View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
SAHAM PERSEROAN TERBATAS GO PUBLIC
SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
(Skripsi)
Oleh:
Tio Riyanaji
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
i
ABSTRAK
SAHAM PERSEROAN TERBATAS GO PUBLIC
SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
Oleh :
Tio Riyanaji
Perseroan membagi kekayaan yang dimilikinya menjadi saham-saham. Saham-
saham ini ternyata dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang. Hal ini sesuai
dengan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan “Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan
fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah alasan saham perseroan terbatas go public dapat
dijadikan objek jaminan fidusia, proses terjadinya pengikatan saham perseroan
terbatas go public sebagai objek jaminan fidusia, dan preses eksekusi saham
perseroan terbatas go public yang dijadikan objek jaminan fidusia apabila terjadi
cidera janji pada perjanjian pokoknya oleh pihak debitor.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif
dengan tipe penelitian deskriptif dan pendekatan masalah dilakukan secara yuridis
normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah studi pustaka. Semua data yang dikumpulkan dianalisis
secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, menunjukan bahwa saham
perseroan terbatas go public termasuk sebagai benda bergerak sehingga saham
tersebut dapat dijadikan sebagai objek penjaminan utang dengan menggunakan
lembaga jaminan fidusia. Proses terjadinya pengikatan saham perseroan terbatas
go public sebagai objek jaminan fidusia dimulai saat pemegang rekening efek
mengajukan permohonan agunan efek secara tertulis kepada PT Kustodian Sentral
Efek Indonesia. Akibat hukum dari debitor yang melakukan cidera janji akan
menimbulkan kegiatan eksekusi jaminan fidusia. Eksekusi jaminan fidusia
merupakan penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Kata Kunci: Saham, Perseroan Terbatas Go Public, Jaminan Fidusia
SAHAM PERSEROAN TERBATAS GO PUBLIC
SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
Oleh:
TIO RIYANAJI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Tio Riyanaji. Penulis dilahirkan di
Bandar Lampung pada tanggal 26 Januari 1995 dan
merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Eri Sutikno
dan Ibu Siti Wulandari.
Penulis mengawali pendidikan Sekolah Dasar Negeri 5 Gedong Air Kota Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama Negeri
10 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010, dan menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Bhakti Utama Bandar Lampung pada
tahun 2013.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada
tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti kegiatan seminar
nasional maupun daerah.
Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) Unila Periode I
selama 40 hari di Desa Segala Mider, Kecamatan Pubian, Kabupaten Lampung
Tengah pada tahun 2017.
vii
MOTTO
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(Qs. al-Mujadilah 58:11)
“Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkan pada
ilmu pengetahuan.”
(Ali Bin Abi Thalib)
“Berbahagialah orang yang dapat menjadi tuan bagi dirinya, menjadi pemandu
untuk nafsunya dan menjadi kapten untuk bahtera hidupnya.”
(Ali Bin Abi Thalib)
“Jika kamu ingin hidup bahagia, terikatlah pada tujuan,
bukan pada orang ataupun benda.”
(Albert Einstein)
viii
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segara kerendahan hati
kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku
Bapak Eri Sutikno dan Ibu Siti Wulandari
yang selama ini telah banyak berkorban, menyemangati dan selalu berdoa
serta menantikan keberhasilanku
ix
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,
berkat rahmat dah hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “SAHAM PERSEROAN TERBATAS GO PUBLIC SEBAGAI
OBJEK JAMINAN FIDUSIA” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung di bawah
bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW berserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang Syafaatnya
sangat kita nantikan di akhir kelak.
Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembimbing I. Terima
kasih atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
saran, arahan dan berbagai kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
x
3. Depri Liber Sonata, S.H., M.H, Pembimbing II. Terima kasih atas kesediaan,
kesabaran, dan semangatnya dalam meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan dan berbagai kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak Dwi Pujo Prayitno, S.H., M.H., Pembahas I yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukkan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;
5. Ibu Nenny Dwi Ariani, S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukkan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;
6. Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H., Pembimbing Akademik atas bimbingan
dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan secara teknis maupun administratif yang diberikan kepada
penulis selama menyelesaikan studi;
8. Terkhusus untuk orang tuaku, Bapak Eri Sutikno dan Ibu Siti Wulandari,
yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada penulis, serta
menjadi pendorong semangat agar penulis terus berusaha keras mewujudkan
cita-cita dan harapan sehingga dapat membanggakan mereka berdua;
9. Sahabat-sahabatku Dwi Susanti dan Prastyani Pratiwi terima kasih selalu ada
untukku dan menemani hari-hariku serta senantiasa memberikan nasihat,
semangat dan dukungannya. Semoga persahabatan ini tetap berlanjut
selamanya.
10. Teman-temanku Faiz Rabbani, Indri Komalasari, Made Atma Gebi Suryani,
Ni Komang Suniasih, Nur Intan Fatimah, Ricky Subarkah, Riko Nayohan,
xi
Rizka Dilia, Theresia Endah Asriati, Tiara Ratu Puspita Hakim, Tibal Arif
Kusuma, Tabita Efralita Susilawati, Verena Lestari, Wendra Hardi dan Yoga
Catur Wicaksono terima kasih untuk dukungan moril serta motivasi kepada
penulis selama masa perkuliahan yang selalu ada baik saat senang maupun
sedih, terima kasih telah memberi keceriaan dalam hidupku;
11. Para Pengurus dan Anggota UKM-F Forum Silaturahim dan Studi Islam
Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, terima kasih atas semangat dan motivasi serta pengalaman berharga
yang telah diberikan;
12. Para Pengurus dan Anggota Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
terima kasih atas semangat dan motivasi serta pengalaman berharga yang
telah diberikan;
13. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) Unila Periode I
2017 di Desa Segala Mider, Kecamatan Pubian, Kabupaten Lampung
Tengah, Alin, Heni, Intan, Nandra, Novi, Ryan, Devi, Devika, Fazrin, Ilham,
Irine, Pur dan Windy, semoga rasa kekeluargaan tetap terjaga;
14. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung angkatan 2014, terima kasih atas kebersamaannya;
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya;
16. Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung.
xii
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis
dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuannya.
Bandar Lampung, Februari 2019
Penulis,
Tio Riyanaji
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi
MOTTO .................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii
SANWACANA ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
C. Ruang Lingkup ............................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
E. Kegunaan Penelitian .................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10
A. Perseroan Terbatas ....................................................................... 10
1. Pengertian Perseroan Terbatas .............................................. 10
2. Klasifikasi Perseroan Terbatas .............................................. 11
3. Pendirian Perseroan Terbatas ................................................ 15
4. Organ Perseroan Terbatas ..................................................... 17
5. Modal .................................................................................... 18
6. Saham .................................................................................... 19
B. Penawaran Umum ........................................................................ 22
1. Pengertian Penawaran Umum ............................................... 22
2. Penerbitan Efek ..................................................................... 24
3. Perdagangan Efek ................................................................. 24
C. Hukum Perjanjian ........................................................................ 26
1. Pengertian Hukum Perjanjian ............................................... 26
2. Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ...................................... 27
3. Syarat Sah Perjanjian ............................................................ 28
D. Hukum Jaminan ........................................................................... 29
1. Pengertian Hukum Jaminan .................................................. 29
xiv
2. Asas-asas dalam Hukum Jaminan ......................................... 30
3. Sifat dan Bentuk Jaminan ..................................................... 30
4. Jenis Jaminan Kebendaan ..................................................... 34
5. Cedera Janji ........................................................................... 36
E. Kerangka Berpikir ........................................................................ 37
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 40
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 40
B. Tipe Penelitian .............................................................................. 41
C. Pendekatan Masalah...................................................................... 41
D. Sumber Data.................................................................................. 42
E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 43
F. Metode Pengolahan Data ............................................................. 44
G. Analisis Data ................................................................................ 45
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 46
A. Saham Perseroan Terbatas Go Public Sebagai Jaminan Utang
Dengan Menggunakan Lembaga Jaminan Fidusia ...................... 46
B. Proses Terjadinya Pengikatan Saham Perseroan Terbatas
Go Public sebagai Objek Jaminan Fidusia .................................. 51
1. Pembebanan Saham Perseroan Terbatas Go Public
sebagai Objek Jaminan Fidusia dengan Perjanjian Kredit ..... 57
2. Pendaftaran Jaminan Fidusia ................................................ 62
3. Akibat Hukum Apabila Akta Perjanjian Jaminan
Fidusia Telah ataupun Tidak Didaftarkan ............................ 67
4. Hak-Hak yang Terdapat dalam Saham Perseroan Terbatas
Go Public Setelah Terjadinya Pengikatan Jaminan Fidusia . 68
C. Proses Eksekusi Saham Perseroan Terbatas Go Public yang
Dijadikan Objek Jaminan Fidusia Apabila Debitor Cedera Janji 69
1. Proses Eksekusi ..................................................................... 69
2. Penjualan di Bawah Tangan ................................................. 72
3. Penjualan Melalui Lelang ..................................................... 73
4. Pelaksanaan Penjualan Khusus ............................................. 74
V. PENUTUP........................................................................................... 77
A. Simpulan ........................................................................................ 77
B. Saran .............................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Alur Pikir ....................................................................... 37
Gambar 2. Bagan Proses Fidusia atas Saham Perseroan Terbatas Go
Public ...................................................................................... 53
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya langsung dalam memajukan
Indonesia yang adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam
membangun ekonomi nasional, pemerintah wajib memperhatikan semua aspek
terutama aspek hukum, karena hukum dapat melakukan pengendalian langsung
terhadap semua sendi perekonomian nasional. Salah satu aspek hukum yang
langsung berkaitan dengan bidang ekonomi adalah kesepakatan atau perjanjian.
Perjanjian dalam hal ini bisa berupa jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan
lainnya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dana dalam melakukan
pembangunan.
Melalui perjanjian kita dapat melakukan transaksi utang-piutang yang legal sesuai
hukum yang berlaku dan melalui perjanjian pula kita dapat menjaminkan aset-aset
atau harta benda kita sebagai jaminan guna fasilitas kredit yang diberikan oleh
pihak lain. Oleh karena itu, pembinaan hukum terhadap hukum jaminan adalah
konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan
hukum untuk mengimbangi lajunya kegiatan dalam bidang perdagangan,
perindustrian, perseroan, dan kegiatan lain dalam pembangunan.1
1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty Offset, 2001), hlm. 1.
2
Pada bidang perseroan, dana atau modal merupakan salah satu inti utama dari
sebuah perseroan. Perseroan membutuhkan dana sebagai modal untuk
menjalankan usahanya. Modal sebuah perseroan dapat diperoleh dari berbagai hal,
salah satunya adalah modal dari pemilik perseroan itu sendiri. Sedangkan cara lain
yang dapat dilakukan melalui peminjaman kepada pihak lain atau disebut juga
sebagai utang. Untuk menjamin pembayaran atau pelunasan utang tertentu,
debitor atau si berutang umumnya diwajibkan menyediakan jaminan berupa
agunan (kebendaan tertentu) yang dapat dinilai dengan uang, berkualitas tinggi
dan mudah untuk dicairkan, yang nilainya minimal sebesar jumlah utang yang
diberikan dari kreditor kepada debitor tersebut.
Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu
kemampuan debitor (si berutang) untuk melunasi perutangannya kepada kreditor
(pemberi utang), yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang
bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima
debitor dari kreditornya.2 Secara sederhana, jaminan adalah objek yang digunakan
untuk menjamin utang debitor kepada kreditor.
Hukum mengenal banyak bentuk jaminan, yang paling banyak digunakan adalah
gadai (pegadaian) dan jaminan fidusia. Jaminan fidusia lahir untuk melengkapi
kelemahan-kelemahan dari bentuk jaminan lainnya, terutama jaminan gadai.3
Kelemahan dari jaminan gadai terlihat pada objek jaminannya yang berada di
tangan penerima gadai. Apabila objek tersebut diserahkan kepada penerima gadai
2 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan Cet. 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),
hlm. 70. 3 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan
Fidusia Di dalam Praktik dan Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM,
1980), hlm. 15.
3
maka pemberi gadai tidak dapat menggunakan objek tersebut, padahal objek
tersebut sangat penting dan berguna bagi pemberi gadai untuk menggunakannya.
Jaminan fidusia itu sendiri adalah suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan
(baik utang yang telah ada maupun yang akan ada), yang pada prinsipnya
memberikan barang berupa benda bergerak sebagai jaminannya dengan
memberikan penguasaan benda objek jaminan tersebut kepada kreditor (dengan
jalan pengalihan surat kepemilikan atas benda objek jaminan tersebut kepada
kreditor), kemudian pihak kreditor menyerahkan kembali penguasaan atas benda
objek jaminan tersebut kepada debitornya jika perutangannya sudah selesai.
Semua pengalihan ini dilakukan atas dasar kepercayaan (fiduciary).4
Pada awalnya, benda yang menjadi objek jaminan fidusia hanya terbatas pada
kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk benda-benda persediaan
(inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor.
Namun, dengan menyadari makin berkembangnya kebutuhan dunia usaha serta
perlunya kepastian hukum bagi pihak kreditor yang memberikan pinjaman, maka
melalui Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya
disebut sebagai “Undang-Undang Jaminan Fidusia”), pemerintah Indonesia
mencoba merangkum seluruh kebutuhan akan jaminan.
Menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia, objek jaminan fidusia diberikan
pengertian yang sangat luas yang meliputi tidak hanya benda bergerak yang
berwujud tetapi juga benda bergerak yang tidak berwujud, bahkan benda tidak
bergerak yang tidak dapat dibebani dangan hak tanggungan. Secara langsung,
4 Ibid, hlm 102.
4
undang-undang ini memberikan kesempatan kepada setiap pelaku usaha agar
dapat melakukan atau mengajukan kredit untuk memajukan usahanya dengan
menjaminkan benda yang dimiliki, walaupun benda tersebut tidak berwujud
seperti saham suatu perseroan.
Menurut Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut “UUPT”) yang berbunyi: “Saham
merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 kepada pemiliknya.” Sehingga dengan sendirinya juga memberikan hak
kebendaan.
Selain itu, saham perseroan terbatas dapat dibagi menjadi saham Perseroan
Terbatas Tertutup dan saham Perseroan Terbatas Terbuka. Pada Perseroan
Terbatas Terbuka, saham dapat ditransaksikan di bursa efek atau dijual sendiri dan
tiap-tiap orang dapat membeli saham tersebut. Sementara itu, pada Perseroan
Terbatas Tertutup, saham hanya ditransaksikan secara internal di antara para
pemegang saham dan tidak dijual kepada masyarakat umum.
Mengenai Perseroan Terbatas Terbuka, pada Pasal 1 angka (7) UUPT
mendefinisikan Perseroan Terbuka sebagai Perseroan Publik atau Perseroan yang
Melakukan Penawaran Umum Saham, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal. Melalui peraturan tersebut, maka
terdapat 2 bentuk Perseroan Terbuka,5 yaitu Perseroan Publik yang telah
memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik yaitu memiliki pemegang saham
sekurangnya 300 orang dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3 miliar, dan
5 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 41.
5
Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di Bursa
Efek. Artinya, perseroan tersebut menawarkan atau menjual saham atau efeknya
kepada masyarakat luas. Perseroan jenis ini umumnya disebut Perseroan Go
Public.
Selain tunduk kepada UUPT, Perseroan Terbatas Terbuka juga tunduk pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut
“UU Pasar Modal”). Sehingga transaksi, pengalihan dan tindakan lainnya harus
mematuhi UU Pasar Modal tersebut. Berdasarkan Pasal 1 ayat (15) UU Pasar
Modal, yang dimaksud dengan Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran
Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat
berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
Ketika saham Perseroan Terbatas Go Public ditawarkan melalui instrumen pasar
modal, maka saham dengan sendirinya menjadi bagian dari efek. Efek itu sendiri
adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,
saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.6 Mengenai penjaminan
efek, pasal yang menjadi dasar adalah Pasal 61 ayat (2) UU Pasar Modal, yang
berbunyi: “Efek dalam penitipan kolektif, kecuali efek atas rekening reksa dana,
dapat dipinjamkan atau dijaminkan”. Sehingga bila didasarkan pada pasal
tersebut, saham yang ada dalam Perseroan Terbatas Go Public dapat dijadikan
6 M. Fakhrudin dan Sopian Hadianto, Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar
Modal, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001), hlm. 314.
6
objek jaminan. Namun, dalam UU Pasar Modal tidak disebutkan secara jelas jenis
jaminan apa yang dapat digunakan untuk menjaminkan saham tersebut.
Lebih lanjut mengenai jenis jaminan yang dapat digunakan untuk menjaminkan
saham, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 60 ayat (2) UUPT, menurut ketentuan
tersebut jenis-jenis jaminan yang dapat digunakan untuk melakukan penjaminan
kebendaan dalam bentuk saham adalah gadai atau jaminan fidusia. Namun jika
ditilik lebih lanjut, menjaminkan benda secara fidusia lebih menguntungkan
dibanding dengan menggadaikan benda tersebut, karena benda masih dalam
penguasaan pemberi fidusia dan pengalihannya dalam bentuk kepercayaan.
Bila menjaminkan benda dengan jaminan fidusia, umumnya yang diberikan
debitor kepada kreditor sebagai jaminan adalah tanda bukti atau surat bukti
kepemilikan dari benda tersebut. Permasalahan akan muncul jika debitor
menggunakan saham Perseroan Terbatas Go Public sebagai objek jaminan fidusia.
Sebab pada saat ini dengan perkembangan dan kemajuan teknologi yang ada
dalam sistem pasar modal di Indonesia, saham yang diperdagangkan melalui PT
Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak lagi berbentuk sertifikat saham seperti dulu,
melainkan saham-saham tersebut telah diubah menjadi saham elektronik atau
yang dikenal dengan istilah sistem perdagangan tanpa warkat (scriptless trading),
dimana dalam sistem perdagangan ini semua saham dikonversi menjadi data
elektronik atau catatan komputer yang disimpan oleh PT Kustodian Sentral Efek
Indonesia (PT KSEI).
Mengenai wanprestasi dalam hukum perjanjian, apabila debitor tidak memenuhi
isi perjanjian atau tidak melakukan ha-hal yang telah diperjanjikan, maka debitor
7
tersebut telah wanprestasi dengan segala akibat hukumnya. Namun, dalam UU
Jaminan Fidusia tidak mengenal istilah “Wanprestasi”, melainkan menggunakan
istilah “Cedera Janji”.7 Istilah cedera janji dalam perjanjian kredit dapat dikatakan
sebagai penyebab kredit macet atau kredit bermasalah. Kredit bermasalah dalam
usaha penjaminan merupakan hal yang lumrah, tetapi debitor harus melakukan
suatu tindakan demi mencegah timbulnya atau meminimalisir kredit bermasalah
atas utangnya kepada kreditor. Eksekusi jaminan fidusia merupakan langkah
terakhir yang dilakukan kreditor selaku penerima fidusia, apabila debitor selaku
pemberi fidusia cedera janji.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut
mengenai permasalahan dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul “Saham
Perseroan Terbatas Go Public Sebagai Objek Jaminan Fidusia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Mengapa saham Perseroan Terbatas Go Public dapat dijadikan objek jaminan
fidusia?
2. Bagaimanakah proses terjadinya pengikatan saham Perseroan Terbatas Go
Public sebagai objek jaminan fidusia?
3. Bagaimana eksekusi saham Perseroan Terbatas Go Public yang dijadikan
objek jaminan fidusia apabila terjadi cedera janji pada perjanjian pokoknya
oleh pihak debitor?
7 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, (Bandung:
Alumni, 2004), hlm. 188.
8
C. Ruang Lingkup
Berdasarkan permasalahan di atas, maka ruang lingkup penelitian ini meliputi
materi berupa ketentuan normatif mengenai perjanjian jaminan fidusia atas saham
Perseroan Terbatas Go Public yang berdasarkan atas perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah bidang ilmu
keperdataan dalam kajian hukum perjanjian khususnya dalam hukum perjanjian
fidusia dan hukum ekonomi dan bisnis.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan pokok pembahasan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis
tentang:
1. Alasan Saham Perseroan Terbatas Go Public dapat dijadikan objek jaminan
fidusia.
2. Proses terjadinya pengikatan saham Perseroan Terbatas Go Public sebagai
objek jaminan fidusia.
3. Proses eksekusi saham Perseroan Terbatas Go Public yang dijadikan objek
jaminan fidusia apabila terjadi cedera janji pada perjanjian pokoknya oleh
pihak debitor.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoretis
a. Sebagai sumbangan dalam konteks pemikiran dan pengetahuan ilmu
hukum.
9
b. Sebagai sumber ilmu informasi dan pembendaharaan karya ilmiah Fakultas
Hukum Universitas Lampung dalam hal Hukum Perjanjian dan Hukum
Ekonomi dan Bisnis.
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai media penelitian dan pengembangan wawasan penulis khususnya
mengenai praktik perjanjian jaminan fidusia.
b. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam praktik
perjanjian jaminan fidusia.
c. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih
mendalam terkait dengan perjanjian jaminan fidusia.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perseroan Terbatas
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Pasal 1 ayat (1) UUPT memberikan pengertian Perseroan Terbatas, “Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”.8
Kata pokok dari perseroan adalah “sero” yang artinya saham atau andil, sehingga
perusahaaan yang mengeluarkan saham disebut “perseroan” sedangkan yang
memiliki “sero” dinamakan “persero” atau yang lebih dikenal “pemegang saham”.
Perkataan “terbatas” menunjukkan terbatasnya tanggung jawab atau risiko
pemegang saham yaitu terbatas pada saham-saham yang mereka miliki. Para
pemegang saham tidak akan dituntut melebihi saham-saham yang mereka miliki.
Dari pengertian di atas, setidaknya terdapat unsur-unsur yuridis dari Perseroan
Terbatas, yaitu:9
a. Dasarnya perjanjian;
b. Adanya para pendiri;
8 Azizah, Hukum Perseroan Terbatas, (Malang: Intimedia, 2015), hlm. 15.
9 Ibid, hlm. 15-16.
11
c. Pendiri/pemegang Saham bernaung di bawah satu nama bersama;
d. Merupakan asosiasi pemegang saham atau hanya seorang pemegang
saham;
e. Merupakan badan hukum;
f. Diciptakan oleh hukum;
g. Mempunyai kegiatan usaha;
h. Berwenang melakukan kegiatan usaha;
i. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku;
j. Adanya modal dasar;
k. Modal perseroan terbagi ke dalam saham;
l. Eksistensinya terus berlangsung meskipun pemegang sahamnya silih
berganti;
m. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang asset-asetnya;
n. Dapat menggugat dan digugat di depan pengadilan; dan
o. Mempunyai organ perusahaan.
2. Klasifikasi Perseroan Terbatas
Ditinjau dari cara menghimpun modal perseroan, maka perseroan terbatas dapat
dibedakan menjadi:10
a. Perseroan Terbatas Terbuka
Perseroan Terbatas Terbuka adalah suatu perseroan terbatas yang di dalamnya
masyarakat luas dapat ikut serta dalam menanamkan modal dengan cara
membeli saham yang ditawarkan oleh perseroan tersebut melalui bursa dalam
rangka menumpuk modal untuk investasi, atau dewasa ini disebut dengan
Perseroan Terbatas yang go public.
Pengertian perseroan terbatas terbuka tercantum pada Pasal 1 angka 7 UUPT
yang menyatakan: “Perseroan terbuka adalah perseroan yang modal dan
jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu; atau perseroan yang
10
C.S.T. Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang No. 40 Tahun
2007, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 4-5.
12
melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal”.
Dari pengertian di atas, maka perseroan terbatas terbuka dapat dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:11
1) Perseroan Publik
Menurut Pasal 1 angka 8 UUPT, “Perseroan Publik adalah Perseroan
yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal”. Selain itu, perusahaan publik harus memenuhi kriteria dalam
Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UU Pasar Modal), “Perseroan publik adalah saham Perseroan
telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan
memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3 miliar atau suatu
jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah”.
Menurut Yahya Harahap, faktor yang dijabarkan dalam Pasal 1 angka 22
UU Pasar Modal tersebut merupakan suatu kriteria Perseroan menjadi
Perseroan Publik. Apabila pemegang sahamnya telah mencapai 300
orang dan modal disertai mencapai Rp 3 miliar, perseroan tersebut telah
memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik.12
11
Ibid, hlm. 5. 12
Yahya Harahap,Op. Cit., hlm. 40-41.
13
Setelah perseroan memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik tersebut,
maka perseroan itu harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UUPT, yang
berbunyi:13
(1) Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah
memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib
mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2) huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak terpenuhi kriteria tersebut.
(2) Direksi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 21 ayat (2) huruf f UUPT sebagaimana dirujuk oleh Pasal 24
UUPT mengatur mengenai perubahan anggaran dasar perusahaan tentang
status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya.
2) Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum (Perseroan Go Public)
Menurut Pasal 1 angka 7 UUPT, perseroan yang melakukan penawaran
umum masuk dalam klasifikasi perseroan terbuka. Perseroan yang
melakukan penawaran umum ini sering disebut juga sebagai Perseroan
Go Public.14
Jika dicermati, UUPT tidak memberikan pengertian
mengenai apa yang dimaksud sebagai Perusahaan yang melakukan
Penawaran Umum. Namun, dalam Pasal 1 angka 15 UU Pasar Modal
yang juga menjadi rujukan dari Pasal 1 angka 7 UUPT memberi definisi
penawaran umum sebagai penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten
13
Ibid, hlm. 41. 14
Martalena, Pengertian Pasar Modal, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2011), hlm. 21.
14
untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur
dalam peraturan undang-undang yang berlaku.
Pada perseroan go public, perseroan melakukan penjualan atau
mentransaksikan saham yang dimilikinya di lantai bursa.15
Menurut
istilah dalam dunia pasar modal, perseroan yang menjual sahamnya di
bursa efek disebut sebagai Emiten. Emiten ini dapat berbentuk orang
perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang
terorganisasi.16
b. Perseroan Terbatas Tertutup
Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang didirikan dengan
tidak menjual sahamnya kepada masyarakat luas, yang berarti tidak setiap
orang dapat ikut menanamkan modalnya. Pengertian mengenai perseroan
terbatas tertutup dalam UUPT tidak ditemui, namun demikian dapat
ditafsirkan bahwa perseroan terbatas tertutup adalah bukan perseroan terbatas
terbuka. Ini berarti perseroan terbatas tertutup adalah yang tidak termasuk
dalam kriteria yang termuat dalam Pasal 1 ayat (6) UUPT.17
c. Perseroan Terbatas Perseorangan
Perseroan terbatas perseorangan berarti bahwa saham-saham dalam perseroan
terbatas tersebut dikuasai oleh seseorang pemegang saham. Hal ini dapat
terjadi setelah melalui proses pendirian perseroan terbatas itu sendiri. Pada
waktu pendirian perseroan terbatas terdapat lebih dari seorang pemegang
15
Budi Untung, Hukum Bisnis Pasar Modal, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2011), hlm. 79. 16
Otoritas Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik, https://www.ojk.go.id/id/kanal/
pasar-modal/Pages/Emiten-dan-Perusahaan-Publik.aspx diakses 10 Januari 2019 pukul 19.00
WIB. 17
C.S.T. Kansil, Op. Cit., 2009, hlm. 5.
15
saham, yang kemudian beralih menjadi berada pada seorang pemegang
saham.18
3. Pendirian Perseroan Terbatas
Pendirian perseroan terbatas harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur
dalam Pasal 7 UUPT, yakni:19
1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang
dibuat dalam bahasa Indonesia.
2) Setiap pendirian perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat
perseroan didirikan.
3) Ketentuan sebagai mana dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku dalam rangka
peleburan.
4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya
keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.
5) Setelah perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham
menjadi kurang dari 2 orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib
mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan
mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah
dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang
saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian
perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan
negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
7) Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
sebagai mana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat
(6) tidak berlaku bagi:
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara; atau
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana
diatur dalam undang-undang tentang Pasal Modal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, tata cara pendirian perseroan
terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat
dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, yang dimaksud dengan “orang” adalah
18
Ibid. 19
Azizah, Op. Cit., hlm. 47-48.
16
orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan
hukum Indonesia atau asing. Perseroan terbatas sebagai badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian, sehingga mempunyai lebih dari 1 (satu) orang
pemegang saham.20
Menurut Rudhi Presetya, keharusan untuk mendirikan suatu perseroan terbatas
diperlukan minimal 2 (dua) orang pendiri, pandangan dogmatik menghubungkan
hal ini dengan sifat dari perbuatan hukum yang dilakukan berdasarkan suatu
perjanjian (overeenkomst) dalam pengertian Pasal 1313 KUH Perdata. Perjanjian
menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perjanjian yang terdapat kata
sepakat dari 2 (dua) orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya.21
Didasari dengan Pasal 7 ayat (1) UUPT tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
konsep hukum perseroan terbatas tidak memungkinkan mendirikan suatu
perseroan terbatas hanya satu orang saja, tetapi minimal 2 (dua) orang, karena
sifat perbuatan yang dilakukan dalam mendirikan suatu perseroan terbatas adalah
suatu perjanjian, yaitu ada kata sepakat dari dua orang atau lebih yang saling
mengikat diri untuk mendirikan suatu perseroan terbatas berdasarkan suatu
perjanjian, yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum antara para pendiri,
sebagaimana ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan,
“perjanjian menimbulkan ikatan hukum bagi para pihak yang membuatnya”.22
20
Ibid, hlm. 48. 21
Ibid. 22
Ibid, hlm. 49.
17
4. Organ Perseroan Terbatas
Guna menjalankan fungsi sebagai perusahaan, perseroan terbatas memiliki organ-
organ sebagai berikut:23
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah pemegang kekuasaan
tertinggi dan memegang segala wewenang, yang tidak diserahkan kepada
Direksi atau Komisaris dalam perseorangan terbatas, yang merupakan suatu
wadah bagi para pemegang saham untuk menentukan operasional dari
perseroan terbatas. RUPS terdiri dari RUPS tahunan yang diadakan setiap
tahun dalam jangka waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku
ditutup dan juga dapat diadakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan,
bisa disebut dengan Rapat Umum Luar Biasa pemegang Saham.
b. Direksi
Direksi adalah organ perseoran yang bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan Anggaran
Dasar, demikian bunyi Pasal 1 ayat (4) UUPT. Tanggung jawab Direksi
dilandasi prinsip fiduciary duty yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan
kedudukan dipercayakan kepadanya oleh perseroan dan Prinsip duty of skill
and care yaitu prinsip yang mengacu pada kemampuan serta kehati-hatian
tindakan Direksi.
23
C.S.T. Kasnil, Op. Cit., 2009, hlm. 12.
18
c. Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi
dalam menjalankan perseroan (Pasal 1 ayat (5) UUPT). Tugas Komisaris
seperti ditegaskan dalam Pasal 97 UUPT adalah mengawasi kebijaksanaan
Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada
Direksi. Komisaris dapat melaksanakan tindakan pengurusan perseroan dalam
keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
5. Modal
Modal perseroan disebut juga modal masyarakat yaitu jumlah modal yang disebut
dalam akta pendirian dan merupakan suatu jumlah makimum sampai jumlah mana
dapat dikeluarkan surat-surat saham. Modal perseroan dalam neraca merupakan
jumlah yang tetap kecuali modal ini ditambah/dikurangi dengan jalan
memperbesar atau memperkecil modal.24
Perseroan mempunyai kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan masing-masing
pemegang saham. Berdasarkan Pasal 31-33 UUPT dikenal ada tiga jenis modal
dalam perseroan, yaitu modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang
disetor. Ketiga jenis modal tersebut masing-masing akan dibahas berikut ini:
a) Modal perseroan atau modal dasar, yaitu jumlah maksimum modal yang
disebutkan dalam akta pendirian, minimal Rp. 50.000.000,00 (Pasal 32 ayat
(1) UUPT).
b) Modal yang disanggupkan atau ditempatkan, yakni sebagian dari modal dasar
perseroan yang telah disetujui untuk diambil oleh para pendiri (dalam Pasal
33 ayat (1) UUPT disebutkan minimal 25 % dari modal dasar).
24
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2010), hlm. 89.
19
c) Modal disetor, yakni modal telah benar-benar disetor oleh pemegang saham
pada kas perseroan.
6. Saham
Saham, dalam bahasa Belanda disebut dengan andeel, dan dalam bahasa Inggris
disebut dengan istilah share atau stock. Saham adalah suatu kepentingan
kepemilikan (ownership interest) dalam suatu perseroan, yang biasanya tercipta
dengan memberikan kontribusi ke dalam modal dari perseroan yang
bersangkutan.25
Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah perusahaan,
pengertian ini terlihat dari Pasal 1 angka 1 UUPT, yang menyatakan “Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini serta peraturan
perlaksanaanya.”
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham
merupakan bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M.
Irsan Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan: ”Saham pada
dasarnya merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam
sebuah perusahaan.”26
Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat
dalam Pasal 31 ayat (1) UUPT yang berbunyi: “modal dasar perusahaan terdiri
atas seluruh nominal saham.”
25
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Cet. II, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 37. 26
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta:
Prenada, 2006), hlm. 188.
20
Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang dimilikinya.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUPT yang berbunyi: “pemegang saham diberi
bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya”. Dalam penjelasan pasal
yang sama diterangkan bahwa pengaturan bentuk bukti pemilikan saham
ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pada ketentuan lain dalam UUPT, tepatnya dalam Pasal 48 ayat (1) disebutkan
bahwa: “saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”. Jadi dengan
demikian dapat kita simpulkan juga, bahwa bukti kepemilikan saham adalah
adanya nama yang tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan tersebut. Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan
bukti, bahwa pemilik sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang
tercantum.
Selain itu, bukti kepemilikan lain adalah adanya catatan kepemilikan saham yang
dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh Direksi
Perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang memiliki saham
dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya apakah saham itu
dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan saham dan
klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 50 ayat (1) sampai dengan
ayat (3) UUPT, yang berbunyi:
Ayat (1): direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar
pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat:
a) Nama dan alamat pemegang saham;
b) Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang
saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu
klasifikasi;
c) Jumlah yang disetor atas setiap saham;
21
d) Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia
saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran
jaminan fidusia tersebut;
e) Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2).
Ayat (2): selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang
memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris
berserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta
tanggal saham itu diperoleh.
Ayat (3): dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di catat pula setiap perubahan
kepemilikan saham.
Berdasarkan UUPT hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini
diatur dalam Pasal 48 ayat (1) UUPT, yaitu: “saham perseroan dikeluarkan atas
nama pemiliknya”, sehingga tidak dikenal lagi adanya saham atas unjuk
sebagaimana pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 53 ayat (3) dan (4) UUPT, saham diklasifikasikan sebagai:
a) Saham biasa;
b) Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
c) Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris.
d) Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar
dengan klasifikasi saham lain;
e) Saham yang memberikan hak pemegangnya untuk menerima deviden lebih
dulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian deviden secara
komulatif atau nonkomulatif; dan
f) Saham memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dulu
dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan
perusahaan dalam likuidasi.
22
Pemindahan hak atas saham dilakukan melalui akta pemindahan hak. Hal tersebut
diatur dalam Pasal 56 UUPT. Berdasarkan penjelasannya disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan akta pemindahan hak adalah bisa berupa akta yang dibuat di
hadapan Notaris maupun akta bawah tangan. Pada Pasal 56 ayat (2) UUPT
ditentukan bahwa akta pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan
secara tertulis kepada perseroan.
Tujuan dilakukan pemberitahuan kepada perseroan adalah untuk dilakukan
pencatatan terhadap perubahan hak yang terjadi pada pemegang saham yang wajib
dicatat oleh Direksi Perseroan sebagaimana diatur pada Pasal 50 UUPT. Namun,
dalam UUPT juga ditentukan bahwa untuk saham perseraon terbatas yang
diperdagangkan di bursa efek atau pasar modal, pemindahan haknya ditentukan
menurut ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pasar Modal, hal tersebut
ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (3) UUPT, yaitu: “ketetuan mengenai tata cara
pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di Pasar Modal, diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal”.
B. Penawaran Umum
1. Pengertian Penawaran Umum
Di dalam Pasar Modal dikenal suatu sistem yang bernama Public Offering atau
Penawaran Umum. Menurut Pasal 1 ayat (15) UU Pasar Modal, “Penawaran
Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk
menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam
Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya”.
23
Perusahaan yang akan melakukan penawaran umum biasanya akan menerbitkan
saham-saham pertamanya untuk ditawarkan pada publik. Bentuk penawaran ini
biasanya disebut dengan Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering
(IPO). Istilah Penawaran Umum Perdana saham atau yang disebut juga sebagai go
public dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk pertama kalinya suatu saham
perusahaan ditawarkan atau dijual kepada publik atau masyarakat.27
Pada saat
perusahaan tersebut menawarkan sahamnya pada masyarakat umum melalui
instrumen pasar modal, perusahaan tersebut disebut "Perseroan Terbatas Go
Public".
Go public merupakan salah satu istilah yang digunakan di pasar modal pada saat
perusahaan memasuki masa proses akan masuk di bursa efek. Go public dapat
diartikan proses perusahaan menjadi milik masyarakat secara umum. Artinya
perusahaan itu menawarkan diri untuk dimiliki sahamnya oleh masyarakat.
Kepemilikan masyarakat dalam hal saham ini dilakukan dengan cara penjualan
saham di bursa efek.28
Go public sering disamakan dengan go public international.29
Memang kedua
istilah itu sulit untuk dipisahkan di dalam pasar modal. Perusahaan yang telah go
public, beberapa sahamnya telah dimiliki oleh masyarakat baik masyarakat lokal
maupun internasional. Bila saham perusahaan itu dimiliki oleh masyarakat
Indonesia sendiri berarti perusahaan tersebut sudah tingkat nasional.30
27
Nor Hadi, Pasar Modal: Acuan Teoretis dan Praktis Investasi di Instrumen Keuangan
Pasar Modal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 36. 28
Ahmad Supriyadi, Pasar Modal Syariah Di Indonesia Menggagas Pasar Modal Syariah
dari Aspek Praktik, (Kudus: STAIN Kudus, 2009), hlm. 127. 29
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2001), hlm 4. 30
Ahmad Supriyadi, Loc. Cit.
24
2. Penerbitan efek
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk mengembangkan usahanya dari waktu ke
waktu. Agar perusahaan dapat berkembang secara berkelanjutan (sustainable),
manajemen perusahaan selalu mencari cara agar perkembangan usaha tersebut
dapat terjadi. Banyak cara yang dapat ditempuh oleh manajemen perusahaan
untuk mengembangkan perusahaan, misalnya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM), untuk memperbaiki mutu produknya sehingga dapat
memenangkan persaingan dan dapat pula dilakukan dengan cara memperbaiki
kondisi permodalan perusahaan.31
Perusahaan yang ingin memperbaiki kondisi permodalannya, dapat dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan meminta pemilik perusahaan untuk
menambah modalnya, meminjam dari bank, atau menerbitkan efek untuk dijual di
pasar modal.
3. Perdagangan Efek
Pedagang efek berfungsi sebagai principal yang melakukan transaksi untuk
kepentingan perusahaan anggota. Pedagang efek di sini bertindak sebagai investor
sehingga pedagang efek menerima konsekuensi, baik untung maupun rugi. Jika
seseorang atau badan hukum merangkap sebagai perantara pedagang efek dan
pedagang efek, ia diwajibkan mengutarakan kepentingan nasabah. Jika seseorang
atau badan hukum diberi kuasa melaksanakan transaksi di bursa, ia tidak
diperkenankan melakukan transaksi efek untuk kepentingan pribadi.32
31
Ibid, hlm. 123. 32
Veithzal Rivai dkk., Financial Institution Management, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 119.
25
Sistem perdagangan efek di bursa efek dilakukan melalui dua sistem, yaitu sistem
kol (call) dan sistem perdagangan terus-menerus (auction market). Efek yang
diperdagangkan di bursa efek bermacam-macam, tetapi jenis efek yang paling
banyak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah saham. Perusahaan yang
akan menerbitkan saham di Bursa Efek Indonesia harus memenuhi persyaratan
yang ada dalam peraturan perundang-undangan.
Pada saat ini, PT Bursa Efek Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan di bursa
efek menerapkan sistem perdagangan bersifat otomatisasi yang disebut dengan
Jakarta Automated Trading System (JATS). Jakarta Automated Trading System
(JATS) adalah sistem perdagangan efek terpadu yang berbasis komputer.33
Sistem
yang terdapat pada Jakarta Automated Trading Systiem (JATS) didukung oleh
beberapa subsistem, yaitu sistem pengawasan (surviellance and compliance),
sistem keanggotaan, sistem pencatatan, dan sistem pengelolaan data statistik dan
historikal.
Jakarta Automated Trading System (JATS) terdiri dari komponen perangkat keras
dan komponen perangkat lunak, yang dirancang untuk menjadikan sistem yang
mempunyai kemampuan yang tinggi dan dapat memberikan waktu respon yang
sangat cepat. Sistem ini juga mudah untuk dikembangkan dan diperbaharui.
Melalui JATS, PT Bursa Efek Indonesia telah mampu menjalankan perdagangan
di bursa secara maksimal, maksudnya perdagangan telah dilakukan dengan cepat
dan otomatis serta efisien. Imbas dari diterapkannya sistem ini adalah pengubahan
bentuk saham yang awalnya memiliki bentuk fisik menjadi non-fisik, saham
33
Vonny Dwiyanti, Wawasan Bursa Saham, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya
Yogyakarta, 1999), hlm. 65.
26
diubah menjadi bentuk elektronik dengan nomor seri sebagai identitas dari saham
tersebut.
C. Hukum Perjanjian
1. Pengertian Hukum Perjanjian
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang
disebut Perikatan yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing
pihak”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka para pihak berhak menuntut sesuatu
kewajiban dan para pihak berkewajiban pula untuk memenuhi tuntutan atas
kewajiban itu. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
Perjanjian akan menimbulkan suatu perikatan antara dua orang atau pihak yang
membuatnya. Menurut bentuknya, perikatan merupakan suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan yang diucapkan atau yang
ditulis dan yang tertulis disebut kontrak. Kontrak adalah suatu perjanjian antara
dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk mengerjakan atau tidak
mengerjakan sesuatu.34
34
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, (Bandung: Pustaka
Setia, 2012), hlm. 215-216.
27
2. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Terdapat banyak asas yang dikenal dalam Hukum kontrak, di antaranya adalah
sebagai berikut:35
a. Asas Personalia
Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku
dan mengikat untuk dirinya sendiri.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat
terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan
antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan
pada saat itu.
c. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan
pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang
untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian.
d. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)
Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak
tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi
dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-
undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
35
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
hlm. 3-7.
28
menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
e. Asas Itikad Baik
Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Begitu
pentingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundingan atau perjanjian
antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan
hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini
membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak
dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain.
3. Syarat Sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4
syarat, yaitu:
a. adanya kata sepakat;
b. kecakapan untuk membuat perjanjian;
c. adanya suatu hal tertentu; dan
d. adanya kausa (sebab) yang halal.
Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu
perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan
keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu
disebut syarat obyektif.
29
D. Hukum Jaminan
1. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah “jaminan” berasal dari kata “jamin” yang berarti tanggung, sehingga istilah
“jaminan”dapat diartikan tanggungan.36
Jaminan adalah suatu yang diberikan
kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan pengertian umum
mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain menurut J. Satrio, hukum
jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang
seorang kreditor terhadap seorang debitor.37
Intinya hukum jaminan adalah hukum
yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Salim H.S. juga memberikan
perumusan tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya
dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.38
Berdasarkan dua pendapat di atas, hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah
hukum yang mengatur tentang hubungan antara pemberi jaminan (debitor) dengan
penerima jaminan (kreditor) mengenai pembebanan yang timbul dari perjanjian
utang-piutang atau kredit dengan memberikan suatu jaminan (benda tertentu).
36
H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm., 244. 37
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku I, (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 43. 38
Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo.
Persada, 2004), hlm. 6.
30
2. Asas-asas dalam Hukum Jaminan
Asas-asas dalam hukum jaminan, meliputi:39
a. Asas publiciteit: asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia,
dan hipotik harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak
ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan
pembebanan jaminan.
b. Asas specialiteit: bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hak hipotik hanya
dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar
atas nama orang tertentu.
c. Asas tak dapat dibagi-bagi: asas dapat dibaginya utang tidak mengakibatkan
dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotik dan hak gadai walaupun
telah dilakukan pembayaran sebagian.
d. Asas inbezittstelling: yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada
penerima gadai.
e. Asas horizontal: yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.
Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun
tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi
tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.
3. Sifat dan Bentuk Jaminan
a. Sifat Perjanjian Jaminan
Setiap kali ada perjanjian jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu
perjanjian pokok. Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian
pokok, sebab perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu
39
Ibid, hlm. 9.
31
mengikuti perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok selesai, maka perjanjian
jaminannya juga selesai. Tidak mungkin ada orang yang bersedia menjamin suatu
utangnya, kalau utang tersebut tidak ada. Sifat perjanjian yang demikian disebut
accesoir. Semua perjanjian pengikatan jaminan bersifat accesoir, yang artinya
perjanjian pengikatan jaminan eksistensi atau keberadaannya tergantung pada
perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang.40
Perjanjian pengikatan jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri
tetapi tergantung pada perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok sehingga
perjanjian kredit harus dibuat terlebih dahulu baru kemudian perjanjian
pengikatan, dengan demikian kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan
sebagai perjanjian accesoir mempunyai akibat hukum, yaitu: 41
1) Eksistensinya tergantung pada perjanjian pokok (perjanjian kredit);
2) Hapusnya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit);
3) Jika perjanjian pokok batal, perjanjian jaminan ikut batal;
4) Jika perjanjian pokok beralih, maka ikut beralih juga perjanjian jaminannya;
5) Jika perjanjian pokok beralih karena cessi, subrogasi maka ikut beralih juga
perjanjian jaminan tanpa ada penyerahan khusus;
6) Jika perjanjian kredit berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir
karena sebab lain, maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan;
7) Jika perjanjian kredit cacat yuridis dan batal maka perjanjian pengikatan
jaminan ikut batal juga. Sebaliknya perjanjian pengikatan jaminan cacat dan
batal karena suatu sebab hukum, misalnya barang jaminan musnah atau
40
Adrian Alexander Posumah, “Pengikatan Jaminan Dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit
Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998”, Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-
Feb/2017, hlm. 56. 41
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 143.
32
dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan maka
perjanjian kredit sebagai jaminan pokok tidak batal. Debitor tetap harus
melunasi utangnya sesuai perjanjian kredit.
b. Bentuk-Bentuk Jaminan
1) Jaminan Umum
Jaminan umum adalah segala kebendaan debitor, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan. Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi
semua orang yang memberi utang padanya, apabila debitor wanprestasi
maka pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para kreditor itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan. Namun, tanpa diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak,
kreditor sudah mempunyai hak verhaal atas benda-benda milik debitor.
2) Jaminan Khusus
Jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena diperjanjikan secara
khusus. Penyediaan jaminan khusus itu dikehendaki oleh kreditor karena
merasa jaminan umum kurang memberikan rasa aman. Jaminan khusus
hanya tertuju pada benda-benda khusus milik debitor (asas spesialitas),
dan hanya berlaku bagi kreditor tertentu. Perjanjian secara khusus
tersebut mengakibatkan kreditor pemegang jaminan khusus mempunyai
kedudukan preferensi (separatis). Kreditor preferen memiliki hak untuk
33
didahulukan dari kreditor lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari
benda objek jaminan. Jaminan khusus ini dapat berupa:
a) Jaminan Perorangan
Pemberian jaminan perorangan selalu diperjanjikan antara kreditor
dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban debitor, sehingga kedudukan kreditor menjadi lebih baik
karena adanya lebih dari seorang debitor yang dapat ditagih.
Seseorang penanggung diberikan beberapa hak istimewa, yaitu untuk
menuntut supaya si berutang (debitor) terlebih dahulu disita harta
kekayaannya.42
b) Jaminan kebendaan
Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa memisahkan suatu
bagian dari kekayaan seseorang, yaitu si pemberi jaminan dalam
perjanjian kredit yaitu debitor, dan menyediakannya guna
pemenuhan kewajiban. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan
debitor sendiri atau kekayaan orang ketiga, maka perjanjian
mengenai jaminan kebendaan selalu dapat diadakan antara kreditor
dan debitornya, juga dapat diadakan antara kreditor dengan orang
ketiga yang memiliki harta, juga jaminan tersebut atau menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitor.
42
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 27.
34
4. Jenis Jaminan Kebendaan
Pada jenis jaminan kebendaan terdapat 2 jenis objek jaminan kebendaan, yaitu:
a) Objek jaminan benda bergerak
1) Gadai
Gadai adalah suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang suatu
benda bergerak yang padanya diserahkan oleh si berutang untuk
menjamin pembayaran utang dan yang memberikan hak kepada si
berutang untuk dibayar lebih dahulu dari berpiutang lainnya, yang
diambil dari uang pendapatan penjualan barang itu.43
2) Fidusia
Fidusia merupakan suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan yang
pada prinsipnya memberikan barang bergerak sebagai jaminannya
dengan memberikan penguasaan dan penikmatan atas benda obyek
jaminan utang tersebut kepada kreditur kemudian pihak kreditur
menyerahkan kembali penguasaan dan penikmatan atas benda tersebut
kepada debiturnya secara kepercayaan (fiduciary).44
b) Objek jaminan benda tetap atau tak bergerak
1) Hipotik
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak,
bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang dari (pendapatan
penjualan) benda itu.45
43
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Hak Atas Benda, (Jakarta: Pembimbing Massa,
1993), hlm. 180. 44
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op. Cit., 2001, hlm 102. 45
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata Cet. 25, (Jakarta: Intermasa, 1995), hlm. 82.
35
Pada saat ini hanya kapal laut yang berukuran 20 meter kubik isi kotor ke
atas yang dapat dijaminkan secara hipotek, ini sesuai dengan ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam Pasal 314 ayat
(1) KUHD ditentukan bahwa: “Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya
paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di suatu
daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan
dengan ordonasi tersendiri”. Lebih lanjut lagi diatur dalam Pasal 314 ayat
(3) KUHD mengatakan bahwa: “Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam
daftar kapal, kapal-kapal yang sedang dibuat dan bagian-bagian dalam
kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik”.46
2) Hak tanggungan
Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan,
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
diutamakan kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya (Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah).
46
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan Edisi I,
(Yogyakarta: Liberty, 1984), hlm. 61.
36
5. Cedera Janji
Apabila debitor tidak memenuhi isi perjanjian atau tidak melakukan ha-hal yang
telah diperjanjikan, maka debitor tersebut telah wanprestasi dengan segala akibat
hukumnya. Namun, dalam UU Jaminan Fidusia tidak mengenal istilah
“Wanprestasi”, melainkan menggunakan istilah “Cedera Janji”.47
UU Jaminan
Fidusia sendiri memberikan arti cedera janji pada penjelasan Pasal 20. Dalam
penjelasan tersebut, yang dimaksud dengan cidera janji adalah tidak memenuhi
prestasi baik yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian jaminan fidusia,
maupun perjanjian jaminan lainnya. Cidera Janji dalam perjanjian kredit dapat
dikatakan sebagai penyebab kredit macet atau kredit bermasalah. Kredit
bermasalah dalam usaha bank merupakan hal yang lumrah, tetapi bank harus
melakukan suatu tindakan demi mencegah timbulnya atau meminimalisir kredit
bermasalah. Eksekusi jaminan fidusia merupakan langkah terakhir yang dilakukan
kreditur selaku penerima fidusia, apabila debitur selaku pemberi fidusia cidera
janji.48
Menurut penjelasan Pasal 4 UU Jaminan Fidusia prestasi diartikan sebagai
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat
dinilai dengan uang. Ini sedikit berbeda dengan Pasal 1234 KUH Perdata yang
menyatakan prestasi adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,
atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perbedaan pretasi dalam penjelasan Pasal 4 UU
Jaminan Fidusia dengan Pasal 1234 KUH Perdata adalah pada bagian yang dapat
47
Tan Kamello, Loc. Cit. 48
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, cetakan ke-3, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2003), hlm. 87.
37
dinilai dengan uang. Pasal 1234 KUH Perdata tidak ada penekanan nilai berupa
uang.
E. Kerangka Berpikir
Gambar 1. Bagan Alur Pikir
Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan bahwa:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan
bahwa terdapat salah satu klasifikasi bentuk perseroan yaitu perseroan terbatas
terbuka, dalam perseroan terbatas terbuka ini terdapat pula jenis perseroan terbatas
terbuka yang salah satunya disebut perseroan go public.
Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia
PT Terbuka
Go Public
Saham Jaminan Fidusia
Proses terjadinya pengikatan saham PT Go Public sebagai objek jaminan
fidusia
Proses Eksekusi Saham PT Go Public Sebagai Objek Jaminan Fidusia
Apabila Terjadi Cidera Janji
38
Perseroan terbatas go public memiliki kekayaan perusahaan yang terbagi atas
saham dan saham pada perseroan terbatas go public dapat diperjualbelikan kepada
masyarakat umum melalui instrumen pasar modal. Merujuk pada peraturan yang
berlaku, saham dapat menjadi objek jaminan bagi pemiliknya, baik berupa gadai
maupun jaminan fidusia.
Jaminan fidusia merupakan jaminan yang lebih berdasarkan kepercayaan. Oleh
karena didasarkan kepercayaan hubungan hukum yang terjadi antara debitor
(pemberi fidusia) dan kreditor (penerima fidusia) merupakan hubungan hukum
berdasarkan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang memberi pengertian mengenai jaminan
fidusia yaitu pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda.
Pihak debitor dalam hal ini adalah pemilik saham perseroan terbatas go public
yang ingin mendapatkan tambahan dana dengan cara menjaminkan sahamnya
kepada pihak kreditor dalam hal ini lembaga jaminan, membuat suatu hubungan
hukum antara para pihak agar tercapainya kegiatan pinjam-meminjam ini.
Hubungan hukum yang terjadi antara pemilik saham dengan lembaga jaminan
ditimbulkan oleh adanya pengikatan atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak
untuk mencapai kesepakatan dalam kegiatan pinjam-meminjam.
Para pihak membuat suatu perjanjian dengan mengacu pada syarat dan prosedur
yang berlaku. Proses pembuatan perjanjian harus mencapai kata sepakat antar
pihak. Sehingga, menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para
39
pihak. Seringkali dalam pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia terdapat debitor
yang tidak dapat memenuhi kewajibannya atau cidera janji, maka akan
menimbulkan suatu akibat hukum bagi pihak yang melakukan cidera janji berupa
eksekusi.
40
III. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya
menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara
tertentu dan konsistensi berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka
tertentu.49
Penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat
sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada
dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Metodologi berasal dari kata dasar ”metode” dan “logi”. Metode artinya cara
melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang
berdasarkan logika berpikir. Metode penelitian artinya ilmu tentang cara
melakukan penelitian dengan teratur (sistematis). Metode penelitian hukum
artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis).
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut
juga dengan penelitian hukum teoritis atau penelitian hukum dogmatik karena
tidak mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum. Penelitian hukum normatif
49
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm. 2.
41
adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu
aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan
materi, konsistensi, penjelasan umum, dan pasal demi pasal.50
Pengkajian ini
bertujuan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada peristiwa hukum itu
sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, dengan kata lain,
apakah ketentuan undang-undang telah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau
tidak. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan mencapai tujuannya atau tidak.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif yang mengkaji peraturan
perundang-undangan serta ketentuan saham perseroan terbatas go public sebagai
objek jaminan fidusia.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah tipe deskriptif, yaitu
penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran
(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan
pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum
tertentu yang terjadi dalam masyarakat.51
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai saham perseroan terbatas go public sebagai
objek jaminan fidusia secara lengkap.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian.52
50
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2004), hlm. 102. 51
Ibid, hlm. 50. 52
Ibid, hlm. 112
42
Sesuai dengan masalah yang akan dibahas, maka pendekatan masalah dalam
penelitian ini akan dilakukan secara yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif
adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara
menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.53
Pendekatan ini dikenal pula
dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan
perundang-undangan dan dokumen lain yang erat kaitannya dengan saham
perseroan terbatas go public sebagai objek jaminan fidusia.
D. Data dan Sumber Data
Berkaitan dengan permasalahan dan pendekatan masalah yang digunakan maka
penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan. Jenis datanya adalah data
sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka dengan cara
mengumpulkan dari berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti. Data sekunder yang digunakan terdiri dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya.54
Beberapa dasar hukum yang berkaitan dengan tulisan penulis meliputi:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
d) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
e) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
53
Ibid, hlm. 148 54
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Pers,
2003), hlm. 33-37.
43
f) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusaia;
g) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011
tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia;
h) Peraturan Kustodian Sentral Efek Indonesia tentang Jasa Kustodian
Sentral (Lampiran keputusan Direksi PT. Kustodian Sentral Efek
Indonesia Nomor 0013/DIR/KSEI/0612);
i) Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/KN/2017 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang;
2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku, literatur maupun data-data
lainnya.
3. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum lain yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti hasil penelitian, Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lain yang sifatnya karya
ilmiah berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
E. Metode Pengumpulan Data
Penelitian hukum selalu mempunyai tujuan tertentu, baik tujuan proses maupun
tujuan akhir. Tujuan proses misalnya menganalisis data yang diperoleh guna
membuktikan suatu peristiwa hukum sudah dilakukan atau tidak dilakukan,
44
sedangkan tujuan akhir adalah hasil yang diperoleh berdasarkan tujuan proses.55
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka metode pengumpulan data yang digunakan
penulis adalah studi pustaka.
Studi pustaka, yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal
dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam
penelitian hukum normatif. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca,
menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku serta literatur-
literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
F. Metode Pengolahan Data
Tahap-tahap dalam pengolahan data untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:56
a. Pemeriksaan Data (editing)
Pemeriksaan data merupakan pembenaran data yang sudah terkumpul melalui
studi pustaka, dokumen dan literatur sudah lengkap, relevan, jelas, tidak
berlebihan dan tanpa kesalahan.
b. Penandaan Data (coding)
Penandaan data yaitu pemberian tanda pada data yang sudah diperoleh, baik
berupa penomoran atau penggunaan tanda atau simbol atau kata tertentu yang
menunjukan golongan/kelompok/klasifikasi data menurut jenis dan
sumbernya, dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna,
memudahkan rekontruksi serta analisis data.
55
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., 2004, hlm. 33. 56
Ibid, hlm. 90.
45
c. Penyusunan/Sistematisasi Data (constructing/systematizing)
Penyusunan/sistematisasi data adalah kegiatan menabulasi secara sistematis
data yang sudah diedit dan diberikan tanda dengan mengelompokan secara
sistematis data yang sudah diedit dan diberi tanda menurut klasifikasi data
dan urutan masalah.
G. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif,
lengkap dan komprehensif. Analisis kualitatif maksudnya menguraikan data
secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang
tindih dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil
analisis, kemudian ditarik kesimpulan sehingga diperoleh gambaran yang jelas
mengenai jawaban dari permasalahan,57
selanjutnya data disajikan secara
sistematis untuk kemudian ditarik kesimpulan terhadap pokok permasalahan.
Sementara itu, komprehensif artinya analisis data secara mendalam dari berbagai
aspek sesuai dengan lingkup penelitian,58
sehingga hasil penelitian dapat terlihat
utuh dan jelas.
57
Ibid, hlm. 127. 58
Ibid.
77
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Saham perseroan terbatas go public dapat dijadikan jaminan utang dengan
menggunakan lembaga jaminan fidusia karena saham perseroan terbatas go
public merupakan benda bergerak.
2. Proses terjadinya pengikatan saham perseroan terbatas go public sebagai
objek jaminan fidusia ialah dimulai saat pemegang rekening efek mengajukan
permohonan agunan efek secara tertulis kepada PT Kustodian Sentral Efek
Indonesia. Setelah itu, pemegang rekening efek selaku debitor dan pemberi
piutang selaku kreditor membuat dan menyetujui perjanjian kredit (utang-
piutang) yang dibuat oleh notaris dengan saham perseroan terbatas go public
sebagai objek jaminan fidusianya. Selepas perjanjian tersebut disepakati,
kreditor harus mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia pada Kantor
Pendaftaran Fidusia dan debitor wajib memberi tahu perseroan tempat saham
itu terdaftar guna dicatatkan dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar
Khusus pembukuan perseroan.
3. Akibat hukum dari debitor yang melakukan cidera janji akan menimbulkan
kegiatan eksekusi jaminan fidusia. Eksekusi jaminan fidusia merupakan
78
penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Ada tiga
macam cara untuk menjual objek jaminan fidusia berupa saham perseroan
terbatas go public yaitu melalui lelang, penjualan di bawah tangan atau
penjualan khusus.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebaiknya penerima fidusia atas
saham perseroan terbatas go public harus orang yang mengerti mengenai saham
dan mekanisme Bursa Efek. Hal ini dikarenakan penerima jaminan fidusia harus
dapat memperkirakan saham yang ditransaksikan di bursa efek apakah nilainya
akan turun, stabil atau bahkan naik, agar penerima fidusia tidak merugi jika
ternyata pemberi fidusia gagal dalam membayar kredit atau utangnya kepada
penerima jaminan fidusia dan saham sebagai jaminan tersebut akhirnya
dieksekusi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Azizah. 2015. Hukum Perseroan Terbatas. (Malang: Intimedia).
Dwiyanti, Vionny. 1999. Wawasan Bursa Saham. (Yogyakarta: Penerbit
Universitas Atmajaya Yogyakarta).
Fakhrudin, M. dan Sopian Hadianto. 2001. Perangkat dan Model Analisis
Investasi di Pasar Modal. (Jakarta: Elex Media Komputindo).
Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti).
----------. 2008. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Cet. II.
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti).
Hadi, Nor. 2013. Pasar Modal: Acuan Teoretis dan Praktis Investasi di Instrumen
Keuangan Pasar Modal. (Yogyakarta: Graha Ilmu).
Hadisoeprapto, Hartono. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum
Jaminan Edisi I. (Yogyakarta: Liberty).
Harahap, Yahya. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika).
HS, Salim. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. (Jakarta: Raja
Grafindo. Persada).
Kamello, Tan. 2004. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang
Didambakan. (Bandung: Alumni).
Kansil, C.S.T. 2009. Seluk Beluk Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007. (Jakarta: Rineka Cipta).
----------. 2010. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Edisi Kedua. (Jakarta:
Sinar Grafika).
Martalena. 2011. Pengertian Pasar Modal. (Yogyakarta: Penerbit ANDI).
Martono, H.K. dan Agus Pramono. 2013. Hukum Udara Perdata Internasional
dan Nasional. (Jakarta: Rajawali Pers).
Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. (Jakarta:
Rajawali Pers).
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. (Bandung : PT
Citra Aditya Bakti).
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2003. Seri Hukum Harta Kekayaan:
Kebendaanpada Umumnya, Cetakan ke-2. (Jakarta: Kencana).
Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya. 2006. Aspek Hukum Pasar Modal
Indonesia. (Jakarta: Prenada).
Prodjodikoro, Wirjono. 1993. Hukum Perdata Hak Atas Benda. (Jakarta:
Pembimbing Massa).
Rivai, Veithzal dkk. 2012. Financial Institution Management (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada).
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan
Buku I. (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti).
----------. 2002 Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. (Bandung:
Citra Aditya Bakti).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif. (Jakarta:
Rajawali Pers).
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. 1980. Beberapa Masalah Pelaksanaan
Lembaga Jaminan Fidusia Di dalam Praktik dan Perkembangan di
Indonesia. (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM).
----------. 2001. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan. (Yogyakarta: Liberty Offset).
Subekti, R. 1991. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti).
----------. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata Cet. 25. (Jakarta: Intermasa).
Supriyadi, Ahmad. 2009. Pasar Modal Syariah Di Indonesia Menggagas Pasar
Modal Syariah dari Aspek Praktik. (Kudus: STAIN Kudus).
Sutarno. 2003. Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank. (Bandung: Alfabeta).
Sutito. 2002. Peranan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dalam Transaksi Efek di
Pasar Modal Indonesia. (Yogyakarta: Mimbar Hukum).
Syarifin, Pipin dan Dedah Jubaedah. 2012. Hukum Dagang Di Indonesia.
(Bandung: Pustaka Setia).
Untung, Budi. 2011. Hukum Bisnis Pasar Modal. (Yogyakarta: Penerbit ANDI).
Usman, Rachmadi. 2003. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Cet ke-II.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).
----------. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan Cet. 2. (Jakarta: Sinar Grafika).
----------. 2011. Hukum kebendaan. (Jakarta: Sinar Grafika).
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Jaminan Fidusia, cetakan ke-3.
(Jakarta: Rajawali Grafindo Persada).
B. Internet
Kusumasari, Diana. Akibat Hukum Jaminan Fidusia yang Belum Didaftarkan,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4588/akibat-hukum-jaminan
-fidusia-yang-belum-didaftarkan diakses pada 12 Desember 2018 pukul
19.45 WIB.
Otoritas Jasa Keuangan. Emiten dan Perusahaan Publik,
https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/Pages/Emiten-dan-Perusahaan
-Publik.aspx diakses 10 Januari 2019 pukul 19.00 WIB.
Rivai, Anas Karim dan Rekan. Jasa Appraisal/Penilaian, http://www.kjpp-
akr.co.id/jasa-penilaian diakses pada tanggal 16 November 2018 pukul
16.45 WIB.
C. Jurnal
Posumah, Adrian Alexander. 2017. “Pengikatan Jaminan Dalam Pelaksanaan
Pemberian Kredit Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998”, Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017.
Kurniawan, Yuli dan Ninis Nugraheni. 2012. “Tinjauan Yuridis Lembaga
Jaminan Untuk Saham Dalam Perdagangan Tanpa Warkat (Scripless
Trading)”, Perspektif Hukum, Vol. 12 No. 2 November 2012: 63-82.
D. Skripsi, Tesis dan Disertasi
Joni. 2003. Tesis: Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Berupa Saham yang
Ditransaksikan di Bursa Efek. (Surabaya: Megister Kenotariatan Fakultas
Hukum Airlangga).
Nurdawati, Ummu. 2017. Skripsi: Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia.
(Makassar: Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin).
E. Peraturan Perundang-undangan
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusaia.
6. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi
Jaminan Fidusia
7. Peraturan Kustodian Sentral Efek Indonesia tentang Jasa Kustodian Sentral
(Lampiran keputusan Direksi PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor
0013/DIR/KSEI/0612).
8. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/KN/2017 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang.
Recommended