View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
• Laporan Penelitian Fakultas Hokum Universitas Gadjah Mada Tahun 2007.•• Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada••• Dosen Hukum Intemasional Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.1 Lihat Pasal I butir 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Beneana. Bcncana adalah
pcristiwa atau rangkaian peristiwa yang menganeam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakatyang disebabkan olch faktor alam daniatau faktor non alam maupun faktor manusia schingga menimbulkankorban jiwa manusia. kcrusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak phykologis.
, Transboundary haze pollution adalah pcncemaran udara yang disebabkan karena asap yang berasal dari suatuNcgara tertentu yang memasuki yurisdiksi negara lainllintas batas (European Environmental Agency. http.www.EEA.org/~IQssarium. tanggal akscs 15 Juni 2007)
saja mengundang keprihatinan yang menda- di Indonesia setelah dalam dua dekade ter-
lam dari para pemerhati lingkungan karenakebakaran butan yang terjadi sudah dapatdikategorikan sebagai sebuah bencana. IKebakaran hutan umumnya baru akan dianggap sebagai masalah yang perlu diperhatikan ketika telah terjadi transboundary hazepollution', Dalam sejarah kebakaran butan
A. Latar Belakang MasalahPermasalahan tentang asap. dari keba
karan hutan Indonesia sebenamya bukan halbaru, karena terjadinya hampir tiap tahunbahkan dapat dikatakan kebakaran hutanIndonesia merupakan sebuah rutinitas dalam kehidupan. Anggapan demikian tentu
Kata kunci: kebakaran hutan, transboundary haze pollution, state resposibility
AbstractForestfire problem in Indonesia is not only the internal problemfor Indonesian people
become a regionalproblem that resulted transboundary haze pollution with several neighbourcountries, which have directly by Indonesian forest fires such as haze pollution. Thisproblemhas some consequences for Indonesian government when the forest fires have direct impactto other countries. The responsibilities of Indonesian government to transboundary hazepollutions that caused by Indonesian forest fire are; the first, the regime of responsibility ofstate for this case is liability; second, responsibility criteria for this case is by stricht liabilityconcept; and third, indonesian government is the one party that have full responsibilitiesto handling forest fires and all impact caused by Indonesian forest fires problems. The twoimportance steps that must be accomplished by Indonesian government to restoring liabilityare ratifying the ASEAN Agreement Tronsboundary Haze Pollution (AATHP) and involve inthe Clear Development Mechanism (CDM) as regulated in Kyoto Protocol.
Dinarjati Eka Puspitasari·· dan Agustina Merdekawati···
PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA DALAMPENYELESAIAN KASUS TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION
AKIBAT KEBAKARAN RUTAN BERDASARKAN KONS~PSTATE RESPONSIBILITY
_1 Rp 100 Miliar UnlUkAtasi Asap, \\·\V\\".\\-aspaua.co-iJ. tanggal upload 16oktober 2006-I Ibid< S.T. Jahrin. Indonesia Haru... segera Ratifikasi The Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution.
\ \,.\1-1\: heriluhzlIlli.(·o_ icJ. langga/ upload 13 Oktober 2006." Sumber data dari bcrbagai artikel tentang HII/Cln Indonesia, hup:: nldghl,'gs. bi,ls-illYJ_t-;.lIl1-. Tanggal akses 25
Juni 2007.
-dimana Indonesia, Meksiko, Papua Nugini
Hanya Indonesia satu-satunya Negara yangtergabung di ASEAN dan juga Negara yangdianggap sebagai sumber utama krisis asapyang masih belum meratifikasi perjanjiantersebut.'
Tidak seperti periode sebelumnya dimana berakhimya transboundary haze pollution berarti berakhimya tuntutan, padaperi ode 2006 berakhimya kebakaran hutanhebat pada November 2006 tidak menyurutkan tuntutan bagi Indonesia karena masihadanya kekhawatiran negara-negara sahabat akan terjadinya bencana asap kembali.Kekhawatiran meningkat ketika memasukitahun 2007 Indonesia mendapat 2 predikatbam sekaligus.
Pertama, Indonesia merupakan Negara dengan Tingkat Deforestasi Tercepat didunia." Indonesia menghancurkan kira-kira51 kilometer persegi hutan setiap harinya.Angka .tersebut diperoleh dari kalkulasi berdasarkan data laporan 'State of the WorldsForests 2007' yang dikeluarkan the UNFood & Agriculture Organization s (FA0).Menurut laporan tersebut sepuluh negaramembentuk. 80 persen hutan primer dunia,
meminta agar Indonesia serius menanganimasalah kabut asap kebakaran hutan Indonesia sehingga tidak terjadi lagi pada tahun2007.4 Ketiga, desakan negara-negara yangtergabung dalam ASEAN agar Indonesiasegera meratifikasi The Asean Agreementon Transboundarv Haze Pollution 2002.~
akhir, transboundary haze pollution terjadiselama tiga periode yakni tabun 1982-1983,1991-1998 dan 2005-2006. Bahkan periode1991-1998 tercatat sebagai kebakaran butanterbesar di seluruh dunia. Dampak kebakaran hutan tidak hanya dirasakan penduduk diwilayab Indonesia, namun juga pendudukbeberapa negara tetangga. Protes keras pundialamatkan kepada Pemerintah Indonesiasebagai pihak yang dianggap paling bertanggung jawab untuk mengatasi masalah asapkebakaran hutan Indonesia.
Sejak tahun 2006 masalah kebakaranhutan mulai hangat kembali saat terjadi kebakaran hebat pada bulan Juli-November 2006di kawasan Sumatera dan Kalimantan yangmenimbulkan transboundary hazepollution.Negara-negara tetangga yang terkena transboundary haze pollution memberikan reaksikeras tidak hanya melalui negosiasi perwakilan diplomatiknya. Pertama, Perdana Men- .teri Singapura Lee Hsien Loong mengirimsurat kepada Presiden Indonesia Yudhoyonoyang berisi kekecewaan negaranya terhadapkiriman asap yang hampir setiap tahun diterima oleh Singapura dari pembakaran butanyang terjadi di wilayah Indonesia.' Kedua,Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato'Zainal Abidin Zain menyatakan negara Malaysia memberikan peringatan (warning)kepada Pemerintah Indonesia agar tidakmengekspor asap ke Malaysia tahun depan.Kabut asap akibat kebakaran hutan Indonesia telah membuat warga Malaysia kesal dan
472 "'MBAR HUKUAf Volume 19, Nomor 3, Oktober 2007, Halaman 335 - 485
• Hari Sutanta, Indonesia duduki peringkat kedua setelah Brazil sebagai kawasan deforestasi terbesar di dunia,http:.·.\\'\v\v.bcritabulnl.ur.icj. Tanggal akscs 20 Marct 2007.
c. Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian
hukum nonnatif. Penelitian ini dilakukandengan penelitian kepustakaan guna memperoleh data sekunder di bidang hukum.Untuk melengkapi dan menunjang datayang diperoleh dari penelitian kepustakaan,dilakukan juga penelitian lapangan. Datasekunder penelitian meliputi bahan hukumprimer, sekunder dan tersier. Bahan hukumprimer adalah bahan hukum yang bersifatmengikat, terdiri dari The Geneva Convention on The Long-Range Transboundary Air
yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan dua permasalahan. Pertama, bagaimana bentuk pertanggungjawaban Indonesiadalam penyelesaian kasus transboundaryhaze pollution akibat kebakaran butan Indonesia berdasarkan konsep State Responsibility? Kedua, upaya apa yang dapat dilakukanPemerintab Indonesia dalam menghindarituntutan pertanggungjawaban dalam kasustransboundary haze pollution akibat kebakaran hutan?
melakukan riset mengenai emisi C02 yangdihasilkan dari konversi lahan gambut dankebakaran butan di Indonesia. Hasil riset ituternyata menunjukkan babwa Indonesia telab menghasilkan emisi C02 dari konversilahan gambut dan kebakaran hutan sebesar516metrik ton per tabun.
Pemerintah Indonesia melalui PresidenYudhoyono telab menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada Malaysiadan Singapura atas ketidaknyamanan yangdirasakan masyarakatnya karena pemerintab Indonesia belum berhasil menanganimasalab kabut asap akibat kebakaran hutandan laban di Sumatera dan Kalimantan danmenyampaikan komitmen Indonesia untuksegera meratifikasi The Asean Agreement onTransboundary Haze Pollution dan sekaligus menjalankan penanganan komprehensif masalah kabut asap kebakaran hutan.Namun demikian, permohonan maaf bukanberarti masalah kabut asap selesai, karenatanggungjawab Pemerintah Indonesia untukpenyelesaian persoalan kasus ritual kabutasap dengan lebih terkoordinasi, dengan ren-
dan Brasil mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun waktu 2000-2005.
Kedua, hutan Indonesia sebagai Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar Ketiga di Dunia.' Kebakaran butan yang disebabkan oleh konsesi dan perkebunan telahmenempatkan Indonesia sebagai negarapenghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Meningkatnya gas rumah kacadi atmosfir ini telah menyebabkan perubahan iklim. Akhir-akhir ini beberapa lembaga B. Perumusan Masalahpenelitian dan Wetland International telah Berdasarkan latar belakang masalah
cana pengeluaran dana lebih besar, dan dengan penggunaan metode lebih terintegrasiini akan selalu dipertanyakan dan dinantikan ,oleh negara sahabat. Hal ini terkait denganadanya prinsip pertanggungjawaban negarabahwa "setiap tindakan atau kelalaian yangdilarang oleh hukum intemasional akanmelahirkan tanggungjawab intemasionalbagi negara itu".
Puspitasari dan Merdekawati, Pertanggungjawaban Indonesia 473
~ Transboundary Pollution adalah penccmaran Iingkungan dimana dampak dari pcnccmaran tcrscbut bcrsifat lintas Ncgara.
D. HasilPenelitiandan PembahasaoI. Pertanggungiawaban Negara dalam
Transboundary Haze PollutionPrinsip pertanggungjawaban negara
dalam bidang lingkungan sebenarnya telahdikenal dan digunakan dalam praktek bernegara, namun masyarakat intemasionalbelum memiliki instrumen yang mengaturpertanggungjawaban negara pada umumnyayang dapat diterapkan terhadap persoalanpencemaran lingkungan khususnya dalamTransboundary Pollution". Selama ini pertanggungjawaban Transboundary Pollution masih bersifat contractual obligations ~yang persyaratan pelaksanaannya ditetapkansecara terperinci dalam traktat yang bersangkutan atau mendasarkan pada konseppertanggungjawaban negara secara umumsebagaimana diatur dalam I.L.C. Dr~/i
kum, dan Kamus Bahasa Indonesia.Data primer diperoleh dari para nara
sumber yang terdiri dari Ka. Direktorat Jenderal Perjanjian Intemasional DEPLU R.I;Ka. Sub Bidang Ratifikasi KLH R.I; StafOeputi Kerusakan Hutan dan Lahan KLHRI; Staf Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan dan Perkebunan·RI; Staf Kedutaan Malaysia; Staf KedutaanSingapura; Pakar Hukum Internasional;Dosen Fakultas Kehutanan UniversitasGadjah Mada.
Metode pengumpulan data dilakukandengan studi dokumen dan pustaka. Alatpengumpulan data dalam penelitian lapangan adalah pedoman wawancara. Analisishasil penelitian dilakukan secara kualitatif.
Pollutan, 1979; United Nations FrameworkConvention on Climate Change 1992, Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahanlklim; The Convention of Biological Diversity (Konvensi Keanekaragaman Hayati)1992; The Convention on Civil Liability forDamage Resultingfrom Activities Dangerousto the Environment. Lugano, 1993; ProtokolKyoto; Asean Agreement on The Conservation of Nature and Natural Resources, 1985;ASEAN Agreement on Transboundary HazePollution 1992; Asean Cooperation Planon Transboundary Pollutan, 1995; AseanAgreement on Disaster Management and
. Emergency Response, 20C5;Undang-undangNo.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya;Undang-undang No. 41 Tabun 1999 tentangKehutanan; Undang-Undang No. 18 Tabun2004 tentang Perkebunan; Undang-UndangNo. 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup; Peraturan PemerintahNo. 45 Tahun 2004 tentang PerlindunganHutan; Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun2001 tentang Pengendalian Kerusakan danPencemaran Lingkungan Hidup.
Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukumprimer meliputi buku-buku Hukum Internasional yang terkait dengan Pertanggungjawaban Negara, buku-buku Hukum Lingkungan dan hasil seminar, makalah, artikelyang ada kaitannya dengan kebakaran hutandan kabut asap. Bahan hukum tersier yangmemberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder meliputi Black sLaw Dictionary, Kamus Terminologi Hu-
474 MIMBAR HUKUM Volume 19,Nomor 3, Oktober 2007, Halaman 335 - 485
lainnya, meskipun alasan untuk melakukan tuntutan tersebut eukup jelas, sepertiterlibat pada malapetaka Chernobil tahun1986. Ketiadaan satu konvensi universalyang mengatur mengenai masalah pertanggungjawaban di bidang lingkungan, mengakibatkan keberagaman dalam penerapanpertanggungjawaban di bidang pencemaranlingkungan. Misalnya dalam penetapan rejim pertanggungjawaban negara yang berlaku dalam kasus peneemaran lingkungan :responsibility atau liability; penetapan kriteria pertanggungjawaban : konsep subjectivefault criteria, objective fault criteria, strictliability, dan absolute liability; penetapan pihak yang harus bertanggungjawab terhadapkerusakan lingkungan : individu, lembagayang dibentuk oleh pemerintah atau swastabaik yang berbentuk perusahan atau bukan,termasuk sebuah negara; penetapan tentangjenis pernulihan atas kerugian: restitution.compensation atau satisfaction.
Sebagai bagian dari peneemaran udara,sampai saat ini juga belum ada konvensiintemasional yang seeara terperinei mengatur masalah transboundary haze pollutionyang aplikatif. Dalam praktek, bentuk pertanggungjawaban negara jika terbukti telahmelakukan transboundary haze pollutionakan ditentukan berdasarkan mekanismepenyelesaian sengketa yang dipilih antaranegara yang melakukan transboundary hazepollution dan negara yang menjadi korbantransboundary haze pollution.2. Pertanggungjawaban Negara Dalam
Kasus Kebakaran Hutan IndonesiaHutan adalah sebuah kesatuan ekosis
tern yang berupa hamparan laban yang berisisumberdaya alam hayati baik yang didominasi oleh pepohonan maupun semak belu-
Articles on State Responsibility jika belumada traktat yang seeara rinei mengatumya.
Konsekuensinya, dalam hal terjadikasus pencemaran lingkungan maka pertanggungjawaban hanya .dibebankan kepada negara pihak atau yang berhak ataskompensasi ganti rugi kerusakan lingkungan yang dideritanya hanya negara pihak.Terhadap negara yang tidak menjadi pihakatau dalam hal terjadi pencemaran pada sektor lingkungan yang belum ada traktat yangmengaturnya, yang dapat digunakan untukmenuntut pertanggungjawabannya adalahprinsip umum hukum lingkungan intemasional dan ketentuan-ketentuan soft law.Misalnya digunakan prinsip sic utere tuout alienum non laedas atau "setiap negaramempunyai kewajiban untuk tidak menggunakan atau mengijinkan digunakannyawilayahnya sedemikian rupa sehingga menyebabkan timbulnya bahaya atau kerugianterhadap lingkungan, orang, harta benda danatau hak-hak negara lain, atau daerah di luarwilayahnya". Prinsip ini telah diakui olehDeklarasi Stoekholm-1972 (Prinsip 21) danDeklarasi Rio-1992 (Prinsip 19) serta telahdigunakan sebagai dasar keputusan beberapa kasus intemasional seperti the 1941 TrailSmelter Arbitration, the 1946 Corfu Channel Case, dan the 1957 Lake Lanoux Arbitration.
Fakta dalam praktek masyarakat intemasional sendiri, sebagian besar negaramasih ragu-ragu untuk menetapkan ketentuan yang dapat menghalangi dilakukannyakegiatan yang berpotensi menimbulkan akibat yang berbahaya (potentially hazardousactivities). Negara juga masih enggan untukmenuntut negara lain yang menimbulkankerusakan lingkungan dan atau kerugian
Puspitasari dan Merdekawati, Pertanggungjawaban Indonesia 475
<l Hutan adalah suatu kesatuan ckosistem bcrupa hamparan laban berisi sumber daya alam hayati yang didominasipepohonan dalarn persekutuan alarn lingkungannya yang satu dcngan lainnya tidak dapat dipisahkan.
III Bambang Purbowaseso, 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan, Suatu Pengantar. cctakan pertama. RinckaCipta, Jakarta. him. 77-78.
II Soeharto adalah Presidcn Rcpublik Indonesia ke-2 yang memcgang pcmerintahan pada masa Orde Baru (1976-1998) yang bcrkuasa sclama 32 tahun. ·
•Sia
a. Kebakaran Hutan Tahun 1982-1983Kebakaran bebat pertama yang meru
pakan akibat gabungan antara pengelolaanbutan di era Soeharto II dan fenomena iklimEI Nino menghancurkan 210.000 km2 dariwilayah Propinsi Kalimantan Timur terjadiselama tahun 1982-1983. Kalimantan Timurmerupakan fokus pertama ledakan produksikayu Indonesia, dan hampir seluruh kawasan dibagi menjadi kawasan HPH selama tahun 1970-an.
Sekitar 73.000 ha hutan-hutan dataranrendah dipterocarpaceae yang bernilai komersial mengalami kerusakan berat dan 2,1juta ha lainnya mengalami kerusakan ringanatau sedang. Tingkat kerusakan kebakaransecara langsung berkaitan dengan tingkatdegradasi hutan : hanya 11 persen dari hutan-hutan primer yang tidak dibalak padaareal yang dipengaruhi oleh kekeringan dankebakaran yang sesungguhnya terbakar. Kerusakan terjadi sebatas vegetasi bawah, danhutan sarna sekali tertutup kembali menjelang tabun 1988. Sebaliknya, di kawasanyang luasnya hampir satu juta ha pada arealhutan "yang dibalak secara sedang" (800/0dibalak lebih dulu sebelum kebakaran), 84%hutan terbakar, dan kerusakan yang ditim-
3. Deskripsi Kebakaran Hutan Indone-
boundary haze pollution. Hal ini terjadiapabila areal hutan berdekatan dengan arealkegiatan lain di luar kegiatan kehutanan.'?
kar dalam persekutuan alam lingkungannyayang satu dan yang lainnya yang tidak dapatdipisahkan. Dalam penelitian ini digunakandua terminologi kebakaran hutan. Pertama,kebakaran hutan seperti kebakaran pada hutan HPH (Hak Pengelolaan Hutan), HPHTI(Hak Pengelolaan Hutan Tanaman Industri),Hutan Lindung, Hutan Suaka Margasatwa,dan Taman Nasional. Kedua, kebakaran lahan yakni kebakaran diluar areal hutan seperti kebakaran di areal PIR (PerkebunanInti Rakyat), ladang, kebun, transmigrasi,padang penggembalaan sapi, dan arealtambang.
Ruang lingkup di atas didasarkan padadua pertimbangan, Pertama, karena penelitian dimaksudkan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban Indonesia dalamtransboundary haze pollution dari kebakaran yang sumbemya bukan banya berasaldari hutan dalam pengertian Pasal 1 butir 2Undang-Undang No. 41 Tabun 1999 tentangKehutanan,? Pertanggungjawaban lahir karena Indonesia melakukan transboundary hazepollution yang akibatnya merugikan negaralain. Dalam hal ini asal asap dari yurisdiksinegara mana yang menjadi penekanannya,bukan pada hasil kegiatan pembakarannya.Kedua, kebakaran butan umumnya bukanhanya kebakaran butan namun juga terjadikebakaran lahan. Demikian pula sebaliknyadalam kebakaran laban biasanya tidak banyalahan tanpa pepohonan yang kedua-duanyamenimbulkan asap sebagai sumber trans-
476 M/MBAR HUKUAf Volume 19,Nomor 3, Oktober 2007, Halaman 335 - 485
1~ Schindler dkk, "a/am KebakaranHutan dan Laban, hup://\vww.pdf.wri.orglsof indo chap4.pdt: tanggal akscs10 Juni 2007.
o Glover. D. 2001. The Indonesian Fires and Haze Q/"1997: The Economic Toll. Dalam: P.Eaton dan M. Rodojevic(cds.) Forest Fires and Regional Haze in Southeast Asia. Nova Science Publisher. New York.
:, BAPPENAS-ADB. 1999.Cauese. Extent. Impact and Cos t ol1997/ 199R Fire and Drought, Forest Fire Prcvention and Drought Management Project. Asian Development Bank TA 2999-INO. National Development Planning Agency (BAPPENAS) dan Asian Bank Development Jakarta.
Sumber: BAPPENAS-ADB~ 1999.
Tipe Vegetasi . Sumatra Jawa KaU- Sulawesi Papua TotallDantan Barat
Hutan pegunungan 100.000 100.000
Hutan dataran rendah 383.000 25.000 2.375.000 200.000 300.000 3.283.000
Hutan payau dan gambut 308.000 750.000 400.000 1.458.000
Semak dan rumput kering 263.000 25.000 375.000 100.000 763.000
HTI 72.000 116.000 188.000
Perkebunan 60.000 55.000 1000 300.000 119.000
Pertanian 669.000 50.000 2.829.000 199.000 97.000 3.843.000
Total 1.755.000 100.000 6.500.000 400.000 1.000.000 9.755.000
TabellPerhitungan ADB untuk Kawasan yang Dilanda KebakaranTahun 1997-1998
dalam Hektar 14
dan deforestasi di Indonesia terus meningkat selama tahun 1990-an, ditambah denganmeningkatnya tekanan terhadap lahan-Iahanhutan oleh para pengembang perkebunan kelapa sawit dan HTI.b. Kebakaran Hutan Tahun 1997-1998
Kebakaran hutan tahun 1997-1998merupakan peristiwa kebakaran hutan yangterparah di selurub dunia. Kebakaran hutanterjadi di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Barat dan menyebabkanterjadinya kabut asap ke beberapa negaratetangga. Kejadian ini dinyatakan sebagaisalah satu bencana terburuk sepanjang abadkarena dampaknya bagi hutan dan emisi karbon yang dihasilkan sangat besar,"
bulkan jauh lebih hebat."Kabut akibat kebakaran tidak hanya
dirasakan di Indonesia, namun mempengarubi Singapura dan Malaysia, mengganggutransportasi udara dan laut serta meningkatkan tingkat polusi udara yang sangat besar.Akibat kebakaran ini, pemerintah Indonesiamulai mengembangkan berbagai kebijakanbam. Lembaga-lembaga bantuan internasional meningkatkan dukungannya terhadapberbagai program yang berkaitan dengankebakaran hutan, dan asosiasi negara-negaraAsia Tenggara (ASEAN) untuk pertama kalimulai membahas kebakaran butan yang terjadi di Indonesia sebagai suatu masalah regional. Namun demikian, degradasi butan
Puspitasari dan Merdekawati, Pertanggungjawaban Indonesia 477
I~ Liew. s.c.. L.K. Kwoh. O.K.Lim dan H. Lim. 2001. Remote Sensing ~rFires and Haze. Dalam: P.Eaton danM.Rodojevic (cds.) Forest Fires and Regional Haze in Southeast Asia. Nova Science Publisher. New York.
If! BAPPENAS-ADB. Loc.cit.17 Licw. S.C.•O.K. Kwoh, dan H.Lim. 1998.A Study ofthe 1997 Fore..st Fires in Southeast Asia Using SPOT Quick
look Mosaics. 19981ntcmational GeoSciencc and Rcmote Sensing Symposium. Seatlc.III Lcgg, C.A. dan Y. Laumonier. 1999. Fires in Indonesia 1997: A Remote Sensing Perspective. Ambio 28 (6):479-
~R5.
c. Kebakaran Hutan TahuR 2005-2006Kebakaran hutan besar juga terjadi pada
periode tahun 2005-2006. Kabut asap besarterjadi akibat kebakaran hutan 2006, dimanaterjadi titik panas (hotspot) yang jumlahnyameningkat sejak awal Juli sampai denganpertengahan Nopember di Sumatera dan Ka-
bakaran butan sekitar 1,94 juta ha. Peningkatan ini terjadi di hutan dataran rendah danhutan rawa gambut, berturut-turut sekitar315.000 ba dan 666.000 ha.
Sumber rinei mengenai luas kawasanyang terbakar di seluruh Sumatra belum ada,selain yang telah dihitung di atas." Penilaianterhadap kawasan yang terbakar di ProvinsiLampung dan Sumatera Selatan menghasilkan estimasi kawasan total yang terbakarsekitar satu juta hektar", tetapi rineian tipevegetasi yang terbakar tidak dilakukan. Penilaian lebib lanjut mengenai kawasan terbakar tersedia untuk kawasan Sumatra Selatan(Forest Fire Prevention and Control Project).Studi -ini menghasilkan estimasi kawasan
Hutan pegunung~n 213.194 100.000 313.194
Hutan dataran rendah 383.000 25.000 2.375.000 200.000 300.000 3.598.880
Hutan payau dan gambut 624.000 1.100.000 400.000 2.124.000
Semak dan rumput 263.000 25.000 375.000 100.000 763.000keringHTI 72.000 883.988 955.988
Perkebunan 60.000 382.509 1000 300.000 446.509
Pertanian 669.000 50.000 2.481.808 199.000 97.000 3.496.808
Total 2.071..000 100.000 8.127379 400.000 1.000.000 11.698.379
Sumber: BAPPENAS-ADB, 1999.
Tabel2Perhitungan Revisi Luas Kawasan yang dilanda kebakarantahun 1997-1998 dalam Hektar"
yang terbakar sekitar 2~8 juta hektar. Halini dapat dijadikan indikasi bahwa estimasiADB lebih konservatif. Estimasi konservatifyang disajikan dalam Tabel 2 menunjukkanpeningkatan luas kawasan yang dilanda ke-
Studi ADB dikembangkan dari pengkajian awal yang dilakukan pada tahun 1997oleh Liew et al., kemudian direvisi termasukkawasan gambut tambahan yang terbakar diSumatera seluas 316.000 ha."
478 MIMBAR HUKUM Volume 19,Nomor 3, Oktober 2007, Ha/aman 335 - 485
..
S.· Kengiaa Akibat .Tl'tlnsbollntlatyHaze Polilltion dan Kebakaran Butan IndonesiaAkibat dari kebakaran butan dan laban
di Indonesia adalab penceinaran kabut asap,emisi karbon; degradasi hutan dan deforestasi, dan hilangnya basil hutan dan berbagaijasa lingkungan yang diberikan hutan, termasuk kayu, basil butan non kayu, erosi tanah dan lenyapnya fungsi pengendali banjir,keanekaragaman hayati. Polusi kabut asapmerupakan akibat yang langsung dirasakanoleb masyarakat .. Polusi kabut asap ini tidak saja dirasakan oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga sampai ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan BruneiDarussalam. Dalam bidang transportasimengganggu kelancaran transportasi darat,1aut dan udara karena sangat riskan terjadikecelakaan. Jarak pandang di Kota Melaka.hanya 800 meter. Adapun jarak pandang di
Faktor pendorong lainnya adalab ekonomi,sosial dan iklim berupa El Nino.
4. Penyebab Ke~akaran HutanSumber api kebakaran hutan dan la
ban berasal dari kejadian alam, karena petirdan sisa bara dari batubara, Penyebab lainkarena kesengajaan manusia dalam menggunakan api dalam pembukaan laban baikuntuk pembangunan HTI, pembangunanperkebunan, perambah hutan dan peladangyang mempersiapkan lahannya, berasal darikelengahan dari para perokok, wisatawan,petualang, pekerja di hutan dan para pengumpul hasil hutan. Kebakaran hutan jugaterjadi akibat ketidaksengajaan manusia sebagaimana tersebut di atas, biasanya tidakterlalu besar dan umumnya masih dapatsegera diatasi oleh mereka atau pihak petugas pemadaman kebakaran hutan setempat.
limantan. Kabut asap semakin tebal karenalaban yang terbakar kebanyakan berupaareal gambut sehingga sulit untuk dikendalikan. Kejadian kebakaran terpantau baik diareal milik perusabaan perkebunan, konsesibutan danmilik masyarakat.
Sumber: Kantor Kementri Negara Lingkungan Hidup, 2006
Diagram ~Sebaran Hotspot di Sumatera dan KalimantanJanuari - SDesember 2006
Puspitasari dan Merdekawati, Pertanggungjawaban Indonesia 479
1'1 Kabul asap tebal: Jarak Pandang Terganggu. www.Mctrotvncws.com. Tanggal up load Jum'at, 17 Oktobcr2006. .
::0 Yatim Suroso. "Bahaya Kabul Asap: Gas Golongan Polutan Penyebab Kanker", http://www.bcritabumi.orjd.26 Januari 2007.
::1 Mcnarik Pclajaran dari Masalah Adap. Suara Mcrdcka. Sabtu. 14Oktobcr 2006.
boundary haze pollution atau negara yangterkena ekspor asap, seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darusalam.
Dalam kasus transboundary haze pollution akibat kebakaran hutan ini dapatdilibat bahwa lahimya pertanggungjawaban Indonesia adalab sebagai konsekuensidari kesalahan yakni kesalahan dalam mekanisme pengelolaan butan di Indonesiaatau dari kegagalan pemerintah Indonesiayang berdasarkan standar yang ditetapkanbahwa Indonesia seharusnya melakukanlangkab-langkah yang efektif untuk mengatasi kebakaran butan yang terjadi sehinggatidak sampai terjadi kasus transboundaryhaze pollution, yang menimbulkan kerugian
Kegiatan transboundary haze pollutionmerupakan kegiatan dalam kategori penceMaran dimana terdapat bubungan kausalantara kegiatan dan akibat bahwa kegiatantransboundary haze pollution terbukti menimbulkan akibat-akibat yang membahayakan lingkungan atau menimbulkan kerusakan lingkungan. Kegiatan transboundaryhaze pollution akibat kebakaran butan tersebut berada dalam yurisdiksi Indonesia. Halini dapat dilihat dari peta hot spot kebakaranbutan. 01eh karena itu, Indonesia merupakanpihak yang harus bertanggungjawab atas terjadinya transboundary haze pollution yangberasal dari wilayahnya. Pihak yang berhakmengajukan klaim atas pertanggungjawabanIndonesia adalah negara-negara yang secaralangsung dirugikan dengan adanya trans-
,
sekuensi pertanggungjawaban negara baikdalam wujud responsibility atau liability.Akibat transboundary haze pollution ini tidak saja menimbulkan keadaan yang membahayakan, tetapi telah menimbulkan kerusakan lingkungan, baik dalam pengertianlingkungan alam maupun dalam pengertian
6. Identifikasi ~ejim Pertanggungjawaban NegaraUntuk mengetahui bentuk pertang
gungjawaban Indonesia dalam kasus transboundary haze pollution akibat kebakaranbutan Indonesia barus membuktikan bahwatindakan tersebut melahirkan sebuah kon-
•
lometer, biasanya jarak pandang mencapai19 kilometer,"
Dalam bidang kesehatan menimbulkanpenyakit ISPA (Infeksi Saluran Pemapasan Atas), sesak napas, batu-batuk, bahkanmata pedih. Berdasarkan penelitian, polutanudara dari asap kebakaran butan seperti gasaldehida dan ozon, berpotensi sebagai bahaniritan. Zat itu dapat menimbulkan radanghidung, radang tenggorokan, dan radangbronkus serta memicu kambuhnya penyakitparu kronik. Bahkan jumlah polutan udaratersebut dapat berpotensi menyebabkankanker," Dalam bidang ekonomi, diperkirakan oleh ahli ekonomi dari Nanyang Technological University Singapura, Singapuramengalami kerugian akibat kabut asap dariIndonesia dalam satu bulan terakhir mencapai hampir Rp.500 Milyar,"
perairan Selat Malaka hanya sekitar dua ki- . lingkungan sosial.
480 At/MBAR HUKUM Volume 19,Nomor 3, Oktober 2007, Halaman 335 - 485
peringatan keras yang dialamatkan kepadapemerintah Indonesia, dimana peringatanperingatan tersebut setiap waktu bisa meng-
•arab ke arah tuntutan pertanggungjawabannegara jika Indonesia tidak serius dalammenanggulangi masalah kebakaran hutan.
Dalam Hukum Intemasional umumnya tuntutan penyelesaian sengketa secaraintemasional akan ditempuh jika suatunegara dianggap tidak dapat diajak bekerjasarna dalam mencari solusi atas permasalaban bersama yang dibadapi. Dalam kasustransboundary haze pollution, anggapan tidak mau bekerjasama ini dapat terjadi jikapemerintah tidak mengambil-Iangkah responsif terhadap kebakaran hutan. Saat inisebenamya pemerintah Indonesia telah mulai melakukan langkah-Iangkah penangananberupa Mekanisme Lokal Remedy dan Mekanisme Diplomatik Channel. MekanismeLokal Remedy meliputi (1) membentukBrigade Pengendalian Kebakaran Hutan diPropinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimanatan Tengah melalui penetapan Surat Keputusan DirekturJedral Perlindungan dan Konservasi AlarnNo. 22IKPT/DJ-IV12004; (2) menyiapkananggaran sebesar Rp. 100 miliar untuk penanganan kebakaran hutan dan kabut asap;(3) instruksi upaya penanganan lokal olehpemerintah daerah yang di daerahnya terjadikebakaran hutan dengan memberdayakanseluruh sarana, prasarana dan dana dari asetdaer.ah dan pemberdayaan rnasyarakat; (4)rnenindak tegas para pemegang ijin HPH danHTI yang terbukti melakukan pembakaranhutan secara tidak bertanggungjawab sebagai upaya pembukaan lahan (Land Clearing) secara hemat; (5) meratifikasi berbagaikonvensi intemasional yang terkait dengan
7. Antisipasi Tuntutan Pertanggungjawaban Negara Dalam Kasas Transto"MIIIY HIl'/,# PoUIlIio"Tuntutan pertanggungjawaban Indo
nesia dalam kasus transboundary haze pollution akibat kebakaran hutan dari negara-negara yang dirugikan memang belumpemab ada sampai tahun 2007. Ketiadaantuntutan ini bukanlah karena tidak adanyakewajiban untuk bertanggungjawab bagi Indonesia terkait dengan kasus transboundaryhaze pollution, namun karena beberapa perwakilan kedutaan mereka di Indonesia lebihmendasarkan pada prinsip hubungan baikdalam kehidupan berbangsa dan bemegara.Apalagi dalam organisasi ASEAN sendirimemang telah ada komitmen bersama untukselalu bekerja sarna dalam menyelesaikansegala permasalahan yang dihadapi anggotaASEAN secara damai.
Toleransi dalam kehidupan bertetanggamerupakan alasan mendasar belum adanyatuntutan dari negara sahabat terhadap Indonesia. Namun demikian, sebuah toleransipasti ada batasnya, demikian pula toleransinegara-negara sahabat pada Indonesia pastitidak akan selamanya. Dalam Kebakaranhutan periode 2005/2006 gejala-gejala hilangnya kesabaran negara-negara sahabatmulai nampak dengan adanya peringatan-
baik yang dapat dinilai dengan materi maupun tidak. Oleh karena itu, upaya pemulihanyang menjadi tanggung jawab Indonesia tidak hanya pennohonan maaf, melainkan hams diikuti dengan pemulihan yang berwujudpecuniary reparation misalnya dengan pemberian ganti rugi secara material. Dengandemikian wujud pertanggungjawaban Indonesia adalah liabilitv ...,
Puspitasari dan Merdekawati, Pertanggungjawaban Indonesia 481
perjanjian lingkungan hidup yang ditandatangani tanggal lO Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia oleh .negara-negara anggotaASEAN termasuk Indonesia yang bertujuanuntuk mengendalikan pencemaran asap diAsia Tenggara. Persetujuan ini merupakanreaksi terhadap krisis lingkungan hidup yangmelanda Asia Tenggara pada dekade tahun1990-an. Krisis ini terutama disebabkan olehpernbukaan lahan yang dilakukan dengancara pembakaran di lokasi Kalimantan, Sumatra, Semenanjung Melayu dan beberapatemp at lain yang asapnya menyelimuti beherapa negara di Kawasan Asia Tenggara.
Sampai tahun 2007, tercatat 10 negarayang tergabung diASEAN telah menyatakanketerkaitannya untuk menjadi negara pihakdalam perjanjian tersebut dengan meratifikasi maupun mengaksesi. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang tergabungdi ASEAN dan negara yang dianggap sebagai sumber utama krisis asap' yang masihbelum meratifikasi perjanjian tersebut. Perjanjian tersebut berlaku secara efektif mulaitanggal 25 November 2003 setelah 6 negaramenyampaikan instrumen ratifikasinya,yaitu Brunei Darussalam (27 Pebruari 2003),Malaysia (3 Desember 2002), Myanmar (5Maret 2003), Singapura (13 Januari 2003),Thailand (10 September 2003), dan Vietnam(29 Maret 2003).
Peratifikasian traktat akan mendatangkan keuntungan bagi Indonesia khususnya dimasa mendatang apabila Indonesiabenar-benar dihadapkan pada situasi sebagaipihak yang harus bertanggungjawab atastransboundary pollution haze berdasarkankonsep state responsibility. Beberapa keuntungan Indonesia ketika menjadi negara pihak dalam perjanjian ini adalah ( .1 ) mening-
masalah asap dari kebakaran hutan diantaranya UNFCCC kerangka PB8 tentangperubahan iklirn secara global dan ProtokolKyoto sebagai pelakanannya.
Mekanisrne Diplomatik Channel meliputi (1) permintaan maaf Presiden RI atasasap kebakaran hutan Indoesia dan berjanjiakan mengambil tindakan-tindakan yangprogresi f dalam upaya menanggulangi rnasalah asap kebakaran butan Indonesia; (2)pertemuan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia danAsia Tenggara lain untuk membahas koordinasi penangan kabut asap; serta(3) perternuan Menteri Kehutanan se-AsiaTenggara untuk membahas masalah pengelolaan hutan yang baik.
. 8erbagai upaya di atas bell lID dianggapcukup oleh pemerintah negara-negara sababat untuk membuktikan keseriusan Indonesia dalam upaya penanganan masalah kabutasap di Indonesia. Hal ini terjadi karena adanya ketidakpercayaan masyarakat Indonesiaterhadap kemampuan Indonesia dalam penanganan masalah kebakaran butan yangtelah terjadi selama ini, meskipun herbagaibukti penanganan yang lebih serius dibandingtahun-tahun sebelumnya telah dilakukan.
Sebagai langkab antisipasi yang efektifterhadap kemungkinan adanya tuntutan pertanggungjawaban negara dari negara sahabat, langkah pertama yang harus dilakukanadalah perlunya merehabilitasi nama baikterlebih dabulu dan menarik dukungan darinegara-negara tetangga, meliputi: meratifikasi ASEAN Agreement on TransboundaryHaze Pollution (AATHP) dan keterlibatanIndonesia dalam Program CDM sebagaima-
•
na diatur dalam Protokol Kyoto.ASEAN Agreement on Transboundary
Haze Pollution (AATHP) adalah sebuah
482 MIMBAR HUKUM Volume 19, Nomor 3, Oktober 2007, Halaman 335 - 485
mencapai target pengurangan emisinya melalui tiga jenis mekanisme yaitu EmissionsTrading (perdagangan emisi di antara negaramaju); Joint Implementation (transfer emisidi antara negara maju melalui proyek khususpengurangan emisi); dan CDM CDM merupakan mekanisme pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca di negara majudengan melibatkan negara berkembang.Mekanisme ini memungkinkan negara majuuntuk mencapai sebagian keharusan pengurangan emisi melalui proyek di negara berkembang yang dapat mengurangi emisi atausequester C02 dari atmosfir.
Indonesia merupakan salah satu negara pihak dalam Protokol Kyoto dan telahmelakukan ratifikasi dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2004. Oleh karena itu,Indonesia mempunyai kesempatan untukikut terlibat dalam salah satu kegiatan yangdiatur dalam protokol yakni Clean Development Mechanism khususnya kebijakankehutanan dan regulasinya yang tepat untukmengurangi dampak pemanasan global. Halini juga didukung dengan potensi keberadaan hutan Indonesia yang merupakan modal untuk mendatangkan dana CDM bagipembangunan nasional.
COM merupakan peluang untuk memperoleh dana luar negeri dalam rangkamendukung program-program prioritas,penciptaan lapangan kerja dengan adanyainvestasi bam. CDM juga dapat diarahkanuntuk pembangunan butan tanaman padalahan hutan yang rusak, rehabilitasi areal bekas kebakaran, rehabilitasi hutan mangrovedan hutan gambut, agroforestry, penerapanRIL (Reduced Impact Logging), peningkatan peremajaan alam, perlindungan terhadapforest reserve yang rawan perambahan, per-
katkan kredibilitas Indonesia di mata duniaintemasional karena Indonesia tetap menjalankan komitmen untuk menanggulangimasalah asap lintas batas dengan meratifikasi Persetujuan AATHP; (2) mengalihkantanggungjawab tunggal Indonesia sebagainegara yang harus bertanggungjawab ataspenanggulangan kebakaran hutan menjaditanggungjawab bersama negara-negaraAsean; (3) Indonesia dapat memperjuangkan hal-hal yang terkait dengan penyelesaianmasalah hutan tropis Indonesia termasuk isuutamanya yaitu illegal logging sesuai dengankaidah sustainable forest management yangdikaitkan dengan penanggulangan masalahasap lintas batas secara menyeluruh dan terintegrasi dalam Persetujuan AATHP; dan (4)Indonesia akan mendapatkan bantuan negara-negara ASEAN dalam upaya pemadamankebakaran hutan dari awal sampai akhir,yang berupa sumber daya dan sumber danayang tidak sanggup ditanggung sendiri.
Clean Development Mechanism (COM)merupakan salah satu upaya negara-negaradi dunia yang merasa khawatir bahwa duniatidak akan dapat mendukung kehidupan manusia dengan stabil akibat adanya perubahaniklim yang ekstrim karena pengaruh efekGas Rumah Kaca. Gas Rumah Kaca akanmenyebabkan temperatur bumi meningkatdan berpengaruh besar terhadap perubahaniklim. Konvensi tersebut memiliki tujuanuntuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfir pada tingkat tertentuyang diperkirakan tidak akan membahayakan kehidupan manusia. Oalam melaksanakan kesepakatan konvensi perubahan iklimtersebut telah disepakati adanya ProtokolKyoto pada tahun 1997. Protokol Kyotomemperbolehkan negara-negara maju untuk
Puspitasari dan Merdekawati, Perlanggungjawaban Indone$ia 483
in Southeast Asia, Nova Science Publisher, New York.
BAPPENAS-ADB. 1999. Cauese, Extent.Impact and Cost of 19971/998 Fireand Drought. Forest Fire Preventionand Drought Management Project.Asian Development Bank TA 2999-IND, National Development PlanningAgency (BAPPENAS) dan Asian BankDevelopment.,Jakarta.
Liew, S.C., L.K. Kwoh, O.K.Lim dan H.Lim. 200 I. Remote Sensing oj'Fires andHaze. Dalam: P.Eatondan M.Rodojevic
A. BukuHardjasoemantri, Koesnadi, 2005, Hukum
Tata Lingkungan, cetakan ke-18, edisikedelapan, Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.
Purbowaseso, 8ambang, 2004, Pengendalion Kebakaran Hutan, Suatu Pengantar, cetakan pertama, Rineka Cipta,Jakarta.
Glover, 0.2001 ..The Indonesian Fires andHaze of 1997: The Economic Toll.Dalam: P.Eaton dan M. Rodojevic(eds.) Forest Fires and Regional Haze
DAFTAR PUSTAKA
yang berlaku adalah rejim liability; kriteriapertanggungjawaban dengan konsep strictliabilit; tanggungjawab mumi ada pada pemerintah Indonesia dan jenis pemulihanatas kerugian didasarkan pada kesepakatanpara pihak.
Kedua, saat ini Indonesia mengalamikrisis kepercayaan dalam penanganan rnasalah trans boundary haze pollution akibatkebakaran hutan, karena berbagai langkahserius yang dilakukan oleh pemerintah belum mampu meyakinkan adanya itikad baikIndonesia untuk melakukan penanggulanganmasalah kebakaran hutan. Oleh karena itu,dua langkah penting yang hams dilakukanpemerintah dalam pengembalian kepercayaan sebagai langkah antisipasi terjadinyatuntutan pertanggungjawaban Indonesia atastransboundary haze pollution akibat kebakaran butan Indonesia adalah meratifikasiASEAN Agreement on Transboundary HazePollution (AATHP) dan keterlibatan Indonesia dalam Program COM sebagaimana diatur dalam Protokol Kyoto.
-E. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pem
bahasan tersebut dapat kemukakan beberapakesimpulan. Pertama, masalah kebakaranbutan Indonesia sudah bukan lagi merupakan masalah nasional, melainkan sudahmenjadi persoalan regional karena menghasilkan transboundary haze pollution dengan beberapa negara tetangga yang terkenadampak langsung maupun tidak langsungatas asap kebakaran butan. Konsekuensinya, Indonesia bertanggung jawab terhadaptransboundary haze' pollution akibat kebakaran butan kepada beberapa negara tetangga yang terkena dampak transboundaryhaze pollution ini. Adapun bentuk pertanggungjawaban Indonesia terbadap transboundory haze pollution akibat kebakaran butanmeliputi : rejim pertanggungjawaban negara
Iindungan terhadap hutan yang rawan kebakaran dan perambahan, technology transfer ..capacity hili/ding ..peningkatan kualitas lingkungan. serta peningkatan daya saing .
484 MIMBAR HUKUM Volume 19,Nomor 3, Oktober 2007, Halaman 335 - 485
kedua setelah Brazil sebagai kawasandeforestasi terbesar di dunia. http://www.beritabumi.or.id. Tanggal akses20 Maret 2007.
Yatim Suroso, "Bahaya Kabut Asap: GasGolongan Po/utan Penyebab Kanker",http://www.beritabumi.or.id tanggalakses 26 Januari 2007
Sumber data dari berbagai artikel tentangHutan Indonesia, http://mdgblogs.blogspot.com/, Tanggal akses 25 Juni2007.
Kabut asap tebal, Jarak Pandang Terganggu, http://www.metrotvnews.com.Tanggal akses, 17Oktober 2006.
B. InternetHari Sutanta, Indonesia duduki peringkat
kedua setelahtransboundary haze pollution adalah pencemaran udara yangdisebabkan karena asap yang berasaldari suatu Negara tertentu yang memasuki yurisdiksi negara lainllintas batas (European Environmental Agency,http. www.EEA.or&/&lossarium, tanggal akses 15 Juni 2007)
Hari Sutanta, Indonesia duduki peringkat
(eds.) Forest Fires and Regional Hazein Southeast Asia. Nova Science Publisher. New York.
Puspitasari dan Merdekawati, Pertanggungjawaban Indonesia 485
Recommended