View
89
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
vvv
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Identifikasi proteomic berbasis biomarker untuk janin yang
abnormal pada plasma ibu, cairan amnion dan cairan reproduktif
membuat progress yang signifikan pada 5 tahun terakhir ini. Teknik
ini sangat sensitive dan membutuhkan jumlah kecil cairan tubuh,
hal ini diharapkan akan membuka jalan untuk perkembangan
noninfasif yang efektif.
Selama ini sejumlah dari cairan tubuh, seperti serum ibu dan
plasma, cairan amnion, cairan serviks, cairan vagina, urin, saliva
atau material fetus seperti trofoblast plasenta, membrane fetus
atau tali pusat, telah digunakan dengan sukses dalam upaya untuk
mengembangkan marker untuk sejumlah kehamilan yang patologis.
Dalam pembahasan saat ini, akan difokuskan pada munculnya
proteomic sebagai platform teknologi utama dalam mempelajari
berbagai jenis kondisi janin dan mengembangkan marker untuk
gangguan yang berhubungan dengan kehamilan, seperti aneuploidy
fetus, kelahiran premature, pre-eklampsia, infeksi intra-amnion dan
fetal stress.
Kesenjangan ekonomi antara negara maju dan berkembang
semakin cepat. Lebih dari setengah populasi dunia berada pada
Negara berkembang, dan mayoritas kelahiran berada pada Negara
berkembang. Namun dengan perkembangan yang pesat membuat
suatu perubahan set demografi : ibu bekerja, keluarga kecil dan
kehamilan selanjutnya. Jadi sekarang, lebih dari sebelumnya,
diagnosis prenatal menjadi isu penting bagi keluarga di seluruh
dunia.
1
Pada saat yang sama, “omics” era menawarkan pilihan
teknologi baru untuk penemuan biomarker dan diagnostic klinis.
Apakah teknologi ini memungkinkan identifikasi tunggal/panel dari
diagnostic markers yang digunakan pada mereka sendiri, atau
menjadi bagian dari keseluruhan strategi untuk meningkatkan
akurasi dan mengurangi false-positive yang masih perlu dilihat.1
Misalnyam dalama deteksi antenatal pada Down’s syndrome (DS),
ada kemungkinan bahwa strategi –omics dapat membantu
meningkatkan deteksi yang melampaui 95% dan yang lebih penting
untuk mengurangi false positive dibawah 1%. Kita percaya bahwa
umumnya akan terjadi, kecuali beberapa gangguan gen tunggal.
The Human Genome Project dirampungkan pada tahun 2003,
dan dampak dari obat genomic pada diagnostic prenatal kini
menjadi jelas. Dalam konteks ini menarik untuk melihat
penggabungan teknologi baru dan strategi genom untuk mengatasi
kondisi genetic janin yang penting, DS (trisomy 21). 2,3,4
Pada pembahasan ini, mengeeksplorasi strategi proteomic
baru yang telah digunakan untuk mempelakari kondisi janin dan
focus dalam strategi proteomic yang telah digunakan dengan
sukses hingga saat ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Clinical Proteomics & Fetal Diagnosis
Istilah Proteomik diciptakan oleh Marc Wilkins pada tahun
1984, dimana menunjukkan skala besar dari keseluruhan
komplemen protein dari cairan tubuh, jenis sel, jaringan atau
seluruh organisme.5 Tujuan dari Clinical Proteomics adalah untuk
mengidentifikasi biomarker untuk diagnosis dan terapi intervensi
untuk berbagai kondisi penyakit dengan membandingkan profil
proteomic atau entitas individu (protein atau peptida)
pengendalian penyakit dan kondisi. Platform proteomic yang
berbeda telah sukses dalam penilaian sampel klinis dalam
kedokteran feto-maternal.6,7 Meskipun 2D Gel Electrophoresis
(2DE) tetap menjadi penting untuk identifikasi protein, sekarang
sedang bertambah dengan analisis Mass Spectrometry (MS)
sebagai sarana untuk mengkarakterisasi mileus kompleks yang
diteliti.8,9
Dapat diterima bahwa untuk mendiagnosis prenatal adalah
dengan deteksi penanda pada darah ibu sehingga dapat
3
memprediksi terjadinya kelainan pada janin. Bentuk diagnoiss
prenatal noninvasive menawarkan kesempatan untuk benar-
benar menghilangkan resiko yang berhubungan dengan
prosedur, seperti amniosentesis dan chorionic villus sampling.10
Pada konteks ini, pendekatan untuk mendeteksi produk gen
janin dalam sirkulasi ibu mungkin menawarkan peluang baru
intuk mengidentifikasi protein yang dapat menjadi kunci
penanda diagnosis untuk penyakit tersebut. Misalnya, penanda
proteomic tersebut mungkin menggantikan penanda skring saat
ini untuk skring kehamilan pada resiko bearing an aneuploidy
fetus.10,11
Kemajuan teknologi telah menyebabkan peningkatan yang
pesat dalam aplikasi untuk berbagai sampel, dari percobaan
awal yang menggunakan jalur sel pada jaringan yang lebih
kompleks dan cairan biologis kini sedang dikaji untuk
menetapkan perubahan dalam ekspresi protein. Sejumlah cairan
tubuh dan jaringan, speerti serum & plasma ibu, cairan amnion,
cairan serviks-vagina, urin, saliva, trofoblas, plasenta, ketuban,
tali pusat dan cairan folikular telah diperiksa hingga saat ini. 12,13,14
B. Conventional Biochemical Markers
I. Chromosomal Aneuploidy & Protein Markers
Metode diagnostic konvensional prenatal untuk
diagnosis aneuploidy janin bergantung pada perolehan
materi dengan prosedur invasive, seperti amniosentesis
atau chorion villus sampling, atau dalam kasus yang
jarang terjadi, pengambilan sampel darah janin yang
berkaitan dengan resiko 1% dari kematian janin. Untuk
meminimalkan paparan tindakan invasive ini, wanita hamil
dikelompokkan berdasarkan skring menggunakan
kombinasi ultrasonografi dan serum penanda
4
biochemical.15 Namun, metode skrining ini umumnya
menargetkan epiphenomenas, seperti nuchal
translucency, yang mana berhubungan dengan anomaly
kromosom. Praktek ini memungkinkan tingkat deteksi
lebih dari 90% untuk Down Syndrome (DS), Edward
Syndrome (trisomy 18) dan Patau syndrome (trisomy 13).16
II. Human ∝ - fetoprotein
Human ∝ - fetoprotein (AFP) merupakan tumor marker
yang berhubungan dengan glikoprotein fetus yang terlibat
baik pertumbuhan ontogenik atau onkogenk.17 Protein ini
pertama kali dijelaskan pada tahun 1972 dimana tingkat
AFP meningkat pada cairan ketuban yang ditemukan
terkait dengan defek pada neural tube.18 Saat ini, literature
biomedical telah mengumpulkan mengenai penggunaan
AFP manusia selama kehamilan sebagai biomarker dalam
serum ibu dan cairan ketuban. Studi tersebut telah
membahas pengukuran kadar serum AFP diluar nilai
normal dalam serum ibu hamil; nilai-nilai tersebut adalah
indikasi dari hambatan pertumbuhan dalam kandungan
dari janin yang sedang berkembang.
III. Inhibins as Diagnostic Markers in Human
Reproduction
Inhibin A merupakan penambahan terbaru untuk
skrining serum trimester kedua, ini merupakan hormone
subunit α−β asal plasenta, dan diukur dengan
menggunakan monoclonal two-site ELISA divalidasi untuk
digunakan dalam skrining prenatal. Inhibin A merupakan
penanda dari folikel dominan dan aktivitas korpus luteum,
dan menurun pada polycystic ovary syndrome.19 Inhibin A
juga ditemukan dapat meningkat pada penyakit
gestasional, seperti pre-eklampsia dan fetal DS, &
5
ditemukan menurun pada wanita dengan fungsi ovarium
menurun dan berkorelasi dengan respons perempuan
terhadap induksi ovulasi.
IV. Triple Test & Quadruple Test
Sejumlah penanda serum selama trimester kedua telah
ditemukan terkait dengan Down Syndrome. Penanda
utama adalah AFP, hCG atau subunit individual (free α -
and free β-hCG), unconjugated estriol (uE)3 dan inhibin A.
modalitas skrining akan tergantung pada pilihan penanda,
serta apakah USG digunakan atau tidak untuk
memperkirakan usia kehamilan. Dengan USG, diperkirakan
tingkat deteksi usia kehamilan untuk tingkat false-positive
5% diperkiran 59% menggunakan double test (AFP & hCG),
69% menggunakan triple test (AFP, hCG & uE3), dan 76%
menggunakan quadruple test (AFP, hCG, uE3, & Inhibin A),
semua dalam kombinasi dengan usia ibu.20
Kombinasi multiple marker dengan Positive Predictive
Value (PPV) yang tinggi saat ini tersedia untuk DS adalah
AFP, uE3, hCG dn inhibin A, bersama dengan umur ibu
(quadruple marker test). Dengan kombinasi ini, tingkat
deteksi 80% dengan tingkat false-positive 5% telah
dilaporkan. ADAM 12 (A Disintegrin and Metalloprotease
12) dapat merupakan tambahan yang berguna pada
skrining awal Edward Syndrome disamping anomaly
kromosom lain, khususnya jika skrining biochemical dapat
terjadi sebelum 10 minggu. Level Placental Protein (PAPP)
ditemukan menurun pada Patau Syndrome pada
kehamilan trimester kedua. Etiologi penurunan kadar PAPP
pada Edward syndrome dapat sama pada kasus Edward
syndrome, namun berbeda dari kasus DS sejak pola
temporal pada Patau syndrome dan Edward syndrome
berbeda dengan DS. PAPP-A dan free β-hCG telah
6
digabungkan dengan nuchal translucency pada skrining
trimester pertama.21,22
C. Biomarkers for Fetal Diagnostics Based on
Proteomics Platforms
Bagian berikutnya menjelaskan penelitian terbaru yang
berhubungan dengan intervensi proteomic pada berbagai
kondisi penyakit yang berhubungan dengan perkembangan dari
janin. Beberapa kondisi penyakit yang sering muncul
berhubungan dengan perkembangan janin, maupun
berhubungan dengan komplikasi pada system maternal, dan
strategi proteomic yang digunakan untuk mengidentifikasi
biomarker.
Tabel 1 : Summary of Different Studies Representing
Different Body Fluids Used for Biomarker Discovery for
Fetal Diagnostics and the Different Techniques Used to
Identify These Biomarkers
Disease Techniqu
e used
Protein Markers Re
f.
Biomarkers from maternal blood
Down
Syndrome
2D-GE,
MALDI-
TOF-MS
Western
Blot
TTHY, CERU, AFAM, AMBP, APO-E,
SAM), HRG & A1AT were
upregulated and CLUS was
downregulated
10
Down
Syndrome
2D-DIGE
2D-CF,
MudPIT;
LC/LC-
MS/MS
MALDI-
A2AP, ANT3, A2MG & ITIH4, 35 A1AG
& SAA complement system protein
B, C, & H Serum carrier protein
group, afamin & vitamin D Binding
protein are carries for the fat-soluble
vitamin E & D, Ceruloplasmin, TTHY
15
7
TOF-MS
peptide
profiling
Preeclampsi
a
MALDI-
TOF-MS
CLUS 84
Biomarkers from amniotic fluid
Histologic
chorioamnio
nitis
SELDI-
TOF-MS
Defensins 2 & 1, calgranulins C & A 52
Down
Syndrome
MALDI-MS
& nano-
ESI-MS/M
S
SFRS4; Q08170 only in DS fetuses
AF Quantitative differences were
detected for AMBP; P02760, CO1A1;
P02452, CO3A1, P02461, CO5A1;
P20908, and basement membrane-
specific heparin sulfate PGBM;
P98160 Four proteins, CO1A1,
CO3A1, CO5A1 & PGBM, appeared
as fragments
17
Intraamnioti
c
inflammatio
n
SELDI-
TOF-MS
17 protein were significantly
overexpressed 5 of them were
identified as human neutrophil
protein 1-3, calgranulin A & B
51
Neonatal
sepsis
SELDI-
TOF-MS
Neutrophil defensins 1 & 2 and
calgranulins A & C
85
Fetal alcohol
syndrome in
C57BL/6
LC-MS/MS
& MudPIT
AFP 56
Rh-
incompatibili
tty
2DE &
MALDI-
TOF-MS
Albumin, serotransferrin,
haptoglobin, AFP & Immunoglobulin
58
Preeclampsi
a
SELDI-
TOF-MS
Pro-Apo-A-I & a fuctionally obsecure
peptide, SBBI42
47
Preeclampsi 2DE & Oxidized TTHY 49
8
a MALDI-
TOF-MS
Biomarkers from placental tissues
Gestational
disease
Placental peptides for intrauterine
growth retardation, preterm labor,
preeclampsia, chromosomal
disorders, gestational diabetes &
trophoblastic disease
86
Biomarkers from trophoblasts
Preeclampsi
a
2D-PAGE
& MALDI-
TOF-MS
Disulfide isomerase precursor,
endoplasmic reticulum resident
protein, dihydrolipoyl
dehydrogenase & TIM21-like protein
87
Biomarkers from human cervical-vaginal fluid
Spontaneou
s preterm
birth
LC/LC-
MS/MS;
MudPIT,
2D-DIGE
Calgranulins, annexins, S100
calcium-binding protein A7 &
epidermal fatty acid-binding protein
were abundant in CVF and
differentially expressed as were the
serum proteins A1AT, A1AG,
haptoglobinm serotransferrin, and
vitamin D-binding protein
54
Intra-
amniotic
inflammatio
n
SELDI-
TOF-MS
17 proteins were significantly
overexpressed Five of them were
identified as human neutrophil
protein 1-3, calgranulin A & B
51
Biomarkers from saliva
Preterm
premature
rupture
Luminex
technolog
ies
Luminex technologiesSalivary matrix
metalloproteinase 9
24,
83
Biomarkers from human follicular fluid
HFF
proteome
MALDI- A large number of acute-phase
proteins, including transferrin, CERU,
88
9
from normo-
ovulatory
women
TOF-MS afamin, hemopexin, haptoglobin and
plasma amyloid protein, were
identified in HFF in relatively high
concentration supporting the
hypothesis that mammalian
ovulation can be compared with an
inflammatory event Antioxidant
enzymes such as catalase,
superoxide dismutase, glutathione
transferase, paraoxonase, heat-
shock protein 27 and protein
disulfide isomerase were detected
Authors claim that this might be an
indication that during maturation
the human follicle is well protected
against toxic injury due to oxidative
stress
Cervicovagi
nal fluid &
parturition
2D-GE Blood transport proteins (albumin &
transthyretin); structural protein (β-
actin); proteins involved in fatty acid
metabolism (fatty acid-binding
protein and acetyl-DoA-binding
protein); a calcium-binding protein
(annexin III); an anti-inflammatory
cytokine (IL-1 receptor antagonist);
proteinase inhibitors (A1AT,
monocyte/neutrophil elastase
inhibitor, squamous cell carcinoma
antigen-1 and cystatin A); and
enzymes involved in oxidative stress
defence (thioredoxin, peroxiredoxin
2, glutathione S-transferase P and
copper, zinc superoxide dismutase)
89
10
Specific
peptide
patterns of
follicular
fluids at
different
growth
stages
MALDI-
TOF-MS
Apo-A-I, collagen type IV, integrin 90
Recurrent
spontaneous
abortion
MALDI-
TOF-MS,
nano-LC
MS/MS
and
Western
blot
analysis
30
2DE = 2D gel electrophoresis; A1AG = α-1-acid-glycoprotein;
A1AT = α-1-antitrypsin; A2AP= α-2-antiplasmin precursor; A2MG
– α-2-macroglobulin precursor; AF = Amniotic Fluid; AFAM =
Afamanin; AFP = α-fetoprotein; AMBP – α-1-microglobulin; ANT3
= Antithrombin-3; APO-E = Apolipoprotein E; CERU =
Ceruplasmin; CLUS = Clusterin; CO1a1 = Collagen-α1 (I) chain;
CO3A1 = Collagen-α1 (III) chain; CO5A1 = Collagen-α1 (V) chain
d; CVF = Cervicovaginal fluid; DS = Down Syndrome; HFF =
Human Follicular Fluid; HRG = Histidine-rich Glycoprotein; ITIH4
= Inter-R Trypsin Inhibitor H4; LC = Liquid Chromatography; MS
= Mass Spectrometry; PAGE = Polycrylamide gel
electrophoresis; SAA = Serum Amyloid A; SAMP = Serum
Amyloid P-component; SFRS4 = Splicing Factor Arginine/Serine-
Rich 4; TTHY = Transthyretin.
Amniotic Fluid
11
Amniotic fluid merupakan lapisan aqueous atau cairan
disektirar janin dan berkontribusi secara signifikan pada
kesehatan janin. Cairan amnion melindungi janin dari cedera,
membantu dalam hal mobilitas dan stabilisasi temperature.
Produk janin, seperti sel janin, lanugo, urin dan fosfolipid berasal
dari paru-paru, dan tersimpan pada cairan amnion. Komposisi
cairan berubah seiring umur gestasi. Sejak cairan amnion
berhubungan dengan material janin, terdapat beberapa
perubahan dalam volume dan komposisi cairan ketuban
mungkin merupakan indikasi dari metabolisme atau status
perkembangan janin pada titik waktu tertentu dalam
kehamilannya. Oleh karena itu, abnormalitas pada
perkembangan janin menjadi reflek dalam cairan amnion pada
pembentukan nucleic acid (DNA & RNA), metabolit, peptide,
protein, enzim, lipid , sel-sel dan lainnya.23,24
Monitoring Gestational-dependent Changes in the
Developing Fetus
Plasenta manusia dihasilkan dalam jarak peptida yang lebar
dan protein selama masa kehamilan. Protein dan peptide dari
plasenta berhubungan dengan terjadinya penyakit gestasional,
seperti Intrauterine Growth Retardation, preterm labor, pre-
eklampsia, penyakit kromosom, diabetes gestasional dam
penyakit trofoblastik.25 Dalam studi terbaru, cairan ketuban
manusia telah mengalami analisis proteomic komprehensif
untuk mempelajari perubahan usia tergantung kehamilan.
Peneliti menggunakan teknik molecular, seperti gel-based 2D-
liquid chromatography (LC)-MS/MS & 2D-DIGE pada cairan
amnion, serum dan caira serviko-vagianal dalam penenlitian
gestational-dependent changes. Hasilnya berdasarkan pada
teknik 2D-DIGE yang diperliharkan pada trimester I, II dan III
sampel cairan amnion, perbedaan yang maksimal pada protein
12
cairan amnion terjadi antara trimester I & II. Penelitian
mengusulkan bahwa analisis sistemik protein baik dalam cairan
ketuban dan serum ibu dapat menyebabkan pengembangan
prosedur diagnostik baru yang noninvasive untuk memonitor
status janin. Plasenta telah digambarkan sebagai “buku harian
kehidupan intrauterine” & memiliki potensi untuk mencerminkan
banyak aspek ini pada proses ini.26
Markers for Preeclampsia
Pre-eklampsia merupakan penyebab utama dari morbiditas
dan mortalitas janin dan ibu.27 Penyakit ini masih belum
diketahui etiologinya, dan dikarakteristik oleh peningkatan
patologis tekanan darah yang tiba-tiba dari seorang ibu, dimana
jika tidak dikoreksi, dapat menjadi eklampsia dan kematian.28
Walaupun kebanyakan kasus pre-eklampsia terjadi saat
mendekati kelahiran, namun hal yang paling berbahaya yaitu
saat terjadi pada akhir trimester kedua/awal trimester ketiga
dan berhubungan dengan severe fetal growth retardation. Pre-
eklampsia hanya dapat diselesaikan dengan kelahiran dari bayi
& plasenta, ini menghasilkan kelahiran bayi yang premature.
Pre-eklampsia juga meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular
kepada bayi yang bersangkuran kedepannya. Penelitian
membuktikan bahwa hubungan antaran abnormalitas uuterine
artery Doppler flow velocimetry, resiko pre-eklampsia dan indeks
dari struktur arteri dan fungsinya. Wanita dengan hasil uterine
artery Doppler yang abnormal dapat tidak hanya meningkatkan
resiko pre-eklampsia namun juga penyakit kardiovaskular
kedepannya.29
Salah satu penelitian terbaru telah mengidentifikasi level
sirkulator dari factor angiogenik, seperti VEGF,
pgosphatidylnositol glycan anchor biosynthesis, class F (PIGF)
dan bentuk soluble dari mutual reseptor Flt1, serta plasenta
soluble endoglin (sENG), berubah pada kehamilan dimana
13
terbentuknya pre-eklampsia. Temuan ini menunjukkan bahwa
molekul-molekul ini dapat berfungsi sebagai penanda skring
untuk mendeteksi pada kehamilan beresiko. Karena perubahan
dalam factor-faktor angiogenik hanya terjadi relative terlambat
pada kehamilan, pencarian terus untuk penanda yang
perilakunya diubah sebelumnya selama kehamilan pada
kehamilan tersebut. Alasannya karena bahwa deteksi dini dapat
membantu dalam pengembangan strategi terapi atau
pencegahan yang efektif. Factor seperi placental protein 13 (pp-
13), dimana perubahan terjadi pada trimester pertama
kehamilan pada mereka yang kemudian menjadi preeclampsia.30
Intra-amniotic inflammation
Infeksi intrauteri merupakan hasil dari inflamasi dari intra-
amniotic dan telah sering muncul dan merupakan penyebab
penting dari kelahiran premature yang dapat mempengaruhi
perkembangan janin yang normal. Sepertiga dari semua
kelahiran premature terjadi ketika ibu dengan invasi mikroba
dari rongga amnion dan sering mengakibatkan infeksi dari janin
dengan perkembangan fetal inflammatory response syndrome,
factor resiko untuk onset kerja yang akan datamg, komplikasi
jangka pendek pada neonatal dan kecacatan jangka panjang,
seperti cerebral palsy dan penyakit paru-paru kronik. Analisis
proteomic dari cairan servikal dan cairan amnion pada wanita
dengan inflamasi intra-amniotic menghasilkan identifikasi dari
17 protein secara signifikan diekspresikan itu apakah dalam
cairan ketuban dari kasus intra amniotic inflammation dan
terjadi lebih sering pada wanita dengan persalinan premature
dibandingkan mereka yang dengan pecah ketuban. Ke-limanya
telah diidentifikasi sebgai human neutrophil proteins 1-3,
calgranulin A & B. upaya khusus juga dibuat untuk mempelajari
penyakit sperti histologic chorioamnionitis dengan
menggunakan proteomic platform. Empat proteomic biomarker
14
cairan amnion dikarakteristik oleh inflamasi (defensins 2 & 1,
calgranulins C & A). proteomic fingerprint (Mass Restricted [MR]
score) dihasilkan dari cairan amnion menggunakan SELDI-TOF-
MS. MR score telah dibuat menggunakan 4 biomarker untuk
mempelajari keparahan dari inflasi intra-amniotic. Dari keempat
biomarker, Calgranulin C menunjukkan hubungan yang kuat
dengan kehadiran stage III Chorioamnionitis, independent of
race, amniocentesis-to delivert interval & gestational age.
Pendekatan yang sama juga digunakan untuk mendeteksi
penyakit seperti occult candida chorioamnionitis.31,32,33
Spontaneous Preterm Birth & Premature Rupture of the
Membranes
Evaluasi mengenai protein sebagai biomarker cervical-vaginal
fluid untuk diagnosis noninvasive dari penyakit yang
berhubungan dengan kehamilan, seperti Spontaneous Preterm
Birth (SPTB) & Premature Rupture of the Membranes (PROM),
telah dilaporkan baru-baru ini. Penelitian terbaru
menginvestigasi SPTB mengidentifikasi 205 protein pada
cervical-vaginal fluid, 28 dari yang diperlihatkan memiliki
perbedaan yang signifikan dalam perbandingan berpasangan
dan progresif.34
PROM merupakan komplikasi lain yang dapat mengakibatkan
morbiditas pada janin.35 2DE telah digunakan untuk membentuk
profil protein dari plasma yang mengandung protein cairan
amnion untuk PROM. Dengan menggunakan pendekatan high-
throughout untuk PROM biomarker discovery, Michel et al.
mempelajari baik plasma ibu dan sampel cairan ketuban dari
pasien yang sama dimasa kehamilan dan itu digunakan untuk
mencari protein cairan ketuban tertentu sebagai penanda
PROM.13
Detection of Chromosomal Abnormalities
15
Karena kromosom aneuploidy adalah salah satu kondisi yang
paling umum yang terkait dengan janin yang sedang
berkembang, tidak mengherankan bahwa itu adalah subjek dari
beberapa laporan menggunakan genomic canggih dan teknik
proteomic. Dalam konteks ini, pembangunan saat ini sebagian
besar focus pada penerapan berbagai platform teknologi untuk
mengidentifikasi biomarker yang bersangkutan dalam cairan
tubuh. Ini termasuk cairan ketuban, yang merupakan sumber
potensial yang kaya biomarker untuk diagnosis gangguan ibu
dan janin selama kehamilan.
Cairan ketuban memeiliki potensi besar untuk mendeteksi
beberapa tanda-tanda penyakit tertentu pada janin, dengan
potensi untuk melaksanakan diagnosis prenatal. Ketersediaan
normal Amniotic Fluid Supernatant (AFS), peta proteome adalah
alat yang berharga untuk mempelajari ekspresi protein abberant
dalam kehamilan yang terkena dampak dan berfungsi sebagai
alat penting dalam mencari penanda yang baru.
Sebagai protein, ia membentuk sejumlah jenis sel yang
berbeda, hal ini menunjukkan bahwa populasi sel cairan ketuban
dapat heterogen, yang berasal dari kompartemen janin yang
berbeda, dimana masih mengandung sel multipoten. Kehadiran
protein ini dapat berfungsi sebagai penanda untuk diagnosis
janin tetapi juga dapat membantu dengan identifikasi sel dengan
karakteristik sel induk. Dalam studi berikutnya, kelompok ini
melaporkan proteome cairan ketuban manusia yang normal.36
Pentingnya studi ini terletak pada kenyataan bahwa sampel
cairan ketuban digunakan secar arutin untuk diagnosis prenatal
dari berbagai kelainan janin.
Kondisi aneuploidy lain yang dianalisis adalah Turner
Syndrome, yang terjadi pada satu dari 2500 kelahiran
perempuan, dan disebabkan oleh lengkap atau parsial dari satu
kromosom X. Dalam analisis cairan ketuban dari 5 kehamilan
trimester kedua dengan janin Turnet Syndrome dan 5 janin
16
sebabgai control dengan 2DE, MALDI-TOF-MS dan Western
Blotting, peningkatan tingkat serotransferin, lumican, plasma
retinol-binding protein dan Apolipoprotein (APO) A-I terdektsi
pada kasus Turner Syndrome, sedangkan tingkat kininogen,
protrombin dan API A-IV mengalami penurunan.37
Masih belum jelas apakah protein cairan ketuban melintasi
placenta barrier untuk memasuko sirkulasi ibu. Premis ini harus
benar, ada kemungkinan bahwa pola diferensial diamati pada
protein ini dalam cairan ketuban dapat membantu dengan
pengembangan pendekatan skrining serupa dengan
menggunakan plasma atau serum ibu.
Pada pembahasan sebelumnya, tujuan sebenarnya adalah
pembentukan strategi noninvasive untuk mendeteksi fetus yang
abnormal, seperti dengan mendeteksi penanda protein pada
plasma atau serum ibu. Sebuah studi penting yang dilakukan
baru-baru ini oleh Nagal et.al. yang mengidentifikasi serum
biomarker yang potensial untuk mendeteksi DS.12 Studi tersebut
dilakukan pada trimester pertama dan kedua sampel serum ibu
dari kehamilan dengan janin Down Sydnrome dan umur
kehamilan yang sehat sebagai control.
Sebagian besar protein yang diidentifikasi milik glikoprotein
yang mungkin berhubungan dengan diferensiasi selular dan
pertumbuhan janin. Analisis profil peptide MALDI-TOF-MS dengan
perangkat lunak pengenalan pola menyebabkan diskriminasi DS
yang jelas dan control pad atriemster kedua, dengan tingkat
deteksi rata-rata hamper 96%. Di lain laporan terbaru
menggunakan 2DE dan MALDI-TOF-MS pada plasma ibu dari
janin dengna DS dan control yang cocok, Sembilan protein
diferensial dinyatakan terdeteksi dalam kasus DS.7
Kesimpulannya, protein diferensial diatas dinyatakan memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai biomarker untuk DS,
memberikan kesempatan untuk pengembangan skrining non-
invasif dan strategi diagnosis yang baru.
17
D. Proteomics Techniques Used for Fetal
Diagnostics & Screening
Kemajuan besar terkait dengan proteomic klinis pada tahun-
tahun terakhir ini berdasarkan pada platform MS.7 Profil protein
menggunakan teknik SELDI-TOF-MS maupun MALDI-TOF-MS,
ditambah dengan algoritma baru untuk beberapa identifikasi
protein dan klasifikasi & parameter klinis (misalnya; skor MR)
yang ditunjukkan untuk mendiagnosa kondisi penyakit.
Pendekatan multidimensional menggunakan 2DE- berbasis
pendekatan dan teknik DIGE, serta pendekatan proteomic yang
telah menghasilkan ratusan calon penanda diagnosia janin
dalam beberapa tahun terakhir. Pada bagian ini akan difokuskan
pada teknik utama yang digunakan dalam diagnose
janin/skrining. Aplikasi ini tinggi diseluruh metodologi yang yang
telah memberi kontribusi terhadap pemahaman tentang
patofisiologi yang mendasari dan identifikasi yang berhasil dari
biomarker protein yang relevan yang berpotensi dapat
mengubah diagnosis awal kondisi janin abnormal.
Multidimensional Proteomics Approaches for Fetal
Diagnostics & Screening
Pembahasan bagian ini focus pada spectrum teknik yang
banyak kelompok gunakan, serta sifat biomarker diidentifikasi
dalam proses untuk berbagai kondisi janin. Fokus sekarang pada
teknologi proteomic yaitu mengikuti teknik MS seperti
fluorescence 2D-DIGE, Cleavable Isotope-coded Afiinity Tags
(cICAT) & Isobaric Tags for Relative and Absolute Quantification
(iTRAQ), menggunakan 2D gel- atau LC-MALDI TOF/TOF. Studi
banding dari tiga metode kuantitatif sering digunakan dalam
proteomic, 2D-DIGE, cICAT & iTRAQ, dapat membedakan
sebagian besar protein deferensial diatur dalam control dan
kondisi sehat.38
18
iTRAQ adalah teknik baru yang secara bertahap mulai
berkembang popularitasnya. Akan dibahas lebih lanjut
perbedaan teknik yang digunakan pada spectrum luas dari
penyakit yang berhubungan dengan perkembangan janin,
pathogenesis dan kondisi abnormal yang berhubungan dengan
pembentukan janin.
Identifikasi secara kuantitas dari skrining biomarker untuk
Down syndrome-kehamilan menggunakan plasma dengan four-
plex metode iTRAQ. Reagen iTRAQ 114 dan 116 digunakan
untuk pelabelan yang dikumpulkan dan digandakan sampel
control (n=6) dan 115, 117 label digunakan untuk pelabelan
yang dikumpulkan dan digandakan sebagai sampel Down
Syndrome (n=6).
Dari beberapa laporan yang muncul untuk memanfaatkan
pendekatan multidimensional serupa pada plasma dan serum
ibu, beberapa telah difokuskan pada identifikasi penanda untuk
kromosom aneuploidy dari pembentukan fetus. Sebuah laporan
oleh Nagalla et al. digunakan multiple, pendekatan proteomic
dilengkapi, termasuk 2D-DIGE, 2D-LC-CF, MudPIT; LC/LC-MS/MS
dan MALDI-TOF-MS profil peptide. Secara total, 28 dan 26
protein yang berbeda-beda mucul dalam sampel trimester
pertama dan kedua, masing-masing. Dari jumlah tersebut, 19
protein khusus untuk trimester pertama dan 16 untuk trimester
kedua, dan kemudian yang berbeda-beda muncul pada kedua
trimester. Sebagian besar biomarker diidentifikasi adalah serum
glikoprotein yang mungkin memainkan peran dalam diferensiasi
selular dan pertumbuhan janin.
Teknik 2D-DIGE juga digunakan untuk studi dari sampel cairan
ketuban.39 Studi ini membandingkan cairan ketuban pada
keadaan normal dan patologis. Pendekatan ini digunakan untuk
mempelajari electrophoregrams cairan ketuban yang normal
dari kehamilan 17 minggu dan aterm, serta cairan ketuban dari
janin yang mengalami hernia diafragma kongenital.
19
Premature Rupture of the Membranes (PROM) juga dipelajari
dengan menggunakan 2DE untuk menghasilkan profil protein
plasma yang mengandung protein cairan ketuban untuk PROM.
Baru-baru ini, dilaporkan oleh Michel et al. untuk studi PROM
menggunakan plasma ibu dan sampel cairan amniotic dari
pasien yang sama dimasa kehamilan untuk menemukan protein
cairan ketuban tertentu sebagai penanda PROM.13 Plasma ibu
dan cairan ketuban yang sesuai yang immunodepleted dalam
hal untuk menghapus 6 protein yang paling berlimpah sebelum
analisis sistemik komposisi protein mereka.
Protein in Profiling Using MALDI-TOF-MS
Wang et al. menggambarkan analisis dua langkah proteomic
dari AFS dengan model C18, diikuti oleh lemahnya modek
kation.40 Penelitian ini bisa mendeteksi AFS aneuploidy pada
tingkat prevalensi penyakit 3.3% dengan sensitivitas 100%
spesifisitas 72-96%, 11-50% PPV dan nilai prediktif negative
100%. Proteomic profil yang dihasilkan oleh MALDI-TOF-MS
setelah fraksionasi sampel dengan manik-manik magnetic
difungsikan untuk membedakan 60 kariotipe yang normal dari
20 AFS aneuploidy. Pendekata fingerprinting proteomic
menggunakan MS ditambah dengan metode klasifikasi statistic
digunakan menggunakan MS ditambah dengan metode
klasifikasi statistic digunakan untuk memperbaiki diagnosis dari
aneuploidy, termasuk trisomy 13,18 dan 21, dama sampel cairan
ketuban.41
SELDI-TOF-MS & Prenatal Diagnosis
Proteomic klinis adalah bidang baru yang akan memiliki
dampak yang besar pada diagnosis molecular, identifikasi
biomarker penyakit,pengobatan masyarakat dan uji klinis di era
postgenomic. Dalam beberapa tahun terakhir, SELDI-TOF-MS
telah berada di garis depan pilihan teknik utnuk hamper
20
disemua kondisi penyakit. Laportan pertama tentang
penggunaan teknologi SELDI pada proteomic klinis dilaporkan
untuk kanker ovarium oleh Petricoin’s group pada tahun 2002.42
Berikutnya, teknik ini digunakan untuk mendiagnosa kondisi
penyakit banyak, termasuk yang berhubungan dengan
perkembangan janin, seperti peradangan intrauterine, histologis
korioamnionitis dan kelahiran premature idiopatik.32,43
Meskipun teknik ini dikritik karena beberapa kekurangan, hal
ini tetap merupakan teknik favorit bagi banyak peneliti karena
ketahanan dan kemudahan untuk melakukan serta algoritma
yang mapan saat ini tersedia untuk memprediksi kondisi
penyakit. Bagian berikut ini menjelaskan penggunaan teknik ini
pada penelitian diagnostic janin.
Menggunakan teknik SELDI-TOF-MS dan skor MR, Buhimschi et
al. menggunakan algoritma baru untuk mengekstrak baik secara
klinis dan biomarker biologis yang relevan dari menjiplak SELDI
proteomic dalam sampel cairan ketuban.43 Penelitian ini
menghasilkan identifikasi pada pasien dengan radang intra-
amnion yang persalinannya premature, dari profil proteomik
cairan ketuban yang khas dari 3 atau 4 protein berikut :
neutrophil defensins-1 & -2, dan calgranulins A & C.
Biomarker Validation
Validasi biomarker merupakan area yang penting untuk
terjemahan keberhasilan penemuan protemik untuk praktek
klinis. Validasi melibatkan penggunaan kriteria ketat yang diikuti
untuk desain percobaan yang tepat, pengumpulan smapel dan
dalam jumlah yang memadai pasien. Saat menggunakan
platform berbasis MS, berisis MS dapat digunakan untuk
identifikasi protein sementara ditargetkan MS dapat difunakan
untuk tindak lanjut untuk memvalidasi calon kandidat biomarker,
lebih dari satu protein sering ditemukan untuk beberapa kondisi
21
penyakit dan ini hadir dalam tingkat yang berbeda dalam cairan
tubuh. Dengan menggunakan informasi diatas pada beberapa
biomarker untuk kondisi penyakit yang sama, pemodelan
jaringna serta analisis biologi system set data biologis dapat
dikembangkan untuk model matematis untuk memprediksi
penyakit, sementara literature ilmiah yang diterbitkan dapat
memberikan informasi tambahan dalam proses pemodelan.
Validasi skala besar dengan menggunakan uji klinis multicenter
akan memastikan sensitivitas dan spesifisitas yang diperlukan
untuk setiap penanda untuk memasuki pasar diagnosis prenatal.
E. Expert Commentary & Five-year View : Future
Directions for Poteomics in Fetal
Diagnostics/Screening
Heterogenitas dalam jangka panjang mungkin terbukti
menjadi penghalang utama bagi klinis proteomik. Ulasan saat ini
telah menunjukkan bahwa sejumlah besar protein yang
ditemukan untuk diubah selama gangguna yang berhubungan
dengan kehamilan mulai dari aneuploidy terhadap pre-eklampsia
berat dan persalinan premature. Di sebagian besar penyakit
yang diteliti menggunakan teknik multidimensional canggih,
beberapa protein penanda ditemukan tumpang tindih untuk
kondisi penyakit yang berbeda. Tantangan tersebut akan
mendeteksi kandidat protein utama melalui pendekatan
kombinasi untuk mendiagnosa penyakit tertentu secara akurat
selama awal trimester pertama kehamilan. Pendekatan ini akan
menghasilkan peningkatan sensitivitas dan spesifisitas test
dikembangan dengan menggunakan pendekatan ini.
Kandidat penanda diidentifikasi melalui beberapa platform
proteomik juga harus divalidasi pada jumlah yang lebih dari
sampel pasien melalui uji klinis, karena prevalensi kondisi
penyakit tersebut pada populasi normal adalah sangat rendah.
Teknologi seperti microarray protein, seluruh proteome scan dan
22
system analisis utuh protein dapat membantu untuk lebih
memahami lingkungan proteome janin secara global. Masa
depan dapat terus bisa untuk pengembangan panel atau array
penanda untuk mengatasi kondisi penyakit janin tertentu.
Platform proteomic tersebut bisa memastikan bahwa biomarker
tertentu dengan sensitivitas yang lebih tinggi dan spesifisitas
dapat diidentifkasi untuk mendiagnosis kelainan janin berada
pada tahap awal.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuckle H. Time for total shift to first-trimester screening for
Down’s Syndrome. Lancet 358(9294), 1658-1659 (2001).
2. Lo YMD, Lun FM, Chan KC et al. Digital PCR for the molecular
detection of fetal chromosomal aneuploidy. Proc.Natl Acad.Sci.
USA 104, 13116-13121 (2007).
3. Fan HC, Quake SR. Detection of aneuploidy with digital
polymerase chain reaction. Anal. Chem. 79(19), 7576-7579
(2007).
4. Fan HC, Blumenfeld YJ, Chitkara U, Hudgins L, Quake SR.
Noninvasive diagnosis of fetal aneuploidy by shotgun
sequencing DNA from maternal blood. Proc, Natl Acad. Sci. USA
105(42), 16266-16271 (2008).
5. Wasinger VC, Cordwell SJ, Cerpa-Poljak A et al. Progress with
gene-product mapping of the Mollicutes: Mycoplasma
genitalium. Electrophoresis 7, 1090-1094 (1995).
6. Aldred S, Grant MM, Griffiths HR. The use of proteomics for the
assessment of clinical samples in research. Clin. Biochem.
37(11), 943-952 (2004).
7. Kolialexi A, Tsangaris GT, Papantoniu N et al. Application pf
proteomics for the identification of differentially expressed
protein markers for Down Syndrome in mzteran plasma. Prenat.
Diagn. 28(8), 691-698 (2008).
8. Liotta L, Kohn EC, Petricoin EF. Clinical proteomics : personalized
molecular medicine. JAMA 286,2211-2214 (2001).
9. Lau AT, He QY, Chiu JF. Proteomic technology and its biomedical
applications. Acta Biochemica 35,965-975 (2003).
24
10. Avent ND, Plummer ZE, Madgett TE, Maddocks DG, Soothill PW.
Post-genomics studies and their application to non-invasive
prenatal diagnosis. Semin. Fetal Neonatal Med. 13(2),91-98
(2008).
11. Shimizu C, Bryant-Greenwood P. Post-genome molecular
diagnostics in obstetrics. Curr. Opin. Obstet. Gynecol. 16(2), 167-
177 (2004).
12. Nagalla SR, Canick JA, Jacob T et al. Proteomic analysis of
maternal serum in Down syndrome: identification of novel
protein biomarkers. J. Proteome Res. 6(4), 1245-1257 (2007).
13. Michel PE, Crettaz D, Morier P et al. Proteome analysis of human
plasma and amniotic fluid by off-gel isoelectric focusing followed
by nano-LC-MS/MS. Electrophoresis 27(5-6), 1169-1181 (2006).
14. Tsagaris GT, Karamessinis P, Kolialexi A et al. Proteomic analysis
of amniotic fluid in pregnancies with Down syndrome,
Proteomics 6(15), 4410-4419 (2006).
15. Nicolaider KH. Nuchal translucency and other first-trimester
sonographic markers of chromosomal abnormalities. Am. J.
Obstet. Gynecol. 191(1), 45-67 (2004).
16. Spencer K. Aneuploidy screening in the first trimester.
Am.J.Med.Genet. C Semin. Med,Genet. 145C(1), 18-32 (2007).
17. Mizejewski GJ. α-fetoprotein as a biologic response modifier:
relevance to domain and subdomain structure. Proc. Soc. Exp.
Biol. Med. 215,333-362 (1997).
18. Brock DJ, Scrimgeour JB, Steven J, Barron L, Watt M. Maternal
plasma α-fetoprotein screening for fetal neural tube defects.
Br.J.Obstet.Gynaecol. 85(8), 575-581 (1978).
19. Bartha JL, Ilanes S, Gonzales-Bugatto F, Abdel-Fattah SA.
Maternal Serum transformed α-fetoprotein levels in women with
intrauterine growth retardation. Fetal diagn. Ther. 22(4), 294-
298 (2007).
25
20. Wald NJ, Kennard A, Hackshaw A, McGuire A. Antenatal
screening for Down syndrome. J. Med. Screen. 4(4), 181-246
(1997).
21. Canick JA, MacRae AR. Second trimester serum markers. Semin.
Perinatol. 29(4), 203-208 (2005).
22. Spencer K, Crossley JA, Aitken DA, Nicolaides KH. Second
trimester levels of pregnancy-associated plasma protein-A and
free β-hCG in pregnancies with trisomy 13. Prenat. Diagn. 25(5),
358-361 (2005).
23. Underwood MA, Gilbert WM, Sherman MP. Amniotic fluid : not
just fetal urine anymore. J. Perinatiol. 25(5), 341-348 (2005).
24. Schwartz M, Schwartz S, Wenk RE, Cohen M. Amniotic fluis and
advances in prenatal diagnosis. Clin. Lab. Med. 5(2), 371-387
(1985).
25. Page NM, Kemp CF, Nutin DJ, Lowry PJ. Placental peptides
as ,arkers of gestational disease. Reproduction 123(4), 487-495
(2002).
26. Michaels JE, Dasari S, Pereira L et al. Comprehensive proteomic
analysis of the human amniotic fluid proteome gestational age-
dependent changes. J. Proteome Res. 6(4), 1277-1285 (2007).
27. Karumanchi SA, Lindheimer MD. Advances in the understanding
of eclampsia. Curr. Hypertens. Rep. 10(4), 305-312 (2008).
28. Redman CW, Sargent IL. Latest advances in the understanding
preeclampsia. Science 308(5728), 1592-1594 (2005).
29. Anastasakis E, Paraskeves KI, Papantoniou N et al. Association
between abnormal uterine artery Doppler flow velocimetry, risk
of preeclampsia, and indices of arterial structure and function : a
pilot study. Angiology 59(4), 493-499 (2008).
30. Huppertz B, Sammar M, Chefez I, et al. Longitudinal
determination of serum placental protein 13 during development
pf preeclmpsia. Fetal diagn. Ther. 24(3), 230-236 (2008).
26
31. Pettker CM, Buhimschi IA, Magloire LK, et al. Value of placental
microbial evaluation in diagnosing intraamniotic infection.
Obstet, Gynecol. 109(3), 739-749 (2007).
32. Ruetchi U, Rosen A, Karlsson G et al. Proteomic analysis using
protein chips to detect in cervical and amniotic fluid in women
with intraamniotic inflammation. J. Proteome Res. 4(6), 2236-
2242 (2005).
33. Crawford JT, Pereira L, Buckmaster J et al. Amniocentesis results
and novel proteomic analysis on a case of occult candida
chorioamnionitis. J. Matern. Fetal neonatal med. 19(10), 667-670
(2006).
34. Pereira L, Ressy AP. Jacob et al. Identification of novel protein
biomarkers of preterm birth in human cervical-vaginal fluid. J.
Proteome Res. 6(4), 1269-1276 (2007).
35. Vuadens F, Benay C, Crettaz D et al. Identification of biologic
markers of the premature rupture of the fetal membranes :
proteomic approach. Proteomics 3(8), 1521-1525 (2003).
36. Tsangasris GT, Kolialexi A, Karamessinis PM et al. The normal
human amniotic fluis supernatant proteome. In Vivo 20(4), 479-
490 (2006).
37. Mavrou A, Anagnostopulos AK, Kolialexi A et al. Protemic
analysis of amniotic fluid in pregnancies with Turner Syndrome
fetuses. J. Proteome Res. 7(5), 1862-1866 (2008).
38. Wu WW Wang G, Baek SJ, Shen RF. Comparative study of three
proteomic quantitative methods, DIGE, cICAT, & iTRAQ, using
2D-gel- or LC-MALDI TOF/TOF. J. Proteome Res. 5(3), 651-658
(2006).
39. Queloz PA, Crettaz D, Thadikkaran L et al. Proteomic analyses of
amniotic fluid : potential applications in health and diseases. J.
Chromatogr. B Analyt. Technol. Biomed. Life Sci. 850(1-2), 336-
343 (2007).
27
40. Wang TH, Chang YL, Peng HH et al. Rapid detection of fetal
aneuploidy using proteomics approaches on amniotic fluid
supernatant. Prenat. Diagn. 25(7), 559-566 (2005).
41. Mange A, Desmetz C, Bellet V, Molinari N, et al. Proteomic profile
determination of autosomal aneuploidies by mass spectrometry
on amniotic fluids. Proteome Sci. 6,1 (2008).
42. Petricoin EF, Ardekani AM, Hitt BA et al. Use of proteomic
patterns in seum to identify ovarian cancer. Lancet 359_9306),
572-577 (2002).
43. Buhimschi IA, Christner R, Buhimschi CS. Proteomic biomarker
analysis of amniotic fluid for identification intraamniotiv
inflammation. BJOG 112(2), 173-181 (2005).
28
Recommended