View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PERAN KH. MAHFUDZ RIDWAN DALAM
MEWUJUDKAN KERUKUNAN ANTARUMAT
BERAGAMA DI SALATIGA TAHUN 1980-2015
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora
Oleh:
ISRO’ATUL LAILI
216-13-027
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
Jangan menyerah atas impianmu, impian memberimu tujuan hidup.
Ingatlah, sukses bukan kunci kebahagiaan, kebahagiaanlah kunci sukses.
Semangat!
(Mario teguh)
Jika anda tidak mampu terbang maka berlarilah,
Jika tak mampu berlari maka berjalan sudah cukup.
Jika belum bisa maka merangkaklah. Karena anda harus terus bergerak
maju dan maju.
(FarizGobel)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta
Bapak Zamsari dan Ibu Muslikah yang tidak pernah lelah dalam menasehati,
mendidik, dan memotivasi setiap perjuangan saya. Tanpa dorongan mereka
saya bukan apa-apa.
Teruntuk Bapak Dr. M. Gufron, M. Ag dan Bapak Haryo Aji, S. Sos, M.A.
yang telah membantu di setiap kesulitan dan memberi pengetahuan baru
dalam menyelesaikan tugas akhir saya.
Teruntuk Dosen-dosen IAIN salatiga Fakultas Ushuludin, Adab dan
Humaniora yang senantiasa mendidik dan membimbing selama ini.
Teruntuk suamiku tersayang Mas Beni yang selalu memotivasiku.
Teruntuk saudara kandung saya Sigit Saputra dan Nasikul Huda yang selalu
mengingatkan saya untuk menyelesaikan tugas akhir saya.
Teruntuk sahabat-sahabat Sejarah Peradaban Islam Angkatan pertama tahun
2013. Guru besar (Ika Putri), Kuter (Tiara), Engkus (Ingkan), Bunda (Tatik)
Qesthe (Qisthi), cempluk (ana) Fera, Nia,Erni, Ulva, Lana, Wildan, Meong”
(luthfi) Kencong (Sam‟ani), Boy (Jhuedhin), Gendhut (Sofi), Sholeh, Faizin,
Rifkhan.
Dan teruntuk teman-teman KKN Kener 91 dan 92 tahun 2017 yang saya
sayangi.
vii
ABSTRAK
Nama: Isro‟atulLaili
NIM : 216-12027Jurusan: Sejarah Peradaban Islam
Kata Kunci : Keberagamaan, Peran KH. Mahfudz Ridwan Kerukunan Antarumat
Beragama.
Kota Salatiga merupakan kota yang memiliki masyarakat yang beragam.
Keberagaman ini ditunjukkan dengan kondisi masyarakat yang memeluk agama yang
berbeda-beda. Kondisi keberagamaan agama memiliki potensi akan terjadinya konflik
antarumat beragama, demi terwujudnya kehidupan sosial yang damai dan harmonis
perlu adanya sikap dari seluruh pihak untuk saling menghormati, menghargai dan
toleransi terhadap seluruh masyarakat lintas agama. Melalui kesadaran pentingnya
tercipta kerukunan beragama mendorong KH. Mahfudz Ridwan untuk melakukan
berbagai upaya untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Salatiga. Dalam
penelitian ini penulis merumuskan, rumusan masalah menjadi 4 yaitu, yang pertama
bagaimana kondisi keberagamaan di Kota Salatiga tahun 1980-2015, yang kedua
bagaimana upaya KH. Mahfudz Ridwan dalam mewujudkan kerukunanan antarumat
beragama di Kota Salatiga tahun 1980-2015, yang ketiga kehidupan KH. Mahfudz
Ridwan dalam berorganisasi, yang keempat bagaimana wujud kerukunan beragama di
Kota Salatiga tahun 1980-2015.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah dibantu
dengan pendekatan sosiologi. Dalam hal ini penulis meneliti tentang peran KH.
Mahfudz di Salatiga.
Salah satu langkah yang digunakan oleh KH. Mahfudz Ridwan ialah melalui
membentuk forum yang konsen akan kerukunan beragama di Salatiga. Forum
kerukunan beragama yang dijadikan sebagai motor penggerak dari KH. Mahfudz
Ridwan untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama ialah Forum SOBAT.
Forum ini bergerak dan melaksanakan kegiatan dengan tujuan untuk menciptakan
kerukunan antarumat beragama di Kota Salatiga.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swtyang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan hidayah dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi Muhammad Saw.Yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman terang benderang.Skripsi ini
disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Humaniora pada Jurusan Sejarah
Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan memberikan dorogan baik moral maupun materil, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan penghargaan dan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan FakultasUshuluddin, Adab, dan
Humaniora.
3. BapakHaryo Aji, S. sos, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.
Serta yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. M. Gufron. M. Ag. selaku dosen pembimbing skripsi dan membantu
memberikan banyak masukan yang sangat berguna bagi penulis.
ix
5. Kepada Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan ilmu, semangat, dan inspirasinya kepada penulis.
6. Keluarga Besar penulis yang telah mencurahkan do‟a dan menyemangati penulis
untuk kesuksesan skripsi ini.
7. Seluruh teman-teman seperjuangan SPI2013 yang selalu menyemangati saya.
8. Dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak bisa
kami sebutkan satu persatu semoga semua amal bantuan dalam bentuk apapun
mendapat balasan yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT.
Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan
menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan skripsi
ini, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri. Untuk
itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan dari pembaca yang
budiman guna kesempurnaannya. Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini mampu
memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………..…..i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .........................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................iv
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................v
HALAMAN MOTTO..............................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................vii
ABSTRAK................................................................................................viii
KATA PENGANTAR..............................................................................x
DAFTAR ISI ...........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................5
D. Tinjauan Pustaka ...............................................................................7
E. Kerangka Konseptual …………. ....................................................10
F. Metode Penelitian ...........................................................................19
G. Sistematika Penulisan ......................................................................23
xi
BAB II BIOGRAFI KH. MAHFUDZ RIDWAN
A. Latar Belakang Keluarga KH. Mahfudz Ridwan……………….26
B. Latar Belakang Pendidikan KH. Mahfudz Ridwan……………..28
C. Perjalanan KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Politik….....31
D. Perjalanan KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Agama……33
E. Kontribusi KH. Mahfudz Ridwan dalam Sosial Masyarakat……39
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA SALATIGA
A. Kondisi Wilayah Kota Salatiga
1. Letak Geografis Kota Salatiga……….………………….42
2. Kondisi Demografi……………………………….……...44
3. Kondisi Keagamaan………………………………….…..45
4. Kondisi Sosial Budaya…………………………………..50
5. Kondisi Sosial Ekonomi…………………………………52
B. Interaksi Antarumat Beragama di Kota Salatiga………………...54
1. Bentuk Interaksi Antarumat Beragama……………...….55
2. Strategi Komunikasi Untuk Mewujudkan Kerukunan Antarumat
Beragama………………………………………………..58
xii
BAB IV KONTRIBUSI KH. MAHFUDZ RIDWAN DALAM MEWUJUDKAN
KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA DI SALATIGA
A. Peran KH. Mahfudz Ridwan dalamKemasyarakatan………..60
B. Peran KH. Mahfudz Ridwan dalam Forum SOBAT Salatiga..63
C. Wujud Kerukunan Antarumat Beragama di Salatiga…………67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………...74
B. Saran ………………………………………………………….76
DAFTAR PUSAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa indonesia dikenal dengan bangsa yang plural, karena
didalamanya terdapat bermacam-macam suku, agama, budaya dan ras.1
Keberagaman terbungkus dalam persatuan dan kesatuan Indonesia.
Indonesia terdiri atas masyarakat yang homogen dengan kata lain
masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk.
Keanekaragaman agama dan budaya di Indonesia adalah modal dasar
dalam mendukung pembangunan, namun sekaligus dapat menjadi
penghambat. Apabila perbedaan tersebut dikelola dengan baik, maka
terciptalah kerukunan hidup dalam masyarakat yang akan mendukung
pembangunan nasional. Namun sebaliknya, apabila salah mengelolanya
justru akan menghambat kelancaran pembangunan nasional.
Dalam segala perbedaan yang ada terdapat satu aspek dalam
masyarakat Indonesia yang sangat sensitif yakni aspek kehidupan
beragama. Terdapat lima agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia
yakni Islam, Kristen, Katholik, Budha dan Hindu. Agama di Indonesia
hidup dan berkembang oleh karena peranan penganutnya yang
memperkuat dirinya dalam kehidupan yang beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Pengakuan terhadap kebebasan beragama di Indonesia, tidak
hanya menunjukkan bahwa negara memberikan peluang bagi warga
1Ali Masykuri Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur (PT Gelora Aksara
Pratama: Erlangga), hal. 107.
2
negaranya untuk memeluk agama sekaligus melaksanakan kewajiban yang
diperintahkan melalui ajaran-ajaran agama. Kebebasan beragama yang
diakui juga tidak hanya membebaskan warga negara untuk memeluk
agama (yang semua jenis agama yang diakui), maupun untuk menerima
keyakinan-keyakinan yang memperkuat dirinya dalam kehidupan yang
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.2
Perbedaan keyakinan dari masyarakat Indonesia memiliki potensi
terjadinya konflik Antarumat beragama. Konflik keagamaan yang terjadi
di Indonesia mengisyaratkan bahwa dialog agama dengan tokoh-tokoh
agama yang berbeda agama masih dianggap tabu. Sikap fanatik terhadap
agama masing-masing dapat mengganggu integrasi nasional. Dengan
konflik yang terjadi anatarumat beragama dapat mengancam persatuan dan
kesatuan Indonesia. Dengan segala perbedaan perlu adanya sikap bijak
dari masyarakat Indonesia. Demi keutuhan bangsa Indonesia masyarakat
Indonesia harus bersatu dalam segala perbedaan yang ada. Keharmonisan
sosial dalam masyarakat akan tercipta apabila terwujud kerukunan
Antarumat beragama di dalam masyarakat. Salah satu wilayah di
Indonesia yang memiliki kondisi sosial harmonis dalam keberagamaan
adalah kota Salatiga.
Salatiga merupakan kota yang identik dengan masyarakatnya yang
majemuk. Sebagai kota pelajar Salatiga didatangi oleh berbagai pemuda
2 Setyo Pamungkas, Mengatur Kerukunan Beragama di Indonesia:
Membebaskan atau Mencederakan? *Mengkritisi RUU Kerukunan Umat Beragama
dalam Perspektif Kekristenan, (Salatiga:Unit Pelayanan dan Bantuan Hukum Fakultas
Hukum Universitas Satya Wacana, 2013), hal. 2
3
dari berbagai daerah di Indonesia untuk belajar di Salatiga. Salatiga
merupakan kota yang ditinggali masyarakat dengan latar belakang agama
yang beragam. Keberagaman agama yang dimiliki warga Salatiga
tercermin dari bangunan rumah ibadah yang berdiri di berbagai sudut di
Kota Salatiga seperti Gereja, Masjid, Klentheng, Vihara berdiri di tiap-tiap
sudut Kota Salatiga. Keunikan Salatiga ialah pada masyarakatnnya yang
hidup dalam perbedaan namun tetap harmonis. Terwujudnya kerukunan
beragama di Kota Salatiga tidak lepas dari tokoh-tokoh yang
mengumandangkan perdamaian dan menjujung tinggi kerukunan
antarumat beragama. Dalam agama Islam tuntutan orang muslim untuk
mewujudkan kerukunan beragama terdapat dalam Al-qur‟an. Islam juga
mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan kondisi masyarakatnya,
kesamaan derajat manusia adalah mutlak, dengan memakai tauhid sebagai
pondasi utama bangunannnya. Tauhid dalam Islam tidak hanya meyakini
kesatuan penciptaan, kesatuan tuntutan hidup, kesatuan tujuan hidup.3
Salah satu tokoh yang berperan penting yang berupaya mewujudkan
kondisi kerukunan umat beragama dalam masyarakat Salatiga adalah KH.
Mahfudz Ridwan.
KH. Mahfudz Ridwan merupakan penggagas forum kerukunan
umat beragama di Salatiga. KH. Mahfud Ridwan berupaya mewujudkan
keharmonisan sosial melalui organisasi yang bergerak dalam upaya-upaya
kerukunan beragama. KH. Mahfudz Ridwan berupaya melalukan dialog
3Haidi Hajar Widagdo, Esensia Jurnal Ilmu-ilmu Ushuludin “ Agama dan Konflik
Sosial”, hal.150.
4
dengan pemuka agama Kristen, Hindu, Budha dan Katholik serta Islam.
Beliau berusaha menyatukan pandangan dari beberapa pemuka dari
berbagai agama untuk mewujudkan kondisi sosial masyarakat yang
harmonis dengan kerukunan Antarumat beragama. Agama bukanlah
benteng yang menghalangi masyarakat yang berbeda agama untuk saling
bersahabat. Jalinan sosial yang baik serta sikap yang saling menghargai
akan mewujudkan kerukunan beragama.
Kondisi Salatiga yang memiliki keberagamaan agama dan suku
menjadikan penghambat dalam interaksi sosial dalan masyarakat, lalu KH.
Mahfudz Ridwan memberi pandangan baru pada masyarakat kota Salatiga
bahwa terwujudnya kerukunan beragama merupakan hal yang indah.
Hidup berdampingan dalam perbedaan merupakan kondisi masyarakat
yang dapat mendorong kemajuan dalam peradaban. Dalam hal ini menarik
minat penulis untuk mengangkat tema mengenai peran KH. Mahfudz
Ridwan dalam mewujudkan kerukunan antarumat beragama dalam
masyarakat Kota Salatiga tahun 1980-2015.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi pada konteks peran dari
KH. Mahfudz Ridwan dalam mewujudkan kerukunan beragama dalam
masyarakat Kota Salatiga. Dalam batasan temporal dibatasi dari tahun
1980 hingga 2015 karena pada tahun 1980 KH. Mahfudz Ridwan
melakukan upaya perintisan pendirian wisma atau sekarang disebut
pondok pesantren Edi Mancoro. Kemudian pembatasan hingga tahun
5
2015 karena pada tahun ini KH. Mahfudz Ridwan mulai tidak aktif dalam
organisasi kerukunan beragama karena faktor usia. Batasan spasial dalam
penelitian ini dibatasi pada kawasan Kota Salatiga, karena peran KH.
Mahfudz Ridwan dalam upaya mewujudkan kerukunan beragama berada
di Kota Salatiga.
Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kehidupan KH. Mahfudz Ridwan
2. Bagaimana Kondisi Keberagaman di Kota Salatiga tahun 1980-
2015
3. Bagaimana Upaya KH. Mahfudz Ridwan dalam Mewujudkan
Kerukunan Antarumat Beragama di Kota Salatiga tahun 1980-2015
4. Bagaimana Wujud Kerukunan Antarumat beragama di Kota
Salatiga tahun 1980-2015
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dalam menyusun penelitian ini penulis melakukan berbagai upaya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Berbagai upaya yang dilakukan ialah
untuk mencapai tujuan dari penulisan penelitian. Keberadaan tujuan atau
target dalam penelitian ini berfungsi sebagai patokan dalam penelitian
yang dilakukan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah sebagai
berikut:
1. Dapat menguraikan mengenai kehidupan KH. Mahfudz Ridwan
6
2. Dapat menguraikan kondisi keberagaman di Kota Salatiga tahun 1980-
2015.
3. Dapat menguraikan upaya KH. Mahfudz Ridwan dalam dalam
mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Kota Salatiga tahun
1980-2015
4. Dapat menjelaskan mengenai wujud kerukunan antarumat beragama di
Kota Salatiga tahun 1980-2015.
Dengan adanya penelitian ini, dapat memberi manfaat sebagai
berikut:
1. Secara praktis dapat digunakan menjadi penambah wawasan serta
pengetahuan mengenai peran KH. Mahfudz Ridwan dalam
mewujudkan kerukunan umat beragama di Kota Salatiga pada 1980-
2015.
2. Dapat memberi koleksi pustaka untuk perpustakaan jurusan Sejarah
Peradaban Islam serta perpustakaan Institut Agama Islam Salatiga.
D. Tinjauan pustaka
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pustaka-pustaka berupa
Buku, Skripsi, Jurnal. Pustaka yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya sebagai berikut:
7
Sumber buku yang pertama berjudul “Kerukunan umat beragama pilar
utama kerukunan berbangsa: butir-butir pemikiran” KaryaAkhmad Prof.
Dr.H.Faisal Ismail, M.A.( Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, tahun 2002,
ISBN: 9796871033, 9789796871032, Tebal: 164 halaman ).yang
mengulas, mengupas, dan membentangkan tentang Dinamika Kerukunan
Antarumat Beragama ini merupakan akumulasi dari hasil pembacaan,
pengamatan, pandangan, pengalaman, tinjauan, dan pemikiran kritisnya
sebagai pejabat tinggi, Guru Besar, dan Duta Besar. Buku ini sangat unik
dan mempunyai bobot tersendiri karena ditulis oleh seorang akademisi dan
praktisi. Buku ini sangat pas dibaca oleh para mahasiswa, akademisi,
peneliti, tokoh agama, birokrat, dan pejabat pemerintah pengambil
kebijakan di bidang hubungan antarumat beragama demi terpeliharanya
saling pengertian, dialog, toleransi, harmoni, dan kerukunan antarumat
beragama yang solid, mantap, dan dinamis.
Sumber pustaka yang kedua berupa Buku yang berjudul “ Dialog
Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia”, Karya Zainal
Abidin Bagir dkk (Bandung: Mizan, tahun 2011, Tebal 211 halaman),
dalam buku ini mengulas Tragedi kekerasan publik yang melibatkan umat
beragama akhir-akhir ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi proses
demokratisasi di Indonesia. Umat beragama berperan sangat krusial dalam
membangun demokrasi Indonesia sehingga bila kekerasan masih
melibatkan umat beragama, maka demokrasi juga semakin pesimistis
untuk dikembangkan.Untuk menggapai kerukunan dan kedamaian, dialog
8
antarumat beragama niscaya terus dinyalakan untuk menggugah semangat
persaudaraan dan jangan sampai padam.
Dialog bukan hanya para tokoh agama saja, tetapi juga bisa
diimplementasikan sampai tingkat bawah, yakni umat beragama di
pelosok desa. Buku bertajuk Dialog Antarumat Beragama: Gagasan dan
Praktik di Indonesia mencoba memotret gagasan dialog antar-agama di
Indonesia dalam menciptakan gerak kerukunan dan kedamaian
masyarakat. Buku ini bukan saja mengaji urgensi dialog antar-agama,
tetapi juga memberikan “alarm” bagi agamawan agar terus menjaga
komitmen dialog.
Sumber pustaka yang ketiga berupa Artikel: Kebhinnekaan adalah
keniscayaan, Edisi II tahun 2017, Majalah Jiwa Raga: Jendela informasi
Wakil Rakyat Salatiga, Kota Multi Etnis Tidak Harus Menjadi Kota
Metropolis, dalam Artikel ini menunjukan sikap toleransi Antarumat
beragama yang dimiliki warga Kota Salatiga .
Sumber pustaka yang keempat Buku yang berjudul
“Menghilangkan Rasa Sakit Hati Antarumat yang Lahir oleh
Sejarah”(Rekaman Proses Forum Sarasehan Ulama dan Pendeta), disusun
oleh KH. Mahfudz Ridwan dkk ( Salatiga: Pustaka Percik, 2003, ISBN
979-96603-4-3, Tebal 118 halaman) dalam buku ini berisi mengenai
dialog antar pemuka-pemuka lintas agama yang melahirkan forum
kerukunan umat beragama yang berbentuk SOBAT.
9
Sumber pustaka selanjutnya berupa notulensi dari Dialog
Kebangsaan tentang “Toleransi Beragama”, Ormas Gerakan Masyarakat
Penerus Bung Karno, di Hotel Borobudur Jakarta, 13 Februari, 2014.
Dalam acara diskusi diberi judul Toleransin dan Intoleransi Beragama
Pasca Reformasi, yang disusun oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
Beliau merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia,
Ketua Dewan Kehormatan Peneyelenggara Pemilihan Umum (DKPP-RI),
Ketua Dewan Penasihat KOMNASHAM-RI, Ketua Dewan Pembina
Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI), Pendiri/Mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK -RI, 2003-2008), Ketua Dewan Penasihat
Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), Anggota
Kehormatan MATAKIN Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia
(MATAKIN), Anggota Konsultatif Majelis Buddhayana Indonesia
(MBI), Anggota Dewan Kehormatan Majelis Taoisme Indonesia (MTI).
Dalam rangkuman ini berisi mengenai dialog mengenai toleransi dan
intoleransi pasca reformasi, dialog yang disampaikan berupaya mencari
solusi dengan adanya kasus intoleransi.
Sumber pustaka selanjutnya berupa Skripsi berjudul “ Strategi
Komunikasi Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Menjaga
Kerukunan Umat Beragama Di Salatiga” yang disusun oleh Munir
Abdillah, Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2013. Dalam
skripsi ini mengulas mengenai stategi komunikasi antarumat beragama
10
untuk mewujudkan kerukunan umat beragama yang dimotori oleh Forum
Kerukunan Umat Beragama Kota Salatiga.
Dari sumber-sumber yang mengulas mengenai kerukunan umat
beragama belum ada yang mengangkat tentang peran KH. Mahfudz
Ridwan dalam memprakarsai terbentuknya forum kerukunan lintas agama
di Salatiga. Melalui forum kerukunan beragama yang dibentuk oleh KH.
Mahfudz Ridwan menjadi tonggak awal kesadaran masyarakat akan
pentingnya mewujudkan kerukunan antarumat beragama. Penulis
mengangkat penelitian ini karena belum ada yang mengulas tentang peran
KH.MahfudzRidwan dalam mewujudkan kerukunan antarumat beragama
di Kota Salatiga.
E. Kerangka Konseptual
Dalam perkembangan metodologi sejarah, peneliti harus berusaha
untuk bisa saling mengaitkan atau mendekatkan antara sejarah dengan
ilmu-ilmu yang lain, untuk menganalisis berbagai suatu peristiwa atau
fenomena masa lampau, peneliti menggunakan konsep-konsep berbagai
ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan pokok kajian. Oleh karena itu,
dalam kajian diatas peneliti menggunakan suatu pendekatan dengan ilmu
bantu lain, yaitu pendekatan agama dan pendekatan sosiologi. Pendekatan
agama adalah suatu pendekatan mengenai ketuhanan (teologis), ialah
pendekatan yang normatif dan subjektif terhadap agama. Sedangkan
11
pendekatan sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang
kehidupan seseorang dalam masyarakat.4
Bangsa Indonesia memiliki masyarakat dengan latar belakang
budaya, agama etnik, ras dan bahasa yang berbeda-beda dengan kata lain
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki masyarakat yang
majemuk. Istilah multikultural sendiri sering digunakan untuk
menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam
suatu Negara, multikulturalisme adalah suatu pemahaman yang
menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal
dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada,
dengan kata lain fokus utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan
budaya dalam situasi kondisi masyarakat yang tersusun dari banyak
kebudayaan. Diskusi mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan
mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu
politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja
dan berusaha, hak asasi manusia, hak budaya komunitas dan golongan
minoritas, prinsip-prinsip etika dan prinsip-prinsip moralitas.5 Dari seluruh
perbedaan yang ada yang paling beresiko menimbulkan konflik ialah pada
kehidupan beragama di Indonesia.
4 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda (Pt Raja Grafindo Persada:
Jakarta), hal.1-2
5Rangkuman ini disusun dari beberapa acara serial diskusi ilmiah/akademik yang
diselengarakan AIFIS bekerjasama dengan BEM Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga dengan topik: Pluralisme dan Multikulturalisme di Indonesia, 2015, hal.
2.
12
Agama dalam perspektif sosiologis dapat dilihat dari adanya
fenomena-fenomena keagamaan yang muncul dalam masyarakat, baik
dalam bentuk ritual, perayaan maupun simbol-simbol keagamaan,
sehingga agama tumbuh dan berkembang menjadi bagian dari budaya
masyarakat. Agama yang menjelma dalam bentuk budaya inilah yang
menuntut adanya dialektika internalisasi ekternalitas dan eksternalisasi
internalitas. Sehingga agama muncul istilah misi keagamaan dalam bentuk
budaya. Berdasarkan hal tersebut, maka eksistensi agama dalam
masyarakat memiliki potensi integratife dan potensi konflik.6
Konflik-konflik yang melibatkan perbedaan keyakinan (antarumat
beragama) berpotensi yang tinggi terhadap terjadinya tindak kekerasan,
main hakim sendiri, justifikasi sebuah kebenaran atau keyakinan
kelompok satu dengan kelompok lainya menjadi sumber konflik ideologi
yang akhir-akhir ini muncul di Indonesia. Agama memberikan kontribusi
yang luar biasa bagi para pemeluknya, terutama menyangkut pola pikir,
pola sikap dan pola perilaku individu dalam masyarakat. Pola pikir
individu yang dipengaruhi agama, pada dasarnya masuk dalam ranah
pengetahuan dan pemahaman keagamaan, dimana agama yang berisikan
doktrin atau ajaran-ajaran memiliki sifat memaksa terhadap pemeluknya
untuk mengikuti apa yang diajarkan oleh agama. Agama dengan doktrin
doktrin yang dimilikinya, secara psikolois memiliki dampak yang luar
6 Nurkholik Affandi, HARMONI DALAM KERAGAMAN (Sebuah Analisis
tentang Konstruksi Perdamaian Antar Umat Beragama), Jurnal Komunikasi dan Sosial
Keagamaan, Vol: XV, No. 1, Juni 2012, hal 75.
13
biasa bagi perkembangan individu, terutama menyangkut pola pikir
seseorang.7
Demi menjaga keutuhan bangsa maka diperlukan pemersatu untuk
menyatukan seluruh warga negara Indonesia di tengah segala perbedaan
yang ada perlu adanya paham yang dapat menyatukan segala perbedaan
dalam masyarakat. Perekat dari segala perbedaan di Indonesia ialah pada
paham nasionalisme. Dengan segala perbedaan pada masyarakat Indonesia
disatukan melalui paham nasionalisme
Untuk mewujudkan nasionalisme dan politik identitas nasional
Indonesia dibutuhkan solidaritas yang tinggi pada bangsa Indonesia.
bangsa Indonesia tidak boleh terjebak pada solidaritas kelompok-
kelompok yang melahirkan primordialisme dan chauvinisme. Kemudian
kita akan terjebak pada fanatisme kedaerahan, kesukuan, agama, golongan,
serta kelompok-kelompok lainnya, yang pastinya akan melunturkan jiwa
nasionalisme bangsa Indonesia. Konflik antar daerah, suku, agama, serta
kelompok yang sekarang sering terjadi hanya akan memecah belah
semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.8
Nasionalisme secara etimologi berasal dari kata “nasional” dan
“isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan
semangat cinta tanah air, memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau
memelihara kehormatan bangsa, memiliki rasa solidaritas terhadap
7Ibd.,hal 72. 8Jurnal, Mifdal Zusron Alfaqi, Memahami Indonesia Melalui Prespektif
Nasionalisme, Politik Identitas, Serta Solidaritas, Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015, hal. 112.
14
musibah dan kekurang beruntung saudara setanah air, sebangsa dan
senegara serta menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan. Dari
pengertian tersebut nasionalisme dapat di artikan sebagai faham tentang
kebangsaan dan sikap cinta tanah air yang tinggi yang harus dimiliki oleh
warganegara, merasa memiliki sejarah dan cita-cita yangsama dalam
tujuan berbangsa dan bernegara.9 Dengan kesadaran warga negara
Indonesia akan paham Nasionalisme demi menjaga keutuhan bangsa serta
mewujudkan kondisi sosial yang harmonis dalam kehidupan sosial
masyarakat maka setiap warga negara perlu memiliki strategi dalam
menjaga persatuan nasional. Selain nasionalisme sebagai paham
pemersatiu maka perlu adanya pemahaman bagi seluruh warga negara
Indonesia mengenai semboyan bangsa Indonesia yakni Binekha Tunggal
Ika.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai kunci dan pemersatu keragaman
bangsa Indonesiamerupakan ciri persatuan bangsa Indonesia sebagai
negara multikultur. Sujanto (2009:28)memaparkan bahwa “lahirnya
SemboyanBhineka Tunggal Ika, berangkat dari kesadaran
adanyakemajemukan tersebut. Bahkan kesadaran perluadanya persatuan
dari keragaman itu terkristalisasikedalam „Soempah Pemoeda‟ tahun 1928
dengankeIndonesiaannya yang sangat kokoh”. Untukmemahami konsep
Bhinneka Tunggal Ika yangtercetus pada Kongres Sumpah Pemuda,
pentingkiranya penulis memaparkan konsep Bhinneka Tunggal Ika
9Ibid, hal. 112
15
terlebih dahulu. Sujanto (2009: 9)memaparkan bahwa Sesanti Bhineka
Tunggal Ika, Sesanti artinya kalimat bijak (wise-word)yang dipelihara dan
digunakan sebagai pedomanatau sumber kajian di masyarakat. Bhinneka
Tunggal Ika adalah kalimat (sesanti) yang tertulis dipita lambang negara
Garuda Pancasila, yangberarti berbagai keragaman etnis, agama,
adatistiadat,bahasa daerah, budaya dan lainya yangmewujudkan menjadi
satu kesatuan tanah air, satubangsa dan satu bahasa Indonesia.10
Pemahaman bahwa Indonesia memiliki latar belakang ras, etnik, budaya,
bahasa, agama yang berbeda-beda harus diajarkan pada warga negara
Indonesia mulai usia dini. Untuk mewujudkan kehidupan sosial yang
harmonis di tengah masyarakat yang plural memiliki berbagai hambatan
yang harus dihadapi. Integrasi nasional menjadi hal yang sangat penting
untuk mempertahankan keutuhan bangsa. Segala urusan kenegaraan akan
terganggu apabila terjadi disintegrasi dalam masyarakat. Kondisi
keberagaman agama di Indonesia sering memicu konflik antar agama,
sehingga perlu adanya antisipasi sebelum terjadi konflik salah satunya
adalah paham pluralisme.
Secara etimologi, pluralisme agama, berasal dari dua kata, yaitu
"pluralisme" dan "agama". Dalam bahasa Arab diterjemahkan "al-
ta'addudiyyah al-diniyyah", dan dalam bahasa Inggris "religious
pluralism". Oleh karena istilah pluralisme agama berasal dari bahasa
10
Lestari dkk, Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di
Tengah Kehidupan Sara, Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28,
Nomor 1, Pebruari 2015, hal.35
16
Inggris, maka untuk mendefinisikannya secara akurat harus merujuk
kepada kamus bahasa tersebut. Pluralisme berarti "jama'" atau lebih dari
satu. Pluralisme dalam bahasa Inggris mempunyai tiga pengertian.
Pertama, pengertian kegerejaan: (i) sebutan untuk orang yang memegang
lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua
jabatan atau lebih secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non
kegerejaan. Kedua, pengertian filosofis; berarti system pemikiran yang
mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasarkan lebih dari satu.
Sedangkan ketiga, pengertian sosio-politis: adalah suatu sistem yang
mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras,
suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek
perbedaan yang sangat kerakteristik di antara kelompok-kelompok
tersebut.11
Al-Qur'an (Q.S. al-Baqarah [2]: 148), mengakui masyarakat terdiri
berbagai macam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan sendiri-
sendiri. Manusia harus menerima kenyataan keragaman budaya dan agama
serta memberikan toleransi kepada masing-masing komunitas dalam
menjalankan ibadahnya. Oleh karena itu kecurigaan tentang Islam yang
anti plural, sangatlah tidak beralasan dari segi idiologis. Bila setiap muslim
memahami secara mendalam etika pluralitas yang terdapat dalam Al-
Qur'an, tidak perlu lagi ada ketegangan, permusuhan, dan konflik baik
11
Sapendi, Pendidikan Pluralisme Agama (Membangun Hubungan Sosial Lintas
Agama di Sekolah, Jurnal Khatulistiwa – Journal Of Islamic Studies Volume 2 Nomor 2
September 2012, hal. 156.
17
interen maupun antar agama selama mereka tidak saling memaksakan.
Pluralitas merupakan "Hukum Ilahi dan "Sunnah" Ilahiyah yang abadi
disemua bidang kehidupan, sehinga pluralitas itu sendiri telah menjadi
karakteristik utama semua makhluk Allah (lihat: QS Yaasiin [56]: 36, al-
Zukhruf [43]: 13, al-Zaariyat [51]: 49; al-Fatir[35]: 27-28), bahkan
manusia, macamnya, afialiasinya, dan tingkat prestasi (performance)
dalam melaksanakan kewajibannya . Allah berfirman dalam surat al-
Hujurat [ 47 ] ayat 13 :
"Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
lakilakidan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah maha mengetahui lagi maha mengenal."
Ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan fakta diatas secara jelas
menerangkan, pluralisme merupakan realitas yang mewujud dan tidak
mungkin dipungkiri. Yaitu suatu hakikat perbedan dan keragaman yang
muncul semata karena memang adanya kehususan dan karakterstik yang
diciptakan Allah dalam setiap ciptaan-Nya.12
Melalui paham pluralisme
maka akan dapat mewujudkan Kerukunan beragama di Indonesia.
Kerukunan beragama akan tercipta apabila paham-paham diatas dimiliki
oleh setiap Warga Negara Indonesia.
Kerukunan Umat Beragama dalam Islam yakni Ukhuwah Islamiah.
Ukhuwah Islamiah berasal dari dasar “Akhu” yang bersaudara saudara,
teman, sahabat, kata “ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai
12Ibid, hal. 160-161
18
pengertian atau menjadi kata benda abtrak persaudaraan, persahabatan,
dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan Islamiah berasal dari kata
Islam yang dalam hal ini menjadi atau memberi sifat ukhuwah, sehingga
jika dipadukan antara kata Ukhuwah dan Islamiah akan berarti
persaudaraan islam atau pergaulan menurut islam.
Kerukunan adalah hubungan sesama Umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan pengalaman ajaran agamanya dan kerja
sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan
pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan
umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan.
Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus
memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum
dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama baik di tingkat Daerah,
Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga
Negara beserta instansi pemerintah lainnya. Lingkup ketentraman dan
ketertiban termasuk memfasilitasi terwujudnya Kerukunan Umat
Beragama, mengkoordinasi kegiatan instansi vertical,
menumbuhkembangkan keharmonisan saling pengertian, saling
19
menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan
rumah ibadah.13
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah
yang terdiri dari 4 tahap yaitu Heuristik, Vetifikasi atau Kritik Sumber,
Interpretasi dan Historiografi. Metodologi sejarah dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan studi pustaka di perpustakaan IAIN Salatiga,
Perpustakaan Daerah Jl. Adi Sucipto No. 7 Salatiga, BPS Kota Salatiga,
mencari sumber diinternet, skripsi, buku-buku, jurnal, arsip maupun
sejarah lisan yaitu melakukan wawancara dengan saksi hidup. Adapun
langkah-langkah dalam metode sejarah adalah sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik adalah mengumpulkan atau menemukan sumber, yang
dimaksud dengan sumber atau sumber sejarah adalah sejumlah materi
sejarah yang tersebar dan terdefersifikasi. Sumber sejarah seperti:
catatan, tradisi, lisan, arsip, dokumen, media masa, dan tulisan ilmiah.
Dalam upaya Heuristik penulis mencari data-data pustaka dengan
mengunjungi perpustakaan Sejarah Peradaban IAIN Salatiga,
Perpustakaan IAIN Salatiga, dan Perpustakaan Daerah Kota Salatiga.
Dalam pencarian sumber pustaka penulis juga berupaya untuk
13Skripsi, ACH. Naufal Badri, Peran Kiai Dalam Menjaga Kerukunan Masyarakat Pada
Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
Madura,(Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Islam Sunan Kalijaga, 2014 ), hal. 3-5.
20
mengunjungi Pondok Pesantren Edi Mancoro untuk mendapatkan
data-data mengenai biografi Kiai Mahfudz. Selain menggunakan
sumber pustaka penulis juga menggunakan menggunakan wawancara.
Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode penelitian
sejarah lisan dimana dalam mengumpulkan data dan memperoleh
data-data yang butuhkan, peneliti menggunakan dua metode
penelitian, yaitu :
a. Metode Wawancara
Metode Wawancara merupakan salah satu cara atau metode
penelitian yang digunakan oleh sipeneliti dengan cara melakukan
sebuah “tanya-jawab” secara langsung dengan nara sumber yang
bersangkutan dalam penelitian ini. Dalam upaya ini penulis
melakukan wawancara dengan bapak Singgih dan mendapatkan
informasi mengenai Forum Kerukunan Beragama di Salatiga.
Kemudian penulis melakukan wawancara dengan Gus Hanif selaku
putra dari Kiai Mahfudz dan mendapatkan informasi mengenai
riwayat hidup KH. Mahfudz Ridwan serta peran KH. Mahfudz
dalam kerukunan antarumat beragama di Salatiga, selanjutnya
melakukan wawancara dengan istri KH. Mahfudz Ridwan
mengenai sosok beliu di dalam Keluarga dan wawancara dengan
pemuka-pemuka agama Katholik, Hindu, Kristen, Budha mengenai
kerukunan antarumat beragama di Salatiga.
b. Metode Observasi
21
Metode Observasi merupakan salah satu metode penelitian
dengan cara terjun langsung ke objek penelitian, kemudian
mencatat, merekam, dan bahkan mengabadikan hal-hal yang
sekiranya menunjang dalam proses penelitian melalui kamera
digital atau media yang lainnya. Selain itu terdapat buku-buku
maupun arsip yang diperoleh di perpustakaan daerah salatiga,
perpustakaan IAIN Salatiga, perpustakaan UKSW Salatiga, Kantor
Statistika Kota Salatiga dan perpustakaan Percik.14
2. Verifikasi atau kritik sumber
Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahapan penelitian
terhadap sumber-sumber sejarah yang telah dikumpulkan. Kritik
sumber biasanya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama, kritik
ini menyangkut verifikasi sumber mengenai kebenaran atau ketetapan
(akurasi) dari sumber tersebut. Dalam metode sejarah dikenal dengan
cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.
a. Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian
terhadap aspek-aspek „luar” dari sumber sejarah dengan dilakukan
kritik eksternal berguna untuk menentukan keaslian sumber bukan
sumber palsu. Misalnya untuk dokumen umum melibatkan tanda
tangan.
b. Kritik internal adalah menekankan aspek “dalam” yaitu isi sumber
kesaksian, kritik internal dilakuakan setelah peneliti selesai
14
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta:Ombak, 2007), hal.148
22
membuat kritik eksternal . kritik internal ditujukan untuk
memahami isi teks, pemahaman isi teks diperlukan untuk
mengetahui semua sumber yang telah dikaji untuk membuktikan
keaslian sumber, sehingga sumber yang didapat tidak dipalsukan
dan dapat di pertanggungjawabkan.15
3. Interpretasi
Interpretasi adalah menafsirkan fakta-fakta yang telah diperoleh
sesuai peristiwa yang telah diteliti. Interpretasi dapat dilakukan
dengan analisis dan sintesis. Analisis adalah salah satu model menbuat
interpretasi, menganalisis sama dengan menguraikan dari data yang
bervariasi dapat dianalisis secara indukatif sehingga dapat
disimpulkan, namun dalam interpretasi tidak semua fakta dapat
dimasukan dan disimpulkan tetapi harus dipilih mana yang relevan
dengan topik yang diteliti, sedangkan sintesis adalah penyusunan data-
data yang dikelompokan menjadi satu kemudian disimpulkan.
4. Historiografi
Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja
mencapai tahap terakhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah.
Dalam metode ini peneliti menggabarkan dan menceritakan hasil dari
penelitian. Historiogrfi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah
15
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010)
hlm. 29-37
23
dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah penulisan
sejarah maupun penulisannya.16
G. Sistematika Penulisan
Dari uraian diatas, untuk mengetahui gambaran umum mengenai
isi dari penelitian tersebut, maka perlu dibahas melalui sistematika
penulisan sebagai berikut.
BAB I berisi pendahuluan yang memuat: Latar Belakang Masalah,
Batasan Rumusan Masalah, Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Kerangka Konseptual, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
BAB II berisi Biografi KH. Mahfudz Ridwan yang memuat: Sosok
KH. Mahfudz Ridwan dalam Keluarga,Riwayat Pendidikan KH. Mahfudz
Ridwan, Perjalanan KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Politik,
Perjalanan KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Agama, Perjalanan
KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Sosial Masyarakat. Kontribusi
KH. Mahfudz Ridwan dalam Sosial Masyarakat.
BAB III berisi Gambaran Umum Kota Salatiga yang memuat:
Kondisi Wilayah Kota Salatiga, di dalamnya menguraikan mengenai letak
geografis Kota Salatiga, kondisi demografis, keagamaan, sosial-budaya
dan sosial-ekonomi. selain itu juga menguraikan mengenai interaksi
Antarumat beragama di Kota Salatiga.
16
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Ombak, 2007) hal.155
24
BAB IV berisi Kontribusi KH. Mahfud Ridwandalam Mewujudkan
Kerukunan Antarumat Beragama yang memuat:Peran KH. Mahfud
Ridwan Dalam Kemasyarakatan, Peran KH. Mahfud Ridwan Dalam
Forum Sobat Salatiga, Wujud Kerukunan Antarumat Beragama di
Salatiga.
BAB V berisi Penutup yang memuat: Kesimpulan, Saran, Daftar
Pustaka dan Lampiran-lampiran
25
BAB II
BIOGRAFI KH. MAHFUDZ RIDWAN
A. Sosok KH. Mahfudz Ridwan di dalam Keluarga
Kiprah KH. Mahfudz Ridwan dalam segala aspek kehidupan seperti
politik maupun keagamaan, sorotan masyarakat lebih banyak pada
kiprahnya sebagai Kiai serta sebagai sosok pemimpin yang dapat
mendorong kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat,
Sosok KH. Mahfudz Ridwan dalam pandangan keluarga belum banyak
yang mengetahuinya. Sosok seorang ayah, seorang guru yang
membimbing anak-anaknya serta para santri. Perjalanan hidup beliau
dengan segala kontribusinya dalam masyarakat segalanya di saksikan oleh
keluarga yang selalu setia mendampingi dalam kondisi suka maupun duka.
KH. Mahfudz Ridwan, atau biasa akrab dipanggil Abah, beliau
lahir 10 Oktober 1921 dari bapak bernama Ridwan dan ibu
bernama maimunah, beliau anak pertama dari lima bersaudara.17
Pernyataan dari Gus Hanif selaku putranya dipertegas oleh istri dari
KH. Mahfudz Ridwan yakni ibu Nafisah.
KH. Mahfudz Ridwan, atau biasa akrab dipanggil Abah, beliau lahir
di Pulutan pada tanggal 10 oktober 1921, beliau dilahirkan dari
sepasang suami istri dari bapak bernama H.Ridwan dan ibu bernama
Hj. maimunah, beliau adalah lima bersaudara. Yang pertama adalah
KH. Mahfudz Ridwan sendiri, yang kedua bernama bapak Maspur,
yang ketiga bapak H. zainudin, yang keempat bapak H. sonwasi, yang
kelima ibu muaimah.18
17
Wawancara dengan Gus Hanif selaku putra bungsu dari KH. Mahfudz Ridwan
pada Kamis 14 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan
Kecamatan Tuntang. 18
Wawancara dengan Ibu Nafisah selaku istri dari KH. Mahfudz Ridwan pada
hari Jum‟at 29 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro
26
Dalam sejarah hidup KH. Mahfudz Ridwan mengalami pasang surut
kehidupan, beliau pernah menempuh pendidikan agama di Bagdad, setelah
pulang dari Bagdad beliau memutuskan untuk menikah.
Setelah itu beliau pulang dan menikah dengan dengan Nafisah dan
mempunyai 3 putra dan 1 putri, yang pertama Hamud Wibisono yang
kedua Muna Irawati yang ketiga shodiq prayoga dan Muhammad
Hanif. Kemudian mempunyai 4 mantu dan 10 cucu sementara ini,
beliau meninggal hanya 9 cucu dan setelah sebulan meninggal lahir
satu cucu.19
Sosok KH. Mahfudz Ridwan dalam pandangan istrinya yakni ibu
Nafisah tergambar pada wawancara yang dilakukan penulis dengan istri
dari KH. Mahfudz Ridwan. Inilah sosok KH. Mahfudz Ridwan dimata
sang istri.
Beliau itu orangnya sangat sederhana,dan orangnya itu lebih suka
mengutamakan masyarakatnya daripada dirinya, dulu pernah ketika
ada seseorang meminjam uang dengan bapak, dan bapak memberinya
padahal bapak sendiri itu sangat membutuhkan, dan bapak malah
bilang masih ada Allah yang akan membantu kita. Dan mengapa
beliau itu mengambil sifat sederhana, karena beliau memang ma‟rifat
kepada Allah, ketika orang itu sudang mengenal Allah sudah tidak
kepengen apa-apa lagi, yang diinginkan hanya umatnya,
masyarakatnya baik.20
Dimata ibu Nafisah, KH. Mahfudz Ridwan memiliki sifat sederhana
tercermin dari sikap dan tindakan yang lebih mengutamakan
kesederhanaa. Kemudian sikap yang ditunjukkan KH. Mahfudz Ridwan
ialah lebih mengutamakan kepentingan banyak orang, hal ini
membuktikan kepedulian KH. Mahfudz Ridwan terhadap kehidupan
19Ibid. 20
Wawancara dengan Ibu Nafisah selaku istri dari KH. Mahfudz Ridwan pada
hari Jum‟at 29 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro
27
masyarakat. Kesadaran beliau bahwa hidupnya harus dapat memberi
manfaat untuk banyak orang mendorong KH. Mahfudz Ridwan untuk
bertindak dan bersikap sebagai panutan para santri dan masyarakat. Sikap
peduli dengan masyarakat mencerminkan KH. Mahfudz Ridwan memiliki
tingkat kepekaan sosial yang tinggi.
KH. Mahfudz Ridwan dimata keluarga merupakan sosok sederhana,
memiliki kepedulian sosial yang tinggi, mendorong anak-anaknya untuk
memiliki pendidikan yang tinggi, dan cenderung menyukai hidup damai
dengan menjalin silaturahmi dengan banyak orang.
B. Riwayat Pendidikan KH. Mahfudz Ridwan
Untuk menjadi tokoh yang berpengaruh bagi banyak orang, KH. Mahfudz
Ridwan perlu memiliki ilmu yang memupuni, dalam perjalanan beliau
mendapatkan ilmu berikut adalah riwayat pendidikan KH. Mahfudz
Ridwan.
KH. Mahfud Ridwan:KH. Mahfudz Ridwan dalam
menempuh pendidikan dimulai di SD pulutan , setelah
beliau selesai dan lulus dari SD, beliau menlanjutkan
pendidikanya di pondok pesantren Watucongol setelah
selesai di pondok pesantren watucongol beliau pindah
kepondok pesantren Roudhotul Tholibin di Rembang di
bawah asuhan KH. Bisri Mustofa bapak dari Gus Mus.
Setelah itu kembali ke Watucongol lagi untuk berguru lagi
dengan batelhat. Pendidikan beliau berpindah-pindah dari
pondok pesantren satu ke pondok pesantren lainya. Setelah
selesai mondok KH. Mahfudz Ridwan berkeinginan naik
haji ke Makkah, beliau berbicara dengan saudara-
saudaranya mau meminjam uang untuk naik haji dan
sebagai gantinya nanti setelah mendapat warisan dari
orangtuanya. Perjalanan yang ditempuh ke Makkah adalah
28
dengan ikut rombongan naik kapal. KH. Mahfud Ridwan
meneruskan Aliyahnya di Makkah Selama 3 Tahun, disana
beliau ikut dengan Syekh Yasin Al-Fadani. Baru setelah
selesai belajar di Makkah Beliau melanjutkan pendidikanya
ke Bagdad.
Keluarga KH. Mahfud Ridwan tidak tahu secara spesifik
bagaimana beliau pergi dan bisa melanjutkan jenjang
pendidikanya di Bagdad, karena beliau tidak pernah
bercerita dengan keluarganya. Namun dari informasi yang
saya dapatkan dengan wawancara bersama istrinya KH.
Mahfudz Ridwan beliau bisa samapai ke Bagdad karena
dulunya beliau pernah mondok di Watucongol dan
Tegalrejo, melalui jalur keilmuan itulah beliau bisa sampai
ke Bagdad. Untuk menempuh pendidikanyan SI di
Universitas Bagdad, beliau disana mengambil mata kuliah
di Quryatul Adab Qismus syari‟ah, qismus lughgoh,
Qismus tarikh.
Kemudian di Bagdad beliau bertemu dengan sosok yang
menjadi presiden RI yang ke-4 yaitu KH. Abdurrahman
Wahid atau biasa di panggil Gud Dur. Beliau disana satu
rumah, satu kontrakan dan satu lab dalam menempuh
pendidikan di Bagdad. Disana antara KH. Mahfudz Ridwan
dengan Gus Dur selalu bertukar argumensatu sama lain.
Tentang kehidupannya, pemikiranya.21
Untuk mendapatkan ilmu agama KH. Mahfudz Ridwan dari kecil telah
menuntut ilmu di lembaga pondok pesantren, dan untuk mendapatkan ilmu
agama yang baik maka dalam menuntut ilmu beliau tidak hanya menimba
ilmu pada satu pondok pesantren melainkan dari beberapa pondok
pesantren untuk mendapatkan ilmu agama yang nantinya akan bermanfaat
untuk banyak orang. Kemudian KH. Mahfudz Ridwan memilih untuk
melanjutkan menuntut ilmu ke Baghdad dengan beberapa guru besar.
Kemudian di Bagdad beliau bertemu dengan sosok yang
menjadi presiden RI yang ke-4 yaitu KH. Abdurrahman Wahid
atau biasa di panggil Gus Dur, beliau berdua satu rumah, satu
21
Wawancara dengan Ibu Nafisah selaku istri dari KH. Mahfudz Ridwan pada
hari Jum‟at 29 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro.
29
kontrakan dan satu lab selama menempuh pendidikan di
Bagdad.22
Bertemunya KH. Mahfudz Ridwan dan terjadi dialog antara Gus Dur
dan KH. Mahfudz Ridwan maka membentuk pemikiran KH. Mahfudz
Ridwan yang terbuka akan perbedaan. Terdapat kemiripan antara Gus Dur
dan KH. Mahfudz Ridwan yakni kesadaran bahwa kondisi plural
Indonesia tidak menjadi halangan untuk mereka dalam menjalankan
dakwah di jalan Allah. Dengan pendidikan yang didapatkan KH. Mahfudz
Ridwan membentuk karakter beliau yang terbuka akan ilmu pengetahuan
yang baru. Dengan ilmu agama yang mumpuni yang dimiliki KH.
Mahfudz Ridwan tidak lantas membuat sikap beliau menjadi fanatik dan
membenci orang yang berbeda agama dengan beliau. KH. Mahfudz
Ridwan lebih menyukai hidup damai dengan keharmonisan sosial pada
lingkungan sekitar.
Ibu Nafisah menjelaskan bahwa pertemuan antara Gus Dur dengan
KH. Mahfudz Ridwan di Baghdad dilatar belakangi karena keduanya
sama-sama menempuh pendidikan di Baghdad. Keduanya saling bertemu
sehingga terjadi dialog dan saling tukar pikiran mengenai banyak hal.
Kemudian di Bagdad beliau bertemu dengan sosok yang menjadi
presiden RI yang ke-4 yaitu KH. Abdurrahman Wahid atau biasa di
panggil Gus Dur. Beliau disana satu rumah, satu kontrakan dan
satu lab dalam menempuh pendidikan di Bagdad. Disana antara
KH. Mahfudz Ridwan dengan Gus Dur selalu bertukar
argumensatu sama lain. Tentang kehidupann
22Ibid.
30
ya, pemikiranya.23
Hubungan KH. Mahfudz Ridwan dengan Gus Dur banyak membentuk
pemikiran dua tokoh ini, interaksi yang dilakukan keduanya mendorong
terjadinya pertukaran pemikiran serta diskusi yang sering dilakukan dapat
membentuk pemikiran yang hampir sama. Pandangan mengenai bangsa
Indonesia yang memiliki masyarakat yang plural sehingga perlu adanya
sikap dan tindakan untuk mewujudkan kerukunan di dalam masyarakat,
pemikiran mengenai perlunya terwujud kehidupan damai dalam kerukunan
di tengah perbedaan oleh kedua tokoh yakni Gus dur dan KH. Mahfudz
Ridwan sepakat dengan hal tersebut. Sehingga gerakan yang dimiliki KH.
Mahfudz Ridwan dalam upaya mewujudkan kerukunan antarumat
beragama memiliki kemiripan.
Dalam dunia pendidikan beliau pernah menjadi seorang dosen di IAIN
Fakultas Tarbiah Walisongo di Salatiga. Sebagai tenaga pengajar beliau
menyampaikan ilmu-ilmu beliau pada mahasiswa, dengan pandangan
hidup beliau maka akan membentuk karakter pada mahasiswa yang beliau
ajar. Berbagai teladan yang dimiliki KH. Mahfudz Ridwan menjadi sebuah
percontohan bagi para mahasiswa sebagai generasi muda.24
Dengan kemampuan keilmuan yang memupuni menjadikan KH.
Mahfudz Ridwan memiliki jabatan-jabatan dalam lembaga penelitian. KH.
23
Wawancara dengan Ibu Nafisah selaku istri dari KH. Mahfudz Ridwan pada
hari Jum‟at 29 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro 24
Wawancara dengan Gus Hanif selaku putra bungsu dari KH. Mahfud Ridwan
pada Kamis 14 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan
Kecamatan Tuntang.
31
Mahfudz Ridwan pernah menjabat sebagai rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surakarta selama sepuluh tahun yakni tahun 2000 hingga tahun
2010. Dengan jabatan seorang rektor maka dapat dilihat pengaruh
keilmuan KH. Mahfudz Ridwan dan perannya dalam dunia pendidikan.
Jarang seorang Kiai yang terbuka akan pendidikan di luar pendidikan
agama. KH. Mahfudz Ridwan peduli dengan tingkat keilmuan anak-
anaknya para santri dan generasi muda, berpikir bahwa imu agama
menjadi modal sebagai kunci pembuka untuk mendapatkan ilmu yang lain
sehingga ilmu agama dapat membentuk akhlak yang digunakan untuk
pedoman, maka dalam menempuh pendidikan dilandasi akan niat mencari
ridha Allah.
C. Perjalanan KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Politik
Semasa hidupnya KH. Mahfudz Ridwan ikut berperan dalam kancah
perpolitikan di Indonesia. Kiprah beliau dalam dunia politik ditunjukkan
ketika KH. Mahfudz Ridwan menjabat sebagai anggota DPRD dari partai
PPP pada periode 1977-1982. Partai PPP sebagai ruang gerak dan menjadi
motor penggerak bagi KH. Mahfudz Ridwan dalam menjalankan visi
misinya sebagai anggota DPR. Sebagai seorang pejabat beliau
mengabdikan dirinya untuk kepentingan masyarakat. Dalam upaya
mengayomi masyarakat, KH. Mahfudz Ridwan bukan hanya mengayomi
umat Islam sebagai sesama umat muslim namun beliau berupaya berlaku
32
adil dengan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
Indonesia. 25
Pada tahun 1977, partai ini meraih 18, 745.565 suara (29,29 persen),
sehingga mendapat 99 kursi di DPR, (27, 12 persen) dari total 360 kursi
yang diperebutkan, pada pemilu 2009, PPP hanya mendapat 5,5 juta suara
(5,32 persen) dengan 38 kursi DPR. Parpol-parpol utama pada saat
pendirian, satu demi satu meninggalkan PPP dan mendirikan partai
sendiri, demikian juga dengan ormas-ormas yang dulu bergabung. Kini
terpencar meninggalkan berlambang kabah.26
Sebagai partai yang mengusung ideologi Islam membuat partai ini
pilihan bagi warga di daerah pedesaan. Citra ideologi Islam memberi
pengaruh bagi masyarakat untuk membangun negara berdasarkan nilai-
nilai agama Islam. Cerminan ideologi Islam tergambar pada lambang
partai ini yang bergambar ka‟bah, kesan suci dan amanah dapat terlihat
melalui lambang partai. Pada pemilihan tahun 1997 partai ini mendapatkan
99 kursi DPR dan dari 99 kursi KH. Mahfudz Ridwan merupakan salah
satu yang menduduki kursi DPR. KH. Mahfudz Ridwan memilih partai
PPP sebagai alat mobilisasi politik disebabkan ideologi Islam yang
diusung PPP sejalan dengan pemikiran politik dari KH. Mahfudz Ridwan.
Dengan pemerintahan yang ideal diharapkan Indonesia dapat mengalami
kemajuan dalam berbagai aspek. KH. Mahfudz Ridwan memiliki
25 Ibid 26
WWW. Bersatu.Com
33
pandangan bahwa kemajuan bangsa akan tercapai apabila kepentingan
rakyat terpenuhi, sehingga kepentingan umum pada masa itu diutamakan.
D. Perjalanan KH. Mahfudz Ridwan dalam Organisasi Agama
Dalam bidang keagamaan beliau memiliki inisiatif mendirikan
pondok pesantren.Sebenarnya sebelum beliau mendirikan pesantren,
beliau terlebih dahulu mendirikan wisma santri yang berfungsi sebagai
tempat belajar bersama tentang ilmu-ilmu keagamaan. Pandangan
mengenai arah pembelajaran agama dituangkan dalam pengajarannya di
pesantren.
Pondok Pesantren Edi Mancoro berasal dari dua kata, yaitu “Edi”
dan “Mancoro”. Edi artinya bagus, dan Mancoro yang berarti bersinar.
Bila digabung, artinya akan menjadi “sebuah pesantren yang diharapkan
menjadi sebuah sinar yang bagus dan memancar ke seluruh penjuru
dunia.”
Pesantren ini terletak di Dusun Bandungan, Desa Gedangan,
Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang dan menempati tanah seluas
3.000 m2. Saat diresmikan, pesantren ini memilki enam bangunan yang
dikelilingi ribuan pohon salak pondoh yang rimbun. Karena sering ada
program pelatihan yang digelar Yayasan Desaku Maju pada kurun 1979-
1984, pada 1987-1988 dibangunlah pondok, sebagai tempat pendidikan
dan pelatihan. Kalau tidak ada kegiatan, para santri belajar mengaji di
34
sana. Awalnya hanya 10 orang. Tetapi setelah itu jumlahnya terus
bertambah, sehingga lama-kelamaan berkembang seperti sekarang.
Di Pondok Pesantren Edi Mancoro ini tak hanya diajarkan mengenai
agama Islam, pelajaran agama lain juga diajarkan. Pluralitas agama
dijunjung tinggi, membekali santri sebagai pendamping masyarakat.
Adapun wilayah kerja pesantren, awalnya terfokus pada dimensi
religius yang bersifat normatif dan ekslusif daripada dimensi
kemasyarakatan yang bersifat praktis, humanis, dan inklusif. Namun
seiring berjalannya waktu yang menuntut dinamika masyarakat yang cepat
dan beragam, selanjutnya pesantren ini pun hadir sebagai institusi yang
responsif, proaktif, serta akomodatif. Di samping dimensi keagamaan,
keberadaan Pondok Pesantren ini juga berusaha melakukan upaya yang
berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan yang kompleks dan
pemberdayaannya. Semua itu dilakukan demi terbentuknya masyarakat
yang madani, yakni masyarakat yang lebih mengutamakan keadilan,
kebersamaan, dan menafikan sekat-sekat penghalang atas dasar agama,
ras, suku, golongan, serta etnis yang selama ini ada dan hidup di tengah-
tengah masyarakat.
Visi dan misi pesantren, meliputi: membentuk santri yang
berwawasan keagamaan secara mendalam dalam konteks ke-Indonesiaan
yang plural. Pesantrenyang jaraknya dekat dengan Rawa Pening ini
bersifat non profit, independen, dan mandiri dalam menentukan kebijakan
dan garis perjuangannya.
35
Pondok Pesantren Edi Mancoro mempunyai beberapa program, di
antaranya adalah:
a. Melakukan kajian dan studi ke-Islaman secara intensif dan
berkesinambungan baik dalam prespektif tekstual yang bersifat
normatif maupun dalam prespektif kontekstual ke-Indonesiaan.
b. Menyelenggarakan diskusi-diskusi ilmiah, dialog keagamaan, dialog
kemasyarakatan lintas SARA bagi seluruh komponen masyarakat
Indonesia yang plural.
c. Melakukan sosialisasi sekaligus pribuminisasi atas hasil kajian-kajian
di atas bagi komunitas masyarakat pada umumnya.
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus kilat
bagi aktifitas pesantren dan kemasyarakatan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat.
e. Membentuk jaringan kerja sama antar pesantren, institusi
kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi
sosial kemasyarakatan dan seluruh komunitas strategis di
masyarakat.27
Idealisme mengenai kesimbangan antara ilmu agama dan ilmu
pengetahuan umum harus seimbang tertuang dalam pembelajaran di Pondok
Pesantren Edimancoro.Terdapat corak khusus yang ditampilkan pada pondok
27Ibid, hal. 3-6
36
ini ketimabang pondok pesantren yang lainnya. KH. Mahfudz Ridwan
mengupayakan mendidik santri dengan paradigma mengenai keseimbangan
antara urusan dunia dan urusan akhirat.Dalam pandangan beliau manusia
harus meraih kebahagian dunia dan akhirat untuk dapat mencapai kebahagiaan
tersebut maka diperlukan ilmu untuk mencapainya, sehingga santri harus
mendaptkan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.
Salah satu peran yang ditampilkan Pondok Pesantren Edi Mancoro dalam
bidang advokasi adalah pendampingan berbagai persoalan dan kasus yang
terjadi di masyarakat. Pendampingan tidak hanya dilakukan sekali, tetapi
bertahap dan berkelanjutan. Selain melakukan pendampingan dan
advokasi, Pondok Pesantren Edi Mancoro juga sering mengadakan
kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang toleransi,
moderatisme, HAM, dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut dilakukan
sebagai salah satu tanggungjawab pesantren terhadap perdamaian umat. Di
antara inisiatif kegiatannya adalah: dialog lintas agama, diskusi dan
silaturahmi antar agama yang bertujuan untuk menanamkan toleransi
serta mempererat persaudaraan antar agama di tanah air.28
Inisiatif perdamaian yang diinisiasi Pondok Pesantren Edi mancoro
dalam berbagai kegiatannya di antaranya sebagai berikut:
1. Pendampingan korban kasus Waduk Kedung Ombo (WKO) tahun
1980-an. Pendampingan yang dilakukan secara psikis dan advokasi
(bantuan hukum). Kendalanya karena Pondok Pesantren pada saat itu
28Ibid, hal.7.
37
dijadikan sebagai markas tempat musyawarah dan penggodokan
strategi pedampingan korban WKO. Akibatnya dicurigai oleh
pemerintah dan dalam berbagai aksinya diintervensi oleh pemerintah.
Untuk menangani masalah ini, pihak Edi Mancoro berusaha
menjelaskan kepada pemerintah bahwa kegiatan apapun yang
dilakukan di pesantrern tidak ada yang perlu dicurigai atau
dipandang membahayakan bagi pemerintah.
2. Pemberdayaan Yayasan Kristen Peru di Salatiga. Kegiatan ini
dilakukan saat tahun 1993 dan 1994 di Peru sedang terjadi musibah
kelaparan yang hebat, dan Pondok Pesantren Edi Mancoro mencoba
memberikan pelatihan pemberdayaan secara mandiri kepada masyarakat
Kristen Peru di Salatiga.
3. Penguatan pemberdayaan masyarakat dengan terbentuknya 63
kelompok kecil yang ada di masyarakat.
4. Pembentukan Forum Gedangan. Forum ini dibentuk akhir 1990-an
saat reformasi bergulir. Pembentukan forum ini dilakukan karena
terjadi ketidakmerataan pendistribusian sembilan bahan pokok
(sembako) di Kota Salatiga dan sekitarnya. Ini dikarenakan
merebaknya isu Kristenisasi dan Islamisasi di Salatiga.
5. Pembentukkan Forum Lintas Iman yang diberi nama SOBAT. Forum
SOBAT ini diinisiasi dengan tujuan untuk langkah pencegahan dan
meminimalisir konflik serta isu-isu bernuansa SARA yang ada dan
berpotensi berkembang di masyarakat.
38
6. Pendampingan konflik antara gereja dan umat Islam di sekitar
Salatiga dan Kabupaten Semarang.
7. Pendampingan konflik Temanggung (pembakaran gereja).
8. Halaqoh ulama‟ dan santri.
9. Mengadakan diskusi lintas agama di Pesantren Edi Mancoro bersama
tokoh lintas agama.
10. Pemberdayaan masyarakat lokal di Kecamatan Tuntang dalam
mengatasimasalah tanaman enceng gondok yang hampir tidak
terkendali di Rawa Pening, yaitu dengan membentuk pelatihan
kelompok home industry kreasi enceng gondok.29
Dengan segala pemikiran beliau dan tindakan beliau dalam mengelola
pondok ini memunculkan beberapa tanggapan dari masyarakat ada yang
mendukung pemikiran dan tindakan beliau ada juga yang melontarkan kritik
keras pada KH. Mahfudz Ridwan dalam mengelola pondok pesantren.
Kritik keras dan hujatan yang diarahkan kepada KH. Mahfudz Ridwan
terhadap gagasannya masih dipandang tidak lumrah oleh masyarakat dan
tidak semua orang mampu menerima niat dan maksud positif yang
disampaikan. Sebagian masyarakat masih memandang sebelah mata
karena adanya kegiatan yang melibatkan hubungan antar agama. Di sisi
lain posisi Pondok Pesantren Edi Mancoro sendiri dikenal sebagai Pondok
Pesantren tempat belajar-mengajar ilmu agama Islam. Tetapi hal tersebut
dipahami oleh KH. Mahfudz Ridwan sebagai sebuah perbedaan
29Ibid, hal.7-8.
39
pandangan dan pendapat yang harus diterima. Hal tersebut juga menjadi
penyemangat dirinya untuk lebih banyak memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang arti penting toleransi dan moderat. Dari beberapa
persoalan tersebut, salah satu cara menghadapinya adalah dengan senyuman
dan kesabaran serta berupaya memberikan pemahaman secara bertahap
mengenai indahnya sikap toleransi dan saling menghargai keberagaman
dan perbedaan. Selain itu seperti yang diutarakan Gus Hanif dan Gus
Syauqi terkait problem ketika mereka mewakili KH. Mahfudz Ridwan dalam
sebuah proses perdamiaan, seringkali terjadi ketegangan, pondok didatangi
oleh aparat hukum guna mengawal dari jalannya rapat. Selain itu juga dicurigai
sebagai kelompok pembuat onar dll.30
E. Kontribusi KH. Mahfudz Ridwan dalam Sosial Kemasyarakatan
Dalam kehidupan kemasyarakatan KH. Mahfudz berupaya memberi
manfaat bagi warga desa Gedangan, dengan memberi arahan pada masyarakat
desa untuk berpikir maju demi mewujudkan kesejahteraan warga desa.
Muhammad Hanif Menjelaskan:
“Selain di kampus beliau juga banyak beraktivitas di sosial
kemasyarakatan, sehingga dari situ beliau menjadikan Yayasan Desaku
Maju. Yayasan Desaku Maju ini bergerak di inpowering people,
kebudayaan masyarakat, penguatan perekonomian sebelum pondok ini
30Ibid, hal. 9.
40
berdiri dan lingkupnya umum tidak hanya di Desa Gedangan melainkan
se- jawa tengah bahkan nasional.31
Kepekaan beliau pada lingkungan sekitar membentuk karakter KH.
Mahfudz Ridwan peduli dengan kehidupan masyarakat. Pandangan beliau
untuk hidup bermanfaat untuk orang lain mendorong KH. Mahfudz Ridwan
untuk bergerak memberi arahan dan pendampingan pada masyarakat untuk
berpikir maju dan berupaya untuk keluar dari kemiskinan. Dengan forum
Gedangan KH. Mahfudz Ridwan membentuk karakter masyarakat yang dapat
berorganisasi dan peduli dengan kehidupan lingkungan masyarakat sekitar.
Berfikir maju dan berusaha menjalankan pembangunan ekonomi untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Kontribusi beliau dalam kehidupan masyarakat ditunjukkan dengan
berdirinya Yayasan Desa Maju serta Forum Gedangan. Melalui organisasi-
organisasi tersebut KH. Mahfudz Ridwan bergerak dengan mendorong
swadaya masyarakat. Melalui organisasi tersebut masyarakat Gedangan mulai
menerima pelatihan serta advokasi-advokasi, hal inilah yang mendorong
terjadinya mobilisasi masyarakat yang berdampak pada kesejahteraan
masyarakat di Gedangan.
Masyarakat Gedangan mulai memahami bahwa keberadaan organisasi di
tengah masyarakat merupakan hal yang penting, berkumpul dan
mendiskusikan permasalahan di dalam masyarakat serta mencari solusi untuk
31
Wawancara dengan Gus Hanif selaku putra bungsu dari KH. Mahfudz
Ridwan pada Kamis 14 September 2017 di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
Gedangan Kecamatan Tuntang.
41
masalah tersebut memberi pemahaman pada masyarakat bahwa ilmu
Smengenai pertanian bukan hanya soal sawah melainkan cara-cara mengelola
tanah dan tanaman sehingga dapat menghasilkan panen yang berlimpah.
42
BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA SALATIGA
A. Kondisi Wilayah Kota Salatiga
1. Letak Geografis Kota Salatiga
Letak Kota Salatiga cukup strategis karena pada jalur transportasi darat
utamaSemarang-Solo dan terletak diantara dua pusat kota pengembangan
yaitu antara Semarang dan Solo. Kota Salatiga merupakan kota kolonial
yang berada didaerah pedalaman, dikaki gunung Merbabu dan gunung-
gunung kecil antara lain Telomoyo, Gajah Mungkur dan pegunungan
Payung Rong. Kota Salatiga terbagi atas 4 kecamatan yaitu Sidomukti,
Argomulyo, Tingkir dan Sidorejo dan 22 kelurahan.Berikut ini adalah
daftar Kecamatan dan Kelurahan di Kota Salatiga.
Luas Wilayah Kota Salatiga dirinci Perkecamatan Tahun 2016
No Kecamatan Luas Kecamatan
A. Kec. Argomulyo 1.852,690
1 Kelurahan Randuacir
2 Kelurahan Kumpulrejo
3 Kelurahan Tegalrejo
4 Kelurahan Ledok
5 Kelurahan Cebongan
6 Kelurahan Noborejo
B Kec. Tingkir 1.054,852
1 Kelurahan Sidorejo
2 Kelurahan Tingkir Lor
43
3 Kelurahan Tingkir Tengah
4 Kelurahan Kalibening
5 Kelurahan Gendongan
6 Kelurahan Kutowinangun
C Kec, Sidomukti 1145,850
1 Kelurahan Mangunsari
2 Kelurahan Dukuh
3 Kelurahan Kecandran
4 Kelurahan Kalicacing
D Kec. Sidorejo 1.624,718
1 Kelurahan Sidorejo Lor
2 Kelurahan Bugel
3 Kelurahan Kauman Kidul
4 Kelurahan Salatiga
5 Kelurahan Pulutan
6 Kelurahan Blotongan
Luas Kota 5.678,112
BPS Kota Salatiga Dalam Angka tahun 2016
Daerah Kota Salatiga dibatasi beberapa desa yang semuanya
adalah wilayah Kabupaten Semarang. Adapun batas-batas tersebut
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara: Kelurahan Blotongan, Kecamatan Tuntang, Bugel
dan Kauman Kidul Kecamatan Salatiga ( luar kota ).
44
b. Sebelah Timur: Kelurahan Sidorejo Kidul Kecamatan Salatiga
(luar kota), Kalibening Kecamatan Tenggaran.
c. Sebelah Selatan: Kelurahan Gebongan, Kecamatan Tengaran dan
Kumpulrejo, Kecamatan Getasan.
d. Sebelah Barat: Kelurahan Kecandran dan Pulutan Kecamatan
Tuntang.32
2. Kondisi Demograf
pada tahun 2015, jumlah penduduk Kota Salatiga sebesar 183.828
jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan
penduduk laki-laki, ditunjukan dengan rasio jenis kelamin (rasio
jumlah penduduk perempuan) sebesar 95,76. Penduduk Kota Salatiga
belum menyebar secara merata diseluruh wilayah Kota Salatiga,
umunya penduduk banyak menumpuk di daerah perkotaan
dibandingkan pedesaan. Pada tahun 2015 rata-rata, kepadatan
penduduk Salatiga sebesar 3.237 jiwa setiap km2.33
Jumlah Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2015
Kecamatan Luas Kec.
Km2
Jumlah
Pendududk
Kepadatan per km2
Argomulyo 18,526 43422 2344
Tingkir 10,549 42888 4066
Sidomukti 11,459 41871 3654
Sidorejo 16,247 55632 3424
32
BPS Salatiga Dalam Angka Tahun 2016, hal. 2 33Ibid, hal 45
45
Jumlah Total 56,781 183815 3237
Kota Salatiga Dalam Angka , 2015.
Kondisi tanah di Salatiga tergolong tanah subur, sehingga
cocok untuk lahan pertanian dan perkebunan. Jenis tanah di
Salatiga dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tanah latosal
coklat dan tanah coklat tua. Tanah latosal coklat sangat baik untuk
tanaman padi, palawija , sayur-sayuran serta buah-buahan dengan
produktivitas sedang hingga tinggi, sedangkan tanah latosal coklat
tua cocok untuk tanaman holtikultura seperti, kopi, teh pisang,
tanaman ini banyak dijumpai di Salatiga bagian utara.34
3. Kondisi Keagamaan
Kota Salatiga terdiri berbagai agama, yaitu agama Islam,
Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, Katolik dan Aliran kepercayaan.
Kondisi kehidupan beragama Kota Salatiga yang harmonis sangat
didambakan masyarakat. Hal ini terlihat dari tempat-tempat
peribadatan yang ada disekitar warga Salatiga seperti masjid, gereja,
dan pesantren-pesanten. Banyaknya tempat peribadatan di Kota
Salatiga pada tahun 2015, mencapai 604 buah, yang terdiri dari 85,60
persen Masjid dan Musola, dan 13,25 Gereja Kristen, Katolik dan
sisanya adalah Pura dan Vihara.35
Laporan presentase tahunan kehidupan keagamaan BPS Kota
Salatiga dari tahun ketahun mengalami kenaikan. Untuk populasi
34
Lutvia Maharani, Skripsi, Pengambilan Alih Kota Salatiga dari Kekuasaan Belanda ke
Pemerintah Republik Indonesia tahun 1945-1950, UNES, 2009. 35
BPS Salatiga Dalam Angka Tahun 2016, hal 75
46
masyarakat muslim di Salatiga sesaui data yang tersaji dalam statistik
merupakan pemeluk agama terbanyak. Jika presentase pemeluk agama
dapat dikatakan memiliki kesetimbangan pertumbuhan populasi yang
relative, maka halnya dengan pertumbuhan tempat peribadahan.
Berdasarkan data dari BPS Salatiga, Gereja Protestan mencapai tingkat
pertumbuhan yang mengesankan, yaitu 327 sejak tahun 1980 dari 22
bangunan hingga 77 bangunan.sementara pertumbuhan tertinggi
didapat dari pembangunan masjid yaitu 642 dari 62 hingga 193
bangunan. Dilihat dari presentase pemeluk agama dan tempat
peribadahan di Kota Salatiga mencerminkan mayoritas agama yang
dianut adalah Islam.
Kondisi keberagaman masyarakat Salatiga dapat dilihat dari
bangunan ibadah yang tersebar di Salatiga, rumah ibadah seperti
gereja, masjid, dan klentheng dimiliki oleh kota ini. Keyakinan
masyarakat salatiga yang beragan menjadi penyebab bangunan-
bangunan tersebut berdiri di kota ini. Kuantitas muslim yang lebih
banyak daripada agama yang lainnya tidak lantas membuat muslim
merasa harus diutamakan. Kondisi muculnya isu Islamisasi atau
Kristenisasi di wilayah Salatiga sering mengganggu keharmonisan
dalam lapisan masyarakat.
Keberagaman agama memiliki potensi rawan sensitivitas
keagamaan, apabila masyarakat tidak cerdas dalam berpikir dan
bersikap maka akan menimbulkan berpecahan di dalam masyarakat.
47
Namun masyarakat Salatiga memiliki pemahaman yang berbeda
mengenai perbedaan agama di dalam lapisan masyarakat, pluralisme
dalam diri masyarakat digunakan untuk saling memahami Antarumat
beragama. Keberagaman dalam masyarakat sering memunculkan isu-
isu mengenai keagamaan seperti isu Islamisasi atau isu Kristenisasi
namun hal ini menyebabkan muncul ketidaknyamanan dalam
kehidupan sosial masyarakat. Namun dalam diri masyarakat Salatiga
tertanamam sikap toleransi beragama sehingga terwujud kondisi
kerukunan umat beragama di dalam masyarakat Salatiga. Dengan
kondisi keberagaman agama dalam masyarakat Salatiga menimbulkan
julukan kota pancasila di Indonesia. Masyarakat yang plural di kota
Salatiga, maka masyarakat harus bersikap bijak dalam menghadapinya.
Penting bagi masyarakat kota Salatiga memahami pandangan tentang
pluralisme.
Pandangan tentang pluralisme agama juga memang identik
dengan Sinkretisme tetapi sebenarnya bukan. Pluralisme yang
dimaksudkan di sini adalah menghormati orang lain tanpa harus
menghilangkan jati diri pribadi. Pola pikir manusia pada umumnya
seringkali merasa dirinya tidak baik sebelum menyalahkan orang lain.
Pola pikir inilah yang harus dibenahi.36
Jadi pluralisme adalah paham
atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam kontekssosial,
budaya, politik, maupun agama. Sedangkan kata agama dalam agama
36
Sukron Ma‟mun, Pluralisme Agama dan Tolerasnsi dalam Islam, Perspektif
Yusuf Al-Qaradhawi, HUMANIORA Vol.4 No.2 Oktober 2013: 1220-1228, hal. 123.
48
Islam diistilahkan dengandin secara bahasa berarti tunduk, patuh, taat,
jalan. Pluralisme agama adalah kondisi hidup bersamaantarpenganut
agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap
mempertahankan ciri-cirispesifik ajaran masing-masing agama.
Dengan demikian yang dimaksud pluralisme agama adalah
terdapat lebih dari satu agama yang mempunyai eksistensi hidup
berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi
antarapenganut satu agama dengan penganut agama lainnya. Atau
dalam pengertian yang lain, setiappenganut agama dituntut bukan saja
mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi
jugaterlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna
tercapainya kerukunan dalamkeragaman. Dalam perspektif sosiologi
agama, secara terminologi, pluralisme agama dipahamisebagai suatu
sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang
bernilai positifdan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada
manusia.Untuk mendukung konsep pluralisme tersebut, diperlukan
adanya toleransi antarsesama umatberagama. Meskipun hampir semua
masyarakat yang berbudaya kini sudah mengakui adanyakemajemukan
sosial, dalam kenyataannya permasalahan toleransi masih sering
muncul dalam suatumasyarakat. Ada dua macam penafsiran tentang
konsep toleransi, yakni penafsiran negatif danpenafsiran positif. Yang
pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan cukup
dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain.
49
Yang kedua menyatakan bahwa toleransi itumembutuhkan lebih dari
sekadar itu. Toleransi membutuhkan adanya bantuan dan dukungan
terhadap keberadaan orang atau kelompok lain. Artinya, toleransi itu
tidak cukup hanya dalam pemahaman saja,tetapi harus diaplikasikan
dengan tindakan dan perbuatan dalam kehidupan nyata.Manusia hidup
dalam pluralisme agama, suka tidak suka relitas pluralistik memang
menjadi wahanadan wacana bagi kehidupan beragama. Di dalam
agama Islam konsep dasar pluralisme sudah ada sejakdari awal agama
itu disyari‟atkan oleh Allah SWT di permukaan Bumi yang dibawa
oleh Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, jika umat Islam
ingin memahami makna pluralisme sesuai dengankonsep Islam,
jawabannya yang paling tepat adalah kembali kepada Al-qur‟an.
Kondisi masyarakat Salatiga dalam keberagamaan menuntut
masyarakat untuk hidup saling berdampingan dalam perbedaan.
Perbedaan agama dalam masyarakat menjaga
4. Kondisi Sosial Budaya
Pada pertengahan abad 19 hingga 20, salatiga dikenal sebagai
daerah peristirahatan bagi para penjabat pemerintah kolonial maupun
orang-orang Eropa. Tidak mengherankan jika Salatiga waktu itu
menjadi tempat hunian bagi orang-orang Eropa, terbukti dari peta kuno
50
yang menjelaskan perkampungan Eropa disertai peninggalanya.
Beberapa bangunan bersejarah peninggalan Eropa masih kokoh
berdiri, namun tidak sedikit yang kini tinggal kenangan saja. Ada
sebuah bangunan di pusat pemerintahan pada waktu itu, yakni rumah
Bupati. Baron van der Schoot-of Heeckeren yang “bangunan datar”
bernama karena atap datar, (gedung bapak) masih digunkan sebagai
kantor walikota pemerintahan kota Salatiga.37
Kehidupan sosial-
budaya di Salatiga ditunjukkan dengan peninggalan bangunan-
bangunan bercorak arsiektur Belanda. Berdirinya bangunan
peninggalan pendudukan Belanda menegaskan bahwa pengaruh
kebudayaan Belanda masuk ke Kota Salatiga seiring dengan
keberadaan kaum kolonial Belanda di Salatiga, mobilisasi masyarakat
masyarakat Salatiga tergolong cepat disebabkan karena budaya
Belanda yang diperkenalkan. Gaya hidup kaum Belanda memberi
pengaruh pada kehidupan masyarakat Salatiga dalam segala aspek
termasuk agama. Dalam semboyan penjajahan terdiri atas Gold, Glory,
Gospel. Dalam rangka Glory atau penyebaran agama pendudukan
Hindia Belanda berupaya menyebarkan agama Kristen dan Katholik di
Salatiga. Dengan masuknya agama Kristen dan Katholik yang dibawa
Belanda maka sebagian kaum pribumi mulai menganut agama
tersebut. Budaya Salatiga tidak hanya dipengaruhi oleh kaum kolonial
37
Dhanand Dhave, Salatiga, Nostalgia Masa Lalu Bersama Bangunan Tua, pada
6 Maret 2012,WWW.KOMPASIANA.COM
51
Belanda terdapat juga pengaruh dari kaum dari wilayah Asia seperti
Cina dan Taiwan.
Djoen Eng Mercury (1859-1935), pengusaha sukses dari
Taiwan. Di Salatiga ia membuat bangunan rumah mewah berarsitektur
Cina yang didalamnya dipenuhi marmer dan hiasan porselen. Terletak
dilereng Gunung Bunder, bangunan ini sangat mewah pada masa itu.
Pada tahun 1930. Djoeng Eng terkena krisis dang bangkrut dan
beberapa aset disita. Bangunan ini kemudian diinvasi oleh penjajah
dan akhirnya di beli oleh Gereja Katolik. Bangunan di pugar terutama
pada atapnya. Kini bangunan tersebut menjadi institute roncali yang
digunakan sebagai salah satu pusat spiritual, institute roncali juga
digunakan sebagai rumah retreat, ibadah dan pengobatan. Arsitektur
eksterior dan interior masih tetap dipertahankkan, hanya beberapa
bagian yang ditambah untuk menyesuaikan dengan keadaan. Halaman
yang luas, asri dan sejuk serta suasana yang tenang memang sangat
tepat sebagai tempat untuk mengaktualisasi diri dengan Sang Khalik.38
Peninggalan bangunan beraksitekstur Cina menjadi bukti
bahwa datanganya bangsa Asia terlebih Cina di Salatiga memberi
banyak pengaruh terhadap segala aspek kehidupan di dalam
masyarakat Salatiga. Budaya Cina masuk dan berakulturasi dengan
budaya lokal. Budaya Cina yang masih dapat dijumpai yakni tarian
Barongsai. Selain itu terdapat kepercayaan orang Cina yang masih
38Ibid
52
berkembang hingga sekarang yakni Konghucu, berdirinya klentheng di
Salatiga menunjukkan eksistensi keyakinan kaum Cina ini.
Dengan berbagai pengaruh yang masuk ke Salatiga membentuk
masyarakat Salatiga yang memiliki agama yang beragam. Salatiga
memiliki masyarakat yang menganut agama Islam, Katholik, Kristen,
Hindu, Budha dan Konghucu. Hal ini mendorong berkembangnya
budaya-budaya sesuai dengan ajaran agama masing-masing seperti
Imlek, Idul Fitri, Natal, Nyepi atau Waisyak, yang menarik dari kota
ini ialah pada toleransi keagamaannya. Melalui toleransi tersebut
tercipta kerukunan antarumat beragama.
5. Kondisi Sosial Ekonomi.
Salatiga merupakan kota pendukung bagi penyediaan berbagai
komoditas berbagai dagang, dari hasil perkebunan maupun pertanian.
Komoditas utama pemgahasilan kota Salatiga adalah dari sektor
perkebunan seperti, kopi, cengkih, karet, pala dan rempah-rempah
lainya. Selain itu sektok ekonomi didukung dengan adanya sarana
tranportasi di Salatiga yaitu pembangunan Stasiun Kereta Api, Willem
I. di Ambarawa pada tahun 1875 diikuti dengan pembangunan Stasiun
Tuntang da Stasiun Bringin yang terletak 6 hingga 10 km dari Kota
Salatiga. Kereta api pada zaman belanda ini selain digunakan untuk
menganggut penumpang juga di gunakan untuk menganggut hasil
perkebunan, pertanian. Namun di era orde baru ini, Stasiun Kereta Api
digunakan sebagai dinas pariwisata.
53
Penduduk kota Salatiga dari tahun 1993-2015 mengalami
peningkatan dalam jumlah penduduk, mempengaruhi juga dalam
kondisi perekonomian yang meningkat, hal ini dilakukan dengan
berbagai sistem pembangunan lapangan kerja, seperti sektor industri
kecil (rumahan) dan sektor industri besar yang memperkerjakan lebih
dari 100 orang. Mayoritas penduduk kota Salatiga 70 adalah
bercocok tanah sisanya adalah pedagang maupun pegawai
pemetintahan. Pembangunan jalan lingkar di Kota Salatiga juga
berdampak pada pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat
disekitarnya. Kehidupan masyarakat yang didominasi oleh aktifitas
pertanian mulai bergeser ke pola kehidupan non pertanian baik pada
sisi sosial maupun ekonomi. Meskipun demikian, kawasan disepanjang
jalan lingkar Selatan Saltiga memiliki potensi sumber daya alam
khususnya pada sektor pertanian yang menghasilkan beberapa
komoditas seperti padi, salak, duku, serta tanaman kayu yang
seharusnya tetap dipertahankan karena memberikan kontribusi cukup
besar terhadap perekonomian Kota Salatiga serta berpengaruh terhadap
penghidupan masyarakat disekitarnya.39
Selain itu yang mempengaruhi
perekonomian di Kota Salatiga juga adanya pasar rakyat yang terletak
di utara Salatiga yang memadai dan nyaman sebagai transaksi jual
beli antar sesama.
39
Marsista Buana Putri, Imam Buchori, Pengaruh Pembangunan Jalan
LingkarSelatan Salatiga Terhadap Perubahan Karakteristik Sosial Ekonomi Penduduk di
Sekitarnya, (Semarang: Biro Penerbit Planologi Undip, 2015), Jurnal Pengembangan dan
Kota Volume 11 (2): 222-241 Juni 2015.
54
Gerak perekonomian di Salatiga dimotori oleh kegiatan
ekonomi pasar-pasar tradisional di wilayah Salatiga, kegiatan UMKM
juga memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian
masyarakat. Salatiga memiliki potensi dalam kegiatan industri, selain
itu usaha konveksi di Tingkir juga memiliki peran tersendiri dalam
perkembangan perekonomian di Salatiga.
B. Interaksi Antarumat Beragama di Kota Salatiga
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial
yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan
antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang
satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu.
Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau
interstimulasi dan respon antar individu, antar kontak atau individu dan
kelompok (Maryawati dan Suryamati, 2003) mengartikan proses-proses
sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang
perongan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan
menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang
akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan
goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.40
40
Apolos Marisan, Dinamika Interaksi Sosial dan Integrasi Budaya : Antara
Komunitas Migran dan Lokal di Distrik Wanggar Kabupaten Nabire Provinsi Papua,
(Jayapura: Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura, 2013), hal. 5.
55
Kondisi keberagamaan di Salatiga mendorong seluruh pihak untuk
bersikap dan berpandangan dengan bijak untuk mewujudkan persatuan
Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika mendorong masayarakat
Salatiga untuk tetap bersatu dalam segala perbedaan. Sikap toleransi harus
diwujudkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang rukun di tengah
perbedaan. Untuk mengenal masing-masing kelompok maka masyarakat
harus saling berinteraksi demi terwujudnya masyarakat yang rukun dan
damai. Untuk menjaga kerukunan beragama di Salatiga terdapat bentuk
interaksi dalam masyarakat Salatiga.
1. Bentuk Interaksi Antarumat Beragama
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial yang berkaitan dengan proses
asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi asimilasi.
Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu
atau kelompok-kelompok untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan.
Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, dimana terjadi
keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-
kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai
sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha untuk dilakukan
untuk mencapai stabilan. Sedangkam merupakan suatu proses dimana
pihak-pihak yang berintegrasi mengidentifikasi dirinya dengan
kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.41
41Ibid, hal 19-20.
56
Bentuk-bentuk interaksi masyarakat Salatiga untuk mewujudkan
kerukunan beragama diantaranya adalah:
a. Membangun kerjasama antarumat beragama.
Wujud kerjasama antarumat beragama dapat dilihat dari
kegiatan hidup bermasyarakat seperti ketika umat muslim
merayakan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha maka setelah sholat
Ied maka, umat non muslim akan terjun ke sekitar masjid untuk
membantu dalam hal parkir, keamanan dan hal kebersihan.
Informasi tersebut dikemukakan oleh bapak Rene Manopo selaku
petugas Gereja Katholik Paulus Miki di Salatiga. Beliau
menyampaikan bahwa pola-pola kerjasama antarumat beragama di
salatiga tergolong baik. Pola kerjasama juga tercipta melalui
forum kerukunan umat beragama seperti SOBAT yang genjar
melakukan kampanye tentang kerukunan umat beragama. Selain
itu gotong royong dalam kegiatan masyarakat. Musyarawarah
dalam lingkungan RT atau RW dan lain-lain.
b. Bentuk interaksi yang kedua yakni melalui gerakan sosial
kemanusiaan, kegiatan-kegiatan seperti membagikan takjil di
bulan puasa tidak hanya dilakukan sesama umat muslim namun
terdapat sebagian masyarakat nonmuslim yang ikut dalam
kegiatan membagi takjil. Selain itu ketika ada bencana dari
suatu wilayah di Indonesia maka akan diadakan penggalangan
dana. Acara penggalangan dana diikuti oleh sebagian
57
masyarakat dari berbagai agama. Hal ini dikemukakan oleh
Sukla yakni seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu
di Klaten sekaligus merupakan anggota SOBAT muda Salatiga.
c. Bentuk interaksi selanjutnya yakni melalui dunia
pendidikan.Keberadaan lembaga pendidikan sebagai poros
pembangunan bangsa digunakan sebagai sarana melakukan
kegiatan pemelajaran, dalam aktivitas pembelajaran terdapat
tenaga pengajar serta para murid yang memiliki latar belakang
keyakinan yang berbeda, perbedaan keyakinan dalam lembaga
pendidikan tidak menjadi hambatan dalam proses pembelajaran
sebagai contoh ialah UKSW yang di dalamnya terdapat
mahasiswa dengan latar belakang berbagai agama. Menurut
keterangan dari bapak Akbar yakni salah satu pengurus forum
kerukunan beragama seperti SOBAT dan KITA FAMILY,
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang memiliki
label sebagai universitas Kristen menerima mahasiswa dengan
latar belakang keyakinan selain Kristen hal ini menunjukkan di
dalam sosial-masyarakat telah tercipta sikap saling menghargai
dan sikap toleransi Antarumat beragama.
3. Strategi Komunikasi Untuk Mewujudkan Kerukunan Antarumat
Beragama
Interaksi merajut perdamaian antarumat beragama di Kota
Salatiga memerlukan proses komunikasi yang intensif dan efektif.
58
Strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan komunikasi
dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan strategi komunikasi harus mampu menunjukkan
bagaimana operasionalnya secara praktis, maksudnya berbagai
pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi
dan kondisi.42
Langkah-langkah strategi komunikasi yang dilakukan
masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang damai serta
kerukunan antarumat beragama. Pertama adalah mengenal
khalayak, yakni seorang individu harus sadar ia berhadapan dengan
siapa dan dalam kondisi seperti apa. Bapak Rene Manopo
menyatakan bahwa ketika beliau mengenal seseorang yang berbeda
agama maka beliau akan melakukan pola komunikasi dan diskusi
secara sopan dan menjaga arah komunikasi dengan menghindari
pembahasan mengenai keyakinan. Terlepas dari itu sekat-sekat
agama tidak begitu diperjelas karena pembahasan yang digunakan
ialah komunikasi layaknya seorang teman dengan teman tetap
menjaga kesopanan dalam berbicara.
Langkah kedua dalam menyampaikan pesan lebih diperjelas
sehingga menghindari adanya salah paham antarumat beragama.
Langkah ketiga menyampaikan pesan dengan sopan dan
menghindari pembahasan dalam konteks-konteks keyakinan serta
42
Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 1990), hal. 32.
59
menghindari fanatisme golongan. Menyampaikan seruan-seruan
perdamaian yang dapat menjaga kerukunan beragama.
60
BAB IV
KONTRIBUSI KH. MAHFUDZ RIDWAN DALAM MEWUJUDKAN
KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA DI SALATIGA
D. Peran KH. Mahfudz Ridwan dalam Kemasyarakatan
Bagi masyarakat Islam di pedesaan, seorang Kiai memegang peran
untuk membentengi umat dan cita-cita Islam terhadap ancaman
kekuatan-kekuatan sekuler dari luar.Kiai merupakan pemimpin dalam
bidang agama.Ia fasih dan mempunyai kemampuan yang cermat dalam
membaca pemikiran-pemikiran pengikutnya. Sifat khas seorang Kiai
adalah terus terang, blak-blakan dalam bersikap dan bahkan sebagai
seorang ahli ia jauh lebih unggul daripada ulama-ulama dalam
menerapkan prinsip-prinsip ijtihad (mengenai ajaran-ajaran Islam
secara logika). Sebaliknya ia mampu menjelaskan masalah teologi yang
sulit kepada petani muslim sesuai dengan pandangan atau suara hati
mereka, dan pada pokoknya, di mata para pengamat seorang kiai
dipandang sebagai lambang kewahyuan. Ia menghimpun para
pengikutnya secara luas, dan tinggal di sepanjang jalan utama, di kota
kecil, atau bahkan di kota besar.43
Kiai Mahfudz Ridwan dalam
kehidupan kemasyarakatan di desa Gedangan mencoba memberi
advokasi pada masyarakat untuk hidup lebih baik dengan membangun
organisasi kemasyarakatan. Dalam bidang pertanian KH. Mahfudz
Ridwan memberi pengaruh penting untuk menghilangkan sistem
43
Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1987), hal. 1.
61
peminjaman modal pada rentenir. KH. Mahfudz Ridwan memberi
pemahaman pada para petani bahwa peminjaman pada rentenir
merupakan riba‟ dan juga merugikan pada usaha pertanian, selain itu
KH. Mahfudz Ridwan juga memberi solusi pada para petani dengan
mendirikan koperasi di kalangan petani untuk mengikis praktek
peminjaman modal pada rentenir.
Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan damai maka
KH. Mahfudz Ridwan mendirikan Yayasan Desaku Maju.Keterangan
mengenai Yayasan Desaku Maju dikemukakan oleh Gus Hanif selaku
putra bungsu dari KH. Mahfudz Ridwan.
Yayasan desaku maju berangkat dari fenomena kecil yang
ada di masyarakat. Karena waktu masyarakat ingin
bercocok tanam hubunganya dengan rentenir, mau buka
lahan juga rentenir dari situ-lah kemudian dari beliau
mendiriksn koperasi usaha bersama sejahterah untuk
menyelamatkan masyarakat agar tidak terjebak dengan
lintah darat, mendirikan koperasi bagi penderes, pemerah
susu bagi petani. Dari Desaku Maju ini lahirlah kurang
lebih 63 kelompok di masyarakat dari berbagai desa yaitu
Salatiga, Kabupaten Semarang, Magelang, Boyolali
termasuk di Kedung Ombo yang terkena dampak
pengusuran disitu beliau termasuk mendampingi bersama
Romomangun dan Gus Dur, dan sampai sekarang hubungan
dengan Kedung Ombo Masih Berlanjut, meskipun KH.
Mahfudz Ridwan sudah tidak ada mereka bertemu dengan
Gus Hanif, pendampingan masyarakat Kedung Ombo ini
memang sangat luar biasa.44
Melalui dari organisasi inilah masyarakat Gedangan mulai
mengenal kehidupan berorganisasi, pentingnya berorganisasi.Melalui
44
Wawancara dengan Gus Hanif selaku putra bungsu dari KH. Mahfudz Ridwan
pada Kamis 14 September 2017 di Pondok Pesantren Edimancoro Desa Gedandangan
Kecamatan Tuntang.
62
organisasi Yayasan Desaku Maju diharapkan dapat menjadi penggerak
mobilisasi bagi masyarakat untuk mencapai kehidupan yang sejahtera.
Melalui lembaga swadaya masyarakat yang dinamakan Desaku Maju
menjadi ujung tombak masyarakat untuk melaukan perkumpulan untuk
memikirkan cara dan langkah membangun desa hingga terwujud
kehidupan masyarakat Gedangan yang sejahtera. Selain Yayasan
Desaku Maju KH. Mahfudz Ridwan juga mendirikan Forum Gedangan.
Forum Gedangan ini lahir karena keresahan akan maraknya
kristenisasi dampak dari krisis moneter tahun 1998.”
Bagaimana menjaga kondisi salatiga agar kondusif itu
yang dibikin forum gedangan sehingga orang ketika
membagikan sembako kepada masyarakat itu tidak
mengatasnamakan kelembagaan tapi mengatasnamakan
forum gedangan, jadi tips bagaimana orang kristen
mebagikan barang kepada orang Islam begitu sebaliknya
orang Islam membagikan barang kepada orang muslim dan
seterusnya dan Alhamdulillah berjalan dengan lancar.45
Melalui forum Gedangan masyarakat di Gedangan menjadi
sosialisasi mengenai pentingnya hidup dengan sikap toleransi
beragama. Dengan melakukan interaksi antarumat beragama dalam
masyarakat akan menghilangkan prasangka buruk mengenai perbedaan
agama yang dianut, melalui interaksi memberi pemahaman kepada
masyarakat bahwa perbedaan agama tidak lantas menjadi jurang
pemisah antara mereka. Perbedaan agama menjadi kekayaan untuk
saling memahami dan mengerti saudara kita yang berbeda agama. KH.
Mahfudz Ridwan memberi pemahaman bahwa sebagai seorang muslim
kita harus menghormati dan menghargai dengan umat nonmuslim.
45Ibid.
63
Bukan hanya sikap toleransi yang ditunjukkan melainkan dengan
interaksi satu sama lain dengan masyarakat lintas agama akan membuka
pandangan masyarakat bahwa untuk saling berdampingan di tengah
perbedaan akan menciptakan masyarakat yang damai. Forum Interaksi
menjadi benih lahirnya forum kerukunan beragama yang diberi nama
SOBAT.
E. Peran KH. Mahfudz Ridwan dalam Forum SOBAT Salatiga
Kondisi krisis moneter yang terjadi tahun 1998 serta kacaunya
stabilitas politik nasional berdampak pada segala aspek kehidupan
masyarakat di Indonesia.Pada wilayah Salatiga akibat krisis moneter
serta kekacauan politik mengakibatkan semakin jelasnya sekat-sekat
antara umat beragama di salatiga. Hal ini menjadi sebuah peluang atau
potensi terjadi konflik Antarumat beragama.Kondisi sosial-masyarakat
yang mengelompok sesuai dengan agama masing-masing mendorong
KH. Mahfudz Ridwan untuk mengundang para pemuka lintas agama
untuk mendiskusikan fenomena tersebut untuk mencari solusi tanpa
menyakiti satu sama lain. Pertemuan tersebut dilakukan pada tahun
2002.Berikut adalah pernyataan dari Gus Hanif selaku putra bungsu
yang menjelaskan mengenai peran dari KH. Mahfudz Ridwan dalam
pembentukan Forum SOBAT.
Jadi bapak itu mengundang orang tokoh muslim, tokoh
kristen berkumpul dipondok gak ada agenda apa”
sebenarnya hanya kumpul, tapi melihat orang berkumpul
64
tidur bareng satu kamar gak ngomong itu kan gak mungkin
kan. Akhirnya mereka mengumbat dengan pengakuan,”
jane karo pendeto ki arep ngomong yo bingung tapi nak
wes dadi siji ngomong kk ya nyambung, enak, sebenere
pendeto ki arep ngomong ro kiai yo gak wani ternyata
ngomong sama kiai itu lucu ya”. Nah dari perkumpulan
satu hari satu malamyang tanpa agenda itu lalu kemudian
disimpulkan bahwa oh ternyata kalau kita berkomunikasi
itu enak, selama ini saling curiga kalau
berkomunikasimenjadi terang benderang,itu adalah beliau
yang menginisiasi dan pemakarsa atau fonder, semisal
kegiatan SOBAT kalau tidak di ACC edi mancoro itu tidak
akan bisa jalan.46
Selain keterangan diatas melalui wawancara dengan bapak Akbar
di Percik mengemukakan bahwa lembaga pemarkarsa terbentuknya
SOBAT antara lain ialah Edimancoro, LSM Percik dan GKJ (Gereja
Kristen Jawa). Lahirnya Sobat tidak akan lepas dari peran KH. Mahfudz
Ridwan yang mencoba mempertemukan antara para pemuka lintas
agama dengan mengundang para pemuka lintas agama di Salatiga ke
Edimancoro, melalui pertemuan tersebut menuntut para undangan untuk
saling berkomunikasi, dari komunikasi yang terjadi maka akan
membuka pemahaman bahwa persaudaraan bukan hanya didasarkan atas
persamaan agama, bahkan perbedaan agama tidak menjadi hambatan
untuk menjalin persahabatan.
Pada awalnya SOBAT belum merupakan suatu Gerakan
melainkan hanya pertemuan biasa antara Kiai,
Pendeta.Pertemuan ini dilaksanakan di pesantren Edi
Mancoro tanpa ada agenda apa-apa.Isu- isu Kristenisasi dan
Islamisasi mendorong tokoh-tokoh lintas agama untuk
46
Wawancara dengan Gus Hanif selaku putra bungsu dari KH. Mahfudz Ridwan
pada Kamis 14 September 2017 di Pondok Pesantren Edimancoro Desa Gedandangan
Kecamatan Tuntang.
65
melakukan pertemuan dan menbicarakan hal tersebut yang
berkembang di Salatiga.47
Melalui pertemuan itu terbentuklah forum kerukunan Beragama
yang awalnya di namai Forum Silaturahmi Umat Beriman ( FSUB),
yang akhirnya dikukuhkankan menjadi SOBAT, yang bergerak dilintas
agama, lintas iman khususnya di wilayah jawa tengah, sampai hari ini
mempunyai 33simbol artinya mempunyai 33 titik dimana kita sudah
membuat jaringan seantero jawa tengah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh SOBAT ialah yakni
pertemuan rutin, melalui pertemuan rutin maka akan terjadi interaksi
antarumat beragama, kemudian dalam kegiatan SOBAT terfokus pada
isu-isu mengenai kerukunan beragama, bahkan dalam kegiatan SOBAT
tidak jarang membersihkan rumah-rumah ibadah, jadi anggota SOBAT
muda walaupun bukan seorang muslim apabila mendekati hari raya Idul
Fitri tidak jarang ikut membantu membersihkan masjid, kemudian saat
mendekati natal umat selain umat Kristen ikut membantu membersihkan
gereja juga menjadi hal yang biasa. Kerukunan beragama dapat terwujud
melaui kegiatan-kegiatan umat lintas agama yang melakukan aktivitas
secara bersama, interaksi yang terjalin akan menimbulkan pola
hubungan yang saling menghargai, saling menghormati dan saling
memahami. Untuk membentuk sikap toleransi bukan perkara
mempersilahkan seseorang untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agamanya namun bagaimana seseorang untuk menghormati,
47
Wawancara dengan bapak Singgih pada Kamis 7 september 2017, di Kampung
Percik, Kota Salatiga.
66
menghargai dan mengapresiasi. Tindakan yang ditemui di Forum
SOBAT ialah ketika datang waktu sholat maka anggota selain
nonmuslim mengingatkan untuk menjalankan ibadah sholat serta
menunda diskusi dan memberi kesempatan umat muslim untuk
menjalankan ibadah sholat. Dan ketika hari natal tiba anggota nonkristen
juga mendatangi rumah dari anggota yang memeluk agama Kristen.
Dalam Forum SOBAT ketika kegiatan pertemuan maka, akan
mengawali kegiatan dengan doa masing-masing agama, sehingga ketika
anggota yang beragama Islam berdoa dengan tata cara Islam maka
anggota yang nonmuslim akan mendengarkan, kemudian saat anggota
yang beragama Budha berdoa dengan tata cara Budha maka anggota
yang selain non-Budha mendengarkan dan menghargai begitu
seterusnya. Dengan hal seperti itu maka masing-masing umat beragama
akan memahami dan menghormati anggota dengan keyakinan yang
berbeda.
F. Wujud Kerukunan Antarumat Beragama di Salatiga.
Untuk memunculkan kesadaran dalam beragama setidaknya
diperlukan beberapa tahapan, yaitu pengetahuan dan pemahaman,
praktek ,dan dilakukan secara berulang-ulang. Ketiga tahapan ini
67
merupakan satu kesatuan dari perilaku. Dalam konteks kerukunan, dan
toleransi, maka tahapan-tahapan ini harus dilalui.Setiap tindakan pasti
berdasarkan pengetahuan dan pemahamanya. Jika tindakan itu dilakukan
secara berulang-ulang, maka akan melekat menjadi suatu kepribadian.
Baik tidaknya suatu tindakan tergantung pengetahuan dan pemahaman
yang diperolehnya. Orang yang beragama adalah orang yang
mempraktekan ajaran agamanya berdasarkan pengetahuan, pemahaman,
dan kesadaranya.48
Wujud kerukunan beragama dapat dilhat dari berbagai aspek
kehidupan masyarakat Salatiga yakni melalui kesadaran bahwa terdapat
ketergantungan manusia satu dengan manusia lainnya, kemudian
terdapat kesadaran dari tokoh- tokoh lintas agama yang menganggap
penting kerukunan beragama. Berikut adalah kesadaran yang perlu
dimiliki bagi masyarakat Salatiga untuk mewujudkan kehidupan damai
di tengah perbedaan keyakinan.
C.1 Manusia adalah mahluk sosial dan diharuskan untuk saling mengenal
Pemahaman bahwa manusia merupakan makhluk sosial mendorong
masing-masing individu melakukan interaksi dengan individu yang
lainnya. Kebutuhan satu sama lain antara individu mengakibatkan
manusia saling membutuhkan sehingga akan terjadi interaksi
48
Adeng Muchar Ghazali, Membangun Kerukunan Lewat Madrasah,
disampaikan pada acara Workshop pendidikan toleransi beragama, Yayasan Serikat
Masyarakat Untuk Toleransi beragama (SEMESTA), tanggal 20 Januari 2014 di Graha
Asia Plaza Kota Tasikmalaya.
68
simbiosis mutualisme antara individu tanpa melihat perbedaan yag
ada. Menurut penuturan dari bapak Rene Manopo:
Manusia hidup itu saling bergantung satu sama lain maka
dari situ akan tercipta simbiosis mutualisme. Penting bagi
diri seorang manusia untuk menjaga rasa kemanusiaan
dalam dirinya, misalnya saja ketika ada orang kecelakaan di
jalan kemudian ada orang yang menolong tidak mungkin
orang yang akan menolong menanyakan terlebih dahulu
apa agamamu? Rasa kemanusiaan tidak ada sekat
agama.Karena semua orang adalah ciptaan-Nya sehingga
kita ini berbeda-beda ya, memang Dia yang menciptakan
perbedaan.49
Dari sinilah masyarakat Salatiga memahami arti kerukunan
beragama. Pola hubungan sosial dalam masyarakat tidak dibatasi oleh
sekat-sekat agama.
C.2 Pandangan Tokoh-Tokoh Lintas Agama Mengenai Kerukunan Umat
Beragama di Salatiga.
Tokoh-tokoh agama memiliki peran penting dalam terbentuknya
kerukunan umat beragama.Sebagai seseorang yang berpengaruh
dalam kelompoknya maka ketika seseorang memiliki pemahaman
tertentu mengenai kerukunan maka banyak orang yang akan
mengikuti jejaknya untuk bersikap dan bertindak sehingga terwujud
kerukunan beragama dalam masyarakat. Dalam penelitian ini penulis
mewawancarai lima orang sebagai wakil masing-masing agama
mengenai pandangannya tentang kerukunan umat beragama di
Salatiga.
49
Wawancara dengan Rene Manopo pada hari Rabu 20 September 2017 di
Angkringan Kota Salatiga.
69
Pertama ialah bapak akbar, beliau adalah seorang tokoh Islam yang konsen
dalam kegiatan-kegiatan yang mengusung mengenai perdamaian atau
kerukunan antarumat beragama. Berikut adalah pernyataan dari bapak Akbar
mengenai pandangannya tentang kerukunan umat beragama:
Ya menurut saya, bisa dikatakan baik-baik saja, yang lebih spesifik
kalau saya lihat dari pola-pola relasi dan hubungan-hubungan
interaksi antar kelompok, tidak hanya sekitar sertivisial, lebih
kehubungan-hubungan yang lebih bermakna mendalam, makna
mendalam maksudnya melakukan aktifitas-aktifitas secara
bersama-sama,menbangun kegiatan-kegiatan perdamaian bersama-
sama, itulah yang dianggap dialog pansis diantara anggota
masyarakat. Jadi ketika bekerja, berinteraksi, itu sudah tidak ada
lagi sebagai representasi oh saya ini Islam, dia itu Kristen, Budha
dan lainya, tidak lagi begitu, jadi yes-yes atau kotak-kotak
sekredasi itu tidak diperlukan lagi. Dengan begitu interaksi akan
mudah tanpa ada bayangan-bayangan.Toh namanya simbol,
identitas agama itu kan sejatinya kita beragama itu bukan pilihan
tipi given atau pemberian. Karena kita mengikuti agama dari orang
tua kita, untuk kita mengikuti. Misalnya di suruh menbaca al-
quran, surat alfatihah, ya kita akan mengikutinya. Kita diwarisi
sebuah nilai, alasanya memang orang tua tidak salah, mengajari
agama itu tujuanya memang untuk sesuatu yang baik, kalau kita
diajarkan sesuatu untuk kebaikan kenapa tidak kita jaga, dan
kemudian kita berinteraksi dengan agama-agama lain itu
sebenarnya untuk mengimplementasikan nilai-nilai positif dalam
keagamaan, seperti saling menghormati, saling menghargai,
membangun kebersamaan itulah wujud dari kerukunan umat
beragama. Konflik antar agama di Salatiga ada Cuma tidak
signifikan, artinya konflik itu muncul tidak sesuatu yang datang
secara internal selalu ada faktor ekternal yang mempengaruhinya,
dan itu yang saya amati. Orang beragama itu sebenarnya bukan
untuk menciptakan konflik antarumat beragama. konflik yang ada
biasanya masalah pendirian tempat ibadah dan itu penyebabnya
bukan dari masyarakat melainkan dari pengaruh luar.50
50
Wawancara dengan bapak Akbar seorang aktivis yang konsen dengan
kegiatan kegiatan kerukunan beragama sekaligus sebagai anggota KITA FAMILY
pada Selasa 19 September 2017 di Percik Salatiga.
70
Menurut bapak Akbar kerukunan umat beragama di Salatiga memiliki tingkat
toleransi yang baik karena seluruh pihak menjujung tinggi sikap saling
menghargai, menghormati dan memahami antara satu sama lain.
Selanjutnya ialah pernyataan mengenai kerukunan umat beragama di
Salatiga menurut bapak Rene Manopo yakni seorang pengurus Gereja Katholik
Paulus Miki di Salatiga.
Sebenarnya sih kalau menurut saya dari pandangan kaca mata
pribadi, mengenai Kerukunan Umat Beragama di Salatiga sampai
saat ini itu sangat baik, hampir diberbagai tempat di Indonesia
kami tinggal itu yang sangat baik di Saltiga, itu terbukti, semisal
saya di Gereja ada saudaranya yang menikah saya melihat banyak
orang-orang muslim yang datang untuk mengikuti acaranya,
sedangkan ditempat lain itu kan susah,kadang-kadang mohon maaf
ya, melihat Gereja aja merasa alergi dan sebaliknya. Di sini nggak
karena, saya mungkin melihat dari akar budaya disini dari jaman
dulu dari berbagai macam daerah kumpul disini dan akhirnya itu
bisa tercipta seperti itu. Dan kami juga memutuskan untuk tinggal
di Salatiga ya karna hal itu, selain nyaman Kotanya dan toleransi
agamanya sangat baik.51
Pernyataan bapak Rene Manopo menunjukkan bahwa kondisi keberagamaan di
Kota Salatiga tidak lantas berlangsung pola hubungan sosial yang dibatasi oleh
sekat-sekat agama, melainkan masyarakat Kota Salatiga memiliki toleransi
beragama yang tinggi. Toleransi beragama dari masyarakat menjadi nilai yang
tertanam dalam diri masyarakat.Salatiga.
Selanjutnya adalah pernyataan dari bapak Agung yakni seorang anggota
dari SOBAT, beliau merupakan wakil dari umat Kristen. Seperti inilah
pernyataan dari bapak Agung mengenai kerukunan umat beragama di Salatiga:
ya kalau interaksi ya baik ya selama ini masing-masing, khususnya
yang saya lihat di tingkat elite itu relasinya cukup baik, walaupun
51Wawancara dengan Rene Manopo pada hari Rabu 20 September 2017 di
Angkringan Kota Salatiga.
71
kalau saya melihat juga di tingkat yang lebih bawah itu relasinya
baik dalam masyarakat. Tetapi karena salatiga ini berkembang
banyak pendatang, banyak perumahan sehingga budaya baru yang
masuk, paling nggak ada pola pikir yang berubah, sehingga
keharmonisan antar agama dalam praktik keseharian itu kadang-
kadang memang ada pergesekan, dan ini memang perlu selalu
diperhatian oleh tokoh-tokoh agama. Jadi bisa di lihat dari
beberapa kasus, kasusnya memang kecildan cenderung kepersoalan
lokal, lokal disini maksudnya tidak seluruh Salatiga, tapi mungkin
ada di institut, ada persoalan misalnya ada pendirian gereja itu
perijinanya kadang dipersulit, ini menunjukan bagaimana relasi
antar agama dalam kehidupan seharai-hari dalam masyarakat.
Memang belum sampai pada konflik yang luas yang
mengakibatkan kerusuhan, ya memang karena tokoh-tokoh agama
di Salatiga cenderung menjaga, sehingg Salatiga samapi sekarang
belum pernah ada gejolak yang besar, gejolak-gejolak itu hanya
skup kecil, namun hal tersebut harus di waspadai karena kalau ini
tidak dikelola konflik-konflik di lokal berakibat perluasan konflik
dan menjadi bahan konflik. Memang juga perlu dimengerti bahwa
dunia pendidikan juga bisa mempengaruhi kehidupan
keberagamaan, karena sekarang cenderung melalui pendidikan,
doktrin itu semakin kuat masuk kedalam anak-anak. Yang
beberapa penelitan yang dilakukan oleh beberapa lembaga
itumengatakan bahwa itu di anak-anak sudah dididik sangat kuat
didalam agamanya, tetapi tidak kuat dalam membangun relasinya,
justru mereka membentengi kotak-kotak agama itu semakin kuat,
mereka hendak dikuatkan kedalam nah ini yang memang harusnya
seimbang, nah perkembangan itu yang sekarang juga sebetulnya
mulai tampak. Dalam dunia pendidkan sangat penting untuk
dibentuk misalnya di buat forum SOBAT anak, dalam hat tersebut
kita bisa saling mengenal tradisi satu sama lain dari berbagai
agama. sehingga rasa kecurigaan bisa di hilangkan. Dengan
persahabatan itu hendak membangun saling percaya.52
Dari pernyataan bapak agung dalam masyarakat Salatiga memiliki tingkat
toleransi yang baik, namun tingkat toleransi baik ini harus dijaga sehingga
kerukunan umat beragama di Salatiga bisa berlangsung secara terus menerus.
Selanjutnya adalah pernyataan dari wakil umat Hindu yang bernama
Sukla, beliau adalah seorang aktivis yang aktif dalam forum SOBAT dan ikut
52
Wawancara dengan bapak Agung pada Selasa 19 September 2017 di Percik
salatiga.
72
dalam kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan kerukunan umat beragama di
Salatiga.
Kalau kita di Salatiga sebagai agama yang minoritas bahkan bisa
dikatakan sangat minor, bahkan sama umat konghucu pun lebih
banyak konghucu dibandingkan hindu dan dari dampak itu juga
kita tidak begitu berdampak yang sangat diskriminasi sih menurut
saya, kenyataannya kita bisa menjalankan ibadah dengan baik dan
lancar bahkan ketika kita minta bantuan pada saudara-saudara umat
keyakinan lain tuh kita juga mendapatkan bantuan itu. Untuk
respon kerukunan beragama di salatiga itu sangat baik, dan sangat
bisa dijadikan contoh untuk tempat-tempat lain karena dengan
minimnya agama saya dari sudut pandang hindu itu pun tidak
merasakan diskriminasi.53
Dari pernyataan Sukla menggambarkan bahwa kondisi sosial masyarakat
Salatiga tidak memprioritaskan kaum mayoritas, semua dianggap sama, tidak
ada sekat-sekat agama yang memisahkan antara satu kelompok dengan yang
lainnya.
Selanjutnya adalah pernyataan dari wakil umat Budha yakni ibu
Samodhana seorang Bikuni, berikut merupakan pernyataan tersebut:
Menurut hemat saya, salatiga cukup kondusif untuk Kerukunan
Umat Beragama, misalnya ketika bulan puasa ada Gereja yang
membagikan Takjil, atau saat natalan di Gereja-gereja kondisinya
juga aman, di klenteng juga aman-aman saja. Tidak ada spanduk
profokasi di Kota Salatiga.54
Menurut pernyataan ibu Samodhana dapat digambarkan bahwa Salatiga
merupakan kota yang mendukung terciptanya toleransi beragama. Seluruh
pihak yang mendukung terciptanya kerukunan umat beragama merupakan
identifikasi bahwa terdapat sikap toleransi dari masyarakat Salatiga untuk
53
Wawancara dengan Sukla pada Senin 18 September 2017 di Rumah Dinas
Kepolisian Banyubiru. 54
Wawancara dengan Ibu Samodhana sebagai Bikuni melalui via email.
73
mewujudkan kerukunan umat beragama serta kedamaian dalam hidup
bermasyarakat.
Dari semua pernyataan narasumber menyatakan bahwa Salatiga
merupakan kota yang kondusif dan kota yang memiliki masyarakat yang saling
menghargai, menghormati satu sama lain sehingga dapat dikatakan masyarakat
Salatiga memiliki tingkat toleransi yang tinggi. Perbedaan agama dalam
masyarakat tidak menjadi permasalahan yang dapat mengakibatkan perpecahan
sebaliknya perbedaan agama dalam masyarakat justru menjadi perekat dan
menjadi ajang untuk saling memahami, menghormati dan menghargai satu
sama lain.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. KH. Mahfudz Ridwan merupakan seorang tokoh yang memberi pengaruh
besar dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan di wilayah Desa Gedangan
dan Kota Salatiga. KH. Mahfudz merupakan seorang tokoh Kiai yang
memiliki pandangan bahwa untuk mengubah suatu hal maka dibutuhkan
suatu sarana yakni organisasi. Sebuah organisasi mampu mengubah
tatanan dalam masyarakat. Sosok KH. Mahfudz Ridwan sebagai seorang
tokoh pemuka agama mendapat sorotan dari berbagai pihak. Pemikiran
hidup rukun dalam perbedaan ditunjukkkan melalui pandangan beliau
mengenai kehidupan masyarakat Salatiga yang terdiri atas berbagai agama.
Pandangan KH. Mahfudz Ridwan ialah walaupun di dalam masyarakat
hidup dalam keberagaman agama namun penting untuk tetap menjaga
kerukunan Antarumat beragama. menjalin silaturahmi bukan hanya sesama
pemeluk muslim namun juga dengan umat nonmuslim. Islam mengajarkan
untuk hidup rukun, memahami dan menghargai ajaran agama selain Islam
tidak akan menjadi hambatan untuk seorang muslim beribadah kepada
Allah SWT.
2. Kota Salatiga dikenal sebagai kota yang ditinggali oleh masyarakat yang
majemuk. Kondisi masyarakat yang majemuk menghadapkan masyarakat
pada kondisi keberagaman keyakinan. Kota Salatiga memiliki julukan
sebagai Kota Pancasila. Sebutan tersebut disandarkan pada kondisi
75
keberagamaan di Kota Salatiga. Kondisi keberagamaan Kota Salatiga
ditunjukan dengan berdirinya bangunan rumah ibadah seperti Masjid,
Gereja, Klentheng atau Vihara di setiap sudut kota ini. Kondisi masyarakat
Salatiga yang memiliki keyakinan yang berbeda-beda memiliki potensi
terjadi gesekan atar umat beragama. Untuk menghidari terjadi konflik
Antarumat beragama maka muncul seorang tokoh yakni KH. Mahfudz
Ridwan. Beliau salah seorang tokoh pemuka agama yang peduli akan
terciptanya kerukunan umat beragama di Kota Salatiga.
3. Pada tahun 1998 terjadi kondisi politik nasional dan ekonomi nasional
mengalami kekacauan. Sehingga mempengaruhi kondisi sosial-masyarakat
Salatiga yang membuat masing-masing kelompok agama lebih terikat pada
hubungan sosial hanya pada kelompok masing-masing agama. hal ini
dipandang oleh KH. Mahfudz Ridwan sebagai peluang terjadinya konflik
antar agama. Sebagai langkah antisipasi maka KH. Mahfudz Ridwan
mengundang para tokoh agama, lintas agama untuk melakukan pertemuan
di Pondok Pesantren Edimancoro di Desa Gedangan pada tahun 2002.
Melalui pertemuan tersebut maka terjadi interaksi antar tokoh lintas agama
dan meruntuhkan sekat-sekat keagamaan dalam interaksi sosial. Hal ini lah
yang kemudian menjadi sebab munculnya Forum Silaturahmi Umat
Beriman yang kemudian berganti nama menjadi SOBAT. Kelahiran
SOBAT diprakarsai oleh tiga lembaga yakni Edimancoro, LSM Percik dan
Gereja Kristen Jawa (GKJ).
76
4. SOBAT menjadi motor gerakan yang mengusung ide-ide kerukunan umat
beragama dan terwujudnya kerukunan antarumat Beragama di Salatiga.
kondisi Salatiga yang sudah cukup kondusif dalam kerukunan beragama
tidak lantas menjadikan masyarakat puas hanya dalam taraf itu perlu
adanya pemeliharaan kultur toleransi agama yang berkembang di Salatiga.
Melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan SOBAT menjadi wadah atau
sarana bagi masyarakat khususnya generasi muda untuk senantiasa
menjaga kerukunan beragama dalam berbagai kesempatan. Melalui Forum
SOBAT maka digunakan sebagai ajang persahabatan di tengah perbedaan,
hal ini membuktikan kerukunan yang tercipta di masyarakat Salatiga tidak
terjadi begitu saja melainkan diperlukan perhatian dari berbagai pihak
hingga muncul pemahaman bersama untuk saling menghargai,
menghormati serta memahami satu sama lain, perbedaan keyakinan tidak
menjadi halngan namun menjadi kekayaan dalam diri masyarakat sehingga
satu sama lain dapat saling menghargai, menghormati dan memahami.
A. Saran
Sebagai generasi muda hendaknya kita juga memperhatikan
lingkungan sekitar kita, peka dan peduli terhadap lingkungan masyarakat
yang memiliki keberagamaan agama sehingga kita akan menghormati dan
menghargai serta memahami ajaran agama dari orang lain. Wujud
memahami ialah kita dapat ikut serta dalam forum-forum yang konsen
terhadap kerukunan beragama di Salatiga.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Affandi, Nurkholik. 2012. HARMONI DALAM KERAGAMAN (Sebuah
Analisis tentang Konstruksi Perdamaian Antar Umat Beragama.
Vol: XV. NO.1
Alfaqi, Mifdal Zusron. 2015. Memahami Indonesia Melalui Prespektif
Nasionalisme, Politik Identitas, Serta Solidaritas, Jurnal
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Th. 28, Nomor 2.
Agustus 2015.
Buana, Putri Marsita, Imam Buchori. 2015. Pengaruh Pembangunan
Jalan Lingkar Selatan Salatiga Terhadap Perubahan Karakteristik
Sosial Ekonomi Penduduk di Sekitarnya, Semarang: Biro Penerbit
Planologi Undip.
BPS Salatiga Dalam Angka Tahun 2016
BPS Salatiga Dalam Angka Tahun 2015
Dhave, Dhanand. 2012. Salatiga, Nostalgia Masa Lalu Bersama
Bangunan Tua, Ferdianto Andre dkk. 2015 Inisiatif Perdamaian
dan Resolusi Konflik Secara Damai di Jawa Tengah, Laporan
Field Trip “Peningkatan Pemahaman Perdamaian Berspektif HAM
dan Islam”, Salatiga: CSRC.
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, Jakarta: Pt Raja
Grafindo
Horikoshi, Hiroko. 1987. Kiai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M.
Lestari dkk. 2015. Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural
Indonesia di Tengah Kehidupan Sara, Jurnal Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan.
Ma‟mun, Suk‟ron. 2013. Pluralisme Agama dan Tolerasnsi dalam Islam,
Perspektif Yusuf Al-Qaradhawi. HUMANIORA Vol.4 No.2
Oktober 2013: 1220-1228.
Marisan, Apolos. 2013. Dinamika Interaksi Sosial dan Integrasi Budaya :
Antara Komunitas Migran dan Lokal di Distrik Wanggar
Kabupaten Nabire Provinsi Papua, Jayapura: Balai Pelestarian
Nilai Budaya Jayapura.
Muchar, Ghazali Adeng. 2014. Membangun Kerukunan Lewat Madrasah,
disampaikan pada acara Workshop pendidikan toleransi
beragama, Yayasan Serikat Masyarakat Untuk Toleransi
beragama (SEMESTA), Tasikmalaya: Graha Asia Plaza.
Musa, Ali Masykuri, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur ,PT Gelora
Aksara Pratama Erlangga.
Pamungkas, Setyo. 2013. Mengatur Kerukunan Beragama di Indonesia:
Membebaskan atau Mencederakan? *Mengkritisi RUU Kerukunan
Umat Beragama dalam Perspektif Kekristenan. Salatiga: Unit
Pelayanan dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Satya
Wacana.
Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah
Yogyakarta:Graha Ilmu.
Rangkuman SEMINAR yang disusun dari beberapa acara serial diskusi
ilmiah/akademik yang diselengarakan AIFIS bekerjasama dengan
BEM Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga dengan
topik: Pluralisme dan Multikulturalisme di Indonesia, 2015.
Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga.
Sapendi. 2012. Pendidikan Pluralisme Agama (Membangun Hubungan
Sosial Lintas Agama di Sekolah. Jurnal Khatulistiwa-Journal Of
Islamic Studies Volume 2 Nomor 2 September 2012.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah , Yogyakarta: Ombak.
Skripsi, Badri Naufal ACH. 2014 Peran Kiai Dalam Menjaga Kerukunan
Masyarakat Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan Madura, Yogyakarta, Universitas Islam
Negeri Islam Sunan Kalijaga.
Skripsi, Maharani Lutvia. 2009. Pengambilan Alih Kota Salatiga dari
Kekuasaan Belanda ke Pemerintah Republik Indonesia.
Uchjana, Onong. 1990,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Jakarta: PT
Raja Grafindo.
Widagdo, Haidi Hajar, Esensia Jurnal Ilmu-ilmu Ushuludin “ Agama dan
Konflik Sosial”,
WWW. Bersatu.Com. pada 13 September 2017 pukul 10.36
WWW.KOMPASIANA.COM. Pada 13 September 2017 pukul 10.57
B. Sumber Lisan
Wawancara dengan bapak Singgih pada Kamis 7 september 2017, di
Kampung Percik, Kota Salatiga.
Wawancara dengan Gus Hanif selaku putra bungsu dari KH.Mahfud
Ridwan pada Kamis 14 September 2017 di Pondok Pesantren
Edimancoro Desa Gedandangan Kecamatan Tuntang.
Wawancara dengan Ibu Samodhana sebagai Bikshuni melalui via email.
Wawancara dengan Sukla pada Senin 18 September 2017 di Rumah Dinas
Kepolisian Banyubiru.
Wawancara dengan bapak Agung pada Selasa 19 September 2017 di
Percik salatiga.
Wawancara dengan bapak Akbar seorang aktivis yang konsen dengan
kegiatan kegiatan kerukunan beragama sekaligus sebagai anggota
KITA FAMILY pada Selasa 19 September 2017 di Percik Salatiga.
Wawancara dengan bapak Rene Manopo pada hari Rabu 20 September
2017 di Angkringan Kota Salatiga.
Wawancara dengan isrti KH. Mahfudz Ridwan yaitu ibu Nafisah pada hari
jum‟at 29 September 2017, di Kediaman Ibu Nafisah atau pondok
pesantren Edi Mancoro.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN BAPAK RENE MANOPO PEMUKA
AGAMA KATOLIK
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai Kerukunan Umat Beragama di
Salatiga
Jawab: sebenarnya sih kalau menurut saya dari pandangan kaca mata
pribadi, mengenai Kerukunan Umat Beragama di Salatiga sampai saat ini
itu sangat baik, hampir diberbagai tempat di Indonesia kami tinggal itu
yang sangat baik di Saltiga, itu terbukti, semisal saya di Gereja ada
saudaranya yang menikah saya melihat banyak orang-orang muslim yang
datang untuk mengikuti acaranya, sedangkan ditempat lain itu kan
susah,kadang-kadang mohon maaf ya, melihat Gereja aja merasa alergi
dan sebaliknya. Di sini enggak karena, saya mungkin melihat dari akar
budaya disini dari jaman dulu dari berbagai macam daerah kumpul disini
dan akhirnya itu bisa tercipta seperti itu. Dan kami juga memutuskan
untuk tinggal di Salatiga ya karna hal itu, selin nyaman Kotanya dan
toleransi agamanya sangat baik.
2. Pernah ada konflik antar agama di Salatiga
Jawab: sejauh ini sih belum ada, paling yang kemarin aja pas kasus
deklarasi MPI itu, tapi itu bukan konflik sebenarnya, karena hampir semua
dari temen-temen menolak dan belum menjadi konflik, Cuma dari segi
pandangan, Cuma masyarat itu menolak aja.
3. Bagaimana interaksinya antar umat beragama
Jawab: Di sini sangat baik interaksinya, saya bisa melihat banyak bukti
misalnya di RT, ada yang meninggal bukan umat muslim, tapi tetap
datang, mereka tetap membantu mempersiapkan. Dan obrolan antara kiai ,
pendeta itu juga sangat baik, apapun agamanya, apapun kepercayaanya
kita harus fanatik kedalam dirinya masing-masing, tapi diluar kita
mengganggapnya kita itu NKRI, kita satu negara, satu tanah air, kita itu
sama-sama manusia diciptakan sama.kembali dalam diri fanatisme harus,
kalau tidak bahaya mau arah kemana kita.
4. Bagaimana tanggapan atau respon masyarakat mengenai adanya
Kerukunan Umat Beragama.
Jawab: yang kami tau ya, sangat apresiatif karena di situ kita, banyak
berdiaolg
5. Hubunganya Percik dengan Gereja dan pondok pesantren Edi Mancoro
Jawab: hubunganya sangat baik, dan itu tidak hanya di lingkup kampung
percik, Gereja maupun Edi Mancoro melainkan dengan berbagai macam
elemen, dari berbagai agama termasuk dari kepercayaan aliran, itu sangat
baik, itu dikalangan kaum mudanya. Kami setaip tahun ada acara bagi-
bagi takjil, dan puasa-puasa terakhir kami mengadakan buka puasa
bersama di Gereja itu biasa di ikuti masyarakat karena kita memang
menyediakan untuk berbuka puasa untuk teman-teman muslim dan itu
sudah hal biasa, Menyediakan tempat solat untuk umat muslim. Secara
statistik Nasional Kota Salatiga peringkat ke-2 sebagai kota toleransi. Nah
tapi toleran di Salatiga itu bisa menjadi kekuatan buat NKRI dan bisa
pula menjadi ancaman bagi NKRI, karena terkadang orang berfikir udh
toleran jadi sudah aman, padahal enggak kadang kita terlena di situ, karena
merasa semua aman, kita sudah tidak menjaga lagi toleransinya. Kita
nggak tau kalau ternyata ada unsur-unsur lain yang masuk dan akhirnya
malah tidak menjadi aman, malah menjadi intoleransi yang muncul karena
orang-orang yang merusak toleransi itu orang-orang dimana toleransi itu
sangat kuat, mereka cederung akan masuk kesitu. Dalam hal itu mereka
bisa mengoyang itu paling tidak secara nasional maupun dunia mereka
akan nampak.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN BAPAK AGUNG PEMUKA AGAMA
KRISTEN
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai Kerukunan Umat Beragama di
Salatiga
Jawab: maksutnya, ya kalau interaksi ya baik ya selama ini masing-
masing, khususnya yang saya lihat di tingkat elite itu relasinya cukup baik,
walaupun kalau saya melihat juga di tingkat yang lebih bawah itu
relasinya baik dalam masyarakat. Tetapi karena salatiga ini berkembang
banyak pendatang, banyak perumahan sehingga budaya baru yang masuk,
paling nggak ada pola pikir yang berubah, sehingga keharmonisan antar
agama dalam praktik keseharian itu kadang-kadang memang ada
pergesekan, dan ini memang perlu selalu diperhatian oleh tokoh-tokoh
agama. jadi bisa di lihat dari beberapa kasus, kasusnya memang kecildan
cenderung kepersoalan lokal, lokal disini maksudnya tidak seluruh
Salatiga, tapi mungkin ada di institut, ada persoalan misalnya ada
pendirian gereja itu perijinanya kadang dipersulit, ini menunjukan
bagaimana relasi antar agama dalam kehidupan seharai-hari dalam
masyarakat. Memang belum sampai pada konflik yang luas yang
mengakibatkan kerusuhan, ya memang karena tokoh-tokoh agama di
Salatiga cenderung menjaga, sehingg Salatiga samapi sekarang belum
pernah ada gejolak yang besar, gejolak-gejolak itu hanya skup kecil,
namun hal tersebut harus di waspadai karena kalau ini tidak dikelola
konflik-konflik di lokal berakibat perluasan konflik dan menjadi bahan
konflik. Memang juga perlu dimengerti bahwa dunia pendidikan juga bisa
mempengaruhi kehidupan keberagamaan, karena sekarang cenderung
melalui pendidikan, doktrin itu semakin kuat masuk kedalam anak-anak.
Yang beberapa penelitan yang dilakukan oleh beberapa lembaga
itumengatakan bahwa itu di anak-anak sudah dididik sangat kuat didalam
agamanya, tetapi tidak kuat dalam membangun relasinya, justru mereka
membentengi kotak-kotak agama itu semakin kuat, mereka hendak
dikuatkan kedalam nah ini yang memang harusnya seimbang, nah
perkembangan itu yang sekarang juga sebetulnya mulai tampak. Dalam
dunia pendidkan sangat penting untuk dibentuk misalnya di buat forum
SOBAT anak, dalam hat tersebut kita bisa saling mengenal tradisi satu
sama lain dari berbagai agama. sehingga rasa kecurigaan bisa di hilangkan.
Dengan persahabatan itu hendak membangun saling percaya.
2. Hubungan Percik dengan Edi Mancoro itu seperti apa
Jawab: ya kami sebenarnya dengan Edi Mancoro bersahabat, awalnya itu
jaman-jaman reformasi, dari pihak Percik bapak Prajarta selaku Direktur
Percik mengambil studinya tentang Islam dan beliau tinggal beberapa
lama di pondok pesantren di Pati tempatnya almarhum kiai Sahal Mahfud,
dia bisa di sana karena ada kedekatanya dengan Gus Dur dan mendapat
rekomendasi untuk bisa tinggal disana melakukan penelitian, nah Gus Dur
dengan KH. Mahfud Ridwan kan juga kenal dekat, sehingga sering kali
ada pertemuan waktu itu dengan Gus Dur membuat forum kebajikan di
situ dengan KH. Mahfud Ridwan, nah dari situ-lah mulai relasi
pertemanan, sehingga ketika ada di waktu krisis moneter itu, KH. Mahfud
melihat bahwa ini potensi konflik di salatiga bisa saja terjadi, karena
waktu krisis moneter itu yang kristen berbagi dengan umat yang kristen
saja , yang Islam dengan yang Islam saja, sehingga beliau merasa bahwa
benteng atau kotal-kotak itu semakin kuat, mulai dari situ mereka
bersama-sama membuat yang dinamakan Forum Gedangan, karena waktu
itu pertemuanya di Gedangan, dari situ kita berusha bergerak berama-sama
untuk menangani krisis moneter, nah berlajut lagi terus sampai kemudian
tahun 2002 kita mempertemukan kiai dengan pendeta, karena kami
melihat bahwa relasinya masih sangat dipermukaan saja, jadi relasinya
tokoh agama itu ya ketika ketemu dalam forum-forum formal yang
diadakan oleh pemerintah mereka bisa saja berbicara, ngobrol, tetapi
ketika mereka kembali lagi sudah lain. Kita melihat bahwa ada persoalan
sakit hati yang muncul karena sejarah-sejarah agama-agama, bagaimana
agama masuk ke indonesia, geseskan-gesekan itu terus menumpuk
dimanapun itu termasuk di Salatiga, dimana banyak pendatang dari luar,
pengaruh budaya , pola pikir. Kemudian kita mencoba menghilangkan
sakit hati, pertemuan tahun 2002 menjadi tongak lahirnya forum SOBAT,
nah Forum SOBAT ini sebenarnya spiritnya adalah membangun
pertemanan, membuka sekat-sekat, menghilangkan kecurigaan,
menumbuhkan saling percaya.
3. Respon masyarakat mengenai Kerukunan Umat Beragama di Salatiga
Jawab: sebenarnya respon masyarakat, menurut pemaparan saya, kita juga
harus ada dimana perkembangan pluralisme semakin kuat, perkembangan
kelompok yang dianggap radikal juga semakin kuat dan itu ada di Salatiga,
dari berbagai macam tantangan. Jika dilihat dari respon masyrakat ya ada
yang mendukung ada juga yang tidak.
4. Bagaimana sikap bapak dalam menanggapi perbedaan
Jawab: kalau saya menyikapi, sebuah perbedaan itu adalah kekayaan,
karena tiap masing-masing agama itu bisa berperan dalam masyarakat dan
punya keunikan artinya berbeda dan itu satu sama lainya, bisa saling
menyumbang dan belajar, itu ketika kita menyikapi perbedaan.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN IBU NAFISAH,ISTRI KH.
MAHFUDZ RIDWAN
1. Bagaimana Riwayat Hidup KH. Mahfudz Ridwan
Jawab: KH. Mahfudz Ridwan, atau biasa akrab dipanggil Abah, beliau
lahir di Pulutan pada tanggal 10 oktober 1921, beliau dilahirkan dari
sepasang suami istri dari bapak bernama H. Ridwan dan ibu bernama Hj.
maimunah, beliau adalah lima bersaudara. Yang pertama adalah KH.
Mahfudz Ridwan sendiri, yang kedua bernama bapak Maspur, yang ketiga
bapak H. zainudin, yang keempat bapak H. sonwasi, yang kelima ibu
muaimah. Semasa mudanya digunakan untuk menuntut ilmu di pondok
pesantren dan bisa melanjutkan jenjang pendidikanya sampai ke Bagdad.
Setelah beliau pulang dari Bagdad bertemu dengan sosok yang
sekarang ini menjadi istrinya yaitu ibu Nafisah, dan untuk pendidikanya
ibu Nafisah adalah di SD 1 Gedangan, di SMP 2 Salatiga di SMA 1
Kristen Salatiga dan di UKSW mengambil Hukum. mereka di pertemukan
oleh keluarganya, dan sebelum pulang dari Bagdad ibu Nafisah hanya
diperlihatkan sosok KH. Mahfudz Ridwan dengan foto saja, begitu
sebaliknya. Setelah mereka bertemu Allah berhendak untuk berjodoh dan
akhirnya mereka menikah, dari Pulutan KH. Mahfudz Ridwan pindah dan
menetap di Gedangan. Dari pernikahannya dikarunia 3 putra dan 1 putri,
yang pertama bernama Hamud Wibisono yang kedua Muna Irawati, yang
ketiga Shodiq Prayoga dan yang terakhir Muhammad Hanif.
2. Bagaimana Riwayat Pendidikan KH. Mahfudz Ridwan
Jawab: KH. Mahfudz Ridwan dalam menempuh pendidikan dimulai di SD
pulutan , setelah beliau selesai dan lulus dari SD, beliau menlanjutkan
pendidikanya di pondok pesantren Watucongol setelah selesai di pondok
pesantren watucongol beliau pindah kepondok pesantren Roudhotul
Tholibin di Rembang di bawah asuhan KH. Bisri Mustofa bapak dari Gus
Mus. Setelah itu kembali ke Watucongol lagi untuk berguru lagi dengan
batelhat. Pendidikan beliau berpindah-pindah dari pondok pesantren satu
ke pondok pesantren lainya. Setelah selesai mondok KH. Mahfudz
Ridwan berkeinginan naik haji ke Makkah, beliau berbicara dengan
saudara-saudaranya mau meminjam uang untuk naik haji dan sebagai
gantinya nanti setelah mendapat warisan dari orangtuanya. Perjalanan
yang ditempuh ke Makkah adalah dengan ikut rombongan naik kapal. KH.
Mahfudz Ridwan meneruskan Aliyahnya di Makkah Selama 3 Tahun,
disana beliau ikut dengan Syekh Yasin Al-Fadani. Baru setelah selesai
belajar di Makkah Beliau melanjutkan pendidikanya ke Bagdad.
Keluarga KH. Mahfudz Ridwan tidak tahu secara spesifik
bagaimana beliau pergi dan bisa melanjutkan jenjang pendidikanya di
Bagdad, karena beliau tidak pernah bercerita dengan keluarganya. Namun
dari informasi yang saya dapatkan dengan wawancara bersama istrinya
KH. Mahfudz Ridwan beliau bisa samapai ke Bagdad karena dulunya
beliau pernah mondok di Watucongol dan Tegalrejo, melalui jalur
keilmuan itulah beliau bisa sampai ke Bagdad. Untuk menempuh
pendidikanyan SI di Universitas Bagdad, beliau disana mengambil mata
kuliah di Quryatul Adab Qismus syari‟ah, qismus lughgoh, Qismus tarikh.
Kemudian di Bagdad beliau bertemu dengan sosok yang menjadi
presiden RI yang ke-4 yaitu KH. Abdurrahman Wahid atau biasa di
panggil Gud Dur. Beliau disana satu rumah, satu kontrakan dan satu lab
dalam menempuh pendidikan di Bagdad. Disana antara KH. Mahfudz
Ridwan dengan Gus Dur selalu bertukar argument satu sama lain. Tentang
kehidupannya, pemikiranya.
3. Bagaimana Sosok KH. Mahfudz Ridwan dalam keluarga
Jawab: Beliau itu orangnya sangat sederhana,dan orangnya itu lebih suka
mengutamakan masyarakatnya daripada dirinya, dulu pernah ketika ada
seseorang meminjam uang dengan bapak, dan bapak memberinya padahal
bapak sendiri itu sangant membutuhkan, dan bapak malah bilang masih
ada Allah yang akan membantu kita. Dan mengapa beliau itu mengambil
sifat sederhana, karena beliau memang ma‟rifat kepada Allah, ketika
orang itu sudang mengenal Allah sudah tidak kepengen apa-apa lagi, yang
diinginkan hanya umatnya, masyarakatnya baik.
Dalam keluarga yang berperan penting dalam urusan anak lebih
banyak ibu Nafisah mulai dari mencarikan sekolah, penerimaan rapot,
mengantar sekolah, mengajari belajar dirumah itu selalu saya mulai dari
SD dan bapak pun tidak pernah sekali pergi kesekolahnya. bapak hanya
mendoakan dan percaya kepada saya, tetapi mengenai pendidikan anak ya
saya tetap ngobrol dulu sama bapak mencari solusi yang terbaik buat anak-
anaknya.
4. Siapa Penerus pondok pesantren setelah KH. Mahfudz Ridwan meninggal
Jawab: Pondok pesantren ini tidak diwasiatin, tidak musyawarah untuk
siapa,tetapi otomatis gitu, namun dari empat bersaudara yang mondok
dari awal dan paling lama itu kan hanif yang lainya juga mondok tapi
sebentar-sebentar. Dari empat bersaudara itu kan yang 3 anak saya selau
menambahi sedikit namanya, tapi yang terakhir ini Muhammad hanif tidak
boleh sama bapak ditambahi lagi, udah cukup Muhammad Hanif saja. Dan
delalah itu hanya Hanif saja yang mau mondok lama mau di arahkan
untuk mondok. Karena beliau itu kan tipekalnya tidak memaksakan
kehendak anaknya, beliu itu membebaskan anaknya mau sekolah dimana.
Sehingga ya sampai sekarang ini pondok pesantren di pegang oleh Hanif,
hanya saja apa-apa yang masih bersangkutan dengan beliau ya beliau yang
turun tangan dan setelah beliau sakit kepengurusan pondok diserahkan
kepada hanif . KH. Mahfudz Ridwan sebelum meninggal menderita sakit
terlebih duhulu, dan sakitnya itu berpindah-pindah kadang dibagian
kepalanya dibagian tanganya seperti gejala strok dan akhirnya bapak di
rawat di RSUD Salatiga selama 13 hari di rumah sakit dan 4 hari itu tidak
bisa berbicara dan akhirnya pada hari selasa tanggal 28 mei pukul 14.45,
hari selasa tahun 2017 beliau meninggal di RSUD Salatiga dan
Alhamdulillah beliau meninggal diberi kemudahan. Beliau mengembuskan
nafas terakhir dalam usia 96 tahun.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN BAPAK AKBAR PEMUKA AGAMA
ISLAM
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai Kerukunan Umat Beragama di
Salatiga
Jawab: ya menurut saya, bisa dikatakan baik-baik saja, yang lebih spesifik
kalau saya lihat dari pola-pola relasi dan hubungan-hubungan interaksi
antar kelompok, tidak hanya sekitar sertivisial, lebih kehubungan-
hubungan yang lebih bermakna mendalam, makna mendalam maksudnya
melakukan aktifitas-aktifitas secara bersama-sama,menbagun kegiatan-
kegiatan perdamaian bersama-sama, itulah yang dianggap dialog pansis
diantara anggota masyarakat. Jadi ketika bekerja, berinteraksi, itu sudah
tidak ada lagi sebagai representasi oh saya ini Islam, dia itu Kristen,
Budha dan lainya, tidak lagi begitu, jadi yes-yes atau kotak-kotak
sekredasi itu tidak diperlukan lagi. Dengan begitu interaksi akan mudah
tanpa ada bayangan-bayangan. Toh namanya simbol, identitas agama itu
kan sejatinya kita beragama itu bukan pilihan tipi given atau pemberian.
Karena kita mengikuti agama dari orang tua kita, untuk kita mengikuti.
Misalnya di suruh menbaca al-quran, surat alfatihah, ya kita akan
mengikutinya. Kita diwarisi sebuah nilai, alasanya memang orang tua
tidak salah, mengajari agama itu tujuanya memang untuk sesuatu yang
baik, kalau kita diajarkan sesuatu untuk kebaikan kenapa tidak kita jaga,
dan kemudian kita berinteraksi dengan agama-agama lain itu sebenarnya
untuk mengimplementasikan nilai-nilai positif dalam keagamaan, seperti
saling menghormati, saling menghargai, membangun kebersamaan itulah
wujud dari kerukunan umat bergama. Konflik antar agama di Salatiga ada
Cuma tidak signifikan, artinya konflik itu muncul tidak sesuatu yang
datang secara internal selalu ada faktor ekternal yang mempengaruhinya,
dan itu yang saya amati. Orang beragama itu sebenarnya bukan untuk
menciptakan konflik antar umat beragama. konflik yang ada biasanya
masalah pendirian tempat ibadah dan itu penyebabnya bukan dari
masyarakat melainkan dari pengaruh luar.
2. Bagaimana interaksi maupun komunikasi antar umat beragama di Salatiga
Jawab: interaksinya baik, dalam kehidupan masyarakat normal di Salatiga,
misalanya interaksi antar pemuka agama selalu berinteraksi dengan positif,
rasa saling menghormati sangat kuat, mereka sadar betul posisi mereka
adalah sebagai figur pertama dalam agama, ada tanggung jawab
keteladanan, kalau tidak bisa meneladani ya tidak mampu mencerminkan
sikap positif di masyarakat.hubungan antar tokoh di salatiga sangat baik,
misalnya pendeta kangen sama kiai itu sudah hal biasa. Salatiga itu di
kenal dengan Kota damai dan kota Toleran Ke-2 setelah Sumatra. Contoh
lain di UKSW itu universitas yang welcome dengan berbagai agama.
3. Adanya isu-isu kristenisasi atau islamisasi kira-kira mengganggu tidak
untuk kerukunan umat beragama di Salatiga
Jawab: sebenarnya kristenisasi, Islamisasi muncul karena cara pandang,
sudut pandang, cara pandang itu dikuasai dengan cara pikir tertentu, kalau
cara pikirnya itu politis maka kemudian dia hanya berpikir politis, orang
tidak pernah bisa berfikir positif, memandang setiap kelompok agama itu
selalu dicurigai jadi akan muncul isu kristenisasi dan islamisasi.
Sebenarnya menempatkan cara pandang berpikir politis ditempat yang
salah, maka dia tidak akan pernah bisa memahami segala sesuatu, benar
nggak sih sebenarnya ada itu, karna apa sebenarnya memahami konteks
sosial masyarakat pemahamanya sesacar sosiologis, artinya melihat secara
sosiologis itu kan melihatnya konteks relasi, hubungan kerja itu
bagaimana.
TRANSKIP WAWNCARA DENGAN MAS SUKLA PEMUKA AGAMA
HINDU
1. Bagaimana pendapat anda mengenai kerukunan umat beragama di
Salatiga?
Jawab : kalau kita di Salatiga sebagai agama yang minoritas bahkan bias
dikatakan sangat minor, bahkan sama umat konghucu pun lebih banyak
konghucu dibandingkan hindu dan dari dampak itu juga kita tidak begitu
berdampak yang sangat diskriminasi sih menurut saya, kenyataannya kita
bias menjalankan ibadah dengan baik dan lancer bahkan ketika kita minta
bantuan pada saudara-saudara umat keyakinan lain tuh kita juga
mendapatkan bantuan itu. Untuk respon kerukunan beragama di salatiga
itu sanga tbaik, dan sangat bias dijadikan contoh untuktempat-tempat lain
karena dengan minimnya agama saya dari sudut pandang hindu itu pun
tidak merasakan diskriminasi.
2. Bagaiamana pendapat anda tentang persinggungan agama?
Jawab: saya di Salatiga tidak mengalami itu, kemudian dan umat di
Salatiga tidak pernah mengalami persinggungan bahkan kita dengan
agama Kristen pun kita bias melakukan natal kegiatan kebersamaan sosial
di gereja ketika kaya umat saudara muslim pun kita juga bias melakukan
kaya apa itu bagi-bagi takjil kita juga melakukan itu jadi tidak ada
persinggungan apa-apa. Sejauh ini yang saya lakukan.
3. Bagaimana pendapat anda tentang perbedaan?
Jawab : perbedaan itu dari sudut pandang kita sesama manusia jadi untuk
melakukan komunikasi atau menjalin hubungan secara perseorangan
manusia antar manusia karena kita dihindu mengenal agama 3 penyebab
kebahagian yaitu hubungan manusia dengan alam, yang kedua manusia
dengan manusia dan yang ketiga manusia dengan Tuhan, jadi kalau
masalah perbedaan tadi hanya masalah yang kedua tadi perbedaan
keyakinan antara manusia dengan manusia ketika kita bias menjalaninya
dengan sesame dari sudut pandang masing-masing bias jadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
4. Bagaimana pendapat anda tentang agama hindu dalam organisasi SOBAT
memandang kerukunan itu seperti apa?
Jawab: kita di Salatiga dari saya perwakilan dari agama Hindu kita tidak
melakukan apa-apa secara sendiri, terutama diruang lingkup lintas Iman
kita melakukan kegiatan sebagaimana mestinya perlu kita saling menolong
bias dilakukan dari sudut pandang agama lain. Jadi ketika saudara kita
beragama apapun ruang lingkupnya salatiga kita bias membantu kita bias
membagi ketika kegiatan bias dilakukan tidak harus diagama itu, mungkin
dari agama lain.
5. Bagaimana respon masyarakat salatiga tentang keberadaan sobat muda?
Jawab : bagus, bahkan kita pun juga komunikasinya ketika mengadakan
kegiatan juga langsung walikota, jadi kita bukannya untuk mencari nama
tapi kita melakukan sekecil apapun kegiatan lintas iman itu pun dinaungi
oleh pemerintah Salatiga, jadi apapun kegiatannya kita melakukan
berperan aktif dari sebisanya kita semampunya kita dari kapasitas masing-
masing karena kita masih muda kalau kenyataannya kita yang didalamnya
kan muda-muda Cuma semangatnya aja tetep muda karna dari saudara
budha pun juga tidak muda, ya Cuma semangatnya kita saja melakukan itu
jadinya tidak menggunakan AD/ART secara formal dipermerintahan
jadinya kita setiap melakukan kegiatan kita meminta ijin atau
memberitahukan kepada pemerintah kapolres, ke wali kota salatiga
tujuannya agar apa yang kita lakukan dari kapasitas kita sebisanya yang
kecil itu tadi bias bermanfaat bagi salatiga. Contoh kegiatan lintas imanya
itu kita melakukan diskusi lintas iman dari tidak dari tuan rumahnya kita
Hindu atau islam atau nasrani tapi kita di lintas imannya sendiri kita semua
jadi tuan rumah untuk mengadakan diskusi dengan petinggi hindu,
petinggi nasrani ataupun dari umat muslim dan kita juga melakukany
outcamp kegiatan lintas iman anak-anak muda yang beneran untuk
melakukan kegiatan bersama dalam ruang lingkup lintas iman agar
bermanfaat secara praktiknya tidak hanya teori. Bisa ditingkatkan ketika
teman-teman melakukan puasa pun kita juga bias menghormati dan teman
teman yang muslim pun beliau yang berpuasa pun juga menghormati
bahkan di salatiga tidak ada perbedaan menjelang idul fitri atau tidak
karena semua mempunyai kesadaran masing-masing yang jelas untuk
kesadaran beragamanya cukup tinggi baik yang mayoritas maupun
minoritas. Interaksinya cukup baik, bahkan kita sering berbicara formal
bahkan kita sampai lupa berada di lingkup yang berbeda seperti itu. Di
Salatiga urutan kedua kerukunan umatberagama yang cukup bagus.
Recommended