View
38
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
Kata-Kata Bijak ™ @NasehatSuper1h
Lebih baik mendoakan hal yang Anda tidak sukai dari pasangan daripada memperdebatkannya
Mewujudkan Pendidikan Karakter Yang Berkualitas
Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab
persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam
penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang
terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalo alat
ukur pendidikan matematika jelas, kasih soal ujian jika nilainya diatas strandard kelulusan
artinya dia bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan karakter?
Jika diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak benar-benar mengukur
keadaan sebenarnya. Misalnya, jika anda bertemu orang yang tersesat ditengah jalan dan tidak
memiliki uang untuk melanjutkan perjalananya apa yang anda lakukan? Untuk hasil nilai ujian
yang baik maka jawabannya adalah menolong orang tersebut, entah memberikan uang ataupun
mengantarnya ke tujuannya. Pertanyaan saya, apabila hal ini benar-benar terjadi apakah akan
terjadi seperti teorinya? Seperti jawaban ujian? Lalu apa alat ukur pendidikan karakter?
Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya,
mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu
saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan indikator jika dia memiliki perilaku
yang baik saat guru menjelaskan, anggaplah mendengarkan dengan seksama, tidak ribut dan
adanya catatan yang lengkap. Mudah bukan? Dan ini harus dibandingkan dengan beberapa
situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, gunakan
kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih
sempurna.
Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut
memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral
Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal
yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom
(kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Menurut Helen Keller (manusia buta-
tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904) “Character cannot be
develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be
strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved”.
Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu
jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan
dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya
pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya
sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga
menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni
“intelligence plus character that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter
adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep
karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan. Mulailah
dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus
menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di
sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga
pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku
kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga
masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun
kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga
stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat.
Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara
stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan
demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter
pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan
kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut. Di samping itu
tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat
mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat
mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan
karakter. Menurut Qurais Shihab (1996; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang
dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan.
Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan disini, maka upaya dan ambisinya
terbatas pada hal yang sama.
Ingin mewujudkan pendidikan karakter yang berkualitas? Maka kuncinya sudah dipaparkan
diatas, ada alat ukur yang benar sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki,
adanya tiga komponen penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan
pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi. Ingat,
Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata,
tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur.
Dan yang terpenting adalah praktekan setelah informasi tersebut di berikan dan lakukan dengan
disiplin oleh setiap elemen sekolah.
Recommended