View
33
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
Pengajuan Proposal Skripsi
Mahasiswa yang mengambil Skripsi, terlebih dahulu harus mengajukan proposal.
Waktu pengajuan proposal dapat dilakukan sepanjang semester berjalan. Tata cara
pengajuan proposal Skripsi adalah :
1. Telah mengisi mata kuliah Skripsi dalam Kartu Rencana Studi (KRS).
2. Menyerahkan proposal Skripsi dan Formulir pengajuannya ke Koordinator
Skripsi (orang yang ditunjuk oleh Kaprodi).
3. Pemeriksaan kelayakan judul berdasarkan state of the art yang digunakan, oleh
Koordinator Skripsi dan dibuktikan dengan lembar persetujuan judul yang
ditandatangani oleh Koordiantor Skripsi.
4. Jika proposal dinyatakan layak maka akan disetujui oleh kemudian
diseminarkan dalam seminar proposal Skripsi.
5. Proposal yang telah diseminarkan, direvisi berdasarkan saran-saran pada saat
seminar dan diterbitkan surat keputusan (SK) pembimbing Skripsi.
6. Apabila dalam penyusunan Skripsi memerlukan data penelitian yang
berhubungan dengan instansi tertentu, mahasiswa dapat meminta surat
pengantar permohonan pengambilan data ke Tata Usaha Fakultas Teknik.
2
Gambar 1. Flowchart Pengajuan Proposal Skripsi
Mahasiswa mencamtumkan Skripsi di
KRS yang sedang berjalan
Koordinator Skripsi mengecek
kelayakan proposal
Seminar Proposal
Terbit SK Pembimbing
Mahasiswa mengajukan proposal ke
Koordinator Skripsi
Selesai
Layak?
?
Mulai
Ya
Tidak
Ya
3
PROPOSAL SKRIPSI
Pengertian
Proposal Skripsi merupakan acuan kegiatan Skripsi yang akan dilaksanakan
oleh mahasiswa yang mengambil Skripsi.
Sistematika Proposal Skripsi
Proposal Skripsi tidak boleh meninggalkan pola pikir ilmiah, logika yang
dapat dipertanggungjawabkan dan waktu pelaksanaan. Walaupun terdapat variasi
sitematika, proposal Skripsi penelitian secara umum memuat hal-hal berikut: Judul
Skripsi, Pendahuluan (latar belakang, perumusan masalah, tujuan, keterbatasan dan
manfaat), Landasan Teori, Metodologi Penelitian, Jadwal Penelitian, dan Daftar
Pustaka.
1. Judul Skripsi
Judul Skripsi dibuat singkat, jelas, dan tidak mempunyai arti ganda. Panjang
judul Skripsi tidak dibenarkan terdiri lebih dari tiga baris atau lebih dari dua
puluh kata. Makin panjang judul Skripsi makin besar keungkinan akan terjadi
kekaburan. Dalam merumuskan judul Skripsi ada empat aspek yang harus
dipertimbangkan yaitu: masalah penelitian, jenis penelitian, variabel
penelitian, dan populasi penelitian.
2. Pendahuluan
Pendahuluan memuat latar belakang masalah, tujuan, keterbatasan, dan
manafaat Skripsi.
a. Latar belakang masalah
Berisi alasan-alasan mengapa mahasiswa memilih masalah tersebut. Bagian
ini juga memberikan gambaran tentang berbagai situasi yang terjadi saat itu
yang dapat mendorong hingga masalah yang telah ditetapkan tersebut perlu
dipecahkan. Masalah yang dapat dipilih setidak-tidaknya menarik,
bermanfaat, mengandung sesuatu hal yang baru, dapat dilaksnakan, dan
tidak melanggar etika.
4
b. Rumusan masalah
Rumusan yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian yang akan
diajukan hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya yang tegas dan
jelas untuk menambah ketajaman masalah
c. Tujuan
Tujuan diturunkan dari rumusan masalah dan dinyatakan dalam bentuk
pernyatan. Tujuan memuat pernyataan keseluruhan yang akan diteliti dan
menunjukan uraian utama tentang suatu variabel atau uraian tentang
hubungan antar variabel.
d. Manfaat
Memuat penjelasan tentang manfaat Skripsi baik secara teoritis maupun
praktis. Manfaat teoritis harus bisa menegaskan apakah hasil penelitian yang
dilakukan bisa mendukung kebenaran teori yang sudah ada, memberikan
data empiris tambahan mengenai teoriyang sudah ada, atau menggugurkan
kebenaran teori yang ada. Manfaat praktis bertujuan memberikan bukti-
bukti empiris mengenai teori yang digunakan. Hasil-hasil empiris penelitian
bisa memberikan manfaat untuk pembaca, peneliti, ataupun masyarakat lain
yang bermanfat untuk kehidupan sehari-hari.
e. Batasan penelitian
Batasan penelitian dimaksudkan sebagai penjelasan mengenai variabel apa
yang akan diteliti. Batasan penelitian menguraikan mengenai apa yang akan
dilibatkan untuk diteliti. Selain itu, batasan dan jangkauan penelitian juga
menjelaskan dimana daerah penelitian dilakukan dan subjek apa yang akan
diteliti.
3. Landasan Teori
Memuat uraian tentang informasi yang relevan dengan masalah yang
dibahas. Informasi ini dapat diperoleh dari buku-buku, laporan penelitian,
karangan ilmiah, skripsi, thesis, disertasi, ensiklopedi, peraturan-peraturan,
ketetapan, atau sumber-sumber lain. Teori yang telah dikumpulkan pada studi
pustaka dan telah diuraikan, serta mengacu pada masalah penelitian, harus
dapat menghasilkan beberapa konsep. Hubungan antara berbagai konsep yang
5
didasarkan atas teori tersebut disebut kerangka konsep. Kerangka konsep
dapat digambarkan melalui bagan atau persamaan matematika. Kerangka
konsep yang digambarkan baik melalui bagan ataupun persamaan
matematika harus diberi penjelasan agar pembaca mudah memahaminya.
4. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian berisi tentang uraian:
a. Prosedur Penelitian, berisi penjelasan tentang prosedur dan urutan langkah-
langkah penelitian yang disertai dengan bagan alir penelitian (flow chart).
b. Bahan atau materi, berisi uraian mengenai:
1) spesifikasi bahan yang digunakan.
2) Semua bahan/materi dikemukakan dengan jelas, penyiapannya (cara dan
prosedurpengambilan data), spesifikasi dan jumlah (populasi dan
sampel).
3) Bahan yang dimaksud disini adalah bahan utama yang dipakai untuk
penelitian dapat berupa data primer dan/sekunder.
c. Alat atau instrument
1) Mengumpulkan data diuaraikan dengan jelas, kalau perlu disertai
gambar.
2) Uraian mengenai alat yang digunakan bila perlu disertai dengan uraian
mengenai validitas alat yang dapat didasarkan atas hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sendiri atau orang lain.
3) Disamping itu perlu juga dikemukakan juga alasan untuk menggunakan
alat tersebut.
d. Analisa Data, berisi uraian tentang cara yang digunakan untuk menganalisis
data disertai dengan uraian tentang alasan penggunaan cara tersebut.
5. Jadwal skripsi
Berisi garis besar kegiatan yang akan dilaksanakan pada setiap tahap
pengerjaan Skripsi. Kegiatan skripsi dibagi menjadi 3 tahap:
a. Tahap persiapan.
b. Tahap pelaksanaan
c. Tahap penyusunan laporan
6
Agar lebih mudah dimengerti jadwal penelitian diasajikan dalam bentuk tabel
dengan cara penulisan seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Contoh jadwal Skripsi
Tahap Kegiatan Bulan atau minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Persiapan a. b. dst
2. Pelaksanaan a. dst
3. Penyusunan laporan a. b. dst
6. Daftar Pustaka
Wajib disertakan didalam usulan penelitian. Pemilihan cara penulisan
didasarkan atas efisiensi dan konsistensi.
7
Contoh Proposal
PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH WAKTU SINTERING TERHADAP
SIFAT MEKANIK KOMPOSIT LDPE-PVC-SBR
DENGAN METODE SERBUK
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana teknik program
pendidikan Strata Satu
Oleh:
MUHAMAD RAMADHAN
41187001140123
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM “45”
BEKASI
20XX
8
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penggunaan dan pemanfaatan material komposit sekarang ini
semakin berkembang, seiring dengan meningkatnya penggunaan bahan
tersebut yang semakin meluas. Pemanfaatan material komposit mulai dari
yang sederhana seperti alat-alat rumah tangga sampai sektor industri baik
industri skala kecil maupun industri skala besar. Komposit mempunyai
keunggulan tersendiri dibandingkan dengan bahan teknik alternatif lain
seperti kuat, ringan, tahan korosi, ekonomis dan sebagainya.
Sustainable waste Indonesia (SWI) 2018 mengungkapkan sebanyak
24% sampah di Indonesia masih tidak terkelola dengan baik. Dan persoalan
pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia.
Ini artinya, sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia setiap
hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak
ditangani. Sedangkan 7% sampah didaur ulang dan 69% sampah berakhir di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dari laporan itu diketahui juga jenis
sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik sebanyak
60%, sampah plastik 14%, diikuti sampah kertas 9%, metal 4,3%, kaca, kayu
dan bahan lainya 12,7% (CNN Indonesia). 14% plastik diklasifikasi menjadi
7 jenis yaitu: Polyethelyene Terephthalate (PET), High Density Polyethylene
(HDPE), Polyvinyl Cloride (PVC), Low Density Polyethylene (LDPE),
Polypropylene (PP), Polystyrene (PS), Other (O). Penelitian kali ini akan
menggunakan LDPE dan PVC.
Plastik PVC merupakan polimer termoplastik urutan ketiga dalam hal
jumlah pemakaian di dunia setelah polietilena dan polipropilena diseluruh
dunia lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam konstruksi. PVC
adalah polimer yang menggunakan bahan baku minyak bumi terendah
diantara polimer lainnya, dan plastik LDPE termasuk dalam kategori
9
thermoplastik, karena memiliki ikatan antar molekul yang linier sehingga
dapat mengalami pelunakan atau perubahan bentuk, dengan kata lain meleleh,
jika dikenai panas sedangkan karet adalah polimer. (Formela, 2015) meneliti
campuran plastik LDPE dan karet ban bekas, dengan variasi campuran 50%
: 50% dan dikompresi sebesar 4,9 Mpa pada beberapa temperatur
menunjukan sifat mekanik terbaik.
Jumlah limbah ban bekas di Indonesia terus bertambah dikarenakan
produksi ban kendaraan setiap tahun terus meningkat. DKR (Dewan Karet
Indonesia, 2012) menginformasikan bahwa produksi ban mobil di Indonesia
tahun 2010 dan 2011 mencapai 14,4 dan 15,4 juta unit. Jumlah 149 yang
demikian besar tersebut berpotensi menimbulkan limbah ban bekas yang
dapat berdampak buruk terhadap lingkungan. Beberapa upaya pemanfaatan
ban bekas telah dilakukan. Berbagai penelitian dan kajian dilakukan untuk
pemanfaatan limbah plastik dan karet. Di negara maju, ban bekas
dimanfaatkan sebagai campuran aspal pelapis jalan setelah dihancurkan atau
digunakan sebagai campuran semen (Formela, 2015).
Metode teknologi serbuk menjadi salah satu alternatif untuk membuat
paduan atau komposit dengan bahan dasar plastik dan karet. Teknologi ini
telah lama digunakan untuk membentuk produk dengan ukuran kecil dan
berasal dari bahan yang sulit diproses melalui pemesinan, teknologi ini
mempersyaratkan bahan dasar berupa serbuk dengan melalui tahap:
pencampuran, kompaksi dan sintering. Keuntungan teknik kompaksi untuk
material plastik adalah mampu mempertahankan bentuk produk sesuai
cetakan (Jati, 2007). Dengan kata lain, pressured sintering tidak
menyebabkan distrosi dimensi (Tutuko, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan bahan yang terbuat dari
teknologi serbuk antara lain adalah: ukuran partikel serbuk, besarnya tekanan,
temperatur sintering, lamanya waktu penahanan sintering, volume zat
pengikat (German, 1994). Lamanya waktu sintering akan menentukan
kuatnya ikatan antar partikel. Namun demikian akan terdapat waktu sintering
yang optimal dalam pembentukan ikatan komposit plastik-karet.
10
Berdasarkan uraian di atas, memungkinkan untuk membuat komposit
plastik dengan karet. Setelah mengetahu nilai temperatur dan komposisi yang
ideal untuk proses pencampuran plastik dan ban bekas. Pengaturan waktu
sintering saat proses pembuatan komposit sangat menentukan sifat-sifat
komposit yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan menaikkan waktu sintering
belum tentu meningkatkan sifat-sifat yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan studi eksperimental mengenai pengaruh waktu sintering terhadap
sifat mekanik komposit plastik LDPE, PVC dan SBR (Styrene Butadine
Rubber). 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka didapat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh waktu sintering terhadap sifat mekanik kekuatan
impak dan uji densitas terhadap material komposit campuran LDPE,
PVC dan SBR.
2. Bagaimana pengaruh waktu sintering terhadap struktur mikro pada
material komposit campuran LDPE, PVC dan SBR.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan dibuatlah beberapa
tujuan Penelitian. Berikut ini merupakan tujuan dari pelaksanaan penelitian :
1. Mengetahui pengaruh waktu sintering terhadap sifat mekanik material
komposit campuran plastik LDPE, PVC dan SBR.
2. Mengetahui pengaruh waktu sintering terhadap struktur mikro material
komposit campuran plastik LDPE, PVC dan SBR.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Mengurangi volume sampah plastik dan SBR.
2. Menghasilkan material yang relatif baru dan dapat diterima secara teknik
serta ekonomis.
11
3. Mengurangi permasalahan sampah, terutama sampah plastik dan SBR,
dengan penerapan salah satu dari prinsip 3R, yaitu recycle.
1.5 Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu melebar dari
tujuan yang ingin dicapai maka perlu ditentukan batasan masalah, adapun
batasan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bahan penelitian yang digunakan adalah LDPE, PVC dan SBR
2. Variasi waktu : 5 Menit, 10 Menit , 15 Menit dan 20 Menit
3. Ukuran screening 60 mesh
4. Komposisi yang digunakan SBR 70% LDPE 20% PVC 10%
5. Temperature yang digunakan 170°C
6. Tekanan 1,013 bar
7. Penelitian difokuskan pada uji impak, uji densitas, dan uji SEM
(Scanning Electron Microscopy)
12
2 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Komposit
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri
dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu
sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam
hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Dengan adanya perbedaan dari
material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan
kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent.
1. Beberapa definisi komposit sebagai berikut :
a. Tingkat dasar: pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material
yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh
senyawa, paduan, polymer dan keramik).
b. Mikrostruktur: pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun
dari dua phase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh
paduan Fe dan C).
c. Makrostruktur: material yang disusun dari campuran dua atau lebih
penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan
tidak larut satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi
secara makro ini yang biasa dipakai).
2. Tujuan pembuaan matrial komposit
a. Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu
b. Mempermudah design yang sulit pada manufaktur
c. Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya
d. Menjadikan bahan lebih ringan
13
3. Penyusun komposit
Komposit pada umumnya terdiri dari 2 fasa :
1. Matriks
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian
atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Mentransfer tegangan ke serat.
b. Membentuk ikatan koheren, permukaan matrik/serat.
c. Melindungi serat.
d. Memisahkan serat.
e. Melepas ikatan.
f. Tetap stabil setelah proses manufaktur.
2. Reinforcement atau Filler atau Fiber
Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement
(penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada
komposit. Gambar 2.1 penyusun komposit meliputi 4 jenis yaitu:
1. Matriks (penyusun dengan fraksi volume terbesar)
2. Fiber (Penahan beban utama)
3. Interphase (pelekat antar dua penyusun)
4. interface (permukaan phase yang berbatasan dengan phase
lain).
Gambar 2.1 Penyusun Komposit
14
Secara struktur mikro material komposit tidak merubah material
pembentuknya (dalam orde kristalin) tetapi secara keseluruhan
material komposit berbeda dengan material pembentuknya karena
terjadi ikatan antar permukaan antara matriks dan filler. Syarat
terbentuknya komposit: adanya ikatan permukaan antara matriks dan
filler. Ikatan antar permukaan ini terjadi karena adanya gaya adhesi
dan kohesi dalam material komposit gaya adhesi-kohesi terjadi
melalui 3 cara utama:
a. Interlocking antar permukaan adalah ikatan yang terjadi karena
kekasaran bentuk permukaan partikel.
b. Gaya elektrostatis adalah ikatan yang terjadi karena adanya gaya
tarik-menarik antara atom yang bermuatan (ion).
c. Gaya vanderwalls adalah ikatan yang terjadi karena adanya
pengutupan antar partikel.
Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh
beberapa variabel antara lain:
a. Ukuran partikel
b. Rapat jenis bahan yang digunakan
c. Fraksi volume material
d. Komposisi material
e. Bentuk partikel
f. Kecepatan dan waktu pencampuran
g. Penekanan (kompaksi)
h. Pemanasan (sintering)
4. Klasifikasi komposit
Berdasarkan matrik, komposit dapat diklasifikasikan kedalam tiga
kelompok besar seperti terlihat di Gambar 2.2 yaitu:
a. Komposit Matrik Polimer (KMP), polimer sebagai matrik
b. Komposit Matrik Logam (KML), logam sebagi matrik
c. Komposit Matrik Keramik (KMK), keramik sebagai matrik
15
Sumber: Yudi, 2011
Gambar 2.2 Klasifikasi Komposit
5. Komposit Matriks Polimer – polimer matriks composite (PMC)
1. Komposit ini bersifat :
a. Biaya pembuatan lebih rendah
b. Dapat dibuat dengan produksi massal
c. Ketangguhan baik
d. Tahan simpan
e. Siklus pabrikasi dapat dipersingkat
f. Kemampuan mengikuti bentuk
g. Lebih ringan
2. Keuntungan dari PMC
a. Ringan
b. Specific stiffness tinggi
c. Specific strength tinggi
d. Anisotropy
3. Pengaplikasian PMC yaitu:
a. Matrik berbasis poliester dengan serat gelas
1. Alat-alat rumah tangga
2. Panel pintu kendaraan
3. Lemari perkantoran
4. Peralatan elektronika.
b. Matrik berbasis termoplastik dengan serat gelas
16
1. Kotak air radiator
c. Matrik berbasis termoset dengan serat carbon
1. Rotor helicopter
2. Komponen ruang angkasa
3. Rantai pesawat terbang
Komposit bisa terbuat dari bahan – bahan :
1. Metal matriks composite (MMC)
a. Ferro
b. Non ferro
2. Ceramic matriks composite (CMC)
a. Pasir
b. Silika
3. Polimer matriks composite
a. Karet
b. Plastik
2.2 Karet
Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun
dari 5000 hingga 10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga
ikatan pertama bersifat trans dan selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung
pada lateks pohon penghasilnya. Pada temperatur normal, karet tidak
berbentuk (amorf). Pada temperatur rendah ia akan mengkristal. Dengan
meningkatnya temperatur, karet akan mengembang, searah dengan sumbu
panjangnya. Penurunan temperatur akan mengembalikan keadaan
mengembang ini. Inilah alasan mengapa karet bersifat elastis. Ada dua jenis
karet, yaitu:
2.2.1 Karet Alam
Karet alam mempunyai sifat daya elastisitas dan daya lentur baik,
plastis tidak mudah panas, dan tidak mudah retak. Berbagai jenis karet alam
yaitu:
a. Bahan olah karet
17
Bahan olah karet yaitu bahan mentah yang digunakan untuk pengolahan
dipabrik. Terdiri dari lateks kebun, lembar angina, lapisan (slab) tipis,
gumpalan (lumb) segar. Semuanya berasal langsung dari pohon karet
atau telah mengalami proses pengolahan yang minimal oleh penyadap.
b. Karet alam konvensional
Karet alam konvensional yaitu karet yang diolah dari bahan lateks alami
secara garis besar terdiri dari atas 2 golongan yaitu lembaran dan
lembaran tebal (crepe). Dalam Green Book Rubber Quality and Packing
Conference ada beberapa jenis :
1. Ribbed smoked sheet
2. White crepe dan pale crepe
3. Estate crepe
4. Thin browncrepe remils
5. Plat brake crepe
6. Pure smoked blanked crepe
7. Off crepe
c. Lateks pekat
Biasanya merupakan bahan untuk pembuatan barang yang tipis dan
bermutu tinggi.
d. Karet bongkah
Berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi
bendela-bendela dengan ukuran yang ditentukan.
e. Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
Merupakan karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya
terjamin yang penetapannya distandarkan pada sifat-sifat teknis. Karet
ini dikemas dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran
yang seragam.
f. Karet ban (tyre rubber)
Karet ban merupakan karet setengah jadi, sehingga bisa langsung
digunakan oleh konsumen.
18
g. Karet reclaim
Karet reclain adalah karet yang di daur ulang dari karet bekas, seperti
bekas roda-roda karet berjalan pabrik, bekas ban mobil.
2.2.2 Karet Sintetis
Salah satu kelebihan dari karet sintesis dibandingkan karet alam,
yaitu tahan minyak, kelebihan dari karet ini banyak digunakan untuk
pembuatan pipa karet untuk minyak, bensin, seal, gasket. Karet CR
(chloroprene rubber) mempunyai kelebihan tahan api biasa digunakan
untuk pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal gasket, sabuk ban
berjalan. Berdasarkan fungsi nya karet sintesis dibaagi menjadi 2 yaitu:
a. Karet sintetis untuk kegunaan umum
1. Styrene Butadine Rubber (SBR)
2. Butadiene Rubber (BR)
3. Polybutadiene Rubber (PR)
4. Isoprene Rubber (IR)
b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus
Seperti karet yang memiliki ketahanan terhadap minyak, oksidasi,
panas/suhu tinggi, dan kedap gas diantaranya :
1. Isobutane Isoprene Rubber (IIR)
2. Nytrite Butadine Rubber (NBR)
3. chloroprene rubber (CR)
4. Etylene Propylene Rubber (EPR)
2.2.3 Karet Styrene Butadine Rubber
Pada penelitian ini jenis karet yang digunakan adalah karet SBR.
Jenis karet SBR merupakan yang paling banyak dipakai yaitu mencapai
75% dari pemakaian total karet sintetis. SBR tersusun dari 68-70% butadine
dan 30-32% styrene.
Karet SBR termasuk dalam kategori elastomer yang merupakan
bagian dari material polimer, selain plastik. Sifat yang membedakan antara
plastik dengan elastomer adalah jika ditekan diatas temperatur glass
transition, elastomer akan menjadi elastis. Sedangkan pada plastik pada
19
temperatur tersebut akan mengalami kristalisasi untuk mencapai stabilitas
bentuk. Karet jenis SBR banyak digunakan dalam aplikasi otomotif,
khususnya dalam pembuatan ban, belt, cover kawat, kabel dll. Karet SBR
dapat diproses melalui calendering, coating, compression molding, mixing,
vulcanization. (Gambar 2.3)
Gambar 2.3 Karet Ban Bekas
Sifat-sifat khusus karet adalah sebagai berikut (goerge wypych, 2016)
1. Density = 0.91-0.96 g cm-3
2. Tensile Strength = 13-28.5 MPa
3. Tear Strength = 20.4-43 kNm-1
4. Decomposition Point = 1800C
5. Water Absorption = 5%
6. Autoignition Temperature = 3200C
2.3 Plastik
Plastik adalah polimer rantai panjang atom mengikat satu sama lain.
Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer".
Plastik yang umum terdiri dari polimer karbon saja atau dengan oksigen,
nitrogen, chlorine atau belerang di tulang belakang (beberapa minat
komersial juga berdasar silikon). Tulang belakang adalah bagian dari rantai
dijalur utama yang menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan.
Mengeset properti plastik grup molekuler berlainan "bergantung" dari tulang-
belakang biasanya "digantung" sebagai bagian dari monomer sebelum.
20
Polimer memiliki titik leleh yang berbeda (Tm : melting temperatur)
dan tititk glass transisis temperatur (Tg : glass temperatur) yang berbeda.
Banyak plastik yang dibentuk dengan pemaasan sampai menjadi fleksibel/
lembut/ rubbery menyerupai karet, dan kemudian dibentuk dengan cetakan,
compression forming, vacum forming, stamping, atau dengan cara lainnya.
Sulit untuk melakukan hal ini secar manual, karena membutuhkan instrumen
yang dapat menggontrol temperatur dan harus didapatkan temperatur yang
merata pada semua sisi bagian plastik.
Pengetahuan titik leleh plastik biasanya digunakan untuk proses
manufacture plastik yang dibuat melalui bijih plastik yang dicetak dalam die
cat molding, sedangkan pengetahuan Tg biasanya akan dimanfaatkan untuk
proses pembentukan plastik dari bentuk semifinished (lembaran plastik) ke
dalam oven untuk mengikuti bentuk molding baik secara vacuum forming
maupun compression forming.
Sebuah komunitas industri plastik yang terdiri dari perusahaan –
perusahaan yang bergerak dalam bidang plastik di Amerika Seikat yaitu
Society Of Plastic Industry (SPI) pada tahun 1988 mengembangkan suatu
sistem untuk mengklasifikasi berbagai jenis plastik dan cara daur ulang
plastik tersebut berdasarkan bahan mentah pembuatan plastik. Sistem
pengklasifikasian jenis – jenis plastik tersebut ini dikenal dengan nama Resin
Identification Code (IRC).
SPI kemudian bekerjasama dengan American Standard Testing And
Material (ASTM) internasional agar kode identifikasi resin ini digunakan
sebagai standar yang harus ditaati oleh semua produsen plastik di dunia.
ASTM adalah organisasi internasional yang melakukan standarisasi teknik
untuk material, jasa, produk dan sistem. Kode identifikasi resin tersebut
direvisi pada tahun 2013 menjadi ASTM D7611 – Standard Practice For
Coding Plastic Manufactured.
Berdasarkan kode identifikasi resin tersebut, plastik diklasifikasi
menjadi 7 jenis yaitu: Polyethelyene Terephthalate (PET), High Density
21
Polyethylene (HDPE), Polyvinyl Cloride (PVC), Low Density Polyethylene
(LDPE), Polypropylene (PP), Polystyrene (PS), Other (O).
2.3.1 Low Density Polyethylene
Plastik LDPE seperti pada Gambar 2.4 termasuk dalam kategori
thermoplastik, karena memiliki ikatan antar molekul yang linier sehingga
dapat mengalami pelunakan atau perubahan bentuk, dengan kata lain
meleleh, jika dikenai panas. Sedangkan pada beberapa jenis plastik yang
lain (misalkan poliester dan epoxy) ikatan antar molekulnya terjadi
bersilangan (crosslink). Bentuk ikatan seperti itu memiliki ketahanan suhu
yang tinggi, sehingga plastik jenis ini tidak dapat mengalami pelelehan jika
dikenai peningkatan suhu. Plastik seperti ini disebut thermosetting.
Sifat-sifat plastik LDPE secara umum adalah tahan terhadap zat
kimia (misalkan minyak, deterjen), ketahanan impak cukup baik, memiliki
ketahanan terhadap suhu, tidak tahan terhadap sinar matahari. LDPE dapat
diproses melalui blow film extrusion, cast film extrusion, coating,
coextrusion, extrusion, injection molding, molding, lamination, rotational
molding.
Gambar 2.4 Botol Plastik LDPE
Sifat-sifat khusus plastik LDPE adalah sebagai berikut (Goerge Wypych,
2016)
1. Density = 0.915-0.929 g cm3
2. Tensile strength = 10-20 Mpa
3. Tensile modulus = 130-348 Mpa
22
4. Flexural strength = 7.5 Mpa
5. Melting point = 105-1150C
6. Water absorption = 0.005-0.015%
7. Charpy impact strength = 18.2 Kj m2
8. Pressure of polymerization = 150-300 Mpa
2.3.2 Polyvinyl Chloride
Plastik PVC merupakan polimer termoplastik urutan ketiga dalam
hal jumlah pemakaian di dunia, setelah polietilena dan polipropilena. Di
seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam
konstruksi. PVC diproduksi dengan cara polimerisasi monomer vinil
klorida (𝐶𝐻!=CHCl). Karena 57% massanya adalah klor, PVC adalah
polimer yang menggunakan bahan baku minyak bumi terendah di antara
polimer lainnya.
Pada dasar wadah tertera logo daur ulang (terkadang berwarna
merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta tulisan V. V itu berarti PVC,
yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. Plastik ini bisa ditemukan
pada plastik pembungkus (cling wrap), dan pipa saluran air seperti Gambar
2.5. Dimana PVC ini mengandung diethylhydroxylamine (DEHA) yaitu
senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan
plastik berbahan PVC ini pada saat bersentuhan langsung dengan makanan
tersebut karena sifat DEHA ini lumer pada temperatur -15oC.
Gambar 2.5 Plastik PVC
Sifat mekanik plastik PVC adalah sebagai berikut (Dwi Wahini Nurhajati
Sri, 2012):
23
1. Density = 12,174.10-5 g/c𝑚"
2. Tensile strength =44,4𝑀𝑃𝑎
3. Tensile modulus = 2,75𝐺𝑃𝑎
4. Melting point = 160°𝐶 − 180°𝐶
5. Kekuatan Dielektrik = 181 #$
6. Kerapatan = 1,4 %&$!
2.4 Metode Serbuk
Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses
manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan
mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan
selanjutnya disinter di dalam furnace (tungku pemanas).
Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain:
1. Preparasi material
2. Pencampuran (mixing)
3. Penekanan (kompaksi)
4. Pemanasan (sintering)
a. Proses pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh
serbuk material yang digunakan.
b. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat
mempengaruhi kualitas akhir produk yang dihasilkan.
c. Material komposit yang dihasilkan dari proses metalurgi serbuk
adalah komposit.
d. Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain:
1. Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material
2. Mempunyai presisi yang tinggi
3. Selama pemrosesan menggunakan suhu yang rendah
4. Kecepatan produk tinggi
5. Sangat ekonomis karena tidak ada material yang terbuang
selama pemrosesan
24
e. Faktor yang mempengaruhi metalurgi serbuk
1. Ukuran partikel
2. Rapat jenis bahan yang digunakan
3. Fraksi volume material
4. Komposisi material
5. Bentuk partikel
6. Kecepatan dan waktu pencampuran
7. Penekanan (kompaksi)
8. Pemanasan (sintering)
2.4.1 Pencampuran (Mixing)
Ada 2 macam pencampuran, yaitu:
1. Pencampuran basah (wet mixing)
Yaitu proses pencampuaran dimana serbuk matrik dan filler
dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai
apabila material (matriks dan filler) yang digunakan mudah mengalami
oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah
proses pencampuaran material yang digunakan dan untuk melapisi
permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar
sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.
2. Pencampuran kering (dry mixing)
Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan
pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan di udara luar.
Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah
mengalami oksidasi.
Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain:
a. Kecepatan pencampuran
b. Lamanya waktu pencampuran
c. Ukuran partikel
d. Jenis material
e. Temperatur
25
f. Media pencampuran
Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu
pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka
distribusi partikel semakin homogen. Kehomogenan campuran sangat
berpengaruh pada proses kompaksi, karena gaya tekan yang diberikan
pada saat kompaksi akan terdistribusi secara merata sehingga kualitas
ikatan antar partikel semakin baik.
2.4.2 Penekanan (Kompaksi)
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel
dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya.
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu:
1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode
ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti
Al.
2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas
temperature kamar. Metode ini dipakai apabila material yang
digunakan tidak mudah teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang
digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan
mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata.
Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat
kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi
gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan
lubricant/bahan pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap
campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses
sintering tingkat awal lubricant dapat menguap. Terkait dengan pemberian
lubricant pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu:
1. Die-wall compressing adalah penekanan dengan memberikan lubricant
pada dinding cetakan
2. Internal lubricant compressing adalah penekanan dengan
mencampurkan lubricant pada material yang akan ditekan
26
Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang
disebabkan oleh gaya vanderwals:
1. Pola ikatan bola-bola
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield
strength (ys) matriks dan filler sehingga serbuk tidak mengalami
perubahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elastis
baik pada matriks maupun filler sehingga serbuk tetap berbentuk bola.
2. Pola ikatan bola-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan diantara yield
strength dari matriks dan filler. Penekanan ini menyebabkan salah satu
material (matriks) terdeformasi plastis dan yang lain (filler) terdeformasi
elastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bola-bidang.
3. Pola ikatan bidang-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar pada
dari yield strength matriks dan filler. Penekanan ini menyebabkan kedua
material (matriks dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat
partikel seolah-olah berbentuk bidang-bidang.
2.4.3 Pemanasan (Sintering)
Pemanasan pada temperatur di bawah titik leleh material komposit
disebut dengan sintering. Diantara langkah-langkah untuk meningkatkan
ikatan antar partikel setelah kompaksi adalah dengan disintering.
Parameter sintering:
a. Temperatur b. Waktu c. Kecepatan pendinginan d. Kecepatan pemanasan e. Atmosfer sintering f. Jenis material
Sintering adalah suatu metode pembuatan objek dari serbuk dengan
pemanasan sehingga terbentuk ikatan antar partikel. Istilah sintering berasal
27
dari bahasa Jerman, “ sinter” dalam bahasa Inggris seasal dengan kata
“cinder” yang berarti: bara. Sintering adalah pengikatan bersama antar
partikel pada suhu tinggi. Sintering dapat terjadi di bawah suhu leleh
(melting point) dengan melibatkan transfer atomik pada kondisi padat.
Sintering juga bisa terjadi pada fase cair, bahkan sekitar 70 % dari proses
sintering melibatkan fase cair (German, 1994). Pada skala mikrostruktural
mekanisme sintering adalah berupa pengikatan yang terjadi sebagai
pertumbuhan neck pada daerah kontak antar partikel. Pertumbuhan neck
terjadi karena adanya perpindahan massa serbuk berupa bulk transport dan
surface transport. Mekanisme surface dan bulk transport terskema pada
Gambar 2.6
Sumber: German, 1994
Gambar 2.6 Mekanisme perpindahan massa serbuk
Proses sintering melalui pergerakan atom akan mengurangi energi
permukaan (surface energy) antar partikel. Energi permukaan perunit
volume berbanding terbalik dengan diameter partikel. Sedangkan energi
permukaan tergantung dari luas permukaan. Oleh karena itu, partikel serbuk
dengan ukuran partikel kecil dengan luas permukaan spesifik besar
memiliki energi yang lebih besar dan lebih cepat terjadi sintering. Luas
permukaan spesifik adalah luas permukaan serbuk dibagi dengan massa
serbuk (German, 1994).
28
Sumber: German, 1994
Gambar 2.7 Skema penyusutan rongga-rongga selama proses sintering
Gambar 2.7 menerangkan skema penyusutan rongga- rongga selama proses
sintering yaitu:
1. Initial Stage
Pada tahap ini mana akan terjadi peningkatan area kontak antar
partikel, berkurangnya rongga dan meningkatnya “neck”. Pada tahap ini
terjadi mekanisme aliran massa berupa surface transport dimana
mekanisme tidak berperan terhadap terjadinya shrinkage (German,
1994).
2. Intermediate Stage
Pada tahap ini terjadi mekanisme aliran massa berupa bulk transport
yang berperan terhadap terjadinya shrinkage, selain itu surface transport
juga masih berlangsung. Porus berkurang karena terjadi difusi porus
sebagai akibat meningkatnya neck ratio, kemudian porus bergerak
menuju grain boundary membentuk saluran rongga (open chanels),
kemudian akan terlokalisir pada sudut butir dan menjadi lebih smooth.
Pada tahap ini densitasnya bisa mencapai 90 %.
3. Final Stage
Pada tahap ini porus akan terisolasi dan grain boundary berdifusi
(menyatu), jika proses terus dilanjutkan akan terjadi pertumbuhan butir.
Terisolasinya porus menyebabkan tidak akan terjadi densifikasi lanjut.
Titik kontak antar partikel tumbuh menjadi daerah neck. Setelah
tahap awal yang ditandai dengan terjadinya neck growth yang besar,
sintering dilanjutkan dengan pembentukan batas butir dan penyusunan
29
pola rongga-rongga. Pada awal intermediate stage, geometri rongga
tampak sangat kusut dan terletak pada interface batas butir membentuk
open chanel. Hal ini akan mengakibatkan rongga akan terlokalisir pada
sudut butir dan berbentuk lebih halus (smooth). Pada sintering tahap
akhir, geometri dari rongga mencapai bentuk bola (sphere) artinya telah
terjadi densifikasi yang sempurna dengan mekanisme pengurangan
ukuran radius rongga. Pada sintering tahap akhir densifikasi dan
pengurangan radius porus terisolasi berlangsung sangat lambat.
Kekuatan material teknologi serbuk berasal dari kekuatan ikatan
antar serbuk, selain itu dipengaruhi pula oleh densitas, porositas, bentuk
pori, ukuran partikel. Material dengan porositas yang lebih besar
memiliki kekuatan yang rendah. Porositas yang besar menyebabkan luas
efektif material dalam menahan beban menjadi lebih sedikit, selain itu
juga akan meningkatkan perambatan retak. Pori merupakan initial crack
pada suatu material. Proses perambatan retak bisa dilihat pada Gambar
2.8.
Sumber: German, 1994
Gambar 2.8 Crack propagation pada material berpori
Dampak proses kompaksi terhadap hasil sintering adalah
berkurangnya rongga-rongga, serta menambah luas area kontak antar
partikel, sehingga sifat material hasil proses sintering akan mengalami
peningkatan kekuatan, densitas, serta berkurangnya shrinkage saat
proses sintering.
30
Sumber: German, 1994
Gambar 2.9 Penyusutan (shrinkage) material setelah sintering
Pada Gambar 2.9 tampak bahwa sintering hasil injection molding
akan mengalami penyusutan yang relatif seragam. Hal ini dikarenakan
tekanan yang diberikan pada material terjadi saat proses sintering,
sehingga menghasilkan tekanan yang relatif seragam di setiap bagian
material. Sedangkan pada sintering hasil kompaksi cenderung akan
mengalami penyusutan yang tidak seragam. Hal ini terjadi karena
tekanan yang diterima material saat kompaksi cenderung lebih besar
pada bagian tepi atau ujung-ujung cetakan.
2.5 Pengujian - Pengujian Sifat Mekanik
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka
yang harus dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap material tersebut.
Ada beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat
material, antara lain :
1. Pengujian Impact
Pengujian impak atau impact toughness pada sample uji
bertujuan untuk mengetahui ketahanan material terhadap beban kejut
dan untuk mengukur kegetasan atau keuletan dari sebuah material
dengan pembebanan secara tiba-tiba. Untuk mengetahui ketangguhan
impak maka pengujian dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode
impak charpy dan metode impak izod.
31
Usaha yang dilakukan pendulum atau usaha yang diserap benda uji
sampai patah dapat di ketahui dengan menggunakan Persamaan 2.1 dan
2.2 :
𝑊' = 𝐺. ℎ' (2.1)
Atau
𝑊' = 𝐺. 𝜆(1 − cos 𝛼) (2.2)
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui
dengan menggunakan Persamaan 2.3 dan 2.4:
𝑊! = 𝐺. ℎ! (2.3)
Atau
𝑊! = 𝐺. 𝜆(1 − cos 𝛽) (2.4)
Dan besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji
dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan 2.5 dan 2.6:
𝑊 =𝑊' −𝑊! (2.5)
Atau
𝑊 = 𝐺. 𝜆(cos 𝛽 − cos 𝛼) (2.6)
Besarnya harga impak dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan
2.7:
𝐾 = ()"
(2.7)
Keterangan:
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg.m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg.m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg.m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos α = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum
K = nilai impak (kg.m/mm2)
Ao = luas penampang dibawah takikan (mm2)
32
2. Pengujian Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji
kekuatan suatu bahan/matrial dengan cara memberikaan beban gaya
yang sesumbu. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat
penting untuk merekayasa teknik dan desain produk karena
menghasilkan data kekuatan matrial. Pengujian uji tarik, benda uji diberi
beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinyu.
3. Pengujian Densitas
Pengujian densitas pada semple uji bertujuan untuk mengetahui
kerapatan material dalam berat material. Besaran massa jenis dapat
membantu menerangkan mengapa benda yang berukuran sama
memiliki berat yang berbeda. Untuk mengetahui kerapatan material
maka pengujian yang dilakukan menggunakan alat uji densitas.
Untuk densitas dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.8 :
𝜌 = $*
(2.8)
Keteragan :
𝜌 = massa jenis (kg/m3) atau (g/cm3)
𝑚 = massa (kg atau g)
𝑣 = volume (m3 atau cm3)
4. Pengujian Bending
Uji bending atau uji lengkung merupakan salah satu bentuk
pengujian untuk menentukan suatu mutu matrial secara visual. Selain
itu uji bending juga digunakan untuk mengukur kekuatan matrial akibat
pembebanan dan kekenyalan/kelenturan suatu matrial yang di uji.
5. Pengujian Kekerasan
Uji kekerasan merupakan pengujian yang paling efektif. Karena
kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat mekanis suatu
matrial. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau
daerah tertentu saja. Nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan
kekuatan suatu matrial. Dengan melakukan uji kekerasan, matrial dapat
dengan mudah digolongkan sebagai matrial ulet atau getas.
33
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.2 Tempat Penelitian
Pembuatan serbuk dilakukan di Workshop Teknuk Mesin Universitas
Islam “45” bekasi dan Proses sintering dan kompaksi dilakukan di Workshop
karet bertempat diperumahan Bekasi Timur regensi dan pengujian matrial
dilakukan di Sentra Teknologi Polimer - BPPT dan Laboraturium SEM
Institut Teknologi Bandung.
3.3 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Grinda duduk
2. Jangka sorong
3. Sarung tangan
4. Termometer tembak
5. Mixer
6. Screening (saringan)
7. Stopwatch
8. cetakan
9. Mesin press
3.4 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. SBR
2. Pelastik LDPE
3. Pelastik PVC
Gambar 3.2 (a) SBR, (b) Plastik LDPE, (c) Plastik PVC
C A B
3.5 Variabel Penelitian
Adapun variabel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tidak tetap, berupa variasi waktu sintering:
5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit
2. Variabel tetap:
a. Campuran polimer SBR 70% LDPE 20% PVC 10%
b. Temperature = 170oC
c. Tekanan = 1,013 bar
d. Ukuran material 60 mesh.
3.6 Spesimen Penelitian
Gambar 3.3 (a) spesimen uji impak; (b) spesimen uji densitas
Gambar 3.3 Spesimen yang digunakan dipenelitian ini yaitu material
karet ban, plastik LDPE dan plastik PVC yang dijadikan spesimen komposit.
Pada penelitian ini sampel berjumlah 4 dengan jenis komposisi yang sama dan
temperatur yang sama tetapi dengan penahanan waktu yang berbeda, antara
lain:
a. Spesimen 1 dengan penahanan waktu 5 menit.
b. Spesimen 2 dengan penahanan waktu 10 menit.
c. Spesimen 3 dengan penahanan waktu 15 menit.
A B
d. Spesimen 4 dengan penahanan waktu 20 menit.
3.7 Prosedur penelitian
Prosedur penelitian dimulai dari pemilihan bahan baku, pembersihan
bahan baku dari kotoran, kemudian masuk ke dalam proses pembuatan bahan
baku menjadi serbuk, setelah itu bahan baku dipisahkan berdasarkan ukuran
mesh 60 dengan saringan, bahan dicampur dengan dimixing dengan blender
listrik, tahap selanjutnya adalah proses pencetakan dengan temperatur
sintering sebesar 1700C. Proses pengujian berupa uji impak, uji densitas dan
foto SEM dilakukan dengan sampel masing-masing, uji impak 5 sempel, uji
densitas 4 sampel dan foto SEM 4 sampel. Prosedur meliputi beberapa
tahapan yaitu:
3.7.1 Proses Pembuatan serbuk
Proses pembuatan serbuk diawali dengan pengumpulan bahan baku
yaitu pipa saluran air bekas (PVC), botol bekas obat (LDPE), serta karet ban
bekas bagian luar. Awalnya semua bahan baku ini dilakukan proses
pembersihan, untuk pipa saluran air bekas serta botol bekas obat dibersihkan
terlebih dahulu. Kemudian ban dan plastik dipotong ukuran kecil untuk
memudahkan dalam proses penggerindaan seperti terlihat pada Gambar 3.4.
Tahap selanjutnya adalah penggerindaan setiap bahan baku sampai ukuran
serbuk cukup kecil.
Gambar 3.4 (a) proses pembuatan serbuk; (b) serbuk
A B
3.7.2 Proses Screening
Proses screning dilakukan untuk memisahkan ukuran material agar
material serbuk bisa seragam dalam ukuran dan untuk menghindari
terjadinya rongga-rongga karena perbedaan ukuran dalam proses kompaksi
seperti terlihat pada Gambar 3.5, screening juga bermanfaat untuk
menyaring kotoran yang terjadi saat proses penggerindaan material.
Screnning bubuk memakai mesh berukuran 60 mesh dan untuk alat screning
nya itu sendiri disini berukuran tinggi 5 cm lebar nya 20 cm.
Gambar 3.5 (a) proses penyaringan serbuk; (b) serbuk yang telah disaring
3.7.3 Mixing Bahan Dasar
Agar mendapatkan sistem material serbuk yang homogen, memiliki
distribusi partikel yang baik serta menghilangkan segregasi maka proses
mixing (dry mixing) perlu dilakukan. Pada penelitian ini komposisi dari
serbuk gabungan adalah 20 % LDPE, 10 % PVC, serta 70 % karet. Proses
mixing dilakukan dengan mesin mixer.
3.7.4 Proses Pencetakan dan Kompaksi
Bahan serbuk yang telah dicampur, kemudian dicetak didalam dies
dengan dimensi cetakan sebagai berikut panjang 150 mm, lebar 20 mm dan
tinggi 15 mm untuk pengujian impak dan panjang 200 mm, lebar 20 mm
dan tinggi 15 mm untuk pengujian densitas.
A B
Kompaksi dicapai dengan memutar ulir sampai tekanan maksimal
dan dilakukan penahanan dengan pertimbangan untuk menghindari
penyusutan jika dilakukan dengan waktu penahanan yang lebih lama.
Gambar 3.6 (a) proses pencetakan untuk uji impak; (b) proses pencetakan untuk uji densitas
3.7.5 Proses Sintering
Pemanasan serbuk dicapai dengan elemen pemanas yang
ditempatkan pada punch dan dies. Suhu dalam cetakan diatur sampai dengan
1700C. Holding time diatur selama 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20
menit. Setelah waktu penahanan sintering tercapai. Pendinginan setelah
sintering dilakukan dengan mengeluarkan spesimen dari cetakan dan
membiarkannya diudara bebas.
Gambar 3.7 (a) proses pemanasan sintering; (b) proses pengecekan temperatur
sintering
A B
A B
3.8 Pengujian Sifat Mekanik
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka yang
harus dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap material tersebut. Ada
beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat
material, antara lain :
3.8.1 Uji Impak
Pengujian impak menggunakan metode charpy dan menggunakan
standar ISO 179. Berdasarkan standar ISO 179 sample uji memiliki dimensi
T: 4 mm, L: 10 mm dan P: 80 mm.
Berikut ini adalah prosedur pengujian kekuatan impak metode
charpy :
1. Sebelum diuji spesimen akan diproses Conditioning chamber
2. Atur posisi hammer pada sudut 700 dengan lock hammer.
3. Letakan spesimen pada anvil spesimen.
4. Lepaskan lock hammer sehingga mengayun dan mematahkan
specimen.
5. Catat hasil impak dengan melihat layar hasil
Gambar 3.8 Alat Uji Impak
3.8.2 Uji Densitas
Pengujian densitas menggunakan standar ASTM D1622.
Berdasarkan standar ASTM D1622 sample uji memiliki dimensi T: (13 ±
16) mm, L: (15 ± 17) mm, P: (20 ± 27) mm.
Berikut ini adalah prosedur pengujian densitas :
1. Sebelum diuji spesimen akan diproses Conditioning chamber
2. Mengukur volume spesimen.
3. Mengukur massa spesimen dengan cara ditimbang.
4. Menghitung hasil pengukuran volume dan massa spesimen.
Gambar 3.9 Alat Uji Densitas
3.8.3 Uji SEM dan EDS
Pengujian SEM pada semple uji bertujuan untuk mengamati apa
yang terjadi di dalam spesimen antara bahan dan lapisan oksida, dan
pengujian EDS bertujuan untuk mengetahui komposisi apa saja yang
terkandung di dalam spesimen. Untuk mengetahui hasil SEM dan EDS
maka pengujian yang dilakukan menggunakan alat uji SEM. Adapun
pengujian SEM dan EDS menggunakan Alat JEOL-JSM-6510LA dengan
variasi pembesaran 5X hingga 300000X. Sample uji memiliki dimensi T: (5
± 10) mm, L: (5 ± 10) mm, P: (5 ± 10) mm. Berikut ini adalah prosedur
pengujian SEM dan EDS :
1. Letakan sampel di atas specimen holder mengarah vertikal ke
atas.
2. Pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat
dengan anoda.
3. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
4. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan
sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai.
5. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan
mengeluarkan electron baru yang akan diterima oleh detektor
dan dikirim ke monitor.
Gambar 3.10 Alat Uji SEM dan EDS
DAFTAR PUSTAKA
Destyanto, Fendy, 2007, Studi Eksperimental Pengaruh Suhu Sintering Terhadap
Sifat Fisik dan Mekanik Komposit Plastik (HDPE-PET)- Karet Ban Bekas,
Skripsi, Program Sarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Formela, Krzysztof., Jozef, Haponiuk., dan Mohammad, Reza, Saeb., 2015,
“Interfacially modified LDPE/GTR composites with non-polar elastomers:
From microstructure to macro-behavior”, Journal Polymer Testing, Vol 4:
89-98, http://dx.doi.org/10.1016/j.polymertesting.2015.01.003.
German M Randall, 1994, Introduction to Powder Metallurgy Science, The
Pensylvania State University, New Jersey.
Ibnuwibowo, Agung, 2012, Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Karakteristik
Mekanik Komposit HDPE-Sampah Organik, Skripsi Teknik Mesin –
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jati W, 2007, Studi Pengaruh Tekanan Kompaksi Terhadap Sifat Komposit Plastik-
Karet Dengan Menerapkan Teknologi Serbuk Konvensional, Skripsi, Teknik
Mesin.
Nurhanjati, Sri Dwiwahini, Brotoningsih, 2012, Pengaruh Nano-Preciptated
Calcium Carbonate Terhadap Kualitas Komposit Polivinil Klorida,’’Jurnal
Riset Industri Vol. VI No. 2, 2012, Hal. 129-136
Sulardjaka, M.S. Rahman, C. Wahyudianto, 2013, Pengaruh Waktu Dan
Temperatur Sinter Terhadap Densitas Dan Porositas Komposit Aluminium
yang diperkuat Limbah Geothermal, Jurnal Teknik Mesin FT – Universitas
Diponogoro
Tutuko SW, 2007, Studi Pengaruh Waktu Sintering pada Komposit Plastik HDPE-
Karet, Skripsi, Teknik Mesin FT – UNS.
Yafie, Mohammad Safrudin, Widyastuti, 2012, Pengaruh Variasi Temperatur
Sintering dan Waktu Tahan Sintering Terhadap Densitas dan Kekerasan
pada Mmc W-Cu Melalui Proses Metalurgi Serbuk, Jurnal Teknik Matrial
dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri – ITS
Yudi, 2011, Aplikasi Biokomposit Pada Bidang Otomotif:
https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/12/04/aplikasi-biokomposit-
pada-bidang-otomotif/
Recommended