View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PROLIFERASI PROTOCORM LIKE BODIES (PLBs) ANGGREKDendrobium HIBRIDA IN VITRO SEBAGAI RESPONS TERHADAP
PEPTON DAN AIR KELAPA DALAM MEDIA MS
(Skripsi)
Oleh
YENNI SOFIALITA NAINGGOLAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
ABSTRAK
PROLIFERASI PROTOCORM LIKE BODIES (PLBs) ANGGREKDendrobium HIBRIDA IN VITRO SEBAGAI RESPONS TERHADAP
PEPTON DAN AIR KELAPA DALAM MEDIA MS
Oleh
YENNI SOFIALITA NAINGGOLAN
Teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif proliferasi anggrek dalam
jumlah banyak, seragam dan dengan waktu yeng relatif lebih singkat. Proliferasi
PLBs Anggrek dengan kultur jaringan dilakukan dengan menambahkan pepton
dan beberapa konsentrasi air kelapa dalam media kultur. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari (1) Pengaruh pemberian pepton terhadap proliferasi PLBs dari
protocorm anggrek Dendrobium hibrida; (2) Pengaruh air kelapa terhadap
proliferasi PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida; dan (3)
Mengetahui ada tidaknya interaksi antara pepton dan air kelapa dalam
pengaruhnya terhadap proliferasi PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium
hibrida. Penelitian dilakukan dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga
ulangan dan disusun dalam rancangan percobaan faktorial 2x4. Faktor pertama
berupa konsentrasi pepton, yaitu 0 dan 2 mg/l. Faktor kedua berupa konsentrasi
air kelapa, yaitu 0; 100; 200; dan 300 ml/l. Media dasar yang digunakan adalah
42Yenni Sofialita Nainggolan
MS (Murashige and Skoog) dan ekstrak tomat 200 g/l. Setiap unit percobaan
terdiri dari 1 botol kultur yang masing-masing botol berisi 5 cluster protocorm.
Setiap media perlakuan di perkaya dengan 20 gr/l sukrosa, dan sebelum tingkat
kemasaman media diatur menjadi 5,8 ditambah dengan pemadat media 7 gram
agar-agar. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan
1,5 kg/cm2 selama 7 menit. Semua kultur anggrek dipelihara pada ruang kultur
bersuhu 26 ± 20C. Pengamatan dilakukan untuk variabel jumlah total PLBs,
bobot total PLBs, bobot 100 butir PLBs, dan pengamatan visual pada umur 8
MSP. Analisis data dilakukan menggunakan analisis ragam dan pemisahan nilai
tengah dilakukan dengan BNT 5%. Pada umur 7 hari setelah pengulturan eksplan
berupa protocorm Dendrobium hibrida yang dikulturkan di media perlakuan,
mulai teramati mengalami proliferasi PLBs. Hasil penelitian pada protocorm
Anggrek Dendrobium hibrida berumur 8 MSP menunjukkan bahwa (1) Pemberian
2 gr/l pepton dalam media MS (Murashige and Skoog) dan ekstrak tomat 200 gr/l
tanpa air kelapa, dapat meningkatkan pertambahan jumlah PLBs dan bobot total
PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida dibandingkan tanpa pemberian
2 gr/l pepton ke dalam media MS (Murashige and Skoog) yang ditambah estrak
tomat 200 gr/l dan tanpa air kelapa, (2) Pemberian beberapa konsentrasi air kelapa
mulai dari 100, 200, dan 300 ml/l tanpa pepton dapat meningkatkan pertambahan
jumlah PLBs dan bobot total PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida.
Konsentrasi air kelapa 200 ml/l merupakan media terbaik untuk meningkatkan
pertambahan jumlah PLBs dan bobot total PLBs, (3) Pengaruh pepton terhadap
proliferasi protocorm like bodies (PLBs) dan bobot total PLBs anggrek
Dendrobium hibrida bergantung pada konsentrasi air kelapa, yaitu pada media
43Yenni Sofialita Nainggolan
tanpa air kelapa pemberian pepton dapat meningkatkan pertambahan jumlah PLBs
dan bobot total PLBs. Namun pada media yang diberi air kelapa, penambahan
pepton justru menurunkan pertambahan jumlah PLBs dan bobot total PLBs.
Kata kunci: Air kelapa, Dendrobium, in vitro, Pepton, PLBs, Proliferasi,Protocorm,
PROLIFERASI PROTOCORM LIKE BODIES (PLBs) ANGGREKDendrobium HIBRIDA IN VITRO SEBAGAI RESPONS TERHADAP
PEPTON DAN AIR KELAPA DALAM MEDIA MS
Oleh
Yenni Sofialita Nainggolan
ProposalSebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar
SARJANA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 1 Maret 1994, yang merupakan
anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Hotman Nainggolan dan Ibu
Lasmavera Sipayung.
Jenjang pendidikan formal yang telah Penulis lalui yaitu Sekolah Dasar (SD) Citra
Insani Bumi Depasena Kecamatan Rawajitu Timur pada tahun 2006, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negri ) 01 Rawajitu Timur pada tahun 2009, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Pendidikan Universitas Lampung (YP
UNILA) PADA TAHUN 2012. Pada tahun 2012, Penulis melanjutkan
pendidikan di Jurusan Agroteknologi Konsentrasi Agronomi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung (UNILA) melalui jalur Mandiri.
Pada tahun 2015 Penulis mengikuti Praktik Umum di Balai Penelitian Tanaman
Hias (BALITHI) Segunung Pacet Cianjur, Jawa Barat. Selama menjadi
mahasiswa di Universitas Lampung Penulis pernah menjadi asisten praktikum
untuk mata kuliah Fisiologi Tumbuhan dan Perbanyakan Tanaman pada semester
genap tahun ajaran 2014/2015.
Dengan Rasa Syukur Kupersembahkan Karya Kecil Ini untuk:Mama dan Bapak yang telah mengajariKu tentang kehidupan, memberi dukungandan selalu tulus menyayangiKu, Adik-adikKu tersayang Kiki, Novri, Selin, dan
Ales, serta Inang dan keluarga besarKu yang selalu mendukung
Sukses cepat tercapai bila kita fokus pada apa yang kitainginkan, bukan pada hal yang kita takuti
Masa depan adalah milik mereka yang menyiapkan hariini
SANWACANA
Puji Syukur Penulis panjatkan ke pada Tuhan Yang Maha ESA karena berkat
kasih dan karunia-NYA sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selama melakukan penelitian hingga selesainya skripsi ini, Penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan,dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih setulis hati kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc. selaku Pembimbing Utama yang telah
membimbing dan memberikan ilmu, pengetahuan, nasehat, saran, kesabaran,
dan motivasi selama Penulis melaksanaan penelitian hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Sri Ramadiana, S.P., M.Si. selaku Pembimbing kedua dan Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, nasehat,
saran, kesabaran, motivasi dan bimbingan skripsi kepada penulis.
3. Bapak Akari Edy, S.P., M.Si. selaku Penguji bukan Pembimbing atas saran
dan kritik yang dapat bermanfaat dan membangun untuk perbaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku Ketua Jurusan PS Agroteknologi
Fakulta Petanian Universitas Lampung.
6. Kedua orangtua Penulis Bapak Hotman Nainggolan dan Ibu Lasmavera
Sipayung yang Penulis sayang dan cintai karena telah memberikan doa, kasih
sayang, motivasi baik moril maupun materil untuk masa depan dan cita-cita
penulis .
7. Keluarga Penulis adikku Jelli Kiki Oktransiska Nainggolan, Roma Novriyanti
Nainggolan, Ade Marselina Nainggolan, Reza Morales Nainggolan, dan
Opungku, terimakasih atas doa, kasih sayang, motivasi kepada Penulis.
8. Keluarga besar di laboratorium kultur jaringan UNILA sekaligus sahabat
seperjuangan, Rezlinda Nurbaiti, Yanti Marchelina, Ria Rizky Lestari, Wiwik
Ferawati, Resti Astria, Syanda Giantara Kepala Mega, dan Vanny Unjunan
Sari atas bantuan, kerjasama, persaudaraan dan motivasi dari awal hingga
akhir penelitian.
9. Mbak Hayane Adeline Warganegara, S. P, Mbak Habibah, S.P, Mbak Defika,
S.P, Mbak vivi, S.P, Mbak pipit dan Mbak Maya, S.P, atas persaudaraan dan
bantuannya kepada Penulis.
10. Teman-teman Agroteknologi ’12 Selly Novitasari Sitio, Rina Yunika Sari,
Windari Anggraini, Santia Putri dan semuanya yang tidak dapat di sebutkan
satu per satu atas bantuan dan pesahabatannya.
11. Teman dan Sahabat Sejak Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Septifa Gagarin, Dian Retno Wati, Duga Novitasari, dan Rike
Anifta atas bantuan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di
perguruan tinggi.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka semua dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin
Bandar Lampung, Desember 2016
Penulis
Yenni Sofialita Nainggolan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................. i
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................. v
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.4 Landasan Teori............................................................................... 5
1.5 Kerangka Pemikiran....................................................................... 8
1.6 Hipotesis ........................................................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 11
2.1 Anggrek Dendrobium .................................................................... 11
2.2 Perkecambahan Anggrek Dendrobium .......................................... 12
2.3 Teknik Kultur In Vitro ................................................................... 13
2.4 Eksplan........................................................................................... 15
2.5 Media Kultur In Vitro .................................................................... 16
2.6 Air Kelapa ...................................................................................... 18
2.7 Tomat ............................................................................................. 20
III.METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 22
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan............................................................................... 22
3.3 Rancangan Percobaan, Pengamatan, dan Analisis Data ................ 23
3.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................... 24
3.4.1 Persiapan Botol Kultur dan Sterilisasi Alat ........................ 24
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Tomat ................................................... 24
3.4.3 Pembuatan Media Perlakuan .............................................. 25
3.4.4 Eksplan dan Penanaman...................................................... 27
3.4.5 Pemeliharaan Kultur ........................................................... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 29
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 29
4.1.1 Perkembangan Umum Kultur Protocorm Anggrek
Dendrobium Hibrida ........................................................... 29
4.1.2 Rata-rata Pertambahan Jumlah PLBs............................. ... 30
4.1.3 Bobot Total PLBs ................................................................. 31
4.1.4 Bobot 100 Butir PLBs .......................................................... 33
4.1.5 Pengamatan Visual dan Foto............................................... 33
4.2 Pembahasan.................................................................................... 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 41
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 41
5.2 Saran .............................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 43
LAMPIRAN............................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi nutrisi dan vitamin per 100 gram pada bahan
adenda tomat. ........................................................................................ 20
2. Komposisi vitamin, mineral, dan sukrosa dalam air kelapa muda dan tua. 21
3. Komposisi media MS............................................................................ 27
4. Jumlah kandungan Nitrogen pada media dasar dan perlakuan. ............ 37
5. Peranan masing-masing unsur hara dan vitamin dalam media kultur... 48
6. Data asli pertambahan jumlah PLBs anggrek Dendrobium hibrida 8 MSP. 49
7. Hasil analisis ragam dengan Statistix 8 pada rata-rata pertambahan jumlah
PLBs anggrek Dendrobium hibrida 8 MSP (data asli). ........................ 50
8. Hasil pemisahan nilai tengah rata-rata pertambahan jumlah PLBs anggrek
Dendrobium hibrida 8 MSP sebagai respons terhadap konsentrasi pepton dan
air kelapa menggunakan uji BNT 5% dengan Statistix 8. .................... 50
9. Hasil uji Bartlett dengan Statistix 8 pada rata-rata pertambahan jumlah PLBs
anggrek Dendrobium hibrida 8 MSP. ................................................... 51
10. Data asli bobot total PLBs anggrek Dendrobium hibrida 8 MSP. ........ 51
11. Hasil analisis ragam dengan Statistix 8 pada bobot total PLBs anggrek
Dendrobium hibrida 8 MSP ................................................................. 51
12. Hasil pemisahan nilai tengah rata-rata bobot total PLBs anggrek Dendrobium
hibrida 8 MSP sebagai respons terhadap konsentrasi pepton dan air kelapa
menggunakan uji BNT 5% dengan Statistix 8. ..................................... 52
13. Hasil uji Bartlett dengan Statistix 8 pada rata-rata bobot total PLBs anggrek
Dendrobium hibrida 8 MSP. ................................................................ 52
14. Data asli bobot 100 butir PLBs anggrek Dendrobium hibrida 8 MSP.. 52
15. Hasil analisis ragam dengan Statistix 8 pada rata-rata bobot 100 butir PLBs
anggrek Dendrobium hibrida 8 MSP .................................................. 53
16. Hasil uji Bartlett dengan Statistix 8 pada rata-rata bobot 100 butir PLBs 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. (A) Bahan tomat yang digunakan sebagai adenda media (B) Tomatditimbang sesuai dengan kebutuhan (C) Tomat dihaluskanmenggunakan blander .......................................................................... 25
2. Protocorm hasil penyebaran polong telah berproliferasi menjadiPLBs pada 12 MSP (B) Eksplan protocorm yang dipindahkandi media perlakuan selama 8 MSP (C) Penanaman eksplandi media perlakuan (D) Eksplan yang terkontaminasi. ......................... 28
3. Eksplan protocorm pada salah satu media perlakuan pada saat awalPengulturan (B) Protocorm Like Bodies (PLBs) pada mediaMS (murashige and skoog) dengan penambahan 200 g/l ekstrak tomat dan200 ml/l air kelapa yang berumur 4 minggu pengulturan(C) Protocorm Like Bodies (PLBs) pada media yang samadengan umur 8 minggu pengulturan dan siap untuk diamati. ............... 29
4. Rata-rata pertambahan jumlah PLBs pada kultur in vitro anggrekDendrobium hibrida 8 minggu pengulturan sebagai respons terhadapkonsentrasi pepton dan air kelapa. Nilai tengah yang diikuti dengan hurufyang tidak sama tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%berdasarkan data transformasi. (BNT 5%= 69,643). ............................ 30
5. Rata-rata pertambahan bobot total PLBs pada kultur in vitro anggrekDendrobium hibrida 8 minggu pengulturan sebagai respons terhadapkonsentrasi pepton dan air kelapa. Nilai tengah yang diikuti dengan hurufyang tidak sama tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%berdasarkan data transformasi. (BNT 5%= 412,28). ............................ 32
6. Penampilan PLBs anggrek Dendrobium hibrida pada 8 MSP . ............ 35
7. (A) Terdapat beberapa PLBs yang sudah terlihat primodiadaun pada 8 minggu pengulturan (B) Pengamatan visual PLBs yang menjadiprimordia daun sudah berakar ............................................................... 36
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anggrek adalah tanaman hias yang banyak diminati di Indonesia dan memiliki
nilai ekonomis yang tinggi baik sebagai bunga potong maupun tanaman hias
dalam pot (Kasutjianingati dan Irawan, 2013). Di dunia kurang lebih anggrek
terdiri dari 25.000-30.000 spesies, sedangkan di Indonesia jumlahnya
diperkirakan mencapai 5000 spesies (Puspitaningtya, 1999). Salah satu genus
anggrek terbesar adalah Dendrobium dari famili Orchidaceae. Genus anggrek ini
merupakan kekayaan sumber daya genetik Indonesia yang banyak terdapat di
kawasan timur, seperti Papua dan Maluku. Namun, sumber daya genetik tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai tetua dalam persilangan untuk
menghasilkan keturunan yang memiliki karakteristik sesuai dengan yang
diinginkan konsumen (Uesato, 1996).
Karakteristik yang sesuai dengan selera konsumen terhadap Dendrobium
ditentukan oleh warna, ukuran, bentuk, susunan, jumlah kuntum per tangkai,
panjang tangkai, dan daya tahan kesegaran bunga. Selain itu, selera konsumen
dipengaruhi oleh produsen dan tren di luar negeri (Soerojo, 1992). Permintaan
pasar anggrek cenderung meningkat setiap tahunnya, namun perkembangan
produksi anggrek di Indonesia masih relatif lambat (Widiastoety, 1998). Produksi
2
tanaman anggrek di Indonesia pada tahun 2005 – 2009 mengalami peningkatan.
Pada tahun 2005 produksi anggrek 7.902.403 tangkai, tahun 2006 10.703.444
tangkai, tahun 2007 9.484.393 tangkai, tahun 2008 15.430.040 tangkai, dan pada
tahun 2009 16.205.949 tangkai. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami
penurunan yaitu 14.050.445 tangkai dan pada tahun 2011-2014 kembali
mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 produksi anggrek sebesar 15.490.256
tangkai, tahun 2012 20.727.891 tangkai, tahun 2013 20.277.672 tangkai, dan pada
tahun 2014 24.633.789 tangkai (BPS, 2010). Indonesia juga telah melakukan
ekspor anggrek tetapi daya saing anggrek Indonesia di pasar luar negeri masih
sangat rendah karena mutu anggrek yang diproduksi juga masih rendah oleh
karena itu, diperlukan penyediaan bibit dalam jumlah banyak dan dalam waktu
yang singkat serta bebas dari penyakit.
Penyediaan bibit anggrek dapat dilakukan baik secara generatif maupun secara
vegetatif. Secara generatif, benih tanaman anggrek diperoleh dengan cara
mengecambahkan biji hasil persilangan atau silang dalam. Akan tetapi, menurut
Hendaryono (2000) biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan, namun di
alam, anggrek dapat bersimbiosis dengan mycorrhiza dimana mycorrhiza akan
mensuplai bahan-bahan organik sehingga biji mampu untuk berkecambah
walaupun dalam persentasi sangat kecil. Sedangkan perbanyakan secara vegetatif
dapat dilakukan dengan cara stek, pemisahaan rumpun, atau pemotongan keiki
yang keluar dari ujung batang dan cloning melalui teknik kultur in vitro.
Perbanyakan secara vegetatif merupakan alternatif yang efektif dan efisien untuk
mendapatkan tanaman baru dengan sifat yang sama dengan induknya dan dalam
3
jumlah yang banyak. Perbanyakan anggrek secara vegetatif dengan sistem
konvensional membutuhkan waktu yang lama dan kondisi bibit rawan terhadap
penyebaran penyakit. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi tanaman
anggrek maka dilakukan perbanyakan anggrek secara vegetatif yang lebih cepat,
dalam jumlah yang banyak, dan memiliki sifat yang sama dengan induknya yaitu
melalui teknik kultur in vitro.
Kultur jaringan merupakan teknik untuk menumbuhkembangkan bagian tanaman
baik berupa sel, jaringan ataupun organ dalam keadaan aseptik secara in vitro,
yang ditandai dengan kondisi kultur aseptik, penggunaan media buatan yang
mengandung nutrisi lengkap, zat pengatur tumbuh (ZPT) serta kondisi ruang
kultur, suhu dan pencahayaan yang terkontrol (Yusnita, 2003). Kelebihan dari
Teknik kultur in vitro adalah dapat memperbanyak tanaman dalam waktu yang
relatif singkat, menghasilkan jumlah tanaman yang seragam dalam jumlah
banyak, tanaman bebas virus dengan cara penumbuhan sel bebas virus dari
tanaman induk yang terserang atau terinfeksi virus. Pengembangbiakan tanaman
dengan teknik kultur in vitro dapat dilakukan setiap saat dan tidak bergantung
musim (Karjadi dan Buchory, 2008).
Salah satu yang menyebabkan keberhasilan dalam kultur jaringan adalah
tersedianya eksplan yang baik dan media kultur yang akan digunakan. Eksplan
adalah bagian tanaman yang akan digunakan sebagai bahan inisiasi kultur
sedangkan media tanam dalam kultur jaringan dapat menggunakan media cair
atau padat, untuk media padat harus menggunakan agar-agar atau gelrite. Media
yang sering digunakan dalam perbanyakkan anggrek adalah media Murashige and
4
Skoog atau yang lebih dikenal dengan media MS. Media yang digunakan untuk
pengecambahan biji harus mengandung air (akuades) sebagai pelarut, garam-
garam makro, garam-garam mikro, sukrosa, sumber karbohidrat, vitamin, ZPT
serta suplemen lain seperti senyawa-senyawa nitrogen organik dan asam-asam
organik (Gamborg dan Skyluk, 1981). Menurut Wetter dan Constabel (1991)
keistimewaan dari media MS adalah media MS mengandung nitrat, kalium, dan
amonium yang tinggi.
Salah satu eksplan yang dapat digunakan adalah PLBs (protocorm like bodies).
PLBs adalah proses terbentuknya embrio somatik tanpa melalui pembentukan
kalus. Proses ini dikenal dengan sebutan embriogenesis somatik (Smith, 2000).
Pada kasus dimana biji anggrek sulit untuk berkecambah dan ketersediaannya
sangat terbatas, maka proliferasi protocorm untuk mendapatkan PLBs (Prtocorm
like bodies) dalam jumlah yang banyak akan sangat bermanfaat untuk
menghasilkan propagul atau bibit anggrek dalam jumlah banyak. Ketersediaan
PLBs anggrek dalam jumlah banyak bermanfaat untuk tujuan konservasi,
komersial, maupun untuk mempelajari rekayasa genetika tanaman. Penambahan
ekstrak tomat, pepton dan air kelapa pada media MS dapat meningkatkan
proliferasi PLBs anggrek, hal ini dikarenakan bahan-bahan suplemen tersebut
merupakan sumber asam amino, peptida, vitamin dan zat pengatur tumbuh alami.
Air kelapa diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan embrio dalam kultur
jaringan (Pierik, 1987).
5
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa masalah seperti berikut ini:
1. Apakah pemberian pepton dapat berpengaruh terhadap proliferasi PLBs dari
protocorm anggrek Dendrobium hibrida?
2. Apakah penambahan air kelapa dapat memberikan respon yang positif terhadap
proliferasi PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida?
3. Apakah terdapat interaksi antara pepton dan air kelapa dalam pengaruhnya
terhadap proliferasi PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida?
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan dari dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari pengaruh pemberian pepton terhadap proliferasi PLBs dari
protocorm anggrek Dendrobium hibrida.
2. Mempelajari pengaruh air kelapa terhadap proliferasi PLBs dari protocorm
anggrek Dendrobium hibrida.
3. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara pepton dan air kelapa dalam
pengaruhnya terhadap proliferasi PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium
hibrida.
1.4 Landsan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah
dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut.
6
Nilai ekonomis anggrek yang tinggi dan peluang pasar anggrek luas sehingga
anggrek dapat dijual dengan bentuk bibit dalam botol (in vitro), tanaman hias pot,
dan sebagai bunga potong. Antusias masyarakat terhadap anggrek menunjukkan
peningkatan yang konsisten dari waktu ke waktu. Namum, ketersediaan bibit
anggrek secara konvensional belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, teknik kultur in vitro dirasa cukup efektif untuk menyediakan
bibit anggrek dalam jumlah banyak, seragam dan dengan waktu yang relatif
singkat.
Kultur jaringan merupakan teknik untuk menumbuhkembangkan bagian tanaman
baik berupa sel, jaringan ataupun organ dalam keadaan aseptik secara in vitro,
yang ditandai dengan kondisi kultur aseptik, penggunaan media buatan yang
mengandung nutrisi lengkap, ZPT serta kondisi ruang kultur, suhu dan
pencahayaan yang terkontrol (Yusnita, 2003). Dalam teknik kultur in vitro
dibutuhkan media tanam berupa media kultur yang mengandung seluruh hara
essensial bagi tanaman. Komponen media kultur berupa garam mineral, air, gula,
asam amino, vitamin, ZPT, dan pemadat media. Senyawa organik lainnya seperti
air kelapa, ekstrak tomat, pepton dapat ditambahkan ke dalam media guna untuk
merangsang dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Lakitan, 1995).
Media yang sering digunakan untuk mengecambahkan biji anggrek adalah media
MS (Murashige and Skoog, 1962) dibandingkan dengan media kultur lainnya.
Hal ini karena media MS memiliki kandungan garam-garam yang lebih tinggi dari
pada media lain. Selain itu, kandungan nitratnya juga lebih tinggi (Zulkarnain,
2009).
7
Hasil penelitian Lisdianah (2008) menunjukkan bahwa media yang tidak diberi
tripton berbeda nyata terhadap yang diberi tripton dalam meningkatkan persentase
protocorm yang membentuk primordia daun. Sedangkan dari analisis ragam
diketahui bahwa tripton tdak berpengaruh terhadap bobot 100 butir protocorm.
Pemberian air kelapa ke media growmore secara signifikan meningkatkan
persentase protocorm yang membentuk primordia daun.
Hidayati (2007) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penambahan pepton 0,5-2
g/l dapat meningkatkan bobot 100 butir protocorm pada media yang digunakan
dalam perkecambahan biji anggrek dan persentase protocorm yang membentuk
primordia daun aggrek Dendrobium hibrida pada media 1/2 MS pada umur 8
minggu setelah tanam dibandingkan dengan tanpa pepton. Hal ini diperkuat
dengan penelitian Kristianti (2011) untuk jenis anggrek Phalaeonopsis hibrida
yang menyatakan bahwa penambahan berbagai konsentrasi pepton berpengaruh
nyata pada variabel jumlah daun.
Hasil penelitian Sari (2008) menunjukkan bahwa penggunaan media dasar
growmore dengan penambahan pepton dapat digunakan sebagai alternatif media
1/2 MS pada perkecambahan biji anggrek Dendrobium. Sedangkan Indrawati
(2008) menyatakan bahwa penambahan tripton ke dalam media 1/2 MS, Vacin
and Went, dan Hyponex dapat meningkatkan pertumbuhan protocorm yang lebih
baik dari pada tanpa tripton.
Air kelapa merupakan endosperm cair yang tebentuk setelah terjadi pembuahan
antara inti sperma dan inti sel telur yang menghasilkan zygot atau embrio yang
akan menjadi tanaman baru. Didalam air kelapa terdapat kandungan komponen
8
aktif, seperti mioinositol, leuoantosianin dan sitokinin. Diphenylurea yang
berperan dalam aktivitas pembelahan sel juga terdapat didalam air kelapa
(George, 1996). Sedangkan Arditti dan Ernst (1992) menyatakan bahwa air
kelapa mengandung auksin, prekusor, sitokinin, nitrogen, asam amino, koenzim,
asam-asam organik, vitamin, gula, dan gula alkohol.
Menurut Arditti dan Ernst (1992) Pepton adalah salah satu sumber nitrogen yang
berasal dari hasil penguraian oleh enzim pankreas hewan dengan kandungan
berbagai asam amino dan vitamin, dimana terdapat 16,16 % total kandungan
nitrogen pada pepton. Vitamin yang terkandung dalam pepton adalah piridoksin,
biotin, thiamin, asam nikotinat, dan riboflavin. Sedangkan beberapa jenis asam
amino yang terkandung didalam pepton adalah arginin, asam aspartat, sistein,
asam glutamate, glisin, histidin, iso leusin, leusin, lisin, metionin, enilalanin,
triptofan, tirosin, dan valin.
1.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka
pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang banyak digemari di Indonesia,
hal ini dikarenakan anggrek dapat menjadi bunga potong maupun tanaman hias
dalam pot. Salah satu jenis anggrek yang banyak dikenal di kalangan masyarakat
pecinta tanaman hias adalah anggrek Dendrobium yang memiliki warna, bentuk,
dan ukuran bunga yang menarik. Oleh karena itu, permintaan konsumen terhadap
anggrek dari tahun ke tahun terus meningkat. Seiring dengan meningkatnya
9
permintaan pasar terhadap anggrek, penyediaan bibit anggrek cenderung susah
dan lambat. Hal ini dikarenakan penyediaan bibit anggrek dengan perbanyakan
generatif yaitu melalui biji banyak mengalami kendala seperti biji anggrek sangat
kecil dan tidak memiliki endosperm, selain itu waktu yang relatif lama.
Salah satu cara yang efektif dalam menyediakan bibit anggrek adalah dengan
teknik in vitro. Dalam perbanyakan dengan teknik in vitro diperlukan media
tanam dan lingkungan tumbuh yang optimal untuk menjaga dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Media tanam dapat berupa media cair atau padat, yang
mengandung suplai unsur hara, garam-garam mineral, sumber karbohidrat,
vitamin, ZPT serta suplemen lainnya yang digunakan untuk perkecambahan biji,
pembesaran protocorm serta pertumbuhan dan perkembangan seedling anggrek.
Media yang sering digunakan dalam teknik kultur in vitro adalah media MS
(Murahige and Skoog, 1962) hal ini dikarenakan media MS mengandung unsur
makro, mikro A, mikro B, vitamin, dan gula, seperti yang sering dilaporkan pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Akan tetapi, hanya menggunakan media MS
dirasa kurang optimal sehingga dimodifikasi dengan penambahan ekstrak tomat,
pepton dan berbagai konsentrasi air kelapa.
Asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Senyawa yang sering
digunakan sebagai sumber nitrogen organik yaitu pepton, pepton dapat berperan
dalam pembelahan sel. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka fenomena ini
menimbulkan pertanyaan. Apakah biji yang berkecambah memang lebih banyak,
ataukah biji yang berkecambah menjadi protocorm selanjutnya akan mengalami
proliferasi dimedia dengan penambahan pepton. Oleh karena itu, dalam
10
percobaan ini digunakan eksplan berupa protocorm yang dikulturkan dimedia.
Dalam pengkulturan biji anggrek atau perbanyakan PLBs, kensentrasi air kelapa
yang ditambahkan ke dalam media dapat memegang peranan penting.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut ini:
1. Penambahan pepton dapat meningkatkan proliferasi PLBs dari protocorm
anggrek Dendrobium hibrida.
2. Penambahan air kelapa dapat meningkatkan proliferasi PLBs dari protocorm
anggrek Dendrobium hibrida.
3. Terdapat interaksi antara pepton dan air kelapa dalam pengaruhnya terhadap
proliferasi PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anggrek Dendrobium
Anggrek merupakan salah satu tumbuhan berbiji dari famili Orchidaceae yang
banyak diminati karena bentuk dan warna bunganya menarik sehingga dapat
digunakan sebagai bahan baku industri bunga potong, tanaman pot atau hiasan
taman. Famili Orchidaceae merupakan herba menahun kerap kali epifit.
Kebanyakan memiliki akar rimpang atau batang yang membesar (pseudobulbs),
bertepi daun rata, kerap kali berdaging, hampir selalu berseling dua baris. Bunga
berkelamin dua dan memiliki bibir (labellum) yang berbeda-beda. 2 Bakal buah
tenggelam, beruang satu. Biji berjumlah sangat banyak, mudah bertaburan, dan
ringan (Van Steenis, 1997). Anggrek dapat dijumpai hampir disetiap tempat di
dunia, kecuali Antartika dan padang pasir. Tanaman anggrek yang sedemikian
banyak jumlahnya, secara morfologi hampir sama, hanya lingkungan hidupnya
saja yang berbeda, tergantung habitat asalnya (Gunawan, 2007).
Anggrek Dendrobium merupakan tanaman berbunga indah yang tersebar luas di
pelosok dunia termasuk di Indonesia, kontribusi anggrek Indonesia dalam
khasanah anggrek dunia cukup besar. Dari 20.000 spesies anggrek yang terbesar
di seluruh dunia 6.000 diantaranya berada di hutan- hutan Indonesia.
12
Secara umum sistematika tanaman anggrek Dendrobium menurut Yusnita (2010),
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Subfamili : Epidendroideae
Tribe : Epidendrae dendrobieae
Subtrib : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
2.2 Perkecambahan Anggrek Dendrobium
Biji anggrek tidak seperti biji tanaman lain pada umumnya karena biji anggrek
berukuran mikroskopis hampir seperti tepung dan dalam satu buah dihasilkan
jutaan biji. Selain itu, biji anggrek tidak dapat berkecambah begitu saja karena
bijinya tidak mempunyai cadangan makanan, akan tetapi biji anggrek pun mampu
berkecambah walaupun dalam persentase sangat kecil. Biji anggrek dapat tumbuh
secara alami jika mendapatkan tambahan makanan dari sejenis jamur yang hidup
di dalam akar anggrek dewasa yang disebut mycorrhiza (Hendaryono, 2000).
13
2.3 Teknik Kultur In Vitro
Karena sulitnya perkecambahan anggrek melalu teknik konvensional maka
digunakan teknik yang lebih mudah, efektif, dan efesien yaitu melalui teknik
kultur in vitro. Kultur jaringan merupakan teknik untuk menumbuhkembangkan
bagian tanaman baik berupa sel, jaringan ataupun organ dalam keadaan aseptik
secara in vitro, yang ditandai dengan kondisi kultur aseptik, penggunaan media
buatan yang mengandung nutrisi lengkap, ZPT serta kondisi ruang kultur, suhu
dan pencahayaan yang terkontrol (Yusnita, 2003).
Metode kultur jaringan berasal dari tahun 1902, ketika Gottlieb Haberlandt
memperlihatkan bahwa terdapat kemungkinan memelihara sel tumbuhan yang
sehat dalam media kultur. Schwann dan Schleiden merupakan pencetus teori
totipotensi pada tahun 1838 yaitu, bahwa setiap sel tanaman memiliki informasi
genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman utuh jika berada dalam kondisi yang sesuai (Yusnita, 2003)
Dalam kultur jaringan bagian tanaman yang terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat
sedemikian mungkin untuk ditanam disebuah media yang steril dan lingkungan
yang terkendali. Seperti teori totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam
di media tersebut ternyata dapat bertumbuh dan berkembang menjadi individu
baru bila kondisinya sesuai. Tanaman anggrek sendiri baru dapat dikulturkan
pada tahun 1922 oleh Knudson.
Perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan memberi peluang besar
untuk menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang
relatif singkat. Banyak kelebihan dalam penggunaan teknik perbanyakan tanaman
14
dengan metode kultur jaringan yaitu dapat dilakukan kapan saja, tidak bergantung
dan dipengaruhi oleh musim, dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak,
serentak, dan bebas dari penyakit sehingga bibit yang dihasilkan sehat dan
seragam. Metode kultur jaringan merupakan cara alternatif untuk menghasilkan
bibit dalam jumlah banyak dan waktu yang relatif singkat (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
Perkembangbiakan atau regenerasi dalam kultur in vitro dapat dilakukan melalui
jalur organogenesis dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui tahap kalus. Embriogenesis somatik adalah menumbuhkan
embrio (calon tanaman) dari sel somatik atau sel tanpa dibuahi. Dapat juga
didefinisikan sebagai proses regenerasi eksplan melalui pembentukan struktur
menyerupai embrio (embrioid) dari sel somatik yang telah memiliki calon akar
dan tunas. Embrio somatik dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara
langsung maupun tidak langsung (melewati fase kalus). Sedangkan
embriogenesis zygotic merupakan suatu proses dimana sel somatik berkembang
membentuk tumbuhan baru melalui fusi gamet (pembuahan).
Organogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan tunas dari
jaringan meristem. Proses organogenesis dimulai dengan perubahan sel parenkim
tunggal atau sekelompok kecil sel, dimana selanjutnya membelah menghasilkan
suatu masa sel globuler atau meristemoid, bersifat kenyal dan berkembang
menjadi primordium pucuk atau akar. Kejadian ini dapat terjadi langsung pada
eksplan atau tidak langsung melalui pembentukan kalus.
15
Keberhasilan akan tercapai apabila kalus atau sel yang digunakan bersifat
embriogenik yang dicirikan oleh sel yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti
besar, vakuola kecil-kecil dan mengandung butir pati. Embrio somatik dapat
dihasilkan dalam jumlah besar dari kultur kalus, namun untuk tujuan perbanyakan
dalam skala besar, jumlahnya dapat lebih ditingkatkan melalui inisiasi sel
embrionik dari kultur suspensi yang berasal dari kalus primer Embrio somatik
dapat dicirikan dari strukturnya yang bipolar, yaitu mempunyai dua calon
meristem, yaitu meristem akar dan meristem tunas. Dengan memiliki struktur
tersebut maka perbanyakan melalui embrio somatik lebih menguntungkan dari
pada pembentukan tunas adventif yang unipolar. Di samping strukturnya, tahap
perkembangan embrio somatik menyerupai embrio zigotik. Pembentukkan
embrio somatik dapat digolongkan melalui beberapa tahap, yaitu tahap globular,
tahap hati, tahap torpedo, tahap kotiledon, tahap kecambah, dan tahap planlet.
2.4 Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang dijadikan bahan inokulum awal yang
ditanam dalam media yang akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
tertentu. Eksplan ini menjadi bahan dasar bagi pembentukan kalus yaitu bentuk
awal calon tunas yang kemudian mengalami proses pelengkapan tanaman seperti
daun, batang dan akar. Pemilihan bagian tanaman sebagai bahan eksplan
menentukan keberhasilan eksplan untuk dikulturkan. Pada dasarnya setiap bagian
tanaman dapat dijadikan sebagai bahan eksplan, tetapi dalam memilih bagian
tanaman yang akan dikulturkan harus mempertimbangkan faktor kemudahan
beregenerasi dan tingkat kontaminasinya. Eksplan dapat diletakkan pada media
16
dengan posisi sesuai asalnya yaitu bagian bawah eksplan menempel pada media
(posisi polar) atau dibalik sehingga bagian bawah menjadi di atas (posisi apolar).
Pada spesies tertentu hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan akar dan tunas
yang muncul dari eksplan (Nusmawarhaeni et al., 2001).
2.5 Media Kultur In Vitro
Mata rantai pertama dalam pelaksanaan teknik kultur in vitro adalah persiapan
media tanam. Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakkan
tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat bergantung pada
jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya.
Dalam media tanam diberikan berbagai garam mineral, air, gula, asam amino,
vitamin, zat pengatur tumbuh, pemadat media untuk pertumbuhan dan
perkembangan, dan terkadang arang aktif untuk mengurangi efek penghambatan
dari persenyawaan polifenol
(warna coklat hitam) yang keluar akibat pelukaan jaringan pada jenis-jenis
tanaman tertentu. Gula, asam amino, dan vitamin ditambahkan karena eksplan
yang ditanam tidak lagi sepenuhnya hidup secara autotrof melainkan secara
heterotrof atau mendapat suplai organik (Gunawan, 1995). Media tanam dalam
kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan. Media tanam ini harus
berisi semua zat yang dibutuhkan untuk menjamin pertumbuhan eksplan. Dengan
demikian keberhasilan kultur jaringan jelas ditentukan oleh media tanam dan
macam tanaman (Rahardja, 1988).
17
Adapun kompisisi media kultur jaringan tanaman adalah sebagai berikut:
1) Air
Air merupakan komponen yang penting di dalam pengulturan eksplan karena 95%
dari media mengandung air. Untuk tujuan penelitian, digunakan air destilata,
dan untuk penelitian dengan materi eksplan dari protoplas, meristem dan sel
sebaiknya digunakan aquades. Dimana air destilata (air suling) tersebut telah
steril dari kontaminasi mikroorganisme atau substansi yang dapat merusak proses
perkembangan eksplan. Selain itu, air destilata merupakan air yang murni tidak
mengandung unsur-unsur mineral (Madigan, 2003).
2) Larutan Garam Anorganik
Tiap tanaman memerlukan setidaknya 6 elemen makronutrien, yaitu unsur yang
diperlukan dalam jumlah besar meliputi N, K, Mg, Ca, S, P dan 7 elemen
mikronutrien, yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah kecil meliputi Fe, Mn, B,
Mo, Cl (Wetherell, 1976). Unsur-unsur makro biasanya diberikan
dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4,
sedangkan unsur mikro biasanya diberikan
dalam bentuk MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, KI, Na2MoO4.2H2O5,
CuSO4.5H2O, dan CoCl2.6H2O (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Vitamin adalah bahan yang perlu ditambahkan dalam media kultur
in vitro, sebab sel bagian tanaman yang dikulturkan secara in vitro belum mampu
membuat vitamin sendiri untuk kehidupannya. Vitamin yang sering ditambahkan
ke dalam medium adalah tiamin (vitamin B1), asam nikotinat (niasin), piridoksin
(vitamin B6) (Indra, 2008).
18
3) Zat-zat organik
Senyawa kimia organik yang biasa dipakai sebagai sumber
energi dalam kultur in vitro adalah karbohidrat. Karbohidrat tersusun atas unsur-
unsur C, H, O sebagai elemen penyusun utama. Bahan-bahan organik yang
termasuk karbohidrat meliputi gula, pati, dan selulosa. Karbohidrat mempunyai
dua fungsi utama yaitu sebagai sumber energi untuk jaringan dan untuk
keseimbangan tekanan osmotik dalam media. Karbohidrat yang sering digunakan
adalah sukrosa meskipun terkadang diganti dengan glukosa dan fruktosa dapat
digunakan tetapi harganya lebih mahal hasilnya tidak selalu lebih baik dari pada
sukrosa. Konsentrasi sukrosa yang digunakan berkisar 1–5% (10 - 15 g/l), tetapi
untuk kebanyakkan pengkulturan konsentrasi optimum sukrosa adalah 2-
3%. Sedangkan kadar sukrosa untuk keperluan pengkulturan berkisar antara 2-
4%. Kadar sukrosa yang digunakan sebagai sumber energi untuk menginduksi
pertumbuhan eksplan dalam medium adalah 2 - 7%. Sukrosa bersifat labil
terhadap suhu tinggi sehingga apabila disterilkan dalam autoklaf bersama-sama
zat lain akan mengakibatkan penguraian sukrosa menjadi kombinasi antara
sukrosa, D-glukosa, dan D-fruktosa. Keuntungan dari penguraian
ini adalah terbentuknya aldosa (D-glukosa) dan ketosa (D-fruktosa) yang
melimpah ruah (Hendaryono danWijayani, 1994).
2.6 Air Kelapa
Menurut Yusnida (2006) air kelapa merupakan endosperm dalam bentuk cair yang
mengandung unsur hara dan zat pengatur tumbuh sehingga dapat menstimulasi
19
perkecambahan dan pertumbuhan. Air kelapa sudah sejak dahulu digunakan
sebagai campuran media. Konsentrasi air kelapa yang biasa digunakan adalah 7-
15% (70-150 ml/l) (Katuuk, 1989), dapat juga sampai 200 ml/l (Hendaryono &
Wijayani, 1994). Pada air kelapa selain mengandung bahan makanan seperti
asam amino, asam organik, gula dan vitamin juga terkandung sejumlah hormon
tumbuh seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin serta senyawa
lain yang dapat memacu proses perkecambahan biji (Yusnida, 2006). Selain itu,
air kelapa juga digunakan untuk merangsang pertumbuhan tanaman karena
mengandung sejumlah besar zat-zat biokimia yang berperan untuk pertumbuhan
tanaman, juga berfungsi sebagai suplemen karena dapat memacu pertumbuhan
sel, jaringan, maupun organ pada tanaman, seperti biji dan akar pada teknik kultur
in vitro (Katuuk, 1989). Air kelapa dapat digunakan untuk mempertahankan
pertumbuhan jaringan yang diisolasi dari sumber yang berlainan. Kandungan air
kelapa disajikan dalam Tabel 1 berikut ini:
20
Tabel 1. Komposisi vitamin, mineral, dan sukrosa dalam air kelapa muda dan tuaKomposisi Air kelapa muda Air kelapa tua
(mg/100 ml) (mg/100 ml)
VitaminVitamin C 8,59 4,5Riboflavin 0,26 0,25Vitamin 0,6 0,62Inositol 2,3 2,21Biotin 20,52 21,5Piridoksin 0,03 -Thiamin 0,02 -MineralN 43 -P 13,17 12,5K 14,11 15,37Mg 9,11 7,52Fe 0,25 0,32Na 21,07 20,55Mn Tidak terdeteksi Tidak terdeteksiZn 1,05 3,18Ca 24,67 26,5Sukrosa 4,89 3,45
2.7 Tomat
Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman yang sangat
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya sebatas
sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan senyawa dalam
buah tomat di antaranya solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam
sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin,
mineral dan histamin (Canene Adams et al., 2005). Beberapa studi in vitro
menemukan bahwa likopen memiliki aktivitas antioksidan yang paten. Likopen
merupakan salah satu kandungan kimia paling banyak dalam tomat, dalam 100
gram tomat rata-rata mengandung likopen sebanyak 3-5 mg (Giovannucci, 1999).
21
Berikut ini merupakan komposisi kandungan nutrisi dan vitamin yang terdapat
dalam tomat (Tabel 2).
Tabe 2. Komposisi nutrisi dan vitamin per 100 gram pada bahan adenda tomat.Komposisi Kadar (mg)
ProteinLemakKarbohidratKalsiumFosforBesiVitamin AVitamin B1Vitamin B2Vitamin CNiacinSeratAir
850330
4.6405240,5
623 IU0,6-
190,628110094
`Sumber: Botanical (2011)
22
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas
pertanian, Universitas Lampung, yang dimulai pada bulan April sampai dengan
Juni 2016.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah laminar air low
cabinet (LAFC), botol kultur, plastik, karet, bunsen, pembakar bunsen (korek api),
pinset, spatula, kramik, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, pH meter,
magnetic stirrer, timbangan elektrik, autoklaf, pipet, mistar, kertas label, dan alat
tulis.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah protocorm anggrek Dendrobium hibrida
hasil persilangan anggrek berbunga merah besar dan D2278 yang diperoleh dari
laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
spritus, agar-agar, air kelapa, pepton, media MS, dan tomat. Sedangkan untuk
tahap pemeliharaan fasilitas yang digunakan adalah ruang kutur yang berisi rak
kultur dan diatur dengan suhu 26 + 2 C, dan lampu fluoresens (TL)berintensitas 1.000 – 2.000 lux.
23
3.3 Rancangan Percobaan, Pengamatan dan Analisis Data
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan RAL (rancangan acak lengkap)
dengan 8 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Setiap unit
percobaan terdiri dari 1 botol kultur yang masing-masing botol berisi 5 cluster
protocorm.
Rancangan perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
perlakuan faktorial 2x4. Faktor pertama adalah penggunaan pepton (dengan 2 g/l
dan tanpa pepton) sedangkan faktor kedua adalah perbedaan konsentrasi air
kelapa (0, 100, 200, dan 300 ml/l). Media dasar yang digunakan adalah media
MS (Murashige and Skoog, 1962). Semua media perlakuan ditambahkan 200 g/l
ekstrak tomat dan 7 g/l agar.
Pengamatan dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan atau kurang lebih 8
minggu setelah tanam.
Variabel yang diamati adalah:
1. Jumlah total PLBs yang terbentuk
Jumlah protocorm yang bertambah dihitung setelah tanaman berumur 8
minggu setelah tanam.
2. Bobot total PLBs
Penghitungan bobot total PLBs dilakukan dengan cara menimbang bobot
keseluruhan protocorm dalam satuan mili gram (mg).
3. Bobot 100 butir PLBs
Penghitungan bobot 100 butir PLBs dilakukan dengan cara menimbang 100
butir protocorm dalam satuan mili gram (mg).
24
4. Pengamatan visual dan foto
Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu mengamatan dengan indra
pengelihatan (pengamatan visual) dan dengan pengamatan memalui foto.
Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan uji Bartlett, sedangkan untuk
aditivitas diuji dengan uji Tukey. Bila kedua asumsi terpenuhi maka akan
dilanjutkan dengan analisis ragam. Pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji
BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan botol kultur dan sterilisasi alat
Botol kultur yang akan digunakan dicuci dan di sterilkan menggunakan autoclaf
Bundenberg selama kurang lebih 2 jam dengan tekanan 1,5 kg/cm dengan suhu121 C. Kemudian botol kultur tersebut dan alat-alat lainnya yang akandigunakan seperti cawan petri, alat-alat diseksi (pinset, spatula, gunting), dan alat-
alat gelas lainnya disterilisasi kembali menggunakan autoclaf tommy selama 30
menit pada tekanan 1,5 kg/cm dan suhu 121 C.3.4.2 Pembuatan Ekstrak Tomat
Bahan adenda yang digunakan adalah tomat yang akan diolah menjadi ekstrak
tomat. Buah tomat yang digunakan adalah buah tomat yang dipilih berdasarkan
warna buah secara keseluruhan merah tua, tidak ada warna hijau dan tidak terlalu
keras (Gambar 1A). Sebelum diolah menjadi ekstrak, bahan adenda diukur
derajat brixnya dengan refraktometer yaitu alat yang digunakan untuk mengukur
25
kadar atau konsentrasi bahan terlarut seperti gula, garam, dan protein (Sarjana,
2008). Tomat memiliki derajat Brix sebesar 4%.
Pengolahan bahan adenda tomat menjadi ekstrak tomat diawali dengan pencucian
tomat dengan air aquades sampai bersih kemudian dilakukan sterilisasi tomat
dengan cara merendam tomat dengan 5% bayclin selama 5 menit. Kemudian
tomat dibilas dengan air mengalir sampai bersih. Selanjutnya tomat ditimbang
seberat 200 gram (Gambar 1B). Kemudian, buah tomat di-blander hingga halus
atau kurang lebih selama 5 detik (Gambar 1C). Buah tomat yang telah di-blander,
kemudian disaring dengan saringan teh setelah itu disaring kembali menggunakan
kapas. Setelah didapatkan ekstrak tomat kemudian dicampurkan ke dalam media
MS
Gambar 1. (A) Bahan tomat yang digunakan sebagai adenda media (B) Tomatditimbang sesuai dengan kebutuhan (C) Tomat dihaluskanmenggunakan blander
3.4.3 Pembuatan media perlakuan
Media dasar yang digunakan untuk perlakuan pada penilitian ini adalah media MS
(Murashige and Skoog, 1962) dengan penambahan ekstrak tomat 200 mg/l
kemudian dikombinasikan dengan dan tanpa pepton dan berbagai konsentasi air
kelapa (0, 100, 200, dan 300 ml/l).
A CB
26
Media MS dibuat dengan cara memasukkan larutan stok makro, mikro A, mikro
B, CaCl, Fe, Vitamin MS, dan Mio Inositol. Kemudian ditambahkan sukrosa
(gula) sebanyak 20 gr/l, dan air kelapa sesuai dengan konsentrasi yang digunakan
(0, 100, 200, dan 300 ml/l). Untuk media perlakuan yang menggunakan pepton,
diberian pepton sebanyak 2 g/l, lalu ditera hingga satu liter. Setelah larutan
selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah mengukur pH menggunakan pH meter.
pH yang diinginkan adalah 5,8 jika kurang dari standar maka dilakukan
penambahan KOH dan jika lebih dari standar maka dilakukan penambahan Hcl.
Pada saat akan dimasak ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g/l kemudian dimasak
sampai mendidih. Setelah itu dimasukkan ke dalam botol kultur yang sudah
disterilisasi sebanyak 30 ml/botol, lalu ditutup menggunakan plastik dan diikat
menggunakan karet gelang. Botol – botol yang sudah beriisi media kemudian di
autoclaf menggunakan autoclaf tommy selama 7 menit pada tekanan 1,2 kg/cmdan suhu 121 C. Berikut ini (Tabel 3) adalah komposisi yang terkandung dalammedia MS.
27
Tabel 3. Komposisi media MSSenyawa dalam Larutan Stok Konsentrasi Media
MS (mg/l)
NH4NO3 1.650KNO3 1.900KH2PO4 170MgSO4. 7H2O 370CaCl2. 2H2O 440MnSO4. H2O 16,9ZnSO. 7H2O 8,6H3BO3 6,2KI 0,83CuSO4. 5H2O 0,025CoCl2. 6H2O 0,025Na2. MoO4. 7H2O 0,25FeSO4. 7H2O 27,8Na2EDTA 37,3Tiamin-HCL 0,1Piridoksin-HCL 0,5Asam nikotinat 0,5Glisin 2,0Mio-inosital 100Sukrosa 20.000Agar-agar 7.000Air Kelapa 150 ml/lSumber (Yusnita, 2003).
3.4.4 Eksplan dan Penanaman
Eksplan yang digunakan adalah protocorm anggrek Dendrobium hibrida yang
berasal dari perkecambahan antara anggrek berbunga merah besar dan anggrek
D2278. Setelah polong siap dipanen, polong disebar ke dalam beberapa media,
kemudian setelah 3 bulan dilakukan subkultur dengan cara mengambil protocorm
yang terdapat pada media sebelumnya kemudian ditanam ke dalam media
perlakuan di dalam laminar air flow cabinet (LAFC). Dalam satu botol kultur
diisi 5 cluster yang setiap cluster jumlahnya beragam-ragam. Botol yang telah
berisi eksplan ditutup dengan plastik, dikat dengan karet gelang, dan diberi label
28
tanggal tanam dan identitas tanaman lalu botol dibungkus dengan plastik wrapp.
Setelah itu, botol kultur diletakkan pada rak yang berada di ruang kultur (Gambar
2).
Gambar 2. (A) Protocorm hasil penyebaran polong telah berproliferasi menjadiPLBs pada 12 MSP (B) Eksplan protocorm yang dipindahan di mediaperlakuan selama 8 MSP (C) Penanaman eksplan di media perlakuan(D) Eksplan yang terkontaminasi.
3.4.5 Pemeliharaan kultur
Semua kultur yang telah selesai ditanam, kemudian disimpan di dalam ruang
kultur yang terdapat rak kultur di dalamnya. Di atas rak kultur diberikan lampu
fluoresens (TL) dengan intensitas 1.000 – 2.000 lux, dan ruangan diatur pada suhu26 + 2 C secara terus menerus. Kultur dipelihara selama 2 bulan, kemudiandilakukan pengamatan pada masing-masing perlakuan.
BA
C D
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian 2 gr/l pepton dalam media MS (Murashige and Skoog) dan ekstrak
tomat 200 gr/l tanpa air kelapa, dapat meningkatkan pertambahan jumlah
PLBs dan bobot total PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida
dibandingkan tanpa pemberian 2 gr/l pepton ke dalam media MS (Murashige
and Skoog) yang ditambah estrak tomat 200 gr/l dan tanpa air kelapa .
2. Pemberian beberapa konsentrasi air kelapa mulai dari 100, 200, dan 300 ml/l
tanpa pepton dapat meningkatkan pertambahan jumlah PLBs dan bobot total
PLBs dari protocorm anggrek Dendrobium hibrida. Konsentrasi air kelapa
200 ml/l merupakan media terbaik untuk meningkatkan pertambahan jumlah
PLBs dan bobot total PLBs.
3. Pengaruh pepton terhadap proliferasi protocorm like bodies (PLBs) dan bobot
total PLBs anggrek Dendrobium hibrida bergantung pada konsentrasi air
kelapa, yaitu pada media tanpa air kelapa pemberian pepton dapat
meningkatkan pertambahan jumlah PLBs dan bobot total PLBs. Namun pada
media yang diberi air kelapa, penambahan pepton justru menurunkan
pertambahan jumlah PLBs dan bobot total PLBs.
42
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, penulis menyarankan agar
dilakukan peningkatan konsentrasi pepton ke dalam media yang kandungan
garamnya rendah seperti media ½ MS (Murashige and Skoog).
DAFTAR PUSTAKA
Arditti, J. dan R. Ernst. 1992. Micropropagation of Orchid. New York: JhonWiley and Sons Inc.
Badan Pusat Statistika. 2010. Produksi Tanaman Anggrek Tahun 2005-2014.Indonesia.
Botanical. 2011. Tomato Natural Source of Lycopene. http://www.botanical-online.com. Diakses pada tanggal 27 Mei 2016.
Gamborg, O. L. dan J. P. Shyluk. 1981. Nutrition, Media, and Characteristic ofPlant Cell and Tissue Culture. dalam Gunawan, L. W., 1988. Teknik KulturJaringan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Canene-Adams K., J. K. Campbell, S. Zaripheh, E. H.Jeffery, J. W. Erdman Jr.2005. The Tomato As a Functional Food. J. Nutr. 135: 1226–1230.
George, E. F. 1996. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook andDirectory of Commercial Laboratories. Exegetics Ltd. Basingstoke:England.
George, E.F., M.A. Hall, dan G.J De Klerk. 2008. Plant Propagation by TissueCulture 3rd Edition. Netherland: Springer Publishing.
Giovannucci, E. 1999. Tomatoes, tomato-based products, lycopene, and cancer:review of the epidemiologic literature. J. Natl. Cancer Inst. 91:317–331.
Gunawan, I. 2007. Perlakuan Sterilisasi Eksplan Anggrek Kuping Gajah(Bulbophyllum beccarii Rchb.f) dalam Kultur In Vitro. (Skripsi). InstitutPertanian Bogor.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura.Jakarta: Penebar Swadaya.
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Kultur Jaringan (Pengenalan danPetunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Media). Yogyakarta:Penerbit Kanisius.
44
Hendaryono, D.P.S. 2000. Anggrek dalam Botol. Yogyakarta: Kanisius.
Hendaryono, D.P.S. 2007. Pembibitana Amggrek dalam Botol. Penerbit Kanisius:Yogyakarta.
Hidayati, R. D. 2007. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Kinetin Atau Pepton PadaPerecambahab Biji Anggrek Dendrobium sp Secara In Vitro. (Skripsi).Universitas lampung.
Indra.2008. Media Pengembangan dan media Tanam dan Pertumbuhan.http://ekmonsaurus.com/data/media.PDF. Diakses pada tanggal 9 Mei 2016.
Indrawati, W. 2008. Hibridisasi Berbagai Tetua Anggrek Dendrobium OptimasiPengecambahan Biji Serta Aklimatisasi Planlet Untuk MenghasilkanHibrida Dendrobium Baru. (Tesis). Universitas Lampung.
Karjadi, A.K. dan A. Buchory. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadapPertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang KultivarGranola. Bandung: Puslitbang Hortikultura.
Kasutjianingati dan R. Irawan. 2013. Alternative perbanyakan in-vitro anggrekbulan (Phalaenopsis amabilis). Jember: Departemen Produksi Pertanian.Politeknik Negeri.
Katuuk, J. R. P. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman,Jakarta: Departemen Pertanian dan Kehutanan.
Kristianti, L. 2011. Pengaruh Ekstrak Touge dan Konsentrasi Pepton TerhadapPembesaran Seedling Phalaeonopsis Hibrida In vitro. (Skripsi). UniversitasLampung.
Lakitan, B. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja GraindoPersada.
Lisdianah, N. Hibridisasi dan Pengaruh Air Kelapa dan Tripton TerhadapPerkecambahan Biji dan Pertumbuhan Protokorm Anggrek Dendrobium sp.(Skripsi). Universitas Lampung.
Madigan, M.T.2003. Brock Biology Of Microorganism. Amerika: PearsonEducation Inc.
Murashige, T. Dan F. Skoog. 1962. A Revised Medium for Rapid Growth andBioassasys with Tobacco Tissue Cultures. Physol Plant. 15:473-497.
Nusmawarhaeni, S. D. Prihartini, dan E.P. Pohan, 2001. Membuat TanamanCepat Berbuah. Jakarta: Penebar Swadaya.
45
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherlands: MartinusNijhoff Publishers.
Puspitaningtyas, O. M. 1999. Inventarisasi Jenis-Jenis Anggrek di Cagar AlamKersik Luway Kalimantan Timur. Bogor: Buletin Kebun Raya Indonesia.
Rahardja. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman secara Modern.Jakarta: Penebar swadaya.
Rahayu, R.Y. 2007. Komposisi Kimia Rabbit Nugget dengan Komposisi FillerTepung Tapioka yang Berbeda. (Skripsi). Universitas Gajah Mada.
Ramadiana et al. 2008. Pengecambahan biji dan pertumbuhan seedlingPhalaenopsis Hibrida In Vitro pada dua media dasar dengan atau tanpaarang aktif. Jurnal Agrotropika. 16(2): 70-75.
Sari, A. P. 2008. Pengaruh Media Dasar 1/2 MS dan Growmore dan PemberianPepton Terhadap Pengecambahan Anggrek Dendrobiun In Vitro. (Skripsi).Universitas Lampung.
Sarjana, 2008. Penerapan Standar Penggunaan Pemanis Buatan Pada ProdukPangan. Jawa Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Smith, R. H. 2000. Plant Tissue Culture : techniques and experiments. London.:Academic press.
Soerojo. 1992. Pengembangan Usaha Peranggrekan di Indonesia. BuletinPerhimpunan Anggrek Indonesia. 5: 22-24.
Uesato, K. 1996. Influences of temperature on the growth of ceratophalae typeDendrobium. The Organizing Committee of 2nd Asia Pacific OrchidConference, Ujung Pandang. 1−4.
Van Steenis, C. G. G. J. 1997. Flora. Pradnya Paramita: Jakarta.
Wetter, L.R. dan F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman (edisibahasa Indonesia). Bandung: ITB.
Widiastoety, D., N. Sovia, dan Syafni. 1998. Kultur embrio pada anggrekDendrobium. Jurnal Hortikultura.7(4): 860−863.
Widiastoety, D. 2001. Perbaikan Genetic dan Perbanyakan Bibit secara In Vitrodalam Mendukung Perkembangan Anggrek di Indonesia. Jurnal LitbangPertanian. 20(4): 138-143.
Widiastoety, D. dan Nurmalinda. 2010. Pengaruh Suplemen Nonsintetik terhadapPertumbuhan Planlet Anggrek Vanda. Jurnal Hortikultura. 20(1):60-66.
46
Wetherell, D. F. 1976. Plant Tissue Culture Series. New Jersey: Avery PublishingGroup Inc.
Yusnida, B. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3) dan air kelapa terhadapperkecambahan bahan biji anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis bl) secarain vitro. Hayati. 2(2): 41-46.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.Jakarta: Agromedia Pustaka.
Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek. Bandar Lampung:UniversitasLampung.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
1 COVER.pdf2 ABSTRAK.pdf3 COVER DALAM.pdf4 Judul Skripsi (MENYETUJUI).pdf7 RIWAYAT HIDUP.pdf8 UCAPAN TRIMAKASIH.pdf9 SANWACANA.pdf10 DAFTAR ISI.pdfBAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB V.pdfDAFTAR PUSTAKA.pdf
Recommended