View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
RANGKUMAN I-LEARN USHUL FIQH DAN QAWA’IDUL
FIQIYAH UNTUK UAS
INTRODUCTION TO MAQASID SYARIAH
Maqasid al-Shari’ah
Secara etimologis “Maqasid” dari kata dasar arab “qasada” (maksud atau tujuan).
Kata “qasd” (posisi diantara berlebih-lebihan dan kikir, dapat juga diartikan sebagai
keadilan)
Secara terminologis
- Ibnu Asyur : Maqasid syari’ah adalah makna atau hikmah yang bersumber dari Allah swt.
yang terjadi pada seluruh atau mayoritas ketentuan-Nya.
- Al-Fasi : Maqasid shari’ah ialah tujuan atau rahasia Allah swt. Dalam setiap hukum
syariat-Nya.
- Ar-Risuni : Maqasid shari’ah yaitu Tujuan yang ingin dicapai oleh syariat ini untuk
merealisasikan kemaslahatan hamba.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan maqasid shari’ah ke beberapa point berikut:
a. Tujuan umum yang hendak dicapai oleh shari’ah
b. Nilai yang dibangun oleh shari’ah Kepentingan umum yang terintegrasi secara umum
(maslahah)
c. Amar ma’ruf
d. Nahi mungkar
Shari’ah
Secara etimologis, shari’ah adalah:
Jalan menuju sumber air, jalan yang lurus yang diikuti.
Secara teknikal, Desain dari suatu hukum, atau sistem hukum. Seperti yang tertera
pada Q.S. al-Maidah ayat 48.
Dari pengertian tersebut dapat diturunkan pengertian shari’ah sebagai berikut:
a. Berisi hukum, aturam, regulasi, perintah, kewajiba, panduan, prinsip, ideologi,
keimanan dan tingkah laku yang mengatur kehidupan manusia dalam berbagai aspek
di kehidupan.
b. Meliputi semua aspek kehidupan manusia di muka bumi.
c. Meliputi kehidupan di dunia dan akhirat
d. Shari’ah merupakan keseluruhan hukum yang telah ditentukan oleh Allah sementara
fiqh merupakan hasil dari ijtihad para mujtahid
e. Fiqh meliputi permasalahan manusia yang membutuhkan pendalaman hukum lebih
lanjut
Pentingnya Implementasi Maqasid syariah dalam Ijtihad
Peran penting Maqasid syariah dalam ijtihad
a. Menentukan level kemaslahatan dan kemafsadahan yang timbul dari permasalahan
yang ada.
b. Mengidentifikasi tujuan dibalik diperlakukannya suatu hukum dan membantu dalam
menetapkan keakuratan suatu hukum.
c. Untuk mengetahui penyebab utama diperlakukannya suatu hukum.
d. Dan terakhir yaitu untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam ijtihad
Pentingnya Implementasi Maqasid syariah dalam Mengembangkan Ekonomi dan
Bisnis Islam
Peran Penting Maqasid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Islam
a. Hubungan antara tujuan dari maqasid syariah dan tujuan dari transaksi bisnis itu
sendiri penting. Hal itu disebabkan karena harta termasuk dalam aspek maqasid
syariah dan harus dilindungi agar tidak terjadi kekacauan di masyarakat.
b. Transaksi bisnis baik lokal maupun internasional harus berdasarkan prinsip-prinsip
dari hukum Islam. Hal itu disebabkan karena maqasid syariah juga berperan sebagai
pedoman dalam melakukan kegiatan untuk melindungi dan memelihara harta.
c. Tujuan dari transaksi bisnis ini adalah kelanjutan dari tujuan umum yang hendak
dicapai dari maqasid syariah.
d. Aturan-aturan dari transaksi bisnis harus berada di dalam aturan dari maqasid syariah.
e. Maqasid syariah menjamin bahwa prinsip syariah dan penerapannya cocok.
Maqasid Al-Shari’ah dan Ekonomi Islam
Menurut Umer Chapra = tujuan dari sebuah sistem ekonomi ditentukan dari
worldview-nya.
Prof. Alparslan = Worldview adalah asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk
aktivitas-aktivitas ilmiah dan teknologi, setiap aktivitas manusia akhirnya dapat
dilacak pada pandangan hidupnya dan dalam pengertian itu maka aktivitas manusia
dapat direduksi menjadi pandangan hidup.
Ditinjau melalui worldview Islam, tujuan sistem ekonomi merupakan turunan dari tujuan
syariah.
Tiga konsep fundamental.islamic worldview :
Tauhid (keesaan Allah)
Khilafah (kekhalifan manusia sebagai perpanjangan tangan Allah di dunia)
‘Adalah (keadilan)
Ketiga aspek tersebut menjadi serangkaian pedoman agar kita mengerti tujuan diciptakannya
manusia. Tujuan dari penciptaan manusia sendiri terdapat dalam Al-Qur’an.“Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-
Dzariyat, 51:56)
Tujuan dari penciptaan manusia = aspek ke-tauhid-an dengan cara beribadah kepada Allah
SWT = Manusia dalam memenuhi tujuan tersebut harus memahami konsep khilafah yang
berlandaskan aturan-aturan Allah SWT = jika manusia telah bertindak sesuai aturan-aturan
difirmankan
Allah pada Al-Qur an.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qasas, 28:77)
Kriteria Maqasid Syariah
Terdapat beberapa kriteria penting dari maqasid syariah yaitu:
1. General Maqasid/ Umum/`Ammah
Tujuannya adalah untuk mencapai dan mewujudkan keseluruhan syari'ah.
a. Setiap kesepakatan harus jelas
b. Setiap kesepakatan bisnis harus adil
c. Komitmen dengan kesepakatan
d. Melindungi hak kepemilikkan
e. Ketentuan-ketentuan akad syariah
f. Harta itu harus terdistribusi
g. Kewajiban bekerja dan memproduksi
h. Investasi harta
i. Investasi dengan akad mudharabah
2. Specific Maqasid/Khusus
Tujuannya adalah Berhubungan dengan bagian tertentu dari hukum seperti tujuan syari'at di
bidang keuangan, pernikahan, bidang ekonomi, dll.
Di antara Maqasid khusus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Maqashid pelarangan riba dalam Q.S Ali Imran: 130 (tentang larangan memakan riba
yang berlipat-lipat) Maqashid yang ingin dicapai adalah untuk memiliki empati dan
kepedulian sosial (muwasat) dan menjauhkan diri dari praktik ribawi yang mengambil
hak orang lain secara tidak adil.
2. Maqashid pelarangan riba dalam Q.S al-Baqarah: 275 (tentang riba tidak sama dengan
jual beli) Perbedaan antara jual beli adalah perbedaan antara kondisi pembeli dan
peminjam, karena kebutuhan peminjam untuk menutupi hajat dirinya dan
keluarganya. Sedangkan pembeli melakukan transaksi jual beli karena kelebihan
harta. Jadi, pembeli merupakan indikator dari kecukupan sedangkan peminjam
indikator kefakiran. Oleh karena itu Allah swt. mengharamkan riba karena
mengeksploitasi hajat orang fakir dan sebaliknya Allah menghalalkan jual beli untuk
membantu orang yang membutuhkan.
3. Maqashid pelarangan riba qardh
- Menghindari terjadinya praktik kedzaliman terhadap pelaku bisnis.
- Riba jahiliah dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah “setiap pinjaman yang
memberikan manfaat kepada kreditor adalah riba”.
- Mencegah para rentenir berbuat dzalim kepada peminjam karena riba berarti
pemberi pinjaman mengeksploitasi peminjam.
4. Maqashid pelarangan riba’ buyu’
Menghindarkan gharar dalam transaksi jual beli karena memunculkan ketidakadilan
bagi kedua belah pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan.
Maqashid lain agar uang tidak dijadikan komoditas yang diperjual belikan.
5. Maqashid syariah larangan praktik talaqqi rukban (praktik jual beli dimana pembeli
mencegat penjual sebelum penjual memasuki pasar). Praktik ini mengakibatkan
supply dan demand tidak bertemu sehingga tidak terjadi pasar yang sehat yang bisa
menentukan harga secara adil.
6. Maqashid larangan gharar
Larangan gharar memiliki tujuan bahwa transaksi gharar dalam kualitas, kuantitas,
harga, dan waktu penyerahan memiliki objek akad yang tidak pasti ada dan tidak pasti
diterima pembeli atau harga dan uang tidak pasti diterima penjual sehingga tujuan
pelaku akad melakukan transaksi menjadi tidak pasti. Maqashid lain pelarangan
gharar adalah agar tidak ada pihak-pihak akad yang dirugikan karena tidak
mendapatkan haknya dan agar tidak terjadi perselisihan dan permusuhan diantara
mereka.
3. Partial Maqasid
Tujuan = menunjukkan maqsad (tujuan) dan hikmah di balik diberlakukannya keputusan
tersebut, seperti tujuan larangan riba dalam transaksi keuangan, tujuan dari larangan najjash
dalam lelang (inflasi buatan dari harga tanpa niat untuk membeli).
4. Definitive Maqasid (Maqasid Pasti)
Menurut Ashur maslahah ini telah didirikan pada bukti eksplisit yang menghalangi
interpretasi apapun.
Contoh : Firman Allah dalam surah Al-Imran (3:97) "Padanya terdapat tanda-tanda yang
nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasuki (Baitullah) menjadi amanlah
dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia yang sanggup mengerjakannya;
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya, Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam."
5. Spekulative Maqasid (Maqasid spekulatif )
Menurut Ashur, maslahah ini bersifat dugaan, terdiri dari alasan yang dilaksanakan
hanya sebagai dugaan atau hal-hal yang mungkin belum terjadi.
Contohnya; menjaga dan megawasi rumah di perkotaan ketika seseorang merasa takut dan
tidak aman.
6. Illusion Maqasid (Maqasid khayalan )
Menurut Ashur, untuk mencari keuntungan(kesenangan) seseorang, tetapi ketika
diselidiki hal tersebut menjadi berbahaya.
Contoh; mengkonsumsi obat-obatan narkotika seperti ganja. Dikonsumsi untuk memberi
kesenangan , meskipun tidak mendapatkan keuntungan (kesenangan) tetapi hal tersebut
berbahaya.
7. The Necessities or Essential (Daruriyyat)
Daruriyyat, Penegakan kemaslahtan agama dan dunia. Jika daruriyah hilang maka
kemaslahatan dunia dan akhirat juga hilang, sehingga muncul kerusakan.
8. The Needs (Hajiyyat)
Hajiyyat, hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemudahan dan menghilangkan
kesulitan yang dapat menyebabkan bahaya dan ancaman. Bahaya yang ditimbulkan jika
hajiyyat tidak terlaksana maka akan mengganggu kemaslahatan umum.
9. Complementary (Tahisiniyyat)
Tahisiniyyat, melakukan kebiasaan-kebiasaan baik dan untuk menghindari hal-hal
yang buruk dalam kehidupan.
MAQASID SYARIAH AND THE DOCTRINE OF MASLAHAH
Imam Al Syatibi, maslahah dalam pengetian secara syar‟ii mengambil manfaat dan
menolak kemafsadatan (kerusakan) yang tidak hanya bersandar kepada akal sehat,
tetapi dalam rangka memelihara hak hamba.
Imam Al Ghazali, maslahah sebagai sebuat ungkapan yang menunjukkan adanya
(usaha) mengambil manfaat dan menolak mudharat dalam rangka memelihara tujuan-
tujuan syarak.
Al-Syatibi menyatakan bahwa tidak semua maslahah secara duniawi dapat diketahui
oleh akal, namun hanyalah sebagian dan lainnya diketahui melalui syariat. Jika akal
dapat mengetahui segala kemaslahatan duniawi secara mutlak, syariat hanya berfungsi
sebagai pedoman ukhrawi, padahal syariat bermaksud menegakkan keduanya,
kehidupan duniawi dan ukhrawi (Yusdani :hal, 6)
Kiteria Maslahah
Kriteria maslahah (dlawabith al-maslahat) menurut Al-Syatibi :
1. Maslahah itu harus bersifat mutlak, artinya bukan relatif atau subyektif yang
akan membuatnya tunduk kepada hawa nafsu.
2. Maslahah itu bersifat universal (kulliyah) dan universalitas ini tidak
bertentangan dengan sebagian juziyat-nya. (Asmuni, Penalaran Induktif
Syatibi dan Perumusan al-maqosid menuju ijtihad yang Dinamis)
Kriteria maslahah menurut Al Ghazali ;
1. Kemaslahatan menurut manusia ukurannya adalah akal dan perasaan
2. Kemaslahatan menurut ukurannya adalah wahyu
Konsep Istislah dan Maslahah Mursalah
Istislah menurut bahasa “Mencari kemaslahatan”Mencari kemaslahatan”
Menurut ahli Usul fiqh Istislah adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada
nasnya atau tidak ada ijma’ terhadapnya, dengan berdasarkan pada kemaslahatan semata
(yang oleh syara’ah tidak dijelaskan ataupun dilarang).
Imam al-Ghazali memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejalan dengan tujuan
Syara’ah.
Contoh : Zaman jahiliyah wanita tidak mendapatkan bagian harta warisan yang menurut
mereka sesuai dengan adat-istiadat mereka, tetapi pandangan ini tidak sejalan dengan
kehendak syara’ah, karenanya tidak dinamakan mashlahah.
Tujuan dari hukum Islam untuk mencapai kemaslahatan umat manusia dunia maupun
akhirat. Kemaslahatan ini merupakan lima tujuan syara yaitu : terpeliharanya agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta serta upaya untuk mencegah segala bentuk kemudharatan yang
berkaitan.
Pendapat Para Ulama :
Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa untuk menjadikan mashlahah al-mursalah
sebagai dalil disyaratkan mashlahah tersebut berpengaruh pada hukum.
Ulama Malikiyah dan Hanabilah menerima mashlahah al-mursalah sebagai dalil
dalam menetapkan hukum. Menurut mereka mashlahah al-mursalah merupakan
induksi dari logika sekumpulan nash, bukan dari nash yang rinci seperti yang berlaku
dalam qiyas.
Imam Syathibi mengatakan: keberadaan dan kualitas mashlahah al-mursalah itu
bersifat pasti (qath‟ii), sekalipun dalam penerapannya bisa bersifat zhanni(relatif).
al-mursalah adalah hujjah syar’iyyah yang
dijadikan dasar pembentukan hukum dan kejadian yang tidak ada hukumnya dalam
nash atau ijma atau qiyas atau istishan disyariatkan padanya kemaslahatan umum.
Al-Ghazali juga mengatakan bahwa yang hajjiyah, apabila menyangkut kemaslahatan
orang banyak bisa menjadi dharuriyyah
Untuk bisa menjadikan mashlahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum,
ulama Malikiyah dan Hanabilah mensyaratkan tiga syarat, yaitu :
Kemaslahatan itu haruslah merupakan suatu kemaslahatn yang hakiki,dan bukan suatu
kemaslahatan yang bersifat dugaan saja.
Bahwa kemaslahatan ini adalah kemaslahatan umum, dan bukan kemaslahatan
pribadi.
Bahwa pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan ini tidak bertentangan dengan
hukum atau prinsip yang telah berdasarkan nash atau ijma‟i.
Ada beberapa syarat yang dikemukakan al-Ghazali terhadap kemaslahatan yang dapat
dijadikan hujjah dalam mengistinbatkan hukum, yaitu :
Mashalahah itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan Syara‟ah
Mashlahah itu tidak meninggalkan atau beetentangan dengan nash syara‟i
Mashlahah itu termasuk kedalam kategori mashlahah yang dharuri(berlaku sama
untuk semua orang)
Alasan Jumhur Ulama dalam menetapkan mashlahah dapat dijadikan hujjah dalam
menetapkan hukum, antara lain adalah :
Hasil induksi terhadap ayat atau hadist menunjukkan bahwa setiap hukum
mengandung kemaslahatan bagi umat manusia. Dalam hubungan ini Allah berfirman
Bahwasannya kemaslahatan umat manusia selalu baru dan tidak ada habis-habisnya.
Bahwa pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan ini tidak bertentangan dengan
hukum atau prinsip yang telah berdasarkan nash atau ijma.
Jumhur ulama juga beralasan dengan merujuk kepada beberapa perbuatan sahabat,
seperti Umar ibn al-Khaththab ra. memberi bagian zakat kepada para mu‟iallaf. Abu
Bakar ra. mengumpulkan al-Qur’an atas saran Umar ibn al-Khaththab. Umar bin
Khattab ra. menuliskan al-Qur’an pada satu logat bahasa demi memelihara tidak
terjadi perbedaan bacaan al-Qur’an itu sendiri.
Alasan para ulama yang menerima Istislah sebagai dalil syara’ah:
Kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah.
Kalau diamati benar-benar, para sahabat dan tabi‟ah beserta imam-imam mujtahid,
mereka telah menetapkan hukum-hukum dengan berdasarkan para kemaslahatan.
Alasan ulama yang menolak Istislah sebagai dalil syara’ m Syafi‟ah
Syari’ah islam mempunyai tujuan menjaga tujuan kemaslahataan manusia.
Kalau menetapkan hukum berdasarkan pada kemaslahatan semata yakni yang terlepas
dari syara‟ah, sudah barang tentu akan dipengaruhi oleh hawa nafsu.
Ruang Lingkup Penerapan Maslahah Mursalah
Ruang lingkup penerapan Maslahah Mursalah dikalangan kelompok pemegangnya terbatas
pada bidang mu’amalah saja, kemaslahatan dalam bidang inilah yang mungkin ditemukan
dan diketahui.
Mashlahah yang tidak diakui ajaran syari‟ah :
Kepentingan yang bertentangan dengan mashlahah yang diakui terutama pada tigkat
pertama. Mashlahah ini disebut Mashlahah al-Mulghah. Mashlahah al-Mulghah kemaslahatan
yang ditolak oleh syara‟, karena bertentangan dengan ketentuan syara‟ah. Misalnya,
penetapkan hukuman puasa dua bulan berturut-turut bagi seseorang (penguasa Spayol) yang
melakukan hubungan seksual dengan istrinya di siang hari Ramadhan.
Mashlahah yang tidak diterima dan tidak diakui :
Mashlahah al-Mursalah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara‟ah
dan tidak pula dibatalkan/ditolak syara’ah. melalui dalil yang rinci. Kemashlahatan dalam
bentuk ini terbagi kedalam dua macam yaitu :
Mashlahah al-gharibah, yaitu kemashlahatan yang asing, atau kemashlahatan yang
sama sekali tidak ada dukungan dari syara , baik secara rinci maupun secara umum.
Kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam praktek, sekalipun ada dalam teori.
Mashlahah al-Mursalah, yaitu kemaslahatan yang tidak didukung oleh sekumpulan
makna nash.
Kriteria Maslahah Dan Mafsadah
1. Manfaat atau bahayanya benar-benar ada dan bersifat terus-menerus, seperti
mengambil manfaat udara dan sinar matahari atau membakar sebuah kebun dengan
tujuan hanya untuk merusaknya.
2. Keberadaan manfaat atau pun bahayanya terlihat jelas pada sebagian besar keadaan
dan dapat diketahui dengan akal sehat, seperti menyelamatkan orang yang tenggelam
di laut.
3. Tidak ada kemungkinan untuk tergantikannya sifat manfaat ataupun bahaya yang
terdapat di dalamnya. Contohnya di dalam khamr terdapat manfaat yaitu
membangkitkan keberanian dan mudharat yaitu merusak akal, hanya saja sisi
mudharatnya tetap tidak bisa digantikan dengan sisi kemaslahatannya.
4. Manfaat dan bahayanya tampak sama besarnya, namun salah satunya dapat
dimenangkan dengan bantuan murajjih seperti kewajiban memberikan ganti rugi atas
perusakan harta seseorang dengan sengaja.
5. Manfaatnya ada dan tetap sedangkan nilai bahayanya berubah-ubah ataupun
sebaliknya, seperti bahaya yang dihasilkan dari peminangan seseorang terhadap
wanita yang berada dalam pinangan orang lain.
Aplikasi Maslahah dalam Keuangan Islam
1. Implementasi Valid (Sesuai dengan aturan Syariah dan untuk tujuan Maslahah)
Penggunaan interest rate sebagai patokan
Penggunaan
janji sebagai komponen alat dalam pertukaran mata uang
2. Implementasi Invalid (Tujuannya untuk maslahah namun tidak sesuai dengan aturan
syariah)
Mengatur ulang tanggal pembayaran dalam Murabahah
Sekuritisasi dalam piutang Murabahah
Recommended