View
3.007
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
GERAKAN DI/TII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gerakan DI/TII
Sudah hampir 60 tahun negara ini memperoleh kemerdekaannya setelah dijajah oleh
beberapa bangsa asing selama tiga ratus tahun lebih. Dalam kurun waktu antara 1945, ketika
republik ini diproklamasikan berdirinya, hingga saat ini, berbagai peristiwa telah terjadi dan
tidak sedikit yang mengakibatkan munculnya ancaman terhadap keutuhan bangsa dan negara
Indonesia. Salah satu peristiwa penting yang meninggalkan bekas dalam catatan sejarah negeri
ini adalah berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di awal masa kemerdekaan. Topik ini
memang selalu dan akan tetap menarik untuk diperbincangkan, lengkap dengan segala pendapat
para ahli maupun saksi-saksi sejarah. Fakta—kalau memang benar-benar fakta yang
diungkapkan dalam buku pelajaran sejarah di bangku sekolah maupun yang tersimpan di dalam
arsip nasional Pemerintah Indonesia dianggap sebagai kebohongan oleh sebagian pihak,
termasuk di antaranya komunita yang mengaku sebagai Warga Negara Islam Indonesia dan para
simpa tisannya. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah nama yang tak dapat dilepaskan dari
pembahasan masalah yang berkaitan dengan Negara Islam Indonesia. Dialah pendiri negara
berasas Islam tersebut. Dalam sejarah yang kita pelajari, Kartosoewirjo adalah tokoh yang tidak
lebih dari seorang pemberontak yang telah mendirikan negara baru di wilayah negara Republik
Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sebuah gerakan yang mengatasnamakan
Negara Islam Indonesia sangat gencar melakukan rekrutmen anggota baru, tetapi cara-cara yang
1
mereka gunakan ternyata berlawanan dengan syariah dan sunnah Rasulullah saw. Di masa
reformasi ini, saat tak ada lagi yang harus ditutup-tutupi, sudah selayaknya masyarakat, dalam
hal ini umat Islam, menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang
beusaha membangun supremasi Islam, hingga akhirnya mereka memproklamasikan diri sebagai
sebuah negara pada 7 Agustus 1949, danberhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13 tahun
lamanya (1949-1962).
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau
DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7
Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong,
Tasikmalaya, Jawa Barat. Diproklamirkan saat Negara Pasundan buatan belanda mengangkat
Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai presiden.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja
diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda
sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa
"Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi
dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang
tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas
menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam,
dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka
sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat
(berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan
2
Kalimantan. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini
menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi
ilegal oleh pemerintah Indonesia
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dalam penulisan Makalah ini diformulasikan rumusan
masalah sebagai berikut:
Apakah Pengertian dari pemberontakan DI/TII?
Apa yang melatar belakangi pemberontakan DI/TII?
Bagaimana dampak yang di timbulkan dari pemberontakan DI/TII?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan yang dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari pemberontakan DI/TII
2. Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi sehinga terjadinya pemberontakan
DI/TII
3. Untuk mengetahui dampak apa yang di timbulakan dari pemberontakan DI/TII
D. Metode Penulisan
Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan.Cara-cara yang digunakan
pada penelitian ini adalah :Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
3
E. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dapat di peroleh dari penelitian ini, yaitu:
Sebagai sumbangan bagi para pembacanya agar mengetahui lebih dalam tentang pemberontakan
DI/TII
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Penyebab gerakan DI/TII
Pengertian DI/TII (
Gerakan DI/TII adalah organisasi yang berjuang atas nama Umat Islam yang ada di seluruh
Indonesia. Nama NII sebenarnya kependekan dari “Negara Islam Indonesia” dan kemudian
banyak orang yang menyebutkan dengan nama Darul islam atau yang dikenal dengan nama
“DI” arti kata darul Islam ini sendiri adalah “Rumah Islam” dari kata tersebut dapat kita ambil
pengertian bahwa organisasi ini merupakan tempat atau wadah bagi umat islam yang ada di
Indonesia untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi mereka, agar aspirasi-aspirasi mereka dapat
tertampung dan dapat terorganisir sehingga berguna bagi umat islam di Indonesia.
Penyebab Timbulnya Gerakan DI/TII
Karena penolakan terhadap hasil Perundingan Renville, sehingga kekuatan militer Republik
Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus
mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak semua komponen
bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia.
Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus
1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan
pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh
Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang
dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai
5
Somolangu (Kebumen), kalimantan selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan
tokohnya Kahar Muzakar.
B. Timbulnya Gerakan DI/TII di Jawa Barat (Kartosoewirjo)
Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosoewirjo kembali aktif di
bidang politik, yang sempat terhenti. Dia masuk sebuah organisasi kesejahteraan dari MIAI
(Madjlis Islam ‘Alaa Indonesia) di bawah pimpinan Wondoamiseno, sekaligus menjadi
sekretaris dalam Majelis Baitul-Mal pada organisasi tersebut.
Dalam masa pendudukan Jepang ini, dia pun memfungsikan kembali lembaga Suffah
yang pernah dia bentuk. Namun kali ini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran karena
saat itu Jepang telah membuka pendidikan militernya. Kemudian siswa yang menerima latihan
kemiliteran di Institut Suffah itu akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang
utama sesudah perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam
Indonesia di Jawa Barat.
Pada bulan Agustus 1945 menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia,
Kartosuwiryo yang disertai tentara Hizbullah berada di Jakarta. Dia juga telah mengetahui
kekalahan Jepang dari sekutu, bahkan dia mempunyai rencana: kinilah saatnya rakyat Indonesia,
khususnya umat Islam, merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah. Sesungguhnya dia telah
memproklamasikan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Tetapi proklamasinya ditarik
kembali sesudah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Untuk
sementara waktu dia tetap loyal kepada Republik dan menerima dasar “sekuler”-nya.
Namun sejak kemerdekaan RI diproklamasikan (17 Agustus 1945), kaum nasionalis
sekulerlah yang memegang tampuk kekuasaan negara dan berusaha menerapkan prinsip-prinsip
6
kenegaraan modern yang sekuler. Semenjak itu kalangan nasionalis Islam tersingkir secara
sistematis dan hingga akhir 70-an kalangan Islam berada di luar negara. Dari sinilah dimulainya
pertentangan serius antara kalangan Islam dan kaum nasionalis sekuler. Karena kaum nasionalis
sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan negara, maka pertentangan ini untuk
selanjutnya dapat disebut sebagai pertentangan antara Islam dan negara.
Situasi yang kacau akibat agresi militer kedua Belanda, apalagi dengan
ditandatanganinya perjanjian Renville antara pemerintah Republik dengan Belanda. Di mana
pada perjanjian tersebut berisi antara lain gencatan senjata dan pengakuan garis demarkasi van
Mook. Sementara pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia, maka
menjadi pil pahit bagi Republik. Tempat-tempat penting yang strategis bagi pasukannya di
daerah-daerah yang dikuasai pasukan Belanda harus dikosongkan, dan semua pasukan harus
ditarik mundur –atau “kabur” dalam istilah orang-orang DI– ke Jawa Tengah. Karena
persetujuan ini, Tentara Republik resmi dalam Jawa Barat, Divisi Siliwangi, mematuhi
ketentuan-ketentuannya. Soekarno menyebut “kaburnya” TNI ini dengan memakai istilah Islam,
“hijrah”. Dengan sebutan ini dia menipu jutaan rakyat Muslim. Namun berbeda dengan pasukan
gerilyawan Hizbullah dan Sabilillah, bagian yang cukup besar dari kedua organisasi gerilya Jawa
Barat, menolak untuk mematuhinya. Hizbullah dan Sabilillah lebih tahu apa makna “hijrah” itu.
Pada tahun 1949 Indonesia mengalami suatu perubahan politik besar-besaran. Pada saat
Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan, maka ketika itu terjadilah sebuah proklamasi
Negara Islam di Nusantara, sebuah negeri al-Jumhuriyah Indonesia yang kelak kemudian dikenal
sebagai ad-Daulatul Islamiyah atau Darul Islam atau Negara Islam Indonesia yang lebih dikenal
oleh masyarakat sebagai DI/TII. DI/TII di dalam sejarah Indonesia sering disebut para pengamat
yang fobi dengan Negara Islam sebagai “Islam muncul dalam wajah yang tegang.” Bahkan,
7
peristiwa ini dimanipulasi sebagai sebuah “pemberontakan”. Kalaupun peristiwa ini disebut
sebagai sebuah “pemberontakan”, maka ia bukanlah sebuah pemberontakan biasa. Ia merupakan
sebuah perjuangan suci anti-kezhaliman yang terbesar di dunia di awal abad ke-20 ini.
“Pemberontakan” bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan perang Republik
Indonesia ini bukanlah pemberontakan kecil, bukan pula pemberontakan yang bersifat regional,
bukan “pemberontakan” yang muncul karena sakit hati atau kekecewaan politik lainnya,
melainkan karena sebuah “cita-cita”, sebuah “mimpi” yang diilhami oleh ajaran-ajaran Islam
yang lurus.
Gagasan mendirikan Negara islam Indonesia telah mulai dicanangkan sejak tahun 1942.
Pada waktu itu, tokoh DI/TII kartosuwiryo berencana mendirikan sebuah Negara islam didaerah
jawa barat. Selanjutnya, selama masa kependudukan jepang dan setelah proklamasi kemerdekaan
Kartosuwiryo menjadi anggota Masyumi dan menjadi sekretaris I partai Masyumi. Pada tanggal
14 agustus 1947, Kartosuwiryo menyatakan perang suci melawan Belanda dan menolak isi
perjanjian Renville. Penolakannya terhadap perseyujuan Renville di wujudkan dalam sikap
menolak melaksanakan hijrah dan bersama 4000 pasukannya, yang terdiri dari pasukan hizbullah
dan sabilillah tetap tinggal di jawa barat. Dalam sebuah pertemuan di Cisayong pada bulan
Februari 1948 Kartosuwiryo telah memutuskan untuk mengubah gerakan kepartaian Nasyumi
Jawa Barat menjadi bentuk Negara serta pembekukan partai Nasyumi Jawa Barat. Selanjutnya,
melalui Majelis Umat Islam (MUI) yangdi bentuknya, Kartosuwiryo diangkat sebagai imam
Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu, dibentuk angkatan perang Tentara Islam Indonesia
(TII) yang di tempatkan didaerah pegunungan di daerah Jawa Barat.
Sebelum melakukan hijrah, pasukan-pasukan yang tergabung dalam Divisi Siliwangi di
Jawa Barat berkuasa didaerah-daerah yang dikenal dnga sebutan “Kantong”. Persetujuan
8
Renville ditandatagani oleh pihak belanda dan Republik Indonesia pada 17 Januari 1948,
sedangkan perundingannya dimulai sejak 8 Desember 1947.
Diantara organisasi-organisasi bersenjata atau lascar-laskar di Jawa Barat yang berjuang
menentang Belanda ada yang menentang pokok-pokok persetujuan Renville. Mereka yang
bersikap demikian antara lain ialah organisasi bersenjata darul Islam yang ada dibawahpimpinan
S.M.Kartosuwiryo. daerah-daerah kantong yang kosong di Jawa Barat yang telah di tinggalkan
oleh Tentara Republik Indonesia diisi mereka. Berita tentang peristiwa ini diterima dengan
kegembiraan di ibu kota republic Indonesia, Yogyakarta, denga harapan bahwa mereka akan
meneruskan perjuangan menentang Belanda demi kepentingan Republik Indonesia.
Pada akhir bulan Maret 1948 suatu pertemuan dari para tokoh DarulIslam menyatakan
berdirinya sebuah “Negara” yang diberi nama “Negara Darul Islam”, dengan presidennya
S.M.Kartosuwiryo da angkatan bersenjatanya yang disebut dengan tentara Islam Indonesia (TII).
Pada mulanya “Negara” yang baru didirikan itu tidak menyatakan menentang Republik
Indonesia. Tentaranya yaitu TII berhasil merebut beberapa daerah yang tadinya ada di bawah
kekuasaan Belanda. Ruang gerak Darul Islam (DI) pada mulanya meliputi daerah-daerah Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, dan daerah-daerah sekitar Majelengka serta Kuningan.
Timbulnya gerakan DI/TII ini menimbulkan kesulitan pihak Belanda. Untuk
mengatasinya, pihak Belanda mendorong R.A.A.Suriakartalegawa mendirikan sebuah partai
yang disebut dengan Partai Rakyat Pasundan (PRP) dengan sekretarisnya Mr. R. Kustomo.
Namun demikian usaha tersebut tidak mendapatkan sambutan baik dari penduduk Jawa Barat,
bahkan sebagai reaksi dari para bekas tokoh pimpinan Pguyuban Pasundan timbul usaha untuk
menghidupkan kembali organisasi tersebut. Sebagaimana halnya dengan organisasi-organisasi
kebangsaan lainnya, Paguyuban Pasundan pada masa pendudukan Jepag dilarang melakukan
9
kegiatan-kegiatan. Setelah dihidupkan kembali, untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan
kondisi marsyarakat Indonesia yang telah berubah, ama paguyuban Pasundan diubah menjadi
Partai Kebangsaan Indonesia yang disingkat menjadi PARKI di bawah pimpinan Suradirja.
Pada bulan akhir Desember 1948, sikap Darul Islam (DI) berubah, yang tadinya anti-
Republik Indonesia, sekarang dengan secara terang-terangan menyatakan menentang Republik
Indonesia. Terhadap rakyat sering melakukan tindakan terror. Pada permulaannya pada tahun
1949, banyak daerah di jawa Barat yang resminya merupakan daerah Negara pasundan, tetapi
dalam kenyataannya ada di bawah pengawasan DI/TII. Tentara belanda pun tidak berdaya
mengatasi keadaan ini. Beberapa pejabat penting Negara Pasundan termasuk wali negarannya,
Wiranatakusuma, berkeyakinan behwa hanya angkatan bersenjata Republik Indonesia yang
mempunyai kemampuan menindas gerakan DI/TII.
DI / TII Jawa Barat terjadi pada tanggal 7 Agustus 1949 , yang di pimpinan oleh Sekarmadji
Maridjan kartosoewiryo
Sebab Khusus Pemberontakan :
Pemerintah RI menandatangani Perjanjian Renville yang mengharuskan pengikut RI
mengosongkan wilayah Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah , hal ini dianggap Kartosuwirjo
sebagai bentuk pengkhianatan Pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat(karena ada
beberapa komandan TNI yang menjanjikan akan meninggalkan semua persenjataannya di Jawa
Barat jika mereka hijrah nanti. ). Bersama kurang lebih 2000 pengikutnya yang terdiri atas laskar
Hizbullah dan Sabilillah, Kartosuwirjo menolak hijrah dan mulai merintis usaha mendirikan
Negara Islam Indonesia (NII).
Sebab Umum Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Kekosongan kekuatan di Jawa Barat
10
Kartosuwirjo / rakyat menolak kalau Jawa Barat itu diserahkan kepada belanda begitu saja
Rasa tdk puas dg keputusan perjanjian yg mengharuskan TNI keluar dr daerah
kantong dan masuk ke wilayah RI
Tujuan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat
Ingin mendirikan negara yang berdasarkan agama islam lepas dari NKRI sewaktu tentara
Belanda menduduki ibukota RI di Yogyakarta.
Menjadikan Syariat islam sebagai dasar Negara ( pola tingkah laku ,dalam keluarga
/masyarakat/ bangsa ataupun Negara) bersumber pada”Alqur’an , Hadist,Isma,Qias”.
Upaya pemerintah mengatasi pemberontakan DI/TII Jawa Barat
Upaya Pemusnahan yang dilakukan Pemerintah
Untuk menumpas gerakan DI/TII diJawa Barat tersebut, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya seperti melakukan pendekatan musyawarah yang di lakukan M.Natsir.
Namun pendekatan musyawarah tersebut tidak membawa hasil sehingga pemerintah RI
terpaksa mengambil tindakan tegas dengan menerapkan operasi militer yang di sebut Operasi
Pagar Betis dan Operasi Baratayudha untuk menumpas gerakan DI/TII. Operasi Pagar Betis
dilakukan dengan melibatkan rakyat untuk mengepung tempat persembunyian gerombolan
DI/TII. Disisi lain, operasi Barathayudha juga dilaksanakan TNI untuk menyerang basis-
basis kekuatan gerombolan DI/TII.
Dan dijalankanlah taktik dan strategi baru yang disebut Perang Wilayah. Pada tahun 1 April
1962 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar Betis(mengepung
pasukan DI/TII dengan mengepung dari seluruh penjuru )” dan operasi “Bratayudha(operasi
penumpasan gerakan DI/TII kartosuwirjo).
11
Pada tanggal 4 juni 1962, S.M.Kartosuwiryo beserta para pengikutnya berhasil ditanggap
oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat.
Sekarmadji Maridjan kartosoewiryo sempat mengajukan grasi kepada Presiden,tetapi di
tolak. Akhirnya S.M.Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati di hadapan regu tembak dari
keempat angkatan bersenjata RI 16 Agustus 1962.
C. Timbulnya Gerakan DI/TII di Jawa Tengah (Amir Fatah)
DI (Darul Islam) pada hakekatnya adalah persoalan yang ditimbulkan oleh golongan
extrim Islam yang akan mendirikan Negara Islam Indonesia yang merdeka dengan agama Islam
sebagai dasarnya. Pusat DI di Jawa Barat dipimpin oleh SM. Kartosuwiryo. Kemudian
pengaruhnya meluas ke luar daerah yaitu Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi Selatan.
Gerakan tersebut sesungguhnya telah dimulai pada tahun 1946. Akibat perjanjian Renville,
pasukan-pasukan TNI harus meninggalkan kantong-kantong gerilya kemudian melaksanakan
hijrah. Keputusan tersebut ditolak oleh Kartosuwiryo, karena politik yang demikian dianggap
merugikan perjuangan. Oleh karena itu pasukan Hizbullah dan Sabilillah tidak diizinkan
meninggalkan Jawa Barat. Setelah pasukan Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, Kartosuwiryo lebih
leluasa melaksanakan rencananya. Pada bulan Maret 1948 pasukan-pasukan itu membentuk
gerakan dengan nama Darul Islam (DI) dan tanggal 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo
memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan Tentara Islam Indonesia (TII). Hukum
yang berlaku di negara Islam itu ialah hukum Islam. Hal ini jelas bahwa NII tidak mengakui
UUD 1945 dan Pancasila.
12
Fatah adalah komandan Laskar Hizbullah di daerah Tulangan, Siduardjo, dan Mojokerto
di Jawa Timur pada pertempuran 10 November 1945. Setelah perang kemerdekaan ia
meninggalkan Jawa Timur dan bergabung dengan pasukan TNI di Tegal.
Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai
komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.
Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara
(GBN) dibawah Letkol Sarbini.
Gerakan DI/Tll Amir Fatah muncul setelah Agresi Militer Belanda II, yang ditandai
dengan diproklamasikannya NII di desa Pengarasan, tanggal 28 April 1949. Gerakan ini
didukung oleh Laskar Hisbullah dan Majelis Islam (MI), yang merupakan pendukung inti
gerakan, serta massa rakyat yang mayoritas terdiri dari para petani pedesaan.
Kelompok-kelompok masyarakat tersebut memberikan dukungannya kepada DI/TII
karena alasan ideologi, yaitu memperjuangkan Ideologi Islam dengan mengakui eksistensi
Negara Islam Indonesia (NII). Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII
Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan
mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan.
Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M.
Kartosuwiryo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam. Kedua, Amir
Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang
bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu
perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan
TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah
Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan MI yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus
13
disebahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya
oleh Mayor Wongsoatmojo.
Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang
dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan
ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan
Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena
pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro.
Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh
Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan.
Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi
Banteng Raiders.
DI / TII Jawa Tengah terjadi Pada tanggal 23 Agustus 1949, Pepimpinya Amir Fatah dan
Mahfu’dz Abdurachman ( Kyai Somalangu).
DI/TII itu kemudian memusuhi pasukan TNI dengan mengadakan pengadangan dan
menyerang pasukan TNI yang sedang dalam perjalanan kembali ke Jawa Barat. Pemberontakan
DI/TII di Jawa Barat dengan segala cara menyebarkan pengaruh-nya ke Jawa Tengah. Gerakan
DI/TII di Jawa Tengah di pimpin Amir Fatah. Daerah operasinya di daerah Pekalongan Tegal
dan Brebes dimana daerah tersebut mayoritas pendudukanya beragama Islam yang fanatik.
Pada waktu daerah pendudukan Belanda terjadi kekosongan, maka pada bulan Agustus
1948 Amir Fatah masuk ke daerah pendudukan Belanda di Tegal dan Brebes dengan membawa 3
kompi Hizbullah. Amir Fatah masuk daerah pendudukan melalui Sektor yang dipimpiin oleh
Mayor Wongsoatmojo. Mereka berhasil masuk dengan kedok untuk mengadakan perlawanan
14
terhadap Belanda dan mendapat tugas istimewa dari Panglima Besar Sudirman untuk
menyadarkan Kartosuwiryo.
Amir Fatah setelah tiba di daerah pendudukan Belanda di Pekalongan dan Brebes
kemudian melepaskan kedoknya untuk mencapai tujuan. Dengan jalan intimidasi dan kekerasan
berhasil membentuk organisasi Islam yang dinamakan Majlis Islam (MI) mulai tingkat dewasa
sampai karesidenan. Disamping itu menyusun suatu kekuatan yaitu Tentara Islam Indonesia
(TII) dan Barisan Keamanan serta Pahlawan Darul Islam (PADI). Dengan demikian di daerah
pendudukan, Amir Fatah telah menyusun kekuatan DI di Jawa Tengah.
Sementara itu Mayor Wongsoatmojo pada bulan Januari 1949 masuk daerah pendudukan
Belanda di Tegal dan Brebes dengan kekuatan 4 kompi. Kemudian diadakan perUndingawn
dengan pimpinan Majelis Islam (MI) yang diawali Amir Fatah. Dengan perundingan itu dapat
dicapai suatu kerjasama antara pemerintah militer dengan MI juga antara TNI dengan pasukan
Hizbullah dan Amir Fatah diangkat menjadi Ketua Koordinator daerah operasi Tegal-Brebes.
Dibalik itu semuanya Amir Fatah menggunakan kesempatan tersebut untuk menyusun
kekuatan TII dan DI-nya. Usaha untuk menegakkan kekuasaan di Jawa Tengah semakin nyata.
Lebih-lebih setelah datangnya Kamran Cakrabuana sebagai utusan DI/TlI Jawa Barat untuk
mengadakan perundingan dengan Amir Fatah maka keadaan berkembang dengan cepat. Amir
Fatah diangkat Komandan Pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal TII. Sejak
itu Amir menyerahkan tanggung jawab dan jabatannya selaku Ketua Koordinator daerah
Tegal-Brebes kepada Komandan SKS (Sub Wherkraise) III. Ia mengatakan bahwa Amir Fatah
dengan seluruh kekuatan bersenjatanya tidak terikat lagi dengan Komandan SWKS III.
Untuk melaksanakan cita-citanya di Jawa Tengah, DI mengadakan teror terhadap rakyat
dan TNI yang sedang mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Dengan demikian dapat
15
dibayangkann betapa berat perjuangan TNI di daerah SWKS III, karena harus menghadapi dua
lawan sekaligus yaitu Belanda dan DI/TII pimpinan Amir Fatah. Kemudian pasukan DI
mengadakan penyerbuan terhadap markas SWKS III di Bantarsari. Pada waktu itu pula terjadilah
pembunuhan massal terhadap satu Regu Brimob pimpinan Komisaris Bambang Suprapto.
Pukulan teror DI di daerah SWKS III membuat kekuatan TNI menjadi terpecah belah tanpa
hubungan satu sama lain. Akibatnya teror DI tersebut, daerah SWKS III menjadi gawat.
Untuk mengatasi keadaan ini Letkol Moch. Bachrun Komandan Brigade 8/WK I
mengambil tindakan mengkonsolidasikan SWKS III yang telah terpecah-pecah. Kemudian
diadakan pengepungan terhadap pemusatan DI. Gerakan selanjutnya dilaksanakan dalam fase
ofensif. Gerakan tersebut berhasil memecah belah kekuatan DI/TII sehingga terjadi
kelompok-kelompok kecil. Dengan terpecahnya kekuatan DI menjadi kelompokkelompok kecil
tersebut akhirnya gerakan mereka dapat dipatahkan. Setelah itu gerakan diarahkan kepada
pasukan Belanda DI/TII. Gerakan itu dilaksanakan siang dan malam, sehingga kedudukan
mereka terdesak. Dalarn keadaan moril pasukan tinggi, datang perintah penghentian
tembak-menembak dengan Belanda. Akhirya menghasilkan KMB yang keputusan-keputusannya
harus dilaksanakan oleh TNI antara lain penggabungan KNIL dengan TNI. Dalam situasi TNI
berkonsolidasi, Amir Fatah mengambil kesempatan untuk menyusun kekuatan kembali.
Kekuatan baru itu memilih daerah Bumiayu menjadi basis dan markas komandonya. Setelah
mereka kuat mulai menyerang pos-pos TNI dengan cara menggunakan massa rakyat.
Untuk mencegah DI Amir Fatah agar tidak meluas ke daerah-daerah lain di Jawa Tengah,
maka diperlukan perhatian khusus. Kemudian Panglima Divisi III Kolonel Gatot Subroto
mengeluarkan siasat yang bertujuan memisahkan DI Amir Fatah dengan DI Kartosuwiryo,
menghancurkan sama sekali kekuatan bersenjatanya dan membersihkan sel-sel DI dan
16
pimpinannya. Dengan dasar instruksi siasat itu maka terbentuklah Komando Operasi Gerakan
Banteng Nasional (GBN). Daerah Operasi disebut daerah GBN.
Pimpinan Operasi GBN yang pertama Letkol Sarbini, kemudian diganti oleh Letkkol M.
Bachrun dan terakhir Letkokl A. Yani. Dalam kemimpinan Letkol A. Yani untuk menumpas Di
Jawa Tengah dan gerakan ke timur dari DI Kartosuwiryo yang gerakannya meningkat dengan
melakukan teror terhadap rakyat, maka dibentuk pasukannya yang disebut Banteng Raiders.
Kemudian diadakan perubahan gerakan Banteng dari defensif menjadi ofensif. Gerakan
menyerang musuh dilanjutkan dengan fase pembersihan. Dengan demikian tidak memberi
kesempatan kepada musuh untuk menetap dan konsolidasi di suatu tempat. Operasi tersebut telah
berhasil membendung dan menghancurkan exspansi DI ke timur, sehingga rakyat Jawa tengah
tertindar dari bahaya kekacauan dan gangguan keamanan dari DI.
Dibawah kepemimpinan Amir Fatah, sampai dengan tahun akhir tahun 1950, Gerakan
DI/TII mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bahkan ia behasil mempengaruhi Angkatan
Oemat Islam (AOI), dan Batalyon 426 untuk melakukan pemberontakan. Sedangkan
pengaruhnya terhadap Batalyon 423 tidak sempat memunculkan pemberontakan kerena adanya
tindakan pencegahan dan Panglima Divisi Diponegoro.
Sebab Khusus Pemberontakan
Terjadi karena Batalion 624 pada Desmber 1961 membelot dan menggabungkan diri dangan
DI/TII di daerah Kudus dan Magelang(selain di daerah Tegal-Brebes , di daerah
selatan(Kebumen ) juga terdapat gerkan DI/TII yang dipimpin oleh Muhamad Mahfudh
Abdurahcman / Kyai Somalangu .
Tujuan Pemberontakan
1. Ingin mendirikan negara yang berdasarkan agama islam lepas dari NKRI
17
2. Menjadikan Syariat islam sebagai dasar Negara ( pola tingkah laku ,dalam keluarga
/masyarakat/ bangsa ataupun Negara) bersumber pada”Alqur’an , Hadist,Isma,Qias”.
Upaya Pemerintah Mengatasi Pemberontakan
Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi
kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” (GBN) di bawah Letnan Kolonel Sarbini
(selanjut-nya diganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A.
Yani). Gerakan operasi ini dengan pasukan “Banteng Raiders.” Sementara itu di daerah
Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/ TII, yakni dilakukan oleh
“Angkatan Umat Islam (AUI)” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang
dikenal sebagai “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini
memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh
Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas
pemberontakan ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.
Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak terrsebut dapat dihancurkan dan sisa-
sisanya melarikan diri ke Jawa Barat dan ke daerah GBN.
D. Timbulnya Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan DII/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Kahar
Muzakkar dilahirkan di Lanipa, kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu pada tanggal 24 Maret
1921. Lantaran sebuah kekecewaan kepada TNI, Kahar Muzakkar memilih masuk hutan. Dia
18
meletakkan pangkat kolonelnya. Bersama pengikutnya, Kahar Muzakkar terus bergerilya
dihutan. Mereka mengobarkan perlawanan kepada TNI dan pemerintahan Soekarno.
Untuk merealisasikan obsesinya yang menginginkan Indonesia menjadi negara islam, Kahar
Muzakkar lalu mengikuti jejak Kartosuwiryo yang bermarkasdi Jawa Barat dengan gerakkan
DI/TII(Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
Dengan dengung nuansa islam, DI/TII sulsel semakin mendapat simpati dari masyarakat
luas. Bagaikan sebuah ajakan yang menjajikan sesuatu. Gerakan itupun semakin besar dan
meluas. Hampir semua daerah tingkat dua di sulsel khususnya wilayah pegunungan dIjadikan
markas anggota setia DI/TII.
Pemerintahan Soekarno melihat gerakan itu membahayakan. Apalagi tentara-tentara Kahar
Muzakkar selain dilatih militer secar profesionaljuga dilengkapi dengan senjata api yang ampuh.
Lanatarn itu pihak TNI pun melancarkan perang dengan DI/TII. Markas-markas DI/TII menjadi
bulan-bulanan penyerbuan . bukan hanya dari tentara yang ada di daerah ini, tapi tentara-tentara
jawa pun terpaksa didatangkan. Tujuannya, menghancurkan gerakan radikal islam ini.
Meski penyerbuan bertubi-tubi, Kahar Muzakkar bersama anggotanya tak pernah gentar
memberikan perlawanan. Bahkan pihak DI/TII sesekali menadhului peneyerangan.perumpahan
darahpun dari kedua belah pihak tak terhindarkan itulah sebuah resiko perang yang lahir dari
sebuah sikap tak mengenal kompromi. Dan itu sangat disadari oleh Kahar Muzakkar.
Melihat ketegaran gerakan tentara islamini tak kenal kompromi, pemerintah terpaksa
mengubah strategi serbuannya. Dan itu terjadi menjelang 15 tahun kejayaan DI/TII dihutan
belantara sulsel pimpinan Kahar muzakkar. Strategi itu tampaknya ampuh, soalnya sejumlah
petinggi milik DI/TII sempat dipengaruhi untuk bergabung dengan pemerintah, dalam hal ini
19
TNI. Mereka dijanjikan kejayaan dan pengkat yang menggiurkan. Ternyata iming-imng itu
banyak diantara pengikut Kahar Muzakkar membelot masuk kepangkuan TNI.
Sekitar setahun proses pelumpuhan perjuangan DI/TII itu berjalan, akhirnya pihak
pemerintah memetik buahnya. DI/TII saat itu memang mulai kehilangan gigi. Nafas
perjuangannya sudah terputus-putus lantaran andalan-andalan Kahar muzakkar sebagian telah
menghianati ikrar perjuangan yang telah dicuatkan bersama.
Di saat seperti itulah entah berapa kali pihak pemerintah membentuk tim khusus untuk
melakukan perundingan dengan Kahar Muzakkar yang tetap konsisten dihutan. Tim perundingan
yang bertujuan mengajak Kahar Muzakkar untuk berdamai itu kadang diketuai M. Jusuf (kini
jendral). Ternyata meski sudah milai kehilangan anak buah andalan, Kahar Muzakkar tetap
dalam sikapnya tak mengenal kompromi, apalagi menyerah. Kata menyerah tak ada dalam
kamus Kahar Muzakkar.
Menghianatnya sejumlah orang dekat pejuang islam itu, membuat Kahar Muzakkar merasa
kecewa. Namun rasa kekecewaan itu tidak dijadikan sebagai alasan untuk menghentikan
perjuangan. Bersama sisa-sisa anggotanya yang tetap konsisten, Kahar Muzakkar tetap
mengobarkan perlawanan, meski hal itu dilakukan dihutan-hutan belantara dengan cara
berpindah-pindah. Kadang di hutan Sulawesi Selatan, kadang di hutan Sulawesi Tenggara.
Begitula stategi perlawanan yang dilakukan DI/TII.
Entah bagaimana prosesnya dan peristiwa ini masih diragukan oleh sejumlah pengikut Kahar
Muzakkar pada 2 februari 1965, bertempat dipinggiran sungai Lasolo Kabupaten Kolaka,
Sulawesi Tenggara, tiba-tiba tersiar kabar Kahar Muzakkar tewas ditembak oleh pasukan
siliwangi yang menyerbu markas DII/TII.
20
Mencuatnya informasi dari pihak pemerintah dalam hal ini TNI memang ampuh mematikan
api semangat perjuangan sebagian anggota DI/TII yang bertahan di hutan. Soalnya mereka yang
berhasil diyakinkan akan kematian komandannya itu, membuat mereka merasa kehilangan
nyalinperjuangan.
Peristiwa itu sejak dicuatkannya kepermukaan hingga sekarang ini masih menjadi perdebatan
dikalangan masyarakat sulsel. Sebagian percaya dan sebagian besar tidak percaya. Mereka yang
tidak meyakini kebenaran kematian komandannya itulah yang tak henti-hentinya
mendengungkan bahwa Kahar Muzakkar masih hidup.itulah akhir dari sebuah perlawanan
selama 15 tahun dihutan. Melahirkan sebuah misteri. Yang tak jadi misteri adalah Kahar
Muzakkar tak pernah menyerah.
Lima belas tahun dia bertualang di hutan-hutan Sulawesi Selatan dan Tenggara. Sejak 7
agustus 1953 Kahar Muzakkar mempermaklumkan bahwa daerah Sulawesi menjadi bagian
negara islam Indonesia dipimpin Kartosuwiryo. TNI dijadikannya tentara islam di Indonesia.
Menarik juga Kahar yang begitu membenci segala sesuatu yang bersifat Jawa seperti yang biasa
dibaca dalam konsepsi negara demokrsai Indonesia yang disusunnya namun bersedia menerima
kepemimpinan S.M Kartosuwiryo, seorang yang tak diragukan kejawaannnya. Kahar diangkat
sebagai panglima difisi IV TII.
Menyandang sepucuk pistol, granat dan beberapa buah buku, Kahar yang berpakaiaan hitam
meloncat dari jendral. Dibawah dia dihadang oleh kopral sadeli tak menghiraukan perintah
“angkat tangan”, Kahar Muzakkar mencoba bermain api Sadeli memuntahkan tembakan
mendatar. Imam itu gugur, tak sempat mewasiatkan sepatah kata pun.
Kisah kematian pejuan islam radikal diatas trntu saja versi pemerintah, dalam hal ini TNI.
Namun bagi sebagian besar simpatisannya khususnya dari mantan anggota DI/TII hingga kini
21
belum mengakui kebenaran mantan komandannya itu buktinya banyak cerita muncul kalau
Kahar Muzakkar masih hidup.
Namun semua itu tidak memperkuat posisi Kahar Muzakkar dalam keikut sertaanya
mengatur bangsa ini. Malahan makin dipersempit oleh pasukan TNI. Merasa terancam dan
kecewa, Kahar Muzakkar bersama pasukannya mengubah haluan. Mencari jalan alternatif. Dia
lalu menggabungkan diri dalam gerakan DI/TII pimpinan Karosuwiryo di Jawa Barat. Itu berarti
konsep pancasila versi Kahar Muzakkar diganti dengan konsep negara islam Indonesia. Setidak-
tidaknya Kahar Muzakkar harus mengubah 2 hal, ideologi dan tujuan gerakannya.
Perhitungan Kahar Muzakkar dengan balik haluan ini memang mendapat dukungan dari
masyarakat, baik secara aktif maupun secara pasif. Mengingat masyarakat Sulawesi Selatan dan
Tenggara mayoritas beragama islam.
Begitu menyatakan dirinya bergabung dengan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo pada 1953
Kahar Muzakkar melakukan pembenahan. Pertama mengubah ideologi dari pancasila menjadi
islam, dan dari republik Indonesia menjadi Negara Islam Indonesia. Masa ini disebut sebagai
penggalangan dan masa peralihan.
Kendati dia lahir dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan yang dikategorikan berkeyakinan
kuat terhadap agama islam, namun Kahar Muzakkar tidak memperoleh pendidikan formal islam
dari sebuah madrasa atau pesantren. Kahar Muzakkar memperoleh pendidikan islam disekolah
muhammadiyah di Jawa.
Menyadari kekurangan dirinya, Kahar Muzakkar melancarkan jurusnya. Termasuk
merangkul beberapa kiai besar di Sulawesi Selatan. Bahkan dia tidak segan-segan menculiknya
bila memperlihatkan perlawanan tersebutlah nama KH. Abd. Rahman Ambo Dalle dan KH.
Muin Yusuf yang sudah punya pengaruh besar di masyarakat berhasil dirangkul, setelah
22
diperdaya. Tujuannya, tak lain memperbesar dan memperluas pengaruhnya. Dengan begitu
konsep negara islam Indonesia di sulawesi Selatan cepat tersebar. Belakangan KH. Abd Rahman
ambo Dalle dan KH. Muin Yusuf diangkat sebagai ketua dewan patwa.
Proklamasi ini satu paket dengan undang-undang dasar republik Indonesia. Berisikan 3
bagian, 14 bab, dan 57 pasal. Wilayah RPII seperti tercantum dalam undang-undang meliputi
wilayah Indonesia. Negara menghargai dan membantu kehidupan segenap bahasa daerah dalam
wilayah negara. Yang menarik juga dalam undang-undang RPII ini yaitu disebutkan hak milik :
“penggunann kekayaan yang ada dilangit, udara, bumi, dan laut, diatur dalam undang-undang
sepanjang ajaran islam. Begitu bunyi pasal 28 undang-undang RPII. Disamping ada hak milik,
juga terdapat bab hak asasi manusia. Bab ini terdiri atas 6 pasal. Pemerintah berdasarkan islam,
merupakan obsesi Kahar Musakkar yang tak perlu diragukan lagi. Paham itu sudah dijadikan
harga mati dalam perjalanan hidupnya. Bila dalam prosesnya menemukan jalan buntu, dia
berupaya mencari jalan baru. Begitulah ketika berselisih paham dengan kartosueiryo dan Daud
Beureueh, Kahar muzakkar menyatakan diri berdiri sendiri dan memproklamasikan negara yang
di impikannya itu, yakni repoblik persatuan indonesia
Bukankah Kartosuwiryo yang memperkenalkan konsep negara islam untuk Kahar Muzakkar
dan bukankah juga Kartosuwiryo menjadi iman dan pimpinan tertinggi DI/TII di indonesia.
Namun demi sebuah cita-cita, Kahar Muzakkar mencoba tidak sepaham dengan langkah-langkah
perjuangan atasannya itu.
Untuk mewujudkan RPII, Kahar Muzakkar terlebih dahulu mengorganisasikan suatu
pertemuan bersama pengikutnya di Sulawesi Selatan. Pertemuan itu bernama PUPIR III
(pertemuan urgentie pejuang islam revolusioner III) pada 14 Mei 1962.
23
Menurut Kahar Muzakkar, undang-undang RPII itu Kahar Muzakkar sebagai pejabat chalifa.
Dalam pernyataannya, Kahar Muzakkar mengajukan beberapa alasan kenap ajaran islam harus
diperjuangkan.
Menurut Kahar Muzakkar, Undang-undang RPII memiliki kelebihan jika dibandingkan
dengan UUD negara atau yang dinilainya “dunia sekulerisme” itu. Karena kelebihan itu Kahar
Muzakkar membatalkan dua proklamasi yang pernah ada di Indonesia. Pertama, proklamasi 17
agustus 1945 yang dinyatakan Soekarno Hatta dan Proklamasi 17 agustus 1945 yaitu duta politik
bahkan Kahar Muzakkar menuduh Soekarno sebagia pimpinan “gadungan”. Kedua, penolakan
proklamasi 7 agustus 1949 proklamasi pembentukan NII( negara islam indonesia) yang
melahirkan DI/TII di Indonesia.
Untuk mewujudkan negara yang diimpikan Kahar Muzakkar itu dia menyebutkan feodalisme
dan alim ulama dan mazhab sebagai perusak kehidupan kesatuan masyarakat islam. Itu
sebabanya kedua golongan ini menjadi prioritas pertama yang harus dihilangkan Kahar
Muzakkar. Juga bertekat membersihkan masyarakat islam dari hadist-hadist palsu. Karena satu-
satuny landasan pengaturan hidup masyarakat islam ialah Alqur’andan hadist-shahih, dan
campur tangan manusia.
Suasana wilayah Bonepute, Kabupaten Luwu tahun 1962 cukup tegang, Andi Muhammad
Jusuf panglima komando Operasi Kilat Kodam XIV Hasanuddin usai mengadakan pertemuan
dengan Kahar Muzakkar pemimpin DI/TII wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Hasilya,
tidak ada kesepakatan. Dalam pertemuan empat mata di sebuah kamar M. Jusuf meminta Kahar
Muzakkar untuk berdamai saja. Namun tidak diterima pimpinan DI/TII itu
Kahar Muzakkar kemudian mengirim surat kepada komandan RTP Guntur, Andi Sose yang
sebelumnya adalah anak buahnya ketika awal masuk bergerilya. Andi Sose yang sudah kembali
24
kepangkuan ibu pertiwi setelah mengetahui perundingan Bonepute gagal, menawarkan pula
perundingan. Andi Sose menawarkan berbagi alternatif agar terjadi kesepakatan antara pihak
DI/TII dengan TNI. Namun sikap Kahar Muzakkar Tidak berubah, karena apa yang ditawarkan
kepadanya dianggapnya merupakan suatu kesalahan.
Untuk itu, pemimpin DI/TII sulsel ini mengirim surat tantangan Kahar Muzakkar kepada
Andi Sose untuk tetap bertempur. Surat Kahar Muzakkar kepada Andi Sose ini Merupakan
ungkapan refleksi kemarahannya kepada andi Sose yang dinilai lancang telah memeranginya dan
berusaha mempengaruhinya untuk berdamai. Meski dalam suratnya, Kahar Muzakkar
menganggap perang yang telah dihadapinya adalah perang yang melawan kebathilan. Pejuang
islam yang tidak pernah gentar ini menganggap dirinya berada di pihak yang yang baik dan
benar. Dengan demikian pertempuran yang akan diteruskan akan mendapat perlindungan Tuhan.
Dalam opersi-operasi penumpasan pasuka DI/TII di wilayah Sulsel dan Tenggara, hampir
seluruh resimen yang dibawahi koodam XIV Hasanuddin ikut tterlibat penumpasan. Andi Sose
misalnya dengan pangkat mayor, salah seorang pejabat di kodam XIV Hasanuddin waktu itu
berkali-kali dipercaya meminpin komando operasi. Ketika berlangsung operasi kilat, Mayor
Andi Sose sebagai kepala Staf Resimen 23 dipercaya meminpin Komando Operasi. Dari sinilah
dia menawarkan kepada Kahar Muzakkar untuk berdamai tapi tawaran itu ditolak pimpinan
DI/TII itu
Kordinasi Operasi yang dilakukan oleh komando operasi kilat dinilai lancar. Soalnya
didukung kondisi yang berkembang di dalm negeri. Saat itu terjadi penyelesaiian keamanan
diseluruh wilayah Negara RI temasuk irian jaya. Dalam priode 1960-1962 terjadi proses
penyelesaian pemberontakan DI/TII pimpinan Muhammad Daud Beureueh. Di Aceh, dapat
25
diselesaikan melalui perundingan damai pada tahun itu juga. Irian barat dapat pula di selesaikan
melalui jalan damai pada tahun itu juga. Irian dapat pula diselesaikan melalui jalan damai.
Ketika Andi sose turun gunung dan kembali bergabung dengan TNI, dia dimasukkan
kedalam APRI Pada 1952. Semasa bersama Kahar Muzakkar, sebelum masuk Hutan Andi Sose
merupakan seorang Komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat )pimpinan Kahar Muzakkar.
TKR waktu itu merupakan pasaukan dan disegani banyak pihak. Saat berada di APRI beberapa
kali Andi Sose memeimpin Operasi penumpasan pasukan DI/TII
Diantara Operasi Penumpasan itu, dia melakukan pendekatan terutama terhadap Kahar
Muzakkar dan pasukannya. Tujuannnya, agar peneylasaian keamanan antara TNI dengan DI/TII
dapat berlangsung dengan damai. Salah satu diantara sekian cara pendekatan yang dilakukan
Andi Sose kepada Kahar Muzakkar adalah dengan menggugah nurani emimpin DI/TII itu
melalui sebuah surat.
Meski sejak peristiwa itu hingga kini masih banyak simpatisan DI/TII dan Kahar Muzakkar
meyakini kalau yang terbunuh saat itu bukan Kahar Muzakkar, kata seorang mantan anggota
DI/TII yang menjalani hari-hari tuanya di Luwu.
Belakangan perundingan antara warou dengan Kahar Muzakkar tidak berlanjut. Bersama
Usman Balo, Kahar Muzakkar kembali masuk hutan, pasukan CTN yang belakangan berubah
menjadi TKR harus menyusun taktik baru dalam hutan. Termasuk menjalin hubungan dengan
pimpinan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat.
Jalinan Kahar Muzakkar dengan pimpinan DI/TII Kartosuwiryo membuat Usman Balo
merasa dikhianati. “setelah saya mendengarkan Kahar Muzakkar memproklamirkan DI/TII di
Sulsel, saya menyatak mundur dari pasukan Kahar Muzakkar,” aku Usman Balo. “saya tak ingin
mendirikan negara diatas negara. Saya tetap mempertahankan pancasila,” tegas Usman Balo.
26
Sejak itu tahun 1952 pasukan Usman Balo harus mengahdapi 2 musuh sekaligus; Pasukan
Kahar Muzakkar di TII dan TNI. Saran dan usul yang selalu dilancarkan Usman Balo, datang
selalu disabot Sanusi Daris. Hubungan Kahar Muzakkar dengan Usman Balo pun terputus.
Pergolakan dan pertempuran DI/TII, berlangsung dalam kurun waktu 15 tahun, membawa
dampak dan pengaruh begitu luas di daerah ini. Kahar Muzakkar merupakan figur utama dalam
pergerakan itu. Dia punya peranan penting menentukan pasang surut gerakan dan
pemberontakan.
Bertepatan waktu gerakan DI/TII sedang berlangsung di makassar diproklamirkan
Permesta(perjuangan Semesta Alam), dini hari 2 maret 1957. Di ikrarkan oleh 51 tokoh
masyarakat sebagian dari sipil, sebagian dari militer.
Permesta dan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar menjalin pertemuan dan melahirkan
kerjasama. Pertemuanpun berlangsung pada 17 april 1958. Pemesta diwakili Saleh Lahade dan
Mochtar Lintang, sedangkan pihak DI/TII diwakili Kahar Muzakkar.
Jumpa pers yang dilakukan kedua pimpinan itu mengatakan, telah dilakukan persetujuan
bersama untuk bekerjasama dalam tujuan sama: memerangi kaum komunis Indonesia dan
Internasional.
Gerungan dalam struktur Pemesta, selaku komandan sektor II Resimen Tim Pertempuran
Anoa di Sulawesi Tengah dengan basis di Poso. Saat operasi militer dari pemerintah terhadap
pasukan permesta, gerungan menghindar kewilayah selatan Poso bersama 200 anggota pasukan
dan masuk kesulsel. Pada 1959 gerungan menjalin kerjasama militer dengan DI/TII. Pada 1960,
dia masuk agama islam dan menjadi kepercayaan Kahar Muzakkar.
Ribuan mahasiswa di Makassar menuntut sebuah negara baru bernama Bangsa Indonesia
Timur Merdeka. Diproklamirkan di depan monumen mandala Makassar pada jum’at 22 Oktober
27
1999. Memang Kahar Muzakkar dan pasukannya yang melakukan pemberontakan menolak
bergabung dengan negara kesatuan RI dan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo memproklamirkan
sebuah negara bernama RPII (Republik Persatuan Islam Indonesia) pada 14 Mei 1962.
Namun ketika melihat ketidak adilan yang dirasakan oleh Kahar Muzakkar bersama
pasukannya menyatakan menolak bergabung dengan negara RI, maka Kahar Muzakkar bersama
pasukannya menyatakan menolak bergabung dengan negara RI, kemudian menyatakan bahwa
wilaya Sulsel adalah bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan
Kartosuwiryo yang berpusat di Jawa Barat.
Tindakan Kahar Muzakkar dan pasukannya membuat presiden Soekarno marah besar. Kahar
Muzakkar dan pasukannya dinyatakan pemberontak sehngga harus ditumpas. Melaui operasi-
operasi militer dilakukan Tentara Nasional Indonesia. Terhadap pasukan DI/tii yang menyatakan
hutan sebagai basis perjuanganya. Operasi militer tentara tidak mampu meredam perjuangan
DI/TII untuk menjadikan Indonesia ini sebuah negara berdasarkan syariat islam.
Apalagi DI/TII yang menjadikan islam basis perjuangannya mendapat sambutan hangat dari
sebagian masyarakat Sulawesi Selatan yang fanatisme terhadap islam. Berkat dukungan besar
dari masyarakat Sulsel terutama yang menetap diwilayah pedalaman, DI/TII semakin kuat
melakukan perlawanan terhadap TNI.
Belakangan Kahar Muzakkar mengaku pula, ikut bergabung dengan negara republik
Indonesia. Keduanya baik RI maupun DI/TII tetap menghindari negara kesatuan, yang letak
kepemimpinannya berada di Jawa Barat. Padahal Kahar Muzakkar memilki ide agar DI/TII
meilih bentuk federasi sehingga wilayah-wilayah di luar pulau Jawa menjadi negara bagian yang
mempunyai hak otonomi luas.
28
Ide Kahar Muzakkar untuk menjadikan negara DI/TII dalam bentuk federasi ditolak mentah-
mentah oleh Kartosuwiryo. Pimpinan DI/TII tetap menghendaki negara kedaulatan dengan
alasan agar kepemimpinan tetap berada ditangannya. Akibat penolakan Kartosuwiryo itu, Kahar
Muzakkar dan pasukannya kemudian menyatakan melepaskan diri dari DI/TII dan menyatakan
membentuk sebuah negara RPII dan berdasarkan chalifah republik berdaulat berdasarkan al-
qur’an.
Bukit raminta ini gua yang pernha di tempati Sanusi Daris salah seorang panglima DI/TII
yang tetap bertahan selama 21 tahun dihutan. Ketika Ka har Muzakkar dinyatakan tewas
tertembak pada tnggal 2 Februari 1965, perlahan-lahan pasukan DI/TII yang berada di huatan
maupun yang bergerilya di kota mnyerahkan diri dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Mereka
menganggap bahwa tewasnya pemimpin DI/TII maka berakhir pula perjuangan DI/TII untuk
mendirikan negara berdasarkan syariat agama islam.
Bagi Sanusi Dari smendapat amanat dari Kahar Muzakkar sebelum dinyatakan tewas
tertembak versi pemerintah agar bertahan dihutan meneruskan perjuangan dan cita-cita DI/TII.
Disebut-sebut setelah pertemuan antara letkol (kini jendral purn.) M. Jusuf dan Kahar Muzakkar,
pimpinan DI/TII ini mengadakan oertemuan dengan orang-orang kepercayaannya.
Sisa-sisa kekuatan DI/TII di Sulsel yang dipimpin Sanusi Daris pernah berunding dengan
pemerintah. Untuk itu, Sanusi Dari sebagai wakil dari Kahar Muzakkar mengambil alih tanggung
jawab memimpin perjuangan DI/TII. Sesuai cita-cita awal, mewujudkan sebuah negara yang
berasaskan islam bersama psukannya, Sanusi Daris tetap bertahan dalam huatan dan melakukan
gerilya menghadapi operasi militer tentara yang terus meburu sisa pasukan DI/TII yang masih
bertahan didalam hutan.
29
Operasi militer yang dilakukan kodam XIV Hasanuddin tidak pernah berhasil menumpas sisa
psukan DI/TII yang lebih menguasai medan hutan.bahkan ketika operasi militer TNI dipimpin
kapten Mappiabang menelusuri jejak-jejak pasukan DI/TII dihutan wilayah enrekang, Tator dan
Pinrang. Mereka menganggap bahwa Sanusi Daris sudah meninggalkan daratan Sulawesi.
Sebelum era reformasi datang , membicarakan mati hidupnya kahar Muzakkar adalah sesuatu
yang tabu. Telah menjadi kesan di tengah masyarakat Sulsel, membicarakan tentang mati
hidupnya pemimpin DI/TII sama dengan bermain-main dengan maut.hampir semua orang yang
pernha dekat dengan Kahar Muzakkar selama berada dihutan mengakui pimpinan DI/TII itu
memilki kelebihan dapat berubah-ubah wajahnya. Kelebihan Kahar Muzakkar itu, menurut
mereka yang percaya dan mantan anggota DI/TII tidak terlepas dari ilmu spiritualyang
dimilkinya.
Untuk menghentiakan perjuangan DI/TII, TNI melakukan berbagai pendekatan. Pendekatan
keamanan dilakukan dengan melakukan operasi militer, TNI berusaka melokalisir dan
mempersempit basis-basis perjuangan DI/TII bahkan mendesak jauh ketengah hutan agar tidak
saling berhubungan antara basis yang satu dengan basis yang lain.
Diantaranya melakukan prundingan di Bonepute pada 1962 untuk menyelesaikan konflik
antara DI/TII dengan TNI pemerintah.
Paham-paham Kahar Muzakkar yang kelihatan ‘bangkit’ belakangan ini dimanipulir oleh
orang-oarang yang fanatik pada perjuangan DI/TII bahwa Kahar Muzakkar masih hidup.
Perjuangan Kahar Muzakkar pemimpin DI/TII bersama pengikutnya dipatahkan oleh
pasukan TNI yang melakukan operasi militer yang diberi nama operasi kilat dalam menumpas
pemberontak DI/TII.
30
Dari sekian operasi-opers\asi militer yang dilakukan TNI, diantaranya bertujuan untuk
menangkap hidup atau mati pemimpin DI/TII itu, agar perjuangan mendirikan negara islam bisa
pupus. Bahkan TNI berhasil merangkul orang kepercayaan Kahar Muzakkar. Orang itu lalu
membelot dan menyerahkan diri kepada TNI. Dari situ pihak TNI memperoleh informasi tentang
dimana posisi pemimpin DI/TII Kahar Muzakkar. Akhirnya dilakukan operasi militer dan
berhasil menembak mati Kahar Muzakkar.
Keberhasilan pasukan TNI menembak mati Kahar Muzakkar kemudian diumumkan kepada
masyarakat luas. Bahkan mayatnya diperlihatkan kepada umum, sebgai bukti. Upaya ini berhasil
mematahkan semangat sebagian besar para pengikut DI/TII yang berada dihutan-hutan wilayah
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Maka berbondong-bondonglah gerombolan DI/TII
menolak kebenaran pengumuman TNI itu. Bahkan dinilai sebagai informasi bohong belaka
mereka tidak percaya Kahar Muzakkar telah meninggal dan menganggap mayat yang
diperlihatkan secara umum itu bukan mayat Kahar Muzakkar melainkan wajah orang lain yang
mirip Kahar Muzakkar. Namun itu tidak mengganggu proses meredupnya perjuangan DI/TII
hingga akhirnya tidak terdengar lagi.
Seorang pengurus mesjid Al-markas yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan
keyakinannya tentang masih hidupnya pejuang islam yang tidak pernah menyerah, Kahar
Muzakkar. Pengurus mesjid itu tergolong fanatik, bahkan termasuk perintis pelaksanaan syariat
islam yang dicanangkan diSulsel.
Pada tanggal 30 april 1950 Kahar Muzakkar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya
yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan kedalam angkatan perang
RIS (APRIS). Tuntutan ini ditolak karna harus melalui penyaringan. Untuk mengahdapi
pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan operasi militer.
31
Di depan banyak orang dia mengisahkan perjumpaanya dengan Kahar Muzakkar. “kahar
Muzakkar memang masih hihup”. Beberapa bulan bulan lalu saya saya sempat mengantarnya ke
palopo. “jadi saya sangat tidak mempercayai informasi yang mengatakan Kahar Muzakkar telah
meninggal dunia ditambak oleh tentara siliwangi pada tahun 1965. Saat itu bukan Kahar yang
tertembak, tetapi seorang anggota DI/TII yang mirip wajah Kahar.” Katanya.
Menurut Muarrif, pada awal perjumpaannya di sebuah rumah di Makassar, dia tidak tidak
terlalu yakin lelaki tua berjenggot putih yang duduk di depannya, adalah Khar Muzakkar.
Muarrif mengaku, saat itu dia bersama tiga rekannya menemeani Kahar di palopo. Mereka
mengendarai mobil kijang warna hijau muda metalik. Dalam perjalanan sempat sinngah
beberapa kali, selain diwarung, juga di sejumlah lokasi yang pernah ditempati anggota DI/TII
berjuang. Kahar dalam perjalanan itu selalu mengatakan perjuangan DI/TII belum berhenti.
“perjuangan ini tidak boleh berhenti di tengah jalan. Generasi muda harus merasa terpanggil
meneruskannya karena ini adalah panggilan Allah SWT”, tegas Kahar seperti yang disampaikan
ustadz Muarrif.
Selain itu, lanjut Muarrif, ketika meraka singgah istirahat di siwa sebuah lokasi yang pernah
menjadi wilayah latihan anggota DI/TII Kahar menceritakan tentang banyaknya rekan
seperjuangan yang menghianat. “ dalam perjalanan Kahar Muzakkar banyak bercerita tentang
nuansa gerakan DI/TII. Terkesan dari ucapan-ucapannya, dia masih optimis, suatu waktu
gerakan yang pernah Berjaya selama 15 tahun di negeri ini, akan bangkit dengan sebuah pekik
kemenangan.
Apa yang diungkapkan Kahar itu, juga disampaikan kepada ratusan ummat di Palopo.
Setelah tiga hari di Palopo, Kahar pun kembali ke Makassar lalu entah kemana.
32
Pada tahun 2000, Muhammad Jufri Tamboro mantan panglima perang DI/TII dikabarkan
sakit keras. Mungkin lantaran sudah tuanya lelaki bertubuh besar ini, sehinggah keluarganya
memilih cukup merawat di kediamannya di desa Lambai, Kec Lasusua, Kab Kolaka, Sultra.
Jufri Tambora begitu sering dipanggail selama tinggal di desa bekas kekuasaan DI/TII itu,
dia terus dijaga khusus oleh pihak keamanan. Kepala Desa Lambai memang sejak dulu sudah
diwanti-wanti agar tidak memberikan kebebasan kepada Jufri Tambora untuk memberikan
kebebasan kepada Jufri Tambora untuk memberikan Kotbah di Masjid, termasuk di tempat-
tempat keramaiaan.
Lantaran adanya perjuangan model seperti itu, pejuang Islam ini pun menjalani hidupnya
dengan berkebun coklatdan mencari dana untuk pembangunan mesjid di daerahnya. Tidak lam
atersiarnya tentang skitnya Jufri Tambora, seketiaka juga tersiar cerita tentang seorang lelaki tua
renta berjenggok putih menjenguk Jufri Tambora di rumahnya. Belakagan, khususnya di Palopo
muncul cerita kalau lelaki berjenggot putih itu adalah Kahar Muzakkar komandan DI/TII yang
dikabarkan oleh pemerintah. Orde lama dan Orde baru telah meninggal dunia ditembak oleh
seorang perajurit Siliwangi.
Saat itu ketika jufri Tambora sedang berbaring di tempat tidurnya tampa diduga muncul
seorang lelaki berjenggot. Dia tidak bicara apa-apa. Sambil diam dia melihat tajam tubuh Jufri
Tambora yang sedang sakit keras. Hanya beberapa menit kemudian, lelaki itu meninggalkan
rumah Jufri Tambora.
Beberapa minggu setelah munculnya lelaki berjenggot putih itu di rumah Jufri Tambora,
mantan panglima perang DI/TII ini dikabarkan meninggal dunia. Tokoh ini dikebumikan di Desa
Lambai, Kecematan Lasusua, Kab Kolaka, Sultra. Ratusan warga sekitar, ditambah puluhan
warga dari palopoikut memberikan doa khusus akan kepergian Jufri Tambora.
33
Dua minggu setelah kepergiannya, muncul lagi cerita aneh di Desa Lambia. Sejumlah warga
melihat seorang lelaki tua berjenggot sangat mirip dengan lelakiyang menjenguk Jufri Tambora
turun dari petepete lalu duduk di bawah rimbunan daun pohon kelapa. Di desa ini memang
banyak pohon kelapa. Menurut informasi, pohon kelapa itu masih peningalan pejuang-pejuang
dan pengikut gerakan DI/TII
Imaniar seoarang gadis manis asal Soppeng mengaku pernah ketemu Kahar Muzakkar. Saat
itu, niar begitu panggilannya naik mobil panther dari soppeng menuju ke Makassar. Di
sampingnya seorang lelaki berjenggot putih. Ketika sampai di sebuah warung, sopir mobil
menghentikan mobilnya. Niar lalu mengajak sang lelaki tua turun untuk menikmati makanan.
“terima kasih, nak saya lagi kenyang. Kebetulan tadi saya sudah makan, “ jawabanya kepada
niar. Mendengar jawaban itu, entah mengapa, Niar juga tidak turun dari mobil
Usai penumpang menikmati makanan di warung, sang sopir pun melanjutkan perjalanan.
Ketiak sampai di Kota Pangkep, niar menyinggung soal sejarah gerakan Kahar Muzakkar yang
di tumbangkan rezim orde lama. Tak terasa perjalanan mereka sudah sampai di Daya Makassar.
Dalam kediaman, tiba-tiba sang lelaki kembali melirik Niar lalu memberikan sebuah pengakuan
yang tidak pernah di sangka sang gadis. “ sayalah Kahar Muzakkar. Memng saya belum
meninggal. Ketika dikabarkan saya telah mati diberondong senjata oleh tentara siliwangi, itu
hanya bohong besar. Soal init any asaja sama Jusuf ( Jendral M. Jusuf)
Setelah pengakuan itu dalam perjalan niar memilih diam sambil menghayalkan sesuatu.”
Ternyata informasi dari seoarang teman di kampus tentang masih hidupnya pejuang islam itu,
memiliki kebenaran. Ketika sudah sampai di terminal panaikang, penumpang pun turun satu
persatu. Niar lalu mencari taksi untuk pulang kerumahnya di perumnas tamalate. Sampai
dirumah, dia lalu menceritakan kisah perjumpaanya dengan Kahar Muzakkar kepada
34
keluarganya. Mendengar kisah nyata itu, keluarganya pun penasaran dan seketika hendak
menghubungi sang lelaki
Pengakuan seorang Dokter Ibrahim, seorang dokter asal kabupaten Wajo kini bertugas di
Jakarta. Baru-baru ini dia ke Makassar menghadiri perkawinan keponakannya yang diadakan di
Tamalanrea. Dalam suasana santai banyak bercerita tentang gejolak yang terjadi di ibu kota
Negara . entah mengapa dalam suatu hari di bulan Januari 2001 Ibrahim mengungkapkan tentang
masih hidupnya komandan DI/TII Kahar Muzakkar. Soal informasi bahwa Kahar masih hidup
sampai sekarang say asangat mempercayainya,” katanya kepada semua anggota keluarganya.
Mendengar keyakinan yang di ungkapkan secara tak terduga itu membuat sejumlah
keluarganya dan tamu yang mendengarnya merasa penasaran. Mereka ingin mendengar cerita
lebih jauh tentang refleksi keyakinan dokter Ibrahim itu Ibrahim pun melanjutkan ceritanya.
Menurut mantan pengurus KNPI Sulsel ini, baru-baru ini ia sempat merawat kesehatan Kahar
Muzakkar
Pada awalnya Ibrahim agak ragu mendengar pengakuan itu. Namun keesokan harinya orang
tua berjenggot itu datang lagi. Ia datang lagi untuk memeriksa kesehatannya. Dalam kesempatan
kedua pertemuan ini Ibrahim pun memanfaatkanya untuk mengetahui lebih jauh tentang
pengakuannya, bahwa dialah Kahar Muzakkar komandan DI/TII yang selama ini diinformasikan
oleh pemerintah telah meninggal dunia ditembah oleh seorang perajurit siliwangi di sebuah desa
di Kolaka, Sultra
Menurut Ibrahim pertemuan keduanya ini semakin membutanya merasa yakin kalau lelaki
tua ini adalah Kahar Muzakkar. “ pertemuan kedua saya ini dengannya, dia banyak bercerita
tentang perjuangan ummat Islam yang tidak konsisten. Katanya banyak tokoh-tokoh di negeri ini
yang ingin Negara ini beriodologi islam, namun tidak berkonsisten dalam memperjuangkannya.
35
Mereka katanya, hanya sebatas ngomong saja,”kat Ibrahim menyampaikan hasil pembicaraanya
dengan sang lelaki tua.melalui Ibrahim, sang lelaki tua yang mengaku kahar Muzakkar itu
berpesan kepada ummat islam, utamanya kepada generasi muda Islam, agar mulai sekarang
membangun sebush perjuangan secara sistematis.”sebenarnya perjuangan kami dulu melalui
wadah DI/TII itu sudah hampir tercapai. Hanya saja sejumlah anggota di hutan-hutan belantara
di sulsel ini tiba-tiba menjadi pengecut. Sebagian diantara mereka membelot dan masuk dalam
pemerintahan soekarno. Sehingga tentu saja melemahkan perjuangan, apalagi orang-orang itu,
selain menjadi pengecut juga menjadi mata-mata yang membocorkan rahasia perjuangan kepada
pemerintah Soekarno,” cerita Kahar seperti yang di cerikan Ibrahim.
Sejak pertemuan yang tidak disangka itu, membuat Ibrahim, selain merasa yakin akan
hidupnya Kahar, juga berjanji dalam dirinya untuk melanjutkan obsesi Kahar Muzakkar itu. “
cara saya melanjutkan perjuangannya, tentu tidak seperti gerakan DI/TII dulu. Tetapai saya
berusaha menyampaikan kepada teman-teman dekat, khususnya mereka yang konsisten dalam
memperjuangkan nilai-nilai islam, agar tetap dalam satu barisan memperkokoh hukuman-
hukuman islam, agar tetap dalam satu barisan memperkokoh hokum-hukm islam,” tambah
Ibrahim
Surat Kahar dari Klimantan, seorang pengusaha dari Makassar mengaku sering menerima
surat dari Kahar Muzakkar. Menurut pengusaha yang bernama Syamsuddin (61 tahun ) ini Kahar
Muzakkar berada di Kalimantan. “setiap ada perkembangan soal pengembangan agama Islam,
bias any dia mengabarkan kepada saya melalui surat. Misalnya soal musibah yang bernuansa
keagamaan di Ambon dan Poso,” Kata Syamsuddin awal Januari 2001.
Syamsuddin memang tercatat sebagai pejuang dalam gerkan DI/TII yang dipimpin Kahar
Muzakkar. Dia sempat hidup beberapa tahun di hutan dengan cara berpindah-pindah wilayah.
36
Selain dia mengenal Kahar melalui gerakan Islam, dia juga secar pribadi dikenal sangat dekat
dan akrab komandan pejuang islamitu. Lantaran banyak watak pribadi Kahar yang dikenal
dengan baik. Termasuk soal wanita dan makan yang disukai Kahar.” Saya tahu Kahar itu sangat
senang makan kapurung, makanan kahas orang luwu.” Ujarnya.
Lelaki yang memiliki tubuh kekar ini merasa keberatan kalu dikatakan kahara telah
meninggal ditembak tentara siliwangi pada tahun 1965. “memang saat itu di adiserang tentara
siliwagi di suatu desa di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Seorang teman Kahaar korban terkena
peluru. Sedangkan Kahar berhasil berhasil bersembunyi di semak-semak. Angota DI/TII yang
terkena peluru dan meninggal dunia itu lalu di angkat ramai-ramai oleh tentara siliwangi
dikiranya mayat itu adalalah Kahar Muzakkar. Jadi yang dibawa tentara itu ke kota bukan Kahar
tetapi anggot adari gerakan DI/TII,” kata Syamsuddin yakin.
Tak ada kata menyerah, pada awalnya suasana hotel itu biasa-biasa saja. Sejumlah tamu
kelihatannya ngobrol di ruangan-ruangan khusus. Ada juga sambil berdiri kelihatannya serius
membicarakan sesuatu. Menjelang sore suasana berubah. Tiga mobil sedan tiba-tiba berhenti di
depan hotel. Seketiak sekitar orang turun dari mobil mewah itu. Tampak seorang lelaki tua
berjenggot putih. Lelaki tua yang memakai surban itu langsung digiringi masuk kesebuah
ruangan khusus hotel. Temanya yang lain mengikutinya
Sekitar 10 menit kemudian puluhan orang datang karena mereka belum tahu diman tempat
kamar sang lelaki tua berjenggot putih itu, merekapun menanyakan ke karyawan hotel. Siapa
sang lelaki tua. Pertanyaan itu berkecamuk dalam diri sejumlah tamu yang menginap di hotel
saat itu. “ lelaki tua berjenggot itu adalah Kahar Muzakkar”,jawabannya sambil berlalu berusaha
menembus kerumunan orang. “waktu itu saya mengikuti kuliah keja nyata di sebuah desa
Palopo.
37
Desa itu ternya ta pernah menjadi basis perjuangan DI/TII yang digerakkan Kahar Muzakkar.
Pembuktian sisa-sisa peninggalan perjuangan islam radikal itu masih dapat dijumpai. Bahkan
sejumlah warga di situ mengaku keluarga dekat dengan Kahar yang dulu dikenal dengan nama
panggilan La Domeng. Katanya, nama melekat lantaran Kahar sangat senang dengan bermain
domino. Sebagia desa itu meyakini kalu Kahar masih hidup dan kini berada di Malaysia.
Sekitar satu jam Kahar berceramah dan tukar pikiran. Mereka yang datang sebagian besar
teman seperjuangannya, juga sejumlah genersi muda yang mengaku sangat simpati dengan
perjuangan Kahar yang menginginkan negara ini berideologi Islam.
Refleksi sepenggal masih hidupnya Kahar Muzakkar, sebanyak 200 angket yang disebar,
ternyata 75 persen dari jumlah itu meyakini kalu Kahar Muzakkar masih hidup. Hanya saja
model perjuangannya sudah berubah. Dia lebih mementingkan menyuarakan penegakan hokum
Allah SWT dengan suara Tasawuf dan sufi daripada langkah-langkah radiaklisme gaya
perjuangan DI/TII di hutan.
Mungkin kuat Kahar Muzakkar sudah meninggal tetapi tidak menutup kemungkinan dia juga
masih hidup simpulan itu mencuat lantaran adanya sejumlah catatan sejarah yang mengarah ke
uda pilihan tersebut.
Pertama Kahar Muzakkar sudah meninggal. Alasanyya pihak pemerintah soekarno bersama
TNI telah mengumumkan Kahar Muzakkar meninggal terkena peluru di pinggir sungai Lasolo,
Kolaka, Sulawesi Tenggara pada 2 februari 1965. Peristiwa pengepungan itu dilakukan oleh
personil operasi kilat dibawah perintah panglima Kodam XIV, brigjen TNI M. Jusuf. Pejuang
islam kelahiran Kabupaten Luwu itu di tembak oleh seorang perajurit, kopral Sadeli dari
kesatuan siliwangi. Atas perintah M. Jusuf, sang mayat dinaikkan ke helicopter milik tentara lalu
dibawa ke ruamh sakit pelamonia Makassar. Ada juga informasi, mayat yang disebut-sebut
38
Kahar Muzakkar itu sempat di perlihatkan kepada presiden Soekarno di Jakarta lantara sang
Presiden ingin sekali melihat mayat Kahar Muzakkar. Begitulah catatan sejarah yang lahir dari
versi pemerintah.
Kedua, Kahar Muzakkar masih hidup alasannya, sejak dinyatakan telah meninggal pada 1965
oleh pemerintah ternyata hingga kini tahun 2001 belum pernah ada satu orang pun melihat
kuburan Kahar Muzakkar. Bahkan saat dinyatakan telah tertembak , Hj Corry van Stevanus isteri
Kahar Muzakkar yang sangat setia mendampingi suaminya di hutan belantara berlangsung
melihat langsung mayat Kahar Muzakkar, tidak diizinkan oleh M. Jusuf. Juga orang-orang dekat
setia Kahar Muzakkar ketika berjuang dalam gerakan DI/TII tidak ada yang mengaku pernah
melihat mayat Kahar Muzakkar.
Mungkin karena itu seorang anak kandung Kahar Muzakkar yaitu Titiek kini tinggal di
Jakarta tidak percaya ayahnya sudah meninggal dunia. Begitu juga dengan KH. Sulaiman Habib
Mufti besar Republik Persatuan islam Indonesia dan teman seperjuangan Kahar Muzakkar
hingga kini ia tetap yakin Kahar Muzakkar masih hidup bahkan kiai Kharismatik ini pernah
mendatangi Corry van Stevanus di Jakarta. Dia menyampaikan kalau suami ibu Corry masih
Hidup.
Cerita lain muncul berkaitan dengan peristiwa penembakan di pinggir Sungai Lasolo. Katany
ayang tertembak saat itu bukan Kahar Muzakkar, tapi seorang anggota DI/TII yang mirip wajah
Kahar Muzakkar. Strategi itu sudah diatur oleh M. Jusuf dengan Kahar Muzakkar dalam
pertemuan Khususnya di Bone Pute, sebelum penyerbuan Operasi Kilat digelar di salah satu
markas DI/TII di Sulawesi Tenggara, Tepatnya di Kolaka.
39
E. Timbulnya Gerakan DI/TII di Aceh (Daud Beureueh)
Sejak dilahirkan, orang tua Daud Beureueh menginginkan ia menjadi seorang ulama
sekaligus mujahid yang siap membela Islam. Karena itu, pada masa usia sekolah, ayahnya tidak
memasukan dirinya ke lembaga pendidikan resmi yang dibuat Belanda seperti Volkschool,
Goverment Indlandsche School, atau HIS, namun lebih mempercayakan kepada lembaga
pendidikan yang telah lama dibangun ketika masa kerajaan Islam dahulu seperti dayah/zawiyah.
Dalam dirinya mengalir jiwa semangat anti-Belanda/penjajah yang pada masa itu masih sangat
kuat.
Di dalam pendidikan ini, Daud ditempa dan dididik dalam mempelajari tulis-baca huruf
Arab, pengetahuan agama Islam (seperti fiqh, hadist, tafsir, tasawuf, mantik, dsb), pengetahuan
tentang sejarah Islam, termasuk sejarah tatanegara dalam dunia Islam di masa lalu, serta ilmu-
ilmu lainnya.
Dari latar belakang pendidikan yang diperolehnya ini, tidak disangsikan lagi, merupakan
modal bagi keulamaannya kelak. Sekalipun tidak mendapatkan pendidikan Belanda, namun
dengan kecerdasan dan kecepatan berpikirnya, ia mampu menyerap segala ilmu yang diberikan
kepadanya termasuk bahasa Belanda. Kebiasaannya mengkonsumsi ikan, yang merupakan
kebiasaan masyarakat Aceh, telah membuat dirinya menjadi pribadi yang mampu belajar secara
cepat (quick learner).
Terlepas dari itu semua, Tengku Daud Beureueh menjadi tokoh utama yang sangat
berpengaruh di DI/TII wilayah Aceh. Mantan Gubernur Militer Aceh ini menyatakan bahwa
Aceh dan daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Aceh adalah bagian dari NII. Dan
DI/TII pimpinan Daud Beureueh yang berhasil menguasai hampir sebagian besar wilayah Aceh,
40
hanya kota-kota besar seperti Banda Aceh (Kutaraja), Sigli, Langsa dan Meulaboh yang tetap
berada dalam penguasaan RI.
Pengaruh DI/TII Kartosuwiryo juga menyebabkan terjadiya geraka saparatis di Aceh. Pada
tanggal 20 September 1953 tokoh Aceh bernama Daud beureueh memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwiryo. Daud Beureueh
adalah gubernur militer Daerah Istimewa Aceh pada masa perang kemerdekaan. Ketika
Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan, status Aceh diturunkan dari daerah istimewa
menjadi daerah karesidenan di bawah provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah tersebut dip
rotes oleh Daud beureueh sehingga ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Aceh sebagai
bagian dari Negara Islam Kartosuwiryo. Karena Daud beureueh adalah tokoh berpengaruh dan
pernah menjadi guberur militer Daerah Istimewa Aceh maka gerakannya mudah mendapatkan
pengikut. Selanjutnya, setelah pernyataan berdirinya gerakan DI/TII Aceh tersebut segera
diadakan gerakan menguasai propaganda yang bertujuan untuk mendiskreditkan pemerintah
Republik Indonesia.
Pemberontakan D1/TII di Aceh di mulai dengan “Proklamasi” Daud Beureueh
bahwa Aceh merupakan bagian “Negara Islam Indonesia” di bawah pimpinan Imam
Kartosuwiryo pada tanggal 20 september 1953. Daud Beureueh pernah memegang jabatan
sebagai “Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh” sewaktu agresi militer pertama Belanda
paertengahan tahun 1947. Sebagai gubernur militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah
Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintah baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh
ulama dan bekas gubernur militer, Daud Beureueh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud
beureueh juga berhasil memengaruhi pejabat-pejabat pemerintah Aceh, khususnya daerah Pidie.
41
Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureueh dan pengikut-pengikutnya dapat menguasai
sebagian besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh, Yaitu Tengku Daud Beureueh, merasa tidak
puas dengan pemerintah. Ketidakpuasaan itu muncul karena status daerah kekuasaannya di
turunkan dari daerah istemewa menjadi keresidenan di bawah provinsi Sumatra Utara. Pada
tanggal 21 September 1953, Daud Beureueh menyatakan bahwa Aceh merupakan negara bagian
dari NII. Dengan demikian, Aceh berada di bawah pimpinan Imam Kartosuwiryo.
Pemerintah melakukan operasi militer untuk memadamkan pemberontakan Aceh. Pada
pertengahan bulan Desember 1962 di adakan Muayawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas inisiatif
kolonel Jasin, yang menjabat Pangdam pada waktu itu. Akhirnya, dicapai kata sepakat antara
pemerintah, pemerintah daerah, dan rakyat serta pengikut gerakan NII. Dengan demikian
pemberontakan di Aceh diakhiri dengan cara musyawarah.
Setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Pemerintah RI pada tahun 1949,
Aceh di kembalikan menjadi daerah keresidenan di bawah pimpinan Sumatra Utara. Tengku
Muhammad Daud Beureueh sebagai tokoh ulama di daerah Aceh tidak menyetujui keputusan
pemerintah tersebut. Sejak itu mulai menyusun kekuatan untuk mengadakan pemberontakan.
Setelah merasa kuat dan persiapan di rasa cukup mulai mengadakan pemberontak terhadap
pemerintah RI yang syah, dengan mengadakan penyerahan atas pos-pos tentara dan polisi,
kemudian pecah pemberontakan yang di pimpin oleh Hasan Salehbsebagai panglima TII. Untuk
mengulangi pemberontakan tersebut, dilakukan operasi militer. Operasi tersebut berhasil
mendesak kedudukan pemberontak. Kemudian mereka mengundurkan diri masuk ke hutan,
selanjutnya mengadakan gerilya. Dalam penumpasan gerilya setelah di perhitungkan, banyak
42
sekali faktor-faktor yang mempengaruhi, maka pada bulan april 1957 di adakan temabak
menembak. Dan operasi yang di laksanakan menjadi opearsi terotorial.
Waktu penghentian tembak menembak tersebut, oleh gerombolan Daud Beureueh di
gunakan untuk memperkuat diri dengan mengadakan latihan perang. Menambah persenjataan
dan mempengaruhi rakyat sehingga pengaruh Daud Beureueh bertambah luas. Untuk
memperkuat pertahanan TNI dan memulihkan keamanan. Maka ditugaskan pasukan-pasukan
dari daerah lain. Divis Diponegoro mengirimkan secara berturut-turut rotasi penugasan pasukan-
pasukan dari Batalyon 447, 446,434,448 dan 441. Operasi teritorial dilaksanakan dengan
memberikan penerangan-penerangan kepada rakyat supaya insyaf dan sadar untuk kembali
kedudukannya semula. Operasi tersebut dapat membawah rakyat kembali jalan yang benar.
Rakyat sudah mau di ajak bergotong royong untuk membangun jembatan dan sarana
pendidikan. Namun demikian tidak di lupakan kegiatan musuh, sehingga selalu di tingkatkan
kewaspadaan. Operasi teritorial yang di lancarkan berhasil menyadarkan Hasan Saleh, komandan
Devisi TII beserta pasukannya.
Pada saat dilancarkan pergeseran II Yon 448, dengan tidak di duga-duga kendaraan yang
membawah 1 regu di hadang dan di tembak ole DI/TII Laut Tawar di pimpin oleh alias Lob.
Kejadian tersebut merupakan pelanggaran konsepsi menghentikan tembak menembak. Dengan
pelanggaran dilakukan oleh DI/TII tersebut, maka Yon 448 melancarkan serangan-serangan
pembalasan terhadap seluruh pos-pos maupun pertahanan DI/TII Laut Tawar. Kemudian
dilaksanakan operasi bersama dengan sasaran markas resimen Laut Tawar. Operasi berhasil
memukul mundur dan terus masuk hutan.
43
Akibat serangan itu pada bulan Juni 1959 komandan resimen Laut Tawar, alias Loby
melalui penghubung mengatakan ingin menyerah dengan terlebih dahulu di adakan perundingan.
Maksud tersebut diterima dan pada tanggal 21 Juni 1959 di laksanakan perundingan antara alias
Loby dengan komandan sektor. Sebaliknya TNI mau memenuhi tuntutan mereka asal seluruh
anggota DI/TII Resimen Laut Tawar di kumpulkan menjadi satu.tuntutan mereka di penuhi
setelah tuntutan dapat di penuhi, pada tanggal 31 september 1959 alias Loby bersama dengan
anak buahnya masuk hutan kembali. Dengan demikian di lakukan pengejaran sehingga dimana-
mana timbul pertempuran. Suasana menjadi berubah dan selanjutnya dilakukan operasi tempur
ke seluruh sektor oleh Yon 445 Devisi Diponegoro. Demikian operasi-operasi yang dilakukan di
Aceh, setelah melaluibeberapa prosespada bulan agustus 1961 daerah Aceh kembali aman dan
sampai sekarang prajurit Kodam IV/Diponegoro tidak pernah absen dalam menegakkan
kedaulatan NKRI di wilayah Aceh karena seluruh Batalyonnya selalu berada di garis depan
untuk menghancurkan gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sekarang ini Batalyon masih berada di
daerah rawan Nanggroe Aceh Darussalam yaitu Yonif 400/Raiders, Yonif 403/Wirasada Pratista,
Yonif 405/Surya Kusuma, Yonif 406/Chandra Kusuma dan Yonif 407/Padma Kusuma, serta
penugasan pengamanan perbatasan Timor-Timur dan NTT dan pengamanan daerah konflikdi
poso Sulawesi yang tidak pernah absen dilakukan oleh Batalyon Kodam IV Diponegoro secara
bergantian sampai sekarang ini.
Gerombolan DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang di pimpin oleh Teuku
Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan
Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istemewa menjadi
keresidenan di bawah provinsi Sumatra utara. Pada tanggal 21 september 1953 Daud Beureuh
44
yang waktu itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian
dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM. Kartosuwiryo.
Dalam menghadapi pemberontakan DI/TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan
kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, panglima Daerah Militer
1/Iskandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “ Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat Aceh sehingga
pemberontakan DI/TII Aceh dapat dipadamkan.
Sudah kita ketahui dari uraian-uraian yang lebih dulu betapa besar sumbangan rakyat
Aceh bagi perjuangan kemerdekaan. Salah satu kekuatan sosial-politik yang besar peranannya di
daerah itu ialah PUSA (Persatuah Ulama Seluruh Aceh)yang di pimpin oleh Tengku Daud
Beureueh yang di jaman revolusi di angkat menjadi Gubernur Militer. Karena sumbangannya
yang besar kepada Republik pada tahun 1949 Aceh di beri status Daerah Istemewa.
Pada tahun 1950, setelah NKRI terbentuk, daerah Aceh dimasukkan menjadi bagian
Propinsi Sumatra Utara yang beribu kota di Medan. Ternyata kebijaksanaan demikian itu sangat
mengecewakan PUSA dan Daud Beureueh memimpin pengikut-pengikutnya melakukan
perlawanan dengan kekerasaan. Pada bulan September 1953 terbukti bahwa Daud Beureueh
menyatakan Aceh menjadi bagian dari NII pimpinan Kartosuwiryo.
Kabinet Ali Sastroamijoya mengambil tindakan tegas dengan mengirimkan berbagai
kesatuan militer dan polisi untuk mematahkan perlawanan Daud Beureueh. Tindakan tegas itu
berhasil mencerai beraikan kekuatan Daud Beureueh. Ia dan pengikutnya terpaksa bertahan di
desa-desa dan menjalankan gerilnya. Lama sekali mereka bertahan dan baru pada tahun 1961
45
Daud Beureueh dan pengikutnya mau menyambut baik uluran tangan pemerintah (amnesti)
untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dengan demikian keadaan Aceh menjadi aman.
F. Timbulnya Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pada awal tahun 1950-an, yakni sesudah selesainya Perang Kemerdekaan Indonesia,
Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan mendemobilisasi mantan pejuang gerilya dan
merasionalisasi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menimbulkan berbagai
benturan, persoalan, ketidakpuasan, gerakan politik dan bersenjata di sejumlah daerah, seperti
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Aceh, dan Kalimantan Selatan.
Persoalan yang berkaitan dengan konteks nasional itu, tidak terlepas dari Konferensi
Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan “Pengakuan Kedaulatan” (transfer of sovereignty) 27
Desember 1949, berupa serah terima pemerintahan antara Pemerintah Kerajaan Belanda dengan
Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Di samping itu, serah terima di bidang kemiliteran
yang meliputi bidang personil, material dan aparat pendidikan.
Sesuai dengan keputusan KMB, tanggungjawab keamanan seluruhnya harus diserahkan
kepada Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang berintikan TNI dan meliputi
orang Indonesia anggota KNIL serta kesatuan-kesatuan NICA (Netherlands Indies Civil
Administration) lainnya yang berkeinginan masuk. Sehubungan dengan itu, dalam rangka
peleburan anggota KNIL ke dalam APRIS, pemerintah RIS mengeluarkan be¬berapa peraturan
dengan tujuan agar peleburan itu dapat berjalan setertib mungkin. Oleh sebab itu, berdasarkan
Undang-Undang Darurat No. 4/1950 (Lembaran Negara No. 5/1950), maka yang dapat diterima
menjadi anggota APRIS adalah warga negara RIS bekas anggota Angkatan Perang RI (TNI) dan
warga negara RIS bekas anggota angkatan perang yang disusun oleh atau di bawah kekuasaan
46
Pemerintah Hindia Belanda atau NICA, Menurut Nugroho Notosusanto (1985) usaha peleburan
tersebut, didasarkan kepada kebijaksanaan Perdana Menteri Mohammad Hatta yang
berkeinginan menstransformasikan TNI yang lahir sebagai tantara nasional, tentara rakyat,
tentara revolusi, menjadi suatu tentara profesional menurut model Barat. Untuk itu dipekerjakan
suatu Nederlands Militaire Missie (NMM) atau Misi Militer Belanda sebagai pelatih prajurit-
prajurit TNI. Kebijaksanaan tersebut sudah barang tentu tidak populer di kalangan TNI dan
menimbulkan masalah psikologis.
Ditinjau dari segi politik militer peleburan itu merupakan suatu kemenangan, tetapi akibat
psikologis bagi TNI adalah berat. TNI dipaksa menerima sebagai kawan orang-orang yang
selama perang kemerdekaan menjadi lawan mereka. Sementara itu di kalangan TNI sendiri
banyak anggota-anggotanya yang harus dikembalikan ke masyarakat, sebab dianggap tidak
memenuhi syarat-syarat untuk tetap menjadi anggota angkatan perang.
Di Kalimantan Selatan, benturan-benturan juga terjadi ketika diadakannya usaha-usaha
pembentukan TNI dan peleburannya ke dalam APRIS. Sebagai realisasi diri pelaksanaan
Undang-Undang Darurat No. 4/1950, maka pada tanggal 28 Januari 1950 Komandan Teritorium
VI, yaitu Letnan Kolonel Sukanda Bratamenggala menerima bekas KNIL sebanyak 125 orang.
Dalam tulisan Dhany Justian (1972) disebutkan, Letnan Kolonel Sukanda Bratamenggala telah
menerima bekas KNIL berupa 1 kompi infantri dari bawah pimpinan Letnan Satu Sualang dan 1
kompi bantuan dari bawah pimpinan Letnan Kotton.
Sebagian anggota KNIL yang masuk dalam APRIS itu dijadikan pelatih dan komandan
pasukan, dan mereka rata-rata dinaikan pangkatnya, sedangkan sebagian besar mantan pejuang
gerilya yang masuk APRIS hanya berpangkat rendah dan prajurit biasa. Selain itu, utusan militer
dari Pusat yang didatangkan ke Kalimantan Selatan dengan tujuan untuk menyempurnakan
47
Divisi Lambung Mangkurat menjadi kesatuan yang modern telah menimbulkan ketegangan-
ketegangan pada anggota divisi yang nota bene mantan anggota gerilya. Mereka harus menjalani
pemeriksaan kesehatan untuk dilihat siapa-siapa yang tetap menjadi tentara republik dan siapa
yang harus dikembalikan atau didemobilisasikan ke masyarakat. Sebagaimana dinyatakan
Hassan Basry (2003) bagi mereka yang dikembalikan ke masyarakat atau yang tidak memenuhi
syarat sebagai anggota APRIS, kepadanya diberikan pesangon berupa uang sebesar Rp 50,- dan
selembar kain sepanjang 1,3 meter.
Persoalannya tidak hanya itu, setelah menjalani penyaringan mereka harus melaksanakan
aturan-aturan militer yang ketat yang diberikan oleh pejabat-pejabat militer mantan anggota
KNIL dari Jawa yang mereka pandang telah meremehkan dan merendahkan martabat mereka.
Dan lebih celaka lagi, menurut mereka, jabatan militer dan sipil yang terpenting terus diduduki
oleh orang yang mereka pandang pernah bekerjasama dengan Belanda (NICA) atau diberikan
kepada orang-orang dari luar daerah. Sementara itu, ada usaha-usaha untuk memisahkan mantan
pimpinan gerilyawan dengan anak buahnya, misalnya dengan mengirim Kolonel H. Hassan
Basry ke Kairo, Mesir dengan tugas belajar di Universitas Al-Azhar dan tinggallah bekas-bekas
anak buah sebagai anak ayam kehilangan induknya.
Masuknya bekas KNIL ke dalam APRIS, menimbulkan beberapa masalah besar bagi
intern APRIS pada umumnya, dan bagi pasukan TNI yang nota bene mantan pejuang
kemerdekaan, seperti mantan pasukan MN 1001/MTKI dan ALRI Divisi IV Pertahanan
Kalimantan, atau mantan pejuang gerilya lainnya. Mereka dipaksa untuk menerima KNIL
sebagai mitra atau teman sekerja, sedangkan pada masa perang kemerdekaan KNIL adalah
musuh mereka.
48
Tidak lama setelah Kartosuwiryo memproklamasikan gerakan DI/TII Jawa Barat, di
daerah Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar, seorang bekas Letnan dua TNI memproklamasikan
berdirinya geraka DI/TII Kalimantan Selatan yang merupakan bagian dari gerakan DI/TII
Kartosuwiryo di Jawa Barat.
Pada akhir tahun 1950,Kesatuan Rakyat Jang Tertindas(KRJT) melakukan penyerangan
ke pos-pos TNI di Kalimantan Selatan. KRJT dipimpin seorang mantan Letnan dua TNI yang
bernama Ibnu Hadjar alias Haderi alias Angli.Ibnu Hadjar sendiri kemudian menyerahkan diri.
Akan tetapi , setelah merasa kuat dan memperoleh peralatan perang, ia kembali membuat
kekacauan dengan bantuan Kahar Muzakar dan S.M.kartosuwiryo. Pada tahun 1954, Ibnu Hadjar
diangkat sebagai panglima TII wilayah Kalimantan. Akhirnya, Pemerintah melalui TNI berhasil
mengatasi gerakan yang dilakukan oleh Ibnu Hadjar pada tahun 1959 dan Ibnu Hadjar berhasil
ditangkap dan pada 22 maret 1965 dan ia dijatuhkan hukuman mati oleh pengadilan militer.
DI / TII Kalimatan Selatan terjadi pada bulan Oktober 1950 , Pepimpinya Ibnu Hajar atau
Haderi bin Umar atau Angli
Sebab Khusus Pemberontakan
ALRI Divisi 4 kecewa kepada Pemerintah pusat karana gaji dan jaminan sosial diluar pulau
jawa lebih kecil disbanding gaji dan jaminan Perwira/ tentara di dalam pulau Jawa.
Sebab Umum Pemberontakan
Pemuda dan pejuang Kalimanta Selatan tdak mendapat sertifikat pejuang.
Tujuan Pemberontakan
Agar semua perwira dan tentara di dalam maupun diluar pulau jawa mendapatkan perlakuan
yang adil.
Upaya Pemerintah Mengatasi Pemberontakan
49
1. Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan
pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima
menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri
dan melakukan pemberontakan lagi.
2. Pemerintah melakukan tindakan tegas dengan cara menggempur pusat pertahanan
gerombolan Ibnu Hajar.
Penagkapan Ibu Hadjar
Ibnu Hadjar berhasil ditangkap dan pada 22 maret 1965 dan ia dijatuhkan hukuman mati oleh
pengadilan militer.
50
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Catatan sejarah menunjukkan bahwa perjalanan republik ini diwarnai berbagai peristiwa, baik
pergolakan, perang, maupun pemberontakan. Salah satu bagian sejarah yang memberikan
pengaruh besar pada bangsa dan negara ini adalah peristiwa berdirinya Negara Islam Indonesia
di masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Pergerakan yang dipimpin oleh Kartosoewirjo
tersebut, di berbagai sumber sejarah Pemerintah RI, disebut sebagai pemberontakan. Sementara,
fakta-fakta yang dipaparkan oleh para mantan pejuang NII menunjukkan bahwa pendirian negara
itu dilakukan di uar wilayah RI (hasil Perjanjian Renville). Artinya, NII adalah bagian yang
terpisah dari RI.
B. Saran
Pencapaian yang ideal—mendirikan negara berasaskan syari’at Islam—mungkin akan sangat
sulit dilakukan di Indonesia, sebuah negara yang masyarakatnya amat majemuk. Namun
demikian, banyak tahap ke arah ideal tersebut yang dapat kita lakukan sebagai umat Islam di
negeri ini. Menunjukkan akhlak Islami dalam kehidupan sehari-hari, sedikit banyak, dapat
memberikan sebuah penyegaran di tengah kebobrokan moral yang dialami bangsa kita.
Sesungguhnya, berbuat baik itu dapat menular. Orang lain akan mengikuti perbuatan baik yang
kita lakukan karena mereka telah melihat manfaatnya. Dengan demikian, secara berangsur-
angsur, orang yang melakukan akhlak Islami semakin lama semakin bertambah. Dan bukan tidak
mungkin, secara alami, masyarakat akan menerima syari’at Islam sebagai pedoman yang legal
bagi mereka dalam melakukan segala tindakan.
51
Artinya, negara dapat melegitimasi syari’at menjadi hukum positif.
52
DAFTAR PUSTAKA
Maqdalia Alfian, Nana Nuliyana dan Sudarini.2000.sejarah untuk kelas XII.Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Suwarno, Kosoh S, Syafei.1994.Sejarah Daerah Jawa Barat.Jakarta: CV.Dwi Jaya Karya
Herimanto.2009.Pembelajaran Sejarah Interaktif.Surakarta: PT. Tiga Seragkai Pustaka
Mandiri
Suhartono. 2006. Sejarah Smp IX. Jakarta: Widya Utama
Sutarto, Sunardi, Herjunanto, Nanang Rahmawaty, Penny. 2008. Ips Smp IX. Jakarta:
Depertemen Pendidikan Nasional
53
54
Recommended