remaja melakukan tindakan dan ia melibatkan isu dan
pertimbangan moral dalam tindakan tersebut, maka secara langsung
tindakan ang dilakukan ialah tindakan – tindakan yang bersifat positif dan
membangun.14
Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian dari gereja maka
mengakibatkan standart nilai moral yang baik tidak dimiliki sehingga
mereka tetap mengikuti apa yang selama ini mereka lakukan.
13
Nuhamara, PAK Remaja, 18 14
De Braine, Jurnal: Leadership and Character, 5
66
3.4 Pendekatan Pendidikan Agama Kristen Terhadap Pembentukan
Spiritual Sebagai
Komponen Karakter Remaja Batu Gantung Dalam.
Mengacu pada permasalahan pembentukan spiritual remaja Batu Gantong
Dalam dan faktor penyebab serta dampak yang timbul dari perilaku negatif yang
dilakukan oleh remaja tersebut, maka pada bagian ini akan dipaparkan bagaimana
upaya yang dilakukan oleh Gereja (GPM Rehoboth) baik secara sadar maupun
tidak sebagai upaya atau PAK pendekatan pendidikan agama Kristen sebagai
berikut:
1. Peran pendekatan keluarga. Permasalahan keluarga remaja Batu Gantong Dalam
Jemaat GPM Rehoboth disebabkan remaja kurang mendapatkan perhatian dan
pendidikan yang baik dari orang tua. Dalam perspektif pendekatan keluarga, Daniel
Nuhamara mengatakan bahwa keluarga yang seharusnya merupakan pusat dari
pendidik utama yang memiliki peran dalam mendidik, bertanggung jawab dan
memberikan contoh rill terhadap anak mengenai kehidupan,15
tidak memainkan
peran dengan seharusnya. Hal ini mengakibatkan remaja bertumbuh tanpa ada
contoh yang baik secara langsung dari orang tua, dan mereka hanya mencari
contoh – contoh dilingkungan tempat ia berada. Ketika remaja tidak mendapatkan
contoh yang baik dari orang tua, maka dapat dikatakan bahwa remaja tersebut
mengalami krisis dalam dirinya. Krisis yang dialami oleh remaja tersebut adalah
krisis akan perhatian serta kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini berdampak,
remaja mencari hal tersebut atau memenuhinya di lingkungan sekitar ia berada.
Remaja – remaja yang mengalami krisis ini berusaha untuk menutupi apa yang
meraka rasakan dengan melakukan tindakan – tindakan yang tidak sesuai dengan
15
Nuhamara, Pembimbing PAK, 115
67
nilai – nilai etika dan moral Kristen yang ada di tengah – tengah keluarga bahkan
masyarakat.
Melihat permasalah yang terjadi dalam kehidupan keluarga remaja Batu
Gantong Dalam, menurut penulis sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Laurence Steinberg yang mengatakan bahwa orang tua harus memiliki sifat
kebijaksanan. Remaja yang memiliki orang tua yang bijaksana adalah remaja yang
sukses, gigih, percaya diri, dan kemungkinan kecil mereka akan melakukan
tindakan – tindakan negatif.16
Bertolak dari pemahaman Laurence maka penulis
menganalisa bahwa orang tua dari remaja Batu Gantong Dalam tidak memiliki sifat
kebijaksanaan serta otoritas moral yang baik sehingga mengakibatkan anak – anak
mereka terlibat dalam tindakan – tindakan negatif.
Permasalahan remaja yang kurang mendapat perhatian dan pendidikan
yang baik dari keluarga jika dilihat dari perspektif Erick Erikcon mengenai krisis
identitas. Menurut Erickson Jika lingkungannya jahat, maka remaja tersebut juga
akan menjadi remaja dengan segala kenakalannya atau sebaliknya jika
lingkungannya baik, ia juga akan ikut baik.17
Hal tersebut juga dialami oleh para
remaja yang ada di Batu Gantong dalam. Mereka terpengaruh dengan keadaan
lingkungan sekitar, sehingga membuat mereka bertumbuh menjadi sosok remaja
yang berperilaku negatif walaupun ada potensi – potensi yang positif dalam diri
mereka. Menurut Erik Erickson untuk meyikapi permasalahan tersebut maka
remaja harus bisa untuk memposisikan diri di lingkungannya, sehingga tidak
mudah terpengaruh dengan hal – hal yang ada.
Selain dari pada itu perilaku negatif yang ditampilkan oleh remaja Batu
Gantong Dalam juga menggambarkan bahwa mereka mengalami low spiritual
yang diungkapkan oleh Brandeen.18
Artinya ialah spiritual mengarah pada hal – hal
yang baik yang dapat membangun diri seseorang. Sedangkan permasalahan yang
16
Thomas Lickona, Charcter Matters¸ 52S 17
Alwisol, Psikologi Kepribadian, , 98-99. 18
Engel, Nilai dasar Logo Konseling, iii
68
terjadi dalam kehidupan remaja Batu gantong Dalam ialah sebaliknya. Oleh sebab
itu jika seseorang menampilkan perilaku yang buruk dan yang menyakiti orang
disekitarnya maka ia mengalami spritual yang rendah atau low spiritual.
Kehidupan keluarga Kristen ditengah – tengah lingkungan Kristen sudah
seharusnya sesuai dengan nilai – nilai moral kristiania, tetapi kenyataan yang
terjadi pada remaja yang mengalami krisis adalah kehidupan yang jauh dari nilai
moral Kristen.
2. Peran dari konseling. Permasalahan konseling yang dihadapi oleh remaja Batu
Gantong Dalam disebabkan kurang adanya sosialisasi yang baik dengan remaja
serta minimnya tenaga pelayanan untuk menjembatani permasalahan yang terjadi
pada remaja – remaja tersebut.
Dalam perspektif pendekatan konseling, Martheller lebih menekankan kepada ide
eklesia, yakni bahwa pelayanan gereja adalah proses mendidik dan merupakan misi
seluruh gereja.19
Hal yang dirasakan oleh remaja Batu Gantong Dalam merupakan
akibat dari terbatasnya atau kurangnya tenaga ahli yang lebih memfokuskan dirinya
bagi pelayanan remaja, dikarenakan gereja cenderung lebih memfokuskan pada
pelayanan pemuda dewasa serta pembangun gereja dan mulai mengurangi fokus
pelayanan mereka pada warga jemaat. Hal ini berdampak remaja – remaja Kristen
mengalami kurangnya perhatian dari Gereja dan membuat mereka tidak memahami
nilai – nilai kristen yang mencirikan kasih Kristus.
Konseling gereja bagi remaja merupakan sebuah perhatian tetapi juga
pemberdayaan yang diberikan oleh gereja kepada umatnya. Gereja yang
seharusnya melayani jemaat untuk meningkatkan kehidupan kerohaniannya tetapi
juga untuk melayani jemaat di dalam keluh kesah mereka. Hal tersebut merupakan
tugas dan tanggung jawab dari gereja. GPM Jemaat Rehoboth, mempunyai daerah
pelayanan yang sangat luas, secara langsung memaksa mereka harus mampu
melayani seluruh kebutuhan jemaat dengan merata. Namun realita yang terjadi bagi
19
Nuhamara, Pembimbing PAK, 124
69
remaja Batu Gantong Dalam, remaja – remaja yang merupakan pewaris dan
penerus kekeristenan hampir tidak merasakan perhatian , kepercayaan, dan
penghargaan dari gereja bagi mereka.
Selain itu jika dilihat dari perspektif pendekatan konseling yang
diungkapkan oleh George Albert Cole. Dimana ia mengungkapkan bahwa interaksi
sosial merupakan bagian yang terpenting didalam pendidikan Agama Kristen,
dikarenakan lingkungan yang berbasis kristen pasti berinteraksi atau berperilaku
sesuai dengan nilai – nilai kekristenan yang ia terima dan diajarkan dilingkungan
keluarga bahkan masyarakat.20
Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi
pada remaja Batu Gantong Dalam. Konteks kehidupan remaja Batu Gantong
memang tidak bisa terlepas dari interaksi dengan sesama, tetapi interaksi yang
tercipta bukan untuk menciptakan suasana pendidikan agama kristen, malah
sebaliknya. Dalam konteks remaja Batu Gantung dalam, interaksi yang tercipta di
kalangan remaja merupakan interaksi yang saling mendukung dalam menciptakan
suasana nyaman melalui tindakan negatif dan bukan interaksi untuk menciptakan
suatu pendidikan. Bahkan ketika seorang remaja yang sudah terlibat dalam
kegiatan agama kristen, dia akan cepat dipengaharui sehingga menarik diri keluar
dari kegiatan – kegiatan tersebut dan kembali terlibat pergaulan yang negatif.
Remaja yang bertumbuh dengan minimnya sosialisasi dalam keluarga
akan mengakibatkan ia kurang di dalam pengalaman akan hidup terlebih khusus
budaya Kekristenan yang bertumbuh dalam keluarga tersebut. Remaja dalam
kehidupan keluarganya kurang tercipta sebuah hubungan yang baik antara orang
tua dan anak, maka remaja tersebut akan kurang di dalam Pendidikan Kristen.
Ketika remaja yang dalam kehidupan keluarganya kurang dibentuk karena
minimnya sosialisasi dalam keluarga akan berdampak buruk bagi remaja tersebut
jika ia keluar dan berjumpa dengan masyarakat yang besar. Mengapa dikatakan
demikian? Hal tersebut dikarenakan masyarakat mempunyai budayanya sendiri dan
20
Nuhamara, Pembimbing PAK, 174-175
70
remaja yang tidak kuat dalam pembentukan dirinya didalam keluarga akan
mengikuti apa yang ada di dalam masyarakat tanpa adanya pertimbangan –
pertimbangan yang krtitis dari dirinya. Sehingga remaja tersebut tidak lagi berdiri
di tengah – tengah masyarakat dengan didikan yang baik dari keluarganya tetapi ia
berdiri dan mengikuti apa yang ada ditengah lingkungan masyarakat. Hal ini
disebakan karena lingkungan masyarakat tidak menciptakan sebuah pendidikan
Kristen di dalam interaksi sosialnya. Interaksi yang tercipta di tengah masyarakat
adalah sebuah interaksi yang jauh dari nilai – nilai kekeristenan, karena adanya
pengaruh – pengaruh negatif yang muncul di tengah – tengah masyarakat.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis berpendapat bahwa perlu
adanya tindakan menyembuhkan, menopang serta membimbing remaja untuk dapat
menyadari kembali kehidupannya. Hal ini sejalan dengan perspektif fungsi
konseling yang diungkapkan oleh Howard Clinebell.21
Dalam hal ini remaja Batu
Gantong Dalam perlu disembuhkan dalam pengertian bahwa gereja dan orang tua
harus mampu untuk mengembalikan remaja – remaja tersebut ke arah yang lebih
baik. Selain menyembuhkan, gereja dan orang tua juga perlu membimbing serta
menopang mereka agar mereka tidak terjerumus kepada tindakan – tindakan
negatif yang mereka lakukan.
3. Peran spiritualitas. Permasalahan spiritual remaja Batu Gantong Dalam Jemaat
GPM Rehoboth disebabkan remaja kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan
yang baik dari orang tua dan gereja, kurangnya kesadaran akan tugas tanggung
jawab sebagai pelayan, serta kurang memahami apa saja yang menjadi kebutuhan
dari remaja.
Dalam perspektif pendekatan spiritual, Westherhoff III mengatakan
bahwa gereja harus memiliki peran dalam membimbing umatnya terhadap tumbuh
21
Howars Clinebell, Tipe – Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2011), 53-54
71
kembang iman jemaat.22
Gereja dan jemaat merupakan sebuah komunitas iman
yang tidak bisa dilepaspisahkan satu dengan yang lainnya. Permasalahan kenakalan
remaja yang terjadi pada Remaja Batu Gantong Dalam ialah permasalahan yang
sangat signifikan. Permasalahan ini seharusnya membutuhkan bimbingan dari
Gereja untuk dapat mengarahkan para remaja ke jalan yang lebih baik, namun
kenyataan yang ada disini ialah Gereja tidak memainkan perannya dengan baik
dalam hal ini perhatian serta bimbingan terhadap remaja. Sehingga remaja pun
merasa tidak diperhatikan oleh Gereja. Gereja seharusnya memberdayakan jemaat
dalam hal ini remaja dengan kegiatan – kegiatan yang ada untuk membangun
kehidupan remaja menjadi remaja Kristen yang baik. Tetapi hal ini sama sekali
tidak dirasakan oleh remaja Batu Gantong Dalam. Gereja hanya menjalankan
rutinitas, tanpa ditindaklanjuti dengan kegiatan – kegiatan untuk membimbing serta
memberdayakan jemaat dengan segala potensi – potensi positif yang mereka
miliki. sehingga potensi – potensi yang mereka miliki diberdayakan oleh teman –
teman sebaya mereka dan juga kakak – kakak yang ada di lingkungan mereka
berada. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi dengan keadaan dari lingkungan
sekitar tempat tinggal mereka. Batu Gantong Dalam terkenal sebagai salah satu
daerah yang rawan akan tingkat perilaku negatif yang juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan remaja di daerah tersebut. Kenakalan remaja adalah sesuatu hal yang
wajar. Namun yang harus diperhatikan disini ialah bimbingan yang diberikan pada
remaja ketika masalah tersebut itu terjadi. Jangan kita mencap mereka sebagai anak
– anak yang jahat dan lain sebagainya, karena masa remaja adalah masa dimana
mereka ingin mencoba-coba, sehingga hal – hal negatif yang menurut kita sebagai
orang dewasa, bagi remaja itu merupakan hal yang penting untuk dicoba.
Jika dilihat dari perspektif Ellis Nelson ia lebih menitikberatkan pada
permasalahan pewarisan iman secara turun temurun baik keluarga maupun di
lingkugan masyarakat, yang kemudian membentuk identitas diri dari hubungan
22
Nuhamara, Pembimbing PAK, 122 - 123
72
sosial dengan kelompok sosial.23
Artinya disini ialah Ellis Nelson mengungkapkan
bahwa remaja yang terlahir dari keluarga Kristen dan kemudian bertumbuh di
lingkungan Kristen, sudah memiliki ciri kekristenan tersebut. Tapi pada kenyataan
yang ada pada lingkungan Remaja Batu Gantong Dalam, mereka yang lahir dan
bertumbuh di lingkungan Kristen tidak memiliki ciri kekristenan dalam dirinya.
Kekristenan hanya sebatas agama yang dipercayai saja. budaya kekristenan yang
terdapat pada remaja bukanlah sebuah kekristenanan yang baru muncul begitu saja,
tetapi kekristenan yang sudah ada dan diwariskan turun temurun di dalam
kehidupan keluarga tersebut. Bukan saja dalam lingkungan keluarga tetapi remaja
juga bertumbuh dalam lingkungan masyarakat yang secara langsung dibentuk oleh
pola hidup masyarakat. Pada konteks remaja Batu Gantong Dalam, mereka ada
pada keluarga dan lingkungan yang mayoritas Kristen. Remaja yang terlahir dari
keluarga Kristen seharusnya memiliki ciri dan tradisi kekristenan di dalam
kehidupannya sehari – hari. Ciri – cirinya ialah menggunakan kalung salib,
membawa alkitab kemana pun ia pergi, sedangkan tradisi yang diwarisi ada
beragam misalnya, tradisi meja makan yang telah penulis paparkan diatas, dimana
meja makan bukan hanya sebagai tempat mereka makan, tetapi juga sebagai tempat
sosialisasi dan doa bersama yang dilakukan dalam keluarga. Selain itu mereka juga
berdoa bukan hanya di meja makan saja tetapi ada juga doa – doa khusus dalam
keluarga yang dilaksanakan pada awal dan akhir minggu. Tetapi gambaran
kehidupan kekristenan diatas, hampir tidak dimiliki oleh remaja Batu Gantong
Dalam
23
Nuhamara, Pembimbing PAK, 120-121
Recommended