View
131
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Petunjuk leb untuk leukemia
Citation preview
PERIPHERAL BLOOD SMEAR IN LEUKEMIA
Leucocyte Differential Count
Untuk dapat melakukan differential WBC count, kita harus mengetahui ciri-ciri dari masing-masing
jenis leukosit
1. Neutrofil
Tergolong dalam granulosit (karena memiliki granula di sitoplasma). Jumlahnya paling banyak
(50%-70% dari leukosit yang beredar), diameternya 12-15 m, inti terdiri atas 2-5 lobus yang
dihubungkan oleh bengang kromatin halus, pada wanita terdapat Barr body di salah satu
lobus inti karena kromosom X inaktif. Terdapat 2 jenis granul utama : 1) granul spesifik :
terlihat kecil, dekat ambang batas resolusi mikroskop cahaya, mengikat komponen netral,
basa, atau asam dari campuran pewarna. 2) granul azurofilik : merupakan lisosom
berdiameter 0, 5 m, terpulas ungu.
2. Eosinofil
Tergolong dalam granulosit. Jumlahnya 1-4% dari leukosit dalam darah normal. Ukuran
kurang lebih sama dengan neutrofil, inti bilobus, granul spesifik berukuran besar dan lonjong
yang terpulas dengan eosin (warna granulnya merah-orange gitu).
3. Basofil
Tergolong dalam granulosit. Jumlahnya < 1% leukosit darah (jadi susah ditemukan pada
apusan darah normal). Memiliki diameter 12-15 m. Intinya terbagi dalam lobuli yang tidak
teratur dan sering terhalangi granul-granul spesifik di atasnya. Granul spesifik terpulas secara
metakromatik akibat adanya heparin, jumlah granul spesifik lebih sedikit dan ukuran serta
bentuk granulnya lebih tak teratur dibandingkan granul dari granulosit lainnya. Granul
spesifik pada basofil mengandung heparin dan histamin.
4. Limfosit
Tidak termasuk dalam granulosit. Dalam peredaran darah terdapat limfosit kecil (diameter 6-
8 m), limfosit sedang dan besar dengan garis tengah mencapai 18 m. Inti sferis, kadang
berlekuk, kromatin padat dan tampak sebagai gumpalan kasar sehingga inti terlihat gelap
pada sediaan rutin. Sitoplasma limfosit bersifat basa lemah dan berwarna biru muda pada
sediaan yang terpulas. Sitoplasma limfosit juga mengandung, mitokondria, kompleks golgi
kecil, ribosom.
5. Monosit
Termasuk dalam agranulosit, diameter 12-20 m. Intinya lonjong, berbentuk ginjal / tapal
kuda, letaknya eksentris. Kromatinnya tidak sepadat inti limfosit, sehingga inti monosit
terpulas lebih terang daripada inti limfosit. Sitoplasma bersifat basofilik dan sering
mengandung granul azurofilik yang sangat halus (lisosom) yang tersebar dan memberikan
warna kelabu-kebiruan pada apusan. Setelah menerobos dinding kapiler dan memasuki
jaringan ikat, monosit berkembang menjadi makrofag.
Pembentukan WBC
Jumlah normal :
Polymorphonuclear : neutrofil (50-70%), bands (0-5%).
Limfosit : 18-42%
Monosit : 1-10%
Eosinofil : 1-4%
Basofil : 0-2%
Acute Leukemia
Trias leukemia akut : anemia, leukositosis (blast > 20%), thrombocytopenia
Acute Myeloblastic / Myelocytic Leukemia (AML)
Banyak pada dewasa usia 40 tahun. AML adalah leukemia tersering pada anak < 1 tahun. Jika tidak
diobati akan fatal.
Manifestasi klinis :
Anemia, granulocytopenia, thrombocytopenia + sel imatur (blast) di peripheral blood & bone
marrow.
Pucat, perdarahan membran mukosa & kulit, aphthous ulcer, gingivitis, pharyngitis, sterna
tenderness
Sindrom leukostasis (peningkatan blast pada pasien, > 100.000/L):
- Ischemia multiple organ
- Disfungsi CNS & paru-paru (Ball disease)
- Emergensi hematologi
- Perlu kombinasi chemotherapy & leukopheresis
Pengambilan sampel bisa berasal dari aspirasi sumsum tulang yang nantinya bisa diperiksa dengan
immunophenotyping, analisis kromosom, morphology & pengecatan cytochemical (peroxidase stain,
Sudan Black B/SBB, combined esterase stain, Periodic Acid-Schiff/PAS stain, leukocyte alkaline
phosphatase stain).
Menurut FAB yang mengklasifikasikan AML berdasarkan morfologi ada 8 klasifikasi, yaitu :
1. Mo : undifferentiated
Karakteristik myeloid blast (-)
Usually resemble M1/L2
Auer Rods (-)
2. M1 : Myeloblast predominant (tanpa / dengan minimal maturasi)
Blast 90% NEC (Non Erythroid Cell)
Promyelocyt < 3%
Auer Rods (+)
3. M2 : dengan maturasi
Myeloblast + (30-89%) dari NEC
Granulosit matur (promyelocyte-PMN) > 10% dari NEC
Komponen monosit < 20%
Auer Rods (+)
4. M3 : Acute Hypergranular Promyelocytic / Acute Promyelocytic Leukemia
Blast < 30%
Faggots (++) multiple/bundle of Auer Rods
Nucleus polimorfis (reniform, folded, bilobed)
5. M4 : Acute Myelomonocytic Leukemia
Darah perifer : komponen granulosit & monosit: monosit > 5x10^9/L
Bone Marow : myeloblast & monoblast > 30%, 20% terdiri dari komponen monosit
6. M5 : Acute Monocytic Leukemia
Monocytic (monoblast,promonosit, & monosit) > 80% NEC
Monoblast > promonocyte & monocytemonoblast : sel besar dengan plentiful
cytoplasm
Kadang ada vakuola, Auer Rods jarang.
7. M6 : Erythroleukemia
Bone marrow & peripheral blood :
Erythroblast > 50%
Abnormalitas precursor erythroid
Erythroblast polinuklear
8. M7 : Leukemia Megakaryocyte
Pada bone marrow & peripheral blood terdapat megakaryocyte & megakaryoblast dengan
sitoplasma ireguler, >30% of BM nucleated cell.
Klasifikasi berdasarkan WHO :
Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)
Keganasan pada sumsum tulang dimana terjadi proliferasi prekursor limfoid awal dan menggantikan
sel normal hematopoietic pada sumsum tulang. Adanya ekspresi gen abnormal, biasanya karena
translokasi kromosom mengakibatkan terbentuknya sel maligna pada sel prekursor limfoid.
Lymphoblast mengganti elemen sumsum tulang normal menyebabkan produksi sel darah normal
berkurang. Akibatnya, terjadilah anemia, trombositopenia, dan neutropenia. Lymphoblast juga
berproliferasi di organ selain sumsum tulang, biasanya di limpa, hati, dan limfonodi.
Emergensi :
Leukostasis : karena kebanyakan lymphoblast di sirkulasi perifer. Manifestasi klinisnya :
respiratory distress, mencakup mental status. Tapi lebih sering di AML daripada ALL.
Jumlah neutrofil pada pasien ALL sering turun yang mengakibatkan rentan terkena infeksi.
Sering terkena infeksi jika jumlah neutrofil < 500/L, & parah jika < 100/L.
DIC, perdarahan karena trombositopenia, thrombosis
Pemeriksaan lab :
CBC : trombositopenia dengan berbagai derajat. Biasanya memiliki WBC yang normal, tinggi,
atau rendah, tetapi ada neutropenia.
Abnormalitas PT/APTT/fibrinogen/fibrin degradation product. Pada DIC terdapat peningkatan
PT, penurunan fibrinogen, dan adanya fibrin split product.
Adanya blast pada sirkulasi.
Peningkatan lactic dehidrogenase & asam urat.
Dilakukan kultur jika ada demam atau ada tanda2 infeksi selain demam.
Morfologi sumsum tulang : immunophenotyping, pengecatan preparat menggunakan cat
Wright atau Giemsa.
Diagnosis ALL ditegakkan jika :
Menurut klasifikasi FAB : minimal 30% lymphoblast
Menurut klasifikasi WHO : 20% lymphoblast
*di sumsum tulang / darah perifer
Klasifikasi ALL menurut FAB (French-American-British) :
1. L1 :
Homogen, sel blast berukuran kecil
Sitoplasma sedikit, rasio nucleo-cytoplasma tinggi
25-30% kasus pada dewasa
2. L2 :
Heterogen, blast berukuran besar
Ada celah pada nucleus (cleft or indentation nuclei)
Pleiomorphic
Nucleolus lebih menonjol
Rasio nucleocytoplasma lebih kecil daripada L1
70% kasus pada dewasa (paling sering)
3. L3 :
Homogeny
Sitoplasma basofilik dengan vakuolasi
Nucleus oval / bulat
Nucleolus menonjol
Mirip lymphoma Burkitt
1-2% kasus dewasa
Chronic Leukemia
Trias leukemia kronik : anemia, hyperleucocytosis, thrombocytosis/normal.
Chronic Myelocytic/Myelogenous Leukemia (CML) / Chronic Granulocytic Leukemia (CGL)
Leukemia ini berkaitan dengan kromosom Philadelphia (Ph). >80% pasien Ph+. Translokasi kromosom
9 dan 22 (t9;22)(q34;q11). Menyangkut 2 gen : BCR dan ABL yang berfusi menjadi BCR-ABL pada
kromosom 22. Onset pada pertengahan umur (50 tahun), laki-laki lebih banyak, faktor epidemiologi
yang diketahui baru iradiasi.
Sign & symptoms :
30% asimptomatis, diketahui setelah CBC rutin.
Lelah, letargi, penurunan berat badan, keringatan.
75% splenomegaly.
Gout, perdarahan, infark spleen, priapism
Leucostasis (sudah dijelaskan di AML dan ALL)
Klasifikasi CML berdasarkan pada :
Differential count darah tepi.
Gambaran sitologis di darah & sumsum tulang.
Cytogenetic
Genetic molekuler
Cytochemistry : jika cytogenetic & genetic molekuler tidak tersedia
Immunophenotyping
Pemeriksaan lab :
Peningkatan WBC: biasanya >25 x 10^9/L, sering 100 300x10^9/L.
Neutrofil & myelosit predominan, basophilia, kadang eosinophilia
Anemia, platelet normal / meningkat
LDH & urat meningkat
Evolusi CML :
1. Fase 1 : proliferasi / fase kronik :
Semua stage myeloid, maturasi myelocyte, metamyelocyte & neutrofil matur > blast &
promyelocyte.
Peningkatan basofil dan eosinofil
Blast < 10% pada darah tepi
Jumlah WBC : 100-200.000/mmc.
2. Fase 2 : full blown / accelerated
Myelosit dominan
Peningkatan basofil ( 20%) & blast
Jumlah WBC : 500-700.000/mmc.
Myeloblast: 10-19% of PB WBC or BM nucleated cells
Trombositopenia persisten, anemia
Pembesaran limpa
Dysplasia granulosit / proliferasi prominen dari megakaryosit displatik kecil.
3. Fase 3 : transformasi akut / krisis blast
Banyak blast, menandakan adanya leukemia akut (70-80%)
o 60% myeloid blast crisis
o 30% lymphoid blast crisis
o 10% tipe campuran
Fase ini lebih sering langsung muncul tanpa fase akselerasi. Transformasi bisa terjadi pada
sumsum tulang atau jaringan extramedula.
Gejala klinis : demam, berat badan turun, berkeringat, nyeri tulang, lymphadenopathy, perdarahan.
Darah tepi : micromegakarycytes , giant dysplastic platelets; < patient: hypogranular neutrophil or
Pelger-Huet; myeloblast/lymphoblast/mixed; lymphoid blast crisis: without dysplastic features of
myeloid cells, no striking basophilia; >> ALL L1 or L2.
Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
Adalah kelainan monoclonal dengan karakteristik akumulasi limfosit yang secara fungsional
inkompeten, merupakan leukemia tersering pada dewasa di daerah Barat. Bisa berupa sel B, sel T, sel
NK. Lebih dari 90% dari sel B di darah perifer, sumsum tulang, limfonodi, limpa, hati, & organ.
Pemeriksaan lab didapatkan : anemia, leukositosis, 70-90% didominasi oleh limfosit, mature like
morphology dengan fungsi yang imatur, jumlah platelet normal (tapi ada juga trombositopenia
sebanyak 10%), limfositosis absolute (>5000 limfosit B/ L) selama lebih dari 3 bulan, smudge cell >>
(kerusakan limfosit selama preparasi preparat), prolimfosit 10%. Bisa pakai alat diagnosis lain
berupa cytometry.
LABORATORY EXAM OF ALLERGY
AND AUTOIMMUNE DISEASE
TEST FOR ALLERGY
1. Eosinophil Count Materi
Eosinophil Count dilakukan untuk menentukan jumlah total eosinofil/L dalam darah. Penghitungan
WBC dan differential white cell count hanya dapat mengetahui jumlah relative dan absolute
eosinophil dalam darah, namun tidak mampu mengetahui jumlah total eosinophil/L dalam darah.
Nilai normal jumlah eosinophil dalam darah adalah 50 350 X 106/L . Eosinopenia adalah jumlah
eosinophil yang lebih rendah daripada normal. Eosinopenia ditemukan pada hyperadrenalism
(Cushings syndrome), shock, dan pemakaian hormon adrenocorticotropin (ACTH). Sedangkan
eosinofilia adalah keadaan dimana jumlah eosinofil dalam darah lebih tinggi dari normal. Eosinofilia
ditemukan pada reaksi alergi, infestasi parasit, brucellosis, dan leukemia. Terdapat variasi jumlah
eosinofil selama 24 jam. Jumlah eosinofil paling tinggi ditemukan pada malam hari (mid night and
later) sedang jumlah paling rendah ditemukan pada pagi hari (late morning).
Ada 2 cara menghitung jumlah eosinofil absolute yaitu cara indirect dengan cara WBC
dikalikan persentase eosinofil dalam differential white blood count dan metode direct ( pada
praktikum).
Praktikum
Reagen
Eosin solution 2%
Sampel
1 ml whole blood yang menggunakan EDTA/Heparin, darah kapiler
Alat dan bahan
1. mikropipet
2. bilik hitung (improved Neubauer)
3. mikroskop
4. Cover glass
5. tabung reaksi
Prinsip
Whole blood di larutkan dengan larutan pewarna. Eosin yang terdapat di dalam darah akan terwarnai
merah.
Prosedur
1. Pelarutan darah
Pipet darah dengan pipet leukosit hingga pada tanda 0,5. Jika berlebih, letakkan pipet pada benda
yang non absorban seperti kuku dan plastik hingga menurun ke angka 5. Bersihkan bagian luar
pipet dengan tisu atau kapas. Ambil eosin 5% melelui pipet tersebut. Kocok selama 3 menit hingga
eritrosit mengalami hemolisis
2. Bersihkan bilik hitung/improve neubauer dan cover glass dengan ethanol 95%. Letakkan
coverglass diatas bilik hitung.
3. Isi bilik hitung :
Tutup bagian ujung bawah pipet dengan jari telunjuk, buang 4 tetes pertama dan letakkan ujung
pipet disudut bilik hitung. Isi bilik hitung dengan 5 tetes larutan tersebut dan biarkan selama 3
menit. Penghitungan ilakukan da;am 30 menit. Eosinofil akan mengalami disintergrasi jika terlalu
lama dibiarkan.
4. Penghitungan
Letakkan bilik hitung dibawah mikroskop dengan menggunakan perbesaran lemah (objective 10
x). hitung sel pada 4 kotak besar, dimana setiap kotak terbagi menjadi 16 kotak kecil. Prinsip
penghitungan adalah hanya menghitung sel yang menempel dibagian kiri dan atas garis atau
kanan dan bawah garis saja, serta bagian tengah garis.
Eosinophil count/mL = jumlah sel di 4 kotak besar x dilusi
Volum 4 kotak besar = 4 (1 x 1 x 1) mL = 0.4 mL
Eosinophil count/L =Jumlah eosinofil / volum X dilusi X 106
= jumlah eosinofil / 0,4 X 20 X 106
5. Pengecekan ulang direct eosinophil count :
a. buat 2 apusan darah lalu warnai dengan wright stain atau giemsa stain.
b. lakukan penghitungan differential white blood cell hingga 200 sel
c. hitung jumlah eosinofil indirect dengan cara :
Eosinofil/L = persen eosinofil pada diferensial x WBC/L
d. hasil yang diharapkan seharusnya tidak berbeda jauh dengan direct eosinophil count. Jika
variasinya terlalu besar, maka penghitungan direct dan indirect harus diulang.
2. IgE Measurement Materi
Imunoglobulin E berperan dalam imunitas untuk melawan infeksi parasit dan alergi (hipersensitifitas
tipe 1). Hipersensitifitas tipe 1 dicirikan dengan reaksi alergi yang yang dimediasi oleh kontak dengan
alergen. Penempelan alergen ke membran sel akan menginisiasi degranulasi sel dan pelepasan
histamin yang menghasilkan gejala hipersensitifitas tipe 1. Konsentrasi IgE dalam serum normal
adalah
TEST FOR AUTOIMMUNITY
1. Rheumatoid Factors (RF) Materi
Latex agglutination slide test digunakan untuk menetukan keberadaan Rheumatoid Factor dalam
serum secara kualitatif dan semikuantitatif. Rheumatoid factor adalah molekul heterogen dengan
IgM berat molekul tinggi yang melawan imunoglobulin. Sekitar 60-80 % penderita rheumatoid
arthritis memilki rheumatoid factor didalam darah dan jaringan sendi.
Praktikum
Prinsip
Reagen RF berisi partikel latex yang dilapisi human gamma globulin. Ketika reagen tercampur dengan
serum yang berisi RF pada lever > 8 IU/ml maka akan terjadi aglutinasi. Maka interpretasi hasilnya
adalah positif. Reagen juga dapat digunakan untuk menentukan RF secara semi-kuantitatif. Level RF
ditentukan berasarkandilusi terakhir yang menimbulkan aglutinasi.
Sample
Sample yang direkomendasikan adalah serum segar atau yang dibekukan (-20 C) untuk
penyimpanan 48 jam setelah pengambilan, serum harus disimpan pada suhu 2-8 C. hindari
kontaminasi, lipaemic atau hemolysed sera. Jangan menggunakan plasma karena fibrinogen dapat
menyebabkan aglutinasi non-spesifik.
Reagen
R1. Reagen Latex (blue dropper)
Suspensi aqueous partikel latex kuning yang dilapisi human gamma globulin
R2. Diluent (white droper)
Glycine buffered saline pH 8,2
Positive Control (red dropper)
Cairan berisi RF pada konsentrasi >8.0 IU/ ml
Negative Control (white dropper)
Cairan berisi RF pada konsentrasi < 8.0 IU/ml
Stability and preparation of reagents
Semua reagen harus disimpan pada suhu 2-8 C dan dapat digunakan sebelum tanggal kadaluarsa.
Reagen harus berada disuhu ruangan sesaat sebelum digunakan. Reagen tidak boleh dibekukan.
Kocok reagen 1 sebelum digunakan. Seteah digunakan, slide tes harus dicuci dengan bersih dan di
keringkan dengan tisu, jika tidak maka akan mempengaruhi hasil percobaan berikutnya.
Prosedur
Kualitatif
Sample/control Sample Positive control Negative control
50 l 50 l 50 l
1. Teteskan 50 l reagen latex pada setiap sample/kontrol
2. Campur dengan menggunakan stik. Lalu lakukan gerakan rotasi pada slide tes agar reagen
tercampur dengan sampel/ kontrol selama 2 menit
3. Jangan lakukan pengamatan lebih dari 3 menit, karena reagen yang kering akan
menunjukkan tampakan false agglutination
Evaluasi
Tampakan agregasi reagen latex dengan dengan background yang jernih/bersih mengindikasikan
konsentrasi RF > 8.0 IU/ml. sedangkan suspensi seperti susu homogeny dan lembut mengindikasikan
konsentrasi RF < 8.0 IU/ml
Interpretasi Hasil
RF yang terdeteksi oleh pemeriksaan serologis spesifik digunakan untuk diagnosis RA. Hasil positif
dikonfirmasi dengan tes paralel dan konsultasi riwayat pasien. False positive didapatkan jika pasien
menderita syphilis, cirrhosis hepatis, hepatitis, lymphoma, dan lupus erythematosus scleroderma.
2. ANA TEST Tes antinuclear antibodies (ANA test) adalah tes yang dilakukan bagi orang yang menderita penyakit
autoimun atau penyakit jaringan ikat. Antibodi adalah protein yang dikeluarkan sebagai respon imun
tubuh. Secara normal, sistem imun berespon terhadap infeksi dengan mengeluarkan sejumlah
antibody untuk melawan bakteri atau virus. Ketka seseorang menderita penyakit autoimun, terjadi
malfungsi sistem imun dimana tubuh penderita memproduksi subtansi berbahaya yang disebut
autoantibody.
ANA test digunakan untuk mendeteksi autoantibody yang terdeteksi melawan berbagai antigen yang
kebanyakan berada di dalam nucleus. Autoantibody tersebut terdapat pada penyakit seperti
rheumatoid disease, systemic lupus erythematous, progressive systemic sclerosis, Sjorgens syndrome
dan mixed connective tissue disease.
Autoantibody berbeda dengan antibodi pada biasanya. Antibodi melawan bakteri, virus, parasit dan
jamur. Namun autoantibody melawan jaringan dan sel tubuh. Autoantibody memediasi inflamasi dan
destruksi sel yang berefek pada sel darah, kulit, sendi, ginjal, paru, sistem saraf, dan organ lainnya
ditubuh.
Gejala penyakit autoimun dan jaringan ikat bervariasi tiap pasien sehingga sulit untuk didiagnosis.
Tes ANA dikatakan positif namun tidak menjamin diagnosis pasti. Sehingga diperlukan kombinasi
pemerikasaan fisik, dan pemeriksaan lab lainnya.
Prinsip
EIAgen ANA screen assay mendeteksi autoantibody dengan prinsip solid phase immunosorbent assay
(ELISA) yang ditandai dengan reaksi warna dari enzim dan substrat. EIAgen dilapisi oleh antigen.
Limitasi
Tes ini tidak spesifik untuk collagen vascular disease.
3. LE CELL Tes ini digunakan untuk evaluasi penyakit autoimun, khususnya SLE ( systemic lupus erythematosus)
Limitasi
Tes ini adalah metode indirect untuk mendeteksi antinuclear antibody. Tes ini kurang sensitive
daripada tes ANA dan tidak spesifik untuk lupus erythematosus. Hasil tes positif juga didapatkan
pada keadaan dimana pasien mengkonsumsi obat-obatan yang menginduksi sindrom lupus, penyakit
rheumatoid arthritis, hepatitis aktif dan kronis, hipersensitifitas obat, dan penyakit kolagen. Hasil
negative tidak mengeksklusi SLE secara langsung. Darah yang mengandung anticoagulant EDTA dapat
menyebabkan reaksi false negative.
Preparasi
Material nukleus akan berinteraksi dengan antibodi. Inkubasi selama 1 jam pada suhu 37 C
memberikan waktu interaksi material nukleus dan antibodi dan memberikan waktu fagositosis
material nukleus. Lakukan apusan cairan buffy coat, lakukan pewarnaan . Jika didapatkan material
berwarna lavender homogeny maka hasilnya positif. Keberadaan material LE extraceluler atau
adanya tampakan rosette tidak dapat mendiagnosis secara langsung SLE, tapi perlu dilakukan
pemeriksaan fisik, anamnesis riwayat pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
TRANSUDATE AND EXUDATE ANALYSIS
PENDAHULUAN Rongga serosa dalam tubuh mengandung sejumlah kecil cairan yang mengalir diantara ruang
intravascular dan ruangan ekstra selular. Cairan ini dipelihara dalam keadaan seimbang oleh tekanan
osmosis dalam kapiler membran serosa tersebut. Cairan tersebut berfungsi sebagai pelumas agar
membrane yang dilapisi mesothel dapat bergerak tanpa gesekan.
Jumlah cairan tersebut dalam keadaan normal tidak dapat diukur karena sangat sedikit jumlahnya.
Pada keadaan tertentu jumlah cairan tersebut dapat bertambah jumlahnya dan dapat berupa
transudat atau eksudat.
Transudat Transudat merupakan kumpulan cairan dalam suatu rongga tubuh yang bukan berasal dari proses
peradangan dan berkait dengan gangguan keseimbangan cairan tubuh.
Kelainan yang dapat menimbulkan transudat :
Penurunan tekanan osmotik plasma karena hipoalbuminemia
Peningkatan tekanan hidrostatik
Biasanya berasosasi dengan Congestive Heart Failure, Sindroma nefrotik, Cirrhosis Hepatis
Menurut lokasinya transudat disebut dengan istilah : hidrothoraks, hidroperikardium,
hidroperitoneum, dll
Ciri-ciri transudat spesifik :
- Warna agak kekuningan
- Kejernihan : jernih
- Berat jenis
banyak fibrin sehingga melekat pada permukaan pleura, merupakan lapisan kelabu/kuning yang
ditemukan pada pneumonia. Eksudat fibrinosa terjadi bila permeabilitas kapiler bertambah banyak,
yaitu karena molekul molekul fibrin besar dapat keluar dari kapiler dan menjadi bagian daripada
eksudat. Eksudat purulen ialah eksudat yang terjadi dari pus. Pus ini terjadi pada radang akut yang
mengandung banyak sel polinukleus yang kemudian musnah dan mencair karena lisis. Sisa jaringan
nekrotik yang mengalami lisis bersama dengan sel polinukleus yang musnah dan limfe radang
menjadi cairan yang disebut nanah. Eksudat hemoragik ialah eksudat radang yang berwarna
kemerahmerahan karena mengandung banyak eritrosit.
Perbedaan Transudat dan Eksudat:
Keterangan Transudat Eksudat
Rivalta - +
Berat jenis < 1,016 > 1,016
Kadar protein < 3 gr / 100 cc > 3 gr / 100 cc
Protein plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU > 200 IU
LDH plasma < 0,6 > 0,6
Lekosit
Hitung jenis leukosit
< 1000 / mm3
< 50% limfosit
> 1000 / mm3
> 50% limfosit
PH >7,3 < 7,3
Glukosa plasma < plasma
Amilase = plasma >plasma
Alkali fosfatase >75 u > 75 u
*PRAKTIKUM*
TUJUAN
Mengetahui pengertian transudat dan eksudat
Mengetahui cara pemeriksaan transudat dan eksudat
Dapat membedakan transudat dan eksudat
Mengetahui cara diagnosa laboratorium
PEMERIKSAAN
1. Physical Examination
Volume
Volume transudat dan eksudat diukur dengan gelas ukur dan hasilnya dibaca setinggi
miniskus bawah
Prosedur
1. Masukkan cairan dalam becker glass
2. Tuang cairan ke dalam gelas ukur
3. Lihat volume cairan yang ada pada gelas ukur
Interpretasi
Jumlah cairan tersebut dalam keadaan normal tidak dapat diukur karena sangat sedikit
jumlahnya.
Jumlah volume dari cairan yang didapatkan dapat memberikan informasi mengenai luasnya
kelainan.
Kejernihan
Kejernihan cairan diamati secara visual di dalam becker glass
Interpretasi
Transudate biasanya jernih yang mempunyai viskositas hampir sama dengan serum.
Exudate biasanya lebih keruh.
Warna
Warna cairan diamati secara visual dengan cahaya terang
Analisis
Transudate berwarna kuning pucat hingga kuning
Exudate warnanya bervariasi tergantung penyebab dan keparahannya, dari kuning, hijau,
pink hingga merah.
Cairan yang hanya terdiri dari serum/plasma berwarna kuning muda /tua tergantung dari
kadar bilirubin dalam plasma tersebut. Warna transudat biasanya kekuningan tergantung
kadar bilirubin plasma, warna eksudat tergantung causa dan beratnya radang.
Pus putih kuning
Chylous seperti susu
Darah merah cokelat
Bakteri pyogene biru kehijauan
Penjendalan Spontan
Perhatikan terjadinya bekuan, dan terangkan sifatnya (renggang, berkeping, berbutir, sangat
halus, dll). Bekuan itu tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada eksudat. Kalau dikira
cairan yang dipungsi barsifat eksudat, campurlah sebagian dari cairan itu dengan
anticoagulant supaya tetap cair dan dapat dipakai untuk pemeriksaan lain-lain.
Bekuan yang terjadi sangat lambat pada transudat karena kadar fibrinogen yang rendah
disebut FIBRINOUS SWAB / PELICLE.
Transudate tidak mengandung fibrinogen, maka ia tidak menjendal spontan
Exudate seringnya mengandung fibrinogen, maka ia dapat membentuk jendalan oleh karena
itu memerlukan antikoagulan pada saat pengumpulan spesimennya.
2. Microscopic Examination
Total Leucocyte
Tujuan : menentukan jumlah total leukosit
Material : improved Neubauer counting chamber
Pipet Pasteur
Turk solution
Prosedur :
a) Tutup counting chamber dengan cover glass
b) Kocok pelan-pelan cairan serosanya, masukkan pada pipet leukosit sampai angka 0.5
setelah itu masukkan turk solution sampai angka 11 dengan pengenceran 20 kali.
Kocok pipet leukosit pelan-pelan sampai cairan dan reagen bercampur.
c) Buang 4 tetes pertama pada tissue kemudian isi counting chamber pelan-pelan.
d) Hitung leukosit dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x. Pastikan jangan ada
distribusi sel yng bertumpukan apabila hal tersebut terjadi, buatlah yang baru mulai
dari awal.
e) Hitung leukosit pada 4 kotak besar, 1 kotak besar berisi 16 kotak kecil.
f) Kalkulasi
Cell counted x dilution factor x volume factor = cells/L (mm3)
Volume factor = 1/area x depth
Analisis :
Cairan yang berupa transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul. semakin tinggi
angka itu semakin besar kemungkinan cairan tersebut bersifat eksudat.
Differential leucocyte count
Tujuan : untuk menghitung persentase dari variasi leukosit dari transudat dan
eksudat
Prinsip : membedakan leukosit berdasarkan morfologi dan kemampuan masing-
masing tipe leukosit untuk menyerap pewarnaan.
Material : microscope, object glass, cover glass, centrifuge, tube, pasteur pipette.
Sampel : transudat atau eksudat
Reagen : Giemsa
Prosedur :
a) Sentrifugasi exudate atau transudate pada 2500 rpm selama 10 menit.
b) Ambil sample dan teteskan ke object glass, buatlah darah apusan, biarkan kering
pada suhu ruangan
c) Warnai dengan pewarnaan giemsa
d) Hitung seperti menghitung pada WBC count.
Interpretasi :
Transudate biasanya ditemukan jumlah sel WBC < 500 sel dengan dominasi sel mononuclear
Exudate ditemukan > 1000 sel dengan dominasi sel polimorfonuklear
3. Chemical Examination
Qualitative Protein (Rivalta Test)
Tujuan : membedakan transudat dan eksudat
Prinsip : penambahan asam asetat ke dalam cairan akan menjadikan protein
berakumulasi sehingga kekeruhan dapat terlihat.
Material : pasteur pipette, 100 mL beaker, Glass Rod.
Reagen : asam asetat
Prosedur :
a) Tuangkan 100 mL distilled water ke dalam 100 mL beaker.
b) Tambahkan 1 tetes asam asetat, aduk dengan glass stirrer
c) Teteskan 1 tetes eksudat/transudat ke dalam beaker pada 1 cm diatas permukaan
d) Perhatikan ketika cairan mulai menggumpal dan berkabut.
e) Ketika tidak berkabut, ulangi. (konfirmasi)
Analisis :
Berkabut Eksudat
Tidak bekabut Transudat
- Sampel bercampur dengan as. Asetat tampa menimbulkan kekeruhan atau kabut sama
sekali; hasil negatif ulangi percobaannya, biasanya hasil negatif ini pada cairan rongga
kondisi normal.
- Timbul kekeruhan seperti kabut tipis positif lemah, biasanya pada transudat.
- Tampak kekeruhan yang jelas seperti kabut tebal atau bahkan presipitat putih ; positif,
secara teori disebabkan seromusinosa yang ada dalam eksudat maupun transudat yang
sudah beberapa kali dipungsi.
Sebaiknya tes ini tidak dilakukan sekali saja, untuk hasil yang dapat diandalkan.
Penyulit :
Penggunaan terlalu banyak tetesan (lebih dari 1 cm di permukaan)
*tambahan pengetahuan saja*
MEKANISME PENIMBUNAN CAIRAN PASIF
Penimbunan cairan (efusi) terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik, yang memaksa cairan
menembus keluar kapiler untuk masuk ke jaringan. Tekanan hidrostatik cenderung mendorong
cairan keluar, dan hal ini dilawan oleh tekanan dalam sirkulasi. Albumin dan protein-protein di dalam
darah berperan menimbulkan tekanan onkotik. Tekan hidrostatik di ujung arterial biasanya sekitar 40
mmHg, dan tekanan onkotik 25 mmHg. Dengan demikian tekanan positive yang mendorong cairan
keluar ke dalam rongga serosa adalah 15 mmHg. Apabila tekanan onkotik plasma berkurang, semakin
banyak cairan yang didorong keluar, dan ini sering merupakan penyebab efusi serosa. Dalam
keadaan normal, di ujung venosa kapiler tekanan hidrostatik turun menjadi sekitar 10 mmHg, dan
tekanan osmotic koloid tetap 25 mmHg, yang melawan tekanan hidrostatik ini. Dengan demikian
terjadi tekanan negative sebesar 15 mmHg di ujung venosa, yang cenderung menarik cairan masuk
ke dalam pembuluh cairan. Setiap proses yang meningkatkan tekanan hidrostatik di ujung venosa
besar kemungkinannya menyebabkan penimbunan cairan secara pasif. selain itu, setiap penurunan
tekanan onkotik plasma akan mengurangi jumlah cairan yang tertarik masuk ke dalam kapiler
venosa.
Mekanisme lain yang mempermudah penimbunan pasif cairan, yang mungkin bersifat local atau
generalisata, adalah mekanisme alergi yang meningkatkan permeabilitas kapiler atau obstruksi limfe.
Hal ini pada gilirannya, mengurangi jumlah cairan ekstravaskuler yang dibersihkan oleh system
limfatik.
Eksudat terbentuk apabila lapisan kapiler atau membrane rusak oleh proses peradangan atau
neoplastik. Akibatnya protein berukuran besar dan konstituen darah lainnya bocor keluar untuk
masuk ke jaringan dan rongga tubuh. Pada peradangan aktif, kandungan protein pada cairan ini
meningkat.
CARA MEMPEROLEH BAHAN
Bahan (dari rongga perut, pleura, pericardium, sendi, kista, hidrocele,dsb.) didapat dengan
mengadakan pungsi. Karena tidak dapat diketahui terlebih dulu apakah cairan itu berupa transudat
atau eksudat, haruslah pertama-tama syarat bekerja steril diindahkan dan kedua untuk menyediakan
anticoagulant. Sediakanlah pada waktu melakukan pungsi selain penampung biasa juga penampung
steril (untuk biakan) dan penampung yang berisi larutan natrium citrat 20% atau heparin steril.
Cairan yang diperoleh ditampung dalam 3 botol penampung :
Botol I : Steril untuk pemeriksaan bakteriologi
Botol II : Di tambah anticoagulant untuk pemeriksaan rutin
Botol III : Tanpa anticoagulant untuk pemeriksaan kimia.
Recommended