View
8
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 1
PROSPEKTIF HUKUM ISLAM DI INDONESIA
(Pelembagaan, Perubahan dan Prospektif)
oleh : Drs. H. Anshoruddin, SH.,MA.
(Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pontianak)
I. PENDAHULUAN
Kata hukum itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang kita pakai berasal
dari bahasa Arab, hukm. Artinya norma atau kaidah, yaitu ukuran, tolak ukur,
patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau
perbuatan manusia dan benda. Hazairin mengatakan, bahwa hubungan arti kata
hukum dalam kedua bahasa tersebut sangat erat, sebab, setiap peraturan,
apapun macamnya dan sumbernya mengandung norma atau kaidah sebagai
intinya.
Di dalam Islam ada lima hukm atau kaidah, yang dijadikan patokan
perbuatan manusia, baik beribadah maupun bermuamalah. Lima kaidah itu
adalah (1) Wajib, (2) Sunnah, (3) Mubah, (4) Makruh dan (5) Haram.
Kelimanya bisa disebut Al Ahkam Al Khamzah atau hukum yang lima.
Wajib adalah suatu kaidah Hukum Islam yang mengandung perintah harus
dilaksanakan dengan mendapat pahala dan berakibat mendapat dosa bila
meninggalkannya. Sunnah mengandung suatu anjuran untuk melaksanakan
sesuatu yang akan memberi manfaat memperoleh pahala bagi pelaku dan tidak
ada konsekuensi menanggung dosa bila meninggalkannya. Makruh, merupakan
kaidah yang mengandung muatan selayaknya tidak dilakukan dengan
mendapatkan pahala dan bila dilakukan akan mendapatkan kerugian bagi
pelaku tidak berdosa. Sedang kaidah yang memberikan kewenangan
kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah
mubah. Sementara haram merupakan kaidah yang mengandung larangan untuk
dilakukan dengan konsekuensi mendapat dosa, namun bila ditinggalkan akan
mendapat pahala.
Orang sering menyamakan Istilah Hukum Islam dengan Syari'at atau fiqh.
Padahal jika dicermati lebih dalam akan jelas pengertian dan perbedaan
masing-masing serta cakupan bahasannya.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 2
Bahkan Hukum Islam dengan agama Islam sering disalah pahami. Dalam
hal ini, menurut Mohammad Daud Ali ada tiga hal yang menyebabkannya.
1. Salah memahami ruang lingkup ajaran Islam.
2. Salah menggambarkan kerangka dasar ajaran Islam.
3. Salah mempergunakan metode mempelajari Islam.
Ada seorang yang menganggap semua agama mempunyai ruang lingkup
ajaran yang sama. Karena itu kemudian ia salah dalam menggambarkan
kerangka dasar agama Islam. Islam dipelajarinya dengan sepotong-sepotong.
Apalagi metode yang dipakai tidak benar. Agama Islam hanya dijadikan obyek,
tidak untuk diamalkan.
II. PROSPEKTIF HUKUM ISLAM
Prospektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kemungkinan
yang terjadi atau harapan, demikian pula menurut Pius dalam Kamus llmiah
Populer. Dalam hal ini ada harapan bahwa di masa yang akan datang semakin
banyak lagi muatan-muatan Hukum Islam bisa masuk dan mewarnai
perundang-undangan nasional.
Beberapa indikasi itu adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini,antara lain seperti UU
Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU
Pengelolaan Zakat,UU tentang Wakaf , UU Penyelenggaraan Keistimewaan
DI Aceh, UU Pemerintahan Aceh dan UU Perbankan yang juga memuat
prinsip ekonomi Islam, merupakan modal bagi terbentuknya undang-undang
yang lain.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen
beragama Islam akan memberi pertimbangan yang signifikan dalam
mengakomodasi kepentingannya. Demi terselenggaranya pelaksanaan
hukum yang lebih efektif dan efisien, maka solusi yang tepat adalah
memenuhi aspirasi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam ini.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek sehari-hari. Banyak aktifitas
keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan
kesadaran mereka menjalankan syari'at atau hukum Islam. Seperti ibadah
haji, umroh, pembagian zakat dan waris.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 3
4. Politik pemerintah ataupun political will dari pemerintah dalam hal ini sangat
dibutuhkan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah, mustahil
Hukum Islam menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
Lebih spesifik lagi, ke depan diperlukan keterlibatan para akademisi di
perguruan-perguruan tinggi, baik dari Fakultas Hukum di Perguruan Tinggi
Umum maupun dari Fakultas Syari'ah di IAIN, dengan mengembangkan Iem
baga-lembaga penelitiannya, diharapkan bisa memberikan bahan rujukan bagi
para praktisi hukum, dalam mengambil keputusan yang terkait hukum yang
hidup di tengah masyarakat.
Maka sangat tepat bila pakar hukum Islam Prof. Dr. H. Bustanul arifin,
S.H. mengatakan prospek Hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional
sangat positif karena secara Kultural, yuridis, dan sosiologis memiliki akar kuat.
Hukum Islam menurutnya menawarkan konsep hukum yang lebih universal dan
mendasarkan pada nilai-nilai esensial manusia sebagai khalifatullah, bukan sebagai
homo economicus.
Namun demikian, dalam prakteknya efektifitas pelaksanaan hukum tetap
tergantung kepada tiga komponen seperti yang disampaikan Robert B Seidman
dalam Model of Law and Development, yaitu peraturan perundang-undangan itu
sendiri, aparat pelaksana penegak hukum dan masyarakat sebagai pelaksana
atau yang dikenai hukum.
A. Islam Kaffah
Di dalam ajaran agama Islam, manusia diciptakan semata-mata untuk
mengabdi atau beribadah kepada sang pencipta, Allah SWT. Sebagaimana
dalam kitab suci Al- Qur'an Surat Adza-Dzariyat, ayat 56 :
عبدون نس إال ليـ وما خلقت الجن واإل
Artinya: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku."
Melaksanakan ajaran agama Islam haruslah secara menyeluruh
(Kaffah) atau sempurna, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-
Baqarah, ayat 208 :
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 4
لم كافة وال تـتبعوا خطوات الشيطان ياأيـها الذين آمنوا ادخلوا في الس
. ه لكم عدو مبين إن
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu dalam
Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah
syetan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."
Dalam konteks tersebut, pribadi muslim yang kaffah adalah mereka
yang bertakwa, yakni menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan
menjauhi larangan-Nya.
Menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama berarti
melaksanakan seluruh ajaran agama dengan segala konsekuensi-nya.
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa perintah dan larangan termasuk dalam
kaidah Hukum Islam, yang disebut al-Ahkam Al-Khamsah.
B. Hukum Nasional
Ada ungkapan yang mengatakan "Ubi societas ibis lus " yang artinya di
mana ada masyarakat di sana ada hukum. Karena itu bisa dikatakan, bahwa
hukum di Indonesia sudah ada sejak adanya masyarakat yang mendiami
kepulauan nusantara ini. Tentu saja hal ini berlangsung sudah cukup lama
sekali.
Hanya saja, saat itu hukum yang berlaku mengikuti perjalanan
sejarah secara alami, mengikuti kebutuhan masyarakat tanpa ada
perencanaan yang matang tentang hukum sebagaimana saat ini.
Barulah setelah Negara Indonesia merdeka dan berdiri sendiri, mulai
terpikirkan perlunya suatu Hukum Nasional yang akan mengatur perjalanan
bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, sebagai dasar Negara kita
telah memberikan arah yang mendasar bagaimana seharusnya hukum di
Indonesia. Kemudian muncul konsep hukum dalam pola fikir wawasan
nusantara yang mengatakan, bahwa seluruh kepulauan nusantara
merupakan satu kesatuan hukum dalam arti hanya ada satu Hukum
Nasional yang mengabdi kepada kepentingan Nasional.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 5
Namun demikian, untuk membentuk satu system Hukum Nasional
diperlukan usaha yang serius dan terus menerus. Sebab dalam
kenyataannya, bahwa sebagian besar hukum yang berlaku belum
membentuk satu system karena adanya pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
yang menyebutkan : "Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini" Akibatnya adalah, bahwa tata hukum kita masih beragam,
misalnya:
1. Ada Hukum Barat dari zaman penjajahan yang individualistik
2. Ada Hukum Adat yang bersifat komunal dan
3. Ada Hukum Islam yang religius.
C. Hukum Barat Sebagai Sumber Hukum Nasional
Tidak dapat dipungkiri, bahwa perjalanan hukum di Indonesia tidak
lepas dari perjalanan panjang bangsa Indonesia. Berbicara tentang sejarah
bangsa berarti berbicara tentang kemerdekaan bangsa itu sendiri dari
penjajahan.
Negara Indonesia lebih dari tiga abad dijajah oleh Negara-negara
Barat, seperti Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Bahkan Belanda
menduduki Indonesia selama 350 tahun. Sebuah kurun waktu yang sangat
panjang yang melahirkan beberapa generasi dan diikuti munculnya
perundang-undangan yang mengatur tata kehidupan kawasan jajahan.
Melihat kenyataan itu, tidak pelak lagi kalau hukum kolonial masih
begitu banyak yang terdapat di dalam perundang-undangan di Negara kita.
D. Hukum Adat sebagai Sumber Hukum Nasional
Adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa dan penjelmaan
jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, adat berarti kebiasaan, aturan atau perbuatan yang lazim
ditutur atau dilakukan sejak dahulu kala. Sedangkan Prof. Kusumadi
Pudjosewojo mengartikan adat sebagai tingkah laku yang oleh dan dalam
suatu masyarakat (sudah, sedang, akan) diadakan.
Hukum Adat pertama kali diperkenalkan oleh C Snouck Hurgronje di
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 6
Indonesia dari bahasa Belanda "adatrecth", yang selanjutnya dipakai oleh
Van Vollenhoven dengan Istilah tehnis-juridis. Istilah Hukum Adat baru
muncul dalam perundang- undangan pada tahun 1920, yaitu dalam Undang-
Undang Belanda mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda. Dalam
bukunya De Atjehers, yang menampilkan Istilah Adatrecht pada tahun 1893,
Snouck menunjukkan hukum yang mengendalikan kehidupan masyarakat
Aceh adalah adat yang mempunyai konsekuensi hukum. Karena itu, dalam
teori Receptie yang diberlakukan Belanda menegaskan Hukum Islam hanya
berlaku bagi orang Indonesia bila ia telah diterima oleh hukum adat.
Hukum adat adalah non-statutair, dimana sebagian besar adalah
hukum kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam. Karena itu dalam seminar
Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta pada tahun 1975
berpendapat, bahwa hukum adat merupakan hukum Indonesia asli yang
tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang
di sana-sini mengandung unsur agama.
E. Hukum Islam sebagai Sumber Hukum Nasional
Menurut sejarahnya, sebelum penjajahan Belanda datang ke
Indonesia mereka mengira Indonesia (Hindia Belanda) masih berupa hutan
belantara, hanya dihuni satwa dan tidak ada hukum didalamnya. Padahal
kenyataannya, sudah ada hukum yang berlaku, yaitu hukum Islam.
Islam telah diterima oieh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah
datang ke Indonesia. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada
abad I Hijriyah ada pula yang mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad
ke-13 Masehai. Yang jelas Islam datang sekaligus hukum Islam telah diikuti
dan dilaksanakan oleh pemeluknya di Indonesia.
Fakta sejarah menunjukkan pada pertengahan abad ke 14 Masehi
telah muncul seorang ahli agama dan hukum Islam dari Samudra Pasai,
yaitu Sultan Malik Zahir. Bahkan pada zaman itu, para ahli hukum Kerajaan
Malaka datang ke Samudra Pasai untuk memecahkan permasalahan-
permasalahan hukum.
Ada juga ahli Hukum Islam, Nuruddin Ar-Raniri menulis sebuah buku
yang berjudul as Sirath al-Mustaqim pada tahun 1628. juga pada abad ke 16
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 7
Masehi sudah muncul kerajaan-kerajaan Islam, seperti Mataram, Banten
dan Cirebon yang lambat laun bisa mengislamkan penduduknya.
Bahkan kenyataan lain telah diakui oleh Belanda, setelah melihat
banyak pemberontakan terhadap penjajahannya. Perang Diponegoro yang
begitu dahsyat ternyata merupakan perlawanan untuk menegakkan Hukum
Islam. Hal ini terkuak dari memori seorang Letnan Kolonel Belanda pada
masa Perang Diponegoro yang mengisahkan bahwa tujuan perlawanan
orang jawa terhadap Belanda sebenarnya adalah agar hukam Islam
berlaku untuk orang Jawa (Belanda menyebut Perang Diponegoro
sebagai Perang Jawa).
Tapi sebenarnya, sejak VOC, Belanda sudah mengakui Hukum Islam
di Indonesia. Adanya Regerings Reglemen, mulai tahun 1855 Belanda
mempertegas pengakuannya terhadap Hukum Islam di Indonesia. Apalagi
diperkuat dengan teori Receptio in Complexu oleh Lodewijk Willem Christian
van den Berg. Meskipun pada akhirnya ada penyimpangan, namun teori
tersebut telah menyatakan bahwa Hukum Islam berlaku untuk keseluruhan
umat Islam.
Meskipun pada mulanya kedatangan Belanda tidak ada kaitannya
dengan agama, namun dalam perkembangannya demi kepentingan
penjajahan, tidak bisa dihindari terjadi pergesekan dengan masalah hukum
penduduk pribumi. Dengan berlakunya hukum adat bagi bangsa Indonesia
dan hukum agama bagi pemeluknya muncul beberapa teori, seperti teori
Receptio in Complexu, Receptie, Receptie Exit, Receptio A Contrario dan
Eksistensia.
III. PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH MENJADI
HUKUM POSITIF
A. Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaga Negara
Tahun 1974) Nomor, Tambahan Lembaran Negara 3019).
Perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara pria dan
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 8
wanita mempunyai segi-segi hukum, yang di dalamnya ada beberapa asas,
seperti (1) kesukarelaan, (2) persetujuan kedua belah pihak, (3) kebebasaan
memilih, (4) kemitraan suami-isteri, (5) untuk selamanya, dan (6) monogami
terbuka (karena darurat). Tujuan perkawinan adalah membentuk suatu
keluarga atau rumah tangga yang bahagia, sakinah, mawaddah dan
rahmah.
Dalam kehidupan masyarakat, sebuah ikatan perkawinan mempunyai
dampak yang luas. Baik kultural, sosial maupun yuridis atau hukum.
Dampak yang lebih besar akan muncul manakala sebuah perkawinan
menghasilkan keturunan. Persoalan-persoalan kemudian menimbulkan
beberapa aspek, antara lain aspek hukum. Karena itu diperlukan
perundang-undangan yang mengatur masalah perkawinan dengan segala
aspeknya.
B. Undang-undang Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor : 50 Tahun 2009,
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400).
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
maksud dan tujuan di undangkannya serta manfaatnya antara lain:
1. Mempertegas status kedudukan serta kewenangan Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian dari pelaksana kekuasaan kehakiman dalam
Negara Republik Indonesia.
2. Menciptakan kesatuan hukum /univikasi Peradilan Agama sebagaimana
tersebut dalam huruf (d) konsiderans, menimbang undang-undang no.
07 tahun 1989 yang menyatakan "bahwa pengaturan tentang susunan,
kekuasaan dan hukum secara Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Agama yang selama ini masih beraneka ragam".
3. Memperjelas, mempertegas dan menyempurnakan peranan, fungsi dan
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 9
susunan Peradilan Agama.
4. Merupakan tonggak penting bagi umat Islam.
5. Peradilan Agama telah menjadi Peradilan yang mandiri/sejajar.
6. Perlindungan terhadap kaum wanita lebih di tingkatkan dengan memberi
hak yang sama kepada isteri dalam membela kepentingannya.
7. Telah terciptanya pembangunan Hukum Nasional Berwawasan
Nusantara, serta sekaligus berwawasan Bhinneka tunggal ika dalam
bentuk Undang-Undang Peradilan Agama.
8. Melalui yurisprudensi lebih memantapkan upaya penggalian berbagai
kaidah hukum Islam sebagai salah satu bahan baku dalam penyusunan
dan pembinaan Hukum Nasional.
Asas-asas Undang-undang No. 7 Tahun 1998 antara lain :
1. Peradilan Agama adalah Peradilan Negara (pasai 2 ayat (3) UU No. 48 /
2009, pasal 2 UU No. 7/1989).
2. Peradilan Agama adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama
Islam (pasai 1 ayat (1)UU. No. 7/1989).
3. Peradilan Agama menetapkan dan menegakkan hukum demi keadilan
berdasarkan Pancasila (pasai 2 ayat (2) UU. No. 48/2009).
4. Peradilan Agama memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara
berdasarkan Hukum Islam (pasai 49 dan penjelasan umum UU. No. 7/
tahun 1989).
5. Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa (pasal 2 ayat (1) UU. No. 48/2009) dan pasal 57 ayat (1) UU. No.
7/1989).
6. Peradilan di lakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (pasal 2
ayat (4) UU. No. 48/2009, pasal 57 ayat (3) UU. No. 7/1989).
7. Peradilan dilakukan menurut hukum dan tidak membedakan orang
(pasal 4 ayat (1) UU. No. 48/2009, pasal 58 ayat (1) UU. No. 7/1989).
8. Peradilan di lakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari luar,
semata-mata demi terwujudnya kebenaran dan keadilan melalui
penegak hukum (pasal 3 ayat (2) UU. No. 48/2009).
Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2006 :
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 10
Ketentuan pasal 49 UU RI No. 7 Th. 1989 Tentang Peradilan Agama
telah diubah dengan UU No. 3 Th 2006, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
islam dibidang :
a. Perkawinan;
b. Waris;
c. Wasiat;
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Infaq;
h. Shadaqah; dan
i. Ekonomi Syari’ah
Ketentuan pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 50 :
(1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara
sebahimana dimaksud dalam pasal 49, khusu mengenai objek sengketa
tersebut harus dipustus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud ayat (1) yang
subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama islam, obyek
sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama
perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49.
Diantara pasal 52 dan pasal 53 disisipkan satu pasal baru yakni pasal 52,
yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 52 A : Pengadilan Agama memberikan istbat kesaksian Rukyat Hilal
dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah
Penjelasan Pasal 49 :
Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi dibidang Perbankan Syari’ah,
melainkan juga dibidang Ekonomi Syari’ah lainnya.
Yang dimaksud dengan “antara orang-orang beragama islam” adalah
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 11
termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukan
diri dengan suka rela kepada hukum islam mengenai hal-hal yang menjadi
kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Huruf a:
Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam
atau berdasarkan UU mengenai Perkawinan yang berlaku yang dilakukan
menurut Syari’ah, antara lain :
1. Izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu tahun), dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis
lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. Perceraian karena talaq;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
Bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali di cabut;
18. Penunjukan seorag wali dalam hal seorang anak yang belum cukup
umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada
di bawah kekuasaanya;
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 12
20. Penentapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan
seorang anak berdasarkan hukum islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan unruk melakukan
perkawinan campuran;
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1
Th. 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang
lain;
Huruf b:
Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-
masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang
penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing
ahli waris.
Huruf c:
Yang dimaksud “Wasiat” adalah perbuatan seseorang yang memberikan
suatu benda atau manfaat kepada orang lain, atau lembaga/badan hukum,
yang berlaku, setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Huruf d:
Yang dimaksud dengan “Hibah” adalah pemberian suatu benda secara
sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada
orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Huruf e:
Yang dimaksud dengan “Wakaf” adalah perbuatan seseorang atau
sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentinganya guna keperluan ibadah dan
atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Huruf f:
Yang dimaksud dengan “Zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerima.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 13
Huruf g:
Yang dimaksud denga “Infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa
makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizki (karunia ) , atau
menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan
karena Allah SWT.
Huruf h:
Yang dimaksud dengan “Shadaqoh” adalah perbuatan sesorang
memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara
spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan
mengharapkan Ridho Allah SWT dan pahala semata.
Huruf i:
Yang dimaksud dengan “Ekonomi Syari’ah” adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip Syari’ah, antara lain
meliputi:
1. Bank Syari’ah;
2. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah;
3. Asuransi Syari'ah .
4. Re Asuransi Syari’ah;
5. Reksadana Syari’ah
6. Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah Syari’ah;
7. Sekuritas syari’ah;
8. Pembiayaan Syari’ah;
9. Pegadaian Syari’ah;
10. Dana pensiunan lembaga keuangan syari’ah; dan
11. Bisnis Syari’ah;
Penjelasan pasal 50 ayat (2)
Ketentuan ini memberi wewenang kepada pegadilan agama untuk sekaligus
memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek
sengketa yang diatur dalam pasal 49, apabila subjek sengketa antara orang-
orang yang beragama islam.
Hal ini menhindari upaya memperlambat atau mengulur waktu
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 14
penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa mlik atau
keperdataan lainya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan
dengan adanya gugatan di pengadilan agama.
Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau
keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di
pengadilan agama, sengketa di Pengadilan Agama di tunda untuk
menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan dilingkungan
peradilan umum.
Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika pihak yang
berkeberatan telah mengajukan bukti ke Pengadilan Agama bahwa telah
didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang
sama dengan sengketa di pengadilan agama.
Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait
dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, Pengadilan Agama
tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak
terkait dimaksud.
Penjelasan pasal 52 A:
Selama ini Pengadilan Agama diminta oleh menteri agama untuk
memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah
melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan
Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka menteri
Agama mengeluarkan penetapan secara Nasional penetapan 1(satu)
Ramadhan dan 1(Satu) Syawal.
Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan atau nasehat
mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat.
Dengan adanya perubahan atas UU No. 7 Th. 1989, tentang
peradilan agama menjadi UU RI No. 3 Th. 2006, maka memberikan
wewenang dengan kekuasaan peradilan agama bertambah luas dimana
tadinya hanya 22 (dua puluh dua) item, setelah amandemen UU No. 7 Th.
1989 menjadi 41 (empat puluh satu ) item sehingga paradigma peradilan
agama menjadi peradilan agama yang moderen karena disamping mengadili
perkawinan, waris, hibah, harta bersama , shodaqoh, zakat, infaq, juga
mengadili perkara ekonomi syariah, pengakatan anak menurut hukum islam,
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 15
dan peradilan agama semakin eksis, karena pilihan hukum dibidang waris
dihapus/tidak dipakai lagi, dan juga dengan adanya putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 93/PPU-XI/2012 Tanggal 29 Agustus 2013 pilihan hukum
dibidang Ekonomi Syari'ah yang tertuang dalam Undang- Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syari'ah pada penjelasan Pasal 55 syat 2
huruf (d) telah dihapus dan tidak berlaku lagi.
C. Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan
Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 April
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60).
Secara etimologi haji berasal dari kata al-hajj, yang mempunyai arti
tujuan, maksud, dan menyengaja. Sedangkan menurut terminologi haji
adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah (ka'bah) untuk melaksanakan
ihram, Wukuf, thawaf, sa'i dan amalan ibadah-ibadah lainnya pada suatu
masa demi memenuhi perintah Allah dan mengharap keridhaan-Nya.
D. Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 2011
(Lembaga Negara Republik Idonesia Tahun 2011 Nomor 115 ).
Menurut etimologi, zakat berasal dari kata zaka yang artinya suci,
subur dan berkah. Secara terminologi zakat berarti pemberian sejumlah
harta yang diwajibkan oleh Allah untuk di sampaikan kepada orang yang
berhak menerimanya sesuai ketentuan syara'.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 16
E. Undang-Undang yang pernah berlaku dan masih berlaku di Propinsi
Aceh .
Berkaitan dengan nama Provinsi Aceh dalam konteks hukum di Aceh
terjadi berbagai perubahan beberapa peraturan perundang-undangan yang
pernah berlaku dan yang masih berlaku yaitu melalui Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi
Aceh, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi Daerah Istimewa Aceh, dan
UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Berdasarkan keempat undang-undang ini nama Provinsi Aceh selalu
mengalami perubahan dari Atjeh, Istimewa, Nanggroe Aceh Darussalam,
dan Aceh.
Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan DI Aceh
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3893).
Memasuki era reformasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat
terbuka luas pemerintah pun sangat responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Kehidupan demokrasi berjalan dinamis.
Aspirasi rakyat Aceh yang selama orde baru tidak tersalurkan kali ini
mendapat respon yang luar biasa dari pemerintah. Kehidupan rakyat Aceh
yang religius, menjunjung tinggi adat, dan telah menempatkan ulama pada
peran yang sangat terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara perlu di lestarikan dan di kembangkan.
Pemerintah memberi jaminan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan keistimewaan yang dimiliki rakyat Aceh sebagaimana
tersebut di atas dengan munculnya Undang-Undang No. 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 17
F. Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompllasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang
menimbulkan pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan
sering terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan
upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum
Islam.
Keinginan itulah kemudian memunculkan Kompilasi Hukum Islam
(KHI), yang suatu saat bisa dijadikan pegangan para hakim di lingkungan
Peradilan Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai
buku standar yang bisa dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUHP.
Pembentukan KHI atas SKB Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama,
KHI yang di pimpin Bustanul Arifin ini bertugas melaksanakan usaha
pembangunan Hukum Isalm melalui Yurisprudensi dengan jalan Kompilasi
Hukum. Prioritas utama mengkaji kitab-kitab yang dipergunakan sebagai
putusan-putusan hakim agar sesuai dengan perkembangan masyarakat
Indonesia menuju Hukum Nasional.
Garis Besar Tentang Kompilasi Hukum Islam (Interuksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991) sebagai berikut:
1. Latar belakang penyusunan kompilasi hukum Islam.
Antara lain latarbelakangnya adalah untuk mempositifkan Abstraksi
Hukum Islam di Indonesia, sebagaimana diketahui hukum Islam dahulu
berlaku secara abstrak belum secara konkrit. Hukum Islam masih
abstrak dalam kitab-kitab fiqh yang masih belum terpadu.
2. Kompilasi hukum Islam adalah fiqh Indonesia, hasil ijtihad jama'i.
Kompilasi hukum Islam lebih mempunyai kekuatan sebagai kewajiban
moral dari masyarakat yang sekaligus sebagai upaya konkrit untuk
membina kesadaran hukum yang tinggi bagi masyarakat.
3. Demi menambah kekuatan moril yang ada, agar kompilasi hukum
Islam lebih efektif dan memiliki kekuatan operasional, maka jalur
formalnya adalah instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 jo keputusan
menteri agama nomor 154 tahun 1991 yaitu perintah meyebarluaskan
kompilasi hukum Islam.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 18
4. Pokok-pokok kompilasi hukum Islam. Pokok-pokok materi
kompilasi hukum terdiri dari tiga buku yaitu:
a. Buku I tentang hukum perkawinan.
b. Buku II tentang hukum kewarisan.
c. Buku III tentang perwakafan yang kesemuanya terdiri dari 229
pasal.
5. Rumusan kompilasi hukum Islam mempunyai sasaran yang jelas
yaitu :
a. Demi memperluas cakrawala umat Islam mengenai hukum Islam
b. Upaya mengakhiri perbedaan-perbedaan yang tajam, justru pada
masalah-masalah yang tidak asasi atau untuk mengaktualisasikan
Qaidah :
حكم الحاكم إلزام یرفع الخالف
6. Kompilasi Hukum Islam adalah merupakan terobosan untuk
mengatasi kebekuan, karena telah merasa puas terhadap yang telah
ada, ada dua hal penting yang telah terjadi yaitu;
a. Terjadinya konsensus/ijma' ulama Indonesia mengenai hukum
Islam, dalam sejarah modern umat Islam Indonesia.
b. Rutinitas kearah terbentuknya sistem hukum Islam secara tertulis,
yang dalam hal ini adalah kompilasi hukum Islam adalah model
permulaan.
7. Efek positif dari Impres nomor 1 tahun 1991:
a. Menyamakan persepsi penerapan hukum.
b. Mempercepat proses taqribi bainal umat / mendekatkan umat
dengan hukum Islam.
c. Mengurangi sumber pertentangan diantara Umat.
d. Menghilangkan faham private affair (pelaksanaan hukum Islam
secara pribadi).
e. Langkah awal univikasi hukum Islam.
f. Melengkapi Peradilan Agama dengan hukum terapan.
8. Pembaharuan hukum yang di muat dalam Kompilasi Hukum Islam
a. Perkawinan harus dilakukan dan dicatat di hadapan dan oleh
pegawai PPN (KUA)
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 19
b. Poligami harus dengan ijin Pengadilan Agama, berdasar alasan-
alasan tertentu menurut Undang-Undang.
c. Pembatasan umur layak kawin untuk wanita (16 tahun) dan pria (19
tahun).
d. Harta bersama dibagi 1 : 1 antara suami dan isteri.
e. Kedudukan suami dan isteri sama dalam hal hukum perceraian
f. Diakuinya ahli waris pengganti di Mesir dengan Anak angkat dan
ahli waris' non muslim mendapat bagian dari wasiat wajibah
g. Pengaturan administrasi pelaksanaan hibah, wasiat dan wakaf yang
tidak terdapat dalam kitab-kitab kuning, telah diatur dalam kompilasi
hukum islam.
h. Hibah dari orang tua pada anaknya dapat diperhitungkan sebagai
warisan.
i. Seorang yang cakap bertindak, hanya dapat menghibahkan
hartanya kepada orang lain yang sebanyak-banyaknya sepertiga
bagian saja.
j. Dan lain-lain.
IV. PENUTUP / KESIMPULAN
Perkembangan Hukum Islam di Indonesia merupakan wujud dari aktualita
dinamika masyarakatnya. Keterlibatan semua komponen bangsa telah
memberikan andil besar dalam perkembangannya. Hukum Islam, meski telah
mengalami berbagai "tantangan", namun tetap eksis dan terus berkembang.
Ke depan, tentu saja memerlukan perhatian yang lebih serius lagi dari
semua pihak. Tantangan ke depan akan lebih besar, sebab masyarakat yang
semakin maju akan terbuka menerima segala bentuk informasi. Apalagi dengan
kemajuan teknologi informasi-komunikasi, segala informasi global akan dengan
mudah diakses oleh masyarakat. Dengan demikian hal ini akan memberikan
alternatif bagi masyarakat, utamanya umat Islam untuk lebih bisa
mengaktualisasikan hukum Islam dalam kehidupan keseharian dalam
berbangsa dan bernegara.
Utamanya umat Islam untuk lebih bisa mengaktualisasikan hukum Islam
dalam kehidupan keseharian dalam berbangsa dan bernegara.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 20
Karena itu, berbagai kemungkinan, tantangan dan peluang ke depan
adalah tanggungjawab semua pihak. Terutama sekali adalah para praktisi
hukum, para akademisi, ulama dan elit politik untuk menggali lebih banyak lagi
Hukum Islam bisa menjadi perundang-undangan di Indonesia. Upaya
profesional sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing sangat
diperlukan. Hakim dengan keahliannya harus terus meningkatkan
kemampuannya, Akademisi di Perguruan Tinggi Islam terus menggali hukum
Islam yang relevan dan kontekstual dengan masyarakat, para ulama dengan
keahliannya mensosialisasikan hukum Islam di tengah umatnya, dan tentu para
elit politik yang duduk dilembaga legislatif dan eksekutif harus berjuang
memasukkan hukum Islam menjadi perundang-undangan dalam tata hukum
Negara Republik Indonesia.
Bagaimanapun dukungan masyarakat muslim dalam hal ini sangat
dibutuhkan. Dengan mengacu undang-undang yang sudah berlaku (menurut
hukum Islam) seperti UU Perkawianan, UU Peradilan Agama, UU
Penyelenggaraan Ibadah haji, UU Pengelolahan Zakat, UU tentang Wakaf ,UU
Penyelenggaraan Keistimewaan DI Aceh, dan UU Pemerintahan Aceh,UU
Perbankan Syari'ah serta adanya Kompilasi Hukum Islam, Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari'ah , maka sangat mungkin dimasa yang akan datang akan lebih
banyak lagi Hukum Islam masuk dalam perundang-undangan di Negara kita.
Kesimpulannya prospek ke depan tergantung pada :
1. Investasi pendidikan agama, artinya bagaimana pendidikan agama bisa
memberikan kesadaran hukum masyarakat, terutama kesadaran terhadap
pelaksanaan hukum agama.
2. Modal yang sudah diberikan oleh generasi sekarang berupa:
a. Sumber daya manusia yang cerdas, perannya akan sangat strategis
di masa yang akan datang.
b. Undang-Undang yang sudah ada.
c. Putusan-putusan Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama atau
Mahkamah Agung.
3. Iklim atau suasana global, dimana alam demokrasi semakin terbuka lebar.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 21
Untuk itu dimasa yang akan datang di perlukan usaha-usaha sebagai
berikut:
1. Kodifikasi Hukum Islam, baik dalam badan-badan peradilan maupun
organisasi-organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
2. Sosialisasi Hukum Islam, yaitu mengadakan sosialisasi yang terencana
terhadap Hukum Islam untuk mengantisipasi terhadap kebutuhan
masyarakat. Misalnya bagaimana harta waris bisa secepatnya dibagi agar di
kemudian hari tidak terjadi masalah sebagaimana umumnya jika harta waris
dibagi terlalu jauh dengan peristiwa kematian si pemberi waris.
3. Penelitihan terhadap Hukum Islam yang hidup di tengah masyarakat oleh
Perguruan Tinggi (PT), baik PT umum dalam hal ini Fakultas Hukum
ataupun PT agama dalam hal ini Fakultas Syari'ah. Hasil penelitihan
tersebut bisa digunakan untuk sosialisasi kepada masyarakat dan sebagai
acuan atau pertimbangan Putusan Hakim.
Demikian tulisan ini di buat, sudah barang tentu disana sini masih banyak
kekurangannya. Semoga bermanfaat.
Amin.
Pontianak, 22 Pebruari 2016 M.
13 Jumadil Awwal 1437 H.
Prospektif Hukum Islam Di Indonesia | 22
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Drs.H. SH,SIP.M.Hum, Hukum Islam Dalam Berbagai Wacana,
Penerbit Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003.
Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Pembangunan Hukum Nasional, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
A. Nasir Yusuf, Problematika Manasik Haji, Penerbit Pustaka, Bandung, 1994.
Bustanul Arifin, Prof.Dr.H. SH, Transformasi Hukum Islam Ke Hukum Nasional,
Yayasan Al-Hikmah, Jakarta, 2001.
_________________________ , Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia Akar
Sejarah, Hambatan dan Prospeknya, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan
Peradilan Agama, Jakarta, 2001.
Juhaya s. Praja, Filsafat Hukum Islam, LPMM Universitas Islam Bandung,
Bandung, 1995.
Mahkamah Agung RI, Suara Uldilag, edisi II, Jakarta, 1 Juli 2003.
_________________________ , vol. I No. 3, Oktober 2003.
Mohammad Daud Ali, Prof.H.SH, Hukum Islam Dan Peradilan Agama, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Muchsin, Prof.Dr.H.SH, Hukum Islam Dalam Perspektif Dan Prospektif, Al-Ikhlas,
Surabaya, 2003.
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam Di Indonesia, Universitas Yarsi, Jakarta, 1999.
Soleman B. Taneko, Hukum Adat Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa
Mendatang, Eresco, Bandung, 1987.
Yahya Harahap, SH, Informasi Kompilasi Hukum Islam (makalah dalam seminar
nasional), tahun 1992, UII, Yogyakarta.
Zainal Abidin Abu Bakar, H.SH, Sejarah Kompilasi Hukum Islam (makalah dalam
seminar) tahun 1995.
Recommended