View
78
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
Tugas mata pelajaran Proses Industri Kimia kelas XI Kimia Industri. SMK Negeri 2 Depok Sleman.
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus, dan ada air buangan dari berbagai
aktivitas domestik lainnya.
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki
kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini
terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan
kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat
bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik
limbah.
Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan
pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen,
dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di
alam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana identifikasi limbah berdasarkan sumbernya?
2. Bagaimana prosedur pengolahan limbah sederhana?
3. Bagaimana pretreatment dan primary treatment pengolahan limbah?
4. Bagaimana secondary treatment pengolahan limbah?
5. Bagaimana tertiary treatment pengolahan limbah?
6. Bagaimana analisis limbah berdasarkan regulasi pemerintah mengenai baku mutu air
limbah?
7. Bagaimana menghitung efisiensi pengolahan berdasarkan influent dan effluent?
8. Bagaimana efisiensi berdasarkan peralatan tiap unit dalam pengolahan air limbah?
2
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami:
1. Identifikasi limbah berdasarkan sumbernya
2. Prosedur pengolahan limbah sederhana
3. Pretreatment dan primary treatment pengolahan limbah
4. Secondary treatment pengolahan limbah
5. Tertiary treatment pengolahan limbah
6. Analisis limbah berdasarkan regulasi pemerintah mengenai baku mutu air limbah
7. Menghitung efisiensi pengolahan berdasarkan influent dan effluent
8. Efisiensi berdasarkan peralatan tiap unit dalam pengolahan air limbah
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identifikasi Limbah Berdasarkan Sumbernya
1. Limbah Pemukiman
Limbah pemukiman disebut juga limbah rumah tangga atau limbah domestik.
Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, air
cucian, dan kotoran manusia.
Limbah domestik dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Limbah cair domestik yang berasal dari air cucian
Contoh: sabun deterjen, minyak dan pestisida.
b. Limbah cair domestik yang berasal dari kakus.
Contoh: sabun, shampo, kotoran manusia, dan air seni.
2. Limbah Industri
Limbah industri meliputi:
a. Limbah industri pangan
Yaitu limbah yang berasal dari industri atau usaha kecil yang mencemari
lingkungan. Limbah industri pangan mengandung karbohidrat, protein lemak, garam-
garam, mineral, dan sisa bahan kimia yang digunakan selama proses pengolahan dan
pembersihan. Contohnya limbah yang berasal dari industri tahu, tempe, dan
pengolahan ikan.
b. Limbah industri kimia dan bahan bangunan
Limbah industri kimia memerlukan air dalam jumlah besar baik untuk prosesnya
maupun untuk pencucian peralatan-peralatan yang digunakan selama proses
berlangsung. Sehingga limbah cair yang dihasilkan dalam industri kimia otomatis
besar. Selain limbah cair dihasilkan, limbah padat yang berupa endapan (CaSO4) dan
gas buangan (uap alkohol). Limbah tersebut tergolong limbah B3 (Bahan Beracun
Berbahaya).
c. Limbah Industri logam dan elektronika
Industri logam misalnya pada industri baja, tidak menggunakan zat-zat kimia
yang limbahnya berbahaya bagi kesehatan. Tetapi proses-proses dalam industri logam
dan elektronika mengakibatkan timbulnya limbah.
4
3. Limbah Pertanian
Limbah pertanian terutama berasal dari kegiatan pemupukan dan pemberantasan
hama. Pemupukan seharusnya berfungsi untuk menyuburkan tanah. Tetapi, penggunaan
pupuk yang berlebihan mengakibatkan pertumbuhan gulma yang semakin
cepat. Pestisida merupakan bahan-bahan beracun yang digunakan untuk membunuh
makhluk hidup yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Pemberian pestisida
mengakibatkan terakumulasinya sayuran dan buah yang dapat membahayakan
pengkonsumsinya. Karena pestiida madalah bahan beracun maka dalam penggunaannya
harus dengan hati-hati. Harus diperhatikan petunjuk penggunaanya yang tercantum
pada label.
4. Limbah Pertambangan
Pada proses penambangan misalnya pada pertambangan emas dan perak,
diperlukan air raksa atau mercury untuk memisahkan logam emas dan perak dari batu-
batuan dan tanah. Pada proses tersebut dihasilkan limbah logam berat cair. Dalam jumlah
yang relatif kecil belum terliha dampak negatifnya. Tetapi jika jumlahnya cukup besar
mulai nampak pengaruh negatif bagi tubuh.
5. Limbah Pariwisata
Kegiatan wisata menimbulkan limbah yang berasal dai sarana transportasi yang
membuang limbah ke udara, dan adanya tumpahan minyak dan oli yang dibuang oleh
kapal atau perahu motor didaerah wisata bahari.
6. Limbah Medis
Limbah yang berasal dari dunia kesehatan medis mirip dengan sampah domestik
pada umumnya. Obat-obatan dan beberapa zat kimia adalah contoh limbah medis. Tetapi
ada beberapa jenis limbah medis yang memerlukan penanganan secara khusus, dan
memerlukan biaya yang cukup mahal. Misalnya limbah yang berpotensi untuk
menimbulkan penularan penyakit, maka perlu cara khusus untuk mengatasinya yaitu
dengan non-insinerator sehingga mampu mendisinfeksi limbah medis.
5
B. Prosedur Pengolahan Limbah Sederhana
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri
yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi
teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat
yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. Pengolahan secara fisika
2. Pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
1. Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap
atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang
berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara
mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di
dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan
berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan
memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk
menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak
mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam
proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan
senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika
diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut. Teknologi membran
6
(reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika
pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah.Biaya instalasi dan
operasinya sangat mahal.
2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa
fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang
diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui
perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah
diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan
juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan
koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat
diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan
membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan
hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut
akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus
untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3],
terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor
(FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Koagulasi & Flokulasi Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan
sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor
(Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat
memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya
pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
3. Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang
paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai
metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor
pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor)
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
7
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan
berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.
Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90%
(dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi
yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu
waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula
menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga
tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk
dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia,
waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon
yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar
yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari
saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media
pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai
modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:cakram biologi, filter
terendam, reaktor fludisasi. Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi
penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara
biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.
8
C. Pretreatment dan Primary Treatment Pengolahan Limbah
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung
pada tahap ini ialah
a. Penyaringan (screening)
b. Pemerataan dan penyimpanan (equalization and storage)
c. Pemisahan minyak (oil separation)
Gambar 1 (Pretreatment)
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal.
Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah
netralisasi, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentasi, dan filtrasi.
Gambar 2 (Primary Treatment)
9
a. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau
bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang
paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki
pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel partikel padat yang tersuspensi
dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan
membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain
untuk diolah lebih lanjut.
b. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau
lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil ( 30 120 mikron).
Gelembung udara tersebut akan membawa partikel partikel minyak dan lemak ke
permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan
melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses
pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun,
bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan
melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan
anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan
selanjutnya.
c. Koagulasi atau penggumpalan, yaitu dengan menggumpalkan senyawa yang tak
diinginkan. zat yang dikuagulasikan tak menjadi sekeras seperti koagulasi.
d. Filtrasi atau penyaringan untuk memisahkan cairan dengan padatan. Padatan dapat
berukuran besar maupun sangat kecil tergantung dari penyaringnya.
10
D. Secondary Treatment Pengolahan Limbah
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu
dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik.
Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode
penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan
metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons).
Gambar 3 (Secondary treatment)
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan
organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan
batu atau plastik, dengan dengan ketebalan 1 3 m. limbah cair kemudian
disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut.
Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan
didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah
akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki
pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan
untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah.
Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut,
sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan
selanjutnya jika masih diperlukan
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah
tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob.
Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu
dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat
mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan
ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang
11
mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling
filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses
lebih lanjut jika masih dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang
murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair
ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan
berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh
bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada
metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah
juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk
endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau
diolah lebih lanjut.
E. Tertiary Treatment Pengolahan Limbah
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih
terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau
masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan
kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat
anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment).
Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode
pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan
multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif,
pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah.
Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier
cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
12
F. Analisis Limbah Berdasarkan Regulasi Pemerintah Mengenai Baku Mutu Air Limbah
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR
LIMBAH
Pasal 1
1. Industri pelapisan logam adalah industri yang bergerak dalam bidang pelapisan
suatu benda logam atau plastik dengan logam lain untuk menghasilkan ketahanan
terhadap korosi atau peningkatan sifat fisik atau mekanik permukaan spesifik,
seperti konduktivitas elektrik, ketahanan terhadap keausan atau panas, pelumasan
atau sifat lainnya.
2. Industri galvanis adalah industri yang khusus 2014, No.1815 melapiskan logam
besi atau baja dengan logam seng baik secara elektrokimia atau pencelupan.
3. Industri minyak goreng adalah industri yang menggunakan bahan baku minyak
kelapa sawit untuk menghasilkan minyak goreng dengan menggunakan proses
basahataupun proses kering.
4. Industri monosodium glutamat adalah industri yang memproduksi monosodium
glutamat secara fermentasi yang pada umumnya digunakan sebagai penyedap rasa.
5. Industri inosin monofosfat adalah industri yang memproduksi Inosin Monofosfat
secara fermentasi yang merupakan produk penguat rasa makanan dan dapat
dikonversi menjadi Guanosin Monofosfat atau Adenosin Monofosfat.
6. Industri pengolahan kopi adalah pengolahan biji kopi menjadi produk meliputi
kopi bubuk, kopi instan, kopi biji matang, kopi tiruan, kopi rendah kafein, kopi
campur, kopi celup, ekstrak kopi, minuman kopi dalam kemasan dan produk
turunan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia dan pakan.
7. Industri elektronika adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau
memanfaatkan sumber daya sehingga menghasilkan produk berupa barang dan/atau
jasa industri elektronika yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi.
8. Industri pengolahan susu adalah industri yang menghasilkan susu dasar dan
memprosesnya sampai tahap pasteurisasi maupun memprosesnya secara terpadu
untuk menghasilkan susu cair, krim, susu kental manis, susu bubuk, keju,
mentega, dan/atau es krim.
9. Industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran adalah usaha dan/atau kegiatan
pengolahan yang langsung menggunakan bahan baku yang meliputi buah nanas,
buah lainnya, jamur, dan/atau sayuranjenislainya.
10. Industri pengolahan hasil perikanan adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang
pengolahan hasil 2014, No.1815 4perikanan meliputi kegiatan pengalengan,
pembekuan dan/atau pembuatan tepungikan.
11. Industri pengolahan hasil rumput laut adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang
pengolahan rumput laut menjadi produk akhir berupa bahan baku rumput laut siap
olah, produk olahan setengah jadi dan/atau produk olahan siap Konsumsi.
12. Industri pengolahan kelapa adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang pengolahan
kelapa untuk dijadikan produk santan, produk tepung, minyak goreng kelapa,
13
dan/atau produk olahan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia dan
pakan.
13. Industri pengolahan daging adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging
menjadi produk akhir berupa daging beku, produk olahan setengah jadi,
dan/atauolahan siap konsumsi.
14. Industri pengolahan kedelai adalah usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan
kedelai sebagai bahan baku utama yang tidak bisa digantikan dengan bahanlain.
15. Industri pengolahan obat tradisional atau jamu adalah usaha dan/atau kegiatan
yang memanfaatkan bahan atau ramuan bahan alami sebagaiobat tradisional atau
jamu.
16. Industri peternakan sapi dan babi adalah usaha peternakan sapi dan babi yang
dilakukan di tempat yang tertentu serta perkembangbiakan ternaknya dan
manfaatnya diatur dan diawasi peternakpeternak.
17. Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah bahan baku berupa
senyawa senyawa hidrokarbon cair atau gas berupa natural hydrocarbon menjadi
senyawa-senyawa kimia berupa olefin, aromatic dan syngas yang mencakup
industri yang menghasilkan etilen, propilen butadiene, benzene, etilbenzene,
toluen, xylen, styren dan cumene.
18. Industri gula adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang pengolahan tebu menjadi
gula dan 2014, No.1815 5 turunannya yang digunakan untuk konsumsi manusia dan
pakan.
19. Industri Gula Rafinasi adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan proses
pengolahan gula\mentah dengan menggunakan proses pengubahIon atau sejenisnya.
20. Industri rokok dan/atau cerutu adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang
pengolahan tembakau dan/atau bahan campuran lainnya menjadi rokok dan/atau
cerutu.
21. Proses primer basah dalam industri rokok dan/atau cerutu adalah proses
pengolahan cengkeh dan/atau tembakau yang menggunakan air dalam proses
perendaman.
22. Proses primer kering dalam industri rokok dan/atau cerutu adalah proses
pengolahan cengkeh dan/atau tembakau yang menggunakan uap untuk melembabkan
olahan cengkeh dan/atau tembakau.
23. Proses sekunder dalam industri rokok dan/atau cerutu adalah proses lanjutan dari
proses primer pada produksi rokok dan/atau cerutu yang antara lain meliputi
proses pelintingan, pengepakan sampai proses akhir.
24. Industri Oleokimia Dasar adalah industri yang memproduksi senyawa kimia
berupa Fatty Acid, Fatty Alcohol, Alkyl Ester, dan Glycerin.
25. Hotel adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan
untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan yang dikelola secara komersial
yang meliputi hotel berbintang.
26. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
14
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
27. Rumah potong hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan
desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan 2014, No.1815 6 teknis
dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan yang
meliputi pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan
kandang penampungan, pembersihan kandang isolasi, dan/atau pembersihanisi perut
dan air sisa perendaman.
28. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ,
waduk, dan muara.
29. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
30. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan
pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
31. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau
jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang
akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
32. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal,
adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
mkeputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
33. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup,
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup. 2014,
No.1815 7
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan acuan mengenai baku
mutuairlimbah kepada:
a. Gubernur dalam menetapkan baku mutu air limbah yang lebih ketat; dan
b. Penyusun dokumen Amdal, UKL-UPL, atau dokumen kajian pembuangan air
limbah dalam menghasilkan baku mutu air limbah yang lebih spesifik dan/atau
ketat dan berdasarkan kondisi lingkungan setempat.
Pasal 3
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang baku mutu air limbahnya diatur dalam
Peraturan Menteri ini, terdiri dari:
a. industri pelapisan logam dan galvanis;
b. industri penyamakan kulit;
c. industri minyak sawit;
d. industri karet;
e. industri tapioka;
15
f. industri monosodium glutamat dan inosin monofosfat;
g. industri kayu lapis;
h. industri pengolahan susu;
i. industri minuman ringan;
j. industri sabun, deterjen dan produk-produk minyak nabati;
k. industri bir;
l. industri baterai timbal asam;
m. industri pengolahan buah-buahan dan/atas sayuran;
n. industri pengolahan hasil perikanan;
o. industri pengolahan hasil rumputlaut;
p. industri pengolahan kelapa;
q. industri pengolahan daging;
r. industri pengolahan kedelai;
s. industri pengolahan obat tradisional atau jamu;
t. industri peternakan sapi dan babi;
u. industri minyak goreng dengan proses basah dan/atau kering;
v. industri gula;
w. industri rokok dan/atau cerutu;
x. industri elektronika;
y. industri pengolahan kopi;
z. industri gula rafinasi;
aa. industri PetrokimiaHulu;
bb. industri rayon;
cc. industri keramik;
dd. industri asam tereftalat;
ee. polyethylene tereftalat;
ff. industri petrokimia hulu;
gg. industri oleokimia dasar;
hh. industri soda kostik/khlor;
ii. industri pulp dan kertas;
jj. industri ethanol;
kk. industri baterai kering;
ll. industri cat;
mm. industri farmasi;
nn. industri pestisida;
oo. industri pupuk;
pp. industri tekstil;
qq. perhotelan;
rr. fasilitas pelayanan kesehatan;
ss. rumah pemotongan hewan; dan
tt. domestik, yang meliputi:
1. kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan
apartemen;
16
2. rumah makan dengan luas bangunan lebih dari 1000 m (seribu meter persegi);
dan
3. asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih.
(2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan:
a. kemampuan teknologi pengolahan air limbah yang umum digunakan; dan/atau
b. daya tampung lingkungan di wilayah usaha dan/atau kegiatan, untuk
memperoleh konsentrasi dan/atau beban pencemaran paling tinggi.
(3) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran XLVI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
(1) Gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib menjamin daya dukung dan
daya tampung lingkungan berdasarkan peruntukannya tidak terlampaui akibat dari
pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Guna menjamin tidak terlampauinya daya dukung dan daya tampung,
gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kajian ilmiah yang
memuat paling sedikit:
a. Perhitungan daya tampung mediaair;
b. Parameter yang ditetapkan dan angka baku mutu air limbah;
c. Karakteristik airlimbah yang dibuang;
d. Karakteristik usaha dan/atau kegiatan;
e. Dampak pembuangan;
f. Peraturan perundang-undangan terkait dengan baku mutuairlimbah; dan
g. Rekomendasi baku mutuairlimbah baru.
(3) Pelaksanaan kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5(lima) tahun.
(4) Hasil kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
menyatakan:
a. belum terlampauinya daya dukung dan daya tampung; atau
b. telah terlampauinya daya dukung dan daya tampung.
(5) Jika hasil kajian menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri ini menyebabkan daya dukung dan daya tampung beban
pencemaran belum terlampaui sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a,
gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan nilai baku mutu air limbah
yang sama dengan Peraturan
Menteri ini.
(6) Jika hasil kajian menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri ini menyebabkan daya dukung dan daya tampung beban
pencemaran telah terlampaui sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b,
gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan nilai baku mutu air
limbah yang lebih spesifik dan/atau lebih ketat dari baku mutu air limbah dalam
Peraturan Menteri ini.
17
Pasal 5
Terhadap baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dan ayat (6), bupati/walikota wajib
menggunakannya dalam menerbitkan izin pembuangan air limbah ke sumber air,
kecuali diperoleh baku mutu lain yang lebih ketat dari hasil kajian dokumen
lingkungan atau kajian pembuangan air limbah ke sumber air.
Pasal 6
(1) Dalam hal gubernur belum melakukan kajian ilmiah dan/atau menetapkan
baku mutu air limbah yang lebih spesifik dan/atau lebih ketat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, bupati/walikota dalam menerbitkan izin pembuangan air
limbah ke sumber air wajib menggunakan baku mutu lebih ketat yang diperoleh
dari hasil kajian dokumen lingkungan atau kajian pembuanganair limbah ke sumber
air.
(2) Dalam hal air limbah dibuang ke laut, Menteri dalam menerbitkan izin
pembuangan air limbah ke laut wajib menggunakan baku mutu air limbah yang
diperoleh dari hasil kajian dokumen lingkungan atau kajian pembuangan air
limbah ke
laut.
Pasal 7
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat
(1) ditinjau paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kajian ilmiah
mengenai:
a. kemampuan daya tampung beban pencemaran air; dan/atau
b. perkembangan teknologi yang lebih baik.
Pasal 8
Jika industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf m melakukan:
a. satu jenis kegiatan pengolahan, wajib memenuhi baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII bagian A Peraturan Menteri
ini;
b. kegiatan pengolahan gabungan, wajib memenuhi baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII bagian B Peraturan Menteri
ini; atau
c. pengolahan air limbah secara terpusat di wilayah kawasan industri, wajib
memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XIII bagian C Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
Jika industri pengolahan hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat(1) huruf n melakukan:
18
a. satu jenis kegiatan pengolahan, wajib memenuhi baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV bagian A Peraturan Menteri
ini;
b. kegiatan pengolahan gabungan, wajib memenuhi baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV bagian B Peraturan Menteri
ini; atau
c. pengolahan air limbah secara terpusat di wilayah kawasan industri, wajib
memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XIV bagian C Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
Jika industri gula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf v memiliki
kapasitas produksi:
a. kurang dari 2500 (dua ribu lima ratus) ton tebu per hari, wajib memenuhi baku
mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII bagian A
Peraturan Menteri ini;
b. antara 2500 (dua ribu lima ratus) ton sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu)
ton tebu per hari wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XXII bagian B Peraturan Menteri ini;atau
c. lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) ton tebu per hari, wajib memenuhi baku
mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII bagian C
Peraturan Menteri ini.
Pasal 11
Jika industri rokok dan/atau cerutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf w yang sumber airlimbahnya berasal dari:
a. proses primer basah dan proses sekunder, termasuk yang hanya berasal dari
proses primer basah, wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XXIII bagian A Peraturan Menteri ini;
b. proses primer basah dan proses sekunder, termasuk yang hanya berasal dari
proses primer basah, dengan air limbah domestik, wajib memenuhi baku
mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII bagian B
Peraturan Menteri ini;
c. proses primer kering dan/atau proses sekunder, termasuk industri rokok
dan/atau cerutu tanpa cengkeh, wajib memenuhi baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII bagian C Peraturan Menteri
ini;
d. proses primer kering dan/atau proses sekunder, termasuk industri rokok
dan/atau cerutu tanpa cengkeh, dengan air limbah domestik, wajib
memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XXIII bagian D Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
Jika fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3ayat(1) huruf
rr melakukan:
19
a. pengolahan limbah domestik, wajib memenuhi baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLIV bagian A Peraturan Menteri
ini;
b. pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, wajib memenuhi baku
mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLIV bagian B
Peraturan Menteri ini;atau
c. melakukan pengolahan limbah domestik dan limbah bahan berbahaya dan
beracun, wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XLIV bagian A dan bagian B Peraturan Menteri ini.
Pasal 13
(1) Dalam hal Industri Baterai Timbal Asam sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat (1) huruf a:
a. Telah beroperasi pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri ini, berlaku
baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran XII bagian
A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b. Telah beroperasi pada saat ditetapkan Peraturan Menteri ini dan akan
menambahkan unit baru, terhadap unit baru berlaku baku mutu air limbah
sebagaimana tercantum dalam lampiran XII bagian B yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal Industri Baterai Timbal Asam sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat (1) huruf a direncanakan akan beroperasi setelah ditetapkannya Peraturan
Menteri ini, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran
XII bagian B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Industri Baterai Timbal Asam sebagaimana tercantum dimaksud pada ayat (1)
huruf a wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XII bagian B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini, paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal 14
(1) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan belum memiliki baku mutu air limbah
yang ditetapkan, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XLVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Baku mutu air limbah usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku dengan ketentuan:
a. jika air limbah yang dibuang ke badan air penerima sungai kelas I maka
usaha dan/atau kegiatan tersebut mengikuti baku mutu air limbah golongan
I dalam tabel baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan yang
belum memiliki baku mutu air limbah yang ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XLVII;
b. jika kandungan BOD kurang dari 1.500 ppm (seribu lima ratus par ts per
million) dan COD kurang dari 3.000 ppm (tiga ribu parts per million)
pada air limbah sebelum dilakukan pengolahan, maka diberlakukan baku
mutu airlimbah golongan I dalam tabel baku mutu air limbah bagi usaha
dan/atau kegiatan yang belum memiliki baku mutu air limbah yang
20
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLVII, walaupun badan
air penerimanya bukan sungai kelas I;
c. jika kandungan BOD lebih dari 1.500 (seribu lima ratus parts per million)
dan/atau COD lebih dari 3.000 ppm (tiga ribu parts per million) pada air
limbah sebelum dilakukan pengolahan, dan badan air penerimanya bukan
sungai kelas I maka diberlakukan baku mutu air limbah golongan II dalam
tabel baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan yang belum
memiliki baku mutu air limbah yang ditetapkan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XLVII.
Pasal 15
(1) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang belum memiliki baku mutu air
limbah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sudah beroperasi,
dapat mengurangi parameter pemeriksaan sesuai dengan alur diagram pengurangan
parameter pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLVII bagian B
dengan
ketentuan:
a. konsentrasi pencemar dalam aliran keluar IPAL selalu lebih kecil dari 25 %
(dua puluh lima persen) dan/atau selalu lebih kecil dari 75% (tujuh puluh lima
persen) untuk aliran masuk IPAL dari baku mutu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XLVII; dan
b. melakukan analisa parameter air limbah sebagaimana dimaksud pada huruf a
paling
sedikit 10 (sepuluh) kali berurutan dan seluruh data dikumpulkan paling lama
dalam waktu 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang belum memiliki baku mutu air
limbah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 belum beroperasi,
dapat mengurangi parameter pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XLVII dengan ketentuan:
a. telah melakukan kajian air limbah yang dihasilkan untuk penentuan golongan
penggunaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLVII;
b. melakukan kajian untuk menentukan parameter kunci terkandung air limbah
yang
meliputi :
1) bahan baku yang digunakan;
2) proses yang terjadi;
3) produk yang dihasilkan;
4) Identifikasi setiap senyawa yang terkandung dalamangka 1, 2 dan 3 di atas.
c. konsentrasi pencemar dalam aliran keluaran IPAL selalu lebih kecil dari 25%
(dua puluh lima persen) dan/atau selalu lebih kecil dari 75% (tujuh puluh lima
persen) untuk aliran masukan IPAL dari baku mutu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XLVII; dan
21
d. kajian sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan terhadap seluruh
parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLVII sebanyak 5 (lima) kali
berturut-turut dengan rentang antar pengamatan paling cepat satu minggu
dikumpulkan dalam waktu paling lama satu tahun.
(3) Pemeriksaan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b, dan ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan di laboratorium terakreditasi.
Pasal 16
Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3ayat(1) wajib:
a. melakukan pemantauan kualitas air limbah paling sedikit 1 (satu) kali setiap
bulannya sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan dalam izin
pembuangan air limbah;
b. melaporkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurang
kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada penerbit izin pembuangan air limbah,
dengan tembusan kepada Menteri dan gubernur sesuai dengan kewenangannya.
c. laporan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit
memuat:
1. catatan debit airlimbah harian;
2. bahan baku dan/atau produksi senyatanya harian;
3. kadar parameter baku mutulimbah cair; dan
4. penghitungan beban air limbah.
d. laporan sebagaimana dimaksud pada huruf c disusun berdasarkan format
pelaporan sebagaimana Lampiran XLVIII Peraturan Menteri ini.
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri;
2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 52 Tahun 1995 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel;
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri Rayon;
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 122 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri
Pupuk;
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Rumah Potong Hewan;
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-
buahan dan/atau Sayuran;
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Nomor 06 Tahun 2007 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Industri Pengolahan Perikanan;
22
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Petrokimia
Hulu;
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Purified
Terephthalic Acid Dan Poly Ethylene Terephthalate;
11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Rumput
Laut;
12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Keramik;
13. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Air LimbahOlahan Kelapa;
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Air LimbahOlahan Daging;
15. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Industri Olahan Kedelai;
16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2009 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Industri Jamu;
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Industri Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Peternakan
Sapi dan Babi;
18. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2010 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Industri Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Minyak
Goreng;
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2010 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Industri Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Gula;
dan
20. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2010 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Industri Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Rokok
dan/atau Cerutu; dicabut dan dinyatakan tidak berlakulagi.
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 15 Oktober 2014 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA, BALTHASAR KAMBUAYA Diundangkan di Jakarta.
23
G. Efisiensi Pengolahan Berdasarkan Influent dan Effluent
Untuk mengetahui kualitas effluent yang dihasilkan dan seberapa efisiensi
pengolahannya, maka dilakukan sampling (parameter pH, TSS, COD dan DO) sebanyak 2
kali di tiap inlet dan outlet bangunan dan pemeriksaan sampel itu di laboratorium.
Sedangkan untuk mengetahui kinerja dan kapasitas tiap bangunan pengolah, maka perlu
diketahui debit dan karakteristik air limbah dibanding dengan spesifikasi/dimensi dari tiap
bangunan pengolah. Untuk perhitungan debit masa mendatang adalah berdasarkan
pengukuran debit sekarang dan kondisi debit di tahun-tahun sebelumnya.
Dari evaluasi yang telah dilakukan diketahui bahwa effluent hasil pengolahan telah
memenuhi baku mutu air limbah, diantaranya TSS sebesar 123 mg/l dan 40 mg/l dengan
baku mutu sebesar 200 mg/l, dan COD sebesar 66 mg/l dan 63,43 mg/l dengan baku mutu
sebesar 100 mg/l. Untuk efisiensi penurunan kadar polutan di tiap bangunan pengolah
cukup baik, diantaranya pada TSS sebesar 50 % dan 75 %, COD sebesar 92,2 % dan 91,5%
dan DO sebesar 89,6 % dan 89 %. Khusus untuk kadar TSS, terjadi kenaikan efisiensi yang
besar antara sampel 1 (50%) dengan sampel 2 (75 %). Hal ini disebabkan pada sampel awal,
diambil saat air limbah di bak pengendap pertama cukup keruh, sedangkan sampel kedua
diambil setelah dilakukan pengurasan total pada bak pengendap pertama.
H. Efisiensi Berdasarkan Peralatan Tiap Unit Dalam Pengolahan Air Limbah
Penetapan efisiensi peralatan, dan standar buangan yang diinginkan akan
mempengaruhi ketelitian alat, volume air limbah, sistem pemipaan, pemasangan pipa,
pilihan bahan kimia dan lain-lain.
Dalam mendesain peralatan, variabel tadi harus dapat dihitung secara tepat. Belum
ada suatu jaminan hahwa satu unit peralatan dapat mengendalikan limbah sesuai dengan
yang dikehendaki. Sebab di dalam satu unit peralatan terdiri dari berbagai macam kegiatan
mulai dari kegiatan pendahuluan sampai kegiatan akhir. Walaupun terdiri dari berbagai
kegiatan namun tidak semua jenis kegiatan dipraktekkan, mungkin dengan kombinasi dari
beberapa kegiatan saja limbah sudah bebas polusi.
Pengolahan limbah sering harus menggunakan kombinasi dari berbagai metode,
terutama limbah berat yang banyak mengandung jenis parameter/Jarang perusahaan
mempergunakan satu proses dan hasilnya baik.
Pilihan peralatan berkaitan dengan biaya, pemeliharaan, tenaga ahli dan kualitas
lingkungan. Untuk beberapa jenis pencemar telah ditetapkan metode treatmentnya. Pilihan
ini didasarkan atas beberapa referensi dan pengalaman yang telah dicoba berulang kali
sampai diperoleh hasil maksimum.
Kotaminan dikarakteristikan kemudian diadakan pertimbangan secara detail
mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan
peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna
sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-
24
pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala
laboratorium yang bertujuan untuk:
1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai
dengan karakteristik limbah yang akan diolah.
2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan
efisiensi pengolahan yang diharapkan.
3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala
sebenarnya.
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik
kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter sesuai dengan
tabel berikut ini :
No. Jenis Kegiatan Peralatan Tujuan pengolahan
1. Penyaringan Barscreen dan Macks
kasar
Untuk menyaring bahan
kasar dan padat
2. Menangkap pasir
Grit Chamber
Menghilangkan pasir
dan jcora
3. Menangkap
lemak dan buih
Skimer dan Greasetrap Memisahkan bahan-
bahan terapung
4. Perataan air Tangki ekualikasi Meratakan konsentrasi
5. Netralisasi Bahan Kimia Menetralkan air
6. Pengendapan Tangki pengendap Mengendapkan lumpur
dengan bahan kimia
7. Pengapungan Tangki pengapung Menghilangkan
senyawa terlarut
dengan bantuan udara
8. Lumpur aktif Bak (kolom) Menghilangkan larutan
organic biologis
9. Tricking filter Saringan Menghilangkan larutan
organic biologis
10. Aerasi Tangki dan scomppresor Menghilangkan larutan
organic
11. Karbon aktif Saringan karbon aktif Menghilangkan
senyawa organic yang
tidak dapat berurai
12. Pengendapan
kimia
Tangki pengendap dan
bahan kimia
Mengendapkan bahan
kimia
13. Nitrifikasi Menara Menghilangkan nitrat
dan nitrit
14. Chlorinasi Bahan kimia Menghancurkan bakteri
patogen
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair
(air seni atau urine, air pencucian alat-alat) yang merupakan sisa buangan hasil suatu proses
yang sudah tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan,
pertanian, dan sebagainya.
Berdasarkan sumbernya limbah dibedakan menjadi :
1. Limbah pemukiman,
2. Limbah industri,
3. Limbah pertanian,
4. Limbah pertambangan,
5. Limbah pariwisata,
6. Limbah medis.
Prosedur pengolahan limbah sederhana dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu :
a. Pengolahan secara fisika
b. Pengolahan secara kimia
c. Pengolahan secara biologi
Pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi 5 tahap, yaitu :
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
B. Saran
Limbah cair merupakan limbah yang berbahaya bagi semua makhluk hidup jika
tidak di buang atau pun diolah sesuai dengan prosedur ynag benar, maka kita sebagi warga
negara yang baik harusnya mampu menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang
limbah secara sembarangan dan pemerintahpun juga harus bersiikap tegas terhadap orang
yang melanggar.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dephut.go.id/ diakses pada 4 Mei 2015
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_5.htm diakses
pada 5 Mei 2015
https://environmentalchemistry.wordpress.com/tag/pre-treatment/ diakses pada 12 Mei 2015
http://bisakimia.com/2013/01/04/teknik-pengolahan-air-limbah/ diakses pada 12 Mei 2015
http://www.kemendag.go.id/files/regulasi/2003/07/KLH_112_03.htm diaksses pada 19 Mei
2015
http://kepofisika.blogspot.com/2014/09/makalah-pengolahan-limbah-cair.html diakeses pada 25 Mei
2015
http://kandiwa.blogspot.com/2010/12/pengelolaan-air-limbah.html diakses pada 26 Mei 2015
Recommended