View
215
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
PEMODELAN 1D-2D UNTUK PENILAIAN RESIKO BANJIR
DAN MANAJEMEN SISTEM DRAINASE
PADA SUB DAS LAMBIDARO KOTA PALEMBANG
(Oleh: Riani Muharomah)
Banjir adalah suatu kondisi bencana alam yang memiliki hubungan dengan
besarnya kerusakan dan kerugian material. Banjir yang terjadi setiap tahun di banyak
wilayah di Indonesia menyebabkan kerugian yang sangat besar, baik berupa korban jiwa
maupun materil, sehingga mitigasi bencana banjir sangat diperlukan untuk mengurangi
resioko banjir.
Banjir didefinisikan dengan kenaikan drastis dari aliran sungai, kolam, danau, dan
lainnya dimana kelebihan aliran itu menggenangi wilayah sekitarnya dan menyebabkan
kerugian dari segi sosial ekonomi dari suatu wilayah (Smith et, al., 1998 dalam Marfai.,
2003). Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Faktor-
faktor tersebut antara lain adalah kondisi alam seperti letak geografis wilayah, kondisi
toporafi, dan geometri sungai; peristiwa alam seperti curah hujan dan lamanya durasi
hujan, pasang surut air laut, erosi dan sedimentasi, dan aliran lahar dingin; dan aktifitas
manusia seperti okupasi daerah dataran banjir untuk, pemanfaatan tata ruang yang tidak
sesuai, sistem drainase yang tidak memadai, terbatasnya tindakan mitigasi banjir,
kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai, penggundulan hutan di daerah
hulu, hingga terbatasnya upaya pemeliharaan bangunan pengendali banjir.
Indonesia merupakan negara yang sangat rentan terhadap bencana banjir. Data-data
dan fakta-fakta telah membuktikan bahwa pada tahun 2015 ini, terhitung sampai bulan
Maret, telah terjadi 191 kasus banjir yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bencana
ini telah menimbulkan banyak korban jiwa serta kerugian bagi kehidupan. Sebanyak 12
orang meninggal dunia, 2 orang mengalami luka-luka, dan lebih dari 400.000 penduduk
menderita dan harus berpindah tempat tinggal untuk sementara waktu. Sebanyak lebih dari
90.000 unit rumah terendam banjir dan mengalami kerusakan. Tidak hanya itu, berbagai
fasilitas seperti fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, dan fasilitas pendidikan juga ikut
mengalami kerusaan akibat terkena dampak dari bencana ini (BNPB, 2015).
Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia yang tidak terlepas dari
permasalahan banjir. Dimusim penghujan, curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi
serta pengaruh pasangnya air Sungai Musi menjadi salah satu penyebab utama banjir di
Kota Palembang. Pada saat terjadi kelebihan air di daerah aliran sungai (DAS), air yang
berada pada sistem sub DAS tidak dapat mengalir keluar karena tertahan oleh air Sungai
Musi yang sedang pasang, sehingga kelebihan air tersebut akan menggenangi wilayah-
wilayah yang rendah pada daerah sekitarnya.
Permasalahan banjir dan genangan di Kota Palembang hampir setiap musim hujan
menjadi permasalahan yang mengganggu masyarakat dan pemerintah kota. Pada tahun
2002 genangan yang terjadi dengan periode genangan 1-12 jam menggenangi lahan
pertanian seluas 123 Ha dan daerah permukiman pada Sub Sistem Sungai Lambidaro,
Sekanak, Bendung, Buah dan Sriguna yang terletak pada ketinggian +3 m diatas msl,
sehingga beberapa rumah mengalami kerusakan yang serius (Kimpraswil dan JICA, 2003).
Pada awal Maret 2009, Sungai Musi meluap mengakibatkan beberapa pemukiman dan
daerah-daerah yang rendah tergenang, bahkan sampai ketinggian 100 cm. Kondisi terparah
dialami warga Kampung Kedukan Kelurahan 35 Ilir. Air mulai pasang waktu dini hari
sampai menjelang siang hingga sore hari ketinggian air masih tetap bertahan. Beberapa
daerah yang mengalami banjir lebih dari sepekan seperti Kelurahan Bukit Baru, Kelurahan
Demang Lebar Daun dan perumahan Poligon yang disebabkan karena berubahnya fungsi
rawa-rawa sebagai tempat penampung air, beralih fungsi menjadi tempat tinggal maupun
tempat usaha. Di wilayah Seberang Ulu I, banjir dan genangan juga terjadi di Kelurahan 3-
4 Ilir, Kemas Rido, Kertapati, Plaju Darat, 15 Ulu, Jakabaring, Mataram, Keramasan.
Kerugian karena ketidakseimbangan lingkungan seperti terjadinya genangan
ditaksir hampir mencapai Rp. 1,5 milyar pertahun, akibat rusaknya infrastruktur umum dan
rumah tangga, terutama pada daerah rendah di beberapa kawasan sub sistem sungai di Kota
Palembang (Putranto dan Popy, 2009).
Penelitian dan berbagai usaha untuk mengendalikan genangan di Kota Palembang
telah dilakukan dengan pendekatan spasial, struktural maupun non struktural di daerah
perkotaan sesuai dengan karakteristik daerahnya. Data dan metode yang digunakan
beberapa peneliti terdahulu berbeda-beda yang kesemuanya masih menekankan pada
pendekatan struktural (Shynta, 2009; Gustini, 2009; Sylvia, 2009). Sementara pendekatan
non struktural dengan regulasi pemanfaatan lahan belum pernah dilakukan. Sehingga
keutamaan dalam penelitian ini adalah mereduksi genangan dengan pendekatan non
struktural, yaitu melalui model pengendalian lingkungan sub DAS dalam manajemen
sistem drainase kota diselesaikan melalui model hidrodinamik 1D/2D dengan periode
ulang 25 tahunan, berdasarkan karakteristik morfometri dan multi faktor dari masing-
masing sub DAS.
Recommended