View
7
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
portofolio kejang demam
Citation preview
No. ID dan Nama Peserta dr. Jaka Kurniawan
No. ID dan Nama Peserta RSUD Dr. M. Zein Painan
Topik Kejang Demam Kompleks
Tanggal Kasus 3 Januari 2016
Nama Pasien By. D Nomor RM : 20 53 02
Tanggal Presentasi 22 Januari 2015 Pendamping dr. Dona Hamrita
Objektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi
Seorang bayi laki-laki usia 11 bulan, telah dirawat di bangsal anak
RSUD dr.M.Zein Painan selama 7 hari, dari tanggal 3 Januari 2016
hingga 10 Januari 2016, datang dengan keluhan utama demam sejak 2
hari sebelum masuk Rumah Sakit, terus menerus, tidak menggigil,
disertai dengan kejang 3 kali di rumah.
TujuanMengidentifikasi penyebab, gejala, diagnosis, dan tatalaksana dari
Kejang Demam Kompleks.
Bahan Bahasan : Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan
Diskusi
Email Pos
Data pasien Nama: By. D No.Reg 20 53 02
Data Utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
- Demam sejak ± 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit, terus menerus, tidak
menggigil, disertai kejang.
- Kejang frekuensi 3 kali, kejang pertama: kejang seluruh tubuh, mata melihat ke
atas, lama kejang ±2 menit, pasien sadar setelah kejang. Kejang kedua: terjadi
sekitar 3 jam setelah kejang pertama, kejang seluruh tubuh, mata melihat ke atas,
lama kejang ±1 menit, pasien sadar setelah kejang.Kejang ketiga: terjadi sekitar 2
jam setelah kejang pertama, kejang seluruh tubuh, mata melihat ke atas, lama
kejang ±1 menit, pasien sadar setelah kejang.
- Batuk dan pileks sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk tidak berdahak,
1
sesak nafas tidak ada.
- Bengkak di leher kanan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, panas, dan nyeri.
- Mual tidak ada, muntah tidak ada.
- Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
- Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
- Buang air besar warna dan konsistensi biasa.
- Riwayat trauma kepala tidak ada.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah dibawa berobat ke tempat praktik dokter spesialis anak, diberikan sirup
penurun demam, dan dianjurkan dirawat.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Pasien belum pernah menderita penyakit serupa sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita kejang dengan atau tanpa demam.
5. Riwayat pekerjaan
Pasien belum bekerja
6. Riwayat lingkungan sosial dan lingkungan:
Tinggal di rumah permanen sederhana, pekarangan cukup luas, sumber air minum Air
Galon isi ulang dan PDAM, buang air besar di WC dalam rumah, sampah dibuang di
tempat pengumpulan sampah . Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik.
7. Riwayat Makanan dan Minuman :
ASI : 0 bulan – 20 bulan
Susu Formula : 20 bulan – 27 bulan
Bubur susu : 4 bulan - 8 bulan
Nasi Tim : 8 bulan – 10 bulan
Nasi Biasa : sekarang , 3x 1 porsi per hari
Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup
8. Riwayat Imunisasi :
BCG : umur 1 bulan (scar +)
DPT : umur 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan
Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan
Hepatitis B : umur 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan
Campak : umur 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap
2
Lain-lain:
Status Generalisata
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan Darah : 100 / 60 mmhg
Frekuensi denyut nadi : 120 x /menit
Frekuensi nafas : 30 x/ menit
Suhu : 39.5 oC
Berat badan : 8 kg
Status gizi : Berat Badan menurut Umur : 90.2 %
Kesan : Gizi Baik
Status lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding:
Kepala
Kulit
Mata
THT
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstrimitas
: bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-)
: tidak ditemukan kelainan.
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
reflek cahaya +/+.
: tidak ditemukan kelainan.
: Massa kenyal padat terfiksir, panas, merah, ukuran 3 cm x 3
cm x 2 cm di regio submandibula dextra. Tidak ditemukan
pembesaran KGB, nyeri tekan (-),
kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-).
: cor : bunyi jantung murni, bising jantung (-)
Pulmo : simetris, vesikuler normal, rongkhi - / - , wheezing - /-
: distensi (-), Supel, H/L tidak teraba, NT (-), NL (-), BU (+)
normal.
: Akral hangat, perfusi baik.
Pemeriksaan Penunjang:
3
Laboratorium (9/1/2016)
Darah
Hemoglobin : 10.1 mg/dl
Leukosit : 5.200 /mm3
Hematokrit : 30 %
Trombosit : 244.000 /mm3
Urin : Protein : (-) Reduksi : (-)
Bilirubin : (-) Urobilin : (+)
Kesan : urin dalam batas normal
Feses :
makroskopis: warna kuning, konsistensi lunak, tidak ditemukan darah, lendir, sisa
pencernaan, protein, lemak, karbohidrat.
Mikroskopis: tidak ditemukan leukosit, eritrosit, amoeba, Askaris L, Ankilostoma, Oxiuris
V, dan Trikuris T.
Kesan : feses dalam batas normal
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Kejang Demam Kompleks
2. Penatalaksanaan Kejang Demam Kompleks.
a. Intervensi Farmakologis.
b. Intervensi Penunjang.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif:
Seorang bayi laki- laki usia 11 bulan datang dengan keluhan utama demam sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit, terus menerus, tidak menggigil, disertai dengan kejang 3
kali di rumah. Kejang seluruh tubuh, mata menghadap keatas, anak sadar setelah kejang,
lama kejang 1 – 2 menit. Pasien tidak pernah mengalami kejang dengan atau tanpa
demam sebelumnya. Batuk ada, pilek ada. Pembengkakan di kelenjar submandibula
dextra. BAK dan BAB biasa.
Ketika ada pasien anak menderita demam disertai kejang, hal yang perlu dipikirkan
antara lain kejang demam, infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan
4
demam.
Objektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, TD = 100 / 60 mmHg, N = 120 kali/menit, P =
30 kali/menit, S = 39.5 °C.
Kepala : bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-)
Leher : Massa kenyal padat terfiksir, panas, merah, ukuran 3 cm x 3 cm x 2 cm di
regio submandibula dextra
Nyeri tekan (-), kaku kuduk (-), Brudinski I (-), Brudinski II (-).
Pulmo : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Genital : tidak ada kelainan
Pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan darah rutin, urin rutin, dan fese rutin
menunjukkan hasil dalam batas normal.
Assessment:
Pasien adalah seorang bayi laki-laki usia 11 bulan, datang dengan keluhan demam
disertai dengan kejang seluruh tubuh. Kejang terjadi sebanyak 3 kali, dengan lama masing-
masing ± 1 menit dan ± 2 menit, dan anak sadar setelah kejang. Dari keluhan ini, yang patut
dipikirkan antara lain adalah kejang demam, namun tidak menutup kemungkinan adanya
proses lain seperti infeksi sistem saraf pusat ataupun epilepsi yang bersamaan dengan demam.
Dari pemeriksaan fisik pasien, suhu aksila 39.5 0C.
Secara definisi, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang
demam biasanya terjadi pada usia antara 3 bulan - 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. 1,2
Infeksi intrakranial dapat berupa meningitis, ensefalitis, atau meningoensefalitis.
Infeksi SSP secara umum ditandai demam, sakit kepala, kejang, penurunan kesadaran,
kelumpuhan anggota gerak, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai
dengan hipertensi, bradikardi, nyeri kepala, papil edema, dan muntah proyektil, serta adanya
tanda iritasi meningeal yang dapat dilihat dengan adanya kaku kuduk dan tanda brudzenski.3
Pada pasien, hampir semua tanda-tanda tersebut tidak ditemukan, sehingga diagnosis infeksi 5
sistem saraf pusat untuk sementara dapat disingkirkan.
Kemungkinan epilepsi untuk sementara juga dapat disingkirkan, karena kejang yang
terjadi pada pasien didahului oleh demam, serta pasien tidak pernah mengalami kejang tanpa
demam sebelumnya.
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.1
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut :1
1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasien dapat diklasifikasikan mengalami kejang
demam kompleks, karena kejang terjadi berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak,
seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari
demam berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi
saluran kemih. Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat
orangtua dan saudara kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam
diturunkan secara autosomal dominan sederhana.2
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya,
infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur
otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang
berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam kompleks.5
Dalam kasus ini, pasien mengalami keluhan saluran pernapasan seperti batuk dan
pilek. Tidak ada keluhan di saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan BAB encer; saluran
kemih seperti nyeri perut bawah atau nyeri saat BAK. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
pembengkakan pada kelenjar submandibula dextra, sehingga pada pasien ini fokus infeksi
adalah parotitis atau ISPA.
Pemeriksaan penunjang jarang atau tidak rutin dilakukan dalam penegakan diagnosis
kejang demam. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain pemeriksaan laboratorium, pungsi
6
lumbal, Elektroensefalografi (EEG), dan pencitraan.
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan pada kasus kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. 1
Pungsi lumbal (pemeriksaan cairan serebrospinal) dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi
meningitis cenderung tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12
bulan. Pada bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.1
Sementara itu, EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau perkiraan
terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam, serta EEG abnormal tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian
hari, sehingga EEG ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. 1
Pencitraan seperti foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak
rutin, hanya atas indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis nervus VI, atau papil edema.1
Penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1) pengobatan
fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam. 1
1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air
dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena
atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.
Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam
intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis
awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian
fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa 7
dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1
tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis
rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk
hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa
dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran, dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/
hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
Gambar 1. Tatalaksana fase akut kejang
2. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang
demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal
hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat
demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
8
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan
secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB > 10 kg) setiap
pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5°C. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk, dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di
kemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari
dibagi dalam 1 – 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis
15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2 – 3 dosis. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu:
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multipel dalam satu epidose demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.
Pada kasus ini, saat di IGD, diberikan tatalaksana IVFD KAEN 1B 8 tetes/menit/makro,
Anafen sirup 3 x 1 sendok teh, dan luminal 1 x 50 mg. Pasien dirawat di bangsal anak.
Di bangsal, pasien dirawat selama 8 hari. Diberikan Anafen 3 x 1 sendok teh dan
luminal 2x40 mg selama 2 hari, dilanjurkan luminal 2x20 mg selama 3 hari. Pengobatan
profilaksis jangka panjang tidak diperlukan pada pasien ini karena tidak memenuhi 2 kriteria
dari 4 kriteria yang disebut diatas. Namun, karena ada 1 kriteria yang dipenuhi pasien, yaitu
terjadinya kejang multipel dalam satu episode kejang, profilaksis intermiten berupa pemberian
diazepam disamping antipiretik perlu diberikan.
Pasien juga diberikan obat Immunos sirup 1 x 1 sendok teh, Farmadol infus 90 mg (tiap
demam di atas 390 C),
Plan
9
Diagnosis: Kejang Demam Kompleks
ISPA
Parotitis Submandibula Dextra
Pengobatan :
- Anafen 3 x 1 sendok teh
- Luminal 2 x 40 mg selama 2 hari, dilanjutkan dengan luminal 2 x 20 mg selama 3 hari.
- Diazepam 3 x 1 mg jika demam.
- Imunos sirup 1 x 1 cth
- Farmadol infus 90 mg bila suhu di atas 390 C
Pendidikan
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
a. Tetap tenang dan tidak panik
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
c. Bila tidak sadar, pastikan anak tidur terlentang dengan kepala miring.
d. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung.
e. Walaupun ada kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
f. Ukur suhu tubuh, observasi bentuk kejang dan lama waktu kejang
g. Tetap berada bersama pasien selama kejang
h. Berikan diazepam rektal. Diazepam tidak diberikan bila kejang telah berhenti.
i. Bawa ke dokter/ rumah sakit bila kejang berlangsung lebih dari 5 menit.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Jika anak demam lagi, sebaiknya segera berobat ke dokter atau dokter spesialis anak.
Konsultasi
Konsultasi dilakukan dengan spesialis anak untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.
2. Soetomenggolo T, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; h. 244-51.
3. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1996; 161-167.
4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2010.
5. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston P, Harper
MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With Their First Complex
Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-69
11
Recommended