View
321
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
1
STANDAR PROSES
PENDAHULUAN
Standar proses ◊ standar nasional pendidikan, berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Meliputi perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran.
PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN
A. Silabus
Acuan pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. Berisi identitas mata
pelajaran, SK, KD, indikator pencapaian kompetensi, alokasi waktu, materi
pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar.
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dijabarkan dari silabus, merupakan skenario proses pembelajaran untuk
mengarahkan peserta didik dalam upaya mencapai KD.
Komponen RPP :
1. Identitas mata pelajaran ◊ satuan pendidikan, kelas, semester, rogram/program
keahlian, mata pelajaran/tema, jumlah pertemuan/pertemuan ke ...
2. Tujuan pembelajaran sesuai KD
3. Indikator pencapaian kompetensi :
a. Dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur
b. Mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
4. Alokasi waktu yang diperlukan untuk pencapaian KD sesuai dengan beban
belajar.
5. Rincian materi pembelajaran :
a. Berisi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur relevan, dipilah, diklasifikasi,
dan atau dikelompokkan sebagai bahan/isi dalam kegiatan pembelajaran
b. Ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi
6. Kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.
2
a. Identifikasi kemampuan peserta didik ◊ pengetahuan yang telah dikuasai,
sikap dan keterampilan yang telah dimiliki berkaitan dengan materi yang
akan dipelajari.
b. Identifikasi karakteristik peserta didik; usia, jenis kelamin, sosial ekonomi,
tingkat intelektual dan emosional, latar belakang budaya dan tata nilai, gaya
belajar, kelebihan atau keunggulan, kebutuhan khusus, riwayat kesehatan.
7. Kegiatan Pembelajaran
a. Pendahuluan ◊ kegiatan awal, membangkitkan motivasi dan memfokuskan
perhatian peserta didik agar siap terlibat aktif dalam proses pembelajaran
b. Inti ◊ proses pembelajaran untuk mencapai KD. Dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif. Dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
c. Penutup ◊ mengakhiri aktivitas pembelajaran ;
rangkuman/kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, perlakuan
tindak lanjut.
8. Media, alat, dan sarana prasarana pembelajaran ◊ digunakan dalam kegiatan
belajar dan pembelajaran, meliputi elektronik dan nonelektronik sesuai dengan
SK dan KD, serta Standar Sarana Prasarana.
9. Prosedur dan instrumen penilaian sesuai dengan indikator pencapaian
kompetensi
10. Buku teks pelajaran, referensi, dan sumber belajar lain yang relevan dengan SK
dan KD.
C. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik; berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, kreativitas, interaktif ◊ mengembangkan kompetensi
dari apa yang dipelajari
3. Mengembangkan budaya membaca dan kemampuan menulis
3
4. Memberikan umpan balik, penguatan, pengayaan, dan remedi ◊ untuk mengatasi
hambatan belajar peserta didik dan untuk memacu partisipasi peserta didik dalam
kegaitan belajarnya
5. Keterkaitan dan keterpaduan ◊ RPP disusun ndengan memperhatikan keterkaitan
antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar.
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif.
PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN
A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
1. jumlah maksimal peserta didik di kelas:
SD/MI : 28
SMP/MTs : 32
SMA/MA : 32
SMK/MAK : 32
SDLB/SMPLB/SMALB: 10
2. beban mengajar maksimal per pendidik tetap per minggu:
SD/MI : 27 jam pembelajaran @ 35 menit
SMP/MTs/SMPLB: 18 jam @40 menit
SMA/MA/SMK/MAK: 18 jam @ 45 menit
3. buku teks pelajaran dan sumber belajar
4. rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik pada setiap satuan pendidikan
ditetapkan sbb:
SD/MI ◊ 18:1
SMP/MTs ◊ 15:1
SMA/MA ◊ 15:1
SMK/MAK ◊ 12:1
SLB ◊ 5:1
4
5. Pengelolaan kelas
Pendidik mengatur tempat duduk sesuai karakteristik mata pelajaran dan peserta
didik, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan
Volume dan intonansi suara pendidik dalam proses pembelajaran harus dapat
ditangkap oleh seluruh peserta didik.
Tutur kata pendidik santun, dapat dimengerti peserta didik
Menyesuaikan materi pelajarn dengan kecepatan dan kemampuan peserta didik.
Menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan
kepatuhan pada peraturan
Pendidik memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil
belajar peserta didik selama proses pembelajaran
Pendidik menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang, agama,
suku, jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi
Pendidik menghargai pendapat peserta didik
Pendidik memakai pakaian sopan, bersih, rapi
Menyampaikan silabus mata pelajaran pada tiap awal semester.
Memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang
dijadwalkan
B. Pelaksanaan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Menyapa dan memberi salam
b. Peserta didik difokuskan baik secara fisik maupun psikis untuk siap mengikuti
proses pembelajaran
c. Mengajukan pertanyaan pemicu
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai
e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik / tema materi yang akan dipelajari
5
2) menggunakan beragam pendekatan, media pembelajaran, dan sumber
belajar lain.
3) memfasilitasi terjadinya interaki antarpeserta didik, peserta didik dengan
pendidik, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
4) melibatkan peserta didik aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
5) pendidik memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan
b. Elaborasi
1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dll untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, memecahkan masalah,
bertindak tanpa rasa takut.
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar
6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individula maupun kelompok
7) memfasilitasi peserta didik menyajikan hasil kerja individual maupu
kelompok
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan
c. Konfirmasi
1) memberikan umpan balik [ositif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan
6
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman bermakna dalam
mencapai kompetensi dasar.
5) pendidik berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam:
a) menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar
b) membantu menyelesaikan masalah
c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi
d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.
e) memberikan motivasi kepadapeserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup
a. Pendidik dan atau bersama peserta didik membuat rangkuman/simpulan
pelajaran
b. Pendidik melakukan penilaian &/ refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
c. Pendidik memberi umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran
d. Pendidik melakukan kegiatan tindak lanjut melalui pembelajaran remedi,
program pengayaan, atau memberi tugas baik secara individual maupun
kelompok sesuai hasil belajar peserta didik
e. Menyampaikan rencana pembelajaran pad pertemuan berikutnya
7
PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN
A. Penilaian Proses Pembelajaran
Pendidik melakukan penilaian proses pada setiap akhir pertemuan
B. Penilaian Hasil Pembelajaran
Pendidik melakukan penilaian haisl pembelajaran menggunakan Standar Penilaian
Pendidikan.
PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN
A. Pemantauan
1. dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran
2. dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan,
perekaman, wawancara, dokumentasi
3. dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan
B. Supervisi
1. dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran
2. diselenggartakan dengan pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi
3. dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan
C. Evaluasi
1. dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup
tahap perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil
pembelajaran
2. Evaluasi diselenggarakan dengan cara:
a. Membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan pendidik dengan
standar proses.
b. Mengidentifikasi kinerja pendidik dalam proses pembelajaran
3. memusatkan pada keseluruhan kinerja pendidik dalam proses pembelajaran
4. dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan
D. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan
kepada pemangku kepentingan
8
E. Tindak Lanjut
1. Pemberian penguatan dan penghargaan terhadap pendidik yang telah memenuhi
standar
2. pemberian teguran yang bersifat mendidik terhadap pendidik yang belum
memenuhi standar.
3. pemberian latihan atau kesempatan untuk latihan/penataran lebih lanjut
9
STANDAR ISI
PENDAHULUAN
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan
kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan
mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya
melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam
menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk
menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber
daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui
penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan
tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan.
10
Dalam dokumen ini dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup:
1. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,
2. beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
No Kelompok Mata
Pelajaran
Cakupan
1. Agama dan
Akhlak Mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2. Kewarganega-
raan dan
Kepribadian
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan
kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa
dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku
anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Ilmu
Pengetahuan
dan Teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang
kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
11
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan
kemandirian kerja.
4. Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk
meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.
Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan
serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam
kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan
mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan
sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
5. Jasmani,
Olahraga dan
Kesehatan
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik
serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi
fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif,
disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.
12
3. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari
standar isi, dan
4. kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan
jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Standar Isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM
A. Kerangka Dasar Kurikulum
1. Kelompok Mata Pelajaran
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku
hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat
kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku
seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah,
muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.
13
Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka
dasar kurikulum, perlu dikemukakan prinsip pengembangan kurikulum.
2. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar
kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang
dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan
tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi
dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum,
muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam
keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat
dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan
secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
14
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia
usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal
dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling
mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-
prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam
15
hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu,
serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas,
dinamis dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a)
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar
untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan
berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang
lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang
bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan,
keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik
yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan
prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
(di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat
dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi
guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan
lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar,
contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan
budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan,
16
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis
serta jenjang pendidikan.
B. Struktur Kurikulum Pendidikan Umum
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada
setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi
yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam
struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan
lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari
struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
C. Struktur Kurikulum SMA/MA
Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII.
Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar
kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas
XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1)
Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program
Bahasa, dan (4) Program Keagamaan, khusus untuk MA.
a. Kurikulum SMA/MA Kelas X
1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 4.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan
17
daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran
yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Struktur kurikulum SMA/MA Kelas X disajikan pada Tabel 4
Tabel 4. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas X
Komponen Alokasi Waktu
SMT 1 SMT 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
18
Komponen Alokasi Waktu
SMT 1 SMT 2
6. Fisika 2 2
7. Biologi
8. Kimia
2
2
2
2
9. Sejarah
10. Geografi
11. Ekonomi
12. Sosiologi
1
1
2
2
1
1
2
2
13. Seni Budaya 2 2
13. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2
14. Teknologi Informasi dan Komunikasi
15. Keterampilan /Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 38 38
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
b. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII
1) Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program
Bahasa, dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal,
dan pengembangan diri. Kurikulum tersebut secara berturut-turut disajikan pada
Tabel 5, 6, 7, dan 8.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan
19
daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran
yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Tabel 5. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPA
Komponen
Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4
20
6. Fisika 4 4 4 4
7. Kimia 4 4 4 4
8. Biologi 4 4 4 4
9. Sejarah 1 1 1 1
10. Seni Budaya 2 2 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 39 39 39 39
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Tabel 6. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPS
21
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Komponen
Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4
6. Sejarah 3 3 3 3
7. Geografi 3 3 3 3
8. Ekonomi 4 4 4 4
9. Sosiologi 3 3 3 3
10. Seni Budaya 2 2 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan
2 2 2 2
12. Teknologi Informasi dan
Komunikasi
2 2 2 2
13. Keterampilan/Bahasa Asing 2 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 39 39 39 39
22
Tabel 7. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program Bahasa
Komponen
Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5
4. Bahasa Inggris 5 5 5 5
5. Matematika 3 3 3 3
6. Sastra Indonesia 4 4 4 4
7. Bahasa Asing 4 4 4 4
8. Antropologi 2 2 2 2
9. Sejarah 2 2 2 2
10. Seni Budaya 2 2 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan 2 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 39 39 39 39
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
23
Tabel 8. Struktur Kurikulum MA Kelas XI dan XII Program Keagamaan
2 *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
**) Ditentukan oleh Departemen Agama
Komponen
Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4
6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 3 3 3 3
7. Ilmu Hadits 3 3 3 3
8. Ushul Fiqih 3 3 3 3
9. Tasawuf/ Ilmu Kalam 3 3 3 3
10. Seni Budaya 2 2 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2 2 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan 2 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 38 38 38 38
24
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap
tingkat dan/atau semester. Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap
mata pelajaran pada setiap tingkat dan semester disajikan pada lampiran-lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini yang terdir atas: Lampiran 1 Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dan SDLB, Lampiran 2 Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP/MTs dan SMPLB, dan Lampiran
3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA/MA/SMALB dan
SMK/MAK.
25
BEBAN BELAJAR
Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program
pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem kredit semester. Kedua sistem
tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang bersangkutan.
Satuan pendidikan SD/MI/SDLB melaksanakan program pendidikan dengan menggunakan
sistem paket. Satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK
kategori standar menggunakan sistem paket atau dapat menggunakan sistem kredit
semester. Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK kategori mandiri
menggunakan sistem kredit semester.
Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan
program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program
pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan
struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata
pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik
untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur,
dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara
peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran
pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
a. SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit;
b. SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit;
c. SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah
sebagai berikut:
26
a. Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SD/MI/SDLB:
1) Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran;
2) Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran.
b. Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34
jam pembelajaran.
c. Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMA/MA/SMALB/
SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
27
Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah
sebagaimana tertera pada Tabel 25
Tabel 25. Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk setiap Satuan
Pendidikan
Satuan
Pendidikan Kelas
Satu jam
pemb. tatap
muka
(menit)
Jumlah jam
pemb. Per
minggu
Minggu
Efektif per
tahun
ajaran
Waktu pembelajaran per
tahun
Jumlah jam per
tahun (@60 menit)
SD/MI/
SDLB*)
I s.d. III 35
26-28 34-38 884-1064 jam
pembelajaran
(30940 – 37240
menit)
516-621
IV s.d. VI 35
32 34-38 1088-1216 jam
pembelajaran
(38080 – 42560
menit
635-709
SMP/MTs/
SMPLB*)
VII s.d.
IX 40 32 34-38
1088 - 1216 jam
pembelajaran
(43520 - 48640
menit)
725-811
SMA/MA/
SMALB*) X s.d. XII 45 38-39 34-38
1292-1482 jam
pembelajaran
(58140 - 66690
menit)
969-1111,5
SMK/MAK X s.d XII 45 36 38 1368 jam pelajaran
(61560 menit)
1026
(standar minimum)
*) Untuk SDLB SMPLB
28
SMALB alokasi waktu jam pembelajaran tatap muka dikurangi 5 menit
Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi
pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar
kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik.
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman
materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai
standar kompetensi. Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik.
Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur terdiri dari:
1. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta
didik pada SD/MI/SDLB maksimum 40% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari
mata pelajaran yang bersangkutan.
2. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta
didik pada SMP/MTs/SMPLB maksimum 50% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka
dari mata pelajaran yang bersangkutan.
3. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta
didik pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK maksimum 60% dari jumlah waktu
kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
Penyelesaian program pendidikan dengan menggunakan sistem paket adalah enam tahun
untuk SD/MI/SDLB, tiga tahun untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMALB, dan tiga
sampai dengan empat tahun untuk SMK/MAK. Program percepatan dapat diselenggarakan
untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta
didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap
semester pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem kredit
semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar satu sks meliputi
satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan
mandiri tidak terstruktur. Panduan tentang sistem kredit semester diuraikan secara khusus
dalam dokumen tersendiri.
29
KALENDER PENDIDIKAN Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan
mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender pendidikan adalah
pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang
mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif
dan hari libur.
A. Alokasi Waktu
Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal
tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap
tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi
jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal,
ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran
terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda
tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan,
hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur dan kegiatan lainnya tertera pada
Tabel 26.
Tabel 26. Alokasi Waktu pada Kelender Pendidikan
No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan
1. Minggu efektif
belajar
Minimum 34
minggu dan
maksimum 38
minggu
Digunakan untuk kegiatan
pembelajaran efektif pada setiap satuan
pendidikan
30
No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan
2. Jeda tengah semester Maksimum 2
minggu
Satu minggu setiap semester
3. Jeda antarsemester Maksimum 2
minggu
Antara semester I dan II
4. Libur akhir tahun
pelajaran
Maksimum 3
minggu
Digunakan untuk penyiapan kegiatan
dan administrasi akhir dan awal tahun
pelajaran
5. Hari libur keagamaan 2 – 4 minggu Daerah khusus yang memerlukan libur
keagamaan lebih panjang dapat
mengaturnya sendiri tanpa mengurangi
jumlah minggu efektif belajar dan
waktu pembelajaran efektif
6. Hari libur
umum/nasional
Maksimum 2
minggu
Disesuaikan dengan Peraturan
Pemerintah
7. Hari libur khusus Maksimum 1
minggu
Untuk satuan pendidikan sesuai dengan
ciri kekhususan masing-masing
8. Kegiatan khusus
sekolah/madrasah
Maksimum 3
minggu
Digunakan untuk kegiatan yang
diprogramkan secara khusus oleh
sekolah/madrasah tanpa mengurangi
jumlah minggu efektif belajar dan
waktu pembelajaran efektif
B. Penetapan Kalender Pendidikan
1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan
Juni tahun berikutnya.
31
2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional,
dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan,
Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara
pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak
untuk satuan-satuan pendidikan.
4. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing
satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen
Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah
daerah.
32
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SATUAN PENDIDIKAN (SKL-SP)
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) meliputi:
1. SD/MI/SDLB/Paket A;
2. SMP/MTs./SMPLB/Paket B;
3. SMA/MA/SMALB/Paket C;
4. SMK/MAK.
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan
tujuan setiap satuan pendidikan, yakni:
1. Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./
SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut .
2. Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
3. Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/AK bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya
Adapun Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) untuk SMA
selengkapnya adalah:
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan
remaja
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta
memperbaiki kekurangannya
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan
pekerjaannya
4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
5. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup global
33
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif,
dan inovatif
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam
pengambilan keputusan
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
15. Mengapresiasi karya seni dan budaya
16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
21. Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
22. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam
bahasa Indonesia dan Inggris
23. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
34
STANDAR KOMPETENSI KELOMPOK MATA PELAJARAN (SK-KMP)
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) terdiri atas kelompok-
kelompok mata pelajaran:
1. Agama dan Akhlak Mulia;
2. Kewarganegaraan dan Kepribadian;
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
4. Estetika;
5. Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) dikembangkan berdasarkan
tujuan dan cakupan muatan dan/ atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran, yakni:
3. Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bertujuan:
1. Kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia bertujuan: membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan
teknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan.
2. Kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian bertujuan:
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan
jasmani. mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
Pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan
sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) untuk SMA/MA SMALB/Paket C selengkapnya
adalah sebagai berikut:
1. Agama dan Akhlak Mulia
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
perkembangan remaja
35
2. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, golongan sosial
ekonomi, dan budaya dalam tatanan global
3. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
4. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat
5. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap
orang lain
6. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai
cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi yang mencerminkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan
7. Menjaga kebersihan, kesehatan, ketahanan dan kebugaran jasmani dalam
kehidupan sesuai dengan tuntunan agama
8. Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara
bertanggung jawab
2. Kewarganegaraan Dan Kepribadian
1. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial, hukum dan
perundangan
3. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, golongan sosial
ekonomi, dan budaya dalam tatanan global
4. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
5. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri
serta memperbaiki kekurangannya
6. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara
termasuk pemanfaatan teknologi informasi
7. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,
perbuatan, dan pekerjaannya
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk
pemberdayaan diri
9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
36
3. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
1. Membangun dan menerapkan informasi, pengetahuan, dan
teknologi secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
secara mandiri
3. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk
pemberdayaan diri
4. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan
hasil yang terbaik dalam bidang iptek
5. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
kompleks
6. Menunjukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial
sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing
7. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui
berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi
9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
10. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan
berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
11. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan
tinggi
4. Estetika SMA/MA/SMALB*/Paket C
1. Memanfaatkan lingkungan untuk kegiatan apresiasi dan kreasi seni
2. Menunjukkan apresiasi terhadap karya seni
3. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis karya seni
4. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
5. Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
1. Menjaga kesehatan, ketahanan, dan kebugaran jasmani
2. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan potensi lokal
37
untuk menunjang kesehatan, ketahanan, dan kebugaran jasmani
3. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang
terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan
STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)/ MADRASAH ALIYAH (MA)
a. Bahasa Indonesia SMA/MA
Program IPA dan IPS
1. Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan penyampaian berita, laporan, saran,
berberita, pidato, wawancara, diskusi, seminar, dan pembacaan karya sastra
berbentuk puisi, cerita rakyat, drama, cerpen, dan novel
2. Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalam kegiatan berkenalan, diskusi, bercerita, presentasi hasil
penelitian, serta mengomentari pembacaan puisi dan pementasan drama
3. Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis teks
nonsastra berbentuk grafik, tabel, artikel, tajuk rencana, teks pidato, serta teks
sastra berbentuk puisi, hikayat, novel, biografi, puisi kontemporer, karya sastra
berbagai angkatan dan sastra Melayu klasik
4. Menulis
Menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi, teks pidato, proposal, surat dinas, surat dagang, rangkuman,
ringkasan, notulen, laporan, resensi, karya ilmiah, dan berbagai karya sastra
berbentuk puisi, cerpen, drama, kritik, dan esei
Program Bahasa
1. Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan pidato, ceramah/khotbah, wawancara,
diskusi, dialog, penyampaian berita, presentasi laporan
2. Berbicara
38
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, informasi, dan
pengalaman dalam kegiatan presentasi hasil penelitian, laporan pembacaan
buku, dan presentasi program, bercerita, wawancara, diskusi, seminar, debat, dan
pidato tanpa teks
3. Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis berbentuk
esei, artikel, dan biografi
4. Menulis
Mengungkapkan pikiran dan informasi dalam wacana tulis berbentuk teks
deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi dan argumentasi, ringkasan/rangkuman,
laporan, karya ilmiah, makalah, serta surat lamaran
5. Kebahasaan
Memahami dan menggunakan berbagai komponen kebahasaan, baik fonologi,
morfologi, maupun sintaksis dalam wacana lisan dan tulis
b. Sastra Indonesia SMA/MA
Program Bahasa
1. Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan apresiasi terhadap pementasan drama
dan pembacaan puisi
2. Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
informasi, dan membahas serta mengapresiasi berbagai karya sastra berbentuk
puisi, prosa, dan drama
3. Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk mengapresiasi karya sastra
berbentuk novel, cerita pendek, hikayat, dan drama
4. Menulis
Menggunakan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan apresiatif yang
menghasilkan transformasi karya sastra, kritik dan esei, dan berbagai karya
39
sastra berbentuk puisi, cerita pendek, drama, serta transliterasi/transkripsi naskah
lama berhuruf Arab Melayu
5. Kesastraan
Menguasai komponen kesastraan, genre sastra dan perkembangannya untuk
mengapresiasi karya sastra berbentuk puisi, prosa, dan drama
STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
A. Pengertian
1. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
2. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
3. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau
kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan
belajar peserta didik.
4. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi
Dasar (KD) atau lebih.
5. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu
kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
6. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan
ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada
semester tersebut.
7. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir
semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir
40
semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan
ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester
tersebut.
8. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi
peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan
atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan
pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian
nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah.
9. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran
pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka
menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
10. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan
untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
nilai batas ambang kompetensi.
B. Prinsip Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
41
4. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
yang ditetapkan.
9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
C. Teknik dan Instrumen Penilaian
42
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian
berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain
yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta
didik
2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.
3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung
dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.
4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas
rumah dan/atau proyek.
5. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan
(a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi,
adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar
serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
6. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian
sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta
memiliki bukti validitas empirik.
7. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi
persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik
serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah,
dan antartahun.
D. Mekanisme dan Prosedur Penilaian
43
1. Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.
2. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan
silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
3. Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
4. Penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan
aspek kognitif dan/atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian
sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan
merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan.
5. Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran
kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik
berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik.
6. Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan
hasil penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian
sekolah/madrasah.
7. Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah: (a)
menyusun kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan
ujian, (d) mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian
sekolah/madrasah, dan (e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.
8. Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku
44
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dilakukan oleh guru agama dengan
memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain
yang relevan.
9. Penilaian kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung
jawab sebagai warga masyarakat dan warganegara yang baik sesuai dengan
norma dan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan
dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber
lain yang relevan.
10.Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata
pelajaran yang relevan.
11. Keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat
keterangan yang ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala
sekolah/madrasah.
12. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan
ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus
mengikuti pembelajaran remedi.
13. Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam
bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan
deskripsi kemajuan belajar.
14.Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan
langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur Operasi Standar (POS) UN.
15. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
bekerjasama dengan instansi terkait.
16. Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu
syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu
pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
45
17. Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan serta pembinaan
dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan
mutu pendidikan.
E. Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan
untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan
efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai
berikut:
1. menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan
kriteria penilaian pada awal semester.
2. mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai
pada saat menyusun silabus mata pelajaran.
3. mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik
penilaian yang dipilih.
4. melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan.
5. mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan
belajar peserta didik.
6. mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar
yang mendidik.
7. memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran.
8. melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada
pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik
disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh.
9. melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil
penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian
peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.
46
F. Penilaian oleh Satuan Pendidikan
47
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi
kegiatan sebagai berikut:
1. menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik
peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui
rapat dewan pendidik.
2. mengkoordinasikan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas.
3. menentukan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan
sistem paket melalui rapat dewan pendidik.
4. menentukan kriteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang
menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik.
5. menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata
pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan
pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik.
6. menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui
rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik
dan nilai hasil ujian sekolah/madrasah.
7. menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan kelulusan peserta didik
dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi
satuan pendidikan penyelenggara UN.
8. melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran
pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk
buku laporan pendidikan.
9. melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas
pendidikan kabupaten/kota.
10. menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan
48
pendidik sesuai dengan kriteria:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika;
dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
c. lulus ujian sekolah/madrasah.
d. lulus UN.
11. menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) setiap peserta didik
yang mengikuti Ujian Nasional bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
12. menerbitkan ijazah setiap peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan bagi
satuan pendidikan penyelenggara U
49
PPeennddaahhuulluuaann
A. Latar Belakang
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan
termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Kebijakan pemerintah tersebut
mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah untuk
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ruang lingkup SNP meliputi standar: (1) isi,
(2) proses, (3) kompetensi lulusan, (4) pendidik dan tenaga kependidikan, (5) sarana
dan prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan, dan (8) penilaian pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu
tugas Direktorat Pembinaan SMA - Subdirektorat Pembelajaran adalah melakukan
penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian
bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut
dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit
Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan
pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman
pelaksanaan kurikulum.
Panduan pelaksanaan KTSP yang memenuhi aturan dan berkualitas perlu disiapkan
agar satuan pendidikan dan pendidik dapat melaksanakan KTSP dengan benar. Oleh
karena itu, Direktorat Pembinaan SMA membuat berbagai panduan pelaksanaan
KTSP yang salah satu di antaranya adalah rancangan penilaian hasil belajar.
50
B. Tujuan
Rancangan penilaian hasil belajar ini disusun sebagai acuan bagi satuan pendidikan
dan pendidik untuk merancang penilaian yang berkualitas guna mendukung
penjaminan dan pengendalian mutu lulusan. Di sisi lain, dengan menggunakan
rancangan penilaian hasil belajar ini diharapkan pendidik dapat mengarahkan peserta
didik menunjukkan penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan.
C. Ruang Lingkup
Rancangan penilaian hasil belajar ini membahas tentang hakikat dan prinsip
penilaian, prosedur dan mekanisme penilaian, pengembangan indikator, kisi-kisi,
dan instrumen penilaian, dilengkapi dengan contoh berbagai format yang berkaitan
dengan penilaian hasil belajar peserta didik.
51
HHaakkiikkaatt ddaann PPrriinnssiipp PPeenniillaaiiaann
A. Hakikat Penilaian
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari
kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi
peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian
dilakukan selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus
penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai
standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang
harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya
dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan,
kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan
(SKL).
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam
mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam
pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan
metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih
kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat
mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan
selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik
untuk berprestasi lebih baik.
52
Penilaian dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai
peserta didik dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila
peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan lulus
pada mata pelajaran tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai standar, ia harus
mengikuti program remedial/perbaikan sehingga mencapai kompetensi minimal yang
ditetapkan.
Penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya,
peserta didik diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau
sekelompok peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak membedakan latar
belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga
merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi
peserta didik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya sesuai
dengan kemampuannya.
Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian
merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik
profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang
dilakukannya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan
pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan
demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses
pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yang dilakukan.
Ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk
mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian,
dan evaluasi.
Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut
aturan tertentu (Guilford, 1982). Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi berdasar
pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan
suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Pengukuran
53
pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka,
sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif,
misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai deskripsi
penjelasan prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang
dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa
digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses
penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar
peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta
untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991).
Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian
tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik
metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian
untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal
untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat
berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah,
dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil
pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan
belajar peserta didik.
Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau
kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991). Dalam melakukan evaluasi
terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak
mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan
informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan,
kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam
kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis
data yang ingin diperoleh.
54
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat bertahap (hierarkis), maksudnya kegiatan
dilakukan secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, kemudian penilaian, dan
terakhir evaluasi.
B. Prinsip Penilaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik
antara lain:
1. penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi;
2. penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran;
3. penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan;
4. hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan
bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan;
5. penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur;
2. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai;
3. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan
tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku
bangsa, dan jender;
4. Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran;
5. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
55
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau
perkembangan kemampuan peserta didik;
7. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah yang baku;
8. Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan;
9. Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
56
TTeekknniikk ddaann IInnssttrruummeenn PPeenniillaaiiaann
A. Teknik Penilaian
Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa Standar Isi (SI) untuk satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup lingkup materi minimal dan tingkat
kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Di dalam SI dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dalam
KTSP meliputi tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur. Tatap muka adalah pertemuan formal antara pendidik dan peserta didik
dalam pembelajaran di kelas. Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur adalah kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi pembelajaran
oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi.
Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik, sedangkan
waktu penyelesaian kegiatan mandiri tidak terstruktur diatur sendiri oleh peserta
didik. Sejalan dengan ketentuan tersebut, penilaian dalam KTSP harus dirancang
untuk dapat mengukur dan memberikan informasi mengenai pencapaian kompetensi
peserta didik yang diperoleh melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling
melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud
antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembangan peserta didik.
1. Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah.
Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis
adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan
dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar-
salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa isian dapat
berbentuk isian singkat dan/atau uraian. Tes lisan adalah tes yang dilaksanakan
57
melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik.
Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang
meminta peserta didik melakukan perbuatan/mendemonstasikan/ menampilkan
keterampilan.
Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai
macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan ujian
terdiri atas ujian nasional dan ujian sekolah.
Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk melakukan
perbaikan pembelajaran, memantau kemajuan dan menentukan keberhasilan belajar
peserta didik.
Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar
(KD) atau lebih.
Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu
kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator
yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester. Cakupan
ulangan akhir semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD
pada semester tersebut.
Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada akhir
semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir
semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan
58
ulangan kenaikan kelas meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD
pada semester genap.
Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu
satuan pendidikan.
Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada
beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang
dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar
dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata
pelajaran yang diujikan pada ujian sekolah adalah mata pelajaran pada kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada ujian
nasional, dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian.
2. Observasi adalah penilaian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta
didik selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif sesuai
dengan kompetensi yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun
informal. Penilaian observasi dilakukan antara lain sebagai penilaian akhir kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan.
3. Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik baik secara perorangan
maupun kelompok. Penilaian penugasan diberikan untuk penugasan terstruktur dan
59
kegiatan mandiri tidak terstruktur, dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas
rumah, portofolio, projek, dan/atau produk.
4. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam bidang
tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan
kreativitas peserta didik (Popham, 1999). Bentuk ini cocok untuk mengetahui
perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan menilai bersama karya-karya atau
tugas-tugas yang dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik perlu melakukan diskusi
untuk menentukan skor. Pada penilaian portofolio, peserta didik dapat menentukan
karya-karya yang akan dinilai, melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya
dibahas. Perkembangan kemampuan peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian
portofolio. Teknik ini dapat dilakukan dengan baik apabila jumlah peserta didik yang
dinilai sedikit.
5. Projek adalah tugas yang diberikan kepada peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
analisis data, serta pelaporan hasil kerjanya. Penilaian projek dilaksanakan terhadap
persiapan, pelaksanaan, dan hasil.
6. Produk (hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik menghasilkan suatu
hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap persiapan, pelaksanaan/proses
pembuatan, dan hasil.
7. Inventori merupakan teknik penilaian melalui skala psikologis yang dipakai untuk
mengungkapkan sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis.
8. Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi
informasi hasil pengamatan terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik yang
berkait dengan kinerja ataupun sikap dan perilaku peserta didik yang dipaparkan
secara deskriptif.
60
9. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
menilai dirinya sendiri mengenai berbagai hal. Dalam penilaian diri, setiap peserta
didik harus mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya secara jujur.
10. Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal secara jujur.
Kombinasi penggunaan berbagai teknik penilaian di atas akan memberikan informasi
yang lebih akurat tentang kemajuan belajar peserta didik.
Karena pembelajaran pada KTSP meliputi kegiatan tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, maka penilaianpun harus
dilaksanakan seperti itu. Tabel berikut menyajikan contoh penilaian yang dilakukan
dalam pembelajaran melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur.
Tabel 1 Penilaian untuk kegiatan tatap muka dan penugasan
MATA
PELAJARAN
KOMPETENSI
DASAR
PENILAIAN UNTUK KEGIATAN
PEMBELAJARAN
TATAP
MUKA
TUGAS
TERSTRUKTUR
KEGIATAN
MANDIRI
Fisika Mengukur
besaran fisika
(massa, panjang,
dan waktu)
Ulangan
mengenai
Pengukuran
Praktik mengukur
di laboraborium
Tugas mendata
alat ukur yang
sering digunakan
sehari-hari
Pendidikan
Agama
Islam
Membaca QS
Al Baqarah: 30,
Al-Mukminum:
12-14, Az-
Zariyat: 56 dan
Ulangan
mengenai
hukum bacaan
untuk surat dan
ayat yang
Melafalkan QS Al
Baqarah: 30, Al-
Mukminum: 12-14,
Az-Zariyat: 56 dan
An-Nahl: 78
Membuat rang-
kuman perban-
dingan tiga
referensi tafsir
Al Qur’an
61
MATA
PELAJARAN
KOMPETENSI
DASAR
PENILAIAN UNTUK KEGIATAN
PEMBELAJARAN
TATAP
MUKA
TUGAS
TERSTRUKTUR
KEGIATAN
MANDIRI
An-Nahl: 78
sesuai dengan makhraj
yang benar
(Ibnu Katsir,
Jalalain, dan
Al-Azhar) QS
Al Baqarah: 30,
Al-Mukminum:
12-14, Az-
Zariyat: 56 dan
An-Nahl: 78
B. Aspek yang Dinilai
Penilaian dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi
yang meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kemampuan kognitif
adalah kemampuan berpikir yang menurut taksonomi Bloom secara hierarkis terdiri
atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada tingkat
pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada
tingkat pemahaman, peserta didik dituntut untuk menyatakan jawaban atas pertanyaan
dengan kata-katanya sendiri. Misalnya, menjelaskan suatu prinsip atau konsep. Pada
tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
suatu situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis,
peserta didik dituntut merangkum suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya
sendiri, dan mensintesiskan pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, peserta didik
mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di
62
dalamnya melakukan judgement (pertimbangan) terhadap hasil analisis untuk
membuat keputusan.
Kemampuan psikomotor melibatkan gerak adaptif (adaptive movement) atau gerak
terlatih dan keterampilan komunikasi berkesinambungan (non-discursive
communication) - (Harrow, 1972). Gerak adaptif terdiri atas keterampilan adaptif
sederhana (simple adaptive skill), keterampilan adaptif gabungan (compound adaptive
skill), dan keterampilan adaptif komplek (complex adaptive skill). Keterampilan
komunikasi berkesinambungan mencakup gerak ekspresif (expressive movement) dan
gerak interpretatif (interpretative movement). Keterampilan adaptif sederhana dapat
dilatihkan dalam berbagai mata pelajaran, seperti bentuk keterampilan menggunakan
peralatan laboratorium IPA. Keterampilan adaptif gabungan, keterampilan adaptif
komplek, dan keterampilan komunikasi berkesinambungan baik gerak ekspresif
maupun gerak interpretatif dapat dilatihkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Kondisi afektif peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan/atau nilai-nilai.
Kondisi ini tidak dapat dideteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket,
inventori, atau pengamatan yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti
pengamatan mengikuti suatu prosedur tertentu, sedangkan berkelanjutan memiliki arti
pengukuran dan penilaian yang dilakukan secara terus menerus.
Dalam laporan hasil belajar peserta didik, terdapat komponen pengetahuan yang
umumnya merupakan representasi aspek kognitif, komponen praktik yang
melibatkan aspek psikomotorik, dan komponen sikap yang berkaitan dengan kondisi
afektif peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu. Tabel berikut menyajikan
berbagai aspek yang dinilai untuk lima kelompok mata pelajaran (sesuai PP no. 19
tahun 2005 pasal 64).
63
Tabel 2 Aspek yang dinilai dalam berbagai mata pelajaran
No Kelompok mata
pelajaran Contoh Mata pelajaran Aspek yang dinilai
Agama dan akhlak
mulia
Pendidikan Agama Pengetahuan dan
sikap
Kewarganegaraan dan
kepribadian
Pendidikan
Kewarganegaraan
Pengetahuan dan
sikap
Ilmu Pengetahuan dan Matematika Pengetahuan dan
sikap
Tenologi Fisika, Kimia, Biologi
Pengetahuan,
praktik, dan sikap
Ekonomi, Sejarah,
Geografi, Sosiologi,
Antropologi
Pengetahuan dan
sikap
Bhs Indonesia, bhs
Inggris, bhs Asing lain
Pengetahuan,
praktik, dan sikap
Teknologi Informasi
dan Komunikasi
Pengetahuan,
praktik, dan sikap
Estetika Seni Budaya Praktik dan sikap
Jasmani, olahraga,
dan kesehatan
Pendidikan jasmani,
olahraga, dan
kesehatan
Pengetahuan,
praktik, dan sikap
64
C. Penilaian Kelompok Mata Pelajaran
Dalam KTSP terdapat 5 kelompok mata pelajaran yaitu kelompok mata pelajaran:
agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan
teknologi; estetika; jasmani, olahraga, dan kesehatan.
1. Penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
Kompetensi yang dikembangkan dalam kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia terfokus pada aspek kognitif atau pengetahuan dan aspek afektif
atau perilaku. Penilaian hasil belajar untuk kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia dilakukan melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik;
b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik.
Dalam rangka menilai akhlak peserta didik, guru agama dan guru mata pelajaran
lain melakukan pengamatan terhadap perilaku peserta didik, baik di dalam
maupun di luar kelas. Pengamatan ini dimaksudkan untuk menilai perilaku
peserta didik yang menyangkut pengamalan agamanya seperti kedisiplinan,
kebersihan, tanggung jawab, sopan santun, hubungan sosial, kejujuran, dan
pelaksanaan ibadah ritual. Tabel berikut menampilkan dimensi dan indikator
penilaian akhlak mulia.
Tabel 3 Dimensi dan indikator sebagai rambu-rambu penilaian akhlak mulia
No Dimensi Indikator
1 Disiplin Datang dan pulang tepat waktu
mengikuti kegiatan dengan tertip
2 Bersih Membuang sampah pada tempatnya
Mencuci tangan sebelum makan
Membersihkan tempat kegiatan
Merawat kebersihan diri
65
3 Tanggungjawab Menyelesaikan tugas pada waktunya
Berani menanggung resiko
4 Sopan Santun Berbicara dengan sopan
Bersikap hormat pada orang lain
Berpakaian sopan
Berposisi duduk yang sopan
5 Hubungan Sosial Menjalin hubungan baik dengan guru
Menjalin hubungan baik dengan sesama teman
Menolong teman
Mau bekerjasama dalam kegiatan yang positif
6 Jujur Menyampaikan pesan apa adanya
Mengatakan apa adanya
Tidak berlaku curang
7 Pelaksanaan ibadah
ritual
Melaksanakan sembahyang
Menunaikan ibadah puasa
Berdoa
Keterangan:
Rambu-rambu tersebut di atas dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi guru
mata pelajaran agama dan guru mata pelajaran lain. Bagi guru mata pelajaran lain
hasil pertimbangan diberikan kepada guru agama terutama mengenai perilaku
yang benar-benar menyimpang yang dilakukan berulang-ulang oleh peserta didik.
Penentuan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada
akhir satuan pendidikan dilakukan melalui rapat dewan pendidik yang didasarkan
pada hasil ujian sekolah dengan mempertimbangkan penilaian oleh pendidik.
2. Penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
66
Hasil belajar kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
meliputi:
a. Pemahaman akan hak dan kewajiban diri sebagai warga negara, yaitu aspek
kognitif sebagai hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
b. Kepribadian, yaitu beberapa aspek kepribadian sebagaimana disebutkan dalam
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum.
c. Perilaku berkepribadian, yaitu berbagai bentuk perilaku sebagai penerjemahan
dimilikinya ciri-ciri kepribadian warga negara Indonesia.
Seperti kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, penilaian kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan
afeksi dan kepribadian peserta didik;
b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik.
Contoh pengamatan aspek kepribadian dan indikator perilaku dapat dilhat pada
tabel berikut.
Tabel 4. Penilaian terhadap aspek kepribadian peserta didik
ASPEK
KEPRIBADIAN
INDIKATOR PERILAKU
Bertanggungjawab
a. Tidak menghindari kewajiban
b. Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
c. Menaati tata tertib sekolah
d. Memelihara fasilitas sekolah
Percaya Diri a. Tidak mudah menyerah
b. Berani menyatakan pendapat
c. Berani bertanya
d. Mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan
67
Saling Menghargai
a. Menerima pendapat yang berbeda
b. Memaklumi kekurangan orang lain
c. Mengakui kelebihan orang lain
d. Dapat bekerjasama
Bersikap Santun a. Menerima nasihat guru
b. Menghindari permusuhan dengan teman
c. Menjaga perasaan orang lain
Kompetitif a. Berani bersaing
b. Menunjukkan semangat berprestasi
c. Berusaha ingin lebih maju
d. Memiliki keinginan untuk tahu
2. Penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
PP 19 tahun 2005 Pasal 63 ayat (1) menyatakan bahwa penilaian pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), terdiri atas penilaian hasil belajar oleh:
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
dilakukan secara berkesinambungan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta
didik, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan/atau
bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang diujikan. Penilaian hasil
belajar mata pelajaran pada kelompok iptek juga dilakukan oleh satuan
pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah dan oleh pemerintah melalui ujian
nasional.
68
Penilaian kelompok mata pelajaran iptek untuk SMA dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, IPA (fisika, kimia, biologi), IPS
(ekonomi, sejarah, sosiologi, geografi), keterampilan, teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), serta muatan lokal yang relevan. Penilaian dalam kelompok
mata pelajaran iptek disesuaikan dengan karakteristik tiap-tiap rumpun mata
pelajaran. Berikut ini adalah karakteristik penilaian tiap-tiap rumpun mata
pelajaran yang dimaksudkan.
a. Penilaian kemampuan berbahasa harus memperhatikan hakikat dan fungsi
bahasa yang lebih menekankan pada bagaimana menggunakan bahasa secara
baik dan benar sehingga mengarah kepada penilaian kemampuan berbahasa
berbasis kinerja. Penilaian ini menekankan pada fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi yang mengutamakan adanya tugas-tugas interaktif dalam empat
aspek keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Oleh karena itu, penilaian kemampuan berbahasa bersifat autentik
dan pragmatik. Selain itu, komunikasi nyata senantiasa melibatkan lebih dari
satu keterampilan berbahasa sehingga harus diperhatikan keterpaduan antara
keterampilan berbahasa tersebut.
b. Penilaian dalam matematika perlu menekankan keterampilan bermatematika,
bukan hanya pengetahuan matematika. Sebagai konsekuensi, pendidik
hendaknya memperhatikan benar kemampuan berpikir yang ingin dinilainya.
Selain itu, titik berat penilaian dalam matematika hendaknya diberikan kepada
penilaian yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran. Penilaian yang
terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran harus mencakup soal atau tugas
yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Soal atau tugas
demikian akan mendorong peserta didik untuk senantiasa berusaha
meningkatkan kemampuan berpikirnya. Penilaian akhir terhadap peserta didik
hendaknya berdasarkan pada teknik penilaian yang beragam. Tingkat
kesukaran soal untuk penilaian akhir hendaknya bukan karena kerumitan
prosedural yang harus dilakukan peserta didik, melainkan karena kebutuhan
akan tingkat pemahaman dan pemikiran yang lebih tinggi.
69
c. Penilaian IPA dan IPS dapat dilakukan secara terpadu dengan proses
pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis,
observasi, tes praktik, penugasan, tes lisan, portofolio, jurnal, inventori,
penilaian diri, dan penilaian antarteman. Pengumpulan data penilaian selama
proses pembelajaran melalui observasi juga penting untuk dilakukan. Data
aspek afektif seperti sikap ilmiah, minat, dan motivasi belajar dapat diperoleh
dengan observasi, penilaian diri, dan penilaian antarteman.
d. Penilaian dalam bidang TIK dapat diukur melalui tes praktik sewaktu peserta
didik menyelesaikan tugas dan/atau produk yang dihasilkan. Tes praktik,
dapat dilakukan melalui tes keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes praktik
simulasi maupun tes/uji petik/contoh kerja. Dalam pendidikan teknologi dan
kejuruan, tugas-tugas laboratorium/bengkel harus dirancang untuk
mensimulasikan tes praktik pada pekerjaan yang sesungguhnya melalui tes
praktik simulasi. Tes petik kerja atau tes sampel kerja merupakan tes praktik
tingkat tertinggi yang merupakan perwujudan dari tes praktik keseluruhan
yang hendak diukur. Selain dengan tes kinerja, penilaian dalam bidang
teknologi dapat pula dengan hasil penugasan dan portofolio. Hasil penugasan
dapat berupa produk yang mencerminkan kompetensi peserta didik. Hasil
portofolio yang berupa kumpulan hasil kerja berkesinambungan dapat dipakai
sebagai informasi yang menggambarkan perkembangan kompetensi peserta
didik.
3. Penilaian kelompok mata pelajaran estetika
Kelompok mata pelajaran estetika dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Kelompok
mata pelajaran estetika memiliki karakteristik yang menjadikannya unik di antara
mata pelajaran lain. Keunikan pembelajaran kelompok mata pelajaran estetika
terletak pada kegiatan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman
estetik melalui dua kegiatan yang saling terkait satu sama lain, yakni apresiasi
(appreciation) dan kreasi (creation), termasuk di dalamnya yang bersifat rekreatif
70
(performance). Pengalaman estetik adalah pengalaman menghayati nilai
keindahan.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan
afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Untuk memenuhi tuntutan
akuntabilitas dalam dunia pendidikan, pendidik mata pelajaran kelompok mata
pelajaran estetika perlu mengembangkan sistem penilaian hasil belajar dengan
memperhatikan esensi kelompok mata pelajaran estetika. Penilaian hasil belajar
yang relatif dapat diterima adalah jenis penilaian berbasis pengamatan/ observasi
yakni penilaian yang dilakukan dengan cara mengamati secara terfokus: (1)
perilaku peserta didik dalam hal apresiasi, performance/ rekreasi, dan kreasi
sebagai cerminan dari kompetensi dalam mata pelajaran Seni Budaya; dan (2)
perilaku peserta didik dalam hal mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis
sebagai cerminan dari kompetensi aspek sastra dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
Penilaian untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika perlu pula
menyesuaikan dengan sifat satuan dan jenjang pendidikan. Pada satuan
pendidikan SMA/MA, pembelajaran dan penilaian mata pelajaraan kelompok
mata pelajaran estetika lebih ditekankan pada upaya pengembangan kepribadian
peserta didik agar menjadi manusia yang utuh.
4. Penilaian kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
Kelompok Mata Pelajaran Jasmani, Olahraga dan Kesehatan bertujuan untuk
mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan
berfikir, keterampilan sosial, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola
hidup sehat, dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani,
olahraga, dan kesehatan yang direncanakan secara sistematis dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional.
71
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan
dilakukan melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik;
b. Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Sesuai dengan karakteristik kelompok mata pelajaran ini, teknik penilaian
mengacu pada aspek yang dinilai, yaitu teknik untuk mengukur aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan motorik peserta didik. Untuk keperluan tersebut, teknik
penilaian dapat berbentuk tes perbuatan/unjuk kerja, dan pengamatan terhadap
perilaku, penugasan, dan tes pengetahuan.
Tes kinerja dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dimaksudkan
untuk mengukur kemampuan psikomotor peserta didik. Kemampuan psikomotor
tersebut secara umum mencakup kesegaran jasmani, kelincahan, dan koordinasi
yang merupakan unsur-unsur dalam keterampilan gerak, di samping itu dapat juga
dilakukan tes kinerja yang secara khusus dapat menggambarkan keterampilan
dalam pendidikan jasmani dan olahraga seperti keterampilan bermain sepak bola,
keterampilan bermain bola basket, keterampilan bermain bola voli dan
sebagainya. Kemampuan psikomotor peserta didik ini harus diukur setiap
menyelesaikan satu kompetensi tertentu.
Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh melakukan kegiatan sehari-hari
tanpa merasa lelah. Pengukuran kesegaran jasmani dapat dilakukan dengan
berbagai tes kesegaran jasmani yang telah dibakukan dan sesuai dengan tingkat
usia peserta didik; seperti Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI), tes aerobik,
dsb. Pengukuran kesegaran jasmani ini sebaiknya dilakukan tiap tiga bulan sekali,
sehingga dapat diketahui tingkat perkembangan atau kemajuannya.
Kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah arah dengan cepat dan tepat.
Pengukuran kelincahan dapat dilakukan dengan berbagai macam tes kelincahan
yang sesuai dengan tingkat usia peserta didik dan karakteristik aktivitas jasmani
atau cabang olahraga. Kelincahan peserta didik diukur setelah peserta didik
menyelesaikan satu kompetensi tertentu.
72
Koordinasi adalah kemampuan tubuh untuk mengelola unsur-unsur yang terlibat
dalam proses terjadinya gerakan, dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Pengukuran koordinasi dapat dilakukan dengan berbagai macam tes koordinasi
yang sesuai dengan tingkat usia peserta didik dan karakteristik aktivitas jasmani
atau cabang olahraga seperti: tes koordinasi mata-tangan, tes koordinasi mata-
kaki, tes koordinasi mata-tangan dan kaki, tes menggiring (drible) bola dalam
sepakbola, tes menggiring (drible) bola dalam bolabasket, dan sebagainya.
Kemampuan koordinasi peserta didik diukur setelah peserta didik menyelesaikan
satu kompetensi tertentu.
Kompetensi yang dinilai dalam pendidikan kesehatan mencakup penilaian tentang
(a) kebersihan pribadi dan lingkungan, (b) Pendidikan keselamatan (c) penyakit
menular, (d) kesehatan reproduksi dan pelecehan seksual, (f) pengetahuan gizi
dan makanan, (g) penyalah gunaan obat dan psikotropika, (h) rokok dan minuman
keras, (h) dan kebiasaan hidup sehat melalui aktivitas jasmani.
Pengamatan terhadap perilaku sportif merupakan pengamatan terhadap perilaku
peserta didik dalam hal kesadaran akan sikap kejujuran dalam upaya
memenangkan pertandingan, perlombaan, permainan, atau aktivitas jasmani dan
olahraga. Upaya memenangkan permainan tidak mengandung unsur kecurangan
atau tidak sportif.
Guru kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
bertanggungjawab pula menilai aspek afektif peserta didik, baik yang terkait
dengan akhlak maupun kepribadian. Hasil penilaian terhadap akhlak peserta didik
akan dijadikan pertimbangan pada saat guru mata pelajaran pendidikan agama
menentukan nilai akhlak peserta didik untuk dilaporkan pada laporan hasil belajar
(rapor). Demikian pula, hasil penilaian terhadap kepribadian peserta didik juga
akan dijadikan pertimbangan pada saat guru mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan menentukan nilai kepribadian peserta didik untuk dilaporkan
pada aporan hasil belajar (rapor).
73
Untuk menilai akhlak peserta didik, guru mata pelajaran pendidikan jasmani,
olahraga, dan kesehatan melakukan pengamatan terhadap perilaku peserta didik,
baik di dalam maupun di luar kelas. Pengamatan ini dimaksudkan untuk menilai
perilaku peserta didik yang mencerminkan akhlak seperti kedisiplinan, tanggung
jawab, sopan santun, hubungan sosial, dan kejujuran. Hal-hal yang dinilai antara
lain mencakup aspek:
a. Kedisiplinan, yaitu kepatuhan kepada peraturan atau tata tertib, seperti datang
tepat waktu, mengikuti semua kegiatan, dan pulang tepat waktu.
b. Kejujuran, yaitu kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, seperti tidak
berbohong, dan tidak berlaku curang.
c. Tanggungjawab, yaitu kesadaran untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
yang diberikan, seperti menyelesaikan tugas-tugas selama kegiatan
berlangsung.
d. Sopan santun, yaitu sikap hormat kepada orang lain, baik dalam bentuk
perkataan, perbuatan, dan sikap, seperti berbicara, berpakaian, dan duduk
yang sopan.
e. Hubungan sosial, yaitu kemampuan untuk berinteraksi sosial dengan orang lain
secara baik, seperti menjalin hubungan baik dengan guru dan sesama teman,
menolong teman, dan mau bekerjasama dalam kegiatan yang positif.
Untuk menilai kepribadian peserta didik, guru mata pelajaran pendidikian
jasmani, olahraga, dan kesehatan melakukan pengamatan terhadap perilaku
peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas. Pengamatan ini dimaksudkan
untuk menilai perilaku peserta didik yang mencerminkan kepribadian seperti
percaya diri, harga diri, motivasi diri, kompetisi, saling menghargai, dan
kerjasama. Indikator masing-masing aspek kepribadian antara lain sebagai
berikut.
a. Percaya diri: diwujudkan dalam perilaku berani menyatakan pendapat,
bertanya, menegur, mengritisi tentang sesuatu hal.
74
b. Harga diri: diwujudkan dalam perilaku tidak mudah menyerah dan
mengetahui kelebihan diri dan mengakui kelemahan diri.
c. Motivasi diri: diwujudkan dalam perilaku kemauan untuk maju,
menyelesaikan segala hal, berprestasi, dan meraih cita-cita.
d. Saling menghargai: diwujudkan dalam perilaku mau menerima pendapat yang
berbeda, memaklumi kekurangan orang lain, dan mengakui kelebihan orang
lain.
e. Kompetisi: diwujudkan dalam bentuk perilaku yang tegar menghadapi
kesulitan, berani bersaing dengan orang lain, dan berani kalah dengan orang
lain berlandaskan kejujuran (fair play).
D. Instrumen Penilaian
Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel
berikut menyajikan klasifikasi penilaian dan bentuk instrumen.
Tabel 5. Klasifikasi Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen
Teknik Penilaian Bentuk Instrumen
• Tes tertulis
• Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah,
menjodohkan dll.
• Tes isian: isian singkat dan uraian
• Tes lisan
• Daftar pertanyaan
• Tes praktik (tes kinerja)
• Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Tes uji petik kinerja
75
• Penugasan individual atau
kelompok
• Pekerjaan rumah
• Projek
• Penilaian portofolio
• Lembar penilaian portofolio
• Jurnal • Buku cacatan jurnal
• Penilaian diri • Kuesioner/lembar penilaian diri
1. • Penilaian antarteman • Lembar penilaian antarteman
Instrumen tes berupa perangkat tes yang berisi soal-soal, instrumen observasi berupa
lembar pengamatan, instrumen penugasan berupa lembar tugas projek atau produk,
instrumen portofolio berupa lembar penilaian portofolio, instrumen inventori dapat
berupa skala Thurston, skala Likert atau skala Semantik, instrumen penilaian diri
dapat berupa kuesioner atau lembar penilaian diri, dan instrumen penilaian
antarteman berupa lembar penilaian antarteman. Setiap instrumen harus dilengkapi
dengan pedoman penskoran.
Berikut ini disajikan contoh-contoh instrumen penilaian.
2. Contoh instrumen observasi (lembar pengamatan)
Lari 100 meter
Nomor
Butir Aspek Keterampilan
Skor
5 4 3 2 1
Starting Position
01 Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di
depan ujung kaki lainnya
76
02 Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat jari
agak rapat mengarah ke samping luar.
03 Waktu jongkok posisi punggung segaris
dengan kepala
04 Pandangan kira-kira 1 meter di depan garis
start
05 Waktu aba-aba siap, posisi tungkai depan ±
90° dan tungkai belakang 100°-120°
Keterangan
Skor 5 : sangat tepat, 4 : tepat, 3 : agak tepat, 2 : tidak tepat, dan skor 1 : sangat tidak
tepat
Pengolahan
Skor yang dicapai peserta didik dapat diolah menjadi nilai sebagai berikut.
N = (Skor pencapaian : Skor maksimal)x 100.
3. Contoh instrumen penilaian tugas: Projek
Dalam penilaian projek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan,
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
perkembangan kognitif peserta didik,
Keaslian
Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya dengan
bimbingan pendidik dan dukungan berbagai pihak yang terkait.
77
Contoh soal tugas projek biologi mengenai isu salingtemas (sain, lingkungan,
teknologi, masyarakat) di sekitar tempat tinggal peserta didik.
Soal
Carilah isu salingtemas (sain, lingkungan, teknologi, masyarakat) yang
berkembang di sekitar tempat tinggalmu, rencanakan penelitian, lakukan
penelitian, dan buatlah laporan hasil penelitian. Dalam membuat laporan
perhatikan: kebenaran informasi/data, kelengkapan data, sistematika laporan, dan
penggunaan bahasa!
Catatan : Isu berhubungan dengan pro – kontra.
Pedoman penskoran
No Aspek yang dinilai Skor
1 Persiapan
Rumusan masalah (tepat = 3; kurang tepat = 2, tidak tepat = 1)
3
1 - 3
2 Pelaksanaan
a. Pengumpulan informasi (tepat = 3; kurang tepat = 2, tidak tepat = 1)
b. Keakuratan data/informasi (akurat = 3; kurang = 2; tidak akurat = 1)
c. Kelengkapan data (lengkap = 3; kurang = 2; tidak lengkap = 1)
d. Analisis data (baik = 3; cukup = 2; kurang = 1)
e. Kesimpulan (tepat = 2; kurang tepat = 1)
14
1 – 3
1 – 3
1 – 3
1 – 3
1 - 2
3 Pelaporan hasil
Sistematika laporan (baik = 2; tidak baik = 1)
Penggunaan bahasa (komunikatif = 2; kurang komunikatif = 1)
Penulisan/ejaan (tepat = 3; kurang tepat = 2; tidak tepat/banyak
kesalahan =1)
Tampilan (menarik = 2; kurang menarik = 1)
9
1 – 2
1 – 2
1 – 3
1 - 2
Skor maksimal 26
78
4. Contoh instrumen penilaian tugas: Produk
Penilaian produk terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam
merencanakan, menggali, mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
Tahap pelaksanaan (pembuatan produk), meliputi: penilaian kemampuan
peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik
pembuatan.
Tahap penilaian hasil karya (appraisal), dilakukan terhadap karya (produk)
yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Skor untuk setiap tahap dapat diberi bobot, misalnya untuk persiapan 20%,
pelaksanaan 40%, dan hasil 40%.
Contoh soal produk mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan:
membuat poster ”anti narkoba”.
Pedoman penskoran
No Aspek yang dinilai Skor Bobot
1 Tahap persiapan
a. Memilih jenis bahan (tepat = 2; tidak tepat = 1)
b. Kualitas bahan (baik = 3; cukup = 2; kurang = 1)
c. Kelengkapan alat (lengkap = 2; tidak lengkap = 1)
7
1 – 2
1 – 3
1 – 2
20 %
2 Tahap pelaksanaan
a. Menentukan penulisan kalimat yang menarik (menarik =
3; cukup = 2; kurang = 1)
b. Keterampilan menggunakan alat/bahan (terampil = 3;
cukup = 2; kurang = 1)
c. Memperhatikan keselamatan kerja (ya = 2; tidak = 1)
8
1 – 3
1 – 3
1 – 2
40%
3 Tahap hasil
a. Selesai tepat waktu ( tepat = 2; tidak tepat = 1)
b. Kesesuaian dengan tugas (sesuai = 3; kurang = 2; tidak
= 1)
c. Kerapian (rapi = 3; kurang = 2; tidak = 1)
8
1 – 2
1 – 3
1 – 3
40%
79
5. Contoh instrumen inventori menggunakan skala beda (berdiferensi) Semantik
Petunjuk
Berilah tanda V pada kolom berikut sesuai dengan pilihanmu terhadap
pembelajaran ekonomi. Kolom a, b, dan c cenderung mendekati pernyataan di
sebelah kiri, sedangkan kolom e, f, dan g cenderung mendekati pernyataan di
sebelah kanan.
Kiri a b c d e f g Kanan
Membosankan Menarik
Bermanfaat Tidak
bermanfaat
Menyenangkan Merepotkan
Menantang Tidak
menantang
Tidak memberatkan Memberatkan
Membuang-buang
waktu
Menguntungkan
6. Contoh instrumen inventori menggunakan skala Likert, misalnya untuk kegiatan
yang berhubungan dengan mata pelajaran Sejarah
Petunjuk:
Bacalah baik-baik setiap pernyataan dan berilah tanda V pada kolom yang sesuai
dengan pendapatmu!
SS = sangat setuju TS = tidak setuju
S = setuju STS = sangat tidak setuju
80
Contoh inventori skala Likert
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya senang melakukan penelitian sejarah
2 Pelajaran sejarah membosankan
3 Saya senang mengikuti acara televisi yang berhubungan
dengan sejarah
4 Saya tidak menyukai karir di bidang kepurbakalaan
5 Saya suka berkunjung ke museum untuk menambah
pengetahuan di bidang sejarah
6 Saya senang jika ada kesempatan untuk bekerja di bidang
yang ada hubungannya dengan sejarah
7 Saya benci jika ada tugas untuk membuat ringkasan dari
artikel yang berkaitan dengan sejarah dari koran
8 Saya suka membaca rubrik tentang sejarah
9 dsb
Catatan
Pernyataan pada instrumen di atas ada yang bersifat positif (No.1, 3, 5, 6, 8) dan ada yang
bersifat negatif (No 2, 4, 7). Pemberian skor untuk pernyataan yang bersifat positif : SS =
4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Untuk pernyataan yang bersifat negatif adalah sebaliknya
yaitu 4 = STS, 3 = TS, 2 = S, dan 1 = SS.
7. Contoh instrumen penilaian diri (kuesioner), misalnya untuk kegiatan yang
berhubungan dengan mata pelajaran biologi
Petunjuk:
a. Isilah semua pernyataan dengan jujur.
b. Berilah tanda V pada kolom yang sesuai dengan kenyataan.
TP = Tidak pernah melakukan SR = sering melakukan
JR = Jarang melakukan SL = selalu melakukan
KD = Kadang-kadang melakukan
81
No Pernyataan TP JR KD SR SL
1 Saya menginformasikan hal-hal yang berkaitan
dengan biologi kepada teman-teman
2 Saya bertanya kepada guru hal-hal yang
berhubungan dengan mata pelajaran biologi
3 Saya menyempatkan diri membaca artikel yang
berkaitan dengan biologi di majalah/koran
4 Saya mendengarkan informasi yang berhubungan
dengan biologi dari radio
5 Saya menonton tayangan di televisi yang berkaitan
dengan biologi, misalnya fauna dan flora
6 Saya hadir setiap ada jam pelajaran biologi di
sekolah
7 Saya membuat catatan yang rapi untuk mata
pelajaran biologi
8 Saya menyerahkan tugas biologi tepat waktu
9 Saya menerapkan pengetahuan biologi dalam
kehidupan sehari-hari
10 Dst
Pengolahan
Pada contoh di atas penskoran untuk setiap pernyataan menggunakan rentang 1 – 5.
Skor 1 untuk TP, 2 = JR, 3 = KD, 4 = SR, dan 5 = SL. Dengan 9 butir pernyataan
rentang skor adalah 9 – 45.
Kualifikasi
Berdasarkan jawaban, kegiatan setiap peserta didik untuk mata pelajaran biologi
dikelompokkan sebagai berikut
Amat Baik : Skor 37 – 45
Baik : Skor 28 – 36
Cukup : Skor 19 – 27
Kurang : Skor < 19
82
8. Contoh instrumen penilaian (lembar pengamatan) antarteman untuk kegiatan
diskusi kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Petunjuk:
a. Pada waktu melakukan diskusi kelompok, amatilah perilaku temanmu dengan
cemat!
b. Berilah tanda V pada kolom yang sesuai (ya atau tidak) berdasarkan hasil
pengamatanmu!
c. Serahkan hasil pengamatan kepada bapak/ibu guru!
Daftar periksa pengamatan sikap dalam diskusi kelompok
Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Nama siswa yang diamati : …………………………….., kelas ……………
No
Perilaku / sikap
Muncul/
dilakukan
Ya Tidak
1 Memberi kesempatan teman untuk menyampaikan pendapat
2 Memotong pembicaraan teman lain
3 Menyampaikan pendapat dengan jelas
4 Mau menerima pendapat teman
5 Mau menerima kritik dari teman
6 Memaksa teman untuk menerima pendapatnya
7 Menyanggah pendapat teman dengan sopan
8 Mau mengakui kalau pendapatnya salah
9 Menerima kesepakatan hasil diskusi
10 Dst
Nama pengamat
……………………..
83
Setiap instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan substansi,
konstruksi, dan bahasa. Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang
dinilai. Persyaratan konstruksi merepresentasikan persyaratan teknis sesuai dengan
bentuk instrumen yang digunakan. Persyaratan bahasa berhubungan dengan
penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf
perkembangan peserta didik. Instrumen penilaian dilengkapi dengan pedoman
penskoran.
84
PPeenniillaaiiaann
A. Prosedur Penilaian
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas No. 20
tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa penilaian pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh:
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan,
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan
dalam bentuk penugasan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, dan ulangan kenaikan kelas. Berbagai macam ulangan dilaksanakan
dengan menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian
kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan hasil belajar, dan (c)
memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan menggunakan
berbagai instrumen baik tes maupun nontes atau penugasan yang dikembangkan
sesuai dengan karateristik kelompok mata pelajaran.
Penilaian yang dilakukan oleh pendidik harus terencana, terpadu, menyeluruh,
dan berskesinambungan. Dengan penilaian ini diharapkan pendidik dapat (a)
mengetahui kompetensi yang telah dicapai peserta didik, (b) meningkatkan
motivasi belajar peserta didik, (c) mengantarkan peserta didik mencapai
kompetensi yang telah ditentukan, (d) memperbaiki strategi pembelajaran, dan (e)
meningkatkan akuntabilitas sekolah.
85
Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian ini meliputi:
a. Penilaian akhir untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga, dan kesehatan. Penilaian akhir digunakan sebagai salah satu
persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
dan harus mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik;
b. Ujian Sekolah untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan
dan teknologi (yang tidak dinilai melalui Ujian Nasional) dan aspek kognitif
dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
Ujian Sekolah juga merupakan salah satu persyaratan untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
3. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk
Ujian Nasional (UN). Pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) untuk menyelenggarakan UN, dan dalam
penyelenggaraannya BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan
pendidikan.
86
UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu kerahasiaan soal yang digunakan
dan pelaksanaan yang aman, jujur, adil, dan akuntabel. Hasil UN digunakan
sebagai salah satu pertimbangan untuk (a) pemetaan mutu satuan pendidikan, (b)
dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, (c) penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan, dan (d) pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kriteria kelulusan UN dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri. Peserta UN memperoleh Surat Keterangan Hasil Ujian
Nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara UN.
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah setelah (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, (b)
memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan, (c) lulus ujian
sekolah/madrasah dan (d) lulus ujian nasional.
B. Mekanisme Penilaian
Sistem penilaian meliputi kegiatan perancangan dan pelaksanaan penilaian, analisis
dan tindak lanjut hasil penilaian, serta pelaporan penilaian.
Mekanisme penilaian hasil belajar peserta didik digambarkan pada bagan berikut:
PPeerreennccaannaaaann PPeenniillaaiiaann
PPeellaakkssaannaaaann PPeenniillaaiiaann
AAnnaalliissiiss HHaassiill PPeenniillaaiiaann
TTiinnddaakk llaannjjuutt HHaassiill
PPeellaappoorraann HHaassiill
87
1. Perencanaan Penilaian
Perencanaan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator
dan strategi penilaian. Strategi penilaian meliputi pemilihan metode dan teknik
penilaian, serta pemilihan bentuk instrumen penilaian.
a. Perencanaan penilaian oleh pendidik
Secara teknis kegiatan pada tahap perencanaan penilaian oleh pendidik
sebagai berikut:
1) Menjelang awal tahun pelajaran, guru mata pelajaran sejenis pada satuan
pendidikan (MGMP sekolah) melakukan :
pengembangan indikator pencapaian KD,
penyusunan rancangan penilaian (teknik dan bentuk penilaian) yang
sesuai,
pembuatan rancangan program remedial dan pengayaan setiap KD,
penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masing-masing mata
pelajaran melalui analisis indikator dengan memperhatikan
karakteristik peserta didik (kemampuan rata-rata peserta didik/intake),
karakteristik setiap indikator (kesulitan/kerumitan atau kompleksitas),
dan kondisi satuan pendidikan (daya dukung, misalnya kompetensi
guru, fasilitas sarana dan prasarana).
2) Pada awal semester pendidik menginformasikan KKM dan silabus mata
pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian
kepada peserta didik.
3) Pendidik mengembangkan indikator penilaian, kisi-kisi, instrumen
penilaian (berupa tes, pengamatan, penugasan, dan sebagainya) dan
pedoman penskoran.
b. Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan
Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan sebagai
berikut:
88
1) Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan melakukan:
• pendataan KKM setiap mata pelajaran
• penentuan kriteria kenaikan kelas (bagi satuan pendidikan yang
menggunakan sistem paket) atau penetapan kriteria program
pembelajaran (untuk satuan pendidikan yang melaksanakan Sistem
Kredit Semester)
• penentuan kriteria nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan, dengan
mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik
• penentuan kriteria kelulusan ujian sekolah
• koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas
2) Membentuk tim untuk menyusun instrumen penilaian (untuk ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, dan ujian sekolah) yang
meliputi:
• pengembangan kisi-kisi penulisan soal (di dalamnya terdapat indikator
soal),
• penyusunan butir soal sesuai dengan indikator dan bentuk soal, serta
mengikuti kaidah penulisan butir soal,
• penelaahan butir soal secara kualitatif, dilakukan oleh pendidik lain
(bukan penyusun butir soal) pengampu mata pelajaran yang sama
dengan butir soal yang ditelaahnya,
• perakitan butir-butir soal menjadi perangkat tes
c. Perencanaan Penilaian oleh Pemerintah
Perencanaan penilaian oleh pemerintah meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Mengembangkan SKL untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UN;
2) Menyusun dan menetapkan spesifikasi tes UN berdasarkan SKL;
3) Mengembangkan dan memvalidasi perangkat tes UN;
4) Menentukan kriteria kelulusan UN.
89
2. Pelaksanaan penilaian
Pelaksanaan penilaian adalah penyajian penilaian kepada peserta didik. Penilaian
dilaksanakan dalam suasana kondusif, tenang dan nyaman dengan menerapkan
prinsip valid, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, menggunakan acuan
criteria, dan akuntabel.
a. Pelaksanaan penilaian oleh pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap ini meliputi:
1) Melaksanakan penilaian menggunakan instrumen yang telah
dikembangkan;
2) Memeriksa hasil pekerjaan peserta didik mengacu pada pedoman
penskoran, untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar
peserta didik;
Hasil pekerjaan peserta didik untuk setiap penilaian dikembalikan kepada
masing-masing peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik
misalnya, mengenai kekuatan dan kelemahannya. Ini merupakan informasi
yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk (a) mengetahui kemajuan
hasil belajarnya, (b) mengetahui kompetensi yang belum dan yang sudah
dicapainya, (c) memotivasi diri untuk belajar lebih baik, dan (d) memperbaiki
strategi belajarnya.
b. Pelaksanaan penilaian oleh satuan pendidikan
Pelaksanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan berikut:
1) Melaksanakan koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, dan ulangan kenaikan kelas;
2) Melakukan penilaian akhir untuk mata pelajaran pada kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian,
estetika, dan jasmani, olahraga, dan kesehatan;
90
3) Menyelenggarakan ujian sekolah untuk mata pelajaran pada kelompok
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan secara nasional, serta
aspek kognitif dan/atau psikomotor untuk mata pelajaran dalam kelompok
agama dan akhlak mulia, serta kewarganegaraan dan kepribadian.
Penyelenggaraan ujian sekolah mengacu pada Prosedur Operasi Standar
Ujian Sekolah (POS-US) yang diterbitkan oleh BSNP.
c. Pelaksanaan penilaian oleh pemerintah
Pelaksanaan penilaian oleh pemerintah merupakan kegiatan pengelolaan dan
pengendalian pelaksanaan UN mengacu Prosedur Operasi Standar Ujian
Nasional (POS-UN).
3. Analisis hasil penilaian
a. Analisis hasil penilaian oleh pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap analisis adalah
menganalisis hasil penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu
membandingkan hasil penilaian masing-masing peserta didik dengan standar
yang telah ditetapkan. Untuk penilaian yang dilakukan oleh pendidik hasil
penilaian masing-masing peserta didik dibandingkan dengan KKM. Analisis
ini bermanfaat untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar
peserta didik, serta untuk memperbaiki pembelajaran.
b. Analisis hasil penilaian oleh satuan pendidikan
Kegiatan analisis hasil penilaian oleh satuan pendidikan meliputi:
1) Menganalisis hasil belajar peserta didik kelas X dan XI dibandingkan
dengan nilai KKM yang telah ditetapkan untuk masing-masing mata
pelajaran;
2) Menganalisis hasil ujian sekolah dengan membandingkan hasil ujian
sekolah masing-masing peserta didik dengan batas kelulusan ujian sekolah
yang telah ditentukan;
91
3) Menganalisis hasil penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, serta jasmani,
olahraga, dan kesehatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan;
4) Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan dapat
tidaknya peserta didik kelas X dan kelas XI naik kelas berdasarkan kriteria
kenaikan kelas yang telah ditetapkan;
5) Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan peserta
didik yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan
yang telah ditetapkan.
c. Analisis hasil penilaian oleh pemerintah
Kegiatan analisis hasil penilaian oleh pemerintah yaitu menganalisis hasil UN
setiap sekolah untuk pemetaan daya serap.
4. Tindak lanjut hasil analisis
Analisis hasil penilaian telah dilakukan perlu ditindak lanjuti.
a. Tindak lanjut oleh pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sebagai tindak lanjut hasil analisis
meliputi:
1) Pelaksanaan program remedial untuk peserta didik yang belum tuntas
(belum mencapai KKM) untuk hasil ulangan harian dan memberikan
kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang telah tuntas;
2) Pengadministrasian semua hasil penilaian yang telah dilaksanakan.
b. Tindak lanjut oleh satuan pendidikan
Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai tindak lanjut hasil
analisis meliputi:
1) Menyiapkan laporan hasil belajar (rapor) peserta didik;
2) Satuan pendidikan penyelenggara ujian menerbitkan ijazah bagi peserta
didik yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan.
92
c. Tindak lanjut oleh pemerintah
Tindak lanjut hasil penilaian yang dilakukan oleh pemerintah adalah:
1) Membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN;
2) Menyusun peringkat hasil UN secara Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.
5. Pelaporan hasil penilaian
Pelaporan hasil penilaian disajikan dalam bentuk profil hasil belajar peserta didik.
a. Pelaporan hasil penilaian oleh pendidik
Pada tahap pelaporan hasil penilaian, pendidik melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1) Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari berbagai macam
penilaian (hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan
ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas);
2) Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap peserta didik pada
setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali
kelas atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi belajar
(meliputi aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat
sebagai cerminan kompetensi yang utuh;
3) Memberi masukan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama
dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan
kepribadian peserta didik;
4) Pendidik yang menilai ujian praktik melaporkan hasil penilaiannya kepada
pimpinan satuan pendidikan melalui wakil pimpinan bidang akademik
(kurikulum).
b. Pelaporan hasil penilaian oleh satuan pendidikan
Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dalam tahap pelaporan:
1) Melaporkan hasil penilaian untuk semua mata pelajaran pada setiap akhir
semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil
93
Belajar (rapor). Bagi orang tua laporan ini dapat dimanfaatkan untuk
membantu dan memotivasi anaknya belajar;
2) Melaporkan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan lengkap
dengan nilai yang dicapai kepada orangtua/walinya;
3) Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan setiap
tahun kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
c. Pelaporan hasil penilaian oleh pemerintah
Pemerintah menyampaikan laporan hasil analisis berupa daya serap dan
peringkat UN secara nasional kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
94
PPeennggeemmbbaannggaann IInnddiikkaattoorr,,
KKiissii--kkiissii ddaann IInnssttrruummeenn PPeenniillaaiiaann
Dalam mempersiapkan penilaian, pendidik harus mengembangkan indikator, kisi-kisi,
dan instrumen penilaian.
A. Pengembangan Indikator Penilaian
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi yang terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
Kompetensi adalah kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
nilai-nilai yang diwujudkan melalui kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik
dikatakan kompeten apabila memenuhi krireria mampu memahami konsep yang
mendasari standar kompetensi yang harus dikuasai, mampu melakukan pekerjaan
sesuai dengan tuntutan standar kompetensi yang harus dicapai dengan cara dan
prosedur yang benar serta hasil yang baik, dan mampu mengaplikasikan
kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Di dalam SI terdapat SK dan KD setiap mata pelajaran. SK merupakan ukuran
kemampuan/kompetensi minimal yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang harus dicapai dan dikuasai peserta didik. KD adalah penjabaran dari SK yang
bermakna dan bermanfaat untuk mencapai SK terkait.
Setiap pendidik harus mengembangkan indikator dari setiap KD. Indikator
merupakan rumusan yang menggambarkan karakteristik, ciri-ciri, perbuatan, atau
respon yang harus ditunjukkan atau dilakukan oleh peserta didik dan digunakan
sebagai penanda/indikasi pencapaian kompetensi dasar. Dari setiap KD dapat
dikembangkan 2 (dua) atau lebih indikator penilaian dan atau indikator soal. Indikator
digunakan sebagai dasar untuk menyusun instrumen penilaian. Ketercapaian indikator
95
dapat diketahui dari perubahan perilaku peserta didik yang mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
Pendidik perlu menganalisis aspek dan tingkat kompetensi yang terdapat dalam kata
kerja pada SK dan KD untuk mengembangkan indikator. Hal ini perlu dilakukan agar
indikator yang dikembangkan dapat memenuhi kriteria sebagai penanda ketercapaian
kompetensi yang diukur.
Pengembangan indikator hendaknya memperhatikan UKRK (urgensi, kontinuitas,
relevansi, dan keterpakaian). Urgensi, maksudnya penting dan harus dikuasai peserta
didik. Kontinuitas, yaitu pendalaman dan/atau perluasan dari kompetensi pada
jenjang/tingkat sebelumnya. Relevansi, diperlukan karena ada hubungannya untuk
mempelajari atau memahami kompetensi dan/atau konsep mata pelajaran lain.
Keterpakaian, artinya memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Syarat-syarat indikator soal (1) menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diukur, (2) ada keterkaitan dengan materi dan kompetensi yang diuji, dan (3) dapat
dibuat soalnya.
Indikator soal pilihan ganda, menggunakan satu kata kerja operasional yang terukur,
sedangkan untuk soal berbentuk uraian dan/atau soal praktik indikator yang
dikembangkan dapat menggunakan lebih dari satu kata kerja operasional yang
terukur.
Indikator soal sebaiknya menggunakan stimulus (dasar pertanyaan) yang dapat
berupa gambar, grafik, tabel, data hasil percobaan, atau kasus yang dapat
merangsang/memotivasi peserta didik berpikir sebelum menentukan pilihan jawaban.
Rumusan indikator soal yang lengkap mencakup 4 komponen, yaitu A = audience, B
= behaviour, C = condition, dan D = degree.
96
Contoh pengembangan indikator mengacu pada SK dan KD mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas X
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator soal
Siswa mampu
memahami dan
menanggapi berbagai
teks, table, atau grafik,
tajuk rencana editorial,
artikel, teks pidato,
biografi, atau naskah
sastra melayu
Disajikan sebuah paragraf,
siswa mampu menjawab
pertanyaan dengan
menggunakan kata tanya
bagaimana sesuai isi paragraf
Rumusan indikator pada contoh di atas mencakup empat komponen secara lengkap.
A (Audience) adalah peserta didik, B (Behaviour) atau perilaku yang dituntut yaitu
menjawab pertanyaan dari paragraf, C (Condition) adalah stimulusnya yaitu paragraf,
dan D (Degree) adalah tingkat pencapaian yaitu menentukan kata tanya
“bagaimana”.
B. Pengembangan Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan format yang memuat informasi mengenai ruang lingkup dan
isi/kompetensi yang akan dinilai/diujikan. Kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan
penilaian dan digunakan sebagai pedoman untuk mengembangkan soal. Kisi-kisi
harus mengacu pada SK-KD dan komponen-komponennya harus rinci, jelas, dan
bermakna.
Contoh pengembangan kisi-kisi
97
KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER 1
Nama Sekolah :SMA Mandiri Alokasi waktu: ..............
Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia Jumlah soal : ..............
Kurikulum acuan:KTSP SMA Mandiri
Penyusun : ..............
SK KD Bahan
Kelas Materi Indikator Soal
Bentuk
soal
Nomor
soal
Siswa mampu
memahami dan
menanggapi
berbagai teks,
table, atau grafik,
tajuk rencana
editorial, artikel,
teks pidato,
biografi, atau
naskah sastra
melayu
X
Membaca
pemaham
an
Disajikan sebuah
paragraf, siswa
mampu
menjawab
pertanyaan
dengan
menggunakan
kata tanya
bagaimana sesuai
isi paragraf
Menentukan
gagasan utama
paragraph yang
ditentukan
Menentukan
definisi istilah
yang digunakan
dalam paragraf
PG
PG
PG
1
2
3
98
Pada contoh kisi-kisi di atas dapat dilihat bahwa KD dikembangkan dalam tiga
indikator, dengan bentuk soal yang sama yaitu soal pilihan ganda. Indikator soal
pilihan ganda menggunakan satu kata kerja operasional yaitu menentukan.
C. Pengembangan Instrumen Penilaian dan Pedoman Penskoran
Instrumen penilaian yang dikembangkan perlu memperhatikan hal-hal berikut :
1. berhubungan dengan kondisi pembelajaran di kelas dan/atau di luar kelas.
2. relevan dengan proses pembelajaran, materi, kompetensi dan kegiatan
pembelajaran.
3. menuntut kemampuan berpikir berjenjang, berkesinambungan, dan bermakna
dengan mengacu pada aspek berpikir Taksonomi Bloom
4. mengembangkan kemampuan berpikir kritis seperti: mendeskripsikan,
menganalisis, menarik kesimpulan, menilai, melakukan penelitian, memecahkan
masalah, dsb.
5. mengukur berbagai kemampuan yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai peserta didik.
6. mengikuti kaidah penulisan soal.
Berdasarkan contoh kisi-kisi di atas dapat dikembangkan instrumen/soal sebagai
berikut:
Bacalah teks berikut dengan saksama!
Hukum ekonomi yang mengatakan bahwa dengan biaya sekecil-kecilnya diperoleh
hasil yang sebesar-besarnya kini bisa jadi cuma isapan jempol belaka. Menjelang
kenaikan harga bahan baker minyak (BBM) bakal diikuti dengan rantai kenaikan
biaya-biaya lain. Seperti melambungnya harga kebutuhan hidup dan sebagainya.
Malah, dengan biaya yang makin lama makin membesar, hasil yang diperoleh justru
makin mengecil. Apa artinya? Bahwa logika ekonomi secara sehat sudah tidak lagi
terjadi. Yang terjadi sebenarnya lebih dari efek domino kenaikan suatu biaya
99
ekonomi yang logis diikuti oleh kenaikan biaya ekonomi lain secara logis pula. Yang
terjadi ialah ‘ekonomi lempar risiko’ Pada setiap rantai ekonomi yang satu berusaha
menghisap yang lain. Yang paling berisiko adalah pihak yang tidak mempunyai
kemampuan untuk melempar risiko yang harus ia tanggung.
Ironosnya ini semua diawali secara berulang-ulang oleh hasil alam seperti minyak
yang terletak di dasar bumi. Minyak seharusnya menjadi fondasi ekonomi yang
bersipat menambah pendapatan rakyat dan bukan malah menjadi pecundang yang
menyusahkannya. pendapatan olah minyak oleh Negara seharusnya mengabolisi
pajak atau inflasi riil yang membebani rakyat, tak sebaliknya mengeroyok hajat
hidup orang banyak.
Bagaimana seharusnya minyak bumi yang diolah pemerintah dapat mensejahterakan
rakyat?
Jawaban yang tepat untuk pertanyaan di atas adalah ….
A. Minyak seharusnya menjadi fondasi ekonomi
B. Minyak seharusnya bersifat menambah pendapatan rakyat
C. Pendapatan olah minyak seharusnya menjadi fondasi ekonomi yang mengabolisi
pajak dan tidak membebani rakyat
D. Pendapatan olah minyak oleh pemerintah mengabilisi pajak dan inflasi riil yang
membebani rakyat
E. Pendapatan olah minyak oleh negara menjadi fondasi ekonomi dan mengabolisi
pajak serta dapat membebani rakyat
100
KKRRIITTEERRIIAA KKEETTUUNNTTAASSAANN MMIINNIIMMAALL
PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
A. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) :
• No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI);
• No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL);
• No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL;
• No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
• No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
• No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
• No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan;
• No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan;
• No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian;
• No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan
• No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum pada
jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh setiap satuan
pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional seperti
pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan sendiri
101
kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi peserta didik,
masyarakat, dan lingkungannya.
Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar
Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan,
melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu
tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan SMA adalah melakukan
penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian
bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum.
Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit
Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah dijelaskan bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan
penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan
pedoman pelaksanaan kurikulum.
Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan standar nasional
memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat
dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam
rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; Analisis mengenai kebutuhan
dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; Analisis peluang dan
tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan
dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
102
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian
dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui
pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan
penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari
silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan
penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan
acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan
menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi. Oleh
karena itu, diperlukan panduan yang dapat memberikan informasi tentang penetapan
kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan di satuan pendidikan.
B. Tujuan
Penyusunan panduan ini bertujuan untuk:
1. Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan analisis
terhadap hasil belajar yang dicapai;
2. Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang optimal
sehingga meningkat secara bertahap;
3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan
cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup pengertian
dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.
103
PPEENNGGEERRTTIIAANN DDAANN FFUUNNGGSSII
KKRRIITTEERRIIAA KKEETTUUNNTTAASSAANN MMIINNIIMMAALL ((KKKKMM))
A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan
kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik
mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya
jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah
keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan
kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan
norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta
didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi
dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0
sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan
tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial
bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui
kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil
musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan
pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik
atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga
dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan
kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai
104
minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di
bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan
orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu
melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik
dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam
Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta
didik.
B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
Fungsi kriteria ketuntasan minimal:
1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat
diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus
memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam
bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan
dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai
melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus
mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan
dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM
105
sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang
ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD
tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses
pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah;
4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara
satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik,
pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya
pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian.
Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti
kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain
pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan
dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan
pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata
pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk
melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan
salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan
program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan
dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu
pendidikan bagi masyarakat.
MEKANISME PENETAPAN KKM
A. Prinsip Penetapan KKM
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa
ketentuan sebagai berikut:
106
1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat
dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar
mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan
rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;
2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan
belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya
dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar
dan standar kompetensi
3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata
dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik
dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang
bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan
untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata
KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua
KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan
dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal
ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun
Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu
mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan
107
demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan,
karena semuanya memiliki hasil yang setara;
7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan
nilai ketuntasan minimal.
B. Langkah-Langkah Penetapan KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah
penetapan KKM adalah sebagai berikut:
1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan
intake peserta didik dengan skema sebagai berikut:
Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata
pelajaran;
2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;
3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
KKM Indikator
KKM KD
KKM SK
KKM MP
108
C. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah:
1. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar,
dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam
pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi
sebagai berikut:
a. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
b. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi;
c. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
d. peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
e. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
f. peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian
tugas/pekerjaan;
g. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki
tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses
pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
h. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik
dapat mencapai ketuntasan belajar.
Contoh 1.
SK 2. : Memahami hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam
perhitungan kimia (stoikiometri)
KD 2.2 : Membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukum-hukum
dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam
menyelesaikan perhitungan kimia
109
Indikator : Menentukan pereaksi pembatas dalam suatu reaksi
Indikator ini memiliki kompleksitas yang tinggi, karena untuk menentukan
pereaksi pembatas diperlukan beberapa tahap pemahaman/penalaran peserta
didik dalam perhitungan kimia.
Contoh 2.
SK 1. : Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia
KD 1.1. : Memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-sifat
unsur, massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel
periodik serta menyadari keteraturannya, melalui pemahaman
konfigurasi elektron
Indikator : Menentukan konfigurasi elektron berdasarkan tabel periodik atau
nomor atom unsur.
Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena tidak memerlukan
tahapan berpikir/penalaran yang tinggi.
2. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran
pada masing-masing sekolah.
a. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi
yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan
alat/bahan untuk proses pembelajaran;
b. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders
sekolah.
110
Contoh:
SK 3. : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari dan industri
KD 3.3 : Menjelaskan keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan percobaan
Indikator : Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan, dan
volume pada pergeseran keseimbangan melalui percobaan.
Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana
prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan
pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah apabila sekolah tidak
mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru tidak mampu
menyajikan pembelajaran dengan baik.
3. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang
bersangkutan
Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat
penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes
seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII
berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
Contoh penetapan KKM
Untuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian yang
disepakati oleh guru mata pelajaran. Contoh:
Aspek yang dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian
Kompleksitas Tinggi
< 65
Sedang
65-79
Rendah
80-100
Daya Dukung Tinggi
80-100
Sedang
65-79
Rendah
<65
Intake siswa Tinggi
80-100
Sedang
65-79
Rendah
<65
111
Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan.
Aspek yang dianalisis Kriteria penskoran
Kompleksitas Tinggi
1
Sedang
2
Rendah
3
Daya Dukung Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Intake siswa Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan
intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:
1 + 3 + 2
⎯⎯⎯⎯⎯⎯ x 100 = 66,7
9
Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.
112
ANALISIS KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai
dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga
dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun
pembelajaran berikutnya.
Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat
ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap
KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas X, XI, atau XII terhadap
KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan
diperoleh data antara lain:
1. KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI,
atau XII;
2. KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI,
atau XII;
3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI, atau
XII.
Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan
minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria
ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap
peserta didik per mata pelajaran.
113
Contoh
FORMAT
ANALISIS PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR PESERTA DIDIK PER KD
Nama Sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas/semester :
No
Nama Siswa
KKM
Pencapaian Ketuntasan Belajar Peserta Didik/KD
SK 1 SK 2 SK 3
KD KD KD
1.1 1.2 dst 2.1 2.2 dst 3.1 3.2 dst
…..
\
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
1
2
3
4
dst
Rata-rata
Ketuntasan belajar
(dalam %)
Frek
wen
si
jml s
iswa
≤ 49
50-74
75-100
≥ KKM sekolah
114
REKAPITULASI PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR MINIMAL
SEKOLAH
Nama sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas :
Kondisi bulan :
No SK No
KD
KKM Tingkat KKM sekolah Tingkat KKM pencapaian
Sekolah pencapaian maks rerata min maks rerata Min
SK1 KD.1.1 70.00 75.00
75 72,5 70 80 77,5 75 KD 1.2 75.00 80.00
SK 2
KD 2.1 75.00 70.00
75 70 65 70 69 67 KD 2.2 70.00 70.00
KD 2.3 65.00 67.00
dst
PENILAIAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan
kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir,
keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki
potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada
115
peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik,
namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang
memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan
perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan
keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik
yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik.
Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat,
karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan
Tuhan YME, setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi
kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan
menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak,
menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar
dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan
minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin,
komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan
mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang
tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih
kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak
semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus
merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat
dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan
keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu
perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta
penafsiran hasil pengukurannya.
116
B. Tujuan
Buku pengembangan perangkat penilaian afektif ini disusun agar pendidik:
1. memiliki kesamaan pemahaman mengenai ranah afektif dan cara penilaiannya
2. mampu mengembangkan perangkat penilaian afektif
C. Ruang Lingkup
Buku ini berisi tentang hakikat penilaian afektif dan pengembangan perangkat
penilaian afektif.
PENILAIAN RANAH AFEKTIF
A. Hakikat Pembelajaran Afektif
Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar,
dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik
manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal
berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah
psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga
ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang
pendidikan.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai
keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata
pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena
itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk
mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering
diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat
117
nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang
program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh
kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap
positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu,
sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik
sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara
sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai
hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan
pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif
peserta didik.
B. Tingkatan Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen
sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut
taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing,
organization, dan characterization.
1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan,
musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta
didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan
sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,
yaitu kebiasaan yang positif.
118
2. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan
pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam
memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-
hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman,
senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan
derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada
tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari
seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan
dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam
tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar
nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten.
Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi
sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini
peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini
berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
119
C. Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai
ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang
termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan
derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain,
misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan
memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan
dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah
perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif,
sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum.
Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila
kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan
target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial,
atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-
kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui.
Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik
tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri,
nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak
suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan
menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima
informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,
tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian
sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
120
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap
sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk
ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran.
Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana
pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau
keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting
pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan
memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
121
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan
pendidik,
h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri
pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau
negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu
dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif
karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi
sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari
penilaian diri adalah sebagai berikut.
Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
• Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
• Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar
input peserta didik.
• Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
122
Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
• Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
• Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk
instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
Peserta didik mampu menilai dirinya.
Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan
sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti
sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan
nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah
suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai
suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat,
sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta
didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi
peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi
positif terhadap masyarakat.
123
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran
respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana
sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang
lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya
menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik
maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang,
yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya
moral dan artistik.
Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat
perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis
memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua
orang.
124
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN AFEKTIF
A. Pengukuran Ranah Afektif
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan
harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul
adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif
tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi
konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur
ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode
observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari
perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan
diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya
sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif
diri sendiri.
Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari
watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku
atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh
watak dirinya dan kondisi lingkungan.
B. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri,
nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen
penilaian afektif, yaitu:
menentukan spesifikasi instrumen
menulis instrumen
menentukan skala instrumen
menentukan pedoman penskoran
menelaah instrumen
merakit instrumen
125
melakukan ujicoba
menganalisis hasil ujicoba
memperbaiki instrumen
melaksanakan pengukuran
menafsirkan hasil pengukuran
1. Spesifikasi instrumen
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif,
yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik,
dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil
pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang
tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta
didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi
yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting
untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan
peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya
ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta
didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan
yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat
negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
126
e. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral
seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan
dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil
kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.
Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu :
(1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen,
dan (4) panjang instrumen.
Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah
menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi
spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-
kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang
diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional
berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi
operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator
merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan
dua atau lebih instrumen.
2. Penulisan instrumen
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif
No Indikator Jumlah butir Pertanyaan/
Pernyataan Skala
1
2
3
4
5
127
Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen
penilaian afektif sebagai berikut.
a. Instrumen sikap
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara
konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap
bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek,
misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi
operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek.
Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk
mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner.
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang
positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang
sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang;
menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak
diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia misalnya.
Membaca buku Bahasa Indonesia
Mempelajari Bahasa Indonesia
Melakukan interaksi dengan guru Bahasa Indonesia
Mengerjakan tugas Bahasa Indonesia
Melakukan diskusi tentang Bahasa Indonesia
Memiliki buku Bahasa Indonesia
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
Saya senang membaca buku Bahasa Indonesia
Tidak semua orang harus belajar Bahasa Indonesia
Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran Bahasa Indonesia
Saya tidak senang pada tugas pelajaran Bahasa Indonesia
Saya berusaha mengerjakan soal-soal Bahasa Indonesia sebaik-baiknya
Memiliki buku Bahasa Indonesia penting untuk semua peserta didik
128
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta
didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi
konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang
mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk
tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat
adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran Bahasa Indonesia:
Memiliki catatan pelajaran Bahasa Indonesia.
Berusaha memahami Bahasa Indonesia
Memiliki buku Bahasa Indonesia
Mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
• Catatan pelajaran Bahasa Indonesia saya lengkap
• Catatan pelajaran Bahasa Indonesia saya terdapat coretan-coretan tentang
hal-hal yang penting
• Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran Bahasa
Indonesia
• Saya berusaha memahami mata pelajaran Bahasa Indonesia
• Saya senang mengerjakan soal Bahasa Indonesia
• Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran Bahasa Indonesia
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk
menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik.
Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya
sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional
konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang
menyangkut mata pelajaran.
129
Contoh indikator konsep diri:
Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh pernyataan untuk instrumen:
Saya sulit mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia
Saya mudah memahami bahasa Inggris
Saya mudah menghapal suatu konsep.
Saya mampu membuat karangan yang baik
Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
Saya mampu membuat karya seni yang baik
Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
d. Instrumen nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta
didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai
(value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik
yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang
menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh
nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau
keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau
tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi
dari nilai yang dianutnya.
130
Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat,
kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang
tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang
berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang
berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan.
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu.
Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang
negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan
akhirnya dihilangkan.
Contoh indikator nilai adalah:
Memiliki keyakinan akan peran sekolah
Menyakini keberhasilan peserta didik
Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
• Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk
ditingkatkan.
• Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
• Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes
cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
• Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat
kesejahteraan masyarakat.
• Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
• Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas
usahanya.
131
Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri,
dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif
peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran.
Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu
indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap
perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator
tersebut.
e. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh
indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:
Memegang janji
Memiliki kepedulian terhadap orang lain
Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
Memiliki Kejujuran
Contoh pernyataan untuk instrumen moral
• Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
• Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
• Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
• Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
• Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.
• Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
• Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
• Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat
saya.
• Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak
seluruhnya benar.
• Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
132
3. Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala
Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Bahasa Indonesia
7 6 5 4 3 2 1
1. Saya senang belajar Bahasa Indonesia
2. Pelajaran Bahasa Indonesia bermanfaat
3. Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran
Bahasa Indonesia
4. Saya berusaha memiliki buku pelajaran
Bahasa Indonesia
5. Pelajaran Bahasa Indonesia membosankan
Dst
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran Bahasa Indonesia
1 Pelajaran Bahasa Indonesia bermanfaat SS S TS STS
2 Pelajaran Bahasa Indonesia sulit SS S TS STS
3 Tidak semua harus belajar Bahasa Indonesia SS S TS STS
4 Pelajaran Bahasa Indonesia harus dibuat mudah SS S TS STS
5 Sekolah saya menyenangkan SS S TS STS
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
133
Contoh skala beda Semantik:
Pelajaran Bahasa Indonesia
a b c d e f g
Menyenangkan Membosankan
Sulit Mudah
Bermanfaat Sia-sia
Menantang Menjemukan
Banyak Sedikit
4. Sistem penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila
digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor
terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi
7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan
terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih
jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal
tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan,
agar jelas sikap atau minat responden.
Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas,
yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya
ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan
minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Telaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/
pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan
menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias,
d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi
instrumen jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat
pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk
dibaca/dijawab.
134
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila
ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang
diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang
digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah
selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat
kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak
lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/
pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan
pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu
mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.
Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir
lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus
semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun
sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang
menempuh ujian akhir lulus semua?
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu
kuesioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan
responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
135
Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan
dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu
yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab
instrumen, dan pengetikan.
6. Merakit instrumen
Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan
format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen
harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk
membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan
dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi
panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam
menjawab atau mengisinya.
7. Ujicoba instrumen
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan
penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik.
Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin
dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga
peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa
berasal dari satu sekolah atau lebih.
Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas
kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan
waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan
disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya
responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian
instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan
waktu namun tidak terlalu ketat.
136
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya
instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi
instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan
agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.
8. Analisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan.
Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi
dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat
dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja,
misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik.
Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir
instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik.
Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan
indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih
kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu
diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.
9. Perbaikan instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik,
berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun
hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen
harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden
ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
10. Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang
digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang
untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan
sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak
137
terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada
responden yang lain agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian
instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi
responden, dan pedoman pengisian instrumen.
11. Penafsiran hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran
diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan
jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala
Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk
mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang
sifatnya positif:
Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(4) (3) (2) (1)
Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif
Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(1) (2) (3) (4)
Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor
terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat
kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah
(kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat
ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan
minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.
Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel
berikut.
138
Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan,
dengan rentang skor 10 – 40.
No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat
1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik
2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik
3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang
4. Kurang dari 20 Sangat rendah/Sangat kurang
Keterangan Tabel 2:
1. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 =
36, dan batas atasnya 40.
2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan
skor batas atasnya adalah 35.
3. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20,
dan skor batas atasnya adalah 27.
4. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah
kurang dari 20.
139
Tabel 3 Kategorisasi sikap atau minat kelas
No. Skor rata-rata kelas Kategori Sikap atau Minat
1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik
2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik
3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang
4. Kurang dari 20 Sangat rendah/Sangat kurang
Keterangan:
1. Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta
didik di kelas ybs.
2. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 =
36, dan batas atasnya 40.
3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan
skor batas atasnya adalah 35.
4. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20,
dan skor batas atasnya adalah 27.
5. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah
kurang dari 20.
Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap
mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik
harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan bimbingan pendidik.
Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus
berusaha mempertahankannya.
140
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam
pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap
setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil
pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat
profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan
selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik
yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata
pelajaran tersebut baik.
C. Observasi
Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa
dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai
dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual
kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman
observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata pelajaran matematika
adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas, banyaknya
bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil observasi akan melengkapi
informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian informasi yang diperoleh akan lebih
akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan lebih tepat.
141
PENUTUP
Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan
adalah kemampuan pendidik untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal
dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun berikutnya bisa
ditambah ranah afektif lain untuk dinilai.
Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut.
1. Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2. Menentukan definisi operasional
3. Menentukan indikator
4. Menulis instrumen.
Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan,
substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan untuk
memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil
ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan
indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan untuk memperbaiki instrumen. Hal
yang penting pada instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang
dikatakan baik adalah minimal 0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif
berarti minat peserta didik tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu objek baik,
sedang negatif berarti minat peserta didik rendah atau sikap peserta didik terhadap objek
kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah
afektif yang lain.
142
PENILAIAN PSIKOMOTOR
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus
mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif
(sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).
Pada umumnya penilaian yang dilakukan oleh pendidik lebih menekankan pada
penilaian ranah kognitif. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pendidik
kurang memahami penilaian ranah afektif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu
adanya acuan untuk mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
B. Tujuan
Pengembangan perangkat penilaian psikomotor ini disusun dengan tujuan agar
guru:
1. memiliki kesamaan pemahaman mengenai penilaian psikomotor;
2. mampu mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
C. Ruang Lingkup
Pengembangan perangkat penilaian psikomotor ini membahas tentang penilaian
psikomotor, pengembangan instrumen penilaian psikomotor dan pedoman
penskorannya, serta pelaporan hasil penilaian psikomotor.
143
PENILAIAN PSIKOMOTOR
A. Pengertian Psikomotor
Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara
eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun
penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih
menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut
kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu
mengandung ranah afektif.
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya
kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, dan nilai. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas
fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor
berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan
manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan
bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang
lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan
keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian
seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan
refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan
komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa
sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah
pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi
kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan
untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang
144
memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif
adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific
responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta
didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat,
atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya
memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik
sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu
keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka
sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan
pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana
memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat
dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan
naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan
sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang
peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau
memperhatikan hal yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan
melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada
pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul
bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya.
Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang
akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik
dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang
komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai
contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat
sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik
sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan
145
tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat
naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan
yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa
berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan
cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.
Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan
ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya,
fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan belajar yang
banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan
praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah
kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah
psikomotor.
B. Pembelajaran Psikomotor
Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode
pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan. Oleh karena ada perbedaan titik
berat tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka strategi pembelajarannya
juga berbeda. Menurut Mills (1977), pembelajaran keterampilan akan efektif bila
dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by
doing). Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keterampilan yang dilatih melalui
praktik secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan atau otomatis dilakukan.
Sementara itu Goetz (1981) dalam penelitiannya melaporkan bahwa latihan yang
dilakukan berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada
pemahiran keterampilan. Lebih lanjut dalam penelitian itu dilaporkan bahwa
pengulangan saja tidak cukup menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, namun
diperlukan umpan balik yang relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan.
Sekali berkembang maka kebiasaan itu tidak pernah mati atau hilang.
146
Sementara itu, Gagne (1977) berpendapat bahwa kondisi yang dapat mengoptimalkan
hasil belajar keterampilan ada dua macam, yaitu kondisi internal dan eksternal. Untuk
kondisi internal dapat dilakukan dengan cara (a) mengingatkan kembali bagian dari
keterampilan yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan prosedur atau langkah-
langkah gerakan yang telah dikuasai. Sementara itu untuk kondisi eksternal dapat
dilakukan dengan (a) instruksi verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi, (d) praktik, dan
(e) umpan balik.
Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa
langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang
optimal. Mills (1977) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik
adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan
secara rinci dan berutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan
penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk
kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian
yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan
praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha
peserta didik.
Edwardes (1981) menjelaskan bahwa proses pembelajaran praktik mencakup tiga
tahap, yaitu (a) penyajian dari pendidik, (b) kegiatan praktik peserta didik, dan (c)
penilaian hasil kerja peserta didik. Guru harus menjelaskan kepada peserta didik
kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kompetensi
kunci adalah kemampuan utama yang harus dimiliki seseorang agar tugas atau
pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara benar dan hasilnya optimal. Sebagai contoh,
dalam memukul bola, kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik
menempatkan bola pada titik ayun. Dengan cara ini, tenaga yang dikeluarkan hanya
sedikit namun hasilnya optimal. Contoh lain, dalam mengendorkan mur dari bautnya,
kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik memegang kunci pas secara
tepat yakni di ujung kunci. Dengan cara ini tenaga yang dikeluarkan untuk
mengendorkan mur jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengendoran mur
dengan cara memegang kunci pas yang tidak tepat.
147
Dalam proses pembelajaran keterampilan, keselamatan kerja tidak boleh
dikesampingkan, baik bagi peserta didik, bahan, maupun alat. Leighbody (1968)
menjelaskan bahwa keselamatan kerja tidak dapat dipisahkan dari proses
pembelajaran psikomotor. Guru harus menjelaskan keselamatan kerja kepada peserta
didik dengan sejelas-jelasnya. Oleh karena kompetensi kunci dan keselamatan kerja
merupakan dua hal penting dalam pembelajaran keterampilan, maka dalam penilaian
kedua hal itu harus mendapatkan porsi yang tinggi.
C. Penilaian Hasil Belajar Psikomotor
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan
(1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1)
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan
jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak
dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa
penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan
sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan
atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang
telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar
psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk.
Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta
didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes
peserta didik.
148
149
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN PSIKOMOTOR
A. Jenis Perangkat Penilaian Psikomotor
Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu
dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/ instrumen
untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah
psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar
eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat berupa
lembar observasi atau portofolio.
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan
suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang diamati. Lembar
observasi dapat berbentuk daftar periksa/check list atau skala penilaian (rating
scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya
tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai dengan aspek yang
diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai unjuk kerja
peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang
diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5. Portofolio adalah kumpulan
pekerjaan peserta didik yang teratur dan berkesinambungan sehingga peningkatan
kemampuan peserta didik dapat diketahui untuk menuju satu kompetensi tertentu.
B. Konstruksi Instrumen
Sama halnya dengan soal ranah kognitif, soal untuk penilaian ranah psikomotor juga
harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi
dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal menjadi 2 kompetensi
dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 2 indikator atau lebih,
dan setiap indikator harus dapat dibuat butir soalnya. Indikator untuk soal
psikomotor dapat mencakup lebih dari satu kata kerja operasional.
150
Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada soal ranah psikomotor
perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau portofolio. Tidak
ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa observasi dengan skala
penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu pada soal atau lembar
perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada peserta didik.
Berdasarkan pada soal atau lembar perintah/lembar tugas dibuat daftar periksa
observasi atau skala penilaian. Pada umumnya, baik daftar periksa observasi maupun
skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3)
hasil.
C. Penyusunan Rancangan Penilaian
Sebaiknya guru merancang secara tertulis sistem penilaian yang akan dilakukan
selama satu semester. Rancangan penilaian ini sifatnya terbuka, sehingga peserta
didik, guru lain, dan kepala sekolah dapat melihatmya.
Langkah-langkah penulisan rancangan penilaian adalah:
1. Mencermati silabus yang sudah ada
2. Menyusun rancangan sistem penilaian berdasarkan silabus yang telah disusun
Selanjutnya, rancangan penilaian ini diinformasikan kepada peserta didik pada awal
semester. Dengan demikian sistem penilaian yang dilakukan guru semakin sempurna
atau semakin memenuhi prinsip – prinsip penilaian.
D. Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-
kisi merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan
menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Contoh kisi-kisi
soal ranah psikomotor adalah sebagai berikut.
151
CONTOH KISI-KISI PENILAIAN
Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Jenis Tagihan : Ulangan Harian
Jumlah Soal/Waktu : 1/30 menit
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar
Bahan
kelas/
Sem
Materi
Pembelajaran Indikator
Bentuk
soal
Nomo
r soal
E. Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor
Instrumen Penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan pedoman
penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal
tersebut.
1. Penyusunan soal
152
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis soal ranah psikomotor adalah
mencermati kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Soal harus dijabarkan dari
indikator dengan memperhatikan materi pembelajaran.
Soal ranah psikomotor untuk ulangan tengah semester dan akhir semester yang
biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa
indikator.
2. Pedoman penskoran
Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau skala penilaian
yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja ini selanjutnya
dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati. Untuk soal dari
contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa observasi atau skal
penilaiannya sebagai berikut.
a. Mencermati soal.
b. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan
kunci.
c. Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta didik,
apakah daftar periksa observasi atau skala penilaian
d. Menuliskan aspek-aspek keterampilan dalam bentuk pertanyaan/
pernyataan ke dalam tabel
e. Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa observasi untuk
meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat
f. Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah
ditulis untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang
lain.
Langkah (f) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki validitas isi tinggi,
sedangkan langkah (g) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki
reliabilitas tinggi.
153
PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR
Tidak jauh berbeda dengan penilaian ranah kognitif, penilaian ranah psikomotor juga
dimulai dengan pengukuran hasil belajar peserta didik. Perbedaan di antara keduanya
adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif umumnya dilakukan dengan tes tertulis,
sedangkan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau
tes perbuatan.
A. Kriteria (Rubrics)
Kriteria atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik.
Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak adil dapat dihindari atau
paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah menilai prestasi yang dapat dicapai
peserta didik, dan peserta didik pun akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaik-
baiknya karena kriteria penilaiannya jelas.
154
Rubrik terdiri atas dua hal yang saling berhubungan. Hal pertama adalah skor dan hal
lainnya adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya
gradasi skor (misal 5, 4, 3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan
dan hakikat kinerja yang akan dinilai. Contoh rubrik dan penggunaannya pada lembar
skala penilaian sebagai berikut.
155
Berilah centang (√) di bawah skor 5 bila Anda anggap cara melakukan aspek
keterampilan sangat tepat, skor 4 bila tepat, 3 bila agak tepat, 2 bila tidak tepat,
dan skor 1 bila sangat tidak tepat untuk setiap aspek keterampilan di bawah ini!
kriteria (rubrik)
Nomor
Butir Aspek Keterampilan
Skor
5 4 3 2 1
Tampak dalam skala penilaian di atas bahwa penilai harus bekerja keras untuk
menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu sangat tepat sehingga harus
diberi skor 5, atau agak tepat sehingga skornya 3. Oleh karena itu, dalam
menggunakan skala penilaian ini harus dilakukan secermat mungkin agar skor yang
didapat menunjukkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
156
Sedikit berbeda dengan skala penilaian, skor yang ada di lembar daftar periksa
observasi tidak banyak bervariasi, biasanya hanya dua pilihan, yaitu: ada atau “ya”
dengan skor 1 dan “tidak” dengan skor 0. Kriteria (rubrik) dan penggunaannya pada
datar periksa observasi dapat dilihat pada contoh berikut.
157
Berilah centang (√) di bawah kata “ya” bila aspek keterampilan yang dinyatakan
itu muncul dan benar, dan berilah centang di bawah kata “tidak” bila aspek
keterampilan itu muncul tetapi tidak benar atau aspek itu tidak muncul sama
sekali. Kata “ya” diberi skor 1, dan kata “tidak” diberi skor 0.
kriteria (rubrik)
Nomor
Butir Aspek keterampilan
Jawaban
Ya Tidak
B. Penskoran dan Interpretasi Hasil Penilaian
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan penskoran adalah ada atau
tidak adanya perbedaan bobot tiap-tiap aspek keterampilan yang ada dalam skala
penilaian atau daftar periksa observasi. Apabila tidak ada perbedaan bobot maka
penskorannya lebih mudah. Skor akhir sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir
penilaian.
158
Selanjutnya untuk menginterpretasikan, hasil yang dicapai dibandingkan dengan
acuan atau kriteria. Oleh karena pembelajaran ini menggunakan pendekatan belajar
tuntas dan berbasis kompetensi maka acuan yang digunakan untuk
menginterpretasikan hasil penilaian kinerja dan hasil kerja peserta didik adalah
acuan kriteria.
159
N
O PERNYATAAN
SKOR HASIL
PENILAIAN
SKOR
BUTI
R 5 4 3 2 1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
160
16
17
18
19
20
JUMLAH
C. Analisis Hasil Penilaian
Penilaian yang diselenggarakan oleh pendidik mempunyai banyak kegunaan, baik
bagi peserta didik, satuan pendidikan, ataupun bagi pendidik sendiri. Secara rinci
dapat dijelaskan manfaat penilaian, yaitu:
1. mengetahui tingkat ketercapaian Standar Kompetensi yang sudah dijabarkan ke
Kompetensi Dasar.
2. mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik.
3. mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.
4. mendorong peserta didik belajar/berlatih.
5. mendorong pendidik untuk mengajar dan mendidik lebih baik.
6. mengetahui keberhasilan satuan pendidikan dan mendorongnya untuk berkarya
lebih terfokus dan terarah.
Untuk mendapatkan manfaat seperti yang telah dijelaskan di atas maka perlu
dilakukan analisis terhadap hasil tes/penilaian yang telah dicapai oleh peserta
didik. Caranya yaitu dengan membuat tabel spesifikasi yang dapat
menunjukkan kompetensi dasar, indikator, atau aspek keterampilan mana
yang belum dikuasai oleh peserta didik. Selanjutnya, aspek keterampilan yang
161
belum dikuasai itu dituliskan dalam kolom keterangan. Contoh analisis hasil
tes dapat dilihat pada tabel berikut.
162
Tabel 2. Contoh tabel analisis hasil tes
Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : X/I
Jenis ujian : Ulangan Harian
Nama Peserta didik : Badar
Kompetensi
Dasar
Jumlah
butir
yang
diujikan
Jumlah
butir
yang
betul
Persentase
keber-
hasilan
Penguasaan Keterangan
D. Laporan Hasil Penilaian
Hasil belajar peserta didik mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Oleh karena itu laporan hasil belajar peserta didik juga harus mencakup
ketiga ranah tersebut. Informasi ranah afektif dapat diperoleh melalui kuesioner atau
pengamatan yang sistematik. Informasi ranah kognitif dan psikomotor diperoleh
dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata pelajaran, sesuai dengan tuntutan
kompetensi dasar. Jadi tidak semua mata pelajaran memiliki nilai untuk ranah
psikomotor.
163
Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena
dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan
memiliki makna yang sama penting. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan
kognitif tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang
cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup,
kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta didik ini
dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang ini
tampak sama walau sebenarnya karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain
itu, ada informasi penting yang hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan
masing-masing individu.
Di dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi, tetapi kemampuan
psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja pada bidang pekerjaan
yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak dituntut harus melakukan
kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh karena itu,
laporan hasil belajar harus dinyatakan dalam tiga ranah tersebut. Laporan hasil
belajar peserta didik untuk setiap akhir semester berupa rapor yang disampaikan
kepada orang tua peserta didik. Untuk meningkatkan akuntabilitas satuan
pendidikan, hasil belajar peserta didik dilaporkan kepada dinas pendidikan, dan
sebaiknya juga dilaporkan ke masyarakat. Laporan ini dapat berupa laporan
perkembangan prestasi akademik sekolah yang ditempelkan di tempat pengumuman
sekolah.
PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
164
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu
tugas Direktorat Pembinaan SMA - Subdirektorat Pembelajaran adalah melakukan
penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian
bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut
dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit
Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan
pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman
pelaksanaan kurikulum.
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan
termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Kebijakan pemerintah tersebut
mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah untuk
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
Pada kenyataannya dalam melaksanakan KTSP termasuk sistem penilaiannya, banyak
pendidik yang masih mengalami kesulitan untuk menyusun tes dan mengembangkan
butir soal yang valid dan reliabel. Oleh karena itu, Direktorat Pembinaan SMA
membuat berbagai panduan pelaksanaan KTSP yang salah satu di antaranya adalah
panduan penyusunan butir soal.
B. Tujuan
165
Tujuan penyusunan panduan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional
guru khususnya dalam penulisan butir soal. Setelah mempelajari panduan ini
diharapkan para guru dapat menyusun kisi-kisi dengan benar dan mengemabngkan
butir soal yang valid dan reliabel.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam panduan ini meliputi penilaian berbasis
kompetensi, teknik, alat penilaian dan prosedur pengembangan tes, penyusunan kisi-
kisi, dan penyusunan butir soal.
PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
A. Pengertian
Penilaian berbasis kompetensi merupakan teknik evaluasi yang harus dilakukan guru
dalam pembelajaran di sekolah. Teknik dan pelaksanaannya diatur di dalam:
• Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
• Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di dalam Standar Isi menjadi fokus
perhatian utama dalam penilaian.
166
B. Bentuk dan Proses Penilaian
Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan penilaian
melalui tes dan non tes. Tes meliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda,
jawaban singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi:
kinerja (performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk). Penilaian non-
tes contohnya seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life
skill. Tes perbuatan dan penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan (observasi).
Langkah-langkah pengembangan tes meliputi (1) menentukan tujuan penilaian, (2)
menentukan kompetensi yang diujikan (3) menentukan materi penting pendukung
kompetensi (urgensi, kontinuitas, relevansi, keterpakaian), (4) menentukan jenis tes
yang tepat (tertulis, lisan, perbuatan), (5) menyusun kisi-kisi, butir soal, dan pedoman
penskoran, (6) melakukan telaah butir soal. Penilaian non tes dilakukan melalui
pengamatan dengan langkah-langkah (1) menentukan tujuan penilaian, (2)
menentukan kompetensi yang diujikan, (3) menentukan aspek yang diukur, (4)
menyusun tabel pengamatan dan pedoman penskorannya, (5) melakukan penelaahan.
C. Kriteria Bahan Ulangan/Ujian
Bahan ulangan/ujian yang akan digunakan hendaknya menenuhi dua kriteria dasar
berikut ini.
1. adanya kesesuaian materi yang diujikan dan target kompetensi yang harus dicapai
melalui materi yang diajarkan. Hal ini dapat memberikan informasi tentang siapa
atau peserta didik mana yang telah mencapai tingkatan pengetahuan tertentu yang
disyaratkan sesuai dengan target kompetensi dalam silabus/kurikulum dan dapat
memberikan informasi mengenai apa dan seberapa banyak materi yang telah
dipelajari peserta didik. Berdasarkan ilmu pengukuran pendidikan, ujian yang
167
bahannya tidak sesuai dengan target kompetensi yang harus dicapai bukan saja
kurang memberikan informasi tentang hasil belajar seorang peserta didik,
melainkan juga tidak menghasilkan umpan balik bagi penyempurnaan proses
belajar-mengajar.
2. bahan ulangan/ujian hendaknya menghasilkan informasi atau data yang dapat
dijadikan landasan bagi pengembangan standar sekolah, standar wilayah, atau
standar nasional melalui penilaian hasil proses belajar-mengajar.
D. Soal yang Bermutu
Bahan ujian atau soal yang bermutu dapat membantu pendidik meningkatkan
pembelajaran dan memberikan informasi dengan tepat tentang peserta didik mana
yang belum atau sudah mencapai kompetensi. Salah satu ciri soal yang bermutu
adalah bahwa soal itu dapat membedakan setiap kemampuan peserta didik. Semakin
tinggi kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran, semakin
tinggi pula peluang menjawab benar soal atau mencapai kompetensi yang ditetapkan.
Makin rendah kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran,
makin kecil pula peluang menjawab benar soal untuk mengukur pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
Syarat soal yang bermutu adalah bahwa soal harus sahih (valid), dan handal. Sahih
maksudnya bahwa setiap alat ukur hanya mengukur satu dimensi/aspek saja. Mistar
hanya mengukur panjang, timbangan hanya mengukur berat, bahan ujian atau soal
PKn hanya mengukur materi pembelajaran PKn bukan mengukur
keterampilan/kemampuan materi yang lain. Handal maksudnya bahwa setiap alat
ukur harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat, cermat, dan ajeg. Untuk
dapat menghasilkan soal yang sahih dan handal, penulis soal harus merumuskan kisi-
kisi dan menulis soal berdasarkan kaidah penulisan soal yang baik (kaidah penulisan
soal bentuk objektif/pilihan ganda, uraian, atau praktik).
168
Linn dan Gronlund (1995: 47) menyatakan bahwa tes yang baik harus memenuhi tiga
karakteristik, yaitu: validitas, reliabilitas, dan usabilitas. Validitas artinya ketepatan
interpretasi hasil prosedur pengukuran, reliabilitas artinya konsistensi hasil
pengukuran, dan usabilitas artinya praktis prosedurnya. Di samping itu, Cohen dkk.
(1992: 28) juga menyatakan bahwa tes yang baik adalah tes yang valid artinya
mengukur apa yang hendak diukur. Nitko (1996 : 36) menyatakan bahwa validitas
berhubungan dengan interpretasi atau makna dan penggunaan hasil pengukuran
peserta didik. Messick (1993: 13) menjelaskan bahwa validitas tes merupakan suatu
integrasi pertimbangan evaluatif derajat keterangan empiris yang mendasarkan
pemikiran teoritis yang mendukung ketepatan dan kesimpulan berdasarkan pada skor
tes. Adapun validitas dalam model Rasch adalah sesuai atau fit dengan model
(Hambleton dan Swaminathan, 1985: 73).
Messick (1993: 16) menyatakan bahwa validitas secara tradisional terdiri dari: (1)
validitas isi, yaitu ketepatan materi yang diukur dalam tes; (2) validitas criterion-
related, yaitu membandingkan tes dengan satu atau lebih variabel atau kriteria, (3)
valitidas prediktif, yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan alat lain yang dilakukan
kemudian; (4) validitas serentak (concurrent), yaitu ketepatan hasil pengukuran
dengan dua alat ukur lainnya yang dilakukan secara serentak; (5) validitas konstruk,
yaitu ketepatan konstruksi teoretis yang mendasari disusunnya tes. Linn dan
Gronlund (1995 : 50) menyatakan hahwa valilitas terdiri dari: (1) konten. (2) test-
criterion relationship, (3) konstruk, dan (4) consequences, yaitu ketepatan
penggunaan hasil pengukuran. Sedangkan menurut Oosterhof (190 : 23) yang
mengutip berdasarkan "Standards for Educational and Psychological Testing, 1985"
yang didukung oleh Ebel dan Frisbie (1991 : 102-109), serta Popham (1995 : 43)
bahwa tipe validitas adalah validitas: (1) content, (2) criterion, dan (3) construction.
Di samping validitas, informasi tentang reliabilitas tes sangat diperlukan. Nitko (1999
: 62) dan Popham (1995 : 21) menyatakan bahwa reliabilitas berhubungan dengan
konsistensi hasil pengukuran. Pernyataan ini didukung oleh Cohen dkk, yaitu bahwa
169
reliabilitas merupakan persamaan dependabilitas atau konsistensi (Cohen dkk : 192 :
132) karena tes yang memiliki konsistensi/reliabilitas tinggi, maka tesnya adalah
akurat, reproducible; dan gereralizable terhadap kesempatan testing dan instrumen
tes yang sama. (Ebel dan Frisbie (1991 : 76). Faktor yang mempengaruhi reliabilitas
yang berhubungan dengan tes adalah: (1) banyak butir, (2) homogenitas materi tes,
(3) homogenitas karakteristik butir, dan (4) variabilitas skor. Reliabilitas yang
berhubungan dengan peserta didik dipengaruhi oleh faktor: (1) heterogenitas
kelompok, (2) pengalaman peserta didik mengikuti tes, dan (3) motivasi peserta
didik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi reliabilitas yang berhubungan dengan
administrasi adalah batas waktu dan kesempatan menyontek (Ebel dan Frisbie, 1991:
88-93).
Linn dan Gronlund menyatakan bahwa metode estimasi dapat dilakukan dengan
mempergunakan: (1) metode test-retest, yaitu diberikan tes yang sama dua kali pada
kelompok yang sama dengan interval waktu; tujuannya adalah pengukuran stabilitas;
(2) metode equivalent form, yaitu diberikan dua tes paralel pada kelompok yang
sama dan waktu yang sama; tujuannya adalah pengukuran menjadi ekuivalen; (3)
metode test-retest dengan equivalen form, yaitu diberikan dua tes paralel pada
kelompok yang sama dengan interval waktu; tujuannya adalah pengukuran stabilitas
dan ekuivalensi; (4) metode split-half, yaitu diberikan tes sekali, kemudian skor pada
butir yang ganjil dan genap dkorelasikan dengan menggunakan rumus Spearman-
Brown; tujuannya adalah pengukuran konsistensi internal; (5) metode Kuder-
Richardson dan koefisien Alfa, yaitu diberikan tes sekali kemudian skor total tes
dihitung dengan rumus Kuder-Richardson, tujuannya adalah pengukuran konsistensi
internal; (6) metode inter-rater, yaitu diberikan satu set jawaban peserta didik untuk
diskor/judgement oleh 2 atau lebih rater; tujuannya adalah pengukuran konsistensi
rating. Menurut Popham (1995: 22), reliabilitas terdiri dari 3 jenis yaitu: (1)
stabilitas, yaitu konsistensi hasil di antara kesempatan testing yang berbeda, (2)
format bergantian (alternate form), yaitu konsistensi hasil di antara dua atau lebih tes
yang berbeda, (3) internal konsistensi, yaitu konsistensi melalui suatu pengukuran
fungsi butir instrumen.
170
Reliabilitas skor tes dalam teori respon butir adalah penggunaan fungsi informasi tes.
Menurut Hambleton dan Swaminathan (1985: 236), pengukuran fungsi informasi tes
lebih akurat bila dibandingkan dengan penggunaan reliabilitas karena: (1) bentuknya
tergantung hanya pada butir-butir dalam tes, (2) mempunyai estimasi kesalahan
pengukuran pada setiap level abilitas. Pernyataan ini didukung oleh Gustafson (1981
: 41), yaitu bahwa konsep reliabilitas dalam model Rasch memerankan bagian
subordinate sebab model pengukuran ini diorientasikan pada estimasi kemampuan
individu.
Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas tes perlu dilakukan analisis butir soal.
Kegunaan analisis butir soal di antaranya adalah: (1) dapat membantu para pengguna
tes dalam evaluasi atas tes yang diterbitkan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes
informal dan lokal seperti kuis, ulangan yang disiapkan guru untuk peserta didik di
kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat
memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas (Anastasi
dan Urbina, 1997: 172).
TEKNIK PENILAIAN DAN PROSEDUR PENGEMBANGAN TES
A. Teknik Penilaian
171
Ada beberapa teknik dan alat penilaian yang dapat digunakan pendidik sebagai sarana
untuk memperoleh informasi tentang keadaan belajar peserta didik. Penggunaan
berbagai teknik dan alat itu harus disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang
tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik, dan banyaknya/jumlah materi
pembelajaran yang sudah disampaikan.
Teknik penilaian adalah metode atau cara penilaian yang dapat digunakan guru untuk
rnendapatkan informasi. Teknik penilaian yang memungkinkan dan dapat dengan
mudah digunakan oleh guru, misalnya: (1) tes (tertulis, lisan, perbuatan), (2)
observasi atau pengamatan, (3) wawancara.
1. Teknik penilaian melalui tes
a. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan
memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1) tes objektif, misalnya bentuk pilihan panda, jawaban singkat atau isian,
benar salah, dan bentuk menjodohkan;
2) tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya dapat
dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif (penskorannya
sulit dilakukan secara objektif).
b. Tes lisan
Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan
tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik. Tes ini
memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah: (1) dapat menilai
kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik, sikap, serta
kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung; (2) bagi
peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat sehingga sering
172
mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat
menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan
pertanyaan yang dimaksud; (3) hasil tes dapat langsung diketahui peserta
didik. Kelemahannya adalah (1) subjektivitas pendidik sering mencemari
hasil tes, (2) waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
c. Tes perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan
atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau
unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak peserta didik melakukan
persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang dicapainya. Untuk
menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan sebuah format pengamatan,
yang bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskan
angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk
formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes perbuatan yang
sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format pengamatan individual.
Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secara kelompok digunakan format
tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan pengamatan kelompok.
2. Teknik penilaian melalui observasi atau pengamatan
Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pendidik untuk mendapatkan
informasi tentang peserta didik dengan cara mengamati tingkah laku dan
kemampuannya selama kegiatan observasi berlangsung. Observasi dapat
ditujukan kepada peserta didik secara perorangan atau kelompok. Dalam
kegiatan observasi perlu disiapkan format pengamatan. Format pengamatan dapat
berisi: (1) perilaku-perilaku atau kemampuan yang akan dinilai, (2) batas waktu
pengamatan.
3. Teknik penilaian melalui wawancara
173
Teknik wawancara pada satu segi mempunyai kesamaan arti dengan tes lisan
yang telah diuraikan di atas. Teknik wawancara ini diperlukan pendidik untuk
tujuan mengungkapkan atau menanyakan lebih lanjut hal-hal yang kurang jelas
informasinya. Teknik wawancara ini dapat pula digunakan sebagai alat untuk
menelusuri kesukaran yang dialami peserta didik tanpa ada maksud untuk
menilai.
Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel
berikut menyajikan teknik penilaian dan bentuk instrumen.
Tabel 1. Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen
Teknik Penilaian Bentuk Instrumen
• Tes tertulis
• Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah,
menjodohkan dll.
• Tes isian: isian singkat dan uraian
• Tes lisan
• Daftar pertanyaan
• Tes praktik (tes kinerja)
• Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Tes uji petik kinerja
• Penugasan individual atau
kelompok
• Pekerjaan rumah
• Projek
• Penilaian portofolio
• Lembar penilaian portofolio
• Jurnal • Buku cacatan jurnal
• Penilaian diri • Kuesioner/lembar penilaian diri
174
2. • Penilaian antarteman • Lembar penilaian antarteman
B. Prosedur Pengembangan Tes
Sebelum menentukan teknik dan alat penilaian, penulis soal perlu menetapkan
terlebih dahulu tujuan penilaian dan kompetensi dasar yang hendak diukur. Adapun
proses penentuannya secara lengkap dapat dilihat pada bagan berikut ini.
175
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan sebagai berikut.
MENENTUKAN TUJUAN PENILAIAN
MEMPERHATIKAN STANDAR KOMPETENSINYA
MENENTUKAN KD-NYA (KD1 + KD2 + KD3 DLL)
TES
NON TES
MENENTUKAN MATERI PENTING/ PENDUKUNG KD : UKRK
- PENGAMATAN/ OBSERVASI (SIKAP, PORTFOLIO, LIFE SKILLS)
- TES SIKAP - DLL
TEPAT DIUJIKAN SECARA TERTULIS/LISAN?
BENTUK URAIAN
BENTUK OBJEKTIF
(PG, ISIAN, DLL)
TIDAK TEPAT TEPAT
TES PERBUATAN
- KINERJA (PERFORMANCE) - PENUGASAN (PROJECT) - HASIL KARYA (PRODUCT) - DLL
IKUTI KAIDAH PENULISAN SOAL DAN SUSUNLAH PEDOMAN PENSKORANNYA
Keterangan: KD = Kompetensi Dasar KD1 + KD2 = Gabungan antar kompetensi dasar UKRK = Urgensi, Kontinuitas, Relevansi, Keterpakaian
176
1. Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan
memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi
belajar, diagnostik, atau seleksi. Contoh untuk tujuan prestasi belajar, lingkup
materi/kompetensi yang ditanyakan/diukur disesuaikan seperti untuk
kuis/menanyakan materi yang lalu, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas
individu/kelompok, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, laporan kerja
praktik/laporan praktikum, ujian praktik.
2. Memperhatikan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Standar
kompetensi merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus
diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan
kompetensi dasar.
3. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan
keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai
pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus
mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas
(merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran lain),
dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Langkah
selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi
tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka materi
yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau
uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes
perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product), atau
lainnya.
4. Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya.
Dalam menulis soal, penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisan soal.
177
C. Penentuan Materi Penting
Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyiapkan bahan ulangan/ujian adalah
menentukan kompetensi dan materi yang akan diujikan. Setelah menentukan
kompetensi yang akan diukur, maka langkah berikutnya adalah menentukan materi
yang akan diujikan. Penentuan materi yang akan diujikan sangat penting karena di
dalam satu tes tidak mungkin semua materi yang telah diajarkan dapat diujikan dalam
waktu yang terbatas, misalnya satu atau dua jam. Oleh karena itu, setiap guru harus
menentukan materi mana yang sangat penting dan penunjang, sehingga dalam waktu
yang sangat terbatas, materi yang diujikan hanya menanyakan materi-materi yang
sangat penting saja. Materi yang telah ditentukan harus dapat diukur sesuai dengan
alat ukur yang akan digunakan yaitu tes atau non-tes.
Penentuan materi penting dilakukan dengan memperhatikan kriteria:
1. Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik,
2. Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau
lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya,
3. Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami,
mata pelajaran lain,
4. Keterpakaian, yaitu rnateri yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan
sehari-hari.
PENYUSUNAN KISI-KISI DAN BUTIR SOAL
A. Jenis Perilaku yang Dapat Diukur
Dalam menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil atau
memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan, di
antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk, Robert M.
Gagne, David Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn dan
Gronlund.
178
1. Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah: (1) Ingatan di
antaranya seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mengingat kembali,
mendefinisikan; (2) Pemahaman di antaranya seperti: membedakan,
mengubah, memberi contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3)
Penerapan di antaranya seperti: menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di
antaranya seperti: membandingkan, mengklasifikasikan, mengkategorikan,
menganalisis; (5) Sintesis antaranya seperti: menghubungkan, mengembangkan,
mengorganisasikan, menyusun; (6) Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan,
menilai, memutuskan.
2. Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3)
perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi.
3. Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan
memusat (focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2)
keterampilan mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan
pertanyaan, (3) keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4)
keterampilan mengorganisasi, seperti: membandingkan, mengelompokkan,
menata/mengurutkan, menyajikan; (5) keterampilan menganalisis, seperti
mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola, ide pokok, kesalahan; (6)
keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti: menyimpulkan,
memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu (integreting
skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai, seperti:
menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.
4. Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan
intelektual: diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi,
generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu
pemecahan; (3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4)
keterampilan motorist melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap:
kemampuan untuk memilih sesuatu. Domain afektif yang dikembangkan David
Krathwohl adalah: (1) menerima, (2) menjawab, (3) menilai.
6. Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de
179
Maclay adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme;
(5) respon yang kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi dari nilai.
7. Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah
seperti berikut.
a. Membandingkan
- Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...
- Bandingkan dua cara berikut tentang ....
b. Hubungan sebab-akibat
- Apa penyebab utama ...
- Apa akibat …
c. Memberi alasan (justifying)
- Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
- Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
d. Meringkas
- Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...
- Ringkaslah dengan tepat isi …
e. Menyimpulkan
- Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
- Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
f. Berpendapat (inferring)
- Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
- Apa reaksi A terhadap …
g. Mengelompokkan
- Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....
- Apakah hal berikut memiliki ...
h. Menciptakan
- Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....
- Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila ....
i. Menerapkan
- Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
- Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....
180
j. Analisis
- Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
- Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
k. Sintesis
- Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
- Tuliskan sebuah laporan ...
l. Evaluasi
- Apakah kelebihan dan kelemahan ....
- Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...
B. Penentuan Perilaku yang Akan Diukur
Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka
kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur.
Perilaku yang akan diukur, pada Kurikulum Berbasis Kompetensi tergantung pada
tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Setiap
kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman
kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai
dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula
menyusunnya. Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada
"perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar
kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat mendaftar
terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku yang sangat
sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi, berdasarkan
rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari
susunan perilaku itu, dipilih satu perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik,
yaitu perilaku yang sesuai dengan kemampuan peserta didik di kelas.
C. Penentuan dan Penyebaran Soal
181
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap
kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
penilaian akhir semester berikut ini.
Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil
No
Kompetensi
Dasar
Materi
Jumlah soal tes
tulis
Jumlah
soal
Praktik PG Uraian
1 1.1 ............ ........... 6 -- --
2 1.2 ............ ........... 3 1 --
3 1.3 ............ ........... 4 -- 1
4 2.1 ............ ........... 5 1 --
5 2.2 ............ ........... 8 1 --
6 3.1 ............ ........... 6 -- 1
7 3.2 ........... ........... -- 2 --
8 3.3 .......... ........... 8 -- --
Jumlah soal 40 5 2
D. Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi
dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk
menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat
berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
182
Jenis sekolah : ……………………… Jumlah soal :
………………………
Mata pelajaran : ……………………… Bentuk
soal/tes : ..................
Kurikulum : ……………………… Penyusun : 1.
…………………
Alokasi waktu : ……………………… 2.
…………………
No. Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Kls/
smt
Materi
pokok
Indikator
soal
Nomor
soal
Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di
dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri,
kecuali pada kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.
1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah
diajarkan secara tepat dan proporsional.
2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
E. Perumusan Indikator Soal
183
Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang
dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan
penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus
memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan
jelas. Syarat indikator yang baik:
1. menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2. menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih
kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan,
3. dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda).
Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B =
behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang diberikan),
dan D = degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator.
Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini
digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya
berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya,
sedangkan model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang
harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang
tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).
(1) Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek dengan topik
"belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan dengan tepat
pernyataan yang sama artinya.
Soal : (Soal dibacakan atau diperdengarkan hanya satu
kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu
pernyataan yang sama artinya. Soalnya adalah: "Hari harus
masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi
184
hari.")
Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut:
a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini.
b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini
c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini,
d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini
Kunci: d
(2) Contoh model kedua
Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan
tanda baca pada nilai uang.
Soal : Penulisan nilai uang yang benar adalah ....
a. Rp 125,-
b. RP 125,00
c. Rp125
d. Rp125.
Kunci: b
F. Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang
sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1)
menentukan tujuan tes, (2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3)
menentukan materi yang diujikan, (4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan
kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda,
uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6) menulis butir soal, (7)
memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8) merakit soal menjadi
perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji coba butir soal, (11)
analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan (12)
perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.
185
G. Penyusunan Butir Soal Tes Tertulis
Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam
penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan
rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah
penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada
perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat
diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada
pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan
bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki
kelebihan dan kelemahan satu sama lain.
Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat mengukur
kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal uraian di antaranya
adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan dan menyatakan
jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri. Kelemahan soal bentuk pilihan
ganda di antaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian
di antaranya adalah sulit menyusun pedoman penskorannya.
H. Penulisan Soal Bentuk Uraian
Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam
merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan
tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk
mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun
186
kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang
digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal
yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman
penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman
penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat
subyektivitas penskorannya.
Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau
pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu,
sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur
dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). Bentuk uraian non-objektif
adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep
menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk
dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam pemberian
skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala. Contoh
misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan",
maka skala yang disusun disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik
yang akan diuji.
Untuk tingkat SMA, misalnya dapat disusun skala seperti berikut.
Kesesuaiann isi dengan tuntutan pertanyaan 0 - 3
Skor
- Sesuai 3
- Cukup/sedang 2
- Tidak sesuai 1
- Kosong 0
Atau skala seperti berikut:
3 2 1 SESUAI CUKUP/SEDANG TIDAK SESUAI
187
Kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan 0 - 5 Skor
Skor
- Sangat Sesuai 5
- Sesuai 4
- Cukup/sedang 3
- Tidak sesuai 2
- Sangat tidak sesuai 1
- Kosong 0
Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan
kaidah penulisannya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan
pengembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal Setiap satu soal dan
pedoman penskorannya ditulis di dalam satu format. Contoh format soal bentuk
uraian dan format penskorannya adalah seperti berikut ini.
5 4 3 2 1 SS S C TS STS
188
KARTU SOAL
Jenis Sekolah : ……………………............ Penyusun : 1.
……………………
Mata Pelajaran : ……………………........... 2.
……………………
Bahan Kls/Smt : ……………………............ 3.
……………………
Bentuk Soal : ……………………............ Tahun Ajaran :
……………………….
Aspek yang diukur : ……………………............
KOMPETENSI
DASAR
BUKU SUMBER:
RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI
NO SOAL:
INDIKATOR
SOAL
189
KETERANGAN SOAL
NODIGUNAKAN
UNTUK
TANGG
AL
JUMLAH
SISWA TK DP
PROPORSI PEMILIH
ASPEK KET.
A B C D E OM
T
FORMAT PEDOMAN PENSKORAN
NO
SOAL KUNCI/KRITERIA JAWABAN SKOR
Bentuk soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan, (2)
pertanyaan, dan (3) pedoman penskoran.
Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut.
1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator.
b. Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat kelas.
2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
190
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas,
terbaca, dan berfungsi.
3. Bahasa
a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta
didik.
H. Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda
Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal
yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah
menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat
kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan
kunci jawaban. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk
pilihan ganda, maka dalam penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah berikut,
langkah pertama adalah menuliskan pokok soalnya, langkah kedua menuliskan kunci
jawabannya, langkah ketiga menuliskan pengecohnya.
Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal, maka soal
ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di dalam satu format.
Adapun formatnya seperti berikut ini.
191
KARTU SOAL
Jenis Sekolah : ………………………………. Penyusun : 1.
Mata Pelajaran : ………………………………. 2.
Bahan Kls/Smt : ………………………………. 3.
Bentuk Soal : ……………………………….
Tahun Ajaran : ……………………………….
Aspek yang diukur : ……………………………….
KOMPETENSI
DASAR
BUKU SUMBER
RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI
NO SOAL:
KUNCI :
INDIKATOR
SOAL
192
KETERANGAN SOAL
NO DIGUNAKAN
UNTUK
TANGGA
L
JUMLAH
SISWA
TK DP PROPORSI PEMILIH KET.
A B C D E OMT
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya.
Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu jawaban yang benar dari
pilihan jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1) dasar pertanyaan/stimulus
(bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban
dan pengecoh.
Perhatikan contoh berikut!
Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah seperti berikut ini.
1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku
dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-
Dijual sebidang tanah di Bekasi. Luas 4 ha. Baik untuk industri. Hubungi telp. 777777
Iklan ini termasuk jenis iklan ……
Dasar pertanyaan stimulus
Pokok soal (tem)
Pilihan jawaban (Option)
(.) tanda akhir kalimat
(...) tanda ellipsis (pernyataan yang sengaja dihilangkan)
a. permintaan b. propaganda c. pengumuman d. penawaran *
Pengecoh (distractor)
Kunci jawaban
Perhatikan iklan berikut
193
kisi.
b. Pengecoh harus bertungsi
c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal
hanya mempunyai satu kunci jawaban.
2. Konstruksi
a. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/
materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan
pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis.
Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan
b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang
diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang
sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan
saja.
c. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya,
pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan
yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang
mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan
penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk
keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek
yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
e. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya,
semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang
ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan
jawaban harus berfungsi.
f. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan
karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling
panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan
194
merupakan kunci jawaban.
g. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di
atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan
adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban
berkurang satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang
ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.
h. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban
yang berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan
sampai nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan
jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis.
Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik
melihat pilihan jawaban.
i. Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada
soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal
yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik.
Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya
yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
j. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang
tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar
soal berikutnya.
3. Bahasa/budaya
a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya
meliputi: a) pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2) unsur predikat, (3)
195
anak kalimat; b) pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan c)
pemakaian ejaan: (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca.
b. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti warga belajar/peserta didik.
c. Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan
satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
196
PENULISAN BUTIR SOAL UNTUK TES PERBUATAN
A. Pengertian
Tes perbuatan atau tes praktik merupakan suatu tes yang penilaiannya didasarkan
pada perbuatan/praktik peserta didik. Sebelum menulis butir soal untuk tes perbuatan,
guru dapat mengecek dengan pertanyaan berikut. Tepatkah kompetensi (yang akan
diujikan) diukur dengan tes tertulis? Jika jawabannya tepat, kompetensi yang
bersangkutan tidak tepat diujikan dengan tes perbuatan/praktik.
Dalam menilai perbuatan/kegiatan/praktik peserta didik dapat digunakan beberapa
jenis penilaian perbuatan di antaranya adalah penilaian kinerja (performance),
penugasan (project), dan hasil karya (product).
B. Kaidah Penulisan Butir Soal Tes Perbuatan
Dalam menulis butir soal untuk tes perbuatan, penulis soal harus mengetahui konsep
dasar penilaian perbuatan/praktik. Maksudnya pernyataan dalam soal harus disusun
dengan pernyataan yang betul-betul menilai perbuatan/praktik, bukan menilai yang
lainnya.
Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik untuk
mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks yang sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam menulis butir soal, perhatikan terlebih dahulu
kompetensi dari materi yang akan ditanyakan.
Penilaian penugasan merupakan penilaian tugas (meliputi: pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus diselesaikan
peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu tertentu. Aspek yang dinilai di
antaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan, (2) relevansi, dan (3) keaslian.
197
Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan peserta didik dalam
membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, misal lukisan, gambar,
patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap persiapan: pemilihan
dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi: prosedur kerja, dan (3) tahap
akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya. Di samping itu, guru dapat
memberikan penilaian pada pembuatan produk rancang bangun/perekayasaan
teknologi tepat guna misalnya melalui: (1) adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi.
Kaidah penulisan soal tes perbuatan adalah seperti berikut.
1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil
karya, atau penugasan).
b. Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus sesuai.
c. Materi sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinuitas,
keterpakaian sehari-hari tinggi).
d. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat
kelas.
2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban
perbuatan/praktik.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Disusun pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca
3. Bahasa/Budaya
a. Rumusan kalimat soal komunikatif
b. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
c. Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda
atau salah pengertian.
198
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung
perasaan peserta didik.
C. Penulisan Soal Penilaian Kinerja (Performance Assessment)
Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik untuk
mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks yang sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam menulis butir soal, perhatikan terlebih dahulu
kompetensi dari materi yang akan ditanyakan.
D. Penulisan Soal Penilaian Penugasan (Project)
Penilaian penugasan merupakan penilaian tugas (meliputi: pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus diselesaikan
peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu tertentu. Adapun aspek yang dinilai
di antaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan, (2) relevansi, dan (3) keaslian.
E. Penulisan Soal Penilaian Hasil Karya (Product)
Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan peserta didik dalam
membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, misal lukisan, gambar,
patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap persiapan: pemilihan
dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi: prosedur kerja, dan (3) tahap
akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya. Di samping itu, guru dapat
memberikan penilaian pada pembuatan produk rancang bangun/perekayasaan
teknologi tepat guna misalnya melalui: (1) adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi.
PENULISAN BUTIR SOAL UNTUK INSTRUMEN NON-TES
199
A. Pengertian
Instrumen non-tes adalah instrumen selain tes prestasi belajar. Alat penilaian yang
dapat digunakan antara lain adalah: lembar pengamatan/observasi (seperti catatan
harian, portofolio, life skill) dan instrumen tes sikap, minat, dsb.
Pada prinsipnya, prosedur penulisan butir soal untuk instrumen non-tes adalah sama
dengan prosedur penulisan tes pada tes prestasi belajar, yaitu menyusun kisi-kisi tes,
menuliskan butir soal berdasarkan kisi--kisinya, telaah, validasi butir, uji coba butir,
perbaikan butir berdasarkan hasil uji coba. Namun, dalam proses awalnya, sebelum
menyusun kisi-kisi tes terdapat perbedaan dalam menentukan validitas
isi/konstruknya. Dalam tes prestasi belajar, validitas isi diperoleh melalui kurikulum
dan buku pelajaran, tetapi untuk non-tes validitas isi/konstruknya diperoleh melalui
"teori". Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu
peristiwa atau kejadian, dsb. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 932)
B. Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru
atas dasar pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang sesuai dengan
kompetensi yang hendak diukur. Pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan
antara lain lembar pengamatan, penilaian portofolio dan penilaian kecakapan hidup.
Pelaksanaan pengamatan sikap dapat dilakukan guru pada sebelum mengajar, saat
mengajar, dan sesudah mengajar. Perilaku minimal yang dapat dinilai dengan
pengamatan untuk perilaku/budi pekerti peserta didik, misalnya: ketaatan pada ajaran
agama, toleransi, disiplin, tanggung jawab, kasih sayang, gotong royong,
kesetiakawanan, hormat-menghormati, sopan santun, dan jujur.
200
Portofolio merupakan deskripsi peta perkembangan kemampuan individu peserta
didik. Jadi portofolio merupakan ”kartu sehat” individu peserta didik. Bila ada peserta
didik yang ”sakit”, tugas guru adalah (1) menentukan penyakitnya apa, kemudian (2)
memberi obat yang tepat agar peserta didik cepat sembuh dari penyakitnya.
C. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Non-tes
Dalam kisi-kisi non-tes biasanya formatnya berisi dimensi, indikator, jumlah butir
soal per indikator, dan nomor butir soal. Formatnya seperti berikut ini.
NO DIMENSI INDIKATOR
JUMLAH SOAL
PER
INDIKATOR
NOMOR
SOAL
JUMLAH SOAL =
Untuk mengisi kolom dimensi dan indikator, penulis soal harus mengetahui terlebih
dahulu validitas konstruknya yang disusun/dirumuskan melalui teori. Cara termudah
untuk mendapatkan teori adalah membaca beberapa buku, hasil penelitian, atau
mencari informasi lain yang berhubungan dengan variabel atau tujuan tes yang
dikehendaki. Oleh karena itu, peserta didik atau responden yang hendak mengerjakan
tes ini (instrumen non-tes) tidak perlu mempersiapkan/belajar materi yang hendak
diteskan terlebih dahulu seperti pada tes prestasi belajar.
Setelah teori diperoleh dari berbagai buku, maka langkah selanjutnya adalah
menyimpulkan teori itu dan merumuskan mendefinisikan (yaitu definisi konsep dan
201
definisi operasional) dengan kata-kata sendiri berdasarkan pendapat para ahli yang
diperoleh dari beberapa buku yang telah dibaca. Definisi tentang teori yang
dirumuskan inilah yang dinamakan konstruk. Berdasarkan konstruk yang telah
dirumuskan itu, langkah selanjutnya adalah menentukan dimensi (tema-objek/hal-hal
pokok yang menjadi pusat tinjauan teori), indikator (uraian/rincian dimensi yang
akan diukur), dan penulisan butir soal berdasarkan indikatornya. Untuk lebih
memudahkan dalam menyusun kisi-kisi tes, perhatikan alur urutannya seperti pada
bagan berikut.
Berdasarkan bagan di atas, penulis soal dapat dengan mudah mengecek apakah
instrumen tesnya atau butir-butir soal sudah sesuai dengan indikatornya atau belum.
Misalnya soal nomor 1 sampai dengan soal terakhir berasal darimana? Dari indikator.
Indikator dari mana? Dari dimensi. Rumusan dimensi darimana? Dari konstruk.
Rumusan konstruk darimana? Dari teori. Jadi kesimpulannya instrumen tes yang
telah disusun merupakan alat ukur yang (sudah tepat atau belum tepat) mewakili
teori.
D. Kaidah Penulisan Soal
Dalam penulisan soal pada instrumen non-tes, penulis butir soal harus
memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti berikut ini.
1. Materi
a. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
TEORI (Dari hasil penelitian/ pendapat dari:
1. Buku A 2. Buku B 3. Buku C 4. Buku D 5. Buku E
dst
KONSTRUK - Definisi
konsep - Definisi
Operasional DIMENSI INDIKATOR SOAL
202
b. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan
dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek kognisi, afeksi atau konasinya
dan pernyataan positif atau negatifnya).
2. Konstruksi
a. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
b. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang
dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
c. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
d. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
e. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang faktual atau dapat diinterpretasikan
sebagai fakta.
f. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari
satu cara.
g. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan
oleh hampir semua responden.
h. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
i. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu,
kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j. Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata.
Gunakanlah seperlunya.
3. Bahasa/Budaya
a. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta
didik atau responden.
b. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
c. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
203
E. Contoh Penulisan Kisi-kisi Non-Tes dan Butir soal
Dalam bagian ini disajikan beberapa contoh penulisan kisi-kisi tes dan penulisan
butir soal yang sangat sederhana. Tujuan utamanya adalah agar contoh-contoh ini
mudah dipahami oleh para guru di sekolah. Contoh yang akan disajikan adalah
penulisan kisi-kisi dan butir soal untuk tes skala sikap, tes minat belajar, tes motivasi
berprestasi, dan tes kreativitas. Untuk contoh instrumen non-tes lainnya, para guru
dapat menyusunnya sendiri yang proses penyusunannya adalah sama dengan contoh
yang ada di sini.
1. Tes Skala Sikap
Berbagai definisi tentang sikap yang telah dikemukakan oleh para ahli, di
antaranya adalah Mueller (1986: 3) yang menyampaikan 5 definisi dari 5 ahli,
adalah seperti berikut ini. (1) Sikap adalah afeksi untuk atau melawan, penilaian
tentang, suka atau tidak suka, tanggapan positif/negatif terhadap suatu objek
psikologis (Thurstone). (2) Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak ke arah
atau melawan suatu faktor lingkungan (Emory Bogardus). (3) Sikap adalah
kesiapsiagaan mental atau saraf (Goldon Allport). (4) Sikap adalah konsistensi
dalam tanggapan terhadap objek-objek sosial (Donald Cambell). (5) Sikap
merupakan tanggapan tersembunyi yang ditimbulkan oleh suatu nilai (Ralp
Linton, ahli antropologi kebudayaan).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, para ahli menyimpulkan bahwa sikap
memiliki 3 komponen penting, yaitu komponen: (1) kognisi yang berhubungan
dengan kepercayaan, ide, dan konsep; (2) afeksi yang mencakup perasaan
seseorang; dan (3) konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku atau
yang akan dilakukan. Oleh karena itu, ketiga komponen ini dimasukkan di dalam
format kisi-kisi "sikap belajar peserta didik" seperti contoh berikut. Adapun
definisi operasional sikap belajar adalah kecenderungan bertindak dalam
perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman dari keadaan tidak tahu
204
menjadi tahu yang dapat diukur melalui: toleransi, kebersamaan dan gotong-
royong, rasa kesetiakawanan, dan kejujuran.
NO DIMENSI INDIKATOR
NOMOR SOAL YANG
MENGUKUR
KOGNISI AFEKSI KONASI
+ - + - + -
1. Toleransi a. Mau menerima
pendapat orang lain
atau tidak
memaksakan
kehendak pribadi
b. Tidak mudah
tersinggung
1
7
2
8
3
9
4
10
5
11
6
12
2. Kebersamaan
dan gotong
royong
a. Dapat bekerja
kelompok
b. Rela berkorban
untuk kepentingan
umum
3. Rasa
kesetiakawanan
a. Mau memberi dan
meminta maaf
4. dst
Contoh soalnya sebagai berikut :
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
205
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mau menerima pendapat orang lain merupakan
ciri bertoleransi.
Untuk mewujudkan cita-cita harus memaksakan
kehendak
Saya suka menerima pendapat orang lain
Memilih teman di sekolah, saya utamakan
mereka yang pandai saja
Kalau saya boleh memilih, saya akan selalu
mendengarkan usul-usul kedua orang tuaku.
Bekerja sama dengan orang yang berbeda
Suku lebih baik dihindarkan.
……
Keterangan : SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat
tidak setuju.
2. Tes Minat belajar
Minat adalah kesadaran yang timbul bahwa objek tertentu sangat disenangi dan
melahirkan perhatian yang tinggi bagi individu terhadap objek tersebut (Crites,
1969 : 29). Di samping itu, minat juga merupakan kemampuan untuk
memberikan stimulus yang mendorong seseorang untuk memperhatikan
aktivitas yang dilakukan berdasarkan pengalaman yang sebenarnya (Crow and
Crow , 1984 :248). Berdasarkan kedua penegertian tersebut, minat merupakan
kemampuan seseorang untuk memberikan perhatian terhadap suatu objek yang
disertai dengan rasa senang dan dilakukan penuh kesadaran.
Peserta didik yang menaruh minat pada suatu mata pelajaran, perhatiannya akan
tinggi dan minatnya berfungsi sebagai pendorong kuat untuk terlibat secara aktif
dalam kegiatan belajar mengajar pada pelajaran tersebut. Oleh karena itu, definisi
operasional minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan
206
dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaannya yang
dapat diukur melalui kesukacitaan, ketertarikan, perhatian dan keterlibatan.
Berikut contoh kisi-kisi dan soal minat belajar sastra Indonesia.
NO. DIMENSI INDIKATOR NOMOR SOAL
1.
2.
3.
4.
Kesukaan
Ketertarikan
Perhatian
Keterlibatan
Gairah
Inisiatif
Responsif
Kesegeraan
Konsentrasi
Ketelitian
Kemauan
Keuletan
Kerja Keras
8, 13
16, 17
10, 15, 20
2, 6, 9
7, 19
3, 10
4, 5
1, 18
12, 14
Keterangan : Nomor yang bergaris bawah adalah untuk pernyataan positif
Contoh soalnya seperti berikut :
NO. PERNYATAAN SS S KK J TP
1.
2.
7.
16.
20.
….
Saya segera mengerjakan PR sastra sebelum
datang pekerjaan yang lain.
Saya asyik dengan pikiran sendiri ketika guru
menerangkan sastra di kelas.
Saya suka membaca buku sastra.
….
Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang, J = jarang,
TP = tidak pernah.
207
Perhatikan contoh tes minat lainnya berikut ini.
CONTOH TES MINAT PESERTA DIDIK
TERHADAP MATA PELAJARAN
NO. PERNYATAAN SL SR JR TP
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Saya Senang mengikuti pelajaran ini.
Saya rugi bila tidak mengikuti pelajaran ini.
Saya merasa pelajaran ini bermanfaat.
Saya berusaha menyerahkan tugas tepat waktu.
Saya berusaha memahami pelajaran ini.
Saya bertanya kepada guru bila ada yang tidak
jelas
Saya mengerjakan soal-soal latihan di rumah.
Saya mendiskusikan materi pelajaran dengan
teman sekelas.
Saya berusaha memiliki buku pelajaran ini.
Saya berusaha mencari bahan pelajaran di
perpustakaan
Keterangan : SL = selalu, SR = sering, JR = jarang, TP = tidak pernah.
Keterangan : Dari 4 kategori: skor terendah 10, skor tertinggi 40.
33- 40 Sangat berminat
25- 32 Berminat
17- 24 Kurang berminat
10- 16 Tidak berminat
3. Tes Motivasi Berprestasi
Definisi Konsep
208
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong peserta didik untuk
berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya maupun
yang dibuat atau diraih orang lain.
Definisi Operasional
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berbuat
lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya maupun yang
dibuat atau diraih orang lain yang dapat diukur melalui: (1) berusaha untuk
unggul dalam kelompoknya, (2) menyelesaikan tugas dengan baik, (3) rasional
dalam meraih keberhasilan, (4) menyukai tantangan, (5) menerima tanggung
jawab pribadi untuk sukses, (6) menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung
jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah.
CONTOH KISI-KISI PENYUSUNAN INSTRUMEN
VARIABEL MOTIVASI BERPRESTASI
INDIKATOR NOMOR PERNYATAAN JUMLAH
POSITIF NEGATIF
1. Berusaha unggul
2. Menyelesaikan tugas
dengan baik
3. Rasional dalam meraih
keberhasilan
4. Menyukai tantangan
5. Menerima tanggung
jawab pribadi untuk
sukses
6. Menyukai situasi
pekerjaan dengan
tanggung jawab pribadi,
umpan balik, dan resiko
1,2,3
7,8,9
13,14,15
19,20,21
25,26,27,28
4,5,6
10,11,12
16,17,18
22,23,24
29,30,31,32
6
6
6
6
8
209
tingkat menengah
33,34,35,36
37,38,39,40
8
Jumlah Pernyataan 20 20 40
CONTOH BUTIR SOAL:
1. Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik baripada teman- teman.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
4. Saya menghindari upaya mengungguli prestasi teman-teman.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
9. Saya berusaha untuk memperbaiki kinerja saya pada masa lalu.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
12. Saya mengabaikan tugas-tugas sebelum ada yang mengatur
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
SKOR JAWABAN
Skor Jawaban a b c d e
Pernyataan Positif 5 4 3 2 1
Pernyataan Negatif 1 2 3 4 5
3. Tes Kreativitas
Kreativitas merupakan proses berpikir yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah atau menjawab pertanyaan secara benar dan bermanfaat (Devito, 1989 :
118). Disamping itu, kreativitas juga merupakan kemampuan berpikir divergen
yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinal dalam proses berpikir
(Good Brophy, 1990 : 619). Ciri-ciri kreativitas berkaitan dengan imaginasi,
orisinalitas, berpikir devergen, penemuan hal-hal yang bersifat baru, intuisi, hal-
hal yang menyangkut perubahan dan eksplorasi (Coben, 1976 : 17). Desain tes
kreativitas terdiri dari dua subtes yaitu dalam bentuk gambar dan verbal yang
210
masing-masing bentuk memiliki ciri kelancaran (fluency). keluwesan (flexibility),
keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) (Torrance, 1974 : 8).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, definisi konsepsual kreativitas adalah
kemampuan berpikir divergen. Adapun definisi operasionalnya adalah
kemampuan berpikir divergen yang memiliki sifat (dapat diukur melalui)
kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan hasilnya dapat berguna untuk
keperluan tertentu. Dari hasil pendefinisian konstruk ini, kisi-kisinya dapat
disusun seperti contoh berikut ini.
NO. TES INDIKATOR NOMOR SOAL
1.
2.
VERBAL
Gambar
a. Kelancaran
b. Keluwesan
c. Keaslian
d. Keelaborasian
a. Kelancaran
b. Keluwesan
c. Keaslian
d. Keelaborasian
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
Penskoran untuk setiap indikator di atas mempergunakan skala 0-4. Misalnya
untuk indikator “kelancaran”, skor : 4 = sangat lancar, 3 = cukup lancar, 2 =
kurang lancar, 1 = tidak lancar, 0 = tidak menjawab. Untuk indikator
“keluwesan”, skor: 4 = sangat luwes, 3 = cukup luwes, 2 = kurang luwes, 1 =
tidak luwes, 0 = tidak menjawab, demikian pula seterusnya. Adapun contoh butir
soal seperti berikut.
a. Contoh Tes Verbal
211
Misalnya diberikan tiga gambar ikan dalam akuarium yang masing-
masing dibedakan jumlah ikan dan makanannya. Pertanyaan: pilih salah
satu gambar yang anda sukai dan jelaskan mengapa anda menyukainya!
(waktu 3 menit).
Buatlah kalimat sebanyak-banyaknya dengan kata “pintar“! (waktu 3
menit).
Tuliskan berbagai cara tikus masuk ke dalam rumah! (waktu 3 menit).
b. Contoh Tes Gambar
Disajikan sebuah gambar yang belum selesai.
Pertanyaan: selesaikan rancangan gambar berikut dan berikan judul
sesuai dengan selera Anda! (waktu 3 menit).
Disajikan sebuah sketsa gambar yang belum selesai.
Pertanyaan : selesaikan sketsa gambar berikut menurut kesukaan anda
dan setelah selesai berikut judulnya! (waktu 3 menit).
Disajikan 6 buah titik A, B, C, D, E, dan F dengan posisi yang telah
ditetapkan.Pertanyaan: Buatlah gambar dari 6 titik ini, kemudian berikan
judulnya!.
Disajikan gambar sebuah segitiga dan tiga lingkaran yang letaknya
mengelilingi segitiga. Pertanyaan: Tafsirkan makna gambar berikut!
(waktu 5 menit).
4. Tes Stres Belajar (menghadapi ujian)
Definisi konsep stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan tanggapan
sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan dengan suatu
peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan dengan apa yang sangat
diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti atau
penting.
212
Definisi operasional stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan tanggapan
sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan dengan suatu
peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan dengan apa yang sangat
diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti atau penting
yang dapat diukur melalui: (1) tanggapan psikologis seperti perasaan cemas,
khawatir, takut, tidak senang, perasaan terganggu, dan lepas kendali, (2)
tanggapan fisik seperti rasa lelah, jantung berdebar, rasa sakit, dan tekanan darah
terganggu, dan (3) tanggapan perseptual seperti anggapan dan keyakinan. Berikut
contoh kisi-kisi dan soal tes stres belajar.
NO. DIMENSI INDIKATOR NOMOR SOAL
1.
2.
3.
Tanggapan
Psikologis terhadap
kendala
dan tuntutan)
Tanggapan Fisik
(akibat tuntutan)
Tanggapan Persepsual
a. Perasaan cemas
b. Khawatir
c. Takut
d. Tidak senang
e. Perasaan terganggu
f. Lepas Kendali
a. Rasa lelah
b. Jantung berdebar
c. Rasa sakit
d. Tekanan darah
terganggu
a. Tanggapan dan
1,2
3,4,5
6,7,8,9
10,11,12,13,14,15,16,
17,18,19,20,21,22,
23,24,25,26,27,28,29,30
31,32,33,34,
35,36,37,
38,39,40,
41,42,43,
44,45,46,47,48,49,50
213
(terhadap pencapaian) keyakinan
Keterangan: nomor soal ganjil adalah pernyataan positif, nomor soal genap
adalah pernyataan negatif.
Contoh soal stres belajar.
NO
. PERNYATAAN SS S KK J TP
1.
6.
20.
36.
50.
Saya cemas terhadap kemampuan saya di sekolah.
Saya takut ranking saya turun.
Saya kehilangan nafsu makan setiap menghadapi
tuntutan tugas.
Jantung saya berdebar-debar ketika sedang
menyelesaikan tugas
…..
Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang,
J = jarang, TP = tidak pernah.
6. Teknik Penskoran
Salah satu kegiatan dari penulisan butir soal yaitu teknik penskoran. Ada cara
sederhana untuk menskor hasil jawaban peserta didik dari instrumen non-tes.
Sebagai contoh, tes skala sikap di atas telah dikerjakan oleh salah satu peserta
didik.
Nama peserta didik : Susiana
214
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mau menerima pendapat orang lain merupakan
ciri bertoleransi.
Untuk mewujudkan cita-cita harus memaksakan
kehendak
Saya suka menerima pendapat orang lain
Memilih teman di sekolah, saya utamakan mereka
yang pandai saja
Kalau saya boleh memilih, saya akan selalu
mendengarkan usul-usul kedua orang tuaku.
Bekerja sama dengan orang yang berbeda
suku lebih baik dihindarkan.
……
X
X
X
X
X
X
Penjelasan: Dalam kisi-kisi tes, soal nomor 1-6 hanya mewakili indikator “mau
menerima pendapat orang lain” dari dimensi “toleransi” untuk topik “sikap
belajar peserta didik di sekolah”. Sebagai contoh penskorannya adalah seperti
berikut ini.
1. Perilaku positif terdapat pada soal nomor 1, 3, 5 dengan pemberian skor:
SS= 4, S= 3, TS= 2, STS= 1.
2. Perilaku negatif terdapat pada soal nomor 2, 4, 6 dengan pemberian skor:
SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4
3. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku positif minimal 3 x 4 = 12,
Maksimal 3 x 5 = 15, (3 berasal dari 3 butir soal yang positif; 3 adalah skor
S; 4 adalah skor SS).
215
4. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku negatif minimal 3 x 2 = 6,
Maksimal 3 x 1 = 3 (3 berasal dari 3 butir soal yang negatif, 2 adalah skor S;
1 adalah skor SS).
5. Skor rata-rata: perilaku minimal adalah (12 + 6):2 = 9.
Perilaku maksimal adalah (15 + 3) : 2 = 9.
6. Jadi skor Susiana di atas adalah seperti berikut ini.
Perilaku positif 5+4+1 = 10, perilaku negatif 4+2+3 = 9.
Skor akhir Susiana adalah (10+9):2 = 9,5 atau 10.
Skor Susiana 10, sedangkan ukuran perilaku positif minimal 12 dan maksimalnya
adalah 15. Jadi sikap Susiana tentang “toleransi” khususnya mau menerima
pendapat orang lain” dalam topik “sikap belajar peserta didik di sekolah” masih
kurang. Artinya bahwa Susiana mempunyai sikap positif yang tidak begitu tinggi
tentang “mau menerima pendapat orang lain”. Dia perlu pembinaan dan
peningkatan khususnya mengenai perilaku ini.
216
PENYUSUNAN BUTIR SOAL YANG MENUNTUT
PENALARAN TINGGI
A. Pengertian
Dalam menulis butir soal, penulis soal memiliki kecenderungan untuk menulis butir-
butir soal yang menuntut perilaku “ingatan”. Di samping mudah penulisan soalnya,
materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh dari buku pelajaran. Untuk
menuliskan butir soal yang menuntut penalaran tinggi, penulis soal biasanya merasa
agak kesulitan dalam mengkreasinya. Disamping sulit menentukan perilaku yang
diukur atau merumuskan masalah yang dijadikan dasar pertanyaan, juga uraian
materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia
di dalam buku pelajaran. Bagaimana peserta didik bisa maju bila pola berpikirnya
hanya ingatan? Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman
oleh para penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.
Caranya adalah seperti berikut ini.
1. Materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman, penerapan,
sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan). Perilaku ingatan juga
diperlukan, namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum peserta
didik dapat memahami, menerapkan, menyintesiskan, menganalisis, dan
mengevaluasi materi yang diperoleh dari guru. Uraian tentang perilaku ini dapat
dilihat pada perilaku kognitif yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom pada
bab di depan.
2. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus).
3. Mengukur kemampuan berpikir kritis.
4. Mengukur keterampilan pemecahan masalah.
5. Penjelasan nomor 2, 3 dan 4 diuraikan secara rinci di bawah ini.
B. Dasar Pertanyaan (Stimulus).
217
Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap butir soal
selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan
seperti: teks bacaan, paragrap, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi,
kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau
suara yang direkam.
C. Mengukur Kemampuan Berpikir kritis
Ada 11 kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir
soal yang menuntut penalaran tinggi.
218
1. Menfokuskan pada pertanyaan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan hasilnya,
peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk
mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan.
2. Menganalisis argumen
Contoh indikator soal:
Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat:
(1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan yang
mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung
argumen yang disajikan.
3. Mempertimbangkan yang dapat dipercaya
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya,
peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat
dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya.
4. Mempertimbangkan laporan observasi
Contoh indikator soalnya:
Disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan observer/reporter,
peserta didik dapat mempercayai atau tidak terhadap laporan itu dan memberikan
alasannya.
5. Membandingkan kesimpulan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah
benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2)
dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat
219
membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau
kesimpulan yang harus diikuti.
6. Menentukan kesimpulan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah
benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan
kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan alasannya.
7. Mempertimbangkan kemampuan induksi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan
kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan
memberikan alasannya.
8. Menilai
Contoh indikatornya:
Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan
penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif
dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang
disajikan, dan dapat memberikan alasannya.
9. Mendefinisikan Konsep
Contoh indikator soal:
Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta didik dapat
mendefinisikan konsep yang dinyatakan.
10. Mendefinisikan asumsi
220
Contoh indikator soal
Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi,
peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi.
11. Mendeskripsikan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video klip,
peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan.
D. Mengukur Keterampilan Pemecahan Masalah
Ada 17 keterampilan pemecahan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam menulis
butir soal yang menuntut penalaran tinggi.
1. Mengidentifikasi masalah
Contoh indikator soal:
Disajikan deskripsi suatu situasi/masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi
masalah yang nyata atau masalah apa yang harus dipecahkan.
2. Merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan yang berisi sebuah masalah, peserta didik dapat
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan.
3. Memahami kata dalam konteks
Contoh indikator soal:
Disajikan beberapa masalah yang konteks kata atau kelompok katanya
digarisbawahi, peserta didik dapat menjelaskan makna yang berhubungan dengan
masalah itu dengan kata-katanya sendiri.
221
4. Mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai
Contoh indikator masalah:
Disajikan beberapa informasi yang relevan dan tidak relevan terhadap masalah,
peserta didik dapat mengidentifikasi semua informasi yang tidak relevan.
5. Memilih masalah sendiri
Contoh indikator soal:
Disajikan beberapa masalah, peserta didik dapat memberikan alasan satu masalah
yang dipilih sendiri, dan menjelaskan cara penyelesaiannya.
6. Mendeskripsikan berbagai strategi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah
ke dalam dua cara atau lebih, kemudian menunjukkan solusinya ke dalam
gambar, diagram, atau grafik.
7. Mengidentifikasi asumsi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memberikan solusinya
berdasarkan pertimbangan asumsi untuk saat ini dan yang akan datang.
8. Mendeskripsikan masalah
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat menggambarkan
sebuah diagram atau gambar yang menunjukkan situasi masalah.
9. Memberi alasan masalah yang sulit
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah masalah yang sukar dipecahkan atau informasi pentingnya
dihilangkan, peserta didik dapat menjelaskan mengapa masalah ini sulit
dipecahkan atau melengkapi informasi pentingnya dihilangkan.
222
10. Memberi alasan solusi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih kemungkinan
solusinya, peserta didik dapat memilih satu solusi yang paling tepat dan
memberikan alasannya.
11. Memberi alasan strategi yang digunakan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih strategi untuk
menyelesikan masalah, peserta didik dapat memilih satu strategi yang tepat
untuk menyelesaikan masalah itu dan memberikan alasannya.
12. Memecahkan masalah berdasarkan data dan masalah
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah cerita, kartun, grafik atau tabel dan sebuah pernyataan masalah,
peserta didik dapat memecahkan masalah dan menjelaskan prosedur yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah.
13. Membuat strategi lain
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan satu strategi untuk menyelesaikan
masalahnya, peserta didik dapat menyelesaikan masalah itu dengan
menggunakan strategi lain.
14. Menggunakan analogi
Contoh indikator soal:
223
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan strategi penyelesaiannya, peserta didik
dapat: (1) mendeskripsikan masalah lain (analog dengan masalah ini) yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan strategi itu, (2) memberikan alasannya.
15. Menyelesaikan secara terencana
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah situasi masalah yang kompleks, peserta didik dapat
menyelesaikan masalah secara terencana mulai dari input, proses, output, dan
outcomenya.
16. Mengevaluasi kualitas solusi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan beberapa strategi untuk menyelesaikan
masalah, peserta didik dapat: (1) menjelaskan dengan menerapkan strategi itu,
(2) mengevaluasinya, (3) menentukan strategi mana yang tepat, (4) memberi
alasan mengapa strategi itu paling tepat dibandingkan dengan strategi lainnya.
17. Mengevaluasi strategi sistematika
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, beberapa strategi pemecahan masalah dan
prosedur, peserta didik dapat mengevaluasi strategi pemecahannya berdasarkan
prosedur yang disajikan.
224
PERAKITAN BUTIR SOAL
A. Pengertian
Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu perangkat/paket tes
atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam merakit soal adalah tujuan tes dan
kisi-kisinya. Untuk memudahkan pelaksanaannya, guru harus memperhatikan
langkah-langkah perakitan soal.
Dalam bab ini juga diuraikan penskoran jawaban soal. Pemeriksaan terhadap
jawaban peserta didik dan pemberian angka merupakan langkah untuk mendapatkan
informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik. Pada prinsipnya, penskoran
soal harus diusahakan agar dapat dilakukan secara objektif. Artinya, apabila
penskoran dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama tingkat kompetensinya,
akan menghasilkan skor atau angka yang sama, atau jika orang yang sama
mengulangi proses penskoran akan dihasilkan skor yang sama.
B. Langkah-langkah Perakitan Soal
Para pendidik dapat merakit soal menjadi suatu paket tes yang tepat, apabila para
pendidik memperhatikan langkah-langkah perakitan soal. Berikut langkah-langkah
perakitan soal.
1. Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan materi yang sama,
kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang sama.
2. Memberi nomor urut soal didasarkan nomor urut soal dalam kisi-kisi.
3. Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya sudah bebas dari
kaidah “Setiap soal tidak boleh memberi petunjuk jawaban terhadap soal yang
lain”.
4. Membuat petunjuk umum dan khusus untuk mengerjakan soal.
5. Membuat format lembar jawaban.
225
6. Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya.
7. Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk pilihan
ganda), dengan menggunakan rumus berikut.
Jumlah soal
Penyebaran kunci jawaban = ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ + 3
Jumlah pilihan jawaban
8. Menentukan soal inti (anchor items) sebanyak 10 % dari jumlah soal dalam satu
paket. Soal inti ini diperlukan apabila soal yang dirakit terdiri dari beberapa tes
paralel. Tujuannya adalah agar antar tes memiliki keterkaitan yang sama.
Penempatan soal inti dalam paket tes diletakkan secara acak.
9. Menentukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian)
Bobot soal adalah besarnya angka yang ditetapkan untuk suatu butir soal dalam
perbandingan (ratio) dengan butir soal lainnya dalam satu perangkat tes.
Penentuan besar kecilnya bobot soal didasarkan atas tingkat kedalaman dan
keluasan materi yang ditanyakan atau kompleksitas jawaban yang dituntut oleh
suatu soal. Untuk mempermudah perhitungan/penentuan nilai akhir, jumlah
bobot keseluruhan pada satu perangkat tes uraian ditetapkan 100. Perakit soal
harus dapat mengalokasikan besarnya bobot untuk setiap soal dari bobot yang
telah ditetapkan. Bobot suatu soal yang sudah ditetapkan pada satu perangkat tes
dapat berubah bila soal tersebut dirakit ke dalam perangkat tes yang lain.
10. Menyusun tabel konversi skor
Tabel konversi sangat membantu para pendidik pada saat menilai lembar
jawaban peserta didik. Terutama bila dalam satu tes terdiri dari dua bentuk soal,
226
misal bentuk pilihan ganda dan uraian atau tes tertulis dan tes praktik. Skor dari
soal bentuk pilihan ganda tidak dapat langsung digabung dengan skor uraian. Hal
ini karena tingkat keluasan dan kedalaman materi yang ditanyakan atau
penekannya dalam kedua bentuk itu tidak sama. Nilai keduanya dapat digabung
setelah keduanya ditentukan bobotnya. Misalnya, untuk soal bentuk pilihan
ganda (45 soal dengan skor maksimum 45) bobotnya 60 % dan bentuk uraian (5
soal dengan skor maksimum 20) bobotnya 40 %. Untuk menentukan skor jadinya
adalah skor perolehan peserta didik yang bersangkutan dibagi skor maksimum
kali bobot. Tabel konversi ini merupakan tabel konversi sederhana atau klasik.
Untuk memudahkan penggunaan tabel konversi, kita ingat proses penyamaan
skala atau konversi alat ukur suhu yang didasarkan pada konversi rumus yang
sudah standar, misal skala pengukuran: Celcius (titik awal 00 titik didih 1000).
Reamur (titik awal 00 titik didih 800), Fahrenheit (titik awal 320 titik didih 2120
), Kelvin (titik awal 2370 titik didih 3730). Masing-masing skala pengukuran ini
bukan untuk dibandingkan atau sebagai penentu kelulusan atau sebagai pengatrol
nilai, namun masing-masing memiliki skala sendiri-sendiri. Keberadaan skala ini
tidak bisa dikatakan bahwa orang yang menggunakan skala pengukuran Celcius
dan Reamur akan selalu dirugikan karena keduanya memiliki nilai 0 sampai
dengan 4 (bila acuan kriterianya 4,01), sedangkan orang yang menggunakan
Fahrenheit dan Kelvin selalu diuntungkan karena titik awalnya 32 dan 237.
Demikian pula dengan konversi nilai dalam ulangan atau ujian. Guru atau panitia
ujian mau menggunakan konversi yang mana. Dalam ilmu pengukuran, konversi
dapat disusun melalui konversi biasa dan konversi yang terkalibrasi dengan
model respon butir. Apabila UN atau US sudah mempergunakan konversi model
respon butir, semua nilai peserta didik harus mengacu pada model konversi ini,
tidak membandingkan dengan konversi lain/biasa.
Konversi biasa (model pengukuran secara klasik) penggunaannya biasa
digunakan guru di sekolah, yaitu untuk memperoleh nilai murni peserta didik.
Bila menghendaki skor maksimum 10 digunakan rumus (skor perolehan: skor
227
maksimum) x 10 dan bila menggunakan skor maksimum 100 digunakan nilai
konversi dengan rumus (skor perolehan: skor maksimum) x 100 atau bila
menggunakan skor maksimum 4 digunakan nilai konversi dengan rumus (skor
perolehan : skor maksimum) x 4. Konversi seperti ini memiliki dua kelemahan,
pertama adalah bahwa setiap butir soal dihitung memiliki tingkat kesukaran yang
sama. Artinya peserta didik manapun yang menjawab benar 40 dari 50 butir soal
dalam satu tes (terserah nomor butir soal berapa yang benar, apakah nomor 1
benar, nomor 2 salah, nomor 3 benar atau sebaliknya dan seterusnya, yang
penting benar 40 soal) peserta didik yang bersangkutan akan memperoleh nilai 8
(untuk konversi skor maksimum 10), 80 (untuk konversi skor maksimum 100)
0,2 (untuk konversi skor maksimum 4). Kelemahan kedua adalah bahwa tingkat
kesukaran butir soal tidak ditempatkan/dikalibrasi pada skala yang sama. Artinya
bahwa butir-butir soal tidak disusun berdasarkan tingkat kesukarannya dan
kemampuan peserta didik sehingga model konversi ini belum bisa menentukan
nilai murni peserta didik yang sebenarnya. Seharusnya hanya peserta didik yang
memiliki kemampuan tinggi (misal pada skala kemampuan 1, kemampuan 2,
kemampuan 3) yang dapat menjawab benar semua soal dalam tes pada skala
yang bersangkutan atau tingkat kesukaran butir (mudah, sedang, sukar) sesuai
dengan kemampuan peserta didik yang bersangkutan. Apabila sekolah
mempergunakan konversi biasa seperti ini justru akan merugikan peserta didik
yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Konversi yang terkalibrasi adalah konversi nilai yang disusun berdasarkan
kemampuan peserta didik dari tingkat kesukaran butir soal yang terkalibrasi
dengan model Rasch (Item Response Theory). Untuk memahami model
terkalibrasi ini diperlukan pengertian berikut. Setiap jumlah jawaban yang benar
soal, misal 1 sampai dengan 50, masing-masing butir memiliki tingkat
kemampuan (untuk teori klasik tidak ada). Tingkat kemampuan ini diperoleh dari
rumus model Rasch P= (e (Φ-δ)) : (1 + e (Φ-δ): P adalah peluang menjawab benar
satu butir soal. E = 2,7183, Φ = tingkat kemampuan peserta didik, dan δ = tingat
kesukaran butir soal. Kemudian nilai abilitas (misal -3,00 sampai dengan +3,00)
228
ditransformasi ke dalam skala 0-10, 0-100, atau 0-4. Misal untuk dapat
ditransformasi ke dalam skala 0-100 diperlukan rata-rata 50 dan standar deviasi
5, sehingga untuk membuat tabel konversi mempergunakan rumus Y=50+5X.
Y=nilai peserta didik dan X adalah nilai abilitas. Dengan rumus inilah konversi
terkalibrasi dapat disusun. Jadi dalam konversi yang terkalibrasi skalanya
didasarkan dua hal penting, yaitu tingkat kesukaran dan tingkat kemampuan
peserta didik. Soal ditempatkan pada tingkat kesukaran dan kemampuan peserta
didik yang telah disamakan skalanya. Bila tes sudah disamakan skalanya,
siapapun yang mengambil tes pada paket yang mudah, sedang, dan sukar,
masing-masing tes masih berada pada skala yang sama dan bisa dibandingkan.
Oleh karena itu, tes yang diberikan kepada peserta didik sudah selayaknya harus
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Apabila kemampuan peserta
didik dalam memahami materi yang diajarkan guru itu tinggi (sudah tercapai
target kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti tinggi. Namun
sebaliknya bila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang
diajarkan guru itu rendah (belum tercapai target kompetensinya), peluang
menjawab benar soal pasti rendah. Apakah tesnya berbentuk tes lisan, tertulis
(soalnya berbentuk pilihan ganda, uraian, isian, dll.), atau perbuatan. Model
Rasch merupakan salahsatu model dalam teori respon butir yang menitikberatkan
pada parameter tingkat kesukaran butir soal. Model ini telah digunakan di
berbagai kalangan seperti untuk sertifikasi ujian kedokteran di USA, sejumlah
program penilaian sekolah di USA, program penilaian di Australia, studi
matematik dan science internasional ketiga, National School English Literacy
Survey di Australia, equating tes English di Provinsi Guandong Cina, dan
beberapa tes diagnostic. Model ini banyak digunakan orang sebagai pendekatan
analitik standard untuk kalibrasi instrumen karena modelnya sederhana, elegant,
hemat, atau efektif dan efisien.
Konversi nilai berdasarkan Model Rasch memiliki keunggulan bila dibandingkan
dengan konversi nilai berdasarkan model pengukuran secara klasik. Keterbatasan
model pengukuran secara klasik adalah seperti berikut. (1) Tingkat kemampuan
229
dalam teori klasik adalah “true score”. Jika tes sulit artinya tingkat kemampuan
peserta didik rendah. Jika tes mudah artinya tingkat kemampuan peserta didik
tinggi. (2) tingkat kesukaran soal didefinisikan sebagai proporsi peserta didik
dalam kelompok yang menjawab benar soal. Mudah/sulitnya butir soal
tergantung pada kemampuan peserta didik yang dites dan keberadaan tes yang
diberikan. (3) Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas soal/tes didefinisikan
berdasarkan grup peserta didik. Artinya bahwa konversi nilai berdasarkan teori
tes klasik memiliki kelemahan, yaitu (1) tingkat kesukaran dan daya pembeda
tergantung pada sampel; (2) penggunaan metode dan teknik untuk desain dan
analisis tes dengan memperbandingkan kemampuan peserta didik pada
pembagian kelompok di atas, tengah, bawah. Meningkatnya validitas skor tes
diperoleh dari tingkat kesukaran tes dihubungkan dengan tingkat kemampuan
setiap peserta didik; (3) konsep reliabilitas tes didefinisikan dari istilah tes
paralel; (4) tidak ada dasar teori untuk menentukan bagaimana peserta didik
memperoleh tes yang sesuai dengan kemampuan peserta didik; (5) Standar
kesalahan pengukuran hanya berlaku untuk seluruh peserta didik. Disamping itu,
tes klasik telah gagal memberi kesimpulan yang tepat terhadap beberapa masalah
testing seperti: desain tes (statistik butir klasik tidak memberitahu penyusun tes
tentang lokasi maksimum daya pembeda butir pada skala skor tes), identifikasi
item bias, dan equating skor tes (tidak suksesnya pada item bias dan equating
skor tes karena sulit menentukan kemampuan yang sebenarnya di antara
kelompok). Kelebihan model Rasch atau teori respon butir secara umum adalah
bahwa: (1) model ini tidak berdasarkan grup dependen, (2) skor peserta didik
dideskripsikan bukan tes dependen, (3) model ini menekankan pada tingkat butir
soal bukan tes, (4) model ini tidak memerlukan paralel tes untuk menentukan
reliabilitas tes, (5) model ini merupakan suatu model yang memberikan suatu
pengukuran ketepatan untuk setiap skor tingkat kemampuan. Tujuan utama teori
respon butir adalah memberikan invariant pada statistik soal dan estimasi
kemampuan. Oleh karena itu, kelebihan teori respon butir adalah: (1) responden
dapat diskor pada skala yang sama, (2) skor responden dapat dibandingkan pada
dua atau lebih bentuk tes yang sama, (3) semua bentuk soal memperoleh
230
perlakuan melalui cara yang sama, (4) tes dapat disusun sesuai keahlian
berdasarkan tingkat kemampuan yang akan dites.
231
PROSEDUR PEMERIKSAAN LEMBAR JAWABAN,
PERHITUNGAN NILAI AKHIR, DAN PENYETARAAN TES
A. Prosedur Pemeriksaan Lembar Jawaban
Dalam melakukan pemeriksaan lembar jawaban peserta didik sangat ditentukan pada
bentuk soalnya. Untuk pemeriksaan bentuk pilihan ganda, pelaksanaannya sangat
mudah. Lembar jawaban peserta didik dicocokkan pada lembar kunci jawaban yang
sudah disiapkan. Bila jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban, maka
jawabannya diberi skor 1, bila tidak sesuai diberi skor 0. Setelah selesai menskor
seluruh soal, maka baru dihitung berapa jumlah soal yang benar dan berapa jumlah
soal yang tidak benar. Jumlah skor benar itulah yang merupakan skor perolehan (skor
mentah) dari soal bentuk pilihan ganda yang diperoleh warga belajar/peserta didik
yang bersangkutan.
Untuk melakukan pemeriksaan soal-soal bentuk uraian termasuk tes perbuatan,
sangat diperlukan kesabaran dan ketelitian yang handal. Untuk memudahkan
pelaksanaannya, ada beberapa kaidah atau prosedur pemeriksaannya.
1. Gunakanlah pedoman penskoran yang telah disiapkan sebagai acuan dalam
memeriksa jawaban peserta didik.
2. Bacalah jawaban peserta didik kemudian bandingkan dengan jawaban ideal
seperti yang ada pada pedoman penskoran.
3. Berikan skor sesuai dengan tingkat kelengkapan dan kesempurnaan jawaban
peserta didik.
4. Periksalah seluruh lembar jawaban peserta didik pada nomor yang sama, baru
dilanjutkan ke pemeriksaan nomor berikutnya. Hal ini perlu dilakukan guna
menjaga konsistensi dan objektivitas pemberian skor.
232
5. Hindari faktor-faktor yang tidak sesuai/relevan dalam pemberian skor seperti
bagus tidaknya tulisan dan bersih tidak kertas jawaban, kecuali kalau memang
kedua aspek itu yang akan diukur, seperti mata pelajaran bahasa.
Setelah selesai memeriksa lembar jawaban peserta didik, langkah berikutnya adalah
memberikan skor pada lembar jawaban itu. Pemberian skor untuk bentuk soal pilihan
ganda sangat mudah dan telah dijelaskan diatas, sedangkan pemberian skor untuk
bentuk soal uraian sangat ditentukan oleh bobot masing-masing soalnya. Bila setiap
butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada
setiap nomor butir soal. Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan
rumus seperti berikut ini.
Skor perolehan peserta didik
Nilai Setiap Soal = ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ X bobot
Skor maksimum butir soal ybs
Contoh
Soal
Uraian
Bobot Soal Skor
Maksimum
Skor perolehan
Raufan
Perhitungannya
1
2
3
4
5
20
10
30
10
30
8
5
10
5
10
7
4
9
5
7
(7:8) x 20 = 17,50
(4:5) x 10 = 8,00
(9:10) x 30 = 27,00
(5:5) x 10 = 10,00
(7:10) x 30 = 21,00
233
Nilai soal uraian Raufan adalah = 83,50
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penskoran, maka setiap butir soal uraian
dibuatkan perhitungan skornya yang dihitung dari skor maksimumnya.
Contohnya seperti berikut ini.
a. Skor soal nomor 1 ( contoh: 1:8 x 20 = 2,5; 2:8x20=5; dst. Penjelasan : 8=skor
maksimum soal nomor 1;20=bobot soal nomor 1)
Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai
1
2
2,5
5
4
5
10
12,5
7
8
17,5
20
3 7,5 6 15
b. Skor soal nomor 2 ( Skor maksimum 5; bobot soal 10 )
Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai
1
2
3
2
4
6
4
5
8
10
c. Skor Soal No 3 (skor maximum 10, bobot soal 30)
Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai
1
2
3
4
3
6
9
12
6
7
8
9
18
21
24
27
10 30
234
235
d. Skor soal no. 4 (Skor Maksimum 5, bobot soal 10)
Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai
1
2
3
2
4
6
4
5
8
10
e. Skor soal no. 5 ( Skor Maksimum 10, bobot soal 30 )
Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai
1
2
3
4
3
6
9
12
6
7
8
9
18
21
24
27
10 30
Berdasarkan perhitungan skor yang telah dibuat, penilaian ke lima butir soal di atas
dapat doskor secara mudah pada setiap peserta didik. Contoh seperti berikut ini
No Nama peserta
didik
Nomor Soal Nilai
(Jumlah N)1 2 3 4 5
SP N SP N SP N SP N SP N
1
2
3
4
5
Raufan
dst
7 7,5 4 8 9 27 5 10 7 21 83,50
Keterangan : SP = Skor Perolehan. N = Nilai
236
B. Perhitungan Nilai Akhir
Setiap jenis tes (tertulis, perbuatan, sikap) dalam perhitungan nilai akhir hendaknya
berdiri sendiri, jangan digabung karena setiap jenis tes memiliki karakteristik sendiri-
sendiri. Berikut ini diberikan contoh perhitungan nilai akhir untuk tes tertulis.
Contoh Perhitungan Nilai Akhir
1. Tes Tertulis
Bentuk
Soal
Jumlah
Soal Bobot
Nomor
Soal
Skor
Maksimum
Skor
Fauria Perhitungan
PG
Isian
35
10
70 % 1-35
1-10
Jumlah=
35
10
45
30
8
38
38:45x10=8,44
Uraian 5 30 % 1
2
3
4
5
Jumlah=
3
4
9
6
6
28
3
2
8
4
5
22
22:28x10=7,86
Nilai Fauria untuk PG, Isian dan Uraian = ( 70 % x 8,44 ) + ( 30 % x 7,86 )
= 5,91 + 2,36
= 8,27
2. Nilai Tes Praktik
Misal pada tes praktik dengan skor maksimum 23, Fauria dapat menjawab 20
perintah dengan benar. Skor yang diperoleh Fauria adalah 20 . Nilai tes
praktiknya = 20 : 23 x 10= 8,70
237
PENGEMBANGAN BANK SOAL
A. Pengertian
Bank soal bukan hanya bank pertanyaan, pool soal, kumpulan soal, gudang soal, atau
perpustakaan soal (Millman and Arter, 1984: 315); melainkan bank yang butir-butir
soal terkalibrasi (Wright and Bell, 1984: 331) dan disusun secara sistematis agar
memudahkan penggunaan kembali dan manfaat soalnya. Untuk itu butir-butir soal di
dalam bank soal harus tersedia untuk setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar
pada setiap mata pelajaran, tingkat kesukaran butir soal, dan jenjang pendidikan. Hal
ini sangat diperlukan untuk memiliki suatu tujuan yang jelas sebagai panduan dan
pengembangan bank soal.
B. Tujuan Pengembangan Bank Soal
Secara implisit, tujuan pengembangan bank soal juga diperlukan untuk penilaian
mutu bank soal itu sendiri. Apakah bank soal dapat berisi butir-butir soal yang sesuai
dengan tujuan yang terkandung di dalamnya atau tidak, karena bank soal sangat
berguna bagi guru, psychometrik, kurikulum, dan peserta didik (Wright and Bell,
1984: 333-335). Oleh karena itu, tujuan utama bank soal adalah untuk
merakit/mengonstruksi tes dan pengadaan kesesuaian ujian baik untuk tujuan
penilaian ulangan harian maupun untuk tujuan penilaian pada ulangan akhir
semester, sehingga soalnya terjamin (Hambleton and Swaminathan, 1985: 255-256).
C. Prosedur Pengembangan Bank Soal
Butir-butir soal yang akan disimpan di dalam bank soal harus diproses melalui
prosedur pengembangan bank soal. Prosedur pengembangan butir soal yang
digunakan di dalam pengembangan bank soal adalah :
(1) Penyusunan kisi-kisi, (2) Penulisan butir soal, (3) Revisi/validasi butir, (4)
Perakitan tes, (5) Uji coba tes, (6) Memasukkan data, (7) Analisis butir soal secara
klasik dan IRT, (8) Menyeleksi butir untuk bank soal yang terkalibrasi.
Setiap butir soal dimasukkan berdasarkan : tingkat sekolah, tipe sekolah, jurusan,
standar kompetensi dan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, perilaku yang
diukur/taxonomi, format soal, tingkat kesulitan butir soal, tingkat kemampuan peserta
didik, semester, statistik, tahun.
238
Dalam mengolah butir-butir soal dalam bank soal diperlukan perangkat lunak yang
tepat. Secara singkat, perangkat lunak yang digunakan memiliki tiga kelebihan, yaitu
: (1) Kemudahan pada penyimpanan dan pencarian kembali, (2) Kesanggupan untuk
memunculkan kembali grafik butir-butir secara tepat, (3) Kelengkapan susunan data
butir soal.
Gagasan lain yang perlu dipertimbangkan pada setiap sekolah adalah adanya konsep
bank tes. Gunanya adalah untuk menyusun beberapa paket paralel tes kecil
berdasarkan unit-unit pembelajaran, seperti ulangan harian, ulangan bersama setiap
selesai mengerjakan kompetensi minimal pada beberapa standar
kompetensi/kompetensi dasar, ulangan tengah semester, atau ulangan akhir semester.
Para guru dapat memilih tes itu untuk penilaian kelas. Hal ini tidak hanya dapat
menghemat waktu bagi guru, model tes seperti ini dapat diharapkan memiliki mutu
yang lebih baik. Karena kurikulum di Indonesia adalah standar, maka model seperti
ini sangat tepat.
Proses pengembangan bank soal dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Perancang Format
Perencanaan Bank
Butir-butir soal
Format yang dicari
Pemasangan Format
Administrasi Tes
Pemberian Tes
Jawaban siswa
Kalibrator (Bigsteps)
Perubahan Linker
Daftar Butir soal
Peta Butir soal
Daftar format
Daftar Pesertadidik
Peta Pesertadidik
Pengembangan Bank
239
Gambar 1 : Pengembangan Bank Soal (Wright and Bell, 1984: 336)
Recommended