View
295
Download
34
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF:
PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN
USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA
DISERTASI
Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret dalam Memenuhi Sebagian Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Doktor Linguistik
Peminatan Utama Pengajaran Bahasa
Imam Ghozali T. 1205002
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI LINGUISTIK S3
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA
DISERTASI UNTUK MEMPEROLEH
GELAR DOKTOR DALAM BIDANG LINGUISTIK MINAT UTAMA: PENGAJARAN BAHASA PADA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
DIPERTAHANKAN DI HADAPAN DEWAN PENGUJI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PADA TANGGAL 15 JUNI 2011
OLEH
IMAM GHOZALI LAHIR
DI TULUNGAGUNG 1954
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI LINGUISTIK S3
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Imam Ghozali
NIM : T. 1205002
Program : Pascasarjana S3 UNS
Program Studi : Linguistik
Tempat & Tanggal Lahir : Tulungagung, 5-9-1954
Alamat : Perum. Sukoharjo Indah. C. 31 Ngaglik, Sleman
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa disertasi yang berjudul: “PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA” adalah asli, bukan jiplakan dan belum pernah diajukan oleh penulis lain untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Semua temuan, pendapat atau gagasan orang lain yang dikutip dalam disertasi ini
ditempuh melalui tradisi akademik yang berlaku dan dicantumkan dalam sumber
rujukan dan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, saya sanggup menerima sanksi
yang berlaku.
Surakarta, 15 Juni 2011
Yang membuat pernyataan
Imam Ghozali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas ridho-
NYA penulis mampu menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Moch. Syamsul Hadi. Sp.KJ., Rektor
UNS periode 2007-2011, Prof. Dr. Ravik Karsidi. MS., Rektor UNS periode 2011-
2015, dan Direktur Program Pascasarjana UNS, Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D,
yang telah memberi kesempatan penulis menempuh program doktor di UNS.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Prof. Dr. H. D. Edi Subroto
sebagai Ketua Pogram Studi Linguistik S3 UNS dan segenap staf Program
Pascasarjana UNS yang memberikan segala bentuk layanan dan dukungan demi
selesainya penyusunan disertasi ini baik dalam bentuk kesempatan belajar, beasiswa
dan bantuan penyelesaian penyusunan disertasi. Penulis menyadari bahwa tanpa
fasilitas dan bantuan tersebut disertasi ini tidak akan pernah terwujud.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan Kepada Prof. Dr. H. Joko
Nurkamto, M. Pd. dan Dr. H. Sujoko, M.A selaku komisi promotor yang telah
memberikan bimbingan penyusunan disertasi ini dari awal sampai selesai. Penulis
juga berterima kasih kepada Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana, Prof. Dr. Soepomo
Prodjosoedarmo, Prof. Dr. Syamsi Haryanto, M. Pd., dan Dr. Tri Wiratno, M.A.
yang telah berkenan memberi masukan serta dorongan dalam menyelesaikan
penyusunan disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan Kepada: Prof. Dr. Ir. Budi
Santoso Wignyosukarto–Koordinator Kopertis Wilayah V periode 2005-2010 dan
Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., DEA.– Koordinator Kopertis Wilayah V periode
2010-2015 yang telah memberi izin belajar, Prof.Dr. Djohar, M.S–Rektor UST,
Prof. Dr. Supriyoko, M. Pd. –Direktur Pascasarjana UST, Drs. Tarto, ST, M. Pd.—
Dekan FKIP UST, serta T.M.A. Kristanto, M. Hum.—Ketua Prodi PBI-UST atas
izin dan berbagai bentuk bantuan yang diberikan kepada penulis untuk
meneyelsaikan program Doktor di UNS ini. Penulis menyadari bahwa sebaga
bantuan dan dorongan tersebut telah memberikan kekuatan batin yang sangat
berguna untuk menyelesaikan program ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala SMKN 4 Yogyakarta
yang telah mengizinkannya melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. Terima
kasih penulis sampaikan kepada para guru dan siswa Jurusan Usaha Jasa Usaha
Pariwisata yang terlibat langsung dalam rangkaian kegiatan penelitian yang menjadi
dasar penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada
semua nara sumber, baik dari Kepala SMK di DIY, guru bahasa Inggris SMK,
Widayaiswara, maupun pengawas yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberikan berbagai data yang penulis perlukan dalam penyusunan
disertasi ini.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis berikan khusus kepada Ayu M.
Rahayu, isteri tercinta, beserta Eva dan Dewi, kedua puteri penulis yang tanpa lelah
selalu memberi dorongan agar penulis menyelesaikan program Doktor ini. Doa dan
dorongan yang terus menerus yang diberikan telah memberi kekuatan penulis
menyelesaikan program ini.
Akhirnya, penulis berdoa semoga segala bantuan dan pengorbanan semua
yang penulis sebutkan di atas menjadi amal kebaikan; dan semoga Allah SWT
berkenan memberikan balasan yang setimpal. Amiin.
Surakarta, 15 Juni 2011 IG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Imam Ghozali: T. 1205002. 2011. Pengembangan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk Sekolah Menengah Kejuruan: Penelitian Pengembangan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Yogyakarta. Disertasi. Program Pascasarjana Program Studi Linguistik S3, Universitas Sebelas Maret. Pembimbing Utama: Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. Pd. Pembimbing Pendamping: Dr. H. Sujoko, M.A.
Belum adanya buku teks bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang secara integratif mengakomodasi tuntutan kurikuler dan dunia kerja membuat proses pengajarannya kurang efektif. Kondisi tersebut dapat dijembatani dengan penyusunan buku teks yang memenuhi kriteria tersebut melalui penelitian pengembangan pendidikan atau educational research and development (R & D).
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan prosedur R & D (Borg dan Gall, 1983) yang diterapkan dalam tiga tahap. Tahap pertama—penelitian eksplorasi—dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2006-2007 dan melibatkan 14 SMK dan 27 stakeholder pengajaran bahasa Inggris di DIY dengan beragam latar belakang. Data yang berupa informasi tentang buku teks bahasa Inggris dan pemakaiannya dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan analisis dokumen. Penelitian tahap kedua—penelitian pengembangan —dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2007-2008 dan melibatkan empat orang narasumber, dua orang guru dan satu kelas siswa Usaha Jasa Pariwisata (UJP) SMKN 4 Yogyakarta yang terdiri dari 32 siswa. Data yang berupa fitur kelemahan dan kekuatan prototipe buku teks yang digunakan dalam tahap pengembangan dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahap ketiga—penelitian eksperimen—dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2007-2008 dan melibatkan dua kelas siswa UJP SMKN 4 Yogyakarta dan dua guru kolaborator. Data yang berupa skor efektifitas pembelajaran dikumpulkan melalui pre- dan pos-tes. Data penelitian eksplorasi dan PT dianalisis dengan analysis data Model Miles dan Huberman (1994) yang terdiri dari tiga langkah yang saling terkait. Model tersebut dikombinasikan dengan content analysis model Mayring (2000). Inti pemakaian model ini adalah pertama, data yang diperoleh disaring dan disederhanakan berdasarkan permasalahan yang diteliti (reduction), disajikan (display) dalam format tertentu. Data penelitian eksperimen dianalisis dengan t-test.
Temuan penelitian eksplorasi menunjukkan bahwa para guru menggunakan beberapa bahan ajar cetak yang beragam baik dari segi kualitas maupun penyusunnya. Pemilihan buku tersebut didasarkan atas cakupan kompetensi sasaran. Sebagian guru menggunakan buku teks apa adanya dan mengikuti alur sajian yang ada. Sebagian lain hanya memilih bagian-bagian yang dinilai sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan. Temuan tahap pengembangan adalah bahwa buku teks bahasa Inggris yang baik perlu mencakup Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang tertuang dalam KTSP serta cakupan TOEIC test; dan beragam tema dan task sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa. Temuan penelitian eksperimen menunjukkan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks integratif yang dikembangkan melalui R & D ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
menunjukkan prestasi yang lebih tinggi dari kelas lain yang menggunakan LKS yang biasa digunakan guru. Kondisi ini ditunjukkan dengah hasil uji t. Sebesar –3,365 dan berada dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed) sebesar 0,001. Artinya bahwa perbedaan tersebut sangat meyakinkan.
Kesimpulan penelitian ini adalah upaya peningkatkan prestasi pembelajaran bahasa Inggris siswa SMK dapat dilakukan, antara lain, melalui pemakaian buku teks yang memenuhi tuntutan kurikulum dan tuntutan dunia kerja secara integratif. Buku teks— Bahasa Inggris Integratif untuk SMK—yang disusun berdasarkan atas rambu-rambu tersebut mampu meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris siswa lebih tinggi dari mereka yang belajar dengan menggunakan bahan LKS. Berdasarkan temuan tersebut para guru bahasa Inggris di SMK disarankan untuk menggunakan buku teks memuat fitur seperti yang diterapkan dalam Bahasa Inggris Integratif untuk SMK agar mereka dapat mengembangkan proses pembelajaran yang efektif. Karena belum tersedianya buku teks seperti itu, mereka yang mengajar di UJP disarankan untuk menggunakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang telah terbukti kinerjanya dalam mengembangkan pengalaman belajar yang efektif di jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
ABSTRACT
Imam Ghozali: T. 1205002. 2011. Pengembangan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk Sekolah Menengah Kejuruan: Penelitian Pengembangan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Yogyakarta.. Dissertation. Program Pascasarjana Program Studi Linguistik S3, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Promoter: Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. Pd. Copromoter: Dr. H. Sujoko, M.A.
The present study reports an attempt of developing an integrative English textbook for the students of vocational school or SMK to enhance the efficacy of the teaching-learning processes to achieve the curricular and job demands.
The study belongs to an educational research and development or R & D (Borg and Gall, 1983) which aims at: describing fetures of text books used in teaching English in SMKs in Yogyakarta province, using these features to design a text book that accommodates the curricular as well as the job-market demands integratively, and revealing the efficacy of the newly designed text book compared to that of the ordinarily used by teachers called LKS, the short form for Lembar Kerja Siswa. The study was conducted in SMKs in Yogyakarta province for three semesters, from the even semester of 2006-2007 to the even semester of 2007-2008 academic year. The study involved 14 SMKs and 27 stakeholders of education in SMK to cover the principals, English teachers, textbook writers, test constructors, teacher supervisors, and students of the Tourism Industry Department or Jurusan Usaha Jasa Pariwisata (UJP) of SMK N 4 Yogyakarta. Data on English texbooks and their usage in SMKs and the strengths and weaknesses of the newly constructed text book were collected by means of interviews, observation, questionnaires and document analysis. These data were analyzed by means of Miles and Huberman’s (1994) Interactive model combined with Mayring’s (2000) model of Content Analysis. Data on the students’ learning achivement were collected by means of an objective test with 60 items and were analyzed by means of t-test for independent sample.
Findings show that teachers use varieties of text books of their preference to fulfill their varieties of needs. Two of the main indicators for the selection are the curricular and job-market demands. These were, then, used as the bases for constructing a new model of a text book accomplished through a classroom action research. Compared to LKS, the newly designed text book, called Bahasa Inggris Integratif untuk SMK is significantly more effective in enhacing students’ achievement in learning English. This is shown by the obtained value of t-test of –3.365 which lies in the significance level of 2-tailed of 0.001.
Based on the findings, the researcher draws the conclusions that enhancing the quality of the teaching of English in SMK could be conducted through improving the quality of the text book. The text book which bears features of effective text books is more effective in building classroom activities which, further, contributes to the better learning achievements of the students compared to those learning using the LKS. Therefore, teachers teaching English to SMK students are sugested to use text books having similar features as those used in Bahasa Inggris Integratif untuk SMK. As such books are scarce, this text book is highly recommended to use because through the R & D it has proven its efficacy in developing effective classroom activities.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
PEMERTAHANAN DISERTASI ii
PENGESAHAN iii
PERNYATAAN v
PRAKATA vi
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR BAGAN xix
DAFTAR SINGKATAN xx
DAFTAR LAMPIRAN xxii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 11
C. Pembatasan Masalah 13
D. Tujuan Penelitian 13
E. Manfaat Penelitian 15
F. Tata Organisasi Pemikiran dalam Disertasi 16
BAB II LANDASAN TEORI KAJIAN PUSTAKA DAN
KERANGKA BERPIKIR 18
A. Landasan Teori 18
1. Pembelajaran Bahasa 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
a. Model Behaviorist 19
b. Model Innatist 23
c. Model Interactionist 25
2. Sekolah Menengah Kejuruan 29
a. Hakekat Pendidikan SMK 29
b. Sistim Pendidikan SMK 30
c. Pola Penyelenggaraan Pendidikan SMK 31
d. Tujuan Pendidikan SMK 33
e. Struktur Kurikulum 34
f. Evaluasi 36
g. Pengajaran Bahasa Inggris di SMK 38
3. Beberapa Metode Pengajaran Bahasa Inggris di SMK 40
a. Grammar Translation Method 42
b. Direct Methods 43
c. Audiolingual Method 46
d. Total Physical Response 49
e. Communicative Language Teaching 51
f. Competency Based Language Teaching 55
4. Buku Teks 59
a. Pengertian Buku Teks 62
b. Peran Buku Teks 64
c. Penyusunan Buku Teks 70
d. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris untuk SMK 75
5. Buku Teks Bahasa Inggris Integratif 81
B. Kajian Pustaka 83
C. Kerangka Berpikir 87
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 89
A. Metode Penelitian 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
B. Prosedur Penelitian 90
1. Tahap Eksplorasi 94
a. Jenis Penelitian 94
b. Tempat dan Waktu Penelitian 94
c. Subjek Penelitian 95
d. Data dan Sumber Data 96
e. Teknik Pengumpulan Data 97
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 98
g. Teknik Analisis Data 100
2. Tahap Pengembangan 101
a. Prosedur Penelitian 101
b. Tempat dan Waktu Penelitian 105
c. Data dan Sumber Data 107
d. Teknik Pengumpulan Data 107
e. Teknik Analisis Data 108
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 109
g. Subjek Penelitian dan Peran Peneliti 110
3. Tahap Pengujian 113
a. Jenis Penelitian 113
b. Tempat dan Waktu Penelitian 114
c. Variabel Penelitian 115
d. Rancangan Penelitian 116
e. Populasi, Sampel, dan Teknik Penentuan Sampel 117
f. Instrumen Penelitian 118
1) Tes 118
2) Bahan Ajar Bahasa Inggris 137
g. Pengendalian Extraneous Variable 137
1) Pengendalian Validitas Internal 137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
2) Pengendalian Validitas Eksternal 148
BAB IV BUKU TEKS BAHASA INGGRIS di SMK 152
A. Buku Teks yang Digunakan di SMK 152
B. Penilaian Buku Teks 154
1. Penilaian Impressionistic Overview 155
a. Global Access 155
b. English for Vocational School 155
c. Interchange 156
2. Penilaian In-depth Analysis Evaluation 157
a. Global Access 158
b. English for Vocational School 160
c. Interchange 163
3 Rangkuman Penilaian Buku Teks 166
C. Penilaian Buku Teks oleh Praktisi 170
1. Buku Teks Bahasa Inggris yang Digunakan di SMK 170
a. Jenis Buku Teks 170
b. Pemilihan Bahan Ajar Cetak 172
c. Bahan Ajar Non-cetak 177
d. Persepsi Keragaman Buku teks 178
2. Muatan Buku Teks 179
3. Penyajian Muatan Buku Teks 182
a. Sistematika dan Penyajian Muatan Buku Teks 183
b. Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam EVS 185
c. Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam Interchange 187
4. Pemakaian Buku Teks di SMK 190
5. Keunggulan dan Kelemahan Buku Teks 192
6. Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian BukuTeks 195
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
7. Peran BukuTeks dalam Mendukung Pencapaian Tujuan
Kurikuler 199
a. Interchange 200
b. Global Access 201
c. English for Vocational School 202
D. Pembahasan 206
1. Alasan Pemilihan Buku Teks 206
2. Kriteria Pemilihan BukuTeks 208
3. Sistematika Penyajian Muatan BukuTeks 217
4. Pemakaian Buku Teks di SMK 220
E. Rekomendasi Penyusunan BukuTeks Integratif 222
1. Tujuan dan Pendekatan 222
2. Sistematika Penyajian Muatan 223
3. Kegiatan Pembelajaran 223
4. Bahasa 224
5. Tampilan 224
BAB V PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS
INTEGRATIF UNTUK SMK 225
A. Draf Buku Teks 225
B. Hasil Uji Coba 227
C. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 234
D. Deskripsi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 235
E. Catatan Peneliti 246
BAB VI KEEFEKTIFAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS
INTEGRATIF UNTUK SMK 248
A. Hipotesis Penelitian 248
B. Deskripsi Data 249
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
C. Uji Persyaratan 252
D. Pengujian Hipotesis 254
E. Pembahasan 257
F. Keterbatasan Penelitian 266
BAB VII SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 270
A. Simpulan 270
B. Implikasi 273
C. Manfaat Teoritis 278
D. Saran 281
DAFTAR PUSTAKA 284
LAMPIRAN 289
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 1-122
Lampiran 2 Contoh Draf Unit dari Buku Teks Bahasa Inggris
Integratif 123-128
Lampiran 3
a. Contoh Transkrip Wawancara dengan Kepala SMK
b. Focus Group Discussion dengan peserta MGMP
c. Focus Group Discussion dengan siswa
d. Contoh Transkrip interaksi guru-siswa
129 - 137
138 - 150
151 - 152
153 - 163
Lampiran 4 Naskah Tes 163 - 172
Lampiran 5 Lembar Pengamatan 173 - 174
Lampiran 6 Data Siswa SMKN 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran
2007 – 2008 175
Lampiran 7 Hasil Analisis Butir Tes 176 - 178
Lampiran 8 Hasil Analisis Statistik dengan SPSS 179 - 184
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xx
DAFTAR SINGKATAN
ALM = AudioLingual Method
AP = Administrasi Perhotelan
BSE = Buku Sekolah Elektronik
BSNP = Badan Standisasi Nasional Pendidikan
CBLT = Compentency Based Language Teaching
CC = Communicative Competence
CLT = Communicative Language Teaching
Diklat = Pendidikan dan Pelatihan
Dikmenjur = Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
DIY = Daerah Istimewa Yogyakarta
DUDI = Dunia Usaha/ Dunia Industri
ESP = English for Specific Purposes
EVS = English for Vocational Schools Based on the 2006 KTSP Model
GA = Global Access to the World of Work
GTM = Grammar Translation Method
KD = Kompetensi Dasar
Kemendiknas= Kementerian Pendidikan Nasional
KP = Kegiatan Pembelajaran
KTSP = Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
LKS = Lembar Kerja Siswa
LPMP = Lembaga Penjaminan Mutu Pendikan
LPTK = Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
MGMP = Musyawawah Guru Mata Pelajaran
PPL = Praktik Pengalaman Lapangan
Prakerin = Praktik Kerja Industri
PSG = Pola Pendidikan Sistem Ganda
R & D = Educational Research and Development
RPP = Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xxi
SK = Standar Kompetensi
SKL = Standar Kompetensi Lulusan
SKKNI = Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
SMK = Sekolah Menengah Kejuruan
SPN = Sistem Pendidikan Nasional
SPSS = Statistical Package for Social Science
TEFL = Teaching English as a Foreign Language
TKI = Tenaga Kerja Indonesia
TOEIC = Test of English for International Communication
UN = Ujian Nasional
UJP = Usaha Jasa Pariwisata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Analisis Tiga Buku Teks Berdasarkan atas Kandungannya 8
1.2 Rumusan Masalah Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian 15
1.3 Rumusan Tujuan Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian 17
3.1 Perbandingan Tahapan R & D antara Borg dan Gall dan Sukmadinata 97
3.2 Kegiatan, Tempat dan Waktu Penelitian Tahap Eksplorasi 100
3.3 Subjek Penelitian berdasarkan Sekolah dan Statusnya 101
3.4 Narasumber Wawancara dalam Penelitian Tahap Eksplorasi 103
3.5 Waktu Pelaksanaan Uji Coba Buku Teks 112
3.6 Jumlah Siswa UJP SMKN 4 Yogyakarta Th. 2007-2008 123
3.7 Perbandingan Jumlah dan Komposisi Butir Tes Bahasa Inggris UN SMK
dengan Instrumen Penelitian 126
3.8 Ringkasan Hasil Analisis Kesukaran Butir 130
3.9 Perbandingan Komposisi tes berdasarkan Item Facility 132
3.10 Korelasi antara Instrumen dengan Unit dalam Buku Teks 138
3.11 Data Statistik Deskriptif 141
3.12 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen 142
4.1 Daftar Buku dan Sekolah Pemakai 159
4.2 Hasil Penilaian Selintas Buku Teks 164
4.3 Ringkasan Hasil Analisis Buku Teks 166
4.4 Hasil Analisis Buku Teks berdasarkan Model Cunningsworths 1995 176
4.5 Buku Teks Bahasa Inggris yang Diperoleh Sekolah 183
4.6 Sistematika Penyajian Cakupan Tiga Buku Teks 190
4.7 Sistematika Penyajian Tiap Unit Interchange 191
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xviii
4.8 Contoh Kegiatan Pembelajaran Tiap Unit dalam Interchange 196
4.9 Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Buku Teks di SMK 206
4. 10 Ringkasan Kegiatan Belajar Siswa dalam Tiga Kelas 212
4.11 Perbedaan Bahasa dalam Intechange dan EVS 219
4.12 Kriteria Pemilihan Buku Teks oleh Cunningsworth dan Guru 222
4.13 Perbandingan Interchange, GA dan EVS berdasarkan Kriteria
Pemilihan Buku Teks 225
4.14 Perbedaan Penyajian Bahan Ajar dalam Interchange dan EVS 227
5.1 Fitur Draf Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 234
5.2 Perkembangan Prestasi Siswa dalam Proses Pembelajaran 241
5.3 Daftar Isi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 245
5.3 Halaman Pembuka Unit 8 246
5.4 Perbandingan Fitur Draft dengan Versi PenyempurnaanBahasa Inggris
Integratif untuk SMK 254
6.1 Hasil Pretes dan Postes Kelompok Kontrol dan Eksperimen 258
6.2 Ringkasan Deskripsi Data Hasil Pretes 259
6.3 . Ringkasan Deskripsi Data Hasil Postes 261
6.4. Hasil Uji Normalitas Data Pretes 262
6.5. Hasil Uji Normalitas Data Postes 262
6.6 Hasil Perhitungan t-test 265
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xix
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Proses Pembelajaran 63
2.2. Analisis Komponen Pengajaran menurut Dunkin dan Biddle 64
2.3 Kerangka Pikir 92
3.1 Langkah Penelitian Pengembangan Model Sukmadinata 95
3.2 Tahapan Pelaksanaan R & D Model Samsudi 96
3.3. Langkah-langkah Penelitian dan Hasil Akhir tiap Langkah 98
3.4 Bagan Alur Analisis Data dalam Content Analysis 106
3.5 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group 122
3.6 Rancangan Penelitian yang Diterapkan 122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kompetensi bahasa Inggris bagi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dinilai sangat penting untuk mendukung kompetensi kejuruan mereka.
Berbekal kedua kompetensi tersebut, para lulusan SMK diharapkan tidak hanya
mampu memperoleh pekerjaan yang lebih baik di perusahaan-perusahaan nasional
dalam negeri, tetapi juga mampu bersaing untuk memperoleh kesempatan bekerja
di perusahaan multinasional dan bahkan di perusahaan luar negeri. Untuk
mencapai tujuan tersebut pemerintah telah menyusun berbagai program
peningkatan mutu pendidikan SMK agar lulusannya mempunyai daya saing lebih
tinggi. Salah satu programnya adalah penyempurnaan kurikulum tahun 2006 yang
dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Implementasi KTSP
dengan baik diharapkan mampu mengembangkan keragaman potensi dan
keunggulan tiap satuan pendidikan demi perkembangan kompetensi peserta didik.
Program pendidikan dan pelatihan (diklat) di SMK dirancang untuk me-
ngembangkan potensi peserta didik untuk siap bekerja dan mampu menempatkan
diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia (P3GK, 2004: i). Dalam struktur kete-
nagakerjaan, lulusan SMK diharapkan dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja pada
tingkat tukang dan teknisi yang disebut sebagai tenaga semi skilled (Sukamto,
1988: 42). Dengan terus berkembangnya perusahaan multinasional di Indonesia,
kesempatan lulusan SMK yang memiliki kualifikasi semi-skilled untuk memper-
oleh pekerjaan yang lebih layak cukup terbuka. Pemerintah menilai kesempatan
tenaga kerja Indonesia (TKI) semi-skilled untuk memperebutkan pekerjaan di
pasar kerja tingkat regional masih sangat terbuka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Direktorat Pendidikan Menengah Kejujuran (Dikmenjur) menjawab
peluang ini dengan upaya peningkatan mutu pendidikan SMK dan merancang
program pengembangan institusi SMK sebagai salah satu pusat pembudayaan
kompetensi berstandar internasional (P3GK, 2004). Jika kondisi ini tercapai,
lulusan SMK diharapkan memiliki daya saing tinggi yang tidak hanya terserap di
pasaran kerja dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
Sejarah perkembangan pendidikan SMK menunjukkan bahwa pada
awalnya kompetensi berbahasa Inggris tidak dianggap sebagai kebutuhan utama
siswa SMK. Kondisi tersebut dapat diamati dari relatif kurang intensifnya upaya
pengembangan bahasa Inggris dibandingkan dengan pengembangan mata diklat
kejuruan. Pada masa lalu, siswa SMK, yang terdiri dari Sekolah Menengah Teknik
(STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), dan sekolah lain yang sejenis
kurang mampu melihat relevansi mata pelajaran bahasa Inggris dengan masa depan
mereka. Hal tersebut dapat dimaklumi karena wacana lulusan SMK pada masa lalu
adalah mencari pekerjaan di perusahaan dalam negeri. Berbekal kompetensi
kejuruan saja, tanpa bahasa Inggris, saat itu mereka merasa mampu memperoleh
pekerjaan yang dianggap layak serta mampu mengembangkan profesi mereka.
Kondisi tersebut berubah seiring dengan berkembangnya kondisi sosial dan
perekonomian. Pada saat ini banyak perusahaan nasional utamanya multinasional
menawarkan posisi yang memerlukan kompetensi bahasa Inggris yang memadai.
Jika tenaga kerja dalam negeri tidak memenuhi persyaratan, posisi tersebut akan
disisi pekerja asing atau expatriate. Peluang kerja yang menuntut kompetensi
semacam itu juga ditawarkan di luar negeri melalui program pengiriman TKI ke
luar negeri yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Ketenagakerjaan. Karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
perusahaan internasional dan multinasional menawarkan imbalan dan masa depan
yang relatif lebih baik dari yang ditawarkan perusahaan lokal atau nasional, banyak
lulusan SMK berkompetisi untuk bekerja di perusahaan tersebut. Untuk mencapai
tujuan tersebut, mereka dituntut untuk memiliki bekal kompetensi Inggris yang
tinggi di samping kompetensi kejuruan atau professional yang memadai.
Relatif rendahnya motivasi siswa SMK dalam mempelajari bahasa Inggris
pada masa lalu dapat dilihat dari buku teks yang ada. Dapat diamati bahwa jumlah
buku teks bahasa Inggris untuk SMK baik yang diterbitkan oleh pemerintah
maupun yang beredar di pasaran relatif lebih sedikit dibandingkan dengan buku
teks bahasa Inggris untuk sekolah menengah umum. Banyaknya jurusan yang ada
di SMK juga berkontribusi terhadap sedikitnya penerbitan buku teks karena dinilai
kurang menguntungkan dunia bisnis.
Relatif sedikitnya buku teks bahasa Inggris berbasis kejuruan juga terjadi di
Inggris seperti yang digambarkan Tomlinson dan Masuhara (2008: 159) “ because
of the comparatively small number of these learners there is little incentive for the
major UK publishers to produce course materials specially aimed at satisfying
their needs”. Dengan kata lain, karena jumlah pembelajar (bahasa Inggris
keteknikan) relatif sedikit, kebanyakan penerbit di Inggris hanya memperoleh
insentif kecil untuk memenuhi kebutuhan (bahan ajar) mereka. Karenanya,
kebanyakan penerbit enggan menerbitkan buku teks yang oplahnya kecil.
Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan KTSP diharapkan
mampu memperbaiki pencapaian tujuan pendidikan SMK yang berupa
pengembangan seperangkat kompetensi yang diperlukan oleh lulusan SMK,
termasuk kompetensi berbahasa Inggris. Rambu-rambu dalam KTSP meyebutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
bahwa BSNP merumuskan tujuan minimal pembelajaran yang harus dicapai yang
berupa serangkaian kompetensi tertentu dalam bentuk pengembangan standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dalam tingkatan tertentu. Ihwal
pemilihan metodologi pencapaian termasuk penyusunan dan pemilihan buku teks
diserahkan kepada (kelompok) guru dan sekolah (BSNP, 2006). Kebijakan tersebut
dirancang untuk memberikan ruang gerak dan mendorong potensi dan kreativitas
guru dan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang lebih baik.
Panduan Penyusunan KTSP menyebutkan bahwa tiap sekolah dapat
memasukkan potensi dan kebutuhan lokal ke dalam cakupan kurikulum
operasional, termasuk tuntutan dunia kerja (BSNP, 2006: 6). Termasuk dalam
kategori ini adalah tuntutan pencapaian skor TOEIC test sebagai bukti tingkat
kompetensi bahasa Inggris yang diakui secara internasional. Harapan Dikmenjur
agar lulusan SMK mencapai skor TOEIC test antara 500-600 sebagai bagian dari
bekal mereka terjun ke dunia kerja (Hendraswari, Wijana, dan Riskanda; 2000: i)
merupakan hal yang perlu diterapkan dalam pengembangan silabus bahasa Inggris.
Tuntutan pencapaian skor TOEIC test bagi para lulusan SMK secara
langsung mempengaruhi lingkup tujuan pengajaran bahasa Inggris di SMK. Paling
tidak, rumusan yang tercantum dalam kurikulum perlu dimaknai lebih luas bahwa
pengembangan seperangkat kompetensi bahasa Inggris yang diperlukan para
lulusan tidak hanya untuk melaksanakan tindak komunikasi sehari-hari dan dalam
lingkungan kerja dalam bahasa Inggris, tetapi juga untuk mengembangkan
kemampuan mengerjakan soal-soal TOEIC test dengan baik. Dengan demikian
pengalaman belajar yang perlu dikembangkan di kelas perlu mencakup
pengembangan kompetensi untuk melaksanakan kedua macam tujuan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Kegiatan pembelajaran ini dapat berkembang dengan lebih baik dengan adanya
buku teks yang dirancang khusus untuk mencapai tujuan tersebut.
Rambu-rambu pelaksanaan KTSP menyebutkan bahwa guru dapat
menggunakan cara maupun bahan ajar apapun untuk mencapai kedua tujuan
tersebut. Berdasarkan pengamatan awal terungkap bahwa sebagian besar guru
menghendaki disediakannya buku teks untuk menerapkan KTSP. Paling tidak, ada
kebijakan yang tegas buku teks mana saja yang menenuhi syarat atau yang
direkomendasikan. Di kalangan guru berkembang kecenderungan untuk
menggunakan buku teks tertentu seperti Global Access to the World of Work
(GA), English for Vocational Schools (EVS) dan beberapa versi Lembar Kerja
Siswa (LKS).
Pemakaian berbagai bahan ajar yang tersedia di pasaran sebagai sumber
bahan ajar di sekolah merupakan hal yang lazim. Dengan bahan ajar tersebut guru
memperoleh pegangan dan arahan pengembangan proses pembelajaran. Lebih
lanjut J. Richards menyebutkan “Textbooks and other commercial materials in
many situations represent the hidden curriculum of many language courses and
this plays a significant part of the process of teaching and learning” (2000: 125).
Pada umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun buku teks yang
tersedia di pasaran tidak sama persis dengan tujuan kurikuler suatu program
pendidikan (Dat, 2008: 265; Tomlinson dan Masuhara, 2008: 162). Dalam
menelaah pemakaian buku teks EFL yang digunakan di ASEAN, Dat
mengambarkan temuannya dalam metafora “when a free-size shirt is designed for
everyone, it has the potential to suit some and is likely rejected by other” (2008:
265).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Kondisi yang sama juga dapat diamati di Indonesia. Ada beberapa buku
teks bahasa Inggris yang disusun untuk digunakan di SMK. Namun demikian
pernyataan tersebut tidak selalu konsisten dengan isi dan cakupan yang ada. Untuk
itu perlu dilakukan penilaian yang lebih seksama dan sistimatis untuk
mengungkapkan sejauh mana isi, penyajian, dan pengurutan tersebut memenuhi
kebutuhan siswa, kemampuan guru, ketersediaan media pendukung serta
kesesuaiannya dengan rambu-rambu kurikulum yang diterapkan. Berdasarkan
penilaian ini keputusan pemakaian buku teks tertentu dapat lebih
dipertanggungjawabkan.
Hal ini juga berlaku pada beberapa buku teks seperti GA, EVS dan
Interchange. Kenyataan bahwa seringnya buku itu dicantumkan sebagai sumber
bahan dalam contoh pengembangan silabus bahasa Inggris untuk SMK berarti
bahwa buku tersebut mengandung unsur-unsur yang perlu dan dinilai memadai
dipakai sebagai sumber dalam menyusun rencana pembelajaran. Namun demikian,
pencantumannya tidak otomatis berarti bahwa buku tersebut tepat digunakan
sebagai buku teks yang berdiri sendiri.
Analisis sekilas yang dilaksanakan peneliti atas isi ketiga buku teks tersebut
berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan pengajaran yang tercantum dalam KTSP
Bahasa Inggris untuk SMK serta pengembangan kemampuan menjawab soal
TOEIC test menunjukkan bahwa tidak satupun buku tersebut dapat berfungsi
sebagai buku teks yang memadai untuk mengembangkan kedua kompetensi
tersebut (Periksa Tabel 1.1). Kenyataan menunjukkan bahwa tiap buku mempunyai
kontribusi tertentu dalam membangun pengalaman belajar untuk mencapai
kompetensi tersebut, namun demikian tak satupun buku tersebut mencukupi untuk
memenuhi tuntutan pengembangan kompetensi bahasa Inggris di SMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tabel 1.1 Analisis Tiga Buku Teks Berdasarkan atas Kandungannya (dengan skala 1-5) *
No Kandungan
Buku teks
Kesesuaian dengan KTSP
Kesesuaian dengan materi TOEIC test
1 Interchange 4 2
2 G A 2 2
3 EVS 4 2
* Model penilaian ini mengikuti model Tomlinson dan Masuhara (2008) dalam menilai buku
teks untuk EFL dan ESP di Inggris.
Dari ketiga buku teks tersebut, hanya EVS yang isinya dikembangkan
berdasarkan rambu-rambu KTSP. Penilaian ini didasarkan atas analisis cakupan isi
buku, khususnya dari halaman daftar isi yang memuat serangkaian SK yang
disajikan berdasarkan sistimatika yang ada dalam KTSP. Namun demikian
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan belum sepenuhnya mengacu pada
pengembangan SK dan KD dalam KTSP. Dengan demikian EVS dinilai 4
berdasarkan kesesuaian dengan KTSP. Berdasarkan indikator ini, Interchange juga
dinilai 4 karena meskipun buku teks tersebut sama sekali tidak mencantumkan SK
dan KD yang ada dalam KTSP, kandungan dan kegiatan pembelajaran yang
dikembangkan dinilai tepat untuk mengembangkan SK tersebut. GA dinilai paling
rendah, 2, karena buku ini menggunakan acuan kurikulum 1999. Meskipun
demikian ada beberapa materi pembelajaran yang masih relevan dengan KTSP.
Dari aspek kesesuaian dengan kandungan TOEIC test, Interchange dinilai
2. Meskipun penyusun Interchange sama sekali tidak bermaksud untuk
menjadikannya sebagai tuntunan untuk mengerjakan TOEIC test, kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan sangat mendukung pengembangan kemampuan
siswa mengerjakan soal-soal TOEIC test khususnya soal-soal listening, baik
picture description, question and answer dan short talk. GA dinilai 2 karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
meskipun beberapa kegiatan pembelajaran dirancang mengacu pada
pengembangan kemampuan mengerjakan soal dalam TOEIC test, kegiatan tersebut
hanya berupa kegiatan sisipan dalam tiap unit dan bukan merupakan bagian utama
dalam proses pembelajaran dalam buku tersebut.
Kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam buku-buku teks di atas
merupakan masukan yang diakomodasi dalam penelitian disertasi ini. Dalam
model buku teks yang dikembangkan melalui penelitian ini, unsur-unsur TOEIC
test yang diakomodasi tidak hanya disesuaikan dengan isi tiap unit buku tersebut,
namun juga dirancang untuk memperkaya pemajanan fungsi bahasa, tema atau
topik yang menjadi sajian utama dalam unit tersebut. Dengan buku teks yang
mengacu pada pencapaian SK dan KD dalam KTSP dan diperkaya dengan unsur
TOEIC test secara integratif, siswa akan dapat mengembangkan kompetensi
komunikatif bahasa Inggris mereka dengan lebih lengkap. Dengan kompetensi
tersebut mereka akan mampu melakukan tindak komunikasi dalam bahasa Inggris
lisan dan tertulis sebagaimana tuntutan SKL SMK, maupun menyelesaikan soal-
soal TOEIC test dalam satu bentuk pengalaman belajar yang terintegrasi.
Penelitian ini dirancang untuk menawarkan alternatif jalan keluar tentang
penyusunan buku teks yang diuraikan di atas. Hasil nyata penelitian ini adalah
tersusunnya buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang dapat secara efektif dipakai
untuk mengembangkan kompetensi berbahasa yang dirumuskan dalam KTSP serta
efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menempuh TOEIC test.
Penelitian ini juga dimotivasi oleh hasil telaah Jack Richards bahwa
… that improvement in the quality of teaching will come about through the use of instructional materials that are based on findings of current theory and research…Good teaching will then result from the use of scientifically based textbooks developed by experts (2000: 128).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Artinya bahwa peningkatan mutu pengajaran dapat dihasilkan dari pemakaian
bahan ajar yang dihasilkan dari penerapan teori terkini dan hasil penelitian.
Pemakaian buku teks yang dikembangkan para ahli secara ilmiah berkontribusi
pada tersusunnya pengajaran yang efektif.
Mengingat sampai selesainya pelaksanaan penelitian ini peneliti belum
menemukan buku teks bahasa Inggris untuk SMK seperti yang memenuhi kriteria
di atas, buku teks yang dikembangkan melalui penelitian ini akan menjadi buku
teks alternatif yang dapat meningkatkan kualitas diklat bahasa Inggris di SMK.
Seandainya, karena keterbatasan peneliti ternyata telah ada bahan seperti itu,
diharapkan buku teks yang disusun ini sangat berguna sebagai pilihan dan
pelengkap buku teks yang telah ada di lingkungan SMK. Dengan adanya pilihan
buku teks yang bervariasi, guru memperoleh alternatif media untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang bervariasi.
Pelaksanaan penelitian ini dimotivasi oleh beberapa masalah yang
berkaitan dengan kondisi diklat bahasa Inggris di SMK. Pertama, penelitian
tentang penyusunan buku teks bahasa Inggris di SMK masih sangat terbatas.
Selama ini telah ada beberapa buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang telah
diterbitkan dan beredar di pasar. Buku tersebut ada yang ditulis oleh penulis
tunggal dan ada yang disusun oleh tim penulis yang kesemuanya berlatar belakang
guru bahasa Inggris di SMK. Buku tersebut disusun berdasarkan pengalaman
mereka mengajar namun bukan sebagai hasil penelitian yang objektif dengan
informasi tentang tingkat keefektifan dan atau kelemahan buku tersebut.
Selain itu, pada tahun 2000 Dikmenjur pernah mengadakan workshop
Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris dengan melibatkan beberapa guru bahasa
Inggris SMK se-Indonesia yang terpilih. Hasilnya adalah tersusunnya tiga julid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
buku teks oleh Dikmenjur pada tahun 2000 dengan judul Global Access to the
World of Work. Buku teks tersebut telah dicetak dua kali dan dibagikan ke seluruh
SMK di Indonesia. Dari telaah awal yang telah peneliti laksanakan pada buku teks
ini, terdapat beberapa unsur yang perlu disempurnakan agar buku itu menjadi buku
teks yang lebih memadai untuk digunakan sebagai buku teks utama di SMK,
khususnya pada penyesuaikan isi buku dengan tuntutan KTSP, lingkup
kebahasaan, format penyajian, serta penambahan materi TOEIC test yang padu.
Dari bukti ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa penelitian yang
bertujuan untuk mengembangkan buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang
mencoba mengakomodasi tuntutan pengembangan seperangkat kompetensi bahasa
Inggris seperti yang tertuang dalam KTSP dan materi TOEIC test belum pernah
dilakukan.
Dari paparan di atas dapat dirumuskan tiga rumusan alasan pokok yang
mendasari pengajuan usulan penelitian ini.
(1) Pertama, pada saat ini sudah ada beberapa buku teks, khususnya yang
berbentuk buku teks, LKS dan handout bahasa Inggris, yang digunakan para
guru bahasa Inggris di SMK. Namun menurut telaah peneliti, bahan tersebut
kurang atau belum memadai karena adanya beberapa kelemahan berikut: (a)
tidak atau kurang sesuai dengan tujuan kurikuler pengajaran bahasa Inggris di
SMK, dan (b) muatan isi kurang atau tidak menunjang pencapaian tujuan
kurikuler bahasa Inggris.
(2) Kedua, buku teks yang tersedia di pasaran disusun oleh guru atau penyusun
berdasarkan pengalaman individu di kelas mereka masing-masing. Buku
tersebut belum pernah ditelaah bersama, dievaluasi secara sistematis atau diuji
coba secara empirik dan terbuka untuk mengetahui keunggulan dan
kelemahannya secara empiris dan objektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
(3) Ketiga, mungkin ada sebagian guru yang menilai bahwa buku teks yang
mereka gunakan selama ini sudah memadai untuk konteks kelasnya. Jika hal
ini benar, usulan penyusunan buku teks bahasa Inggris integratif yang peneliti
laksanakan dapat digunakan sebagai variasi atau alternatif buku teks yang
sudah ada.
Menurut penilaian peneliti, tiga alasan tersebut cukup kuat untuk
meyakinkan berbagai pihak yang terkait untuk mendukung terlaksananya
penelitian ini. Sebaliknya, jika penelitian ini dan yang semacam ini tidak
dilaksanakan, tidak akan ada upaya untuk memperbaiki penyusunan buku teks
yang dapat mendukung pengembangan pengajaran bahasa Inggris di SMK lebih
jauh. Paling tidak dengan tersedianya tambahan variasi buku teks yang tersedia,
guru memperoleh tambahan sumber bahan untuk dapat mengembangkan
pengalaman belajar bahasa Inggris yang lebih kaya bagi siswa dan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai.
B. Rumusan Masalah
Masalah pokok penelitian ini adalah pengembangan buku teks bahasa
Inggris untuk SMK yang secara efektif untuk mengembangkan seperangkat
kompetensi berbahasa siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum serta dunia kerja.
Penelitian ini menggunakan prinsip educational research and development (Borg
dan Gall, 1983) atau penelitian pengembangan pendidikan yang dilaksanakan
dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penelaahan atau eksplorasi temuan-temuan
penelitian yang terkait dengan buku teks bahasa Inggris untuk SMK. Tahap kedua
adalah pengembangan prototipe buku teks, dan yang ketiga adalah pengujian buku
teks di lapangan. Mengingat kegiatan dan tujuan tiap tahap penelitian berbeda,
permasalahan penelitian ini dikelompokkan sesuai dengan ketiga tahapan
pelaksanaan R & D seperti yang tercantum dalam tabel 1.2 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Tabel 1.2 Rumusan Masalah Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian
Tahapan Penelitian Permasalahan Penelitian
1. Eksplorasi 1. Buku teks apa saja yang digunakan untuk mengajarkan bahasa
Inggris di SMK?
2. Apa saja muatan isi tiap buku teks?
3. Bagaimana pengurutan dan pengaturan muatan buku teks
tersebut?
4. Bagaimana pemakaian buku teks bahasa Inggris di SMK?
5. Apa keunggulan dan kelemahan buku teks yang digunakan?
6. Apa kelebihan dan kekurangan pemakaian buku teks yang
dilakukan para guru?
7. Sejauh mana buku teks yang digunakan mencapai tuntutan
pengembangan kompetensi bahasa Inggris di SMK? 2. Pengembangan 1. Apa saja muatan isi prototipe buku teks bahasa Inggris untuk
SMK yang sesuai dengan tuntutan kurikulum?
2. Bagaimana rancangan pengembangan muatan isi prototipe
buku teks sampai dengan penuangannya ke dalam bentuk buku
teks?
3. Bagaimana rancangan pengembangan pengalaman
pembelajaran melalui prototipe buku teks tersebut?
4. Sejauh manakah prototipe buku teks yang dikembangkan dapat
diterapkan di kelas?
5. Apakah kekurangan yang ditemui dalam uji coba?
6. Bagian atau fitur mana saja yang perlu diperbaiki berdasarkan
masukan dari penerapan di kelas tersebut?
7. Sejauh mana protipe buku teks yang dihasilkan membantu
siswa mengembangkan kompetensi bahasa Inggris yang
dituntut di SMK? 3. Pengujian Apakah buku teks tersebut lebih unggul dibandingkan dengan
LKS yang biasa digunakan para guru sebelumnya?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
C. Pembatasan Masalah
Lingkup pemahaman istilah buku teks cukup luas. Buku teks sering kali
tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari bahan berseri. Buku teks
bahasa Inggris yang lengkap, terutama yang ditebitkan oleh penulis dan penerbit
yang ternama, sering kali disertai beberapa materi pendukung seperti
1. buku petunjuk untuk guru atau teachers’ guide,
2. buku latihan atau workbook yang dapat dikerjakan siswa secara mandiri
sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran secara mandiri,
3. bahan rekaman baik yang berbentuk audio dan atau video, dan
4. poster yang menunjukkan gambaran visual isi buku tersebut.
Bahan ajar yang mengiringi buku teks tersebut merupakan materi pelengkap yang
berfungsi sebagai pendukung buku teks tersebut.
Dalam penelitian ini, produk yang dikembangkan berupa buku teks yang
efektif dipakai baik oleh guru maupun siswa dalam proses diklat bahasa Inggris di
SMK Jurusan Usaha Jasa Pariwisata (UJP) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam proses pengembangannya rambu-rambu penerapan, kemungkinan
modifikasi kegiatan yang dapat dilakukan guru sesuai dengan kondisi kelas,
skenario pembelajaran beserta perkiraan alokasi waktu tiap kegiatan disediakan.
Penjelasan seperti ini tidak dicantumkan dalam versi akhir buku teks yang
dikembangkan. Materi lainnya yang terkait dengan buku teks ini adalah rekaman
audio. Karena keterbatasan teknis, rekaman ini disiapkan secara terpisah.
D. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah tersusunnya buku teks bahasa
Inggris integratif untuk SMK yang diharapkan dapat mengembangkan kualitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pembelajaran bahasa Inggris di SMK. Secara rinci tujuan tersebut disajikan dalam
tabel 1.3.
Tabel 1.3 Rumusan Tujuan Penelitian berdasarkan Tahap Penelitian
Tahap Penelitian Tujuan Penelitian
1. Eksplorasi 1. Mendeskripsikan berbagai bahan ajar bahasa Inggris yang digunakan di SMK.
2. Mendeskripsikan muatan isi yang ada dalam tiap bahan ajar. 3. Mendeskripsikan pengurutan dan pengaturan muatan dalam
bahan ajar tersebut. 4. Mendeskripsikan ihwal pemakaian buku teks bahasa Inggris
di SMK. 5. Mendeskripsikan keunggulan dan kelemahan buku teks yang
digunakan. 6. Mendeskripsikan kelebihan dan kelemahan pemakaian buku
teks oleh para guru. 7. Mengevaluasi efektifitas buku teks yang ada dalam
pencapaian tuntutan kompetensi bahasa Inggris di SMK. 2. Pengembangan 1. Menentukan lingkup muatan isi prototipe buku teks bahasa
Inggris yang sesuai dengan tuntutan di SMK. 2. Merancang pengembangan isi prototipe sampai dengan
penuangannya ke dalam bentuk buku teks. 3. Merancang pengalaman pembelajaran yang dapat
dikembangkan melalui prototipe buku teks tersebut. 4. Mengungkapkan hasil pemakaian prototipe buku teks di kelas. 5. Mendeskripsikan berbagai kekurangan prototipe buku teks
tersebut yang ditemui dalam uji coba 6. Merevisi prototipe buku teks berdasarkan masukan dari
penerapan di kelas. 7. Mengevaluasi efektifitas prototipe buku teks yang dihasilkan
dalam mengembangkan kompetensi bahasa Inggris sesuai tuntutan SMK.
3. Pengujian Mengungkapkan keunggulan buku teks integratif yang dikem-bangkan ini dibandingkan dengan LKS yang digunakan guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Diharapkan produk yang dihasilkan melalui penelitian ini adalah buku teks
yang siap pakai di kelas dan yang terbukti mempunyai keunggulan atau efektifitas
dalam mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris di SMK.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini mencakup manfaat teoretis dan
manfaat praktis yang jabaran singkatnya adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini memperkaya khasanah kajian buku teks yang berbasis ESP,
khususnya bahasa Inggris di lingkungan SMK yang mengintegrasikan rambu-
rambu kurikulum yang berlaku dengan materi TOEIC test. Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai model pengembangan buku teks yang sesuai dengan
kondisi sekolah atau jurusan tertentu.
2. Manfaat Praktis.
Manfaaat praktis penelitian ini mencakup manfaat bagi guru, siswa serta institusi
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang masing-masing
dijabarkan berikut.
a. Bagi Guru.
Penelitian ini dibangun berdasarkan atas pengalaman serta permasalahan yang
dihadapi guru bahasa Inggris di SMK dalam memilih dan menggunakan buku
teks untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran secara efektif. Prosedur
penyusunan tersebut dapat diterapkan oleh guru untuk mengembangkan buku
teks serupa. Selain itu, buku teks ini dapat digunakan sebagai sarana
pengembangkan proses belajar-mengajar bahasa Inggris yang efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Bagi Siswa
Siswa yang belajar bahasa Inggris dengan menggunakan buku teks ini dapat
langsung memperoleh kentungan karena mereka mengikuti pengalaman belajar
yang efektif untuk mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa Inggris
mereka sekaligus dapat menyiapkan diri untuk menempuh TOEIC test dengan
lebih baik.
c. Bagi LPTK.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh kajian akademis di LPTK
jurusan atau program studi pendidikan bahasa Inggris. Hasil penelitian ini
sangat relevan dengan beberapa matakuliah yang ada dalam kurikulum seperti
Kajian Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum dan Bahan Ajar
(Curriculum and Materials Development).
F. Tata Organisasi Pemikiran dalam Disertasi
Penyajian disertasi yang berjudul Pengembangan Model Buku Teks Bahasa
Inggris Integratif untuk SMK ini mengikuti sistematika berikut. Bab 1,
PENDAHULUAN, menyajikan masih sedikitnya buku teks bahasa Inggris yang
memenuhi tuntutan kurikuler SMK dan dunia kerja. Bab 2 menyajikan beberapa
teori yang relevan dengan permasalahan tersebut yang meliputi teori pembelajaran
bahasa, pengajaran bahasa Inggris di SMK dan penyusunan buku teks bahasa
Inggris integratif. Bab 3, METODOLOGI, menyajikan ihwal teori dan pelaksanaan
R & D yang dilaksanakan dalam tiga tahap penelitian; eksplorasi, pengembangan,
dan pengujian yang hasil tiap tahapnya disajikan dalam satu bab tersendiri. Bab 4
menyajikan temuan penelitian tahap eksplorasi bahwa guru cenderung
menggunakan beberapa buku teks yang pemilihan serta pemakaiannya ditentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
oleh kondisi sekolah, siswa dan guru. Bab 5 menyajikan hasil tahap pengembangan
yang mencakup deskripsi draf buku teks, proses pengembangan melalui uji coba di
kelas, hasilnya dan deskripsi versi penyempurnaan buku teks setelah diujicoba.
Bab 6 menyajikan hasil pengujian buku teks melalui eksperimen; bahwa kelompok
siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks yang dikembangkan melalui R
& D ini menunjukkan prestasi pembelajaran yang lebih tinggi dari mereka yang
menggunakan LKS yang biasa digunakan guru. Bab 7 menyajikan kesimpulan
bahwa rangkaian proses R & D yang telah dilaksanakan menghasilkan buku teks
Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang terbukti lebih unggul dibanding LKS
yang biasa digunakan guru. Dengan demikan disarankan agar guru menggunakan
buku teks bahasa Inggris yang mempunyai fitur seperti yang diterapkan dalam
pengembangan buku teks ini. Khusus para guru yang mengajar bahasa Inggris di
jurusan Usaha Jasa Pariwisata disarankan untuk menggunakan buku teks ini untuk
mengembangkan kompetensi bahasa Inggris siswanya utntuk memenuhi tututan
kurikuler dan dunia kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 18
BAB II
LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA BERPIKIR
Bab II—Landasan Teori, Kajian Pustaka dan Kerangka Berpikir—
menyajikan teori-teori yang relevan dengan buku teks bahasa Inggris yang
digunakan di SMK. Termasuk di dalamnya adalah teori tentang hakikat
pembelajaran bahasa, berbagai metode pengajaran bahasa Inggris yang digunakan di
SMK, kurikulum, silabus, buku teks serta perannya dalam proses pembelajaran.
Sub-bab berikutnya menyajikan beberapa penelitian yang relevan dan ditutup
dengan subbab kerangka berpikir.
A. Landasan Teori
Topik utama penelitian ini adalah pengembangan buku teks bahasa Inggris
integratif untuk SMK. Beberapa teori yang menjadi landasan pembahasan masalah
tersebut mencakup perihal pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran bahasa
Inggris di SMK, pengembangan buku teks integratif serta tahapan-tahapan yang
harus dilakukan.
1. Pembelajaran Bahasa
Konsep pembelajaran bahasa bervariasi berdasarkan teori hakikat bahasa
yang diakui. Konsep hakikat bahasa juga bervariasi berdasarkan konsep approach
yang didefinisikan Edward Anthony (1963: 64) sebagai “... a set of correlative
assumptions dealing with the nature of language and teaching and learning”, yaitu
seperangkat asumsi teoritis yang saling terkait tentang hakikat bahasa, hakikat
pengajaran dan pembelajaran. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bahasa adalah
salah satu komponen pokok pembentuk konsep approach yang menjadi dasar
teoritis kajian teaching English as a foreign language (TEFL).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dalam kajian psikolinguistik, berkembang beberapa teori tentang hakikat
bahasa yang menjadi dasar berkembangnya konsepsi proses pembelajaran bahasa.
Larsen-Freeman dan Long (1991: 220-229), Goh dan Silver (2004: 17-24), dan
Brown (2007: 24-49) menyebutkan adanya tiga teori utama tentang hakekat bahasa
dalam konsepsi approach. Ketiga model tersebut adalah behaviorist, nativist dan
interactionist. Brown (2007: 33) menggunakan istilah functional approah untuk
merujuk model yang terakhir.
a. Model Behaviorist
Teori behaviorist meyakini bahwa hakikat bahasa adalah “... a subset of
learned behavior” (Goh dan Silver 2004: 17) yaitu sebagai bagian dari perilaku yang
terbentuk dari proses pembelajaran. Pendapat ini menganggap bahwa kemampuan
berbahasa adalah sebagai bagian dari kebiasaan manusia sebagai hasil dari suatu
proses pembelajaran. Konsep ini tercermin dalam model pembelajaran yang
dikembangkan yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan
suatu kebiasaan baru. Kebiasaan ini dapat dibangun melalui serangkaian operasi
pemberian model, menciptakan kondisi agar pembelajar memperhatikan, menirukan,
berlatih dan akhirnya mempraktikkan kebiasaan tersebut. Mekanisme yang
diciptakan memberi penekanan pada pengulangan dalam proses pembelajaran
sampai pembelajar menguasai bentuk-bentuk bahasa yang sesuai dengan kaidah.
Hakikat pengulangan yang berfokus pada bentuk bahasa ini diyakini sebagai
mekanisme efektif untuk menanamkan kebiasaan atau habit formation dalam
berbahasa yang baru dipelajari.
Model pembelajaran menurut teori behaviorist bersifat umum dan dapat
diterapkan pada setiap konteks. Dipercaya bahwa semua proses pembelajaran terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
melalui prosedur dan mekanisme yang sama. Hal ini dinyatakan Goh dan Silver
(2004: 32) “Language learning, like other learning, is learned through imitation,
practice, reinforcement/feedback and habit formation following a stimulus–respond
model”. Teori ini menganggap semua bentuk pembelajaran berlangsung melalui
kegiatan menirukan, berlatih dan mendapatkan masukan atau penguatan untuk
membangun kebiasaan baru berbasis pola stimulus-respon. Tujuan penerapan
mekanisme ini adalah untuk membangun hubungan (bond) antara stimulus dan
respon sehingga terjadi otomatisasi yang dianggap penting dalam proses pemakaian
bahasa.
Teori behaviorist membatasi pembahasan pada hal-hal yang dapat diamati
(observable phenomena) yang lebih mementingkan aspek perilaku kebahasaan yang
dapat diamati. Prinsip tersebut dinyatakan Larsen-Freeman dan Long (1991: 227)
bahwa “learning was seen as behaviour change through habit formation conditioned
by the presense of stimuli and strengthened through practices and selected
reinforcement”. Kutipan tersebut menyebutkan bahwa indikator terjadinya
pembelajaran adalah adanya perubahan perilaku dalam diri pembelajar melalui
mekanisme pananaman kebiasaan yang disebut habit formation. Proses ini akan
berjalan dengan baik jika pembelajar diberi rangsangan untuk direspon dan
diperkuat melalui serangkaian latihan dan penguatan. Dinyatakan bahwa anak telah
mengalami pembelajaran jika terjadi perubahan perilaku berbahasa setelah anak
mengikuti kegitan pembelajaran dibandingkan dengan kemampuan sebelumnya.
Berdasarkan mekanisme di atas, Larsen-Freeman dan Long (1991: 227)
merumuskan bahwa efektifitas proses pembelajaran sebagai “learning is held to
consist of the strengthening and weakening of connections in complex neural
network as a function of the frequency of stimuli in the input,” bahwa efektifitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
proses belajar dapat dilihat dari tingkatan penguatan dan pelemahan hubungan yang
terjalin dalam jaringan otak sebagai hasil dari tingkat frekuensi stimulus yang
diberikan dalam input. Semakin tinggi frekuensi input semakin kuat hubungan yang
terjalin jaringan otak. Demikian pula sebaliknya.
Dalam proses pembelajaran, model behaviorist ini meyakini bahwa peran
lingkungan sangat penting. Larsen-Freeman dan Long (1991: 249) menyebutkan
“ an organism’s nurture, or experience, are of more importance to development
than its nature, or innate contributions”. Menurut model ini, hakikat pembelajaran
atau pengalaman yang diperoleh dari lingkungan mempunyai peran yang lebih
penting dari bakat yang dimiliki anak dalam proses pembelajaran bahasa. Bahkan,
anak digambarkan sebagai tabula rasa (Brown, 2007: 26), yaitu kondisi yang sangat
peka dalam menerima pengaruh dari lingkungan luar terdekat. Kondisi sumber input
yang ada di lingkungan anak diyakini menentukan perkembangan kondisi
kebahasaan anak karena lingkunganlah yang menjadi sumber stimulus yang
berfungsi untuk menggerakkan respon dari anak. Peran pembelajaran, khususnya
kualitas input sangat menentukan. Oleh sebab itu banyak lembaga pengajaran bahasa
Inggris yang menggunakan laboratorium bahasa untuk dapat memberikan kualitas
input yang baik melalui rekaman suara penutur asli yang harus ditiru oleh
pembelajar. Selanjutnya, kualitas stimulus ini sangat menentukan kualitas hasil
pembelajaran.
Teori pembelajaran bahasa menurut behaviorist yang paling terkenal
dirumuskan berdasarkan prinsip operant conditioning hasil eksperimen Skinner
tahun 1957 (Brown, 2007: 26-27). Goh dan Silver (2004: 17) menggambarkan teori
ini sebagai “language acquisition as a form of operant conditioning directly
resulting from adult modelling and reinforcement, immitation practice and habit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
formation on the part of the child”. Artinya, pembelajaran bahasa dipandang sebagai
proses operant conditioning yang merupakan akibat dari pemberian contoh dan
penguatan dari orang dewasa dan kegiatan anak dalam bentuk menirukan,
mempraktikkan dan mengembangkan kebiasaan.
Alur ini sering digambarkan sebagai S R R, yaitu proses pembelajaran
bermula dari adanya rangsangan atau stimulus (S) yang datang dari luar diri anak
pembelajar. Fungsi rangsangan tersebut adalah agar anak membuat respon (R) yang
relevan atau sesuai dengan maksud S yang diberikan. Jika respon anak benar atau
sesuai dengan maksud S maka pengajar hendaknya memberikan penguatan (R).
Pemberian R yang tepat akan membantu anak mengembangkan sistim hubungan
atau bond antara S dengan R menjadi kuat dan otomatis. Dari teori tersebut
dinyatakan bahwa “... that learning is based on the processing of input, (which
results in)...the strengthening and weaking of connection in complex neural
networks as a function of the frequency of stimuli in the input” (Larsen-Freeman dan
Long 1991: 250). Menurut teori ini, esensi pembelajaran tertelak pada bagaimana
anak mengolah input yang diperoleh yang menghasilkan penguatan atau pelemahan
hubungan jejaring syaraf yang rumit sebagai akibat dari tingkat seringnya stimulus
dalam input.
Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam
metode Audiolingual (Richards, 2002). Metode pengajaran bahasa ini dirancang
khusus untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan sebelum
mengembangkan keterampilan berbahasa tulis dengan cara mengkondisikan anak
mendengarkan serangkaian ujaran yang dijadikan sebagai model yang perlu
ditirukan dan dipraktikkan dalam berbahasa. Kegiatan pembelajaran ini biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dilaksanakan di laboratorium bahasa sehingga guru dapat menggunakan rekaman
ujaran penutur asli atau native speaker seagai model bahasa yang menjadi sasaran
pembelajaran serta melakukan pengulangan (drill) model ujaran tersebut dengan
intensitas yang cukup untuk membantu pembelajar mengembangkan kebiasaan baru
berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang benar.
b. Model Innatist
Teori kedua disebut innatist yang menganggap pada dasarnya proses
pembelajaran bahasa adalah aktualisasi potensi kebahasaan yang dibawa anak ketika
lahir. Berbeda dengan pandangan behaviorist yang menganggap hakikat semua
bentuk pembelajaran sama, teori ini memandang proses pembelajaran bahasa
berbeda jika dibandingkan dengan proses pembelajaran bidang lain karena anak
memiliki potensi khusus yang dilengkapi dengan perangkat yang khusus untuk
memproses bahasa. Menurut teori innatist, bawaan ini sangat berperan dan
menentukan proses pembelajaran bahasa. Hal ini digambarkan Larsen-Freeman dan
Long (1991: 227) sebagai “an innate biological endowment that makes learning
possible”, yaitu potensi atau bakat yang dibawa anak sejak lahirlah yang
memungkinkan proses pembelajaran terjadi.
Perangkat khusus tersebut digambarkan sebagai language acquisition device
(LAD) yang berarti perangkat yang berfungsi khusus untuk memproses bahasa
(Brown, 2007: 28-29). Perangkat ini digambarkan berisi “abstract representation of
universal rules” yaitu semacam embrio potensi kaidah-kaidah bahasa yang semesta
yang disebut universal grammar (UG) dan menjadi modal dasar dalam proses
pembelajaran bahasa. Dengan perangkat ini, semua bentuk pemajanan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(language exposure) dan masukan kebahasaan (linguistic input) menjadi komponen
utama dalam membentuk kompetensi berbahasa anak.
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya hakikat bahasa adalah rule-
governed creativity (Brown, 2007: 219) atau seperangkat sistem kreativitas yang
diatur oleh kaidah. Pada tataran kebahasaan ada tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, dan wacana yang masing-masing mempunyai kaidah tersendiri. Pada
tataran pragmatik, tiap ranah pemakaian bahasa diterapkan secara integratif untuk
mendukung tercapainya komunikasi. Proses pembelajarannya digambarkan Goh dan
Silver (2004: 34) sebagai “discovering the underlying abstract representations (or
rules) of the specific language from among all possible rules of languages
universally”, yaitu upaya anak mencoba menemukan kaidah bahasa yang telah
mereka miliki tersebut melalui serangkaian uji-coba atau hypothesis testing tentang
bentuk apa yang tepat digunakan dalam konteks berbahasa tertentu. Pemakaian
istilah discovering di atas mengisyaratkan bahwa dalam proses tersebut anak
berperan aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Orang-orang yang lebih
dewasa yang tinggal di lingkungannya berperan sebagai faktor pendukung untuk
memperoleh masukan atau linguistic input. Teori ini dinamakan innatist karena
faktor bawaan anak dinilai sebagai penentu dalam proses pembelajaran bahasa.
Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam
metode Natural Approach (Richards, 2002; Krashen, 1981; dan Krashen dan Terrel,
1983). Metode pengajaran bahasa ini mengutamakan pengembangan kemampuan
berbahasa sebagaimana yang terjadi pada anak kecil ketika belajar bahasa ibu dalam
konteks yang kehidupan sehari-hari. Dalam proses tersebut pembelajar dihadapkan
pada berbagai input kebahasaan dalam konteks berbahasa yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Secara bertahap pembelajar dituntun dan diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan memahami ujaran lawan tutur serta kesempatan untuk membuat ujaran-
ujaran yang dapat difahami oleh lawan tutur. Melalui serangkaian kegiatan uji-coba
pembelajar diharapkan mampu mengenali dan akhirnya menguasai bentuk-bentuk
bahasa yang sesuai dengan konteks.
c. Model Interactionist
Teori interactionist mamandang hakikat bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi. Pandangan ini berkembang karena pengaruh teori sosiolinguistik
serta pemakaian bahasa yang mengutamakan perilaku pemakaian bahasa di kalangan
masyarakat penutur. Pandangan ini mewarnai konsep pembelajaran yang
dikembangkan. Goh dan Silver (2004: 41) menggambarkan proses pembelajaran
bahasa menurut teori interaktionisme sebagai “language learning evolves out of
communication”, bahwa pembelajaran bahasa terjadi atau merupakan hasil dari
proses komunikasi. Teori ini mengadopsi hal-hal yang biasa terjadi dalam proses
komunikasi ke dalam proses pembelajaran. Proses komunikasi tidak hanya
dipandang sebagai pemicu proses pembelajaran, melainkan juga sebagai wahana
pembelajaran.
Menurut teori ini, faktor bawaan anak beserta lingkungan dianggap sebagai
dua faktor yang sama-sama menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa.
Larsen-Freeman dan Long menegaskan bahwa dalam proses itu, “...they invoke both
innate and environmental factor to explain language learning” (1991: 266). Berbeda
dengan teori pembelajaran yang lain yang hanya bertumpu atau mengandalkan
fungsi satu komponen pembelajaran tertentu; faktor lingkungan dalam model
behaviorist atau faktor bawaan dalam model innatist, model interacsionist mengakui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
kedua faktor tersebut mempunyai peran masing-masing yang sama pentingnya
dalam proses pembelajaran. Faktor bawaan ditempatkan pada urutan pertama namun
faktor lingkungan dianggap sebagai faktor pendukung yang sangat dibutuhkan
dalam proses pembelajaran. Lebih khusus lagi, Goh dan Silver menyatakan bahwa
kualitas lingkungan kebahasaan atau linguistic environment dalam bentuk peristiwa
dan atau kondisi pemakaian bahasa yang ditemui anak dalam berbahasa seperti input
negotiation, output, dan interactional feedback (2004: 42) memegang peran penting
dalam proses pembelajaran.
Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam
metode Communicative Language Teaching (CLT) (Richards dan Rogers, 2002;
Goh dan Silver, 2004: 45). Lebih jauh Goh dan Silver (2004: 45) menyebutkan
beberapa fitur metode CLT ini sebagai metode yang lebih memihak pada
kepentingan pembelajar dari pada guru atau “more learner centered and less
teacher-centered”, tidak mengandalkan atau menekankan pada aktifitas
pengulangan, menghafal, dan mempelajari kaidah bahasa atau “little reliance on
drill work, memorization and rule-based learning”, menggunakan kerja
berpasangan dan kelompok, menggunakan konteks dalam mengajarkan kosakata dan
grammar, mengutamakan pemakaian bahasa dalam kegiatan komunikasi, dan
berusaha untuk menampilkan aspek pemakaian bahasa dalam konteks yang
sesungguhnya.
Prinsip di atas dirumuskan berdasarkan fenomena beragamnya praktik
pengajaran yang dapat dikelompokkan ke dalam CLT. Beragamnya kondisi kelas
tersebut disebabkan oleh beragamnya tuntutan dan kebutuhan konteks lokal yang
menuntut bentuk penerapan prinsip yang berbeda untuk mengembangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kompetensi komunikatif peserta didik. Prinsip tersebut menjadi nilai pengajaran
yang bersifat terbuka yang penerapannya tidak mutlak dan tidak bersifat mengikat
atau prescriptive. Bersamaan dengan kesadaran beragamnya tuntutan lokal, prinsip-
prinsip tersebut dijadikan sebagai indikator praktik pembelajaran yang dapat
dikategorikan ke dalam CLT.
Senada dengan ketiga teori di atas, dalam konteks pembelajaran bahasa
asing, Spratt, dkk (2005: 41) menyimpulkan beberapa penelitian para ahli dan
merumuskan tiga jenis proses pembelajaran; aquisition, interaction dan focus on
form sebagai berikut.
(1) “Acquisition … to really learn a foreign language we need exposure to lots of
examples of it and that we learn from the language in our surroundings, …
which is rich in variety, interesting to us and just difficult enough for us…”,
bahwa proses pemerolehan bahasa memerlukan banyak pemajanan bahasa di
lingkungan pembelajar yang bervariasi, menarik serta menantang tetapi tidak
terlalu sulit bagi anak.
(2) “Interaction …. to learn language we need to use it in interaction with other
people… to express ourselves and make our meanings clear to other people, and
to understand them. If they have not, we need to try again using other language,
until we manage to communicate successfully..”, bahwa pembelajaran bahasa
memerlukan pembelajar untuk berinteraksi dengan masyarakat penutur untuk
belajar mengungkapkan pikiran dan perasaan secara efektif serta memperoleh
masukan dari proses pembelajaran tersebut.
(3) “Focus on form … foreign language learners also need to focus on form… they
need to pay attention to language, e.g. by identifying, working with and
practicing the language ....”, bahwa dalam konteks pembelajaran bahasa asing,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
pembelajar perlu memperhatikan bentukan bahasa serta berlatih berkomunikasi
dengan menggunakan bentukan tersebut.
Dari ketiga jenis proses di atas, Spratt, et al. menyimpulkan bahwa tak
satupun yang diterapkan secara sendiri-sendiri. Mereka melihat bahwa kebanyakan
kasus pembelajaran bahasa asing melibatkan campuran ketiga proses tersebut. Ada
saatnya ketika pembelajar memperhatikan pemajanan bahasa dalam konteks,
menggunakannya dalam kegiatan berkomunikasi serta mempelajari bentuk-bentuk
yang efektif untuk berkomunikasi. Selanjutnya Spratt, et al. (2005: 41)
menyimpulkan
…we do not learn a foreign language best through learning grammar and translating. Nor do we learn by constantly practicing until we form habits. We learn by picking up language, interacting and communicating and focusing on form.
Kenyataan di kelas menunjukkan bahwa para pembelajar terlibat dalam berbagai
kegiatan antara lain pemerolehan, berinteraksi dan berkomunikasi serta mempelajari
bentukan bahasa.
Kesimpulan serupa juga dirumuskan Tomlinson (2008: 4) bahwa dalam
proses pembelajaran bahasa asing ada lima butir komponen proses yang terjadi:
(1) “rich experience of language in use” atau kaya pengalaman tentang bagaimana
bahasa itu digunakan.
(2) “the learner need to be motivated, relaxed, positive and engaged”, bahwa
pembelajar perlu diberi dorongan, diupayakan untuk tidak dalam kondisi
tertekan dan dilibatkan dalam proses berbahasa.
(3) “the language experience need to be contextualized and comprehensible”, bahwa
pengalaman kebahasaan tersebut perlu dihubungkan dengan konteks dan dapat
difahami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(4) “the language and discourse features available for potential aquisition need to
be salient, meaningful and frequently encountered”, bahwa fitur kebahasaan dan
wacana yang mungkin dikuasai perlu jelas, bermakna serta sering dihadapi.
(5) “the learners need to achieve deep and multi-dimensional processing of the
language”, bahwa pembelajar perlu melakukan berbagai proses pembelajaran
yang mendalam .
Tomlinson menegaskan bahwa kelima jenis kegiatan tersebut memerlukan bahan
ajar yang mendukung agar proses tersebut dapat terlaksana dengan efektif.
2. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar bangsa Indonesia yang
dipercaya dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kehidupan yang lebih
bermartabat. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilaksanakan berdasarkan serangkaian
peraturan. Salah satunya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang telah dilengkapi dengan
beberapa ketetapan ikutannya. UU tersebut dijadikan asas legalitas
penyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang terencana dan terarah
dengan baik yang dibutuhkan oleh segenap bangsa.
a. Hakekat Pendidikan SMK
Pendidikan yang disediakan pemerintah beragam berdasar jenis dan jenjang.
Menurut jenjangnya, pendidikan formal dapat dikategorikan ke dalam tiga:
pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama dan menengah atas, dan
pendidikan tinggi. Dalam jenjang pendidikan menengah atas ada beberapa jenis
pendidikan seperti Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), SMK,
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dan bentuk-bentuk lain yang sederajat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Hakikat dan tujuan pendidikan SMK berbeda dibandingkan dengan jenis
sekolah lain dalam jenjangnya. Salah satu perbedaan yang sangat prinsip yang
disebutkan dalam pasal 15 UU-SPN adalah bahwa SMK merupakan pendidikan
pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan
kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan
beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di
kemudian hari. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, kurikulum SMK disusun
dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan jenis
pekerjaan, lingkungan sosial, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.
b. Sistem Pendidikan SMK
Penerapan kurikulum SMK tersebut pada prinsipnya sama dengan yang
diterapkan di tingkat menengah atas lainnya. Dengan mempertimbangkan keluasan
dan jumlah kompetensi yang harus dipelajari, kurikulum tersebut dirancang dapat
diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) tahun. Namun ada beberapa pihak seperti
SKKNI yang menuntut masa pendidikan diperpanjang dua semester untuk
meningkatkan tingkat kompetensi mereka sesuai dengan tuntutan DUDI.
Beberapa prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai tujuan
tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Learning by doing atau belajar melalui aktivitas atau kegiatan nyata. Prinsip ini
diterapkan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
kehidupan siswa nanti setelah mereka lulus. Prinsip ini dikembangkan lebih
jauh menjadi pembelajaran berbasis produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(2) Individualized learning atau pembelajaran dengan memperhatikan keunikan
setiap individu. Prinsip belajar ini dilaksanakan dengan sistem modular yang
memungkinkan tiap siswa menguasai kompetensi tertentu dengan irama dan
kecepatan berbeda sesuai potensinya.
Mengingat lulusan SMK disiapkan untuk menjadi wiraswastawan yang
mempunyai jenis usaha sendiri atau pegawai pada unit usaha orang lain,
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan tersebut di atas dilakukan melalui
alternatif jalur berikut:
(a) jalur kelas industri atau employee, yaitu peserta didik belajar di sekolah dan
berlatih di dunia industri.
(b) jalur kelas wiraswasta/mandiri atau self-employed, yaitu dengan memberi
peserta didik wahana belajar dan berlatih berwiraswasta di sekolah dan
berusaha menerapkannya di luar sekolah secara mandiri.
Pemilihan kedua model tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
minat dan kemampuan peserta didik serta kondisi sekolah, industri serta dunia
kerja sekitar sekolah. Dari kedua model tersebut, jalur kelas industri paling banyak
diterapkan.
c. Pola Penyelenggaraan Pendidikan SMK
Pola pendidikan SMK dapat diterapkan melalui tiga jenis pendidikan;
pendidikan sistem ganda, multi entry-multi exit dan pendidikan jarak jauh.
1) Pola pendidikan sistem ganda (PSG)
PSG adalah pola penyelenggaraan diklat yang dikelola bersama antara SMK
dengan industri/ asosiasi profesi sebagai institusi pasangan, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap evaluasi dan sertifikasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
merupakan satu kesatuan program. Berbagai bentuk alternatif pelaksanaan
yang dapat diterapkan adalah day release, block release, dsb. Jangka waktu
pelatihan di industri dilaksanakan selama 4 (empat) bulan sampai dengan 1
(satu) tahun pada industri dalam dan atau luar negeri. Pola pendidikan sistem
ganda diterapkan dalam proses penyelenggaraan SMK dalam rangka lebih
mendekatkan mutu lulusan dengan kemampuan yang dituntut DUDI.
2). Pola Multi Entry-Multi Exit (MEME)
Pola MEME merupakan perwujudan konsep pendidikan dengan sistem terbuka.
Pola ini diterapkan agar peserta didik dapat memperoleh layanan secara
fleksibel dalam menyelesaikan pendidikannya. Dengan pola ini, peserta didik
SMK dapat mengikuti pendidikan secara paruh waktu karena ketika mereka
menyelesaikan diklat di SMK mereka dapat bekerja atau mengambil
program/kompetensi di berbagai institusi pendidikan antara lain lembaga
kursus, diklat industri, politeknik.
3) Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh disediakan bagi peserta didik SMK untuk dapat
menyelesaikan pendidikannya tanpa perlu hadir secara fisik di sekolah karena
kondisi lingkungan sekolah yang jauh dari pemukiman peserta didik. Pola ini
akan diterapkan secara terbatas hanya bagi mata diklat atau kompetensi yang
memungkinkan untuk dilaksanakan sepenuhnya secara mandiri.
Dari ketiga pola tersebut, pola pertama paling banyak diterapkan karena
pelaksanaannya sederhana dan paling sesuai dengan kondisi sekarang. Dalam pola
PSG, dunia industri/asosiasi profesi berperan sebagai institusi pasangan dalam
menyusun serangkaian kompetensi yang perlu dikembangkan serta pasangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dalam menyediakan kesempatan serta mendampingi siswa SMK melaksanakan
praktik lapangan yang disebut Praktik Kerja Industri (Prakerin) atau Praktik Kerja
Lapangan (PPL).
d. Tujuan Pendidikan SMK
Bersasarkan rumusan UU SPN, tujuan pendidikan SMK dirumuskan ke
dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Rincian tujuan yang dituangkan dalam
Materi Sosialisasi Kurikulum SMK tahun 2004 (P3GK, 2004) adalah sebagai
berikut.
1). Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan SMK adalah sebagai berikut:
a) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
b) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab;
c) mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebang-saan,
memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia;
d) mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap
lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan
efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2) Tujuan Khusus
Penjabaran tujuan umum ke dalam tujuan khusus adalah sebagai berikut:
a) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu
bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha
dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan
kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya;
b) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih
dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan
mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang
diminatinya;
c) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri
maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi
d) membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan
program keahlian yang dipilih.
e. Struktur Kurikulum SMK
Kurikulum merupakan bentuk rancangan menyeluruh kegiatan
pendidikan untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai pengembangkan
peserta didik dengan kualitas di atas kurikulum SMK disusun dalam bentuk
serangkaian mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi
program normatif, adaptif dan produktif.
1) Program normatif
Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk
peserta didik menjadi pribadi yang utuh, pribadi yang memiliki norma-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial
(anggota masyarakat), sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai
warga dunia. Program normatif diberikan agar peserta didik mampu hidup
dan berkembang selaras dalam kehidupan pribadi, sosial dan bernegara.
Program ini berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada norma,
sikap, dan perilaku yang harus diajarkan, ditanamkan, dan dilatihkan pada
peserta didik. Mata diklat pada kelompok normatif berlaku sama untuk semua
program keahlian.
2) Program Adaptif
Program adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk
peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan
kuat untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial,
lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Bahasa Inggris,
contohnya, dirancang untuk memberi bekal dan dasar peserta didik untuk
mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di
lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai
kebutuhan lingkungan kehidupan mereka.
Program adaptif diberikan agar peserta didik tidak hanya memahami dan
menguasai ‘apa’ dan ‘bagaimana’ suatu pekerjaan dilakukan, tetapi memberi
juga pemahaman dan penguasaan tentang ‘mengapa’ hal tersebut harus
dilakukan. Program adaptif terdiri dari kelompok mata diklat yang berlaku
sama bagi semua program keahlian dan mata diklat yang hanya berlaku bagi
program keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing program
keahlian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3) Program Produktif
Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali
peserta didik agar memiliki kompetensi kerja, sesuai Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam hal SKKNI belum ada, maka
digunakan standar kompetensi yang disepakati oleh forum yang dianggap
mewakili dunia usaha/industri atau asosiasi profesi. Program produktif bersifat
melayani permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh
DUDI atau asosiasi profesi. Program produktif diajarkan secara spesifik sesuai
kebutuhan tiap program keahlian
f. Evaluasi
Kegiatan evaluasi hasil belajar merupakan bagian integral dari proses
pembelajaran yang diarahkan untuk menilai kinerja peserta didik dengan
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar secara
berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara langsung pada
saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung
melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria).
Konsisten dengan pendekatan kompetensi yang diterapkan dalam
kurikulum bahasa Inggris SMK Tahun 2004 (P3GK, 2004) dan KTSP sistem
penilaian yang diterapkan menitikberatkan pada penilaian hasil belajar berbasis
kompetensi (competency based assessment) dengan ciri sebagai berikut.
(1) Menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Assesment).
(2) Diberlakukan secara perseorangan (Individualized).
(3) Keberhasilan peserta didik hanya dikategorikan dalam bentuk kompeten dan
belum kompeten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(4) Dilaksanakan secara berkelanjutan.
Dalam rangka pengakuan terhadap kompetensi yang telah dikuasai oleh
peserta diklat, perlu dikembangkan mekanisme pengakuan sebagai berikut.
(1) Verifikasi terhadap hasil penilaian pihak internal SMK oleh pihak eksternal,
agar apa yang telah dicapai peserta didik dapat disertifikasi oleh dunia kerja
oleh pemakai lulusan yaitu dunia usaha/industri. -
(2) Recognition of Prior Learning (RPL) atau Recognition of Current
Competency (RCC) untuk mendukung pelaksanaan sistem MEME.
Dalam pelaksanaannya, ada dua pendekatan penilaian hasil belajar peserta
didik yang diterapkan: penilaian berbasis kelas (classroom-based assessment) dan
penilaian kompetensi (competency-based assessment).
1) Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas yang merupakan bagian integral dari proses
pembelajaran adalah penilaian yang dilaksanakan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan untuk:
a) memantau kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik sebagai bahan
masukan untuk perbaikan pembelajaran lebih lanjut.
b) menetapkan sistem pembimbingan guna membantu kelancaran dan
keberhasilan belajar peserta didik.
c) menetapkan penyelesaian suatu tahap pembelajaran sebagai dasar untuk
memutuskan kelanjutan pembelajaran tahap berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2) Penilaian Kompetensi
Penilaian kompetensi yang berguna untuk mengukur tingkat penguasaan
suatu kompetensi atau suatu tahap pembelajaran merupakan penilaian sumatif
terhadap ketuntasan pencapaian hasil belajar peserta didik, setelah menyelesaikan
satu unit kompetensi. Penilaian tersebut bertujuan untuk menetapkan tingkat
keberhasilan peserta didik dalam,menguasai satu unit kompetensi. Penilaian ini
dilakukan oleh lembaga sertifikasi independen sesuai dengan keahliannya. Bila
lembaga ini belum tersedia, sekolah dapat bekerja sama dengan DUDI terkait yang
mempunyai kredibilitas, untuk berperan sebagai pengganti lembaga sertifikasi.
g. Pengajaran Bahasa Inggris di SMK
Pengajaran bahasa Inggris di SMK saat ini dilaksanakan berdasarkan KTSP.
KTSP dirancang fleksibel yang memungkinkan terjadinya variasi pelaksanaannya
tergantung pada kondisi satuan pendidikan (BSNP, 2006: 4). Pada umumnya tiap
jurusan SMK mengalokasikan mata pelajaran bahasa Inggris selama 4 jam pelajaran
atau 4 X 45 menit setiap minggunya. Namun demikian rambu-rambu KTSP
memungkinkan variasi alokasi waktu tersebut berdasarkan bobot kompetensi bahasa
Inggris dalam jurusan tersebut sehingga ada beberapa jurusan tertentu yang
mengalokasikan waktu pelajaran bahasa Inggris lebih dari 4 jam. Bahkan ada
beberapa sekolah yang mampu memberi beragam pengayaan seperti pemberian
kelas tambahan pada sore hari, kegiatan ekstra kurikuler seperti speaking club,
debate, pelatihan mengerjakan soal-soal TOEIC test, dsb. Kegiatan tersebut
diharapkan dapat memperkaya pengembangan kompetensi yang dilakukan dalam
program yang terstruktur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Rambu-rambu pelaksanaan KTSP SMK menyebutkan bahasa Inggris
termasuk program adaptif. Karenanya pendekatan pembelajaran dirancang ‘berbasis
kompetensi’ yang menganut prinsip pembelajaran tuntas atau mastery learning
untuk menguasai sikap atau attitude, ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat
bekerja sesuai dengan profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Sesuai
dengan prinsip ini pengajaran bahasa Inggris dirancang dengan menerapkan dua
prinsip; learning by doing dan individualized learning (P3GK, 2004).
Prinsip pertama—learning by doing—merupakan cerminan model
pengajaran yang memberi penekanan pada aspek pragmatik yang mengutamakan
kegiatan praktik berbahasa dalam proses pembelajaran seperti yang terjadi dalam
konteks pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Dengan demikian pembelajaran
diarahkan pada pengembangan kompetensi komunikatif untuk berunjuk kerja dalam
berbagai bentuk pemakaian bahasa. Prinsip kedua—individualized learning—
diterapkan dengan mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi sesuai
dengan tingkatan kemampuan peserta didik. Penerapan prinsip kedua ini
memerlukan bahan ajar berbentuk modul sehingga setiap peserta didik dapat
mempelajari secara lebih mandiri sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Prinsip tersebut juga masih dipertahankan dan bahkan dikembangkan lebih
lanjut dalam KTSP. Kurikulum ini memberi keleluasan masing-masing satuan
pendidikan menentukan kompetensi yang benar-benar relevan dengan tuntutan pihak
DUDI serta upaya pencapaiannya. Dengan demikian satuan pendidikan dapat
menerapkan kedua prinsip pembelajaran dengan lebih leluasa berdasarkan potensi
dan kondisi sekolah demi tercapainya kompetensi yang dituntut.
Sistim diklat bahasa Inggris di SMK juga didukung oleh sistim evaluasi yang
mencakup penerapan model penilaian berbasis kelas atau classroom based
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
assessment dengan memantau kegiatan dan kemajuan belajar melalui berbagai
bentuk tes, tugas dan unjuk kerja. Hasilnya divalidasi dan diverifikasi oleh pihak
eksternal dalam bentuk uji kompetensi atau sertifikasi yang diakui pihak DUDI.
Pelaksanaan sertifikasi bahasa Inggris dilakukan melalui uji kompetensi oleh
lembaga diklat yang memiliki kredibilitas dalam bidangnya yang diakui oleh DUDI
dalam bentuk skor TOEIC test. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini ada
palng tidak satu SMK di tingkat propinsi yang dinilai mampu telah ditunjuk sebagai
pusat pelaksanaan sertifikasi atau disebut test center. Lembaga ini diberi
kewenangan untuk memberi sertifikasi kompetensi bahasa Inggris sesuai dengan
standar TOEIC test.
3. Beberapa Metode Pengajaran Bahasa Inggris di SMK
Sejarah pengajaran bahasa Inggris di SMK menunjukkan bahwa dalam
rangka mencapai tujuan yang dirumuskan kurikulum, para guru berusaha
menerapkan metode mengajar (methods of language teaching) yang mereka anggap
paling baik. Methods yang pada hakikatnya adalah serangkaian cara pengajaran
bahasa yang sistimatis berdasarkan teori kebahasaan dan teori pembelajaran tertentu
yang kalau diterapkan dapat menjadikan kelas menjadi lebih efektif (Richards dan
Rogers 2002: 1) dianggap sebagai kunci keberhasilan mereka. Kondisi ini
mencerminan perkembangan TEFL yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Salah satu
fitur yang menonjol adalah berkembangnya kecenderungan di kalangan guru untuk
mencari dan menerapkan metode yang mereka anggap terbaik yang dapat dipakai
sebagai dasar perancangan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif di
kelas mereka. Brown (2001: 14) menggambarkan fenemona ini sebagai upaya
pencarian “...a single method, generalizable across widely varying audiences that
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
would successfully teach students a foreign language in the classroom”, yaitu
sebagai satu cara atau perosedur mengajar bahasa yang dapat diterapkan pada
beragam kondisi siswa atau kelas sehingga mereka dapat mengajar bahasa asing
dengan berhasil.
Beragam methods dalam kajian TEFL yang dapat dipilih guru berdasarkan
kompetensi sasaran dan kondisi yang dihadapi. Munculnya berbagai method baru
biasanya dimotivasi oleh kebutuhan yang dirasakan saat itu dan ditandai dengan
aspek pembaharuan yang didasarkan pada kelemahan method sebelumnya dengan
tetap mempertahankan keunggulannya, atau menawarkan perspektif yang berbeda
dengan yang pernah dirumuskan. Brown (2001: 16-18) mengungkapkan fenomena
tersebut sebagai “Each new method broke from the old but took with it some of the
positive aspects of the previous practices”. Mengingat begitu banyaknya methods
yang pernah diterapkan di kelas, banyak pula aspek pengajaran yang dianggap baik
dan perlu dilanjutkan. Dengan demikian ada kecenderungan methods yang baru juga
mengandung unsur-unsur pengajaran yang pernah ditawarkan pada masa lalu.
Fenomena ini digambarkan sebagai perkembangan yang mengikuti a cyclical
pattern (Brown, 2001: 16). Perkembangan disiplin methods tidak selalu bersifat
progresif dengan batas atau pemisah yang jelas antara methods yang lama dengan
yang baru. Perkembangan itu lebih bersifat cyclic, yaitu ada sebagian ranah
perkembangan tersebut yang merupakan pemakaian unsur lama yang pernah
digunakan sehingga terkesan mengulang apa yang pernah digunakan pada masa
lampau.
Beberapa methods yang terkenal dan mempengaruhi pengajaran bahasa
Inggris di Indonesia, khususnya di SMK dapat disajikan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
a. Grammar Translation Method (GTM)
GTM adalah metode pengajaran bahasa asing yang tercatat pertama kali
dirumuskan berdasarkan embrio metode pengajaran bahasa Latin yang disebut the
Classical Method. Metode ini mengutamakan pengajaran tata bahasa, kosa kata,
penerjemahan dan telaah bahasa tertulis, khususnya bahasa Latin. Brown (2001: 18)
menggambarkan arah pengajaran GTM sebagai “...focus on grammatical rules,
memorization of vocabulary and of various declensions and conjugations,
translations of texts, doing written exercises,” yaitu metode yang menekankan pada
penguasaan tata bahasa, menghafalkan kosa kata dan mengenal berbagai perubahan
bentuk kata, penerjemahan teks serta mengerjakan latihan tertulis.
Sama dengan paradigma the Classical Method, prinsip GTM dalam
pengajaran bahasa asing mengutamakan pengembangan penguasaan tata bahasa
serta penerjemahan. Ciri-ciri khusus metode ini yang digambarkan Prator dan Celce-
Murcia (dalam Brown, 2001: 18-19) meliputi hal-hal berikut.
(1) Siswa diajar bahasa sasaran dengan menggunakan bahasa ibu. Bahasa sasaran
hanya dipakai komunikasi dalam lingkup terbatas.
(2) Sejumlah kosa kata diajarkan dalam bentuk daftar kata yang terpisah dari
konteks pemakaiannya untuk dihafalkan dan nantinya digunakan.
(3) Pengajaran tata bahasa diarahkan pada pemahaman siswa untuk menyusun
serangkaian kata menjadi kalimat serta mengenal berbagai pembentukan dan
perubahan kata-kata.
(4) Sejak dini, siswa dilatih membaca teks klasik yang berjenjang dengan tingkat
kesulitan yang tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(5) Pengajaran kurang memperhatikan kontek teks yang ada. Teks yang dihadapi
dianggap sebagai latihan analisis tata bahasa.
(6) Sering kali latihan-latihan yang diberikan kepada siswa berupa menerjemahkan
kalimat-kalimat bahasa sasaran yang terpisah ke dalam bahasa ibu.
(7) Pengajaran kurang memperhatikan pengembangan pelafalan kata.
Prinsip pengajaran ini masih banyak diterapkan di kelas bahasa asing sampai
sekarang. Sebelum diterapkannya KBK dan KTSP, banyak guru mengembangkan
kegiatan pembelajaran bahasa Inggris yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.
Meskipun kurikulum yang kini diterapkan mengutamakan pemakaian bahasa sasaran
dalam konteks komunikasi yang terjadi sehari-hari, baik di lingkungan kehidupan
nyata maupun antisipasi lingkungan tempat kerja nanti, beberapa kegiatan
pembelajaran yang merupakan ciri GTM masih sering dipraktikkan guru, khususnya
butir 1-3 di atas. Banyaknya kritik dan kelemahan yang terdapat GTM, tidak
membuat para guru meninggalkan metode ini. Salah satu penyebabnya adalah bahwa
model pengajaran seperti ini lebih mudah diterapkan di kelas karena guru tidak
dituntut untuk memiliki kompetensi bahasa sasaran yang tinggi, khususnya
kompetensi berbahasa lisan.
b. Direct Method (DM)
DM adalah metode pengajaran bahasa asing yang pada awalnya dirumuskan
sebagai reaksi atas kelemahan GTM yang mengabaikan pengembangan keterampilan
berbahasa lisan. DM dirancang sebagai metode yang menerapkan prinsip
pembelajaran bahasa asing sebagaimana yang dialami oleh anak ketika mereka
belajar bahasa ibu mereka. Dalam konteks ini kegiatan pembelajaran dirahkan pada
pengembangan kemampuan berkomunikasi lisan dengan cara melibatkan anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dalam berbagai kegiatan berkomunikasi lisan. Karenanya metode ini juga disebut
Naturalistic Method.
Embrio metode ini berasal dari the Series Method yang dirumuskan Gouin
yang menyatakan bahwa mengajarkan bahasa asing seharusnya dilakukan secara
langsung mengajak pembelajar berkomunikasi. Guru tidak perlu menjelaskan tata
bahasa yang dipakai tetapi mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa dalam
tindak komunikasi. Prinsip tersebut digambarkan Brown (2001: 20) sebagai berikut
“...that taught the learner directly (without translation) and conceptually (without
grammatical rules and explanation) (through ) a series of conncected sentences that
are easy to perceive”, yaitu metode pengajaran bahasa yang mengajari pembelajar
langsung tanpa melalui penerjemahan dan secara konseptual tanpa menjelaskan
kaidah-kaidah bahasa melalui serangkaian ujaran yang mudah difahami.
Praktik dan prosedur pembelajaran DM ini tidak banyak berbeda dengan
metode Gouin. Brown (2001: 21) menggambarkan prinsip metode DM sebagai
“...that second language learning should be more like the first language learning—
lots of oral interaction, spontaneous use of the language, no translation between
first and second langauge and little or no analysis of grammatial rules”, bahwa
pembelajaran bahasa asing seharusnya dirancang seperti proses pembelajaran bahasa
ibu yang menekankan pada pengembangan interaksi lisan, pemakaian bahasa secara
langsung, tidak menggunakan terjemahan ke dalam bahasa ibu dan tidak atau sedikit
melibatkan siswa dalam menganalisis kaidah bahasa.
Beberapa ciri utama DM yang dirumuskan Richards and Rogers (dalam Brown
2001: 21) adalah sebagai berikut.
(1) Interaksi guru-siswa dilakukan semuanya dalam bahasa sasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
(2) Hanya kosa kata yang dipakai sehari-hari yang diajarkan.
(3) Keterampilan berbahasa lisan dikembangkan dengan intensif dan seksama
berbasis tanya-jawab antara guru dan siswa dalam kelas kecil yang intensif.
(4) Grammar diajarkan secara induktif
(5) Butir pengajaran baru diajarkan melalui pemberian contoh dan pelatihan.
(6) Kosa kata yang konkrit diajarkan melalui demonstrasi, benda dan gambar;
sedangkan kosakata abstrak diajarkan melalui asosiasi konsep.
(7) Keterampilan wicara dan menyimak dikembangkan.
(8) Pelafalan yang benar dan pemakaian grammar yang tepat ditekankan.
Pada awalnya, metode ini sangat terkenal khususnya di kelas-kelas yang
dirancang untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi lisan pembelajar.
Namun demikian karena sulit dan rumit penerapannya, sedikit sekali guru atau kelas
yang menerapkan metode ini sebagai metode tunggal. Hambatan utama yang
dihadapi adalah terbatasnya lingkup penerapannya serta terbatasnya guru yang
memiliki kemampuan berbahasa sasaran yang tinggi untuk dapat menerapkannya
dengan baik.
Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris di SMK, guru hampir tidak pernah
menerapkan metode ini secara eksklusif atau sebagai metode tunggal. Hal ini
mungkin karena rata-rata jumlah siswa setiap kelas di SMK mencapai 30-40 siswa.
Selain itu langkanya guru yang memiliki kompetensi berbahasa Inggris yang
memadai khususnya keterampilan berbahasa lisan yang dipakai sebagai modal untuk
menerapkan metode ini. Berdasarkan rambu-rambu kurikulum bahasa Inggris yang
lalu, guru jarang sekali menggunakan unsur kegiatan seperti di atas karena
pengajaran lebih menekankan pada penguasaan bahasa tertulis. Berdasarkan KTSP,
kompetensi berbahasa lisan termasuk dalam ranah lingkup SKL untuk SMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Pencapaian SKL ini menuntut guru mampu mengadopsi beberapa unsur kegiatan
seperti yang dirancang dalam DM sebagai teknik penyajian materi seperti pemakaian
bahasa Inggris dalam menyajikan materi di kelas, penahapan dalam pengembangan
keterampilan bahasa lisan, dan penyajian unsur tata bahasa secara induktif.
Perubahan orientasi pembelajaran ini karena kurikulum yang diterapkan di SMK
sekarang memberi perhatian yang cukup proporsional dalam pengembangan
kemampuan siswa dalam unjuk kerja berkomunikasi lisan dalam bahasa Inggris.
c. AudioLingual Method (ALM)
ALM adalah metode mengajar bahasa asing yang menekankan pada
pengembangan penguasaan bahasa lisan, seperti DM. Metode ini pertama kali
dirancang untuk merespon tingginya kebutuhan masyarakat Amerika untuk
mengirim personil dan tentara ke luar negeri setelah menang dalam Perang Dunia
kedua. Sebagai salah satu negara pemenang, Amerika menerapkan politik luar
negeri yang menuntut mereka untuk berkomunikasi langsung dengan bangsa-bangsa
lain, baik sebagai koloni atau mitra dalam menghadapi lawan. Menyadari
pemerlunya kemampuan berkomunikasi dengan orang asing secara lisan dan
langsung, mereka mendirikan Army Specialized Teaching Program, yaitu semacam
lembaga program pelatihan bahasa untuk para tentara dan personel yang akan
ditugaskan ke luar negeri yang penduduknya tidak menggunakan bahasa Inggris
dalam berkomunikasi. Lembaga ini menggunakan the Army Method, yaitu metode
pengajaran bahasa bagi para tentara yang mengutamakan pengembangan
keterampilan menggunakan bahasa lisan tanpa harus belajar kaidahnya secara
eksplisit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Pada tahun 1950-an metode mengajar tersebut disempurnakan menjadi ALM.
Metode ini didukung oleh teori linguistik struktural dan teori pembelajaran
behaviorisme sehingga diterima sebagai metode alternatif yang sangat terkenal ke
seluruh dunia. Menurut ALM, pembelajaran bahasa harus dirancang dengan
menggunakan alur atau prosedur S R R. (Periksa pembahasan model
behaviorist pada halaman 21-25).
Beberapa prinsip pembelajaran metode ALM yang dirumuskan Prator dan
Celce-Murcia (dalam Brown, 2001: 23) adalah sebagai berikut.
(1) Bahan ajar baru disajikan dalam bentuk dialog.
(2) Penerapan tiga kegiatan yang saling terkait: menirukan, menghafalkan dan
mengulang-ulang.
(3) Bentuk bahasa disusun berdasarkan konsep contrastive analysis dan diajarkan
bertahap.
(4) Pola kalimat diajarjan dengan latihan yang berulang-ulang.
(5) Penjelasan grammar dikurangi sebanyak mungkin. Pengajarannya melalui
analogi induktif dan bukan penjelasan deduktif.
(6) Pengajaran kosa kata dibatasi dan dilaksanakan dalam konteks.
(7) Memaksimalkan pemakaian media rekaman, lab bahasa dan visual aids.
(8) Mengutamakan pelatihan pelafalan.
(9) Guru hanya diperkenankan menggunakan bahasa ibu sedikit saja.
(10) Respon siswa yang benar perlu segera diberi reinforcement.
(11) Guru selalu berusaha agar siswa tidak membuat kesalahan berbahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
(12) Ada kecenderungan mengutamakan bentukan bahasa dan mengesampingkan
makna.
Metode ini telah banyak diterima dan diterapkan di kelas-kelas bahasa asing
di seluruh penjuru dunia. Dukungan media pembelajaran, khususnya laboratorium
bahasa dengan kelengkapannya, telah banyak membantu guru mengajarkan bahasa
asing dengan menggunakan rekaman ujaran penutur asli. Model pengajaran ini telah
banyak menarik perhatian banyak lembaga dan institusi pengajaran bahasa asing
karena dinilai sangat tepat dan efektif.
Di Eropa berkembang metode pengajaran dengan prinsip yang mirip dengan
ALM yang disebut Situational Language Teaching atau SLT. Metode ini
mengandalkan pada penciptaan situasi komunikasi sebagai wahana untuk
menciptakan situasi pembelajaran yang menyerupai situasi komunikasi yang
sesungguhnya. Situasi ini sangat berguna sebagai media penyajian bahan ajar untuk
memudahkan proses pembelajaran.
Berdasarkan kurikulum yang pernah diterapkan di SMK, metode mengajar
ini sangat jarang diterapkan oleh para guru. Selain tidak dicantumkannya dalam
kurikulum, pada masa lalu kemampuan berbahasa Inggris lisan bukan merupakan
tujuan utama pengajaran Inggris di SMK. Masa kini, ketika semua siswa dituntut
untuk memiliki kompetensi berbahasa Inggris lisan semakin tinggi di samping
kompetensi berbahasa tulis, masih sedikit sekali guru yang menerapkan metode ini.
Saat ini, jumlah SMK yang mampu membeli atau membangun laboratorium bahasa
semakin banyak, namun laboratorium tersebut hanya digunakan untuk
mengembangkan keterampilan menyimak atau listening karena tuntutan dalam
evaluasi belajar dan bukan sebagai media untuk menerapkan prosedur pembelajaran
S R R.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
d. Total Physical Responses (TPR)
TPR adalah metode pengajaran bahasa asing yang dirumuskan oleh James
Asher (dalam Brown, 2001: 29-30; dan Richards dan Rogers, 2002: 73) berdasarkan
pengamatannya terhadap proses pembelajaran bahasa ibu yang dilakukan anak.
Dalam pengamatan Asher, pada tahap awal pembelajaran anak lebih banyak
mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dengan belajar mendengarkan dan
mengamati ujaran-ujaran orang di lingkungannya. Biasanya, ujaran yang ditujukan
pada anak disertai oleh berbagai gerak atau benda-benda konkret yang ada disekitar
anak untuk membantunya memahami ujaran tersebut. Menurut Asher, hadirnya
unsur penyerta linguistik (extralinguistic components) tersebut membantu sel-sel
otak kanan mengolah bahasa sehingga anak mudah memahami ujaran tersebut.
Sebagaimana DM dan ALM, metode ini mengutamakan pengembangan
keterampilan berbahasa lisan yang dimulai dengan tahapan pengembangan
kemampuan pemahaman atau reseptif dan berkembang pada ranah pengembangan
bahasa produktif. Pada tahapan awal pengembangan ranah reseptif, siswa hanya
dituntut untuk mengungkapkan pemahaman mereka dalam bentuk gerak fisik
sehingga metode ini disebut TPR. Gerakan aktivitas motorik yang dikontrol sel otak
kanan ini diyakini mampu membantu mengaktifkan sel otak kiri untuk memproses
bahasa (Brown, 2001:30). Setelah bahasa lisan berkembang dengan cukup, proses
pemahaman bahasa tulis dalam bentuk keterampilan membaca dan menulis mulai
dikembangkan berdasarkan apa yang telah dikuasai anak selama ini.
Richards dan Rogers (2002) merumuskan prosedur pembelajaran menurut
TPR sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
(1) “The teacher speaks the language, usually in the form of command. While
speaking s/he uses body movement to help students understand the command …
start(ing) from the simple one and moves to more and more difficult ones”.
Artinya, guru menggunakan bahasa sasaran dalam berkomunikasi lisan, biasanya
dalam bentuk kalimat perintah. Ketika berbicara guru menggunakan gerak tubuh
untuk membantu siswa memahaminya. Kalimat yang dibuat mulai dari yang
sederhana dan berkembang menjadi lebih rumit.
(2) “Students are asked to do/perform the activity/ies as stated in the teacher’
utterances. The responds starts from mere physical activity, therefore called
physical response, and develop into a more linguistic related forms”. Artinya,
pada permulaan proses pembelajaran para pembelajar diminta untuk
memperagakan kegiatan fisik berdasarkan ujaran guru. Respon yang diharapkan
muncul dari siswa pertama kali berupa gerak tubuh secara fisik dan selanjutnya
berkembang ke dalam respon berbentuk bahasa.
Kegiatan berbahasa tersebut terus dikembangkan dengan melibatkan aktivitas yang
berbasis linguistik. Pola interaksi di kelas yang semula hanya hanya berporos pada
guru-siswa dikembangkan menjadi interaksi antar siswa. Dengan demikian
kemampuan siswa berbahasa akan terus meningkat.
Di lingkungan SMK, metode pengajaran ini jarang dipakai. Meskipun
tingkat penguasaan bahasa Inggris siswa SMK belum tinggi, secara psikologis
mereka bukan termasuk anak-anak yang senang bermain. Kondisi tersebut juga
dikuatkan dengan faktor guru yang kurang berminat mengembangkan permainan
model TPR. Dalam konteks yang sangat terbatas, ada beberapa guru yang menyuruh
siswa melakukan gerak fisik sesuai dengan ujaran guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
e. Communicative Language Teaching (CLT)
CLT adalah metode pengajaran yang dinilai sebagai perwujudan era atau
fenomena baru dalam bidang pengajaran bahasa asing. Sebelum berkembanganya
CLT, ada kecenderungan di kalangan para praktisi untuk menerapkan prinsip-prinsip
satu metode pengajararan tertentu secara tertutup atau eksklusif. Dalam era CLT ini
prinsip pengajaran yang diterapkan lebih bersifat terbuka (Brown, 2001: 43) dengan
mengakomodasi berbagai prinsip pembelajaran yang dinilai menguntungkan dan
efektif. Lebih spesifik lagi Brown (2007: 18) menyebut CLT sebagai “an eclectic
blend of the contributions of previous methods into the best of what a teacher can
provide in authentic uses of the second language in the classroom”. Karenanya CLT
tidak lagi dianggap sebagai sebuah metode pengajaran melainkan sebagai suatu
pendekatan atau approach.
CLT pertama kali dirumuskan sebagi jawaban permasalahan kebutuhan
untuk mengembangkan kompetensi untuk berkomunikasi langsung dengan orang
asing tanpa harus memerlukan waktu lama belajar (Richards dan Rogers, 2002: 153-
154). Dari satu sisi, metode ini dinilai sebagai perumusan kembali metode SLT yang
mengutamakan pengembangan berkomunikasi lisan berdasarkan atas konteks yang
dihadapi melalui serangkaian latihan pemakaian pola-pola kalimat dasar dalam
kegiatan yang bermakna berbasis pada situasi dan konteks yang dihadapi.
Persamaannya dengan CLT dapat dilihat pada tujuan pembelajaran yaitu agar
pembelajar mampu berbahasa dengan tepat berdasarkan konteks yang dihadapi.
Perbedaannya terletak pada proses pembelajaran. Jika SLT bertumpu pada pelatihan
pola-pola kalimat yang biasanya dipakai dalam konteks yang dipelajari, CLT lebih
mengutamakan kualitas kegiatan interaksi berbahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Awal pengembangan metode ini adalah tersusunnya Notional Funtional
Syllabus oleh pakar dari Council of Europe, sebuah badan kerjasama regional
organisasi negara-negara di benua Eropa yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan kebudayaan. Silabus ini mengutamakan penguasaan nosi dan fungsi bahasa
sebagai materi yang perlu dicakup dalam rencana pembelajaran bahasa asing. Kedua
cakupan sibalus ini sesuai dengan konsep Dell Hymes tentang communicative
competence (CC), yakni apa yang seharusnya dimiliki seseorang untuk dapat
berkomunikasi. Rancangan silabus ini telah memberi jalan penerapan teori CC
(Hymes, 1972) dalam proses pembelajaran. Dalam teori ini Hymes berargumentasi
bahwa pengetahuan kebahasaan yang dikuasai pembelajar tidak akan berarti jika
mereka tidak mampu menggunakannya dalam tindak komunikatif berdasarkan atas
kondisi yang ada. Dengan mengembangkan kedua unsur tersebut; fungsi dan nosi
bahasa pembelajar dinilai akan mampu menggunakan apa yang mereka pelajari di
kelas ke dalam tindak komunikasi yang sesungguhnya.
Karena prinsip pembelajaran yang dikembangkan CLT bersifat terbuka para
praktisi cenderung memodifikasi langkah pembelajaran berdasarkan atas persepsi
serta konteks pembelajaran yang dihadapinya. Hasilnya banyaknya tumbuh variasi
metode pengajaran yang dapat dikelompokkan ke dalam CLT. Richards dan Rogers
(2002: 155) dan Brown (2001:43) merumuskan ciri-ciri pembelajaran yang
dikembangkan dalam CLT ini sebagai berikut.
(1) Menjadikan kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa. Teori
CC ini kemudian dikembangkan lebih lanjut antara lain oleh Canale dan Swain
(1980) yang menguraikannya ke dalam empat komponen yaitu grammatical
competence meliputi penguasaan pengetahuan tentang kebahasaan seperti
penguasaan kosa kata, grammar, dsb., sociolinguistic competence meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pengetahuan kapan bentukan-bentukan lingual tertentu digunakan dalam
berkomunikasi, discourse competence yaitu kompetensi mengembangkan
wacana dalam berinteraksi seperti bagaimana memulai, menjaga
keberlangsungan, dan mengakhiri interaksi, dan strategic competence yaitu
kompetensi untuk dapat mencari jalan keluar atau berkompensasi jika ada
masalah dalam berkomunikasi.
(2) Mengembangkan prosedur pengajaran keempat keterampilan berbahasa yang
menciptakan ketergantungan antara bahasa dan komunikasi. Pada kenyataannya,
setiap pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari selalu melibatkan lebih
dari satu keterampilan berbahasa. Fenomena tersebut diakomodasi ke dalam
proses pembelajaran dengan menuangkannya ke dalam rancangan pembelajaran
dan bahan ajar; peran guru dan perilaku pembelajar demi berkembangnya
kompetensi berbahasa mereka.
(3) Kegiatan pembelajaran menurut CLT harus lebih memihak pada kepentingan
pembelajaran siswa dari pada kepentingan guru dalam mengajar. CLT
mengupayakan berfungsi aktifnya pembelajar dalam proses pembelajaran
melalui berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan
kompetensi komunikatif. Semakin banyak kesempatan itu diberikan kepada
siswa semakin tinggi kemungkinan peningkatan kompetensi mereka.
(4) Untuk mendorong pengembangan kompetensi komunikatif, kegiatan
pembelajaran yang berpihak pada pengembangan keterampilan berbahasa siswa
dibangun berdasarkan atas tiga axioma berikut.
(a) Kegiatan yang melibatkan komunikasi yang sesungguhnya mendorong
pembelajaran;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
(b) Kegiatan yang menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan yang
bermakna meningkatkan pembelajaran; dan
(c) Bahasa yang bermakna bagi pembelajar mendukung proses pembelajaran.
Berdasarkan axioma tersebut kegiatan pembelajaran dapat disusun dengan
lebih terfokus pada pengembangan CC.
Rambu-rambu pembelajaran menurut CLT dirumuskan untuk
mengembangkan berbagai kegiatan yang mengadopsi prinsip-prinsip tersebut.
Mengingat luasnya lingkup prinsip yang dianut, berkembang kecenderungan di
kalangan praktisi untuk tidak mengadopsi semua prinsip tersebut, melainkan
memilih prinsip mana yang dapat diterapkan yang sesuai dengan kondisi yang ada
untuk dapat mengembangkan CC para pembelajar. Di lain pihak. para praktisi
merasa bebas memodifikasi prinsip pengajaran yang ada dengan apa yang mereka
nilai tepat diterapkan dalam lingkungan mereka. Prinsip ini banyak diterapkan di
kelas-kelas bahasa, tidak terkecuali di lingkungan pendidikan formal di Indonesia.
Berdasarkan kajian kurikulum bahasa Inggris untuk SMK tahun 1999, 2004
dan 2006, dapat diketahui bahwa rambu-rambu pembelajaran bahasa Inggris yang
dikembangkan mengacu pada penerapan prinsip pembelajaran menurut CLT. Secara
eksplisit kurikulum bahasa Inggris untuk SMK tahun 1999 dengan tegas
menyebutkan rambu-rambu pengajaran yang perlu diterapkan mengacu pada
prinsip-prinsip CLT seperti yang dirumuskan Richards & Rogers dan Brown di atas.
Meskipun kurikulum 2006—KTSP— tidak secara eksplisit menyebutkan metode
pengajaran yang harus digunakan, arah dan model pembelajaran yang diterapkan
mengacu pada apa yang dikembangkan dalam kurikulum sebelumnya, yaitu
kurikulum 2004 dan 1999. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa penerapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
KTSP lebih menegaskan akan pengembangan dan pemakaian bahasa sasaran dalam
berinteraksi di kelas dalam kegiatan yang bermakna bagi siswa. Artinya, ciri-ciri
pembelajaran yang dikembangkan menurut CLT juga diterapkan dalam
pembelajaran bahasa Inggris di SMK.
f. Compentency Based Language Teaching (CBLT)
CBLT adalah suatu metode pengajaran bahasa asing yang dikembangkan
berdasarkan prinsip the Competency Based Education (CBE) (Richards dan Rogers,
2002: 141), yaitu suatu metode pengajaran yang mengutamakan pengembangan
seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil proses pembelajaran. Asumsi dasar
penyusunan metode ini adalah bahwa pembelajaran yang efektif dapat diciptakan
dengan menyempurnakan silabus, bahan ajar dan kegiatan pembelajaran serta
memodifikasi peran pembelajar dan guru. Dalam pengajaran bahasa, yang
dimaksudkan dengan learning goal menurut CBLT adalah “...precise measurable
descriptions of the knowledge, skills, and behaviors students should possess at the
end of a course of study” (Richards dan Rogers, 2002:141). Artinya adalah bahwa
tujuan pembelajaran adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
seharusnya dimiliki pembelajar secara tepat dan terukur pada akhir suatu masa
pembelajaran.
CBLT khusus dirancang sebagai suatu metode pengajaran yang
mengutamakan pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa tertentu yang
dinilai perlu dikuasai siswa agar mereka mampu untuk mandiri berfungsi di
masyarakat. Lebih khusus Grognet dan Crandall (dalam Richards dan Rogers, 2002:
142) mendefinisikan CBLT sebagai “ a performance outline of language tasks that
lead to a demonstrated mastery of language associated with specific skills that are
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
necessary for individuals to function proficiently in the society in which they live”,
yaitu suatu kerangka unjuk kerja tugas berbahasa yang dapat menunjukkan
penguasaan bahasa yang terkait dengan keterampilan khusus yang penting bagi
pembelajar agar dapat berfugsi dengan baik di masyarakat. Dalam definisi ini
kompetensi berbahasa dirumuskan secara khusus menyangkut peran khusus apa
yang akan atau dapat mereka lakukan nanti dalam kehidupan sesungguhnya di
masyarakat.
Dari gambaran di atas, diyakini bahwa CBLT sangat tepat diterapkan pada
situasi kelas bahasa asing yang siswanya ditutut untuk mempunyai kompetensi dan
peran khusus di lingkungan tertentu. Dari deskripsi peran yang nantinya diharapkan
siswa mampu melakukannya, aspek dan keterampilan berbahasa yang benar-benar
sesuai untuk melaksanakan peran tersebut dapat dirancang sebelumnya dengan
akurat. Selanjutnya bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, baik yang
menyangkut kaidah bahasa, kosa kata serta aspek bahasa tertentu seperti jenis text
tertentu dapat disiapkan sebagai bahan pembelajaran. Bahan-bahan tersebut biasanya
dituangkan dalam bentuk tasks atau tugas komunikatif. Jika siswa mampu
melaksanakan tugas-tugas tersebut mereka dinilai berhasil mengembangkan aspek
kebahasaan khusus yang dituangkan dalam unit bahan ajar tersebut. Hal ini juga
perlu didukung oleh sistem assessment yang mengutamakan pengembangan
kompetensi tertentu yang disebut criterion-based assessment procedures.
Sistimatika ini yang dituangkan ke dalam kurikulum pembelajaran (Docking dalam
Richards dan Rogers, 2002: 144).
Auerback (dalam Richards dan Rogers, 2002:145-146) dan Richards (2006:
13) merumuskan delapan fitur CBLT sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
(1) Mengutamakan keberhasilan anak didik untuk dapat berfungsi di masyarakatnya
dengan berhasil. Tujuan utama penyusunan CBLT adalah sebagai sarana untuk
menyiapkan anak didik atau pembelajar agar mereka memiliki seperangkat
kompetensi yang dibutuhkan di masyarakat sehingga mereka mampu dan
berhasil bermasyarakat secara aktif dan produktif. Dengan demikian anak akan
menjadi pribadi yang mandiri karena mampu mengatasi permasalahan dan
memenuhi tuntutan di dunia mereka.
(2) Mengutamakan pengembangan kecakapan hidup, khususnya melalui bahasa.
Prinsip pengajaran melalui CBLT menitik beratkan pada pengembangan
kompetensi berbahasa yang diperlukan untuk mampu bermasyarakat dengan
efektif. Kompetensi berbahasa ini terkait dengan tugas-tugas konkrit dalam
menjawab berbagai permasalahan dalam kehidupan mereka nantinya.
(3) Kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk melalukan tugas unjuk kerja.
Dalam CBLT, kegiatan pembelajaran disusun dalam bentuk tugas unjuk kerja
berkomunikasi. Dengan melakukan tugas tersebut pembelajar belajar
mengembangkan kompetensi sasaran yang direncanakan sebagai jalan untuk
mencapai tujuan pengajaran secara keseluruhan. Dalam CBLT kegiatan
pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan yang bersifat perilaku
dan bukan sekedar pengetahuan.
(4) Pengajaran berdasarkan bahan ajar yang disusun berbentuk modul. Dalam
bentuk ini tiap unit dan sub unit bahan ajar dirancang sebagai suatu kesatuan
yang dapat diselesaikan oleh anak sebagai prasarat untuk mengerjakan bahan
berikutnya. Format ini dinilai memudahkan siswa mempelajari tiap tugas dan
memudahkan guru memonitor perkembangan siswa berdasarkan sub-kompetisi
yang telah dikembangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
(5) Hasil pembelajaran dibuat nyata dan dapat dibandingkan dengan tujuan yang
direncanakan semula. Hasil pembelajaran dinilai sebagai kemampuan yang
dapat diamati atau transparan bagi publik, pembelajar dan guru. Karena tujuan
itu dapat diamati, siswa harus menyadari apa yang diharapkan dapat mereka
kuasai.
(6) Penilaian proses pembelajaran dilakukan terus menerus. Setiap saat guru perlu
mengamati dan mengidentifikasi tingkat penguasaan atau kemajuan belajar
siswa. Ini dilakukan berdasarkan unit tugas yang diselesaikannya yang
mencerminkan kompetensi khusus yang telah dikuasainya. Penilaian biasanya
menggunakan tes objectif dan kuantitatif.
(7) Mengutamakan agar tujuan pembelajaran diungkapkan dalam bentuk unjuk
kerja atau performance. Prinsip ini sesuai dengan prinsip-prinsip yang lain yang
menuntut agar hasil pembelajaran dirumuskan dalam bentuk unjuk kerja yang
sesuai dengan tuntutan kehidupan mereka nanti.
(8) Pengajaran yang bersifat individual dan berpihak pada kepentingan siswa.
Sesuai dengan karakteristik bahan dan hakikat pembelajaran, pengajaran
hendaknya dirancang lebih bersifat individu sesuai dengan kondisi dan
kemampuan siswa. Kemajuan siswa sangat ditentukan oleh kemampuan diri
sendiri yang dapat diamati melalui komptensi apa saja yang telah mereka kuasai
berdasarkan bahan modul yang disusun.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dapat difahami bahwa orientasi CBLT
dalam pengajaran bahasa Inggris mengutamakan perkembangan kompetensi
komunikatif serta berpihak pada kepentingan pembelajar atau learner-centered
sebagaimana yang dirancang CLT. Perbedaan antara CBLT dengan CLT adalah
bahwa kompetensi yang dikembangkan dalam CBLT lebih khusus dan sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
memperhatikan kebutuhan komunikatif pembelajar nantinya ketika mereka harus
terjun ke masyarakat. Perbedaan yang lain adalah CBLT secara eksplisit
menyebutkan format bahan ajar yang berbentuk modul sehingga memudahkan
proses pembelajaran dan assessment.
Berdasarkan deskripsi teoritis di atas, CBLT sangat tepat diterapkan dalam
pengajaran bahasa Inggris di SMK. Penilaian ini didasarkan atas persamaan sistim
pembelajaran di SMK dengan hakikat pembelajaran menurut CBLT. Kenyataan
menunjukkan bahwa para guru bahasa Inggris di SMK merasa lebih mengenal istilah
pendekatan komunikatif dari pada CBLT. Meskipun demikian, beberapa prinsip
yang dikembangkan CBLT sebenarnya telah diterapkan dalam sistim diklat di SMK
yang mengutamakan tercapainya kompetensi tertentu dalam proses pembelajaran.
Untuk mengetahui tingkat efektifitas dan kualitas diklat para siswa diharuskan
menempuh uji kompetensi untuk tiap mata diklat yang ditempuh di SMK.
Pada tataran praktik kelas, guru cenderung menggunakan istilah tahapan
pembelajaran bukannya metode pengajaran. Model yang lazim diterapkan adalah
pre- while- dan post-teaching activities. Model pembelajan ini dapat dikenali dari
model pembelajaran yang disebut Presentation Practice and Production (PPP)
(Richards dan Rogers; 2002: 47; Spratt, et al. 2005: 61-62; Tomlinson, 1990: 30;
Tomlinson dan Masuhara, 2008: 176). Model pembelajaran ini menekankan pada
kegiatan pembelajaran yang disusun dalam ketiga prosedur atau tahapan tersebut.
4. Buku Teks
Proses pendidikan yang dikembangkan dalam Kurikulum SMK 2004
mengikuti model input-output yang terdiri dari tiga komponen: input, proses, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
output (Diknas, 2004). Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dilihat dalam
bagan berikut.
Input Proses Output
Bagan 2.1 Proses Pendidikan
Bagan di atas menunjukkan bahwa proses diklat bermula dari seleksi lulusan
SMP dan yang sederajat yang mengikuti rangkaian proses diklat di SMK dengan
tuntas. Proses pendidikan berakhir ketika mereka menjadi lulusan yang kompeten.
Model tersebut dinilai terlalu sederhana karena tidak mencantumkan komponen
proses atau variabel proses yang perannya sangat penting. Karenanya, model
tersebut dinilai kurang mencerminkan hakikat rumitnya proses yang terjadi,
termasuk berbagai komponen yang mempengaruhi tingkat pencapaian hasil akhir
proses pendidikan.
Dunkin dan Biddle menawarkan model analisis proses pengajaran yang
memperhitungkan variabel yang lebih lengkap. Model ini terdiri dari empat
kelompok komponen atau variabel; yaitu presage, context, process dan output
variables. Model ini dapat disajikan dalam Bagan 2.2.
Menurut Dunkin dan Biddle kualitas hasil pembelajaran atau product
variables yang diinginkan sangat tergantung pada kualitas variabel proses yang
berbentuk interaksi guru-siswa dan siswa-siswa di kelas. Variabel proses ini
terbentuk dari interaksi kelompok variabel presage dan variabel konteks. Termasuk
dalam variabel terakhir adalah buku teks atau textbook. Mengingat pentingnya peran
Lulusan SMP
Proses Pembelajaran
Lulusan yang kompeten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
variabel proses dalam menentukan kualitas produk yang, guru perlu memperhatikan
semua komponen atau variabel yang berkontribusi terhadap kualitas variabel proses.
(Dunkin dan Biddle dalam Chaudron, 1990: 3)
Bagan 2.2. Analisis Komponen Pengajaran Menurut Dunkin dan Biddle
Tiap variabel dalam bagan di atas digambarkan saling terkait, melengkapi
dan bersama-sama berkontribusi dalam mengembangkan kualitas variabel proses.
Setiap variabel yang terkait, baik itu yang bersumber dari faktor guru, siswa atau
konteks memainkan peran masing-masing dalam membentuk kualitas variabel
proses. Dengan sifat hubungan tersebut, kelemahan suatu variabel akan
mempengaruhi keseluruhan proses, dan keunggulan satu atau beberapa variabel akan
dapat menutup sebagian kekurangan variabel yang lain.
Mengingat topik penenelitian ini berkenaan dengan penyusunan buku teks,
komponen buku teks memperoleh perhatian utama dalam pembahasan upaya
peningkatan efektifitas proses pembelajaran tanpa mengabaikan pentingnya peran
variabel lainnya. Gambaran kondisi yang diharapkan adalah bahwa proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
pembelajaran bahasa Inggris akan berjalan dengan lebih efektif jika semua variabel
yang terkait berkontribusi terhadap pengembangan variabel proses. Dalam kondisi
tersebut tersedianya buku teks yang disusun dengan memenuhi rambu-rambu dan
kriteria buku teks yang baik akan memberikan sumbangan yang berarti bagi kualitas
variabel proses yang dikembangkan.
a. Pengertian Buku Teks
Bagan 2.2 di atas menunjukkan peran buku teks sebagai salah satu
komponen dalam variabel konteks dalam proses pembelajaran. Pembahasan buku
teks bersinggungan dengan beberapa istilah lain seperti bahan ajar, part of language,
language input, materials, dan instructional materials (Depdiknas, 2004; Dick,
Carey dan Carey, 2005: 7; Nasution, 2005; dan BSNP, 2006).
Dick, Carey dan Carey (2005, 241) menggunakan istilah instructional
material yang pada hakikatnya berisi bahan yang dipakai siswa dalam kegiatan
pembelajaran. Mereka menyatakan “The instructional materials contain the
content—either written, mediated, or facilitated by an instructor—that students will
use to achieve the objective”. Artinya bahwa bahan ajar berisi substansi yang perlu
dipelajari oleh siswa baik berbentuk cetak atau yang difasilitasi oleh pengajar untuk
mencapai tujuan tertentu. Kutipan tersebut membahas ihwal hakikat, dan hubungan
bahan ajar dengan kurikulum, ruang lingkup serta perannya.
Dalam konteks pembahasan kurikulum pengajaran bahasa, David Wilkin
menggunakan istilah part of language yang makna harfiahnya adalah bagian bahasa.
Konsepnya tentang bahan ajar adalah “…parts of language are taught separately …
acquisition is a process of gradual accumulation of parts untill the whole structure
of language has been built…” (Wilkin, 1976: 2). Dalam kutipan di atas, Wilkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
menyebutkan istilah bagian-bagian dari struktur bahasa yang terdiri dari unsur
fonem, morfem, sintaksis, serta unsur makna yang dapat dipelajari secara bertahap.
Sejalan dengan Wilkin, dalam konteks pembelajaran bahasa ibu Chomsky
(dalam Larsen–Freeman dan Long, 1991: 115) menggunakan istilah linguistic input
yang didefinisikan sebagai “ the linguistic input for first language acquisition—that
is, language addressed to children …”, yaitu . suatu bentuk atau variasi bahasa yang
sengaja dikomunikasikan atau digunakan untuk berkomunikasi dengan anak. Bahan
ini berupa suatu variasi bahasa tertentu dengan berbagai fitur kebahasaan (language
features) yang sengaja dipilih sesuai dengan kondisi anak. Dengan demikian istilah
linguistic input menurut Chomsky merujuk pada lingkup bahan ajar dalam
pembelajaran bahasa yang tersedia atau sengaja disediakan untuk anak agar mereka
menguasai bahasa ibunya.
Dalam konteks TEFL, Tomlinson (2003: 2) menggunakan istilah language-
learning materials sebagai berikut
...people associate the term ‘language-learning materials’ with the coursebooks... . However, ... the term is used to refer to anything which is used by teachers or learners to facilitate the learning of a language. ... In other words they can be anything which is deliberately used to increase the learners’ knowledge and/or experience of the language.
Meskipun bahan ajar biasanya berbentuk buku teks, Tomlinson menyebutkan bahan
ajar kebahasaan sebagai bahan apapun yang digunakan guru maupun siswa untuk
mendukung proses pembelajaran bahasa atau yang dapat dengan sengaja
dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan atau pengalaman berbahasa.
Tiga kutipan terakhir membahas bahan ajar dalam proses pembelajaran
bahasa dengan penekanan yang berbeda. Jika Wilkin melihat bahan ajar sebagai
bagian struktur bahasa yang dapat dipelajari secara bertahap dan terpisah, Chomsky
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
memandangnya sebagai kebulatan suatu variasi bahasa tertentu dengan fitur yang
sesuai dengan kondisi anak–pembelajar. Tomlinson melihat hakikat bahan ajar dari
fungsinya sebagai alat pendukung proses pembelajaran bahasa serta bentuk bahan
ajar yang sering digunakan adalah buku teks.
Dokumen penataran guru dalam rangka diseminasi dan penerapan kurikulum
bahasa Inggris 2004 menyebutkan istilah buku teks sebagai “seperangkat materi
yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar” (Depdiknas, 2004). Adapun kelengkapan buku
teks yang dikembangkan menurut kurikulum 2004 mencakup (1) petunjuk belajar,
(2) kompetensi yang akan dicapai, (3) informasi pendukung, (4) latihan-latihan, (5)
petunjuk kerja, dan (6) evaluasi. Format buku teks ini dirancang sedemikian rupa
untuk memudahkan guru mengembangkan proses pembelajaran di kelas sehingga
siswa dapat mengembangkan kompetensi yang dituju.
Berdasarkan kajian di atas, istilah buku teks yang digunakan dalam
penelitian ini adalah suatu bentuk kumpulan bahan ajar tertulis pilihan yang
sengaja disusun untuk mendukung pencapaian tujuan program pembelajaran
bahasa Inggris di SMK sehingga pengalaman belajar yang dilakukan oleh siswa
efektif dalam mengembangkan kompetensi sasaran. Unsur yang tercakup dalam
buku teks ini meliputi fungsi bahasa, lexicogrammar, jenis teks (genre), dan topik
yang berkaitan dengan kompetensi yang akan dikembangkan dalam tiap unit.
b. Peran Buku Teks
Salah satu komponen pendukung proses pembelajaran dalam bagan 2.2
adalah buku teks yang berperan sebagai salah satu pendukung pengembangan
kualitas variabel proses yang hakikatnya adalah interaksi guru siswa di kelas. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
proses tersebut buku teks berfungsi sebagai dasar pengembangan kegiatan
pembelajaran atau pengalaman belajar (Tomlinson, 2008: 5). Dengan adanya buku
teks yang memadai proses pembelajaran dapat dikembangkan terarah pada
pencapaian tujuan pembelajaran.
Argumentasi tersebut selaras dengan pendapat Richards (2000; 129-130)
bahwa “For teachers and learners, the textbook provides a map that lays out the
general content of lessons and a sense of structure that gives coherence to both
individual lessons as well as an entire course”. Artinya bahwa bagi guru dan siswa,
buku teks menyediakan peta yang memberi gambaran tentang isi pelajaran secara
umum serta pola pembelajaran yang menyelaraskan kegiatan tiap pelajaran dengan
keseluruhan proses pembelajaran. Dengan demikian keberadaan buku teks yang baik
akan sangat wewarnai pengembangan proses pembelajaran yang efektif.
Dengan menggunakan istilah coursebook, Cunningsworth (1995: 25)
menyatakan bahwa fungsi bahan tersebut adalah “ as a resource in achieving aims
and objectives that have already been set in terms of learners’ needs”, yaitu sebagai
sumber dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang untuk keperluan
para pembelajar. Senada dengan Richards dan Cunningsworth, Tomlinson (2008: 4)
menekankan pentingnya buku teks yang disebutnya sebagai materials sebagai
“…that materials for learners at all levels (must) provide exposure to authentic use
of English through spoken and written texts with the potential to engage learners
cognitively and affectively” bahwa bahan ajar menyediakan pemajanan pemakaian
bahasa Inggris yang autentik melalui teks lisan dan tertulis yang dapat dipakai untuk
melibatkan pembelajar secara kognitif dan afektif. Argumentasi ini ditekankan
Tomlinson karena kegiatan tersebut yang dapat membantu pembelajar menguasai
bahasa sasaran dengan efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Brown (2001: 136). menyebutkan fungsi utama buku teks, yang disebut
materials, sebagai pendukung pengembangan kegiatan dalam proses pembelajaran.
Dikatakan “...much of the richness of language instruction is derived from
supporting materials” yang artinya kebanyakan pengajaran bahasa yang kaya
dikembangkan dari bahan ajar pendukung. Ada kalanya guru mampu mengajar
dengan teknik tertentu tanpa buku teks. Namun, dengan dukungan buku teks yang
memadai guru akan mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang lebih baik
sehingga pengalaman itu dapat berfungsi lebih efektif.
Pentingnya buku teks dalam proses pengajaran bahasa juga disampaikan Jack
Richards (2002: 251) sebagai “Teaching materials are a key component in most
language program. ... instructional materials generally serve as the basis for much
of the language input learners receive and language practice that occurs in the
classroom”. Kutipan tersebut menyatakan bahwa buku teks (bahan ajar) merupakan
fungsi utama dalam proses pembelajaran bahasa. Bahan ajar biasanya berfungsi
sebagai sumber language input yang dipelajari siswa di kelas. Dengan bahan ajar
yang tersedia, siswa dapat melakukan serangkaian latihan berbahasa di kelas, baik
secara mandiri, berpasangan atau berkelompok. Diharapkan dengan masukan yang
cukup dan terstruktur, serta tersedianya bahan ajar upaya pengembangan kompetensi
pembelajar melalui proses pembelajaran akan berjalan dengan lebih efektif.
Lebih lanjut Richards dan Rogers (2002: 30) juga menyatakan pentingnya
peran bahan ajar dalam proses pembelajaran bahasa sebagai:
The role of instructional materials within a method or instructional system will reflect decisions concerning the primary goals of materials (e.g. to present content, to practice content, to facilitate communication between learners, or to enable learners to practice contents without help of teachers).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Artinya bahwa peran bahan ajar adalah sebagai wahana untuk menyajikan isi atau
unsur-unsur bahasa yang dipelajari serta wahana untuk mengembangkan aktifitas
pembelajaran bahasa di kelas. Selain berfungsi sebagai sumber kegiatan
pembelajaran, bahan ajar juga menginformasikan hakikat utama tujuan atau fokus
bahan ajar itu disusun seperti memberi kesempatan pembelajar untuk berlatih dan
mempraktikkan unsur-unsur tersebut dalam bentuk komunikasi baik dalam kegiatan
yang terbimbing (oleh guru) maupun dengan teman sekelas.
Bagi guru yang pengalaman mengajarnya belum banyak, buku teks memberi
tuntunan yang sangat berguna. Richards (2000: 130) mengatakan “Another view of
the value of textbooks is that textbooks and teachers’ manuals can help
inexperienced teachers develop skills in teaching… and also serve as teacher
training manuals for inexperienced teachers”. Dengan adanya buku teks yang baik,
guru yang belum berpengalaman dapat mengembangkan keterampilan mengajarnya
serta dapat berfungsi sebagai pedoman dalam meningkatkan dirinya. Senada dengan
Richards, Tomlinson (2008: 4) menyatakan bahwa satu di antara beberapa peran
buku teks adalah sebagai kurikulum tersembunyi yang memberi arah proses
pembelajaran.
Tidak semua buku teks memberi mendukung proses pembelajaran. Richards
(2000: 125-140) menunjukkan bahwa buku teks dapat membantu atau menganggu
proses pembelajaran. Contoh yang diberikan Tomlinson (2008: 3) adalah bahwa
buku teks yang isinya tidak sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran dapat
menyebabkan gagalnya pembelajaran. Buku teks yang baik dapat diidentifikasi dari
beberapa fitur yang dikandung (Richards, 1999: 15; Tomlinson, 2003: 7-22). Dua di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
antara delapan ciri buku teks yang baik yang dirumuskan Tomlinson adalah bahwa
buku teks seharusnya:
(1) “...provide the learners with opportunities to use the target language to achieve
communicative purposes”, yaitu memberi kesempatan pembelajar untuk belajar
menggunakan bahasa sasaran untuk mencapai tujuan komunikasi.
(2) “...maximize learning potentials and provide opportunities for outcome
feedback”, yaitu memaksimalkan potensi pembelajaran serta memberi
kesempatan pada pembelajar untuk memperoleh masukan atas pengalaman
belajarnya.
Inti dari kedua ciri di atas adalah bahwa tanpa latihan berkomunikasi yang cukup
pembelajar akan menghadapi kesulitan jika dihadapkan pada situasi ketika dia harus
berkomunikasi dalam konteks pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Dalam latihan
tersebut, pembelajar perlu memperoleh masukan mana di antara bentuk yang mereka
buat efektif dan mana yang tidak efektif. Dengan pengalaman tersebut pembelajar
akan memperoleh pengalaman yang sesuai dengan kenyataan dalam berbahasa.
Relatif pentingnya bahan ajar terletak pada konteks pembelajaran. Dalam
konteks pengembangan kompetensi wicara atau oracy dalam pembelajaran bahasa
ibu misalnya, bahan ajar yang terstruktur mungkin tidak atau kurang diperlukan,
sedangkan pada pengembangan keterampilan bahasa tulis atau literacy tersedianya
bahan ajar dengan kualitas yang memadai sangat mutlak diperlukan. Model
pengajaran dan atau metode pengajaran yang dikembangkan juga menentukan.
Pengajaran yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan tugas atau “task-
based learning-teaching” (Nunan, 2006) mutlak memerlukan bahan ajar yang
dirancang secara teliti, namun berbeda kondisinya dalam pengajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
menerapkan metode direct method yang dapat memaksimalkan lingkungan yang
ada di sekitar proses pembelajaran. Dengan demikian meskipun peran bahan ajar
dalam konteks pembelajaran bahasa sangat penting, keragaman konteks
pembelajaran yang terbentuk menentukan keragaman tuntutan atau ketergantungan
terhadap bahan ajar yang ada.
Lingkup, fungsi serta karakteristik bahan ajar di atas merupakan rambu-rambu
untuk merancang dan mengembangkan bahan ajar yang baik demi pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Selain tersedianya bahan ajar yang baik pencapaian
tujuan tersebut perlu didukung dengan pemilihan metodologi yang tepat. Hal ini
ditegaskan Clark (dalam Nunan, 1994:15) “certain ends have to be reached through
specification of content and methodology”, bahwa beberapa tujuan pembelajaran
tertentu harus, atau hanya dapat, dicapai melalui pemilihan bahan ajar dan metode
pengajaran. Senada dengan ini, Richards dan Rogers menempatkan peran bahan ajar
yang disebut dengan text book berada dalam dalam payung procedure (Richards dan
Rogers, 2002: 33) sehingga pembahasannya seharusnya dikaitkan dengan
kurikulum. Jika dianalisis secara lebih jauh, pernyataan Clark (dalam Nunan, 1994),
Richards dan Rogers (2002), dan Richards (2002) melengkapi apa yang diperlukan
dalam upaya menciptakan situasi interaksi antara guru, pembelajar serta buku teks.
Tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum hanya dapat dicapai
melalui serangkaian pengalaman belajar yang dilakukan oleh pembelajar. Jika tujuan
tersebut berbentuk seperangkat kompetensi, pengalaman belajar yang perlu
dilakukan adalah semua kegiatan yang dilakukan pembelajar, baik dengan atau tanpa
pendampingan guru, untuk mengembangkan kompetensi tersebut tergantung kondisi
pembelajaran yang ada. Perbedaan ini berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan buku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
teks. Sebagai contoh, konteks pembelajaran bahasa terstruktur atau instructed
language learning context mutlak memerlukan buku teks yang baik, sedangkan
konteks pembelajaran bahasa alamiah atau naturally occuring language acquisition
relatif tidak tergantung pada ketersediaan buku teks. Konteks pengembangan
membaca mutlak memerlukan buku teks yang tersusun sistimatis, sedangkan
pengembangan keterampilan wicara tidak. Demikian juga proses pembelajaran yang
terstruktur; bukan proses pemerolehan bahasa secara alamiah, perlu dirancang dan
dikembangkan agar kegiatan yang dikembangkan lebih efektif mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Dalam proses tersebut pemilihan dan penyusunan buku teks yang baik
akan mendukung pengembangan pengalaman belajar yang berkontribusi terhadap
tingkat pencapaian tujuan yang ingin dicapai.
c. Penyusunan Buku Teks
Pembahasan buku teks di sub-bagian II A.3 menunjukkan bahwa buku teks
berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum
melalui serangkaian pengalaman belajar yang dilakukan siswa. Hubungan antara
buku teks dan kurikulum dapat ditunjukkan melalui hakikat bahan ajar yang
merupakan isi buku teks.
Hamalik menilai bahan ajar yang menjadi isi substansi buku teks sebagai
bagian integral dan merupakan inti kurikulum (2003:132). Pernyataan ini juga
dikuatkan oleh Nunan (1994: 14) yang menegaskan bahwa bahan ajar atau materials
dianggap sebagai inti kurikulum atau “the what of the curriculum”. Dengan
demikian penyusunan buku teks berkaitan erat dengan atau harus merujuk pada
kurikulum karena buku teks harus mencerminkan isi kurikulum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pada praktiknya, penyusunan buku teks tidak dapat diturunkan atau dipilih
langsung dari kurikulum. Hal ini karena hakikat kurikulum adalah ungkapan atau
rencana yang umum dan abstrak. Gambaran ini dapat dilihat dari beberapa kutipan
berikut. Dubin dan Olshtain (1992: 3, 40) menyebutkan fungsi kurikulum sebagai
“ the broadest contexts in which planning for language instruction takes place,
either in the national level or for a community’s school”. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa hakikat kurikulum adalah suatu perencanaan pengajaran bahasa
baik dalam skala nasional atau masyarakat yang cakupannya sangat luas.
Perencanaan ini juga merupakan pernyataan politis umum yang masih abstrak
tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Senada dengan Dubin dan Olshtain, K. Johnson (1990: xi, 1) menyebutkan
pemakaian istilah curriculum yang biasa digunakan di negara Inggris secara garis
besar merujuk pada “all the relevant decision making processes of all the
participants...the factors which contribute to the teaching and learning situation”.
Dua kutipan di atas menunjukkan bahwa kurikulum merupakan suatu keputusan atau
rancangan pengajaran yang cakupannya luas meliputi semua faktor yang
mempengaruhi atau mendukung proses pengajaran.
Cakupan kurikulum meliputi semua hal yang seharusnya diajarkan dalam
suatu kurun waktu, serta semua komponen yang mendukung proses pembelajaran.
Nunan (1988: 1) menyebut konsep tradisional kurikulum sebagai “a statement or
statements of intent—the ‘what should be’ of a course of study”. Pada
dasarnya cakupan kurikulum adalah suatu pernyataan tentang tujuan yaitu apa yang
seharusnya dilakukan dalam satu kurun waktu pembelajaran. Hal ini juga ditegaskan
Richards dan Rogers (2002: 39) dalam konteks pendidikan formal bahwa cakupan
kurikulum adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
...all those activities in which children engage under the auspices of the school This includes not only what pupils learn, but how they learn it, how teacher helps them learn, using what supporting materials, styles and methods of assesment, and in what kind of facilities.
Dari kutipan di atas, lingkup kurikulum dapat digambarkan sebagai semua aktifitas
dan pembelajaran siswa di sekolah, cara kegiatan tersebut dikembangkan, bentuk
dukungan yang diberikan serta bentuk evaluasi yang tepat digunakan untuk
mengukur kinerja semua proses tersebut.
Untuk menuangkan butir-butir dalam kurikulum ke dalam buku teks
diperlukan perencanaan yang lebih spesifik dan lebih konkrit dalam bentuk silabus.
Silabus disusun untuk menuangkan rencana pembelajaran yang lebih sempit atau
lebih khusus dibandingkan dengan kurikulum. Dengan lain kata, silabus adalah
bagian dari, atau salah satu produk olahan dari kurikulum. Hal ini dinyatakan Dubin
dan Olshtain (1992: 40) yang menyebutkan silabus sebagai “... syllabus, or the
instructional plan, guides teachers and learners in everyday concern... a more
circumscribed document, usually one which has been prepared for a particular
program of learners”. Menurut mereka, silabus merupakan rencana pembelajaran
tingkat berikutnya yang berbentuk naskah yang lebih khusus dan konkrit yang
dirancang sebagai acuan, petunjuk apa yang dilakukan guru-siswa, atau rencana
pembelajaran dalam suatu program pembelajaran tertentu dan dalam kurun waktu
tertentu
Johnson sependapat bahwa hakikat silabus adalah hasil pengolahan
kurikulum pada tahapan yang lebih konkrit lagi. Silabus, bagi K. Johnson (1990: 1)
adalah “the product of the decision making processes generally exists in some
concrete form and can be observed and described...”. Dengan demikian pengertian
silabus adalah perencanaan yang lebih spesifik dibandingkan dengan kurikulum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Dalam menjelaskan istilah silabus, Jack Richards merujuk pada aktifitas
yang lebih konkrit. Richards (2002: 2) mendefinisikannya sebagai “a specification of
the content of a course of instruction and lists what will be taught and tested”,
artinya bahwa silabus merupakan pemilihan isi serangkaian pengajaran yang lebih
rinci dan (dengan) mencantumkan butir-butir buku teks yang akan diajarkan dan
dievalusi.
Lebih rinci lagi, Richards (1999: 8) juga menjelaskan hakikat penyusunan
silabus sebagai bagian dari lingkup penyusunan kurikulum. Mengikuti langkah-
langkah penyusunan kurikulum model Taba, dikatakan bahwa langkah ketiga dan
keempat dari model ini adalah “ selection of content” dan “organization of content’
sebagai inti penyusunan silabus. Dari kutipan ini dapat difahami bahwa isi silabus
adalah kumpulan isi atau bahan ajar yang tersusun sedemikian rupa yang harus
diajarkan dan dicakup dalam evaluasi.
Dubin dan Olshtain (1992: 28) menempatkan silabus sejajar dengan
rancangan pengajaran sebagai “course outline” dan juga “the instructional plan”.
Sejalan dengan yang diutarakan Richards, dan Dubin dan Olshtain, Cunningsworth
(1995: 54) mendefinisikan silabus sebagai “a specification of the work to be
covered over a period of time, with a starting point and a final goal”, bahwa silabus
adalah rincian pekerjaan atau aktifitas pembelajaran yang harus dicakup dalam suatu
masa tertentu yang perlu mencantumkan titik awal dan titik akhir atau tujuan suatu
proses pengajaran.
Searah dengan itu, Johnson juga menyatakan bahwa silabus harus memuat
apa yang perlu diajarkan. Secara lebih rinci, K. Johnson (1990: 28) juga
menyebutkan cakupan silabus sebagai “ the selection and organization of linguistic
content to be taught…to include not only vocabulary and grammar but notions that
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
the learner needs to communicate about and functions that the learners need to
communicate within”. Cakupan silabus berisi kosa kata, tata bahasa, nosi dan fungsi
bahasa yang disusun dalam sistim pembelajaran yang dibutuhkan pembelajar untuk
mengembangkan kompetensi komunikatifnya.
Selain materials, Dubin dan Olshtain (1992: 28) juga memasukkan tujuan
pembelajaran, metode atau cara pembelajaran dan evaluasi ke dalam lingkup silabus.
Menurut mereka, silabus perlu mencakup hal-hal berikut.
(1) Tujuan program pembelajaran secara operasional.
(2) Materi yang perlu dicakup selama program pembelajaran.
(3) Waktu pembelajaran yang diperlukan.
(4) Metode, teknik dan materi pengajaran.
(5) Bentuk dan mekanisme evaluasi yang diterapkan.
Dengan demikian dapat difahami bahwa hakikat silabus adalah seperangkat
perencanaan pengajaran yang mencantumkan serangkaian materials yang harus
dicakup dalam suatu periode tertentu, kapan dan bagaimana penerapannya dalam
proses pembelajaran termasuk bagaimana bentuk evaluasi yang cocok diterapkan.
Rancangan tersebut berisi materi yang akan diajarkan seperti kosa kata, tata bahasa,
fungsi dan nosi bahasa, model dan prosedur pembelajaran dan evaluasi.
Konsep yang sama juga dinyatakan dalam KTSP. Dokumen ini menegaskan
bahwa silabus merupakan penjabaran SK dan KD ke dalam materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian (BSNP, 2006: 4). Selain lingkup kompetensi minimal yang harus
dicapai, KTSP juga menyebutkan rambu-rambu pencapaian serta evaluasinya..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Dari beberapa kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyusunan
buku teks harus didasarkan atas bahan ajar sebagai isi kurikulum dan rambu-rambu
penerapannya karena buku teks adalah wahana untuk mencapai tujuan yang
dicantumkan dalam kurikulum. Karena kurikulum masih berupa perencanan yang
abstrak, penyusunan buku teks harus melalui penyusunan silabus sebagai rambu-
rambu penuangan kurikulum ke dalam kegiatan yang lebih konkrit. Fokus
pembahasan silabus adalah “on what is taught and in what order it is taught”
(Cunningsworth, 1995: 54), yaitu apa saja yang harus dicakup dalam suatu proses
pengajaran dan bagaimana urutannya atau sistim pengaturan buku teks tersebut.
Beberapa model pengaturan buku teks dalam kurikulum dibahas dalam bagian
berikut.
d. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris untuk SMK
Penyusunan buku teks melibatkan beberapa tahapan. Dua tahapan utama
yang harus ditempuh adalah penentuan jenis silabus dan menentukan cakupan serta
model pengaturan language content. Tugas utama yang melekat dalam pemilihan
model silabus adalah menentukan kriteria bahan yang akan dicakup dan menentukan
butir-butir mana yang akan dimasukkan ke dalam daftar buku teks. Tugas tahapan
kedua adalah menentukan model pengurutan dan penyusunannya (sequencing and
grading). Subbab terdahulu telah disajikan berbagai jenis silabus yang sering
digunakan dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua/asing. Bagian
tersebut juga menyebutkan bahwa pemilihan jenis silabus dapat ditentukan oleh
fokus buku teks yang dikembangkan dan cara pengaturannya dalam upaya mencapai
tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Penyusunan buku teks bahasa Inggris untuk SMK juga dinyatakan harus
mengacu pada isi kurikulum yang berlaku serta rambu-rambunya yaitu KTSP.
Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, KTSP menganut model pengajaran
komunikatif. Arah ini dapat dianalisis dari tujuan utama kegiatan pembelajarannya,
yaitu pengembangan seperangkat kompetensi bahasa tertentu. Sebagai konsekuensi
metodologisnya, model silabus yang sesuai dengan KTSP adalah silabus yang
memberi penekanan pada pengembangan kompetensi berbahasa. Dalam konteks
pengajaran komunikatif, Richards (2004: 11) menyarankan untuk menggunakan
model silabus yang sesuai. Dua di antaranya adalah skill-based syllabus dan
functional syllabus.
Richards mendefinisikan skill-based sylabus sebagai silabus yang “focuses
on the four skills of reading, writing, listening, and speaking, and breaks each skill
down into its components microskills”, yaitu silabus yang mengutamakan
pengembangan keempat keterampilan berbahasa, membaca, menulis, menyimak dan
wicara ini dilakukan dengan menjabarkan tiap keterampilan berbahasa ke dalam
beberapa keterampilan mikro yang dapat diajarkan secara bertahap.
Definisi functional syllabus, menurut Richards, adalah silabus yang “...is
organized according to the functions the learner should be able to carry out in
English, such as expressing likes and dislikes, offering and accepting apologies,
introducing someone and giving explanation” yaitu yang dirancang berdasarkan
fungsi bahasa yang harus dapat dilakukan oleh pembelajar. Beberapa contoh fungsi
bahasa yang biasa dicakup ke dalam silabus adalah “expressing like and dislike,
making and responding to offer, accepting apology, introducing someone, atau
providing clarification”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Lebih lanjut, Richards berargumen bahwa kedua model silabus tersebut
dikategorikan sebagai silabus komunikatif (communicative syllabus) karena
keduanya mengarah dan memberi prioritas pada pengembangan kompetensi
komunikatif, yaitu kompetensi pemakaian bahasa dalam kondisi yang sesungguhnya
melalui keempat keterampilan berbahasa yang dikembangkan secara integratif dan
proporsional.
Rambu-rambu yang dikeluarkan BSNP dalam penyusunan silabus yang
disarankan dalam dokumen KTSP lebih condong pada pemakaian functional
syllabus tanpa meninggalkan nuansa skill-based silabus. Prioritas pada pemakaian
functional syllabus dapat dilihat dari hakikat tujuan utama yang ingin dicapai yang
diungkapkan dengan istilah SK dan KD yang dipakai sebagai acuan pengembangan
buku teks. Unsur skill-based syllabus dapat dilihat dari ungkapan instruksi kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan yang harus dilaksanakan siswa berupa keempat
keterampilan berbahasa secara integratif dan proporsional.
Kompetensi berbahasa Inggris yang diperlukan lulusan SMK berbeda dengan
yang diperlukan oleh lulusan SMA. Jika lulusan SMA diperkirakan lebih banyak
yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, lulusan SMK diprediksikan dan
diarahkan untuk memasuki dunia kerja (Kasiyanto, 2006: 2; P3GK. 2004).
Perbedaan ini mencerminkan kebutuhan (students’ needs) berbahasa Inggris yang
berbeda. Mengingat relatif beragamnya kebutuhan berbahasa Inggris yang akan
dihadapi para lulusan SMK dengan berbagai latar profesi dan kejuruan dan lapangan
pekerjaan yang akan dihadapi kebutuhan tersebut perlu diidentifikasi melalui
langkah analisis kebutuhan (needs analysis) (Richards, 2004: 12). Lebih jauh
Richards juga menjelaskan bahwa langkah needs analysis merupakan prosedur awal
untuk mengidentifikasi kebutuhan berbahasa Inggris untuk tujuan khusus atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
English for Specific Purposes (ESP). Dalam mengembangkan buku teks yang sesuai
dengan ESP, langkah needs analysis mutlak dilakukan agar lingkup pembelajaran
betul-betul relevan dengan kebutuhan komunikatif para siswa di masa mendatang.
Hasil langkah ini menjadi dasar penyusunan buku teks untuk memenuhi kebutuhan
berbahasa Inggris yang dihadapinya nanti.
Dalam konteks pemilihan bahan dalam ESP, Cunningsworth (1995: 132)
mengatakan “…that ESP materials meet learners’ needs and that the language
taught matches the language that the students will use…as they were perceived to
have specific needs which could not be met fully by general materials”. Maksudnya
bahwa buku teks ESP perlu dipilih dan disusun sedemikian rupa untuk memenuhi
kebutuhan komunikatif siswa di masa mendatang dalam bidang atau perofesi yang
ditekuninya. Penyusunan tersebut dilakukan karena kebutuhan khusus siswa dalam
berbahasa tersebut tidak dapat terpenuhi dengan memadai jika pengajaran yang
dilaksanakan menggunakan buku teks yang umum. Buku teks ini dikembangkan
untuk mendukung upaya pengembangan kompetensi berbahasa Inggris tertentu
dalam bidang keahlian yang mereka ditekuni. Model penyusunan program
pembelajaran yang biasa dikembangkan dalam konteks ESP adalah model
pembelajaran yang menekankan pengembangan keterampilan atau skill-based
activities dan kegiatan yang berbasis tugas atau task-based acivities
(Cunningsworth, 1995: 134). Model rancangan pembelajaran ini sering diterapkan
karena lebih sesuai dengan hakekat materi serta topik yang dikembangkan dalam
rancangan program pembelajaran yang lebih bersifat konkrit dan nyata. Dengan
demikian program yang dikembangkan sesuai dan mendukung upaya pengembangan
seperangkat kompetensi bahasa yang realistik yaitu bahasa yang betul-betul
dibutuhkan dalam konteks mereka bekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Masalah utama dalam proses penyusunan buku teks adalah pemilihan dan
pengurutan materi secara keseluruhan dalam silabus. Hal ini dikemukakan Richards
(2001: 5) dalam konteks penyusunan silabus model konvensional sebagai “Initial
steps in this direction centered on approaches to determining the vocabulary and
grammatical content of a language course…that were known as selection and
gradation”. Pada tahap awal penyusunan silabus konvensional, upaya pemilihan
buku teks yang terdiri dari vocabulary dan grammar yang sering dikatakan
sebagai pemilihan dan pengurutan bahan. Dalam konteks perencanaan ESP,
beberapa unsur yang biasanya dicakup adalah teks atau wacana yang sering
digunakan (texts), fungsi bahasa, dan kebutuhan keterampilan khusus lainnya
(Richards, 2004: 12).
Meskipun masalah pemilihan isi silabus seperti di atas sangat penting, proses
penyusunan dan pengurutannya tidak boleh dinomorduakan. Pemilihan perlu
dilakukan karena tidak semua unsur bahasa itu relevan dan perlu dipelajari,
sedangkan pengurutan berkaitan dengan “grouping and sequencing of teaching items
in a syllabus” (Richards, 2001: 14). Selanjutnya Richards juga membahas berbagai
model pemilihan (selection) dan pengurutan (grading) unsur-unsur buku teks
seperti kosa kata, grammar, fungsi bahasa, topik dan tema. Dengan menerapkan
rambu-rambu tersebut pengalaman belajar yang dikembangkan berdasarkan buku
teks tersebut dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang lebih efektif.
Dalam ESP, beberapa model penyusunan silabus telah dikembangkan dan
banyak diterapkan di lapangan. Tahapan yang biasa diterapkan mulai dari needs
analysis, penentuan dan perumusan tujuan (determination of goals and objectives),
perumusan isi (content conceptualization), pemilihan dan pengembangan buku teks
dan kegiatan pebelajaran (selection and development of materials and activities),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
penyusunan buku teks dan kegiatan pembelajaran (organization of content and
activities), dan penilaian (assessment and evaluation) (Dudley-Evans dan St John
dalam Askar, 2005:15).
Pada praktiknya, banyak proses penyusunan buku teks tidak mengikuti satu
model atau prosedur tertentu karena dianggap terlalu membatasi. Ada
kecenderungan di kalangan praktisi untuk menggunakan model-model lain yang
dinilai memperkaya pemakaian satu model saja. Dubin dan Olshtain (1992: 38)
menyatakan
Course designers who are carefully cosider the various approaches to syllabus designs may arrive at the conclusion that a number of different ones are needed and are best combined in an eclectic manner in order to bring about positive result. ... Such solution may be suitable for a foreign language setting.
Para perancang program pembelajaran sering kali dihadapkan pada banyak pilihan
model silabus yang baik. Mereka dapat mengabungkan berbagai model tersebut
yang mereka nilai baik menjadi model kombinasi yang dinamakan campuran atau
eclectic Model ini dianggap yang terbaik karena mempunyai keunggulan dari yang
lain. Dengan cara eclectic, yaitu dengan mengakomodasi unsur-unsur positif tiap
model, penyusunan silabus akan lebih sesuai dan memenuhi kebutuhan pembelajar.
Rambu-rambu pemilihan dan penyusunan bahan ajar dalam penerapan KTSP
juga disusun sangat longgar. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam
kurikulum, satuan pendidikan, dalam hal ini (kelompok) guru pada tiap satuan
pendidikan disarankan untuk memilih buku teks sendiri. Sebagai rambu-rambu,
buku teks yang dikembangkan harus diselaraskan atau diturunkan dari SK dan KD
yang ditentukan dalam KTSP. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya unsur yang tercakup dalam tiap unit buku teks dalam KTSP adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
pilihan fungsi dan nosi bahasa, beberapa susunan, baik dalam tataran pembentukan
kata, frasa maupun klosa atau disebut juga kategori leksiko-gramatikal.
5. Buku Teks Bahasa Inggris Integratif Istilah buku teks dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang
dicantumkan pada halaman 64. Dengan demikian istilah buku teks Bahasa Inggris
Integratif untuk SMK yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada suatu
kumpulan bahan ajar bahasa Inggris tertulis pilihan yang sengaja disusun untuk
mendukung pencapaian tujuan program pembelajaran bahasa Inggris di SMK.
Pembahasan teori pada Bab II menyinggung isi buku teks yang terdiri dari
serangkaian bahan ajar yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Dengan spesifikasi
ini, cakupan isinya mengacu pada butir-butir bahan ajar yang tercantum dalam
KTSP, yaitu sejumlah fungsi bahasa pilihan berdasarkan KD dan SK yang
ditentukan dan lexicogrammar pendukung yang sesuai dengan tema atau topik yang
kembangkan. Bahan ajar tersebut disajikan dalam kegiatan pembelajaran yang
melibatkan keempat keterampilan bahasa; menyimak, wicara, membaca dan
menulis.
Selain berisi muatan bahan ajar yang ada dalam KTSP, buku teks ini juga
mencakup bahan pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk mengerjakan
TOEIC test dalam bentuk test taking skills. Keterampilan ini perlu dilatihkan
bersamaan dengan pengembangan SK dan KD di atas karena bukti sertifikasi tingkat
kompetensi bahasa Inggris yang diakui DUDI perlu terungkap dalam bentuk skor
TOEIC test. Mengingat tujuan pendidikan SMK adalah untuk mempersiapkan
lulusan SMK untuk memasuki dunia kerja, sertifikasi keahlian yang mereka miliki
merupakan senjata yang sangat berguna dalam berkompetisi mencari pekerjaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
lebih layak. Dengan demikian istilah integratif dalam nama buku teks ini digunakan
untuk mengungkapkan upaya untuk mengakomodasi tuntutan kurikuler serta
tuntutan DUDI sebagai dua komponen bahan ajar yang sering kali diajarkan secara
terpisah..
Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dirancang untuk mengembangkan
seperangkat kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk KD dan SK yang tertera
dalam KTSP SMK serta tuntutan dunia kerja. Cakupan buku teks ini dapat diperiksa
di Bab V, pada tabel 5.2 (hal 237). Pembahasan fitur buku teks ini secara lengkap
disajikan pada Bab V. D.
Buku teks ini dikembangkan melalui R & D yang dilaksanakan di SMKN 4
Yogyakarta di jurusan UJP pada tahun pelajaran 2007-2008. R & D dilaksanakan
dalam tiga tahap penelitian; eksplorasi, pengembangan dan pengujian. Tata cara
pelaksanaannya secara rinci disajikan dalam Bab III Metodologi Penelitian.
Subjek yang dilibatkan dalam tahapan pengembangan dan pengujian R & D
ini adalah jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Kelompok siswa ini menjadi pemakai
sasaran utama buku teks ini. Alasan dilibatnya kelompok ini disajikan dalam Bab III
B.2.c.
Pengembangan buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK ini
dilaksanakan bersasarkan prosedur penelitian R & D. Hasil yang diharapkan adalah
tersusunnya buku teks yang sesuai dengan siswa sasaran dan yang menawarkan
keunggulan dari buku teks atau LKS yang lain. Diharapkan dengan tersusunnya
buku teks ini pengembangan pengalaman belajar bahasa Inggris di kelas dapat
dilaksanakan dengan lebih mengarah pada pengembangan kompetensi yang
dibutuhkan lulusan SMK. Pemakaian buku teks ini dengan memperhatikan rambu-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
rambu yang ada dapat membawa perbaikan dalam pelaksanaan pengajaran bahasa
Inggris di SMK, khususnya jurusan UJP.
B. Kajian Pustaka
Upaya untuk penyusunan buku teks bahasa Inggris untuk SMK masih dinilai
sangat sedikit. Fenomena tersebut diamati dengan membandingkan jumlah buku teks
untuk SMK dengan buku teks untuk sekolah menengah umum lainnya, seperti SMP
dan SMA. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya komitmen penerbit menerbitkan
buku untuk SMK karena keuntungan yang diperoleh kecil. Fenomena sama yang
terjadi di Inggris diamati Tomlinson dan Masuhara (2008: 159) yang menyatakan
bahwa kebanyakan penerbit enggan menerbitkan buku yang berbasis ESP karena
relatif kecilnya jumlah konsumen sehingga mereka tidak dapat memperoleh
keuntungan yang layak. Penyebab lain adalah sedikitnya penyusun buku teks bahasa
Inggris untuk SMK. Bahkan program pengadaan buku sekolah elektronik (BSE)
yang diluncurkan Kemendiknas pun belum mampu secara signifikan meningkatkan
jumlah buku teks bahasa Inggris untuk SMK.
Dalam suatu studi untuk bahan penyusunan disertasinya, Kusni Askar,
mengadakan survey tentang buku teks ESP di tiga perguruan tinggi negeri ternama
di Indonesia. Penelitian ini dirancang untuk mengungkapkan berbagai masalah
penyusunan rancangan program pengajaran atau ‘course design’ ESP di perguruan
tinggi (Askar, 2005). Temuan penelitian ini adalah bahwa selama ini penyusunan
program tersebut dilaksanakan kurang sistematis. Kondisi tersebut muncul akibat
dari lemahnya pemahaman pengampu tentang konsep ESP. Adapun usulan untuk
penyusunan buku teks adalah (1) pemakaian prosedur yang biasa diterapkan dalam
ESP juga (2) pemakaian model Collective Collaboration yang melibatkan pakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dalam bidang profesi dalam penyusunan program, selain penyusun program atau
course designer.
Rumitnya penyusunan buku teks berbasis ESP juga dialami Maria
Spiropoulou ketika ditugaskan mengembangkan materi ESP untuk beberapa jurusan
keteknikan dan kejuruan di lingkungan State Pedagogical Institute, Yunani
(Spiropoulou, 1996: 70). Tantangan yang dihadapi peneliti adalah penggabungan
unsur kebahasaan dengan materi keteknikan dan kejuruan (contents) ke dalam buku
teks tersebut. Dalam perumusan buku teks, teori tentang hakekat bahasa menentukan
bentuk bahan yang disusun dan pada akhirnya akan mempengaruhi jenis tujuan yang
ingin dicapai. Ketika tim penyusun menyepakati dasar penyusunannya
menggunakan kaidah sintaksis dengan kosa kata atau lexicogrammar components,
program pengajaran yang dihasilkan berbentuk bahan berbasis teks. Hasilnya adalah
buku teks yang mengutamakan pengembangan keterampilan mahasiswa membaca
teks yang berhubungan dengan pekerjaan mereka atau to read job-otriented texts.
Kelemahan program yang ditemukenali adalah bahwa para lulusan program itu tidak
mampu berkomunikasi lisan dengan bahasa Inggris. Revisi dilaksanakan untuk
mengubahnya menjadi program yang berbasis komunikatif yang menekankan
pengajaran bentuk dan fungsi bahasa atau form-function of language (1996: 71).
Permasalahan yang sama juga dihadapi Deborah Mason (1994: 19) ketika
menyusun program pembelajaran bahasa Inggris untuk mahasiswa jurusan
perawatan kesehatan atau health care di pusat bahasa Universitas Helsinki di
Finnlandia. Berdasarkan analisis kebutuhan dan misi universitas bahwa lulusan
jurusan ini diharapkan mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris di tempat kerja
tentang profesi berhubungan dengan kliennya dan mampu berpartisipasi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
seminar internasional dengan bahasa Inggris, penguasaan kompetensi berbahasa
Inggris yang umum saja dirasa belum cukup. Karenanya institusi menghendaki agar
program yang disusun lebih berorientasi pada substansi. Solusi yang diambil Mason
adalah mengintegrasikan unsur genre bidang perawatan kesehatan dan bidang
komunikasi dalam seminar dalam program ESP.
Kondisi serupa juga dihadapi penyusun buku teks berbasis ESP di Indonesia.
Dimotivasi oleh kurang cocoknya buku teks yang ada di pasaran dengan kebutuhan
Lembaga Indonesia-Amerika (LIA), Els Herman (2001) menelaah buku teks yang
ada di LIA. Hasilnya menunjukkan bahwa buku teks yang ada tidak ada yang sesuai
persis dengan visi pengajaran bahasa Inggris di LIA. Peneliti menyarankan para
guru dan institusi untuk menyusun buku teks sendiri sehingga visi, misi institusi
serta berbagai kepentingan lain dapat diakomodasi dalam buku teks.
Di lingkungan SMK, program penyusunan buku teks yang terdokumentasi
adalah yang diprakarsai oleh Dikmenjur pada bulan Juli tahun 2000 di Jakarta
Hendraswari, dkk (2000). Program ini melibatkan sekitar 40 guru bahasa Inggris
pilihan dari seluruh propinsi di Indonesia. Program yang dinamakan Workshop
Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris ini dilaksanakan secara kerja tim. Target tiga
jilid buku masing-masing untuk kelas 1, 2 dan 3 SMK tercapai karena setiap jilid
dikerjakan oleh tim penulis yang beranggotakan 13-15 guru. Tiap tim didampingi
beberapa tenaga editor, konsultan bahasa dan tim teknis sehingga hasilnya layak
terbit.
Pendekatan yang diterapkan dalam tim ini adalah diskusi kelompok,
eskplorasi serta prentasi kelompok. Berkat pengalaman para guru, penyusunan buku
teks tersebut berjalan dengan lancar. Buku teks yang dihasilkan terdiri dari tiga jilid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
dan diberi nama Global Access to the World of Work. Cetakan kedua buku tersebut
untuk kelas 1, 2 dan 3 SMK didistribusikan ke semua SMK di Indonesia.
Dari segi objek penelitian, Penelitian Askar (2005), Spiropoulou (1996),
Mason (1994) dan Els Herman (2001) mempunyai kesamaan dengan desertasi R &
D ini karena semua meneliti buku teks atau bahan ajar berbasis ESP; pengajaran
bahasa Inggris untuk tujuan khusus. Semua penelitian mengikuti prinsip
pengembangan materi menurut ESP yaitu mulai dengan needs analysis kemudian
dilanjutkan dengan tahapan pengembangan. Program yang dilaksanakan Dikmenjur
adalah proyek pengembangan buku teks, dan bukan penelitian.
Beberapa perbedaan penelitian di atas dengan disertasi ini adalah pada
tingkatan subjek yang diteliti dan pendekatan penelitian yang dipakai. Tiga peneliti
pertama melibatkan mahasiswa perguruan tinggi; peneliti keempat melibatkan
peserta program pendidikan nonformal; program Dikmenjur hanya melibatkan guru
bahasa Inggris SMK; sedangkan disertasi R & D ini melibatkan siswa SMK dan
gurunya.
Perbedaan kedua adalah pada jenis penelitian yang dipakai. Program
Dikmenjur hanya program penyusunan buku teks dan bukan penelitian. Jika
keempat peneliti pertama di atas menggunakan survey dan pengembangan berbasis
ESP, disertasi ini menggunakan R & D. Meskipun tujuannya sama, yaitu
pengembangan atau penyusunan buku teks berbasis ESP, disertasi ini menerapkan
tiga tahapan penelitian; eksplorasi, pengembangan dan pengujian. Rangkaian
tahapan penelitian R & D ini menghasilkan buku teks yang tidak saja lebih unggul
dibandingkan dengan bahan ajar yang biasa dipakai guru, tetapi juga sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
digunakan di kelas. Pelaksanaan R & D yang melibatkan banyak fihak secara aktif,
khususnya guru kelas, sekaligus melibatkan mereka dalam proses penguatan
kompetensi profesional mereka sebagai guru bidang studi bahasa Inggris.
C. Kerangka Berpikir
Tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMK adalah pengembangan
seperangkat KD dan SK yang dirumuskan dalam KTSP. Kompetensi tersebut
diperlukan sebagai bekal mereka mengembangkan profesi mereka. Sesuai dengan
tuntutan dunia kerja, kompetensi tersebut perlu dibuktikan dalam bentuk unjuk kerja
dan sertifikasi, yaitu skor TOEIC® test yang memadai. Skor tersebut diasumsikan
sebagai tingkat kompetensi lulusan untuk menggunakan bahasa Inggris
berkomunikasi di tempat kerja. KTSP telah menentukan SK dan KD minimal yang
perlu dikembangkan, namun tidak mencantumkan ihwal sertifikasinya. Untuk
mendukung tercapainya tujuan tersebut diperlukan buku teks yang disusun dengan
memasukkan unsur TOEIC® test.
Dengan buku teks yang mengintegrasikan unsur TOEIC® test ke dalam
rambu-rambu KTSP, pengalaman belajar dapat diarahkan untuk mengembangkan
kompetensi komunikatif yang mencakup lingkup SKL yang ditetapkan dan
kompetensi mengerjakan TOEIC® test. Dengan model ini pencapaian kedua jenis
rujuan pembelajaran bahasa Inggris dapat dilakukan dalam suatu proses
pembelajaran yang terintegrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Alur pikir tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut.
Bagan 2. 3 Kerangka Pikir Keterangan : PBM : Proses Belajar Mengajar
KD & SK : Kompetensi Dasar & Standar Kompetensi
SKL : : Standar Kompetensi Lulusan
DUDI : Dunia Usaha/Dunia Industri
Kondisi SDM Guru
Buku Teks BI yang Ada
Kondisi Siswa
Tuntutan DUDI
PBM
TOEIC
KD & SK
Buku Teks Bhs Inggris Integratif
SKL SMK
Tuntutan Kurikuler
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 89
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menyajikan ihwal penerapan educational research and
development dalam pengembangan buku teks bahasa Inggris integratif untuk SMK.
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap; penelitian pendahuluan, pengembangan
dan pengujian. Tiap tahap disajikan berdasarkan jenis penelitian; data, sumber data,
teknik pengumpulan dan analisisnya; subjek yang terlibat serta alokasi waktu
penelitian yang digunakan.
A. Metode Penelitian
Topik penelitian ini adalah Pengembangan Buku Teks Bahasa Inggris
Integratif untuk SMK: Penelitian Pengembangan Pendidikan di Sekolah Menengah
Kejuruan Jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Yogyakarta. Berdasarkan objeknya,
yaitu pengembangan buku teks yang erat kaitannya dengan kurikulum dan proses
pembelajaran, penelitian ini termasuk Penelitian Pendidikan (Sukmadinata, 2005: 23).
Dilihat lebih khusus lagi dari hakekat kegiatan, yakni pengembangan buku teks
berdasarkan atas kekuatan dan kelemahan buku teks yang sudah ada serta prinsip
keilmuan yang relevan sebagai upaya untuk menghasilkan buku teks yang unggul dan
sesuai dengan konteks pemakainya, penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian
pengembangan atau research and development’ (hal. 57).
Borg dan Gall (1983), dan Gall, dkk. (2003) mengelompokkan penelitian
semacam ini sebagai “educational research and development” dan disingkat R & D
yang didefinisikan sebagai “a process used to develop and validate educational
products ... that are ready for operational use in the schools” (Borg dan Gall, 1983:
772), yaitu suatu model penelitian untuk mengembangkan dan mengecek berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
90
produk yang siap pakai di sekolah. Beberapa contoh R & D adalah disertasi Dan
Issacson tentang penyusunan buku teks mandiri (self-instructional course) tentang
pemakaian komputer di kelas (Borg dan Gall, 1983: 797), dan disertasi Lawrence
Cunningham tentang proyek penyusunan buku teks sejarah suku Chamoros purba
yang hidup di pulau Guam, Amerika Gall, dkk. (2003: 573-575). Di Indonesia, satu
contoh R & D dalam bidang pendidikan adalah Model Pengembangan Model-Model
Kurikulum dan Pengajaran pada Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan
Pendidikan Tinggi (Sukmadinata, 2005: 183). Contoh-contoh di atas menunjukkan
bahwa produk yang lazim dikembangkan dalam R & D adalah berbagai piranti penga-
jaran seperti kurikulum, silabus, dan modul pembelajaran. Dengan demikian, disertasi
tentang pengembangan buku teks bahasa Inggris ini juga termasuk dalam R & D.
B. Prosedur Penelitian
Gall, et al. (2003: 569) menyebutkan tujuan R & D sebagai “… to design new
products and procedures, which then are systematically field tested, evaluated and
refined until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standard”
Rumusan tujuan tersebut juga menyiratkan prosedur penelitian yang meliputi
perancangan (design), pengujian lapangan (field-tested) dan penyempurnaan
(evaluated and refined) sehingga produk yang dihasilkan memenuhi kriteria
efektifitas, kualitas atau standar tertentu. Borg dan Gall (1983: 771) menawarkan
prosedur serupa “…a cycle in which a version of the product is developed, field-
tested, and revised on the basis of field-tested data”, yaitu suatu siklus yang meliputi
pengembangan suatu jenis produk, uji coba produk tersebut di lapangan, dan
kemudian perbaikan produk berdasarkan hasil uji coba lapangan.
Prosedur baku yang dikembangkan Borg dan Gall (1983: 775) terdiri dari
sepuluh langkah mulai dari pengumpulan data sampai pada diseminasi produk seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
91
yang disajikan dalam tabel 3.1. Namun demikian, Borg dan Gall juga menyatakan
bahwa penerapannya dapat disesuaikan (scaled down) dengan kondisi yang ada
(halaman 778). Sukmadinata, contohnya, menerapkannya ke dalam tiga tahap;
pendahuluan, pengembangan, dan pengujian seperti yang disajikan dalam bagan 3.1.
Tabel 3.1 Perbandingan
Tahapan R & D Rancangan Borg & Gall dan Rancangan Sukmadinata
Borg dan Gall (1983: 775) Sukmadinata (2005; 182:189)
1. Research and information collecting 2. Planning 3. Develop preliminary form of product
Studi Pendahuluan 1. Studi pustaka
2. Survei lapangan
3. Penyusunan draf produk
4. Prelimiary field-testing 5. Main product revision
Pengembangan 4. Uji Coba terbatas
5. Uji coba lebih luas
6. Main field-testing 7. Operational product revision 8. Operational field testing 9. Final product revision
Pengujian 6 Pretes
7. Perlakuan
8. Postes
10. Dissemination and implementation
Sukmadinata menggambarkan alur kegiatan ketiga tahap R & D tersebut sebagai
berikut.
(Sukmadinata, 2005: 189) Bagan 3.1 Alur Kegiatan R & D Model Sukmadinata
Uji coba terbatas Uji co-
ba lebih luas
Pre tes
Perlakuan
Pos tes
Studi pustaka
Survei lapangan
Penyusunan draf produk
STUDI PENDAHULUAN PENGEMBANGAN PENGUJIAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
92
Peneliti lain, Samsudi (2010), menerjemahkannya ke dalam dua langkah; prelimiary
study dan development & field testing seperti yang disajikan pada bagan 3.2 yang
disebutnya sebagai prosedur ringkas penelitian R & D.
(Samsudi, 2010 :4)
Bagan 3.2 Prosedur Ringkas Pelaksanaan R & D Model Samsudi
Kedua model penerapan R & D di atas merupakan contoh berbagai kemungkinan
bentuk implementasi model Borg dan Gall (1983).
Ketiga rancangan R & D di atas; rancangan Borg dan Gall, Sukmadinata dan
Samsudi digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian Pengembangan Buku
Teks Integratif Bahasa Inggris untuk SMK dengan beberapa modifikasi sebagai
berikut. Pertama, rangkaian kegiatan penelitian dilaksakanan dalam tiga tahap yang
terdiri dari penelitian tahap eksplorasi, pengembangan dan pengujian. Kedua, kegiatan
penelitian tahap eksplorasi mencakup kajian pustaka dan analisis dokumen yang
dilengkapi dengan wawancara dan observasi kelas. Tahap ini dirancang untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
93
merumuskan rambu-rambu penyusunan buku teks yang diinginkan. Ketiga, kegiatan
penelitian tahap pengembangan meliputi penyusunan prototipe buku teks, uji coba di
kelas, dan revisi produk berdasarkan masukan yang diterima. Keempat, kegiatan
tahap pengujian dilakukan melalui penelitian eksperimen dengan membandingkan
pemakaian buku teks yang dihasilkan dengan LKS. Kegiatan ini mencakup pemberian
pretes kepada subjek, pelaksanaan proses pembelajaran dengan kedua bahan ajar
tersebut dan postes. Hasil akhir tahap tiga ini adalah produk akhir yang
keunggulannya dapat dipertanggungjawabkan secara empiris sehingga siap untuk
dipakai di kelas. Kelima, kegiatan diseminasi dilakukan dalam bentuk penyajian karya
tulis dalam forum seminar ilmiah dan penerbitan karya tulis di jurnal ilmiah.
Ringkasan ketiga tahap pelaksanaan R & D berserta kegiatan penelitian yang
penting untuk tiap tahap dapat disajikan dalam bagan berikut.
Bagan 3.3 Langkah-langkah Penelitian dan Hasil Akhir Setiap Langkah
Deskripsi rinci prosedur penelitian tiap tahap penelitian yang mencakup
rambu-rambu penelitian, serta pelaksanaannya disajikan dalam tiga subbab berikut.
Perancangan Prototype BT
Evaluasi & Refleksi
Pre tes
Perlakuan
Pos tes
Studi pustaka & Analisis dokumen
Wawancara
Observasi Kelas
STUDI EKSPLORASI PENGEMBANGAN PENGUJIAN
Rambu-rambu Penyusunan Bu-ku teks bhs. Inggris untuk SMK
Ujicoba di Kelas
Perbaikan
Prototipe buku teks bhs Inggris untuk SMK
Model buku teks bhs Ing. Inte-gratif untuk SMK yang unggul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
94
1. Tahap Eksplorasi
a. Jenis Penelitian
Tahap eksplorasi dilaksanakan untuk memperoleh gambaran lebih seksama
tentang buku teks bahasa Inggris, fitur yang dipakai, pemilihan serta efektivitas
pemakaiannya di SMK. Tujuan khusus tahap ini adalah untuk medeskripsikan hal-hal
berikut:
1) buku teks yang digunakan untuk mengajarkan bahasa Inggris di SMK,
2) muatan isi yang ada dalam tiap buku teks dan penyajiannya,
3) pemakaian buku teks di SMK,
4) keunggulan dan kelemahan buku teks yang digunakan,
5) kelebihan dan kekurangan pemakaian buku teks yang dilakukan guru, dan
6) sejauh mana buku teks yang digunakan mendukung upaya pencapaian tujuan
kurikuler bahasa Inggris di SMK.
b. Tempat dan Waktu Penelitian
Tahap eksplorasi ini dilaksanakan di SMK se DIY. Mengingat kegiatan
penelitian pada tahap ini sangat bervariasi, tempat penelitiannya menyesuaikan
kegiatan penelitian. Secara khusus kegiatan, tempat dan waktu penelitian dapat
disajikan dalam tabel 3.2. Waktu penelitian eksplorasi efektif mulai bulan Mei sampai
September tahun 2007. Namun demikian, persiapan pelaksanaan penelitian ini telah
dilakukan sejak penyusunan proposal penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
95
Tabel 3.2 Kegiatan, Tempat dan Waktu Penelitian Tahap Eksplorasi
No Kegiatan Penelitian Tempat Waktu
1 Wawancara:
Siswa dan Guru (termasuk penyusun buku teks, tes UN) SMK
- 6 SMK di Kota Madya, 2 di Bantul, 4 di Sleman, 1 di Gunungkidul dan 1 di Kulonprogo
- Tempat workshop MGMP.
Mei – Juli 2007
Kepala SMK SMK negeri dan swasta di Kodya, Gunung Kidul, dan Sleman
Juni – Juli 2007
Widyaiswara LPMP- Prov. D. I. Yogyakarta Tgl. 5, 12 Juni dan 18 Juli 2007
Pengawas Kantor Kanwil Diknas Kota Madya
13 dan 15 Juni 2007
2 Observasi Kelas SMK Muh. Pakem, SMK PIRI, SMKN 2 Depok, SMKN 2 Gunungkidul, dan SMKN 4 YK.
Juni – Juli 2007
3 Analisis Dokumen Perpustakaan, Sekolah dan rumah peneliti di Sleman
Juni – Agustus 2007
4 Penyusunan Laporan Perpustakaan, rumah Juli– Sept. 2007
c. Subjek Penelitian
Tahap eksplorasi ini melibatkan stakeholder pendidikan SMK di DIY sebagai
subjek penelitian yang ditentukan secara “purposive and strategic” (Johnson, 1990:
27-28; McMillan dan Schumacher, 2001: 400 - 401). Pada prinsipnya peneliti sengaja
memilih mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek penelitian yang
mencukupi (information-rich key informans). Penerapannya adalah sebagai berikut.
Dari 192 SMK negeri dan swasta yang ada di lima kabupaten/kota di Propinsi DIY,
peneliti secara sengaja memilih 14 SMK sebagai sampel. Pemilihannya didasarkan
atas potensi key-informan yang ada dengan memperhatikan status sekolah, jurusan,
reputasi dalam bidang akademis, lokasi serta potensi informasi yang dapat peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
96
peroleh (lihat tabel 3.3). Keragaman sumber data ini dirancang untuk menjaring
informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian tahap ini.
Tabel 3.3 Subjek Penelitian berdasarkan Sekolah dan Statusnya
Kabupaten/Kota JumlahLokasi SMK
Kriteria Kodya Sleman Bantul Gn.Kidul Kl.Progo
Status Sekolah N S N S N S N S N S
Jumlah SMK* 9 24 8 61 13 23 13 30 0 11 192
SMK Sampel 4 2 2 2 1 1 1 1 14
Kepala SMK Sampel 1 1 1 1 1 5
Guru Sampel** 6 3 2 2 2 1 2 1 19
Pengurus MGMP 3 1 1 1 6
Penyusun Buku Teks 1 1 1 3
Penyusun Soal UN*** 1 1 2
Pengawas 2
Widyaiswara B.Ingg. 1
Keterangan: N = Negeri S = Swasta * Sumber data dari Dirjen PMK tahun 2009. ** Enam orang dari guru ini dilibatkan dalam focus group discussion. *** Penyusun soal UN ini juga penyusun benerapa buku teks bahasa Inggris untuk SMK.
Tahap eksplorasi ini juga melibatkan dua guru pengawas bahasa Inggris dari Dinas
Pendidikan Propinsi DIY dan seorang Widyaiswara bahasa Inggris dari LPMP
Propinsi DIY sebagai narasumber.
d. Data dan Sumber Data
Data tahap eksplorasi ini adalah informasi tentang ihwal buku teks bahasa
Inggris yang digunakan di SMK, fitur-fitur yang ada serta efektifitasnya dalam
mencapai tujuan pengajaran. Data ini dikumpulkan dari berbagai sumber berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
97
1) Stakeholder diklat Inggris di SMK seperti yang disajikan pada tabel 3.3.
2) Kegiatan belajar mengajar bahasa Inggris di SMKN 2 Depok, SMKN 2 Wonosari,
dan SMKN 4 Yogyakarta yang dipilih berdasarkan atas keragaman buku teks
yang dipakai guru.
3) Dokumen, meliputi kurikulum, silabi, buku teks, latihan atau tugas, media
pembelajaran, alat evaluasi, rencana pelajaran, dan naskah UN bahasa Inggris
tahun 2006 dan tahun 2007.
e. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan menggunakan beberapa teknik berikut.
1) Wawancara
Wawancara difokuskan pada lingkup tema eksplorasi untuk mengungkap
masalah yang berkaitan dengan buku teks bahasa Inggris dan pemakaiannya dalam
proses pembelajaran di SMK. Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber
yang disajikan pada tabel 3.3. Wawancara dikembangkan berdasarkan panduan
wawancara. Waktu pelaksanaan dan tempat wawancara ditentukan berdasarkan atas
kesepakatan peneliti dan para narasumber. Di antara narasumber tersebut ada yang
diwawancarai dua hingga empat kali sebagai upaya pendalaman materi dan klarifikasi
informasi yang diperoleh peneliti.
Selain wawancara individu, dilakukan juga wawancara mendalam dalam
bentuk focus group discussion yang dilakukan tiga kali; pertama dengan enam guru
yang mewakili peserta Workshop Penyerapan dan Bedah Materi UN yang
diselenggarakan oleh MGMP SMK di Yogyakarta, kedua dengan tim guru bahasa
Inggris di SMKN 2 Wonosari, dan ketiga dengan tim guru bahasa Inggris SMKN 4
Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
98
2) Pengamatan Kelas Bahasa Inggris
Pengamatan kelas dilakukan secara passive participant observation untuk
dapat memahami pengembangan pengalaman belajar berdasarkan buku teks yang
digunakan. Pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui kersesuaian dan
kesenjangan antara apa yang terungkap dalam wawancara dan apa yang dilakukan di
kelas (espoused theory VS theory in use) dalam pemakaian buku teks. Pengamatan
kelas dilakukan tiga kali, di SMKN 2 Depok ketika guru menggunakan materi dari
Interchange, di SMKN 2 Wonosari ketika guru menyajikan materi dari Global
Access, dan di SMKN 4 Yogyakarta ketika guru menggunakan LKS.
3) Analisis Dokumen
Analisis dokumen dilakukan pada berbagai dokumen baik yang bersifat formal
dan nonformal. Contoh dokumen formal adalah undang-undang, peraturan
pemerintah, naskah kurikulum, dan naskah ujian nasional. Contoh dokumen
nonformal adalah buku teks, LKS, handout, bahan ajar bukan cetak, tugas-tugas, dan
buku catatan siswa. Analisis dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih lengkap
tentang penggunaan buku teks dalam mengembangkan kompetensi yang dituntut.
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Pertanggungjawaban keabsahan data dilakukan dengan teknik berikut.
1) Triangulasi
Konpsep triangulasi adalah “ a means of checking the integrity of the
inferences one draws ...involving the use of multiple data sources, multiple
investigators, multiple theoretical perspectives, multiple methods...” (Schwandt, 1997:
163). Diantara empat macam triangulasi model Lincoln dan Guba (1985: 305-307),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
99
dua yang digunakan adalah triangulasi sumber data, dan teknik pengumpulan data.
Pelaksanaan penelitian ini melibatkan berbagai stakeholder pendidikan SMK sebagai
sumber data (lihat B.1.d). Tujuan pemakaian triangulasi adalah untuk memperoleh
kelengkapan pemahaman tentang buku teks bahasa Inggris di SMK. Selain itu peneliti
dapat memeriksa ulang atau cross check informasi yang beragam untuk memperoleh
kejelasan informasi.
2) Pemilihan dan pencakupan berbagai sumber data yang memiliki data yang kaya,
kompeten dan kolaboratif.
Secara teoritis banyak sumber data yang dapat diakses. Kenyatannya tidak
semuanya dapat diakses dengan mudah. Untuk itu peneliti memilih narasumber yang
dapat diakses atau accessible seperti Wakil/Kepala Sekolah, Pengawas, Pengurus
MGMP, atau Widyaiswara LPMP tanpa mengabaikan kualitas dan kuantitas informasi
yang dapat diperoleh. (Periksa pembahasan B.1.c di halaman 95)
3) Alokasi waktu yang cukup untuk pengumpulan data.
Peneliti mengalokasikan waktu dan upaya yang cukup untuk memperoleh
berbagai informasi yang relevan untuk dapat mengungkap permasalahan yang
menjadi tujuan penelitian eksplorasi ini. Untuk itu peneliti seringkali melakukan
wawancara beberapa narasumber untuk memperoleh penjelasan atau klarifikasi pada
beberapa masalah yang dirasa perlu.
4) Pemakaian alat dokumentasi yang sesuai dan memadai.
Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan
analisis dokumen, peneliti melengkapi diri dengan peralatan perekaman yang sesuai
dengan kegiatannya. Alat dokumentasi pendukung yang digunakan adalah perekam
suara atau digital voice recorder. Perekam suara digunakan untuk merekam jalannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
100
wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan membuat salinan atau copy dokumen
yang dibutuhkan. Pemakaian alat pendukung dokumentasi ini penting untuk
memperoleh data yang kualitasnya terandal.
5) Member checking
Konsep member checking adalah upaya untuk mencocokkan data dan atau
pemahamannya kepada narasumber yang menjadi informan kunci. Peneliti melakukan
teknik ini untuk memahami permasalahan dari sudut pandang pelaku yang terlibat
dalam pengajaran bahasa Inggris di SMK. Dengan demikian informasi dari berbagai
sumber diperlukan untuk memperoleh data yang sesuai dengan pemahaman pelaku
(insider’s voice).
g. Teknik Analisis Data
Mengingat data yang terkumpul berupa informasi non-numerik baik yang
berbentuk perilaku, bahasa lisan maupun tertulis, analisis dilaksanakan dengan teknik
content analysis. Teknik yang dipakai mengikuti teknik inductive dalam Mayring
(2000). Prosedur analysis dapat digambarkan dalam bagan 3.4.
Bagan 3.4 menunjukkan bahwa analisis berangkat dari permasalahan
penelitian (research questions) dan definisi konsep aspek yang dianalisis berserta
kategori dan subkategori yang ada. Data yang diperoleh dari triangulasi
dikelompokkan ke dalam kategori dan subkategori yang ada. Keterandalan hasil
langkah ini dicek berdasarkan research question dan konsep teoritis yang ada.
Hasilnya dilanjutkan dengan pemahaman atau interpretasi data yang ada. Hasil akhir
ini kemudian dicocokkan dengan research question apakah hasil tersebut telah
menjawab pertanyaan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
101
(Mayring, 2000:14)
Bagan 3.4 Bagan Alur Analisis Data dalam Content Analysis
2. Tahap Pengembangan
a. Prosedur Penelitian
Tahap pengembangan dilaksanakan dengan mengadaptasi prosedur Penelitian
Tindakan untuk menyusun dan memperbaiki kualitas buku teks bahasa Inggris.
Pemilihan ini didasarkan atas argumen Will Carr (dalam McNiff, 1992: 2) tentang
tujuan action research “...bringing improvement in social life such as in education
setting”, yaitu mengusahakan perbaikan dalam kehidupan sosial seperti dalam
konteks pendidikan. Termasuk dalam upaya ini adalah memperbaiki kualitas buku
teks bahasa Inggris. Tahap pengembangan dilaksanakan dengan mencobakan
prototipe buku teks yang dimodifikasi dari LKS yang digunakan guru.
Untuk keperluan pengembangan, tiga unit prototipe buku teks dikembangkan
dengan menerapkan fitur-fitur buku teks unggulan hasil tahap eksplorasi. Uji coba di
kelas ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan prototipe buku teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
102
bahasa Inggris integratif. Temuan tahap ini digunakan untuk penyusunan akhir dan
penyempurnaan prototipe buku teks integratif yang menjadi tujuan R & D ini.
Tahap pengembangan ini dilaksanakan dalam empat langkah berikut:
1) penyusunan prototipe buku teks berdasarkan tema yang diambil dari LKS.
2) penyajian buku teks di kelas
3) pencermatan hasil penyajian buku teks, dan
4) perbaikan prototipe buku teks berdasarkan temuan ujicoba di kelas.
Penerapan keempat langkah ini dirancang sebagai mekanisme untuk dapat
mencermati efektifitas dan memperoleh masukan peakaian buku teks sesuai dengan
kondisi siswa dan guru sehingga tujuan pengembangan kompetensi sasaran dapat
dicapai dengan efektif.
Adapun rincian pelaksanaan tiap langkah adalah sebagai berikut.
1) Penyunan Prototipe Buku Teks
Kegiatan awal tahap pengembangan ini berupa penyusunan draf awal
prototipe buku teks. Langkah ini dilaksanakan dengan menyusun silabus dan
mengidentifikasi dan memilih lingkup bahan ajar, merancang semua prosedur dan
kegiatan pembelajaran (KP), latihan serta media pembelajaran yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan ini juga meliputi telaah kondisi guru dan
siswa serta buku teks yang biasa digunakan dalam pengembangan KP. Rambu-rambu
perancangan ini merupakan hasil penelitian eksploratif dan disajikan pada sub-bab
IV.C.
Teknik pembelajaran yang diterapkan adalah “three-phase technique”
(Tomlinson, 1990) yang meliputi pre-, while- dan post-activities. Teknik ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
103
disejajarkan dengan Presentation Practice and Production atau PPP (Harmer, 2002:
82-83; Spratt, dkk. 2005: 41; Tomlinson dan Masuhara, 2008: 176). Teknik yang
pertama kali dikembangkan dalam konteks penerapan kurikulum bahasa Inggris 1994
ini dinilai sederhana sehingga mudah difahami para guru. Pemilihan three-phase
technique ini untuk memudahkan guru dalam mengembangkan KP.
Dalam tahap pengembangan ini dikembangkan 3 unit bahan ajar yang
dirancang sebagai embrio prototipe buku teks. Tema ketiga unit tersebut dipilih oleh
YY—guru SMKN 4 Yogyakarta—dari LKS yang dipakainya di kelas 2 UJP 2 pada
semester gasal tahun pelajaran 2007-2008. Tema ketiga unit tersebut adalah Leaving
and Taking Phone Messages, Invitation dan Suggestion.
2) Penyajian Buku Teks di Kelas
Langkah kedua adalah pelaksanaan uji coba dengan mengembangkan proses
pembelajaran berdasarkan buku teks yang telah disiapkan. Penyajiannya dilakukan
oleh salah satu guru kelas yang bersedia menjadi kolaborator dalam tahap ini. Sesuai
dengan waktu yang tersedia bagi peneliti serta program semesteran, ada tiga unit
prototipe buku teks yang diujicobakan di kelas. Untuk pelaksanaan ujicoba, tiap unit
yang disajikan disertai skenario pembelajaran yang menjadi rambu-rambu
pengembangan KP bagi guru kolaborator.
Pada awalnya, tiap unit dirancang untuk satu kali penyajian selama 2 X 45 menit
atau dua jam belajar yang dilaksanakan dalam satu pertemuan. Karena ada beberapa
kegiatan yang dinilai kurang maksimal, penyajian unit ketiga dilaksanakan dalam 2 X
2 X 45 menit atau empat jam belajar yang disajikan dalam dua kali sesi pembelajaran.
Sesi pertama dialokasikan untuk pengembangan kompetensi oracy, sedangkan sesi
kedua dirancang untuk mengembangkan kompetensi literacy.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
104
3) Pencermatan Hasil Penyajian Buku Teks
Percermatan penyajian ketiga unit prototipe buku teks dilakukan oleh dua
orang pengamat (observer), peneliti dan YY guru SMKN 4 Yogyakarta yang juga
mengajar di kelas tersebut. Kedua observer memerankan peran partisipasi pasif.
Pengamatan dilakukan dengan membuat catatan tentang pelaksanaan KP terutama
tentang kelebihan dan kelemahan ketiga unit yang disajikan di kelas. Untuk
memudahkan pemberian masukan, observer dilengkapi dengan satu set bahan ajar dan
format isian untuk mencatat jenis kegiatan (task) yang perlu diberi masukan. Dengan
demikian, observer dapat memberi masukan yang lebih menyeluruh.
Untuk melengkapi data dan keperluan dokumentasi, peneliti juga membuat
rekaman audio dengan menggunakan MP4 yang diletakkan di meja guru. Dari
rekaman tersebut dibuat transkripsi interaksi guru-siswa yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk mencermati ulang apa yang terjadi di kelas. Peneliti juga
merekam beberapa bagian PBM dengan kamera digital sebagai bahan diskusi dan
dokumentasi.
Berdasarkan observasi, transkripsi, catatan observasi, maupun penjelasan guru
penyaji, peneliti mencermati penerapan bahan ajar tersebut dalam pengembangan
pengalaman belajar di kelas. Pemahaman tersebut juga dicocokkan dengan beberapa
teori relevan serta pengalaman penyusunan buku teks yang baik untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diinginkan.
4) Penyempurnaan Draf Buku Teks
Masukan yang diperoleh, baik yang berupa kelemahan maupun kekuatan KP,
digunakan untuk menyempurnakan unit prototipe buku teks yang telah disajikan.
Pelaksanaan penyempurnaan juga melibatkan narasumber dan guru kolaborator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
105
melalui serangkaian diskusi. Dalam diskusi ini peneliti menyampaikan rancangan
penyempurnaan berdasarkan hasil observasi dan refleksi yang peneliti peroleh kepada
narasumber sebagai bahan pertimbangan penyempurnaan prototipe buku teks.
b. Tempat dan Waktu Penelitian
1) Tempat Penelitian
Kegiatan tahap pengembangan dilaksanakan di SMKN 4 Yogyakarta yang
terletak di Kota Madya Yogyakarta. Tempat ini dipilih berdasarkan teknik purposif
dengan mempertimbangkan faktor kondisi akademik, administrasi dan kondisi dan
kesediaan guru dan sekolah (accessibility dan availability).
a) Kondisi Akademik
SMKN 4 Yogyakarta termasuk SMK yang besar di wilayah Popinsi DIY
dilihat dari jumlah jurusan serta jumlah siswa (student body). Pada tahun pelajaran
2007-2008 jumlah siswa tercatat 1459 yang tersebar dalam 8 jurusan. Rincian jumlah
siswa untuk tiap jurusan dan kelas disajikan dalam lampiran. Di antara jurusan yang
ada, jurusan UJP dipilih menjadi setting penelitian karena relevansi dan kebutuhan
bahasa Inggris bagi siswa jurusan ini lebih tinggi dibandingkan dengan jurusan lain.
Lulusan jurusan ini diproyeksikan akan bekerja di biro perjalanan, agen pariwisata
atau perusahaan-perusahaan yang terkait dengan torism industry.
Dalam konteks pekerjaan tersebut, banyak posisi yang memerlukan
kompetensi berbahasa Inggris aktif, baik lisan maupun tertulis. Kondisi akademik ini
menunjukkan bahwa upaya peningkatan pembelajaran bahasa Inggris di UJP tidak
hanya sangat relevan dengan kebutuhan siswa jurusan tersebut tetapi juga sangat
strategis untuk diterapkan pada jurusan lain yang mempunyai kedekatan karakteristik
jurusannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
106
b) Faktor Perizinan
SMKN 4 Yogyakarta dipilih karena sekolah ini adalah salah satu sekolah
mitra FKIP-UST untuk pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) bagi
mahasiswa dan beberapa kegiatan akademik lainnya. Hubungan baik antar kedua
institusi ini membantu peneliti memperoleh izin penelitian dengan mudah. Selain itu,
peneliti juga mengenal hampir semua guru bahasa Inggris di sekolah ini dari kegiatan
PPL serta kegiatan akademik lain. Dua orang guru bahasa Inggris di sekolah ini
adalah teman peneliti ketika menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri
Yogyakarta; dan empat orang guru bahasa Inggris adalah alumni PBI-UST. Secara
keseluruhan, kondisi sekolah sangat mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Kegiatan utama tahap pengembangan adalah menguji-coba tiga unit buku teks
di kelas XI jurusan UJP di SMKN 4 Yogyakarta. Kegiatan lain yang dilaksanakan di
sekolah ini adalah pengamatan penyajian tiga unit protipe buku teks serta diskusi
dengan guru maupun siswa. Adapun kegiatan-kegiatan lain yang menyertainya seperti
perancangan draf bahan ajar dan penyempurnaannya dilaksakan di luar sekolah.
2) Waktu Penelitian
Tahap pengembangan ini berlangsung dalam semester gasal tahun 2007-2008.
Adapun waktu efektif di sekolah adalah mulai akhir Agustus sampai pertengahan
November 2007. Kegiatan pelaksanaan uji coba ketiga unit prototipe buku teks
tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.4 Waktu Pelaksanaan Uji Coba Buku Teks
No Unit yang Disajikan Waktu Penyajian
1 Leaving and Taking Phone Messages 14 September 2007
2 Invitation 28 September 2007
3 Suggestion 5 dan 8 Oktober 2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
107
Pelaksanaan uji coba baru dapat dimulai pada pertengahan September 2007
karena peneliti memerlukan pengamatan kelas beberapa kali. Selain itu, peneliti
memerlukan waktu untuk berdiskusi dengan guru kolaborator untuk mencapai
kesepakatan draf materi yang akan diuji cobakan. Wawancara dan diskusi dengan
guru kolaborator dilakukan disela-sela uji coba. Sedangkan wawancara dengan siswa
dilakukan setelah uji coba ketiga unit protipe buku teks tersebut selesai.
c. Data dan Sumber Data
Data penelitian tahap pengembangan ini berupa informasi empiris kualitas
kinerja penerapan prototipe buku teks di kelas. Adapun sumber datanya adalah proses
pembelajaran dengan menggunakan tiga unit prototipe buku teks Bahasa Inggris
Integratif untuk SMK (Periksa tabel 3.5).
d. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang peneliti terapkan. Pertama
adalah pengamatan, kedua dokumentasi, dan ketiga wawancara.
1) Pengamatan
Pengamatan dilakukan secara passive participation dan dilakukan oleh dua
orang; peneliti dan YY, guru kolaborator yang juga mengajar kelas tersebut di luar
tahap pengembangan ini. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh pemahaman
langsung dalam konteks pembelajaran untuk mengetahui efektifitas serta kelemahan
propotipe buku teks yang dirancang sebelumnya dengan menyeluruh. Dengan
memperhatikan situasi kelas, guru dan siswa, peneliti memperoleh pemahaman lebih
dalam tentang penerapan buku teks tersebut di kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
108
2) Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan merekam suara interaksi guru-siswa
menggunakan MP4, alat kecil perekam suara digital berukuran 4 X 6 x 1 cm.
Rekaman ini digunakan untuk membuat transkripsi interaksi guru-siswa di kelas
untuk mengecek dan melengkapi informasi yang diperoleh melalui pengamatan.
Selain itu peneliti juga mengambil gambar beberapa peristiwa interaksi guru-siswa
dengan tanpa mengganggu situasi kelas. Pengambilan gambar dengan kamera digital
dilakukan peneliti sendiri, sedangkan rekaman video dilakukan guru yang biasa
membuat dokumentasi untuk sekolah.
3) Wawancara
Wawancara terhadap guru penyaji dilakukan segera setelah selesai penyajian
tiap unit prototipe buku teks. Wawancara dimulai dengan memberi kesempatan
kepada guru untuk mengungkapkan kesan-kesan dalam penyajiannya. Dari kesan
yang umum, peneliti mencoba mengembangkan pertanyaan pada hal-hal khusus
dalam proses interaksi yang terjadi di kelas yang belum begitu jelas bagi peneliti dari
pandangan guru penyaji. Wawancara juga dilakukan dengan siswa peserta uji coba
secara berkelompok. Wawancara ini dilakukan dua kali dengan melibatkan dua
kelompok siswa yang berbeda dan membahas siklus yang berbeda.
e. Teknik Analisis Data
Data analisis dilakukan dengan triangulasi yaitu menggabungkan informasi
yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data. Sesuai dengan karakteristik data
dan tujuan yang akan dicapai, teknik analisis yang digunakan adalah model interaktif
(Miles dan Huberman, 1994: 72-75). Model ini terdiri dari tiga langkah yang saling
terkait; dari data collection, dilakukan data reduction, data display dan conclusions:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
109
drawing/verifying. Mengingat pelaksanaan ujicoba berlangsung dalam rentang waktu
yang cukup lama dan data yang diperoleh berasal dari berbagai sumber secara
bersamaan pemakaian model interaktif sangat tepat.
Selama pelaksanaan tahap pengembangan, peneliti mencermati semua data
yang diperoleh dari berbagai sumber data dan teknik pengumpulan data. Data yang
relevan mulai dipilih berdasarkan tema-tema atau permasalahan penelitian untuk
menyederhanakan data yang ada. Dari langkah ini beberapa abstraksi pemahaman
tema-tema penelitian dapat dibuat dan dituangkan dalam catatan-catatan. Dari
kumpulan catatan tersebut beberapa kesimpulan sementara dapat dirumuskan
berdasarkan permasalahan penelitian yang dinilai penting dalam perjalanan penelitian.
Ketiga proses ini terus berjalan seiring dengan berjalannya kegiatan penelitian ini.
Semakin bertambahnya data, reduksi data dengan mengelompokkan data yang relevan
terus dilakukan untuk mempertajam pemahaman permasalahan yang diteliti
berdasarkan atas data yang dikumpulkan. Pemahaman tersebut penting untuk
menyempurnakan kesimpulan-kesimpulan sementara untuk selanjutnya membangun
pemahaman yang lebih luas dan mendalam.
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Pertanggungjawaban keabsahan data yang diperoleh dalam tahap
pengembangan dilakukan melalui hal-hal berikut.
1) Triangulasi
Salah satu teknik pengecekan keabsahan data dilakukan dengan menerapkan
teknik triangulasi, yaitu pemakaian beberapa teknik pengumpulan data yang saling
melengkapi dan melibatkan berbagai sumber data untuk memperoleh data yang
terandal. (Lihat pembahasan sub-bab B.1.f halaman 98)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
110
2) Pemilihan Guru dan Kelas untuk Pelaksanaan Uji Coba.
Dalam tahap pengembangan ini kualitas kerjasama antara peneliti dan guru
kolaborator sangat menentukan kualitas data yang diperoleh. Dengan kerjasama yang
baik selama berjalannya tahap pengembangan ini guru mampu menyajikan unit buku
teks sesuai dengan skenario yang dibuat serta berhasil menciptakan kondisi
pembelajaran yang alamiah dan kondusif untuk mengembangkan proses pembelajaran
di kelas. Untuk kelancaran pelaksanaan ujicoba, pemilihan kelas pun didiskusikan dan
diserahkan kepada guru karena guru memegang peran penting dalam pengembangan
proses pembelajaran.
3) Pemakaian Alat Dokumentasi yang Memadai
Peneliti merekam jalannya proses pembelajaran dengan menggunakan alat
yang sederhana namun sudah memadai untuk merekam proses tersebut. Alat perekam
yang digunakan adalah MP 4 untuk merekam suara dan camera untuk merekam
gambar. (Lihat pembahasan sub-bab B.1.f.3.)
4) Member Check
Dalam upaya untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan aspirasi
pelaku proses pembelajaran peneliti meminta masukan pemahaman yang peneliti
peroleh kepada guru-mitra, kolaborator, siswa dan pakar dalam memaknai data yang
diperoleh dari penyajian. Schwandt (1977: 88) menggunakan istilah respondent
validation untuk merujuk pada pemakaian berbagai cara untuk mengecek (validasi)
pemahaman yang diperoleh peneliti kepada para pelaku dalam kegiatan pembelajaran.
g. Subjek Penelitian dan Peran Peneliti
Subjek utama yang dilibatkan dalam tahap pengembangan ini adalah siswa
kelas XI Jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaannya, dua orang guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
111
kolaborator serta dua narasumber lain yang memainkan peran yang berbeda dalam
proses pengembangan buku teks bahasa Inggris dan penyajiannya di kelas.
1) Siswa Kelas XI UJP 2
Pelaksanaan ujicoba ini melibatkan satu kelas 2 atau XI UJP SMKN 4
Yogyakarta. Kelas ini terdiri dari dua paralel; 2 UJP 1, dan 2 UJP 2. Peneliti memilih
kelas 2 UJP 2 karena mengikuti saran BH, guru kolaborator yang bersedia menyajikan
bahan ajat dalam tahapan uji coba. Kelas ini terdiri dari 32 siswa, 23 peremuan dan 9
laki-laki yang berusia antara 15 sampai 18 tahun yang kebanyakan dari pinggiran kota
Yogyakarta. Ada beberapa siswa dari Kabupaten Gunung Kidul serta empat dari
Kabupaten Bantul
2). Guru Kolaborator
Penelitian tahap ini melibatkan tiga guru kolaborator. Dua di antara mereka
adalah guru senior di SMKN 4 Yogyakarta lulusan program S1 Pendidikan Bahasa
Inggris yang mengajar dua kelas 2 atau XI UJP. Dengan berbagai pertimbangan,
peneliti memilih BH sebagai guru penyaji di kelas berdasarkan atas kesediaannya
serta tingkat kompetensi pedagogis dan profesionalnya yang memadai dalam
pelaksanaan ujicoba ini. Meskipun statusnya di SMKN 4 Yogya ini sebagai guru tidak
tetap, BH memiliki kemampuan mengembangkan kegiatan pembelajaran yang
mencakup oracy dan literacy yang memadai untuk melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan skenario pembelajaran yang peneliti susun khusus untuk tahap pengembangan
ini. Kompetensi tersebut juga didukung oleh kompetensinya mengoperasikan media
pembelajaran berupa mini compo dengan CD player yang digunakan dalam
pemajanan bahan menyimak dalam proses pengembangan oracy sehingga kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
112
pembelajaran berjalan lebih lancar dan menarik. Guru kolaborator ke tiga adalah YP
yang meneruskan peran BH karena yang bersangkutan berhalangan.
Sementara itu, peneliti meminta YY berperan sebagai kolaborator dengan
melakukan pengamatan dan memberikan masukan untuk memperbaiki prototipe buku
teks ketika diterapkan dalam proses pembelajaran. Pada penyajian ke-3, peran BH
digantikan oleh YP, guru sebuah SMP Negeri di Kabupaten Sleman yang peneliti
anggap mampu mengaktualisasikan skenario pembelajaran yang peneliti susun
dengan lebih interaktif.
3) Narasumber
Dua orang narasumber yang peneliti nilai mempunyai keahlian dalam bidang
penyusunan bahan ajar dilibatkan secara intensif dalam proses penyusunan ketiga unit
buku teks yang diujicobakan. Narasumber pertama adalah RH, dosen PBI-UST yang
menekuni bidang curriculum and material development dan TEFL. Selain itu RH juga
narasumber kegiatan MGMP bahasa Inggris baik di tingkat propinsi maupun
kabupaten di DIY. Narasumber kedua adalah BTW, guru senior SMKN Depok,
Sleman, penyusun beberapa buku teks bahasa Inggris untuk SMK dan penyusun
naskan UN bahasa Inggris. Peran narasumber ini adalah memberi masukan dan saran
terhadap skenario dan bahan ajar yang peneliti susun berdasarkan rambu-rambu yang
diperoleh dalam tahap eksplorasi.
Dalam pelaksanaannya, RH lebih banyak dilibatkan pada proses perancangan
awal prototipe buku teks, sedangkan BTW dilibatkan dalam proses penelaahan
penerapannya di kelas. Sebelum penyajian dilaksanakan, peneliti mendiskusikannya
dengan BH untuk mencapai kesepahaman keleluruhan unit skenario pembalajran
beserta kemungkinan realisasinya dalam tahap penyajian. Proses konsultasi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
113
dilakukan untuk mengantisipasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam rancangan
pembelajaran dan solusi perbaikannya. Selain kedua narasumber tersebut ada dua
dosen senior LPTK di Yogyakarta yang bersedia memberi beberapa masukan draf
buku teks yang peneliti susun. Proses ini terjadi di akhir tahapan penyusunan dan
sekaligus menjadi polesan akhir buku teks.
4) Peran Peneliti
Selama berlangsungnya uji coba di kelas, peneliti berperan sebagai perancang
materi pembelajaran lengkap dengan skenario dan media pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran. Pada hakikatnya materi tersebut merupakan
embrio unit-unit prototipe buku teks integratif yang dikembangkan. Pada saat yang
sama peneliti menjadi pengamat proses pembelajaran.
3. Tahap Pengujian
a. Jenis Penelitian
Tahap pengujian model buku teks dilaksanakan dengan menerapkan prosedur
penelitian experiment. Model pelaksanaan tersebut dipilih untuk dapat mengungkap
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Borg dan Gall (1983) menyebutkan
hakikat penelitian experiment adalah “… attempts to manipulate one or one set of
variables -- known as the independent variable(s) -- in an attempt to cause a change
in another variable or set of variables -- known as the dependent variable(s)”, yaitu
upaya memanipulasi atau memodifikasi suatu atau serangkaian variabel yang disebut
variabel bebas untuk mengungkap akibat perlakukan tersebut terhadap variabel lain
yang disebut variabel terikat. Kutipan di atas menunjukkan bahwa melalui eksperimen
peneliti dapat mengungkap hubungan antara pemakaian jenis buku teks, sebagai
variabel bebas, dengan prestasi pembelajaran bahasa Inggris, sebagai variabel terikat.
Pengujian ini dirancang sebagai upaya untuk mengungkapkan efektifitas buku teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
114
yang dikembangkan terhadap peningkatan prestasi belajar bahasa Inggris siswa
dibandingkan dengan pemakaian LKS.
b. Tempat dan Waktu Penelitian
1) Tempat Penelitian
Kegiatan eksperimen dilaksanakan di SMKN 4 Yogyakarta. Deskripsi kondisi
sekolah dan alasan pemilihannya sama dengan yang telah disajikan dalam sub-bab 2.b
tentang tempat dan waktu pelaksanaan tahap pengembangan. (Lihat halaman 105.)
2) Waktu Penelitian
Rangkaian kegiatan penelitian eksperimen dilaksanakan pada semester genap
tahun ajaran 2007-2008. Semester tersebut merupakan waktu ideal karena pada
semester sebelumnya, semester gasal 2007-2008, prototipe buku teks yang digunakan
sebagai instrumen dalam penelitian ini selesai dikembangan. Adapun pelaksanaanya
berlangsung mulai minggu keempat bulan Januari 2008 dengan dilaksanakannya
pretes sampai minggu ketiga bulan Maret 2008 setelah selesai pelaksanaan postes.
Dari pelaksanaan pre- sampai postes, eksperimen ini dapat dilaksanakan dalam durasi
waktu 8 minggu efektif. Meskipun demikian ada beberapa kegiatan yang
mengiringinya, baik sebelum dan setelahnya.
Durasi waktu pengujian tersebut menyesuaikan dengan penerapan tiga unit
rancangan buku teks yang disiapkan. Peneliti berkeyakinan bahwa waktu
pembelajaran bahasa Inggris selama delapan minggu berturut-turut
memungkinkannya mengamati pengaruh perlakuan pembelajaran yang dirancang.
Selain itu durasi tersebut dinilai cukup baik untuk mengendalikan beberapa
extraneous variable yang berpotensi mengancam internal validity eksperimen
(Periksa sajian halaman 138-148). Pada praktiknya rancangan waktu tersebut juga
dibatasi oleh jadwal waktu pembelajaran di sekolah dengan adanya kegiatan UN yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
115
dimulai pada minggu keempat bulan Maret. Kegiatan pembelajaran untuk kelas X dan
XI ditiadakan selama berlangsungnya UN.
c. Variabel Penelitian
Pelaksanaan experiment melibatkan, paling tidak, dua variabel, yakni variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bahan ajar
bahasa Inggris sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi pembelajaran bahasa
Inggris siswa setelah mengikuti serangkaian perlakuan atau treatment.
Ada dua model bahan ajar yang digunakan; bahan ajar yang diambilkan dari
LKS yang digunakan guru dan tiga unit prototipe buku teks integratif yang
dikembangkan. Kedua model bahan ajar tersebut sama temanya namun berbeda
model penyusunannya. Tiga unit buku teks integratif yang digunakan adalah bentuk
modifikasi dari unit yang sama yang diambilkan dari LKS. Modifikasi dilakukan
dengan mengakomodasi beberapa fitur bahan ajar yang dinilai unggul dan
memperbaiki kelemahannya. Dengan modifikasi tersebut, stuktur dan kandungan
buku teks tersebut menjadi berbeda dengan bahan ajar aslinya meskipun tema, SK dan
KD sasarannya sama. Keseluruhan proses modifikasi buku teks tersebut dirancang
untuk menghasilkan buku teks yang dinilai memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan bahan ajar yang biasa digunakan seperti yang telah dibahas
dalam tahap pengembangan.
Variabel terikat penelitian ini adalah prestasi belajar bahasa Inggris. Variabel
ini diperoleh melalui pengukuran kompetensi berbahasa Inggris subjek setelah
memperoleh perlakuan pembelajaran. Hasil ini diungkapkan dalam bentuk skor tes
yang besarannya berkisar antara 0 – 60.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
116
d. Rancangan Penelitian
Eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan rancangan Pretest-Posttest
Control Group Design (McMillan dan Schumacher, 2001: 335; dan Borg dan Gall,
1983: 664). McMillan dan Schumacher menggambarkan rancangan tersebut dalam
bentuk bagan sebagai berikut.
Random Assignment Group Pretest Treatment Posttest
A O X O R
B O O Time
(McMillan dan Schumacher, 2001: 335)
Bagan 3.5 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group
Pembentukan rangangan ini dimulai dengan menetapkan kelompok eksperimen,
dalam koteks ini kelas A, dan kelompok kontrol, yaitu kelas B, secara acak. Kedua
kelompok dirancang memperoleh perlakuan beda. Hasil perlakuan tersebut diamati
setelah masa perlakuan yang direncanakan selesai.
Dalam bagan 3.5 di atas McMillan dan Schumacher memberi tanda perlakuan
untuk kelompok eksperimen dengan ( X ) yang melambangkan adanya suatu
perlakuan yang diberikan kepada kelompok tersebut, sedangkan memberi tanda
kosong ( ) dalam baris kelompok kontrol yang melambangkan tidak diberinya
perlakuan sama sekali terhadap kelompok ini. Dalam penelitian ini kedua kelompok
memperoleh perlakuan yang serupa yang berbentuk serangkaian proses pembelajaran
bahasa Inggris dengan menggunakan fasilitas, kondisi serta rambu-rambu yang
serupa. Kondisi yang sengaja dirancang berbeda adalah perlakuan yang diterima oleh
kedua kelompok tersebut melalui pemakaian dua model buku teks yang fiturnya
berbeda. Rancangan tersebut dapat disajikan dalam bagan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
117
Kelompok Experimen O1 X 1 O2 R
Kelompok Kontrol O3 X O4 Kurun waktu pelaksanaan eksperimen
Bagan 3.6 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group yang diterapkan
Perbedaan antara bagan 3.5 dengan 3.6 terletak pada lambang perlakuan yang
diterima kedua kelompok. Dalam bagan 3.6, X digunakan untuk melambangkan
perlakuan yang biasa diterima kelompok kontrol, sedangkan X1 melambangkan
perlakuan yang sengaja dirancang khusus untuk kelompok eksperimen. O1 dan O3
melambangkan pelaksanaan observasi awal untuk kedua kelompok, sedangkan O2
dan O4 melambangkan observasi purna setelah selesai perlakuan eksperimen untuk
mengungkapkan prestasi belajar kedua kelompok.
e. Populasi, Sampel dan Teknik Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua siswa SMK Jurusan UJP di DIY. Adapun
sampel penelitian ditentukan secara purposif, yaitu siswa UJP di SMKN 4 Yogya.
Ada dua SMK negeri di DIY yang membuka jurusan yang berbasis Jasa Pariwisata.
Selain SMKN 4, SMK N Kalasan I juga membukan jurusan UJP. Namun jurusan UJP
ini baru terlaksana selama dua tahun ketika penelitian ini dilaksanakan. Dengan
berbagai pertimbangan, SMKN 4 Yogyakarta dipilih karena SMK ini dinilai telah
mapan dalam mengembangkan jurusan tersebut selama lima tahun terakhir. Jumlah
siswa UJP di SMKN 4 Yogya tahun ajaran 2007-2008 adalah 202 yang terdiri dari
tiga tingkat kelas yang rinciannya adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
118
Tabel 3.5 Jumlah siswa UJP SMKN 4 Yogyakarta Tahun 2007-2008
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
X A / 1 UJP 1 3 31 34
X B / 1 UJP 2 3 31 34
XI A / 2 UJP 1 3 31 34
XI B / 2 UJP 2 5 27 32
XII A / 3 UJP 1 5 27 32
XII B / 3 UJP 2 4 29 33
(Sumber, SMKN 4, 2008)
Dari jumlah tersebut, kelas X yang dikelompokkan ke dalam dua kelas paralel dipilih
secara purposif sebagai sampel eksperimen. Pemilihan ini dilandasi atas kenyataan
bahwa kelas XII atau kelas 3 tidak mungkin dilibatkan karena tidak diperkenankan
oleh kepala sekolah. Kebijakan sekolah untuk kelas XII adalah mengikuti program
pembelajaran intensif untuk persiapan menghadapi UN. Kelas XI tidak mungkin
dipilih sebagai sampel karena pada semester sebelumnya, semester gasal 2007-2008,
mereka telah dilibatkan dalam tahap pengembangan. Dengan demikian hanya kelas X
yang terdiri dari 1 UJP 1 dan 1 UJP 2 yang paling tepat dipilih menjadi sampel. (Lihat
tabel 3.6 di atas).
f. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) macam instrumen; pertama adalah tes
bahasa Inggris dan kedua adalah buku teks.
1) Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan khusus untuk
mengukur tingkat kompetensi berbahasa Inggris subjek. Tes diberikan sebelum dan
setelah mereka selesai mengikuti treatment.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
119
a) Penyusunan Tes
Penyusunan tes dilakukan berdasarkan rambu-rambu penyusunan tes yang
baik. Demi runtutnya, penyusunan tes mengadopsi lima langkah yang disarankan
Brown sebagai berikut.
(1) Mengembangkan sejumlah butir tes yang cukup yang mencakup berragam tipe tes
yang diinginkan.
(2) Menganalisis butir tes dengan hati-hati menggunakan format analisis utuk
memastikan bahwa butir-butir tes tersebut baik dan jelas.
(3) Mencobakan tes tersebut pada sekelompok siswa yang kondisinya setara dengan
kelompok yang nantinya akan mengerjakan tes tersebut. Meskipun kondisi
ujicoba tersebut tidak ideal, ujicoba tersebut merupakan pemakaian tes yang
pertama.
(4) Menganalisis hasil ujicoba dengan teknik item analysis.
(5) Memilih butir-butir yang efektif untuk mendapatkan jumlah butir yang diinginkan
setelah direvisi.
(Brown, 2003: 16)
Penerapan skenario penyusunan tes tersebut adalah sebagai berikut.
(a) Langkah pertama adalah penyusunan seperangkat tes.
Penyusunan tes dilakukan berdasarkan ancangan yang disusun dalam bentuk
blue-print tes. Ancangan ini meliputi pemilihan format, penentuan cakupan tes, serta
jumlah butir soal yang dikembangkan. Berdasarkan masukan guru kolaborator, dua
ancangan yang digunakan adalah naskah tes TOEIC dan naskah UN bahasa Inggris
untuk SMK. Kedua perangkat tes ini sebenarnya mengunakan model yang sama
karena perangkat tes UN mengadopsi model tes TOEIC. Dipilihnya tes TOEIC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
120
sebagai acuan pengembangan instrumen penelitian ini adalah karena tes ini dirancang
untuk mengungkap kompetensi berbahasa Inggris mereka yang bukan penutur asli
dalam tindak komunikasi, baik lisan atau tertulis dalam situasi rekaan. Lingkup tes ini
mencakup penguasaan aspek kompetensi kebahasaan khususnya penguasaan
vocabulary, grammar, listening dan reading.
Format tes TOEIC yang juga digunakan dalam soal UN adalah tes objektif
dengan pilihan ganda. Selain itu, aspek dan lingkup pertanyaan yang dicakup juga
mengikuti format yang ada dalam tes TOEIC yang telah sering dipraktikkan dalam
proses pembelajaran. Sedangkan cakupan isi instrumen ini disusun berdasarkan
lingkup buku teks yang digunakan dalam treatment. Dengan demikian siswa sudah
tidak merasa asing dengan jenis pertanyaan yang dihadapi.
Jumlah butir soal ditentukan berdasarkan model naskah soal bahasa Inggris
yang digunakan dalam UN serta alokasi waktu yang tersedia. Waktu yang
dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan tes ini adalah satu sesi pembelajaran, yaitu 2
X 45 menit, sama dengan waktu yang dialokasikan untuk menjawab 50 butir soal
dalam UN. Berdasarkan pencermatan atas pelaksanaan beberapa kali UN bahwa
banyak waktu yang tidak efektif, ditentukan jumlah tes yang digunakan sebanyak 60
butir dengan rincian dalam tabel 3.7 berikut. Berdasarkan analisis di atas pelaksanaan
try out dan pemakaian instrumen (test administration) dapat dilaksanakan dengan
hemat waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
121
Tabel 3.6 Perbandingan Jumlah dan Komposisi Butir Tes Bahasa Inggris UN
SMK dengan Instrumen Penelitian
Ujian Akhir Nasional Instrumen Penelitian
Bagian Topik ∑ soal Bagian Topik ∑ soal
1 Picture description 10 1 Picture description 10
2 Question & Answer 5 2 Question & Answer 10
3 Short conversation 5 3 Short conversation 5
4 Short Talk 5 4 Short Talk 5
5 Incomplete Sentences 5 5 Incomplete Sentences 10
6 Error Recognition 10 6 Error Recognition 10
7 Reading 10 7 Reading 10
Jumlah butir soal 50 Jumlah butir soal 60
(Lihat lampiran 4 Naskah Tes ).
(b) Langkah kedua adalah pencermatan terhadap tes yang telah dikembangkan.
Percermatan selain dilakukan peneliti, juga dilakukan para pakar dengan
teknik expert judgment. Tenik ini diterapkan dengan meminta penilaian pakar serta
narasumber yang dinilai memiliki kompetensi tinggi dalam menyusun tes bahasa
Inggris untuk SMK untuk tujuan asesmen formal. Seorang pakar language testing
yang dilibatkan dalam perencanaan pengembangan tes ini adalah RH yang merupakan
dosen yang mendalami bidang dan pengampu mata kuliah language testing di PBI-
UST, perguruan tinggi tempat peneliti mengajar, serta beberapa perguruan tinggi
swasta di Jawa Tengah. Keterlibatan pakar ini menyangkut pemberian masukan
perancangan dan pengembangan awal bentuk tes meliputi lingkup dan penyusunan
pertanyaan (lead), penyusunan pengecoh (distractors), homoginitas dan
kesetaraannya, serta penempatan jawaban yang benar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
122
Dua narasumber yang dilibatkan adalah YK, guru bahasa Inggris SMKN 6
Yogkyakarta dan BTW, guru bahasa Inggris SMKN 2 Depok yang juga telah
dilibatkan dalam tahap eksplorasi dan pengembangan. Pemilihan kedua narasumber
ini didasarkan atas penilaian kompetensi mereka serta berdasarkan rekam jejak
mereka dalam bentuk penugasan oleh Departemen Pendidikan Nasional sebagai
anggota tim penyusun naskah UN untuk mata uji bahasa Inggris untuk SMK dari DIY
pada tiga tahun terakhir. Pada tahapan ini peneliti meminta kedua narasumber untuk
mencermati naskah tes yang telah peniliti kembangkan dengan memberi masukan
sebagai bahan perbaikan.
Masukan dari kedua narasumber ini berupa beberapa saran untuk
memodifikasi penyusunan beberapa pertanyaan dalam bagian reading yang dinilai
terlalu panjang dan terlalu sulit bagi siswa. Termasuk di dalamnya penggantian
beberapa kosa kata yang lebih sesuai dengan kondisi siswa. Sedangkan bagian
listening diterima adanya karena bahan tersebut diambilkan dari satu seri tes TOEIC
yang tingkat kesulitannya masih sesuai dengan tingkat kompetensi bahasa Inggris
siswa SMK.
(c) Langkah ketiga adalah melakukan try out.
Try out dilaksanakan dengan melibatkan siswa kelas XI jurusan Administrasi
Perhotelan (AP) SMKN 4 Yogyakarta. Dipilihnya siswa kelas ini sebagai subjek try
out adalah karena mereka dinilai mempunyai kesetaraan tingkat kompetensi
berbahasa Inggris dengan siswa UJP yang dipilih sebagai sampel penelitian.
Meskipun berbeda, kedua jurusan merupakan rumpun bidang yang berdekatan yang
tingkat tuntutan kompetensi bahasa Inggrisnya tidak jauh berbeda. Di SMKN 4
Yogyakarta, siswa di kedua jurusan memperoleh porsi jam belajar bahasa Inggris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
123
yang sama. Ketika menghadapi UN, mereka akan memperoleh soal yang sama,
demikian juga ketika mereka menempuh tes TOEIC. Perbedaan jurusan lah yang
membedakan pemilihan tema dan topik yang paling sesuai dengan relevansi
kebutuhan siswa oleh guru di kedua jurusan tersebut. Dari perbedaan topik, juga
terlihat perbedaan cara guru mengejawantahkan aspek adaptif pelajaran bahasa
Inggris ke aspek produktif kompetensi kejuruannya.
Alasan lain pemilihan siswa kelas XI AP sebagai subjek try-out adalah segi
kepraktisan yaitu karena proses pembelajaran siswa kedua jurusan ini berlangsung di
kompleks sekolah yang sama. Di SMKN 4 Yogyakarta, proses pembelajaran siswa
jurusan AP berlangsung di gedung yang berbeda dari siswa UJP. Kondisi ini sangat
membantu pelaksanaan eksperimen karena perbedaan lokasi ini dapat menekan
kemungkinan terjadinya upaya siswa UJP mencari tahu materi apa yang dikerjakan di
kelas bahasa Inggris siswa AP, khususnya dalam mengerjakan tes try out.
Hakikat try out ini adalah validasi tes secara empirik melalu uji coba dengan
siswa yang sepadan dengan kondisi atau kemampuan sampel penelitian yang
sesungguhnya. Tujuan pelaksanaan try-out tes adalah untuk mengungkap kualitas tes
sebagai alat ukur kompetensi bahasa Inggris siswa melalui analisis butir yang ada
serta hubungan tiap butir terhadap keseluruhan tes.
(d) Langkah keempat adalah melakukan analisis butir hasil try-out dengan
menggunakan teknik analisis butir. Lingkup pembahasan hasil try-out mencakup
indeks kesukaran atau item facility serta daya beda atau discrimination index.
(e) Langkah kelima adalah menghitung Indeks Kesukaran.
Indeks kesukaran butir tes menunjukkan tingkat kesulitan tes tersebut bagi
sekelompok penempuh tes. Brown mendefinisikan indeks kesukaran dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
124
menggunakan istilah item facility. Konsep tersebut adalah “the proportion of the
students who answered a particular item correctly”, yaitu proporsi siswa yang mampu
menjawab butir tes tertentu dengan benar (2003: 17). Indeks ini diungkapkan dengan
angka yang menunjukkan tingkat kesulitan atau kemudahan suatu soal sehingga
disebut indeks kesukaran butir. Cara pengukurannya adalah dengan membagi jumlah
jawaban benar untuk tiap butir soial dibagi dengan jumlah penempuh tes. Arikunto
menawarkan cara penghitungan indeks kesukaran dengan memakai rumus sederhana
berikut.
B P =
JS
Keterangan:
1. P melambangkan taraf kesulitan butir soal
2. B jumlah siswa yang menjawab benar
3. JS jumlah siswa yang menempuh tes
(Arikunto, 2003)
Brown (2003: 17) menawarkan model perhitungan dengan menggunakan
aplikasi program Exell ® spereadsheet yang dinilai lebih mudah dan praktis.
Karenanya, perhitungan indeks kesukaran dalam penelitian ini mengikuti saran Brown
yang hasil perhitungannya ada di lampiran 7). Hasil perhitungannya dapat disajikan
dalam tabel 3.7 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
125
Tabel 3.7 Ringkasan Hasil Analisis Kesukaran Butir
No Bagian Indeks Kesukaran Tiap Butir Tes 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 PICTURE DESCRIPTION 0,8 0,5 0,6 0,6 0,6 0,4 0,6 0,7 0,5 0,55
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 2 QUESTION AND
ANSWER 0,35 0,4 0,4 0,35 0,55 0,3 0,4 0,45 0,45 0,4 21 22 23 24 25
3 SHORT CONVERSATION 0,35 0,35 0,3 0,35 0,2
26 27 28 29 30 4 SHORT TALK
0,2 0,2 0,2 0,15 0,15 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
5 INCOMPLETE SENTENCES 0,5 0,45 0,5 0,65 0,8 0,75 0,7 0,7 0,45 0,2
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 6 EROR
RECOGNITION 0,75 0,55 0,5 0,45 0,35 0,6 0,4 0,6 0,95 0,85 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
7 READING 0,5 0,55 0,4 0,45 0,45 0,55 0,2 0,6 0,2 0,55
Hasil analisis di atas dapat digolongkan ke dalam tiga kategori indeks kesukaran
sebagai berikut:
1. Pertama, jika hasil perhitungan menunjukkan harga lebih kecil dari 0,30
(< 0,30), butir soal tesebut dikategorikan ke dalam butir soal sukar.
2. Kedua, jika hasil perhitungan menunjukkan harga antara 0,30 sampai dengan
0,70 butir soal tesebut dikategorikan ke dalam butir soal sedang.
3. Ketiga, jika hasil perhitungan menunjukkan harga 0,71 atau lebih besar
(> 0.70), butir soal tesebut dikategorikan ke dalam butir soal mudah. (sopo
Berdasarkan kriteria pengelompokan di atas, hasil try out instrumen ini adalah
sebagai berikut. Dari jumlah keseluruhan 60 soal, 8 soal atau 18 % masuk ke dalam
rentang besaran < 0,30, yaitu soal yang termasuk kategori sukar, 45 butir soal atau 75
% masuk ke dalam rentang 0,30 sampai 0,70, yaitu soal yang termasuk kategori
sedang, dan 7 butir soal atau 12 % masuk ke dalam rentang > 0,70, yaitu soal yang
termasuk kategori mudah. Pencermatan lebih lanjut menunjukkan bahwa butir soal
dalam bagian picture description, incomplete sentences dan error recognition
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
126
termasuk butir soal yang dinilai cukup mudah bagi para siswa dibanding dengan
bagian yang lain dengan rerata indeks kesukaran masing-masing 0,55; 0,57; dan 0,60.
Bagian short talk dan short conversation dianggap paling sulit bagi siswa dengan
rerata indeks kesukaran 0,18 dan 0,31. Sedangkan bagian question and answer dan
reading merupakan butir yang dianggap sedang dengan rerata indek masing-masing
0,41 dan 0,445.
Hasil tersebut berkorelasi dengan tingkat kesulitan soal tes TOEIC. Tes
listening bagian pertama, picture description, yang hanya menuntut penempuh tes
untuk mengenali gambar yang ada dan memilih satu dari pernyataan yang didengar
yang paling sesuai dengan gambar yang ada dianggap tes listening yang paling
mudah. Dalam tes bagian ini permasalahan yang dihadapi oleh penempuh tes hanya
menjodohkan pernyataan yang didengar dengan gambar yang dihadapi sehingga
permasalahan yang dihadapi penempuh tes tidaklah sangat menantang atau
academically demanding. Bagian kelima, short talk, merupakan soal yang paling sulit
karena penempuh tes harus mendengarkan serangkaian penjelasan atau talk yang
diikuti oleh beberapa pertanyaan. Dalam menjawab pertanyaan ini penempuh tes
dituntut mampu menyimak serangkaian informasi yang disampaikan dalam talk
tersebut dengan baik. Tingkat kesulitan yang dihadapi penempuh tes dalam
mengerjakan bagian ini sangat tinggi karena selain bahasanya semakin sulit, talk
sendiri relatif lebih panjang dari bagian picture description dan short conversation.
Dibanding dengan bagian tes listening yang lain, permasalahan yang dihadapi
penempuh tes dalam mengerjakan bagian short talk menuntut kompetensi akademik
penempuh tes yang sangat tinggi. Bagian keenam, error recognition, adalah bagian
yang paling mudah. Hal ini karena selain soalnya berbentuk tertulis, permasalahan
yang diangkat menyangkut pengenalan bentuk gramatika dalam konteks yang ada
dalam kalimat tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
127
Untuk lebih memahami makna temuan di atas, peneliti menggunakan
paradigma yang digunakan Fernandes (1984) dan Masrun (1978) dalam membuat
kriteria komposisi tes yang baik berdasarkan indeks kesukaran. Berikut tabel
perbandingan kriteria komposisi mereka dengan hasil analis item facility tes yang
dikembangkan untuk penelitian ini.
Tabel. 3.8 Perbandingan Komposisi tes berdasarkan item facility
Fernandes (1984) dan Masrun (1978) Kondisi Instrumen Penelitian ini
Kriteria (p) Komposisi Kriteria Komposisi
0,00 – 0,30 (Sukar) ±25 % 0,00 – 0,30 (Sukar) ±12 %
0,31 – 0,70 (Sedang) ±50 % 0,31 – 0,70 (Sedang) ±75 %
0,71 – 1,0 (Sulit) ±25 % 0,71 – 1,0 (Sulit) ±13 %
Dari perbandingan di atas dapat dilihat adanya perbedaan dan persamaan antar
keduanya. Hasil analisis item facility instrumen ini menunjukkan bahwa jumlah butir
yang dianggap sukar dan butir yang mudah bagi siswa relatif lebih kecil dari
komposisi yang ditawarkan Fernandes dan Masrun’ yaitu ±12 % dan ±13 %
dibandingkan dengan ±25 % dan ±25 %. Namun demikian ada kecenderungan
persamaan proposinya tingkat kesulitan butir tes instrumen ini dengan komposisi
Fernandes dan Masrun; jumlah butir yang dianggap sulit dan mudah seimbang.
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa komposisi
butir dalam instrumen yang digunakan dalam try-out ini dapat disejajarkan dengan
komposisi tes yang baik.
(f) Langkah keenam adalah menghitung Daya Beda
Salah satu ciri tes yang baik adalah tes tersebut mempunyai daya pembeda
(item discrimination). Daya pembeda ini adalah kemampuan tes ini membedakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
128
variasi tingkat kompetensi penempuh tes, antara siswa yang pandai atau
berkemampuan tinggi dan siswa yang kurang pandai atau siswa berkemampuan
rendah. Tes yang mempunyai kapasitas seperti ini disebut mempunyai discriminating
power (Harris, 1974). Brown menyebut daya pembeda dengan istilah item
discrimination yang dijelaskannya sebagai “the item facility on the particular item for
the upper group (usually the top 33% or so based on the total test scores) minus the
item facility for the lower group (usually the lower 33% or so based on the total test
scores)” (2003: 18), yaitu tingkat kesukaran tiap butir tes yang dikerjakan oleh sekitar
33 % siswa yang pandai dikurangi dengan tingkat kesulitan tes yang dikerjakan oleh
sekitar 33% siswa yang kurang pandai.
Untuk menghitung daya beda, Brown (2003) menawarkan teknik dengan
menggunakan program Exell ® spreadsheet sebagai kelanjutan penghitungan item
facility. Dari perhitungan ini, angka yang diperoleh disebut indeks diskriminasi.
Dengan pertimbangan segi kepraktisan peneliti menggunakan penghitungan seperti
saran Brown. (Perhitungan lengkap disajikan di lampiran 8.)
Untuk membaca hasil perhitungan tersebut digunakan klasifikasi indeks
pembeda soal adalah sebagai berikut. Jika hasil perhitungan indeks diskriminasi
menunjukkan nilai:
(1) di bawah angka 0,20 (< 0,20), butir soal tersebut termasuk kategori daya
beda soal jelek atau poor,
(2) antara angka 0,20 sampai dengan 0,39, butir soal tersebut dikategorikan
mempunyai daya beda soal sedang atau satisfactory.
(3) antara angka 0,40 sampai 0,69, butir soal tersebut mempunyai daya beda
soal baik atau good, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
129
(4) antara angka 0,70 sampai dengan 1,00; butir soal tersebut dikatagorikan ke
dalam soal yang memiliki daya bedanya baik sekali atau excellent.
Dari hasil perhitungan yang disajikan dalam lampiran 8 dapat dijumpai adanya
beberapa butir tes yang indeks item discrimination-nya sangat rendah < 0,20, namun
sebaliknya tidak dijumpai butir soal yang memperoleh angka > 0,70. Butir-butir soal
yang terbukti memperoleh indeks rendah yang berarti lemahnya butir tes tersebut
dalam membedakan tingkat kompetensi sampel penelitian ini menjadi bahan
perbaikan instrumen pada langkah berikutnya.
(g) Langkah ketuju adalah penyusunan ulang.
Langkah terakhir penyusunan instrumen adalah penyususunan ulang dengan
memperbaiki beberapa butir tes yang terbukti kurang efektif. Penyusunan ini
dimaksudkan untuk menghasilkan kualitas instumen yang handal yang hasilnya akan
menentukan kualitas penelitian eksperimen ini.
Selain pencermatan dan analisis butir yang dilakukan berdasarkan hasil try
out, peneliti juga memperhatikan beberapa masukan dari guru yang mereka peroleh
ketika mereka berdialog dengan para siswa. Dari pengakuan siswa tentang adanya
beberapa kesulitan yang mereka temui ketika mengerjakan try-out, peneliti
mencermati ulang butir-butir yang menjadi perhatian siswa dan guru.
b) Validitas dan Reliabilitas Tes
Kualitas hasil penelitian sangat tergantung pada kalibrasi instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang baik adalah yang berkontribusi
pada tercapainya tujuan penelitian. Karenanya instrumen yang baik perlu memiliki
serangkaian kualitas seperti validitas, reliabilitas, objectivitas, (Borg dan Gall, 1983;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
130
McMillan dan Schumacher, 2001; Frankel dan Whallen, 1990). Dalam konteks tes
bahasa, Palmer (2008: 65) menyebutkan bahwa tes yang baik memiliki empat
kualitas, yaitu validity, reliability, authenticity dan beneficial impact. Setiap ranah
kualitas tersebut memberi kontribusi tertentu dalam penyusunan instrumen sesuai
dengan ranahnya.
Untuk memperoleh data yang baik, instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini dikembangkan mengikuti lima langkah yang disarankan Brown (2003).
Selain itu penyusunannya juga mengindahkan terpenuhinya kualitas penyusunan
instrumen bahasa yang baik, khususnya ranah validitas dan reliabilitas tanpa
mengabaikan kualitas yang lain.
(1) Validitas
Secara umum konsep validitas atau validity dalam alat ukur psikometrik
merujuk pada sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsinya yaitu mengukur fenomena yang sedang diteliti sehingga alat
tersebut menghasilkan informasi yang benar. Seperangkat instrumen dikatakan
mempunyai validitas tinggi apabila instrumen tersebut dapat menjalankan fungsi
ukurnya, yaitu memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut
dengan cermat. Jika fungsi ini tidak dipenuhi, instrument tersebut dinyatakan tidak
valid.
Konsep dasar validity menurut Borg dan Gall adalah “the degree to which a
test measures what it purpotes to measure” (1983: 275), yaitu tingkatan atau sejauh
mana kemampuan suatu alat ukur dalam mengukur apa yang seharusnya diukur.
Definisi serupa juga dikemukakan para ahli seperti Harris (1974) dan Frankel dan
Whallen (1990). Jika hasil pengukurannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan, tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
131
tersebut disebut memiliki validitas yang tinggi. Sebaliknya tes dikatakan jelek atau
tidak valid jika tes itu menghasilkan pengukuran yang salah. Validitas instrumen
sangat penting dalam suatu penelitian karena jika alat ukurnya tidak valid, hasil yang
diperoleh dapat melenceng dari tujuan yang telah dirumuskan.
Lebih jauh McMillan dan Schumacher (2001: 239) merumuskan validity
sebagai “the extent to which inferences made on the basis of numerical scores are
appropriate, meaningful, and useful”. Menurut mereka konsep validitas ini tidak
hanya mengacu pada ketepatan hasil pengukuran, namun juga informasi dari skor
yang diperoleh dapat menjadi kesimpulan yang berarti dan bermanfaat dalam
menjelaskan hakekat fenomena yang diukur. Konsekuensi pemakaian tes yang tidak
valid, seperti yang dinyatakan Borg dan Gall, adalah “…can lead to erroneous
research conclusion” (1983: 275), yaitu dapat menjurus pada tercapainya kesimpulan
penelitian yang salah.
Validitas mencakup beberapa ranah. Beberapa literatur menyebutkan ranah
tersebut mencakup, criterion validity, content validity, concurrent validity, predictive
validity dan construct validity (Borg dan Gall, 1983; McMillan dan Schumacher,
2001; Lissitz dan Samuelsen, 2007). Dalam penelitian pendidikan, dua diantaranya
content validity dan construct validity diangap sangat penting (McMillan dan
Schumacher, 2001: 240). Dalam penelitian ini, peneliti juga memberi perhatian yang
besar pada terpenuhinya ranah validitas isi atau content validity dan validitas konstruk
atau construct validity tanpa mengabaikan ranah yang lain
Validitas isi atau content validity menyangkut sejauh mana tes tersebut
mencerminkan lingkup yang perlu dicakup di dalam rancangan permasalahan yang
diteliti. Borg dan Gall (1983: 276) mendefinisikan content validity sebagai “the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
132
degree to which the sample of test item represents the the content that the test is
designed to measure”. Senada dengan Borg dan Gall, McMillan dan Schumacher
(2001: 240) menggambarkan content validity sebagai …“how well the content of the
test or other assessment represents a larger domain of content or task”. Kedua
kutipan di atas menunjukkan bahwa validitas isi mempermasalahkan keterkaitan
antara butir-butir tes dengan hakikat isi substansi atau content yang diteliti. Jika suatu
tes dirancang sebagai alat untuk mengukur prestasi pembelajaran, tes tersebut harus
secara reperesentatif mencerminkan lingkup materi atau isi pembelajaran tersebut.
Dalam kaitan penelitian pendidikan, Borg dan Gall menjelaskan cara
mengungkap content validity adalah “… is appraised usually by an objective
comparison of test items with curriculum content” (1983: 276), yaitu dinilai dengan
membuat perbandingan secara objektif terhadap butir-butir tes tersebut dengan isi
kurikulum. Mengikuti prosedur tersebut, peneliti membandingkan butir tes dalam
instrumen ini dengan isi kurikulum yang tertuang dalam buku teks yang dipakai.
(Periksa tabel 3.9 berikut).
Dari perbandingan tersebut dapat diungkapkan bahwa butir-butir soal yang
dicakup dalam instrumen ini benar-benar dikembangkan dari lingkup materi yang
diajarkan dalam proses perlakuan pembelajaran. Kesesuaian ini tidak hanya tercermin
melalui butir-butirnya, tetapi pemilihan jenis tes yang digunakan juga didasarkan atas
kegiatan pembelajaran dan latihan yang dilakukan di kelas. Dari perbandingan
tersebut dapat diketahui bahwa butir butir tes yang dikembangkan sangat terkait
dengan cakupan kegiatan pembelajaran di kelas yang tercermin dalam cakupan tiap
unit dalam buku teks yang dikembangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
133
Tabel 3.9 Korelasi antara Instrumen Penelitian dengan Unit dalam Buku Teks
Butir Instrumen Penelitian Persamaannya dengan Unit dalam Buku Teks
Bagian Topik Topik dan task
1 Picture Description Preactivities (task 1-6, 8-9)
2 Question & Answer While-teaching Activities
3 Short conversation Task 3-5 (listening)
4 Short Talk Task 6 -7 Grammar Focus
5 Incomp. Sentences Task 10 & 11-ttg. Grammar dan Vocabulary
6 Error Recognition Error Recognition
7 Reading Reading
Jumlah butir soal Jumlah butir soal 60
Construct Validity menyangkut masalah sejauh mana butir tes yang dicakup
dalam instrumen mencerminkan aspek penting yang membentuk keseluruhan konsep
kompetensi berbahasa Inggris serta proses pengembangannya. Richards dan Schmidts
(2002: 112) mendefinisikan validitas konstruk sebagai “… the extent to which the
items in a test reflect the essential aspects of the theory on which the test is based”.
Senada dengan itu Borg dan Gall (1983: 280) menjelaskan construct validity sebagai
“the extent to which a particular test can be shown to measure a hypothetical
construct”. Sementara itu dalam mendefinisikan construct validity, Palmer (2008)
lebih menekankan pentingnya fungsi alat ukur sebagai berikut "The meaningfulness of
the interpretations that we make on the basis of test scores" (2008: 10). Tiga kutipan
di atas menunjukkan bahwa construct validity berkait dengan sejauh mana hakikat
butir-butir yang tercakup dalam instrumen tersebut dapat bermakna dalam
mencerminkan hakekat teori atau construct yang diteliti.
Sebagaimana yang telah disebutkan pada halaman 119 bahwa instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini dikembangkan untuk mengukur kompetensi berbahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
134
Inggris siswa dalam tindak komunikasi. Acuan penyusunannya adalah format yang
dipakai dalam naskah tes TOEIC dan UN bahasa Inggris SMK. Penyusunannya
dilakukan melalui pengembangan butir-butir tes yang mencerminkan lingkup
kompetensi berbahasa Inggris. Cakupan ini meliputi penguasaan pengetahuan
kebahasaan serta kemampuan mereka dalam menggunakannya dalam situasi rekaan
(simulated situation) dengan melibatkan keempat keterampilan berbahasa dalam
tindak komunikasi. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa
keseluruhan tes ini benar-benar mengukur pengetahuan dan kompetensi siswa dalam
menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi. Asumsi validitas ini dibangun
berdasarkan argumentasi Moritoshi (2001) tentang validitas tes TOEIC sebagai alat
ukur keempat keterampilan berbahasa meskipun tes TOEIC hanya melibatkan tes
listening dan reading saja. Mengingat format dan cakupan tes ini dikembangkan
berdasarkan acuan tes TOEIC yang telah diakui secara internasional sebagai alat ukur
kompetensi berbahasa Inggris bagi penutur bukan asli atau non-native speakers,
argumentasi ini dapat diterapkan dalam pemenuhan aspek construct validity
instrumen ini. Dengan demikian tes ini juga memenuhi construct validity.
Dengan terpenuhinya aspek content dan construct validity, tes ini dapat dinilai
telah memenuhi rambu-rambu penyusunan instrumen yang baik untuk kepentingan
penelitian ini.
(2) Reliabilitas
Reliabilitas tes menunjukkan keajegan hasil yang diperoleh dari setiap kali
pemberian tes atau test administration. Hal tersebut ditegaskan Borg dan Gall bahwa
reliabilitas instrumen harus mencerminkan “the level of internal consistency or
stability of measuring device over time” (1983: 281), yaitu tingkat konsistensi atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
135
keajegan kinerja internal instrumen kapanpun tes tersebut dipakai. Lebih lanjut
Frankel dan Wallen menyebutkan konsep reliability sebagai “the consistency of the
scores obtained—how consistent they are for each individual from one administration
of an instrument to another and from one set of item to another” (1990: 133).
Keajegan atau konsistensi tesebut ditunjukkan melalui keseluruhan perangkat tes
kapanpun digunakannya.
Berbagai teknik untuk mengukur indeks reliabilitas tes telah ditawarkan dalam
literatur seperti test-retest, equivalent forms, equivalent forms plus test-retest dan
internal consistency. Dari berbagai teknik di atas internal consistency dipilih dalam
menentukan relibilitas instrument penelitian ini karena praktis penerapannya. Dari
beberapa teknik yang dapat diterapkan, peneliti memilih teknik belah dua (split half)
(Frankel dan Wallen, 1990: 135-136) karena sederhana dan praktis.
Penghitungan reliabilitas dengan teknik belah dua dilakukan dengan
mengelompokkan jawaban siswa ke dalam dua kelompok berdasarkan nomor ganjil
dan nomor genap. Selanjutnya model Spearman’s rho digunakan untuk menghitung
koefisien korelasi setengah tes yang bernomor ganjil terhadap setengah yang lainnya
yang bernomor genap. Hasil hitungan coefficient correlation ini berupa tingkatan
sejauh mana kedua bagian tes tersebut mencerminkan kinerja yang sama atau mirip.
Coefficient (angka perolehan) correlation setengah yang lain diasumsikan sama.
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan piranti lunak SPSS versi 17 untuk
memperoleh perhitungan yang akurat, cepat dan mudah. Adapun ringkasan hasilnya
dapat ditampilkan dalam tabel 3.10 dan 3.11 berikut. Pertama ditampilkan hasil
hitungan statistik deskriptif kemudian penghitungan korelasinya. Tabel ……….. Statistik Deskriptif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
136
Tabel 3.10 Data Statistik Deskriptif Butir Tes Ganjil dan Genap
Mean Std. Deviation N
Nilai Tes Ganjil 9,6333 3,24285 30
Nilai Tes Genap 9,1667 3,92238 30
Tabel di atas menyebutkan bahwa jumlah butir tes keseluruhan adalah 60 yang
dikelompokkan menjadi dua; 30 ganjil dan 30 genap. Nilai rerata tes ganjil adalah
9,63 dengan standar deviasi sebesar 3,24. Sedangkan nilai rerata tes genap adalah 9,16
dengan standar deviasi sebesar 3,92. Adapun hasil perhitungan korelasinya adalah
sebagai berikut.
Tabel 3.11 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen
Hasil Komputasi Split Half dengan Spearman’s rho Correlations
Nilai Tes Ganjil Nilai Tes Genap
Correlation Coefficient 1.000 .497**
Sig. (2-tailed) . .005Nilai Tes
Ganjil N 30 30
Correlation Coefficient .497** 1.000
Sig. (2-tailed) .005 .
Spearman's rho
Nilai Tes Genap
N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil penghitungan reliabilitas instrumen yang disajikan dalam tabel di
atas dapat dilihat bahwa besaran koefisient korelasi antara butir genap dengan butir
ganjil sangat tinggi yaitu 0,49. Harga koefisient tersebut ditunjukkan dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi mencapai 0,01 atau 1 %. Dari perhitungan ini dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan instrumen ini memiliki internal konsistensi
yang tinggi sehingga dapat dinilai sebagai instrumen yang reliable.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
137
2). Bahan Ajar Bahasa Inggris
Instrumen kedua yang digunakan adalah bahan ajar bahasa Inggris untuk
SMK. Bahan ajar yang digunakan dalam pelaksanaan treatment dalam eksperimen ini
ada dua macam; satu adalah bahan ajar dari LKS dan yang kedua adalah prototipe
buku teks bahasa Inggris integratif untuk SMK. Tiga unit dari buku teks tersebut yang
temanya diambil dari LKS dipilih sebagai wakil semua isi buku teks yang disusun.
Tema ketiga unit tersebut adalah ‘Leaving and Taking Phone Messages, Invitation
dan Suggestion’ digunakan sebagai materi dalam treatment.
g. Pengendalian Extraneous Variable
Tingkat pencapaian tujuan penelitian eksperimen ditentukan oleh rancangan
penelitian yang diterapkan. Dalam pelaksanaannya timbul berbagai kejadian atau
kondisi yang tidak mendukung atau mengganggu terciptanya kondisi seperti yang
diungkapkan dalam rancangan penelitian. Kondisi dan kejadian tersebut sering
disebut sebagai ancaman (McMillan dan Schumacher, 2001: 186) terhadap
pengamatan pengaruh perlakuan pembelajaran dalam eksperimen. Untuk itu peneliti
melakukan segala upaya untuk mengendalikan beberapa variabel yang berpotensi
mengganggu atau mengacaukan kondisi yang dirancang yang disebut pengendalian
extraneous variables.
Berdasarkan penelaahan konsep Campbell dan Stanley, McMillan dan
Schumacher mengelompokkan langkah tersebut menjadi dua kategori. Pertama
pengendalian validitas internal dan kedua pengendalian validitas eksternal.
1). Pengendalian Validitas Internal
Validitas internal dalam konteks penelitian eksperimen adalah hasil penilaian
terhadap semua kondisi dan kegiatan penelitian yang dapat meyakinkan pembaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
138
bahwa keseluruhan rangkaian eksperimen yang dilaksanakan ini benar secara
metodologis. Kondisi ini dapat tercipta jika berbagai gangguan terhadap terciptanya
kondisi dan terlaksananya kegiatan penelitian yang direncanakan dapat dikendalikan.
McMillan dan Schumacher (2001: 326) mendefinisikan validitas internal sebagai “a
judgment that is made concerning the confidence with the plausible rival hypotheses
can be ruled out as plausible explanation for the result”. Artinya bahwa validitas
internal adalah suatu penilaian yang dibuat terhadap keyakinan bahwa kondisi yang
terjadi itu bukan karena akibat kondisi tandingan yang ada di luar kendali peneliti.
Untuk mencapai kondisi tersebut, peneliti berusaha untuk menekan terjadinya
gangguan tersebut sekecil mungkin untuk meyakinkan bahwa perbedaan prestasi
pembelajaran yang ditunjukkan kedua kelompok belajar yang dilibatkan dalam
penelitian ini disebabkan oleh perbedaan pemakaian buku teks dan bukan karena
kondisi atau aktivitas lain yang tidak direncanakan. Lebih lanjut McMillan dan
Schumacher (2001: 326) menjelaskan jika ancaman tersebut dapat ditekan dengan
baik, peneliti boleh merasa yakin bahwa hubungan antar variabel yang diteliti yang
terlihat merupakan kausalitas; yaitu perbedaan kondisi atau hakekat perlakukan yang
diberikan menyebabkan terjadinya hasil yang diamati. Dengan demikian keberhasilan
pengendalian extraneous variable tersebut merupakan salah satu persyaratan sah atau
terterimanya prosedur penelitian yang digunakan sebagai dasar yang benar bahwa
penelitian eksperimen yang dilaksanakan sesuai rambu yang digariskan. Dengan
langkah-langkah pengendalian ini, peneliti berharap bahwa jika ada perbedaan
prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara kedua kelompok belajar yang dilibatkan
dalam penelitian ini perbedaan tersebut merupakan akibat perbedaan buku teks yang
digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
139
Lebih jauh McMillan dan Schumacher (2001: 186-193) menguraikan lingkup
pengendalian validitas internal yang meliputi ranah “history, selection, statistical
regression, pretesting, instrumentation, subject attrition, maturation, diffusion
treatment, experimenter effects, treatment replications, subject effects, dan statistical
conclusion”. Secara ringkas, konsep ranah yang berpotensi mengancam internal
validity dan langkah-langkah untuk menghindari terjadinya dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
a) History
History diartikan sebagai pengendalian kondisi subjek penelitian. McMillan
dan Schumacher mendefinisikannya sebagai “…extraneous incidents or events
affecting the results that occur during the research” (2001: 186), artinya beberapa
kejadian atau peristiwa yang mempengaruhi hasil perlakuan yang berlangsung selama
penelitian. Selama subjek memperoleh perlakuan penelitian (treatment), banyak
kegiatan dan kondisi lain baik yang terjadi dalam konteks persekolahan atau di luar
sekolah yang berkontribusi dalam menciptakan perubahan atau perkembangan pada
subjek.
Dalam penelitian eksperimen yang dilaksanakan dalam konteks pendidikan
formal ini peneliti harus mengakui tidak mampu mengendalikan semua kejadian
tersebut, kecuali pengendalian kondisi perlakuan pembelajaran yang menjadi pusat
perhatian dalam penelitian ini. Sejauh yang peneliti lakukan adalah memilahkan dan
mendefinisikan perbedaan perlakuan kepada kedua kelompok tersebut dalam bentuk
bahan ajar yang berbeda yang konsekwensinya menuntut beberapa perbedaan
kegiatan pembelajaran di kelas. Faktor lain seperti jadwal pelajaran, lama waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
140
pembelajaran, media pembelajaran serta guru dijaga agar semua berlangsung seperti
biasanya.
Selain itu, peneliti telah menjadwalkan durasi waktu perlakuan secukupnya.
Segera setelah perlakuan tersebut dapat diamati pengaruhnya, dilakukan observasi
dalam bentuk postes untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fakor-faktor lain
yang mengganggu proses observasi pengaruh perlakuan yang diberikan.
b) Selection
Selection diartikan sebagai pengendalian pemilihan subjek penelitian.
McMillan dan Schumacher (2001: 188) menjelaskan masalah selection terkait dengan
“…the manner in which the researcher chooses a sample”, yaitu cara bagaimana
peneliti memilih sampel.
Penelitian eksperimen ini melibatkan dua kelompok belajar, yaitu kelas X UJP
A dan B SMKN 4 Yogyakarta yang dari awal mereka masuk sekolah ini telah
dikelompokkan menjadi dua kelas yang berbeda. Penentuan siswa menjadi kelas X
UJP A dan kelas X UJP B bukan berdasarkan kemampuan mereka atau ranking,
melainkan secara acak murni dari nomor urut hasil tes masuk. Mengingat faktor etika
penelitian pendidikan dan keterbatasan peneliti untuk benar-benar mengacak tiap
siswa ke dalam kedua kelompok yang sama, penentuan kelompok eksperimental dan
kelompok kontrol didasarkan atas kelas yang ada dan dilakukan secara acak dan
bukan karena kondisi kelas tertentu. Dengan demikian, kesalahan dalam pelaksanaan
eksperimen yang disebabkan karena penentuan subjek dapat dihindari. Hasil yang
diharapkan adalah bahwa jika ada perbedaan hasil pembelajaran yang ditunjukkan
kedua kelompok tersebut dalam tes purna bukan karena pemilihan sampel tetapi
betul-betul karena perbedaan perlakuan pembelajaran dengan buku teks yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
141
c) Statistical Regression
Statistical regression adalah fenomena perubahan kondisi subjek pada saat
sebelum dan setelah pelaksanaan perlakuan. McMillan dan Schumacher (2001: 188)
mendefinisikannya sebagai “the tendency of subjets who score very high or low in a
pretest to score closer to the mean (”regress” to the mean) on the posttes, regardless
of the effect of the treatment”, artinya kecenderungan subjek yang memperoleh skor
sangat tinggi atau sangat rendah dalam pretes untuk memperoleh skor mendekati
rerata pada postes, apapun pengaruh perlakuannya. Lebih lanjut McMillan dan
Schumacher mengatakan kondisi tersebut cenderung terjadi jika peneliti memilih
subjek yang termasuk ranking tertinggi dan terrendah. Dikatakannya “regression is a
problem wherenver the researcher purposely chooses groups on the basis of
exteremely high or low scores” (hal 189) yang artinya bahwa ancaman regresi ini
menjadi masalah (terutama) ketika peneliti sengaja memilih kelompok atas dasar
kemampuannya yang sangat tinggi dan sangat rendah.
Dalam eksperimen ini peneliti melibatkan semua anggota siswa kedua kelas 1
UJP sebagai subjek dan tidak memilih yang paling pandai dan yang paling bodoh saja.
Dengan demikian potensi ancaman pada ranah statistical regression dapat ditekan.
d) Pretesting
Pemakaian tes awal berpotensi mendatangkan ancaman pada internal validity.
McMillan dan Schumacher mengatakan “…it is possible that the tets itself will have
an impact on the subjects” (hal 189) artinya bahwa ada kemungkinan subjek
penelitian mengalami perubahan hanya karena pengalamannya mengerjakan pretes.
Mereka mungkin masih mengenali jenis pertanyaan dalam tes, atau bahkan ada
beberapa butir pertanyaan yang melekat dalam ingatan mereka. Dengan demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
142
mereka akan lebih terbiasa ketika mereka akan mengerjakan postes. Kondisi yang
disebut Borg dan Gall (1983: 635) sebagai “test-wise” ini berupa tumbuhnya
kemampuan siswa yang disebabkan oleh pengalaman mereka ketika mengerjakan tes
awal. Dengan demikian ada kemungkinan kemampuan subjek mengerjakan postes itu
bukan saja karena hasil belajar yang dilakukan, tetapi karena pengalamannya
mengerjakan pretes.
Pengendalian berkembangnya kondisi tersebut dalam penelitian ini adalah
dengan pemakaian beragam jenis aktifitas yang harus dilakukan siswa dalam
pemberian perlakuan proses pembelajaran. Untuk memperkuat, perlakuan
dilaksanakan dalam durasi waktu yang cukup lama sehingga subjek tidak mengingat-
ingat atau terpancang pada pengalaman mereka mengerjakan pretes. Pengendalian
juga dilakukan dengan menggunakan butir tes yang cukup banyak; 60 butir soal,
sehingga tidak memungkinkan siswa untuk menghafal semua butir-butir tes yang
mereka kerjakan.
e) Instrumentation
McMillan dan Schumacher mendefinisikan ancaman instrumentation sebagai
“a threat to internal validity that is related to testing” (hal 189), yaitu ancaman
internal validity yang berkaitan dengan pemakaian alat ukur dalam testing. Ancaman
ini terjadi jika adanya perubahan alat instrumen yang digunakan atau pelaku yang
menggunakan instrumen tersebut. Dengan perubahan tersebut objektivitas observasi
kondisi subjek akan terganggu.
Dalam penelitian ini hanya digunakan dua instrumen yang telah benar-benar
dirancang dari awal. Instrumen pertama berupa buku teks adalah hasil pengembangan
pada tahapan penelitian sebelumnya. Instrumen kedua berupa tes bahasa Inggris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
143
dirancang dari awal dan dipakai untuk tes awal dan tes purna. Dengan demikian tidak
terjadi perubahan instrumen dalam pelaksanaan eksperimen. Rancangan ini juga
dikuatkan dengan dilibatkannya guru kelas yang biasa mengajar mereka sesuai
dengan jadwalnya. Dengan demikian kemungkinan ketidakmampuan guru dalam
menggunakan instrumen yang ada, baik buku teks maupun perangkat tes dapat
dikendalikan. Dengan demikian ancaman berupa instrumentation dapat dihindari.
f) Subject Attrition
Konsep subject attrition yang juga disebut subject mortality adalah ancaman
penelitian “…when subjects systematically drop out or are lost during the
investigation” (halaman 190), yaitu ketika secara sistimatis para subjek berhenti atau
menghilang ketika penelitian sedang berlangsung. Ancaman ini cenderung terjadi jika
penelitiannya berlangsung secara lama.
Untuk mengendalikan ancaman seperti di atas, penelitian ini direncanakan
tidak lebih dari satu semester. Dengan rancangan ini diharapkan tidak terjadi
perubahan jumlah dan komposisi siswa untuk tiap kelompok baik yang disebabkan
karena mutasi siswa secara besar-besaran antar sekolah atau hilangnya sebagian
subjek karena lulus atau drop out pada akhir semester.
g) Maturation
Maturation adalah “the changes in the subjects of a study over time that affect
the dependent variable” (McMillan dan Schumacher, 2001: 190), yaitu perubahan-
berubahan pada diri subjek yang terjadi pada kurun waktu tertentu yang
mempengaruhi variabel terikat. Perubahan tersebut sangat mungkin terjadi terutama
jika penelitiannya berlangsung dalam konteks proses pendidikan karena selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
144
memperoleh perlakuan yang direncanakan, subjek akan terlibat dengan berbagai
kegiatan dan pengalaman yang berpotensi membuat dirinya berubah.
Dalam penelitian ini pengendalian ancaman yang muncul dari ranah
maturation dilakukan dengan perancangan lama waktu pemberian perlakuan atau
treatment yang tidak terlalu lama namun cukup untuk dapat melihat pengaruh
perlakuan yang diberikan dalam eksperimen. Rancangan alokasi waktu tersebut
diharapkan mampu menghindari pengaruh perkembangan biologis maupun psikologis
siswa yang secara alamiah terus berlangsung seiring dengan banyaknya kegiatan di
selolah maupun di luar sekolah yang mereka ikuti.
h) Diffusion Treatment
Diffusion treatment berarti tercampurnya perlakuan yang seharusnya hanya
diberikan kepada kelompok eksperimental dengan perlakuan yang diberikan kepada
kelompok kontrol. Jika hal ini terjadi, pengaruh yang nantinya muncul tidak dapat
dikatakan bersumber dari perbedaan perlakuan yang diterima oleh kedua kelompok.
Pengendalian terjadinya ancaman dalam bentuk diffusion treatmen dalam
penelitian ini adalah dengan menjaga agar kondisi kedua kelas yang dilibatkan
berjalan seperti biasanya. Dalam konteks ini peran guru sangat menentukan. Mereka
tidak memberi tahu siswanya bahwa mereka menjadi subjek penelitian sehingga
apapun perbedaan yang terjadi diterima wajar karena guru yang mengajar berbeda.
Meskipun guru kelompok kontrol menyadari perbedaan perlakuan, beliau sudah
diminta untuk tidak memodifikasi kegiatan pembelajarannya mengikuti buku teks
yang digunakan di kelas eksperimen.
Pengendalian tersebut dilakukan untuk meningkatkan tingkat validitas internal
yang menentukan tingkat atau kualitas keberhasilan eksperimen. Dengan langkah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
145
pengendalian tersebut peneliti dapat meyakinkan bahwa jika ada perbedaan prestasi
pengembangan kompetensi berbahasa Inggris subjek penelitian perbedaan tersebut
mencerminkan pemakaian buku teks yang berbeda dan bukan karena faktor lain.
i) Experimenter Effects
Konsep experimenter effects merujuk pada “..both deliberate and untentional
influences that the researcher has on the subjects” (McMillan dan Schumacher, 2001:
191), yaitu berbagai pengaruh baik yang disengaja atau tidak yang disebabkan oleh
peneliti pada subjek. Pengaruh ini cenderung terjadi jika peneliti langsung
berinteraksi dengan kedua kelompok sehingga peneliti terbawa emosi untuk
menciptakan perbedaan perlakuan di luar yang direncanakan baik secara sadar atupun
di luar kesadarannya.
Pengendaliannya dalam penelitian ini adalah dengan melibatkan guru yang
berbeda untuk kedua kelompok sesuai dengan tugas yang diberikan kepala sekolah.
Dengan deskripsi yang jelas pada awal perlakuan, kedua guru dapat mengendalikan
perilaku dan sikap mereka yang wajar terhadap siswanya sebagaimana tuntutan jenis
buku teks yang dipakai.
j) Treatment Replication
Konsep treatment replication digunakan untuk merujuk pada pengulangan
perlakuan yang diberikan kepada subjek. McMillan dan Schumacher (2001:191)
menyebutkan “In an experiment the treatment is supposed to be repeated so that each
of the members of one group receives the same treatment separately and
independently of the other members of the group” artinya bahwa dalam eksperimen,
perlakuan yang diberikan dirancang untuk diterapkan beberapa kali sehingga setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
146
anggota kelompok menerima perlakuan itu secara terpisah dari kelompok lain.
Ancaman yang muncul adalah peneliti tidak dapat memberikan kalibrasi perlakuan
yang sama persis pada semua subjek yang dilibatkan, khususnya jika peneliti
melibatkan lebih dari satu kelompok eksperimental. Potensi terjadinya ancaman
adalah ketika peneliti harus memberikan perlakuan berulang-ulang, kalibrasi dan
spesifikasi perlakuan pertama, dan seterusnya cenderung tidak sama.
Dalam penelitian ini, pengendalian ancaman yang muncul dari ranah treatment
replication adalah dengan menyusun buku teks yang jelas dan rinci. Karena buku teks
tersebut disajikan guru, peneliti membuat beberapa catatan yang penting untuk tiap
bagian dan kegiatan yang tercakup dalam tiap unit buku teks. Bahkah, ketika
menyerahkan buku teks tersebut kepada guru, peneliti mendiskusikan berbagai
kemungkinan penerapannya di kelas. Guru masih diberi ruang gerak untuk membuat
variasi, modifikasi, atau improvisasi selama tidak keluar dari rambu-rambu
penyampaian yang disepakati sebelumnya. Dengan langkah ini, pengulangan proses
pembelajaran untuk tiap unit buku teks dapat dijaga keajegannya.
k) Subject Effect
Konsep subject effect merujuk pada perubahan-perubahan yang ditunjukkan
oleh subjek penelitian. McMillan dan Schumacher mendefinisikannya sebagai “…the
subject changes in behavior simply because they understand they are ‘subjects’, and
sometimes these changes affect the result” (2001:192) artinya bahwa perubahan yang
terjadi pada subjek hanya karena mereka menyadari kelau mereka menjadi subjek
dalam penelitian dan kadang-kadang perubahan ini mempengaruhi hasil eksperimen
Fenomena ini terjadi jika para subjek memahami bahwa mereka dilibatkan dalam
suatu eksperimen sebagai ‘kelinci percobaan’. Pemahaman ini dapat menjurus pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
147
reaksi yang berlebihan, tidak perlu dan yang tidak diinginkan dalam konteks
eksperimen. Reaksi seperti ini, yang juga disebut The John Henry Effect (Borg dan
Gall, 1983: 637) berpotensi mengacaukan observasi akibat perlakuan yang
direncanakan.
Dalam penelitian ini peneliti, juga guru, tidak memberitahu siswa dari kedua
kelompok bahwa mereka menjadi subjek penelitian. Seperti yang dijelaskan pada
bagian terdahulu bahwa guru melaksanakan rangkaian proses pembelajaran seolah
sebagai rencana guru untuk mengajarkan buku teks yang dipilih. Perlakuan ini
dimaksudkan agar semua siswa berperilaku wajar dalam proses perlakuan
pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aktivitas yang dikembangkan guru di kelas.
Pengendalian kondisi ini diharapkan dapat mencegah atau menghindari terjadinya
siswa yang melakukan berbagai bentuk perilaku kompensasi karena menjadi
kelompok eksperiental atau kontrol. Pengendalian ini dirancang untuk menciptakan
situasi seperti yang dikembangkan guru berdasarkan rancangan eksperimen yang telah
disusun.
l) Statistical Conclusion
Setiap penelitian kuantitatif selalu melibatkan pemakaian model statistik untuk
menganalisis data yang hasilnya digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan.
Ancaman pemakaian paket statistik dinyatakan McMillan dan Schumacher “There are
several principles, if violated, can affect the incferences made from results as well as
subsequent conclusions of the research” (2001: 192), artinya bahwa pelanggaran
dalam pemakaian paket statistik akan mempengaruhi pemahaman serta kesimpulan
yang diambil dari penelitian tersebut. Untuk menghindarinya, peneliti menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
148
jenis paket statistic SPSS yang terandal serta memperhatikan rambu-rambu
pelaksanaannya.
2) Pengendalian Validitas Eksternal
Validitas eksternal adalah tingkat generalisasi hasil suatu eksperimen yang
dapat diterapkan pada kondisi di luar cakupan daerah penelitian. McMillan dan
Schumacher (2001: 327) mendefinisikannya sebagai “the extent to which the result of
an experiment can be generalized to people and environmental conditions outside the
context of the experiment”. Artinya, validitas eksternal adalah suatu kondisi sejauh
mana hasil suatu eksperimen dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada orang atau
kondisi lingkungan di luar konteks cakupan penelitian.
Langkah pengendalian kualitas validitas external dapat dibedakan menjadi
dua; pengendalian orang, subjek atau populasi dan pengendalian kondisi atau ekologi.
Hal ini juga dinyatakan McMillan dan Schumacher (2001: 193-200) bahwa dua
langkah penting untuk menjaga validitas eksternal adalah dengan mengendalikan
population validity dan ecological external validity. Konsep kedua ranah
pengendalian dan penerapan pengendalian validitas ekternal dalam penelitian ini
disajikan sebagai berikut.
a) Validitas Populasi
Validitas populasi atau yang disebut Borg dan Gall sebagai population validity
adalah “ the extent to which the result of an experiment can be generalized from the
specific sample that was studied to a larger group of subjects” (1983: 639) yang
artinya tingkatan sejauh mana hasil suatu eksperimen dapat digeneralisasikan dari
sampel tertentu yang dilibatkan dalam penelitian pada kelompok subjek yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
149
besar. Lebih lanjut Borg dan Gall memberi saran bahwa generalisasi pada cakupan di
luar sampel penelitian dapat dilakukan hanya jika ada kesamaan beberapa kondisi
penting yang terdapat pada target populasi dengan yang ada dalam populasi yang
diteliti.
Penerapannya dalam penelitian ini adalah melalui pemilihan populasi yang
mengindahkan rambu-rambu sampling yang baik. Pemilihan siswa jurusan UJP
SMKN 4 Yogyakarta sebagai subjek penelitian ini dilakukan berdasarkan atas
kondisinya yang tidak mencerminkan kondisi ekstrem tinggi atau rendah kemampuan
siswa SMK. Dengan kondisi tersebut hasil penelitian ini tidak akan sulit diterapkan di
SMK lain asal kondisi siswa sekolah tersebut tidak sangat rendah kemampuannya.
Sesuai dengan gambaran pada sub-bab 2 B.2.6, kondisi pembelajaran bahasa
Inggris di SMKN 4 Yogyakarta ini dapat dinilai sebagai kondusif, khususnya dari dari
segi latar belakang dan kondisi siswanya. Meskipun SMK ini negeri dan terletak di
wilayah Kota Madya, SMK ini bukan termasuk sekolah elit yang kondisi
pembelajarannya sulit ditiru atau diterapkan di SMK lain. Dengan kriteria pemilihan
sampel tersebut diharapkan temuan penelitian ini dapat juga diterapkan di SMK lain
tanpa harus melakukan modifikasi banyak.
b) Ecological External Validity
Validitas ekologi adalah “the conditions of the research and the extent to which
generalizing the result is limited to similar conditions”, (McMillan dan Schumacher;
2001: 193), yaitu kondisi pelaksanaan penelitian dan sejauh mana hasil penelitian ini
dapat diterapkan pada kondisi-kondisi serupa yang terjadi atau diciptakan dalam
penelitian. Borg dan Gall (1983: 640-643) menyebutkan adanya berbagai jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
150
kondisi yang berpotensi mengganggu ekologi eksperimen sehingga hasilnya tidak
dapat diterapkan pada kasus lain. Kondisi - kondisi tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Penjelasan perlakuan eksperimen secara jelas .
(2) Hawthorne effect (placebo) atau pengaruh perlakuan yang bersifat semu.
(3) Novelty and disruption effects atau kebaharuan perlakuan dan perbedaannya
dengan kondisi perlakuan yang biasa diterima.
(4) Pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh peneliti.
(5) Sensitifitas pengaruh pretes dan postes.
(6) Interaksi antara rekam jejak dan pengaruh perlakuan.
(7) Pengukuran variabel terikat.
(8) Interaksi antara lama waktu pengukuran dan pengaruh perlakuan.
Untuk membuka kesempatan bagi peneliti lain mencermati hasil penelitian ini
atau mereplikasi penelitian untuk verifikasi hasilnya, peneliti memberikan gambaran
hakikat dan prosedur penelitian secara rinci dalam laporan penelitian ini sehingga
semua langkah penelitian termasuk hakikat peberian perlakuan eksperimen sampai
dengan buku teks lengkap yang digunakan. Agar dapat bersikap netral dan adil
terhadap semua kelompok, peneliti melibatkan dua guru untuk melaksanakan dua
perlakuan yang berbeda dengan cara yang biasanya terjadi di kelas mereka
berdasarkan dengan rancangan eksperimen. Untuk menciptakan situasi yang ajeg, tiap
perlakuan yang dikembangkan dalam penelitian dirancang dengan jelas dan
penerapannya selalu dimonitor. Gambaran dan rancangan tersebut diperlukan agar
tidak menimbulkan kesan yang salah baik dalam bentuk reaksi yang berlebihan (over-
reaction) atau minim-reaksi (under-reaction).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
151
Peneliti juga memberikan tes awal dan tes purna untuk mengukur tingkat
kompetensi awal dan akhir bahasa Inggris para subjek penelitian degan menggunakan
instrumen yang khusus dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat
memanfaatkan kesempatan mengerjakan tes tersebut dalam mengikuti proses
pembelajaran dan dalam mengerjakan tes purna. Di sisi lain peneliti juga menjaga
agar penggunaan alat ukur tadi tidak mempengaruhinya dalam upaya mengungkapkan
pengaruh perlakuan yang menjadi sasaran penelitian.
Semua pengendalian di atas dimaksudkan untuk meningkatkan atau menjaga
validitas ekternal penelitian ini. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat diterapkan
pada kondisi di luar yang dilibatkan dalam penelitian ini dengan memperhatikan
batasan-batasan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 152
BAB IV
BUKU TEKS BAHASA INGGRIS YANG DIGUNAKAN DI SMK
Bab ini menyajikan temuan tahap eksplorasi dalam R & D. Deskripsi
metodologis dan pelaksanaan penelitian tahap ini telah disajikan dalam Bab III
halaman 94 sampai 101. Temuan penelitian ini berupa deskripsi objektif perihal buku
teks bahasa Inggris yang digunakan di SMK berdasarkan kajian teoritis dan pendapat
afektif praktisi di lapangan. Temuan pertama berupa hasil kajian teoritis buku teks
bahasa Inggris berdasarkan model Cunningsworth 1995. Temuan kedua berupa
temuan lapangan yang disajikan ke dalam beberapa subtema berikut: (1) berbagai
bahan ajar yang digunakan di SMK, (2) muatan isi yang tercakup, (3) penyajian
muatan buku teks, (4) pemakaian buku teks di kelas, (5) keunggulan dan kelemahan
buku teks, (6) pemakaian buku teks yang dilakukan para guru, dan (7) peran buku teks
dalam pencapaian tujuan kurikuler bahasa Inggris di SMK. Serangkaian rekomendasi
tentang fitur yang perlu diperhatikan dalam menyusun buku teks bahasa Inggris untuk
SMK disajikan sebagai penutup bab ini.
A. Buku Teks yang Digunakan di SMK
Buku teks yang digunakan di SMK sangat bervariasi. Berdasarkan wawancara
para guru dan kepala SMK serta observasi, beberapa faktor yang berkontribusi
terhadap penentuan buku teks yang digunakan antara lain kondisi sekolah, siswa serta
guru. Fenomena tersebut terugkap, pertama, dari hasil angket yang peneliti berikan
kepada anggota MGMP bahasa Inggris SMK se-D.I. Yogyakarta dalam workshop
Bedah Materi dan Hasil UN Tahun 2007. Dalam angket ini para guru diminta
mencantumkan lima buku teks yang paling sering mereka gunakan dan alasannya.
Dari sekitar 50 guru peserta workshop yang lebih dari 65% pesertanya adalah guru
swasta, mengungkapkan lebih dari 90% diantara mereka menggunakan buku EVS dan
GA. Alasan pemakaian kedua buku teks di atas adalah karena:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
153
153
1. tersedia di perpustakaan,
2. isinya masih sesuai dengan kurikulum, sehingga
3. dinilai layak untuk menyiapkan siswa menghadapi UN.
Pencermatan lebih jauh menunjukkan bahwa meskipun buku teks yang digunakan tiap
guru cenderung berbeda, ada beberapa buku teks yang dipakai di hampir semua SMK.
Demikian juga sebaliknya, ada beberapa buku teks yang hanya dipakai di SMK
tertentu. Daftar buku teks tersebut dan sekolah tempat buku tersebut dipakai disajikan
dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Daftar Buku Teks dan Sekolah Pemakai
Sekolah No Nama Buku Teks Penyusun
1 2 3 4 5 6
1 English for Vocational School Dra. Yiyis Krisnani. √ √ √ √
2 Global Access to The World of Work Hendraswari, A. M dkk √ √ √ √ √
3 Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK Tri Suko B.W, dkk √ √
4 Interchange Jack Richards, et al. √
5 Getaway Jim Morison √ √
7 TOEIC Preparation* Lin Lougheed √ √ √ √ √ √
Keterangan: Kode Sekolah
1 SMK Piri Sleman 4 SMKN IV Yogyakarta 2 SMK Muhammadiyah Pakem 5 SMK Taman Karya 3 SMKN I Bantul 6 SMKN VI Yogyakarta
* Buku ini dipakai di kelas 3 atau kelas XII di semua SMK sebagai persiapan menghadapi tes
TOEIC dan UN.
Selain menggunakan GA dan EVS, kebanyakan guru juga mengaku
menggunakan buku TOEIC test Preparation hanya untuk mempersiapkan peserta
didik menempuh TOEIC test yang biasanya dilaksanakan pada semester 6. Hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
154
154
para guru di SMKN 4 Yogyakarta saja yang menyatakan menggunakan buku itu
sebagai TOEIC test Preparation untuk mengembangkan keterampilan menyimak.
B. Penilaian Buku Teks
Penilaian buku teks ini dilakukan berdasarkan model Cunningsworth yang
terdiri dari dua jenis penilaian. Model pertama adalah penilaian selintas yang disebut
“impressionistic overview” dan kedua penilaian berdasarkan analisis mendalam yang
disebut “in-depth analysis evaluation” (1995:1-2). Kedua model tersebut diterapkan
secara bertahap sebagai satu kesatuan.
1. Penilaian Impressionistic Overview.
Cunningsworth (1995: 1) menjelaskan bahwa model penilaian selintas adalah
model yang diterapkan pada tahap awal penilaian dengan mengamati secara sekilas
keseluruhan buku teks tersebut dan mencoba memperoleh gambaran sekilas tentang
kelebihan dan kekurangannya serta mengidentifikasi beberapa fitur yang menonjol.
Pada tahapan penilaian ini perhatian diarahkan pada hal-hal yang mudah diamati
seperti sampul, tata letak atau lay out, tampilan, gambar atau ilustrasi lain, bentuk dan
jumlah latihan kebahasaan. Penilaian awal ini menghasilkan kesan awal yang dapat
dijadikan dasar perlunya atau tidaknya melakukan penilaian lanjutan.
Penerapan model ini ke dalam tahap eksplorasi adalah pertama dengan menilai
tiga buku; GA, EVS dan Interchange secara selintas. Buku pertama dan kedua dipilih
berdasarkan atas tingginya tingkat pemakaian oleh guru, sedangkan ketiga karena
hanya dipakai di satu sekolah (lihat tabel 4.1). Hasil penilaian selintas ketiga buku
teks tersebut adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
155
155
a. Global Access (GA)
GA diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur)
sebagai hasil workshop penyusunan buku teks dengan melibatkan guru-guru bahasa
Inggris dari berbagai propinsi se Indonesia. Tiga jilid buku disusun oleh tiga
kelompok guru yang masing-masing beranggotakan antara 10 sampai 15 guru dan
didampingi tiga Widyaiswara sebagai tim editor dan sejumlah native speaker sebagai
penasihat bahasa. Buku cetakan kedua hasil revisi cetakan pertama diedarkan ke
seluruh SMK se Indonesia.
Pada awalnya, banyak guru menggunakan GA karena topik, tema serta butir
kebahasaan kandungannya sesuai dengan tuntutan kurikuler. Hal ini juga didukung
dengan tampilan fisik GA yang tidak mengecewakan karena dukungan dan fasilitas
Dikmenjur mencukupi. Pergantian kurikulum pada tahun 2006 menjadi KTSP
membuat cakupan dan arah GA menjadi kurang relevan. Meskipun demikian, GA
tetap dipakai di banyak SMK karena belum adanya buku teks alternatif yang lebih
baik dan aspek kebahasaannya yang masih dinilai relevan.
b. English for Vocational Schools (EVS)
EVS adalah karya tim penyusun yang terdiri dari tiga orang guru bahasa
Inggris di SMK di DIY. Buku ini disusun berdasarkan rambu-rambu KTSP tahun
2006. Cakupan buku berisi serangkaian kompetensi yang perlu dikembangkan
berdasarkan KTSP dan dituangkan ke dalam enam jilid buku, masing-masing untuk
bahan pembelajaran satu semester. Setiap jilid buku berisi antara 13 sampai 15 unit.
Tiap unit menyajikan program pengembangan satu kompetensi tersendiri melalui
berbagai bahan kegiatan belajar baik yang berbentuk latihan berkomunikasi lisan dan
tertulis, pembelajaran unsur kebahasaan serta pelatihan mengerjakan soal-soal UN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
156
156
Kesederhanaan lay out, bahan baku, tampilan fisik serta managemen
pemasaran dirancang sedemikian rupa sehingga harga buku itu terjangkau oleh
mayoritas orang tua siswa dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Berkat
komitmen tim penyusun untuk selalu melakukan revisi, beberapa kelemahan baik
dalam lay out serta isinya secara bertahap kualitasnya meningkat.
c. Interchange
Buku ini disusun Jack C. Richards, J. Hull dan S. Proctor yang telah diakui
sebagai penyusun buku teks profesional dan bertaraf internasional. Tujuan
penyusunannya adalah sebagai bahan untuk pengembangan kompetensi berbahasa
Inggris secara umum melalui pengembangan keempat keterampilan berbahasa secara
integratif berdasarkan prinsip pengajaran komunikatif. Interchange disusun dalam
tiga jilid buku dan masing-masing dilengkapi dengan buku petunjuk untuk guru atau
Teacher’s Book serta Compact Disk yang berisi rekaman yang digunakan dalam buku
tersebut.
Nama besar, rekam jejak, prestasi dan kepakaran Jack C. Richards dalam
bidang TEFL serta dukungan penerbit yang berkaliber internasional menghasilkan
buku yang tidak hanya menarik dari segi fisik, dari sampul, bahan baku, ilustrasi,
tetapi juga cakupan bahan, variasi kegiatan pembelajaran, penyajian fungsi dan nosi
bahasa yang sedernaha namun mudah disajikan menjadikan setiap guru bahasa Inggris
dalam konteks EFL ingin memilikinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
157
157
Ringkasan penilaian ketiga buku teks terebut dapat dilihat dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Penilaian Selintas Buku Teks
Aspek Penilaian GA EVS Interchange
Sampul - Cukup Menarik - Penerbit Dikmenjur
- Kurang Menarik - Disusun Tim Guru
- Sangat Menarik - Disusun pakar terkenal
Cakupan Isi
- Agak bervariasi - Isi sangat ringkas - Sesuai kurikulum
empat language skills - Ada latihan tes seperti di TOEIC test.
- Mencakup semua KD dalam KTSP - Cukup bervariasi dan cukup banyak - Banyak latihan dan tes seperti UN
- Sangat bervariasi - Banyak latihan untuk
berkomunikasi dalam empat language skills.
- Tidak ada latihan atau soal ala TOEIC/UN
- Memenuhi tuntutan KTSP
Kegiatan Belajar yang dapat dikembangkan
- Monoton, pola yang dipakai sama
- Agak bervariasi - Banyak bahan yang sesuai untuk belajar mandiri
- Sangat bervariasi -Banyak latihan
berbahasa dalam semua skills yang menarik, dan kontekstual.
Pengorganisasian - Kurang tertata - Prinsip progressi kurang jelas
- Pengurutan KD sangat membantu pembelajaran
- Pengurutan dari yang sederhana ke yang lebih sulit tampak jelas
Tata Letak
- Kurang menarik - Proporsi gambar terlalu banyak
- Membosankan - Cetakan kurang jelas - Gambar sedikit
- Sangat menarik dan bervariasi
- Ilustrasi menarik dan proporsional
Simpulan Agak mencukupi Cukup Sangat baik.
Hasil penilaian ini adalah bahwa ketiga buku teks; GA, EVS dan Interchange layak
untuk dianalisis lebih lanjut.
2. Penilaian In-depth Analysis Evaluation
Penilaian kedua—in-depth analysis evaluation—dilakukan dengan menelaah
bagian-bagian tertentu dari tiap buku teks untuk dianalisis secara lebih mendalam.
Cunningsworth (1995: 2) menyarankan langkah praktis pelaksanaannya dengan
memilih satu atau dua unit buku teks tersebut yang mewakili isi buku secara
keseluruhan. Berdasarkan saran ini, dua bab yang mewakili isi buku teks tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
158
158
dipilih dari ketiga buku teks di atas untuk dinilai dengan menggunakan tujuh indikator
yang disarankan Cunningsworth.
Langkah pertama dalam penilaian ini adalah meringkas butir-butir tersebut
berdasarkan beberapa aspek yang paling penting dan dominan dalam konteks
penilaian buku teks. Butir-butir tersebut dikelompokkan ke dalam empat subkategori
berikut: tujuan atau aims and objectives, rancangan dan organisasi unsur bahasa dan
isi atau design and organization of language and content, keterampilan berbahasa
atau skills, dan pertimbangan praktis atau practical consideration. Rangkuman hasil
analisis disajikan dalam tabel 4.3.
a. Global Access
1). Tujuan
GA adalah buku teks yang resmi diterbitkan oleh Dikmenjur. Tujuan
penerbitannya adalah sebagai bahan pegangan dalam mengembangkan kompetensi
komunikatif bahasa Inggris siswa SMK sesuai dengan kebutuhan berkomunikasi
dengan sederhana di dunia pekerjaan serta komunikasi secara umum (Hendraswari, et
al., 2000: ii). Dalam kata pengantar disebutkan bahwa buku yang diterbitkan dalam
tiga jilid tersebut dirancang berdasarkan tingkatan kompetensi bahasa Inggris
internasional yang diukur dengan skor TOEIC test. Buku jilid I dirancang bagi siswa
yang tingkat kompetensi bahasa Inggrisnya setara dengan skor 300 pada TOEIC test,
buku II 400, dan buku III 500. Jika tujuan ini dicapai, lulusan SMK diharapkan
mampu mengembangkan kompetensi mereka untuk mampu menduduki jabatan
tertentu dalam struktur tenaga kerja yang menjadi tujuan pendidikan dan latihan di
SMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
159
159
Untuk mencapai tujuan tersebut buku ini menyajikan bahan pembelajaran dan
pelatihan kegiatan berkomunikasi melalui pengembangan keempat keterampilan
bahasa sesuai dengan tuntutan dunia kerja, khususnya keterampilan wicara dan
menyimak, termasuk latihan mengerjakan soal-soal TOEIC test.
2). Rancangan dan Organisasi
Sajian muatan GA disusun berdasarkan pendekatan fungsional yang
mengutamakan penguasaan fungsi bahasa dalam tindak komunikasi yang melibatkan
keempat keterampilan berbahasa. Sajian ini dilakukan secara deduktif melalui
berbagai kegiatan pembelajaran. Setiap unit dirancang untuk menyajikan satu fungsi
bahasa tertentu dengan berbagai kegiatan pembelajaran dengan mengangkat tema
sekitar situasi yang biasa mereka hadapi atau kondisi di dunia kerja yang mereka
harapkan. Pemilihan materi dalam GA baik yang berupa fungsi bahasa ataupun lexico-
grammar pendukung disusun berdasarkan tingkatan kesulitan yang diturunkan dari
tingkatan skor TOEIC test. Sebagai kelengkapan pembelajaran, tiap unit disertai
dengan pemajanan grammar yang digunakan dalam unit tersebut, termasuk latihan
yang biasa digunakan dalam TOEIC test.
Cakupan GA sangat ringkas. Tiap jilid yang terdiri dari sekitar 130 halaman
berisi 11 unit yang dialokasikan untuk materi diklat selama satu tahun. Selain jumlah
halaman untuk tiap unit tidak banyak, ada beberapa unit yang berisi cukup banyak
gambar yang digunakan sebagai latihan mengembangkan keterampilan menyimak ala
tes TOEIC yang membuat cakupan tiap unit menjadi lebih sempit. Dengan demikian
dapat dimaklumi jika GA hanya menyajikan bahan ajar diklat di kelas dan tidak
disediakannya bahan untuk belajar mandiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
160
160
3). Keterampilan Berbahasa
GA menyajikan bahan belajar untuk mengembangkan keempat keterampilan
berbahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya dalam interaksi siswa SMK
sehari-hari atau di lingkungan tempat kerja yang mungkin mereka hadapi.
Pencermatan terhadap jenis pembelajaran di tiap unit menunjukkan bahwa kegiatan
diklat yang dirancang hanya melibatkan keterampilan berbahasa tertentu dan kurang
integratif dengan keterampilan bahasa yang lain. Meskipun dalam pengantar
disebutkan bahwa pengembangan keterampilan menyimak menjadi salah satu yang
diutamakan, bahan yang mendukung untuk pengembangan keterampilan menyimak
sangat kurang.
Kualitas bahasa yang digunakan masih kurang baik. Di beberapa bagian buku
terdapat banyak pemakaian bentuk bahasa yang kurang tepat. Yang paling menonjol
adalah pemakaian genre bahasa tulis ke dalam genre bahasa lisan. Di samping itu,
terdapat cukup banyak konteks pemakaian bahasa yang kurang tepat.
4). Pertimbangan Praktis
Buku ini disediakan untuk semua SMK baik negeri mapupun swasta oleh
Dikmenjur secara gratis. Meskipun tidak dijual di toko buku secara bebas, tiap
sekolah memperolehnya dalam jumlah yang cukup, paling tidak sebanyak 50
eksemplar untuk digunakan oleh siswa satu kelas.
b. English for Vocational School (EVS)
1). Tujuan
EVS dirancang sebagai modul bahasa Inggris untuk siswa SMK. Dalam
halaman prakata disebutkan bahwa buku ini dirancang sebagai panduan belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
161
161
sehingga mereka mampu mengembangkan seperangkat kompetensi yang dicantumkan
dalam kurikulum yang berlaku, yaitu KTSP 2006, serta siap menempuh UN
(Krisnani, 2007: i). Untuk mencapai pengembangan kompetensi tersebut EVS memuat
berbagai bahan belajar serta latihan atau praktik berbahasa, termasuk latihan
mengerjakan soal-soal yang mirip dengan soal yang dipakai dalam UN.
2). Rancangan dan Organisasi
EVS disusun sebagai bahan ajar utama dalam proses diklat di berbagai jurusan
SMK. Buku ini dicetak dalam 6 (enam) jilid yang masing-masing digunakan untuk
bahan belajar satu semester. Pemilihan sajian untuk tiap jilid didasarkan pada urutan
KD yang ada dalam KTSP. KD yang sering dijumpai dan yang melibatkan unsur
kebahasaan yang sederhana disajikan dalam jilid awal, sedangkan KD yang
memerlukan unsur kebahasaan yang lebih rumit disajikan di jilid akhir.
Buku ini mencakup hampir semua unsur yang harus dikuasai siswa, seperti
grammar, vocabulary, kegiatan pengembangan keempat keterampilan berbahasa
melalui topik-topik yang biasa dihadapi siswa SMK. Materi yang disediakan dengan
porsi cukup adalah kosa kata, tata bahasa, latihan membaca, dan latihan wicara.
Materi untuk mengembangkan keterampilan menyimak dan menulis belum seimbang
dengan materi yang lain, dan materi untuk latihan pelafalan tidak tersedia.
Ancangan penyajian materi menggunakan pendekatan deduktif. Sajian tiap
unit diawali dengan pemajanan bentuk bahasa yang bervariasi antara genre bahasa
lisan dan genre bahasa tulis dengan penjelasannya dan dilanjutkan dengan latihan atau
praktik pemakaian bentuk tersebut. Pengembangan keterampilan wicara dilakukan
setelah pemajanan pola kalimat atau bentukan tertentu. Kemudian siswa diminta
untuk mempraktikkannya dalam interaksi yang dirancang sebagai kerja berpasangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
162
162
Pengembangan keterampilan berbahasa tulis, khususnya membaca, latihan yang
disediakan adalah menjawab pertanyaan berdasarkan teks, baik yang bentuk tes
objektif atau esei. Termasuk di dalamnya adalah latihan memahami konstruksi-
konstruksi bahasa yang digunakan, serta menerjemahkan.
3). Keterampilan Berbahasa
EVS menyajikan bahan belajar untuk mengembangkan keempat keterampilan
berbahasa. Materi untuk pengembangan keterampilan wicara dan membaca
memperoleh perhatian lebih besar dari bahan untuk mengembangkan keterampilan
lainnya. Selain porsi keempat keterampilan tersebut kurang seimbang, setiap kegiatan
pembelajaran dirancang terfokus pada satu keterampilan bahasa tententu, atau tidak
integratif dan kurang mencerminkan konteks sosial terjadinya komunikasi yang nyata
(authentic). Dalam kegiatan wicara, misalnya, siswa hanya diminta untuk
mempraktikkan pola kalimat, ekspresi atau gambit yang dipajankan tanpa disertai
situasi komunikatif rekaan atau simulasi yang dapat membantu siswa bermain peran
dalam situasi tersebut.
4). Pertimbangan Praktis
EVS tidak dijual di toko buku, melainkan langsung dipasarkan oleh penerbit—
LPPIP Yogyakarta—kepada guru, sekolah atau pemakai langsung, baik perseorangan
maupun kelompok. Strategi tersebut dimaksudkan untuk menekan harga buku agar
terjangkau oleh orang tua siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Dengan
sampul dari kertas manila warna tipis dan halaman isinya menggunakan kertas buram
harga tiap jilid pada tahun 2010 mencapai sekitar Rp. 7.000; jika membeli lebih dari
30 ekspemplar dan Rp. 8.000; jika membeli satuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
163
163
c. Interchange
1). Tujuan
Interchange disusun sebagai bahan untuk mengembangkan kompetensi
komunikatif bahasa Inggris para pembelajar dewasa yang bahasa ibunya bukan bahasa
Inggris (Richards, Hull dan Proctor, 2006: x). Langkah tersebut ditempuh dengan
menyediakan berbagai bahan pembelajaran dan latihan yang dirancang untuk
mengembangkan keempat keterampilan berbahasa yang integratif. Termasuk di
dalamnya adalah unsur kosa kata, pelafalan. Semua bahan tersebut disajikan dalam
bingkai fungsi bahasa dan dilengkapi dengan komponen leksikogramatika yang
dibutuhkan untuk mengungkapkan fungsi bahasa tersebut. Fungsi bahasa disajikan
dalam topik atau tema yang biasa digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari.
Cakupan Interchange memuat unsur-unsur yang diperlukan untuk
mengembangkan kompetensi berbahasa Inggris secara umum. Sebagian cakupan
tersebut relevan dengan tuntutan kurikuler bahasa Inggris di SMK. Karena
penyusunannya berbasis keperluan komunikasi dalam konteks internasional,
pemakaiannya di SMK perlu pencermatan lebih teliti bagian mana yang paling tepat
dengan tuntutan kurikulum SMK. Buku panduan untuk guru atau Teachers’ Book
disediakan untuk menyediakan berbagai kemungkinan pengembangan kegiatan-
kegiatan pembelajaran yang lebih interaktif dan variatif.
2). Rancangan dan Sistimatika Buku
Butir-butir kebahasaan yang merupakan bahan ajar dalam Interchange
disajikan bervariasi dari induktif, deduktif dan campuran. Sajian tiap unit dimulai
dengan pemajanan bentukan bahasa dalam fungsi bahasa tertentu. Kegiatan
pembelajaran tersebut diikuti oleh latihan pemakaian bentuk tersebut dalam tindak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
164
164
komunikasi yang dikembangkan berdasarkan fungsi bahasa yang sesuai dengan
konteks yang (mendekati) sesungguhnya.
Pemilihan dan penyajian bahan tiap unit didasarkan pada tingkat kompleksitas
fungsi bahasa yang tercemin dari kompleksitas lexicogrammar yang digunakan untuk
mengungkapkan fungsi bahasa tersebut. Sub-unit yang disebut language focus
disajikan untuk membantu siswa memahami bentukan yang digunakan dalam
kegiatan interaksi tersebut. Kosa kata baru serta beberapa bentuk ekspresi yang
diperlukan dalam konteks tersebut disediakan dalam bagian word power yang diikuti
dengan kegiatan pembelajaran untuk menggunakan kosa kata tersebut dalam tindak
komunikasi. Untuk meyakinkan pembelajar mampu mengucapkan dengan benar
disediakan bagian pronunciation.
3) Keterampilan Berbahasa
Interchange menyajikan bahan untuk mengembangkan keempat keterampilan
berbahasa yang proporsional dan terintegrasi. Bahan ajar untuk pengembangan
listening, contohnya, dikembangkan lebih lanjut ke dalam speaking dan atau writing
dalam konteks komunikasi yang nyata yang sering dihadapi pembelajar. Model
tersebut mendorong pembelajar melakukannya dengan lebih serius.
4) Pertimbangan Praktis
Interchange hanya dipasarkan di toko buku besar dan langsung dari agen
penerbit yang ada dikota-kota propinsi atau kota pelajar yang dianggap besar. Karena
buku ini termasuk barang impor, kualitas kertas dan cetakan yang sangat prima, serta
penilaian tersendiri di kalangan guru, harganya sangat mahal. Harga satu set buku
yang terdiri dari tiga jilid termasuk CD mencapai Rp. 750.000;. Bagi sebuah institusi,
harga terebut relatif terjangkau. Namun demikian buku ini tidak terbeli oleh
kebanyakan orang tua siswa dan guru secara individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
165
165
Tabel 4.3 Hasil Analisis Tiga Buku Teks berdasarkan Prinsip Cunningsworth
Indikator Penilaian
Tujuan dan Pendekatan GA EVS Interchange
- Keselarasan tujuan buku teks dengan tujuan kurikulum. Tidak Ya, KTSP Ya, relevan.
-Kesesuaian buku teks dengan situasi pembelajaran. Cukup Cukup Sangat cukup
-Keluasan cakupan buku sebagai sumber bagi guru dan siswa. Agak cukup Cukup Sangat Cukup
-Kelenturan buku mengakomodasi beragam gaya pembelajaran. Cukup Cukup Sangat Feksible
Rancangan dan organisasi bahasa dan isi
- Pengaturan isi. Kurang Cukup Sangat cukup
- Ada tidaknya subbab rujukan untuk grammar. Ada Ada Ada
-Ada tidaknya bahan untuk belajar mandiri. Tidak Ada Ada, Cukup
-Ada tidaknya bagian grammar yang dibutuhkan Ya Ya Ya
- Kecukupan bahan kosa-kata bagi pembelajar. Kurang Cukup Sangat cukup
- Ada tidaknya bahan untuk melatih pelafalan. Tidak ada Tidak ada Ada
- Ada tidaknya sajian pemakaian bahasa dalam konteks. Ya Kurang Banyak
-Adaya pembahasan gaya bahasa dan ketepatan berhasa. Kurang Kurang Sangat sesuai
Keterampilan Berbahasa
Seberapa jauh ke-4 keterampilan dicakup dengan cukup Kurang Kurang Ya proporsional
Adanya bahan untuk latihan keterampilan terintegrasi. Kurang jelas Tidak Integrated
Kesesuaian teks reading dan kegiatan yang terkait dengan tingkatan siswa Ya Ya Ya
Apakah bahan listening direkam dengan baik, autentik, dilengkapi dengan informasi latar, pertanyaan serta kegiatan yang membantu pemahaman.
Tidak Kurang Ya
Apakah bahan untuk keterampilan wicara dirancang dengan baik untuk memberi bekal siswa dalam kehidupan nyata. Kurang Kurang Ya
Apakah kegiatan keterampilan menulis sesuai dalam bentuk jumlah, kontrol, tingkat ketepatan, organisasi, pemakaian gaya bahasa yang tepat.
Kurang Sangat Kurang
Proporsional
Adakah bahan yang cukup untuk melakukan percakapan yang sesungguhnya Kurang Kurang Sangat Cukup
Pertimbangan Praktis
Berapa harga buku tersebut dan apakah layak. Gratis Rp. 8.000; Rp. 750.000;
Apakah mudah diperoleh Disediakan Mudah dipesan Agak sulit dipesan
Kesimpulan Cukup Baik Baik Sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
166
166
3. Rangkuman Hasil Penilaian
a. Tujuan
Ketiga buku teks mempunyai tujuan jangka panjang (aims) yang sama yaitu
menjadi bahan pengembangan kompetensi komunikatif bahasa Inggris dengan
melibatkan keempat keterampilan bahasa dan komponen kebahasaan lainnya. Namun
demikian penjabarannya dalam bentuk tujuan jangka pendek (objectives) berbeda
karena konteks penyusunan dan target pemakainya berbeda. Perbedaan pokok antara
GA dan EVS adalah acuan kurikulum yang dipakai. EVS merujuk pada rumusan SKL
dan KD yang dalam KTSP, sedangkan GA mengacu pada kurikulum tahun 2004. Hal
yang sama juga terjadi dalam Interchange. Karena target pamakainya adalah
pembelajar bahasa Inggris pada konteks internasional, buku tersebut mengutamakan
pengembangan kompetensi berbahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari yang
berbeda dengan konteks yang dihadapi siswa SMK.
b. Ancangan dan Organisasi
Penyajian muatan ketiga buku teks berbeda dari sudut ancangan. GA dan EVS
cenderung menggunakan pendekatan deduktif, mulai dari pemajanan bentuk bahasa
dengan penjelasannya kemudian diikuti dengan latihan bagaimana menggunakannya.
Tomlinson (2008: 319) menilai pola penyajian ini karena penyusun terlalu terikat pada
pola PPP approach. Interchange menggunakan pola sajian yang bervarisi, yaitu
menggunakan campuran antara deduktif dan induktif. Perbedaan kedua adalah pada
rancangan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dalam GA dan EVS
cenderung terfokus pada satu keterampilan berbahasa tertentu, sedangkan dalam
Interchange kegiatan dirancang integratif yang melibatkan lebih dari satu
keterampilan berbahasa tertentu. Selain kegiatan pembelajarannya yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
167
167
bervariasi, Interchange juga menyediakan bahan belajar mandiri yang mencukupi
untuk memperkaya pengalaman belajar.
Interchange disusun untuk mengembangkan kompetensi bahasa Inggris bagi
para pembelajar bahasa Inggris dalam tataran intenasional dan bukan hanya khusus
untuk pembelajaran di program pendidikan formal tertentu. Dengan demikian, buku
teks ini tidak menyediakan kegiatan pembelajaran untuk menempuh ujian atau tes. GA
dan EVS disusun untuk bahan pembelajaran di SMK sehingga rambu-rambu
kurikulum selalu diikuti, termasuk penyediaan latihan mengerjakan soal UN dan atau
TOEIC test.
c. Keterampilan Bahasa
Penyusun ketiga buku teks di atas menyatakan bahwa buku mereka dirancang
untuk mengembangkan keempat keterampilan berbahasa. Namun demikian
realisasinya berbeda. GA lebih mengutamakan pengembangan keterampilan wicara
dan menyimak, sedangkan EVS memberi penekanan pada pengembangan keterampilan
membaca dan wicara dan ihwal kemampuan mengerjakan soal-soal UN. Interchange
dirancang untuk mengembangkan keempat keterampilan tersebut secara integratif dan
proporsional. Konteks komunikasi yang digunakan dalam EVS dan GA terfokus pada
kondisi siswa SMK dan kondisi tempat kerja yang nanti mereka hadapi. Interchange
menyajikan konteks pembelajar bahasa Inggris secara umum. Dengan demikian
konteks yang digunakan dalam penyajian bahan ajar berbeda.
d. Pertimbangan Praktis
Dari berbagai pertimbangan di atas, GA dinilai paling mudah diperoleh karena
disediakan secara gratis. EVS juga mudah diperoleh karena harganya sangat terjangkau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
168
168
dengan kualitas kertas dan cetakan yang sepadan. Interchange dinilai paling sulit
diperoleh karena selain sangat mahal untuk ukuran kemampuan rata-rata guru SMK,
buku ini hanya dipasarkan di kalangan tertentu. Ringkasan hasil penilaian ketiga buku
teks di atas disajikan dalam tabel 4.5 berikut.
Dari perbandingan ketiga penilaian buku teks di atas dapat dilihat bahwa tiap
buku teks mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan-keunggulan tersebut
perlu dicermati dan diadopsi untuk menekan atau menyusun bentuk kompensasi
kelemahan yang ada. Selanjutnya temuan ini sangat berguna sebagai rambu-rambu
untuk memilih atau menyusun buku teks untuk SMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
169
169
Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Analisis Buku Teks berdasarkan Model Cunningsworths 1995
Aspek GA EVS Interchange
Aims
Pengembangan
Kompetensi
Komunikasi &
Keterampilan Bahasa
Pengembangan
Kompetensi
Komunikasi &
Keterampilan Bahasa
Pengembangan Kompe-
tensi Komunikasi &
Keterampilan Bahasa
Objectives
-Pengembangan
languange functions
-Kesiapan menempuh
TOEIC test
-Pengembangan SKL,
KD, SK dalam KTSP.
-Kesiapan menempuh
UN
-Pengembangan
language functions &
pemakaiannya dalam
komunikasi sehari-hari
Design &
Organisation
-Deduktif pemajanan
bentuk bahasa dan
penjelasannya diikuti
latihan pemakaiannya.
-Pemilihan dan pengu-
rutan sajian materi
berdasarkan ting-katan
skor TOEIC test
-Deduktif pemajanan
bentuk bahasa dan
penjelasannya diikuti
latihan pemakaiannya.
-Pemilihan dan pengu-
rutan sajian materi di-
dasarkan atas rumusan
KD dalam KTSP
-Induktif pemajanan
bentuk bahasa dalam
konteks dan penjelasan
bentuk yang dipakai.
Pemilihan dan
pengurutan sajian materi
didasarkan atas tingkat
kesulitan fungsi bahasa.
Skills
Keempat keterampilan
bahasa dengan
pengutamaan pada
speaking dan listening.
Keempat keterampilan
bahasa terutama
reading termasuk
vocabulary dan
speaking
Keempat keterampilan
bahasa secara
proporsional dan
integratif
Practical
Consideration
Paling praktis gratis
disediakan Dikmenjur
Sangat praktis harga
sangat terjangkau
Sangat mahal kualitas
buku dan karya bertaraf
internasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
170
170
C. Penilaian Buku Teks oleh Praktisi
Sub-bab berikut menyajikan temuan lapangan ihwal pemilihan dan pemakaian
buku teks oleh para praktisi maupun pejabat terkait. Temuan ini diharapkan
melengkapi hasil penilaian buku teks yang disajikan pada bagian IV B di atas.
1. Buku Teks Bahasa Inggris yang Digunakan di SMK (temuan lapangan)
Pelaksanaan diklat bahasa Inggris di SMK memerlukan dukungan bahan ajar,
baik yang berbentuk bahan cetak seperti berbagai buku teks, perangkat elektronik,
materi digital serta realia. Sebagian bahan ajar tersebut diproduksi atau terbitan lokal
dan sebagian terbitan luar negeri. Hasil pengamatan, angket dan wawancara yang
dilakukan peneliti menunjukkan bahwa para guru se-DIY dan sekitarnya
menggunakan berbagai macam bahan ajar sebagai dasar pengembangan kegiatan
diklat di kelas. Khusus yang berupa buku teks, jumlah dan ragam yang dipakai
tergantung pada aspirasi dan kondisi guru, kondisi siswa dan kebutuhan jurusan.
Kondisi tersebut dapat terungkap melalui informasi yang dikumpulkan dari kepala
sekolah, penyusun buku teks, guru, maupun pengamatan di lapangan.
a. Jenis Buku Teks
Buku teks yang digunakan guru beragam. Kondisi ini terjadi di sekolah negeri
maupun swasta. AR, kepala sekolah sebuah SMK Negeri ternama di Wonosari,
Gunung Kidul yang juga guru bahasa Inggris di sekolah tersebut, menjelaskan buku
teks yang digunakan di sekolah tersebut dalam kutipan wawancara sebagai berikut
AR …. rekan-rekan guru bahasa Inggris di sini menggunakan berbagai sumber. …. kami sediakan banyak buku di perpustakaan yang dapat digunakan guru,... Global Access, Vocational English…. banyak…sampai TOEIC itu juga saya minta diperbanyak untuk siswa… (W: 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
171
171
Kondisi penyediaan buku teks yang hampir sama juga terdapat di SMKN lain.
Meskipun rata-rata kemampuan SMK swasta dalam menyediakan fasilitas
diklat khususnya dalam bentuk bahan ajar, tidak sebesar SMK negeri, sekolah ini juga
berusaha semampu mereka untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. Selain itu,
banyak sekolah baik negeri maupun swasta yang telah menjalin kerjasama dengan
Higher Learning (HL)—perusahaan swasta yang menawarkan pengadaan peralatan
dan paket pembelajaran bahasa Inggris berbasis multimedia. Kerjasama tersebut
bertujuan untuk menambah dan atau melengkapi media pembelajaran untuk
meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa. Penentuan jumlah dan ragam bahan
ajar yang digunakan oleh guru biasanya didasarkan atas kebijakan sekolah yang
didukung Komite Sekolah, aspirasi guru serta kebutuhan siswa.
Selain ketersediaannya, variasi bahan ajar pun menjadi masalah penting.
Dalam penerapan KTSP, guru diberi kebebasan memilih bahan ajar yang mereka nilai
efektif untuk meancapai tujuan yang dirumuskan kurikulum. Peluang mereka
mamanfaatkan untuk memilih beragam bahan ajar sesuai dengan kondisi mereka. Hal
ini dinyatakan oleh YK, guru senior di sebuah SMK Negeri di Kota Madya
Yogyakarta, penulis buku teks dan juga penyusun soal UN bahasa Inggris untuk SMK,
dalam wawancara sebagai berikut
Yiyis Kalau di sini … buku teks itu banyak, ya… Khususnya di Yogya ini banyak orang pintar sehingga mereka mempunyai (pilihan) bahan sendiri-sendiri. Ada yang menggunakan Interchange..ada yang menggunakan Follow Me.., Tell Me More... (W 7: 2).
Pengakuan guru senior tersebut memperkuat legalitas keragaman pemakaian
bahan ajar oleh guru yang mencerminkan dan selaras dengan rambu-rambu penerapan
KTSP. Fenomena tersebut terjadi di SMK negeri dan swasta. Perbedaan kondisi dan
pengelolaan sekolah membedakan keragaman buku teks yang dipakai. Beragamnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
172
172
buku teks yang digunakan guru juga dapat menjadi indikator tumbuhnya dinamika
pengelolaan sekolah dan merupakan bagian dari bentuk upaya para pemangku
kepentingan untuk meningkatkan mutu diklat di sekolah tersebut.
Penyediaan bahan ajar tidak hanya menjadi permasalahan bagi guru dan siswa.
Kepala sekolah dan Komite Sekolah pun telah memberikan perhatian dan berperan
aktif dalam upaya penyediaan bahan ajar tersebut. Keragaman bahan ajar yang
digunakan guru tidak selalu berarti bahwa guru mempunyai wewenang penuh untuk
memilihnya. Pada praktiknya, semua stakeholder sekolah berkontribusi dalam
pengadaan bahan ajar yang dibutuhkan.
b. Pemilihan Bahan Ajar Cetak
Telaah lebih jauh mengungkap adanya beberapa kecenderungan pemilihan
bahan ajar cetak di SMK yang terbentuk oleh berbagai faktor yang saling terkait,
terutama kondisi dan aspirasi guru, kebutuhan dan kondisi siswa dan kondisi sekolah.
Kecenderungan pertama adalah pemilihan bahan ajar yang berbentuk buku terbitan
luar negeri atau impor yang telah memperoleh reputasi internasional yang disebut
Tomlinson dan Masuhara (2008: 161) sebagai EFL global coursebooks. Fenomena ini
berkembang di beberapa SMK negeri yang mempunyai reputasi akademik yang cukup
baik. Dalam wawancara, TBW, guru senior di SMKN unggulan di Depok, Sleman
yang juga penulis beberapa buku teks menyatakan “Kami menggunakan
Interchange...New Interchange...buku Interchange itu juga mengacu ke..dua target,
.target UN sama target TOEIC” (W 3: 2, 5,9).
Berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh tim guru di sekolahnya, TBW
menyatakan keyakinannya bahwa tuntutan kurikuler berupa pengembangan
seperangkat kompetensi berbahasa Inggris melalui keempat keterampilan bahasa serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
173
173
kebutuhan siswa untuk memperoleh sertifikasi kompetensi bahasa Inggris dalam
bentuk skor tes TOEIC dapat dicapai dengan menggunakan Interchange. Berdasarkan
observasi di kelas yang menggunakan Interchange, kondisi pembelajaran tersebut
memang dapat dikembangkan di kelas dengan memadai. (Periksa sinopsis kegiatan
pembelajaran dengan Interchange di halaman 200).
Dari serangkaian wawancara dengan beberapa narasumber terungkap bahwa
Interchange digunakan di beberapa SMKN di wilayah Kabupaten Sleman, dan di
wilayah Kota Madya Yogyakarta. Alasan mereka memakai buku teks ini seperti yang
disampaikan TBW adalah karena mereka menilai bahwa kualitas dan lingkup materi
yang tercakup dianggap sesuai dan memenuhi kebutuhan siswa dan memenuhi
tuntutan kurikuler seperti yang dicantumkan dalam KTSP. Kebanyakan guru senior di
beberapa SMK negeri memilih menggunakan buku teks seperti Interchange,
Breakthrough, dsb. karena kualitas bahasa, lingkup materinya serta alur penyajian
materinya lebih terstruktur dan lebih runtut sehingga mudah diterapkan dalam
meningkatkan kompetensi bahasa siswa. Model tersebut dirasa tepat dan mudah bagi
guru untuk mengembangkan pengalaman belajar siswa di kelas. Kecenderungan ini
tumbuh dari keyakinan mereka akan keunggulan buku tersebut dari sudut pandang
pengembangan kompetensi berbahasa tertentu.
Kecenderungan kedua adalah pemilihan buku teks yang diterbitkan penerbit
lokal dengan harga yang terjangkau. Fenomena ini berkembang di kalangan sekolah
swasta yang sebagian besar siswanya dinyatakan dari keluarga dengan tingkat
ekonomi menengah ke bawah. Dalam konteks ini, pemilihan buku teks oleh guru
sangat dipengaruhi oleh kebijakan sekolah tentang persepsi daya beli buku orang tua
siswa. Guru dituntut untuk mampu membuat pilihan yang bijaksana agar proses diklat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
174
174
berjalan dengan efektif tanpa harus memaksa siswa membeli buku teks tertentu.
Kebijakan mewajibkan siswa memberi buku teks di sekolah swasta sering kali
mendapat reaksi negatif dari siswa atau orang tua siswa yang dapat berakibat rusaknya
situasi ketenteraman sekolah.
Kondisi ini lazim dijumpai di beberapa sekolah swasta. Ketika menjawab
pertanyaan tentang kepemilikan buku teks oleh siswa, guru senior di SMK swasta di
pinggiran utara kota Yogyakarta yang mempunyai prestasi akademis dalam bidang
kejuruan ini memberi penjelasan dalam wawancara sebagai berikut “ ... memang anak
sini ini sebagian besar ’kan dari ekonomi menengah ke bawah.... sehingga tidak
berani mewajibkan anak membeli buku..... jadi mestinya sekolah memikirkan
pengadaan buku itu”.. (W 10: 25). Pernyataan tersebut sesuai dengan kebijakan
beberapa kepala sekolah SMK swasta yang rata-rata kondisi ekonomi orang tua
siswanya dianggap kurang mampu. Guru di sekolah seperti ini tidak berani memaksa
siswa memberi buku teks tertentu. Sebagai jalan keluar, sekolah mengusahakan
penyediaan buku teks di perpustakaan sebagai upaya peningkatan mutu proses diklat
tanpa menambah beban pembiayaan pada orang tua siswa.
Tujuan ini dinilai sangat strategis karena kenyataan bahwa rata-rata motivasi
siswa SMK swasta untuk mempelajari bahasa Inggris kurang tinggi. Karenanya
Kepala Sekolah bekerja sama dengan guru dan Komite Sekolah mengambil
kebijaksanaan yang dapat mereka pikul bersama. Kondisi rendahnya motivasi belajar
bahasa Inggris tersebut terrekam dalam suatu observasi proses diklat di lab bahasa
yang disewabeli atau dibeli secara leasing di salah satu SMK swasta di Yogya utara,
tempat EY mengajar. Berikut catatan lapangan peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
175
175
Seperti yang dijanjikan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, saya diizinkan mengobservasi kelas yang diajar instruktur HL pagi itu. Ruang laboratorium bahasa yang berukuran 8 X 6 meter tersebut dilengkapi dengan satu meja panjang dengan satu unit komputer tempat instruktur mengatur kegiatan pembelajaran. Ruang tersebut diisi 10 bangku panjang yang masing-masing dipasang satu unit komputer. Tiap unit komputer dipasang dua headset untuk dua siswa. Saat itu kegiatan pembelajaran berlangsung dengan jadwal tes penjajakan kemampuan bahasa Inggris dengan mengerjakan soal TOEIC bagian kedua yaitu question and answer. Saya hanya melihat kertas lembar jawab dan pensil di meja di hadapan tiap siswa. Setelah selesai, instruktur meminta mereka untuk meninggalkan lembar jawab dan pensil di atas meja. Ketika para siswa keluar, saya melihat tak satupun siswa membawa bahan ajar. Rata-rata mereka hanya membawa satu buku tulis tipis yang dilipat dan diselipkan di saku belakang celana mereka. (CL:25)
Kegiatan pembelajaran di atas menguatkan penjelasan EY tentang rendahnya
motivasi siswanya belajar bahasa Inggris yang dapat diamati dari rendahnya
keterlibatan siswa dalam proses diklat. EY memberi contoh lebih rinci kalau para
siswa tidak mau mencatat pelajaran jika tidak ada pemeriksaan dan penilaian dari
guru. Dengan demikian dapat difahami jika mereka tidak merasa membutuhkan buku
teks.
Jalan keluar dari kondisi ini yang diambil guru di sekolah dengan kondisi
demikian adalah menggunakan buku teks yang terdapat di perpustakaan. Dari
beberapa wawancara guru dan observasi, paling tidak ada tiga buku teks yang
disumbangkan oleh beberapa institusi pemerintah melalui program pengadaan buku
teks. Beberapa bahan ajar yang diterima sekolah adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
176
176
Tabel 4.5 Buku Teks Bahasa Inggris yang Diperoleh Sekolah
No Buku Teks Penerbit Donatur Keterangan
1 Global Access to the World of Work
Dikmenjur- Jakarta
Dirjen PMK Semua SMK
2
English for Vocational School based on the Recent Curriculum, the KTSP Model 2006
LPPPS-Yogyakarta
Pemerintah Kota Madya Yogyakarta
SMK di Kodya Yogyakarta
3 Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK
Kanisius-Yogyakarta
Dinas Pend Kabupaten.
SMK di Kab. Sleman
Selain itu, ada beberapa SMK yang memperoleh bantuan buku teks dari institusi mitra.
Dalam kegiatan observasi di beberapa perpustakaan SMK di Yogyakarta,
peneliti memperoleh bukti-bukti pemakaian ketiga buku teks tersebut. Ketika
melakukan observasi di salah satu SMK swasta di Kabupaten Sleman, peneliti
berdialog dengan beberapa mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris dari suatu
LPTK swasta di Yogyakarta yang sedang melaksanakan PPL di SMK tersebut. Ketika
mendiskusikan buku teks yang biasa digunakan di sekolah tersebut, seorang
mahasiswi praktikan mengambil tiga buku dari rak yang berbeda tempatnya,
menunjukkan buku EVS, GA dan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK di atas meja
dan menjelaskan pemakaiannya. Berikut catatan peneliti.
Observ
Sambil mendengarkan penjelasannya, saya membuka-buka ketiga buku itu bergantian. Saya mengamati kondisi fisik ketiga buku tersebut berbeda bukan karena tahun penerbitannya namun tingkat pemakaiannya. EVS tampak paling ‘lusuh’ dibandingkan dengan buku teks lainnya. Beberapa bagian pojok halaman-halaman depan buku EVS yang dijilid dengan kertas manila tipis terdapat banyak lipatan (nglunthung- Jawa). Selain itu di dalam buku ini terdapat banyak coretan, tanda serta tulisan tangan dengan ball point siswa ketika mereka menjawab latihan-latihan yang ada di dalamnya. (CL. 8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
177
177
Catatan tersebut menegaskan dua hal. Pertama adalah bervariasinya tingkat pemakaian
buku teks yang ada. Kedua adalah rendahnya motivasi siswa belajar bahasa Inggris
dilihat dari kepemilikan buku teks oleh siswa. Karena siswa tidak memiliki buku teks,
mereka mengerjakan latihan yang diberikan guru di buku milik perpustakaan tersebut
bukannya menyalin latihan itu di buku tulis masing-masing.
c. Bahan Ajar Non-cetak
Selain menggunakan bahan ajar cetak yang berbentuk buku teks, beberapa
guru sering juga menggunakan bahan ajar autentik seperti bahan yang diambil atau
digunting dari majalah, surat kabar, iklan, atau brosur. Ada beberapa sekolah negeri
dan swasta tertentu yang telah mampu menyediakan media pembelajaran dalam
bentuk rekaman audio dan atau video serta ruang khusus tempat alat-alat tersebut
dipasang. Selain itu tidak sedikit guru yang memperkaya materi yang diunduh dari
internet baik yang dilakukan guru maupun oleh siswa sebagai bagian dari tugas
mandiri. Bahan ajar ini berfungsi sebagai pendukung atau pelengkap buku teks.
Salah satu media pembelajaran yang sedang diminati di kalangan SMK berupa
perangkat keras komputer dan perangkat lunak pembelajaran yang ditawarkan oleh
perusahaan swasta HL. Perusahaan ini menawarkan paket model pembelajaran bahasa
Inggris yang mereka nilai interaktif. Termasuk dalam paket leasing ini adalah
disediakannya sejumlah instruktur yang harus mendampingi para guru
mengoperasikan peralatan dan model pembelajaran yang ditawarkan selama masa
kontrak. Layanan purna jual tersebut diterapkan karena HL memberikan jaminan
kepada kepala sekolah bahwa paket diklat yang ditawarkan benar-benar memberikan
keunggulan, khususnya dalam pengembangan keterampilan berbahasa lisan yang
sangat dibutuhkan dalam menempuh tes listening dalam UN dan tes TOEIC. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
178
178
itu, ada beberapa SMK Negeri yang telah mampu menyediakan fasilitas pembelajaran
yang dapat diakses sendiri oleh siswa yang dinamakan self access center dan beberapa
bahan ajar yang berupa realia.
d. Persepsi terhadap Keragaman Buku Teks
Beragamnya buku teks menimbulkan penilaian berbeda di kalangan guru.
Beberapa narasumber menilai kondisi tersebut sebagai bukti kurang seriusnya
pemerintah dalam merancang peningkatan kualitas pengajaran bahasa Inggris di SMK.
Namun demikian ada yang menilai fenomena ini sebagai sisi positif dalam penerapan
KTSP. Kebebasan ini diberikan agar satuan pendidikan dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan lebih baik berdasarkan kondisi dan potensi yang ada. Ihwal
metodologi pencapaiannya termasuk buku teks yang dipakai diserahkan pada guru.
Bagi guru yang masih memerlukan tuntunan untuk mengembangkan rambu-
rambu tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran, tidak tersedianya buku teks yang
resmi dikeluarkan oleh Depdiknas merupakan terputusnya mata rantai penyusunan
kurikulum dengan proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian tidak adanya buku
teks yang melengkapi KTSP dapat dinilai sebagai kurang tuntasnya perencanaan
penyempurnaan kurikulum oleh Diknas. Pendapat berikut dihimpun dari beberapa
narasumber, termasuk beberapa guru dan Widyaiswara LPMP DIY yang memberikan
penilaian seakan perencanaannya kurang menyeluruh dan kurang terarah.
Penilaian bahwa perencanaan kurang menyeluruh dinyatakan karena Diknas dan
atau BSNP tidak menyediakan seluruh perangkat yang dibutuhkan untuk menerapkan
kurikulum baru. Perangkat yang paling utama bagi pelaksana adalah buku teks resmi
yang dapat digunakan guru menerapkan kurikulum tersebut pada tataran kelas.
Dengan tidak adanya buku teks yang resmi juga digunakan alasan sebagian guru untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
179
179
tidak atau belum menerapkan KTSP. Dengan demikian upaya peningkatan mutu
pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum belum efektif.
TBW juga menilai bahwa pemberian keleluasaan bagi guru untuk menentukan
buku teks yang sesuai dengan pencapaian tujuan kurikuler serta kondisi setempat
sangat dilematis. Dalam wawancara, TBW menyatakan bahwa pemerintah nampaknya
tidak siap menyediakan buku teks. Pengadaan buku teks yang diserahkan kepada guru
atau penerbit akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini, pertama, karena
kebanyakan guru dinilai belum mampu menyusun buku teks yang baik, dan kedua,
penerbit sering kali menggunakan paradigma yang berbeda dengan rambu yang
dirumuskan kurikulum dan guru.
Namun demikian beberapa guru memandang bahwa pemakaian buku teks yang
beragam ini positif. AR, guru dan kepala sekolah salah satu SMKN di Wonosari, dan
YK guru, penulis buku teks dan penyusun tes UN mata uji bahasa Inggris untuk SMK,
menilai kebebasan itu memberikan kesempatan kepada guru untuk benar-benar
memilih buku teks yang sesuai dengan kondisi setempat sehingga guru merasa leluasa
mengembangkan kegiatan pembelajaran.
2. Muatan Buku Teks
Ketersediaan buku teks dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di sekolah
dinilai sangat penting karena muatan isinya menjadi dasar pengembangan kegiatan
pembelajaran. Unsur muatan ini menjadi kriteria utama pemilihan buku teks
khususnya yang menyangkut kandungannya untuk mendukung pencapaian tujuan
kurikuler yang ditentukan.
Rambu-rambu penyusunan KTSP menyebutkan bahwa keseluruhan muatan
tersebut harus memenuhi standar isi yang secara keseluruhan membentuk SKL. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
180
180
mencapainya, rumusan SKL perlu dijabarkan ke dalam serangkaian KD dan SK.
Materi pembelajaran yang mendukung tercapainya SKL tersebut terdiri dari
serangkaian fungsi bahasa beserta unsur leksikogramatika pendukung, tema yang
disesuaikan dengan konteks kebutuhan serta beragam jenis tidak komunikasi dalam
keempat keterampilan bahasa. Alur pemikiran tersebut diterapkan TBW dalam
memilih Interchange sebagai buku teks di sekolahnya. Berikut penjelasannya dalam
wawancara “...SKL itu kami perhatikan…lalu kami cari-cari…materi yang paling
lengkap…sehingga kami memilih buku ini…” (W: 11). Pernyataan yang sama
diungkapkan semua guru yang diwawancarai bahwa pemilihan buku teks seharusnya
didasarkan atas rumusan SKL yang merupakan perumusan tujuan kurikuler.
Pada praktiknya, guru cenderung memilih langkah yang lebih praktis dalam
memilih buku teks melalui pencermatan kompetensi sasaran berdasarkan rumusan
kurikulum. Berdasarkan kompetensi ini dipilih materi yang mendukung
berlangsungnya proses pembelajaran yang mengarah pada pencapaian tujuan
pembelajaran sesuai dengan rumusan kurikulum. Alur pemikiran tersebut diterapkan
banyak guru dalam proses penyusunan bahan ajar. YK, penyusun buku teks yang
kebanyakan dipakai di berbagai SMK di Yogyakarta dan sekitarnya, menyatakan
bahwa proses penyusunan buku teks yang diterapkan bermula dari pencermatan
rambu-rambu kurikulum yang berlaku. Rambu utama—yakni tuntutan kompetensi
yang harus dicakup dalam proses diklat—dijadikan kerangka dasar buku teks yang
diisi dengan unsur leksikogramatika dan topik yang diperlukan.
Temuan di atas menunjukkan bahwa guru menyadari peran kurikulum dalam
pemilihan buku teks, bahwa kurikulum menjadi acuan pemilihan buku teks. Dengan
rambu-rambu tersebut pemilihan buku teks harus memperhatikan potensi kegiatan
pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
181
181
yang dituntut kurikulum. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan proses pembelajaran
tidak sedikit guru yang menerjemahkannya dengan cara memberi penekanan pada
pengembangan unsur bahasa dan atau keterampilan bahasa tertentu dari pada
pengembangan kompetensi komunikasi. Pemahaman ini mempengaruhi pemilihan
buku teks yang menempatkan kedua tujuan tersebut—pengembangan keterampilan
berbahasa dan pengembangan unsur kebahasaan—sebagai indikator.
Fenomena tersebut dikuatkan oleh TBW. Dalam menanggapi kenyataan masih
banyaknya guru yang menggunakan GA, beliau menyebutkan bahwa selain karena
buku teks tersebut disediakan oleh Dikmenjur untuk semua SMK, muatan vocabulary
dan grammar yang ada masih relevan dipakai sebagai materi pembelajaran.
Disamping penguasaan unsur kebahasaan, guru juga menilai pengembangan
keterampilan berbahasa penting. Fenomena tersebut menjadi suatu kecenderungan
yang berkembang diantara para guru SMK. LS, guru senior di SMKN Wilayah Bantul
mengatakan dalam wawancara “... guru menggunakan campuran, dengan berbagai
bahan sumber yang dirasa sesuai. Misalnya kalau speaking, diambilkan dari satu
sumber dan kalau grammar diambilkan dari sumber yang lain” (W:1: 9).
Praktik tersebut juga diakui oleh KLS karena tugas yang dibebankan untuk
mengajar keterampilan bahasa lisan akan efektif jika menggunakan buku teks tertentu.
Kecenderungan pengembangan keterampilan bahasa lisan telah menjadi suatu
kebutuhan yang berkembang di kalangan SMK. Fenomena ini terkait dengan model
evaluasi pembelajaran yang diterapkan yang menuntut siswa berunjuk kerja dalam
bentuk mendengarkan teks atau dialog dalam tes listening. Selain dalam TOEIC test,
listening juga menjadi salah satu bagian UN. Mengingat penyebab utama rendahnya
prestasi siswa dalam tes bahasa Inggris adalah lemahnya listening siswa, banyak
kepala sekolah meminta guru untuk meningkatkan pengembangan listening skills
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
182
182
siswa. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru berupaya memilih buku teks yang
tepat agar siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dituntut. Dalam wawancara TBW
lebih lanjut menyatakan “...siswa SMK itu juga diukur kompetensinya melalui
TOEIC…karena buku Interchange itu juga mengacu…ke sana ….jadi kami ada satu
buku untuk dua target. Target UN sama target TOEIC” (W: 3.9).
Pengembangan kompetensi tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan
pembelajaran unsur-unsur leksikogramatika, fungsi bahasa serta tema yang terkait
untuk mengungkapkan kompetensi tersebut. Dengan demikian, proses pembelajaran
unsur-unsur kebahasaan di atas dapat dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman ini
tercermin dalam pemilihan buku teks yang memungkinkan mereka mencapai tujuan
tersebut.
Bukti di atas menunjukkan bahwa kriteria utama pemilihan buku teks adalah
kesesuaiannya dengan tututan kurikulum yang dinyatakan dalam bentuk
pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa yang diperlukan. Penerapannya
yang dilakukan sebagian guru adalah melalui pengembangan keempat keterampilan
berbahasa, serta pengembangan penguasaan grammar dan vocabulary secara terpisah.
Sebagian guru lain berusaha untuk mengembangkan kompetensi berbahasa melalui
pembelajaran semua unsur kebahasaan di atas secara terpadu dalam bingkai
pengajaran fungsi bahasa.
3. Penyajian Muatan Buku Teks
Pemilihan buku teks perlu memperhatikan model sajian muatan yang
digunakan. Cuningsworth (1995:2) menyarankan
… what is prominent and obvious in a coursebook, we need to examine how specific items are dealt with , particularly those which relate to students’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
183
183
learning needs, syllabus requirements, how different aspects of language are dealt with, etc..
Dalam pemilihan buku teks, kita perlu memeriksa bagaimana butir-butir bahan ajar itu
disajikan, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan siswa untuk belajar, tuntutan
silabus, bagaimana berbagai aspek kebahasaan yang beragam itu disajikan.
a. Sistematika dan Penyajian Muatan Buku Teks
Informasi tentang cakupan buku teks biasanya disajikan di halaman depan atau
halaman daftar isi. Dari cara penuangannya dapat diketahui sistematika penyajian
yang diterapkan. Berikut contoh penyajian muatan tiga buku teks. EVS dan GA dipilih
karena paling banyak dipakai di kalangan guru, sedangkan Interchange dipilih karena
sistematika sajian dan kualitas isinya dinilai sangat berbeda dari keduanya.
Tabel 4.6 Sistematika Penyajian Cakupan Tiga Buku Teks
EVS GA Interchange
KD2.1 B1. Daily Activities B2 Guest Handling
KD 2.3 B.3 Telephoning B.4 Making
Arrangement B.5 Confirming or Cancelling Arrangement
dst.
Unit 1 What do you usually do
Unit 2 My memorable experience
Unit 3 Who’s speaking, please?
Unit 4. Reservation Unit 5. Good morning! Can I
help you? dst.
Unit 1 Please Call me Beth Introduction and Greeting Unit 2 How do you spend your day? Job, workplace, and school Unit 3 How much is it? Shopping and prices,
clothing dst.
Tabel di atas menyajikan perbandingan model sajian dan cakupan buku teks
dalam halaman daftar isi. Model pertama adalah dengan mencantumkan jenis KD
yang ada dalam KTSP dan menyebutkan jenis kegiatan komunikasi yang akan
dikembangkan dalam KD tersebut. Model ini diterapkan dalam EVS. Berdasarkan
wawancara dengan penyusunnya, penggunaan label KD tertentu dari KTSP dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
184
184
EVS sengaja dilakukan sebagai upaya untuk menunjukkan relevansi buku teks ini
dengan kurikulum yang sedang berlaku di SMK. Relevansi ini juga dituangkan dengan
penyusunan jenis kegiatan pembelajaran yang menyerupai soal yang dipakai dalam
UN.
Model kedua adalah dengan mencantumkan tema dan jenis kegiatan
komunikasi dan lingkupnya. Model ini dapat dilihat dari sistimatika Interchange.
Sistematika penyajian Interchange sangat rinci yang disajikan melalui tema dan
konteks pemakaiannya dalam keempat keterampilan berbahasa dan kegiatan
berbahasa. Setiap subbagian kegiatan pengembangan keterampilan berbahasa juga
dikemas dalam tema tertentu. Salah satu contoh dalam Student’s Book 1 dapat dilihat
bahwa setiap subbagian juga dilengkapi dengan daftar unsur leksikogramatika pokok
yang akan digunakan dalam bagian tersebut. Hal ini dapat lebih jelas diamati dari
model tampilan dalam halaman isi sebagai berikut dari Unit 1 Buku 1.
Tabel 4.7 Sistematika Penyajian Tiap Unit Interchange
Unit 1
That’s what friends are for!
Personality types and qualities; relationships; turns on and offs
Speaking
Describing personalities; expressing likes and dislikes; agreeing and disagreeing; complaining
Grammar
Relative Pronouns as subjects and objects; clauses with it + adverbial clauses with when
(Richards, dkk. 2006: vi)
Penyajian rinci ini sangat membantu guru atau pihak yang berwewenang memperoleh
gambaran yang lebih lengkap dan sistimatis tentang buku teks tersebut untuk
memudahkan mereka memilih buku teks yang sesuai dengan kebutuhannya.
GA menggunakan campuran antara tema dan fungsi bahasa. Model penyajian
ini mirip dengan yang diterapkan dalam Interchange, namun tampilannya lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
185
185
ringkas karena unsur kebahasaan yang dipakai tidak dicantumkan dalam halaman
daftar isi. Daftar isi GA menampilkan tema pemakaian bahasa yang dijadikan label
nama unit. Format ini ringkas, mirip seperti yang digunakan dalam EVS.
Penyajian muatan bahan ajar berkait dengan format atau alur penyajian
substansi pembelajaran. Dalam subbab berikut ini akan dibahas penyajian muatan
bahan ajar dalam EVS dan Interchange karena keduanya berbeda. Muatan GA tidak
didiskusikan karena mirip dengan penyajian muatan Interchange.
b. Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam EVS
EVS dirancang sebagai buku teks atau untuk siswa SMK. Sesuai dengan
sistem dan masa belajar di SMK, buku ini diterbitkan dalam enam seri (jilid). Dengan
demikian tiap jilid buku diharapkan selesai untuk masa pembelajaran satu semester.
Tiap unit buku rata-rata berisi 9-10 unit yang masing-masing dirancang untuk
mengembangkan satu KD tertentu (lihat tabel 4.6). Penyajian tiap unit yang berisi satu
KD dilakukan dengan 13 sampai 21 jenis kegiatan pembelajaran yang diberi judul
task. Sistematika penyajian task dalam tiap unit dapat dikelompokkan ke dalam empat
subbagian yang masing-masing dirancang untuk mengembangkan keterampilan
wicara, membaca, dan menambah penguasaan kosa kata dan tata bahasa, dan
assesmen.
1) Subbagian pengembangan keterampilan wicara disajikan melalui beberapa tugas
komunikasi lisan. Materi untuk subbagian ini berupa dialog sederhana, berbagai
bentuk ungkapan yang biasa digunakan untuk mengungkapkan fungsi bahasa dan
konteks tertentu. Bagian ini dirancang sebagai kegiatan interaktif yang memerlukan
lawan tutur untuk mempraktikkan kegiatan tersebut. Hal ini dapat diamati dari
perintah yang digunakan seperti “Work in Pair”, “Practice the Dialogue with Your
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
186
186
Friend”, dsb (Krisnani, 2007). Meskipun demikian ada beberapa task yang hanya
menuntut siswa untuk mengenali atau melatih bentuk ujaran yang dipajankan. Bagian-
bagian ini dapat dilihat dari perintah yang digunakan seperti “Finish the Sentence…”
atau “Complete the Sentence…” dsb. Penyajian materi ini diharapkan dapat memberi
pajanan input bahasa agar para siswa mengenali dan mampu mempraktikkan bentuk-
bentuk ujaran untuk mengungkapkan fungsi bahasa tertentu. Dalam satu buku,
terdapat beberapa unit kegiatan yang memuat bahan pengembangan keterampilan
menyimak yang dikaitkan dengan pengembangan keterampilan wicara.
2) Subbagian pengembangan keterampilan membaca terdiri dari beberapa kegiatan
pembelajaran bahasa tulis, khususnya membaca pemahaman dan menjawab
pertanyaan atau merespon kegiatan berdasarkan teks yang disajikan. Kegiatan
merespon teks dapat berupa mengisi format atau isian atau memberi komentar tertulis
terhadap teks. Sebagai contoh dari buku IIA tentang KD 2.6 yang ada di unit 1, setelah
siswa membaca text Teeth Care pada task 12 mereka diminta menjawab pertanyaan
berdasar pemahaman isi teks. Dalam task 13 siswa diberi serangkaian pernyataan dan
diminta mengidentifikasi apakah pernyataan tersebut benar atau salah menurut text.
Dalam task 14 siswa dituntut untuk memperagakan dialog yang biasa terjadi ketika
seseorang membuat janji-temu atau appointment dengan dokter gigi (Krisnani, 2007:
178-180). Dari kegiatan yang disediakan, diharapkan kemampuan siswa memahami
teks dapat dikembangkan ke dalam kegiatan yang melibatkan keterampilan berbahasa
yang lain.
3) Subbagian pengembangan kosa kata dan tata bahasa disajikan beriringan dengan
subbagian pengembangan keterampilan membaca. Beberapa jenis kegiatan yang
dikembangkan mulai dari mengenali bentukan yang terterima atau yang takterterima
sampai pada pemahaman makna dan pemakaian kosa kata. Hal ini dapat dilihat dari
instruksi yang digunakan dalam kegiatan ini seperti “Find the Error on Every
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
187
187
Sentence below”, “Find the Meaning of the Following Words…”, “Learn the Sentence
Pattern below”, dll. (Krisnani, 2007). Beberapa latihan dalam bagian grammar focus
menggunakan format pilihan ganda yang biasa digunakan dalam UN. Dari rangkaian
kegiatan subbagian ini dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah
pengembangan kompetensi linguistik.
4) Subbagian asesmen berisi satu sampai tiga macam kegiatan atau latihan untuk
membantu siswa mengulangi beberapa permasalahan yang telah dilakukan dalam
proses pembelajaran. Inti kegiatan subbagian ini adalah melatih siswa mengungkapkan
fungsi bahasa dan leksikogramatika yang menjadi substansi dalam dalam unit ini.
Dari gambaran ringkas di atas dapat ditarik beberapa simpulan berikut.
Kegiatan diklat yang dirancang dalam tiap unit mencakup kegiatan yang bersifat
pemajanan bahasa sampai pada latihan penggunaannya baik dalam keterampilan
berbahasa lisan maupun tertulis. Substansi pembelajaran juga bervariasi dari kosa
kata, susunan bahasa baik dalam tataran frasa maupun kalimat sampai pada bentukan
ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam konteks fungsi bahasa dan tema tertentu
sebagaimana yang dikehendaki dalam KTSP. Latihan kebahasaan yang dikembangkan
juga mengadopsi bentuk-bentuk soal yang digunakan dalam UN. Latihan pengenalan
susunan kalimat yang sering digunakan adalah error recognition yang merupakan
salah satu bagian dalam UN. Penyusun berharap model pembelajaran tersebut
membantu siswa mengenali permasalahan yang akan mereka hadapi dalam UN.
c. Penyajian Muatan bahan Ajar dalam Interchange
Interchange terdiri dari tiga jilid buku yang dirancang untuk pembelajar belia
yang bahasa Inggrisnya masih pada tataran dasar sampai menengah (Richards, dkk.
2006: x). Karenanya muatan serta susunannya dirancang untuk memenuhi selera dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
188
188
kondisi mereka. Cakupan ini dikomunikasikan dalam lembaran khusus yang
dinamakan Plan of Book (Richards, dkk. 2006:vi) di halaman depan. Tiap unit dalam
Interchange mencakup beberapa sub-unit atau kegiatan seperti yang disajikan dalam
tabel 4.8 berikut.
Muatan isi buku teks dan penyajiannya dalam Interchange dirancang
sedemikian beragam untuk menarik perhatian pembelajar agar mereka mau melibatkan
diri ke dalam kegiatan pembelajaran secara maksimal untuk memperoleh input
kebahasaan yang kaya. Semua kegiatan pembelajaran dirancang dalam bentuk tindak
komunikasi tentang kondisi atau kegiatan yang mungkin dihadapi pembelajar tanpa
mengabaikan pembelajaran unsur pendukung seperti tata bahasa, kosa kata, dan
pelafalan kata.
Penyajian muatan ini juga diadaptasi di EVS. Persamaan yang terdapat di
antara keduanya dapat diamati dari tujuan pembelajaran; yaitu untuk mengembangkan
keempat keterampilan berbahasa secara terpadu dengan unsur leksikogramatika yang
mendukung. Perbedaannya terletak pada variasi kegiatan yang disediakan dan model
integrasi kegiatan. Interchange menawarkan variasi kegiatan yang lebih kaya dari
pada EVS. Dari segi model integrasi kegiatan berbahasa, Jack Richards, dkk. mampu
menyusun semua kegiatan pembelajaran dalam Interchange saling terkait secara
fungsional dengan kegiatan sebelumnya. Dalam EVS banyak kegiatan pembelajaran
tidak terkait dengan kegiatan lainnya, khususnya pada bagian language focus.
Penyajian language focus dalam EVS cenderung berakhir hanya sampai pada
pemahaman bentuk tersebut sedangkan penyajiannya dalam Interchange mengalir
sampai pada kegiatan pembelajar menggunakan atau mengekspresikan fungsi bahasa
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
189
189
Tabel 4.8 Contoh Kegiatan Pembelajaran Tiap Unit dalam Interchange
No Subunit Substansi Pembelajaran
1 Snapshot Informasi tentang kehidupan sehari-hari pembelajar disajikan untuk mengaktifkan background knowledge sehingga mereka akan lebih siap mempelajari topik pembelajaran dalam unit tersebut.
2 Word Power Kosakata baru yang penting dalam unit tersebut disajikan tersendiri agar pembelajar mampu mengenali dan kemudian menggunakannya dalam proses pembelajaran.
3 Perspectives
Masalah yang biasa ditemui di lingkungan siswa yang terkait dengan topik pembelajaran disajikan untuk menjembatani topik pembelajaran dengan masalah kehidupan nyata sehari-hari di luar kelas.
4 Conversation Dialog dan ujaran pendek disajikan agar pembelajar mampu mengamati dan mempraktikkannya dalam tindak komunikasi lisan.
5 Grammar
Focus
Beberapa kaidah bahasa disajikan tersendiri dalam konteks yang realistis agar pembelajar mampu mengenali dan menggunakannya dalam kegiatan berbahasa.
6 Pronunciation Pelafalan beberapa kosa kata baru disajikan agar pembelajar dapat berlatih melafalkannya yang benar dalam konteks kalimat.
7 Listening Dialog sederhana disajikan untuk melatih pembelajar dan mengem-bangkan berbagai keterampilan menyimak melalui rekaman.
8 Speaking Dialog pendek dan bentuk ungkapan kunci disajikan agar pembelajar dapat berlatih menggunakan susunan dan kosa kata baru untuk mengembangkan keterampilan wicara.
9 Interchange Activities
Beberapa bentuk tugas komunikatif, baik yang berbentuk lisan maupun tertulis, disajikan untuk melatih pembelajar menerapkan hal-hal yang dipelajari dalam unit tersebut dalam konteks baru.
10 Writing
Contoh karangan sederhana disajikan agar pembelajar mampu mengenali dan berlatih mengembangkan keterampilan menulis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa yang dipelajari dalam unit ini.
11 Reading Beragam teks disajikan untuk mengembangkan keterampilan membaca sebagai pendukung dan kelengkapan kegiatan berbahasa lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
190
190
4. Pemakaian Buku Teks di SMK
Buku teks biasanya dipakai sebagai sumber dan atau rujukan untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran. Temuan lebih lanjut menunjukkan adanya
variasi pemakiannya. Pencermatan fenomena tersebut lebih rinci menunjukan adanya
dua kecenderungan pemakaian buku teks. Kecenderungan pertama adalah pemakaian
buku teks sebagai sumber tunggal substansi dan skenario pengembangan kegiatan
pembelajaran. Dalam konteks ini guru menggunakan buku teks sebagai panduan apa
yang dilaksanakannya di kelas.
Dalam praktik ini guru biasanya tidak mengubah materi maupun urutan
sajiannya. Strategi yang dilakukan hanyalah menyusun prioritas materi dan kegiatan
berdasarkan alokasi waktu. Jika muatan dalam unitnya terlalu banyak dibandingkan
dengan alokasi waktu yang tersedia, guru memilih beberapa bagian dari unit tersebut
yang dinilai sangat penting sebagai bahan proses pembelajaran di kelas untuk
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Bagian yang tidak disajikan atau
didiskusikan di kelas dapat dilewati, digunakan sebagai tugas rumah atau sebagai
bahan belajar mandiri/kelompok. Kegiatan diklat dan alurnya mengalir mengikuti isi
dan penyajian materi yang tertuang dalam buku teks tersebut. Hal tersebut dapat
dilihat dari beberapa bukti berikut.
Ketika diwawancarai tentang pemakaian buku teks pilihannya, TBW
menjelaskan bahwa Interchange terdiri dari Student’s Book, Teacher’s Book juga
materi noncetak berupa rekaman untuk kegiatan menyimak serta beberapa kegiatan
komunikasi dalam bentuk video. Dalam praktiknya, TBW mengikuti alur yang ada
dan memperkaya dengan kegiatan menyimak dan materi dari video. Tentang alur,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
191
191
TBW menjelaskan bahwa penyajian materi diklat yang biasa dilakukan dengan
mengikuti Plan of Book. Hal ini disampaikan dalam petikan wawancara berikut.
TBW
materi utama Interchange…tapi kami..me..menambah dengan video…video.. tapi itu juga video Interchange … oh ya ini urut ini ..(sambil menunjukkan daftar isi di halaman depan buku Interchange)…. jadi ini urutannya sudah seperti ini dan urutan dalam chapternya. Pokoknya kita fully following the book… (W: 11)
Pola pemakaian buku teks seperti ini juga diterapkan oleh beberapa guru lain,
khususnya yang menggunakan buku impor seperti TOEIC, dan Getaway. Alasan
mereka mengikuti alur tersebut karena skenario penyajian yang ada dalam buku teks
tersebut dinilai sesuai dengan rencana pembelajaran yang mereka kehendaki. Dengan
langkah tersebut mereka juga berharap agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan efektif.
Guru yang menggunakan buku teks secara keseluruhan berasumsi bahwa setiap
kegiatan pembelajaran yang disusun dalam tiap unit buku teks telah dirancang untuk
mencapai tujuan tertentu. Dengan menerapkan apa adanya, dan disesuaikan dengan
kondisi dan alokasi waktu yang ada, tujuan diklat tersebut akan dapat dicapai dengan
baik.
Kecenderungan kedua adalah pemakaian beberapa buku teks berdasarkan
aspirasi guru. Dalam proses pemilihan bahan ajar, mereka mengidentifikasi beberapa
bagian dari buku teks tersebut yang dapat digunakan untuk mengajarkan hal-hal yang
sesuai dengan kebutuhan dan skenarionya. Mengingat tidak semua materi yang
diperlukan ada dalam buku teks tersebut, mereka melengkapinya dengan mengambil
bahan ajar dari buku teks lain. Ada sebagian guru yang menilai tidak semua kegiatan
pembelajaran dalam satu buku teks tertentu relevan, sesuai atau penting untuk
mencapai suatu tujuan diklat. Didukung oleh kebebasan dalam memilih buku teks,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
192
192
guru cenderung menerapkan teknik eclectic, yaitu memilih bagian-bagian dari
beberapa buku teks yang dinilai sesuai atau tepat untuk mencapai tujuan diklat tertentu
dengan lebih efektif.
Kecenderungan tersebut dapat dilihat dalam pernyataan AR, kepala sekolah
suatu SMKN di Wonosari (periksa kutipan IV.G.1.e). EY, guru tidak tetap di SMK
swasta di Yogya utara, mengatakan dalam petikan wawancara sebagai berikut “ Jadi
saya dalam memilih materi di kelas memang comot sana comot sini…. Saya maunya
mencoba menerapkan yang ini pak, saya maunya tidak lepas dari rambu-rambu
kurikulum” (W: 22). Praktik seperti ini sering diterapkan oleh para guru baru.
Tumbuhnya fenomena ini, antara lain, adalah karena tidak adanya buku teks resmi
yang dinyatakan sebagai pendamping atau pendukung penerapan KTSP di kelas.
Didukung oleh kebebasan dalam memilih buku teks, guru merasa memperoleh
kebebasan dengan menerapkan teknik eclectic, yaitu memilih bagian mana yang
dinilai sesuai, dalam menggunakan buku teks.
5. Keunggulan dan Kelemahan Buku Teks
Dari proses triangulasi terungkap bahwa kriteria yang digunakan untuk
memilih buku teks adalah kesesuaian dengan kurikulum, kualitas bahasa, muatan isi
dan ketersediaannya. Berdasarkan kriteria tersebut sub-bagian berikut akan
menyajikan perbandingan tiga buku teks di atas untuk mengungkap keunggulan dan
kelemahan masing-masing.
Berdasarkan hasil serangkaian wawancara dengan guru, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa secara keseluruhan Interchange dinilai sebagai buku teks yang
mempunyai kualitas sangat baik. Pendapat tersebut tidak hanya dinyatakan guru yang
telah menggunakannya, tetapi juga mereka yang hanya melakukan penilaian secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
193
193
selintas (Cunningsworth, 1995: 1). Lebih khusus, berdasarkan pengalamannya
menggunakan Interchange TBW menilai kualitas bahasanya sebagai hal yang tidak
hanya layak dipelajari oleh siswa, namun oleh guru juga. Selama menggunakan
Interchange, beliau mengaku kompternsi bahasa Inggrisnya terus berkembang karena
menjumpai beberapa kosa kata serta susunan bahasa baru dalam pemakaian konteks
yang tepat dalam tiap unit yang akan diajarkan. Dengan menggunakan Interchange
sebagai buku teks guru juga akan memperoleh keuntungan ganda; mengajarkan
kualitas bahasa yang tepat, dan memperdalam kompetensi berbahasa Inggris mereka.
Pendapat yang dirangkum dari focus group discussion dengan enam orang
guru peserta workshop yang diselenggarakan MGMP Bahasa Inggris SMK Provinsi
DIY menunjukkan kecenderungan guru di SMK yang pengajaran bahasa Inggrisnya
mapan memilih menggunakan buku teks impor dan tidak menggunakan buku teks
terbitan lokal dengan alasan kualitas bahasa yang dinilai kurang memadai. Dalam
menilai GA mereka berpendapat bahwa hasil kerja kelompok dalam proses
penyusunan GA dinilai kurang padu dan kurang cermat, meskipun semua anggota tim
penyusun adalah guru bahasa Inggris senior pilihan dari SMK se Indonesia. Meskipun
setiap tim penyusun diberi fasilitas dan didampingi oleh narasumber yang kompenten,
termasuk sejumlah penutur asli bahasa Inggris yang berperan sebagai penasihat
kebahasaan, masih terdapat banyak kelemahan dalam pemakaian bahasa dan
rangkaian penyajian materi. Penilaian serupa juga diberikan pada buku teks terbitan
lokal yang lain.
Selain kualitas bahasa, pemilihan buku teks juga dikaitkan dengan alur
penyajian materi pembelajaran. Alur dianggap penting karena dengan alur yang
dirancang lebih baik, skenario pembelajaran akan mengalir dengan lancar dalam
mengembangkan proses pembelajaran. Hal ini disampaikan KLS, guru SMK Negeri di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
194
194
Kalasan ketika menjelaskan alasannya memilih buku teks impor dalam diskusi fokus
group sebagai berikut “ Saya untuk mengajar listening untuk kelas satu , dua, dan tiga,
pakai Basic Listening… karena mudah…step-nya jenjang dari awal itu tidak
melompat jauh.. well graded.... kami pakai yang sudah branded” (W:25.).
Pendapat yang sama diberikan TBW yang menggunakan Interchange apa
adanya berdasarkan pengkajian Student’s Book dan Teacher’s Book dengan seksama
oleh tim guru dari sekolahnya. Kajian seksama ini yang membuat mereka lebih
memahami kualitas dan potensi Interchange sebagai buku teks, tidak saja terbatas
pada kualitas bahasanya tapi juga dari skenario pembelajaran yang dapat
dikembangkan. Pemakaian Interchange dinilai menguntungkan para guru karena
mereka dapat belajar banyak hal, tidak hanya jenis dan kegiatan pembelajaran, konsep
penyajian, penjenjangan kegiatan pembelajaran serta bahasa Inggris sendiri.
Lebih khusus, TBW menilai bahwa untuk menggunakan Interchange dengan
baik, guru perlu memiliki modal kompetensi bahasa Inggris yang cukup. Selain
penguasaan metodologi pengajaran bahasa yang cukup, guru dituntut untuk memiliki
kompetensi berbahasa yang cukup termasuk keterampilan wicara dan menyimak untuk
dapat menggunakan Interchange sebagai buku teks yang efektif. Jika masih
mempunyai masalah dengan modal dasar tersebut, guru dapat menggunakan panduan
dari Teacher’s Book yang dinilai memberikan berbagai penjelasan pemakaian
Interchange dengan cukup serta berbagai kemungkinan untuk memodifikasi atau
mengembangkan kegiatan yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajar di kelas.
Selain kondisi siswa dan sekolah, penyebab guru tidak menggunakan Interchange
adalah karena kurangnya kompetensi bahasa Inggris yang dimiliki guru.
Para guru yang memilih buku teks yang memiliki reputasi internasional
menilai kualitas bahasa yang dipakai dalam buku teks tersebut sangat tepat untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
195
195
dipajankan kepada siswa. Selain kesesuaian muatan isinya dengan tuntutan kurikulum
dua kriteria lain yang digunakan adalah keruntutan penyajian materi.
Dalam hal kualitas bahasa, sebagian guru menilai kualitas bahasa buku teks
terbitan lokal yang disusun oleh bukan penutur asli kurang memadai untuk dipajankan
kepada siswa karena adanya bentuk-bentuk yang kurang tepat, salah atau janggal. Hal
tersebut disampaikan TBW ketika menjelaskan alasan pemakaian Interchange dalam
wawancara sebagai berikut.
TBW
(dengan) Interchange itu tidak hanya mengajar tapi kita juga belajar..kita para guru juga mendapat banyak input dari sana ... kalau Global Access... materi itu kurang kaya…maklum itu kan buku proyek… buku proyek.... Saya tidak pernah pakai… English for Vocational School…(W. 9: 8)
Para guru menilai kualitas bahasa yang digunakan dalam Interchange betul-betul
mencerminkan kualitas bahasa yang seharusnya dikuasai tidak hanya bagi para siswa
tetapi juga para guru. Mereka mengaku ketika menggunakan Interchange, mereka
merasa telah belajar beberapa kosa-kata baru serta susunan bahasa baru dalam
pemakaian konteks yang tepat. Dengan menggunakan Interchange sebagai buku teks
mereka merasa memperoleh keuntungan ganda; mengajarkan kualitas bahasa yang
tepat dan memperdalam kompetensi berbahasa Inggris mereka.
6. Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Buku Teks
Subbab IV G. 2 menyajikan ihwal pemakaian buku teks oleh guru bahasa
Inggris SMK di Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan dan wawancara, terungkap
adanya dua kecenderungan; pemakaian buku teks secara menyeluruh dan pemakaian
buku teks secara bagian-bagian atau eclectic.
Dalam praktik pertama, sejumlah guru tidak hanya menggunakan semua materi
yang tertuang dalam tiap unit buku teks tersebut, namun juga mengikuti alur penyajian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
196
196
materinya. BTW, KS, dan LS yang kesemuanya guru senior SMKN yang mempunyai
reputasi di lingkungannya, merasa yakin dengan buku teks pilihannya. Dalam
wawancara mereka menyatakan keyakinan mereka bahwa dengan mengikuti alur
penyajian buku teks pilihan mereka tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif.
Karenanya mereka menggunakan buku teks tersebut secara keseluruhan yang
mencakup muatan isi serta alur penyajiannya. Fenomena ini juga menjadi perhatian
Richards (2000: 125) karena selain menjadi sumber kegiatan pembelajaran, buku teks
menjadi kurikulum yang tersembunyi yang selalu diterapkan guru.
Alur penyusunan buku teks dimulai dari identifikasi tujuan pembelajaran yang
dijadikan pedoman pengembangan kegiatan belajar dan unsur bahasa yang
mendukung pencapaiannya. Dari sudut pandang ini, dapat diamati bahwa hakikat
penyusunan buku teks sama dengan penyusunan rancangan pencapaian tujuan
pembelajaran. Jika guru menggunakan buku teks tersebut secara keseluruhan, mereka
secara langsung menerapkan rancangan pencapaian tujuan tersebut sepenuhnya.
Dengan mengikuti skenario yang telah disusun dengan seksama pembelajaran akan
dapat mencapai tujuan seperti yang dirancang penyusun. Selain itu tugas guru dalam
menyiapkan pembelajaran menjadi lebih ringan.
Kecenderungan kedua adalah pemakaian buku teks dengan memilih bagian
bagiannya yang dinilai relevan atau tepat untuk kondisi kelas dan tujuan pembelajaran
tertentu. Karena tidak semua jenis tugas yang ada dalam buku teks yang dipilih itu
dianggap sesuai atau penting dengan upaya pencapaian tujuan pembelajaran tertentu,
guru cenderung mengambil beberapa bagian yang dinilai sesuai dengan tujuan
pembelajaran menerapkan teknik eclectic.
Keuntungan yang diperoleh dengan penerapan teknik ini adalah bahwa guru
dapat memilih kegiatan belajar atau bahan yang sesuai, menarik dan sesuai dengan
kondisi siswa dan guru. Kegiatan ini dapat mendorong kreativitas guru dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
197
197
merancang skenario pembelajaran berdasarkan berbagai sumber bahan ajar yang ada
disesuaikan dengan konteks dan kemampuan guru. Selain memberi kesempatan bagi
guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan aspirasinya,
praktik ini akan semakin mendorong upaya peningkatan profesionalitas guru dalam
bidangnya.
Fenomena eclecticism ini berkembang seiring dengan tuntutan KTSP untuk
mengembangkan kompetensi berbahasa tertentu yang melibatkan pengembangan
keempat keterampilan berbahasa yang saling terkait. Karena tidak adanya buku teks
resmi yang sesuai dengan tuntutan KTSP, guru dituntut untuk mencari bahan-bahan
yang mereka nilai sesuai. Berdasarkan persepsi metodologis yang dimilikinya, guru
menyusun skenario pembelajaran meskipun tidak dirumuskan dengan eksplisit dan
hanya dalam bentuk rancangan abstrak. Pengungkapan rancangan tersebut dapat
diamati dari rangkaian jenis kegiatan pembelajaran yang disusun sendiri dengan
memilih beberapa buku teks yang ditemuinya. Dengan cara demikian guru
mendapatkan kumpulan bahan ajar yang mereka nilai tepat dalam rangka penerapan
KTSP.
Kelemahan utama penerapan teknik eclectic ini adalah biasanya guru tidak
pernah mendokumentasikan kumpulan bahan ajar tersebut dalam bentuk unit-unit
bahan ajar yang tersusun secara sistimatis berdasarkan tema atau subkompetensi
tertentu. Pada umumnya guru merasa cukup dengan megetahui buku teks atau sumber
tertentu untuk mengajarkan suatu kompetensi tertentu. Ketika akan mengajarkan
kompetensi yang sama pada periode atau tahun pembelajaran berikutnya mereka akan
kembali mencari berbagai bahan ajar sumber untuk mengambil atau memilih yang
dibutuhkan. Perubahan hanya akan dilakukan ketika guru menemukan sumber bahan
lain yang dinilai lebih sesuai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
198
198
Dari perbandingan kedua model pemakaian buku teks di atas beberapa
keunggulan dan kelemahan yang dapat dituangkan ke dalam tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.9 Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Buku Teks di SMK
Mode
Penilaian Total/ Keseluruhan Partial/ Eclectic
+ 1. Pencapaian tujuan pembelajaran dapat dilakukan seperti yang dirancang penyusun buku teks.
2. Pemakaian buku teks tersebut memungkinan penerapan pembelajaran integratif
3. Guru dapat menelaah kekurangan dan kelebihan setiap selesai mengajar untuk kepentingan pembelajaran berikut.
4. Guru tidak memerlukan waktu lama dan tenaga untuk menyusun bahan ajar.
5. Karena siswa dapat memilikinya, mereka akan dapat mengulangi bahan secara keseluruhan secara mandiri.
1. Pengambilan bagian-bagian yang dinilai relevan, menarik dan sesuai dengan kemampuan dan minat siswa dan guru. Kondisi ini memungkinkan guru mengembangkan kegiatan yang menarik dan penting di kelas.
2. Lingkup bahan dapat disesuaikan dengan kondisi kelas sehingga memungkinkan guru mengembangkan SK dan KD lainnya dengan waktu yang cukup.
- 1. Ada kemungkinan guru menemui beberapa bagian bahan yang tidak atau kurang sesuai dengan aspirasinya.
2. Rangkaian buku teks yang panjang memerlukan waktu lama dan dapat mengurangi waktu untuk pengembangan SK dan KD lain.
1. Bahan ajar yang terpotong-potong dari sumber berbeda dapat mengakibatkan pembelajaran yang tidak runtut dan tidak integratif. 2. Guru memerlukan waktu dan pikiran untuk mengumpulkan bahan-bahan tersebut dalam satu unit pembelajaran. 3. Karena tidak terdokumentasi dengan rapi atau teratur guru harus selalu mencari lagi rancangan bahan ajar setiap kali mengajar kompetensi yang sama. 4. Biasanya siswa tidak mempunyai salinan satuan bahan ajar yang dapat digunakan di kelas untuk belajar mandiri.
Keterangan: + = Keunggulan - = Kelemahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
199
199
Tabel 4.9 meyajikan kelebihan dan kekurangan kedua praktik pemakaian buku
teks pada tataran konsepsi. Tampak ada korelasi antara moda pemakaian buku teks
pertama dengan kondisi SMK kualitas guru. Beberapa guru yang dinilai kompeten dan
berkomitmen tinggi yang mengajar di SMK yang iklim pengajaran bahasa Inggrisnya
mapan dan motivasi belajar siswanya tinggi cenderung menggunakan buku teks apa
adanya. Sedangkan di kebanyakan SMK yang iklim pembelajaran bahasa Inggrisnya
kurang mapan serta siswanya yang kurang termotivasi untuk menguasai bahasa
Inggris, guru cenderung menggunakan berbagai buku teks dengan cara eclectic.
Mereka mempunyai alasan masing-masing dalam memilihnya. Mereka juga
mempunyai argumen tersendiri untuk menjelaskan cara menggunakan buku teks
pilihan mereka. Mereka percaya bahwa pilihan mereka itu efektif dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang dituntut kurikulum.
7. Peran Buku Teks dalam Mendukung Pencapaian Tujuan Kurikuler
Sebagaimana yang telah disajikan dalam pembahasan subbagian terdahulu,
buku teks memainkan peran penting dalam mengembangkan pengalaman belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tingkat kualitas buku teks serta cara
pemanfaatannya berkontribusi terhadap pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pengajaran
bahasa Inggris di SMK seperti yang dituangkan dalam KTSP (BSNP, 2006) hanya
dapat dicapai melalui serangkaian pengalaman belajar yang didukung oleh pemakaian
bahan ajar yang tepat.
Pembahasan berikut menyajikan bagaimana ketiga buku teks di atas digunakan
untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Data ini diperoleh melalui
pengamatan proses diklat di tiga kelas berbeda dengan pemakaian ketiga buku teks
tersebut. Data disajikan dalam bentuk sinopsis proses pembelajaran yang menyajikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
200
200
salah satu sisi yang menonjol yang menggambarkan peran bahan ajar dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Pendalaman pemahamannya dilakukan dengan
mewawancarai guru dan siswa.
a. Interchange
Pagi itu Bapak guru melaksanakan program pengajaran di Self Access Room yang ruangnya berseberangan dengan ruang Laboratorium Bahasa. Ruang ini dipilih karena guru memerlukan peralatan audio-video yang ada di sana. Kegiatan berjalan seperti biasa, meskipun ada pengamat yang hadir di kelas tersebut. Setelah memberi salam dan mengenalkan pengamat, guru membuka pelajaran dengan memberi beberapa pertanyaan tentang apa yang telah dilaksanakan para siswa serta apa yang harus dikerjakan siswa dalam diklat hari itu.
Materi diklat pagi itu diambilkan dari video Interchange tentang bagaimana meminta informasi (getting information) dan seperti mengungkapkan rasa terima kasih (expressing thanks). Pada awal proses pembelajaran, guru mulai dengan mengembangkan tanya-jawab singkat dengan siswa tentang hal-hal yang mereka alami dan rasakan dan dilanjutkan dengan memberi ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari. Setelah memutar rekaman video, guru mengembangkan tanya jawab tentang isi video, serta sesekali melakukan latihan (drill) pelafalan kalimat-kalimat kunci. Di akhir pelajaran, guru memberi tugas kelompok untuk membuat teks berdasarkan materi yang dibahas. Hasil pekerjaan mereka ditayangkan melalui OHP satu persatu dan dibahas bersama dengan singkat. Pada kesempatan itu guru juga memberi kesempatan pada semua siswa untuk memberi komentar pekerjaan kelompok lain sebelum beliau sendiri memberikan komentar dan masukan untuk siswa.
Semua interaksi dilaksanakan dalam bahasa Inggris, meskipun terkadang guru membantu mereka dengan terjemahan beberapa kosa kata yang sulit. Siswa juga menjawab dengan bahasa Inggris, meskipun singkat dan terkadang membuat kesalahan tata bahasa. (CL:32 )
Sinopsis di atas menggambarkan bagaimana peran Interchange dalam
pengembangan kegiatan diklat yang mampu mendorong kelibatan siswa dalam proses
diklat yang cukup intensif. Dari kualitas interaksi yang terbangun, dapat diamati
bahwa siswa mampu tidak hanya memahami penyajian guru yang dilakukan dalam
bahasa Inggris tapi juga merespon pertanyaan dalam bahasa Inggris pula dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
201
201
menggunakan bentuk kalimat yang menjadi topik diklat hari itu dalam bentuk lisan
dan tertulis. Dari perilaku ini dapat dilihat bahwa siswa mampu melaksanakan
kegiatan berbahasa seperti yang ditentukan penyusun bahan ajar terebut.
b. Global Access
Ibu guru menulis ‘Page 64’ di papan tulis, dan meminta siswa untuk membuka buku Global Access halaman tersebut. Setelah semua siswa siap, guru menanyakan jika siswa mengenal kalimat pengandaian. Guru memberi beberapa contoh kalimat pengandaian, termasuk yang ada dalam materi hari itu, penjelasan singkat dan ilustrasi kapan bentuk tersebut dipakai. Untuk meyakinkan pemahaman siswa, guru menuliskan kalimat-kalimat tersebut di papan tulis dan menjelaskan susunan kalimat pengandaian dan unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam membentuk kalimat pengandaian. Sepanjang pelajaran guru banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam menjelaskan materi kepada siswa. Sesekali guru juga menggunakan bahasa Inggris dalam mengenalkan task baru, ketika menyuruh siswa untuk menjawab serta untuk mengatur kelas secara umum.
Guru kemudian meminta dua orang siswa untuk membaca dialog secara bergantian dengan sering kali membenarkan pelafalan (pronunciation) mereka. Setelah dibaca dua kali guru menanyakan jika siswa telah memahami isi dialog tersebut dan membantu siswa mengartikan beberapa kalimat yang dirasa sulit. Setelah dirasa cukup, siswa diminta untuk mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam kelompok kecil. Guru mendiskusikan jawaban siswa di kelas untuk memberi klarifikasi jawaban yang benar.
Setelah guru menilai tujuan diklat hari itu tercapai, guru membuat rangkuman bahan yang telah dipelajari dengan merujuk contoh-contoh yang tadi ditulis di papan tulis (CL: 36).
Sinopsis di atas mencerminkan proses pembelajaran yang pengembangannya
berbasis GA. Berbagai bahan yang ada, baik yang berbentuk pengembangan
keterampilan bahasa atau pemahaman unsur bahasa sendiri, disajikan oleh guru
dengan baik. Karena hanya mengikuti alur penyajian unit tersebut, guru sering terlihat
harus memulai kegiatan baru dalam pelajaran tersebut. Hal tersebut terjadi karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
202
202
kegiatan pembelajarannya tidak terintegrasi. Sinopsis ini menunjukkan bahwa proses
pembelajaran tidak hanya tergantung guru, tetapi juga buku teks yang digunakan
sebagai dasar pengembangannya.
c. English for Vocational School
Selelah memberi salam dan memberi tahu topik yang akan diajarkan siang itu, guru melakukan langkah warming up dengan bertanya-jawab dalam bahasa Inggris dengan menggunakan pola kalimat dari tema yang akan dibicarakan. Seperti biasanya beliau harus mengulang-ulang pertanyaan dan bahkan tidak jarang harus menjelaskan makna atau menerjemahkan pertanyaan tersebut dalam bahasa Indonesia agar siswa yang ditunjuk mampu menjawabnya.
Siang itu materi yang akan diajarkan adalah ‘taking phone messages’. Guru membuka dengan menanyakan pengalaman siswa dalam menelpon sampai pada kondisi ketika orang yang ditelpon tidak ada. Pertanyaan tersebut semua diekspresikan dalam bahasa Inggris namun ketika siswa tidak kunjung menjawab, guru menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Guru juga menjelaskan berbagai situasi yang mungkin ditemui siswa ketika nanti akan praktik lapangan, etika bertelpon, apa saja yang harus disebutkan oleh seorang petugas dan berbagai kemungkinan yang terjadi dalam percakapan telepon, termasuk bagaimana mencatat pesan (taking telephone messages).
Setiap kali memasuki kegiatan baru guru selalu menjelaskan hakikat tugas yang harus dikerjakan siswa, pertama dalam bahasa Inggris dan kemudian mengulangi penjelasan tersebut dalam bahasa Indonesia. Beberapa kosa kata yang dianggap sulit ditanyakan kepada siswa dan kalau mereka tidak tahu, guru menerjemahkannya. Semua tugas dikembangkan seperti perintah pada tiap bagian (section).
Pada akhir pelajaran, guru menunjuk beberapa pasang siswa diminta maju ke depan kelas untuk memperagakan bagaimana mereka bercakap-cakap melalui telpon, dan bagaimana meninggalkan dan mencatat pesan telepon. Meskipun siswa telah diberi waktu untuk mempersiapkannya, kebanyakan mereka masih melihat teks—catatan tentang apa yang akan dikatakan dalam ‘percakapan’ yang akan dipraktikkan.
Sebelum menutup pelajaran, guru membuat rangkuman materi yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
203
203
diajarkan dengan memberi penekanan pada pola-pola kalimat request dan statement dalam bahasa Indonesia. Sambil mengikuti penjelasan guru, siswa diminta bersama-sama menyebutkan beberapa istilah yang digunakan guru dalam menjelaskan topik hari itu. (CL: 25.).
Sinopsis di atas menggambarkan proses pembelajaran yang cukup dapat
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, meskipun situasi kelas terasa bising
karena luas ruangan yang terlalu kecil untuk 34 siswa. Dari interaksi yang dibangun,
terlihat siswa masih menemui banyak kesulitan dalam menangkap ujaran guru dalam
bahasa Inggris meskipun guru mengucapkannya dengan suara keras, pelan dan
berhati-hati dalam melafalkan tiap suku kata (careful speech). Tampak ada
kecenderungan guru untuk menjelaskan pola kalimat yang beliau temui secara terlulis
di papan tulis. Tidak lupa guru bertanya kepada siswa jika masih ada yang belum
faham materi hari itu. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa
memepragakan dialog di depan kelas. Hasil unjuk kerja tersebut tampaknya digunakan
sebagai indikator tercapainya tujuan pembelajaran unit tersebut.
Ketiga sinopsis yang menggambarkan tiga model proses diklat berdasarkan
tiga buku teks di atas menunjukkan bahwa nilai efektifitas ketiga kelas tersebut
berjenjang dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pandangan
Dunkin dan Biddle (dalam Chaudron, 1990: 3), hasil pembelajaran dapat difahami
melalui pencermatan proses yang terjadi di kelas. Dalam menganalisis proses tersebut,
indikator pencapaian tujuan pembelajaran adalah tuntutan kurikulum yang berlaku,
yakni pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa. Karena hakikat kompetensi
tersebut berbentuk kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten
sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta
didik (BSNP, 2006), hasil pembelajaran yang menggunakan ketiga buku teks tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
204
204
berbeda tingkat keberhasilannya. Secara ringkas perbandingan kegiatan pembelajaran
melalui ketiga buku teks di atas dapat dituangkan dalam tabel berikut.
Tabel 4.10 Ringkasan Kegiatan Belajar Siswa dalam Tiga Kelas
No Unjuk Kemampuan siswa berbahasa Inggris di kelas Interchange GA EVS
1 Menyimak dialog dalam video + ― ― 2 Menyimak dialog dari rekaman audio + ― √ 3 Menyimak penjelasan lisan guru + √ √ 4 Menjawab pertanyaan lisan guru + √ √
5 Membaca teks + + √ 6 Menjawab pertanyaan tertulis tentang isi teks + ― √ 7 Menjawab pertanyaan tertulis + + √ 8 Menjawab latihan tentang grammar ― + √ 9 Membuat/merespon teks tertulis secara mandiri + ― ―
Keterangan + = unjuk kerja berbahasa secara intensive
√ = unjuk kerja berbahasa secara sedang
― = tidak melakukan unjuk kerja bahasa
Tabel di atas menyajikan jenis dan intensitas kegiatan pembelajaran yang
dilakukan siswa di tiga kelompok belajar di atas. Kelas yang kegiatan belajarnya
menggunakan Interchange dan EVS menunjukkan kegiatan yang lebih bervariasi
dibandingkan dengan kelas dengan siswa yang belajar dengan GA. Dari jumlah dan
variasi kegiatan berbahasa yang dilakukan, siswa yang menggunakan Interchange dan
EVS hampir sama. Perbedaan keduanya terlihat pada tingkat intensitas kegiatan.
Dalam kegiatan menyimak penjelasan lisan guru dan menjawabnya secara lisan,
misalnya, siswa di kelas yang menggunakan Interchange melakukannya lebih intensif
dari pada siswa di kelas yang menggunakan EVS.
Sinopsis di atas memperlihatkan bahwa dalam proses pembelajaran yang
menggunakan Interchange, guru mampu mengembangkan interaksi di kelas dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
205
205
bahasa Inggris dan mendorong siswa berbahasa Inggris semampu mereka. Hal ini juga
dapat diamati dari kemampuan mereka menjawab pertanyaan lisan guru dalam bahasa
Inggris meskipun dalam bentuk singkat. Di kelas lain yang menggunakan EVS, dapat
diamati bahwa siswa masih menghadapi kesulitan dalam menyimak penjelasan lisan
guru sehingga guru sering harus menerjemahkannya agar para siswa memahaminya.
Guru masih sering menuntun dan memancing jawaban siswa secara lisan dan ini
bisanya dilakukan bersama-sama.
Perbedaan menyolok dari kedua kelas adalah, siswa yang menggunakan
Interchange mampu menyusun teks sebagai respon terhadap teks yang dibaca,
sedangkan siswa yang menggunakan EVS hanya mampu menjawab pertanyaan tertulis
berdasarkan masalah yang sangat khusus. Perbedaan kedua adalah di kelas
Interchange siswa mampu bekerja berkelompok dalam menyusun teks tertulis,
sedangkan kerja kelompok yang dilakukan siswa EVS baru sebatas menjawab
pertanyaan yang disediakan dan menyusun dialog yang akan diperagakan di kelas.
Penjelasan di atas dapat menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan guru di
kelas beragam tergantung konteks dan kondisinya. Guru kedua kelas tersebut dapat
mengaku keberhasilan mereka dalam mengembangkan kegiatan belajar. Namun
karena konsep kompetensi dalam KTSP mencakup tidak saja pengetahuan, namun
juga sikap, dan keterampilan berbahasa digunakan sebagai indikator pencapaian,
dapat dinyatakan bahwa kelas yang menggunakan Interchange menunjukkan unjuk
kebahasaan yang lebih tinggi dan lebih memenuhi indikator kompetensi seperti yang
dimaksudkan KTSP dari kelas yang menggunakan EVS. Gambaran tersebut menjadi
bukti bahwa Interchange dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan
pembelajaran yang dapat mencapai pengembangan kompetensi berbahasa lebih tuntas
dari EVS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
206
206
D. Pembahasan
Buku teks merupakan unsur pendukung penting dalam proses pendidikan.
Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris, J.C. Richards (2002: 1) menegaskan
pentingnya buku teks tersebut sebagai unsur pendukung penting dalam kebanyakan
program pengajaran bahasa. Khusus dalam konteks pendidikan formal, Dunkin dan
Biddle (dalam Chaudron, 1990: 3) menggambarkan pentingnya peran textbook,
bersama variabel lain, dalam mendukung pengembangan kualitas proses pembelajaran
di kelas yang menentukan tingkat kinerja proses tersebut. Sejalan dengan Richardas
dan Dunkin dan Biddle, Tomlinson (2008: 4) juga menggambarkan fungsi buku teks
yang secara diungkapkan sebagai pajanan bahasa dalam konteks pemakaian yang tepat
serta menyediakan sarana agar pembelajar dapat melibatkan diri dalam kegiatan
tersebut dengan rasa senang.
Pentingnya peran buku teks tersebut difahami oleh semua stakeholders
pendidikan di SMK. Sesuai dengan kapasitasnya, para stakeholder pendidikan di SMK
sedikit banyak telah memberi sumbangan dalam pengadaan buku teks. Kenyataan
bahwa semua guru di SMK DIY dan sekitarnya menggunakan beragam buku teks
menunjukkan kinerja yang sinergis dari upaya stakeholders.
1. Alasan Pemilihan Buku Teks
Temuan tahapan eksplorasi menunjukkan bahwa rata-rata guru menggunakan
lebih dari satu buku teks yang dipilih berdasarkan kondisi sekolah dan komitmen para
stakeholder. Keragaman buku teks yang dipilih berdampingan dengan tersedianya
keragaman kualitasnya. Kondisi tersebut terbentuk oleh beberapa faktor sebagai
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
207
207
a. Tidak Adanya Buku Teks Resmi
Proses diklat bahasa Inggris di SMK sekarang dilaksanakan berdasarkan
kurikulum 2006 yang disebut KTSP. BSNP sebagai perencana KTSP tidak
menentukan buku teks resmi sebagai kelengkapan rambu-rambu penerapan kurikulum
di tingkat kelas. Sebagai jalan keluar, guru diberi kebebasan untuk menggunakan
berbagai cara dan media untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak adanya buku teks
resmi dan adanya kebebasan bagi guru untuk memilihnya membuat guru mencari buku
teks yang mereka nilai sesuai dengan kondisi kelasnya dalam mencapai tujuan yang
dituntut kurikulum. Karena berbedanya kondisi sekolah, dan kondisi dan aspirasi guru,
buku teks yang dipilihpun bervariasi.
b. Pemahaman Guru terhadap Tuntutan Kurikuler
Tujuan diklat bahasa Inggris di SMK yang dicantumkan dalam KTSP adalah
pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa yang dirumuskan dalam SKL.
Standar ini dijabarkan lebih rinci lagi ke dalam beberapa KD dan SK. Hakikat
kompetensi tersebut adalah kemampuan siswa menggunakan bahasa Inggris dalam
keempat keterampilan berbahasa sesuai dengan konteks pemakaian.
Tuntutan tersebut diterjemahkan oleh sebagian guru dengan memberikan
penekanan pada pengembangan komponen bahasa, seperti penguasan grammar dan
vocabulary, atau pengembangan keterampilan berbahasa tertentu, seperti reading,
speaking, atau listening. Praktik pengajaran ini secara kebetulan sejalan dengan pola
pembagian tugas mengajar bahasa Inggris di beberapa SMK negeri yang jumlah kelas
dan siswanya besar. Dalam kondisi seperti itu pembagian tugas mengajar sering
dikaitkan dengan aspek pembelajaran tertentu. Misalnya seorang guru diberi tugas
untuk mengajar reading dan structure atau mengajar listening dan speaking di kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
208
208
tertentu. Kebijakan ini sejalan dengan keragaman tingkat kompetensi guru dalam
mengembangkan pembelajaran sehingga mereka cenderung memilih tugas yang lebih
sesuai dengan aspirasi dan kompetensi mereka. Kondisi tersebut diperkuat dengan
pemahaman bahwa pembelajaran yang terinci akan dapat mencapai tujuan dengan
lebih efektif. Dengan demikian strategi ini diyakini dapat membantu siswa
mengembangkan kompetensi berbahasa seperti yang dituntut kurikulum.
Sebagian guru menilai tuntutan kurikuler tersebut dapat dipenuhi melalui
pengembangan kompetensi siswa dalam mengekspresikan fungsi-fungsi bahasa seperti
introducing, dan greeting yang dituangkan ke dalam tema-tema seperti shopping and
prices, clothing, dsb. Pengembangan kompetensi tersebut seharusnya mencakup
penguasaan fungsi-fungsi bahasa yang didukung unsur bahasa yang cukup dan
dimanifestasikan dalam keempat keterampilan berbahasa. Pengembangan unsur-unsur
tersebut secara sendiri-sendiri tidak menjamin berkengembanganya kompetensi
berbahasa seperti yang dituntut kurikulum, kecuali jika dilaksanakan secara terpadu
dan dibingkai dengan fungsi-fungsi bahasa sesuai dengan konteks dan kebutuhan
siswa. Keragaman persepsi ini mempengaruhi pemilihan buku teks. Kondisi ini
dipertegas dengan beragamnya kondisi sekolah, siswa, dan guru.
2. Kriteria Pemilihan Buku Teks
Pada praktiknya pemilihan beragam buku teks dilakukan guru berdasarkan
aspirasi dan kompetensi mereka dalam pengembangan kompetensi berbahasa. Aspirasi
ini terbentuk dari pengalaman mengajar, tingkat kompetensi serta pemahaman
terhadap kondisi sekolah dan siswa sangat menentukan pemilihan bahan ajar.
Beberapa kriteria pemilihannya adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
209
209
a. Isi
Salah satu kriteria utama pemilihan buku teks adalah muatan isi. Isi buku teks
merupakan butir-butir kebahasaan (Dubin and Fraida, 1992: 88) yang menjadi
substansi pembelajaran dan dasar pengembangan (potensi) aktivitas pembelajaran
bahasa. Dalam kurikulum, butir-butir bahasa ini biasanya disajikan secara singkat.
Sebagai contoh, sajian materi KTSP untuk tingkat novice yang dirancang untuk
mengembangkan kompetensi dasar 1.1 “Memahami ungkapan-ungkapan dasar pada
interaksi sosial untuk kepentingan kehidupan” mencakup butir-butir bahasa sebagai
berikut:
1) Greetings and leave takings
− Good morning.
− How are you?
2) Introducing
− May I introduce myself. I am Budi.
− Nice to meet you. ..
3) Grammar Review
− Personal Pronoun (Subject & possessive)
I – my
You – your
− Simple Present Tense : to be & Verb 1 dst. (BSNP, 2006: 1)
Dari informasi yang ada guru dapat menentukan bagian tertentu yang akan digunakan
dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya keputusan tersebut akan
menentukan pemilihan buku teks.
Dalam pemilihan buku teks, sebagian guru menggunakan cakupan isi seperti
ini sebagai tolok ukur utama. Daftar isi tiga buku teks yang dipakai di SMK seperti
yang tertera dalam tabel 4.5 menunjukkan bahwa isi ketiga buku teks tersebut
mengacu pada pengembangan kompetensi komunikatif yang dirumuskan berdasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
210
210
pada analisis kebutuhan siswa dalam konteks tertentu. Acuan kebutuhan yang
digunakan GA adalah kurikulum bahasa Inggris tahun 1999, EVS mengacu pada KTSP
tahun 2006, sedangkan Interchange mengacu pada tuntutan kompetensi komunikatif
pembelajar bahasa Inggris secara umum. Dengan demikian meskipun penyusun ketiga
buku teks tersebut menyatakan bahwa penyusunannya mengacu pada pengembangan
konsep kompetensi komunikatif, manifestasinya dalam buku teks berbeda.
Sebagian guru melihat lingkup isi buku teks sebagai unsur-unsur yang dapat
diajarkan secara terpisah. Rasionalnya adalah bahwa setelah semua komponen
diajarkan, diharapkan siswa mampu merangkum pengalaman belajarnya dalam tindak
komunikasi yang sesungguhnya. Sebagian yang lain memandang bahwa pembelajaran
perlu melibatkan siswa secara bertahap dalam pemakaian fungsi-fungsi bahasa dalam
tindak komunikatif yang menuntut dukungan lexicogrammar yang memadai. Sudut
pandang yang berbeda ini menyebabkan pemilihan buku teks yang dilakukan guru
bervariasi meskipun tolok ukur yang digunakan sama, yaitu tuntutan kurikulum.
b. Kualitas Bahasa
Selain isi, kualitas bahasa juga dijadikan tolok ukur pemilihan buku teks.
Berdasarkan kualitas bahasa, buku teks dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori;
buku teks yang disusun native speaker dan buku teks yang disusun guru bahasa
Inggris non-native speaker. Kategori pertama adalah bahan-bahan ajar yang disusun
native speaker seperti Interchange, Breakthrough atau TOEIC Preparation. Kualitas
bahasa yang digunakan dalam buku teks ini dinilai layak dipajankan dalam
pembelajaran. Idealnya bahasa yang digunakan mencerminkan bahasa otentik atau
authentic language sehingga buku teks tersebut layak dijadikan bahan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
211
211
(Richards, 2005). Kualitas tersebut tercermin dalam pemakaian susunan bahasa
dalambentuk ungkapan-ungkapan yang terterima, idiomatik dan mudah difahami.
Kategori kedua adalah buku teks terbitan lokal, seperti EVS dan GA, yang
biasanya disusun guru yang bukan penutur asli. Bahasa yang digunakan dalam buku
terbitan lokal biasanya mengandung bentuk-bentuk bahasa yang berbeda dengan
bahasa native speaker. Karenanya kualitas bahasa buku teks tersebut dinilai kurang
memadai sebagai bahan pembelajaran. Kualitas buku teks seperti ini sering
dikhawatirkan dapat menjadi input yang kurang mendukung. Dalam wawancara
Richards menyebutkan bahwa bahasa yang ideosyncratic berpotensi merusak isi atau
“distort the content” yang dapat mewarnai hasil akir pembelajaran (Richards, 2005).
Sebagai ilustrasi berikut perbedaan kualitas bahasa yang digunakan dalam
Interchange dan EVS.
Tabel 4.11 Perbedaan Bahasa dalam Interchange dan EVS
Interchange EVS
Nick. How do you like your new apartment?
Pam: I love it. It’s downtown, so it’s very convenient.
Nick: Is there much crime? Pam: No, it’s pretty safe. Hold on. That’s
my car alarm! I’ll call you back later.
Interchange I : 53
X : Is that Holil Sulaiman?
Y : Yes, It is.
X : Are you free for lunch tomorrow?
Y : Of course I am. What time? X : Can you make it at one o’clock at the hotel
president?
Y : Yes, that’s fine, I’ll see you then. EVS 2: 64
Kedua dialog di atas menunjukkan perbedaan kualitas pemakaian bahasa.
Dialog dalam Interchange mencerminkan pemakaian bahasa Inggris autentik. Jawaban
Pam “I love it” terhadap pertanyaan “How do you like…” sangat alamiah dan tidak
harus dengan “I like it very much”. Juga pemakaian kata downtown dan pretty safe
memberi nuansa makna yang tepat yang menggambarkan kondisi setting terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
212
212
percakapan. Sebaliknya pemakaian bahasa dalam EVS yang bernuansa interlanguage
dapat dilihat dalam pemakaian kata the dalam susunan dan penulisa noun phrase “the
hotel president”. Pertanyaan “Is that Holil Sulaiman?” dalam percakapan telpon terasa
tidak lazim, dan seharusnya Is this…. Demikian juga, jawaban pertanyaan tersebut
lazimnya Yes, it’s him dalam situasi resmi, bukannya yes, it is.
Kualitas bahasa yang digunakan EVS seperti ini menjadikan beberapa guru
memilih untuk tidak menggunakan buku teks yang disusun oleh rekan-rekan mereka.
Mereka mencermati kualitas bahasa yang menjadi inti bahan yang akan dipelajari
siswa. Jalan keluar yang diambil para guru adalah memilih bahan ajar impor yang
disusun penutur jati (natïve speaker) karena kualitas bahasanya dinilai lebih sesuai
dengan konteks yang ada. Fenomena ini biasanya berkembang di antara guru SMK
Negeri yang reputasi pembelajaran bahasa Inggris dinilai baik.
Agustien (2008) juga mencermati rata-rata kualitas bahasa buku teks yang
disusun penyusun dalam negeri yang mayoritas berprofesi sebagai guru bahasa Inggris
terletak pada kelemahan aspek pragmatiknya. Aspek ini membedakan kualitas bahasa
native speaker dengan pemakai bahasa pembelajar bahasa yang merasa mampu untuk
menyusun bahan ajar. Agustien menunjukkan contoh perbedaan ini dalam pemakaian
genre bahasa yang sangat terasa dalam dialog. Dialog yang biasa dikembangkan
dalam buku teks susunan orang Indonesia tidak menggunakan vernacular language
sehingga bahasanya terasa kurang tepat. Dialog yang ada dalam tabel 4.11
menunjukkan perbedaan pemakaian genre bahasa yang tepat dan yang kurang tepat.
Jack Richards menyatakan bahwa idealnya kualitas bahasa buku teks harus
baik. Richards juga mengakui kemampuan berbahasa non-native speaker tidak sama
dengan native speaker yang dapat mendeteksi semua kesalahan berbahasa yang
digunakan dalam menyusun buku teks. Jalan keluar yang disarankan Richards bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
213
213
untuk memproduksi buku teks yang baik, semua pihak—penerbit, pengarang dan
penyelia—bertanggungjawab terhadap kualitas bahasa yang diproduksinya. Salah satu
bentuk tangung jawab ini adalah melibatkan native speaker sebagai penasihat bahasa
atau linguistic advisor untuk memperbaiki kualitas bahasanya (Richards, 2005).
Selain itu, kondisi pembelajaran bahasa Inggris di SMK mencerminkan suatu
kondisi kebutuhan bahasa yang spesifik. Berdasarkan tuntutan kurikulum, kondisi
guru, siswa dan sekolah, pembelajaran bahasa Inggris di SMK berbeda dengan
konteks yang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diterima jika pemilihan buku
teks juga mempertimbangkan saran Richards “.. that for many learners native-speaker
usage is not necessarily the target for learning and is not necessarily relevant as the
source for learning items” (Richards, 2005:17), bahwa target kompetensi yang perlu
dicapai siswa bukanlah kompetensi berbahasa sebagaimana native speaker. Dengan
demikian buku teks yang dipakai rujukan pembelajar pun tidak perlu harus susunan
native speaker.
Keempat kriteria yang diterapkan guru dalam pemilihan buku teks sesuai
dengan kriteria yang dirumuskan Cunningsworth (1995: 15-17) dan yang disarankan
Richards (2006:258). Kesesuaian tersebut dapat diperiksa dalam tabel 4.12 berikut.
Kriteria pertama pemilihan buku teks oleh guru adalah kesesuaian dengan
tuntutan KTSP yang dirumuskan dalam bentuk SKL. Pemenuhan SKL mencerminkan
pemenuhan kebutuhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah.
Dengan demikian kriteria ini sama dengan kriteria pertama Cunningsworth.
Kompetensi berbahasa yang dirumuskan dalam SKL merupakan hasil analisis
kebutuhan kebahasaan yang dihadapi siswa di tempat kerja nanti setelah mereka lulus
SMK. Dengan demikian kriteria kedua Cunningsworth tercakup dalam ranah kriteria
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
214
214
Tabel 4.12 Kriteria Pemilihan Buku Teks oleh Cunningsworth dan Guru
Cunningsworth (1995) dan Richards, (2006) Pendapat Guru
Correspondence to learner needs
(Sesuai dengan keperluan atau tuntutan siswa)
Reflecting the uses that the learners will make of the language.
(Mencerminkan kebutuhan pemakaian bahasa setelah tamat sekolah)
Kesesuaian dengan tuntutan KTSP
Taking account of students’ needs as learners and facilitating their learning process.
(Mempertimbangkan dan memenuhi kebutuhan siswa dalam proses belajar bahasa)
Having a clear role as a support for learning.
(Memiliki peran jelas sebagai dukungan dalam pembelajaran)
Model sajian
Quality of language Kualitas bahasa
Mencukupi untuk menyiapkan siswa menghadapi ujian akhir.
Kriteria kedua pemilihan buku teks yang digunakan guru adalah kualitas
bahasa. Meskipun Cunningsworth tidak mencantumkan kualitas bahasa sebagai
kriteria, Richards menyinggungnya sebagai suatu fitur bahan ajar yang layak dipakai
sebagai sumber input pembelajaran (Richards, 2005). Sebagaimana yang terjadi dalam
skala internasional, guru bahasa Inggris di SMK juga mempunyai penilaian berbeda
terhadap kualitas bahasa buku teks. Jika kondisinya menungkinkan guru memilih
kualitas bahasa buku teks yang authentic, jika tidak mungkin mereka akan
menggunakan bahan apapun yang tersedia.
Kriteria ketiga yang digunakan sebagian guru dalam memilih buku teks adalah
model sajian isinya. Hakikat kriteria ini adalah bahwa buku teks hendaknya mudah
diterapkan di kelas oleh guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
215
215
Penerapan ini didasarkan pada model sajian lingkup materi yang ada pada tiap unit
serta penjenjangannya untuk semua unit. Kriteria ini berkaitan dengan pemakaian
buku teks dalam pengembangan kegiatan pembelajaran di kelas. Jika dalam
wawancara guru hanya mengungkapkan bahwa “buku teks hendaknya mudah
diterapkan”, pernyataan ini mungkin berarti bahwa buku tersebut mudah digunakan
untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran siswa. Kriteria ini selaras dengan
kriteria ketiga Cunningsworth tentang keperluan kegiatan pembelajaran siswa, guru
dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran tersebut.
Kriteria keempat yang digunakan Cunningsworth adalah peran buku teks yang
jelas dalam proses pembelajaran. Artinya ada beberapa bagian buku teks yang
seharusnya disediakan agar siswa belajar mandiri. Kriteria ini tidak terungkap dalam
wawancara maupun angket. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kriteria tersebut
tidak penting. Kenyataan menunjukkan masih sedikit guru SMK yang memberikan
tugas-tugas mandiri dan rutin kepada siswa untuk belajar berkaitan dengan topik yang
dipelajari di kelas secara terstruktur. Memang ada beberapa guru yang memberikan
pekerjan rumah atau tugas baik itu kelompok maupun mandiri, namun tugas tersebut
sebatas sebagai variasi atau kelengkapan dari suatu rangkaian pembelajaran yang tidak
dapat dilaksanakan di kelas, biasanya, karena kendala alokasi waktu. Pemberian tugas
mandiri yang terencana atau terstruktur tampak kurang dikembangkan dengan
terencana.
Kriteria terakir pemilihan buku teks oleh sebagian guru, yang tidak disebutkan
Cunningworth, adalah kecukupannya dalam menyiapkan siswa mengikuti ujian akhir.
Kriteria ini merupakan bentuk kekhawatiran guru maupun kepala sekolah tentang
prestasi siswanya dalam ujian akhir, baik itu berupa UN maupun TOEIC test.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
216
216
Meskipun dari lingkup materi, kriteria ini masuk dalam ranah kriteria pertama,
kesesuaian dengan kurikulum, pengungkapan kriteria ini dipertegas dengan keperluan
penyiapan ujian. Konsekwensi kondisi tersebut adalah guru cenderung memilih buku
teks yang mengandung kegiatan pembelajaran yang mirip dengan permasalahan yang
dihadapi siswa dalam tes-tes di atas. Fenomena ini memang diakui Richards sebagai
suatu keniscayaan di lingkungan pendidikan formal sebagai berikut “high school
English courses focus mainly on grammar and reading and on preparing students for
a university entrance test” (Richards, et al, 2006). Tes masuk perguruan tinggi yang
disebutkan Richards sebagai salah satu tujuan penyusunan buku teks dapat disamakan
dengan ‘ujian akhir’ atau tes TOEIC untuk siswa SMK.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rumusan kriteria pemilihan buku
teks yang disarankan Cunningsworth dan dilengkapi Richards dengan kriteria yang
dirumuskan guru berbeda hanya pada tataran perumusan. Cunningsworth
memandangnya dari kepentingan pembelajaran yang dilakukan siswa, sedangkan guru
melihatnya dari perspektif mereka sendiri sebagai sosok yang mengembangkan
kegiatan pembelajaran. Mengingat semua kriteria relevan dengan pemilihan buku,
pemamakain semua menjadi satu kesatuan akan saling melengkapi. Rangkuman
kriteria pemilihan buku dari gabungan kriteria Cunningsworth, Richards dan para guru
dan penerapannya pada ketiga buku teks dapat disajikan dalam tabel 4.13 berikut. .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
217
217
Tabel 4.13
Perbandingan Interchange, GA dan EVS berdasarkan Kriteria Pemilihan Buku Teks
Buku Teks No Kriteria
Interchange GA EVS
1 Kesesuaian de-
ngan Kurikulum (KTSP)
-Memuat semua kompetensi bahasa yang termuat dalam KTSP meskipun dengan perumusan berbeda
- Beberapa kompetensi dalam KTSP yang tidak tercakup
- Mengikuti dan mengembangkan daftar SK dan KD dalam KTSP
2 Kualitas Bahasa - Autentik dan idiomatic
- Diwarnai dengan pemakaian bentuk- bentuk interlanguage
-Diwarnai dng pe-makaian bentuk- interlanguage
3 Alur Penyajian
Runtut dan mencerminkan alur pembelajaran komunikatif dan integratif
- Kurang runtut, kurang mencerminkan alur pembelajaran komunikatif dan integratif
- Kurang runtut dan kurang mencermin-kan alur pembela-jaran komunikatif dan integratif
4 Kecukupan
persiapan ujian akhir
Tidak dirancang untuk persiapan ujian namun materinya relevan.
Tidak dirancang untuk persiapan ujian namun ada relevansinya.
Dirancang juga untuk menyiapkan ujian akhir
3. Sistematika Penyajian Muatan Buku Teks
Salah satu fungsi buku teks adalah sebagai panduan pengembangan kegiatan
pembelajaran. Hakikat dan cakupan substansi yang terkandung serta model
penyajiannya mencerminkan rencana atau silabus pembelajaran (Richards, 2000: 215).
Silabus ini menginformasikan rangkaian pengalaman belajar dengan model dan dalam
kurun waktu tertentu untuk mengembangkan kompetensi tertentu.
Penentuan ketegori isi butir kebahasaan yang menjadi substansi pembelajaran
mencerminkan teori hakikat bahasa, sedangkan model sajiannya yang menyiratkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
218
218
skenario pembelajaran dipengaruhi oleh teori pembelajaran yang digunakan penulis
sebagai landasan penyusunannya. Perpaduan kedua unsur merupakan cerminan
hakikat approach (Anthony, 1967; Richards dan Rogers, 2002: 20) yang berfungsi
sebagai media pendukung percapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian berbagai
model muatan buku teks serta penyajiannya mengisyaratkan beragam model dan
skenario pembelajaran yang ditawarkan oleh (penyusun) buku teks tersebut.
Tabel 4.7 menunjukkan gambaran muatan EVS yang mencakup sejumlah
kompetensi berbahasa yang diambil dari KTSP. Urutan penyajian muatan tersebut
didasarkan pada frekuensi pemakaian serta kompleksitas KD dan SK yang
diungkapkan dalam bentuk peta kedudukan modul (Krisnani, 2007: iv). Pemetaan
tersebut diharapkan memberi gambaran urutan pembelajaran atau penyajian tiap SK,
hubungan antara satu SK dengan yang lain serta hubungan keseluruhan SK dalam
muatan buku teks tersebut. Sebagai contoh SK dan KD yang paling sering digunakan
dan yang menuntut konsep yang sederhana, serta yang melibatkan susunan atau
lexicogrammar sederhana seperti daily activities dan telephoning ditempatkan pada
awal proses pembelajaran. Sebaliknya kompetensi yang lebih rumit dan melibatkan
susunan dan leksikogramatika yang lebih rumit sepeti giving suggestion atau giving
and responding to compliments diletakkan di bagian akhir. ‘tabel peta modul’
Rincian model penyajian tersebut juga dapat diperiksa pada tabel 4.12 yang
menyajikan perbandingan penyajian isi EVS dan Interchange. Dalam tabel tersebut
dapat diamati bahwa Interchange menyajikan semua unsur pembelajaran secara rinci
meskipun singkat, sedangkan EVS hanya mencantumkan cakupan KD pada halaman
isi. Meskipun di halaman isi EVS hanya nomor KD dan sub-kompetensi sasaran,
tampilan pada halaman awal tiap unit menyajikan indikator pencapaian pembelajaran
yang mencerminkan kemampuan berbahasa seperti yang dimaksudkan dalam fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
219
219
bahasa yang menjadi tema unit tersebut. Meskipun tampilan ini berbeda dengan
tampilan Interchange, EVS memasukkan hampir semua unsur kebahasaan dalam
cakupan tiap unit bahan pembelajaran seperti yang yang digunakan dalam
Interchange. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua buku teks tersebut
mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai rancangan untuk mengembangkan
kompetensi komunikatif dalam bahasa Inggris. Perbedaannya terletak pada kualitas
perancangan dan kegiatan pembelajaran yang dicakup dalam setiap unit.
Tabel 4.14 Perbedaan Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam Interchange dan EVS
Interchange EVS
KD 2.5. Mengungkapkan berbagai macam maksud hati.
Materi Pembelajaran: Ungkapan-ungkapan untuk melakukan tawar-menawar
Modul B.8 Shopping and Bargaining
Unit 3 How much is it? Shopping and prices, clothing and personal items; color and materials Speaking Talking about prices; giving opinions, discussing preferences; making comparisons, buying and selling things Grammar Demonstratives, this, that, these.. questions; how much and which; comparatives with adjectives Pronunciation/Listening Sentence Stress Writing/Reading Writing comparison of prices in different countries Interchange Activities ‘Flea Market’ Buying and Selling Things
Performance criteria : After practicing this unit you should be able to: 1. use expressions used in shopping. 2. use expressions used in bargaining.
EVS 2A: 99
Kedua buku teks menyajikan kegiatan yang berfokus pada penguasaan
kebahasaan. Interchange menyajikan sub-bagian ini dengan menekankan aspek
pragmatik atau pemakaian kaidah tersebut dalam tindak komunikasi. Dalam bagian
speaking disebutkan kegiatan pembelajaran seperti talking about prices, giving
opinions sehingga hasil akhir pembelajaran adalah kompetensi menggunakan bentuk-
bentuk tersebut dalam kegiatan berbahasa yang sesungguhnya. Hakikat tujuan akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
220
220
pembelajaran yang dirancang EVS sama dengan yang dimaksudkan Interchange
dilihat dari rumusan tujuan yang dicantumkan dalam performance kriteria. Kegiatan
pembelajaran dalam keempat keterampilan berbahasa secara singkat dicantumkan
dalam daftar isi Interchange, tetapi EVS tidak mencantumkan deskripsi serupa.
4. Pemakaian Buku Teks di SMK
Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris, buku teks memegang peran
penting dalam pengembangan kegiatan pembelajaran yang efektif. Peran tersebut
dinilai menjadi sangat menentukan dalam konteks pendidikan formal seperti SMK.
Dalam pembelajaran bahasa asing, J. C. Richards menjelaskan pentingnya peran buku
teks sebagai “They (textbooks) serve as the basis for much of the language input
learners receive and language practice that occurs in classroom” (2005: 1), yaitu
pertama sebagai sumber materi atau substansi pembelajaran dan yang kedua adalah
sebagai dasar latihan praktik berbahasa di kelas yang merupakan inti proses
pembelajaran di kelas. Tomlinson (2008: 3-4) juga menjelaskan bahwa peran utama
buku teks adalah untuk menyediakan pajanan bahasa yang menjadi acuan kegiatan
pembelajaran.
Hasil penelitian eksplorasi menunjukkan adanya dua pola pemakaian buku
teks. Pertama pemakaian secara keseluruhan dan kedua pemakaian secara eclectic.
Dalam pola pertama, sebagian guru menggunakan cakupan unit buku teks yang dipilih
secara keseluruhan sebagai dasar pengembangan kegiatan pembelajaran. Dalam model
ini guru tidak hanya menggunakan semua cakupan materi yang tertuang dalam unit-
unit buku teks tersebut tetapi juga kegiatan dan skenario pembelajaran yang
ditawarkan. Praktik ini mengarah pada terbentuknya pembelajaran bahasa yang
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi berbahasa yang terpadu. Praktik ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
221
221
terjadi di beberapa SMK yang telah berhasil membangun iklim pembelajaran bahasa
Inggris yang baik, seperti di beberapa SMK negeri.
Sebagian yang lain menggunakan buku teks dengan memilih bagian-bagian
yang dibutuhkan atau yang dinilai relevan dengan pencapaian tuntutan kurikuler.
Dengan cara ini biasanya guru menggunakan beberapa bagian buku teks. Karena
sumber kegiatan pembelajaran unsur-unsur bahasa tersebut berbeda, pembelajaran
cenderung berfokus pada aspek-aspek kebahasaan tertentu sehingga kurang atau tidak
terpadu. Pemakaian seperti ini juga disebut eclectic.
Rambu-rambu penerapan KTSP tidak melarang guru mengajarkan grammar,
listening atau komponen bahasa tertentu secara terpisah selama pembelajaran tersebut
relevan dengan tuntutan KTSP. Namun demikian, praktik tersebut cenderung
menghasilkan pembelajaran yang tidak menjamin berkembangnya kompetensi bahasa
seperti yang dituntut KTSP. Kecenderungan seperti ini berkembang di sejumlah SMK
swasta yang iklim pembelajaran bahasa Inggrisnya belum mapan.
Berkembangnya kedua kecenderungan tesebut berpola yang disebabkan oleh
interaksi berbagai faktor yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di tiap sekolah.
Kondisi tersebut mencerminkan dinamika unsur-unsur yang berkembang di sekolah
tersebut. Karenanya tiap model pemakaian buku teks mempunyai potensi kelebihan
dan kelemahan.
Pemakaian buku teks secara menyeluruh biasanya lebih rumit dari pada model
eclectic. Selain karena guru harus menyiapkan banyak hal dalam satu tatap muka,
mereka pun harus memberikan perhatian dan upaya yang lebih seksama dalam
pelaksanaanya di kelas. Pemakaian bahan seperti ini cenderung menuntut kompetensi
guru yang memadai dalam setiap aspek pembelajaran, seperti pemakaian bahasa lisan
dalam mengembangkan interaksi pembelajaran dengan siswa, keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
222
222
menerapkan teknologi informasi yang mendukung, serta kemampuan untuk
mendorong siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Jika guru mampu
memenuhi tuntutan tersebut, kualitas pembelajaran di kelas dapat berkembang ke arah
pengembangan kompetensi berbahasa yang integratif.
Sebaliknya, pemakaian bahan ajar eclectic cenderung lebih sederhana.
Meskipun buku teks yang digunakan beragam, biasanya guru hanya bertumpu pada
pengembangan suatu atau beberapa aspek kebahasaan tertentu. Kesederhanaan model
ini dapat dilihat dari relatif sedikitnya persiapan yang harus dilaksanakan, tuntutan
kemampuan guru, serta jenis kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Namun
demikian siswa akan dihadapkan pada permasalahan yang rumit dalam
mengintegrasikan apa yang dipelajari dalam suatu proses pemakaian bahasa yang
integratif.
E. Rekomendasi Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif
Berdasarkan temuan yang dipaparkan pada subbab IV A, B, C serta
pembahasannya pada IV D rekomendasi penyusunan buku teks bahasa Inggris yang
diperlukan di SMK adalah sebagai berikut. Rekomendasi ini disajikan dengan
menggunakan paradigma Cunningsworth (1995) dalam penilaian buku teks.
1. Tujuan dan Pendekatan
Buku teks bahasa Inggris yang dibutuhkan di SMK adalah yang berisi materi
pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kompetensi yang menjadi
tuntutan kurikuler dan dunia kerja. Untuk itu buku teks perlu mencakup hal-hal
berikut.
a. Seperangkat KD dan SK yang dirumuskan dalam KTSP bahasa Inggris SMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
223
223
b. Unsur lexicogrammar yang diperlukan untuk mengungkapkan kompetensi tersebut
mencakup tiga komponen utama berikut.
1) Kosa kata yang berhubungan dengan tema dan topik yang digunakan.
2) Kaidah susunan bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan kompetensi
tersebut.
3) Ungkapan-ungkapan dan language chunks yang biasanya digunakan dalam
konteks kebahasaan yang digunakan.
c. Seperangkat lingkup materi dan jenis kegiatan yang digunakan dalam TOEIC test.
2. Sistematika Penyajian Muatan
a. Lingkup isi kompetensi berbahasa perlu dijabarkan dengan lebih rinci untuk
memudahkan guru mengembangkan pembelajaran yang mengacu pada
pengembangan kompetensi tersebut.
b. Penyajian dan pengurutan target kompetensi perlu dituangkan sesuai dengan prinsip
pembelajaran, yaitu mulai dari yang sederhana menuju yang lebih sulit, dari yang
paling sering dipakai ke yang lebih jarang dipakai.
c. Penyajian muatan ini perlu dituangkan dengan rinci namun singkat untuk
mengomunikasikan rencana pembelajaran yang dapat dikembangkan dari unit-unit
dalam buku teks tersebut kepada guru.
3. Kegiatan Pembelajaran
a. Mencakup kegiatan pembelajaran yang bervariasi dalam keempat keterampilan
berbahasa yang terpadu, proporsional dan didukung oleh pengembangan unsur
lexicogrammar yang memadai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
224
224
b. Kegiatan pengembangan keterampilan berbahasa diarahkan untuk pengembangan
kompetensi berbahasa sebagai bentuk pengembangan diri siswa untuk menghadapi
tugas-tugas dalam proses diklat seperti, tes baik yang berupa sisipan, akhir
semester, tes standar seperti ujian akhir dan TOEIC test serta tugas dalam
menempuh praktik lapangan.
c. Jumlah dan variasi kegiatan belajar yang disediakan cukup, baik sebagai sarana
pembelajaran di kelas maupun untuk belajar mandiri.
4. Bahasa
Kualitas bahasa perlu diusahakan sebaik mungkin dengan menghindari
terjadinya kesalahan dan kekurangtepatan pemakaian. Konsultan linguistik yang
mumpuni sebagai penyelia sangat diperlukan agar bahasanya mendekati kualitas
bahasa yang authentic.
5. Tampilan
Tampilan diupayakan yang menarik dan tidak senada. Untuk ini perlu beberapa
ilustrasi atau gambar diperlukan sebagai media untuk menyampaikan konsep, untuk
menarik perhatian siswa serta menghubungkan situasi pembelajaran dengan kondisi
kehidupan dan lingkungan siswa.
Rekomendasi ini berfungsi sebagai rambu-rambu penyusunan buku teks yang
memenuhi kebutuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
225
BAB V
PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF
UNTUK SMK
Bab V ini menyajikan temuan tahap pengembangan, tahap kedua dalam R &
D, yang ihwal metodologi dan pelaksanaannya telah disajikan dalam Bab III halaman
101-113. Masalah utama dalam penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku
teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang dapat diterapkan secara efektif untuk
mengembangkan kompetensi sasaran. Temuan yang disajikan dalam bab ini
mencakup penyusunan draf buku teks, uji coba, dan deskripsi buku teks yang
disempurnakan melalui uji coba.
A. Penyusunan Draf Buku Teks
Penyusunan draf buku teks ini dilakukan berdasarkan program pengajaran
semester gasal yang dijadikan silabus pembelajaran untuk semester 3. Silabus ini
terdiri dari sepuluh tema yang merupakan penjabaran dari SK bahasa Inggris SMK
untuk semester 3 dan serangkaian KD yang terkait untuk level novice. Kesepuluh
tema ini dikembangkan dari LKS yang biasa dipakai untuk kelas 2 UJP SMKN 4
Yogyakarta. Namun demikian, cakupan tema dalam buku teks berbeda dengan
cakupan LKS karena berbedanya model penyusunan serta fitur buku teks yang
diterapkan.
Untuk kepentingan uji coba, tiga unit rancangan buku teks ini dikembangkan
menjadi bahan ajar (Periksa tabel 3.5) dan masing-masing unit dirancang untuk bahan
pengajaran selama 2 X 45 menit. Pengembangannya dilakukan dengan menerapkan
rambu-rambu penyusunan buku teks hasil tahap eksplorasi (lihat pembahasan Bab
IV.E). Hasil penyusunan pada tahap ini dapat dilihat dalam lampiran 2, dan fitur yang
dikembangkan dalam ketiga unit tersebut disajikan dalam tabel 5.1 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
226
226
Tabel 5.1 Fitur Draf Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
Kategori Fitur
1. Tujuan 1. Memenuhi tuntutan KTSP. 2 Memenuhi tuntutan dunia kerja.
2. Lingkup Materi
1. SK dan KD dalam KTSP bahasa Inggris SMK untuk tingkat novice.
2. Tema dan topik yang sesuai dengan minat dan kondisi siswa berdasarkan SK dan KD yang ditentukan.
3. Kegiatan dan materi dalam TOEIC test, kecuali bagian short talk.
4. Genre/text type yang sesuai dengan KD dan tema 5. Mencakup unsur lexicogrammar pendukung berupa:
a. vocabulary yang sesuai dengan tema dan topik b.grammatical items yang diperlukan untuk
mengungkapkan kompetensi tsb. c. expressions/language chunks yang biasa digunakan
dalam konteks kebahasaan yang dipakai
3. Sistimatika Penyajian
1. Penyajian dan pengurutan target kompetensi berdasar atas prinsip pembelajaran; dari kompetensi yang lebih mudah ke yang lebih sulit, yang sering dipakai ke yang jarang dipakai.
2. Jabaran lingkup kompetensi berbahasa dirumuskan dengan singkat dan jelas.
3. Pengembangan oracy sebelum literacy.
4.Keterampilan Bahasa 1. Mencakup kegiatan pembelajaran dalam keempat
keterampilan berbahasa yang terpadu, bervariasi dan proporsional.
5.Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan pengembangan keempat keterampilan berbahasa yang mendukung pemenuhan kebutuhan bahasa Inggris siswa baik reseptif maupun produktif secara proporsional.
2. Jumlah dan variasi kegiatan pembelajaran yang mencukupi untuk mengembangkan kompetensi sasaran
6. Bahasa 1. Menggunakan bahasa yang autentik dan menghindari
pemakaian bentukan yang ideosyncratic.
7. Tampilan 1. Pemakaian media pembelajaran yang sesuai dan
mendukung proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
227
227
Penjelasan hasil penyusunan ketiga unit buku teks tersebut adalah sebagai
berikut. Setiap unit yang dirancang untuk bahan pembelajaran selama dua jam
pelajaran terdiri dari 10 sampai 12 kegiatan pembelajaran yang dinamakan task.
Variasi task yang dikembangkan mencakup task untuk keempat keterampilan
berbahasa secara terpadu dan proporsional. Penyajian task ini dimulai dari task yang
dirancang untuk pengembangan keterampilan berbahasa lisan (oracy) dan dilanjutkan
dengan pengembangan keterampilan berbahasa tulis (literacy). Task tentang language
focus yang dirancang untuk pembelajaran bentuk-bentuk tertentu disajikan setelah
pengembangan oracy. Latihan mengerjakan tes TOEIC disajikan setelah sajian
language focus.
B. Uji Coba
Kegiatan kedua dalam tahap pengembangan adalah uji coba buku teks di
kelas. Ihwal pelaksanaan uji coba telah disajikan pada Bab III halaman 101-113.
Deskripsi pelaksanaan uji coba di kelas adalah sebagai berikut.
Uji coba dilaksanakan sesuai jadwal mata diklat bahasa Inggris untuk kelas XI
UJP 2 pada semester gasal tahun pelajaran 2007-2008. Jadwal diklat bahasa Inggris
untuk kelas XI UJP 2 adalah hari Selasa jam ke 5 dan 6 untuk YY, dan pada hari
Jum’at jam ke 3 dan 4 atau jam 8.40 sampai 10.10 WIB untuk BH. Pembelajaran hari
Jum’at biasanya dilaksanaan di ruang 209, kelas XI UJP yang terletak di lantai 2.
Karena sistem pemakaian sarana dan prasarana di SMKN 4 Yogyakarta menerapkan
sistem resource sharing yang cukup tinggi, pemakaian ruang kelas yang terjadwal
dapat berubah jika ada kelas lain yang lebih membutuhkan ruang tersebut atau ada
kegiatan lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
228
228
Pelaksanaan uji coba dengan materi dari prototipe buku teks bahasa Inggris
integratif dilaksanakan berdasarkan skenario pembelajaran yang disusun peneliti yang
telah didiskusikan dengan guru penyaji. Pada waktu penyajian, guru memegang satu
set bahan lengkap dengan skenario pembelajaran dan bahan rekaman utuk listening.
Pada penyajian ketiga, bahan ajar tersebut juga disertai alat peraga berupa seperangkat
gambar berwarna ukuran kertas kwarto yang digunakan untuk mengembangkan
kegiatan warming-up dan pengembangan oracy.
Setiap siswa diberi potongan bagian dari bahan ajar yang berisi tasks yang
disajikan agar mereka dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Bahan ini
mencakup semua task yang harus dikerjakan siswa termasuk teks reading dan
transkrip dialog yang menjadi bahan pembelajaran. Untuk mendukung terciptanya
pembelajaran seperti yang direncanakan, bagian-bagian bahan tersebut dibagikan
bertahap sesaat sebelum pelaksanaan task tersebut. Dengan demikian alur KP dapat
berkembang seperti yang direncanakan. Adapun hasil uji coba yang diperoleh adalah
sebagai berikut.
1. Efektifitas Kegiatan Pre-activities
Rancangan kegiatan pembelajaran mulai dengan kegiatan warming-up untuk
mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa pada tema pokok yang akan disajikan
serta untuk melakukan pemajanan awal topik yang akan disajikan. Hammond (dalam
Agustin, 2005) menyebut kegiatan tersebut sebagai building knowledge of the field
(BKOF). Langkah ini dirancang sebagai dasar pengembangan kegiatan pembelajaran
dan upaya melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam uji coba unit
pertama dan kedua kegiatan BKOF ini belum berfungsi secara maksimal. Salah satu
penyebabnya adalah karena arah dan isi kegiatan ini diserahkan kepada kreativitas
dan spontanitas guru yang kurang sesuai dengan inti topik yang akan disajikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
229
229
Perbaikan yang dilaksanakan adalah dengan merumuskan sejumlah pertanyaan
yang disajikan serta langkah-langkah penyajiannya. Langkah ini didukung oleh
pemakaian media pembelajaran berupa gambar yang sesuai dengan tema unit tersebut.
Dengan media ini interaksi guru-siswa dalam BKOF berjalan dengan lebih terstruktur
sehingga dapat berfungsi sebagai lead-in tahap penyajian materi utama.
2. Keterpaduan Kegiatan Pembelajaran
Secara keseluruhan, semua kegiatan pembelajaran dapat terlaksana sesuai
dengan rancangan. Pencermatan lebih lanjut menunjukkan bahwa ada beberapa task
yang hasilnya belum berfungsi sebagai tahapan untuk mengembangkan task
berikutnya. Dengan demikian teridentifikasi adanya kekurangpaduan antar task.
Perbaikan yang dilaksanakan adalah dengan memodifikasi dan mencermati
ulang setiap task serta dilakukan penataan ulang urutan sajiannya sehingga kegiatan
pembelajaran dapat mengalir dengan baik sehingga kesenjangan antar task dapat
dijembatani. Skenario ini juga didiskusikan dengan guru penyaji untuk mencapai
kesamaan pandangan terhadap hakikat suatu task dan hubungannya dengan task lain
dan bagaimana membangun keterpaduan antar kegiatan pembelajaran dalam satu unit
pelajaran.
3. Kurangnya Kegiatan Pembelajaran
Berdasarkan pencermatan penyajian unit pertama dan kedua, progresi kegiatan
pembelajaran dinilai berlangsung terlalu cepat. BTW, narasumber dari SMK 1 Depok,
menilai ketika siswa masih menikmati keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan
pembelajaran, mereka dipaksa harus berganti kegiatan yang lain. Terlalu cepatnya
pergantian kegiatan pembelajaran ini menyebabkan kurang berkembangnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
230
230
kompetensi sasaran untuk kegiatan tersebut. Saran yang diberikan adalah menambah
materi pembelajaran dan menambah alokasi waktu pembelajaran untuk memberi
kesempatan siswa menuntaskan pengembangan kompetensi sasaran. Saran ini
ditindaklanjuti dengan menambah materi dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu,
alokasi waktunya juga ditambah. Pada awalnya, satu unit pelajaran dirancang untuk
bahan pembelajaran selama 2 X 45 menit atau dua jam pelajaran. Dengan
penambahan materi, alokasi waktu utuk satu unit menjadi 2 X 2 X 45 menit atau
empat jam pelajaran. Dengan perbaikan ini, penyajian unit ketiga dilakukan selama
dua kali pertemuan atau dua minggu.
4. Kurangnya Kegiatan Pembelajaran Bentuk Bahasa
Telaah penyajian unit pertama dan kedua menunjukkan bahwa kegiatan
pengembangan kompetensi berbahasa lisan dan tertulis kurang diimbangi dengan
kegiatan pengembangan penguasaan lexicogrammar. Perbaikan yang ditempuh adalah
menambah kegiatan pembelajaran yang berfokus pada pengembangan unsur
lexicogrammar dalam bentuk language focus beserta latihan mengerjakan soal atau
test-taking skills. Selain itu dikembangkan juga task bagi siswa untuk bahan belajar
mandiri.
5. Kurang Tersedianya Media Pembelajaran dan Pemanfaatannya
Telaah penyajian unit pertama dan kedua dalam uji coba menunjukkan bahwa
media pembelajaran yang mendukung masih sangat sedikit. Selain itu media yang ada
ini belum dimanfatkan dengan maksimal. Perbaikan kelemahan ini adalah dengan
menambah gambar atau ilustrasi serta memaksimalkan pemakaiannya dengan
merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
231
231
Sebagai contoh, pada awal penyajian unit 3 disiapkan serangkaian gambar
berdasarkan topik tourism untuk mengembangkan keterampilan bahasa lisan (oracy).
Dalam penyajiannya, rangkaian media gambar tersebut digunakan untuk
mengembangkan permainan tebak gambar (guessing game). Permainan ini terbukti
sangat efektif untuk meningkatkan oracy mereka serta meningkatkan tingkat dan
kualitas keterlibatan mereka dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini
juga sangat efektif untuk mengembangkan keterampilan mengerjakan tes TOEIC
khususnya dalam mengerjakan bagian picture description, dan question and answer.
Dengan demikian media gambar yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
dalam proses pembelajaran.
Upaya-upaya perbaikan yang dilaksanakan juga dimaknai sangat positif oleh
guru penyaji serta siswa. Dalam wawancara setelah presentasi, guru penyaji
menggambarkan bahwa rancangan materi sangat efektif untuk melibatkan siswa ke
dalam kegiatan pembelajaran. Tingginya partisipasi ini mempengaruhi efektifitas
kegiatan pengembangan kompetensi bahasa siswa. Hasil tersebut juga dikuatkan oleh
hasil focus group disucssion dengan lima siswi. Mereka mengatakan senang dengan
model pengalaman belajar yang telah mereka alami karena kegiatan pembelajaran
tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka.
Hasil tersebut juga tercermin dalam prestasi pembelajaran dengan
menggunakan ketiga unit buku teks tersebut yang selalu meningkat. Indikator
perbaikan yang lain adalah meningkatnya kompetensi siswa dalam melakukan unjuk
kerja berdialog di depan kelas. Dalam kegiatan ini siswa mampu membuat teks
dengan memodifikasi beberapa informasi dari dialog yang mereka dengan sesuai
dengan kondisi dan konteks yang dialami atau ditemui siswa. Meskipun ada beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
232
232
siswa yang terkadang masih melihat catatan dalam berunjuk kerja, tak seorang pun
yang melakukannya dengan membaca teks.
Lancarnya pengembangan oracy membuka jalan pengembangan kompetensi
literacy menjadi lebih efektif. Sesuai dengan prinsip yang diterapkan, kegiatan
pengembangan kemampuan oracy dirancang sebagai dasar pengembangan
kemampuan literacy. Berdasarkan tema yang dikembangkan dalam oracy, beberapa
task yang dikembangkan dalam literacy tidak membuat beban belajar sulit karena
mereka telah mengenali bagian dari tema tersebut. Hal tersebut juga dikuatkan dengan
perancangan kegiatan pre-reading dalam task 1 dari Unit ke tiga, suggestion, yang
berfungsi untuk menuntun siswa mengenali bentuk dan pemakaian susunan atau
ungkapan suggestion. Pengenalan yang lebih dalam dan luas dilakukan melalui
penelahan teks dalam kegiatan pengembangan reading sampai dengan kegiatan
membuat laporan (report) yang berisi saran dalam task 6 .
Kemajuan juga dapat dilihat dari kemampuan mengerjakan soal objektif
berbasis TOEIC test dan UN. Sebagai kelengkapan pengembangan kompetensi
berbahasa, beberapa task dirancang untuk mengembangkan test-taking skills. Format
serta lingkup materi untuk kegiatan ini dikembangkan dari lingkup TOEIC test yang
bersinggungan dengan lingkup KD yang dikembangkan sebagai tema pokok. Test-
taking skill dikembangkan dalam kaitan dengan pengembangan keterampilan
berbahasa. Pada langkah warming up penyajian unit ke 3, contohnya, guru
menggunakan beberapa gambar untuk menggali pemahaman siswa tentang tema
tourism yang akan disajikan melalui serangkaian tanya-jawab dalam bahasa Inggris.
Kegiatan yang dirangang untuk mengembangkan listening dan speaking ini juga
membantu siswa mengenali dan berlatih lebih lanjut soal UN dan TOEIC test
khususnya soal picture description dan short conversation. Latihan mengidentifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
233
233
pemakaian unsur lexicogrammar yang salah (error recognition) yang menjadi salah
satu bagian dalam TOEIC test maupun UN juga dirancang berdasarkan cakupan tema
dan atau kompetensi sasaran. Model yang sama juga diterapkan dalam pengembangan
reading. Dengan latihan yang terpadu ini, siswa lebih siap menghadapi tes UN
maupun TOEIC test pada akhir kelas XII.
Diagram 5.1 menunjukkan kemajuan siswa dalam melakukan latihan selama
uji coba dengan tiga unit prototipe buku teks yang dikembangkan pada tahap ini.
Materi latihan terdiri dari listening, error recognition dan reading yang masing-
masing terdiri dari 10 butir tes.
Keterangan: Unit 1 = Leaving and Taking Phone Messages Unit 2 = Invitation
Unit 3 = Suggestion
Diagram 5.1 Perkembangan Prestasi Siswa dalam Proses Pembelajaran
Secara keseluruhan, hasil dan masukan dari uji coba ini menjadi masukan
untuk menyempurnakan prototipe buku teks bahasa Inggris sehingga dapat dengan
efektif mengembangkan keempat keterampilan berbahasa dengan terpadu serta dapat
menjadi wahana untuk mempersiapkan siswa menempuh UN maupun tes TOEIC test.
Perkembangan Belajar Siswa
0 2 4 6 8 10
1
2
3
Unit
Prestasi Belajar
readingerror rlistening
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
234
234
C. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
Berdasarkan hasil refleksi yang dihasilkan dari uji coba ketiga unit prototipe
buku teks di kelas, penyempurnaan draf buku teks bahasa Inggris untuk SMK adalah
sebagai berikut.
1. Penelaahan ulang penyusunan silabus yang mencakup serangkaian KD untuk
semester 3 serta tema dan topik yang sesuai dengan kondisi dan minat siswa.
Penelaahan ini dilakukan untuk pengurutan yang lebih tepat.
2. Penelaahan dan penyusunan ulang jenis dan urutan task yang ada pada tiap unit
sehingga setiap task terkait dengan keseluruhan kegiatan pembelajaran dalam
unit tersebut.
3. Pengembangan kompetensi berbahasa dalam tiap unit dilakukan dengan runtut
dan berjenjang, mulai dari yang paling sederhana atau yang paling sering
dihadapi siswa dan menuju ke ranah yang lebih rumit. Penyajiannya dilakukan
dari pengembangan oracy ke literacy.
4. Pengembangan setiap keterampilan berbahasa didukung oleh pembelajaran
unsur lexicogrammar yang cukup dengan teknik yang tepat.
5. Mengingat pentingnya peran lexicogrammar dalam berbahasa, pemajanan dan
cakupan lexicogrammar disajikan dengan singkat tetapi jelas sehingga mudah
diidentifikasi dengan seksama.
6. Penyusunan task dilakukan dengan bervariasi dengan mempertimbangkan
model-model pemakaian bahasa dalam interaksi yang biasa ditemui siswa.
Variasi tersebut juga mencakup pengembangan keempat keterampilan berbahasa
termasuk latihan-latihan yang dijumpai dalam UN dan TOEIC test berdasarkan
atas KD dan atau subkompetensi sasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
235
235
7. Setiap KP yang menuntut siswa berunjuk kerja secara mandiri dirancang
sedemikian rupa sehingga mereka merasa siap baik secara linguistik maupun
psikologis untuk melaksanakan unjuk kerja tersebut.
8. Jenis dan jumlah taks untuk mengembangkan kompetensi literacy dirancang
terpadu dan proporsional dengan pengembangan kompetensi oracy.
Pengembangan kompetensi ini mendukung pengembangan KD dan SK sasaran
yang secara keseluruhan membentuk SKL.
Rumusan ini digunakan sebagai penyempurnaan fitur yang diterapkan dalam
penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK.
D. Deskripsi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
Sebagai tidak lanjut serangkaian uji coba adalah penyempurnaan draf buku
teks dengan mengakomodasi hasil dan temuan tahap uji coba. Hasil penerapannya
adalah tersusunnya versi penyempurnaan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK.
Berikut deskripsi singkat profil buku tersebut berdasarkan sistimatika Cunningsworth
1995.
1. Tujuan
Buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 2 A untuk UJP ini disusun
sebagai bahan ajar (bagi guru dan siswa) untuk mengembangkan serangkaian
pengalaman belajar bahasa Inggris siswa kelas XI SMK pada semester gasal. Buku ini
khusus dirancang untuk memungkinkan berkembangnya seperangkat kompetensi
bahasa Inggris sesuai dengan rumusan SK dan KD dalam KTSP serta tuntutan dunia
kerja. Buku teks ini menyediakan sejumlah task dengan tema dan topik yang sesuai
dengan tuntutan siswa SMK. Skenario pembelajaran yang menerapkan model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
236
236
pembelajaran komunikatif melibatkan beragam kegiatan komunikasi dalam keempat
keterampilan berbahasa yang terpadu. Skenario dan materi ini dirancang untuk
mengembangkan kompetensi yang dituntut dalam KTSP bahasa Inggris SMK, baik
kompetensi berbahasa lisan dan tertulis maupun keterampilan mengerjakan tes bahasa
Inggris yang biasa dihadapi siswa SMK, baik UN maupun TOEIC test.
2. Cakupan Isi Buku
Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 2 A ini merupakan satu dari enam jilid
yang dipersiapkan sebagai buku teks bahasa Inggris selama enam semester di SMK.
Buku jilid 2 A ini berisi 10 unit bahan ajar untuk semester gasal kelas XI yang tiap
unitnya dikembangkan berdasarkan serangkaian KD yang dikembangkan dari SK
untuk kelas XI SMK yang berbunyi ‘Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara
Level Elementary’ (BSNP: 2006: 19). Keseluruhan cakupan isi buku tersebut dapat
dilihat dari tampilan Table of Contents yang tersaji dalam tabel 5.2.
Task yang dikembangkan dalam tiap unit bervariasi sifatnya; mulai dari
kegiatan pemajanan bahasa di kelas yang diprakarsai guru (teacher-led activities),
kegiatan berbahasa berpasangan (pair work interaction), kegiatan berbahasa dalam
kelompok kecil (small group interaction) sampai pada kegiatan berkomunikasi
mandiri. Bersamaan dengan pengembangan kompetensi bahasa, kemampuan dan
keterampilan mengerjakan tes TOEIC (test-taking skills) juga dikembangkan secara
bertahap. Tujuan pelaksanaan tiap task adalah mengembangkan sub-kompetensi atau
micro skill tertentu secara bertahap. Meskipun demikian, pelaksanaan tiap
kegiatannya selalu terkait dengan kegiatan dalam task yang mendahului atau yang
mengikutinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
237
237
Tabel 5.2 Daftar Isi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
TABLE OF CONTENTS
Page
FOREWORD i
TABLE OF CONTENTS ii
UNIT 1 Describing School Conditions 1
UNIT 2 Describing Routines 12
UNIT 3 Describing Past Activities and Experiences 24
UNIT 4 How Much Changes 35
UNIT 5 Expressing Opinion 49
UNIT 6 Expressing Argument 60
UNIT 7 Handling Guests in the Reception Office 71
UNIT 8 Making and Responding to Invitation 83
UNIT 9 Leaving and Taking Phone Messages 96
UNIT 10 Asking and Giving Suggestions 109
REFERENCES 123
3. Sistimatika Penyajian Isi Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
Tiap unit buku teks di atas berisi serangkaian bahan ajar untuk
mengembangkan kompetensi yang tercakup dalam KD yang diperkaya dengan materi
dari TOEIC test yang sesuai dengan lingkup KD yang dikembangkan. Rumusan sub-
kompetensi beserta nomor kodenya dari KTSP dipakai sebagai rujukan
pengembangan dan cakupan bahan ajar untuk tiap unit. Rincian isi tersebut disajikan
di halaman pembuka tiap unit berserta informasi pendukung lingkup unit tersebut.
Berikut contoh yang diambilkan dari Unit 8 dengan tema Making and Responding to
Invitation.
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa bahan ajar yang disajikan dalam tiap unit
bervariasi dan mencakup keempat keterampilan berbahasa yang dikembangkan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
238
238
terintegrasi. Kegiatan ini semaksimal mungkin dikemas dalam bentuk komunikasi
sederhana, baik lisan maupun tertulis, yang melibatkan siswa dalam belajar berbahasa
melalui pelaksanaan task tersebut.
Tabel 5.3 Halaman Pembuka Unit 8
Standar Kompetensi Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara Level Elementary
Kompetensi Dasar
2.1 Memahami percakapan sederhana sehari-hari baik dalam konteks profesional maupun pribadi dengan orang bukan penutur asli
2.2 Memahami instruksi-instruksi sederhana 2.6 Membuat pesan-pesan pendek, petunjuk dan daftar
dengan pilihan kata, ejaan dan tata tulis yang berterima.
Bahan Ajar Making and Responding to Invitation
1. Picture Description: Describing Entertaining Events
2. Listening: Inviting to a music concert
3. Speaking a. Describing Entertaining Events b. Accepting and Rejecting Invitation
4. Reading a. Invitation to Pizza Party b Invitation to Birthday Party c. The Advancement of Technology
5. Writing: a. Making Own Birthday Invitation b. Rejecting an Invitation
6. Language Focus: Forms of sending and responding to invitation
7. Review TOEIC-Like Test
Kegiatan tiap unit dirancang mulai dari pengembangan kompetensi berbahasa
lisan atau oracy yang selanjutnya dikembangkan lebih lanjut dalam keterampilan
berbahasa tulis atau literacy secara berkesinambungan. Sebagai contoh, kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
239
239
pertama dalam picture description dirancang untuk membangkitkan minat siswa
mengikuti proses pebelajaran serta menyiapkan siswa pada tema yang akan disajikan
pada tahap kedua, listening. Topik yang disajikan dan komponen leksiko gramatika
yang digunakan dalam tahap kedua ini menggunakan materi yang telah digunakan
dalam tahap pertama sehingga siswa mudah mengikutinya. Setelah mengembangkan
keterampilan receptive, langkah ketiga dirancang untuk mendorong siswa melakukan
tindak komunikasi produktif lisan dengan menerapkan apa yang dipelajari
sebelumnya dalam tahap speaking. Dari gambaran tersebut, fitur utama buku teks
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tema
Tema berfungsi sebagai kerangka untuk mengembangkan serangkaian task
dalam tiap unit. Pemilihan task didasarkan atas rumusan KD dan dikaitkan dengan
kondisi dan atau pengalaman yang relevan dengan yang telah dan atau yang perlu
dimiliki siswa. Sebagai contoh, tema unit 1 “Describing School Conditions” diangkat
untuk mengembangkan KD nomor 2.1 “Memahami percakapan sederhana sehari-
hari baik dalam konteks profesional maupun pribadi dengan orang bukan penutur
asli” dan 2.5 “Mengungkapkan berbagai macam maksud hati” karena dalam kegiatan
menggambarkan kondisi dan kegiatan yang terjadi di sekolah, paling tidak siswa
memerlukan penguasaan kedua KD di atas.
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa penyajian tema-tema mulai dari tema yang
relatif lebih mudah karena pengungkapannya memerlukan bentukan linguistik yang
relatif sederhana. Tema-tema tersebut juga lebih sering dihadapi atau dialami siswa
seperti tema yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari dan di sekolah. Penyajian
tema tersebut berkembang pada tema yang terkait dengan profesi yang relatif lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
240
240
jarang dilakukan dan yang menuntut bentukan linguistik yang relatif lebih rumit.
Dengan penyajian demikian tema seperti “describing school conditions”, “describing
routines”, dan “describing past and present experience” disajikan pada unit-unit awal,
sedangkan tema “making and responding to invitation”, “expressing argument”,
“handling guests in the reception office” disajikan di unit-unit akhir.
b. Fungsi Bahasa
Selain tema, fungsi bahasa juga merupakan bangunan utama dalam
mengembangkan bahan ajar tiap unit. Karenanya pemilihan komponen
lexicogrammar pendukung menyesuaikan dengan tema dan fungsi bahasa yang telah
ditetapkan. Contohnya, pengungkapan tema “Handling Guests in the Reception
Office”, unit 8, memerlukan penguasaan beberapa fungsi bahasa seperti making
request, providing short explanation, describing procedures dan polite vs standard
forms. Dalam mengungkapkan fungsi-fungsi tersebut diperlukan dukungan unsur
lexicogrammar yang sesuai.
c. Lexicogrammar
Komponen lexicogrammar dibutuhkan sebagai pendukung untuk
mengungkapkan language functions serta tema. Unsur grammar disajikan mulai dari
yang lebih mudah ke yang lebih rumit. Pada dasarnya pemilihan unsur ini juga
disesuaikan dengan tema dan language functions. Sebagai contoh, fungsi bahasa yang
terkait dengan tema “kondisi sekolah dan kegiatan sehari-hari” disajikan di unit
pertama karena tema tersebut memerlukan dukungan komponen grammar seperti
bentukan present tense, past tense, dan present continuous tense. Bentukan tenses ini
relatif lebih sederhana dari pada bentukan yang digunakan untuk mendukung fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
241
241
yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi seperti “handling guests” yang
memerlukan bentukan request dan pemakaian polite forms. Demikian juga pemilihan
diksi atau vocabulary dilakukan berdasarkan tema dan fungsi bahasa yang disajikan.
d. Speaking
Pengembangan keterampilan wicara (speaking) dalam buku teks ini
mendapatkan perhatian yang cukup besar. Arah pengembangannya adalah
peningkatan kompetensi siswa dalam melakukan tindak komunikasi lisan secara
alamiah tentang hal-hal yang mereka hadapi. Pelaksanaannya dimulai dari tahap awal
pelajaran ketika guru melaksanakan pemajanan beberapa bentukan bahasa serta
vocabulary yang akan digunakan dalam kegiatan belajar tahap berikutnya. Kegiatan
ini dikembangkan dengan bantuan media gambar dalam bentuk tanya jawab yang
sederhana untuk melibatkan siswa siswa dalam proses berkomunikasi. Kegiatan ini
dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk interaksi berpasangan atau pair work dan
nantinya berkomunikasi secara mandiri dengan sesama siswa.
e. Listening
Pengembangan keterampilan menyimak (listening) mulai dilakukan
bersamaan dengan pengembangan speaking di awal tahap pelajaran. Pada awalnya
siswa hanya diminta untuk menyimak ujaran-ujaran guru tentang topik dan nosi yang
diangkat dari gambar dalam dialog sederhana dan merespon pertanyaan guru secara
lisan sebagai indikator tingkat pemahaman siswa. Pada tahap selanjutnya siswa
dilibatkan dalam menyimak teks-teks pendek yang biasanya berbentuk dialog, dan
meresponnya dengan menjawab beberapa pertanyaan baik dalam bentuk pilihan
ganda atau dalam bentuk pengungkapan makna produktif dalam bentuk tertulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
242
242
f. Reading
Pengembangan keterampilan membaca (reading) dilakukan dengan
melibatkan siswa membaca dan merespon teks-teks pendek dengan berbagai genre
seperti announcement, advertisement, invitation dan sebagainya. Kegiatan siswa
dalam pengembangan keterampilan reading berupa menjawab berbagai pertanyaan
baik dengan memilih opsi jawaban yang disediakan, mengisi atau melengkapi
informasi, ataupun membuat uraian singkat sampai berbentuk paragraf. Respon siswa
terhadap teks yang dihadapi dirancang sebagai bentuk komunikasi tertulis dengan
bahasa yang berterima.
g. Writing
Pengembangan keterampilan menulis (writing) dilakukan beriringan dengan
kegiatan pengembangan reading. Kegiatan writing dilakukan dengan melengkapi atau
mengisi informasi yang diperlukan atau menyusun teks sebagai bentuk respon dari
kegiatan berbahasa sebelumnya. Pengembangan writing dilakukan dengan melakukan
bentuk komunikasi tertulis dengan menggunakan beberapa fungsi bahasa, grammar
dan atau vocabulary yang telah dipelajari sebelumnya dalam kegiatan pengembangan
listening, speaking dan, atau reading. Dengan demikian kegiatan keempat
keterampilan berbahasa saling terkait.
h. Test-Taking Skills
Salah satu tujuan diklat bahasa Inggris di SMK adalah agar siswa siap dan
mampu menempuh TOEIC test untuk memperoleh skor minimal seperti yang
ditentukan kurikulum sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut model dan penyajian
bahan ajar yang dikembangkan dalam buku ini mengadaptasi fitur-fitur TOEIC test.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
243
243
Selain itu, skenario pembelajaran komunikatif yang dikembangkan dalam buku teks
ini dirancang untuk mendukung pengembangan kompetensi di atas. Hal ini dapat
dilihat bahwa pada tahap awal pelajaran, dialog pendek yang dikembangkan bersama
dengan siswa melalui gambar dirancang untuk mengembangkan keterampilan
menceritakan gambar atau picture description dan kompetensi melakukan dialog
pendek atau short conversation. Kedua kompetensi tersebut terkait dengan tes bagian
pertama dan kedua dalam TOEIC test. KP selanjutnya yang dikembangkan melalui
listening, reading dan writing berfungsi untuk mengembangkan kompetensi bahasa
yang sangat dibutuhkan siswa dalam mengerjakan bagian-bagian TOEIC test yang
lain.
i. Integrasi
Istilah integratif dalam konteks buku teks bahasa Inggris yang dikembangkan
dalam disertasi ini merujuk pada integrasi antara pelaksanaan pengembangan
serangkaian KD dalam KTSP dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan
siswa mengerjakan TOEIC test. Penerapan konsep tersebut dapat lihat dari pemakaian
KD dalam KTSP sebagai payung dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran
dalam tiap unit, sedangkan sebagian jenis kegiatan serta lingkup lexicogrammar yang
digunakan mengembangkan KD tersebut diambilkan dari materi TOEIC test.
j. Pendekatan Penyusunan
Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan buku teks ini adalah
“Presentation of models or explanation of rules followed by Practice and Production”
(PPP) (Masuhara dan Tomlinson, 2008: 25; Mol dan Tin, 2008: 88-89). Penerapan-
nya dalam penyusunan buku teks ini adalah dengan memberi pemajanan bentuk-
bentuk bahasa yang digunakan dalam konteks fungsi bahasa serta tema yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
244
244
dikembangkan pada awal tiap unit. Langkah ini disebut presentation of models.
Langkah berikutnya adalah menyediakan berbagai task yang dirancang agar siswa
dapat mempraktikkan bentuk-bentuk tersebut dalam konteks yang serupa. Kegiatan
pembelajaran task ini juga dirancang sebagai latihan mengerjakan tes UN dan TOEIC
test. Langkah ini disebut practice. Untuk mendukung pemahaman bentuk tersebut,
disediakan penjelasan baik langsung atau tidak dalam task yang berjudul language
focus. Di akhir unit, beberapa task dirancang untuk memberi kesempatan siswa
menggunakan bentuk yang dipelajari dalam tindak komunikasi dalam konteks yang
ditentukan. Langkah ini disebut production. Model pengembangan ini diharapkan
memudahkan siswa mengenali focus pembelajaran yang menjadi target unit tersebut.
k. Media Pembelajaran
Buku teks ini menggunakan banyak gambar yang kesemuanya diambilkan dari
berbagai situs gratis di internet. Gambar-gambar tersebut berfungsi ganda. Pertama,
gambar digunakan sebagai media untuk menyampaikan makna agar lebih mudah
difahami dan diingat siswa. Dalam konteks ini, gambar berfungsi untuk mengaktifkan
schemata atau background knowledge yang berguna dalam membangkitkan minat dan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan berbahasa nyata yang
dapat mereka fahami dan lakukan. Kedua, rangkaian gambar tersebut dirancang
sebagai media untuk menciptakan situasi kebahasaan yang menjadi tema
pembelajaran yang dikembangkan dalam unit tersebut. Kegiatan yang dibangun
melalui serangkaian gambar tersebut juga dirancang sebagai menjadi pintu masuk
(lead-in) KP sesuai dengan tema yang ditentukan.
Fitur-fitur tersebut membedakan Buku Teks Integratif Bahasa Inggris untuk
SMK dengan protipenya. Secara ringkas perbandingan fitur kedua buku teks tersebut
disajikan dalam tabel 5.4 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
245
245
Tabel 5.4 Perbandingan Fitur Draf dengan Versi Penyempurnaan
Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
Aspek Fitur Draf Buku Teks Versi Penyempurnaan
1. Tema
-Pemilihannya didasarkan atas rumusan KD dalam KTSP dan kebutuhan siswa. -Tema berfungsi sebagai kerangka pengembangan bahan ajar.
-Pemilihannya didasarkan atas rumusan KD dalam KTSP dan kebutuhan siswa. -Tema berfungsi sebagai kerangka pengembangan bahan ajar.
2. Fungsi Bahasa - Bersama dengan tema berperan sebagai kerangka dasar pengembangan bahan ajar.
- Bersama dengan tema berperan sebagai kerangka dasar pengembangan bahan ajar.
3. Lexicogrammar Dipilih berdasarkan tema dan fungsi bahasa yang digunakan.
Dipilih berdasarkan tema dan fungsi bahasa yang digunakan.
4. Speaking
-Merupakan salah satu ranah keterampilan berbahasa yang dikembangkan, namun belum integratif dengan task lain.
-Menjadi keterampilan utama yang berfungsi sebagai dasar pengembangan keterampilan lain secara integratif. - Speaking berfungsi sebagai sarana pengembangan ’active vocabulary’ dalam berkomunikasi lisan.
5. Listening - Sda - Untuk mengembangkan test-taking skill.
sda
6. Reading
-Merupakan salah satu ranah keterampilan berbahasa yang dikembangkan, namun belum integratif dengan task lain. -Untuk mengembangkan test-taking skil
Berfungsi untuk mengembangkan (extending) kompetensi berbahasa yang telah dicapai dalam pengembangan oracy, termasuk pengembangan penguasaan lexicogrammar.
7. Writing Bukan menjadi keterampilan utama yang dikembangkan.
Berfungsi untuk mengembangkan (extending) kompetensi berbahasa yang telah dicapai dalam pengembangan oracy, khususnya pengembangan penguasaan lexicogrammar aktif.
8. Test-taking skills
Dikembangkan menggunakan bentuk tes objektif mencakup reading, vocabulary dan grammar.
Dikembangkan bersamaan dengan pengembangan kompetensi bahasa sasaran. -Menggunakan model TOEIC test, -Mencakup semua unsur TOEIC test.
9. Integrasi Kurang terintegrasi. Mengintegrasikan semua KP dan bahan ajar.
10. Pemakaian Media Gambar
- Sangat sedikit dipakai dan hanya untuk memajankan makna.
-Berfungsi untuk memajankan makna, memotivasi siswa, menciptakan situasi dan alur pembelajaran yang efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
246
246
k. Rancangan Pemakaian Buku Teks di Kelas
Buku teks ini dirancang sebagai tuntunan dalam mengembangkan proses
pembelajaran yang efektif mengembangkan kompetensi sasaran seperti yang
dimaksudkan dalam KTSP bahasa Inggris SMK. Idealnya tiap unit diselesaikan dalam
waktu 3 X 2X 45 menit atau tiga pertemuan. Biasanya mata diklat bahasa Inggris di
SMK dijadwalkan dengan alokasi dua jam berturut-turut, sehingga satu pertemuan
berlangsung selama 2 X 45 menit. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.
Pertemuan pertama dialokasikan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa
lisan. Pertemuan kedua dialokasikan untuk mengembangkan apa yang telah dikuasai
siswa dalam tahap pembelajaran kompetensi oracy ke dalam pengembangan
keterampilan berbahasa tertulis. Pertemuan terakhir, ketiga, digunakan untuk
membahas mengembangkan kegiatan komunikasi produktif, tugas rumah serta
pengembangan test taking skills.
E. Catatan Peneliti
Ada empat faktor utama yang berkontribusi dalam penyelesaian rangkaian
kegiatan ketiga tahapan uji coba: buku teks, guru, siswa, kondisi sekolah.
1. Faktor Buku Teks
Buku teks memegang peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran
bahasa Inggris. Buku teks yang disusun secara seksama berdasarkan rambu-rambu
yang ada mencerminkan perencanaan yang dapat menjadi pedoman pengembangan
KP. Jika buku teks yang digunakan sesuai dengan kebutuhan siswa, disusun dengan
bervariasi, dituangkan dengan jelas dan diterapkan dalam proses pembelajaran, proses
pembelajaran akan berljalan seperti yang direncanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
247
247
2. Faktor Guru
Guru merupakan aktor yang mewarnai KP. Guru yang arif dan kompeten akan
selalu mengikuti perencanaan atau yang dibuat. Mengingat bahan ajar merupakan
cerminan dari perencanaan yang matang, penerapannya dengan baik merupakan
cerminan konsistensinya pada tapah perencanaan.
3. Faktor Siswa
Siswa merupakan pelaku dalam proses pembelajaran. Jika siswa dilibatkan
dalam proses pembelajaran berdasarkan materi dan kegiatan yang menarik dan sesuai
dengan kebutuhan mereka, keterlibatannya dalam proses akan tinggi. Tingkat
keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran ini menentukan prestasi pembelajaran
yang mereka capai.
4. Faktor Sekolah
Kondisi sekolah merupakan faktor yang berkontribusi terhadap jalannya
proses pembelajaran di kelas. Sekolah yang menyediakan fasilitas yang mencukupi
untuk berlangsungnya peroses pembelajaran akan mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif.
Secara keseluruhan, semua faktor tersebut berperan dalam berlangsungnya
proses pembelajaran di kelas. Setiap faktor memiliki kontribusi yang spesifik dan
saling melengkapi. Gambaran tersebut merupakan bukti atau cerminan paradigma
Dunkin dan Biddle yang dituangkan ke dalam konsep analisis pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 248
BAB VI
KEEFEKTIFAN BAHASA INGGRIS INTEGRATIF UNTUK SMK
Bab ini menyajikan hasil pengujian yang merupakan tahap terakhir dalam
rangkaian R & D. Pengujian dilakukan dengan menerapkan prosedur penelitian
eksperimen yang metodologinya disajikan di Bab III halaman 113-151. Penyajian bab
ini dimulai dengan pengajuan hipotesis penelitian dilanjutkan dengan sajian data
deskriptif, uji prasarat dan uji hipotesis serta hasilnya. Sub-bab pembahasan
menyajikan beberapa temuan penting dari hasil uji hipotesis. Setelah beberapa
keterbatasan penelitian ini, sajian ditutup dengan kesimpulan dan saran.
A. Hipotesis Penelitian
Tujuan penelitian tahapan ini adalah mengungkap pengaruh penggunaan
Bahasa Inggris Integratif untuk SMK terhadap pengembangan kompetensi berbahasa
Inggris siswa SMK. Dalam bentuk hipotesis, tujuan tersebut dapat dirumuskan ke
dalam bentuk hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternative (Ha) sebagai berikut.
Ho: Tidak ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang
belajar dengan menggunanakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dengan
siswa yang belajar menggunakan LKS.
Ha: Ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang belajar
dengan menggunakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dengan siswa
yang belajar menggunakan LKS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
249
B. Deskripsi Data
Banyaknya data yang diperoleh dalam tahap ini dipengaruhi oleh tingkat
kehadiran siswa. Dalam masa pelaksanaan treatment, jumlah kehadiran siswa di kelas
selalu tidak sama. Dengan demikian, jumlah data yang diperoleh dalam pre- dan pos-
tes tidak sama dengan jumlah siswa yang secara resmi terdaftar dalam kelas tersebut.
Jumlah tersebut dapat dilihat dari ringkasan data dan sebaran skor yang diperoleh dari
pelaksanaan pre- dan pos tes untuk kedua kelompok berikut.
Tabel 6.1 Hasil Pretes dan Pos Tes Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen No Interval
Pre-tes Pos-tes Pre-tes Pos-tes
1 51 – 55 3
2 46 – 50 3 1 8
3 41 – 45 2 12 13
4 36- 40 13 7 12 9
5 31 – 35 10 4 13
6 26- 30 2 4
N = 28 26 31 32
⎬ = 35,54 40,92 35,58 44,06
Tabel di atas menyajikan bahwa jumlah siswa yang mengikuti pre- dan postes
tiap kelompok belajar berbeda. Jumlah siswa kelompok kontrol yang mengikuti pre-
dan postes cenderung lebih sedikit dari siswa kelompok eksperimen. Peneliti tidak
mampu mengendalikan kehadiran siswa dengan mengharuskan semua siswa hadir
pada pelajaran bahasa Inggris agar data yang peneliti peroleh lengkap. Jika ini
dilakukan, hal tersebut dapat mengancam tingkat validitas internal tes tersebut.
Dengan demikian tes dilaksanakan sesuai dengan rencana penelitian dan jadwal
pelajaran, meskipun tidak semua siswa mengikutinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
250
Tabel di atas juga menginformasikan perbedaan rerata skor pretes antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen hanya berbeda sedikit; 35, 54 untuk
kelompok kontrol dan 35,58 untuk kelompok eksperiment dengan perbedaan 0,04.
Hal ini berbeda dengan hasil postes. Retara skor postes kelompok kontrol 40,92
sedangkan prestasi kelompok eksperimen adalah 44,06. Dengan demikian ada
perbedaan sebesar 3,48. Berikut penjelasan lebih rinci dari data di atas.
1. Kemampuan Awal Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Pretes dilakukan untuk mengungkap kemampuan awal kedua kelompok. Tes
yang dilaksanakan pada kelompok kontrol diikuti oleh 28 orang siswa atau 88 % dari
jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 28 peserta, perolehan skor rerata sebesar 35,54
menunjukkan bahwa rata-rata siswa mampu mengerjakan lebih dari separoh soal
dengan benar. Dari jumlah itu sebanyak dua orang siswa atau 7,1 % memperoleh
rentang skor terendah dalam rentang nilai 26-30, dan sejumlah yang sama
memperoleh rentang skor tertinggi dalam rentang nilai 41-45. Dua puluh empat siswa
yang lain atau 82 % memperoleh skor yang berada di sekitar skor rerata.
Pretes yang dilaksanakan pada kelompok eksperimen diikuti oleh 31 orang
siswa atau 94 % dari jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 31 peserta, empat siswa atau
13 % memperoleh rentang skor terendah dengan rentang 26 – 30, satu orang siswa
atau 3,2 % memperoleh skor tertinggi dalam rentang 46 – 50. Lainnya 25 orang atau
81 % memperoleh skor mendekati rerata 35,58. Secara keseluruhan, prestasi ini dapat
disajikan dalam tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
251
Tabel 6.2 Ringkasan Deskripsi Data Hasil Pretes
Gambaran ini menunjukkan rerata kemampuan awal bahasa Inggris kelompok kontrol
tidak jauh berbeda banyak dari kemampuan awal kelompok eksperimen.
2. Prestasi Belajar Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Postes dilakukan untuk mengungkap prestasi siswa setelah mengikuti
perlakuan pembelajaran. Tes yang dilaksanakan pada kelompok kontrol diikuti oleh
26 orang siswa atau 81 % jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 26 peserta, diperoleh
skor rerata 40,58. Ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan dibandingkan
dengan skor yang mereka peroleh dalam pretes yaitu 35,54 atau ada kenaikan sebesar
14 %. Diantara kelompok tersebut ada 4 orang atau 7,1 % memperoleh skor terendah
dalam rentang nilai 31-35, dan ada tiga orang siswa memperoleh skor tertinggi dalam
rentang nilai 46-50. Kebanyakan siswa yang berjumlah 12 atau sekitar 46 % orang
berada dalam rentang 41–45.
Postes yang dilakukan oleh kelompok eksperimen diikuti oleh 32 orang siswa
atau 98% jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 32 peserta, diperoleh skor rerata 44,06.
Ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan dibandingkan dengan skor yang
mereka peroleh dalam pretes yaitu 35,58 atau sebesar 25,3 %. Diantaranya ada 9
orang siswa dari kelompok ini atau 7,1 % memperoleh skor terendah dalam rentang
nilai 36-40, dan ada tiga orang siswa memperoleh skor tertinggi dalam rentang nilai
51-55. Kebanyakan siswa yang berjumlah 13 orang berada dalam rentang 41–45.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
252
Moda ini sama dengan moda yang terjadi pada kelompok kontrol. Secara keseluruhan,
prestasi ini dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6.3 Ringkasan Deskripsi Data Hasil Postes
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Skor Pos-tes Kel. Kontrol 28 32 48 40.92 3.918
Skor Pos-tes Kel Exp. 31 36 56 44.06 5.111
Valid N (listwise) 26
Gambaran ini menunjukkan rerata kemampuan purna bahasa Inggris kedua
kelompok menunjukkan perbedaan yang lebih besar dari perbedaan kemampuan awal
mereka. Skor rerata kelompok kontrol 44,06 yang relatif lebih tinggi dari rerata skor
kelompok kontrol yang memperoleh skor 40,92. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa kelompok eksperimen memperoleh kemajuan belajar lebih besar dari
kelompok kontrol.
C. Uji Prasyarat
Sebelum penghitungan uji beda atau t-test dilaksanakan, dilakukan uji
linearitas data sebagai prasyarat pemakaian t-test. Penghitungan uji prasyarat yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas data.
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data yang terkumpul dalam
penelitian ini diperoleh dari polulasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Penghitungan indeks normalitas dilakukan menggunakan software SPSS. Hasil uji
normalitas data untuk skor pretes untuk kedua kelompok dapat disajikan dalam tabel
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
253
Tabel 6.4 Hasil Uji Normalitas Data Pretes
Tabel 6.4 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan teknik Kolmogorov-
Smirnov menunjukkan harga 0,101. Harga ini berada pada taraf signifikansi 0,200
yang menunjukkan jauh lebih tinggi dari 0,05 sebagai batas prasarat uji normalitas
data. Berdasarkan hasil penghitungan ini dapat dinyatakan bahwa skor pretes untuk
kedua kelompok berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil uji Shapiro-Wilk.
Hasil uji normalitas data postes untuk kedua kelompok dapat diperiksa dalam tabel
berikut.
Tabel 6.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes
Tabel 6.5 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan teknik Kolmogorov-
Smirnov menunjukkan harga 0,101. Harga ini berada pada taraf signifikansi 0,200
yang menunjukkan jauh lebih tinggi dari 0,05 sebagai batas prasarat uji normalitas
data. Berdasarkan hasil penghitungan ini dapat dinyatakan bahwa skor postes untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
254
kedua kelompok berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil uji Shapiro-Wilk.
Berdasarkan hasil penghitungan di atas dapat dinyatakan bahwa data pre- dan postes
yang diperoleh dari kedua kelompok berdistributsi normal sehingga uji beda dapat
dilaksanakan.
Temuan penelitian pengujian ini didasarkan atas hasil analisis data kuantitatif
yang diperoleh. Tujuan penelitian tahapan ini adalah mengungkapkan perbedaan
pemakaian buku teks terhadap prestasi pembelajaran bahasa Inggris siswa jurusan
UJP SMKN 4 Yogyakarta. Untuk mengungkapkan perbedaan tersebut digunakan uji
beda atau t-test, tes yang dirancang untuk mengungkapkan perbedaan rerata prestasi
dua kelompok. Mengingat penelitian ini melibatkan dua kelompok subjek yang
berbeda, peneliti menggunakan t-test untuk independent sample.
D. Pengujian Hipotesis
Tujuan pengujian hipotesis dalam eksperimen ini adalah mengungkapkan
perbedaan rerata prestasi belajar bahasa Inggris kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen sebagai akibat dari perlakuan yang berbeda. Teknik analisis data yang
sesuai dengan tujuan tersebut adalah t-test. Fitz-Gibbon dan Morris (1987: 41)
menyebutkan “the t-test is a test to see if there was a statistically significant
difference between the means of scores of two groups-say an experimental (E) group
and a control (C) group”, artinya t-test adalah suatu alat tes untuk mengungkapkan
jika ada perbedaan yang berarti secara statistik antara rerata skor atau prestasi dua
kelompok; yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Permasalahan
penelitian eksperimen ini adalah perbedaan rerata prestasi pembelajaran bahasa
Inggris kedua kelompok. Penghitungannya menggunakan perangkat Statistical
Package for Social Science (SPSS) versi 17. Pemilihan perangkat ini didasarkan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
255
aspek ketepatan (akurasi), kecepatan dan kemudahan dalam melakukan penghitungan
besaran perbedaan yang dihasilkan dari t-test.
Penghitungan uji beda dengan t-test dilakukan untuk menguji ada atau
tidaknya perbedaan antara kedua kelompok. Uji hipotesis ini dilakukan untuk mencari
bukti statistik diterima atau ditolaknya hipotesis yang dirumuskan, yaitu tentang
perbedaan pengaruh pemakaian bahan ajar yang berbeda terhadap prestasi belajar
bahasa Inggris kedua kelompok yang dilibatkan dalam penelitian ini. Mengingat
subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah dua kelompok yang berbeda,
variasi t-test yang digunakan adalah t-test dengan sampel mandiri atau independent
sample.
Jika hasil penghitungan dalam uji t menunjukkan harga t hitung lebih kecil
dari harga t dalam tabel (t.o < t. t pada p = 5%) maka Ho diterima. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar bahasa Inggris antar kedua
kelompok tersebut. Namun jika harga t yang diperoleh dari penghitungan lebih besar
dari harga t dalam tabel ( t.o > t. t pada p = 5%) maka Ho ditolak. Kondisi ini sama
dengan menerima Ha. yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara prestasi
belajar kedua kelompok. Hasil penghitungan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6.6 Hasil Penghitungan t-test Independent Samples Test
,016 ,899 -,102 55 ,919 -,11911 1,16966 -2,46317 2,22495
-,102 53,395 ,919 -,11911 1,16904 -2,46349 2,22528
,006 ,938 -3,365 55 ,001 -3,49007 1,03719 -5,56865 -1,41150
-3,360 52,978 ,001 -3,49007 1,03868 -5,57342 -1,40673
Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed
Skor Pretes
Skor Postes
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
256
Kolom kedua dari kiri tabel di atas menunjukkan hasil tes Levene untuk pre
dan postes. Hasil Lavene test untuk skor prests menunjukkan kondisi kesamaan atau
homoginitas data kedua kelompok. Kondisi ini ditunjukkan dengan harga F = 0,016
yang berada pada taraf signifikasi 0,988. Harga ini menunjukkan harga yang jauh
lebih tinggi dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari postes memenuhi syarat pengujian
dengan asumsi variasi data seimbang atau equal variances assumed. Demikian juga
dengan hasil penghitungan Lavene test pada data pos-tes kedua kelompok.
Berdasarkan hasil penghitungan yang disajikan dalam tabel di atas diketahui
bahwa pada perbandingan skor pretes kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti atau signifikan di antara
keduanya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penghitungan t-test sebesar -0,102. Harga t.
ini ternyata berada dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed) sebesar 0,919.
Artinya bahwa harga ini lebih besar dari taraf signifikasi 5 % (> 0,05). Hasil ini juga
membuktikan bahwa pada saat sebelum perlakuan dimulai, kondisi kedua kelompok
tersebut tidak berbeda secara signifikan atau dapat dikatakan sama.
Perbandingan skor postes untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti atau signifikan antara prestasi
belajar kedua kelompok setelah selesai mengikuti perlakuan. Hal ini ditunjukkan oleh
harga t sebesar –3,365. Harga t. ini ternyata berada dalam taraf signifikasi dua ekor
Sig. (2-tailed) sebesar 0,001. Artinya bahwa harga ini lebih besar dari taraf signifikasi
5 % (> 0,05). Hasil penghitungan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat
signifikan antara prestasi belajar bahasa Inggris kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
257
Berdasarkan penghitungan di atas dapat dinyatakan bahwa karena harga t
hitung lebih besar dari harga t kritik dalam tarap signifikasi lebih besar dari 5 % (>
0,05) maka hipotesis nihil (Ho) ditolak. Ini berarti bahwa hipotesis tidak ada
perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang belajar dengan
menggunakan buku teks integratif dengan siswa yang belajar menggunakan LKS
yang biasa digunakan guru ditolak. Sebagai konsekwensinya hipotesis alternatif
(Ha) yang menyatakan ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara
siswa yang belajar dengan menggunanakan bahan ajar integratif dengan siswa yang
belajar menggunakan LKS yang biasa digunakan guru diterima.
Dari penghitungan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemakaian buku
teks bahasa Inggris yang berbeda memberikan pengaruh terhadap skor siswa jurusan
UJP SMKN 4 Yogyakarta. Dari besaran rata-rata skor yang diperoleh, kelompok
eksperimen—44,06—menunjukkan kemajuan belajar bahasa Inggris lebih tinggi dari
rerata kelompok kontrol—40,92. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa
kelompok eksperimen yang belajar bahasa Inggris dengan menggunakan buku teks
integratif menunjukkan kemajuan belajar yang lebih tinggi dari kelompok kontrol
yang belajar dengan menggunakan LKS, bahan ajar yang biasa digunakan.
E. Pembahasan
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah efektifitas pemakaian buku
teks integratif terhadap peningkatan kompetensi berbahasa Inggris siswa jurusan UJP
SMKN 4 Yogyakarta. Untuk mengungkapkan efektifitas tersebut dilakukan
eksperimen untuk mengetahui kalibrasi pengaruh pemakaian bahan ajar bahasa
Inggris yang berbeda terhadap prestasi belajar dua kelompok siswa jurusan UJP SMK.
Kelompok kontrol belajar menggunakan buku teks yang biasa digunakan guru,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
258
sedangkan kelompok eksperimen menggunakan buku teks integratif yang secara
khusus dikembangkan untuk eksperimen ini.
Efektifitas buku teks dalam penelitian ini dilihat dari prestasi pembelajaran
yang merupakan pengaruh dari suatu sistem pembelajaran. Dalam konteks ini Dick,
Carey dan Carey (2005: 1) mendefinisikan sistem sebagai ”a set of interrelated parts,
all of which work together toward a defined goal” artinya bahwa sistem adalah satu
rangkaian kegiatan atau bagian yang saling terkait yang semuanya berfungsi atau
bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam sistem tersebut, kondisi tiap
komponen mempunyai potensi dan kontribusi tertentu dalam menentukan pencapaian
tujuannya sehingga tiap komponen saling mempengaruhi pencapaian akhir sistem
secara keseluruhan.
Dalam sistem pendidikan, Dick, Carey dan Carey (2005: 2) selanjutnya
menyebutkan adanya empat komponen yang berkontribusi dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Empat komponen tersebut adalah the learner, the instructor, the learning
environment dan the instructional material yang dalam penelitian ini disebut buku
teks. Menurut paradigma ini jika pelajar mempunyai cukup kemauan dan atau
termotivasi untuk belajar, guru memiliki cukup komitmen dan kompetensi untuk
mengorganisasi pembelajaran dengan baik, dan didukung dengan terciptanya
lingkungan yang mendukung serta tersedianya buku teks yang baik, tujuan
pembelajaran akan berhasil dengan baik. Kondisi satu komponen yang kurang
berfungsi baik akan dapat mempengaruhi kalibrasi pencapaian tujuan tersebut.
Namun, kondisi komponen tertentu yang baik dapat menutupi kekurangan komponen
yang lain. Secara keseluruhan dinamika dan interaksi semua komponen tersebut
menentukan tercapainya besaran tujuan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
259
Dalam penelitian ini, siswa yang dilibatkan adalah dua kelompok belajar
jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Kedua kelompok ini pertama kali diasumsikan
memiliki kemampuan akademik setara karena kenyatannya kedua kelompok tersebut
dibentuk ketika mereka pertama kali masuk SMK secara acak. Pada saat itu mereka
dianggap mempunyai kemampuan yang kurang lebih setara berdasarkan kriteria
seleksi masuk. Ketika ada pembagian kelas, penentuan siswa menjadi kelas A atau B
tidak didasarkan atas ranking prestasi akademik siswa atau prestasi yang lain. Mereka
juga tidak dibedakan (segregrated) berdasarkan jenis kelamin, asal sekolah serta latar
belakang siswa. Tim seleksi pada saat itu hanya menyusun komposisi siswa
berdasarkan jenis kelaminnya sehingga terbentuk dua kelas dengan komposisi laki-
laki dan perempuan yang seimbang di kedua kelas tersebut. Dengan demikian, dari
segi kondisi latar siswa, khususnya kemampuan akademik, pencapaian hasil
pembelajaran dinilai netral. Dengan asumsi kondisi rata-rata kedua kelas tersebut
sama, kedua kelas memiliki kesempatan sama untuk mencapai prestasi yang sama.
Asumsi tersebut juga dikuatkan dengan bukti empirik. Dari perbandingan
kemampuan awal yang tercermin dari besaran skor pretes yang diperoleh datasebagai
berikut; 35,54 untuk rerata skor kelompok kontrol dan 35,58 untuk rerata skor
kelompok eksperimen. Meskipun secara fisik rerata prestasi kelompok ekeperimen
0,04, lebih tinggi dari rerata kelompok kontrol perbedaan tersebut tidak berarti secara
statistik atau tidak signifikan karena dari hasil uji beda dengan t-tes, besarannya lebih
kecil dari besaran taraf signifikasi 5%. ( t.o = -0,102 pada p= 0,919 pada dua ekor).
Dengan ini, dapat dinyatakan bahwa perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris
dalam eksperimen ini bukan disebabkan karena pengelompokan siswa ke dalam kelas
A atau kelas kontrol dan B atau kelas eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
260
Dari sudut guru, seperti yang digambarkan pada bab IV bahwa kedua guru
kelas tersebut dianggap memiliki kualifikasi yang sama. Penilaian tersebut didasarkan
atas beberapa pertimbangan berikut. Semua adalah guru senior, dengan usia yang
sebaya, sekitar 50 tahun, dan semua lulusan LPTK jurusan pendidikan bahasa Inggris.
Meskipun jenis kelaminnya berbeda, tak seorang pun diantara mereka yang
memperoleh penilaian negatif dari para siswanya (Lihat Lampiran 3d). Meskipun
status kepegawaiannya berbeda, YY sebagai guru tetap sedangkan BH sebagai guru
tidak tetap, keduanya saling menghormati keprofesionalitas mereka, dan keduanya
sama-sama mendapat kehormatan sama di mata siswanya. Dari sudut pengalaman
guru, mereka juga telah lebih dari 15 tahun mengajar bahasa Inggris di sekolah
lanjutan. Dari komponen guru, khususnya dari tingkat keprofesionalitas mereka
sebagai guru bahasa Inggris, memang tidak ada perbedaan yang mencolok yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Kegiatan pembelajaran dalam tahap treatment di kedua kelas ini berbeda.
Kegiatan kedua kelas ini memang dirancang berbeda, karena tuntutan buku teks yang
digunakan dalam mengembangkan pengalaman belajar di kelas berbeda. Namun
perbedaan ini terjadi dalam rangka perumusan bentuk treatment pembelajaran yang
berbeda melalui modifikasi buku teks yang merupakan fokus penelitian ini. Sejak dari
awal eksperimen perbedaan perilaku guru dalam pengembangan kegiatan
pembelajaran di kelas masing-masing dikendalikan oleh rancangan penelitian dan
yang merupakan salah satu fungsi eksperimen yang ingin diungkap pengaruhnya.
Dari sudut fasilitas pembelajaran, kedua kelas ini menempati sekolah,
kompleks belajar dan gedung yang sama. Yang berbeda adalah ruang kelas yang biasa
digunakan. Kebijakan sekolah tidak membedakan status guru dalam pemakaian
fasilitias pembelajaran yang ada untuk kemajuan siswa. Dengan demikian guru dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
261
menggunakan semua peralatan pembelajaran yang disediakan. Meskipun ada
laboratorium bahasa yang baru dibeli dari HL, kedua guru ini tidak pernah
menggunakannya dalam kaitan penelitian ini. Keduanya hanya menggunakan
peralatan yang ada dikelas dan yang mereka bawa dikelas khususnya peralatan audio
sederhana untuk memperdengarkan bahan ajar rekaman (recorded materials). Dengan
demikian dari sudut fasilitas yang digunakan, kedua kelompok mendapatkan fasilitas
pembelajaran yang sama sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor lingkungan belajar
kedua kelompok tersebut sama. Jika ada perbedaan pertasi belajar antara kedua
kelompok tersebut, perbedaan tersebut bukan semata-mata karena fasilitas
pembelajaran untuk kedua kelompok tersebut berbeda.
Dari segi bahan ajar, kedua kelompok ini menggunakan buku teks bahasa
Inggris yang berbeda dalam pelaksanaan treatment yang berlangsung selama 8
minggu berturut-turut. Kelas X UJP 1, kelompok kontrol, menggunakan LKS yaitu
bahan ajar yang biasa digunakan guru, sedangkan kelompok eksperimen
menggunakan buku teks yang berbeda. Dari bahan yang tercakup dalam LKS yang
digunakan guru, ada tiga unit bahan ajar pilihan guru yang dimodifikasi sedemikian
rupa dengan mangakomodasi beberapa unsur pragmatik serta materi dari TOEIC test.
Modifikasi ini membuat kalibarsi bahan ajar berbeda dengan versi aslinya meski tema
dan cakupan leksikogrammar yang pokok dipertahankan.
Dari keempat komponen sistem pembelajaran di atas dapat dilihat bahwa yang
sengaja dimanipulasi atau dirancang berbeda adalah komponen buku teks, sedangkan
perilaku kedua guru dalam prosedur pengembangan kegiatan kelas hanya merupakan
konsekwensi dari rancangan buku teks. Berdasarkan paradigna Dick, Carey dan Carey
(2005), kondisi komponen yang sengaja dirancang berbeda ini berpotensi
menghasilkan hasil pemebelajaran siswa yang berbeda. Kalibrasi komponen ini (buku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
262
teks) dapat digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan adanya perbedaan prestasi
belajar bahasa Inggris antara kedua kelompok tersebut setelah mereka selesai
mengikuti perlakuan. Dan karena perbedaan itu berasal dari perbedaan buku teks yang
menjadi variabel bebas dalam eksperimen ini, penelitian ini dapat dinilai telah
memenuhi validitas internal.
Berdasarkan penjelasan dalam Bab IV tentang pengembangan buku teks, dapat
dilihat bahwa dari tema yang sama, kedua model bahan ajar kelihatan mirip tidak saja
dari penampakan luar atau surface level tetapi juga dapat dilihat dari tema dan
rumusan instruksi yang dipakai. Hampir semua bagian dari tiap unit selalu didahului
oleh perintah ”Task .n..” dan diikuti oleh perintah untuk mengerjakan sesuatu
berdasarkan isi bagian tersebut. Perbedaan yang mencolok adalah pada skenario
pembelajaran, alur pengembangan kegiatan belajar, komposisi bahan ajar serta
hakikat kegiatan yang dikembangkan.
Skenario yang dikembangkan di LKS adalah memberikan serangkaian
kegiatan pembelajaran dengan melibatkan siswa mengerjakan tugas-tugas dalam
bahan ajar tersebut. Meskipun isi tiap unit bahan ajar dikatakan terkait, hubungan
yang ada antar bagian bersifat tematik dan linguistik belaka. Struktur pengembangan
yang dipakai adalah pencakupan keempat keterampilan bahasa dalam tiap unit dengan
urutan reading, speaking, listening, dan writing. Namun demikian alur
pengembangannya baru tercermin pada tataran formal belum mencerminkan kondisi
pemakaian bahasa yang alamiah.
Skenario yang dikembangkan dalam buku teks integratif ini didasarkan atas
fungsi bahasa melalui alur pengembangan kompetensi bahasa lisan (oracy) menuju
pada pengembangan keterampilan berbahasa tulis (literacy). Pada tahapan pertama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
263
pengembangan keterampilan menyimak (listening) diteruskan dengan pengembangan
keterampilan wicara (speaking). Berdasarkan hasil pembelajaran ini, pegembangan
keterampilan bahasa tulis yang mencakup membaca (reading) dan menulis (writing)
dilakukan. Dalam rangka pengembangan keempat keterampilan berbahasa, beberapa
kegiatan yang ada dalam TOEIC test diakomodasi secara integratif ke dalam materi.
Perbedaan kedua bahan tersebut juga tercermin dalam kegiatan pembelajaran
dikelas. Berdasarkan pembahasan Bab V tentang tahap pengembangan, dapat diamati
bahwa secara garis besar kegiatan pembelajaran dalam kelas kontrol diarahkan pada
upaya guru membantu siswa mengenali dan memahami jenis task pada tiap bagian
dan bagaimana menyelesaikannya. Di kelas eksperimen, guru mengembangkan
kompetensi berbahasa melalui serangkaian pengembangan keterampilan berbahasa
yang saling terkait melalui bahan ajar yang ada. Jadi siswa tidak hanya belajar untuk
memahami dan mampu mengerjakan tugas yang ada dalam buku teks, namun juga
mampu menggunakannya dalam tindak komunikasi dalam konteks terbatas. Dari
perbandingan ini dapat dilihat bahwa kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen tidak
hanya diarahkan mampu memahami task yang dihadapi, termasuk tugas yang sesuai
dengan yang ada dalam TOEIC test, tetapi belajar berbahasa dengan bahan-bahan
tersebut.
Berdasarkan transkrip proses pembelajaran di kelas dan dengan mencermati
rekaman video pembelajaran dapat dilihat bahwa porsi pengembangan unsur
pragmatik yang diterapkan di kelas eksperimen lebih banyak dari pada yang diberikan
kepada kelompok kontrol. Sejak langkah pertama, siswa di kelas eksperimen selalu
dilibatkan dalam proses komunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris semaksimal
mungkin dengan menghadirkan konteks pemakaian bahasa yang sesuai butir-butir
bahasa yang dilatihkan. Semua tugas dalam bahan ajar dirancang sebagai bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
264
interaksi antara guru dengan siswa serta antar siswa dengan menerapkan unsur CLT
ke dalam tiap bagian bahan ajar integratif. Di akhir pembelajaran, baik dalam tahap
pengembangan kompetensi berbahasa lisan maupun tertulis, siswa dihadapkan pada
suatu situasi untuk menggunakan materi-materi yang baru dipelajari dalam berbahasa
dengan konteks terbatas. Langkah terakhir di atas merupakan upaya guru memberi
kesempatan siswa untuk berlatih melakukan tindak komunikasi yang lebih
kontekstual. Dengan demikian kemampuan mereka untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa produktif, baik speaking atau writing tampak berkembang pesat.
Unsur lain digunakan untuk memperkaya buku teks integratif adalah materi-
materi dan kegiatan yang biasanya dijumpai dalam TOEIC test. Sajian Bab IV dan
Bab V menunjukkan bahwa hampir semua unsur yang tercakup dalam TOEIC test
dimasukkan ke dalam berbagai task dalam buku teks. Mulai dari pertama kali guru
membuka pelajaran, guru menggunakan berbagai media untuk melakukan tanya
jawab dalam bahasa Inggris secara lisan. Guru juga menggunakan serangkaian media
gambar untuk memancing agar siswa mau melakukan percakapan lisan dalam bahasa
Inggris meskipun dalam bentuk sederhana. Kegiatan ini sangat membantu siswa
dalam mengerjakan soal-soal bagian 1 dan 2 yaitu tentang picture description dan
short conversation. Bagian 5 dan 6 ketika kegiatan difokuskan pada pengembangan
kompetensi gramatika (grammatical competence) melalui tema language focus, siswa
secara langsung belajar bagaimana menjawab pertanyaan tentang vocabulary dan
error correction dalam TOEIC test. Demikian juga bagian terakhir yaitu reading.
Bahan bacaan yang diambil, latihan-latihan yang dikembangkan juga mengikuti
model TOEIC test. Dengan demikian siswa dari kelompok eksperimen merasa lebih
terbiasa mengerjakan task yang dikemas seperti TOEIC test sehingga test-taking skills
mereka berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
265
Selain itu suasana pembelajaran pun juga tampak berbeda. Secara umum,
kelas eksperimen tampak lebih serius dalam belajar. Sepanjang sesi pelajaran siswa
selalu disibukkan dengan kegiatan pembelajaran. Mereka tampak antusias dari ketika
mendengarkan pajanan dari guru, sampai pada ketika melakukan latihan-latihan.
Ketika diminta untuk melakukan praktik berdialog, mereka tampak lebih siap dan
tanpa ragu-ragu atau segan untuk melakukannya baik dari bangku mereka maupun
ketika mereka diminta maju ke depan kelas untuk mempraktikkan tindak komunikasi.
Secara keseluruhan siswa kelihatan menikmati pembelajaran yang dikembangkan
guru.
Suasana pembelajaran di kelompok kontrol berbeda. Sejak awal guru selalu
menggunakan suara yang keras untuk memperoleh perhatian siswa dan untuk
melawan suara siswa yang sering kali berbicara sendiri dengan teman sebelahnya.
Untuk membantunya, guru sering menjelaskan masalah yang ada di buku dengan
menulis dan membuat beberapa contoh kalimat di papan tulis. Tidak jarang guru
menjelaskan struktur kalimat dalam bahasa Indonesia. Guru di kelompok kontrol juga
meminta siswa untuk mempraktikkan tindak komunikasi. Ini dilakukan hanya di akhir
pelajaran. Beberapa siswa yang ditunjuk untuk maju ke depan tampak segan
melakukannya. Hanya dengan upaya guru untuk terus mendorong mereka, akhirnya
mereka bersedia maju ke depan kelas. Hal yang sama juga dapat dilihat ketika guru
menyuruh siswa mengerjakan latihan dari buku. Tidak jarang, siswa membawa bahan
yang dipraktikkan di depan kelas seperti mendemonstrasikan tindak komunikasi
dengan membaca teks. Dari perbandingan konsidi ini dapat dilihat bahwa buku teks
yang dikembangkan dalam R & D ini lebih menarik bagi siswa.
Dari segi pengembangan kompetensi bahasa dan pemajanan pada materi
TOEIC test, dapat dikatakan siswa dari kelompok eksperimen lebih unggul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
266
dibandingkan dengan siswa dari kelompok kontrol. Dengan demikian pemakaian
buku teks integratif ini benar-benar mampu membantu siswa meningkatkan
kompetensi berbahasa Inggris mereka yang dibuktikan dengan lancarnya interaksi
guru dan siswa di kelas, baik lisan maupun tertulis, dengan menggungkan bahasa
Inggris. Selain itu keunggulan skor postes yang dirancang mengikuti format TOEIC
test menunjukkan bahwa mereka lebih siap mengerjakan TOEIC test dibanding
dengan siswa dari kelompok kontrol. Pencapaian kedua unggulan di atas adalah
tujuan yang ingin dibangun dengan memodifikasi bahan ajar yang diambilkan dari
LKS menjadi buku teks integratif.
Dari perbandingan tersebut, dapat dijelaskan bahwa komponen bahan ajar
yang sama dikembangkan dengan tema serta kasus-kasus yang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan siswa menjadi lebih menarik. Bahan yang menarik ini akan
meningkatkan motivasi siswa mempelajarinya sehingga menyebabkan berbedanya
peretasi belajar kedua kelompok tersebut.
Seperti yang tertera dalam tabel analisis t-test di atas, rerata skor postes atau
prestasi kelompok eksperimen adalah sebesar 44,06, sedangkan rerata prestasi belajar
kelompok kontrol adalah sebesar 35,58. Dalam penghitungan uji beda atau t.test,
perbedaan prestasi kedua kelompok tersebut dituangkan ke dalam harga t yang
besarannya –3,365. Dalam ujibeda, angka ini menunjukkan bahwa perbedaan prestasi
keduanya sangat berarti atau signifikan dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed)
sebesar 0,001.
F. Keterbatasan Penelitian
Tujuan tahap pengujian ini adalah mengungkap perbedaan prestasi belajar
bahasa Inggris dua kelompok siswa kelas X jurusan UJP SMK yang menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
267
buku teks yang berbeda. Tujuan tersebut tercapai melalui serangkaian treatment
dalam bentuk kegiatan proses pembelajaran yang dirancang secara khusus. Hasil
treatment membuktikan pengaruh perbedaan buku teks yang digunakan dalam
treatment terhadap prestasi belajar bahasa Inggris. Berdasarkan penghitungan uji beda
dengan t-test diketahui bahwa kelompok siswa yang belajar bahasa Inggris dengan
menggunakan buku teks yang sengaja dimanipulasi dengan mengakomodasi tuntutan
pembelajaran menunjukkan rerata prestasi belajar yang lebih tinggi dari mereka yang
belajar dengan menggunakan bahan biasa; yaitu dari LKS. Pernyataan tersebut dibuat
berdasarkan besaran harga t hasil uji yang lebih besar dari harga t kritis yang
menegaskan bahwa memang benar prestasi kedua kelompok belajar tersebut berbeda
secara meyakinkan.
Salah satu fitur kualitas penelitian uji coba ini adalah validitas eksternal
disamping validitas internalnya. Kadar validitas eksternal menyangkut tingkat
kemungkinan penerapan hasil uji coba ini di luar jangkauan populasi penelitian ini.
Ini berarti bahwa penerapan hasil uji coba ini pada kasus siswa lain dapat dilakukan
dengan memperhatikan berbagai rambu-rambu penting yang sepadan dengan kondisi
dan populasi yang diteliti (Borg dan Gall, 1983).
Beberapa keterbatasan penerapan hasil uji coba ini pada populasi lebih luas
adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini dilakukan pada siswa jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta yang
hasilnya dapat diterapkan di jurusan UJP di SMK lain dengan syarat kondisi
siswa, guru dan lingkungan pembelajaran yang ada tidak jauh berbeda dengan
yang digambarkan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
268
2. Penerapan hasil penelitian ini pada siswa jurusan lain perlu pengkajian dan
penyesuaian lebih lanjut. Ada beberapa ranah yang secara umum dapat diterapkan
seperti persesuaian antara kondisi bahan ajar dengan kebutuhan siswa, baik untuk
keperluan proses pembelajaran maupun keperluan praktis di luar itu. Jika buku
teks itu sesuai dengan kebutuhan siswa, mereka akan tertarik mempelajarinya.
Selanjutnya, jika motivasi belajar siswa sudah tumbuh, guru harus mampu
mengendalikannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
3. Buku teks hanyalah merupakan satu dari, paling tidak, empat komponen dalam
sistem pendidikan. Keberhasilan proses pembelajaran mencapai tujuan suatu
sistem tidak hanya tergantung pada satu komponen saja. Penerapan buku teks
seperti ini di kelas lain juga harus mengindahkan skenario pengembangannya ke
dalam kegiatan kelas. Skenario dalam bahan ajar yang secara khusus dirancang
untuk penelitian ini tidak bersifat mutlak. Ada beberapa kemungkinan
memodifikasi yang dapat dilakukan selama masih mengikuti prinsip-prinsip
pengajaran bahasa komunikatif atau CLT.
4. Buku teks yang memiliki fitur serupa dengan yang ada dalam buku teks yang
digunakan dalam uji coba ini memerlukan dukungan guru yang memiliki tingkat
kompetensi atau profesionalitas yang memadai selain komitmen untuk berbuat
yang terbaik untuk siswanya. Guru harus mampu berbahasa Inggris lisan atau
oracy dan tertulis atau literacy dengan baik dan lancar untuk mampu
mengembangkan kegiatan kelas. Kompetensi ini mutlak diperlukan karena
tuntutan pengembangan kompetensi komunikatif siswa di kelas hanya dapat
dilakukan dengan bimbingan atau scaffolding dan contoh atau exposure yang baik
dan tepat dari guru. Guru juga perlu menguasai pemakaian media, khususnya
pemutar rekaman suara atau audio player yang sesuai dengan media bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
269
rekaman yang ada. Tidak kalah pentingnya adalah guru harus memiliki komitmen
dan dinamika tinggi karena semua unsur dan bagian dari buku teks ini menuntut
siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran secara kognitif dan afektif yang
tinggi. Keterlibatan siswa secara maksimal perlu selalu dijaga dengan cara guru
selalu memantau dan mengarahkan perhatian siswa pada proses pembelajaran.
5. Penelitian ini dilakukan dalam kelas yang besarannya kurang dari 40 siswa. Untuk
itu jika hasil ini diterapkan pada kelas yang lebih besar, guru perlu menyusun
skenario pembelajaran lebih teliti dengan menggunakan media lebih banyak untuk
membuat kompensasi perbandingan guru siswa yang lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 270
BAB VII
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Bab ini menyajikan Simpulan, Implikasi dan Saran. Dalam bab ini juga
disajikan manfaat teoretik yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian R & D ini.
A. Simpulan
Berdasarkan temuan dari tiga tahapan R & D tentang penyusunan model
buku teks bahasa Inggris integratif di SMK N 4 Yogyakarta yang telah dilakukan,
beberapa simpulan yang dapat peneliti rumuskan adalah sebagai berikut.
Pertama tentang buku teks. Temuan dari tahapan eksplorasi menunjukkan
bahwa semua guru bahasa Inggris menggunakan lebih dari satu bahan ajar dalam
mengembangkan proses pembelajaran. Buku teks yang digunakan bervariasi.
Kondisi sekolah, siswa, aspirasi guru berkorelasi dalam menentukan jenis dan
jumlah buku teks yang dipakai. Ada kecenderungan semakin tinggi peringkat suatu
sekolah semakin tinggi tuntutan kualitas dan variasi buku teks yang dipilih guru.
SMK Negeri yang mempunyai reputasi akademik baik biasanya mampu
mengembangkan pengajaran bahasa Inggris yang baik dan menuntut siswanya
membeli buku teks yang berkualitas memadai.
Di beberapa sekolah seperti SMKN 2 Depok, SMKN 1 Yogya dan SMKN
2 Wonosari, dengan seijin Kepala Sekolah dan melalui program sekolah, guru
dapat mewajibkan siswa membeli buku teks yang dinilai mendukung
pengembangan kompetensi bahasa Inggris siswa seperti yang dituntut KTSP serta
dunia kerja. Dalam kondisi demikian, keputusan tersebut biasanya tidak
mendapatkan reaksi negatif dari orang tua siswa. Hal yang sangat berbeda terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
271
271
di kebanyakan sekolah swasta. Dengan alasan kondisi latar belakang keuangan
orang tua yang dinilai kurang mampu, guru tidak berani mewajibkan siswa
membeli buku teks yang mereka nilai memadai. Dalam kondisi seperti ini guru di
SMK swasta sangat tergantung pada kebijakan Kepala Sekolah. Guru dapat
mengusulkan pengadaan buku teks secara mandiri dengan mengkoordinir
pembelian buku teks agar harganya lebih terjangkau. Selain itu, sekolah juga
memperoleh sumbangan buku yang kemudian menjadi koleksi perpustakaan.
Dengan kondisi seperti ini, buku teks yang dipakai bukanlah buku pilihan guru,
melainkan tergantung daya beli buku teks oleh orang tua siswa.
Dari buku teks yang digunakan baik di SMK negeri maupun swasta, belum
ada buku teks yang secara proporsional dan integratif mengakomodasi dua tuntutan
pokok; tuntutan kurikuler dan dan tuntutan sertifikasi kompetensi bahasa yang
diakui di lapangan pekerjaan, dalam satu buku teks. Untuk memenuhi kedua
tuntutan tersebut biasanya guru menggunakan lebih dari satu bahan ajar. Untuk
memenuhi tuntutan kedua—sertifikasi kompetensi bahasa Inggris yang diakui
DUDI berupa perolehan skor TOEIC test, guru biasanya menggunakan buku
panduan menempuh TOEIC test seperti TOEIC Preparation (Lougheed, 2005).
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pertama, mereka menggunakan buku teks
yang bervariasi.
Kedua tentang penyusunan buku teks integratif. Kebutuhan buku teks yang
memenuhi kedua macam tuntutan di atas dapat dirancang dengan mengakomodasi
model-model kegiatan yang digunakan dalam TOEIC test ke dalam kegiatan
belajar berbasis rumusan SKL, SK dan KD yang tercantum dalam KTSP. Task
yang biasa digunakan dalam TOEIC test seperti picture description, question and
answer, umpamanya, dapat dirancang untuk pengembangan keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
272
272
menyimak, wicara sedangkan error recognition untuk peningkatan penguasaan
lexicogrammar. Dengan demikian jenis kegiatan pembelajaran menjadi lebih
bervariasi dan terintegrasi.
Model integrasi kedua adalah dengan menggunakan rambu-rambu
pengembangan butir tes dalam TOEIC test ke dalam buku teks. Pola pengajuan
masalah (question lead) yang diterapkan dalam mengembangkan tes reading dalam
TOEIC test dapat digunakan dalam menyusun pertanyaan terkait task yang
berhububungan dengan kegiatan reading. Bentuk integrasi kegiatan dan unsur
yang ada dalam TOEIC test ke dalam bahan ajar juga harus menyesuaikan dengan
rumusan SK dan KD yang menjadi tujuan pembelajaran.
Dalam tahap pengembangan yang dilaksanakan di kelas XI Jurusan UJP
SMKN 4 Yogyakarta, buku teks yang mengintegrasikan tuntutan kurikuler dan
unsur TOEIC test ke dalam kegiatan pembelajaran berhasil disusun serta
diujicobakan di kelas untuk mengungkap kekurangan dan kelebihannya. Dari tahap
pengembangan yang dilaksanakan dalam tiga siklus dapat diamati bahwa buku teks
tersebut dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu untuk mengembangkan
kedua unsur kompetensi bahasa Inggris yang dituntut dalam KTSP dan TOEIC test
secara integratif.
Ketiga tentang efektifitas buku teks integratif. Buku teks bahasa Inggris
yang berhasil dikembangkan melalui tahap pengembangan dan yang diuji coba di
kelas terbukti memiliki keunggulan dari LKS yang biasa digunakan guru.
Keunggulan ini terungkap melalui penelitian eksperimen yang dilakukan dengan
membandingkan rerata prestasi belajar bahasa Inggris kelompok siswa yang
menggunakan kedua bahan yang berbeda tersebut. Berdasarkan hasil uji beda (t-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
273
273
test) terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa yang
menggunakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dengan yang menggunakan
LKS.
B. Implikasi
Belum adanya buku teks bahasa Inggris yang mencakup kedua jenis
tuntutan—kurikuler dan dunia kerja—secara proporsional dan integratif dalam satu
buku teks menyebabkan para guru harus menggunakan lebih dari satu buku teks.
Selain tidak praktis, kelemahan praktik ini adalah bahwa penyajian kedua bahan
tersebut cenderung tidak terintegrasi. Biasanya pembelajaran untuk memenuhi
tuntutan kurikuler dilaksanakan secara bertahap mulai dari semester 1 sampai
semester 5, sedangkan pemenuhan tuntutan sertifikasi dilakukan dengan pelatihan
intensif di semester 6 dan atau semester 5. Cara belajar seperti ini membuat siswa
merasa mempunyai dua beban belajar yang berbeda, meskipun kenyataannya
mereka menghadapi tugas yang sama yaitu mengembangkan kompetensi bahasa
Inggris. Kenyataan menunjukkan bahwa model pelatihan untuk mengerjakan tes
TOEIC atau test-taking skills secara intensif dapat membuat para siswa merasa
jenuh dengan cara belajar yang senada dan sangat membosankan. Kondisi ini yang
disebut Krashen (1983) sebagai kondisi kelas yang cenderung meningkatkan
affective filter yang menjadi penghalang proses pembelajaran. Tidak jarang sikap
guru yang selalu menuntut siswa untuk meningkatkan skor perolehannya
menyebabkan siswa tidak dapat belajar dengan efektif.
Beban belajar siswa dapat jauh lebih ringan ketika kedua tuntutan tersebut
diintegrasikan dalam satu buku teks. Dengan satu buku teks tersebut guru dapat
menyajikan kedua tujuan tersebut dalam satu langkah pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
274
274
integratif. Salah satu keuntungan integrasi ini adalah menghemat waktu karena
sekolah tidak perlu mengalokasikan waktu satu atau dua semester penuh khusus
untuk memberikan pelatihan intensif untuk mengembangkan test-taking skills
dengan mengerjakan TOEIC test. Waktu tersebut dapat digunakan untuk
memperluas pengembangan kompetensi bahasa tanpa mengabaikan pelatihan
mengerjakan TOEIC test.
Ketika kedua tuntutan tujuan pembelajaran tersebut dapat diintegrasikan
dalam satu buku teks, siswa dapat mempelajarinya dengan lebih baik. Dalam
mempelajari unsur yang tercakup dalam TOEIC test, siswa dapat mempelajarinya
secara bertahap dengan seiring dengan pengembangan KD yang menjadi tujuan
pembelajaran. Selain hemat waktu, pengintegrasian yang tepat terbukti dapat
memperkaya dan meningkatkan mutu bahan ajar yang tercermin dalam kualitas
interaksi guru-siswa. Sebagai contoh, serangkaian media gambar yang sering kali
terdapat di permulaan tiap unit bahan ajar biasanya hanya dipakai sebagai langkah
pemanasan (warming-up) dan atau langkah untuk mengenalkan siswa pada topik
yang akan dipelajari hari itu (lead-in function).
Dalam tahap penelitian pengembangan yang dilaksanakan untuk
mengembangkan buku teks integratif yang mempunyai keunggulan dapat diamati
bahwa serangkaian media gambar yang digunakan dalam proses pembelajaran
terbukti sangat efektif melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara kognitif
dan afektif. Kegiatan pembuka yang telah menarik perhatian siswa ini ternyata
sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam keterampilan
mendeskripsikan gambar (picture description) serta kemampuan siswa untuk
belajar berbahasa dengan cara melakukan tanya-jawab secara lisan. Melalui
transkrip yang ada dapat diamati bahwa kedua kompetensi tersebut dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
275
275
dikembangkan dengan baik melalui teknik tebak gambar (guessing game) yang
dikembangkan guru secara komunikatif dan integratif. (Lihat Lampiran D.3.e).
Bukti lain yang dapat diungkapkan dalam proses penelitian pengembangan
adalah bahwa siswa terlihat lebih terlibat (engaged) ke dalam proses pembelajaran
dengan buku teks integratif ini. Siswa kelihatan lebih bersungguh-sungguh dan
serius mengikuti setiap task dalam proses pembelajaran. Kondisi serupa semakin
tampak nyata dalam pelaksanaan uji coba terbuka dengan membandingkan kondisi
dua kelompok belajar yang menggunakan buku teks yang berbeda. Siswa yang
belajar dengan menggunakan buku teks integratif tampak lebih tekun dan serius
dalam mengikuti pelajaran dari pada siswa yang belajar dengan menggunakan
LKS. Jika siswa dalam kelas kontrol masih ada yang sibuk dengan kegiatannya
sendiri selain berinteraksi dengan buku teks seperti berinteraksi dengan teman
yang duduk di sebelahnya, atau masih sering guru harus mengulang-ulang perintah
untuk melakukan tugas tertentu, kejadian serupa tidak ditemui di kelas eksperimen.
Kualitas interaksi dalam proses pembelajaran ini juga tercermin pada prestasi
pembelajaran bahwa siswa dari kelompok eksperimen mampu berunjuk
kemampuan berdialog di depan kelas dengan lebih siap dan percaya diri
dibandingkan mereka yang menggunakan LKS.
Berdasarkan paradigma Dunkin dan Biddle (lihat halaman 62), perbedaan
ini dijelaskan sebagai konsekwensi kualitas proses pembelajaran atau variable
process yang berkembang di kelas. Dari sudut pandang ini, kualitas kegiatan
belajar yang terjadi di kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda karena kedua
kelas tersebut menggunakan buku teks yang berbeda. Perbedaan buku teks ini
menyebabkan berbedanya kualitas interaksi guru-siswa dan interaksi antar siswa di
kedua kelas tersebut. Siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks integratif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
276
276
ini tampak lebih termotivasi dan serius mengikuti pelajaran bahasa Inggris dan
melakukan tugas pembelajaran baik yang berbentuk latihan-latihan berkomunikasi
maupun latihan yang bertujuan menguasai unsur kebahasaan dibandingkan dengan
siswa dari kelompok yang menggunakan LKS biasa.
Selain unsur buku teks, faktor siswa dan guru berkontribusi dalam
pengembangan interaksi kelas yang efektif dalam rangka pengembangan
kompetensi bahasa yang dituntut. Dari sudut siswa, perhatian mereka terhadap
kegiatan pembelajaran tumbuh karena buku teks yang dipakai menarik, sesuai
dengan kebutuhan mereka, bervariasi kegiatannya dan interaktif. Buku teks
tersebut dapat meningkatkan motivasi mereka belajar bahasa Inggris.
Siswa menyadari bahwa kegiatan pembelajaran yang dikemas dalam buku
teks integratif tersebut relevan dengan kebutuhan mereka baik dalam
menyelesaikan studi di SMK maupun memperoleh skor tinggi dalam TOEIC test.
Salah satu mata diklat adalah mengikuti program PKL di perusahaan Industri
Pariwisata. Beberapa kegiatan yang sering dilaksanakan adalah praktik guiding di
tujuan wisata dan menjadi receptionist (penerima tamu) ataupun ticketing
(mengurusi masalah tiket) di kantor perusahaan tersebut. Pelaksanakan berbagai
kegiatan atau tugas dalam PKL tersebut memerlukan kompetensi bahasa Inggris
yang memadai. Siswa yang kompetensi bahasa Inggrisnya rendah akan sulit
menempuh PKL ini dengan baik.
Pendidikan di SMK dibangun berbasis kompetensi. Sebagai
konsekwensinya assessment hasil diklat juga dilakukan dengan menguji
kompetensi mata diklat yang ditempuh untuk memperoleh sertifikasi kompetensi
yang diperoleh. Berkaitan penilaian ini, siswa dihadapkan pada dua jenis ujian di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
277
277
akhir masa belajar. Pertama adalah UN dan kedua adalah uji praktik atau
sertifikasi. Dalam konteks diklat bahasa Inggris, sertifikasi yang dituntut adalah
dengan mengikuti TOEIC test di tempat-tempat atau test centers yang ditunjuk.
Siswa akan bangga jika memperoleh nilai TOEIC test yang tinggi karena selain
kompetensinya tersertifikasi, sertifikasi ini dapat dipakai untuk mencari pekerjaan
di perusahaan-perusahaan besar, biasanya perusahaan multinasional.
Buku teks yang baik tidak dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris
siswa secara otomatis. Meskipun secara teoritis siswa dapat meningkatkan
kompetensi bahasa Inggris mereka secara mandiri dengan buku teks yang baik,
kenyataan menunjukkan bahwa buku teks hanyalah berfungsi sebagai alat untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran di kelas. Untuk itu diperlukan guru yang
berkompetensi tinggi untuk menyajikan buku teks tersebut sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kompetensi tersebut
melalui berbagai pengalaman belajar di kelas sesuai dengan SK dan KD yang
menjadi sasaran pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran yang memihak siswa, atau student centered,
menuntut guru untuk mampu membuat berbagai persiapan seperti persiapan
mengajar yang baik, menyiapkan berbagai media pembelajaran yang mendukung,
serta mampu menggunakan model penyajian yang lebih dari sekedar
menyampaikan apa yang ada dalam buku teks. Kegiatan pembelajaran tersebut
menuntut komitmen dan dedikasi guru untuk betul-betul meluangkan waktunya
untuk pengembangan kompetensi siswa. Kualitas diklat yang maksimal merupakan
hasil dari upaya guru yang maksimal.
C. Manfaat Teoritis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
278
278
Penelitian dalam disertasi ini dilaksanakan dengan menerapkan prinsip R &
D (Borg dan Gall, 1983) yang tujuan utamanya adalah menghasilkan produk
unggulan untuk meningkatkan efektifitas program pendidikan. Produk yang
dihasilkan—buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK—dikembangkan
berdasarkan LKS yang biasa digunakan guru. Pengembangannya dilakukan dengan
menerapkan rambu-rambu KTSP dan diperkaya dengan unsur yang tercakup dalam
TOEIC test. Pemenuhan rambu-rambu KTSP berarti memenuhi tuntutan kurikuler,
sedangkan pengintegrasian unsur TOEIC test melengkapi tuntutan dunia kerja.
Rambu-rambu KTSP menegaskan pentingnya pengembangan kompetensi
komunikatif bahasa Inggris melalui pengembangan serangkaian KD dan SK. Pada
hakikatnya pengembangan serangkaian kompetensi ini adalah pengembangan
beberapa fungsi bahasa (language functions) pilihan beserta lexicogrammar
pendukung. Pemenuhan rambu-rambu KTSP merupakan bentuk pengembangan
kompetensi siswa untuk dapat berbahasa Inggris dalam konteks dan peran tertentu
sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum SMK.
Hakikat materi TOEIC test adalah alat ukur penguasaan bahasa Inggris. Di
SMK, materi tersebut digunakan untuk mengembangkan keterampilan
mengerjakan tes atau test taking skills. Pengintegrasian materi TOEIC test ke
dalam buku teks ini dirancang untuk menambah volume materi yang memenuhi
kebutuhan pembelajaran serta untuk memperkaya ragam kegiatan pembelajaran
(Tomlinson, 2008). Kondisi ini mencerminkan upaya untuk menciptakan input
bahasa yang kaya atau rich language input. Terkait dengan kondisi tersebut,
Krashen (1983) meyatakan bahwa kuantitas dan kualitas input bahasa yang dapat
diakses pembelajar berkontribusi terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
279
279
Pengintegrasian unsur TOEIC test ke dalam cakupan buku teks tidak berarti
menambah beban belajar (learning load) siswa menjadi lebih berat. Perancangan
volume dan kualitas input yang terintegrasi, proporsional dan sesuai dengan
kebutuhan pembelajar telah terbukti memperkaya pengalaman belajar di dalam
kelas sehingga menciptakan kondisi yang kondusif bagi proses pembelajaran.
Sebagai bukti, bagian pertama TOEIC test yang berupa picture description dapat
dirancang sebagai media untuk menciptakan konteks situasi pemakaian bahasa
Inggris yang autentik dan sangat efektif mengembangkan keterampilan berbahasa
lisan (oracy). Rangkaian media gambar yang tersedia yang semula hanya berfungsi
sebagai bahan untuk mengembangkan pertanyaan dalam tes, dapat difungsikan
untuk mengembangkan keterampilan mendengar serta wicara dengan
mengembangkan dialog, baik yang bersifat interpersonal maupun transactional.
pengembangan dialog yang dilakukan dengan melibatkan siswa secara langsung
berarti melibatkan siswa dalam praktik berkomunikasi yang authentic. Pengalaman
belajar seperti ini sangat berguna dalam proses pembelajaran.
Tes reading dalam TOEIC menggunakan teks fungsional pendek dengan
topik dan tema yang relevan dengan minat dan kondisi siswa. Selain untuk
mengembangkan keterampilan mambaca seperti fungsi aslinya, bahan ajar ini
sangat efektif untuk mengembangkan keterampilan menulis berdasarkan topik
yang diangkat dalam teks. Misalnya, berdasarkan teks reading dengan topik
‘invitation’ atau ‘announcement’, siswa dapat diminta untuk merespon teks
tersebut dengan meminta mereka membuat undangan atau pengumuman untuk
kegiatan tertentu dan kemudian didiskusikan di kelas. Dengan demikian teks
tersebut tidak hanya untuk mengembangkan keterampilan membaca saja, tetapi
juga menulis dan wicara dalam kegiatan yang terpadu. Bagian lain, seperti error
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
280
280
recognition juga dapat difungsikan sebagai kegiatan pembelajaran untuk
memperkaya penguasaan lexicogrammar serta pemakaiannya dalam konteks
sederhana. Dengan demikian pengintegrasian materi TOEIC test ke dalam buku
teks ini sangat mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang efektif.
Sementara itu pemakaian unsur-unsur TOEIC test dalam buku teks sebagai media
pembelajaran tidak mengubah fungsi utama bahan tersebut sebagai bahan untuk
mengembangkan test-taking skills, yaitu melatih keterampilan mengerjakan tes
TOEIC.
Mata diklat bahasa Iggris di SMK termasuk dalam kelompok mata diklat
adaptif (Depdiknas, 2004). Dengan belajar bahasa Inggris, diharapkan lulusan
SMK mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja serta mampu
mengembangan diri dalam lingkungannya dengan kompetensi bahasa Inggrisnya.
Tujuan ini selaras dengan sifat kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dalam
buku teks ini. Berdasarkan penjelasan di atas, berbagai materi TOEIC test dapat
diintegrasikan ke dalam cakupan buku teks dalam bentuk kegiatan pembelajaran
serta konteks pemakaian bahasa yang autentik seperti guessing game atau
birthday-party invitation dan yang lain. Seperti yang dinyatakan Johnson (2002)
dalam konsep CTL, bahwa perancangan materi serta kegiatan pembelajaran yang
dapat menghubungkannya dengan minat atau kondisi siswa sangat membantu
dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif.
Tahap kedua penelitian R & D ini dirancang untuk adalah mengembangkan
bahan ajar menjadi Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang dilaksanana dalam
tiga siklus. Dari pelaksanaan tahap pengembangan dapat dirumuskan bahwa
penerapan prosedur Penelitian Tindakan memungkinkan peneliti untuk
mengungkap berbagai kelemahan buku teks maupun kekuatannya berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
281
281
konteks penerapannya di kelas yang sesungguhnya untuk diperbaiki. Upaya
tersebut berhasil tidak saja berkat penerapan prinsip dan prosedur penelitian dalam
tahap pengembangan, tetapi juga berkat kolaborasi dengan guru serta pakar.
Kolaborasi dengan pakar memberikan masukan kualitas buku teks dalam proses
perancangan, sedangkan kolabrasi dengan guru memberikan gambaran kualitas
empirik penerapannya di kelas. Dengan menggabungkan masukan dari
kolaborator, hasil pengembangan buku teks berjalan dengan baik.
D. Saran
Berdasarkan telaah pelaksanaan penyusunan buku teks Bahasa Inggris
Integratif untuk SMK ini beberapa saran untuk peneliti lain adalah sebagai berikut.
1. Pada tahap persiapan, peran kolaborasi sangat menentukan. Tantangan
pertama dalam melaksanakan R & D di lembaga pendidikan lain adalah
membangun kolaborasi yang baik dengan pejabat institusi serta para guru.
Jika yang diperlukan dari pejabat adalah izin pelaksanaan yang relatif lebih
mudah diselesaikan, kolaborasi dengan guru memerlukan pendekatan yang
lebih hati-hati dan sering kali memerlukan kesabaran yang tinggi.
Mengingat peran guru kolaborator, khususnya guru penyaji bahan ajar,
sangat menentukan. Dengan demikian pemilihan guru kolaborator harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Selain pendekatan resmi melaui izin
pendekatan secara pribadi lebih menentukan. Dengan demikian pemilihan
guru kolaborator perlu memperhatikan kompetensi akademik, pedagogik
serta sosialnya. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek maka peneliti
dapat membangun komunikasi yang baik tentang apa yang terjadi dalam
masa penyusunan dan ujicoba buku teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
282
282
2. Pemilihan institusi pendidikan perlu dilaksanakan dengan hati-hati.
Meskipun status bahasa Inggris untuk semua jurusan di SMK sama,
suasana pembelajaran yang terjadi sangat berbeda tergantung jurusan serta
kondisi sekolah. Tingkat kebutuhan bahasa Inggris siswa jurusan UJP
sangat berbeda dengan siswa lain dari jurusan Tata Kecantikan, atau AP.
Tingkat kebutuhan tersebut berkontribusi terhadap dinamika kegiatan
pembelajaran di kelas. minat dan antusias siswa mengikuti diklat bahasa
Inggris.
3. Dalam proses penyusunan buku teks, peneliti perlu mencermati rambu-
rambu kurikulum, peraturan dan sumber-sumber yang terkait serta
kebutuhan (needs) yang dihadapi siswa. Pemahaman yang mendalam ini
diperlukan untuk dapat merumuskan tujuan, cakupan, materi serta kegiatan
pembelajaran yang sesuai. Buku teks yang mengakomodasi unsur-unsur di
atas dapat membantu membangun kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan tuntutan kurikuler serta menarik bagi siswa.
4. Mengingat buku teks dipakai sebagai sumber pegangan dalam
pengembangan kegiatan pembelajaran, kualitas bahasa sasaran yang harus
diperhatikan. Jika memungkinkan penyusun dapat mencari penasihat
linguistik untuk meningkatkan mutu bahasa Inggrisnya. Jika tidak,
penyusun harus betul-betul mencermati pemakaian komponen lexico-
grammatical serta gaya bahasanya.
5. Tampilan buku teks juga perlu diperhatikan. Selain substansi pembelajaran
yang dipilih dengan cermat, pemakaian media serta tata letak atau lay out
yang tepat akan membuat siswa tertarik menggunakannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
283
283
6. Tersedianya buku teks yang baik bukan satu-satunya jaminan lancarnya
proses pembelajaran yang efektif (Dunkin dan Biddle, 1974; Richards,
2000, dan Tomlinson, 2008). Penyusun buku teks perlu memberi
penjelasan kepada para pemakai, khususnya guru, tentang saran pemakaian
serta kemungkinan memodifikasi bahan ajar sesuai dengan kebutuhan kelas
yang ada. Penyelarasan persepsi antara penyusun buku teks dengan guru
perlu dibangun agar bahan ajar yang dikembangkan dalam buku teks dapat
digunakan sesuai dengan skenario penyusun.
Recommended