View
457
Download
8
Category
Preview:
Citation preview
I. Judul Penelitian
Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Tumbuhan
Lamun (Enhalus acoroides).
II. Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan,
sehingga Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia yang
kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna mengakibatkan keragaman
jasad– jasad hidup didalamnya membentuk suatu dinamika kehidupan di laut yang
saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai
komponen abiotik dan biotik yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi
membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu
dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada
komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan
sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam
keseimbangannya.
Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan
munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya
lautan. Laut merupakan penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai
sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan
rekreasi atau pariwisata (Bengen, 2001). Oleh karena itu, wilayah pesisir dan
lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di
masa yang akan datang.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial yang dapat
dimanfaatkan adalah lamun. Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga
(angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang,
daun, bunga dan buah. Secara ekologis lamun mempunyai peranan yang penting
dalam ekosistem perairan laut. Lamun berfungsi sebagai sebagai produsen primer
di perairan laut, shelter dan support secara fisik untuk crustacea, ikan dan
organisme epifit, membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring
sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan
Winardi, 1999). Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti tanah yang
tergenang, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang tidak stabil. Salah satu bentuk
adaptasi lamun adalah dengan menghasilkan senyawa organik yang mampu
melindungi dari kerusakan, baik karena pengaruh fisikokimia maupun biologis
(Bengen, 2001). Senyawa tersebut merupakan senyawa metabolit sekunder yang
jumlah dan jenisnya sangat bervariasi dari setiap tumbuh-tumbuhan. Senyawa-
senyawa metabolit sekunder tersebut digolongkan kedalam beberapa kelompok
senyawa berdasarkan struktur dan jalur biosintesisnya seperti terpenoid, steroid,
poliketida, alkaloid, fenil propanoid dan flavonoid (Lenny, 2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap lamun (Enhalus
acoroides) yang merupakan jenis lamun yang paling banyak terdapat di Indonesia
(Rifqi, 2008), telah berhasil diisolasi beberapa senyawa metabolit sekunder seperti
terpenoid, steroid, dan flavonoid. Namun, kebanyakan senyawa-senyawa tersebut
masih belum diketahui struktur kimianya.
III. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana proses isolasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan lamun (Enhalus acoroides) ?
2. Bagaimana struktur kimia senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan lamun (Enhalus acoroides) ?
IV. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari proses isolasi senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tumbuhan lamun (Enhalus acoroides).
2. Untuk mengetahui struktur kimia senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tumbuhan lamun (Enhalus acoroides).
V. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses
isolasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan lamun (Enhalus
acoroides), sehingga dapat diketahui struktur kimia dari senyawa metabolit
sekunder tersebut.
VI. Tinjauan Pustaka
6.1 Tumbuhan Lamun (Enhalus acoroides)
6.1.1 Definisi Padang Lamun ( Enhalus acoroides )
Tumbuhan lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam dalam perairan
laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah yang
dihasilkan secara seksual (Fortes, 1989). Fortes (1989) mengemukakan bahwa
lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat
dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Tumbuhan
lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara
2-12 meter dengan sirkulasi air yang baik.
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh tumbuhan
lamun sebagai vegetasi yang dominan. Secara ekologis padang lamun mempunyai
beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat
hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem
perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung,
mencari makan, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut; dan (4) sebagai
tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan
matahari (Bengen, 2001).
Gambar 1. Padang Lamun
6.1.2. Taksonomi Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan
menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah
berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis
memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan
dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi (Azkab, 1999).
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana
di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1)
Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas
padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,
Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum (Arthana,
2004).
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang
dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk
menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk
tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling
penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya
untuk melakukan polinasi di bawah air (Wimbaningrum, dkk; 2003).
Secara rinci taksonomi menurut Den Hartog (1970) adalah sebagai
berikut:
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Famili : Potamogetonacea
Subfamili : Cymodoceoideae
Genus : Halodule
Spesies : Enhalus acoroides
6.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Lamun
6.2 Senyawa Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit sekunder merupakan suatu senyawa organik yang
dihasilkan oleh sel khusus pada tumbuhan yang tidak memiliki peran dalam
proses pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi dalam tumbuhan namun
memiliki bioaktifitas tertentu serta berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut
dari hama penyakit dan lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder sangat
bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap tumbuh-tumbuhan. Beberapa dari
senyawa tersebut telah diisolasi, sebagian diantaranya memberikan efek fisiologi
dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Copriady,
2005).
Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolit sekunder pada
tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan
senyawa bahan alam berdasarkan struktur dan jalur biosintesisnya yaitu flavonoid,
terpenoid, steroid dan alkaloid (Lenny (a), 2006).
6.2.1 Senyawa Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan
di alam. Senayawa flavonoid merupakan zat warna merah, ungu atau biru dan
sebgian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaanya dalam daun
dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu
banyak mengandung flavonoid (Isa, 2007).
Gambar 2. Struktur Umum Flavonoid
Senyawa flavonoid terdiri dari beberapa macam dan terdapat pada tempat
yang berbeda pula. Namun, pada umumnya senyawa flavonoid banyak terdapat
pada tumbuhan khususnya buah-buahan dan sayuran. Dihidrokhalkon, khalkon,
flavon, kartamin, flavonol, antosianidin, proantosianidin banyak terdapat di alam
khususnya pada buah, bunga dan sayuran sebagai pemberi warna atau zat
pewarna. Sedangkan auron, flavan, khatekin, flavonol jarang ditemukan di alam
dan tidak lazim sebagai konstituen tanaman. Semua senyawa di atas dikenal
dengan senyawa flavonoid atau flavon karena di antara senyawa-senyawa
tersebut, senyawa flavon yang memiliki tingkat oksidasi rendah, sehingga
dianggap sebagai senyawa induk (Isa, 2007).
Gambar 3. Struktur Penggolongan Senyawa Flavonoid (Lenny (a), 2006)
6.2.2 Senyawa Terpenoid
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang
besar dalam produk alami yang diturunkan dari unit isoprena (C5) yang
bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena
diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (Lenny (b),
2006).
Gambar 4. Isopren dan unit isoprene
Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar
yaitu (Lenny (b), 2006) :
1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk
mono-, seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Berdasarkan mekanisme biosintesa terpenoid maka senyawa terpenoid dapat
dikelompokkan seperti yang terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Senyawa Terpenoid
No. Jenis SenyawaJumlah Atom
KarbonSumber
1 Monoterpenoid 10 Minyak atsiri
2 Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri
3 Diterpenoid 20 Resin pinus
4 Triterpenoid 30 Damar
5 Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten
6 Politerpenoid 40 Karet alami
6.2.3 Senyawa Steroid
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini
didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.
Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam-asam empedu, hormon seks, hormon
adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau dari segi struktur
molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis
substituen R1, R2 dan R3 yang terikat pada kerangka dasar karbon. Sedangkan
perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok
tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus fungsi yang terdapat
pada substituen R1, R2, dan R3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan
ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar
karbon tersebut (Lenny (b), 2006).
Gambar 5. Struktur Dasar Senyawa Steroid
Pembagian steroida berdasarkan sifat fisiologisnya adalah sebagai berikut
(Lenny (b), 2006):
1. Sterol, contohnya: ergosterol dan stigmasterol
2. Asam-asam empedu, contohnya: asam kolat dan asam litokolat
3. Hormon seks, contohnya: destron dan progesteron
4. Hormon adrenokartikoid, contohnya: kortison dan aldosteron.
6.2.4 Senyawa Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang bersifat basa dan dalam
sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik
(Lenny (a), 2006).
Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan
biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan
seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam
kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang
berasal dari tumbuhan (Lenny (a), 2006).
6.3 Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder
Metode ekstraksi merupakan suatu metode umum yang digunakan untuk
memperoleh ekstrak senyawa metabolit sekunder dari bagian tumbuhan seperti
bunga, buah, daun, kulit batang, dan akar. Beberapa metode yang termasuk dalam
metode ekstraksi ialah maserasi, perlokasi dan sokletasi. Namun dari beberapa
metode tersebut metode maserasi merupakan metode yang paling tepat dan efektif
dalam mengekstraksi senyawa metabolit sekunder dari tanaman dibandingkan
metode yang lain.
Proses yang dilakukan dalam maserasi ialah perendaman suatu sampel
dengan pelarut organik pada temperatur kamar. Pada proses tersebut dinding dan
membran sel tumbuhan akan mengalami pemecahan akibat adanya perbedaan
tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada di
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Darwis. D, 2000)
Maserasi merupakan proses awal dalam memperoleh ekstrak sampel yang
kemudian dari ekstrak tersebut dilakukan proses fraksinasi untuk memperoleh
fraksi-fraksi dari tiap jenis senyawa dengan menggunakan metode kromatografi.
Metode kromatografi yang digunakan pada penelitian ini adalah Kromatografi
lapis tipis (KLT), Kromatografi vakum cair (KVC), dan Kromatografi kolom
tekan (KKT). Melalui proses kromatografi senyawa yang didapat akan lebih
murni, sehingga selanjutnya senyawa tersebut dapat diidentifikasi struktur
molekulnya.
6.3.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi serapan, dimana sebagai fasa
tetap (diam) berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak
adalah zat cair yang disebut larutan pengembang (Gritter, dkk ; 1991).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode kromatografi cair
yang dapat digunakan untuk memisahkan campuran senyawa, seperti senyawa
organik alam dan sintetik. Pada prinsipnya Kromatografi lapis tipis melibatkan
dua aspek dalam memisahkan campuran komponennya yang pertama adalah suatu
plat tipis yang dilapisi oleh suatu absorben (seperti silika gel, alumina, kiselgur
dan selulosa) sebagai suatu fasa diam dan kedua pelarut murni atau campuran
pelarut sebagai fasa geraknya. Dalam penerapannya untuk memisah senyawa
bahan alam yang terdapat pada suatu ekstrak Kromatografi lapis tipis digunakan
dengan tujuan sebagai uji pendahuluan dan uji pada setiap hasil proses fraksinasi
oleh kromatografi kolom (Sastrohamidjodjo, 1985).
6.3.2 Kromatografi Vakum Cair
Prinsip kerja dari kromatografi vakum cair (KVC) adalah adsorpsi atau
serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan
dipisahkan terdistribusi di antara fasa diam dan fasa gerak dalam perbandingan
yang berbeda-beda (Sastrohamidjojo,1985).
Prosedur kerja KVC menggunakan alat bantu yang berupa pompa
vakum untuk mempercepat laju alir fasa gerak selama proses pemindahan zat
terlarut. Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penyerap
mutu KLT 10-40 µm) dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
kemasan maksimum. Pompa vakum dihentikan danpelarut yang
kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan
kembali.Kolom dihisap sampai kering dan telah siap dipakai. Cuplikan
dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimulai dengan pelar ut yang
kepolarannya rendah lalu kepolarannya ditingkatkanperlahan-lahan.
Kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi. Oleh karena itu,
kromatografi vakum cair menggunakan tekanan rendah untuk
meningkatkan laju aliran fasegerak (Hostettmann, dkk ; 1986).
6.3.3 Kromatografi Kolom Gravitasi
Kromatografi kolom termasuk kromatografi serapan yang sering disebut
kromatografi elusi, karena senyawa yang akan terpisah akan terelusi dari kolom.
Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan
gelas penyaring di dalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang
akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat
digunakan glass woll atau kapas (Sastrohamidjodjo, 1985).
Kromatografi kolom gravitasi dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada
prinsipnya hampir sama. Apabila suatu cuplikan yang merupakan campuran dari
beberapa komponen dimasukkan melalui bagian atas kolom, maka komponen
yang diserap lemah oleh adsorben akan keluar lebih cepat bersama eluen,
sedangkan komponen yang diserap kuat akan keluar lebih lama.
Zat-zat aktif yang digunakan sebagai penyerap dalam kromatografi kolom
merupakan katalisator yang baik, yang perlu mendapat perhatian karena sifatnya
yang cukup berbahaya. Alumina, terutama bila bersifat alkali, sering
menyebabkan perubahan kimia dan menimbulkan reaksi-reaksi, sebagai contoh
dapat menyebabkan kondensasi dari aldehida-aldehida dan keton-keton, sehingga
bila hal ini terjadi maka harus menggunakan alumina yang bersifat netral. Silika
gel dapat menyebabkan isomerisasi dari berbagai senyawa-senyawa seperti terpen
dan sterol (Sastrohamidjodjo, 1985).
6.4 Identifikasi dan Penentuan Struktur Senyawa Metabolit Sekunder
6.4.1 Spektroskopi Infra Red
Spektroskopi Infra Red (IR) digunakan untuk menentukan struktur,
khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisis
kuantitatif untuk pencemar udara, misalnya karbon monoksida dalam udara
dengan teknik non-dispersive. Bila dibandingkan dengan daerah UV- tampak, di
mana energy dalam daerah ini dibituhkan untuk trasnsisi elektroinik , maka radiasi
infra merah hanya terbatas pada perubahan energy setingkat molekul. Untuk
tingkat molekul, perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk
mengabsorbsi sinar infra merah. Jadi untuk dapat mengabsorbsi, molekul harus
memiliki perubahan momen dipole sebagai sebagai akibat dari vibrasi. Berarti
radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan
akan menyebabkan perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul (Anonim a,
2011).
Daerah radiasi spektroskopi IR berkisar pada bilangan gelombang 12800-
10 cm-4, atau panjang gelombang 0,78-1000 µm. umummya daerah radiasi IR
terbagi dalam daerah (Anonim a, 2011) :
Dekat : 12800-4000 cm-1, 3,8-1,2x1014 Hz, 0,78-2,5 µm
Tengah : 4000-200 cm-1, 0,012-6x104 Hz, 2,5-50 µm
Jauh : 200-10 cm-1, 60-3 x 1011 Hz, 50-1000 µm
Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah
4000-690 cm-1 (12-2x1013 Hz, 2,5-1,5 µm ( disebut juga daerah IR tengah).
Senyawa-senyawa seperti O2 dan N2 tidak memiliki perubahan momen dipole
dalam vibrasi maupun rotasi, sehingga tidak dapat mengabsorpsi sinar IR.
Molekul dalam padatan dan cairan berotasi secara terbatas sedangkan dalam gas
tidak.
Spektrofotometri inframerah memungkinkan identifikasi gugus fungsional
karena gugus fungsi tersebut menunjukkkan serapan yang spesifik pada daerah
inframerah. Spektrum inframerah khas untuk senyawa tertentu, sehingga metoda
ini tepat untuk menentukan struktur senyawa yang belum dikenal yaitu dengan
cara membandingkannya terhadap senyawa yang sudah diketahui. Sangat jarang
dua senyawa organik memiliki spektrum inframerah yang identik baik dalam
posisi maupun intensitas puncak-puncaknya (Nasution, 2008).
6.4.2 Spektroskopi 1 H NMR
Spektroskopi NMR proton merupakan sarana untuk menentukan stuktur
senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogen. Pada
kebanyakan senyawa, atom hydrogen terikat pada gugus yang berlainan ( seperti –
CH2-, -CH3-, -CHO, -NH2, -CHOH ) dan spektum NMR proton merupakan
rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam lingkungan yang berlainan.
Spektum ini tidak dapat memberikan keterangan langsung mengenai sifat
kerangka karbon molekul sehingga diperlukan spektum NMR C-13 (Anonim b,
2011).
Spektrum NMR tidak hanya dapat membedakan beberapa banyak proton
yang berbeda dalam molekul, teteapi ia juga mengungkapkan berapa banyak
setiap tipe proton berbeda yang terkandung dalam molekulnya. Dalam
spektroskopi 1H NMR, pergeseran kimia diungkapkan sebagai nilai relatif
terhadap frekuensi absorpsi (0 Hz) tetrametilsilan standar (TMS) (CH3)4Si
(Anonim b, 2011).
6.4.3 GC-MS
Sejak tahun 1960, GC-MS digunakan secara luas dalam Kimia Organik.
Sejak saat itu, terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini.
Ada dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya
alat yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan
uap. Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan
struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari “Gas Chromatography-Mass
Spectrometry”. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, hal ini
berarti sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas
Chromatography) baru, kemudian diidentifikasi dengan alat MS (Mass
Spectrometry). GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk
memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran (Anonim c,
2011).
Adapun kegunaan alat GC-MS adalah (Anonim c, 2011):
1. Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di
belakang desimal. Contohnya ada senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28
; N2 Massa Molekul = 28 ; H2C=CH2 Massa Molekul = 28. Kalau dihitung
Massa masing-masing dengan teliti, maka masing-masing massa molekulnya
akan berbeda.
2. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui rumus molekul tanpa
melalui analisis unsur. Contohnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif
atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris dulu (CxHyOz)n ,
kemudian baru ditentukan BM-nya. Sekarang karena adanya komputer pada
alat GC-MS maka dapat langsung diketahui rumus molekulnya.
3. Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu
akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi fragmentasi.
Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam spektrometer. Pecahnya
molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada dalam molekul itu, jadi
melalui suatu corak tertentu, tidak secara random. Sebelum ini hanya
Spektrometri IR dan NMR yang bisa mengetahui gugus fungsi. Dengan
adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali senyawa tersebut, sehingga kita
bisa mendapatkan cara tambahan untuk mengetahui apakah senyawa tersebut
termasuk golongan alkohol, amin, karboksilat, aldehid dan lain
sebagainya.GC-MS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-
senyawa yang mudah menguap.
VII. Metodologi Penelitian
7.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura
Pontianak selama 5 bulan.
7.2 Alat dan Bahan
7.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah peralatan
gelas standar, mortar dan alu, nearaca analitik, seperangkat alat kromatografi lapis
tipis, kromatografi vakum cair, kromatografi kolom gravitasi, spektrofotometer
IR, spektrometer 1H NMR, dan GC-MS.
7.2.2 Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan lamun yang
diambil di sekitar pulau Randayan, Kabupaten Begkayang, Kalimantan Barat.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah metanol, n-heksana, silika gel Si-60,
dan akuades.
7.3 Prosedur Penelitian
7.3.1 Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tumbuhan lamun
(Enhalus acoroides). Daun tumbuhan lamun tersebut dikeringkan dalam oven dan
dihaluskan menjadi serbuk sebanyak 500 gram.
7.3.2 Ekstraksi dan Fraksinasi
Sebanyak 500 gram daun tumbuhan lamun yang telah dikeringkan dan
dihaluskan dimaserasi dengan metanol pada suhu kamar selama 3 x 24 jam,
dimana setiap 24 jam ekstrak disaring dan residunya dimaserasi lagi dengan
metanol yang baru. Filtrat metanol dievaporasi pada suhu paling tinggi 400C
dengan menggunakan alat penguap vakum sehingga diperoleh ekstrak kental
metanol. Ekstrak kental metanol selanjutnya disuspensi dengan air, kemudian
dipartisi dengan n–Heksan sehingga diperoleh partisi dari fraksi tersebut. Hasil
partisi dari fraksi tersebut dievaporasi pada suhu 30-400C sampai diperoleh
ekstrak dari n-Heksan. Ekstrak n-Heksan kemudian dilanjutkan dengan uji KLT,
serta pemisahan dan pemurnian dengan cara kromatografi kolom gravitasi.
7.3.3 Analisis IR, 1 H NMR, dan MS
Isolat yang telah murni selanjutnya di analisis dengan IR, 1H NMR, dan
MS, sehingga diketahui struktur kimia dari senyawa metabolit sekundernya.
Analisis pada spektrofotometer inframerah sinar inframerah dilewatkan melalui
sampel dan larutan pembanding, kemudian dilewatkan pada monokromator untuk
menghilangkan sinar yang tidak diinginkan. Berkas ini kemudian didispersikan
melalui prisma atau grating. Dengan melewatkanya melalui slit, sinar tesebut
kemudian dapat difokuskan pada detektor. Spektrofotometer inframerah dapat
merekam sendiri absorbansinya secara tepat.
Analisis 1H NMR berfungsi untuk menentukan stuktur senyawa organik
dengan mengukur momen magnet atom hidrogen. Sedangkan analisis MS
berfungsi untuk mengetahui berat molekul dari senyawa yang telah diisolasi.
7.4 Rencana Jadwal Penelitian
No. KegiatanBulan Ke-
1 2 3 4 5
1 Preparasi sampel
2 Ekstraksi dan Fraksinasi
3 Analisis IR, 1H NMR, dan MS
4 Analisis data
VIII. Daftar Pustaka
Anonim a. 2011. Spektroskopi IR. http://aimeay.blogspot.com/. Diakses Tanggal
21 Mei 2011.
Anonim b. 2011. Spektroskopi NMR. http://chemistry35.blogspot.com/. Diakses
Tanggal 21 Mei 2011.
Anonim c. 2011. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS).
http://bonimariska.blogspot.com/. Diakses Tanggal 21 Mei 2011.
Arthana, I., W. 2004. Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pantai Sanur Bali.
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bali.
Azkab, M.H. 1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok, Dalam: P3O-LIPI Dinamika komunitas Biologis pada Ekosistem
Lamun di Pulau Lombok. Balitbang Biologi Laut. Pustlibang Biologi Laut-
LIPI. Jakarta.
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta
Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Copriady, 2005
Darwis. D, 2000
Den Hartog, C. 1970. Seagrasses of the World. North Holland Publishing co.
Amsterdam. pp.272.
Fortes, M.D. 1989. Seagrasses: A Resource Unknown in the ASEAN Region.
ICLARM. Manila. 46pp.
Griter, Roy J. Bobbitt James M. Schwarting, Arthur E. 1991,. Pengantar
Kromatografi. Edisi Kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Hostettmann, K. Hostettmann, M. Marston, A. 1986. Preparative
Chromatography Techniques: Applications in Natural Product Isolation.
Springer. Berlin Heidelberg New York.
Isa, Pratiwi Endah. 2007. Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada
Tumbuhan Meniran dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Kiswara dan Winardi, 1999
Lenny, Sovia (a). 2006. Senyawa Flavonoid, Fenilpropanoida dan Alkaloid.
Karya Ilmiah. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Lenny, Sovia (b).2006. Senyawa Terpenoid dan Steroida. Karya Ilmiah.
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Nasution, Aprila Rosa. 2008. Isolasi Senyawa Terpenoid/Steroid dari Daun
Tumbuhan Karamunting (Rhoclomyrtus tomentosa WIGHT). Fakultas
Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Gramedia.
Jakarta.
Rifqi, 2008
Sastrohamidjojo, Hardjono . 1985 . Kromatografi . Liberty. Yogyakarta
Wimbaningrum, R., Choesin, D. N., Nganro, N. N. 2003. Komunitas Lamun di
Rataan Terumbu Pantai Bama. Taman Nasional Baluran. Jawa Timur.
Recommended