Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER ISOLAT
MEB I DARI KAPANG ENDOFIT LUMUT HATI
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
SKRIPSI
NEHTA ESTANIA ZAHRA
11141020000034
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER/2018
ii UIN Syarif Hidayatullah jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER ISOLAT
MEB I DARI KAPANG ENDOFIT LUMUT HATI
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NEHTA ESTANIA ZAHRA
11141020000034
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER/2018
iii UIN Syarif Hidayatullah jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Nehta Estania Zahra
Program Studi : Farmasi
Judul : Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Isolat MEB 1 dari Kapang
Endofit Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees
Kapang endofit merupakan mikroba yang terdapat di dalam jaringan tanaman
tanpa membahayakan tanaman inang. Kapang endofit mampu menghasilkan
metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, antikanker
dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan elusidasi struktur
senyawa metabolit sekunder dari fraksi aktif antioksidan isolat MEB1. Isolat kapang
endofit difermentasi dalam keadaan statis selama 21 hari pada suhu 250C. identifikasi
isolat MEB1 kapang endofit dari lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume
& Nees termasuk kedalam spesies Colletotrichum truncatum. Ekstrak fermentasi etil
asetat, metanol dan n-heksan yang didapatkan selanjutnya diuji aktivitas antioksidan
menggunakan metode DPPH. Fraksi fermentasi etil asetat menunjukan aktivitas
antioksidan yang baik secara kualitatif, hasil uji aktivitas antioksidan kuantitatif
menunjukan fraksi etil asetat memiliki nilai IC50 171,417 µg/mL dan nilai AAI 0,571.
Isolasi senyawa metabolit sekunder dengan menggunakan kromatografi kolom
Sephadex LH-20, dan penentuan struktur senyawa dianalisi menggunakan FTIR, dan 1H-NMR. Senyawa dari isolat MEB1 fraksi etil asetat merupakan senyawa turunan
isocoumarin, memiliki gugus metil, metilen, karbonil dan alkoksi.
Kata kunci : aktivitas antioksidan, elusidasi struktur, kapang endofit, lumut hati,
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Nehta Estania Zahra
Program Study : Pharmacy
Title : Isolation of Secondary Metabolite Isolat MEB 1 from
Endophyte Fungi Liverwort Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees.
Endophyte fungi are microbe that living inside the plant tissue without
harming the host plant. Endophyte fungi can produce secondary metabolite which can
be used as antioxidant, anticancer and antimicrobes compound. This research was
intended to isolate and structure elucidation antioxidant secondary metabolite
compound from isolat MEB1. Endophyte fungi were fermented static condition for
21 days at 250C. Identification isolate MEB1 endophyte fungi from Marchantia
emarginata Reniw., Blume & Nees less including the species Colletotrichum
truncatum. The ethyl acetate, methanol and n-heksan fermentation extract were then
tested for their antioxidant activity using DPPH method. Fermentation fraction ethyl
acetate showed good antioxidant activity qualitatively and antioxidant activity
quantitative showed the IC50 value fraction ethyl acetate were 171.417 µg/mL and
AAI value 0.57. Isolation of secondary metabolite by using coloumn chromatography
Sephedex-LH 20 and Chemical structure of compound by using FTIR and 1H-NMR.
The compound of isolate MEB1 fraction ethyl acetate is a chemical compound
derivative isocoumarin, has an methyl, methylene, carbonil and alkoxy molecule.
Keyword : antioxidant activity, structure elucidation, endophyte fungi, liverwort,
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat,
hidayah, dan karunia Allah SWT., penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman. Penulisan
skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi dari Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul yang penulis ajukan adalah “Isolasi Senyawa Metabolit
Sekunder Isolat MEB 1 dari Kapang Endofit Lumut Hati Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees”
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari doa, bantuan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. dan Saiful Bahri, M.Si. selaku
pembimbing I dan II yang senantiasa telah meluangkan waktu dan pikirannya
serta memberikan arahan selama penelitian ini.
4. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. selaku pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan motivasi dan solusi selama penulis menjalani
pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dan ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan mendidik
penulis.
6. Teristimewa kepada Ayahku Dadan Ramdani, S.E., Mamahku Rosnaeni,
Amd. Keb., adikku Raihan Azka Hikmatiar dan Galih Azhar Ramadan, serta
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
keluarga besar Kakek Toto Fatonah dan Alm Opah Basri Djuanta yang telah
memberikan dukungan dan doa selama penulis melaksanakan dan menyusun
skripsi
7. BFFku Alfian, Mutia, Wiwin, Gayatri, Cynthia, Ayu, Widia, Sumi, Santi, dan
Tuti
8. Keluarga tercinta di ciputat Putri Nuzulia, Khoirun Nisa’, Ririn Yuliana, Ayu
Rahma, Amajida, Nelly Nailul, Fadli, Rido, Suhelmi, Sunihaq yang selalu ada
untuk penulis.
9. Cepat S.Far Putri Hawa, Ferani, Luluk, Ica, Firman tanpa kalian penelitian ini
tidak akan indah.
10. Selalu menilai orang lain bersama Inez Latanza, kembaranku Mutiara Ayu,
Elsa Melian, Zakiyyah, dan Fauziah semoga kita selalu dalam lindungan Nya.
11. Kakak-kakak laboran Fakultas Ilmu Keshatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saran kritik yang membangun akan
penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
untuk semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.
Ciputat, 14 September 2018
Penulis
Nehta Estania Zahra
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1. Pengertian Fungi ...................................................................................... 4
2.2. Kapang Endofit ........................................................................................ 4
2.2.1. Mekanisme Kerja Kapang Endofit ................................................. 4
2.2.2. Morfologi Kapang Endofit ............................................................. 6
2.2.3. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme ............................................... 6
2.2.4. Isolasi dan Kultur Kapang Endofit. ................................................ 7
2.2.5. Karakterisasi Kapang Endofit ......................................................... 7
2.2.6. Manfaat Kapang Endofit di Bidang Farmasi ................................... 8
2.3. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ....................................... 8
2.3.1. Klasifikasi ...................................................................................... 8
2.3.2. Kandungan Kimia .......................................................................... 9
2.4. Fermentasi ............................................................................................... 9
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.1. Medium Fermentasi ..................................................................... 10
2.5. Ekstraksi ................................................................................................ 11
2.5.1. Definisi Ekstraksi ......................................................................... 11
2.5.2. Metode Ekstraksi ......................................................................... 11
2.6. Pelarut.................................................................................................... 12
2.7. Antioksidan ........................................................................................... 13
2.7.1. Definisi Antioksidan .................................................................... 13
27.2. Uji Aktivitas Antioksidan.............................................................. 13
2.8. Kromatografi ......................................................................................... 14
2.8.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................. 15
2.8.2. Sephadex LH-20 .......................................................................... 15
2.9. Spektroskopi Nuclear Magnecit Resonance (NMR) ................................ 16
2.10. Spektroskopi Infrared (IR) ................................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 18
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 18
3.2. Alat dan Bahan....................................................................................... 18
3.2.1. Alat .............................................................................................. 18
3.2.2. Sampel Uji .................................................................................. 18
3.2.3. Media Pertumbuhan Kapang Endofit ............................................ 18
3.2.4. Bahan Kimia ................................................................................ 19
3.2.5. Instrumen ..................................................................................... 19
3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................ 19
3.3.1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)........................... 19
3.3.2. Pembuatan Media PDY (Potato Dextrose Yeast) .......................... 19
3.3.3. Peremajaan Kapang Endofit ......................................................... 19
3.3.4. Karakterisasi Kapang Endofit ....................................................... 19
3.3.5. Identifikasi Kapang Endofit ......................................................... 20
3.3.6. Fermentasi Cair dan Kurva Tumbuh............................................. 20
3.3.7. Ekstraksi Hasil Fermentasi ........................................................... 20
3.3.8. Isolasi dan Pemurnian Senyawa ................................................... 21
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.9. Uji Kualitatif Antioksidan Fraksi Fermentasi ............................... 21
3.3.10. Uji Kuatitatif Antioksidan Fraksi Frementasi ............................. 22
3.3.11. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni ................................ 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 23
4.1. Karakterisasi Kapang Endofit ................................................................. 23
4.2. Identifikasi Kapang Endofit ................................................................... 24
4.3. Kurva Tumbuh ....................................................................................... 25
4.4. Fermentasi dan Ekstraksi........................................................................ 26
4.5. Uji Kualitatif Antioksidan Fraksi Fermentasi ......................................... 27
4.6. Uji Kuantitatif Antioksidan Fraksi Etil Asetat ........................................ 29
4.7. Isolasi dan Pemurnian Senyawa ............................................................. 30
4.7.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................. 30
4.7.2. Kromatografi Kolom Sephadex LH-20 ......................................... 31
4.8. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni ......................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 36
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 36
5.2. Saran ..................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 37
LAMPIRAN .......................................................................................................... 41
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Antioksidan Berdasarkan AAI .............................................. 14
Tabel 4.1 Uji Kualitatif Antioksidan Isolat C. trunchatum ..................................... 28
Tabel 4.2 Uji Kuantitatif Antioksidan fraksi Etil Asetat dan Vitamin C ................. 30
Tabel 4.3 Hasil KLT Dua Dimensi ........................................................................ 32
Tabel 4.4 Serapan Inframerah Fraksi Etil Asetat Isolat C. trunchatum ................... 33
Tabel 4.5 Data Pergeseran Kimia Proton (δH) Senyawa Fraksi Etil Asetat yang
diukur pada 500 MHz dengan pelarut CDCL3 ......................................... 35
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Marchantia emarginata Reniw., Blume & Nees ................................. 9
Gambar 2.2 Struktur Parsial Sephadex LH-20...................................................... 16
Gambar 4.1 Isolat C. trunchatum Secara Makroskopik & Mikroskopik ............... 24
Gambar 4.2 Struktur Isocoumarins ...................................................................... 25
Gambar 4.3 Fermentasi Kapang Hari ke-21 ......................................................... 26
Gambar 4.4 Grafik Kurva Tumbuh ...................................................................... 26
Gambar 4.5 Skema Reaksi DPPH dengan Antioksidan ....................................... 27
Gambar 4.6 Hasil KLT Fraksi Etil Asetat ............................................................ 31
Gambar 4.7 Spektrum Inframerah Fraksi Etil Assetat .......................................... 33
Gambar 4.8 Spektrum 1HNMR Senyawa Fraksi Etil Asetat ................................. 35
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian ...................................................................... 41
Lampiran 2. Hasil Identifikasi Kapang ................................................................ 42
Lampiran 3. Bagan Fermentasi dan Ekstraksi ..................................................... 43
Lampiran 4. Hasil Fermentasi Isolat C. trunchatum ............................................. 44
Lampiran 5. Tabel Kurva Tumbuh....................................................................... 45
Lampiran 6. Panjang Gelombang Maksimum DPPH ........................................... 46
Lampiran 7. Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif Fraksi Etil Asetat dan Vitamin C . 27
Lampiran 8. Persen Inhibisi Fraksi Etil Asetat dan Vitamin C .............................. 48
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikroba endofit adalah mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan
tanaman dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanpa
membahayakan tanaman inang. Mikroba endofit terdapat di jaringan tanaman seperti
bunga, buah, batang, daun, akar dan biji serta merupakan pelindung bagi tanaman
inang dari tekanan lingkungan dan kompetisi mikroba. Mikroba ini hidup
bersimbiosis saling menguntungkan dengan tanaman inang, mikroba endofit
mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman sedangkan mikroba
menghasilkan senyawa aktif berupa metabolit sekunder yang menjaga inang dari
serangan penyakit (Widowati, 2016).
Eksplorasi tentang isolasi kapang endofit dari tumbuhan bermanfaat untuk
mencari jenis-jenis kapang endofit yang memiliki kemampuan spesifik dan unik.
Berbagai jenis tumbuhan dapat berpotensi sebagai sumber isolat kapang endofit.
Kapang endofit dapat diisolasi dari bagian organ tumbuhan yang masih segar dan
telah disterilisasi permukaan (Agusta, 2009 dan Hafsari, 2013).
Kondisi lingkungan tempat inang tumbuh menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap keragaman populasi endofit, terutama di wilayah tropis (Tan
dan Zou, 2011). Kapang endofit dari inang Marchantia emarginata yang hidup di
Indonesia tentu menjadi sumber yang menarik untuk diisolasi kandungan kimia
sebagai obat, telah diketahui bahwa kapang endofit yang hidup pada jaringan lumut
kurang menjadi perhatian pada penelitian ilmiah (Zhang, dkk., 2013).
Kapang endofit mampu menghasilkan metabolit sekunder yang dapat
dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, antikanker dan antimikroba. Pembiakan
atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa
memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan, demikian pula
waktu yang dibutuhkan sebelum panen menjadi lebih singkat. Penelitian sebelumnya
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Sukandar, 2017) telah menyimpulkan bahwa kapang endofit yang diisolasi dari
fraksi aktif lumut hati dapat menghasilkan senyawa aktif obat yang sama dengan
inangnya, serta dapat memberikan solusi dalam pemanfaatan lumut hati sebagai
bahan baku obat dengan tetap menjaga kelestariannya di Indonesia.
Pada penelitian (Sukandar, 2017) menghasilkan 3 isolat murni yang
berpotensial sebagai antioksidan yaitu MEB1, MEC1, dan MEC2, dengan metode
fermentasi shaker. Setiap fraksi fermentasi diuji aktivitas antioksidannya secara
kualitatif dengan metode DPPH. Hasilnya menunjukan bahwa fraksi fermentasi isolat
MEC2 memiliki aktivitas antioksidan yang baik secara kualitatif terhadap fraksi
fermentasi isolat tersebut. Fraksi fermentasi n-heksan dan metanol beraktivitas
antioksidan lemah, sementara fraksi fermentasi etil asetat isolat MEC2 beraktivittas
antioksidan sedang. Pemilihan isolat MEB1 dalam penelitian ini dikarenakan pada
penelitian sebelumnya ekstrak hasil fermentasi dengan metode shaker masih belum
maksimal.
Kondisi inilah yang mendorong untuk melakukan penelitian dalam
mengoptimalkan isolasi fraksi aktif kapang endofit dari lumut hati (Marchantia
emarginata) yang diambil dari Air terjun Cigamea, Desa Gunungsari, Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan untuk mengetahui struktur
kimia dari senywa metabolit sekunder
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut.
1.2.1. Apa kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada isolat MEB1
dari kapang endofit lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees?
1.2.2. Bagaimana cara menentukan struktur senyawa metabolit sekunder pada isolat
MEB1 dari kapang endofit lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume
& Nees?
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan yang
telah disebutkan, yakni sebagai berikut.
1.3.1. Untuk mengisolasi kandungan metabolit sekunder isolat MEB1 dari kapang
endofit Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees.
1.3.2. Untuk menentukan struktur senyawa hasil isolasi dari kapang endofit
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees.
1.4. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini akan memberikan manfaat di bidang
penemuan senyawa obat khususnya senyawa obat berkhasiat sebagai antioksidan dari
kapang endofit lumut hati Marchantia emarginata.
4 UIN Syarif Hidayatullah jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Fungi
Fungi adalah organisme kemoheterotof yang memerlukan senyawa organik
untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Bila sumber nutrisi tersebut diperoleh
dari bahan organik mati, maka fungi tersebut bersifat sporofit. Ilmu yang mempelajari
fungi disebut mikologi. Ilmu ini mempelajari struktur sebagai dasar identifikasi fungi,
mengekplorasi daur hidup fungi karena fungi diidentifikasi dari tahap seksual daur
hidupnya, serta mempelajari kebutuhan nutrisi fungi. Pada fungi ada dua istilah, yaitu
kapang (mold) yang merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler, dan khamir
(yeast) yaitu bentuk fungi berupa sel tunggal dengan pembelahan sel melalui
pertunasan. (Pratiwi, 2008).
2.2. Kapang Endofit
Kata endofit (endophyte) berasal dari kata endon yang berarti di dalam dan
phyton yang berarti tanaman (Schulz & Boyle 2005). Endofit adalah kelompok
mikroorganisme endosimbiotik yang berkoloni pada tumbuhan dan mikroba yang
dapat dengan mudah diisolasi dari media pertumbuhan mikroba atau tanaman.
Mereka bertindak sebagai pembawa metabolit sekunder bioaktif yang baru, seperti
alkaloid, asam fenolik, kuinon, steroid, saponin, tanin, dan terpenoid yang berfungsi
sebagai kandidat potensial untuk mikroba, anti serangga, antimikroba, antiserangga,
antikanker dan lebih banyak lagi sifat lainnya. Sementara sumber tanaman
dieksplorasi secara luas untuk tujuan terapetik, mikroba endofit juga merupakan
sumber penting untuk penemuan obat. (Gouda, 2016).
2.2.1. Mekanisme Kerja Kapang Endofit
Interaksi kapang endofit dan inang tanaman umumnya bersifat simbiosis
mutualisme. Mikitoksin yang dihasilkan kapang endofit seperti alkaloid pada
tanaman rumput-rumputan mampu melindungi inang dari serangan invertebrata,
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
herbivora, nematode dan patogen. Kapang endofit juga mampu menghasilkan
senyawa metabolit yang berperan melindungi inang tanaman dari kondisi lingkungan
ekstrim. Kapang endofit yang tinggal di dalam jaringan daun dan ranting tanaman
juga berperan dalam peningkatan ketahanan dari tanaman (Ariyono, dkk., 2014).
Peran endofit dalam tanaman, yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan abiotik
Tekanan abiotik seperti kekeringan, suhu tinggi atau salinitas seringkali
menyebabkan tanaman tidak dapat bertahan hidup. Namun, simbiosis endofit
dengan tanaman mampu memicu inangnya mengaktifakan sistem pertahanan.
Terdapat tiga teori yang menjelaskan hal ini, yaitu (1) Endofit yang menghasilkan
senyawa oksigen reaktif untuk mengoksidasi atau denaturasi membaran sel inang
akan memicu tanaman meningkatkan ketahanannya terhadap tekanan yang
menimpanya; (2) Endofit merupakan mikroorganisme yang paling banyak
menghasilkan berbagai macam antioksidan, asam fenol dan derivatnya. Senyawa-
senyawa tersebut berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
tekanan luar, (3) Simbiosis endofit yang dengan tanaman mampu meningkatkan
adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan (Yulianti,
2012).
b. Kelompok jamur endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati
Mekanisme endofit melindungi tanaman terhadap serangan pathogen
ataupun serangga meliputi: (1) Penghambatan pertumbuhan pathogen secara
langsung melalui senyawa antibiotik dan enzim litik yang dihasilkan. Rumput
Festuca prantesis merupakan tanaman yang tidak disukai oleh herbivore
termasuk serangga akibat adanya senyawa alkaloid; (2) Penghambatan secara
tidak langsung melalui perangsangan endofit terhadap tanaman dalam
pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat dan etilen yang berfungsi
sebagai antimikroba seperti fitoaleksin; (3) Perangsangan pertumbuhan tanaman
sehingga lebih kebal dan tahan terhadap serangan patogen; (4) Kolonisasi
jaringan tanaman sehingga patogen sulit penetrasi; dan (5) Hiperparasit (Yulianti,
2012).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2. Morfologi Kapang Endofit
Pada kapang, tubuh kapang (thallus) dibedakan menjadi dua bagian yaitu
miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut
hifa. Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi disebut hifa
vegetativ. Sedangkan bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut hifa
produktif atau hifa udara (aerial hypha), karena pemanjangannya mencapai bagian
atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan (Pratiwi, 2008). Menurut Pratiwi
2008 terdapat tiga macam morfologi hifa, yaitu:
1. Aseptat (ceonocytic hypha), yaitu hifa yang tidak memiliki dinding sekat (septat)
2. Septat hifa (hifa bersekat), dengan sel-sel uni nukleat. Septa hifa menjadi ruang-
ruang yang berisi 1 inti, dan pada tiap sekat terdapat pori-pori yang
memungkinkan perpindahan inti dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang lainnya.
3. Septat dengan ruang-ruang yang berisi lebih dari 1 inti (multinukleat).
2.2.3. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase log
(fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian (Pratiwi, 2008).
1. Fase lag, merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada
suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel,
yang ada hanya peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi
dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel
mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering
terjadi adalah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur.
2. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase di mana mikroorganisme tumbuh
dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika
mokroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk
dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang
dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam
kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan
menghambat pertumbuhan.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Fase stasioner, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan
antara jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang
toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini.
Terdapat kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh
pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi
yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis.
4. Fase kematian, pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Faktor
penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan
yang toksik.
2.2.4. Isolasi dan Kultur Kapang Endofit.
Endofit dapat diisolasi pada pertumbuhan mikroba atau tanaman, seperti agar,
Potato Dextrose Agar (PDA), dan media yang mengandung nitrogen atau karbon.
Metode yang paling sering digunakan untuk mendeteksi atau menghitung endofit
yaitu dengan isolasi dari jaringan tanaman inang yang disterilkan. Faktor utama yang
dapat mengatur atau mempengaruhi koloni endofit dalam spesies tanaman mikroba
yaitu, genotip tanaman, tahap pertumbuhan tanaman, kondisi lingkungan tanah
tempat tanaman tumbuh, dan musim, kesadaran ekologis pada peran endofit di alam
juga dapat memberikan petunjuk terbaik untuk menargetkan jenis bioaktivitas endofit
tertentu dengan potensi terbesar untuk bioprospeksi (Gouda, 2016).
2.2.5. Karakterisasi Kapang Endofit
Pengamatan terhadap isolat jamur endofit dilakukan baik secara makroskopis
dan mikroskopis. Hasil dari pengamatan digunakan sebagai bahan indentifikasi jamur
endofit. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular;
seperti tepung; menggunung; licin ada atau tidaknya tetesan eksudat), garis radial dari
pusat koloni kearah tepi koloni, dan lingkaran-lingkaran konsentris dalam cawan petri
(konsentris atau tidak konsentris), dan pertumbuhan koloni (cm/hari) atau tidak
bercabang. Pengamatan mikroskopis meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak
bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang), warna hifa (hialin, transparan atau gelap),
ada tidaknya konidia dan bentuk konidia (bulat lonjong, berantai, atau tidak
beraturan) (Ariyono, 2014).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.6. Manfaat Kapang Endofit di Bidang Farmasi
Endofit umumnya berasal dari golongan jamur ataupun bakteri. Sekitar
300.000 spesies tanaman diketahui merupkan inang endofit dengan berbagai bentuk
hubungan seperti simbiosis mutualistik, komensalistik, dan parasitik. Endofit dapat
berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil melalui
produksi fitohormon dan penyedia hara sebgai penetral kontaminan tanah sehingga
meningkatkan fitoremidiasi, dan agensia pengendali hayati. Melalui kemajuan
bioteknologi, saat ini endofit dimanfaatkan sebagai produksi antibiotik untuk
keperluan obat dan farmasi. Sejumlah jamur endofit yang berpotensi menghasilkan
senyawa-senyawa antikanker maupun antimikroba seperti vinblastine, hypericin,
paclitaxel dan diosgenin secara lengkap sehingga sangat bermanfaat bagi dunia
farmasi dan kedokteran. (Yulianti, 2012).
Pemanfaatan kapang endofit bisa menjadi cara inovatif untuk mengefisienkan
sumber senyawa bioaktif. Kapang endofit yang diisolasi dari tumbuhan obat akan
memiliki aktifitas senyawa bioaktif yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan
dengan tumbuhan inangnya, karena mekanisme perubahan kimia oleh
mikroorganisme sangat mirip dengan yang terjadi pada mikroorganisme tingkat
tinggi. Hal ini menguntungkan karena siklus hidup kapang endofit lebih sinngkat
daripada tumbuhan inangnya dan dapat diproduksi dalam skala besar dengan
menggunakan proses fermentasi. (Setyowati, 2007)
2.3. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
2.3.1. Klasifikasi
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees merupakan salah satu jenis
lumat hati yang ada di Indonesia. Secara taksonomi Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees diklasifikasikan sebagai berikut. (Goffinet & Shaw, ed., 2009).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kingdom: Plantae, divisi: Marchantiophyta, kelas: Marchantiopsida, ordo:
Marchantiales, famili: Marchantiaceae, Genus: Marchantia, Spesies: Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees
Gambar 2.1 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
(Sumber: Lu dan Huang, 2017)
2.3.2. Kandungan Kimia
Marchantia emarginata mengandung senyawa metabolit sekunder berupa
isobazzanene, isolepidozene (45,2%), β-barbatene (23,1%), β-elemene, α-barbatene
β-acoradiene, germacrene D, α dan γ-cuprenene (Ludwiczuk, dkk., 2008). Senyawa
(+)-d-cadinene juga terdapat dalam ekstrak n-heksan Marchantia emarginata.
(Asakawa, 2013). Marchantia emarginata mengandung senyawa marchantin A dalam
jumlah yang besar. Senyawa marchantia A mempunyai beberapa aktivitas antara lain
sebagai antimikroba, antifungi, antiinflamasi, antioksidan, dan relaksan otot (Huang,
dkk., 2010).
2.4. Fermentasi
Istilah fermentasi digunakan sebagai proses untuk penguraian metabolit
senyawa organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi. (Kumala, 2014).
Sebagian besar fermentasi, kecuali yang mengandung substrat padat, membetuhkan
sejumlah besar air dimana media fermentasi diformulasikan. Media fermentasi harus
memenuhi persyaratan gizi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memenuhi
tujuan sproses dari proses fermentasi. Nutrisi harus difomulasiakan untukmendapat-
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kan sintesis produk target, baik biomassa sel, enzim dan metabolit spesifik. Dimana
biomassa atau metabolit primer adalah produk target, tujuan dari fermentasi yaitu
untuk menyediakan media produksi yang memungkinkan pertumbuhan optimal dari
mikroorgmisme. Menurut Kumala (2014), fermentasi dapat dibedakan menjadi dua
berdasarkan jenis media yaitu sebagai berikut:
1. Fermentasi Media Padat
Fermentasi media padat adalah proses fermentasi dengan substrat tidak larut
dan tidak mengandung air, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikro-
organisme. Mikroorganisme ditumbuhkan pada permukaan media padat sehingga
fermentasi jenis ini disebut fermentasi permukaan. Fermentasi media padat digunakan
untuk produksi enzim dan asam organik yang menggunakan kapang.
2. Fermentasi Media Cair
Fermentasi Media Cair adalah proses fermentasi dengan substrat yang larut
atau tersuspensi dalam fasa cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi kultur
terendam. Sebagai inoculum pada fermentasi ini digunakan bakteri, kapang dan
khamir. Berdasarkan metodenya, fermentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu
fermentasi metode goyang dan metode diam. Fermentasi metode goyang
menggunakan alat pengocok rotatory.
2.4.1. Medium Fermentasi
Secara umum harus tersedia kandungan nutrien yang dibutuhkan oleh
mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan bahan pembentuk sel dan
biosintesis pada produk. Pada pemeriksaan labolatorium mikrobiologi, penggunaan
medium sangat penting untuk isolasi, identifikasi maupun diferensiasi. Medium
merupakan kumpulan zat makanan (nutrisi) yang digunakan untuk pertumbuhan
mikroba dengan syarat-syarat tertentu (Purwanto, 2011). Berdasarkan komposisinya,
medium dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Medium sintetik. Medium ini komposisinya tertentu dan diketahui, serta berasal
dari bahan- bahan kimia.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Medium semi sintetik. Medium ini sama dengan medium sintetik, hanya ditambah
dengan bahan-bahan tertentu yang jumlahnya diketahui tetapi komposisinya tidak
pasti, seperti ekstrak yeast, bacto pepton.
3. Medium kompleks. Medium ini tidak mempunyai komposisi yang tetap dan sama
dari batch ke batch
Menurut konsistensinya medium dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: a) Medium cair,
contohnya antara lain medium gula, medium kaldu, medium pepton dan kaldu darah;
b) Medium semi padat, contohnya antara lain SSS (Semi Solid Sucrose), Corry &
Blair medium dan Feccher’s medium; c) Medium padat, pada medium padat dapat
digunakan suatu bahan pembeku supaya medium dapat memadat, contohnya adalah
agar (Pratiwi, 2008).
2.5. Ekstraksi
2.5.1. Definisi Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Menurut
Tiwari, dkk (2011) ekstraksi (istilah yang digunakan secara farmasi) adalah
pemisahan bagian tanaman obat (dan hewan) menggunakan pelarut selektif melalui
prosedur terstandarisasi. Produk yang diperoleh dari tanaman adalah campuran
metabolit yang relatif kompleks, dalam keadaan cair atau semi padat.
2.5.2. Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan secara farmasi melibatkan pemisahan
bagian aktif senyawa dari jarinagan tanaman dari komponen inaktif /inert dengan
menggunakan pelarut yang selektif. Selama ekstraksi, pelarut masuk kedalam
material tumbuhan dan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sama.
Beberapa metode umum dalam proses ekstrakssi adalah maserasi, infus,
perkolasi, digesti, dekoksi ekstraksi panas kontinyu (Soxhlet), fermentasi, ekstraksi
menggunakan microwave, ekstraksi ultrasonik (sonikasi), ekstraksi cairan superkritis,
dan ektrasi fitonik (dengan pelarut hidroflourokarbon). Beberapa pelarut yang
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
digunakan dalam proses ekstraksi antara lain air, etanol, metanol, kloroform, eter dan
aseton. Pemilihan pelarut dilakukan berdasarkan kegunaan ekstrak dan senyawa yang
ingin diisolasi dari tanaman (Tiwari, dkk., 2011).
2.6. Pelarut
Menurut Tiwari 2011 keberhasilan dari penentuan senyawa aktif biologis
bahan tanaman sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam proses
ektraksi. Karakteristik pelarut yang baik adalah toksisitas rendah, mudah munguap,
pada pemanasan rendah, berperan sebagai pengawet, tidak menyebabkan ekstrak
membentuk kompleks atau terdisosiasi. Faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut
yaitu fitokimia yang ingin diekstraksi, kecepatan ekstraksi, keanekaragaman
komponen yang terekstraksi, mudah dalam proses selanjutnya, toksisitas pelarut pada
proses bioassay dan potensi bahaya dan bahaya kesehatan dari ekstraktan (Tiwari,
2011).
1. Metanol, metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat
melarutkan analit yang bersifat polar dan nonpolar. Metanol dapat menarik
alkaloid, steroid, saponin dan flavonoid dari tanaman (Astrina, 2013).
2. Etil asetat, etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar. Etil
asetat secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Pranoto, dkk., 2012).
3. n-heksan, n-heksan merupakan jenis pelarut nonpolar sehingga n-heksan dapat
melarutkan senyawa-senyawa yang nonpolar. n-heksan biasanya digunakan
sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati (Romadanu, 2014).
2.7. Antioksidan
2.7.1. Definisi Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk melindungi
komponen biologi seperti lipid, protein, vitamin, dan DNA melalui perlambatan
kerusakan, ketengikan atau perubahan warna. Sumber-sumber antioksidan dapat
berupa antioksidan alami maupun buatan. Radikal bebas merupakan molekul yang
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Elektron-elektron yang
tidak berpasangan ini menyebabkan radikal bebas menjadi senyawa yang sangat
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
reaktif terhadap tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel, reaksi ini sering
disebut reaksi oksidasi (Matheos, dkk., 2014).
Antioksidan memiliki dua fungsi utama antara lain fungsi primer (pendonor
atom hidrogen) dan fungsi skunder (memperlambat laju oksidasi). Terdapat dua
kelompok utama antioksidan di dalam sel-sel hidup yaitu antioksidan enzimatik dan
non-enzimatik. Mekanisme antioksidan terjadi pada dua tahap reaksi; inisiasi dan
propagasi. Reaksi inisiasi merupakan tahap terbentunya radikal bebas. Sementara
reaksi propagasi adalah diubahnya radikal bebas menjadi radikal bebas lainnya yang
lebih stabil (Sheibis, dkk., 2013).
2.7.2. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Senyawa 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl adalah salah satu radikal organik yang
paling stabil dan tersedia secara komersial dan memiliki absorbansi UV-VIS
maksimum pada 515 nm sampai dengan 520 nm, dengan memberikan warna kebiruan
(Dumbrava, 2011; Molyneux, 2004). DPPH dapat digunakan untuk mengukur
aktivitas antioksidan, metode ini didasarkan radikal bebas pada pereduksian DPPH
dan menstabilkan. Ketika antioksidan bereaksi dengan DPPH, yang merupakan
radikal bebas yang stabil, dipasangkan dengan adanya donor hidrogen dan diturunkan
ke bentuk DPPH-H akibatnya absorbsi menurun dari bentuk DPPH. Radikal bebas ke
bentuk DPPH-H, berakibat pada dekolorisasi (warna kuning) sehubungan dengan
elektron yang ditangkap. Uji ini telah menjadi metode yang paling banyak diterima
untuk mengevaluasi radikal bebas dari setiap obat baru (Shekar, 2014).
Pada metode ini pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan membuat
variasi konsentrasi sampel uji dan kontrol positif terlebih dahulu. beberapa kontrol
positif yang dapat digunakan misalnya Vitamin C (asam askorbat), iseugenol, dan
caffeic acid phenyl ester (CAPE) (Huang, dkk., 2010). Variasi konsentrasi
konsentrasi sampel uji dan kontrol positif yang telah dibuat kemudian diukur aktivitas
antioksidannya menggunakan 1,0 mL DPPH 0,3 mM dalam metanol, dikocok kuat,
dibiarkan di tempat gelap bersuhu selama 30 menit, dan diukur absorbansinya pada
517 nm diukur dengan menggunakan metanol sebagai blanko menggunakan rumus
sebagai berikut: (Huang, dkk., 2010; Komala, dkk., 2015).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
I(%) = [1-(A517 sampel / A517 kontrol)] x 100%
Keterangan:
I(%) = Persen inhibisi untuk menyatakan aktivitas antioksidan
A517 sampel = Absorbansi sampel pada panjang gelombang 517 nm
A517 kontrol = Absorbansi kontrol pada panjang gelombang 517 nm
Berdasarkan rumus tersebut, semakin rendah nilai absorbansi sampel nilai
absorbansi kontrol maka semakin tinggi aktivitas antioksidan dari sampel yang
diajukan. Nilai EC50 (efficient concentration), disebut juga IC50 (inhibition
concentration), digunakan untuk menjelaskan konsentrasi senyawa uji yang mampu
menangkap 50% radikal DPPH (Molyneux, 2004; Huang, dkk., 2010).
AAI = Konsentrasi DPPH akhir (µg/ml)
Tabel 2.1 Klasifikasi Antioksidan Berdasarkan AAI
(Sumber: Scherer dan Godoy, 2009)
Nilai AAI Klasifikasi Antioksidan
<0,5 Antioksidan Lemah
0,5-1,0 Antioksidan Sedang
1,0-2,0 Antioksidan Kuat
>2,0 Antioksidan Sangat Kuat
2.8. Kromatografi
Di tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat
sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-
komponen terdistribusi dalam dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam (Khopkar,
1990). Kromatografi didasarkan pada pada prisip di mana molekul dalam campuran
diterapkan ke permukaan atau ke dalam padatan, dan fase diam akan memisahkan
satu sama lain dengan bantuan fase gerak. Berdasarkan pendekatan ini ada tiga
kompenen membentuk dasar dari teknik kromatografi yaitu: (1) Fase diam, fase ini
terdiri dari fase padat atau lapisan cairan yang teradsorpsi di permukaan; (2) Fase
gerak, fase ini terdiri dari cair atau komponen gas; (3) Molekul terpisah (Coskun,
2016).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode kromatografi paling sederhana
yang banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisis lempeng KLT (Wulandari, 2011)
Metode ini menggunakan pelat kaca atau alumunium yang dilapisi dengan
penjerap (sorbent, seperti gel silica) pada ketebalan tertentu bergantung pada jumlah
sampel yang diujikan pada pelat. Tebal pelapis pada pelat analitik umumnya 0,2 mm,
sementara pada pelat preparatif tebalnya 1 hingga 2 mm. campuran senyawa diujikan
pada pelat di posisi 1 hingga 2 cm dari ujung bawah pelat sebagai totolan (spot) atau
pita kontinyu (continuous band). Pelat kemudia disimpan di dalam wadah berisi
pelarut yang telah ditentukan sehingga pelarut akan bermigrasi dan memisahkan
komponen-komponen campuran senya berdasarkan polaritas (Heinrich, 2012).
2.8.2. Sephadex LH-20
Sephadex LH-20 di buat dengan spesifik untuk pemisahan dan pemurnian dari
natural products yang memerlukan pelarut organik untuk mempertahankan daya larut
mereka., termasuk molekul seperti steroid, terpenoid, lemak dan peptida dengan berat
molekul yang rendah (35 residu asam amino). Pemisahan senyawa biasanya dari
cairan/cairan partisi atau penyerapan kromatografi. Sephadex LH-20 memiliki
selektivitas yang tinggi terhadap senyawa aromatik dalam pelarut tertentu dan dapat
digunakan untuk analiti atau skala industri.
Sephadex LH-20 dibuat dari hydroxypropylated dextran bead hasil yang
diproduksi dari jaringan polisakarida. Medianya dapat mengembang dalam air dan
pelarut organik. Struktur parsial dari Sephadex LH-20 dapat dilihat pada Gambar 2.2
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2 Struktur Parsial Sephedex LH-20
Sephadex LH-20 stabil dalam air dan pelarut organik, tidak stabil pada pH
kecil dari 2,0 dan dengan agen pengoksidasi kuat. Pemisahan senyawa molekul
ditentukan berdasarkan ukuran pori dari butiran Sephadex LH-20. Senyawa dengan
berat molekul rendah akan masuk kedalam pori dan migrasinya berjalan lambat.
Sementara senyawa dengan berat molekul besar akan bergerak melewati butiran
Sephadex LH-20 dengan migrasi berjalan lebih cepat melewati kolom (Health, 2010).
2.9. Spektroskopi Nuclear Magnecit Resonance (NMR)
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan metode spektroskopi yang
lebih penting dalam kimia organik dibandingkan denga inframerah. Banyak inti dapat
dipelajari dengan instrumen NMR, namun hidrogendan karbon yang paling banyak
tersedia. NMR memberikan infomasi tentang jumlah atom magnetik yang jelas.
Ketika atom hidrogen (proton) dipelajari, seorang dapat menentukan jumlah dari tiap
tipe yang jelas dari inti hidrogen. Informasi yang sama juga dapat ditentukan untuk
inti karbon. Kombinasi data NMR dan spekstroskopi inframerah sering digunakan
untuk menentukan struktur molekul yang belum diketahui (Pavia, dkk., 2001).
Prinsip dasar spektroskopi NMR yakni inti dari setiap isotop tertentu memiliki
gerakan berputar disekeliling sumbunya. Perputaran partikel berenergi atau
sirkulasinya, menimbulkan kejadian magnetis sepanjang sumbu perputaran. Jika inti
diletakan di luar medan magnet maka momen magnetisnya dapat sejajar atau
melawan medan magnet (Willard, dkk., 1988).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.10. Spektroskopi Infrared (IR)
Absorbsi molekul pada infrared atau infra merah terjadi ketika molekul
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Suatu molekul hanya menyerap
frekuensi (energy) tertentu dari radiasi infra merah. Kegunaan spektroskopi IR adalah
sebagai sidik jari suatu molekul dan untuk menetukan infromasi struktural dari suatu
molekul. Absorbsi dari tiap tipe ikatan (N-H, C-H, O-H, C-X, C=O, C-O, C-C, C=C,
dan sebagainya) umumnya ditemukan hanya dalam porsi yang sedikit dari area
vibrasi infra merah. Rentang kecil dari absorpsi dapat didefinisikan untuk tiap ikatan
(Pavia, dkk., 2001)
Instrumen yang menetukan spektrum absorbsi dari suatu senyawa disebut
spektrometer inframerah. Ada dua tipe spektrometer inframerah yang umum
digunakan di laboratorium organik, yakni instrumen dispersive dan Flourier
Transform (FT). kedua tipe instrumen tersebut menyediakan spektrum senyawa
dalam area umum 4000 hingga 400 cm-1
. Meskipun keduanya menyediakan spektrum
yang hampir sama dari senyawa yang diuji, FT Infrared (FTIR) memberikan
spektrum IR yang lebih cepat dari instrumen dispersif (Pavia, dkk., 2001).
18 UIN Syarif hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada Februari Hingga Juli 2018 di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Farmakognosi Fitokimia
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Pada penelitian ini digunakan alat–alat yaitu cawan petri (Anumbra®), neraca
analitik, spatula, gelas ukur (Pyrex®), labu Erlenmeyer (Pyrex
®), beaker glass
(Pyrex®), tabung reaksi (Pyrex
®), hotplate (Cimarex
®), magnetic stirrer, sumbat
kapas, alumunium foil, karet, plastik tahan panas, autoklaf (ALP Co., Ltd), corong
labu ukur, pinset, gunting kertas plastic wrap, ose, sedotan steril, laminar air flow,
Bunsen, kaca arloji, botol corong pisah, vial, cawan penguap, vacuum rotatory
evaporator, dan lampu UV.
3.2.2. Sampel Uji
Kapang endofit yang digunakan sebanyak 1 isolat yaitu MEB 1 kapang
endofit diisolasi dari tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees. Sampel tersebut diambil pada tanggal 2 Februari 2017 di Air terjun Cigamea,
Desa Gunungsari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
3.2.3. Media Pertumbuhan Kapang Endofit
Media tumbuh kapang endofit yang digunakan pada penelitian yaitu Potato
Dextrose Agar (PDA) dan PDY (PotatoDextrose Borth (Merck®), yeast extract
(Merck®), dan aquadest.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.4. Bahan Kimia
Metanol, n-heksan, Etil Asetat, Alkohol 70%, dan Methanol pro analisis
3.2.5. Instrumen
Spektrofotometer Inframerah (IR), Gas Chromatography Mass Spectrometry
(GC-MS) dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR).
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Media PDA dibuat berdasarkan Zakiyah, dkk., (2015). Sebanyak 39 gram
PDA dilarutkan di dalam 1000 mL akuades menggunakan erlenmeyer. Larutan
dihomogenisasi dan dididihkan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer. Media
PDA kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15
menit. Media dituang ke dalam cawan petri sebanyak ± 10 mL secara aseptis dan
dibiarkan memadat pada suhu ruang.
3.3.2. Pembuatan Media PDY (Potato Dextrose Yeast)
Media PDY merupakan media PDB (potato dextrose broth (Merck®) yang
ditambahkan yeast extract (Kumala, dkk 2007). Media PDB dibuat sebnyak 24 g/L
ditambahkan yeast extract sebagai sumber nitrogen. Media PDY lalu disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC (Dirjen POM, 1995).
3.3.3. Peremajaan Kapang Endofit
Hasil Isolat Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi kemudian
diinokulasikan pada media PDA lain, masing-masing diambil sedikit hifanya dari
culture stok menggunakan batang ose steril kemudian diinkubasi selama 7 hari dalam
suhu ruang (Ariyono, dkk., 2014).
3.3.4. Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi dilakukan secara makroskopis dan mikroskoipis. Pengamatan
makroskopis meliputi warna, bentuk, pertumbuhan dan tekstur koloni (cm/hari)
diamati selama 7 hari. Sedangakan untuk pengamatan mikroskopis diperlukan
membuat preparat jamur terlebih dahulu menyiapkan object glass, cover glass, tissue,
cawan petri, ose, dan aquades steril. Jamur yang telah di isolasi pada media PDA
diambil dengan menggunakan jarum ose dan setelah itu ditutup dengan cover glass.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Preparat diletakan pada wadah yang telah di beri alas tissue steril lembab dan
inkubasi selama 5-7 hari, pengamatan menggunakan mikroskop meliputi hifa
bersekat atau tidak, warna dan pertumbuhan hifa, ada tidaknya konidia, warna dan
bentuk konidia (Hapsari, 2014).
3.3.5. Identifikasi Kapang Endofit
Identifikasi kapang endofit lumut hati Marchantia emarginata dilakukan di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kawasan Cibinong Bogor.
3.3.6. Fermentasi dan Kurva Tumbuh
Fermentasi dilakukan menggunakan metode seperti pada jurnal Kumala, dkk.
(2014) dan Zakiyah, dkk., (2015) dengan modifikasi kapang endofit yang telah murni
dan berusia 7 hari di ambil 10 potong menggunakan sedotan steril berukuran 1 cm.
Potongan kapang tersebut kemudian dimasukan ke dalam botol fermentasi 500 mL
berisi 100 mL media Potato dextrose yaeast (PDY) steril dan difermentasi secara
statis selama 21 hari pada suhu ruang.
Pengukuran bobot biomassa kapang dilakukan setiap 3 hari. Miselia kapang
yang tumbuh di dalam media PDY kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring dan dikeringkan dioven selama 24 jam pada suhu 105 0
C. Bobot kering miselia
ditentukan dengan menghitung selisih bobot antara kertas saring kosong dengan
kertas saring yang berisi miselia (Andhikawati, 2014).
3.3.7. Ekstraksi Hasil Fermentasi
Setelah masa inkubasi, hasil fermentasi berupa supernatan dan biomassa
dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring Whatman nomer 1 dan
corong vakum (Gou, 2008). Bagian biomassa berupa massa padat dihancurkan dan
diekstraksi menggunakan pelarut metanol dengan metode maserasi selama 7 hari.
Partisi pada supernatan dilakukan dengan pelarut n-heksan dan etil asetat. Untuk
supernatan dengan volume pelarut yang sama ditambahkan, dicampur dengan baik
selama 10 menit dan disimpan selama 5 menit sampai dua lapisan tak bercampur.
Lapisan pelarut yang mengandung senyawa yang dipisahkan ditampung pada botol
fermentasi yang baru. Pelarut diuapkan menggunakan vakum rotatory evaporator dan
akan menghasilkan metabolit kasar (Sharma, 2016).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.8. Isolasi dan Pemurnian Senyawa
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pengujian dengan KLT dilakukan dengan menggunakan plat silikagel 60 GF
sebagai fasa diam. Plat silika dibuat dengan panjang 5 cm dan lebar 1 cm dan diberi
batas atas dan bawah 0,5 cm. KLT diujikan terhadap ketiga ekstrak yaitu ekstrak
metanol, etil asetat dan n-heksan. Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai (larutan uji), kemudian ditotolkan pada tanda batas bawah plat KLT
menggunakan pipa kapiler. Setelah totolan kering, dilakukan pengelusian di dalam
bejana KLT yang telah dijenuhkan dan ditutup rapat. Setelah eluen mencapai batas
atas, lempeng dikeluarkan dan dikeringkan. Bercak diamati dengan menggunakan
lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm.
2. Sephadex LH-20
Ekstrak MEB1 di elusi dalam kolom dengan fase diam Sephadex LH-20.
Sampel dielusi menggunakan metanol 100 % sampai seluruh sampel dapat terelusi
keluar dari kolom. Setiap 7 tetes eluat ditampung pada vial kosong, dan masing-
masing eluat diuapkan pelarutnya.
3.3.9. Uji kualitatif Aktivitas Antioksidan Fraksi Fermentasi
Pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif dilakukan dengan menggu-
nakan metode Basma, dkk (2011). Fraksi fermentasi ditotolkan pada pelat KLT lalu
dilakukan pemisahan menggunakan pelarut yang sesuai hingga pada batas yang
ditentukan. Setelah itu, dibuat reagen berupa larutan DPPH 0,25 mM dengan melarut-
kan 4,9 mg serbuk DPPH ke dalam 50 mL metanol pro analisis. Lalu disemprot
menggunakan reagen hingga seluruh permukaan pelat terbasahi. Pelat yang telah
disemprot dibiarkan selama 30 menit pada ruang tertutup. Pola bercak lalu diamati
pada pelat KLT untuk menentukan bahwa fraksi memiliki aktivitas.
3.3.10. Uji Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Fraksi Fermentasi
Fraksi fermentasi yang telah diuji aktivitas antioksidannya secara kualitatif
kemudian dibuat versi konsentrasi (100, 50, 25, 12,5, dan 6,25 µg/mL) di dalam 4 mL
metanol lalu ditambahkan 1 mL reagen DPPH 0,25 mM (sebanyak 4,9 mg DPPH
dilarutkan ke dalam 50 mL metanol). Campuran yang telah dibuat tersebut kemudian
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dikocok kuat-kuat dan dibiarkan di dalam kondisi gelap selama 30 menit. Absorbansi
dari masing-masing campuran di ukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum DPPH yang ditentukan dari blanko. Blanko dibuat
dengan memipet 1 mL reagen 0,25 mM ke dalam 4 mL metanol pro analisa. Pada uji
digunakan Vitamin C sebagai standar. Aktivitas antioksidan dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (Huang, dkk., 2010; Komala, dkk., 2015):
I(%) = [1-(A517 sampel / A517 kontrol)] x 100%
Keterangan:
I(%) = Persen inhibisi untuk menyatakan aktivitas antioksidan
A517 sampel = Absorbansi sampel pada panjang gelombang 517 nm
A517 kontrol = Absorbansi kontrol pada panjang gelombang 517 nm
Berdasarkan rumus tersebut, semakin rendah nilai absorbansi sampel nilai
absorbansi kontrol maka semakin tinggi aktivitas antioksidan dari sampel yang
diajukan. Nilai EC50 (efficient concentration), disebut juga IC50 (inhibition
concentration), digunakan untuk menjelaskan konsentrasi senyawa uji yang mampu
menangkap 50% radikal DPPH (Molyneux, 2004; Huang, dkk., 2010).
AAI = Konsentrasi DPPH akhir (µg/ml)
3.3.11. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni
a. Spektroskopi Infrared (IR)
Analisis presipitan dilakukan dengan spektroskopi inframerah. 1 mg sampel
dicampur dengan 200 mg KBr, kemudian dibuat pellet, sampel dimasukan ke dalam
holder. Jika alat telah siap, sampel dimasukan ke dalam alat dan mulai dideteksi
(Soejoko, 2002).
b. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Analisis sampel dengan alat NMR dilakukan di Labolatorium Spektroskopi
Massa dan NMR Institut Teknologi Bandung.
23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi kapang endofit yang diisolasi dari lumut hati Marchantia
emarginata Rein., Blumr & nees dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Karakterisasi secara makroskopis dilakukan berdasarkan kriteria morfploginya
meliputi warna dan permukaan koloni, garis-garis radial, lingkaran-lingkaran
konsentris dan pertumbuhan koloni (cm/hari) (Ganjar, 2006). Karakterisasi secara
mikroskopis, pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 40 kali, pengamatan meliputi; sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat)
pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), bentuk dan ornamentis spora di
bawah mikroskop (Ariyona, 2014).
Karakterisasi isolat C. trunchatum secara makroskopis meliputi, bagian atas
koloni berwana hitam keabuan, warna bagian bawah koloni berwana hitam krem
(tengah) permukaan menggunung, tepi tidak rata, dan terdapat lingkaran konsentris,
diameter koloni fungi 8 cm pada hari ke-7. Karakterisasi mikroskopik dari isolat C.
trunchatum memiliki septat pada hifa, pertumbuhan hifa bercabang dan terdapat
konidia berbentuk bulat.
(a) (b)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
3 2 Keterangan:
1. Konidia
2. Septat
1 3. Cabang hifa
(c)
Gambar 4.1 Isolat C. trunchatum secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat C. trunchatum tampak atas
(b) Isolat C. trunchatum tampak bawah
(c) Isolat C. trunchatum pada mikroskopik cahaya perbesaran 40 kali
4.2. Identifikasi Kapang Endofit
Sampel kapang yang telah diisolasi kemudian diidentifikasi di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi Cibinong. Identifikasi
bertujuan untuk mengetahui spesies kapang yang digunakan pada penelitian. hasil
determinasi tanaman lumut dapat dilihat pada lampiran 2.
Dari hasil identifikasi isolat MEB1 termasuk kedalam spesies Colletotrichum
trunchatum, menurut Rodriguez dan Redman (2008) dalam Widiowati (2016)
Colletotrichum Merupakan genus kapang yang bersimbiosis dengan tanaman sebagai
endofit atau fitopatogen. Beberapa spesies Colletotrichum adalah patogen bagi
tanaman, tetapi spesies yang lain mempunyai hubungan simbiosis mutualisme dengan
inangnya, bahkan diantaranya menghasilkan beberapa senyawa bioaktif (Widiowati,
2016). Tianpanich, dkk. (2011) melaporkan telah mengisolasi dan mengidentifikasi 5
senyawa turunan isocumarins dan phtalide baru dari kapang endofit Colletotrichum
sp, yang menunjukan aktifitas antioksidan.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
Gambar 4.2 Struktur Isocoumarins
Sumber: Tianpanich, dkk. 2011
4.3. Kurva Tumbuh
Kurva tumbuh dilakukan untuk mengetahui waktu optimum yang diperlukan
untuk menghasilkan senyawa bioaktif isolat C. trunchatum. Fase pertumbuhan
kapang ditentukan oleh waktu pertumbuhannya, setelah diinkubasi selama 21 hari
dihasilkan miselium berwarna putih pada permukaan media. Pertumbuhan isolat C.
trunchatum dihitung berdasarkan berat kering miselium kapang, Hari ke-0 sampai
Hari ke-3 isolat C. trunchatum mengalami fase adaptasi (fase lag), kapang
beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya. setelah mampu beradaptasi
dengan lingkungannya kapang akan mulai tumbuh. Kapang mengalami fase
eksponensial (fase log) dari hari ke-3 sampai hari ke-12, pada fase ini terlihat adanya
peningkatan jumlah sel. Hal ini diduga karena pada hari ke-3 sampai ke-12 kapang
memanfaatkan semua media untuk pertumbuhan sehingga kapang mengalami
pertumbuhan miselia yang cepat. Setelah hari ke-12 sampai hari ke-18 kurva
pertumbuhan menunjukan bahwa kapang mulai memasuki fase stasioner. Pada fase
ini sel tidak memperbanyak diri lagi, laju pembiakan berkurang dan akan terbentuk
spora karena menyusutnya nutrien dalam media. Pada fase ini diasumsikan akan
terjadi sekresi senyawa bioaktif keluar sel (ekstraseluler) (Sukiman. 2010). Pada hari
18-21 memasuki fase kematian dilihat dari jumlah sel yang tumbuh mulai menurun
dikarenakan ketersedian nutrisi semakin berkurang.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
4.4. Fermentasi dan Ekstraksi
Fermentasi kapang endofit dilakukan menggunakan media Potatto Dextrose
Yeast (PDY) terhadap isolat C. truncatum selama 21 hari dengan kondisi statis.
Fermentasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan senyawa yang berpotensi
sebagai antioksidan. Media fermentasi yang baik harus menyediakan semua nutrisi
yang dibutuhkan oleh kapang endofit. Media Potatto Dextrose yeast (PDY) yang
digunakan pada penelitian ini mengandung karbon yang berasal dari ekstrak kentang
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 5 10 15 20 25
Bera
t b
iom
ass
a (
gra
m)
Hari Pertumbuhan Isolat
Kurva Tmbuh
Gambar 4.3 Ferentasi kapang hari ke 21
Gambar 4.4 Grafik Kurva Tumbuh Selama 21
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
dan dekstrosa, serta yeast ekstrak sebagai sumber nitrogen. Dua kompenen ini
merupakan komponen utama dalam fermentasi untuk proses metabolisme sel kapang
dalam pertumbuhan sel dan untuk membantu dalam proses menghasilkan senyawa
metabolit (Sunaryanto, 2015).
Hasil dari fermentasi disaring menggunakan corong Buchner dan vakum
sehingga didapatkan supernatan dan biomassa. Proses berikutnya dilakukan ekstraksi
untuk menarik senyawa-senyawa metabolit sekunder dari kapang endofit yang
sebelumnya telah difermentasi. Hasil fermentasi berupa biomassa yang mengandung
metabolit intraseluler dan supernatant yang mengandung metabolit ekstraseluler
(Ganjar, 2006).
4.5. Uji Kualitatif Antioksidan Fraksi Fermentasi
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas
antioksidan adalah dengan menggunakan radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil
(DPPH). Pengukuran antioksidan dengan metode DPPH adalah metode pengukuran
antioksidan yang sederhana, cepat dan tidak membutuhkan banyak reagen. Hasil
pengukuran dengan mettode DPPH menunjukan kemampuan antioksidan sampel
secara umum, tidak berdasarkan pada jenis radikal yang dihambat. Uji kualitatif
antioksidan dilakukan pada ekstrak yang telah dielusi pada plat KLT kemudian
disemprotkan DPPH 0,25 nM. Pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai
radikal bebas yang bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan
berubah menjadi 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazin yang bersifat non radikal.
Gambar 4.5 Skema Reaksi DPPH dengan Antioksidan Sumber: (Dumbrava, 2011)
Peningkatan jumlah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazin akan di tandai dengan
berubahnya warna ungu tua menjadi warna merah muda atau kuning pucat (Sayuti
dan Yenrina, 2015). Hasil dari uji kualitatif antioksidan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
Fraksi
Jumlah
ekstrak
Hasil Uji
Kualitatif
Pada pelat
KLT
Panjang Gelombang
254 nm
366 nm
Etil asetat
3,59 gram
n-heksan
1,1 gram
Metanol
9,8 mg
Tabel 4.1 Uji Kualitatif Antioksidan Isolat Collectricum sp
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
4.6. Uji Kuantitatif Antioksidan Fraksi Etil Asetat
Hasil uji kualitatif menunjukan fraksi etil asetat menunjukan hasil yang
paling baik dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan metanol. Pengujian aktivitas
antioksidan fraksi fermentasi etil asetat isolat C. trunchatum menggunakan radikal
bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH). Kosentrasi larutan induk yang dibuat
adalah 200 ppm dengan melarutkan 20 mg fraksi fermentasi ke dalam 100 mL
metanol pro analisa, dari larutan induk kemudiamn dibuat variasi konsentrasi 100; 50;
25; 12,5 6,25 µg/ml. Masing-masing konsentrasi dipipet 4 mL dan dicampurkan
dengan 1 mL reagen DPPH 0,25 mM, pembuatan larutan DPPH 0,25 mM, serbuk
DPH ditimbang 4,9 mg dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu ukur 50 mL
(Komala, dkk. 2015). Campuran tersebut diinkubasi selama 30 menit pada tempat
gelap, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang maksimum 515,8 nm.
Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis didapat bahwa serapan maksimum DPPH berada pada
515,8 nm Lampiran 5. Sesuai dengan litelatur panjang gelombang maksimum DPPH
adalah 515 sampai denga 520 nm (Molyneux, 2004). Pada setiap konsentrasi
dilakukan tiga kali pengulangan, vitamin C (asam askorbat) digunakan sebagai
pembanding dengan konsentrasi induk 100 ppm dengan pengenceran 1, 2, 3, 4, dan 5
ppm.
Nilai konsentrasi penghambatan aktivitas radikal bebas sebanyak 50% (IC50)
dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari hubungan
konsentrasi sampel dan persentase penghambatan aktivitas radikal bebas. Nilai
tersebut menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap
radikal sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi
linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi sampel (senyawa uji) dengan
aktivitas penangkap radikal rata-rata. Semakin nilai IC50 maka senyawa uji tersebut
semakin efektif sebagai penangkap radikal (Matheos, 2014).
Nilai IC50 dari fraksi fermentasi etil asetat isolat C. trunchatum yaitu
171,417 µg/mL, Kemudian indeks aktivitas antioksida (antioxidant activity index /
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
AAI) dihitung menggunakan rumus. AAI yang di dapat dari fraksi fermentasi etil
asetat isolat C. trunchatum yaitu 0,571. Berdasarkan penggolongan Scherer dan
Godoy, 2009, fraksi fermentasi etil asetat isolat C. trunchatum termasuk kedalam
antioksidan sedang. Senyawa DPPH bereaksi dengan senyawa antioksidan melalui
pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan untuk mendapatkan pasangan
elektron.
Tabel 4.2. Uji Kuantitatif Antioksidan Fraksi Etil Asetat dan Vitamin C
Fraksi
Isolat
dan
Vitamin
C
Persamaan Linear IC50 (ppm) AAI
Etil Asetat y = 0,248x +7,489
R2 = 0.9247
y = 0,2484x + 7,4896
50= 0,2484x +7,4896
x = 171,417 µg/mL
Konsentrasi DPPH = 4,9 mg / 50 mL
= 98 µg/mL
AAI = Konsentrasi DPPH / IC50
= 98 µg/mL / 171,417 µg/mL = 0,571
Vitamin C y = 13,874x - 0,514
R2 = 0,9974
y = 13,874x – 0,514
50 = 13,874x – 0,514
x = 3, 6409 µg/mL
Konsentrasi DPPH = 4,9 mg / 50 mL
= 98 µg/mL
AAI = Konsentrasi DPPH / IC50
= 98 µg/mL / 3,6409 µg/mL
= 26,9230
Standar yang digunakan dalam uji ini adalah vitamin C. senyawa
pembanding memiliki nilai IC50 3,64 µg/mL, vitamin C memiliki aktivitas senyawa
antioksidan yang tinggi karena vitamin C memiliki 2 gugus hidroksil yang
mengakibatkan lebih mudah dalam pendonoran hidrogen. Vitamin C sebagai
antioksidan dapat memberikan satu atau dua elektron untuk menstabilkan ( Matheos,
2014).
4.7. Isolasi dan Pemurnian Senyawa
4.7.1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk melihat kemurnian
senyawa dari isolat C. trunchatum. Eluen yang digunakan pada penelitian ini yaitu n-
heksan dan etil asetat dengan perbandingan 9:1 dan dilihat di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 365 nm, terlihat dua spot senyawa fraksi etil asetat
(Gambar 4.6) pada plat KLT. Pemisahan senyawa didasarkan pada kompetisi
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
senyawa yang terlarut dan fase gerak yang berikatan pada fase diam. Senyawa yang
lebih polar memiliki interaksi lebih kuat dengan fase diam, akibatnya senyawa yang
kurang polar bergerak lebih tinggi ke atas pelat (Bele, 2011).
(a)
(b)
Gambar 4.6 Hasil KLT Fraksi Etil Asetat
(a) Hasil KLT Fraksi Etil Asetat di Bawah Lampu UV 254 nm
(b) Hasil KLT FraksiEtil Asetat di Bawah Lampu UV 365 nm
4.7.2. Kromatografi Kolom Sephadex LH-20
Pemisahan senyawa selanjutnya dengan kromatografi kolom dengan
menggunakan Sephadex LH-20 sebagai fase diam. Sephadex LH-20 ini diguakan
untuk pemisahan dan pemurnian senyawa steroid, terpenoid, lipid dan peptide dengan
berat molekul rendah (sampai 35 asam amino), jadi Sephadex LH-20 digunakan
untuk isolasi senyawa yang menjadi target utama dalam isolasi ini.
Sampel dielusi dengan pelarut metanol sampai seluruh sampel dapat
ditelusuri keluar dari kolom. Senyawa yang memiliki berat molekul besar akan keluar
terlebih dahulu, sedangkan senyawa yang berat molekulnya kecil akan terjerat dalam
pori-pori Sephadex LH-20 dan keluar terakhir. Pengujian dengan KLT dilakukan
pada masing-masing fraksi.
Fraksi yang menampakan bercak yang sama digabungkan dan diuapkan
pelarutnya sehingga didapatkan 4 gabungan fraksi etil asetat yaitu 11-20, 21-30, 31-
32, 33-40 dari hasil fraksi tersebut dilakukan lagi pengujian KLT dan hasil spot yang
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
didapatkan sama. Keempat fraksi tersebut dijadikan menjadi satu, berat ekstrak yang
didapat 1,76 gram. Fraksi dari hasil kromatografi kolom Sephadex LH-20 yang telah
di satukan kemudian dilihat pada KLT dua dimensi untuk melihat apakah senyawa
yang berhasil diisolasi merupakan senyawa tunggal yang sudah tidak bercampur lagi
dengan senyawa atau pengotor lainnya. Pengujian dilakukan menggunakan plat KLT
berukuran persegi (5x5 cm), kemudian dielusi dengan eluennya dan melihat bercak
yang dihasilkan dengan kromatografi yang dilakukan secara dua arah setelah itu
dilihat di bawa sinar UV 254 nm dan 365 nm. Senyawa yang didapatkan dikatakan
murni apabila bercak yang dihasilkan tunggal. Hasil pengujian KLT dua dimensi
menunjukan senyawa isolat C. trunchatum terelusi menjadi satu spot tunggal, hasil
ini menunjukan senyawa yang didapat merupakan senyawa murni (Healtcare, 2010).
Tabel 4.3. Hasil KLT Senyawa C. trunchatum
Panjang Gelombang Hasil KLT Senyawa
Gabungan Fraksi Etil Asetat Hasil KLT Dua Dimensi
254 nm
365 nm
Eluen yang digunakan n-heksan : etil asetaat (9:1), hasil pengamatan pada lampu UV dengan
panjang gelombang 254 dan 365 terlihat satu spot pada KLT dua dimensi
Nilai Rf KLT dua dimensi=
Rf =
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
4.8. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni
a. Spektroskopi Inframerah (IR)
Identifikasi selanjutnya dari penentuan struktur dilakukan dengan
menggunakan spektroskopi IR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari
senyawa yang yang diperoleh dari isolat C. trunchatum fraksi etil asetat. Serapan
bilangan gelombang isolat murni dan gugus fungsinya dapat dilihat pada Tabel 4.4
dan ditunjukan pada Gambar 4.9.
Tabel 4.4 Serapan Inframerah Fraksi Etil Asetat Isolat C. trunchatum
Sumber (Pavia, 2001)
Bilangan Gelombang (cm-1
)
Fraksi etil asetat Pita serapan (cm
-1) FTIR Gugus Fungsi
3443,28 3750-3000 O-H
2850; 2918,73 3000-2700 C-H (-CH3 dan -CH2)
1698,02 1900-1650 C=O
Gambar 4.7 Spektrum Inframerah Fraksi Etil Asetat
Hasil uji FTIR yang memeprlihatkan adanya serapan-serapan yang khas
beberapa gugus fungsi, diantaranya adalah pada serapan panjang gelombang 3443,28
(cm-1
) yang menunjukan adanya serapan melebar sebagai vibrasi OH. Puncak yang
melebar tersebut terbentuk akibat adanya vibrasi antar molekul hidrogen. Terdapat
gugus C=O (karbonil) pada serapan panjang gelombang 1698,02 cm-1
, dan serapan
panjang gelong 2850,27; 2918,73 cm-1
memberikan petunjuk adanya gugus metil
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
(CH3) dan metilena -CH2). Data ini diperkuat dengan adanya vibrasi C-H pada
bilangan gelombang 1455,99 cm-1
yang merupakan C-H alkena. Sesuai dengan
pendapat Fassenden (1986) yang mengemukan bahwa puncak serapan pada daerah
panjang gelombang 2924-2653 cm-1
menunjukan vibrasi uluran C-H sp2 pada CH2
dan CH3 yang didukung vibrasi pada daerah 1465-1438 cm-1
(Kapitan, 2013).
b. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Hasil isolasi senyawa dari isolat C. trunchatum selanjutnya diidentifikasi
struktur molekul dengan menggunakan instrument 1H-NMR (Proton Nuclear
Magnetic Resonance). Anlisis struktur kimia dengan 1H-NMR untuk mengetahui
adanya proton dalam suatu struktur molekul. Data yang didapatkan dari 1H-NMR
berupa pergeseran kimia yang dapat dianggap sebagai ciri dari suatu senyawa. Pada
penelitian ini, analisis struktur senyawa dilakukan dengan spektroskopi 1H-NMR
dengan sistem konsol DD2, yang beroprasi pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125
(13
C) dan pelarut yang digunakan untuk analisi adalah CDCL3. Spektrum senyawa
fraksi etil asetat isolat C. trunchatum dapat dilihat pada Gambar 4.10.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
Gambar 4.8 Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi etil Asetat
Hasil analisis menunjukan bahwa senyawa memiliki 1 gugus metil (CH3)
Pergeseran kimia 0,88 ppm, 8 metilen (CH2) pada pergeseran 1,26 dan 4 metilen
(CH2) yang berdekatan dengan gugus alkoksi, 1 gugus (CH) yang berdekatan dengan
gugus karbonil O=C dan 3 gugus O-CH3. Senyawa fraksi etil asetat diprediksi
merupakan senyawa turunan isocoumarin (Gambar 4.2), seperti yang telah dilaporkan
pada penelitian Tianpanich, dkk. (2011) pada. Menurut Sayuti dan Yenrina (2015),
mekanisme antioksidan yaitu dengan pelepasan hidrogen dari antioksidan. Diduga
senyawa fraksi etil asetat bekerja dengan cara donor hidrogen dari gugus hidroksil,
dengan demikian dapat menstabilkan radikal bebas sehingga memiliki aktivitas
sebagai antioksidan.
Tabel 4.5 Data Pergeseran Kimia Proton (δH) Senyawa Fraksi Etil Asetat Sumber (Pavia, 2001)
No
δH
Gugus Fungsi
1 0,88 CH3
2 1,26 (16H, CH2)
3 1,63 (8H, CH2)
4 2,34 O=C-CH
5 4,73 (3H, O-CH3)
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Senyawa metabolit sekunder dari fraksi etil asetat yang berhasil diisolasi
merupakan senyawa isocoumarin. Isolasi isolat C. trunchatum dari ketiga
fraksi yaitu n-Heksan, metanol dan etil asetat dilakukn uji aktivitas
antioksidan secara kualitatif dengan metode DPPH. Fraksi etil asetat
memiliki aktivitas yang baik secara kualitatif, sehingga dilakukan pengujian
secara kuantitatif. Fraksi etil asetat (IC50 171,417 µg/mL; AAI 0,571)
beraktivitas antioksidan sedang.
5.1.2. Data hasil IR menunjukan menunjukan adanya gugus hidroksida, karbonil,
metil dan metilen. Data 1HNMR menunjukan senyawa memiliki 1 gugus
metil (CH3) Pergeseran kimia 0,88 ppm, 8 metilen (CH2) pada pergeseran
1,26 dan 4 metilen (CH2) yang berdekatan dengan gugus alkoksi, 1 gugus
(CH) yang berdekatan dengan gugus karbonil O=C dan 3 gugus OCH3.
5.2. Saran
5.2.1. Dilakukan optimasi proses fermentasi terhadap isolat kapang endofit yang
berpotensi sebagai atioksidan.
5.2.2. Diperlukan data lebih lanjut dari LC-MS, 13
C-NMR mengenai penentuan
struktur senyawa dari fraksi etil asetat isolat C. trunchatum sebagai data
pendukung dari penentuan senyawa.
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, Andria. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: Penerbit ITB.
Andhikawati, Aulia., dkk.. 2014. “Isolasi dan Penapisan Kapang Laut Endofit
Penghasil Selulase”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No.
1, Hlm. 219-227.
Ariyono, R. Q., dkk.. 2014. Keanekaragaman Jamur Endofit Akar Kangkung Darat
(Ipomea reptans Poir) pada Lahan Pertanian Organik dan Konvensional.
Jurnal Hama Dan Penyakit Tanaman 2(1): 1-10. ISSN: 2338-4336.
Artanti, Nina., dkk.. 2017. Effect of Initial Inoculum on Growth and Fatty Acid
Content as an α-Glucosidase Inhibitor in Colletroticum sp. TSC13 Mycelium
that Cultures Under Shake and Static Conditions. J. Kim. Terop. Idones.
19(2). E-ISSN: 2527-7669.
Asakawa, Y., dkk.. 2009. Bryophytes: Bio-and Chemical Diversity, Bioactivity and
Chemosystematic. Heterocycles 77 (1): 99-150.
Asakawa, Y., Ludwiczuk, A., dan Nagashima, F.. 2013. Chemical
Constituentryophytes. New York: Springer-Verlag Wien.
Astarina, N. W. G., dkk.. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Rimpang Bangle
(Zingiber purpureum Roxb.). Bali: Jurnal Farmasi Udayana.
Bele, A.A., & Khale, Anubha.. 2011. An Overview On Thin Layer Chromatography.
Volume. 2(2): 265-257 ISSN: 0975-8232.
Dirjen POM, 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dumbrava, Gabriela D., dkk.. 2011. Atioxidant Activity of Some Fresh Vegetables
and Fruits Juice. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies
2011, 17(2), 163-168.
Ganjar, I, dan Sjamsuridzal, W.. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Goffinet, B., dan Shaw, A. J., ed.. 2009. Bryophyte Biology, 2nd
ed.. New York:
Cambridge University Press.
Gouda, Sushanto., dkk.. 2016. “Endophytes: A Treasure House of Bioactive
Compounds of Medicinal Importance. Frontiers in Microbilogy. 29
(September). doi: 10.3389/fmicb.2016.01538.
Hafsari, Anggita R., Asterina, Isma.. 2013. Isolasi Dan Identifikasi KApang Endofit
dari Tanaman Obat Surian. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunang Gunung Djati Bandung. ISSN: 1979-8911.
Hapsari, R T Yuli., dkk.. 2014. Keanekaragaman Jamur Endofit Akar Kangkung
Darat (Ipomoea reptans Poir). Pada Lahan Pertanian Organik dan
Konvensional. Jurnal HPT Vol. 2, No. 1. ISSN: 2338-4336.
Heinrich, M., dkk.. 2012. Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotherapy, 2nd
ed.
London: Churchill Livingstone.
Healtcare, G.E.. 2010. Gel Filtration. Nature Methods, 3(3), pp-.1-8).
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ho, Chuan B., 2013. “The Liverwort Genus Marchantia L. (Marchantiophyta:
Marchantiopsida) In Singapore, With A New Species Record. National
University of Singapore. NATURE IN SINGAPORE 2013 6: 187–190.
Huang, W.J., 2010. Marchantia emarginata subsp. Tosana Induces Apoptosis in
Human MFC-7 Breast Cancer Cells. Cancer Letters 291 (1). Elsevier Ireland
Ltd: 108-19. Doi: 10.1016/j.canlet.2009.10.006.
Kapitan, Origenes. B.. 2013. Analisis Kandungan Asam Lemak Trans (Trans Fat)
Dalam Minyak Bekas penggorengan di Pinggir Jalan Kota Kupang.
Komala, I., dkk.. 2015. Antioxidant and Anti-Inflammatory Activity of The Indonesian
Ferns, Nephrolrpis falcate and Pyrrosia lanceolata. International Jounal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 7(12): 12-15. ISSN- 0975-1591.
Kumala, S., dkk. 2007. Cytotoxic Secondary Metabolites from Fermentation Broth of
Brucea javanica Endophytic Fungus 1.2.11. Reseacrh Jurnal of Microbiolgy
2(8): 625-31. ISSN 1816-4935
Kumala, S.. 2014. Mikroba Endofit: Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang
Farmasi. Jakarta: ISFI.
Lu, Yen-Wen dan Huang, Shing-Fan., 2017. Marchantia L (Marchantiaceae
Marchantiophyta) in Taiwan. Taiwania 62 (1): 55-62.
Ludwiczuk, A., dkk.. 2008. Volatile Component from Selected Mexicam, Ecuadorin,
Greek, German and JApanes Liverworts. Natural Product Communication 3
(2): 133-140.
Matheos, Heryanto., dkk.. 2014. Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Daun Kayu
Bulan. Jurnal Ilmiah Farmasi, vol 3 No. 3. ISSN 2302-2493.
Molyneux, Philip. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicril-Hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of
Science and Technology 26 (2): 211-19. Doi: 10.128/isre.6.2.144.
Novitasari, Mega R., dkk.. 2016. Analisis GC-MS Senyawa Aktif Antioksidan Fraksi
Etil Asetat Daun Libo (Ficus variegata Blume.). Jurnal Sains dan Kesehatan
p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
Pavia, D.L., Lampman, G.M., and George S. Kris.. 2001. Introduction to
Spectroscopy: A Guide for Student of Organic Chemistry (third Edition).
Washington: Thomson Learning.
Pranoto, E.N., dkk.. 2012. Kajian Aktivitas Bioaktif Ektrak Teripang Pasir
(Holothuria scabra) Terhadap Jamur Candida albicans. Jurnal Pengolahan
dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8.
Pratiwi, Sylvia T.. 2008 Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Purwanto., 2011. Isolasi dan Idenifikasi Senyawa Penghambat Polimerisasi Hem dari
Fungi Endofit Tanaman Artemisia annua L.. Tesis. Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Romadanu, dkk.. 2014. Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bunga Lotus
(Nelumbo nucifer). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas
Pertanian Universitas Udayana. Volume 3. No.1.
Sayuti, K. & Yenrina, R., 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas University
Press. Padang.
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Scherer, R. dan Godoy, H. T.. 2009. Antioxidant Activity Index (AAI) by The 2,2-
Diphenyl-1-Picrylhydrazyl Method.. Food Chemistry 112 (3): 654-658.
Schulz, B., dkk.. 2002. Endophytic Funngi A Source of Novel Biologically Active
Secondary Metabolites. Mycol. Res. 106 (9): 996-1004. doi:
10.1017}S0953756202006342.
Sharma, Deeksha., 2016.. Evaluation of bioactive secondary metabolites from
endophytic fungus Pestalotiopsis neglecta BAB-5510 isolated from leaves of
Cupressus torulosa D.Don. Biotech (2016) 6:210. doi: 10.1007/s13205-016-
0518-3.
Shebis, Y., dkk.. 2013. Natural Antioxidant: Function and Sources. Food and
Nutrition Sciences 4: 643-49. Doi: 10.4236/fins.2013.46083.
Shekhar, T Chandra., and Anju, Goyal. 2014. Antioxidant Activity by DPPH Radical
Scavenging method of Ageratum conyzoides Lin. Leave. Amarican Journal of
Edocation, Vol. 1, No. 4, 244-249.
Setyowati FM, Wardah 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Masyarakat Talang
Mamak di Sekitar Taman Nasional Bukit Tinggi. Riau. Biodiversitas. 8:228-
232.
Simpson, Michael G.. 2006. Plant Systematics. London: Elsevier Academic Press.
Soejoko, Djarwani S dan Wahyuni, Sri. 2002. Spektroskopi Inframerah Senyawa
KAlsium Fosfat Hasil Presipitasi. Departemen Fisika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Penegtahuan Alam, Universitas Indonesia. Makara Sains. Vol. 6,
No.3.
Sukandar, P.N.. 2017. Isolasi Uji Aktivitas Antioksidan Kapang Endofit Lumut Hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nee. Skripsi S1 Program Studi
Farmasi. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
Sukiman, Harmastini. 2010. Endofit Taxus sumatrana (Miquel) de Laubenfels dan
Potensinya dalam Memproduksi Senyawa Bioaktif Sebagai Sumber
Antioksidan. Berita biologi 10(3).
Sunaryanto, Rofiq, dan Handayani, B Hariasih. 2015. Penentuan Kombinasi Medium
Terbaik Galaktosa dan Sumber Nitrogen Pada ProsesProduksi Etanol. Jurnal
Bioteknologi dan Biosains Indonesia. Vol. 2, No. 1. ISSN 2442-2606.
Tianpanich, K., Prachya, S., Wiyakrutta, S., Mahidol, C., Ruchirawat, S. &
Kittakoop, P. (2011). Radical Scavenging and Antioxidant Activities of
Isocoumarins and a Phthalide from the Endophytic Fungus Colletotrichum sp.
Journal of Natural Product. 74, 79- 81. Tomita, F.
Tiwari, Prashant, dkk.. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A review.
International Sciencia. 1 (1): 98-106.
Widiowati, Tiwit., dkk.. 2016. Isolasi dan Identifikasi Kapang Endofit dari Tanaman
Kunyit (Curcuma longa L). Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Biopropal
Industri Vol. 7 No.1, Juni 2016: 9-16.
Willard, Robert H., dkk.. 1988. Instrumental Methods of Analysis. California:
Wadsworth Publishing Company.
Wulandari, Lestyo., 2011. Kromatografi Lapis Tipis”. Jember: PT. Taman Kampus
Presindo, Jember.
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yulianti, Titiek. 2012. Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan
Tanaman Tebu Mendukung Peningkatan Produksi Gula. Perspektif. 11 (2):
111-122.
Zakiyah, Alfida, dkk.. 2015. Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit dari Tanaman
Kina (Cinchona calisaya Wedd.)”. Al-kauniyah Jurnal Biologi 8(2): 51-58.
Zhang, Tao, dkk.. 2013. Diversity and Cold Adaptation of Culturable Endophytic
Fungi. FEMS Microbial Left 341: 52-61. doi: 10.1111/1574-6968.120
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian
Fraksi Metanol
Peremajaan Kapang Endofit MEB1
Karakterisasi dan Identifikasi
Kapang Endofit MEB1
Fermentasi dan Pembuatan Kurva
Tumbuh
Ekstraksi Kapang Endofit
Fraksi n-Heksan Fraksi Etil Asetat
Penetuan Struktur molekul Senyawa Murni
Isolat Kapang Endofit MEB1
Spektroskopi
Infrared (IR)
Spektroskopi
Nuclear Magnetic
Resonance
Uji DPPH Kualitatif dan Kuantitatif
Isolasi dan Pemurnian Senyawa
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Identifikasi Kapang
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Bagan Fermentasi dan Ekstraksi
Disaring dengan kertas saring
Kapang endofit murni, usia 7 hari
Diambil 10 potongan dengan sedotan
steril berukuran 1 cm dan dimasukan
ke dalam botol fermentasi berisi 100
mL media PDY steril
Fermentasi selama 21 hari pada suhu
ruang
Diambil 10 potong dengan sedotan steril
berukuran 1 cm dan dimasukan ke dalam botol
fermentasi berisi 100 mL media PDY steril
Ekstrak
etil
asetat
Supernatan Biomassa
n-heksan
Fraksi n-heksan Fraksi air
Ekstrak fraksi n-heksan
Dipekatkan
Fraksi
etil
asetat
Fraksi
air
Dipekatkan
Dihancurkan, (+) metanol,
dimaserasi 7 hari, disaring
Ekstrak fraksi metanol
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Hasil Fermentasi Isolat C. trunchatum
Gambar Organoleptis
Medium berwarna kuning jernih,
miselium seperti kapas dan tebal,
mengambang dipermukaan
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Tabel Kurva Tumbuh
Hari
Berat Kering Misselium
Hari ke-0
0,45
Hari ke-3
0,58
Hari ke-6
0,67
Hari ke-9
0,83
Hari ke-12
0,89
Hari ke-15
0,99
Hari ke-18
1,02
Hari ke-21
1,04
46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Panjang Gelombang Maksimum DPPH
47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif Fraksi Etil Asetat dan Vitamin C
Konsentrasi
Fraksi Ekstrak
Etil Asetat
Absorbansi
rata-rata
Konsentrasi
Vitamin C Absorbansi
Blanko 0,584 Blanko 0,431
100 ppm 0,402 5 ppm 0,130
50 ppm 0,462 4 ppm 0,200
25 ppm 0,485 3 ppm 0,251
12,5 ppm 0,517 2 ppm 0,318
6,25 ppm 0,554 1 ppm 0,370
48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Persen Inhibisi Fraksi Etil Asetat dan Vitamin C
Konsentrasi
Fraksi Etil Asetat
MEB1 (ppm)
% Inhibisi
Konsentrasi
Vitamin C
(ppm)
% Inhibisi
100 1,16 5 69,83
50 20,89 4 53,59
25 16,95 3 41,76
12,5 11,47 2 26,21
6,26 5,13 1 14,15
y = 0.2484x + 7.4896 R² = 0.9247
0
5
10
15
20
25
30
35
0 20 40 60 80 100 120
% In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Fraksi Etil Asetat
y = 13.874x - 0.514 R² = 0.9974
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
% In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Vitamin C