View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PERBEDAAN PEMAHAMAN KONSEP KIMIA SISWA YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN SAINS-TEKNOLOGI-MASYARAKAT (STM)
DAN YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN KONVENSIONAL
OLEH FAUZAN MUNIR
NIM: 102016023841
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “PERBEDAAN PEMAHAMAN KONSEP KIMIA SISWA YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN KONVENSIONAL”, disusun oleh Fauzan Munir, NIM 102016023841, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Kimia.
Jakarta, 6 September 2010
Pada Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA) Baiq Hana Susanti, M.Sc .............. ...................... NIP. 19700209 200003 2 001 Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA) Nengsih Juanengsih, M.Pd .............. ...................... NIP. 19790510 200604 2 001 Penguji I Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si .............. ...................... NIP. 19540310 198803 1 001 Penguji II Burhanudin Milama, M.Pd .............. ...................... NIP. 19770201 200801 1 011
Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003
i
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini dilakukan pada kelas X-2 di MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta Selatan dengan jumlah sampel 31 dan sebagai kelas kontrol yaitu kelas X-1 dengan jumlah sampel 31. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan sampel dengan memilih kelompok (cluster) secara acak. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah pendekatan STM dan pendekatan konvensional, sedangkan variabel terikat (Y) adalah pemahaman konsep kimia siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal bentuk pilihan ganda dengan alternatif lima pilihan jawaban sebanyak 35 butir soal. Setelah uji validitas dan reliabilitas diperoleh 20 soal yang dijadikan instrumen untuk mengukur perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji-t. Pemahaman siswa tentang minyak bumi dan petrokimia pada kelas yang diberi perlakuan dengan pendekatan konvensional (kelas kontrol) memiliki skor rata-rata 58,13. Sedangkan pemahaman siswa tentang minyak bumi dan petrokimia pada kelas yang diberi perlakuan dengan pendekatan STM (kelas eksperimen) memiliki skor rata-rata 66. Dari pengujian hipotesis melalui uji-t didapat thitung > ttabel yaitu thitung = 2,42 sedangkan ttabel = 2,00, hal ini memperlihatkan adanya perbedaan pemahaman konsep kimia yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.
ii
KATA PENGANTAR
Mengawali penulisan skripsi ini, penulis ingin memanjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan ridha-Nya skripsi yang
berjudul “Perbedaan Pemahaman Konsep Kimia Siswa yang Diajarkan dengan
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang Diajarkan dengan
Pendekatan Konvensional” ini dapat penulis selesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam proses
penyelesaian skripsi ini, yakni:
1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Zurinal Z, dan Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku dosen
pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan
motivasi serta banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah
mentransfer ilmu pengetahuannya kepada penulis sejak awal masuk sampai
berakhirnya masa perkuliahan.
5. Bapak Drs. Haris Makhri, selaku Kepala MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta
Selatan yang telah memberikan izin dan memberikan fasilitas kepada penulis
dalam penelitian ini.
6. Bapak Ismiyanto, S.Pd, selaku Guru Mata Pelajaran Kimia MA Al-Khairiyah
Mampang Jakarta Selatan yang juga telah memberikan izin dan memberikan
informasi serta saran kepada penulis dalam penelitian ini.
7. Sahabat-sahabat angkatan 2002 program studi pendidikan kimia dan
pendidikan biologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
iii
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
ikut berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini secara khusus penulis dedikasikan untuk Ayahanda Muhammad
Nur dan Ibunda Masliyah tersayang serta isteri tercinta, Iimmatissa’diah, yang
terus menerus mendo’akan penulis dan memberi dukungan baik moril maupun
materil. Semoga Allah membalas kebaikan mereka semua dengan pahala yang
berlipat ganda. Amin.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABTRAK ....................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................ 8
C. Pembatasan Masalah ........................................................... 8
D. Perumusan Masalah ............................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................ 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian .................................................. 10
BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretik .............................................................. 11
1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat ...................... 11
2. Pembelajaran Konvensional ........................................... 22
3. Pemahaman Konsep Kimia ........................................... 25
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................. 39
C. Kerangka Berpikir .............................................................. 39
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ............................................ 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 43
B. Variabel Penelitian .............................................................. 43
v
C. Metode dan Desain Penelitian ............................................. 43
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ............. 46
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 47
F. Teknik Analisis Data .......................................................... 52
G. Hipotesis Statistik ............................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) di MA Al-Khairiyah Jakarta Selatan ...... 56
B. Pemahaman Konsep Kimia Siswa ....................................... 58
C. Pengaruh Pendekatan STM dan Pendekatan Konvensional
dalam Pembelajaran Kimia terhadap Pemahaman Konsep
Kimia Siswa ........................................................................ 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 65
B. Saran .................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 67
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat .................................................... 11
2. Diagram Distilasi Minyak Bumi ............................................................. 35
3. Bagan Kerangka Berpikir ....................................................................... 41
vi
DAFTAR TABEL
1. Fraksi Minyak Bumi ................................................................................ 36
2. Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design ........................... 45
3. Prosedur Perlakuan Penelitian ................................................................. 45
4. Indikator dan Item Soal Instrumen Penelitian .......................................... 47
5. Jadwal Kegiatan Penelitian ...................................................................... 71
6. Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ................................... 84
7. Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Hasil Uji Instrumen .................... 85
8. Validitas Soal Instrumen ......................................................................... 88
9. Tingkat Kesukaran Soal .......................................................................... 91
10. Perhitungan Daya Pembeda Soal ............................................................. 92
11. Daftar Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal ................ 94
12. Jawaban Instrumen Penelitian Kelas Kontrol ........................................... 111
13. Jawaban Instrumen Penelitian Kelas Eksperimen .................................... 112
14. Selisih Siswa Menjawab Benar ................................................................ 112
15. Skor Pemahaman Siswa Kelas Kontrol .................................................... 113
16. Skor Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen ............................................. 114
17. Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol........................................................... 115
18. Uji Normalitas Liliefors Kelas Kontrol..................................................... 116
19. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ................................................... 118
20. Uji Normalitas Liliefors Kelas Eksperimen .............................................. 119
21. Perhitungan Uji Homogenitas .................................................................. 121
22. Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol .......................................................... 123
23. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ................................................... 124
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian .................................................. 71
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................................... 72
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ............................................................... 76
Lampiran 4 Soal Uji Coba Instrumen ....................................................... 77
Lampiran 5 Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ................ 84
Lampiran 6 Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Hasil Uji Instrumen .. 85
Lampiran 7 Perhitungan Validitas Soal Uji Coba Instrumen .................... 87
Lampiran 8 Perhitungan Uji Reliabilitas Soal Uji Coba Tes ..................... 90
Lampiran 9 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal .................................... 91
Lampiran 10 Perhitungan Daya Pembeda Soal ........................................... 92
Lampiran 11 Daftar Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda....... 94
Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa .............................................................. 95
Lampiran 13 Soal Instrumen Penelitian ..................................................... 107
Lampiran 14 Hasil Jawaban Instrumen Penelitian ...................................... 111
Lampiran 15 Skor Pemahaman Siswa ........................................................ 113
Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ............................ 115
Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ...................... 118
Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas ............................................... 121
Lampiran 19 Hasil Perhitungan Uji-t ......................................................... 123
Lampiran 20 Luas Dibawah Lengkungan Kurva Normal Dari 0 – Z ........... 126
Lampiran 21 Nukilan Tabel Nilai ”t” untuk Berbagai df ............................ 127
Lampiran 22 db Pembilang dan db Penyebut ............................................. 129
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan keharusan mutlak bagi setiap manusia.
Pendidikan adalah suatu proses yang berfungsi membimbing anak didik dalam
kehidupan sesuai dengan tugas dan perkembangannya yang harus dijalani oleh
anak didik. Pendidikan merupakan salah satu cara manusia untuk memperoleh
ilmu pengetahuan. Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan tersebut
seseorang haruslah belajar karena belajar sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan sumber daya manusianya.
Sekolah adalah tempat di mana siswa dan guru melakukan proses
pembelajaran. Di tempat ini siswa dididik, belajar dan diharapkan
mendapatkan hasil belajar yaitu perubahan dalam dirinya. Perubahan atau
hasil belajar yang diharapkan adalah mencakup perubahan dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar bergantung kepada banyak hal atau faktor. Faktor-faktor
yang berpengaruh dalam proses belajar banyak jenisnya namun secara garis
besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (yang ada dalam
diri individu yang sedang belajar) dan faktor eksternal (yang ada di luar diri
individu yang sedang belajar).1 Agar belajar berhasil maksimal, faktor-faktor
pendukung belajar perlu diupayakan sebaik mungkin.
Salah satu faktor di luar diri individu yang sedang belajar yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu metode dan pendekatan mengajar. Siswa
akan dapat belajar dengan lebih baik jika pendekatan dan metode mengajar
yang digunakan oleh guru tepat, efisien, dan efektif.2 Kreativitas guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode
1 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), h. 54. 2 Slameto, Belajar..., h. 69.
2
dan pendekatan mengajar sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat
berlangsung optimal.
Di antara pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran
adalah pendekatan konvensional. Pendekatan konvensional merupakan
pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya
lebih terpusat pada guru. Guru sebagai subjek pengajar dalam kegiatan
pembelajaran dan siswa sebagai objek yang diajarkan.
Pendekatan konvensional biasa dilakukan melalui ceramah, cara klasik
yang hingga kini masih banyak digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru
datang ke kelas, memberikan bahan pelajaran dengan topik tertentu selama
waktu tertentu pula. Metode ini biasa digunakan bila guru akan memberikan
informasi dan kapasitas kelas yang terlalu besar atau kelas dengan jumlah
siswa yang terlalu banyak sehingga menyulitkan bila menggunakan metode-
metode lain.
Dengan menggunakan pendekatan konvensional dalam pembelajaran,
alokasi waktu hampir dapat dipastikan dapat diplot dengan tepat karena
segalanya tergantung pada guru. Keseluruhan bahan pelajaran sesuai
kurikulum pun dapat disampaikan kepada siswa. Pendekatan konvensional
dengan metode ceramah merupakan cara yang praktis, dapat digunakan untuk
mengajar siswa tingkat menengah dan dapat digunakan pada kelas yang besar
jumlah siswanya.
Namun metode-metode konvensional dalam pembelajaran misalnya
metode ceramah yang sering dipakai oleh guru mempunyai kelemahan-
kelemahan, di antaranya yaitu dapat menghalangi respons siswa, kurang
menarik, sulit digunakan untuk anak-anak, membatasi daya ingat, dan kurang
menjamin bahwa siswa dapat menangkap dan menguasai apa yang telah
diajarkan oleh guru.
Guru tidak dapat mengetahui secara pasti sampai sejauh mana siswa
telah memahami pelajarannya karena siswa yang hanya duduk, mendengar,
mencatat dan menghafal belum menandakan bahwa mereka telah mengerti
3
penjelasan guru dan penjelasan guru juga dapat ditafsirkan lain oleh siswa
sehingga terjadi kesalahpahaman konsep dalam memahami materi.
Metode ini pun kurang mendukung terjadinya proses perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Hal ini disebabkan dalam kegiatan
belajar mengajar, guru berperan sentral dan guru sebagai sumber ilmu yang
hanya mentransfer ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek
kognitif saja.
Kegiatan siswa yang hanya duduk, mendengar, mencatat dan
menghafal tentu saja membosankan bagi siswa. Siswa yang menjadi bosan,
mengantuk, dan pasif dalam pembelajaran, tentu tidak dapat membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan motivasi siswa untuk belajar
serta perhatian siswa dalam belajar.
Salah satu rumpun mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah
ilmu pengetahuan alam atau sains yaitu ilmu yang mempelajari mengenai
gejala-gejala alam dan hukum-hukum alam.
Sains memiliki beberapa definisi, yaitu: proses memperoleh informasi
melalui metode empiris (empirical method); informasi yang diperoleh melalui
penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis; dan suatu
kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat
dipercaya dan valid.3
Berdasarkan tiga definisi tersebut, sains mengandung dua elemen
utama, yaitu proses dan produk yang saling mengisi dalam derap kemajuan
dan perkembangan sains. Sains sebagai produk meliputi sekumpulan
pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip,
generalisasi, teori dan hukum-hukum, serta model yang dapat dinyatakan
dalam beberapa cara. Sains sebagai suatu proses merupakan rangkaian
kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk
menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang lazim disebut
3 Uus Toharudin, Sains dalam Pembelajaran di Sekolah, http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2007/012007/05/wacana.htm, 5 Januari 2007.
4
produk sains.4 Sains sebagai proses meliputi sikap-sikap dan keterampilan-
keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk mencapai produk sains.
Sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan disebut dengan sikap ilmiah,
sedangkan keterampilan-keterampilannya disebut dengan keterampilan proses
sains.
Pada sekolah tingkat menengah atas, salah satu mata pelajaran yang
diajarkan yang termasuk dalam rumpun mata pelajaran sains adalah mata
pelajaran kimia yang khusus mempelajari tentang komposisi dan struktur
suatu materi, sifat materi, perubahan materi serta energi yang menyertai
perubahan materi tersebut.
Ilmu kimia memiliki ciri-ciri khusus di antaranya yaitu sebagian besar
materi pelajarannya bersifat abstrak, ilmu yang dipelajari merupakan
penyederhanaan dari yang sebenarnya, dan materi pelajarannya berurutan serta
pengetahuan bidang kimia berkembang dengan cepat.
Pembelajaran sains saat ini masih didominasi oleh penggunaan metode
ceramah yang kegiatannya lebih berpusat pada guru sedangkan kegiatan siswa
hanya mendengarkan penjelasan dalam ceramah tersebut dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting. Guru menjelaskan sains hanya sebatas produk berupa
pengetahuan fakta-fakta sains sedangkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
sains hanya sekedar disampaikan bukan dibimbing untuk memahami konsep
dan prinsip sains. Bahkan sains sebagai proses berupa sikap ilmiah dan
keterampilan proses sains tidak dikembangkan pada diri siswa karena
padatnya materi yang harus selesai dibahas.5
Guru kadang hanya meminta siswa menghafalkan saja apa yang telah
diajarkan oleh guru. Sedangkan belajar tidak akan menjadi bermakna bagi
siswa jika hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang
4 Uus Toharudin, Sains dalam Pembelajaran di Sekolah, http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2007/012007/05/wacana.htm, 5 Januari 2007. 5 Prayekti, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat tentang Konsep Pesawat Sederhana
dalam Pembelajaran IPA di Kelas 5 Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 039 Tahun ke-8, November 2002, h. 774.
5
pengetahuan orang lain.6 Cara ini tentu tidak mengembangkan seluruh
kemampuan intelektual siswa.
Pembelajaran transfer informasi dengan menggunakan metode
ceramah kurang mengaitkan materi pelajaran yang diberikan dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sehingga siswa kurang mampu
menerapkan ide atau pengetahuan yang diperoleh pada berbagai macam situasi
yang dihadapinya.7 Siswa hanya menghafal tanpa memahami konsep yang
diperlukan dalam menerapkannya pada berbagai macam situasi.
Sedangkan dalam teori belajar kognitif, seseorang hanya dapat
dikatakan belajar apabila telah memahami keseluruhan persoalan secara
mendalam (insight). Memahami berkaitan dengan proses mental, yaitu
bagaimana impresi indera dicatat dan disimpan dalam otak dan bagaimana
impresi-impresi itu digunakan dalam memecahkan masalah.
Belajar dengan memahami adalah belajar yang memberikan tekanan
pada dikuasainya materi pelajaran secara menyeluruh (insightful) karena
memahami hubungan satu materi dengan yang lain. Belajar yang bersifat
mekanistik dan tanpa pemahaman dipertanyakan manfaatnya. Pemecahan
masalah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan informasi yang tidak
bermakna. Siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit
apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan
temannya.8
Pelajaran kimia yang sebagian besar konsepnya bersifat abstrak tidak
semuanya dapat diterangkan dengan metode konvensional seperti metode
ceramah. Pelajaran kimia membutuhkan variasi strategi pembelajaran agar
kimia itu menjadi mudah dan menarik bagi siswa.
6 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), h. 28. 7 Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains
Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 13.
8 Trianto, Model..., h. 27-28.
6
Melalui penelitian ini penulis mengemukakan salah satu solusi agar
pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa karena siswa belajar dengan
memahami bukan sekedar menghafal. Penulis mengajukan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran selain pendekatan
konvensional dengan cara melihat perbedaan pemahaman konsep antara siswa
yang diajarkan dengan pendekatan konvensional dengan pendekatan lain
tersebut. Pendekatan tersebut yaitu pendekatan sains teknologi masyarakat
(STM).
Pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) yang merupakan
terjemahan dari Science-Technology-Society (STS) adalah pendekatan
pembelajaran yang memadukan antara sains, teknologi, dan issu yang ada di
masyarakat.9
Pendekatan STM yaitu suatu usaha untuk menyajikan sains dalam
proses pembelajaran dengan mempergunakan masalah-masalah penerapan
sains dan teknologi dari dunia nyata dan kaitannya dengan kehidupan
masyarakat.
Mengapa menggunakan pendekatan STM? Karena pada pendekatan
STM, siswa didekatkan kepada berbagai masalah yang berkembang dalam
masyarakat di mana anak didik tersebut tinggal.
Dalam proses belajar mengajar, setiap anak didik harus didekatkan
kepada berbagai masalah yang berkembang dalam masyarakat di mana anak
didik tersebut tinggal. Dengan mendekatkan anak didik kepada masalah dalam
kehidupan sehari-hari, setiap mata pelajaran akan semakin akrab dengan
kehidupan anak didik. Dengan demikian, proses belajar mengajar lebih
menyenangkan bagi anak didik, yang pada gilirannya membantu anak didik
untuk menerima mata pelajaran dengan baik, bahkan lebih aplikatif pada saat
anak didik selesai belajar kelak.10 Dengan mendekatkan anak didik kepada
9 Pembelajaran Dengan Model STS, http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1
&m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k=347, 27 Nov 2006. 10 Anna Poedjiadi, Mengakrabkan Siswa dengan Masyarakat, http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2005/0705/31/04.htm, 31 Juli 2005.
7
masalah dalam kehidupan sehari-hari, akan mempermudah siswa dalam
memahami konsep kimia yang bersifat abstrak dan rumit.
Namun demikian pendekatan STM, sebuah pendekatan yang
mengaitkan pelajaran kimia dengan contoh-contoh yang sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi siswa di kehidupan masyarakat, masih kurang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran.
Galib menyatakan bahwa dalam kurikulum mata pelajaran sains di
sekolah, pendekatan STM belum diakomodir sebagai salah satu pendekatan
yang relevan untuk pembelajaran sains di sekolah.11
Adapun keistimewaan pendekatan STM yaitu dalam langkah-
langkahnya guru harus mencari isu aktual dulu. Pada saat guru memberikan
tugas kepada siswa, itu berarti guru memberikan rangsangan kepada siswa
untuk mengungkapkan suatu isu. Dengan cara seperti itu, siswa akan lebih
terlatih untuk berpikir, namun tidak melupakan kenyataan di lingkungannya di
mana ia hidup. Dengan demikian, pada gilirannya, anak akan semakin kritis
dan tanggap terhadap berbagai hal yang terjadi pada lingkungannya.
Kelebihan lain dari pendekatan STM adalah pendekatan ini
berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme sehingga memungkinkan
siswa berperan aktif dalam pembelajaran.12
Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM tidak
hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga
menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan
masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak
sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran, siswa
mampu mengkonstruk (membangun) fakta dan konsep dari lingkungan sekitar
yang berhubungan dengan kimia sebagai sumber belajar. Oleh karena dalam
pembelajarannya mengaitkan antara sains, teknologi, dan perannya dalam
11 La Maronta Galib, “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran
Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 39.
12 Prayekti, “Pendekatan...,” h. 775.
8
kehidupan masyarakat, pendekatan STM mempermudah siswa dalam
memahami konsep yang rumit dan abstrak. Siswa belajar dengan memahami
konsep dan tidak sekedar menerima dan menghafalkan materi pelajaran.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah yang
timbul yaitu:
1. Dalam pembelajaran di sekolah, sebagian besar guru hanya mentransfer
ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek kognitif saja
sehingga perubahan yang diharapkan pada diri siswa pada ranah afektif
dan psikomotorik tidak tercapai.
2. Pembelajaran sains saat ini masih didominasi oleh penggunaan metode
ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi
pasif bahkan guru kadang hanya meminta siswa menghafalkan saja apa
yang telah diajarkan oleh guru.
3. Konsep kimia yang sebagian besar bersifat abstrak tidak semuanya dapat
diterangkan dengan metode konvensional namun guru jarang sekali
menggunakan variasi strategi pembelajaran yang dapat mengaitkan konsep
kimia dengan kehidupan siswa sehari-hari.
4. Pendekatan yang mengaitkan pelajaran kimia dengan contoh-contoh yang
sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi siswa di kehidupan
masyarakat seperti pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) kurang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehingga sulit memahami
konsep kimia yang bersifat abstrak dan rumit.
C. Pembatasan Masalah Dari masalah yang telah diidentifikasi di atas, penulis membatasi ruang
lingkup masalah yang akan diteliti agar pemecahannya terfokus dengan jelas
dan karena adanya keterbatasan waktu, kemampuan dan dana yang dimiliki
oleh penulis.
9
Masalah penelitian ini dibatasi pada perbedaan pemahaman konsep
kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan
konvensional. Penelitian ini menganalisis secara statistik apakah dengan
menggunakan pendekatan STM memberikan hasil belajar berupa pemahaman
konsep kimia yang berbeda secara signifikan (berarti) dibandingkan dengan
menggunakan pendekatan konvensional.
Yang dimaksud dengan pendekatan STM dalam penelitian ini yaitu
suatu usaha untuk menyajikan sains dalam proses pembelajaran dengan
mempergunakan masalah-masalah penerapan sains dan teknologi dari dunia
nyata dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya
lebih terpusat pada guru. Pendekatan konvensional dalam penelitian ini
dengan menggunakan metode ceramah.
Yang diukur dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep kimia
siswa. Konsep kimia yang diteliti difokuskan pada pelajaran kimia SLTA
kelas X dengan bahan kajian minyak bumi dan petrokimia. Siswa dalam
penelitian dibatasi pada siswa kelas X Madrasah Aliyah Al-Khairiyah
Mampang Prapatan tahun ajaran 2008/2009.
D. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia siswa
yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan
pendekatan konvensional?
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris perbedaan
pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan
yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.
10
F. Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah khazanah atau perbendaharaan keilmuan bidang pendidikan
mengenai perbedaan pemahaman konsep kimia siswa antara yang
diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan
konvensional.
2. Secara praktis dapat dijadikan masukan bagi guru tentang salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman
konsep kimia siswa.
3. Sebagai pijakan awal bagi siapa saja yang ingin melakukan penelitian
lebih mendalam.
11
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretik 1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari
Science Technology Society (STS).1 Secara konseptual, pendekatan sains
teknologi masyarakat (STM) dapat dikaitkan dengan asumsi bahwa sains,
teknologi, dan masyarakat memiliki keterkaitan timbal balik, saling
mengisi, saling tergantung, saling mempengaruhi dan mendukung dalam
mempertemukan antara permintaan dan kebutuhan manusia serta membuat
kehidupan masyarakat lebih baik dan mudah.2 Keterkaitan sains, teknologi
dan masyarakat ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat 3
Gambar di atas menunjukkan bahwa adanya saling keterkaitan
antara sains, teknologi dan masyarakat. Penemuan dalam sains menunjang
perkembangan teknologi. Teknologi menyediakan instrumen yang baru
lagi yang menunjang observasi dan eksperimentasi dalam sains. Sains dan
teknologi mempengaruhi masyarakat dalam hal tanggung jawab sosial,
1 Rusmansyah dan Yuda Irhasyuarna, “Implementasi Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri Kota Banjarmasin,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040 Tahun ke-9, Januari 2003, h. 99.
2 La Maronta Galib, “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 45.
3 Galib, “Pendekatan...,” h. 45.
Sains
Teknologi Masyarakat
12
pembentukan masalah sosial, penyelesaian masalah praktis dan sosial,
serta kontribusi terhadap ekonomi, militer, dan berpikir sosial. Pengaruh
masyarakat terhadap sains dan teknologi yaitu dalam hal pengendalian
dana, kebijakan, aktivitas sains, industri, militer, etika dalam program
penelitian, dan institusi pendidikan.4
National Science Teachers Association (NSTA) memandang STM
sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks
pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk
meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses
sains dalam kehidupan sehari-hari.5
Menurut Rusmansyah dan Irhasyuarna, pendekatan STM adalah
suatu usaha untuk menyajikan sains dengan mempergunakan masalah-
masalah dari dunia nyata.6
Pujani menyatakan bahwa pendekatan STM merupakan perekat
yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarakat, dan melalui
pendekatan ini, siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata yang
mencakup penerapan sains dan teknologi.7
Sedangkan Galib menyatakan bahwa pendekatan STM adalah
proses belajar dan mengajarkan sains dan teknologi dalam konteks
pengalaman manusia dalam kehidupan masyarakat.8
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan STM
adalah suatu usaha untuk menyajikan sains dalam proses pembelajaran
dengan mempergunakan masalah-masalah penerapan sains dan teknologi
dari dunia nyata dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
4 Made Alit Mariana, “Suatu Tinjauan Tentang Hakekat Pendekatan Science, Technology,
and Society dalam Pembelajaran Sains,” dalam Buletin Pelangi Pendidikan, Vol. 2 No. 1 Tahun 1999/2000, h. 40-41.
5 http://esdikimia.wordpress.com/2010/10/13/macam-macam-pendekatan-pembelajaran-kimia/, 13 Oktober 2010.
6 Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi...,” h. 99. 7 Ni Made Pujani, “Pemanfaatan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru dengan
Suplemen LKS Berwawasan STM dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sisimangaraja, No. 4 Tahun ke-36, Oktober 2003, h. 51.
8 Galib, “Pendekatan...,” h. 42.
13
Mariana menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan
pendekatan STM, siswa diarahkan untuk literasi sains dan teknologi, yaitu
dapat memahami dari segi sains dan teknologinya lingkungan sekitar yang
penuh dengan produk teknologi serta dampak-dampak yang
ditimbulkannya.9
Menurut Prayekti, pendidikan sains dengan menggunakan
pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya
menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga
menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan
masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap
dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat.10
Dengan demikian pembelajaran sains dengan menggunakan
pendekatan STM tidak hanya menekankan pada hasil belajar ranah
kognitif saja melainkan juga mengembangkan ranah afektif dan
psikomotorik pada diri siswa.
Lebih lanjut Prayekti mengutip pernyataan Poedjiadi yang
menyatakan bahwa pendekatan STM menitikberatkan pada penyelesaian
masalah dan proses berpikir yang melibatkan transfer jarak jauh yaitu
menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah pada situasi di luar
sekolah yaitu yang ada di masyarakat.11 Siswa tidak hanya belajar dengan
menghafal fakta yang tidak bermakna dan tidak berdaya guna dalam
kehidupan nyata, tetapi siswa belajar dengan memahami konsep sains dan
belajar menerapkan konsep sains yang kelak berguna pada kehidupan
nyata.
Strategi pembelajaran dengan pendekatan STM adalah dengan cara
memecahkan masalah isu sosial. Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yaitu dilakukan dengan
9 Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 42. 10 Prayekti, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat tentang Konsep Pesawat Sederhana
dalam Pembelajaran IPA di Kelas 5 Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 039 Tahun ke-8, November 2002, h. 777.
11 Prayekti, “Pendekatan...,” h. 777.
14
memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah
memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.12 Dengan
isu sosial tersebut guru mendekatkan siswa pada konsep yang dipelajari
sehingga lebih meningkatkan motivasi, minat dan perhatian siswa. Dengan
isu sosial itu pula guru membimbing siswa memahami konsep-konsep
sains.
Tujuan utama pendekatan STM menurut Insih Wilujeng dengan
mengadopsi pendapat Iskandar, yaitu membekali siswa pengetahuan yang
cukup untuk mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-
masalah dalam masyarakat sehingga dapat mengambil tindakan
sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.13
Menurut Bybee, sebagaimana dikutip Aikenhead, pembelajaran
saisns dengan pendekatan STM memiliki tiga tujuan umum, yaitu:
a. Diperolehnya pengetahuan (konsep ilmu pengetahuan dan teknologi)
untuk kebutuhan pribadi, permasalahan masyarakat, atau perspektif
budaya.
b. Pengembangan keterampilan belajar (proses penemuan sains dan
teknologi) untuk pengumpulan informasi, pemecahan masalah, dan
pembuatan keputusan.
c. Pengembangan nilai dan ide (berkaiatan dengan sains, teknologi, dan
masyarakat) untuk masalah lokal, kebijakan publik, dan masalah
global.14
Landasan penting dari pendekatan STM yaitu:
a. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat.
b. Pembelajaran dengan pendekatan STM mengandung lima ranah, yaitu
ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas,
serta ranah hubungan dan aplikasi.
12 Prayekti, “Pendekatan...,” h. 777. 13 http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1&m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k
=347, 27 Nov 2006. 14 Glen Aikenhead, What is STS Science Teaching?, dalam http://www.usask.ca/education
/people/aikenhead/sts05.htm
15
c. Proses belajar menganut pandangan konstruktivisme yaitu teori belajar
yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan dalam diri
siswa dimana siswa yang aktif dalam membentuk pengetahuannya.15
Konstruktivisme yang menjadi landasan proses belajar dengan
pendekatan STM merupakan teori pembelajaran kognitif dalam psikologi
pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak
sesuai lagi. Slavin menyatakan, sebagaimana dikutip oleh Trianto, bahwa
siswa akan benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan
jika mereka bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.16
Lorsbach dan Tobin seperti yang dikutip oleh Pannen menyatakan
bahwa pengetahuan menurut konstruktivisme tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak guru ke kepala siswanya tetapi siswa sendirilah yang
harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan
terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah
mereka miliki sebelumnya.17
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme
adalah teori belajar yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan
dalam diri siswa, siswa yang aktif dalam membentuk pengetahuannya
dengan menafsirkan apa yang telah dipelajari dengan menyesuaikan
terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah mereka
miliki sebelumnya sehingga terbentuk pengetahuan baru.
Pembelajaran konstruktivis yaitu pembelajaran yang menerapkan
prinsip-prinsip konstruktivisme dalam proses belajar siswa dan proses
mengajar guru yang berjalan seiring dalam pembentukan pengetahuan
siswa.
15 Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi...,” h. 100. 16 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), h. 26-27. 17 Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 3-4.
16
Belajar menurut kaum konstruktivis, merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti dari teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain.
Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimiliki oleh siswa sehingga pengetahuannya berkembang.18
Kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru, menurut
konstruktivisme, bukanlah suatu kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru ke siswa melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan
awal yang telah dimilikinya.19
Citrawathi dengan mengutip pernyataan Yager yang menyatakan
bahwa kegiatan pembelajaran dengan menerapkan konstruktivisme berarti
menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program
pengajaran.20
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konstruktivis adalah pembelajaran yang menekankan pada proses
pembelajaran yang aktif, dimana siswa adalah sebagai fokus dalam
pembelajaran sementara guru membantu siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya.
Menurut Pannen, prinsip-prinsip konstruktivisme secara garis
besarnya yaitu bahwa: pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara
personal maupun sosial; pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke
siswa kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar; siswa
aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan
18 Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 45. 19 Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains
Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 15.
20 Citrawathi, “Penerapan...,” h. 15.
17
konsep ilmiah; dan guru sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan lancar.21
Prinsip-prinsip tersebut yang digunakan dalam pembelajaran
dengan pendekatan STM sehingga pembelajaran sangat memperhatikan
penempatan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program
pembelajaran bahkan memberi kesempatan siswa sebagai pengambil
keputusan.22 Penempatan siswa pada posisi sentral dalam pembelajaran
memberi ruang pada pemanfaatan pengetahuan awal yang dimiliki oleh
siswa dan informasi dari berbagai macam sumber belajar dalam
mengkonstruk pengetahuannya dalam pembelajaran.
Karakteristik utama pembelajaran dengan pendekatan STM
menurut Heath yang dikutip oleh Galib yaitu sebagai berikut:
a. Isu-isu dan masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan sehari-
hari yang relevan dengan materi pelajaran menjadi titik awal untuk
mempelajari dan menerapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dan
proses sains dan teknologi dengan mempertimbangkan perhatian,
minat, atau kepentingan siswa.
b. Mengikutsertakan siswa dalam pengembangan sikap dan keterampilan
dalam pengambilan keputusan serta mendorong siswa untuk
mempertimbangkan informasi tentang isu-isu sains dan teknologi.
c. Mengintegrasikan belajar dan pembelajaran dari banyak ruang lingkup
kurikulum.
d. Mengembangkan literasi sains, teknologi dan sosial siswa.23
Sedangkan menurut Joseph Piel yang dikutip oleh Mariana,
karakteristik STM yaitu mempersiapkan siswa agar:
a. menggunakan sains untuk memperbaiki kehidupan dirinya dan untuk
menghadapi perkembangan teknologi,
b. dapat menghadapi isu-isu teknologi dalam masyarakat dengan penuh
tanggung jawab,
21 Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 15-16. 22 Citrawathi, “Penerapan...,” h. 15. 23 Galib, “Pendekatan...,” h. 51.
18
c. memahami pengetahuan dasar untuk dapat menangani isu-isu sains,
teknologi, dan masyarakat, dan
d. mengetahui gambaran yang akurat tentang syarat-syarat atau
kesempatan kerja di lapangan sains, teknologi, dan masyarakat.24
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan
STM, siswa akan lebih merasa terlibatkan dalam pembelajaran karena
bahan pelajaran berkaitan dengan kehidupan mereka di masyarakat dan
siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa tidak hanya
menghafalkan bahan-bahan pelajaran yang terasa asing bagi mereka
melainkan memahami konsep sains dan aplikasinya dalam teknologi serta
keterkaitannnya dengan masyarakat.
Langkah-langkah pembelajaran sains dengan pendekatan STM
menurut Herawati Susilo yang dikutip Citrawathi terdiri dari enam
langkah dasar yang tidak harus dilaksanakan secara berurutan, yaitu:
a. Pembelajaran dimulai dari suatu masalah atau isu yang terkait dengan
suatu konsep inti yang akan dipelajari misalnya dilakukan melalui
curah pendapat.
b. Siswa didorong untuk mendefinisikan pertanyaan atau fenomena
khusus mengenai masalah atau isu tersebut.
c. Siswa didorong untuk mencari alternatif pemecahan masalah.
d. Siswa diminta menggunakan bermacam-macam sumber informasi
untuk pemecahan masalah.
e. Siswa diajak melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi, yaitu
mengambil keputusan setelah mempertimbangkan sisi positif dan sisi
negatif dari setiap alternatif pemecahan masalah yang telah terpikirkan.
f. Siswa diajak melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang
diambilnya.25
24 Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 42. 25 Citrawathi, “Penerapan...,” h. 16.
19
Sedangkan Yager yang dikutip oleh Mariana, mengajukan empat
tahap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM,
yaitu:
a. Tahap invitasi.
Tahap invitasi meliputi pengamatan hal yang menarik dari
lingkungan sekitar yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari
kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal tersebut.
b. Tahap eksplorasi.
Pada tahap eksplorasi siswa memberikan sumbang saran
alternatif yang sesuai tentang informasi yang akan dicari,
mengobservasi fenomena khusus, mengumpulkan data, memecahkan
masalah, dan menganalisis data.
c. Tahap pengajuan penjelasan dan solusi.
Tahap ini meliputi kegiatan menyampaikan gagasan, menyusun
model, membuat penjelasan baru, membuat solusi, dan memadukan
solusi dengan teori dan pengalaman.
d. Tahap penentuan langkah.
Tahap penentuan langkah yaitu tahap dimana siswa membuat
keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagi
informasi dan gagasan serta mengajukan pertanyaan lanjutan.26
Mariana menyatakan dalam pembelajaran dicantumkan juga tahap
yang memungkinkan guru untuk menghaluskan konsep yang diperoleh
siswa atau mengubah konsep yang diterima secara keliru oleh siswa
karena berbagai sebab. Hal ini dilakukan pada tahap ketiga yaitu tahap
pengajuan penjelasan dan solusi.27
Prayekti menggunakan tahap-tahap kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM sebagai berikut:
26 Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 46. 27 Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 47.
20
a. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi).
Tahap apersepsi yaitu mengemukakan isu/masalah yang ada di
masyarakat yang dapat diamati oleh siswa yang berkaitan dengan
konsep sains yang akan dipelajari.
b. Tahap pembentukan konsep.
Tahap pembentukan konsep yaitu tahap dimana siswa
membangun sendiri pengetahuannnya melalui observasi,
eksperimentasi, dan diskusi, sedangkan guru memfasilitasi dan
menjadi mediator dalam proses pembentukan pengetahuan ini.
c. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah.
Pada tahap aplikasi konsep, siswa menganalisa isu/masalah
yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasarkan konsep
yang sudah dipahami siswa sebelumnya.
d. Tahap pemantapan konsep.
Tahap pemantapan konsep yaitu tahap pemberian pemantapan
konsep oleh guru. Pemantapan konsep ini diberikan agar tidak terjadi
kesalahan konsep pada siswa.
e. Tahap evaluasi.
Tahap akhir berupa evaluasi yaitu penggunaan tes untuk
mengetahui penguasaan konsep pada siswa.28
Dari uraian berbagai tahap tersebut, dapatlah diajukan tahap-tahap
pembelajaran menggunakan pendekatan STM sebagai berikut:
a. Tahap invitasi.
Pada tahap pertama ini, guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan seputar isu atau masalah di masyarakat yang berkaitan
dengan konsep yang akan dipelajari, sedangkan siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tahap invitasi ini antara lain bertujuan
untuk menarik perhatian dan minat siswa pada konsep yang akan
dipelajari dan untuk mengetahui pengetahuan awal yang telah dimiliki
oleh siswa.
28 Prayekti, “Pendekatan...,” h. 780.
21
b. Tahap eksplorasi.
Tahap eksplorasi yaitu tahap dimana siswa secara aktif
memberi sumbang saran alternatif yang sesuai tentang informasi yang
akan dicari, mengobservasi fenomena khusus, mengumpulkan data,
memecahkan masalah, dan menganalisis data.
c. Tahap pembentukan konsep.
Pada tahap pembentukan konsep, siswa membangun sendiri
pengetahuannnya melalui kegiatan diskusi, observasi, dan
eksperimentasi, sedangkan guru memfasilitasi dan menjadi mediator
dalam proses pembentukan pengetahuan ini.
d. Tahap aplikasi dan pemantapan konsep.
Tahap aplikasi dan pemantapan konsep yaitu menganalisa isu
atau masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran
berdasarkan konsep yang sudah dipahami siswa sebelumnya, serta
pemberian pemantapan konsep oleh guru agar tidak terjadi kesalahan
konsep pada siswa.
e. Tahap evaluasi.
Tahap akhir berupa evaluasi yaitu tahap peninjauan kembali
apa yang telah terjadi pada diri siswa berkaitan dengan
konsep/pembelajaran berdasarkan hasil pekerjaan siswa atau dengan
menggunakan tes hasil belajar untuk mengetahui penguasaan konsep
pada siswa.
Dengan tahap-tahap pembelajaran menggunakan pendekatan STM
tersebut, siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran. Siswa lebih menaruh
perhatian dan lebih berminat pada konsep yang akan dipelajari karena
bahan pelajaran berkaitan dengan kehidupan mereka di masyarakat.
Dengan adanya keterkaitan teresebut, siswa dalam pembelajaran tidak
hanya menghafalkan bahan-bahan pelajaran yang terasa asing bagi mereka
melainkan memahami konsep sains dan aplikasinya dalam teknologi serta
keterkaitannnya dengan masyarakat.
22
2. Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional adalah pembelajaran klasikal yaitu
pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya lebih terpusat pada guru
dan keaktifan siswa tidak optimal. Guru berperan sentral dalam
keseluruhan proses pembelajaran.
Pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran
dilakukan dengan cara guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru
mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih
banyak sebagai penerima.29
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Guru memiliki otoritas yang utama dan guru berperan sebagai contoh
bagi murid-muridnya.
b. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat
kecil.
c. Pembelajaran di sekolah dipandang sebagai persiapan akan masa
depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
d. Penekanan dalam pembelajaran adalah pada bagaimana pengetahuan
dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang
menjadi tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan
potensi siswa diabaikan.30
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih sering
menggunakan cara pemberian informasi (telling) daripada cara
memperagakan (demonstrating) dan cara memberikan kesempatan untuk
menampilkan unjuk kerja secara langsung (doing direct performance).
Dengan kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode
ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum
secara ketat. Keberhasilan program pembelajaran dilihat dari
29 http://banjarnegarambs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan-pembelajaran/, 10
September 2008. 30 http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-
dikritik-namun-paling-disukai/, 2 Maret 2009.
23
ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum.
Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan
mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut.31
Dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional, alokasi
waktu hampir dapat dipastikan dapat diplot dengan tepat karena segalanya
tergantung pada guru. Guru dapat mengatur alokasi waktu untuk tiap
materi yang akan diajarkan pada siswa.
Pengajaran dengan pendekatan konvensional ini dipandang efektif,
terutama untuk berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat
lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan
informasi, dan mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan
mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu: tidak semua siswa memiliki cara belajar
terbaik dengan mendengarkan; sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar
siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari; pendekatan tersebut
cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis; dan pendekatan
tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak
bersifat pribadi.32
Pendekatan konvensional biasa dilakukan dengan metode ceramah.
Metode ceramah merupakan cara klasik yang hingga kini masih banyak
digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru ingin mencapai tujuan
pembelajaran dengan menggunakan kata-kata dengan cara
mempergunakan metode ceramah.33
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran
secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan
31 http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/,
20 December 2009. 32 http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-
dikritik -namun-paling-disukai/, 2 Maret 2009. 33 W. James Popham dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar secara SIstematis, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 79.
24
dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang
kegiatan siswa.34
Metode ceramah merupakan metode penyampaian informasi secara
lisan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Metode ini
tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Baik atau buruknya metode
ceramah arus dinilai menurut tujuan penggunaannya.35
Keunggulan metode ini yaitu dapat digunakan untuk mengajar
orang dewasa, dapat menghabiskan waktu dengan baik, dan dapat
digunakan pada kelompok besar. Sedangkan kekurangan metode ini yaitu
bisa menghalangi respons siswa, kurang menarik, sulit digunakan untuk
anak-anak, membatasi daya ingat, dan pembicara tidak selalu dapat
menilai reaksi orang yang belajar.36
Metode ceramah memiliki kelemahan yang mencolok misalnya
tidak dapat memberi kesempatan siswa mempraktekkan perilaku belajar
yang relevan selain mencatat.37
Tujuan utama suatu ceramah adalah menyajikan ide-ide. Meskipun
metode ceramah memiliki kelemahan, metode ini masih dapat bermanfaat
bagi siswa dalam pembelajaran. Metode ceramah memungkinkan guru
menyampaikan topik pembelajaran dengan perasaan yaitu dapat melalui
cara penyampaiannya, dapat pula melalui intonasi tertentu, dengan tekanan
suaranya, ataupun dengan gerak-gerik tangannya. Dengan demikian topik
pembelajaran yang sederhana dapat dibuat menarik atau sebaliknya, topik
pembelajaran yang menarik dapat dibuat sederhana.38
Namun bila guru mengajar dengan metode ceramah saja, siswa
menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja.39 Tentu saja
34 http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/,
19 Februari 2008. 35 Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 36 Arifin, Pengembangan ..., h. 108. 37 Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 38 Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 39 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), h. 65.
25
hal ini tidak dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan
motivasi siswa untuk belajar.
3. Pemahaman Konsep Kimia
a. Hasil Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.40 Sebagai sebuah proses, belajar mempunyai hasil dari
proses yang disebut dengan hasil belajar.
Nana Sudjana menyatakan bahwa yang dimaksud hasil belajar
yaitu kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menempuh
pengalaman belajar.41
Perubahan tingkah laku atau kemampuan siswa setelah
menempuh pengalaman belajar yang disebut hasil belajar tersebut
meliputi hal-hal yang bersifat internal yang tidak dapat langsung
diamati seperti pemahaman dan sikap, serta hal-hal yang bersifat
eksternal yang dapat langsung diamati seperti keterampilan motorik
dan berbicara dalam bahasa asing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan hal-hal internal dan eksternal siswa setelah menerima
pengalaman belajar.
Hasil yang diperoleh melalui kegiatan belajar dapat diamati
pada akhir kegiatan belajar. Hasil belajar dapat dijadikan sebagai
indikator untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu proses
pembelajaran.42
Untuk mengetahui seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh
maka diperlukan penilaian hasil belajar. Melalui penilaian ini dapat
40 Slameto, Belajar ..., h. 2. 41 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 2. 42 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 16.
26
diketahui apakah komponen bahan pelajaran, metode mengajar dan
alat bantu pembelajaran telah dilaksanakan sesuai fungsinya dengan
baik atau belum dan dapat diketahui pula apakah tujuan pembelajaran
dapat dicapai atau belum. Informasi mengenai keberhasilan atau
kegagalan kegiatan pembelajaran sangat penting untuk menetapkan
keputusan lebih lanjut mengenai kegiatan belajar dan pembelajaran.43
Dengan hasil penilaian yang diperoleh, menurut Daryanto,
guru akan dapat mengetahui siswa-siswa yang mana yang sudah
maupun yang belum berhasil menguasai bahan. Guru juga dapat
mengetahui apakah meteri yang diajarkan sudah tepat bagi siswa dan
apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum.44
Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl (1964) membagi hasil
belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu; ranah kognitif
(cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah
psikomotor (psychomotor domain).45
Ketiga aspek-aspek hasil belajar tersebut dapat dirinci sebagai
berikut yaitu:
1) Kawasan kognitif adalah kawasan yang berkenaan dengan hasil
belajar intelektual mulai dari tingkat pengetahuan sampai ke
tingkat yang lebih tinggi yaitu terdiri dari pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.
2) Kawasan afektif adalah satu dominan yang berkenaan dengan sikap
yaitu terdiri dari penerimaan, reaksi atau tanggapan, penilaian,
organisasi, dan internalisasi.
3) Kawasan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar berupa
keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perspektual,
43 Sudjana, Penilaian..., h. 2. 44 Daryanto, Evaluasi ..., h. 9-10. 45 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta; Bumi Aksara, 2006), Cet. ke-1,
h. 35.
27
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif
dan interpretatif. 46
Untuk dapat mengungkapkan dan mengukur data tentang hasil
belajar yang memenuhi syarat, maka kunci pokoknya dengan
mengetahui secara garis besar jenis dan indikator hasil belajar serta
cara pendekatan pengungkapan dan instrumen pengukurannya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar bergantung kepada banyak hal atau faktor. Tidak
semua faktor mempunyai pengaruh yang sama besar, ada yang
peranannya sangat penting, ada yang kecil saja pengaruhnya. Agar
belajar berhasil baik, faktor-faktor pendukung belajar perlu dikerahkan
sebaik mungkin.
Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM yang
menekankan pada proses pembelajaran yang aktif akan membuat hasil
belajar siswa lebih baik. Dengan demikian, pembelajaran konstruktivis
dengan pendekatan STM merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar banyak
jenisnya. Menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal
(yang ada dalam diri individu yang sedang belajar) dan faktor eksternal
(yang ada di luar diri individu yang sedang belajar).47
Sedangkan menurut Muhibbin Syah, secara umum faktor-
faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga, yaitu faktor internal, faktor
eksternal, dan faktor pendekatan belajar (approach to learning).48
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar antara
lain yaitu:
46 Sudjana, Penilaian..., h. 22-23. 47 Slameto, Belajar..., h. 54. 48 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 144.
28
1) Faktor jasmaniah
Faktor jasmaniah meliputi kondisi kesehatan kesehatan dan
cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika
kesehatannya terganggu. Demikian juga siswa yang cacat akan
mengalami gangguan dalam belajarnya.49
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis meliputi inteligensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Pengaruh faktor-faktor
ini dalam belajar yaitu:
a) Seseorang yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi
akan lebih berhasil daripada yang memiliki tingkat inteligensi
yang rendah dalam situasi belajar yang sama.
b) Jika pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka timbullah
kebosanan sehingga ia tidak lagi suka mempelajari hal tersebut.
c) Jika pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa
maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena
tidak ada daya tarik bagi siswa.
d) Jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakat siswa
maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar
kemudian ia lebih giat dalam belajar.
e) Motif yang kuat sangat diperlukan dalam belajar karena dapat
lebih mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik dengan
berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan
melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar.
f) Seorang siswa akan lebih berhasil belajarnya jika ia sudah siap
(matang).
g) Jika siswa belajar dengan adanya kesiapan maka hasil
belajarnya akan lebih baik.50
49 Slameto, Belajar..., h. 54-55. 50 Slameto, Belajar..., h. 55-59.
29
3) Faktor kelelahan.
Kondisi jasmani atau rohani yang lelah akan menghambat
belajar seseorang. Kelelahan jasmani menimbulkan kecenderungan
untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani (psikis)
mengakibatkan kepala pusing-pusing sehingga sulit berkonsentrasi
seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja.51
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar terdiri
dari tiga faktor, yaitu:
1) Faktor keluarga
Faktor keluarga yang memberikan pengaruh kepada siswa
yang belajar berupa:
a) Cara orang tua mendidik
b) Hubungan antara anggota keluarga
c) Suasana rumah tangga
d) Keadaan ekonomi keluarga
e) Pengertian orang tua
f) Latar belakang kebudayaan.52
2) Faktor sekolah
Salah satu faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa
yaitu metode mengajar dan pendekatan belajar (approach to
learning). Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi atau metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.53
Metode mengajar adalah suatu cara yang digunakan dalam
menyajikan bahan pelajaran oleh guru kepada siswanya agar siswa
tesebut menerima, menguasai, dan mengembangkannya.
Pendekatan belajar dan metode mengajar mempengaruhi
belajar. Siswa akan dapat belajar dengan lebih baik jika
51 Slameto, Belajar..., h. 59-60. 52 Slameto, Belajar..., h. 60-64. 53 Syah, Psikologi ..., h. 155.
30
pendekatan belajar dan metode mengajar yang digunakan oleh
guru tepat, efisien, dan efektif. 54
Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM
merupakan salah satu pendekatan belajar yang tepat, efisien, dan
efektif sehingga hasil belajar siswa, termasuk di dalamnya
pemahaman konsep siswa, akan meningkat.
Faktor sekolah lainnya yang berpengaruh terhadap belajar
siswa yaitu kurikulum, hubungan siswa dengan guru dan sesama
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar siswa,
dan tugas rumah.55
3) Faktor masyarakat.
Faktor masyarakat yang berpengaruh terhadap belajar siswa
yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.56
c. Pemahaman Konsep
Dalam taksonomi Bloom, pemahaman merupakan hasil belajar
yang termasuk dalam ranah kognitif. Menurut Dahar dan Liliasari,
pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir untuk
mengetahui tentang sesuatu hal serta dapat melihatnya dari berbagai
segi.57
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemahaman adalah
keadaan siswa yang mengetahui apa-apa yang disampaikan dan dapat
menggunakan materi atau gagasan yang diberikan.
Indikator pencapaian hasil belajar berupa pemahaman menurut
Dahar dan Liliasari di antaranya yaitu siswa mampu membedakan,
54 Slameto, Belajar..., h. 64-69. 55 Slameto, Belajar..., h. 64-69. 56 Slameto, Belajar..., h. 70-72. 57 Ratna Wilis Dahar dan Liliasari, Interaksi Belajar Mengajar IPA, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2000), h. 48.
31
menjelaskan, mendemonstrasikan, memperkirakan, menafsirkan,
memberikan contoh, dan menghubung-hubungkan.58
Menurut Ngalim Purwanto, indikator pencapaian hasil belajar
berupa pemahaman di antaranya yaitu siswa mampu mengubah,
mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menentukan, dan mengambil
kesimpulan.59
Abin Samsuddin Makmun menyatakan bahwa indikator
pencapaian hasil belajar berupa pemahaman yaitu siswa mampu serta
mampu menyebutkan atau menunjukkan kembali apa-apa yang telah
dipelajari.60
Dengan demikian, indikator pencapaian hasil belajar berupa
pemahaman yaitu siswa mampu menyebutkan atau menunjukkan
kembali apa-apa yang telah dipelajari, mampu membedakan,
menjelaskan, mendemonstrasikan, memperkirakan, menafsirkan,
memberikan contoh, menghubung-hubungkan, mengubah,
mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menentukan, dan mengambil
kesimpulan.
Menurut Makmun, pemahaman dapat diukur dengan
menggunakan instrumen penilaian hasil belajar berupa pertanyaan,
persoalan, tugas, atau tes.61
Sudjana menyatakan, dalam tes objektif, aspek pemahaman
banyak diungkapkan melalui tes tipe pilihan ganda dan tipe benar-
salah.62
Dalam teori belajar kognitif, seseorang hanya dapat dikatakan
belajar apabila telah memahami keseluruhan persoalan secara
mendalam (insight). Memahami itu berkaitan dengan proses mental:
58 Dahar dan Liliasari, Interaksi..., h. 48. 59 M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), h. 44-45. 60 Abin Samsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Perngajaran
Modul, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. ke-7, h. 167. 61 Makmun, Psikologi..., h. 167. 62 Sudjana, Penilaian..., h. 25.
32
bagaimana impresi indera dicatat dan disimpan dalam otak dan
bagaimana impresi-impresi itu digunakan dalam memecahkan
masalah.63
Belajar dengan memahami adalah belajar yang memberikan
tekanan pada dikuasainya materi pelajaran secara menyeluruh
(insightful) karena memahami hubungan satu materi dengan yang lain.
Belajar yang bersifat mekanistik dan tanpa pemahaman dipertanyakan
manfaatnya. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan informasi yang tidak bermakna.
Konsep-konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan
pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan. Konsep-konsep
menyediakan skema-skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi
stimulus-stimulus baru dan untuk menentukan hubungan di dalam dan
di antara kategori-kategori.64
Konsep menurut Djiwandono yaitu satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep dapat
dilambangkan dalam bentuk kata yang mewakili konsep itu. Konsep
dibedakan atas konsep konkret yang menunjuk pada objek-objek
dalam lingkungan fisik dan konsep yang didefinisakan yang mewakili
realitas hidup tetapi bukan merupakan lingkungan hidup fisik.65
Menurut Ausubel, konsep-konsep diperoleh dengan dua cara
yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep
terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak
masuk sekolah. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk
memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah.66
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-
konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir. Konsep merupakan
dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan
63 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 25. 64 Dahar, Teori..., h. 95. 65 Sri Esti Wuryani Djiwandono, PsikologiPendidikan, (Jakarta: Gramedia, 2006), h. 219. 66 Dahar, Teori..., h. 98.
33
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan
masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan
yang didasarkan pada konsep yang diperolehnya.67
Dalam belajar, siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang
diperoleh dan disimpan sebelumnya yang ada dalam struktur
kognitifnya.68 Pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari
pikiran guru ke pikiran siswa. Pengetahuan tidak dapat diteruskan
dalam bentuk jadi, sehingga siswa harus membangun/mengkonstruksi
sendiri pengetahuannya.69 Guru tidak menjadi satu-satunya sumber
belajar melainkan menjadi mediator dan fasilitator siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya.
d. Konsep Kimia pada Pokok Bahasan Minyak Bumi dan Petrokimia
Ilmu kimia merupakan salah satu bidang ilmu yang tergolong
sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA adalah ilmu yang
mempelajari mengenai gejala-gejala alam dan hukum-hukum alam.
Di antara bidang ilmu yang tergolong sains lainnya, ilmu kimia
secara khusus mempelajari tentang komposisi dan struktur suatu
materi, sifat materi, perubahan materi serta energi yang menyertai
perubahan materi tersebut.70
Menurut Middlecamp dan Kean, ciri-ciri ilmu kimia adalah
sebagai berikut:
1) Sebagian besar kimia bersifat abstrak.
2) Ilmu kimia yang dipelajari merupakan penyederhanaan dari yang
sebenarnya.
67 Dahar, Teori..., h. 95-96. 68 Dahar, Teori..., h. 119. 69 Dahar, Teori..., h. 192. 70 Priscilla Retnowati, Seribu Pena Kimia SMA untuk Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2004),
h. 1.
34
3) Mata pelajaran kimia sifatnya berurutan dan berkembang dengan
cepat.
4) Ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal.
5) Bahan yang harus dipelajari dalam mata pelajaran kimia sangat
banyak.71
Dengan ciri-ciri tersebut, pembelajaran kimia harus mampu
menyesuaikan antara teori dengan kenyataan yang ada terutama dalam
kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat memahami kimia secara
konkret dan terpadu. Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan
STM berusaha mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang
ada dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-
hari.
Di antara pokok bahasan dalam ilmu kimia pada sekolah
tingkat menengah atas yaitu hidrokarbon yang juga membahas
mengenai minyak bumi dan petrokimia. Pembahasan minyak bumi dan
petrokimia mencakup:
1) Pembentukan minyak bumi
Minyak bumi terbentuk dari jasad renik yang berasal dari
hewan atau tumbuhan yang telah mati. Karena pengaruh waktu
yang mencapai jutaan tahun, suhu dan tekanan, jasad renik berubah
menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas. Dengan
adanya kapilaritas, minyak bumi bergerak dan terakumulasi pada
batuan yang kedap. Bila akumulasi minyak cukup banyak dan
menguntungkan secara komersial maka dapat dilakukan
pengeboran untuk mengambil minyak tersebut.72
Sumber minyak bumi di Indonesia pada umumnya terdapat
di daerah pantai atau lepas pantai, seperti: Pantai utara Jawa (pantai
utara Cirebon, Cepu, Kruka, Jatibarang), Kalimantan Timur
(Barito, Kutai, Tarakan), Sumatra Utara (Arun, Lhokseumawe,
71 Middlecamp dan Kean, Panduan Belajar Kimia Dasar, (Jakarta: Gramedia, 1995), h. 5-8.
72 Retnowati, Seribu ..., h.98.
35
Aceh Utara), Sumatra Tengah (Minas, Lirik, Bekosap), Sumatra
Selatan (Jambi, Palembang).
2) Komponen utama penyusun minyak bumi
Minyak bumi merupakan campuran dari berbagai senyawa
hidrokarbon, yang terdiri atas:
a) Golongan alifatik, yaitu golongan alkana baik yang rantai lurus
maupun bercabang. Contohnya n-heptana dan isooktana (2,2,4-
trimetil pentana). Alkana rantai lurus merupakan komponen
utama penyusun minyak bumi.
b) Golongan alisiklik, yaitu golongan sikloalkana (alkana rantai
tertutup). Contohnya metil siklopentana.
c) Golongan aromatik, yaitu golongan benzena dan turunannya.73
3) Pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi
Minyak bumi hasil pengeboran masih berupa minyak
mentah (crude oil) belum dapat langsung digunakan. Minyak
tersebut diolah terlebih dahulu dengan cara distilasi (penyulingan)
bertingkat.74 Dengan adanya perbedaan titik didih, minyak bumi
akan terpisah sesuai dengan tahap/fraksi dan disebut fraksionasi.
Hidrokarbon dengan rantai C pendek akan menguap lebih dulu
karena titik didihnya lebih rendah. Gambar 2. Diagram Distilasi Minyak Bumi
73 Teguh Pangayuanta, Ringkasan Materi dan Latihan Soal Tuntas Tuntunan ke Universitas Kimia X, (Jakarta: Graha Pustaka, 2008), h. 40-41.
74 Retnowati, Seribu ..., h. 98.
TANUR
700C - 1400C
1800C - 2500C
2500C - 3500C
> 3500C
1400C - 1800C
200C - 700C Petroleum eter (C5 – C6)
Bensin (C7 – C8)
Nafta (C9 – C10)
Kerosin (C11 – C13)
Solar (C14 – C16)
Residu (C17 dst)
Gas (C1 – C4)
36
Minyak bumi hasil pengeboran dipanaskan pada suhu di
atas 350°C sehingga terjadi penguapan. Minyak bumi yang
menguap akan mengembun (mencair) pada pendinginan sesuai
dengan trayek titik didih masing-masing.
Tabel 1. Fraksi Minyak Bumi
Fraksi
Minyak Bumi
Jumlah
Atom C
Trayek Titik
Didih (°C)
Kegunaan
Gas 1 – 4 <20 bahan bakar (LPG)
Petroleum
eter
5 – 6 20 – 70 pelarut, dry cleaning
Bensin 7 – 8 70 - 140 bahan bakar motor,
mobil
Nafta 9 - 10 140 -180 bahan bakar
Kerosin 11 - 13 180 - 250 bahan bakar kompor,
lampu
Solar 14 - 16 250-350 bahan bakar mesin
diesel
Pelumas 16 - 24 >350 Pelumas
Lilin 21 - 40 penerangan
Aspal >40 bahan bakar dan
pengeras jalan raya
4) Bensin
Bensin adalah campuran isomer-isomer heptana dan oktana
yang disebut petrol atau gasolin. Bensin merupakan minyak bumi
yang paling banyak diproduksi dan digunakan sebagai bahan bakar
kendaraan.75 Fraksi minyak bumi yang rantainya lebih panjang
dapat diolah menjadi bensin dengan proses cracking (pemutusan
hidrokarbon yang rantainya panjang), sehingga lebih komersial.
75 Retnowati, Seribu ..., h. 100.
37
Kualitas bensin diukur dari nilai oktannya (bilangan oktan),
yaitu angka yang menunjukkan persentase isooktana dalam bensin.
Dalam penelitian dibuat bensin standar yaitu campuran n-heptana
dan isooktana. Bensin standar yang mengandung 100% isooktana
diberi angka (nilai) oktan 100 dan bensin standar yang
mengandung 100% n heptana diberi nilai oktan 0. Jadi bensin yang
mempunyai angka oktan 80 berarti kualitas pembakarannya setara
dengan bensin standar yang mengandung 80% isooktana dan 20%
n heptana.76
5) Industri petrokimia
Selain sebagai bahan bakar, fraksi-fraksi minyak bumi juga
digunakan sebagai bahan baku dalam industri. Industri yang
menggunakan minyak bumi sebagai bahan baku dinamakan
industri petrokimia. Sebelum diolah menjadi produk yag digunakan
sehari-hari, fraksi-fraksi minyak bumi terlebih dahulu diolah
menjadi intermediat seperti metanol, fenol, stirena, vinil klorida,
dan poliester. Intermediat inilah yang digunakan sebagai bahan
untuk menghasilkan berbagai produk.77
6) Dampak negatif pembakaran bensin
Semua bahan bakar seperti batu bara, bensin, dan gas alam
yang dibakar akan menghasilkan gas CO2. Pada dasarnya, gas CO2
tidak beracun, tetapi jika terlampau banyak di udara akan terjadi
peningkatan suhu bumi. Peristiwa ini disebut efek rumah kaca
(green house effect).
Bensin yang terbakar sempurna akan menghasilkan gas
karbon dioksida dan uap air dengan reaksi sebagai berikut:
C8H18 + O2 CO2 + H2O
Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan
jelaga (arang atau karbon) sehingga asap kendaraan bermotor
76 Parning, dkk., Kimia 1B Sekolah Menengah Atas Kelas X Semester Kedua, (Jakarta: Yudhistira, 2006), h. 70.
77 Parning, dkk., Kimia ..., h. 72.
38
menjadi hitam. Partikel padatan (karbon) dalam udara ini akan
mengganggu pernapasan. Selain jelaga, pembakaran bensin yang
tidak sempurna akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO).
Reaksinya adalah sebagai berikut:
C8H18 + O2 C(s) + CO(g) + CO2(g) + H2O(g)
Gas CO sangat berbahaya. Jika terhirup maka CO akan
berikatan dengan hemoglobin darah membentuk HbCO sehingga
O2 yang terikat makin sedikit sehingga kekurangan O2. Jika kadar
CO di udara 750 ppm dan terhirup selama satu jam maka bisa
menyebabkan kematian.
Bensin juga mengandung sedikit senyawa belerang. Jika
dibakar maka belerang atau belerang oksida dilepaskan ke udara.
Kalau berlangsung terus menerus dan oksida belerang yang
dilepaskan ke udara dalam jumlah banyak, maka akan timbul hujan
asam.78
e. Pemahaman Konsep Kimia pada Pokok Bahasan Minyak Bumi dan
Petrokimia
Pada Pokok bahasan minyak bumi dan petrokimia, ada
beberapa indikator tercapainya hasil belajar ranah kognitif aspek
pemahaman yaitu:
1) Menjelaskan proses pembentukan minyak bumi dan gas alam
2) Menjelaskan komponen-komponen utama penyusun minyak bumi
3) Menafsirkan bagan penyulingan bertingkat untuk menjelaskan
dasar dan teknik pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi
4) Membedakan kualitas bensin berdasarkan bilangan oktannya
5) Menjelaskan penggunaan residu minyak bumi dalam industri
petrokimia
6) Menyimpulkan dampak pembakaran bahan bakar terhadap
lingkungan
78 Parning, dkk., Kimia ..., h. 71.
39
B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Verawati, mahasiswi UIN, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan
Kimia. Penelitian yang dilakukan pada siswa SMP dengan materi pokok
bahan kimia di rumah ini menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA Terpadu
dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa. Hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan STM siswa diajak untuk mengalami
langsung hal-hal yang berkaitan dengan materi pelajaran sehingga dapat lebih
meningkatkan daya ingat siswa.79
C. Kerangka Berpikir Menurut Middle Camp dan Kean ilmu kimia dipelajari secara
sistematis artinya ilmu kimia dipelajari dari konsep termudah sampai tersulit
dan konsep-konsep tersebut dipadukan atau dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari.
Konsep-konsep kimia diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah
siswa melalui kegiatan belajar mengajar kimia. Konsep kimia akan mudah
dipahami oleh siswa bila ruang lingkup pembelajaran disajikan secara utuh
dengan penjelasan tentang keterkaitan antar bahan kajian. Siswa dapat
dibangun pola pikirnya oleh guru dalam memahami konsep yang terdapat
dalam bahan kajian. Guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses
pembelajaran.
Untuk membangun pola pikir siswa perlu dilihat tiga aspek yaitu aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut dapat dilatih bila
proses pembelajaran menerapkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan
sikap dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dilatih keterampilan dalam
79 Verawati, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Pokok Bahan Kimia di Rumah,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta, (Jakarta: Perputakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 51, t.d.
40
berhitung, menganalisa dan melakukan percobaan seperti dalam keterampilan
proses sains sehingga siswa mampu menguasai dan menerapkan kemampuan,
keterampilan, pengetahuan dan sikap dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu pada proses pembelajaran kimia perlu adanya pendekatan yang
lebih baik sehingga siswa dapat memahami dan mengembangkan konsep-
konsep kimia serta keterampilan proses dengan baik.
Pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan sains teknologi
masyarakat (STM) berfokus pada siswa. Dalam hal ini peran guru adalah
sebagai motivator, fasilitator dan pengarah dalam membantu siswa untuk
membangun pengetahuannya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar,
mencatat, dan menghafal tetapi belajar memahami konsep-konsep sains dan
aplikasi serta dampaknya.
Dalam pembelajaran konvensional siswa hanya belajar tentang konsep-
konsep tanpa penjelasan secara utuh tentang keterkaitan antar bahan kajian
sehingga siswa tidak dibangun pola pikirnya dalam memahami konsep. Guru
berperan sentral dalam proses pembelajaran. Guru bertindak sebagai satu-
satunya sumber ilmu dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya
mencatat dan mendengar penjelasan guru.
Siswa yang belajar dengan memahami akan mendapatkan hasil belajar
yang lebih baik daripada siswa yang belajar dengan menghafal karena belajar
dengan memahami membuat anak memiliki hubungan yang utuh dari sebuah
konsep. Keutuhan pemahaman itu memungkinkan anak belajar lebih
bermakna daripada sekedar menghafal berulang-ulang tanpa makna.
Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dalam
pembelajaran kimia akan membangun pemahaman konsep kimia siswa.
Sedangkan penerapan pendekatan konvensional dalam pembelajaran kimia
sulit membangun pemahaman konsep kimia siswa.
Dengan demikian, terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia siswa
yang diajarkan dengan pendekatan sains teknologi masyarakat dan yang
diajarkan dengan pendekatan konvensional.
41
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka berpikir, dapat dilihat pada
bagan berikut ini. Gambar 3. Bagan Kerangka Berpikir
Pendekatan STM Pendekatan Konvensional
(X1) (X2)
· Berpusat pada siswa · Guru berperan sentral
· Bermacam-macam sumber · Guru menjadi satu-satunya
Belajar sumber ilmu
· Guru sebagai motivator, · Guru sebagai pentransfer ilmu
fasilitator, dan pengarah ke siswa
· Siswa aktif · Siswa pasif
· Siswa belajar dengan memahami · Siswa mendengar, mencatat, dan
konsep menghafal
Pemahaman konsep Pemahaman konsep
(Y1) ≠
(Y2)
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan pemahaman konsep
kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan sains teknologi masyarakat
(STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.
Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka hipotesis statistik
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 diterima, H0 ditolak jika thitung > ttabel
H0 diterima, H1 ditolak jika thitung < ttabel
Hipotesis nol (H0): “Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia siswa
yang diajarkan dengan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dan
yang diajarkan dengan pendekatan konvensional”.
42
Hipotesis alternatif (H1): “Terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia
siswa yang diajarkan dengan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM)
dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional”.
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Al-Khairiyah, Jl.
Mampang Prapatan IV No. 74 Mampang Prapatan Jakarta Selatan dengan
waktu penelitian pada semester genap tahun ajaran 2008/2009 selama empat
minggu dimulai pada tanggal 18 Mei sampai tanggal 13 Juni 2009.
B. Variabel Penelitian Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai hal, segi, aspek atau
komponen yang memiliki kualitas atau karakteristik yang bervariasi.1 Variabel
penelitian adalah obyek penelitian yang bervariasi.2 Variabel penelitian itu
meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan
diteliti.3
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan terdiri atas dua variabel
yaitu:
variabel bebas (X) : pembelajaran dengan pendekatan sains teknologi
masyarakat (STM) dan pembelajaran konvensional
dengan pendekatan
variabel terikat (Y) : pemahaman konsep kimia siswa
C. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian
Berdasarkan pendekatannnya, penelitian ini adalah penelitian
dengan pendekatan eksperimen, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), cet. ke-2, h. 194. 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), cet. ke-11, h. 97. 3 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), cet. ke-7, h. 118.
44
mengetahui ada tidaknya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain.4
Penelitian dengan metode ini mencoba meneliti ada tidaknya hubungan
sebab akibat.5 Dalam penelitian eksperimen terdapat perlakuan yang
diberikan oleh peneliti terhadap subyek penelitian. Perlakuan dalam
penelitian eksperimen ini yaitu pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan sains teknologi masyarakat (STM).
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi
experimental design. Desain ini digunakan karena terdapat persyaratan
eksperimen murni yang tidak terpenuhi, di antaranya masih terdapat
variabel lain yang tidak menjadi titik perhatian penelitian yang tidak dapat
dikontrol oleh peneliti dan masih terdapat kekurangan dalam pengambilan
sampel penelitian eksperimen.
Bentuk desain penelitian quasi experimental design yang
digunakan adalah posttest only control group design. Dalam desain ini,
eksperimen dilaksanakan terhadap dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang keduanya diberikan tes akhir.
Dengan demikian besarnya pengaruh dari perlakuan dapat diketahui
dengan membandingkan hasil tes akhir kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol.6
Penelitian ini menggunakan posttest only control design untuk
membandingkan hasil pengaruh dari perlakuan masing-masing kelompok
tanpa adanya pengaruh dari tes awal. Penggunaan desain ini juga didasari
asumsi bahwa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sudah
ekuivalen.
4 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2002), cet. ke-9, h. 4. 5 Suharsimi Arikunto, Manjemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), cet. ke-10, h.
207. 6 Arikunto, Manjemen ..., h. 212.
45
Adapun bentuk desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tabel 2. Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design
Kelompok Perlakuan Posttest
Eksperimen X O1
Kontrol O2
Keterangan:
O1 : skor hasil kelompok eksperimen
O2 : skor hasil kelompok kontrol
X : perlakuan (pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM)
Desain penelitian:
a) Pemilihan sampel dari populasi terjangkau
b) Pemberian perlakuan (X) pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran
tentang materi pokok minyak bumi dan petrokimia dengan pendekatan
STM.
c) Secara lengkap prosedur perlakuan dapat dilihat dalam tabel 5.
Tabel 3. Prosedur Perlakuan Penelitian
Pendekatan STM Tahapan
Guru Siswa
1. Invitasi Memberikan pertanyaan Menjawab pertanyaan
2. Eksplorasi Meminta membentuk
kelompok dan
membahas LKS
Membentuk kelompok
dan mengerjakan LKS
3. Pembentukan
konsep
(konsolidasi
pembelajaran)
Memperhatikan hasil
pembahasan dan
kesimpulan tiap
kelompok
Menyajikan hasil
bahasan LKS dari
kelompoknya dan
menyimpulkan
4. Aplikasi dan
pemantapan
konsep
Memberikan contoh soal Mengerjakan contoh
soal
46
5. Evaluasi Memberikan latihan soal
dan PR
Mengerjakan latihan
soal dan PR
d) Memberikan posttest (O) kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol
untuk mengukur variabel terikat.
e) Menghitung perbedaan hasil posttest kelas eksperimen dan kelas
kontrol dengan menggunakan uji t.
f) Mengaitkan tes statistik yang cocok dalam desain penelitian ini untuk
menentukan apakah perbedaan dalam skor ini signifikan atau tidak,
yaitu apakah perbedaan yang dihasilkan dapat menolak hipotesis nol.
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah semua anggota kelompok yang tinggal bersama dalam
satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir
suatu penelitian.7 Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah populasi
yang dipilih untuk sumber data.8
Adapun populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MA
Al-Khairiyah Mampang Jakarta Selatan, sedangkan populasi terjangkau
adalah siswa kelas X MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta Selatan tahun ajaran
2008/2009.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah cluster random sampling. Teknik cluster random sampling yaitu
teknik pengambilan sampel dengan memilih kelompok (cluster) secara acak
sehingga seluruh atau sebagian elemen di dalam kelompok menjadi sampel
karena elemen yang ada dalam kelompok bersifat heterogen.9 Penarikan
sampel kelompok dilakukan dengan satu tahap karena sifat kelompok-
kelompok yang ada adalah homogen.10
7 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. ke-4, h.
53. 8 Sukardi, Metodologi..., h. 54. 9 Mustafa Edwin Nasution dan Hardius Usman, Proses Penelitian Kuantitatif, (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007), cet. ke-2, h. 107. 10 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 133.
47
Dalam penelitian ini sampel untuk kelas eksperimen diambil dengan
memilih satu kelas secara acak dari kelas paralel yang ada. Kelas yang terpilih
sebagai kelas eksperimen yaitu kelas X-2 dan kelas kontrol yaitu kelas X-1.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik ini
disebabkan kondisi di sekolah yang tidak memungkinkan untuk melakukan
pembentukan kelompok-kelompok baru karena keterbatasan ruang kelas dan
perbedaan jadwal pelajaran. Berdasarkan keterangan dari pihak kepala
sekolah, pengelompokan siswa dalam kelas paralel tersebut dilalukan secara
acak, bukan berdasarkan tingkat kecerdasan siswa sehingga kelas paralel
manapun yang terpilih maka akan sudah didapatkan kelas dengan tingkat
kecerdasan siswa yang bervariasi.
E. Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes hasil belajar
kimia. Tes hasil belajar disusun dengan bahan kajian minyak bumi dan
petrokimia. Tes hasil belajar terdiri dari 35 soal pilihan ganda dengan
alternatif lima pilihan.
Dalam penyusunan instrumen ini, indikator-indikator pencapaian hasil
belajar ranah kognitif aspek pemahaman yang digunakan yaitu siswa mampu
membedakan, menjelaskan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari
materi yang telah dipelajari. Secara lengkapnya indikator, jumlah butir soal,
dan nomor butir soalnya adalah sebagai berikut:
Table 4. Indikator dan Item Soal Instrumen Penelitian
Indikator Jumlah Soal Nomor Soal
Menjelaskan proses
pembentukan minyak bumi
dan gas alam
Menjelaskan komponen-
komponen utama penyusun
minyak bumi
3
3
1*), 2*), 3*)
4*), 5, 6*)
48
Menafsirkan bagan
penyulingan bertingkat untuk
menjelaskan dasar dan teknik
pemisahan fraksi-fraksi
minyak bumi
Membedakan kualitas bensin
berdasarkan bilangan
oktannya
Menjelaskan penggunaan
residu minyak bumi dalam
industri petrokimia
Menyimpulkan dampak
pembakaran bahan bakar
terhadap lingkungan
10
6
6
7
7*), 8*), 9*),
10, 11, 12,
13, 14*), 15*),
16*)
17*), 18, 19*),
20, 21, 22*)
23*), 24*), 25,
26, 27, 28
29*), 30*), 31,
32, 33*), 34*),
35
Ket.: *) = soal yang digunakan sebagai instrumen penelitian
Sebelum tes hasil belajar kimia ini diujikan, terlebih dahulu dilakukan
uji coba kepada responden (siswa kelas XI yang pernah mempelajari tentang
minyak bumi dan petrokimia) untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf
kesukaran dan daya pembeda instrumen. Uji coba soal ini dilakukan di
sekolah yang sama yaitu MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta Selatan.
1. Validitas Instrumen
Validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi
atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas yang dipakai adalah validitas
isi (content validity) yaitu untuk mengetahui kesesuaian antara soal dengan
tujuan pembelajaran. Untuk mengetahui setiap item soal memiliki validitas
yang baik maka setiap item soal dihitung validitasnya dengan
menggunakan rumus point biserial (rpbi) yang langkah-langkahnya sebagai
berikut:
49
a. Mencari proporsi menjawab benar (p) setiap butir soal
p = N
X
b. Mencari q setiap butir soal
q = 1 – p
c. Mencari rata-rata skor peserta tes setiap butir soal (Mp)
Mp = benar menjawab yang tespesertajumlah
benar menjawab yang tespeserta skor totaljumlah
d. Mencari rata-rata total (Mt)
NXt
Mt
e. Mencari standar deviasi
SD = 22
NfX
NfX
f. Mencari angka indeks korelasi poin biserial (untuk menguji validitas
soal)
qp
SDMM
r tppbi
Keterangan :
rpbi = Angka indeks korelasi poin biserial
Mp = Rata-rata skor yang dicapai oleh perserta test yang menjawab
benar, yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara
keseluruhan
Mt = Mean skor total
SD = Deviasi standar (standar deviasi dari skor total)
p = Proporsi peserta tes yang menjawab betul terhadap butir soal
yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan
q = Proporsi peserta tes yang menjawab salah terhadap butir soal
yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan.
Untuk menentukan validitas, rpbis masing-masing item soal
dibandingkan dengan rtabel. Jika rpbis > rtabel , maka soal dinyatakan valid.
50
2. Reliabilitas
Realibilitas didefinisikan sebagai konsistensi dari suatu tes.
Instrumen dikatakan reliabel adalah instrumen yang apabila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data
yang sama. Realibilitas instrumen hasil belajar kimia pada penelitian ini
diuji dengan menggunakan rumus Kuder dan Richardson (KR20):
2
2
11 Stp.qSt
1nnr
Keterangan :
n = jumlah item dalam instrument
p = proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar
q = 1 – p
St2 = varians total
Kategori reliabilitas soal ditentukan dengan membandingkan hasil
penghitungan dengan skala berikut:
0.91 – 1 : ST (Sangat Tinggi)
0.71 - 0.9 : T (Tinggi)
0.41 - 0.7 : C (Cukup)
0.21 - 0.4 : R (Rendah)
< 0.2 : SR (Sangat Rendah)
3. Taraf kesukaran (difficulty index)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaran dari
tiap item soal: mudah, sedang, atau sukar. Rumus yang digunakan adalah:
JSBP
Keterangan:
P = Tingkat kesukaran soal
B = Banyaknya siswa yang menjawab dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta test
51
Adapun kriteria tingkat kesukaran untuk tiap item soal adalah
sebagai berikut:
P = 0,00-0,30 adalah soal sukar
P = 0,30-0,70 adalah soal sedang
P = 0,70-1,00 adalah soal mudah
Item soal yang digunakan adalah item soal dengan tingkat
kesukaran sukar dan sedang. Sedangkan item soal dengan tingkat
kesukaran mudah lebih baik dibuang.
4. Daya pembeda (descriminating power)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
Rumus yang digunakan adalah:
n21
KBKADB
Keterangan:
KA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
KB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
n = Jumlah peserta kelompok atas dan kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda untuk masing-masing item soal adalah
sebagai berikut:
D = 0,00-0,20 adalah jelek
D = 0,20-0,40 adalah sedang
D = 0,40-0,70 adalah baik
D = 0,70-1,00 adalah baik sekali
D = negatif adalah tidak baik
Item soal dengan daya pembeda jelek dan negatif (tidak baik)
dibuang. Item soal yang digunakan adalah item soal yang memiliki daya
pembeda sedang, baik, dan baik sekali.
52
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t,
yakni tes statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan
hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel yang
diambil dari populasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan.11
1. Pengujian Prasyarat Penelitian
Sebelum data dianalisis dengan uji t, terlebih dahulu dilakukan
pengujian prasyarat, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas data.
Jika data normal dan homogen maka data dapat dianalisis dengan
menggunakan uji t.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau
tidaknya distribusi data pada sampel yang diteliti. Uji normalitas yang
digunakan yaitu uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Urutkan data sampel dari yang terkecil hingga yang terbesar
2) Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data berikut dengan rumus:
Zi = SDΧΧ
Keterangan:
Zi = skor baku
X = nilai rata-rata
X = skor data
SD = standar deviasi
3) Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan
tabel Zi sebutkan dengan F(Zi) dengan aturan jika Zi > 0, maka
F(Zi) = 0,5 + nilai tabel, jika Zi < 0, maka F(Zi) = 1- (0,5 + nilai
tabel).
4) Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2... Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika, proporsi dinyatakan oleh S(Zi), maka:
11 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006),
h. 278.
53
S(Zi) = n
Ζnyang...Ζ..Ζ, Ζbanyaknya 21
5) Hitung selisih F(Zi) – S(Zi), kemudian tentukan harga mutlak.
6) Ambil nilai terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut,
nilai ini dinamakan Lo.
7) Memberi interpretasi Lo dengan membandingkan dengan Lt, Lt
adalah harga yang ambil dari tabel harga kritis uji liliefors.
8) Mengambil kesimpulan berdasarkan harga Lo dan Lt yang telah
didapat, apabila Lo < Lt maka sampel berasal dari distribusi
normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk melihat seragam tidaknya
varian sampel yang diambil dari populasi. Pengujian dilakukan dengan
uji homogenitas dua varian, rumus uji homogenitas yang digunakan
adalah uji Fisher, yaitu:
F = 21
22
SS
dengan
S2 =
1nnΧΧn 22
Keterangan :
F = homogenitas
S12 = varian terkecil atau data pertama
S22 = varian terbesar atau data kedua
Mengambil kesimpulan berdasarkan harga Fhitung yang telah
didapat dengan membandingkannya dengan Ftabel. Jika Fhitung < Ftabel
maka sampel homogen. Jika Fhitung > Ftabel maka sampel tidak
homogen.
54
2. Pengujian Hipotesis dengan Uji-t
Uji-t dimaksudkan untuk mengetahui apakah memang secara
signifikan dua variabel yang sedang diperbandingkan atau dicari
perbedaannya itu memang berbeda, ataukah perbedaan itu terjadi semata-
mata karena kebetulan saja.12 Pengujian hipotesis menggunakan uji-t
dengan rumus:13
M1M2
12o SE
MMt
SEM2-M1 = 21M
22M SESE
SEM1 = 1N
SD1
SEM2 = 1N
SD2
Keterangan:
to = t hasil perhitungan
M1 = rata-rata skor kelas kontrol
M2 = rata-rata skor kelas eksperimen
SD1 = standar deviasi kelas kontrol
SD2 = standar deviasi kelas eksperimen
SEM1 = standar eror mean kelas kontrol
SEM2 = standar eror mean kelas eksperimen
SEM1- M2 = standar eror perbedaan mean antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen
G. Hipotesis Statistik Hipotesis statistik untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 diterima, H0 ditolak jika thitung > ttabel
H0 diterima, H1 ditolak jika thitung < ttabel
12 Sudijono, Pengantar..., h. 277. 13 Sudijono, Pengantar..., h. 324.
55
Hipotesis nol (H0): “Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia
yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan sains
teknologi masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan
konvensional”.
Hipotesis alternatif (H1): “Terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia
yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan sains
teknologi masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan
konvensional”.
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) di MA Al-Khairiyah Jakarta Selatan Dalam proses penelitian ini yaitu pelaksanaan perlakuan berupa
pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan STM pada materi
minyak bumi dan petrokimia yang dilakukan dalam empat pertemuan di MA
Al-Khairiyah Jakarta Selatan, penulis menemukan beberapa kondisi-kondisi
siswa dalam pembelajaran yang berbeda bila dibandingkan dengan siswa
dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional, di
antaranya yaitu:
1. Keaktifan siswa bertanya.
Pada proses pembelajaran dengan pendekatan STM, siswa lebih
aktif dalam bertanya dan kemudian menyimak jawaban yang diberikan
oleh siswa lain maupun oleh guru. Keaktifan siswa ini dikarenakan siswa
memiliki keingintahuan lebih jauh mengenai materi pelajaran yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehinggga menimbulkan minat
siswa terhadap materi pelajaran tersebut. Keaktifan ini juga dimungkinkan
karena guru tidak dominan, tidak memposisikan diri sebagai satu-satunya
sumber informasi dalam proses pembelajaran dan guru memberikan ruang
kesempatan yang luas bagi siswa untuk bertanya jawab.
Kondisi ini berbeda dengan kondisi siswa pada pembelajaran
dengan pendekatan konvensional. Siswa tidak antusias untuk bertanya
karena keaktifan guru yang sangat dominan sehingga siswa seolah-olah
merasa cukup dengan informasi-informasi yang diberikan oleh guru
melalui ceramah, dari catatan yang diberikan oleh guru, dan dari buku
paket pelajaran yang mereka miliki..
57
2. Keaktifan siswa mencari informasi dari berbagai sumber.
Tugas mencari informasi seputar materi yang akan dipelajari
dilaksanakan oleh siswa dengan antusias. Hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya kelompok yang tidak mencari informasi mengenai penyulingan
bertingkat minyak bumi dan mengenai kualitas bensin serta dampak
pembakaran bahan bakar terhadap lingkungan.
Pada kelas dengan perlakuan berupa pembelajaran dengan
pendekatan konvensional, siswa tidak dilatih untuk mencari informasi dari
berbagai sumber. Siswa merasa cukup dengan yang diperolehnya dari
guru dan buku dalam ruang kelas selama jam pelajaran berlangsung.
3. Perhatian, semangat, motivasi siswa
Siswa pada kelas eksperimen semangat dalam pembelajaran,
memiliki perhatian terhadap pelajaran, dan motivasi untuk belajar. Hal ini
dibuktikan dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, siswa
antusias menjalani proses pembelajaran, dan sedikitnya siswa yang
mengantuk, melamun, atau menguap dalam pembelajaran.
Sebagaimana dinyatakan oleh Elif Bakar dkk bahwa siswa yang
mengalami pembelajaran dengan pendekatan STM mamiliki sikap yang
lebih positif dibandingkan siswa dengan pendekatan tradisional.1
Sedangkan siswa pada kelas kontrol, lebih banyak yang terlihat
bosan dengan ceramah dan catatan dari guru, bahkan tidak sedikit yang
mengantuk, melamun, atau menguap dalam pembelajaran.
Ketiga kondisi tersebut senada dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Rusmansyah dan Yudha Irhasyuarna, yaitu siswa memberikan tanggapan
positif terhadap pembelajaran kimia dengan pendekatan STM karena siswa
merasa lebih mudah memahami pelajaran, merasa pelajaran yang disampaikan
sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, tertarik dan merasakan
keterampilan proses dalam dirinya berkembang, merasa tumbuh ide dan
1 Elif Bakar, et.al., “Preservice Science Teachers Beliefs About Science –Technology And Their Implication In Society”, dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, Vol. 2, No. 3, Desember 2006, h. 18.
58
pertanyaan untuk memecahkan masalah, dan merasa terlibat aktif dalam
kelompoknya untuk menyelesaikan tugas.2
B. Pemahaman Konsep Kimia Siswa 1. Pemahaman Konsep Kimia Siswa pada Kelas kontrol
Pada kelas kontrol, butir-butir soal dengan persentase dijawab
benar oleh siswa di atas 50% berjumlah 11 soal. Butir tes yang dijawab
benar dengan persentase tinggi di atas 80% yaitu butir soal nomor 1
dengan persentase 84%. Butir ini merupakan tes untuk indikator
menjelaskan proses pembentukan minyak bumi dan gas alam.
Sedangkan butir tes yang dijawab benar dengan persentase paling
rendah yaitu butir soal nomor 18 dengan persentase 32%. Butir ini
merupakan tes untuk indikator menyimpulkan dampak pembakaran bahan
bakar terhadap lingkungan.
2. Pemahaman Konsep Kimia Siswa pada Kelas Eksperimen
Pada kelas eksperimen, butir-butir soal dengan persentase dijawab
benar oleh siswa di atas 50% berjumlah 15 soal. Butir tes yang dijawab
benar dengan persentase tinggi di atas 80% yaitu: butir soal nomor 1
dengan persentase 81% yang merupakan tes untuk indikator menjelaskan
proses pembentukan minyak bumi dan gas alam; butir soal nomor 10
dengan persentase 87% yang merupakan tes untuk indikator menafsirkan
bagan penyulingan bertingkat untuk menjelaskan dasar dan teknik
pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi; dan butir soal nomor 16 dengan
persentase 81% yang merupakan tes untuk indikator menjelaskan
penggunaan residu minyak bumi dalam industri petrokimia.
Sedangkan butir tes yang dijawab benar dengan persentase paling
rendah yaitu butir soal nomor 12 dengan persentase 35%. Butir ini
2 Rusmansyah dan Yuda Irhasyuarna, “Implementasi Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri Kota Banjarmasin,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040 Tahun ke-9, Januari 2003, h. 107.
59
merupakan tes untuk indikator membedakan kualitas bensin berdasarkan
bilangan oktannya.
3. Perbedaan Pemahaman Konsep Kimia Siswa
Pemahaman konsep kimia siswa yang berbeda antara kelas kontrol
dan kelas eksperimen di antaranya dapat dilihat dari selisih jumlah siswa
yang menjawab butir soal dengan benar. Selisih jumlah siswa yang
menjawab butir soal dengan benar antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen dengan selisih yang besar yaitu butir soal nomor 17 dengan
selisih 8, butir soal nomor 18 dengan selisih 8, butir soal nomor 19 dengan
selisih 7, dan butir soal nomor 20 dengan selisih 8. Keempat butir ini
merupakan butir tes untuk indikator menyimpulkan dampak pembakaran
bahan bakar terhadap lingkungan.
Selisih besar pada butir-butir soal untuk indikator ini menunjukkan
bahwa siswa kelas eksperimen yang yang diberi perlakuan pembelajaran
dengan pendekatan STM, lebih mampu menarik kesimpulan mengenai
dampak pembakaran bahan bakar terhadap lingkungannya. Kemampuan
ini dimungkinkan karena siswa belajar tidak sekedar menghafal informasi-
informasi tanpa makna, tetapi siswa belajar dengan mengaitkan informasi-
informasi yang ada sehingga lebih bermakna dan siswa dapat memahami
konsep-konsep yang dipelajari dan mampu mengaplikasikannya dalam
masalah kehidupan sehari-hari.
Hal ini senada dengan hasil penelitian Aikenhead yang
menunjukkan bahwa siswa pada kelas sains dengan pendekatan STM jika
dibandingkan dengan siswa pada kelas dengan pendekatan tradisional,
secara signifikan STM berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir
seperti menerapkan kaidah-kaidah sains dalam peristiwa sehari-hari.3
3 Glen S. Aikenhead, “Research into STS Science Education”, dalam Educación Química,
No. 16 (3), Juli 2005, h. 389.
60
C. Pengaruh Pendekatan STM dan Pendekatan Konvensional
dalam Pembelajaran Kimia terhadap Pemahaman Konsep
Kimia Siswa Perbedaan pemahaman konsep kimia siswa antara siswa yang
diajarkan dengan pendekatan STM dan siswa yang diajarkan dengan
pendekatan konvensional dapat dibuktikan dengan hasil pengujian hipotesis
dengan uji t.
Dalam pengujian didapatkan hasil yaitu thitung = 2,42 (lampiran 20) dan
ttabel = 2,00 (α = 5%) sehingga thitung > ttabel, maka hipotesis nol (Ho) ditolak
dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, yaitu terdapat perbedaan pemahaman
konsep kimia yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan
STM dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan STM
dalam pembelajaran kimia memberikan pengaruh positif terhadap pemahaman
konsep kimia siswa.
Aikenhead menyatakan bahwa penelitian menunjukkan bahwa siswa
pada pembelajaran sains dengan pendekatan STM tampak jelas menunjukkan
pengaruh makin baik yang signifikan terhadap tes hasil belajar sains
dibandingkan siswa pada pembelajaran konvensional.4
Elif Bakar dkk. menyatakan hasil studinya menunjukkan bahwa siswa
yang mengalami pembelajaran dengan pendekatan STM lebih baik
dibandingkan siswa dengan pendekatan tradisional dalam hal pemahaman
siswa mengenai proses ilmiah, kemampuan siswa untuk menerapkan konsep
ilmiah yang bekaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap murid
lebih positif, dan menunjukkan keterampilan kreatif yang lebih banyak dan
lebih baik.5
Pengaruh tersebut dapat terjadi karena secara teoritis pendekatan STM
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pendekatan konvensional, di
antaranya:
4 Aikenhead, “Research ...”, h. 389. 5 Bakar, et.al., “Preservice ...”, h. 18.
61
1. Penempatan siswa pada posisi sentral
Pembelajaran dengan pendekatan STM sangat memperhatikan
penempatan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program
pembelajaran bahkan memberi kesempatan siswa sebagai pengambil
keputusan.6
Penelitian yang dilakukan oleh Rannikmae menunjukkan bahwa
pendekatan STM, sebuah pedekatan yang berpusat pada siswa,
memberikan pengaruh terhadap pemahaman yang lebih baik mengenai ide
sains dan keterkaitannya dengan isu sosial.7
Penempatkan siswa pada posisi sentral dalam pembelajaran
memberi ruang pada pemanfaatan pengetahuan awal yang dimiliki oleh
siswa dan informasi dari berbagai macam sumber belajar dalam
mengkonstruk pengetahuannya dalam pembelajaran.
2. Penggunaan masalah-masalah dari dunia nyata
Pendekatan STM dalam pembelajaran menyajikan sains dengan
mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata.8 Siswa belajar sains
dalam konteks pengalaman nyata yang mencakup penerapan sains dan
teknologi.9
Penelitian lain oleh Rannikmae juga menunjukkan bahwa
mengaitkan pengajaran pada kemasyarakatan memainkan satu peran
positif di dalam menambahkan sikap siswa. Siswa pada kelas STM lebih
6 Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains
Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 15.
7 Miia Rannikmäe, et.al., “Popularity and Relevance of Science Education Literacy: Using a Context based Approach”, dalam Science Education International, Vol.21, No.2, Juni 2010, h. 119.
8 Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi ...,” h. 99. 9 Ni Made Pujani, “Pemanfaatan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru dengan
Suplemen LKS Berwawasan STM dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sisimangaraja, No. 4 Tahun ke-36, Oktober 2003, h. 51.
62
memperoleh pemikiran yang kreatif dan keterampilan membuat
keputusan.10
Dalam proses pembelajaran, siswa diajak untuk mengeksplorasi
hal-hal dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi
pelajaran sehingga memudahkan siswa memahami dan dapat lebih
meningkatkan daya ingat mereka.
3. Pengaruh terhadap minat dan motivasi siswa
Pendekatan STM meningkatkan kreatifitas dan keaktifan siswa
karena siswa membentuk dan mengolah pengetahuannya sendiri selama
proses pembelajaran serta siswa diajak untuk mengalami langsung hal-hal
yang berkaitan dengan materi pelajaran. Hal ini dapat membangkitkan
keinginan dan minat siswa, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap anak didik.
Faktor minat dan motivasi belajar merupakan faktor internal
peserta didik yang terlebih dahulu terpenuhi dalam proses pembelajaran
sebelum faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar yang diterapkan.
Motif yang kuat sangat diperlukan dalam belajar karena dapat lebih
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik dengan berpikir dan
memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang
menunjang belajar.11 Karena itu, pembelajaran dengan pendekatan STM
dimungkinkan dapat menjawab masalah faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam proses belajar mengajar selain fungsinya sebagai pembawa pesan
instruksional dalam belajar mengajar, sehingga pemahaman siswa peserta
didik akan meningkat.
Sedangkan penggunaan pendekatan konvensional dengan metode
ceramah dalam pembelajaran kimia memiliki beberapa kelemahan yang
mempengaruhi kurangnya pemahaman konsep kimia siswa, di antaranya:
10 Rannikmäe, et.al., “Popularity ...”, h. 119. 11 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), h. 58.
63
1. Proses belajar mengajar terpusat pada guru
Pada pendekatan konvensional dengan metode ceramah, kegiatan
belajar mengajar lebih terpusat pada guru dan keaktifan siswa tidak
optimal. Jika guru mengajar dengan metode ceramah saja, siswa menjadi
bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja.12 Hal ini bisa
menghalangi respons siswa, kurang menarik, dan membatasi daya ingat
siswa.
2. Sumber belajar terbatas
Guru sebagai satu-satunya sumber informasi pada pendekatan
konvensional dengan metode ceramah sehingga siswa yang hanya
mendengarkan sering tidak mampu mengaitkan informasi yang diberikan
oleh guru melalui ceramah dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sebelumnya. Ketidakmampuan mengaitkan informasi tersebut
mengakibatkan pelajaran tak menarik bagi siswa sehingga perhatian siswa
terhadap pelajaran berkurang.
3. Pengaruh terhadap perhatian siswa
Pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional, respons siswa
terhambat, daya ingat siswa terbatasi, dan siswa kurang tertarik dengan
materi pelajaran sehingga perhatian siswa terhadap pelajaran berkurang
Jika pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka timbullah kebosanan
sehingga ia tidak lagi suka mempelajari hal tersebut.13 Hal ini
mengakibatkan siswa tidak dapat membangun pengetahuannya dengan
baik.
Pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan sains teknologi
masyarakat (STM) berfokus pada siswa. Dalam hal ini peran guru adalah
sebagai motivator, fasilitator dan pengarah dalam membantu siswa untuk
membangun pengetahuannya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar,
12 Slameto, Belajar..., h. 65. 13 Slameto, Belajar..., h. 56.
64
mencatat, dan menghafal tetapi belajar memahami konsep-konsep sains dan
aplikasi serta dampaknya.
Dalam pembelajaran konvensional siswa hanya belajar tentang konsep-
konsep tanpa penjelasan secara utuh tentang keterkaitan antar bahan kajian
sehingga siswa tidak dibangun pola pikirnya dalam memahami konsep. Guru
berperan sentral dalam proses pembelajaran. Guru bertindak sebagai satu-
satunya sumber ilmu dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya
mencatat dan mendengar penjelasan guru.
Siswa yang belajar dengan memahami akan mendapatkan hasil belajar
yang lebih baik daripada siswa yang belajar dengan menghafal karena belajar
dengan memahami membuat anak memiliki hubungan yang utuh dari sebuah
konsep. Keutuhan pemahaman itu memungkinkan anak belajar lebih
bermakna daripada sekedar menghafal berulang-ulang tanpa makna.
Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dalam
pembelajaran kimia akan membangun pemahaman konsep kimia siswa.
Sedangkan penerapan pendekatan konvensional dalam pembelajaran kimia
sulit membangun pemahaman konsep kimia siswa.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan STM berbeda
dengan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konvensional, di antaranya yaitu dalam hal keaktifan siswa bertanya,
keaktifan siswa mencari informasi dari berbagai sumber, dan perhatian,
semangat serta motivasi siswa.
2. Siswa kelas eksperimen yang yang diberi perlakuan pembelajaran dengan
pendekatan STM lebih memiliki pemahaman konsep dibandingkan siswa
pada kelas kontrol, di antaranya siswa lebih mampu dalam menarik
kesimpulan mengenai dampak pembakaran bahan bakar terhadap
lingkungannya.
3. Penggunaan pendekatan STM dalam pembelajaran kimia memberikan
pengaruh terhadap minat dan motivasi siswa sehingga berpengaruh positif
terhadap pemahaman konsep kimia siswa. Pengaruh tersebut dapat terjadi
karena pendekatan STM memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
pendekatan konvensional, di antaranya penempatan siswa pada posisi
sentral dalam pembelajaran dan penggunaan masalah-masalah dari dunia
nyata.
4. Penggunaan pendekatan konvensional dalam pembelajaran kimia
memberikan pengaruh terhadap kurangnya perhatian siswa terhadap
pelajaran sehingga mempengaruhi kurangnya pemahaman konsep kimia
siswa. Hal ini dapat terjadi karena pendekatan konvensional memiliki
beberapa kelemahan, di antaranya proses belajar mengajar yang terpusat
pada guru dan sumber belajar yang terbatas hanya dari guru dan buku
paket pelajaran.
66
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, berikut diajukan
beberapa saran:
1. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran kimia, guru hendaknya
menerapkan pendekatan belajar yang dapat menyesuaikan antara teori
dengan kenyataan yang ada terutama dalam kehidupan sehari-hari sehingga
siswa dapat memahami kimia secara konkret dan terpadu. Hal ini dapat
dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan STM yang mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan yang ada dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Diharapkan guru lebih memposisikan diri sebagai fasilitator dan mediator
dalam proses pembelajaran. Peran aktif siswa perlu dilatih dan
dikembangkan dalam menemukan, memahami konsep dan fakta melalui
berbagai sumber pengetahuan yang tersedia di dalam maupun di luar
lingkungan sekolah.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbandingan
pemahaman kimia siswa setelah pembelajaran dengan pendekatan STM
dan pemahaman kimia siswa setelah pembelajaran menggunakan
pendekatan-pendekatan lainnya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Aikenhead, Glen S., “Research into STS Science Education”, dalam Educación Química, No. 16 (3), Juli 2005, h. 384-397.
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
_____, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Bakar, Elif, et.al., “Preservice Science Teachers Beliefs About Science –Technology And Their Implication In Society”, dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, Vol. 2, No. 3, Desember 2006, h. 18-32.
Citrawathi, Desak Made, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 13-15.
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga, 2001.
Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari, Interaksi Belajar Mengajar IPA, Jakarta: Universitas Terbuka, 2000.
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 2006.
Galib, La Maronta, ”Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 45-51.
http://banjarnegarambs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan-pembelajaran/, 10 September 2008.
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensi-onal/, 20 Desember 2009.
68
http://esdikimia.wordpress.com/2010/10/13/macam-macam-pendekatan-pembela-jaran-kimia/, 13 Oktober 2010.
http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembela-jaran/, 19 Februari 2008.
http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/, 2 Maret 2009.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/31/04.htm, 31 Juli 2005.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/012007/05/wacana.htm, 5 Januari 2007.
http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1&m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k=347, 27 Nov 2006.
Makmun, Abin Samsuddin, Psikologi Kependidikan: Perangkat Siatem Perngajaran Modul, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Mariana, Made Alit, “Suatu Tinjauan Tentang Hakikat Pendekatan Science, Technology, and Society dalam Pembelajaran Sains,” dalam Buletin Pelangi Pendidikan, Vol. 2 No. 1 Tahun 2000, h. 40-41.
Middlecamp dan Kean, Panduan Belajar Kimia Dasar, Jakarta: Gramedia, 2001.
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Nasution, Mustafa Edwin dan Usman, Hardius, Proses Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007.
Panen, Paulina, dkk., Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: PAU PPAI Universitas Terbuka, 2001.
Pangayuanta, Teguh, Ringkasan Materi dan Latihan Soal Tuntas Tuntunan ke Universitas Kimia X, Jakarta: Graha Pustaka, 2008.
Parning, dkk., Kimia 1B Sekolah Menengah Atas Kelas X Semester Kedua, Jakarta: Yudhistira, 2006.
69
Popham, W. James dan Baker, Eva L., Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Prasetyo, Bambang dan Jannah, Lina Miftahul, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
Prayekti, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat tentang Konsep Pesawat Sederhana dalam Pembelajaran IPA di Kelas 5 Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 039 Tahun ke-8, November 2002, h. 774-780.
Purwanto, M. Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Pujani, Ni Made, “Pemanfaatan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru dengan Suplemen LKS Berwawasan STM dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sisimangaraja, No. 4 Tahun ke-36, Oktober 2003.
Rannikmäe, Miia, et.al., “Popularity and Relevance of Science Education Literacy: Using a Context based Approach”, dalam Science Education International, Vol.21, No.2, Juni 2010, h. 116-125.
Retnowati, Priscilla, Seribu Pena Kimia SMA untuk Kelas X, Jakarta: Erlangga, 2004.
Rusmansyah dan Irhasyuarna, Yuda, ”Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri Kota Banjarmasin,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040 Tahun ke-9, Januari 2003, h. 99-100.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Sudjana, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, 2002.
Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2002.
70
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Uno, Hamzah B, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Verawati, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Pokok Bahan Kimia di Rumah,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Recommended