View
253
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
3.2.3.1. Pengujian Fungsi Diskriminan
Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk bila terdapat perbedaan nilai rataan di
antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu sebelum fungsi diskriminan dibentuk perlu
dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan dari kelompok-kelompok tersebut.
Jika k merupakan rata-rata pada kelompok ke-k maka hipotesis yang digunakan dalam
pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok adalah:
H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k
H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett
yang menyebar mengikuti sebaran Chi-square (2) dengan derajat bebas p(k - 1), apabila Ho
benar. Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:
V=−[(n−1)−( p+k )/2 ] ln(Δ ) dengan:
n = banyaknya pengamatan
p = banyaknya peubah bebas dalam fungsi diskriminan
k = banyaknya kelompok
Δ=|W|
|W+B|=
Wilk’s lambda
dalam hal ini:
W = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data dalam kelompok
= ∑i=1
k
∑j=1
n i
(X ij−X i)(X ij−X i) '
B = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data antar kelompok.
= ∑i=1
k
ni( X i−X )( X i−X )'
Xij = pengamatan ke-j kelompok ke-i
X i = vektor rataan kelompok ke-i
ni = jumlah pengamatan pada kelompok ke-i,
X = vektor rataan total
Apabila V χ p ( k−1) , α2
maka, tidak ada alasan untuk menolak H0, yang berarti tidak
terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok. Sebaliknya bila V > χ p ( k−1) , α2
maka H0
ditolak, yang berarti terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok.
Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor nilai rataan, maka fungsi diskriminan
layak disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan
suatu objek baru ke dalam salah satu kelompok tersebut.
Untuk melihat lebih jelas apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk
setiap peubah bebas yang digunakan, dapat dilihat pada Test of Equality of Group Means.
Pedoman yang dapat digunakan untuk Test of Equality of Group Means adalah:
1. Angka Wilk’s Lambda
Angka Wilk’s Lambda ini berkisar antara 0 sampai 1. Angka Wilk’s Lambda yang semakin
mendekati 0, maka peubah bebas yang bersangkutan antar kelompok semakin berbeda.
Sedangkan angka Wilk’s Lambda yang semakin mendekati 1, maka peubah bebas yang
bersangkutan antar kelompok cenderung sama.
2. Angka Signifikan
Jika Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok.
Jika Sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar kelompok.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam pengujian vaktor nilai rataan adalah kenormalan peubah
ganda dan kesamaan matrik ragam-peragam. Asumsi-asumsi tersebut dapat diuji.
a. Kenormalan Peubah Ganda
Menurut Karson (1982: 80) dalam Sugiarto (2000), kenormalan peubah ganda dapat di uji
dengan prosedur yang dikembangkan oleh Mardia (1970) dengan cara menghitung dua macam
ukuran statistik yaitu ukuran skewness (b1,p) dan kurtosis (b2,p), yaitu:
(b1, p )=(1/n2 )∑u=1
n
∑u '=1
n
[ (X i−X )′ S−1 (X i '−X ) ]3
(b2 , p )=(1/n )∑u=1
n
[ ( X i− X )′ S−1 (X i−X ) ]2
Hipotesa yang digunakan adalah:
H0: Peubah ganda mengikuti sebaran normal (multivariate normality).
H1: Peubah ganda tidak mengikuti sebaran normal.
Dalam Nasution (2003), bila nb1,p /6 χ p ( p+1 )(p+2 )/62
,α), dan b2,p – p(p + 2) /√8 p ( p+2)/n
Z(tabel normal) maka Ho diterima, berarti peubah bebas mengikuti sebaran normal.
b. Kesamaan Matrik Ragam Peragam
Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam () antar kelompok digunakan hipotesa:
H0 : 0 = 1 = 2 = ....k, = Equality of Covariance Matrik
H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda (2 k < p)
Statistik uji yang digunakan adalah statistik Box’s M, yaitu:
-2ln* = (n−k ) ln|W /(n−k )|−∑
j=1
k
(n j−1 ) ln|S j|
* =
∏j=1
k
|S j|(n j−1)/2
|W /(n−k )|( n−k)/2
dengan:
k = banyaknya kelompok.
W / (n-k) = matrik ragam-peragam dalam kelompok gabungan.
Sj = matrik ragam-peragam kelompok ke-j.
Bila hipotesa nol (H0) benar, maka (-2ln*) / b akan mengikuti sebaran F dengan derajat
bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi , dengan:
v1 = (1/2)(k –1)p(p + 1)
v2 = (v1+ 2) / (a2 – a12)
b = v1 / (1 – a1 - v1/ v2)
a1 =
2 p3+3 p−16(k−1)( p+1 ) [∑j=1
k1
( n j−1)− 1(n−k ) ]
a2 =
( p−1 )( p+2)6 (k+1 ) [∑j=1
k1
(n j−1)2−
1
(n−k )2 ]p = jumlah peubah bebas pembeda dalam fungsi diskriminan.
Apabila (-2ln*) / b Fv1,v2; maka tidak ada alasan untuk menolak H0, yang berarti antar
kelompok mempunyai matrik ragam-peragam yang sama. Sebaliknya bila (-2ln*) / b > Fv1,v2;
maka H0 ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok tidak mempunyai matrik ragam–peragam
yang sama.
3.2.3.2. Penentuan Peubah Bebas dalam Pembentukan Fungsi Diskriminan
Menurut Hair et.al (1998: 260) terdapat dua metode penghitungan yang dapat digunakan
dalam pembentukan fungsi diskriminan yaitu metode simultan (simultaneous method) yang
dikenal dengan metode enter dan metode bertatar (stepwise method). Metode simultan adalah
penghitungan fungsi diskriminan di mana semua peubah bebas dipertimbangkan secara bersama-
sama. Jadi fungsi diskriminan dibentuk berdasarkan seluruh set peubah bebas, tanpa
memperhatikan kekuatan pembeda (discriminating power) dari setiap peubah bebas. Metode
simultan tepat digunakan apabila untuk alasan teoritis peneliti ingin memasukkan semua peubah
bebas dalam analisis serta tidak tertarik melihat hasil-hasil yang hanya didasarkan pada peubah
yang mempunyai kekuatan pembeda sangat kuat.
Metode bertatar digunakan untuk melihat peubah bebas yang paling berarti (peubah
bebas yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yang dapat dilakukan
dengan dua kriteria, yaitu:
1. Peubah bebas yang memiliki nilai F terbesar.
2. Peubah bebas yang memiliki nilai Wilk’s Lambda terkecil.
Nilai minimum dari F to enter adalah 3,84 dan nilai maksimum dari F to remove adalah
2,71. Nilai dari kedua F ini diperoleh dari rumus:
F=[ n−k−pk−1 ][ 1−( λp+1 /λ p )
λp+1 / λp]
dengan n adalah total dari jumlah baris, k adalah jumlah kelompok, p adalah peubah bebas yang
ditambahkan, p adalah Wilk’s Lambda sebelum penambahan peubah bebas dan p+1 adalah Wilk’s
Lambda setelah penambahan/pemasukan peubah bebas. Peubah bebas yang sudah terpilih bisa
dikeluarkan dari fungsi diskriminan jika informasi yang dikandung tentang perbedaan kelompok
ada di beberapa kombinasi peubah-peubah bebas terpilih lainnya (Hair et.al, 1987: 84). Peubah
bebas pembeda utama yang dihasilkan dari proses bertatar merupakan ciri umum dari semua
kelompok yang diteliti.
Pembentukan fungsi diskriminan dalam penulisan ini menggunakan metode bertatar
karena menurut Nourosis (1993), apabila dalam suatu penelitian menggunakan banyak peubah
bebas demi untuk efisiensi penentuan peubah bebas yang berperan dalam pembentukan fungsi
diskriminan dilakukan dengan analisis diskriminan bertatar (stepwise disrciminant). Prosedur ini
digunakan untuk menghilangkan informasi dari peubah bebas yang kurang berguna dalam
membentuk fungsi diskriminan. Prosedur diskriminan bertatar dimulai dengan pemilihan peubah
bebas yang paling berarti.
3.2.3.3. Pembentukan Fungsi Diskriminan
Setelah didapat peubah-peubah bebas yang paling berarti, maka dapat dibentuk fungsi
diskriminan. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan
sejauh mungkin antar kelompok (Dillon, 1984). Banyaknya fungsi diskriminan yang terbentuk
secara umum tergantung dari minimum (p, k-1), dengan p adalah banyaknya peubah bebas yang
dominan dan k adalah banyaknya kelompok yang telah ditetapkan (Dillon, 1984). Fungsi
diskriminan ini diartikan sebagai keragaman peubah bebas yang terpilih sebagai kekuatan
pembeda. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari satu, maka dapat
dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar,
demikian pula fungsi yang berikutnya.
Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa persamaan linier
(Fisher’s Sample Linear Discriminant Function) yaitu:
y= λ1 x1+ λ2 x2+.. . .+ λp x p atau dapat ditulis sebagai
y= λ ' x '
dengan:
y = skor diskriminan
λ '=[ λ1 , λ2 .. . . , λ p ] = vektor koefisien estimasi
x’=[ x1, x2,….,xp]
= vektor peubah bebas
Nilai ℓ dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara
kelompok, atau sehingga rasio jumlah kuadrat antar kelompok dengan jumlah kuadrat dalam
kelompok maksimum.
Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan dalam menilai tiap-tiap observasi dan
mengelompokkannya ke dalam kelompok yang didefinisikan, dapat dilakukan dengan melihat
indikator-indikator sebagai berikut:
1. Korelasi Kanonik (Canonical correlation)
Canonical Correlation (R) merupakan ukuran hubungan antara kelompok yang terbentuk
oleh Y dengan fungsi diskriminan yang ada. Bila R nol, berarti tidak ada hubungan di antara
kelompok-kelompok yang ada dengan fungsi yang terbentuk. Sebaliknya apabila R besar,
berarti terdapat korelasi yang tinggi antara fungsi diskriminan dengan kelompok yang ada. R
ini digunakan untuk menjelaskan seberapa besar masing-masing fungsi berguna dalam
menentukan perbedaan kelompok.
2. Akar Ciri (Eigen Value)
Nilai eigen value menunjukkan ada tidaknya multikolinearitas atau terjadinya korelasi antar
peubah bebas di dalam fungsi diskriminan. Multikolinearitas akan terjadi bila eigen value
mendekati 0 (nol).
3. Group Centroid
Group centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam
masing-masing kelompok. Semakin besar perbedaan group centroid antar kelompok, maka
fungsi diskriminan yang diperoleh semakin mampu membedakan kelompok yang ada.
3.2.3.4. Evaluasi Fungsi Diskriminan
Untuk mengelompokan suatu observasi ke dalam kelompok-kelompok yang ada diukur
berdasarkan semua peubah bebas yang digunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam fungsi
diskriminan untuk memperoleh skornya dengan menggunakan kriteria cutting score (skor batas).
Jika hanya ada 2 kelompok yang didefinisikan dan bila ukuran kedua kelompok berbeda, maka
rata-rata suatu kelompok harus ditimbang dengan jumlah observasi dalam kelompok
pembandingnya. Persamaan skor batas yang digunakan adalah:
m=(n1 y 2+n2 y1
n )
dengan:
y1 = rata-rata skor diskriminan dari populasi (kelompok)-1
y2 = rata-rata skor diskriminan dari populasi (kelompok)-2
n1 = jumlah observasi dari kelompok 1
n2 = jumlah observasi dari kelompok 2
n = n1 + n2
Selisih antara skor observasi (y) dengan nilai m ini adalah statistik Wald-Anderson W
(W = y - m ). Aturan klasifikasi yang digunakan (Morrison, 1982: 232) adalah:
Klasifikasikan observasi ke dalam kelompok-1 jika W ≥ 0, dan
Klasifikasikan observasi ke dalam kelompok-2 jika W < 0.
Hasil pengelompokan menurut fungsi diskriminan tidak selalu sama dengan
pengelompokan awal. Besarnya kesalahan pengelompokan, dengan menganggap
pengelompokkan awal adalah benar, merupakan indikator tingkat akurasi dari fungsi diskriminan
yang dihasilkan.
Persentase tepat pengelompokan dapat dihitung dari matrik klasifikasi yang menunjukkan
nilai sebenarnya (actual members) dan nilai prediksi (prediction members) dari setiap kelompok.
Untuk jumlah observasi dari kelompok satu (N1.) dan jumlah observasi dari kelompok dua (N2.)
akan diperoleh matrik sebagai berikut:
Tabel 3.1 Matrik Klasifikasi
Pengelompkan Awal
Pengelompokan Menurut Fungsi Diskriminan
Jumlah
I III N11 N12 N1.
II N21 N22 N2.
Jumlah N.1 N.2 N
Dengan menggunakan matrik di atas dapat dievaluasi tingkat akurasi fungsi diskriminan
dengan memperhatikan:
(a). persentase ketepatan pengelompokan (hit ratio) =
N11+N 22
N x 100%
(b). Probabilita pengelompokan awal (prior probability)= (P12 + P2
2) ¿
100 % , dengan P1 = N1./N dan P2 = N2./N.
Tingkat akurasi klasifikasi suatu objek pengamatan sangat menentukan baik dan tidaknya
suatu pengelompokan. Menurut Hair, et. al. (1987: 90), tingkat akurasi dikatakan cukup baik jika
ketepatan penggolongan menurut fungsi diskriminan terhadap penggolongan awal adalah
minimal lebih besar 25 % dari probabilita pengelompokan awal. Fungsi diskriminan dikatakan
cukup baik jika Hit Ratio¿ 1.25 Prior Probability.
4.1. Analisis Diskriminan
Setelah dilakukan penentuan status daerah rawan pangan dengan analisis kluster, maka
dilakukan pemeriksaan ketepatan pengelompokan yang terbentuk. Untuk keperluan itu dilakukan
analisis diskriminan guna membuat sebuah model fungsi diskriminan dan melihat ketepatan
pengelompokan yang dilakukan sebagai penguat tujuan penelitian ini.
4.3.1. Pengujian Fungsi Diskriminan
Suatu fungsi dikatakan layak dibentuk dalam analisis diskriminan bila terdapat perbedaan
vektor nilai rataan di antara kelompok-1 dan kelompok-2. Oleh karena itu data yang akan diolah
terlebih dahulu harus memenuhi asumsi-asumsi statistik, yaitu:
a. Peubah-peubah yang diamati menyebar secara normal ganda (multivariate normality)
Dari sebaran data dihitung nilai skewness (b1, p) dan kurtosis (b2, p) dengan menggunakan
paket program excel, nilai-nilai tersebut dapat diperoleh sebagai berikut:
b1, p = 0,012518 dan b2, p = 0,6517
Selanjutnya dihitung:
1. b1, p n/6 = (0,012518) (29/6) = 0,0605
p(p+1)(p+2)/6 = 11(12)(13)/6 = 286
Dari penghitungan ini terlihat bahwa b1, p n/6 ¿ χ286 ;0 , 052
(326,44), maka hipotesa nol
tidak ditolak (terima Ho) pada taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data
mengikuti sebaran normal peubah ganda.
2. b2, p – 11 (13) /√ 811(13)29 = -22,66408925
Penghitungan di atas memperlihatkan bahwa b2,p – p(p + 2) /√8 p ( p+2)/n Z 0,05 (-
1,96) maka hipotesa nol ditolak pada taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebaran data tidak mengikuti sebaran normal peubah ganda.
Berdasarkan hasil penghitungan kedua sebaran data di atas, nilai skewness (b1, p)
mengikuti sebaran normal sedangkan dari nilai kurtosis (b2, p) tidak mengikuti sebaran normal.
Dalam penulisan ini, uji asumsi kenormalan peubah ganda tidak terlalu diperhatikan, karena
didasarkan teori Wahl dan Kromal (1977) dalam Sugiarto (2000), bahwa seringkali kenormalan
ganda atau asumsi kenormalan sulit diperoleh terutama bila sampel yang diambil relatif kecil.
Bila hal ini terjadi, uji vektor rata-rata tetap bisa dilakukan selama asumsi kesamaan ragam-
peragam dipenuhi (Norusis, 1986).
b. Semua kelompok populasi mempunyai matrik ragam-peragam yang sama (equality of
covariance matrik).
Asumsi yang harus dipenuhi adalah asumsi bahwa matrik ragam-peragam untuk masing-
masing kelompok adalah sama. Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam ( ) antara
kelompok-1 dan kelompok-2 statistik uji yang digunakan adalah Box’s M dengan hipotesa :
H0 : ∑1 = ∑2 atau matrik ragam-peragam kelompok-1 dan kelompok-2 sama
H1 : ∑1 ≠ ∑2 atau matrik ragam-peragam kelompok-1 dan kelompok-2 tidak sama
Dalam hal ini :
∑1 = matrik ragam-peragam kelompok-1 (Daerah yang Rawan Pangan)
∑2 =matrik ragam-peragam kelompok-2 (Daerah yang Tidak Rawan Pangan)
Tabel 4.3 Hasil Uji Kesamaan Matriks Ragam Peragam
Box's M 22.953
F Approx. 1.825df1 10df2 566.884Sig. .057
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Menurut Singgih Santoso (2000), pengujian terhadap kesamaan matrik ragam-peragam
dapat dilihat dari angka signifikansi yang terdapat dalam tabel 4.3 Box’s M yang dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima
Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak
Sedangkan menurut Hair et al (1998) batas signifikansi yang dianjurkan adalah sebesar 10 %
atau 0,1. Dari tabel 4.3 terlihat bahwa angka signifikansi terletak diatas 0,05 maupun 0,1 yaitu
sebesar 0,057 yang berarti bahwa matrik ragam-peragam antara kedua kelompok adalah sama.
Dengan menggunakan rumus, maka pengujian terhadap kesamaan matrik ragam-peragam
di atas didapat bahwa:
Box’s M = -2 ln * = 22,953
Sehingga, 2 ln * / b = F = 1,825
Hasil ini kita bandingkan dengan F tabel dengan taraf signifikansi = 0,05; v1 = 10 dan v2 =
566,884 (F10; 566,884; 0,05) =1.83
Didapatkan bahwa 2 ln * / b = F = 1,825 < (F10; 566,884; 0,05) =1.83
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pada taraf nyata 5% hipotesa nol (H0) diterima.
Dapat disimpulkan bahwa kelompok-1 dan kelompok-2 mempunyai matrik ragam-peragam yang
sama (1 = 2) atau memenuhi asumsi kedua.
Terpenuhinya asumsi yang menyatakan bahwa antar kelompok mempunyai matrik
ragam-peragam yang sama, maka pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan atau nilai
rata-rata dapat dilakukan. Pengujian vektor nilai rataan dilakukan dengan menggunakan statistik
V-Bartlett. Dengan bantuan paket program SPSS kita peroleh:
Tabel 4.4 Wilk’s Lambda
Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.
(1) (2) (3) (4) (5)1 .130 51.067 4 .000
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
V-Bartlett = Chi-Square = 51,067
Hipotesa yang digunakan dalam pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan adalah:
H0 : 1 = 2
H1 : 1 2
Keputusannya akan tolak H0 jika angka signifikansi < 0.05. Dan karena V-Bartlett > 24;
0,95 = 0.711, maka hipotesa nol ditolak pada taraf nyata 5% yang berarti ada perbedaan vektor
nilai rataan antara kelompok-1 dan kelompok-2. Ini berarti fungsi diskriminan dapat disusun
untuk mengkaji indikator-indikator mana yang membedakan antar kelompok serta dapat
dilakukan pengelompokan kembali setiap pengamatan ke dalam salah satu dari kedua kelompok
tersebut.
Untuk melihat lebih jelas apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk
setiap peubah bebas yang digunakan, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Test of Equality of Group Means
Indikator Kerawanan PanganWilks'
LambdaF df1 df2 Sig.
(1) (2) (3) (4) (5) (6)Rasio Konsumsi .952 1.351 1 27 .255Penduduk Miskin .831 5.483 1 27 .027Pddk Kerja < 15 jam .900 2.995 1 27 .095KRT Tidak Tamat SD .249 81.338 1 27 .000RT Tidak Akses Listrik .675 12.986 1 27 .001RTTidak Akses Air Bersih .838 5.225 1 27 .030Penddk Tinggal > 5 Km dari Fas Kes
.694 11.907 1 27 .002
Angka Harapan Hidup .213 99.849 1 27 .000Balita Kurang Gizi .571 20.325 1 27 .000Areal Berhutan .957 60.419 1 27 .008Lahan Terdegradasi .872 3.966 1 27 .057
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Pedoman yang dapat digunakan untuk tabel 4.5 di atas adalah:
Angka Wilk’s Lambda
Angka Wilk’s Lambda ini berkisar antara 0 sampai 1. Angka Wilk’s Lambda yang semakin
mendekati 0, maka peubah bebas yang bersangkutan antar kelompok semakin berbeda.
Sedangkan angka Wilk’s Lambda yang semakin mendekati 1, maka peubah bebas yang
bersangkutan antar kelompok cenderung sama.
Angka Sig.
Jika Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok.
Jika Sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar kelompok.
Dalam tabel 4.5 di atas diperoleh bahwa indikator-indikator persentase penduduk miskin,
persentase kepala rumah tangga tidak tamat sekolah dasar, persentase rumah tangga tidak
memiliki akses listrik, persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, persentase rumah
tangga tinggal > 5 km dari fasilitas kesehatan, angka harapan hidup waktu lahir, persentase
balita kurang gizi, dan persentase areal hutan (indikator-indikator dengan sig < 0,05) signifikan
pada taraf nyata 5 %, yang berarti bahwa peubah bebas tersebut mempunyai perbedaan rata-rata
antar kelompok. Dan sebaliknya indikator-indikator rasio konsumsi normatif terhadap
ketersediaan sereal, persentase penduduk bekerja <15 jam seminggu, dan persentase lahan
terdegradasi (indikator-indikator dengan sig > 0,05) tidak signifikan pada taraf nyata 5 %, yang
berarti bahwa peubah-peubah bebas tersebut tidak mempunyai perbedaan antar kelompok.
4.3.2. Penentuan Peubah Bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan dengan
prosedur stepwise
Prosedur diskriminan bertatar dimulai dengan pemilihan peubah bebas yang paling
berarti. Untuk melihat peubah bebas yang paling berarti (indikator yang dapat diikutsertakan
dalam pembentukan fungsi diskriminan), dapat dilakukan dengan metode stepwise. Dari analisis
yang dilakukan diperoleh tiga peubah bebas yang masuk ke dalam model fungsi diskriminan,
yang mewakili seluruh kabupaten yang akan digunakan dalam penentuan pengelompokan status
daerah rawan pangan dan melakukan prediksi pengelompokan ke dalam kelompok daerah yang
rawan pangan maupun ke dalam kelompok daerah yang tidak rawan pangan.
Dengan tingkat residual error yang semakin mengecil yang dinyatakan dalam Wilk’s
Lambda (pada lampiran 3) mulai dari level 0,213 dan akhirnya setelah ketiga peubah bebas
tersebut terpilih untuk dimasukkan semua ke dalam fungsi, maka Wilk’s Lambda mencapai level
0,130, ini berarti bahwa kemampuan diskriminasi dari fungsi yang dihasilkan semakin
meningkat.
Ketiga peubah bebas yang terpilih sebagai peubah pembeda menurut metode stepwise
menghasilkan tingkat signifikansi yang tinggi (0,000). Peubah bebas terpilih dan angka willk’s
Lambda dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6 Indikator Kerawanan Pangan yang Terpilih sebagai Peubah Bebas
No.Peubah Bebas
F. Statistik Wilk's Lambda Tingkat Signifikansi
(1) (2) (3) (4) (5)1 Angka Harapan Hidup 99,849 0,213 0,0002 KRT Tidak Tamat SD 60,447 0,177 0,0003 Areal Berhutan 46,358 0,319 0,0004 Penduduk Miskin 40,267 0,130 0,000Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Dari hasil perhitungan di atas (tabel 4.6) dapat disimpulkan bahwa indikator yang dapat
membedakan status daerah rawan pangan kabupaten-kabupaten di Jawa Timur adalah angka
harapan hidup, KRT tidak tamat SD, areal berhutan, dan penduduk miskin.
4.3.3. Pembentukan Fungsi Diskriminan
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS (lampiran 3) dapat dibentuk fungsi
diskriminan. Pembentukan fungsi diskriminan ini berdasarkan koefisien fungsi kanonikal yang
telah distandardisir (Standardized Canonical Discriminant Function). Koefisien fungsi kanonikal
yang telah distandardisir merupakan bobot yang akan digunakan di dalam pembentukan fungsi
diskriminan. Interpretasi dari bobot fungsi diskriminan ini dapat dianalogikan sebagai bobot beta
di dalam persamaan regresi atau dengan kata lain besarnya koefisien atau bobot ini
menggambarkan besarnya korelasi terhadap peubah bebas. Semakin besar bobotnya
(koefisiennya), maka semakin besar korelasinya. Dengan urutan besarnya kofisien, yaitu dari
yang paling besar sampai yang paling kecil, koefisien-koefisien fungsi diskriminan tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Koefisien-Koefisien Fungsi Diskriminan dari Indikator Terpilih
No.Indikator Terpilih
Koefisien Fungsi
(1) (2) (3)1 Angka Harapan Hidup 1.0212 Areal Berhutan .6853 Penduduk Miskin .5274 KRT Tidak Tamat SD -.489
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Dengan demikian fungsi diskriminan yang terbentuk dapat digunakan untuk memprediksi
status kabupaten di Jawa Timur apakah termasuk ke dalam daerah yang rawan pangan atau tidak
rawan pangan. Adapun fungsi diskriminan yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Y = 1,021 AHH+ 0,685 HUTAN + 0,527 MISKIN – 0,489 TIDAK SDdengan:
AHH = Angka Harapan Hidup
HUTAN = Persentase Areal BerhutanMISKIN = Persentase Penduduk Miskin
TIDAK SD = Persentase KRT Tidak Tamat Sekolah Dasar
Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan yang diperoleh dalam membedakan antar
status daerah rawan pangan di Propinsi Jawa Timur dapat dilihat pada beberapa indikator-
indikator dibawah ini (lampiran 3):
1. Canonical correlation
Diperoleh nilai koefisien korelasi kanonik (canonical correlation) masing-masing fungsi di
atas 0,5 (mendekati 1) yaitu 0.933 menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara peubah
bebas yaitu indikator dominan penentu kerawanan pangan dengan peubah tak bebasnya
yaitu status daerah (rawan pangan atau tidak rawan pangan).
2. Eigen value
Dengan nilai akar ciri (eigen value) menjauhi nol yaitu sebesar 6.711 berarti fungsi
diskriminan yang diperoleh cukup baik, karena eigen value mengindikasikan ada tidaknya
multikolinearitas atau terjadinya korelasi diantara sesama peubah bebasnya. Model yang
baik tentunya adalah model yang di antara peubah bebasnya tidak terjadi korelasi.
Multikolinearitas akan terjadi bila eigen value mendekati 0 (nol).
3. Group Centroid
Dilihat dari rata-rata tiap kelompok terdapat perbedaan group centroid. Group centroid
untuk kelompok-1 yang merupakan daerah rawan pangan adalah sebesar -3.446, sedangkan
group centroid untuk kelompok-2 yang merupakan daerah tidak rawan pangan adalah
1.813. Ini berarti bahwa secara rata-rata skor diskriminan kedua kelompok ini berbeda
cukup besar, sehingga fungsi diskriminan yang diperoleh dapat membedakan secara baik
kelompok yang ada.
4.3.4. Evaluasi Fungsi Diskriminan
Dalam membentuk matrik klasifikasi, harus ditentukan nilai cutting score yang optimal
(optimal cutting score). Cutting score adalah suatu kriteria terhadap masing-masing
skor/nilai diskriminan secara individu untuk dapat ditentukan ke dalam kelompok mana
individu tersebut akan diklasifikasikan. Optimal cutting score akan berbeda tergantung dari
ukuran kelompok, apakah sama atau tidak sama. Karena dalam penelitian ini jumlah masing-
masing kelompok tidak sama maka penghitungan cuttting score menggunakan persamaan
yaitu:
m=(n1 y 2+n2 y1
n )
= (10(1 , 813 )+19(−3 , 446)10+19 )
= - 1,63255
Dengan demikian aturan pengklasifikasian terhadap kabupaten-kabupaten di Jawa Timur
adalah:
1. Jika nilai skor diskriminannya lebih besar atau sama dengan -1,63255, maka suatu kabupaten
akan termasuk dalam kelompok daerah yang tidak rawan pangan.
2. Namun jika skor diskriminannya lebih kecil dari –1,63255, maka suatu kabupaten akan
termasuk dalam daerah yang rawan pangan.
Tingkat akurasi hasil pengolahan dengan fungsi diskriminan tidak selalu sama dengan
pengelompokan awal. Besarnya kesalahan pengelompokan dengan menganggap pengelompokan
awal adalah baik, merupakan tingkat akurasi dari fungsi diskriminan yang dihasilkan. Dari hasil
pengolahan dengan SPSS diperoleh pengklasifikasian yang disajikan pada tabel 4.8 seperti
dibawah ini.
Tabel 4.8 Pengukuran Ketepatan Pengelompokan Awal dan Pengelompokkan
dengan Fungsi Diskriminan
Pengelompokan dengan Fungsi Diskriminan Total
Daerah I Daerah II
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengelompkan Awal
Daerah I 10 0 10% Daerah I 100.0 0 100.0Daerah I 0 19 19% Daerah II 0 100.0 100.0
Berdasarkan tabel di atas telah dilakukan pegklasifikasian kabupaten-kabupaten yang
tercakup dalam penelitian ini, yaitu: (1) Dari 10 kabupaten pada kelompok-1 yang rawan pangan
diperoleh semua kabupaten rawan pangan, dengan demikian pengklasifikasian kelompok-1
secara benar adalah 100.0 % dengan tingkat kesalahan 0 %. (2) Sedangkan dari 19 kabupaten
pada kelompok-2 yang tidak rawan pangan, juga diperoleh semua kabupatennya tidak rawan,
dengan demikian pengklasifikasian kelompok-2 secara benar adalah 100 % dengan tingkat
kesalahan 0 %.
Dari unit analisis tersebut telah dilakukan pengklasifikasian dengan benar atau dengan
nilai hit ratio yaitu sebesar (10 + 19) / 29 * 100 % = 100,0 %. Sementara itu, dengan
memperhatikan apa yang disarankan Hair et. al. bahwa ketepatan pengklasifikasian yang
diperoleh melalui analisis model diskriminan paling tidak 25 % lebih besar dari yang diperoleh
melalui probabilita pengelompokan awal (prior probability). Dimana Prior probability besarnya
{(10/29)2 + (19/29)2} x 100 % = 54,82 %. Jadi persentase ketepatan pengklasifikasian yang
dihitung melalui prior probability adalah 0,5482 + (25 % * 0,5482) = 0,68525 atau 69 % .
Persentase pengelompokan yang tepat antara pengelompokan awal dan fungsi disriminan
dikatakan baik, jika persentase tepat pengelompokan hit ratio ¿ 1,25 prior probability. Karena
100,0 % ¿ 69 % maka fungsi diskriminan dikatakan memiliki tingkat keakuratan yang tinggi.
Dari perbandingan nilai di atas dapat diketahui bahwa persentase ketepatan
pengklasifikasian oleh fungsi diskriminan yaitu 100,0 % lebih besar daripada 69 % dari yang
disarankan melalui model peluang, sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang
digunakan dalam fungsi diskriminan ini dapat dipakai sebagai indikator pembeda dalam
penentuan status daerah rawan pangan kabupaten-kabupaten di Propinsi Jawa Timur dengan
tingkat keakuratan yang sangat tinggi.
3.2.4 Analisis Diskiminan
Setelah dilaksanakannya Analisis Gerombol, kemudian dilanjutkan dengan Analisis
Diskriminan. Menurut Johnson dan Wichern (1992), tujuan dari Analisis Diskriminan adalah
untuk menggambarkan ciri-ciri suatu pengamatan dari bermacam-macam populasi yang
diketahui, baik secara grafis maupun aljabar dengan membentuk fungsi diskriminan. Dengan
kata lain Analisis Diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu
dari dua kelompok atau lebih.
Fungsi diskriminan yang dihasilkan dari Analisis Diskriminan, digunakan untuk
mengevaluasi pengelompokan alternatif yang dihasilkan dalam Analisis Gerombol sebagai bahan
penguatan pertimbangan alternatif pengelompokan kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan
berdasarkan pencapaian pembangunan ekonomi, manusia, dan lingkungan.
Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk bila terdapat perbedaan nilai rataan di
antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu sebelum fungsi diskriminan dibentuk perlu
dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan dari kelompok-kelompok tersebut.
Dalam pengujian vektor nilai rataan antar kelompok, asumsi yang harus dipenuhi adalah:
Peubah-pubah yang diamati menyebar secara normal ganda (multivariate normality)
Semua kelompok populasi mempunyai matrik ragam-peragam yang sama
3.2.4.1 Uji Kenormalan Peubah Ganda
Menurut Karson (1982: 80), untuk menguji kenormalan peubah ganda digunakan
prosedur yang dikembangkan oleh Mardia dalam Susiyanto (2003) dengan cara menghitung dua
macam ukuran statistik yaitu ukuran skewness (b1,p) dan kurtosis (b2,p), yaitu:
(b1, p )=(1/n2 )∑u=1
n
∑u '=1
n
[ (Xu− X )′ S−1 (Xu '− X )]3
(b2 , p )=(1/n )∑u=1
n
[ ( Xu− X )′ S−1 ( Xu−X ) ]2
Hipotesa yang digunakan adalah:H0 : peubah ganda mengikuti sebaran normal
H1 : peubah ganda tidak mengikuti sebaran normal
Bila:
nb1,p /6 χ p ( p+1 )(p+2 )/62
, dan
b2,p – p(p + 2) /√8 p ( p+2)/n Z (tabel normal), maka tidak ada alasan untuk
menolak H0, berarti peubah ganda mengikuti sebaran normal.
Menurut Johnson dan Wichern (1992), untuk menguji kenormalan ganda adalah dengan
mencari nilai jarak kuadrat untuk setiap pengamatan yaitu: d j2=( X j−X )' S−1(X j−X ), di
mana Xj adalah pengamatan yang ke-j dan S-1 adalah kebalikan (inverse) matriks ragam-peragam
S
Kemudian d j2
diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar, selanjutnya dibuat
plot d j2
dengan nilai Chi-Kuadrat χ p
2 ( j−1/2n )
dimana: j = urutan = 1, 2, ..., n dan p =
banyaknya peubah. Bila hasil plot dapat didekati dengan garis lurus, maka dapat disimpulkan
bahwa peubah ganda menyebar normal.
Menurut Nourosis dalam Susiyanto (2003), berdasar teori Wahl dan Kronmal (1977),
dikatakan bahwa seringkali kenormalan ganda sulit diperoleh terutama bila sampel yang diambil
relatif kecil. Bila hal ini terjadi, uji vektor nilai rataan tetap bisa dilakukan selama asumsi kedua
(kesamaan ragam-peragam) dipenuhi.
3.2.4.2 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam
Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam () antar kelompok digunakan hipotesa:
H0 : 0 = 1 = 2 = ....k = .
H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.
Statistik uji yang digunakan adalah statistik Box’s M, yaitu:
-2ln* = (n−k ) ln|W /(n−k )|−∑
j=1
k
(n j−1 ) ln|S j|
* =
∏j=1
k
|S j|(nj−1)/2
|W /(n−k )|( n−k)/2
dimana:
k = banyaknya kelompok.
W / (n-k) = matrik ragam-peragam dalam kelompok gabungan.
Sj = matrik ragam-peragam kelompok ke-j.
Bila hipotesa nol (H0) benar, maka (-2ln*) / b akan mengikuti sebaran F dengan derajat
bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi , dimana:
v1 = (1/2)(k –1)p(p + 1)
v2 = (v1+ 2) / (a2 – a12)
b = v1 / (1 – a1 - v1/ v2)
a1 =
2 p3+3 p−16(k−1)( p+1 ) [∑j=1
k1
( n j−1)− 1(n−k ) ]
a2 =
( p−1 )( p+2)6 (k+1 ) [∑j=1
k1
(n j−1)2−
1
(n−k )2 ]p = jumlah peubah pembeda dalam fungsi diskriminan.
Sehingga apabila (-2ln*) / b Fv1,v2, maka tidak ada alasan untuk menolak H0 dan dapat
disimpulkan bahwa antar kelompok mempunyai matrik ragam-peragam yang sama dan
sebaliknya bila (-2ln*) / b > Fv1,v2, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok tidak
mempunyai matrik ragam–peragam yang sama.
3.2.4.3 Uji Vektor Nilai Rataan
Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dilakukan dengan hipotesa:
H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k
H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett
yang menyebar mengikuti sebaran Chi-kuadrat (2) dengan derajat bebas p(k - 1), apabila H0
benar.
Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:
V=−[(n−1)−( p+k )/2 ] ln(Δ )
dimana:
n = banyaknya pengamatan
p = banyaknya peubah dalam fungsi diskriminan
k = banyaknya kelompok
Δ=|W|
|W+B|=
Wilk’s lambda
dalam hal ini:W = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data dalam kelompok
= ∑i=1
k
∑j=1
n i
(X ij−X i)(X ij−X i) '
B = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data antar kelompok.
= ∑i=1
k
ni( X i−X )( X i−X )'
Xij = pengamatan ke-j kelompok ke-i
X i = vektor rataan kelompok ke-i
ni = jumlah pengamatan pada kelompok ke-i,
X = vektor rataan total
Apabila V χ p ( k−1) ,(1−α )2
maka, tidak ada alasan untuk menolak H0, ini berarti bahwa
terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok.
Sebaliknya bila V > χ p ( k−1) ,(1−α )2
maka H0 ditolak.
Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor nilai rataan, maka fungsi diskriminan
layak disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan
suatu obyek ke salah satu kelompok tersebut.
3.2.4.4 Penentuan peubah bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan dengan prosedur
stepwise
Menurut Nourosis dalam Susiyanto (2003), apabila dalam suatu penelitian menggunakan
banyak peubah maka untuk efisiensi dalam menentukan peubah mana yang berperan dalam
pembentukan fungsi diskriminan dilakukan melalui analisis diskriminan bertatar (stepwise
disciminant). Prosedur ini digunakan untuk menghilangkan informasi dari peubah bebas yang
kurang berguna dalam membentuk fungsi diskriminan. Prosedur diskriminan bertatar dimulai
dengan pemilihan peubah bebas yang paling berarti.
Kriteria untuk melihat variabel yang paling berarti (peubah yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yaitu:
3. Peubah yang memiliki nilai F terbesar.
4. Peubah yang memiliki nilai Wilk’s Lambda terkecil.
Peubah yang sudah terpilih bisa dikeluarkan dari fungsi diskriminan jika informasi yang
dikandung tentang perbedaan kelompok ada di beberapa kombinasi peubah-peubah terpilih
lainnya.
3.2.4.5 Pembentukan Fungsi Diskriminan
Analisis Diskriminan merupakan teknik statistik yang menggunakan peubah tak bebas Y
berupa peubah kategorik dan peubah bebasnya adalah interval atau rasio. Fungsi diskriminan
merupakan fungsi atau kombinasi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara
terbaik dalam pemisahan kelompok-kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang
sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok (Dillon dalam Solikhah,
2003)
Banyaknya fungsi diskriminan yang terbentuk secara umum tergantung dari min(p,k-1),
dengan p adalah banyaknya peubah pembeda dan k adalah banyaknya kelompok yang telah
ditetapkan. Fungsi diskriminan ini diartikan sebagai keragaman peubah yang terpilih sebagai
kekuatan pembeda. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari 1, maka dapat
dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar,
demikian berturut-turut untuk fungsi berikutnya. Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai
bentuk umum berupa persamaan linier (Fisher’s Sample Linear Discriminant Function) yaitu:
y1=ℓ11x1+ ℓ12 x2+⋯+ℓ1 j x j+⋯+ ℓ1 p x p
y2=ℓ21 x1+ ℓ22 x2+⋯+ ℓ2 j x j+⋯+ℓ2 p x p
y3=ℓ31 x1+ ℓ32 x2+⋯+ ℓ3 j x j+⋯+ ℓ3 p x p
…………………………………………….
y i=ℓ i1 x1+ℓ i2 x2+⋯+ ℓij x j+⋯+ ℓip x p
……………………………………………
yq= ℓq 1 x1+ ℓq 2 x2+⋯+ℓqj x j+⋯+ℓqp x p
dengan i=1,2,…,q (min p,k-1)
j=1,2,…,p
atau dapat ditulis sebagai
y= ℓ ' x
dimana:
ℓ = koefisien vektor
y = skor diskriminan
Nilai ℓ dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara
kelompok, atau sehingga rasio antara jumlah kuadrat antar kelompok dengan jumlah kuadrat
dalam kelompok maksimum.
3.2.4.6 Penilaian Kekuatan Fungsi Diskriminan
Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan dalam menilai tiap-tiap observasi dan
mengelompokkannya ke dalam kelompok yang didefinisikan dapat dilakukan dengan melihat:
1. Korelasi Kanonik (Canonical correlation)
Canonical Correlation (R) merupakan ukuran hubungan antara kelompok yang terbentuk
oleh y dengan fungsi diskriminan yang ada. Ketika R adalah nol, maka hal ini dapat diartikan
bahwa tidak ada hubungan di antara kelompok-kelompok yang ada dengan fungsi yang
terbentuk. Sebaliknya apabila R-nya besar (mendekati 1), maka menunjukkan adanya
korelasi yang tinggi antara fungsi diskriminan dengan kelompok yang ada. R ini digunakan
untuk menjelaskan seberapa besar masing-masing fungsi berguna dalam menentukan
perbedaan kelompok.
2. Akar Ciri (Eigen Value)
Nilai eigen value menunjukkan ada atau tidaknya multikolinearitas atau terjadinya korelasi
antar peubah bebas di dalam fungsi diskriminan. Multikolinearitas akan terjadi bila eigen
value mendekati 0 (nol).
3. Group Centroid
Group centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam
masing-masing kelompok. Semakin besar perbedaan group centroid antar kelompok, maka
fungsi diskriminan yang diperoleh semakin dapat membedakan kelompok yang ada.
3.2.4.7 Ketepatan Pengelompokan
Tingkat akurasi pengelompokkan sangat menentukan baik atau tidaknya suatu
pengelompokkan. Persentase ketepatan pengelompokan dapat dihitung dari matrik klasifikasi
yang menunjukkan nilai sebenarnya (actual members) dan nilai prediksi (prediction members)
dari setiap kelompok.
Rumus persentase ketepatan pengelompokan oleh fungsi diskriminan (hit ratio) adalah:
Hit ratio
=∑i=1
k
nic
∑i=1
k
ni
×100 %
dimana : ni = jumlah observasi dari i yang tepat dikelompokkan pada i
nij = jumlah observasi dari i yang salah dikelompokkan pada ij
dengan i =1,2,…,k dan j =1,2,…,k
Dalam prakteknya, hasil dari hit ratio ini sering dibandingkan dengan suatu standar persentase
tertentu. Ada 2 (dua) standar persentase yang sering digunakan yaitu kriteria peluang
proporsional (the proportional chance criterion) dan kriteria peluang maksimum (the maximum
chance criterion).
Kriteria peluang proporsional digunakan jika ukuran masing-masing kelompok tidak
sama dan peneliti ingin mengidentifikasi dengan tepat tiap-tiap observasi dari 2 (dua) kelompok
atau lebih. Rumus yang digunakan untuk kriteria peluang proporsional ini adalah:
Cproporsional =∑i=1
k
pi2
dimana:
Cproporsional= kriteria peluang proporsional dari model peluang.
p = proporsi jumlah observasi dari kelompok.
Kriteria peluang maksimum ditentukan dengan menghitung persentase total observasi yang
ditunjukkan oleh persentase terbesar dari dua kelompok atau lebih.
Hair et. Al dalam Solikhah (2003) menyarankan bahwa persentase ketepatan
pengklasifikasian yang diperoleh melalui analisis diskriminan paling tidak 25 persen lebih besar
dari persentase yang diperoleh melalui model peluang.
4.4 Analisis Diskriminan
Analisis Diskriminan dimulai dengan pemeriksaan asumsi-asumsi statistik, yaitu bahwa
peubah-peubah yang diamati menyebar secara normal ganda (multivariate normality) dan semua
kelompok populasi mempunyai matrik ragam peragam yang sama (equality of covariance
matrix).
4.4.1 Uji Kenormalan Peubah Ganda
Dalam penelitian ini, tidak dilakukan uji kenormalan peubah ganda. Seperti yang telah
dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa suatu fungsi dikatakan layak untuk dibentuk dalam
analisis diskriminan bila terdapat perbedaan nilai rataan antar kelompok, dan uji vector rata-rata
tetap bisa dilakukan selama asumsi kesamaan ragam-peragam dipenuhi. Sehingga bila uji asumsi
kenormalan peubah ganda tidak dilakukan, tidak akan berpengaruh pada fungsi diskriminan yang
terbentuk.
4.4.2 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam
Hipotesis dari pengujian kesamaan matrik ragam peragam adalah sebagai berikut:
H0: ∑1¿∑2
¿∑3¿ ¿
( matrik ragam peragam kelompok 1,2, dan 3 adalah sama)
H1: Sedikitnya ada 2 kelompok yang berbeda
Keputusan diambil dengan melihat tabel Test Result pada Lampiran 10. Pada tabel tersebut
terdapat nilai Box’s M dimana:
Box’M = -2 ln λ¿= 6,635, sehingga
F = 2 ln λ¿/b = 0,656
Angka tersebut dibandingkan dengan F tabel, dengan taraf signifikansi 0,05, v1 = 6 dan v2
= 160,433. dari tabel distribusi F, didapatkan angka untuk F6;160,433; 0,05 adalah sebesar 2,10. jadi
Fuji < Ftabel, sehingga keputusan yang diambil adalah tidak cukup alasan untuk menolak H0, yang
berarti bahwa kelompok 1,2, dan 3 memiliki matrik ragam peragam yang sama.
4.4.3 Uji Vektor nilai Rataan
Dengan terpenuhinya asumsi kesamaam matrik ragam peragam, maka selanjutnya
dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan. Dalam pengujian ini, digunakan
statistic V-Bartlett.
Pada tabel Wilk’s Lambda dalam Lampiran 10, terdapat nilai V-Bartlett yang menyebar
mengikuti sebaran Chi-square. Hipotesis pengujian adalah sebagai berikut:
H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k
H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda
Keputusan diambil dengan melihat nilai pada kolom Chi-square. Pada baris pertama,
terlihat nilai V-Bartlett sebesar 38,511. Bila dibandingkan dengan nilai Chi-square pada tabel
yaitu χ3(3−1);(1−0 ,05 )atau 95,0;6 yang besarnya adalah 1,635, maka V > χ tabel . Sehingga keputusan
yang diambil adalah tolak H0. Berarti bahwa memang ada perbedaan pencapaian pembangunan
pada tiga kelompok yang terbentuk, yang disebabkan perbedaan yang nyata antara rata-rata
(centroid) dari dua fungsi diskriminan yang terbentuk. Dengan melihat angka signifikansi yang
berada di bawah 0,05, juga dapat diambil keputusan yang sama.
4.4.4 Penentuan peubah bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan dengan prosedur
stepwise
Prosedur diskriminan bertatar (stepwise discriminant) dimulai dengan pemilihan peubah
bebas yang paling berarti. yaitu peubah yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi
diskriminan. Peubah-peubah berarti tersebut dapat dilihat pada tabel Variables Entered/Removed
(Lampiran 10). Ketiga peubah, yaitu skor faktor ekonomi, skor faktor manusia, dan skor faktor
lingkungan, ternyata diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan. Kemudian pada
tabel Wilk’s Lambda, terlihat bahwa pada step 1, ada satu peubah yang dimasukkan, yaitu skor
faktor ekonomi, dengan nilai Wilk’s Lambda adalah 0,406. Hal ini berarti 40,6 persen keragaman
tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antarkelompok. Hingga step terakhir, dengan tiga peubah
yang dimasukkan, angka Wilk’s Lambda turun mencapai 0,146. Penurunan angka Wilk’s Lambda
ini tentu baik bagi model diskriminan, karena keragaman yang tidak bisa dijelaskan juga semakin
kecil (dari 40,6 persen menjadi 14,6 persen).
Dari kolom F dan signifikansinya terlihat pada pemasukan peubah 1,2, maupun 3,
semuanya signifikan secara statistik. Hal ini berarti bahwa ketiga peubah tersebut memang
berbeda untuk ketiga kelompok.
Informasi dari tabel Variables Entered/Removed dan Wilk’s Lambda disajikan secara
ringkas dalam tabel berikut:
Tabel 4.7 Nilai Wilk’s Lambda, Fuji, dan Signifikansi menurut peubah bebas yang berarti
Peubah bebasWilk’s
LambdaFuji Signifikansi
(1) (2) (3) (4)
Skor Faktor Ekonomi 0,406 15,334 0,000
Skor Faktor Manusia 0,227 11,000 0,000
Skor Faktor Lingkungan 0,146 10,254 0,000Sumber: Hasil pengolahan SPSS
4.4.5 Pembentukan Fungsi Diskriminan
Fungsi diskriminan dibentuk berdasarkan informasi dari tabel Canonical Discriminant
Function Coefficients (lampiran). Fungsi diskriminan yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Fungsi 1 = 1,692 (skor faktor ekonomi) + 1,374 (skor faktor manusia) + 1,337 (skor faktor
lingkungan)
Fungsi 2 = -1,237 (skor faktor ekonomi) + 0,415 (skor faktor manusia) + 1,497 (skor faktor
lingkungan)
Pemilihan kabupaten/kota sebagai anggota suatu kelompok didasarkan pada skor diskriminan
yang diperoleh oleh masing-masing kabupaten/kota. Skor diskriminan dan hasil pengelompokan
oleh fungsi diskriminan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.
4.4.6 Penilaian Kekuatan Fungsi Diskriminan
Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan dalam membedakan kelompok, dapat
dilakukan dengan melihat beberapa indikator sebagai berikut:
1. Korelasi Kanonik (Canonical Correlation)
Pada Tabel Eigenvalues, dalam Lampiran 10, terlihat angka Canonical Correlation untuk
kedua fungsi, yaitu 0,861 dan 0,588. Angka tersebut cukup besar (mendekati 1), sehingga
dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara fungsi diskriminan dengan kelompok
yang ada.
2. Akar Ciri (Eigen value)
Multikolinearitas akan terjadi bila akar ciri mendekati 0 (nol). Pada kolom Eigen value,
terdapat nilai akar ciri dari masing-masing fungsi diskriminan. Keduanya cukup jauh dari 0,
yaitu 3,485 dan 0,529, sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi yang terbentuk cukup baik.
3. Group Centroid
Dari tabel Functions at Group Centroids (Lampiran 10), terlihat bahwa perbedaan nilai
rata-rata skor diskriminan ketiga kelompok cukup besar. Maka fungsi diskriminan yang
diperoleh semakin dapat membedakan kelompok yang ada.
Tabel 4.8 Nilai Rata-rata Skor Diskriminan
KelompokFungsi Diskriminan1 2
(1) (2) (3)
1 7,454 -1,4482 -0,697 -0,2193 1,448 1,413
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
4.4.7 Ketepatan Pengelompokan
Ketepatan pengelompokan menggunakan fungsi diskriminan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.9 Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Pengelompokan Awal dan Pengelompokan dengan
Fungsi Diskriminan
PengelompokanAwal
Pengelompokan dengan Fungsi DiskriminanTotal
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3(1) (2) (3) (4) (5)
Kelompok 1 1 0 0 1Kelompok 2 0 19 0 19Kelompok 3 0 0 4 4Total 1 19 4 24
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Dari tabel di atas, terlihat bahwa pengklasifikasian kelompok 1, 2, dan 3 adalah 100
persen (tingkat kesalahan 0 persen) sesuai dengan pengelompokan awal menggunakan Analisis
Gerombol. Jadi fungsi diskriminan yang terbentuk sangat tepat untuk membedakan ketiga
kelompok.
3.1.1 Analisis Diskriminan
Analisis Diskriminan adalah bagian dari analisis statistik peubah ganda (multivariate
statistical analysis) untuk memisahkan beberapa kelompok obyek yang sudah terkelompokkan
sebelumnya dengan cara membentuk fungsi diskriminan. Analisis ini digunakan untuk
memeriksa ketepatan suatu pengelompokan. Dengan analisis ini dapat diketahui besarnya
kesalahan klasifikasi yang mengindikasikan ketepatan pengelompokan yang dilakukan.
Ketepatan pengelompokan diketahui melalui fungsi diskriminan dan nilai pusat (centroid),
dengan cara mencari jarak terdekat antara nilai fungsi disriminan diskriminan masing - masing
desa/kelurahan terhadap nilai pusatnya.
Menurut Johnson dan Wichern (1992) tujuan Analisis Diskriminan adalah
menggambarkan ciri - ciri suatu pengamatan dari bermacam - macam populasi yang diketahui,
baik secara grafis maupun aljabar dengan membentuk fungsi diskriminan. Dengan kata lain
Analisis Diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan obyek ke dalam salah satu dari dua
kelompok atau lebih.
3.2.5.1 Asumsi - asumsi yang diperlukan
3.2.5.1.1 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam
Hipotesa yang digunakan dalam pengujian kesamaan matriks ragam-peragan ( ) antar
kelompok adalah :
Ho : 1 = 2 = ….. k = (Matriks ragam – peragam antar kelompok sama)
H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.
Statistik uji yang digunakan adalah Statistik Box’s M, yaitu
-2ln =
k
jjj SnknWkn
1
ln)1()/(ln
= 2/)(
1
2/)1(
)/(kn
k
j
n
j
knW
Sj
dimana :
n = ∑ nj ; banyaknya pengamatan (j= 1,2,...,k)
k = Banyaknya kelompok
W/(n-k) = matrik ragam – peragam dalam kelompok gabungan
Sj = Matriks ragam peragam kelompok ke-j.
Bila hipotesa nol (Ho) diterima, maka (-2ln ) / b akan mengikuti sebaran F dengan
derajat bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi dimana:
v1 = (1/2)(k-1)p(p+1)
v2 = (v1 + 2)/ (a2 – a12)
b = v1 / (1 - a1 - v1/ v2)
a1 =
k
j j knnpk
pp
1
2
)(
1
)1(
1
)1)(1(6
132
a2 =
k
j j knnk
pp
122 )(
1
)1(
1
)1(6
)2)(1(
p = Jumlah peubah pembeda dalam fungsi diskriminan
jika (-2ln ) / b F v1,v2,
maka tidak ada alasan untuk menolak Ho dan dapat
disimpulkan bahwa antar kelompok mempunyai matriks ragam – peragam yang sama dan
)ln(2/)()1( kpnv
sebaliknya bila jika (-2ln ) / b > F v1,v2,
maka H0 ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok
tidak mempunyai matriks ragam-peragam yang sama.
Hair et al (1987:76) mengatakan bahwa analisis diskriminan tidak terlalu sensitif dengan
pelanggaran asumsi ini, kecuali pelanggarannya bersifat ekstrim. Johnson dan Wichern (1992)
mengatakan hal yang sama bahwa asumsi ini (kesamaan matriks ragam-peragam) di dalam
praktiknya sering dilanggar.
3.2.5.1.2 Uji Vektor Nilai rata – rata
Hipotesa pengujian terhadap vektor nilai rata-rata antar kelompok adalah :
Ho : μ1=μ2=.. .. .=μk (vektor nilai rata-rata antar kelompok sama)
H1 : Setidaknya ada dua kelompok yang berbeda.
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett
yang menyebar mengikuti sebaran Chi-kuadrat (2 ) dengan derajat bebas p(k-1), apabila Ho
benar.
Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:
dimana:
Λ=|W|
|W+B|= Wilk’s lamda
dalam hal ini:
2)(),1(
kp
2)(),1( kp
W = ∑j=1
k
∑i=1
nj
(X ji−X j )( X ji−X )'
B = ∑j=1
k
n j ( X j−X )( X j−X )'
Xij = peubah ke-i kelompok ke-j
X j = Vektor rata – rata kelompok ke-j
Nj = Jumlah pengamatan pada kelompok ke-j
X = Vektor rata – rata total
Apabila V maka, tidak ada alasan untuk menolak Ho, ini berarti bahwa
terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok. Sebaliknya apabila V > maka
Ho ditolak.
Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor rata-rata, maka fungsi diskriminan layak
disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan suatu
obyek ke salah satu kelompok tersebut.
3.2.5.2 Penentuan Peubah Bebas
Metode Stepwise digunakan dalam mengurangi informasi dari peubah bebas yang kurang
berarti pada fungsi diskriminan dalam tulisan ini. Metode Stepwise ini dimulai dengan pemilihan
peubah bebas yang paling berarti. Kriteria untuk melihat peubah yang paling berarti (peubah
yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yaitu :
1. Peubah yang memiliki nilai F terbesar.
2. Peubah yang memiliki nilai Wilk’s lambda terkecil.
Nilai minimum dari F to enter adalah 3.84 dan nilai maksimum dari F to remove adalah 2.71.
Nilai rata-rata kedua F ini diproleh dari rumus:
F = [ n−k−p
k−1 ] [1−( Λp+1 / Λp
Λ p+1/ Λp]
Dimana Λ p adalah Wilk’s lambda sebelum penambahan peubah dan Λ p+1adalah Wilk’s lambda
setelah penambahan/pemasukan peubah. Namun peubah yang sudah terpilih bisa dikeluarkan
dari fungsi diskriminan jika informasi yang dikandung tentang perbedaan kelompok ada di
beberapa kombinasi peubah-peubah terpilih lainnya.
3.2.5.3 Pembentukan Fungsi Diskriminan
Fungsi diskriminan merupakan persamaan linier dengan bentuk umum:
y = pp xxx ˆ.......ˆˆ2211
atau dapat ditulis sebagai y = x'
dimana
y = skor disriminan/peubah bebas
' =]ˆ,...,ˆ,ˆ[ 21 p = vektor koefisien estimasi
'x = pxxx ,..., 21 = vektor peubah independen
Nilai dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara
kelompok, atau sehingga rasio antara between-groups sum of square dengan Within-groups sum
square maksimum. Johnson dan Wichern (1992) mengatakan bahwa untuk kelompok, nilai
yang memaksimumkan rasio tersebut adalah :
PooledSxx ')'(ˆ21
dimana
1x = rata – rata sampel populasi-1
2x = rata – rata sampel populasi-2
PooledS ' = Kovarian sampel gabungan
3.2.5.4 Cutting Score
Suatu observasi diukur berdasarkan semua peubah bebas yang digunakan dengan
memasukkan kedalam fungsi diskriminan untuk memperoleh skor. Kriteria pengelompokan
berdasarkan cutting score (skor batas). Jika hanya ada 2 kelompok yang didefinisikan dan ukuran
kedua kelompok berbeda, maka rata-rata suatu kelompok harus ditimbang dengan jumlah
observasi dalam kelompok pembandingnya. Skor batas (m ) yang digunakan adalah :
m =
12( y1+ y2 )
Dimana:
1y = ( x1− x2 )' S pooled
−1 x1= ℓ x1
2y = ( x1− x2 )' S pooled
−1 x2= ℓ x2
3.2.5.5 Matriks Klasifikasi dan Hit rasio
Persentase ketepatan pengelompokan dapat dihitung dari matriks klasifikasi yang
menunjukan nilai sebenarnya (actual members) dan nilai prediksi (prediction members) dari
setiap kelompok. Untuk n1 jumlah observasi dari kelompok satu (μ1 ) dan n2 jumlah observasi
dari kelompok dua (μ2 ) akan diperoleh matriks sebagai berikut :
Nilai prediksi
μ1 μ2
Nilai sebenarnya μ1 n1c n1m = n1 - n1c n1
μ2 n2m = n2 – n2c n2c n2
dimana
n1c = Jumlah observasi dari μ1 yang tepat dikelompokan pada μ1
n1m = Jumlah observasi dari μ1 yang tidak tepat dikelompokan padaμ1
n2c = Jumlah observasi dari μ2 yang tepat dikelompokan pada μ2
n2m = Jumlah observasi dari μ2 yang tidak tepat dikelompokan padaμ2
Rumus penghitungan ketepatan pengelompokan menggunakan fungsi diskriminan (hit
ratio) adalah:
Hit ratio = 1−APER
APER =
n1 c+n2 c
n1+n2
. 100 %
Recommended