View
64
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH KELAUTAN
PERBANDINGAN PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 DI UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK
Dosen Mata Kuliah : M. Arif Zainul Fuad, MSc
Disusun Oleh :
Mamik Melani 115080601111033
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
1. PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Penginderaan Jauh..................................................................................3
2.2 Mangrove dan Penginderaan Jauh..........................................................5
2.3 Metode Klasifikasi Supervised dan Unsupervised...................................6
3. METODOLOGI................................................................................................7
3.1 Alat dan Bahan........................................................................................7
3.2 Metode Pengolahan.................................................................................7
4. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................9
4.1 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 8.................................................9
4.1.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 8.................................9
4.1.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 8...........................23
4.2 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 7...............................................30
4.2.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 7...............................30
4.2.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 7...........................39
4.3 Pengolahan Change Detection..............................................................45
4.4 Perhitungan Luasan Mangrove Klasifikasi Supervised LANDSAT 8.....50
4.5 Hasil Perbandingan Klasifikasi Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8......69
4.6 Hasil Perbandingan Perhitungan Luasan Vegetasi Ke-dua Citra..........71
5. PENUTUP.....................................................................................................72
5.1 Kesimpulan............................................................................................72
5.2 Saran.....................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................73
i
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang terjadi adalh banyak perubahan lahan setiap
tahunnya terjadi secara meningkat. Banyak hutan hutan yang ditebang untuk
dijadikan lahan perkebunan atau untuk pemukiman. Pengetahuan tentang
perubahan tata guna lahan tanpa harus langsung kelapangan sangat dibutuhkan,
salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh melalui
citra satelit. Dalam intrepretasi citra pengenalan obyek merupakan bagian yang
sangat penting. Prinsip pengenalan obyek pada citra didasarkan pada
penyelidikan karakteristik pada citra. Karakteristik tersebut tergambar dalam citra
serta digunakan untuk mengenali obyek yang disebut dengan unsure interpretasi
citra.
Adanya teknologi penginderaan jauh merupakan suatu perkembangan
baru yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ketersediaan data dan informasi yang
diimbnagi dengan pengolahan data menjadi informasi wilayah dapat dilakukn
dengan sistem informasi geografis (SIG). Data – data pengunaan lahan juga
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan diantaranya dalah untuk pembangunan,
mengetahui seberapa besar perubahan penggunaan lahan disuatu wilayah, serta
dapat pula digunakan untuk keperluan kesesuaian perencanaan wilayah .
Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 4,25 juta ha
atau 3,98% si seluruh hutan Indonesia. Pada tahun 1993, Direktorat Jenderal
Inventarisasi dan Tata Guna Hutan (INTAG) memperkirakan bahwa luas hutan
mangrove di seluruh wilayah Indonesia hanya tersisa 3,73 juta ha. Untuk
melakukan pemantauan dan inventarisasi hutan mangrove tidaklah mudah. Hal
tersebut dikarenakan kesulitan pemetaan di lapangan merupakan kendala
kelangkaan data mangrove. Sebagai alternatifnya dikembangkan teknik
penginderaan jauh. Teknik penginderaan jauh ini memiliki kemampuan untuk
menjangkau cakupan wilayah yang lebih luas dan dapat memetakan daerah-
daerah yang sulit dijangkau dengan perjalanan darat.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan ini adalah :
Bagaimana perbedaan pemetaan mangrove dengan menggunakan
klasifikasi Supervised dan Unsupervised?
Bagaimana luasan vegetasi mangrove pada tahun 2000 dan tahun 2014?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam laporan ini adalah :
Untuk mengetahui perbedaan pemetaan mangrove dengan
menggunakan klasifikasi Supervised dan Unsupervised.
Untuk mengetahui perbedaan luasan vegetasi mangrove pada tahun
2000 dan tahun 2014.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh, memproses, menginterpretasikan gambar dari suatu
interaksi antara energi elektromagnetik. Menurut Lillesand dan Kiefer,
(1990) penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni yang
digunkaan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah serta
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat
tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah serta fenomena yang akan
dikaji. Proses penginderaan jauh adalah dengan menggunakan sensor
pengumpulan data dari jarak jauh. Pengumpulan data dari jarak jauh,
dilakukan melalui variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, ataupun
energi elektromagnetik. Teori tenaga elektromagnetik bergerak secara
harmonis berbentuk sinusoidal pada “kecepatan cahaya” (c). Jarak dari
puncak gelombang menuju puncak berikutnya disebut dengan panjang
gelombang (λ), dan jumlah puncak yang melewati titik tertentu persatuan
waktu disebut dengan frekuensi (f). Teori tersebut dapat dilihat seperti
gambar berikut.
Dalam penginderaan jauh, proses dan elemen yang terkait
dengan energi elektromagnetik untuk sumberdaya alam terdiri dari dua
proses utama yaitu melalui pengumpulan data dan analisis data. Pada
proses pengumpulan data meliputi sumber energi, penjalanan energi
melalui atmosfer, interaksi antar energi dengan kenampakannya dimuka
bumi, sensor wahana pesawat atau satelit serta hasil pembentukan data
3
Gambar 1. Energi Elektromagnetik
dalam bentuk piktorial atau numerik. Sedangkan untuk proses analisis
data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan
alat pengamatan untuk analisis data. Setelah didapatkannya informasi
tentang jenis, bentangan, lokasi dan kondisi berbagai sumberdaya
disajikan dalam bentuk peta, tabel atau dengan suatu laporan yang pda
akhirnya dimanfaatkan untuk pengguna untuk proses pengambilan
keputusan.
Seluruh sistem penginderaan jauh menerima tenaga pantulan
atau yang dipancarkan dari kenampakan muka bumi. Sumber tenaga
dalam proses penginderaan jauh terdiri dari dua yaitu, tenaga alamiah
atau matahari dan tenaga buatan yang berupa gelombang mikro.
Distribusi spektral tenaga pantulan matahari dan tenaga pancaran dari
benda sifatnya jauh dari seragam. Tingkat tenaga matahari jelas
bervariasi menurut waktu dan tempat dan material yang berbeda
dipermukaan bumi memancarkan tenaga yang berbeda tingkat
efisiensinya. Pada atmosfer memiliki molekul - molekul gas yang dapat
memantulkan, menyerap dan melewati radiasi elektromagnetik. Selain itu,
atmosfer juga dapat menjadi penghalang pancaran sumber tenaga yang
mencapai kepermukaan bumi. Untuk bentuk permukaan bumi yang
bertopografi halus serta mempunyai warna cerah pada permukaan, akan
lebih banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan dengan
permukaan bumi yang bertopografi kasar berwarna gelap.
Interaksi antara tenaga dan obyek akan membangkitkan pantulan
atau pancaran sinyal yang tidak hanya selektif terhadap panjang
gelombang, tetapi juga diketahui tidak berubah dan unik terhadap sifat
4
Gambar 2.
jenis dan macam kenampakan bumi. Interaksi tersebut dapat dilihat dari
kenampakan gambar dari yang dihasilkan foto udara. Obyek yang
memiliki daya pantul yang tinggi akan memperlihatkan cerah pada citra,
dan sebaliknya obyek yang memiliki daya pantul yang rendah akan
terlihat gelap pada sensor. Komponen dasar suatu penginderaan jauh
ideal terdiri dari : suatu sumber tenaga seragam, atmosfer yang tidak
mengganggu, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan
benda dimuka bumi, sensor yang sempurna, sistem pengolahan data
tepat waktu, berbagai penggunaan data. Metode penginderaan jauh
adalah dengan menggunakan data gambar yang diperoleh dari sensor
yang kemudian akan menjadi sebuah informasi untuk merepresentasikan
bentuk kenampakan bumi secara nyata.
2.2 Mangrove dan Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove didasarkan atas dua
sifat yaitu bahwa mangrove mempumyai klorofil dan mangrove tumbuh
didaerah pesisir. Adanya hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam
mendeteksi mangrove melalui satelit. Sifat iptik klorofil sangat khas yaitu
bahwa klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan
inframerah. Tanah pasir dan batuan juga memantulkan inframerah tetapi
bahan bahan ini tidak menyerap spectrum sinar merah sehingga tanah
dan mangrove secara optic juga dapat dibedakan. Beberapa aspek
lingkungan mangrove yang dapat dipelajari dengan menggunakan
penginderaan jauh adalah spesies mangrove dan identifikasi zonasi,
perubahan tata guna lahah mangrove, keadaan mangrove dan
distribusinya serta lingkungan fisik mangrove (Susilo, 2000).
Chaudhury (1985) manjelaskan bahwa informasi lebih lanjut yang
dapat diperoleh dari penginderaan jauh untuk studi ekosistem mangrove
adalah :
Identifikasi dan kuantifikasi hutan mangrove
Identifikasi dan kenampakan zona (tipe-tipe vegetasi) di daerah mangrove
Identifikasi keberadaan dan profil dataran berlumpur
Monitoring proses-proses dinamis (akresi, erosi) di lingkungan mangrove
Monitoring sedimentasi laut lepas, ekspor bahan organik dan sistem
aliran
Identifikasi tipe-tipe tanah
5
Monitoring karakteristik air (contoh : salinitas, turbiditas) di dearah
mangrove
Monitoring tata guna lahan mangrove (contoh : akuakultur, kehutanan)
Monitoring perubahan aktivitas penggunaan lahan di daerah mangrove
2.3 Metode Klasifikasi Supervised dan Unsupervised
Klasifikasi citra penginderaan jauh (inderaja) bertujuan untuk
menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek,
misalkan mangrove laut, sungai, tambak dan lain-lain.
Supervised
Teknik klasifikasi yang diawasi dg melibatkan interaksi analis secara
intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan identifikasi
objek pada citra (training area). Sehingga pengambilan sampel perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang
gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk
mewakili suatu objek tertentu.
Unsupervised
Teknik klasifikasi tak terawasi merupakan pengklasifikasian hasil akhirnya
(pengelompokkan pixel-pixel dengan karakteristik umum) didasarkan
pada analisis perangkat lunak (software analysis) suatu citra tanpa
pengguna menyediakan contoh-contoh kelas-kelas terlebih dahulu.
6
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pemetaan mangrove
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan dalam pemetaan mangrove
Alat dan Bahan Fungsi
Perangkat Lunak ENVI 4.4 Untuk proses pengolahan peta citra satelit
Perangkat lunak ArcGis 9.3 Untuk membantu menghitung luasan mangrove
Peta Citra Satelit Landsat 7 Untuk peta pengolahan
Peta Citra Satelit Landsat 8 Untuk peta pengolahan
3.2 Metode Pengolahan
Metode Pengolahan pemetaan mangrove dikawasan Ujung
Pangkah adalah dengan menggunakan dua metode yang terdiri dari
Supervised Classification dan Unsupervised Classification. Pada
Supervised Classification digunakan Maximum Likelihood sedangkan
untuk metode Unsupervised Classification digunakan IsoData dan K-
Means.
Peta pengolahan yang digunakan didapatkan dari citra satelit
LANDSAT 7 pada tahun 2000 dan citra satelit LANDSAT 8 pada tahun
2014.
7
Supervised Classification Unsupervised Classification
Cropping Area
Layer Stacking
Mulai
Ekstrak Data Citra Satelit
Classification
IsoData
K-Means
Hasil
Maximum Likelihood
Change Detection
Menghitung Luasan Mangrove
Prosedur yang digunakan dalam melakukan pemetaan mangrove untuk
mengetahui hasil perbandingan dari kedua citra adalah sebagai berikut :
8
Gambar 3. Citra LANDSAT 7 dan Citra LANDSAT 8
Gambar 4. Prosedur pengolahan pemetaan mangrove
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 8
4.1.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 8
Langkah awal yang dilakukan sebelum mengolah data citra satelit
dengan menggunakan perangkat lunak ENVI adalah dengan
mengekstrak data citra seperti Gambar.
Buka perangkat lunak yang sebelumnya telah terinstall.
10
Pilih menu File dan pilih Open Image File seperti pada Gambar.
Pilih Band 5, 4, 3, 2 dan 1 pada Citra LNDSAT yang sebelumnya telah diekstrak.
11
Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan Layer Stacking pada kelima Band
tersebut.
Import kelima Band pada Layer Satcking Parameter.
12
Tahap selanjutnya file disimpan dengan nama “Layer Stacking”.
Pilih Choose untuk menyeimpan File Layer Stacking sesuai folder yang
diinginkan.
13
Pada tampilan ROI Tool pilig “Scrol” untuk mempermudah melakukan Cropping
pada daerah yang diinginkan
Ubah tipe Rectangel pada ROI_TYPE.
15
Buat rectangle atau bentuk kotak pada dearah yang akan dilakukan Cropping,
kemudian setelah muncul tanda hijau klik kanan pada warna hijau tersebut.
Hasil daerah yang telah di Cropping akan muncul gambar berwarna merah.
16
Tahap selanjutnya adalah memilih menu Basic Tools dan pilih Subset Data via
ROIS.
Select Input File dengan memilih Layer Stacking.
17
Hasil Cropping kemudian diload RGB pada Band 5, 4, 3 unntuk dapat
memperjelas tampilan vegetasi sehingga dalam melakukan digitasi lebih mudah .
19
Buat 4 Region yang terdiri dari Vegetasi untuk warna merah, Bangunan untuk
warna hijau, Laut Dalam untuk warna biru dan Laut dangkal untuk warna kuning.
Digitasi pada Bangunan, Laut Dalam dan Laut Dangkal adalah dengan
mengeload RGB colour pada Band 4, 3, 2. Hal ini perlu diperhatikan.
Sebelumnya untuk Vegetasi menggunakan Band 5, 4, 3.
20
Tahap selanjutnya adalah dengan melakuakan klasifikasi metode Supervised
dengan memilih “Maximum Likelihood”.
Pilih File Cropping pada Select Input File.
21
Simpan gambar dalam format TIFF.
4.1.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 8
Metose klasifikasi yang kedua adalah Unsupervised, untuk
melakukan klasifikasi ini adalah dengan menampilkan kembali region –
region yang sebelumnya telah dibuat. Metode Unsupervised terdi
dariIsoData dan K-Means.
24
Select Input File Cropping seperti yang terlihat pada Gambar.
Klasifikasi yang pertama dilakukan adalah IsoData. Setelah memilih Cropping
pada Select Input File simpan file dengan nama IsoData.
25
Pilih Choose untuk menyimpan file pada folder yang diinginkan.
Hasil IsoData yang telah disimpan dapat ditampilkan dengan mengLoad file
tersebut. Berikut merupakan hasil klasifiklasi Unsupervised debgan
menggunakan IsoData.
26
Simpan gambar dengan format TIFF.
Tahap selanjutnya adalah pengolahan dengan menggunakan K-Means. Sama
seperti penjelasan sebelumnya, untuk melakukan klasifikasi Unsupervised
dengan menampilkan kembali region- reghion yang telah dibuat.
27
Pilih Cropping pada Classification Input File.
Tahap selanjutnya dilakukan penyimpanan dengan nama file K-Means.
28
Pilih Choose untuk menyim[pan file K-Means pada folder yang diinginkan.
Hasil K-Means dapat ditampilkan, dan berikut merupakan hasil pengolahan
dengan menggunakan K-Means.
29
4.2 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 7
4.2.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 7
Pengolahan citra satelit yang kedua adalah dengan menggunakan
Citra LANDSAT 7. Pada LANDSAT 7 ini langkah awal sedikit berbeda
dengan pengolahan Citra sebelumnya. Perrbedaan tersebut terletak pada
tidak perlu dilakukan Layer Stacking pada pengolahan Citra LANDSAT 7
hal tersebut dikarenakan Citra yang telah didapatkan sebelumnya sudah
dilakukan Layer Stacking. Sehingga pada open image file tidak perlu
memilih Band band cukup dengan memlih satu gambar citra. Seperti
pada gambar berikut :
31
Pada Citra LANDSAT 7 Load RGB colour pada Band 4, 3, 2 untuk mempeerjelas
tampilan vegetsi yang akan dilakukan digitasi. Hal tersebut tentunya berbeda
dengan pengolahan pada LANDSAT 8 dimana untuk memperjelas tampilan
vegetasi dilakukan Load RGB Band 5, 4, 3.
32
Tahapan ini sama seperti pengolahan pada Citra sebelumnya yaitu dengan
memilih menu Basic Tools dan pilih Subset Data via ROIS.
34
Buat 4 region seperti pada pengolahan Citra sebelumnya, dimana Vegetasi untuk
warna merah, Bangunan untuk warna hijau, Laut Dalam untuk warna biru dan
Laut dangkal untuk warna kuning.
36
Tahap selanjutnya adalah klasifikasi Supervised “Maximum Likelihood” sepeerti
gambar berikut.
Pilih Copping pada Select Input File.
37
Pilih semua klas pada ClassesRegion serta pilih Choose untuk menyimpan file
Supervised pada folder yang diinginkan.
Hasil klaisifikasi Supervised pada LANDASAT 7 dapat dilihat seperti gambar
berikut.
38
4.2.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 7
Pengolahan Citra LANDSAT 7 pada klasifikasi
Unsupervisedadalah dengan menampilkan kembali region – region yang
sebelumnya telah dibuat. Metode Unsupervised terdi dariIsoData dan K-
Means
40
Simpan dengan nama File IsoData.
File IsoData yang telah disimpan dapat ditampilkan dengan mengLoad file
tersebut, Berikut merupakan hasil klasifikasi Unsupervised menggunakan
IsoData pada LANDSAT 7.
41
Klasifikasi yang kedua dalah dengan menggunaka K-Means. Thapan untuk
pengolahanya sama seperti pengolahan Unsupervised sebelumnya.
43
Pilih Choose untuk menyimpan File K-Means pada folder yang diinginkan.
Berikut merupakan hasil klasifikasi Unsupervised dengan menggunakan K-
Means.
44
4.3 Pengolahan Change Detection
Pengolahan selanjutnya adalah dengan melakukan Change
Detection pada masing masing klasifikasi baik pada Citra LANDSAT 7
maupun LANDSAT 8.Change Detection ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan daerah yang terjadi pada Citra untuk masing masing tahun
2000 dan 2014. Tahapan untuk melakukan Change Detection dapat
dilihat seperti gambar berikut.
46
Klik OK setelah memilih masing – masig file klasifikasi “IsoData dan K-Means”.
Pada Number fo Class ganti angka 4 dikarenakan region yang digunakan terdiri
dari 4 klas yang meliputi Vegetasi, Bangunan, Laut Dalam dan Laut Dangkal.
47
Tampilkan hasil yang disimpan dengan cara mengLaod file tersebut. Betrikut merupakan hasil Change Detection pada klasifikasi Supervised pada kedua Citra.
Tahap selanjutnya setelah melakukan Change Datection pada klasifikasi Unsuperfisedpada kedua Citra menggunakan IsoData.
48
Pada Number fo Class ganti angka 4 dikarenakan region yang digunakan terdiri
dari 4 klas yang meliputi Vegetasi, Bangunan, Laut Dalam dan Laut Dangkal
Betrikut merupakan hasil Change Detection pada klasifikasi Unsupervised pada
kedua Citra.
50
Pengolahan yang sama juga dilakukan pada klasifikasi Unsupervised
menggunakan K-Means. Langkah untuk menentukan Change Detection sama
seperti pengolahan klasisikasi menggunakan IsoData. Berikut merupakan hasil
Change Detection pada klasifikasi Unsupervised pada kedua Citra.
4.4 Perhitungan Luasan Mangrove Klasifikasi Supervised LANDSAT 8
Tahapan yang dilakukan adalah denganmenghitung luasan
vegetasi mangrove pada derah Ujung Pangkah yang dijadikan daerah
pengolahan. Tahap awal yang perl dilakukan adalah dengan
menampilkan kembali hasil klasifikasi Supervisedpada Citra LANDSAT 8.
51
Pilih Max Likelihood pada Rater to Vector seperti gambar berikut.
Select semua klas region pada Classes to Vectore dan pilih Choose untuk
menyimpan file pada folder yang dinginkan.
52
Tampilan akan menunjukkan seperti gambar, kemudian pilih RTV untuk vegetasi
dikarenakan hanya ingin menghitung luasan dari vegetasi mangrove.
53
Buka file data yang sebelumnya disimpan melalui Add Data.
Akan muncul tampilan seperti gambar berikut.
56
Klik Kanan pada Layer dan pilih Open Attribute Table.
Akan muncul kotak dialog Attribute of Layer to Shapfile.
57
Klik kanan pada Options pan pilih Add Field.
Ubah Type menjadi “Long Integer” dan ketik Luas pada kotak dialog Name.
58
Pada kolom akan muncul kolom luas. Untuk dapat mengetahui nilai luasan
tersebut dapat diklik kanan pada kolom luas kemudian pilih Calculate Geometry.
59
Jika muncul perintah Yes dan No pilih perintah “Yes”.
Kolom luas akan berisi nilai yang menunjukkan luasan vegetasi mangrove.
60
Tahapan yang sama juga dilakukan untuk mengetahui luasan vegetasi mangrove
Citra LANDSAT 7 pada klasifikasi Supervised.
Pilih Max Like kemudian pilih OK
61
Select semua klas region pada Classes to Vectore dan pilih Choose untuk
menyimpan file pada folder yang dinginkan
62
Pilih File pada menu gambar dan pilih Export Active Layer to Shapefile.
Pilih Choose untuk menyimpa file pada folder yang diingikan.
64
Akan muncul tampilan seperti gambar berikut.
Klik kanan pada Layer kemudian pilih Open Attiribute Layer.
66
Klik Kanan pada Layer dan pilih Open Attribute Table.
Ubah Type menjadi “Long Integer” dan ketik Luas pada kotak dialog Name.
67
Klik kanan pada Options pan pilih Add Field.
Jika muncul perintah Yes dan No pilih perintah “Yes“.
68
Program akan mengkalkulasi luasan vegetasi mangrove. Sehingga muncul nilai
luasan untuk vegetasi mangrove.
Kolom luas akan berisi nilai yang menunjukkan luasan vegetasi mangrove.
69
4.5 Hasil Perbandingan Klasifikasi Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8
Hasil pengolahan citra satelit LANDSAT 7 dan LANDSAT 8
dengan menggunakan metode klasifikasi Supervised dan Unsupervised
menghasilkan gambar hasil klasifikasi seperti Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Hasil perbandingan Klasifikasi Supervised
Klasifikasi Supervised
Citra LANDSAT 7 Citra LANDSAT 8 Change Detection
70
Tabel 3. Hasil perbandingan Klasifikasi Unsupervised
Klasifikasi Unsupervised
Citra LANDSAT 7 Citra LANDSAT 8Change Detection
IsoData IsoData
K-Means K-Means Change Detection
Hasil pengolahan kedua Citra satelit seperti tabel diatas
menunjukkan bahwa adanya hasil yang sama disetiap warna region untuk
klasifikasi Supervaised Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8. Hanya saja
terdapat perbedaan luasan vegetasi yang lebih pada Citra LANDSAT 8
jika dibandingkan dengan Citra LANDSAT 7. Hal tersebut dikarenakan
vegetasi mangrove pada LANDSAT 7 adalah tahun 2000 sehingga akan
mengalami pertumbuhan seiring dengan bertambahnya tahu., Oleh
karena itu vegetasi mangrove yang menunjukkan warna merah pada
71
LANDSAT 8 menunjukkan luasan yang lebih. Sedangkan untuk hasil
klasifikasi pada Unsupervised menggunakan IsoData pada kedua Citra
menunjukkan beberapaa perbedaan. Pada tahun 2000 LANDSAT 7
menunjukkan persebaran vegetasi pada beberapa area mangrove namun
memiliki luasan yang sedikit. Akan tetapi pada tahun 2014 LANDSAT 8
vegetasi mangrove memiliki luasan yang lebih namun hanya terdapat
diujung daerah.
Hasil klasifikasi pada Unsupervised menggunakan K-Means pada
kedua Citra menunjukkan beberapaa perbedaan. Pada tahun 2000
LANDSAT 7 memiliki luasan yang tersebar pada beberapa area,
sedangkan untuk Citra tahun 2014 pada LANDSAT 8memiliki luasan yang
lebih namun hanya terdapat diujung daerah. Kedua hasil K-Means
tersebut sebenarnya sama dengan hasil dari pengolahan IsoData, hanya
saja pada pengolahan K-Means warna vegetasi mangrove berubah
menjadi warna tosca bukan warna merah, begitu juga dengan hasil
pengolahan IsoData menunjukkan warna ungu yang menunjukkan
vegetasi mangrove.
4.6 Hasil Perbandingan Perhitungan Luasan Vegetasi Ke-dua Citra
Perhitungan luasan vegetasi mangrove dari kedua Citra pada
tahun 2000 dan tahun 2014 menunjukkan adanya perbedaan luasan.
Pada perhitungan luasan vegetasi tahun 2014 pada LANDSAT 8
mencapai 21,844,800 square meters.
72
Sedangkan luasan vegetasi tahun 2000 pada LANDSAT 7
mencapai 12,251,700 square meters. Hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa luasan vegetasi seriring dengan bertambahnya tahun akan
mengalami pertambahan luasan karena adanya faktor pertumbuhan.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disampaikan dalam pemetaan mangrove
pada daerah Ujung Pangkah Gresik adalah :
Pengolahan kedua Citra Satelit menunjukkan perbedaan hasil vegetasi
mangrove pada metode klasfifkasi Supervised dan Unsupervised. Pada
klasifikasi Supervised menunjukkan adanya hasil yang sama disetiap
warna region Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8. Hanya saja terdapat
perbedaan luasan vegetasi yang lebih pada Citra LANDSAT 8 jika
dibandingkan dengan Citra LANDSAT 7. Sedangkan untuk hasil
klasifikasi pada Unsupervised menggunakan IsoData pada kedua Citra
menunjukkan beberapaa perbedaan. Pada tahun 2000 LANDSAT 7
73
menunjukkan persebaran vegetasi pada beberapa area mangrove namun
memiliki luasan yang sedikit.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa kondisi mangrove pada tahun
2014 lebih luas keberadaanya dibandingkan dengan 2000 karena seiiring
bertambahnya tahun mangrove akan terus mengalami pertumbuhan.
Pada tahun 2000 luasan mangrove mencapai 12,251,700 square meters
sedangkan vegetasi pada tahun 2014 mencapai 21,844,800 square
meters.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan seharusnya dalam pengolahan
data citra satelit untuk kedepannya tidak hanya difokuskan hanya
vegetasi mangrove saja akan tetapi memperhitungkan pemetaan luasan
wilayah lain seperti daerah pemukiman dll.
74
Recommended