View
12
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
CFS
Citation preview
REFERAT
Pendekatan Pada Sindrom Kelelahan Kronis
Disusun oleh :
Erik Susanto / 11.2014.095
Dokter Pembimbing :
dr. Marodjahan Siregar, SpKJ
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya
Periode 8 Juni 2015 – 11 Juli 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
sehingga referat yang berjudul “Pendekatan Pada Sindrom Kelelahan Kronis“ ini dapat
diselesaikan.
Referat ini merupakan salah satu pemenuhan syarat kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana.
Terima kasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Marodjahan Siregar, SpKJ sebagai pembimbing
yang telah memberikan saran, bimbingan, serta dukungan dalam penyusunan referat ini.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada rekan - rekan dokter muda dan semua pihak
yang banyak membantu dalam penyusunan referat ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi
kesempurnaan referat ini. Semoga karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.
Sekian dan terima kasih.
Jakarta, 30 Juni 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................... 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………....... 3
Bab I Pendahuluan.................................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang……………………………………………………………………. 4
1.2 Tujuan……………………………………………………………………………. 4
1.3 Manfaat…………………………………………………………………………... 5
Bab II Pembahasan…………………………………………………………………………… 5
Definisi…………………………………………………………………………………….…. 5
Epidemiologi………………………………………………………………………................ 6
Etiologi………………………………………………………................................................ 6
Faktor Resiko……………………………………………………………………………....... 8
Gejala Klinis……………………………..…………………………………………………... 8
Diagnosis…………………………………………………………………………………….. 9
Differential Diagnosis……………………………………………………………………….. 9
Perjalanan Penyakit dan Prognosis………………………………………………………….. 10
Penatalaksanaan……………………………………………………………………………... 10
Bab III Kesimpulan…………………………………………………………………………. 11
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….. 12
3
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Chronic Fatigue Syndrome (CFS) atau Sindrom Kelelahan Kronis merupakan
sebuah kompleks, gangguan kelelahan kronis dari etiologi yang tidak diketahui, ditandai oleh
adanya kelelahan yang intens dan menyebabkan disabilitas (fisik dan mental), dan tanpa
segala penyebab yang jelas dengan perjalanan klinis yang mengganggu kegiatan sehari - hari,
tidak membaik dengan istirahat, memburuk dengan latihan atau olahraga, dan biasanya terkait
dengan sistemik, manifestasi fisik dan neuropsikologi.1
Dalam terminologi medis, kelelahan atau fatigue adalah onset awal dari kelelahan yang
muncul setelah suatu kegiatan telah dimulai, yang merupakan sensasi kelelahan atau kesulitan
untuk melaksanakan kegiatan fisik atau intelektual, tanpa pemulihan setelah masa istirahat.
Fatigue telah dikategorikan sebagai recent fatigue, prolonged fatigue dan chronic fatigue, sesuai
dengan waktu evolusi (masing - masing kurang dari satu bulan, lebih dari satu bulan, dan lebih
dari enam bulan).1
Dianjurkan untuk membedakan kelelahan dari konsep - konsep medis lain dengan
gejala yang hampir sama; pertama, dari asthenia yang didefinisikan sebagai kurangnya kekuatan
atau perasaan ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas sehari - hari, yang lebih intens pada
akhir hari, dan biasanya membaik setelah periode dari tidur. Kedua, dari kelemahan yang
merupakan pengurangan atau hilangnya kekuatan otot, dan gejala kuncinya pada penyakit otot.1
1.2 Tujuan
Referat ini dibuat dengan maksud untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca
mengenai penyakit Chronic Fatigue Syndrome (CFS) dengan harapan bahwa pembaca dapat
mendeteksi secara dini mengenai penyakit tersebut berdarsarkan gejala – gejalanya dan
pasien bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat sehingga diusahakan fungsi dalam
kehidupan sehari – hari atau aktivitas dapat dijalankan dengan baik.
4
Mengingat pentingnya pengertian dan pemahaman calon dokter sebagai profesi yang
akan menentukan diagnosa CFS, maka penulis mencoba memberikan informasi dari berbagai
sumber mengenai penyakit Chronic Fatigue Syndrome (CFS).
1.3 Manfaat
Penulis berharap referat ini dapat memberikan pengetahuan tentang penyakit Chronic
Fatigue Syndrome (CFS) kepada para pembaca, terutama para calon dokter dan praktisi
kesehatan lainnya.
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi
Sindroma kelelahan kronis adalah suatu penyakit kompleks yang terdiri dari kumpulan
gejala dengan karakteristik kelelahan luar biasa yang tak terjelaskan oleh dasar kondisi medis
apapun dan terjadi selama 6 bulan atau lebih, sering disertai dengan myalgia, sakit kepala,
faringitis, demam ringan, keluhan kognitif, gejala gastrointestinal, dan kelenjar getah bening
yang melunak. Kelelahan ini bisa bertambah parah dengan aktifitas fisik dan mental, tapi tidak
bisa hilang dengan istirahat.1
Penyebab sindroma kelelahan kronis tidak diketahui, meskipun ada banyak teori, mulai
dari infeksi virus sampai tekanan psikologis (stres). Para ahli percaya bahwa sindrom kelelahan
kronis bisa dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Pencarian masih berlanjut untuk penyebab
infeksi kelelahan kronis karena tingginya persentase pasien yang melaporkan onset mendadak
setelah penyakit seperti flu berat.1
Tidak ada satu tes apapun yang bisa memastikan diagnosa sindroma kelelahan kronis.
Anda mungkin harus menjalani bermacam tes untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan
lain yang memiliki kesamaan gejala. Pengobatan sindrom kelelahan kronis fokus pada pemulihan
dari gejala penyakit.1
5
2.2 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi pasti sindrom kelelahan kronis tidak diketahui tetapi insidennya
diperkirakan 1 per 1000. Penyakit ini terutama diamati pada dewasa muda (usia 20 hingga 40).
Perempuan sedikitnya dua kali lebih mungkin terkena dibandingkan laki – laki. Di Amerika
Serikat, sejumlah studi menunjukkan bahwa kira – kira 25 persen populasi dewasa umum
mengalami kelelahan yang berlangsung 2 minggu atau lebih. Ketika kelelahan berlangsung
hingga lebih dari 6 bulan didefinisikan sebagai kelelahan kronis.2
Telah dilaporkan bahwa sindrom kelelahan kronis memiliki prevalensi 0,52 persen pada
perempuan dan 0,29 persen pada laki – laki. Suatu studi pada pasien di klinik pelayanan primer
menemukan bahwa 24 persen pasien mengalami kelelahan yang berlangsung lebih dari 1 tahun.
Sindrom kelelahan kronis juga terjadi pada anak - anak dan remaja tapi rupanya pada tingkat
yang lebih rendah.2
2.3 Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui. Diagnosis dapat ditegakkan hanya setelah semua
penyakit medis dan psikiatris lain yang menyebabkan kelelahan kronis telah disingkirkan. Studi
ilmiah telah mensahkan bahwa tidak ada tanda patognomonik atau uji diagnostik untuk keadaan
ini.3
Meskipun etiologi dan mekanisme patogenik CFS tidak sepenuhnya dipahami, beberapa
hipotesis telah didalilkan dan dijelaskan di bawah ini, menjadi gangguan sistem saraf pusat
neuromodulator yang didukung oleh lebih banyak bukti untuk menjelaskan mekanisme patogen
yang mungkin terlibat dalam CFS.3
Teori Menular
Epstein Barr Virus, Candida albicans, Borrelia burgdorferi, Enterovirus,
Cytomegalovirus, Herpes Virus, Espumavirus, Retrovirus, Borna Virus, virus Coxsackie B, dan
virus Hepatitis C (HCV) telah dikaitkan dengan CFS, namun hubungan mereka dengan patogen
sindrom ini belum dibuktikan.3
6
Teori Imunologi
Meskipun banyak studi dari sistem kekebalan tubuh, hanya beberapa kelainan yang
biasanya dilaporkan pada pasien sindrom kelelahan kronis. Beberapa temuan menunjukkan
bahwa tingkat aktivasi kekebalan seluler dapat dikaitkan dengan tingkat keparahan gejala fisik,
keluhan kognitif, dan gangguan yang dirasakan terkait dengan sindrom kelelahan kronis. Namun,
yang lain telah menunjukkan bahwa perbaikan klinis pada sindrom kelelahan kronis tidak
dikaitkan dengan perubahan dalam subset limfosit atau aktivasi.3
Meskipun gangguan yang berbeda telah ditemukan dalam sistem kekebalan tubuh atau
fungsinya, saat ini tidak ada bukti ilmiah untuk atribut penyebab sindrom ini untuk gangguan
utama dari sistem kekebalan tubuh. Ada sejumlah besar penelitian tentang gangguan kekebalan
di CFS menilai parameter identik, tetapi mereka sering menghasilkan hasil yang bertentangan.
Pada saat ini, tidak ada tes imunologi yang diagnostik untuk sindrom kelelahan kronis.3
Teori Neuroendokrinologi
Beberapa gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) dan dalam produksi
hormon terkait telah ditemukan pada CFS, serta gangguan mekanisme pengaturan dari sistem
saraf otonom.3
Sebuah kajian komprehensif baru - baru ini studi neuroendokrin melaporkan bahwa
kelainan pada hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) jalur serotonin telah diidentifikasi pada
pasien sindrom kelelahan kronis, menunjukkan respon fisiologis terhadap stres diubah. Sekitar
sepertiga dari pasien dengan sindrom kelelahan kronis telah ditunjukkan untuk menunjukkan
hypocortisolism, yang tampaknya berasal dari sumber CNS daripada situs adrenal primer. Sangat
menarik untuk dicatat bahwa studi terbaru dari keluarga dengan 32 anggota yang memiliki
sindrom kelelahan kronis dilaporkan mengidentifikasi mutasi genetik yang mempengaruhi
kemampuan untuk menghasilkan globulin, protein penting untuk pengangkutan kortisol dalam
darah.3
Selain itu, penelitian telah menunjukkan kelainan SSP serotonin fisiologi pada pasien
dengan sindrom kelelahan kronis. Lebih khusus, administrasi agonis serotonin menyebabkan
peningkatan yang signifikan dalam kadar prolaktin serum pada pasien sindrom kelelahan kronis,
relatif terhadap subjek perbandingan depresi dan sehat, menunjukkan CNS up-regulation pada
sistem serotonergik. Sebaliknya, pasien dengan depresi klinis
7
menunjukkan pola yang berlawanan hypercortisolism dan memiliki serotonin dimediasi respon
prolaktin ditekan. Penelitian dari kelainan fungsi HPA, respon stres hormon, dan serotonin
neurotransmisi pada pasien sindrom kelelahan kronis telah menghasilkan temuan yang paling
direproduksi dan kuat dilaporkan sampai saat ini.3
2.4 Faktor risiko
Faktor - faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena sindroma kelelahan kronis
antara lain:4
a) Umur
Sindroma kelelahan kronis bisa muncul pada usia berapa pun, tapi paling sering terjadi pada
orang berusia 40 keatas.4
b) Jenis kelamin
Wanita didiagnosa memiliki sindrom kelelahan kronis yang lebih tinggi dibanding pria, tapi
itu bisa juga diakibatkan karena wanita cenderung lebih melaporkan gejala-gejala yang mereka
alami pada dokter.4
c) Gaya hidup
Orang dengan kelebihan berat badan atau tidak aktif akan cenderung memiliki sindrom
kelelahan kronis. Stres juga bisa menjadi faktor pendukung penyakit ini.4
2.5 Gejala Klinis
Kriteria CDC, Sindrom Kelelahan Kronis:2,5
A. Kelelahan berat yang tidak dapat dijelaskan selama 6 bulan yang:
1) Dengan awitan baru atau pasti
2) Bukan disebabkan kerja berat terus – menerus
3) Tidak dapat pulih dengan istirahat
4) Mengganggu fungsi
B. Adanya empat atau lebih gejala baru berikut ini:2,5
1) Gangguan daya ingat atau konsentrasi
2) Sakit tenggorok
3) Nyeri kelenjar getah bening
4) Nyeri otot
8
5) Nyeri pada sejumlah sendi
6) Pola sakit kepala baru
7) Tidur yang tidak menyegarkan
8) Malaise pascakerja berat yang berlangsung lebih dari 24 jam
2.6 Working Diagnosis
Oleh karena sindom kelelahan kronis tidak memiliki ciri patognomonik, diagnosisnya
menjadi sulit. Dokter harus berusaha untuk menggambarkan sebanyak mungkin tanda dan gejala
untuk mempermudah prosesnya.2,5,6
Kriteria diagnostik CDC pada sindrom kelelahan kronis, mencakup kelelahan selama 6
bulan, gangguan daya ingat atau konsentrasi, sakit tenggorok, kelenjar getah bening yang nyeri
atau membesar, nyeri otot, arthralgia, sakit kepala, gangguan tidur, dan malaise pascakerja.
Kelelahan, yang merupakan gejala yang paling jelas, ditandai dengan keletihan fisik dan jiwa
berat yang cukup untuk menyebabkan penurunan 50% dalam aktivitas pasien. Onset biasanya
bertahap, tetapi beberapa pasien memiliki onset akut yang menyerupai penyakit seperti flu.2,5,6
2.7 Differential Diagnosis
Kelelahan kronis harus dibedakan dari gangguan endokrin seperti hipotiroidisme;
gangguan neurologis seperti multiple sclerosis (MS); gangguan infeksi seperti acquired immune
deficiency syndrome (AIDS) dan mononucleosis infeksiosa; serta gangguan psikiatri seperti
gangguan depresif. Proses evaluasi ini rumit.2,5,6
Hingga dengan 80 persen pasien dengan sindrom kelelahan kronis memenuhi kriteria
diagnostik untuk depresi berat. Hubungan ini sedemikian tinggi sehingga banyak psikiater yakin
bahwa semua kasus sindrom ini adalah gangguan depresif tetapi pasien dengan sindrom
kelelahan kronis jarang melaporkan perasaan bersalah, gagasan bunuh diri, atau anhedonia dan
menunjukkan sedikit atau tidak ada penurunan berat badan.2,5,6
9
Biasanya juga tidak terdapat riwayat keluarga yang mengalami depresi atau muatan genetic
lainnya untuk gangguan psikiatri dan sedikit jika ada peristiwa yang menimbulkan stress di
dalam kehidupan pasien yang mungkin dapat mencetuskan atau bertanggung jawab terhadap
terjadinya penyakit depresif. Disamping itu, walaupun sejumlah pasien memberikan respons
terhadap obat antidepresan, banyak diantara mereka akhirnya menjadi refrakter terhadap semua
agen psikofarmakologis. Meskipun demikian, tanpa memandang label diagnostic, komorbiditas
depresif membutuhkan terapi antidepresan atau terapi perilaku kognitif atau kombinasi
keduanya.2,5,6
2.8 Perjalanan penyakit dan Prognosis
Pemulihan spontan jarang terjadi pada pasien dengan sindrom kelelahan kronis tetapi
perbaikan dapat terjadi. Pasien dengan prognosis yang paling baik tidak memiliki penyakit
psikiatri sebelumnya atau yang terjadi bersamaan mampu mempertahankan kontak sosial dan
melanjutkan pekerjaan, bahkan dengan tingkatan yang berkurang.7
2.9 Penatalaksanaan
Terapi sindrom kelelahan kronis terutama bersifat suportif. Dokter pertama kali harus
menegakkan raport dan tidak mengabaikan keluhan pasien tanpa dasar. Dokter harus
menyemangati pasien untuk sebisa mungkin terus melakukan aktivitasnya sehari – hari dan
melawan kelelahannya. Beban kerja yang dikurangi jauh lebih baik daripada bolos dari
pekerjaan.7,8
Terapi psikiatri diinginkan kecuali jika ada depresi. Pada banyak kasus, gejala membaik
secara nyata jika pasien diberikan psikoterapi berorientasi tilikan atau suportif. Terapi perilaku
kognitif dilaporkan berguna pada pasien ini. Terapi ditujukan untuk membantu pasien
menghadapi dan memperbaiki keyakinan yang salah, seperti rasa takut bahwa setiap aktivitas
menyebabkan kelelahan akan memperparah gangguan.7,8
Agen farmakologis, terutama antidepresan tanpa sifat sedasi, seperti buproprion
(Wellbutrin) dapat berguna. Nefadozone (Serzon) dilaporkan mengurangi nyeri dan memperbaiki
10
tidur serta daya ingat pada sejumlah pasien. Analeptik, contohnya amphetamine atau
methylphenidate (Ritalin) dapat membantu mengurangi kelelahan.7,8
Bab III
Kesimpulan
Sindroma kelelahan kronis adalah suatu penyakit kompleks yang terdiri dari kumpulan
gejala dengan karakteristik kelelahan luar biasa yang tak terjelaskan oleh dasar kondisi medis
apapun dan terjadi selama 6 bulan atau lebih, sering disertai dengan myalgia, sakit kepala,
faringitis, demam ringan, keluhan kognitif, gejala gastrointestinal, dan kelenjar getah bening
yang melunak. Kelelahan ini bisa bertambah parah dengan aktifitas fisik dan mental, tapi tidak
bisa hilang dengan istirahat. Etiologi CFS masih belum diketahui, diduga ada hubungan erat
dengan faktor imunologi, hormon dan infeksi virus. Penanganan pada CFS ini hanya bersifat
suportif saja. Para dokter harus dapat mengenali gejala CFS ini sehingga dapat menegakkan
diagnosis sedini mungkin agar pasien menjadi produktif lagi untuk bekerja atau melakukan
aktivitas sehari – hari secara optimal.
11
Daftar Pustaka
1. Niloofar A, Dedra B. Chronic Fatigue Syndrome: A Review. The American Journal Of
Psychiatry. 2003.
2. Sadock BJ. Sadock VA. Kaplan & Sadock’s. Synopsis of Psychiatry. 10th ed. Lippincott
Williams and Wilkins: Philadelphia. 2007.p.281-3.
3. Alfredo V, Alfaro P. Chronic fatigue syndrome: etiologi, diagnosis, and treatment. 4th ed.
2009.p.355-9.
4. Kempke S, Luyten P. Psychiatric aspects of chronic fatigue syndrome and fibromyalgia.
1st ed. 2010.p. 133-4.
5. Maslim, R.: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,
Jakarta, 2001.
6. Maulany RF. Setio M: Buku Saku Psikiatri. 1st ed. Jakarta; EGC, 1997. 97-9.
7. Theodore AS. John BH. Peter LS. MGH Guide to Psychiatri in Primary Care. McGraw-
Hill: New York. 2005.p. 333-6.
8. Richard M. Michael S. Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ publishing group:
London. 2003.p. 247-9.
12
Recommended