View
134
Download
10
Category
Preview:
DESCRIPTION
contoh proposal penelitian
Citation preview
PROPOSAL PENELITIAN
ANATOMI TEGKORAK
BADAK JAWA (RhinocerOs sondaicus)
VIDI SAPUTRA
B04110133
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
2
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : ANATOMI TENGKORAK
BADAK JAWA (RhinocerOs sondaicus)
Nama : VIDI SAPUTRA
NRP : B04110133
Program Studi : Kedokteran Hewan
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAvet
NIP. 19630721 198803 1 002
Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
NIP. 19630810 198803 1 004
3
Kata Pengantar
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga propOsal penelitian yang berjudul
Anatomi Tengkorak Badak Jawa (RhinocerOs sondaicus) dapat terselesaikan
dengan baik. Studi tentang topik ini dilakukan dengan bantuan dari Laboratorium
Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi
Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Saat ini belum banyak studi yang dilakukan mengenai perkembangan pada
satwaliar. Salah satunya adalah studi mengenai perkembanan tulang pada Badak.
Terutama karena keberadaannya yang saat ini semakin berkurang di alam liar.
Sehingga diperlukan studi untuk mempelajari struktur anatomi dari tenkorak
badak yang berguna dalam kegiatan konservasi badak di alam liar.
Penelitian ini dikerjakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB
mulai di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan
Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. PropOsal penelitian ini disusun
dalam rangka kerja awal untuk melakukan penelitian yang nantinya digunakan
untuk penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari penulisan propOsal penelitian ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun,
terima kasih.
Bogor,
Penulis
Vidi Saputra
4
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... 3
DAFTAR ISI ....................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................5
1.1 Latar Belakang .................................................................................5
1.2 Tujuan .............................................................................................6
1.3 Manfaat ...........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................6
2.1 Ordo Periossdactyla .........................................................................6
2.1.1 Klasifikasi ...................................................................................6
2.1.2 Morfologi dan Tingkah Laku .......................................................7
2.1.3 Status Konservasi .......................................................................8
2.1.4 Habitat dan Penyebaran Geografis ..............................................9
2.2 Anatomi Skelet Kepala .....................................................................9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 20
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 20
3.3 Metode Penelitian ........................................................................... 20
Daftar Pustaka ................................................................................................. 21
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bulan maret tahun 2014, ditemukan badak jawa mati di habitat
terakhirnya, taman nasional ujung kulon. Sebelumnya tahun 2012 dan 2013 juga
ditemukan kerangka badak jawa yang mati di habitatnya. Total tiga kematian
dalam tiga tahun terakhir menjadi angka yang sangat besar dilihat dari jumlah
total badak jawa di dunia yang kurang dari 60 ekor, ditambah lagi penyebab
kematian yang belum dapat dipastikan secara empiris. Sejak tahun 1900-an
Taman Nasional Ujung Kulon telah mengklaim daerah tersebut bebas dari
perburuan badak, namun bukan berarti ancaman kematian semakin berkurang.
Bencana alam, penyempitan habitat, inbreeding, serta penyakit yang berasal dari
ternak dan manusia bisa menjadi faktor pengancam kelestarian populasi badak
jawa. Maka dari itu, perlu dilakukan studi lebih mendalam tentang badak jawa
sebagai upaya konservasi berkelanjutan. Spesimen yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan kerangka tengkorak badak jawa yang mati pada tahun
2014. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan struktur anatomi
kerangka kepala badak jawa dan dapat berguna dalam upaya konservasi badak
jawa.
Status konservasi badak jawa saat ini adalah, termasuk kategori terancam
punah (critically endangered) dalam daftar merah berdasarkan International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN 2008), terdaftar
dalam apendiks I CITES sebagai satwa yan tidak boleh diperdagangkan, dan
dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7
Tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan Satwa Liar (PPRI 1999)
Badak jawa merupakan satwa herbivora primitive dimana pars
splanchnocranii-nya lebih berkembang dari pars neuro cranii. Badak jawa
merupakan herbivora tipe browser dimana dibutuhkan rahang yang kuat untuk
menggunting pangkal batang pohon. Berdasarkan observasi perilaku yang
dilakukan denan kamera trap oleh Haryadi et all (2010), kegiatan kepala
(mengangguk , bergoyang dan menggerakan telinga) sebagai komponen khas
6
gerakan lokomosi dibandingkan berjalan dan berlari. Segala bentuk perilaku
badak Jawa tentunya menciptakan bentuk morfologi anatomi yang khas dan unik
untuk spesiesnya. Terlebih lagi literatur tentang anatomi skelet kepala badak jawa
masih sedikit sekali ditemukan. Hal ini menyebabkan anatomi skelet badak jawa
sangat menarik sekali untuk dipelajari.
1.2 Tujuan
Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tengkorak
badak Jawa, beserta fungsi-fungsi tengkorak tersebut. Hasil yang diperoleh
diharapkan dapat berguna untuk melengkapi data dasar anatomi tulang pada badak
Jawa.
1.3 Manfaat
Penelitian ini mempunyai manfaat dalam perkembangan ilmu kedokteran
hewan secara umum dan khususnya perkembangan ilmu anatomi hewan. Dengan
adanya penelitian ini dapat diketahui hubungan antara struktur anatomi tengkorak
dengan perilaku badak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ordo Perissodactyla
Rhinoceratidae termasuk dalam orde perissodactyla, bersama- sama
dengan tapiridae dan equidae. Famili ini terdiri atas lima spesies hidup: badak
putih(Ceratotherium simum) dan badak hitam (DicerOs bicornis) di Afrika, badak
India (RhinocerOs unicornis), badak Jawa (RhinocerOs sondaicus), dan badak
Sumatera (Dicerorhinussumatrensis) di Asia (Tougard et all 2001).
2.1.1 Klasifikasi
Secara taksonomi badak Sumatera diklasifikasikan sebagai berikut :
Ordo : Perissodactyla
Super famili : Rhinocerotides
Famili : Rhinocerotidae
7
Genus : Rhinoceros
Spesies : Rhinoceros sondaicus (IRF 2015)
2.1.2 Morfologi dan Tingkah Laku
Badak jawa jantan memiliki satu cula yang tersusun atas jaringan keratin yang
merupakat derivat dari kulit dan tidak berhubungan langsung dengan Os nasal.
Badak jawa betina memiliki bentukan tanduk seperti batok kelapa dan tidak
tumbuh dengan sempurna. Badak jawa memiliki berat berkisar 900-2.300 kg
dengan tinggi 1,5-1,7 m den lebar 2,0-4 m (IRF 2015). Karakteristik lainnya
adalah badak Jawa memiliki kulit ke abu-abuan, tanpa bulu, den bentukan seperti
baju jirah pada bagian tubuhnya.
Pengamat perilaku badak jawa oleh TNUK (2013) yang dilakuka dengan
pengamatan secara temuan langsung ataupun melalui hasil rekaman video trap
serta pengamatan tidak langsung merangkumkan 10 perilaku pokok badak jawa,
yaitu:
1. Loccomotor, merupakan pergerakan tubuh atau anggota/ bagian tubuh
yang menyertai perilaku lain dari badak seperti walk foreward, walk
backforeward, gallop, head movement, ear movement, round, standing
still, sitting, resting, bangun, dan menguap.
2. Wallowing, merupakan aktifitas badak saat berada dalam kubuangan
seperto rolling, resting, rubbing
3. Agretion, merupakan reaksi badak terhadap gangguan bahaya seperti
standing ground, attack.charge, pleeing.
4. Rubbing, merupakan peilaku badak menggesekan bagian tubuhnya
terhadap benda didekatnya yang bertujuan menghilankan rasa gatal pada
bagian tersebut.
5. Social seperti guarding, phisical contac, sound communication.
6. Feeding seperti merobohkan pohon atau menarik liana, dringking dan salt
lick.
7. Depekasi, lokasi paling sering di aliran sungao. frekueansi depekasi 1-3
kali dalam sehari. Kebiasaan menimbun kotoran denganserasah untuk
menghindari predator.
8
8. Urinasi
9. Sex / meeting, perilaku kawin dari badak diawali dari sang betina
memberikan tan melalui air kencing yang kemudian tercium dan diikuti
oleh sang jantan hingga terjadi pertemuan.
10. Distribusi yang dipengaruhi oleh faktor musim, gender/sex, habitat dan
keamanan.
2.1.3 Status Konservasi
Badak Jawa berada termasuk dalam status citically endangered dengan
populasi di estimasi 40-60 ekor menurut ver 3.1 IUCN (2008). Populasi badak
Jawa diestimasi berjumlah 20-30 individu di Taman Nasional Ujung Kulon
(TNUK). Populasi berlipat ganda sekitar tahun 1967-1978 dan sejak tahun 1970
populasi badak Jawa diujung kulon stable dengan rata-rata pertumbuhan 1% per
tahun (WWF 2011).Individu terakhir badak jawa di vietnam telah dinyatakan mati
pada tahun 2010 (Brook et all 2011). Badak jawa termasuk dalam appendix I
menrurt CITES (2000). Badak Jawa dilindungi oleh pemerintah Indonesia
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan
tumbuhan dan Satwa Liar (PPRI 1999).
Penyebab berkurangnya populasi badak jawa diduga akibat perburuan karena
tingginya permintaan akan cula badak yang dipercaya sebagai media pengobatan
dalam pengobatan china, selain itu badak jawa sempat dianggap hama
perkebunan. Kendala dalam peningkatan populasi badak Jawa adalah single
habitat di Ujung Kulon yang memiliki kapasitas maksimal (IUCN 2013).
Tindakan konservasi yang telah berjalan diantaranya, badak Jawa telah
dilindungi secara legal di semua barisan negara dengan dimasukannya spesies ini
di dalam Apendix I CITES. RPU (Rhino Protecting Unit) yang berpatroli di
TNUK mengawasi, memantau, dan melihdungi badak Jawa dari perburuan liar.
RMU (Rhino monitoring Unit) yang bertugas memasang kamera trap dan
memonitor perilaku badak Jawa. RHU (Rhino Health Unit) bertugas memantau
kesehatan dan menyelidiki kematian badak Jawa di TNUK. Pembangungan
JRSCA (Javan Rhino Study and Conservation Area) yang bertujuan pembentukan
9
habitat tambahan di gunung honje dan sebagai media mempermudah para peneliti
dalam mempelakari badak Jawa.
2.1.4 Habitat dan Penyebaran Geografis
Habitat badak Jawa tidak seperti kebanyakan spesies badak lainnya yang
berkisar pada berbagai tipe vegetasi terbuka savana hingga vegetasi tertutup
seperti rawa-rawa hutan tertutup. Badak Jawa lebih memilih hutan dataran rendah
yang lebat, yang berdekatan dengan rumput tinggi, alang-alang, dan daerah
suksesi sekunder atau Belukar. Badak jawa lebih memilih bidang-bidang yang
seperti dataran banjir yang mengandung jaringan saluran air yang kompleks dan
jenis tanah yang memfasilitasi pembentukan kubangan (Rahmono et all 2009).
Hanya satu populasi badak Jawa yang selamat yaitu di TNUK indonesia,
meskipun sub species-nya pernah ditemukan di Cut Tien, Vietnam namun telah
dinyataakan punah.
2.2 Anatomi Skelet Kepala
Skelet kepala terdiri atas tulang pipih (Ossa plana) yang terhubung satu
sama lain secara kokoh dan tidak bergerak melalui sutura (articulationes
fibrOsae). Terdapat empat macam sutura yang menghubungkan skelet kepala
yaitu sutura serata, sutura squamOsa, sutura foliata, dan sutura plana. Skelet
kepala juga memiliki dua buah persendian yang menghubungkan antara tulang
tengkorak dengan tulang rahang bawah dan antara tulang pelipis dengan tulang
lidah.
2.2.1 Tulang-tulang ganda tengkorak (pars neurocranii)
1. Os Parietale
i. Pada kuda Os parietale kiri dan kanan menempati
sebagian besar dari atap tengkorak, namun pada badak
tulang ini terletak di sisi caudal dari tengkorak seperti
pada sapi dan babi.
ii. Facies parietalis (bidang luar) berbentuk konveks dan
dibatasi oleh crista sagitalis (parietalis) externa. Facies
cerebralis (bidang dalam) memiliki dua sulcus yang
10
berjalan di permukaannya yaitu sulcus sinus sagitalis
dorsalis (sulcus sagitalis) kanan dan kiri, diantara kedua
sulci tersebut terdapa crista sagitalis interna.
iii. Margo anterior tulang ini bersatu dengan Os frontale
melalui sutura parietofrontalis. Margo posterior
berhubungan dengan Os occipitale. Margo latelaris
berhubungan dengan Os temporale melalui sutura
squamOssa yang sebagian besar tertutup oleh squama
occipitalis.
2. Os Frontale
i. Pada kuda Os frontale terletak di batas antara wajah dan
tengkorak. Pada badak seperti pada sapi Os frontale
merupakan dinding dorsal, posterior dan lateral dari
tengkorak.
ii. Pars nasofrontalis memiliki bidang luar yang rata dan
licin. Crista frontalis externa membatasi bagian ini dengan
pars zygomaticum. Processus zygomaticus (processus
supraorbitalis) membatasi bagian ini dengan pars orbitalis.
Foramen supraorbitale terdapat dipangkal Os
zygomaticum. Pars orbitalis berbentuk konkaf dan licin,
memenuhi sebagian besar dinding medial ruang bola mata
dan mempunyai lekuk kecil (fovea trochlearis). Pars
temporalis merupakan dinding dalam dari fossa temporalis.
iii. Margo posterior berbatasan dengan Os parietale dan
tempat bertemunya kedua tulang tersebut disebut
protuberantia intercornualis. Margo anterior berbatas
dengan Os nasale.
3. Os temporale
i. Tulang ini menjadi dinding lateral dari tengkorak dan terdiri
atas pars squamOsa dan Os petrOsum. Os petrOsum terdiri
atas pars tympanica dan pars petrOsa.
11
ii. Pars squamOsa merupakan bidang luar Os temporale.
Proceccus zygomatycus membersit dari bidang ventral
squama ini dan menjadi dinding lateral dari fossa temporalis
kemudian bersama dengan proceccus temporalis dari Os
zygomaticum membentuk arcus zygomaticus. Bagian ventral
dari poceccus zygomatycus terdapat lekuk yang mengadakan
persendian dengan condylus mandibularis dari Os
mandibula. Bagian posterior dari persendian ini menjulur
processus retroarticularis (processus pOstglenoidalis).
bagian dorsal dari processus retroarticularis terdapat crista
temporalis.
iii. Os petrOsum (tulang karang) terletak diantara Os occipitale
(posterior) dan Os parietale (anterior) . sebagian dari tulang
ini tertutup pars temporalis. Os petrOsum terbagi menjadi
pars tympanica dan pars petrOsa.
iv. Pars tympanica mengarah ke ventral. Bagian ventral
terdapat suatu bungkul yang disebut bulla tympanica.
Cavum tympani adalah ruangan yang dibentuk bulla
tympanica dengan dinding lateral dari Os petrOsa. Cavum
tympani berisi tulang-tulang telinga. Bagian lateral pars
tympani membentuk penjuluran ke dorso-lateral yaitu
maetus acusticus externus. Bagian ujung penjuluran ini
terdapat suatu lumen yaitu porus acusticus externus yang
menuju ke cavum tympani. Bagian ventral penjuluran ini
ditemukan processus styloideus.
v. Pars PetrOsa, sebagian besar dari tulang ini terdapat di
cavum cranii. Bidang dalam dari tulang terdiri dari crista
partis petrOsae yang menjulur ke ruang otak. Bagian
ventral dari crista tersebut terdapat maetus acusticus
internus, yaitu tempat lewatnya cabang nervus facialis dan
nervus vestibulocochlearis (nervus cranial ke VIII). Bagian
ventral dari bagian ini menjulur processus mastoideus yang
12
mengarah caudolateral. Foramen stylomastoideus terdapat
diantara penjuluran processus mastoideus dan processus
styloideus yang merupakan tempat keluarnya nervus facialis.
2.2.2 Tulang-tulang tunggal tengkorak (pars neurocranii)
1. Os Occipitale
i. Tulang ini membentul bagian caudal dan dasar sebelah
caudal dari tengkorak. Bagian caudal terdapat foramen
magnum yang menghubungkan cavum cranii dengan canali
vetebralis.
ii. Pars latelaris terdiri atas bungkul yang mengadakan
persendian dengan Os atlas yang disebut condylus
occipitalis pada bagian ventral. Sebelah lateral dari bungkul
tersebut terdapat processus jugularis (processus
paramastoideus) menjulur ke arah caudoventrad . Cannalis
nervus hypoglOssi (foramen hipoglOssum) terdapat di fossa
condylaris yang terletak diantara processus jugularis dan
condylus occipitalis.
iii. Pars basilaris merupakan bagian yang memanjang ke
anterior dari tepi ventral foramen magnum. Bagian
posterior lebar dan pipih dan sebelah anterior bagian ini
menjadi sempit dan tebal. Bagian lateral tulang ini tipis dan
tejam serta menjadi sisi medial dari foramen lacerum. Pada
bagian yang berbatasan dengan Os sphenoidale terdapat
tuberculum musculare (tuberculum basilare)
iv. Squama occipitalis terletak di sebelah dorsal dari pars
latelaris. Crista nuchae terdapat pada permukaan luar
squama ini, berbentuk rigi yang menyilang secara
transversal. Protuberantian occipitalis externa merupakan
tempat pembersitan ligamentum nuchae dan terdapat di
sebelah ventral crista nuchae.
13
v. Facies cerebralis merupakan penjuluran yang mengarah ke
cavum cranii dan memiliki protuberantian interna pada
perbatasan tulang ini dengan Os ethmoidale.
2. Os sphenoidale
i. Tulang ini menjadi dasar dar tengkolang bersama dengan
Os occipitale. Tulang ini terdiri dari corpus, dua alae, dan
dua processus pterygoidea.
ii. Corpus sphenoidalis berbentuk silindris dan lebih lebar di
sebelah anterior. Facies ventralis konveks dan sebagian
dari bagian anteriornya tertutup oleh Os vomer dan Ossa
pterygoidea. Facies cerebralis mempunyai legok, fossa
hypophysialis untuk hypophyse. Bagian anterior dari facies
kcerebralis terdapat sulcus chiasmatis untul chiasma
opticum.
iii. Ala orbitalis menjulur dorsolaterad, menuju orbita mata.
Bagian pangkal dari sayap ini terdapat foramen opticus dan
foramen orbitale di caudoventralnya. Bagian ventral dari
foramen orbitalis terdapat foramen rotundum yang lebih
besar ukurannya. Foramen tersebut bermuara di canalis
alaris. Ala tempolaris mengarah ke dorsolaterad dari bagian
posterior corpus sphenoidale.
3. Os Ethmoidale
i. Tulang ini terdiri atas empat bagian yaitu lamina cribrOsa,
lamina perpendicularis, dan dua labyrinthus ethmoidalis
ii. Lamina cribrOsa adalah sekat antara cavum nasi dan
cavum cranii. Nervus olfactorius berjalan dalam lamina ini.
Crista galli merupakan penjuluran dari lamina
prependicularis yang membagi dua facies cerebralis dari
lamina cribrOsa. Fossa ethomidales merupakan lekukan di
kanan dan kiri crista galli.
iii. Lamina prependicularis merupakan sekat median yang
tegak lurus. Bagian anterior sekat ini merupakan bagian
14
posterior dari cavum nasi. Tepi dorsal yang lebar
berhubungan dengan Os frontale dan tepi ventralnya
berhubungan Os vomer. Tepi posterior menjulur ke cravum
cranii sebagia crista galli.
iv. Labyrinthus ethmoidalis merupakan keping-keping tulang
halus yang berbentuk lingkaran dan terletak di anterior
lamina cribrOsa. Labyrinthus ini terdiri atas
ethmoturbinalia yang berbentuk cerobaong melingkar.
4. Os Interparietale.
i. tulang ini merupakan tulang kecil yang terletak diantara
Ossa parietale dan squama occipitalis. Facies externa
berjalan crista sagitalis (parietalis) externa. Facies
cerebralis sempit dan berbatasan dengan protuberantian
occipitalis interna. Pada sapi domba dan babi protuberantia
tidak ada.
2.2.3 Tulang-tulang ganda wajah (pars splanhcnocranii)
1. Os zygomaticum (Tulang pipi)
i. Tulang ini berbentuk segitiga tidak teratur, margo dorsalis
berbatasan dengan Os lacrimale sedangkan margo ventralis
dan anterior berbatasan dengan Os maxillare. Kuda
memiliki crista facialis yang merupakan suatu rigi pada
facies latelaris tulang ini. Procecus tempolaris merupakan
penjuluran pada bagaian posterior dari tulang ini yang
bersam-sama dengan processus zygomaticus membentuk
arcus zygomaticus. Pemamah biak memiliki procesus
frontalis yang mengarah ke dorso caudad, Penjuluran ini
bertaut dengan processus zygomaticus dari Os frontale.
2. Os lacrimale (Tulang air mata)
i. Tulang ini terletak di baggian anterior dari orbita mata, dan
memanjang ke anterior hingga margo posterior dari Os
maxiila.
15
ii. Facies Orbitalis membenttuk dinding medioanterior dari
orbita mata. Fossa sacci lacrimalis merupakan suatu lekuk
di dekat margo orbitalis, lekuk ini memiliki formaen
lacrimale yang diteruskan ke anterior sebagai canalis
lacrimalis (saluran air mata).
iii. Facies facialis merupakan permukaan yang menghadap
anterolateral yang berbentuk sedikit konveks. Facies
nasalis menghadap ke sinus maxillaris dan sinus frontalis.
Pada sapi terdapat suatu bungkul dengan dinding tipis yaitu
bulla lacrimalis.
3. Os nasale
i. Tulang ini terletak di anterior dari Os frontale dan menjadi
atapa sebagian besar hidung
ii. Facies externa menghadap ke dorsal dengan aspek licing
dan konveks. facies interna juga licin dan berbentuk
konkav. Krista ethmoidalis (krista turbinata dorsalis)
memanjang dari antero-posterior ditengah-tengah tulang
ini. Krista ini merupakan rigi tempat pertautan Os conchae
nasalis dorsalis (Os turbinatum dorsalis).
iii. Margo medialis lurus dan membentuk sutura plana dengan
Os nasale yang berlwanan. Margo latelaris berbentuk
tidak beraturan. Incisura nasoincisiva adalah suatu lekah
yang dibentuk dari bagian anterior margo ini dengan Os
incisivum. Lekah ini membentuk pintu masuk hidung yaitu
apertura nasi ossea.
iv. Extrimitas anterior berbentuk runcing dan tipis.
Ekstrimitas posterior berhubungan dengan Os frontale.
4. Os Incisivum
i. Tulang ini menjadi bagian anterior dari rahang atas dan
merupakan tempat untuk gigi seri. Tulang ini terbagi
menjadi corpus ossis incisivi, processus alveolaris,
processus palatinus dan processus nasalis.
16
ii. Corpus incisivi merupakan bagian anterior yang tebal dan
terdapat alveoli untuk gigi seri. Facies labialis konveks dan
licin dan facies palatina berbentuk konkaf. Margo medialis
tulang kasar dan membentuk canalis interincisivus bersama
dengan tulang pasangannya. Pada sapi canalis
interincisivus dan alveoli untuk gigi seri tidak ada.
iii. Processus alveolaris (limbus alveolaris) memiliki margo
yang memisahkan facies labialis dan facies palatina. Pada
margo ini terdapat tiga alveoli untuk gigi seri.
iv. Processus nasalis merupakan penjuluran ke caudad dan
menjadi dinding lateral dari cavum nasi. Processus
palatinus merupakan daun tipis di sebelah ventral dan
bersama dengan processus palatinus dari Os maxilla
menjadi dasar dari palatum durum.
5. Os maxilla
i. Tulang ini terletak di bidang lateral daerah wajah. Tulang
ini terdiri atas corpus maxillae, margo dorsalis dan
processus zygomaticus.
ii. Corpus maxillae memiliki facies facialis konkaf di anterior
dan konvesk di posterior. Crista facialis terdapat di bagian
posterior dari tulang ini. Foramen infraorbitale merupakan
pintu keluar dari canalis infraorbitalis terletak di bagian
dorsoanterior dari ujung crista facialis. Facies nasalis
berbentuk konkav dan menjadi dinding lateral dari cavum
nasi. Sulcus lacrimalis berjalan anteroventrad pada facies
ini. Sulcus ini pada hewan dewasa berbentuk canalis yang
berhubungan dengan canalis lacrimalis dari Os lacimale.
Crista conchalis (crista turbinata ventralis) terletak di
ventral sulcus lacrimalis.
iii. Margo dorsalis berbentu tidak teratur dan berhubungan
dengan Os nasale, Os lacrimale, Os zygomaticum dan Os
17
incisivum. Margo alveolaris mempunyai enam alveoli
dentales untuk gigi graham.
iv. Processus zygomaticus merupakan penjuluran ke caudad.
Tuber maxillae terdapat disebelah ventral dari penjuluran
ini. Processus palatinus merupakan penjuluran di
medioventral dan bersama processus palatinus dari Os
incisivum menjadi dasar dari palatum durum. Sulcus
palatinus berjalan di ventral dari penjuluran ini. Sulcus ini
ke arah caudad dilanjutkan menjadi foramen palatinum
majus (foramen palatinum anterior). Sapi tidak memiliki
crista facialis, tetapi memiliki suatu bungkul yang disebut
tuber faciale. Anjing tidak ditemukan keduannya.
6. Os pterygoideum
i. Tulang ini merupakan tulang kecil yang terletak di sebelah
medial dari processus pterygoideus dari Os sphenoidale.
Bagian anterior dari tulang ini terdapat penjuluran ke arah
ventral yang disebut hamulus pterygoideus.
7. Os conchae
i. Tulang ini melekat pada dinding lateral dari cavum nasi.
Terdapat empat buah tulang Ossa conchae. Setiap Os
conchae terdiri atas daun-daun tulang tipis dengan bentuk
melingkar. Os conchae nasalis dorsalis (Os turbinatum
dorsalis) terdapat sepasang dan bertaut di crista
ethmoidalis (Os nasale). Os conchae ventralis (Os
turbinatum ventralis) bertaut di crista conchalis dari Os
maxilla. Kedua pasang tulang tersebut mempunyai bagian
anterior yang melingkar dan bagian posterior yang
melengkung.
ii. Ossa conchae membentuk tiga lorong bagian lain dari
cavum nasi. Maetus nasi communis terdapat diantara facies
medialis dari Ossa conchea nasalis dorsalis et ventralis
dengan septum nasi. Maetus nasi dorsalis memisahlan Os
18
conchae nasalis dorsalis dengan atap cavum nasi. Maetus
nasi ventralis dibentuk oleh Os conchae nasi ventralis
dengan palatum durum. Maetus nasi medius terdapat
diantara Os conchae nasi dorsalis dengan Os conchae
ventralis.
2.2.4 Tulang-tulang tunggal wajah (pars splanhcnocranii)
1. Os vomer
i. Tulang ini merupakan tulang tunggal yang turut
membentuk bagian ventral dari cavum nasi. Tulang ini
memanjang dari ujung anterior corpus sphenoidale sampai
processus palatinus dari Os incisivum.
2. Os palatinum
i. Tulang ini terletak di sebelah lateral choanae dan turut
membentuk bagian posterior dari palatum durum.
ii. Lamina horizontalis terdapat di sebelah posterior dari
processus palatinus dan Os maxilla. Margo anterior
membentuk foramen palatinum majus bersama processus
palatinus dari Os maxilla. Margo posterior ini konkaf dan
bebas.
iii. Lamina prependicularis merupakan suatu dinding yang
tegak lurus dan menjadi dinding lateral dari choanae.
Lamina ini bersama dengan processus palatinus dan tuber
maxilla dari Os maxilla membentuk dinding fossa
pterygopalatina di ventral orbita mata. Margo anetrior
fossa tersebut ditembus foramaen sphenopalatinum yang
menuju cavum nasi. Bagian anterior dari foramen tersebut
terdapat foramen maxillare dan di sebelah ventralnya
terdapat foramina palatina minora.
3. Os mandibula
i. Tulang ini merupakan tulang terbesar daerah wajah. Tulang
ini terdiri atas sebuah corpus dan dua rami.
19
ii. Corpus mandibulae adalah bagian anterior yang tebal dan
mengandung alveol-alveol gigi seri. Facies lingualis licin
dan konkaf. Facies mentalis konveks dan berhubungan
denga bibir bawah. Pars incisiva adalah tepi yang
mengandung alveoli untuk gigi seri dan gigi taring.
iii. Rami mandibulae terdiri dari pars molaris dan par
articularis. Pars molaris mempunyai alveoli untuk gigi
geraham sedangkan pars articularis bebidang luas uttuk
pertautan otot.
iv. Facies latelaris beraspek licin dan sedikit konceks di pars
horizontal. Foramen mentale ditemukan pada bagian yang
berbatas dengan corpus. Pars articularis sedikit konkaf dan
pada anjing terdapat fossa massenterica. Facies medialis
terdapat foramen mandibulae yang menuju canalis
mandibulae dan berujung di foramen mentale
v. Margo ventralis mempunyai suatu lekuk yang disebut
incisura facialium. Lekuk ini pada kuda berjalan ateri
facialis dan ductus parotideus. Angulus mandibulae
merupakan sudut caudoventral yang tebal dan kasar.
Extrimitas articularis adalah ujung dari pars articularis yang
menghadap ke dorsad. Processus coronoideus terdapat di
anterior dan caput mandibulae terdapat di posterior.
Incisura mandibulae memisahkan kedua penjuluran
tersebut.
4. Os hyoideum (tulang lidah)
i. Tulang ini terletaj diantara kedua pars articulari dari Os
mandibula. Tulang ini bertaut dengan processus styloideus
dari Os petrOsum.
ii. Corpus (basihyoideum) merupakan bagian dasar yang
pendek melintang dan menjadi dasar bagi ceratohyoideum
yang berdiri di masing-masing ujungnya. Processus
lingualis menjulur ke anterior dari corpus dan merupakan
20
tempat bertautnya akar lidah. Thyrohyoideum (cornua
majus) mengarah ke dorsoposterior dari sisi lateral corpus.
Ujung sebelah posterior dari cornua ini berhubungan
dengan cartilago thyroidea dari tulang rawan larynx.
Ceratohyoideum merupakan batang-batang pendek yang
membersit dari ujung corpus mengarah ke dorsoanterior.
Ujung dorsalnya bersatu dengan stylohyoideum.
Stylohyoideum sendiri merupakan tulang terbesar yang
mengarah dorsoposterior dengan ujung dorsalnya bertaut
dengn Os petrosum dan ujung ventral bertaut dengan
epihyoideum. Epihyoideum adalah tulang-tulang kecil
diantara stylohyoideum dan ceratohyoideum . Pada hewan
dewasa tulang ini bersatu dengan stylohyoideum.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuary 2015 di Laboratorium Riset
Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi, dan Embriologi, Departemen Anatomi
Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat diseksi
yang meliputi pinset, tabung ukur, lem, alat ukur, alat tulis, Nomina Anatomica
Veterinaria 2005 dan perlengkapan fotografi.
Bahan yang digunakan adalah tulang tengkorak badak jawa jantan
3.3 Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan tengkorak badak jawa dengan bagian
mandibula yang terpisah serta gigi-gii telah di fiksasi. Pengamatan dilakukan pada
pars neurocranii dan pars splanhcnocranii. Hasil pengamatan yang telah
21
dilakukan dicatat dan diberikan penamaan berdasarkan Nomina Anatomica
Veterinaria (ICVGAN 2005). Selanjutnya hasil pengamatan didokumentasikan
dan dibandingkan dengan literatur dari hewan-hewan lain. selain itu dilakukan
pengamatan terhadap perilaku badak Jawa lewat dokumentasi kamera trap.
DAFTAR PUSTAKA
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species. 2012.
Appendices I, II, and III [Internet]. [diunduh 2015 Januari 14]. Tersedia
pada : www.cites.org.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2008. IUCN Red List of
Threatened Species [Internet]. [diunduh 2015 Januari 14]. Tersedia pada :
www.iucnredlist.org.
[IRF] International Rhino Foundation. 2015. Javan Rhino[Internet]. [diunduh
2015 feb 16]. Tersedia pada: http://www.rhinos.org/rhinos/javan-rhino [14
January 2015]
Brook S, Groot P, Mahood S, Long B. 2011. Javan Rhinoceros (rhinoceros
sondaicus) from Vietnam. WWF Report 2011: WWF.
Daryan. 2014. Perilaku Pokok Badak Jawa. Banten (ID): Taman Nasional Ujung
Kulon
Hariyadi A, Setiawan R, Daryan, Yayus A, Purnama H.2010. Preliminary
Behavior Observation of the Javan Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus)
Based on Video Trap Surveys in Ujung Kulon National Park [field note].
Pachyderm no 47 January-June 2010.
Presiden Republik Indonesia.1999. Peraturan Pemerintah no 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis tumbuhan dan Satwa. Jakarta (ID)
Nurhidayat, Sigit K, Setijanto H, Agungpritono S, Nisa C, Novelina S, Supratikno. 2011. Penuntun Praktikum Osteologi Veteriner. Bogor (ID):
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Rahmono W, Isnan M, Sadjudin H, Gunawan H, Dahlan E, Sectionov, Pairah,
Haryadi A, Syamsudin, M, Talukdar B, Gillison A. 2009. Report on a
Second Habitat Assessment for the Jacan Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus
sondaicus) within the Island of Java. Yulee (USA); International Rhino
Foundation.
Tougard C, Delefosse T, Hanni C, Montgelard C. 2001. Phylogenetic
Relationship of the five Extant Thinoceros Species (Rhinocerotidae,
Periossodactyla) Based on Mitochondrial Cytochrome b and 12S rRNA
Genes. Molecular Phylogenetics and Evolution. 19(1): 34-44.
Recommended