View
175
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
Refarat Trauma Akibat Bahan Asam
TRAUMA AKIBAT BAHAN KIMIA: ASAM
I. Pendahuluan
Trauma kimia merupakan trauma pada organ luar maupun organ dalam tubuh yang
disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang merupakan asam kuat atau basa kuat (sering disebut
alkali). Trauma kimia akibat bahan kimia terjadi pada saat tubuh atau kulit terpapar oleh asam
atau basa. Bahan kimia ini dapat menimbulkan reaksi terbatas pada kulit, reaksi pada seluruh
tubuh ataupun keduanya.1
Trauma kimia bisa disebabkan oleh asam atau basa yang kontak langsung dengan jaringan.
Asam didefinisikan sebagai donor proton (H+), dan basa didefinisikan sebagai akseptor proton
(OH-). Basa juga dikenal sebagai alkali. Kedua asam dan basa dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang signifikan pada suatu kontak dengan anggota tubuh. Kekuatan asam didefinisikan
oleh seberapa kuat donor proton, kekuatan basa ditentukan oleh seberapa kuat ia mengikat
proton. Kekuatan asam dan basa didefinisikan dengan menggunakan skala pH, yang berkisar
antara 1-14 dan logaritmik. Asam kuat umumnya memiliki pH kurang dari 2, sedangkan basa
membutuhkan pH 11.5 atau lebih untuk dapat melukai jaringan. 1,2
Trauma kimia oleh bahan kimia biasanya terjadi akibat kecelakaan. Pembunuhan dengan
cara ini sangat jarang dilakukan, dengan melemparkan atau menyemprotkan cairan yang bersifat
korosif seperti cairan asam pada korban lebih sering dimaksudkan untuk melukai dibandingkan
untuk membunuh korban. Bunuh diri dengan menggunakan asam maupun basa kuat sangat
jarang dilakukan saat ini tetapi sering ditemukan di negara-negara miskin.1,2,3,4
Trauma yang disebabkan akibat bahan kimia dapat terjadi di rumah, di tempat kerja atau
sekolah maupun akibat kecelakaan. Meskipun cedera yang terjadi di rumah jarang. Trauma
yang disebabkan akibat bahan kimia biasanya disebabkan akibat dari kecelakaan industri,
terutama dalam bisnis dan pabrik yang menggunakan bahan kimia dalam jumlah besar. Pada
kasus pembunuhan dengan cara ini jarang terjadi. 2,3,5,6
Di seluruh dunia bahan korosif biasanya digunakan untuk kekerasan dengan bahan kimia.
Zat yang paling umum digunakan adalah alkali dan asam sulfat . Pada tahun 2008, American
Association of Poison Control Center ( AAPCC ) melaporkan 26.596 kasus tereksposur terhadap
zat asam. Dalam laporan tahun 2008 dari American Association of Poison Control Center, kesan
dari eksposur terhadap asam, produk yang mengandung asam dan bahan kimia menyebabkan 10
kematian, 83 kasus keracunan berat, dan 1788 kasus keracunan sedang. 1
Sejumlah besar produk industri mengandung konsentrasi yang berbahaya asam, basa, atau
bahan kimia lain yang dapat menyebabkan trauma kimia. Beberapa produk asam yang lebih
umum tersebut adalah sebagai berikut : 1
1. Asam sulfat biasanya digunakan dalam pembersih toilet, pembersih saluran, pembersih logam,
cairan baterai mobil, dan pupuk manufaktur. Berbagai konsentrasi dari asam 8% sehingga asam
yang murni. Konsentrasi asam sulfat adalah higroskopis. Jadi, sehingga bisa menyebabkan luka
dermal oleh dehidrasi, cedera termal, dan cedera kimia.
2. Asam nitrat biasanya digunakan dalam ukiran, pemurnian logam, dan pembuatan pupuk.
3. Asam Hidrofluorik umum digunakan untuk penghilang karat, pembersih ban, pembersih ubin,
kaca, semikonduktor, pendingin dan pembuatan pupuk, serta pengawetan minyak bumi. Ini
adalah asam lemah dan dalam bentuk encer, tidak akan menyebabkan trauma langsung.
4. Asam klorida umumnya digunakan dalam pembersih toilet, pembersih logam, pembuatan
pewarna, pengawetan logam, pemasangan pipa, pembersih kolam renang, dan bahan kimia
laboratorium. Konsentrasinya berkisar 5-44 %. Asam klorida juga dikenal sebagai asam
muriatik.
5. Asam fosfat umumnya digunakan dalam pembersih logam, desinfektan, deterjen, dan pembuatan
pupuk.
6. Asam asetat biasanya digunakan dalam pencetakan, pewarna, desinfektan. Cuka adalah cairan
asam asetat.
7. Asam format umum digunakan sebagai lem pesawat dan pembuatan selulosa.
8. Asam kloroasetat
Asam monochloroacetik digunakan dalam produksi karboksimetilselulosa, phenoxyacetates dan
beberapa obat-obatan. Ia memiliki toksisitas sistemik yang signifikan dan bisa menghambat
respirasi selular. Hal ini bersifat sangat korosif.
Asam dikloroasetat digunakan dalam pembuatan bahan kimia. Ini adalah asam lemah dari asam
trikloroasetat dan tidak menghambat respirasi selular.
Asam trikloroasetat digunakan di laboratorium dan di bidang manufaktur kimia. Asam ini sangat
korosif tetapi tidak menghambat respirasi selular.
II. Patofisiologi
Trauma akibat asam akan menyebabkan nekrosis koagulasi oleh protein denaturasi,
membentuk koagulum (misalnya, eschar) yang membatasi penetrasi asam. Sedangkan pada basa
biasanya menyebabkan luka yang lebih dalam disebut sebagai nekrosis likuefaktif. Hal Ini
melibatkan denaturasi protein serta saponifikasi lemak, yang tidak membatasi penetrasi
jaringan.1,3
Derajat luka akibat bahan kimia tergantung pada:
1. Kekuatan dan konsentrasi,
2. Kuantitas,
3. Lamanya kontak, dan
4. Luas penetrasi tubuh oleh bahan kimia. 2,3,5
Bahan kimia akan terus bereaksi pada jaringan sampai saat dinetralkan oleh agen lain
atau terinaktifasi oleh reaksi jaringan. Bahan kimia menggumpalkan protein dengan cara
mereduksi, mengoksidasi, membentuk garam, korosi, meracuni protoplasma, kompetisi
metabolik atau inhibisi, desikasi, atau sebagai hasil dari komplikasi iskemik dari vesicants. 2
Luka bakar pada kulit terjadi perubahan mikrosirkulasi kulit dan terbentuk edema. Trauma
panas menghasilkan perubahan karakteristik pada daerah yang terbakar yaitu respon lokal, dibagi
dalam tiga zona yaitu:3,5,6,7
1. Zona koagulasi. Zona ini merupakan zona yang terletak paling dalam dan merupakan zona
dengan kerusakan (damage) yang paling berat. Pada zona ini terjadi kerusakan jaringan yang
ireversibel yang disebabkan oleh koagulasi protein-protein konstituen.
2. Zona stasis. Zona ini ditandai dengan perfusi jaringan yang menurun. Kehilangan jaringan tidak
separah zona koagulasi, dan masih memiliki kemungkinan untuk diselamatkan (salvageable).
Penanganan resusitasi pada luka bakar terutama bertujuan untuk mengembalikan tingkat perfusi
jaringan yang normal pada zona ini, serta untuk mencegah kerusakan jaringan menjadi bersifat
ireversibel. Keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan permanen antara
lain hipotensi lama, infeksi, dan edema.
3. Zona hiperemia. Zona ini merupakan daerah yang paling luar, yang memperlihatkan hiperemia
di mana tingkat perfusi jaringan justru meningkat sebagai mekanisme kompensasi tubuh
terhadap adanya inflamasi/trauma. Kerusakan jaringan pada zona ini paling ringan dan akan
sembuh, kecuali jika ada faktor-faktor penyulit seperti sepsis yang berat maupun hipoperfusi
yang lama.
Gbr 1. (dikutip dari kepustakaan 9): respon lokal pada luka bakar Respon sistemik terhadap luka bakar – berupa pelepasan sitokin dan mediator-mediator
radang – akan terjadi jika luas luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh. 6
1. Efek kardiovaskuler. Peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan perpindahan volume
cairan serta protein intravaskuler ke jaringan interstisial. Vasokonstriksi perifer dan splanchnic
akan terjadi, kontraktilitas miokard menurun (kemungkinan disebabkan oleh pelepasan TNF).
Hal ini, disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar itu sendiri, akan berakibat pada
hipotensi sistemik serta hipoperfusi ke organ dan jaringan perifer. 6
2. Efek respiratorius. Mediator-mediator radang akan menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada
kasus-kasus luka bakar yang berat dapat terjadi sindrom distres pernapasan akut (acute
respiratory distress syndrome). 6
3. Efek metabolik. Basal metabolic rate akan meningkat hingga tiga kali dari kadar normal. Hal ini,
bersama dengan hipoperfusi splanchnic, membutuhkan asupan nutrisi enteral yang cukup untuk
meminimalkan katabolisme dan menjaga mukosa usus. 6
4. Efek imunologis. Akan terjadi mekanisme regulasi nonspesifik dari respon imun, dan akan
memengaruhi baik respon imun humoral maupun seluler. 6
Gbr 2. (dikutip dari kepustakaan 6): Respon sistemik pada luka bakar Asam dengan pH kurang dari dua akan mempresipitasikan protein, sehingga menyebabkan
nekrosis koagulasi dengan hasil akhirnya berupa krusta atau keropeng. Ciri-ciri luka bakar yang
disebabkan oleh asam yaitu: 2,3
1. Batas tegas
2. Kering dan keras
3. Edema ringan.
Luka bakar yang timbul sering kali kedalaman dan ketebalannya derajad kedua. Bila ada
kontak yang lama dapat menjadi luka bakar derajad ketiga, terutama dari sulfur atau asam nitrat
pekat. Dalam kasus ini, krusta kemudian menjadi gelap, seperti kulit, dan kering. Asam
hidroflorida memberikan luka bakar yang jauh lebih dalam dibanding jenis asam-asam lain.
Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida karena bahan ini merupakan suatu asam lemah yang
dengan cepat menembus membran sel dimana senyawa ini tetap tidak terionisasi. Dengan cara
ini, asam hidroflorida bekerja seperti asam, menyebabkan nekrosis liquiefactive. Tambahan lagi,
ion fluorida dilepaskan ke dalam sel. Ion fluorida ini dapat menghambat enzim-enzim glikolitik
dan dapat bersama-sama dengan kalsium dan magnesium membentuk suatu senyawa komplek
yang tidak larut. Nyeri lokal yang amat berat diduga disebabkan oleh karena imobbilisasi
kalsium, yang menyebabkan stimulasi saraf dengan mengganti ion kalium. Fluorinosis akut
dapat terjadi ketika ion fluoride memasuki sirkulasi sistemik, menyebabkan gejala-gejala
kardiak, respiratori, gastroinsestinal, dan neurologis. Hipokalsemia yang parah, dimana resisten
terhadap pemberian dosis besar kalsium, dapat terjadi.2,3,8
Warna krusta tergantung pada derajat keasaman. Karakteristik warnanya yaitu: 2,3
1. Asam nitrat menghasilkan krusta kuning,
2. Asam sulfat (Sulfur) berwarna hitam atau cokelat,
3. Hidroklorin berwarna putih atau abu-abu, dan
4. Asam karbol (fenol) berwarna abu-abu terang atau cokelat terang.
Trauma kimia asam pada mata menyebabkan koagulasi protein dalam epitel kornea, yang
membatasi penetrasi lebih lanjut. Jadi, trauma kimia ini biasanya nonprogressive dan dangkal.9
Trauma inhalasi terjadi dalam 3 cara: (1) oleh trauma sel dan kerusakan parenkim paru oleh
iritasi, (2) hipoksemia dengan gangguan pengiriman oksigen, dan (3) kerusakan organ akhir oleh
penyerapan sistemik melalui saluran pernafasan.10
III. Dampak trauma kimia terhadap organ
1. Mata
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya
bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Trauma kimia biasanya hasil dari suatu zat yang disemprotkan atau disiramkan di muka. Gejala-
gejala awal yang biasa terjadi pada trauma kimia mata adalah mata terasa sakit, Kemerahan,
iritasi pada mata, Ketidakmampuan untuk membuka mata, Sensasi benda asing di mata,
Pembengkakan pada kelopak mata dan Penglihatan jadi kabur.11,12
2. Kulit
Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang akut yang dapat menyebabkan trauma
pada kulit yang irrefersibel dan terjadi kematian sel. Bahan kimia pun dapat menyebabkan luka
bakar pada kulit. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan
epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir
sistem persarafan. Seorang korban luka bakar dapat mengalami berbagai macam komplikasi
yang fatal termasuk diantaranya kondisi shock, infeksi, ketidakseimbangan elektrolit (inbalance
electrolit) dan distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga
menyebabkan distress emosional dan psikologis yang berat dikarenakan cacat akibat luka bakar
dan bekas luka (scar).8,14
Gejala yang nyata pada luka bakar bahan kimia tergantung pada bahan kimia yang
menyebabkannya. Gejala tersebut termasuk gatal-gatal, pengelupasan, eritama, erosi, kulit
bewarna gelap, melepuh dan ulserasi, nyeri, rasa terbakar, gangguan pernapasan, batuk darah dan
atau jaringan yang nekrosis.15
Gbr 3. (Dikutip dari kepustakaan 6): Luka bakar kimia yang disebabkan akibat tumpahanya asam sulfat
3. Paru
Luka bakar inhalasi dapat disebabkan oleh asam hidroklorik atau bahan kimia lainnya
setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Edema saluran pernapasan atas, gangguan
pernapasan, dan toksisitas karbon monoksida ( CO ) adalah contoh dari trauma kimia dari
inhalasi. Gejala ini muncul dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah kejadian luka bakar. Juga
suatu kondisi yang jarang dapat terjadi di mana bahan kimia mengoksidasi hemoglobin paru-paru
yang mengakibatkan gangguan transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan gangguan
pernapasan.10
Menghirup bahan kimia beracun dapat menyebabkan luka bakar di jalan napas atas dan
bawah. Individu dengan luka bakar inhalsi bahan kimia datang dengan radang tenggorokan,
sesak napas, dan nyeri dada. 10
4. Saluran Pencernaan
Di negara maju dan berkembang, trauma kimia pada sistem pencernaan akibat menelan
baik tidak disengaja atau untuk mencederai diri sendiri telah berkurang dibandingkan
sebelumnya. Hal ini dikaitkan dengan peraturan yang lebih ketat terhadap deterjen dan bahan
korosif lainnya, serta kesan dari kesadaran umum.4
Gejala yang paling cepat timbul adalah nyeri, muntah dan kesulitan bernapas dan edema,
diikuti dengan syok pada kasus yang berat. tanda khususnya yaitu bercak pada bibir, pipi, dagu
dan leher, sama halnya dengan luka bakar pada mukosa dari bibir sampai ke lambung, kadang-
kadang sampai ke usus halus. Perforasi esophagus dan gaster umumnya terjadi karena asam
sulfat dan asam hidroklorida.3
IV. Pemeriksaan Kedokteran Forensik
1. Pemeriksaan Luar
a) Mata
Pada pemeriksaan fisik awal, penilaian terhadap luka-luka yang berpotensi mengancam jiwa.
Pemeriksaan fisik awal pada mata mungkin terbatas pada pH dan ketajaman visual. Setelah
irigasi berlebihan, pemeriksaan ophthalmologi penuh diperlukan. Ini dapat mengungkapkan
robek, injeksi konjungtiva, injeksi scleral, blansing scleral, kerusakan kornea, opacification
kornea, uveitis, glaukoma, atau perforasi. Kemudian pencatatan penurunan ketajaman visual.
Evaluasi fluorescein diperlukan untuk menentukan tingkat cedera.9
Gbr 4. (dikutip dari kepuastakaan 9): Trauma kimia asam pada mata
b) Kulit
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda
yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar
(asam kuat, basa kuat). Perubahan-perubahan pada kulit sesuai dengan derajat luka bakarnya.
Oleh karena itu, pada pemeriksaan luar perlu ditentukan: keadaan luka, luas luka, dan dalamnya
luka. Pada pemeriksaan luka ini perlu dicari adanya tanda-tanda reaksi vital berupa daerah yang
berwarna merah pada perbatasan pada daerah yang terbakar.16
Kedalamannya Luka bakar secara klinis ditandai dengan ketebalan parsial, atau total.17
i. Luka bakar ketebalan parsial
Kehilangan sampai dengan seluruh epidermis tetapi jaringan dermis dan isinya masih baik.
Sehingga membantu proses reepitelisasi. Walaupun pada luka daerah luas dermis terpapar dan
diikuti oleh reaksi peradangan yang hebat dengan eksudasi masif cairan, termasuk protein
plasma, tetapi pencangkokan plasma kulit biasanya tidak dibutuhkan. Luka bakar ketebalan
parsial umumnya menyatakan suatu intensitas panas yang rendah, yang dapat mencetuskan jejas
dan metabolisme sel yang dipercepat, inaktivasi enzim yang peka suhu, dn pencetusan jejas
vaskuler sehingga eksudat terjadi. Lapisan sel epidermis sampai dermis dapat hangus sama
sekali, dan mengalami nekrosis koagulatif dengan piknosis inti, atau pada lapisan epidermis lebih
dalam dapat menunjukkan bukti permeabilitas membran yang terganggu, pembengkakan inti,
dan seluler.
ii. Luka bakar ketebalan total
Bila luas biasanya memerlukan pencangkokan kulit. Karena pada ukuran luka yang
sebanding, luka bakar ketebalan total biasanya mengalami kehilangan cairan dan protein yang
lebih banyak daripada luka ketebalan parsial, biasanya peka terhadap infeksi sekunder. Tentu
saja pada luka bakar ketebalan total terdapat penghapusan atau koagulasi bukan saja seluruh
epidermis tetapi juga seluruh adneksa kulit. Dalam waktu beberapa jam sampai dengan satu atau
dua hari, reaksi seluler yang nyata, dan peradangan vaskuler menjadi tampak di daerah
berdekatan dengan jaringan yang selamat, sebagai tanda-tanda yang lebih nyata pada luka bakar
ketebalan total, daripada luka bakar ketebalan parsial.
Gbr 5. (dikutip dari kepustakaan 8): Luka bakar kimia dari asam asetat
c) Paru
Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus diperiksa pada korban trauma kimia.
Pemeriksaan neurologis menyeluruh harus dilakukan. Pada pemeriksaan paru-paru bisa
didapatkan peningkatan laju napas, bunyi mengi, atau suara berderak dan suara ronki kasar di
paru-paru yang berhubungan dengan edema. Semua tanda ini menunjukkan individu mengalami
kesulitan pernafasan.10
d) Pencernaan
Pada pemeriksaa luar, tanda khususnya yaitu bercak pada bibir, pipi, dagu dan leher,
sama halnya dengan luka bakar pada mukosa dari bibir sampai ke lambung, kadang-kadang
sampai ke usus halus. Perforasi esophagus dan gaster umumnya terjadi karena asam sulfat dan
asam hidroklorida.3
2. Pemeriksaan Dalam
a) Mata
Pada mata dilakukan beberapa pemeriksaan dalam untuk mengetahui penyebab trauma
pada mata. Pada palpebra: permukaan tarsal kelopak mata. Pada kornea dinilai pada korpus
alienum, aberasi, laserasi. Konyungtiva bulbaris terjadi perdarahan, laserasi. Pada sklera terdapat
luka tertutup oleh perdarahan.9
b) Kulit
Pada korban yang meninggal karena luka bakar bahan kimia, tidak ditemukan kelainan
yang spesifik, dimana kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan dalam juga bisa
dijumpai pada keadaan-keadaan lain. Efek sistemik jika mengalami trauma kimiawi haruslah
selalu diantisipasi. Contohnya, dalam menggunakan asam karbolik atau phenol untuk
pengelupasan yang dalam, setiap dokter membutuhkan pemeriksaan jantung dan resiko dari
kerusakan ginjal. Asam hydrofluoric bisa menyebabkan hipokalemia dan tetanus, disamping itu
asam monocloroasetic dapat memproduksi metabolik asidosis dan masalah CNS.8
1. Jantung
Udem interstitial dan fragmentasi myocardium dapat terjadi pada penderita dengan luka
bakar thermis, tetapi perubahan-perubahan ini tidak khas dan dapat ditemukan keadaan-keadaan
lain. Pada penderita dengan septicemia, ditemukan adanya metastase focus septic pada
myocardium dan endokardium. Perubahan lain berupa gambaran peteki pada pericardium dan
endokardium.18
Ginjal
Organ ini tidak terpengaruh langsung pada luka bakar thermik. Perubahan yang terjadi
pada organ ini biasanya merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi. Pada korban ynang
mengalami komplikasi berupa syok yang lama, dapat terjadi acute tubular necrosis pada tubulus
proksimal dan distal serta thrombosis vena. Acute tubular nekrosis in diduga disebabkan adanya
heme cast pada medulla yang bisa ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik. Pada korban yang
mengalami luka bakar yang fatal, dapat ditemukan adanya pembesaran ginjal. Traktus genitalis
merupakan sumber infeksi yang potensial pada luka bakar, terutama pada korban yang memakai
dauer kateter, dimana populasi bakteri yang ditemukan biasanya tidak berbeda dengan populasi
yang terjadi, bakteri tersebut antara lain: pseudomonas, aerobacter, staphylococcus, dan
proteus.18
Susunan saraf pusat
Dilaporkan adanya perubahan-perubahan pada susunan saraf pusat berupa edema,
kongesti, kenaikan tekanan intracranial dan herniasi dari tonsilla cerebellum melewati forame
magnum serta adanya perdarahan intracranial. Tetapi perubahan-perubahan ini diduga terjadi
akibat adanya gangguan keseimbangan air dan elektrolit, karena kebanyakan pada pasien dengan
luka bakar terjadi kenaikan temperature tubuh tidak lebih dari satu derajat, jadi dengan demikian,
otak tidak selalu terpengaruh oleh jejas thermik. Sel-sel neuron tidak menunjukkan perubahan-
perubahan abnormal kecuali sel-sel purkinye yang menunjukkan perubahan degenerative. Pada
penderita yang mengalami komplikasi berupa sepsis, maka dapat ditemukan adanya mikroabses
dan meningitis hematogenous.18
c) Paru
Pada pemeriksaan post mortem, trauma kimia meninggalkan kesan korosi pada saluran
pernapasan dari tahap ringan hingga petengahan. Selain itu didapatkan juga kongesti dan edema
paru pada trauma kimia yang disebabkan oleh bahan korosif asam. Inhalasi bahan kimia
menyebabkan kerusakan sel yang parah pada saluran pernapasan.10
d) Pencernaan
Pada pemeriksaan dalam yang didapatkan pada trauma kimia, ditemukan perforasi atau
ruptur gaster yang paling sering ditemukan oleh kerana trauma asam sulfur, dan asam
hidroklorida.3
V. Kesimpulan
Trauma yang disebabkan akibat bahan kimia biasanya disebabkan akibat dari kecelakaan
industri, kadang juga terjadi dengan produk kimia rumah tangga. Sejumlah penyebab kerusakan
jaringan bergantung pada kekuatan, konsentrasi, dan kuantitas dari bahan kimia yang terdapat di
permukaan kulit dan mukosa. Luka akibat trauma kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat
atau basa kuat. Asam kuat bersifat mengkoagulasikan protein sehingga luka korosinya kering,
dan keras, sedangkan basa kuat membentuk reaksi penyabunan intra sel sehingga luka bersifat
basah, licin, dan kerusakan akan terus berlanjut sampai dalam.1,2,3
Penangan awal dari semua luka bakar kimia adalah sama
yaitu melepaskan bahan kimia yang terkena pada bagian tubuh. Semua pakaian yang
terkontaminasi harus dilepas, dan irigasi secara menyeluruh bagian tubuh yang terkontaminasi.
Hal ini sering dilakukan adalah dengan mandi. Hal ini telah ditunjukkan untuk membatasi
kedalaman luka bakar. 19
DefinisiTrauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan membran sel disertai dehidrasi sel. Terjadi kerusakan jaringan yang menembus sampai ke lapisan yang lebih dalam dengan cepat dan berlangsung terus hingga kerusakan terus terjadi lama setelah trauma. Terbentuk koagulase yang.akan menambah kerusakan kolagen kornea. Bila menembus bola mata, akan merusak retina dan berakhir dengan kebutaan. Bahan kaustik soda dapat menembus bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
Komplikasi
Keratitis sika, parut, neovaskularisasi kornea, entropion, simblefaron, glaukoma sudut tertutup, katarak, dan ftisis bulbi.
Penatalaksanaan
o Irigasi secepatnya dengan air keran. Bila tersedia, sebaiknya dengan larutan garam fisiologis yang isotonis minimal selama 15 menit. Lebih lama lebih baik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks dengan swab kapas.
o EDTA diberikan segera setelah trauma, 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam selanjutnya beberapa kali sehari.
o Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.
o Sikloplegik (sulfas atropin 1 %) 3 x 1 tetes per hari.
o Steroid secara lokal atau sistemik diberikan bila peradangan sangat hebat dengan pemantauan ketat. Pemberian setelah 2 minggu dapat menghambat epitelisasi. .
o Analgesik dan anestetik topikal dapat diberikan.
o Rawat.
Prognosis
Ditentukan berdasarkan klasifikasi Hughes atau klasifikasi Thoft, tergantung derajat kerusakannya.
Klasifikasi Hughes :
1. Ringan
Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea atau konjungtiva Prognosis baik
2. Sedang
Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil secara detail Terdapat nekrosis dan iskemia ringan konjungtiva dan kornea Prognosis sedang
3. Berat
Terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat Terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak pucat Prognosis buruk
. Definisi
Klik untuk Memperbesar Gambar
Luka bakar zat kimia (chemical burn)adalah luka bakar yang disebabkan oleh adanya kontak antara jaringan kulit dengan zat kimia terutama asam atau basa kuat.
Hal ini dapat terjadi karena kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja, dan kecelakaan di industri atau di laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar, yaitu: kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.
Kekuatan asam dan basa didefinisikan dengan menggunakan pH. Pada asam kuat pH bernilai 1, pada basa kuat pH bernilai 14, dan pH netral adalah 7.
2. Etiologi
Penyebab chemical burn, yaitu :
Asam Kuat
Asam kuat adalah asam yang dapat terionisasi 100% dalam larutan. Contoh asam kuat yang terdapat dalam lingkungan adalah :
1. H2SO4 (asam sulfat), misalnya dalam aki mobil.2. NO3 (asam nitrat), misalnya dalam bahan baku pembuatan pupuk .
Basa Kuat
Basa kuat adalah basa yang dapat terionisasi 100% dalam larutan. Contoh penggunaan basa kuat dalam kehidupan sehari-hari adalah :
1. NaOH (natrium hidroksida atau soda api), digunakan sebagai bahan baku pembersih dalam rumah tangga, misalnya pada sabun cuci, detergen, pemutih, dan pembersih lantai.
2. Amoniak, yang digunakan untuk pelarut disinfektan dan bahan baku pupuk urea.
3. Patofisiologi dan Mekanisme
Basa akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah daripada asam. Asam yang mengenai jaringan kulit akan menyebabkan koagulasi nekrosis yang disebabkan oleh adanya denaturasi protein, dan akan membentuk sebuah gumpalan atau koagulasi (misalnya eschar).
Sedangkan pada basa, selain terjadi denaturasi protein dan saponifikasi lemak yang cepat setelah terjadi kontak, basa juga akan menarik cairan yang akan menyebabkan liquefaction necrosis.
Zat kimia ini apabila kontak dengan kulit akan menyebabkan adanya peningkatan permiabilitas kapiler, sehingga banyak cairan akan keluar dari intravaskuler ke interstitial.
Fungsi-fungsi sel membran sebagai barrier yang semipermiabel akan rusak. Untuk itu fungsi volume plasma pada jaringan yang terbakar hanya akan kembali normal apabila terjadi perbaikan pada ruang ekstraseluler terlebih dahulu.
Pada jaringan kulit yang terbakar, terbentuknya edema akan lebih cepat daripada jaringan kulit yang tidak terbakar, karena adanya hipoproteinemia. Puncak kehilangan protein pada luka bakar adalah 8-12 jam setelah terjadinya kontak.
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganate, dan asam kromat dapat bersifat oksidatif.
Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih serta larutan basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida, menyebabkan denaturasi protein.
Denaturasi akibat penggaraman juga dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat dapat merusak sel karena bersifat cepat menarik air.
Gas yang dipakai dalam peperangan menimbulkan luka bakar dan menyebabkan anokisa sel bila berkontak dengan kulit atau mukosa. Asam fluorida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia.
Asam tanat dan, kromat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorbsi. Sedangkan bahan lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
4. Gejala Klinis
Tanda dan gejala klinis pasien luka bakar zat kimia tergantung pada rute pajanan dan zat tertentu yang terlibat. Misalnya, pada pajanan bahan asam fluorida, biasanya gejala timbul perlahan, tetapi harus diobati sesegera mungkin dan dijauhkan dari paparan bahan tersebut.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala dan tanda pada pasien yang terpapar zat kimia adalah :
1. Jenis agen paparan, konsentrasi, bentuk fisik, dan pH2. Rute paparan3. Waktu pajanan4. Volume paparan5. Kemungkinan paparan berulang dengan zat tersebut6. Waktu dan luasnya irigasi setelah terpajan.
Semua luka bakar karena paparan bahan kimia harus dipertimbangkan kegawatdaruratan medisnya. Kebanyakan luka bakar terjadi di wajah, mata, tangan, dan kaki.
Biasanya luka bakar zat kimia relatif kecil dan hanya membutuhkan rawat jalan. Tetapi, luka bakar tersebut dapat juga menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang tidak tampak dari luar sehingga dalam pengobatannya tetap harus diperhatikan kemungkinan komplikasinya.
Luka bakar zat kimia dapat tak terduga, walaupun jarang, menyebabkan kematian.
Gejala dan tanda pada luka bakar kimia adalah :
1. Kemerahan, iritasi atau adanya bekas pembakaran pada lokasi yang terpajan2. Nyeri atau mati rasa pada lokasi yang terpajan3. Kulit melepuh atau menghitam dan mati pada lokasi yang terpajan4. Perubahan visus jika bahan kimia tersebut masuk pada mata
5. Jika bahan kimia terhirup akan menyebabkan batuk atau sesak nafas
Dalam kasus yang berat, dapat pula terjadi tanda-tanda sebagai berikut :
1. Tekanan darah yang rendah2. Pingsan, kelemahan, pusing3. Sesak nafas dan batuk parah4. Nyeri kepala hebat5. Kejang otot (otot berkedut)6. Aritmia jantung atau cardiac arrest.
5. Pengobatan
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak masih dapat terus menembus kulit, kadang sampai dengan 72 jam.
Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif, yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan apabila perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis.
Netralisasi dengan zat kimia lain dapat merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hewan uji, dilakukannya irigasi baik pada paparan asam maupun basa dalam beberapa menit mengurangi pH di kulit dan luka yang lebih dalam.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa, pasien yang menerima irigasi dalam waktu 10 menit mengalami penurunan lima kali lipat daripada dilakukannya irigasi setelah di rumah sakit.
Pada beberapa situasi khusus seperti kontaminasi pada logam litium, natrium, kalium atau magnesium, irigasi dengan air dapat menghasilkan reaksi kimia yang dapat menyebabkan perburukan luka bakar. Sehingga apabila terdapat paparan pada logam-logam tersebut, sebaiknya ditutupi dengan minyak mineral dan potongan-potongan logam yang tertinggal harus dilepaskan dengan menggunakan tang dan ditempatkan di dalam minyak mineral juga.
Jika potongan-potongan logam tidak bisa dilepaskan, maka dapat menutupi luka dengan kain kasa yang dibasahi mineral. Jika terdapat kontaminasi dengan fosfor putih, maka sebaiknya diirigasi dengan menutupinya dengan kain kasa yang direndam air dan menjaga kelembaban daerah setiap saat. Daerah tersebut juga dapat ditutupi dengan petroleum jelly.
Sebagai tindak lanjut, jika perlu dapat dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum serta pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluoride, pemberian kalsium glukonat 10% di bawah jaringan yang terkena dapat bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluoride yang tidak larut. Jika ada luka dalam, maka diperlukan debridement yang disusul cangkok kulit dan rekonstruksi.
Pajanan zat kimia pada mata perlu tindakan darurat berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita dirawat di rumah sakit. Penyiraman sering sukar dilakukan karena biasanya timbul blefarospasme atau otot kelopak mata berkedut.
Obat-obatan yang digunakan terutama adalah obat topikal. Terapi antibiotik topikal diberikan pada luka bakar dermal dan ocular.
Kalsium atau garam magnesium digunakan untuk luka bakar asam fluoride. Sedangkan untuk menghilangkan rasa nyeri dapat digunakan obat-obatan analgesik terutama dari golongan AINS (anti inflamatori non steroid) karena dapat menghambat pembentukan prostaglandin.
Terapi steroid masih dalam kotroversial, tetapi mungkin lebih baik untuk pengobatan dalam peradangan saluran nafas bagian atas. Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa terapi steroid menurunkan kejadian pembentukan penyempitan luka. Steroid malah dapat mempengaruhi timbulnya tanda-tanda infeksi dan kemungkinan perforasi.
Selain itu, pasien juga diberikan cairan IV untuk mengganti kehilangan cairan yang terjadi.
Recommended