View
139
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
Skripsi
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kalsium
Kalsium merupakan elemen dalam tubuh yang melimpah pada tubuh
manusia dan terdapat dalam tubuh orang dewasa sebanyak 1000 gram. Kalsium
berperan penting dalam mineralisasi struktur keras dan fungsi biologi. Kalsium
merupakan elemen yang hanya didapat dari sumber makanan. Rekomendasi
konsumsi kalsium berikisar antara 1000-1500mg/hari bergantung pada usia.
Kebutuhan kalsium bergantung pada metabolisme kalsium yaitu absorpsi
intestinum, reabsorpsi ginjal, dan pergantian tulang. Metabolisme tersebut diatur
oleh interaksi hormon yaitu hormon paratiroid (PTH), 1,25-dihidroksivitamin D,
ion kalsium, dan reseptor yang sesuai dalam usus, ginjal, dan tulang (Peacock,
2010).
Kalsium merupakan elemen inorganik yang paling penting dan terdapat
dalam tubuh dalam jumlah yang banyak. Sembilan puluh sembilan persen kalsium
terdapat dalam tulang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang akan
terlepas jika jaringan lunak membutuhkan. Kebutuhan kalsium harus cukup agar
metabolisme dalam tubuh dapat berfungsi dengan baik (Brauer, 1958). Mayoritas
kalsium tubuh berada dalam tulang sebagai kalsium-fosfat, terutama sebagai
hidroksiapatit, yang bertanggung jawab terhadap seluruh material dalam tulang.
Kalsium mempunyai dua tujuan utama yaitu menyediakan kekuatan tulang dan
8
menyediakan penyimpanan dinamik untuk mempertahankan saluran kalsium intra
dan ekstraseluler (Peacock, 2010).
Kalsium merupakan makro elemen, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg perhari. Makro elemen berfungsi sebagai
zat yang aktif dalam metabolisme atau bagian penting dari struktur sel dan
jaringan. Selain kalsium yang termasuk dalam makro elemen adalah natrium,
kalium, mangan, fosfor, dan sulfur. Kalsium, mangan, dan fosfor merupakan
bagian penting dalam struktur sel dan jaringan sedangkan elemen lainnya
termasuk ke dalam keseimbangan cairan dan elektrolit (Almatsier, 2005).
Tubuh membutuhkan kalsium karena setiap hari tubuh kehilangan mineral
tersebut melalui pengelupasan kulit, kuku, rambut, dan melalui urin dan feses.
Kehilangan kalsium harus diganti melalui makanan yang dikonsumsi oleh tubuh.
Gangguan pertumbuhan tulang dan gigi dapat terjadi jika jumlah kalsium yang
dibutuhkan oleh tubuh tidak sesuai. Konsumsi kalsium di Indonesia telah
dianjurkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia dari Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2004) berdasarkan umur dan jenis kelamin yang tercantum
dalam tabel Angka Kecukupan Gizi ( Tabel 2.1)
2.1.1 Fungsi Kalsium
Fungsi kalsium dalam tubuh umumnya ada dua yaitu membentuk tulang dan
gigi serta mengatur proses biologis dalam tubuh. Kalsium menyediakan dua
fungsi utama bagi tulang. Pertama, kalsium merupakan kation terbesar pada setiap
mineral tulang. Kalsium harus diabsorbsi dalam jumlah yang cukup dari makanan
9
untuk membangun masa tulang. Kedua, kalsium bertindak sebagai pengatur secara
tidak langsung bagi remodeling tulang (Heaney and Connie, 2005). Kalsium
dalam bentuk terionisasi maupun non-ionisasi berfungsi untuk kekuatan jaringan
tulang yang memberikan dukungan dan proteksi terhadap jaringan lunak dan
memungkinkan manusia untuk berdiri (Ferguson, 2006).
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Konsumsi Kalsium (Depkes RI, 2004)
Kelompok Umur Jumlah (mg/hari)
Anak 0-6 bulan7-11 bulan1-3 tahun4-6 tahun 7-9 tahun
200400500500600
Laki-Laki
10-12 tahun13-15 tahun16-18 tahun19-29 tahun30-49 tahun50-64 tahun65 + tahun
100010001000800800800800
Wanita
10-12 tahun13-15 tahun16-18 tahun19-29 tahun30-49 tahun50-64 tahun65 + tahun
100010001000800800800800
Hamil ( +an)Trimester ITrimester IITrimester III
+ 150+ 150+ 150
Menyusui ( +an) 6 bulan pertama6 bulan kedua
+ 150+ 150
Kalsium berperan dalam banyak proses fisiologi dalam tubuh seperti,
mengatur sensitivitas jaringan saraf, transmisi impuls saraf, mengatur
10
kontraktilitas jaringan otot, mempertahankan integritas cairan intersel, mengatur
permeabilitas sel, proses pembekuan darah dan mempercepat beberapa sistem
enzim. Kalsium bersama protein dapat menghasilkan komponen ekstraseluler di
dalam tubuh (Brauer, 1958).
Kalsium sangat penting untuk stabilitas membran sel. Konsentrasi ion
kalsium dapat menentukan potensi membran karena rasio konsentrasi ion kalsium
di dalam dan di luar sel berkisar antara 1:250 atau bahkan sebanyak 1:2000.
Membran sel secara normal bersifat impermeabel terhadap ion kalsium dan
pembukaan saluran kalsium dapat mengubah potensi membran secara dramatis.
Ion kalsium diperlukan untuk sinapsis dan transmisi neuromuskuler. Ion kalsium
di dalam sel dapat bertindak sebagai pembawa pesan kedua dalam sistem yang
melibatkan protein-G dan trifosfat inositol. Ion kalsium digunakan untuk
kontraksi otot dan untuk eksositosis dalam proses sekresi sel. Sejumlah reaksi
enzim yang terlibat dalam proses pembekuan darah bergantung pada kalsium
(Ferguson, 2006).
2.1.2 Keseimbangan Kalsium
Keseimbangan kalsium adalah suatu keadaan cadangan kalsium dalam
tubuh seimbang dalam beberapa waktu (biasanya dalam hari, minggu, atau bulan).
Hal tersebut dapat terjadi akibat efek dari absorpsi intestinum dan ginjal serta
ekskresi kelenjar keringat dalam kalsium tulang. Keseimbangan tulang akan terus
berubah sepanjang usia bergantung pada rata-rata formasi tulang dan resorpsi.
Anak memiliki kesimbangan tulang yang bernilai positif (formasi>resorpsi)
11
sehingga memastikan memiliki pertumbuhan tulang yang sehat. Orang dewasa
sehat berada dalam keseimbangan tulang yang bersifat netral (formasi = resorpsi)
dan telah mencapai puncak masa tulang atau Peak Bone Mass (PBM). Orang usia
lanjut berada dalam kondisi negatif dalam keseimbangan tulangnya
(formasi<resorpsi) dan mulai kehilangan tulang. Faktor yang menyebabkan
keseimbangan tulang bernilai positif yaitu kegiatan, obat anabolik dan anti-
resorpsi, dan beberapa kondisi yang menyebabkan formasi tulang melebihi
resorpsi (sindrom hungry bone, kanker prostat osteoblastik) (Peacock, 2010).
Konsentrasi kalsium dalam sel diatur oleh sistem keseimbangan dari pompa
kalsium-ATPase dalam sel membran dan organel, membran pertukaran sodium-
kalsium, penyimpanan dalam organel sel dan kalsium-binding seperti troponin
dan kalmodulin. Seluruh sistem tersebut bergantung pada lingkungan ekstraseluler
yang konstan dalam hubungannya terhadap kalsium. Konsentrasi plasma kalsium
dipelihara secara konstan sehingga sistem kontrol dapat menyesuaikan beragam
asupan dan beragam kebutuhan. Keseimbangan kalsium mengindikasi apakah
sistem beroperasi dan apakah kalsium disimpan atau dikeluarkan. Tabel 2.2
menampilkan keseimbangan kalsium pada laki-laki dewasa (Ferguson, 2006).
Tabel 2.2 Keseimbangan Kalsium pada Dewasa Muda (Ferguson, 2006)
Asupan
Total asupan kalsium 1 gram (25 mmol)Jumlah yang diabsorbsi 15,00 mmol Tidak diabsorpsi 10,00 mmol
Pengeluaran Pengeluaran feses
Sekresi usus 10,75 mmol Tidak diabsorpsi 10,00 mmolUrin 3,75 mmol Intestinal 10,75 mmol
Keringat 0,50 mmol Total dalam feses 20,75 mmolTotal 15,00 mmol
12
2.1.3 Asupan Kalsium dan Absorbsinya
Asupan kalsium dan absorpsinya sangat penting untuk menyediakan
kalsium yang cukup untuk mempertahankan penyimpanan tubuh yang sehat.
Sekitar 30% dari asupan kalsium dari dewasa sehat diabsorbsi oleh usus kecil.
Absorbsi kalsium merupakan suatu fungsi transport aktif yang dikontrol oleh
1,25(OH)2D, yang penting pada asupan kalsium rendah, dan difusi pasif yang
penting untuk kalsium tinggi (Peacock, 2010).
Asupan kalsium dibutuhkan sebesar 1 gram/hari (25 mmol/hari). Sumber
kalsium utama adalah susu dan olahannya seperti keju. Susu tanpa lemak
merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya yang tinggi.
Ikan yang dimakan dengan tulang seperti ikan kering merupakan sumber kalsium
yang baik. Serelia, kacang dan hasilnya serta sayuran hijau merupakan sumber
yang baik namun bahan makan tersebut banyak mengandung zat yang dapat
menghambat penyerapan kalsium. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila kita
dapat makan makanan yang seimbang setiap hari (Almatsier, 2005). Beberapa
jenis makanan yang mengandung kalsium tinggi disajikan dalam tabel 2.3.
Kalsium diabsorpsi melalui mukosa usus dengan dua cara yaitu transpor
aktif dan difusi pasif. Transpor aktif dan difusi pasif kalsium dipengaruhi oleh
asupan kalsium dan vitamin D. Transpor aktif terjadi saat asupan kalsium rendah
dan difusi pasif terjadi saat asupan kalsium tinggi (Gibson, 2005).
Kemampuan absorbsi kalsium dan pemanfaatan kalsium bervariasi tiap
individu. Kebanyakan individu mengabsorbsi kalsium sebanyak 30% (Brauer,
1958). Absorpsi kalsium merupakan proses kompleks yang dipengaruhi oleh
13
berbagai faktor seperti jumlah kalsium dalam diet, kebutuhan akan kalsium, usia,
jenis kelamin, penggunaan obat-obatan tertentu, dan keberadaan zat gizi lainnya
seperti laktosa, protein, dan vitamin D (Geissler, 2010).
Tabel 2.3 Daftar Kandungan Kalsium per 100 gr Bahan Makanan ( Depkes RI, 2008)
Kelompok Bahan Makanan
Bahan MakananMg Ca / 100 gr
BahanSusu dan Produknya Susu sapi
ASIKejuYogurtSusu pabrik (Kalsium)
1163390-1801501450-2000
Ikan Teri keringRebonTeri segarSarden kaleng (dengan tulang)
1200769500354
Sayuran Daun papayaBayamSawi
353267220
Kacang-kacangan dan hasil olahannya
Kacang panjangSusu kedelai (250 ml)TempeTahu
347250129124
Serealia JailHavermut
21353
Kalsium dalam bentuk garam yang tidak larut tidak dapat diabsorbsi
sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar. Fosfat dan oksalat dapat mengurangi
absorbsi kalsium namun protein dapat meningkatkan absorbsinya. Fitat dalam
tepung gandum dapat mengurangi asupan kalsium secara jelas dengan membentuk
fitat kalsium tak larut dalam usus. Penyerapan kalsium secara keseluruhan
berkisar 60% karena kalsium sulit dipelihara dalam bentuk mudah larut dalam
14
duodenum dan jejunum. Kalsium kemudian di sekresi di organ pencernaan dan
hilang dengan pelepasan sel mukosa dan perlu di reabsorbsi untuk menjaga agar
tetap seimbang. Absorbsi kalsium berada di duodenum karena kondisi alkalin
dalam usus kecil dapat mengubah kalsium menjadi larut (Ferguson,2006).
Absorpsi kalsium pada wanita lebih sedikit daripada laki-laki dan menurun
seiring dengan bertambahnya usia (Geissler, 2010). Absorpsi kalsium pada masa
pertumbuhan terjadi sekitar 50%-70% dan sekitar 10%-40% terjadi pada masa
dewasa. Absorpsi kalsium paling banyak terjadi saat asupan kalsium rendah dan
kebutuhan akan kalsium tinggi seperti terjadi pada masa pertumbuhan cepat
(Gibson, 2005).
Makanan dan supplemen oral diserap secara sempurna karena hampir
seluruh asupan kalsium diabsorbsi di intestinum bagian atas. Bioavailibilitas
asupan kalsium dapat ditingkatkan. Alumunium hidroksida yang mengikat
makanan fosfat ketika dimakan secara berlebih akan menyebabkan peningkatan
absorpsi kalsium. Absorbsi kalsium menurun jika bioavailibilitas asupan kalsium
diturunkan oleh kalsium-binding seperti selulosa, fosfat, dan oksalat. Sejumlah
penyakit dari usus kecil seperti sindrom usus kecil dapat terjadi akibat
malabsorbsi kalsium yang berat (Peacock,2010).
Absorpsi kalsium dapat meningkat dengan beberapa faktor. Vitamin D
dalam bentuk aktif 1,25 dihidroksi mempengaruhi kemampuan sel duodenum
untuk mengabsorpsi kalsium (Geissler, 2010). Vitamin D dapat meningkatkan
absorpsi kalsium, menurunkan sekresi oleh ginjal, dan membantu penyimpanan
kalsium dalam tulang dan matriks dentin (Brauer, 1958). Menurut Garrow dan
15
James (2000) keberadaan vitamin D menyebabkan absorpsi kalsium meningkat
sekitar 10%-30%. Faktor lainnya adalah laktosa yang dapat meningkatkan
absorpsi kalsium sebanyak 33%-48% (Geissler, 2010). Rekomendasi asupan
kalsium 0,5-0,8 g/hari diperbolehkan, namun fakta menunjukkan bahwa orang
kekurangan kalsium dapat mengabsorbsi lebih banyak dibanding rata-rata
(Ferguson, 2006).
Absorpsi kalsium juga dapat menurun disebabkan oleh beberapa faktor.
Asam oksalat yang terdapat dalam bayam dan sayuran hijau lain dapat
membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut sehingga menghambat
absorpsi kalsium. Asam fitat yang terdapat dalam serelia juga dapat membentuk
kalsium fosfat yang tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi (Geissler,
2010).
2.1.4 Penyimpanan Kalsium dalam Tubuh
Penyimpanan utama kalsium yaitu dalam tulang. Tulang pada dewasa laki-
laki terdiri dari satu kilogram kalsium dan pertukaran ion terjadi pada permukaan
hidroksiapatit dalam cairan interstisial. Hal tersebut menjelaskan bahwa sekitar
100 mmol kalsium tersedia untuk pertukaran (gambar 2.1).
Dentin dan sementum tidak ambil bagian dalam pertukaran dan enamel
dipisahkan dari sirkulasi oleh dentin. Kristal tulang berada dalam keadaan yang
seimbang dengan cairan jaringan dan dengan kapiler darah. Difusi sederhana dari
ion ke dalam maupun ke luar tulang memiliki efek kecil tehadap level kalsium
dalam plasma atau dalam keseimbangan secara keseluruhan. Ketika sel dalam
16
tulang terlibat, osteoblas memproduksi tulang dan osteoklas meresorpsi, fungsi
penyimpanan dalam tulang menjadi berlaku. Proses remodeling tulang yang
lambat berlangsung setiap saat sehingga beberapa 7,5 mmol dari kalsium setiap
hari dimobilisasi dan disimpan kembali. Proses tersebut berada di luar kendali dan
merupakan respon untuk mengubah kekakuan tulang (Ferguson, 2006).
Gambar 2.1 Metabolisme Kalsium pada Dewasa (Ferguson, 2006)
Fluor mengganti ion hidroksi dalam kristal hidroksiapatit dan sebagiannya
bergabung ke dalam tulang yang sedang tumbuh. Fluorapatit kurang mudah larut
dari hidroksiapatit dan juga kurang terserap serta terakumulasi dalam tulang
Sekresi
4.75mmol(0.19g)
9mmol(0.36g)
Absorbsi
MAKANAN25mmol(1.00g)
URIN4.25mmol
(0.17g)
Mobilisasi13.75mmol/hari
(0.55g/hari)
Tambahan13.75mmol/hari
(0.55g/hari)
FESES20.75mmol
(0.83g)
CAIRAN EKSTRASEL25mmol(1.00g)
PLASMA2.4mmol/l
Terionisasi 1.18mmol/lKompleks 0.16mmol/lTerikat pada protein plasma 1.16mmol/l
(albumin 0.92mmol/l)(globulins 0.24mmol/l)
GINJAL
CAIRAN INTRASEL
275mmol(11.00g)
Pertukaran100mmol
-------TULANG------
Stabil kecuali untuk remodeling
25,000mmol (1000g)
17
seperti dalam pembentukan jaringan gigi. Ekskresi fluor pada anak muda lebih
sedikit dari pada orang dewasa karena hal tersebut sangat mudah diambil oleh
jaringan yang mengalami kalsifikasi (Ferguson,2006).
2.1.5 Kontrol Keseimbangan Kalsium
Kalsium yang seimbang mencapai keadaan homeostasis. Homeostasis
kalsium sebagian besar di atur oleh sistem hormon yang saling behubungan yang
dapat mengawasi transportasi kalsium dalam usus, ginjal, dan tulang. Sistem
tersebut melibatkan kalsium-hormon yang terlibat dan reseptornya yaitu PTH dan
reseptor PTH serta 1,25 (OH)2D dan reseptor vitamin D (Peacock, 2010).
2.1.5.1 Hormon Paratiroid (PTH)
PTH merupakan peptida besar dengan 84 asam amino residu yang disintesis
dalam kelenjar paratiroid sebagai preprohormon dari 115 asam amino residu. PTH
digunakan selama metabolisme kalsium dengan cara mengatur absorbs dari
intestinum kecil dan ekskresi dalam urin. Jika kalsium darah mengalami
penurunan, PTH meningkatkan mobilisasi kalsium dari tulang dengan melibatkan
osteoblas dan osteoklas. Konsentrasi istirahat PTH dalam darah berkisar 10-50
pg/ml namum ketika konsentrasi ion kalsium dalam plasma berkurang dibawah
1,2 mmol/l kelenjar paratiroid akan menstimulus untuk sekresi PTH dalam jumlah
besar. Sel PTH mempunyai permukaan reseptor terhadap kalsium. Tugas reseptor
adalah mengkatifkan protein-G dan menyebabkan produksi inositol trifosfat dan
mobilisasi ion kalsium secara intraseluler (Ferguson, 2006).
18
Regulasi homestasis kalsium terlihat pada gambar 2.2. Homeostasis kalsium
diatur oleh ion kalsium dan sekresi PTH dari kelenjar paratiroid. Jumlah kalsium
yang turun menyebabkan inaktif reseptor kalsium dalam sel paratiroid dan
meningkatkan sekresi PTH yang mengembalikan serum kalsium dengan
mengaktifkan reseptor paratiroid dalam tulang sehingga meningkatkan resorbsi
kalsium dan meningkatkan resorbsi tubular kalsium dalam ginjal. Peningkatan
sekresi PTH menambah efek restoratif kalsium dengan meningkatkan sekresi
1,25-dihidroksi vitamin D sehingga meningkatkan absorbsi kalsium aktif dan
resorpsi kalsium dalam tulang (Peacock, 2010).
Gambar 2.2 Regulasi Homeostasis Serum Kalsium (Peacock, 2010)
2.1.5.2 Kalsitonin
Kalsitonin adalah peptida yang terdiri dari 32 asam amino yang disintesis
dalam parafolikular atau sel dari kelenjar tiroid sebagai preprokalsitonin. Sekresi
kalsitonin terjadi ketika konsentrasi plasma kalsium berkisar 2,38 mmol/l dan
meningkat secara linear. Kalsitonin memiliki paruh waktu kurang dari 10 menit.
CaR
PTHR PTHR
VDR VDR
PTH
Ca
Ca Ca Ca
1,25 D
19
Tugasnya adalah untuk mengurangi jumlah osteoklas yang aktif dan menghambat
resorpsi tulang. berbeda dengan faktor aktivitas osteoklas yang lain, kalsitonin
beraksi secara langsung dalam sel tersebut. Kalsitonin juga meningkatkan eksresi
kalsium dengan menghambat reabsorbsi pada tubulus distal. Fungsi kalsitonin
dalam kontrol normal konsentrasi plasma kalsium dalam tubuh telah
dipertanyakan. Kalsitonin mungkin memberikan pengaruh proteksi terhadap
pembentukan tulang pada fetus dan anak yang sedang tumbuh. Kalsitonin
disekresi selama asupan kalsium dan absorpsi kalsium dan mungkin menghasilkan
efek stabilisasi yang cepat pada kenaikan kalsium secara mendadak (Ferguson,
2006).
2.1.5.3 Grup Vitamin D
Vitamin D secara tradisional dianggap sebagai faktor makanan. Istilah
tersebut digunakan untuk menggambarkan grup sterol yang dihasilkan dari
perubahan provitamin menjadi agen aktif yaitu 7-dehidrokolesterol yang diubah
menjadi kolekalsiferol atau vitamin D3 oleh sinar matahari. Vitamin D hanya
ditemukan pada mamalia. Vitamin D terdapat dalam susu dan produknya tetapi
untuk mengaktifkan vitamin berbeda saat musim dan musim dingin bergantung
pada efek cahaya matahari (Ferguson, 2006).
Secara spesifik, 1,25(OH)2D3 menjalankan sintesis protein kalsium-binding
yaitu kalbindin-D9K dan kalbindin D28K. Peningkatan konsentrasi intraseluler dari
protein kalsium-binding berhubungan dengan peningkatan trasportasi kalsium di
seluruh sel. Target utama adalah intestinum kecil tetapi hormon dapat
20
menstimulasi reabsorpsi kalsium dan meningkatkan mobilisasi kalsium dan fosfat
dalam tulang (Ferguson, 2006).
2.1.6 Eksresi Kalsium
Kalsium yang tidak dapat diabsorbsi dikeluarkan oleh tubuh dalam bentuk
feses dan urin. Kalsium diekskresi dalam sel deskuamasi pada lapisan usus dan
dalam sekresi non-reabsorbsi. Kalsium yang hilang dari tubuh setiap hari sekitar
0,5 g/ hari (Ferguson, 2006). Jumlah kalsium yang diekskresi melalui urin
mencerminkan jumlah kalsium yang diabsorbsi. Ekskresi kalsium juga terjadi
melalui kulit, rambut dan kuku (WHO, 2004).
Ekskresi kalsium bergantung pada asupan kalsium dan substansi yang
mengganggu absorbsi kalsium dalam usus. Ekskresi kalsium oleh urin dapat
diatur oleh efek hormon dalam ginjal. Sebagian besar yang disaring diabsorbsi
dalam tubulus proksimal ginjal oleh proses aktif melibatkan kalsium-ATPase
dalam membran basal sel (Ferguson, 2006).
2.1.7 Defisiensi Kalsium
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang dan gigi. Tulang kurang kuat dan mudah rapuh. Kehilangan
kalsium akan terlihat pada usia dewasa terutama diatas 50 tahun. Hal ini
dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress setiap hari.
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dan pada kulit putih
daripada kulit berwarna. Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan
21
osteomalasia. Osteomalasia terjadi karena kekurangan vitamin D dan
ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Mineralisasi matriks tulang
terganggu dan menyebabkan penurunan kandungan kalsium dalam tulang
(Almatsier, 2005). Hipokalsemia absorbtif yang disebabkan hanya karena
kekurangan asupan kalsium sangat jarang terjadi karena mekanisme homeostasis
sangat efisien dan mengatur kalsium dalam keadaan kurang pada penyimpanan
kalsium (Peacock, 2010).
Defisiensi kalsium juga menunjukkan adanya gangguan kalsifikasi
pertumbuhan dentin. Pelebaran predentin, batas iregular antara predentin dan
dentin dan inklusi pulpa merupakan hasil dari kekurangan asupan kalsium. Lebar
predentin, secara normal 10 - 20µ, dapat mencapai 90-100 µ akibat defisiensi
kalsium (Brauer, 1958). Gangguan tulang alveolar terlihat sebelum adanya
gangguan pertumbuhan dentin. Kekurangan kalsium menunjukkan adanya
resorbsi berlebih pada tulang alveolar. Resorbsi semakin meningkat didukung
oleh kekurangan vitamin D (Brauer, 1958).
Kurangnya kalsium pada masa kalsifikasi gigi dapat menyebabkan
hipokalsifikasi enamel. Suatu kondisi kurangnya kalsium yang menghasilkan gigi
tampak lebih opak yang dapat berubah warna. Gigi tersebut dapat dirawat
berdasarkan tingkat keparahannya. Hipokalsifikasi enamel dapat dirawat secara
restoratif maupun non restoratif. Secara restoratif dapat dilakukan dengan tooth
coloured bonding, stainlesssteel crown, dan mahkota jaket. Gigi yang secara
klinis sudah parah dan hampir kehilangan mahkota dapat dilakukan ekstraksi dan
diganti dengan bridge atau implant (Babbush, 2008).
22
2.1.8 Kelebihan Kalsium
Konsumsi kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat menyebabkan batu
ginjal atau gangguan ginjal dan konstipasi atau susah buang air besar. Kelebihan
kalsium juga dapat mencegah koagulasi darah dan mengganggu pencernaan pada
anak. Pengaruh negatif juga terjadi pada penyerapan seng, besi, dan mangan.
Konsumsi kurang dari 2500 mg per hari masih dapat ditoleransi oleh tubuh
dengan cara dikeluarkan melalui keringat, urin, dan feses (Almatsier, 2005).
Hiperkalsemia absorbtif terjadi akibat kondisi peningkatan produksi dari
serum 1,25(OH)2D seperti yang terjadi pada sarkoidosis, peningkatan level serum
25(OH)D dari racun vitamin D atau asupan berlebih dari kalsitriol. Hiperkalsemia
absorbtif berkembang pada anak dan pasien dengan penyakit ginjal kronik ketika
mereka menerima jumlah asupan kalsium yang melebihi kemampuan ginjal
mereka untuk menyaring dan mengekskresi beban kalsium (Peacock, 2010).
2.2 Peranan Kalsium terhadap Pertumbuhan Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat yang mempunyai struktur bentuk yang
khusus. Tulang berfungsi memberikan kekakuan, proteksi, tempat origin dan
insersi otot, hematopoesis, dan saluran garam mineral. Tulang terdiri dari 2
bagian, yaitu : (1) inti tulang medula/spons yang terdiri dari struktur trabekula
yang saling berhubungan dan (2) tulang kortikal kompakta yang mengelilingi dan
menutupi tulang medulla (gambar 2.3). Tulang spons terdiri dari trabekula berisi
osteosit yang terletak pada lakuna. Tulang kompakta mempunyai unit struktural
yang disebut Sistem Haversian. Sistem Haversian terdiri dari saluran vaskular
23
yang dikelilingi oleh 8 sampai 10 lamela konsentrik. Setiap lamella terdiri dari
beberapa osteosit yang berhubungan dengan pembuluh darah pada saluran
Haversian. Tulang memiliki matriks organik yang disimpan oleh osteoblas
sebagai osteoid yang kemudian akan termineralisasi. Matriks organik terdiri dari
95% serat kolagen dan sisanya 4% terdiri dari mukopolikasarida (Roth, 1981).
Tulang mempunyai 3 jenis sel yaitu : osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas merupakan sel yang bertanggung jawab untuk perluasan serat kolagen
dan merupakan matriks dasar organik tulang yang berfungsi untuk pembentukan
tulang. Osteosit merupakan osteoblas yang terperangkap sebagai matriks tulang
yang terletak disekitar tulang dan berfungsi untuk pemeliharaan tulang. Osteoklas
merupakan sel multinukleat yang melibatkan resorbsi tulang dan terletak pada
cekungan dangkal tulang (Roth, 1981).
Gambar 2.3 Bagian Tulang : Tulang Kompakta dan Tulang Spons (Bioserv, 2011)
Proses pembentukan tulang dibentuk dalam 2 proses terpisah yaitu
pembentukan matriks dan mineralisasi. Tahap pertumbuhan janin merupakan
24
awal pembentukan matriks. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan
lentur hingga mencapai kelahiran. Matriks mengalami kalsifikasi setelah kelahiran
dan membentuk kristal mineral. Kristal tersebut terdiri atas kalsium fosfat dan
kalsium hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit [(3Ca3(PO4)2. Ca(OH)2].
Kalsium dan fosfor merupakan mineral utama dalam ikatan ini dan keduanya
harus berada dalam jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks
tulang (Almatsier, 2005).
Mineral dalam tubuh yang terdiri dari kalsium, fosfat dan magnesium
penting tidak hanya untuk pemeliharaan struktur tetapi juga untuk pemeliharaan
beberapa fungsi fisiologis dinamik seperti kontraksi otot, aliran saraf, dan
pembekuan darah. Kalsium yang digunakan untuk proses fisiologi tubuh seperti
pembentukan tulang dan gigi, koagulasi, fungsi jaringan saraf, dan kontraksi otot
memiliki level serum yang harus dikontrol. Serum kalsium dipertahankan pada
rentang antara 9-10 mg/100 ml. Pemeliharaan tersebut didukung oleh beberapa
substansi lain seperti: hormon paratiroid, vitamin D, C, dan A, kalsitonin, hormon
pertumbuhan, glikokortikoid, androgen, estrogen, dan tiroksin. Substansi tersebut
dapat meningkatkan serum kalsium dengan modulasi absorbsi dan ekskresi
kalsium serta tingkat resorpsi dan formasi tulang (Roth, 1981).
2.3 Peranan Kalsium terhadap Pertumbuhan Gigi
Gigi memiliki struktur lengkap yang terdiri dari matriks protein dan garam-
garam mineral terutama kalsium dan fosfat sebagai hidroksiapatit. Pertumbuhan
gigi dimulai sejak bulan kedua pada masa intrauterin dan berlanjut hingga usia 16
25
tahun. Sel dari organ enamel secara aktif mensintesis protein, RNA, dan DNA
selama periode tersebut. Sepanjang periode tersebut dibutuhkan persediaan nutrisi
yang memadai sehingga harus tercukupi sampai pertengahan remaja. Kekurangan
nutrisi selama periode tersebut dapat mengakibatkan gangguan sintesis protein
atau kalsifikasi dan menghasilkan kecacatan pada satu atau lebih gigi (Roth,
1981). Vitamin A, D, protein, dan mineral kalsium serta fosfat sangat dibutuhkan
pada pembentukan gigi. Gigi sulung bayi mengalami mineralisasi lengkap pada
akhir tahun pertama, sedangkan waktu kalsifikasi gigi tetap bervariasi selama
masa anak dan remaja (Robinson and Lawyer, 1990). Kalsifikasi gigi menurut
Blinkhorn dan Mackie (1992) disediakan pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Waktu kalsifikasi Gigi Menurut Blinkhorn dan Mackie (1992)
Kalsifikasi awal(intra uterin)
Kalsifikasi Mahkota
Gigi Sulung(dalam hitungan bulan)Insisif Sentral 4 2Insisif Lateral 4 3Kaninus 5 9Molar Satu 5 6
Molar Dua 6 12
Gigi Permanen(dalam hitungan tahun)Insisif Sentral 3-4 bulan 4-5Insisif Lateral 10-12 bulan
3-4 bulan4-54-5
Kaninus 4-5 bulan 6-7Premolar Satu 1,5-2 5-6Premolar Dua 2-2,5 6-7Molar Satu 0 6Molar Dua 2,5-3 7-8Molar Tiga 12-16 15-18
26
Proses penyerapan kalsium pada gigi sangat lambat, tidak seperti
penyerapan kalsium pada tulang yang berlangsung relatif cepat. Lambatnya
penyerapan kalsium gigi membuktikan bahwa fetus tidak mengambil kalsium dari
gigi ibunya (Robinson and Lawler, 1990).
Pertumbuhan gigi dimulai dengan perkembangan dan pembentukan gigi
dilanjutkan oleh proses amelogenesis, dentinogenesis, dan sementogenesis.
Kalsium berperan dalam mineralisasi email dan dentin dalam proses kalsifikasi.
2.3.1 Kalsifikasi Email
Proses pembentukan email gigi dimulai dari pembentukan email
(amelogenesis) sampai kalsifikasi. Pre-ameloblas bertanggung jawab atas
transformasi dari pre-odontoblas pada papila dentalis menjadi odontoblas.
Odontoblas memulai pembentukan dentin. Sesudah lapisan dentin terbentuk maka
lapisan tersebut akan merangsang ameloblas untuk membentuk email (Berkovitz,
et al., 2002).
Tahap ini didefinisikan sebagai perubahan morfologi komponen epitel
pertumbuhan gigi menjadi organ enamel. Lapisan paling dalam organ email yaitu
epitel email dalam akan mengendap dan kemudian bermodifikasi menjadi email.
Komponen lain organ email yaitu stratum intermedium, reticulum stelata, dan
epitel email luar berperan penting namun belum diketahui pasti perannya dalam
amelogenesis (Berkovitz, et al., 2002).
Amelogenesis dimulai dengan siklus hidup ameloblas kemudian dilanjutkan
dengan gambaran proses sekresi protein dan mineralisasi. Siklus ameloblas
27
diawali oleh sel epitel email dalam yang memulai untuk berdiferensiasi pada
enamel-dentine junction pada ujung cusp. Sel yang berdiferensiasi tersebut
memiliki karateristik sebuah reversed polarity dimana sel menjadi memanjang
dan inti sel bergerak menjauhi dentin. Organel sekresi terbentuk dan ujung sel
yang berseberangan dengan dentin menjadi lokasi untuk proses sekresi. Sel
kemudian mensekresi komponen inisial email dari enamel-dentine junction.
Lapisan tipis tersebut akan lanjut berkembang bersama inter-rod enamel
membentuk suatu jaringan. Kutub tersebut berubah secara morfologi menjadi
sebuah piramid yang disebut prosesus Tomes. Kristal terbentuk dari permukaan
prosesus tersebut. Kristal tersebut bergabung membentuk kristal hidroksiapatit.
Kristal terletak diatas dentin dan berjalan menyusuri puncak gigi sampai ke
servikal. Sekresi material organik dan mineral berlanjut sampai ketebalan
sempurna pada jaringan terbentuk. Fase sekresi memperlihatkan posisi nukleus
terhadap sel yang berbeda. Fase awal sekresi memperlihatkan posisi nucleus
berada lebih tinggi dan pada fase akhir sekresi nukleus bergerak menuju posisi
lebih rendah dan secara efektif meningkatkan area sel ameloblas untuk
memproduksi email. Ketebalan enamel terbentuk dan ameloblas kehilangan
prosesus Tomes (Berkovitz, et al., 2002).
Kalsium membantu dalam proses mineralisasi matriks enamel. Jalur dan
mekanisme transportasinya belum jelas. Kalsium mencapai matriks melalui organ
enamel. Kalsium berjalan melalui rute ekstraseluler. Mekanisme yang terjadi
dapat berupa transport aktif pada membran sel dalam ameloblas atau kalsium
berjalan secara pasif dari konsentrasi tinggi dalam sel darah menuju konsentrasi
28
rendah dalam matriks enamel. Lapisan ameloblas bersifat terbatas pada
pembentukan mahkota, bervariasi, namun memiliki permeabilitas yang terkontrol
untuk ion. Lapisan tersebut dapat mengawasi jalan masuknya tidak hanya ion
kalsium tetapi juga ion penting lainnya yaitu flour (Berkovitz, et al., 2002).
2.3.2 Kalsifikasi Dentin
Proses pembentukan dentin gigi dimulai dari dentinogenesis sampai
kalsifikasi. Pembentukan dentin gigi dimulai ketika benih gigi telah mencapai
tahap histodiferensiasi (bell stage). Papila dentalis dan enamel organ telah
terbentuk sempurna dan epitel email dalam berdiferensiasi. Berbeda dengan
amelogenesis, dentinogenesis akan berlanjut sepanjang hidup. Dentinogenesis
terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap diferensiasi odontoblas, deposisi matriks
organik (predentin), dan mineralisasi matriks (Berkovitz, et al., 2002).
Odontoblas merupakan pembentuk dentin yang mendahului pembentukan
email. Pembentukan dentin dipengaruhi oleh ameloblas di dekatnya (Walton,
2008). Odontoblas berdiferensiasi dari sel pelopor pada papila dentalis terlebih
dahulu kemudian membentuk lapisan lanjutan pada permukaan pulpa yaitu dentin
mantle. Serat kolagen pada papila dentalis tersusun secara melingkar dan
odontoblas belum dapat memulai untuk sintesis matriks. Dentin mantle kemudian
mengalami kalsifikasi. Odontoblas kemudian memulai untuk sekresi matriks
organik setelah dentin mantle mengalami kalsifikasi. Matriks organik tersebut
disekresi dalam bentuk predentin (Ferguson, 2006). Predentin merupakan matriks
dentin dengan lebar 10 sampai 47 µm yang terletak persis di sebelah lapisan
29
odontoblas yang tidak termineralisasi (Walton, 2008). Predentin terdiri dari
serabut kolagen dan selalu memisahkan odontoblas dari tempat kalsifikasi
(Ferguson, 2006).
Tahap berikutnya adalah kalsifikasi predentin yang akan membentuk tubuli
dentin. Predentin ini dibentuk dalam inkremen 4 sampai 8 µm tiap hari dan terus
ditumpuk sampai akhir perkembangan gigi. Predentin berbeda dengan dentin
mantle dalam hal bahwa matriks bermula di odontoblas, serabut kolagen lebih
kecil, tersusun lebih padat, dan tegak lurus pada tubuli dan berjalin. Mineralisasi
predentin berasal dari dentin yang sebelumnya mengalami demineralisasi
(Grossman, 1995).
Kalsium merupakan bahan utama untuk pembentukan dentin dan email.
Asupan kalsium yang kurang pada masa pertumbuhan dapat mengganggu
pertumbuhan gigi. Gigi yang terbentuk menjadi tidak kokoh atau rapuh (Bur,
2007). Kalsium juga dibutuhkan untuk memulai pembentukan matriks dentin dan
dalam proses mineralisasi. Kalsium yang melalui saluran vaskular pada daerah
pulpa dalam odontoblas akan melewati lapisan odontoblas menuju tempat
terjadinya kristalisasi. Odontoblas kemudian matang dan membentuk lapisan
lanjutan dengan perlekatan yang rapat antar sel. Transportasi kalsium dapat terjadi
dalam lapisan tersebut. Proses mineralisasi sangat bergantung pada imobilisasi
kalsium (Ferguson, 2006). Kalsium juga berperan penting terutama pada dentin.
Kalsium menyebabkan dentin sangat tahan terhadap daya kompresi sedangkan
serabut kolagen menjadikan dentin keras dan tahan pada waktu gigi membentur
objek keras (Guyton, 1983).
30
2.3.3 Komposisi Mineral Gigi
Struktur gigi yang terdiri yang email, dentin, dan sementum memiliki
perbedaan komposisi mineral, yaitu :
1) Komposisi Mineral pada Email
Email terdiri dari bahan organik dan anorganik. Komponen anorganik
sebagian besar terdapat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Email terdiri atas
92%-93% zat anorganik, 1%-2% zat organik, dan 3%-4% air. Analisis dari
matriks email menunjukkan bahwa email mengandung 33% kalsium dan 16,6%
fosfat (Ferguson, 2006)
2) Komposisi Mineral pada Dentin
Dentin merupakan jaringan yang termineralisasi yang berasal dari
ektomesenkim dan merupakan bagian utama dari gigi. Dentin terdiri dari
anorganik hidroksiapatit dan matriks organik yang mengandung sebagian besar
kolagen bersama dengan protein, proteoglikan dan lipid (Ferguson, 2006).
Dentin terdiri dari 70% bahan anorganik , 20% bahan organik, dan 10% air.
Zat anorganik utama yang terdapat dalam dentin adalah hidroksiapatit. Komposisi
mineral khususnya kalsium pada dentin adalah 26-28 % ( Roth, 1981; Williams,
1989).
3) Komposisi Mineral pada Sementum
Kalsifikasi pada sementum tidak terjadi dari setiap sementoblas. Sementum
akar mengalami kalsifikasi yang lebih sedikit daripada email dan dentin namun
sama kerasnya dengan tulang. Sementum mengandung 23% bahan organik, 65%
bahan anorganik dan sisanya adalah air. Kalsium merupakan mineral yang lebih
31
tinggi kadarnya dibandingkan mineral lain yaitu 23 % ( Roth, 1981; Williams,
1989).
2.4 Dampak Asupan Kalsium Rendah terhadap Struktur Dentokraniofasial
Asupan kalsium yang rendah dapat menurunkan bone mineral content
(BMC) dan peak bone mass (PBM). PBM tercapai pada akhir masa pubertas atau
pada awal masa dewasa dan merupakan salah satu parameter penting untuk
memprediksi kemungkinan fraktur tulang pada setiap individu. BMC merupakan
salah satu parameter penting dalam prognosis dan evaluasi pasca operasi tulang
alveolar yang dipasang implan . BMC juga penting dalam pencegahan, terapi, dan
pemeliharaan periodontitis (Watanabe, et al., 2008).
BMC yang kurang perlu dikembalikan dan diperbaiki. BMC dapat
ditingkatkan dengan grafting dan beberapa obat sehingga dapat mengembalikan
BMC dan volume tulang. BMC yang kurang juga disebabkan karena asupan
kalsium yang rendah. Asupan yang kurang dapat berakibat pada pertumbuhan
maksilofasial (Watanabe, et al., 2008).
Penelian yang dilakukan Watanabe (2008) menghasilkan bahwa BMC
mengalami penurunan akibat kurangnya asupan kalsium dan mengalami
perbaikan setelah diberi asupan kalsium sesuai standar. Efek kurangnya kalsium
juga berbeda pada setiap tulang. Tikus percobaan yang mengalami rendah kalsium
diberi asupan sesuai standar kemudian diteliti setiap bagian tulangnya. BMC
tulang tibia pada tikus percobaan mengalami peningkatan lebih dibanding tulang
32
alveolar. BMC pada tulang femur mengalami peningkatan lebih dibanding tulang
mandibula.
Tulang alveolar mandibula lebih sensitif terhadap PTH dibanding tulang
yang lain karena BMC pada alveolar mandibula dengan kalsium rendah tidak
mengalami perbaikan setelah diberi kalsium cukup. Tulang alveolar mempunyai
tulang aktif yang cenderung menunjukkan kehilangan tulang yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang. BMC pada tulang
alveolar mandibula yang turun menyebabkan sulit untuk kembali pulih secara
sempurna sehingga penting untuk mencegah reduksi BMC terutama pada tulang
alveolar (Watanabe, et al., 2008).
Pertumbuhan mandibula dalam arah superior-inferior mengalami penurunan
secara signifikan akibat asupan kalsium yang rendah. Hal tersebut menjelaskan
bahwa pembentukan dan kalsifikasi tulang terhambat oleh karena asupan kalsium
yang rendah dan berlanjut pada periode yang lama. Proses tersebut terjadi
dikarenakan resorbsi tulang terjadi untuk memenuhi kebutuhan kalsium pada
proses pertumbuhan tulang dalam arah longitudinal dan ekspansi periosteal dan
menghasilkan reduksi pada ukuran dan berat tulang. Asupan kalsium yang rendah
juga dapat menyebabkan penurunan hormon pertumbuhan dan menghasilkan
reduksi ukuran tulang. Terhambatnya tulang mandibula secara superior inferior
berakibat pada erupsi gigi sehingga dapat menyebabkan maloklusi (Watanabe, et
al., 2008).
Pertumbuhan mandibula yang terhambat dalam arah superior-inferior akan
menyebabkan hubungan vertikal menjadi lebih rendah. Hal tersebut dapat
33
mengakibatkan daya pengunyahan berkurang, mengurangi estetika wajah, dan
kesulitan berbicara. Rendahnya hubungan vertikal juga berakibat pada sendi
temporomandibular. Pergerakan sendi menjadi sakit dan nyeri sehingga dapat
mengganggu telinga dan sering pusing (Itjiningsih, 1996).
2.5 Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan adalah bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi
oleh keluarga, kelompok keluarga atau institusi. Konsumsi kalsium yang sesuai
takaran dan memenuhi kebutuhan gizi setiap hari akan menguatkan tulang dan
gigi. Kalsium dalam takaran yang tepat akan membantu metabolisme tubuh tetap
terjaga dengan baik. Konsumsi pada anak bervariasi dan banyak faktor yang
mempengaruhi konsumsi makanan terutama pada anak tersebut (Soetardjo, 2011).
2.5.1 Hal yang Berpengaruh terhadap Konsumsi Makanan
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap makanan yang dikonsumsi.
Faktor yang menonjol adalah (Soetardjo, 2011):
1. Kebiasaan masa kecil yang dipengaruhi oleh perhatian dan pengetahuan ibu
tentang makanan yang baik dan tidak baik diberikan pada anak.
2. Sosial budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan. Anak akan mengikuti
kondisi lingkungan terutama teman dalam sekolah dan luar keluarga dalam
hal konsumsi makanan. Mereka mudah terpengaruh sehingga membiasakan
makan dengan makanan yang ada di lingkungan sekitar.
3. Ekonomi yang berpengaruh terhadap makanan yang disediakan.
34
4. Agama dan kepercayaan berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang.
5. Iklan di media yang banyak menampilkan makanan dari mancanegara yang
biasanya padat energi tetapi kurang mineral dan vitamin seperti pizza,
hamburger, kentang goreng, dan ayam goreng.
2.5.2 Pencatatan Pola Asupan Makanan
Pencatatan makanan umumnya dilakukan selama kurang satu minggu, baik
oleh keluarga atau oleh surveyor. Jumlah semua makanan yang dikonsumsi setiap
waktu makan dicatat secara terpisah, baik dengan cara menimbang atau dengan
menggunakan ukuran rumah tangga, sebelum dibagi menjadi ukuran perorangan.
Gambaran rinci dari semua jenis makanan (termasuk mereknya) dan cara
pengolahannya dicatat (Soetardjo, 2011).
Metode pencatatan makanan dengan penimbangan merupakan metode
paling akurat di antara metode rumah tangga. Cara tersebut memberi beban yang
berat bila dilakukan oleh anggota rumah tangga. Cara tersebut berakibat respone
ratenya rendah sehingga sampel kecil dan tidak mewakili. Metode tersebut juga
mahal karena rumah tangga tersebut harus sering dikunjungi untuk memberi
semangat dan mengetahui kesesuaian dalam melakukan penimbangan dan
pencatatan (Soetardjo, 2011).
FAO (Food and Agriculture Organization) menyarankan untuk
menggunakan metode ini di daerah pedesaan di negara berkembang disebabkan
karena jenis makanan yang dikonsumsi kurang bervariasi, pengolahan dilakukan
di rumah, dan unit pembelian makanan tidak distandardisasi. Penimbangan dan
35
pencatatan hendaknya dilakukan tiap hari oleh peneliti lapangan dan bukan oleh
anggota rumah tangga (Soetardjo, 2011).
Pengukuran konsumsi makanan dapat dilakukan dengan menggunakan
kuesioner frekuensi makanan atau Food Frequency Questionnaire (FFQ). FFQ
digunakan untuk melihat frekuensi makanan tertentu selama periode waktu
tertentu. FFQ dibuat untuk memberikan gambaran informasi secara kualitatif
tentang pola konsumsi makanan. Kuesioner memuat daftar bahan
makanan/makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting
terhadap asupan energy dan zat gizi penduduk (Gibson, 2005).
Responden menyatakan berapa kali sehari, seminggu, sebulan, atau setahun
ia mengkonsumsi makanan tersebut. Kuesioner tersebut biasanya menggunakan
ukuran standar porsi (jumlah yang umumnya dimakan per porsi untuk berbagai
golongan umur/gender). Kuesioner berupa checklist dengan memberi tanda pada
kolom jawaban yang dipilih. Kuesioner frekuensi makanan tidak memberatkan
responden seperti halnya metode lain. Data yang diperoleh dari kuesioner
frekuensi makanan sering digunakan untuk mengurutkan subjek dalam kategori
asupan rendah, medium, dan tinggi makanan tertentu (Soetardjo, 2011).
Metode kuesioner relatif murah dan sederhana. Metode tersebut dapat
dilakukan sendiri oleh responden. Kelemahan dari metode ini adalah tidak bersifat
kuantitatif, dibutuhkan kejujuran dan motivasi yang tinggi dari responden, serta
memerlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan
yang akan dimasukkan ke dalam kuesioner. Masing-masing metode pengukuran
konsumsi makanan mempunyai keunggulan dan kelemahan sehingga tidak ada
36
satu metode yang paling sempurna untuk tujuan survei yang akan dilakukan
(Soetardjo, 2011).
Recommended