View
228
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS BIOEKONOMI PENGELOLAAN DAN P EMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus sp.) DI PERAIRAN KABUPATEN ASAHAN, PROVINSI SUMATERA UTARA
TIKA INDRIYANI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Bioekonomi
Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus sp.) di Perairan
Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini
saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Tika Indriyani
NIM H44080017
* Perlimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK
TIKA INDRIYANI . Analisis Bioekonomi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus sp.) di Perairan Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN .
Ikan teri merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang menjadi komoditas andalan Kabupaten Asahan. Produksi ikan teri yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi juga diekspor ke negara tetangga. Berdasarkan analisis data tampak kecenderungan penurunan jumlah hasil tangkapan ikan teri yang diduga disebabkan oleh overfishing. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengelolaan yang tepat terhadap sumberdaya ikan teri di Perairan Kabupaten Asahan. Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis bioekonomi dan analisis ragam. Hasil analisis bioekonomi berdasarkan pendekatan model Gordon-Schaefer diperoleh kondisi tangkapan aktual (h) 725,94 ton/tahun, effort (E) 947,22 trip/tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 12.648.510.194/tahun. Hasil tangkapan pada kondisi MSY (h) 1.200,92 ton/tahun, effort (E) sebesar 834,96 trip/tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 22.951.655.440/tahun. Hasil tangkapan pada kondisi MEY (h) 1.198,41 ton/tahun, effort (E) sebesar 796,75 trip/tahun sehingga diperoleh rente ekonomi sebesar Rp 23.004.560.220/tahun. Tingkat eksploitasi saat ini telah melebihi tingkat eksploitasi optimal lestari baik ditinjau dari MSY maupun MEY yang dikhawatirkan akan mengakibatkan tangkap lebih apabila tidak dikelola dengan baik. Berdasarkan hasil perhitungan laju degradasi dan depresiasi, sumberdaya ikan teri di Perairan Kabupaten Asahan saat ini secara rata-rata belum mengalami degradasi dan depresiasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien laju degradasi dan depresiasi yaitu berturut-turut 0,27774 dan 0,28790. Faktor-faktor yang secara umum berhubungan nyata dengan persepsi nelayan terhadap sumberdaya ikan teri, alat tangkap, program pemerintah dan lingkungan adalah jenjang pendidikan, pengalaman melaut, dan keikutsertaan organisasi nelayan. Pengelolaan sumberdaya ikan teri dapat diarahkan pada kondisi MEY sehingga diperoleh keuntungan maksimum namun kebijakan ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja yang besar. Dalam rangka menyerap lapangan kerja yang lebih besar dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya, maka kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan teri dilakukan pada kondisi MSY dengan mengurangi alat tangkap sebanyak 112,26 unit pukat teri dari tingkat eksploitasi sekarang. Kebijakan ini harus didukung oleh aturan/regulasi yang jelas serta pengawasan dari semua pihak.
Kata kunci: bioekonomi, pengelolaan, ikan teri, Asahan, Sumatera Utara
ABSTRACT
TIKA INDRIYANI . Bioeconomic Analysis of Anchovy (Stolephorus sp.) Resource Management and Utilization in Asahan Regency Sea, Sumatera Utara Province. Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and BENNY OSTA NABABAN.
Anchovy is one of important pelagic species produced in Asahan Regency.
Anchovy production not only to supply local needs, but also it has been exported to neighboring countries. Based on the analysis of the declining of achovy production showed that there is problem in resource management. The objectives of this research were to study proper anchovy resource management in the Asahan sea. Analytical approaches were used bioeconomic and variance analyses. Bioeconomic analysis using Gordon-Schaefer model approach obtained the actual catchment condition (h) is 725.94 tons/year, effort (E) 947.22 trips/year and the economic rent of Rp 12,648,510,194/year. Catch of MSY level (h) is 1,200.92 tons/year, effort (E) 834.96 trips/year and the economic rent of Rp 22,951,655,440/year. Catch of MEY level (h) is 1,198.41 tons/year, effort (E) 796.75 trips/year and economic rent of Rp 23,004,560,220/year. Current exploitation rate has exceeded sustainable levels of optimal exploitation both in terms of MSY or MEY which lead to overfishing. Based on the estimation of degradation and depreciation rate, the anchovy resource in the Asahan sea has not been degradated and depreciated. This is indicated by the value of degradation and depreciation rate coefficient are 0.27774 and 0.28790. The factors that significantly correlated with fishers perception to anchovy resource are fishing gears, government programs, and the environment are the education levels, fishing experience, and the participation in fisher's organizations. Anchovy resource management can be directed toward MEY conditions to obtain the maximum benefit, but this policy has an impact on the reduction of labor. In order to absorb the larger employment and the sustainability of resource, the resource management policy is directed toward MSY level by reducing fishing gears as much 112,26 units anchovy purse seine from the current level of exploitation. This policy must be supported by clear rule/ regulations and continuous monitored by all parties.
Keywords: anchovy, Asahan, bioeconomic, management, North Sumatera
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ANALISIS BIOEKONOMI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus sp.) DI PERAIRAN KABUPATEN ASAHAN, PROVINSI SUMATERA UTARA
TIKA INDRIYANI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Bioekonomi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus sp.) di Perairan Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara
Nama : Tika Indriyani NIM : H44080017
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS Benny Osta Nababan, SPi, MSi Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang berkat rahmat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Bioekonomi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus
sp.) di Perairan Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara” ini. Penelitian dan
penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di
Perairan Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah (Suriadi), Ibu (Eni Susanti), Reni Anggraini dan Aldy Ryandi yang
telah memberikan doa yang tiada henti, dorongan, semangat dan motivasi
kepada penulis selama dalam penyelesaian studi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak Benny Osta
Nababan SPi, MSi yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, dan
motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Dosen Penguji Utama (Bapak Rizal Bahtiar, SPi, MSi) dan Perwakilan
Departemen (Ibu Asti Istiqomah, SP, MSi) atas masukan dan saran dalam
penyelesaian skripsi.
4. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, khususnya Bapak Matius
Bangun dan Bapak Hemat serta para nelayan di Kabupaten Asahan yang
telah bersedia sebagai responden.
5. Teman-teman satu bimbingan Pradipta, Ghieah, Andri, Yogi, Ade dan
Rizky.
6. Teman-teman ESL 45 khususnya Welda, Sari, Windi, Ninis, Ayu yang
selalu memberikan motivasi dan semangat.
7. Sahabat penulis Miranti, Tiwi, Nazmi, Mardi dan Khairil serta berbagai
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak dalam pengelolaan
sumberdaya ikan teri secara berkelanjutan.
Bogor, September 2013
Tika Indriyani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 6 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7
2.1 Sumberdaya Ikan Teri ....................................................................... 7 2.2 Analisis Bioekonomi ......................................................................... 8 2.3 Laju Degradasi Sumberdaya ............................................................. 12 2.4 Laju Depresiasi Sumberdaya ............................................................ 13 2.5 Persepsi Nelayan dalam Pemanfaatan Perikanan .............................. 13
2.5.1 Persepsi Nelayan ..................................................................... 13 2.5.2 Peranan Persepsi Nelayan dalam Pemanfaatan Perikanan...... 14
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ................................................. 14 2.7 Kebijakan dan Peraturan Pemerintah ................................................ 15 2.8 Instrumen Kebijakan Sumberdaya Perikanan ................................... 16 2.9 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................ 19
IV. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 23
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 23 4.2 Metode Penelitian ............................................................................ 23 4.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 23 4.4 Metode Pengambilan Contoh ........................................................... 24 4.5 Metode Analisis ............................................................................... 25
4.5.1 Analisis Hasil Tangkapan per Upaya (Catch Per Unit Effort) 25 4.5.2 Analisis Biologi ...................................................................... 25 4.5.3 Analisis Bioekonomi .............................................................. 26 4.5.4 Analisis Laju Degradasi ......................................................... 27 4.5.5 Analisis Laju Depresiasi ......................................................... 28 4.5.6 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian
Sumberdaya Ikan Teri ............................................................ 28 4.6 Asumsi Penelitian ............................................................................. 30 4.7 Definisi Operasional Variabel ........................................................... 31 4.8 Batasan Penelitian ............................................................................. 32
xii
Halaman
V. GAMBARAN UMUM .......................................................................... 33
5.1 Keadaan Umum Kabupaten Asahan ............................................... 33 5.1.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam ..................................... 33 5.1.2 Kondisi Oseanografi .............................................................. 35 5.1.3 Demografi .............................................................................. 35
5.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Asahan ........................................... 36 5.2.1 Potensi Perikanan Asahan ..................................................... 36 5.2.2 Hasil Produksi dan Nilai Produksi Ikan ................................... 37 5.2.3 Armada Perikanan dan Alat Tangkap ....................................... 38
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 41
6.1 Karakteristik Nelayan Responden .................................................. 41 6.1.1 Umur ..................................................................................... 41
6.1.2 Tingkat Pendidikan............................................................... 41 6.1.3 Pengalaman Melaut .............................................................. 42 6.1.4 Jumlah Tanggungan ............................................................. 43 6.1.5 Daerah Asal .......................................................................... 43 6.1.6 Pekerjaan Alternatif .............................................................. 44
6.2 Unit Penangkapan Pukat Teri ......................................................... 44 6.2.1 Pukat Teri dan Perkembangannya ........................................ 44 6.2.2 Kapal .................................................................................... 45 6.2.3 Nelayan (ABK) dan Sistem Bagi Hasil ................................ 45 6.2.4 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan ................................. 47
6.3 Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan ......................................................................... 48
6.4 Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Teri ................................... 49 6.5 Catch per Unit Effort (CPUE) Ikan Teri ....................................... 50 6.6 Parameter Alpha dan Beta ............................................................. 51 6.7 Pendugaan Parameter Ekonomi ..................................................... 53
6.7.1 Pendugaan Biaya .................................................................. 53 6.7.2 Pendugaan Harga .................................................................. 54
6.8 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri ................................... 54 6.9 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri di
Kabupaten Asahan ......................................................................... 58 6.10 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri ........................................................................................ 60
6.10.1 Persepsi Nelayan Berdasarkan Jenjang Pendidikan .......... 60 6.10.2 Persepsi Nelayan Berdasarkan Pengalaman Melaut ......... 64 6.10.3 Persepsi Nelayan Berdasarkan Keikutsertaan dalam
Organisasi Nelayan ........................................................... 68 6.10.4 Persepsi Nelayan Berdasarkan Umur ................................ 71
6.11 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Kabupaten Asahan .......................................................... 74
xiii
Halaman
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 79
7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 79 7.2 Saran ................................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 81
LAMPIRAN .................................................................................................. 85
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 99
xiv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010 ................................................................ 1
2 Volume Produksi Perikanan Tahun 2007-2010................................. 2
3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 24
4 Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah untuk Ukuran Contoh Tidak Sama ........................................................................................ 29
5 Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Asahan .......................... 34
6 Indikator Kependudukan Asahan Tahun 2007-2010 ......................... 36
7 Jumlah Nelayan di Wilayah Pesisir Tahun 2010 .............................. 37
8 Hasil dan Nilai Produksi Ikan di Kabupaten Asahan ........................ 38
9 Perkembangan Jumlah dan Jenis Armada Perikanan di Kabupaten Asahan ............................................................................................... 38
10 Jumlah Kapal di Tiap Kecamatan Kabupaten Asahan Tahun 2011 .. 39
11 Perkembangan Jumlah Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Asahan Tahun 2005-2010 .................................................................. 40
12 Pembagian Hasil Tangkapan Ikan Teri ............................................. 46
13 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan Tahun 2002-2010.................................... 48
14 Perkembangan Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Teri .............. 50
15 Hasil Analisis Ordinary Least Square (OLS) ................................... 52
16 Biaya Riil Ikan Teri di Kabupaten Asahan (2007=100) .................... 53
17 Harga Riil Ikan Teri di Kabupaten Asahan (2007=100) ................... 54
18 Hasil Analisis Bioekonomi pada Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri ....................................................................... 55
19 Laju Degradasi Ikan Teri Tahun 2002-2010 ..................................... 58
20 Laju Depresiasi Ikan Teri Tahun 2002-2010 ..................................... 58
21 Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%) .................................................................................. 61
22 Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%) ..................................................................................................... 62
xv No. Halaman
23 Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%) ................................................................................... 62
24 Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%) 63
25 Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Pengalaman Melaut (%) ..................................................................... 65
26 Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Pengalaman Melaut (%) ......................................................................................... 66
27 Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Pengalaman
Melaut (%) ......................................................................................... 67
28 Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Pengalaman Melaut (%) 67
29 Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%) .............................................. 69
30 Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Keikutseraan Organisasi Nelayan (%) ..................................................................... 69
31 Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%) ..................................................................... 70
32 Persepsi terhadap Lingkungan berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%) ..................................................................... 70
33 Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Umur............ 71
34 Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Umur (%) .................. 72
35 Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Umur (%) ....... 73
36 Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Umur (%) ..................... 73
37 Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan 75
xvi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Perubahan Produksi Ikan Teri di Perairan Kabupaten Asahan .......... 4
2 Ikan Teri (Stolephorus sp.) ................................................................ 7
3 Kurva Produksi Lestari ...................................................................... 11
4 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ..................................... 21
5 Umur Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan ................................ 41
6 Pendidikan Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan ........................ 42
7 Pengalaman Nelayan Ikan teri di Kabupaten Asahan ....................... 42
8 Jumlah Tanggungan Keluarga Nelayan ............................................. 43
9 Alat Tangkap Pukat Teri.................................................................... 45
10 Kapal Pukat Teri ................................................................................ 45
11 Grafik Jumlah Produksi Ikan Teri dan Effort di Kabupaten Asahan Tahun 2002-1010 .................................................................. 49
12 Grafik Hubungan CPUE dengan Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Tahun 2002-2010 ............................................................... 51
13 Keseimbangan Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri .......................... 56
14 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal dan Aktual Sumberdaya Ikan Teri ....................................................................... 57
15 Grafik Laju Degradasi dan Depresiasi Ikan Teri Tahun 2002- 2010 59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Asahan ................................. 87
2 Diagram Sistem Bagi Hasil Nelayan ................................................. 88
3 Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan dengan Model Gordon- Schaefer .......................................... 89
4 Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri dengan MAPLE 13 ..... 91
5 Data Persepsi Responden ................................................................... 93
6 Data Persepsi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan .............. 95
7 Data Persepsi Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut ............. 96
8 Data Persepsi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan ............................................................................ 97
9 Data Persepsi Responden Berdasarkan Kelompok Umur .................. 98
xviii
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perairan laut yang sangat
luas, yaitu 5,8 juta km2 yang terdiri atas perairan kepulauan 2,3 juta km2, laut
teritorial 0,8 juta km2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km2
(Bapennas, 2008). Laut Indonesia memiliki berbagai jenis kekayaan alam di
dalamnya. Salah satu diantara kekayaan alam tersebut adalah sumberdaya
perikanan laut yang terdapat di seluruh perairan Indonesia. Jumlah tangkapan
maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield= MSY) di laut diperkirakan
sebesar 6,4 juta ton/tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dari
potensi tersebut sebesar 5,12 juta ton/tahun atau 80% dari total MSY. Jumlah
produksi penangkapan pada tahun 2010 mencapai 5,03 juta ton atau 98,43% dari
JTB (Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2011).
Sektor perikanan memegang peranan penting bagi Indonesia yakni sebagai
mata pencaharian masyarakat pesisir, pemenuhan konsumsi protein masyarakat
dan peningkatan devisa negara. Tabel 1 menunjukkan PDB perikanan meningkat
pada tahun 2008-2010, namun menurun pada tahun 2011. Sektor perikanan juga
memberikan kontribusi terhadap PDB total maupun PDB tanpa migas yang
meningkat pada tahun 2008-2009, namun kontribusi tersebut menurun pada tahun
2010-2011.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2008-2011
Satuan: Miliar Rupiah
Lapangan Usaha Tahun
2008 2009 2010 2011 Perikanan 137.249,50 176.620,00 199.219,00 167.718,80 Produk Domestik Bruto 4.948.688,40 5.603.871,20 6.422.918,20 5.482.349,70
PDB tanpa Migas 4.427.633,50 5.138.955,20 5.924.008,20 5.019.263,10 Kontribusi PDB Perikanan (%)
Terhadap PDB total 2,77 3,15 3,10 3,06 Terhadap PDB tanpa Migas 3,10 3,44 3,36 3,34
Sumber: KKP, 2012
2
Berdasarkan Tabel 1, nilai PDB perikanan yang meningkat pada tahun
2010 tidak berbanding lurus dengan nilai kontribusi PDB perikanan terhadap PDB
total maupun PDB tanpa migas. Hal ini karena peningkatan PDB total dan migas
lebih besar dari peningkatan PDB perikanan sehingga menghasilkan nilai
kontribusi yang lebih rendah dibanding pada tahun 2009.
Nilai PDB perikanan dihasilkan dari subsektor perikanan tangkap dan
perikanan budidaya. Tabel 2 menunjukkan volume produksi perikanan tangkap
memiliki volume yang lebih tinggi dibanding subsektor perikanan budidaya dan
mengalami peningkatan setiap tahun. Nilai perikanan tangkap yang dihasilkan
dari subsektor perairan laut dan perairan umum, namun perairan laut memberikan
kontribusi yang lebih besar dibanding perairan umum. Hal ini berarti subsektor
perikanan tangkap di laut memberikan kontribusi yang besar pada PDB perikanan.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang dapat menjaga keberlanjutan
sumberdaya tersebut. Berdasarkan volume produksi tersebut bahwa peranan
perikanan tangkap dominan, seperti terlihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Volume Produksi Perikanan Tahun 2008-2011 Satuan: Ton
Volume Produksi Rincian
Tahun
2008 2009 2010 2011
Total 8.858.315 9.816.534 11.662.342 12.385.850 Perikanan Sub Jumlah 5.003.115 5.107.971 5.384.418 5.409.100 Tangkap Perairan Laut 4.701.933 4.812.235 5.039.446 5.061.680
Perairan Umum 301.182 295.736 344.972 347.420
Perikanan Sub Jumlah 3.855.200 4.708.563 6.277.924 6.976.750 Budidaya Budidaya Laut 1.966.002 2.820.083 3.514.702 3.735.585
Tambak 959.509 907.123 1.414.038 1.734.260
Kolam 479.167 554.067 819.809 955.511
Keramba 75.769 101.771 121.271 120.654
Jaring Apung 263.169 238.606 309.499 331.936
Sawah 111.584 86.913 96.605 98.804 Sumber: KKP, 2012
Produksi perikanan tangkap di laut tersebut berasal dari perairan WPP
Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER/02/MEN/2011 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (WPP-NRI) terdiri dari11 wilayah, yaitu:
1. WPP-NRI 571 meliputi Selat Malaka dan Laut Andaman,
3
2. WPP-NRI 572Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda,
3. WPP-NRI 573 Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan
Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian barat,
4. WPP-NRI 711Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan,
5. WPP-NRI 712 Laut Jawa,
6. WPP-NRI 713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali,
7. WPP-NRI 714Teluk Tolo dan Laut Banda,
8. WPP-NRI 715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau,
9. WPP-NRI 716 Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera,
10. WPP-NRI 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik,
11. WPP-NRI 718 Teluk Aru, Laut Arafura dan Laut Timor bagian timur.
Sumatera Utara mempunyai posisi strategis dalam pembangunan dan
pengembangan perikanan di Indonesia. Letaknya yang strategis dengan beberapa
negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand merupakan pasar
potensial bagi produksi ikan. Wilayah pengelolaan perikanan Sumatera Utara
dibagi menjadi dua, yaitu Pantai Timur Sumatera Utara (WPP-NRI 571) dan
Pantai Barat Sumatera Utara (WPP-NRI 572).
Kabupaten Asahan merupakan kabupaten yang berada pada WPP-NRI571
yaitu Pantai Timur Sumatera Utara (Selat Malaka). Potensi lestari (MSY)
beberapa jenis ikan di Pantai Timur terdiri dari ikan pelagis 175.000 ton/tahun,
ikan demersal 82.400 ton/tahun, ikan karang 5.000 ton/tahun dan udang 11.400
ton/tahun (KKP, 2012). Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa potensi ikan
pelagis paling besar di Pantai Timur Sumatera Utara. Salah satu jenis ikan pelagis
yang menjadi komoditas andalan Kabupaten Asahan adalah ikan teri. Produksi
ikan teri dari kabupaten ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal saja
tetapi juga diekspor ke negara tetangga. Ikan teri memberikan dampak positif
secara ekonomi karena merupakan sumber pendapatan tetapi dorongan ekonomi
ini menyebabkan eksploitasi berlebihan oleh masyarakat di sekitar kawasan
tersebut. Hal ini mengakibatkan masyarakat seringkali melakukan tindakan
destruktif yang mengancam keberadaan ikan teri. Keadaan tersebut terihat dari
data produksi ikan teri yang cenderung menurun, seperti disajikan pada Gambar 1.
4
Sumber: DKP Provinsi Sumatera Utara, 2011
Gambar 1. Produksi Ikan Teri di Perairan Kabupaten Asahan
Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah produksi ikan teri tiap
tahunnya berfluktuasi tetapi cenderung menurun. Penurunan jumlah tangkapan
ikan teri diduga merupakan indikasi terjadinya overfishing di perairan Kabupaten
Asahan yang berakibat pada penurunan hasil tangkapan persatuan upaya (catch
per unit of effort), yang pada gilirannya mengakibatkan penurunan pendapatan
nelayan. Menurut laporan FAO (2000) dalam Desniarti (2007) bahwa 47%
sumberdaya ikan di dunia sudah dimanfaatkan secara penuh (fully exploited), 19%
dieksploitasi secara berlebihan (overexploited) dan 9% diantaranya sudah terkuras
(depleted). Dengan demikian, 75% sumberdaya ikan global sudah dalam kondisi
kritis.
Pengelolaan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan teri diperlukan untuk
menghindari overfishing yang dapat menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya
sehingga mengurangi ketersediaan stok yang menimbulkan degradasi sumberdaya
perikanan. Berdasarkan informasi data, penelitian kajian stok ikan teri melalui
model bioekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah tangkapan lestari
ikan teri, tingkat keuntungan optimum yang dapat diperoleh tanpa merusak
lingkungan, mengukur tingkat degradasi serta depresiasi yang terjadi di perairan
Kabupaten Asahan. Analisis persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya
ikan teri juga perlu dilakukannya sebagai acuan dalam menyusun kebijakan
pengelolaan sumberdaya ikan teri yang berkelanjutan.
0
200
400
600
800
1000
1200
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi (Ton)
Tahun
Jumlah Produksi (ton)
5
1.2 Perumusan Masalah
Pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan pada saat ini
menjadi prioritas, mengingat dalam situasi krisis pangan sumberdaya kelautan
dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan penghasil
devisa negara. Usaha penangkapan ikan teri merupakan bentuk kegiatan ekonomi
dengan tujuan akhir keuntungan. Keuntungan usaha penangkapan ikan teri
dilakukan dengan meningkatkan produksi jenis ikan. Peningkatan intensitas
penangkapan ikan akan memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif
adalah adanya kenaikan produksi pada tingkat tertentu, sedangkan dampak negatif
adalah apabila intensitas penangkapan yang dilakukan tidak seimbang dengan
potensi sumberdaya ikan. Hal ini akan mengakibatkan pengurangan stok dan pada
akhirnya akan terjadi penurunan produksi hasil tangkapan. Kondisi ini diduga
merupakan indikasi telah terjadinya degradasi populasi sumberdaya ikan teri di
perairan Kabupaten Asahan. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik nelayan, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan teri
yang ditinjau dari tingkat upaya, alokasi sumberdaya dan rente ekonomi pada
kondisi aktual, lestari dan optimal?
2. Bagaimana tingkat laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan teri di
perairan Kabupaten Asahan?
3. Bagaimana persepsi nelayan dan pengaruh beberapa faktor pada persepsi
nelayan teri serta implikasinya dalam pengelolaan dan pemanfaatan ikan teri
di perairan Kabupaten Asahan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji karakteristik nelayan, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan teri
yang ditinjau dari tingkat upaya, alokasi sumberdaya dan rente ekonomi pada
kondisi aktual, lestari dan optimal
2. Mengestimasi tingkat laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan teri di
Perairan Kabupaten Asahan
6
3. Menganalisis persepsi nelayan dan pengaruh beberapa faktor pada persepsi
nelayan teri serta implikasinya dalam pengelolaan dan pemanfaatan ikan teri
di perairan Kabupaten Asahan
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Wilayah penelitian ini adalah perairan Kabupaten Asahan, Provinsi
Sumatera utara. Responden dalam penelitian ini adalah nelayan setempat yang
menangkap ikan teri dengan menggunakan kapal motor dan alat tangkap berupa
pukat teri. Penelitian ini difokuskan pada analisis pemanfaatan sumberdaya ikan
teri secara optimal dan aktual, laju degradasi serta laju depresiasi sumberdaya ikan
teri di perairan Kabupaten Asahan. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji
persepsi nelayan mengenai keberlanjutan sumberdaya ikan teri di perairan
Kabupaten Asahan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Bagi penulis, sebagai bahan pembelajaran dan aplikasi ilmu yang telah
diperoleh pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
2. Bagi nelayan, memberikan gambaran mengenai usaha penangkapan ikan teri
yang dapat memberikan keuntungan maksimum dan informasi penangkapan
ikan teri lestari
3. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Ikan Teri
Ikan teri merupakan salah satu jenis ikan yang paling populer di kalangan
penduduk Indonesia karena sebarannya yang luas, ikan teri hampir ada di seluruh
pantai Indonesia dari Sabang sampai Merauke (Hutomo et al., 1987. Ikan teri
umumnya berukuran kecil berkisar 6-9 cm. Klasifikasi mengenai teri menurut
Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum: Cordata
Kelas: Pisces
Ordo: Malacopterygii
Famili: Clopeidae
Genus: Stolephorus
Spesies: Stolephorus sp.
Sumber : Hutomo et al, 1987
Gambar 2. Ikan Teri (Stolephorus sp)
Ciri-ciri morfologi ikan teri (Stolephorus sp.) memiliki tanda-tanda khas
yang membedakannya dari marga-marga anggota anak suku engraulinae yang
lain, yaitu: sirip caudal bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri
abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral berjumlah tidak lebih
dari 7 buah. Stolephorus umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan.
8
Ikan teri (Stolephorus sp) bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan
estuaria, tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15
persen (Hardenberg, 1934 dalam Hutomo, et al., 1987). Jumlah yang banyak
ditemukan serta kandungan protein yang tinggi menjadikan ikan ini sebagai
produk perikanan pantai yang penting bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Ikan teri berdasarkan sifatnya sering melakukan migrasi memiliki
penyebaran yang dipengaruhi oleh perubahan musim pada suatu daerah. Pola
musim ikan teri terjadi secara periodik setiap tahunnya. Di Kepulauan Lingga
yang terletak di sebelah utara Bangka, ikan ini dapat ditangkap hanya pada bulan
Februari hingga Agustus dengan tangkapan maksimum yang dapat diperoleh pada
bulan Juli-Agustus. Di kepulauan Riau, ikan ini baru bisa ditangkap pada bulan
April hingga Oktober. Jadi muncul dan lenyapnya lebih lambat dua bulan dari dua
bulan dari kepulauan Lingga (Hardenberg, 1934 dalam Hutomo et al., 1987).
2.2 Analisis Bioekonomi
Pengkajian stok meliputi penggunaan berbagai perhitungan statistik dan
matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai
populasi ikan terhadap sejumlah pilihan atau alternatif pengelolaan (Widodo dan
Suadi, 2006). Pengkajian stok ikan diharapkan mampu menjadi masukan dalam
membuat suatu kebijakan pengelolaan perikanan tangkap sumberdaya ikan yang
bersifat terbatas tetapi dapat terbaharui secara lestari. Pengkajian stok ini penting
terkait dengan sumberdaya perikanan yang sangat kompleks dan dinamis.
Mengkaji pendugaan stok untuk analisis biologi perikanan dapat dilakukan
dengan pendekatan model surplus produksi. Model surplus produksi digunakan
dalam rangka menentukan upaya (effort) yang optimum (Spare dan Venema,
1999). Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya pulih (renewable) yang
sifatnya kompleks, dinamis, dan unobservable. Pendekatan berupa pemodelan
yang dapat mengestimasi besarnya stok, jumlah tangkapan, dan upaya diperlukan
agar sumberdaya tetap lestari dan keuntungan yang diperoleh nelayan optimal.
Aspek ekonomi pengelolaan sumberdaya ikan tidak bisa dilepaskan dari aspek
biologi perikanan dan hubungannya tidaklah bersifat simetris. Satu sisi aspek
biologi bersifat independen terhadap ekonomi, tetapi aspek ekonomi dari
9
eksploitasi sumberdaya ikan sangat bergantung pada karakteristik biologi dari
stok ikan itu sendiri (Fauzi, 2010).
Istilah bioekonomi pertama kali diperkenalkan oleh Scott Gordon, seorang
ahli ekonomi Kanada karena menggunakan pendekatan ekonomi untuk
menganalisis pengelolaan perikanan yang optimal (Fauzi dan Anna, 2005).
Pendekatan Gordon tetap menggunakan basis biologi yang sebelumnya sudah
diperkenalkan oleh Schaefer (1954). Pendekatan ini kemudian dikenal dengan
pendekatan bioekonomi. Pendekatan bioekonomi digunakan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan karena model ini telah memasukkan faktor ekonomi dalam
analisisnya. Model bioekonomi Gordon-Schaefer dibangun dari model produksi
surplus yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Graham pada tahun 1935
(Fauzi dan Anna, 2005).
Eksploitasi sumberdaya ikan di suatu perairan membutuhkan berbagai
sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input yang dalam literatur perikanan
disebut sebagai upaya atau effort (Fauzi, 2006). Definisi umum mengenai upaya
adalah indeks dari berbagai input tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap, dan
sebagainya yang digunakan dalam proses penangkapan ikan. Berdasarkan
pengertian tersebut maka produksi (h) atau aktivitas penangkapan ikan dapat
diasumsikan sebagai fungsi dari upaya (E) dan stok ikan (x). Hubungan fungsional
tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
h= f (x,E) ............................................................................................................ (2.1)
Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin banyak biomas (stok) maka
produksi semakin meningkat. Hal ini akan mengakibatkan semakin banyak faktor
upaya (input) penangkapan ikan, artinya hubungan parsial antar kedua variabel
input terhadap produksi (h) adalah positif. Fungsi produksi yang sering digunakan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah:
h= qxE ................................................................................................................ (2.2)
Keterangan:
q = Koefisien kemampuan tangkap (per standar effort)
x = Stok (ton)
E = Upaya (trip)
10
Fungsi tersebut secara teoritis tidak realistis karena tidak menunjukkan
sifat diminishing return (kenaikan hasil yang semakin berkurang) dari upaya yang
merupakan sifat dari fungsi produksi. Hal ini tidak realistis karena dalam jangka
pendek stok ikan terbatas sehingga ada batasan maksimum dari produksi. Fungsi
produksi yang lebih menggambarkan kondisi yang realistis saat upaya dinaikkan
maka produksi akan naik dengan kecepatan menurun adalah sebagai berikut:
h = qxEα ............................................................................................................. (2.3)
Nilai α merupakan elastisitas upaya terhadap produksi dengan nilai yang berkisar
antara 0 dan 1. Hal ini menunjukkan adanya diminishing return karena meskipun
produksi marjinal terhadap upaya positif (Δh/ΔE>0), kenaikan produksi tersebut
akan menurun, atau secara matematis ditunjukkan oleh turunan kedua dari h
terhadap E yang negatif (d2h/dE2<0). Density dependent growth, secara
matematik fungsi pertumbuhan mengikuti fungsi logistik dapat ditulis sebagai
berikut (Fauzi, 2006):
................................................................................................. (2.4)
Keterangan:
t = Periode waktu
r = Laju pertumbuhan instrinsik (instrinsic growth rate), dan
K = Daya dukung lingkungan (carrying capacity)
Dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi maka:
........................................................................................... (2.5)
Persamaan (2.2) disubtitusikan ke persamaan (2.5) sehingga diperoleh:
....................................................................................... (2.6)
Sebelum memasukkan faktor ekonomi dalam pengelolaan perikanan, terlebih
dahulu dilakukan penurunan dari kurva tangkapan lestari. Penurunan ini
diperlukan karena model Gordon-Schaefer dikembangkan berdasarkan produksi
lestari dimana kurva pertumbuhan dalam kondisi keseimbangan jangka panjang
(long run equilibrium) atau dx/dt = 0. Oleh karena itu, dalam kondisi
keseimbangan persamaan berubah menjadi:
................................................................................................. (2.7)
11
Maka:
..................................................................................................... (2.8)
Apabila persamaan (2.8) tersebut disubtitusikan ke persamaan (2.2) maka
diperoleh persamaan dalam bentuk:
............................................................................................. (2.9)
Persamaan di atas merupakan persamaan kuadratik dalam E dan karena parameter
yang lain yaitu q, K, dan r adalah konstanta maka kurva produksi lestari berbentuk
kurva logistik yang ditunjukkan oleh Gambar 3.
Catch
Gambar 3. Kurva Produksi Lestari
Hasil tangkapan maksimum lestari dilakukan dengan menganalisis
hubungan antara penangkapan (E) dengan hasil tangkapan per upaya (CPUE)
dengan membagi kedua sisi dengan tingkat upaya (E). Formulasi persamaannya
adalah (Fauzi, 2006):
........................................................................................ (2.10)
Keterangan:
h = Produksi (ton)
E = Tingkat upaya atau effort (unit)
= Produksi per effort (ton per unit)
MSY
EMSY Effort EMax
12
Sehingga diperoleh CPUE :
................................................................................................ (2.11)
Dengan:
............................................................................................................. (2.12)
...................................................................................................... (2.13)
Gordon (1954) dalam Fauzi (2010), mengembangkan aspek ekonomi
pengelolaan perikanan berbasis model biologi Schafer. Asumsi yang digunakan
dalam pengembangan model Gordon Schaefer ini antara lain:
1. Harga per satuan output (Rp/kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan
diasumsikan elastis sempurna.
2. Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan
3. Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal
4. Struktur pasar bersifat kompetitif
5. Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor
pasca panen).
2.3 Laju Degradasi Sumberdaya
Degradasi mengacu pada penurunan kuantitas sumberdaya alam yang
dapat terbarukan (renewable resources). Artinya kemampuan alami sumberdaya
alam dapat terbarukan untuk beregenerasi sesuai kapasitas produksinya
berkurang. Kondisi ini terjadi baik secara alami maupun pengaruh dari aktivitas
manusia. Degradasi sering terjadi akibat aktivitas yang dilakukan manusia.
Aktivitas tersebut berupa aktivitas produksi seperti penangkapan ikan berlebihan
maupun non-produksi seperti pencemaran limbah (Fauzi dan Anna, 2005).
Pentingnya analisis perhitungan kerusakan lingkungan yang berkaitan
dengan degradasi sumberdaya alam adalah untuk mendapatkan gambaran yang
jelas dan komperehensif mengenai kondisi sumberdaya. Hal ini dapat dijadikan
dasar dalam penentuan kebijakan yang tepat dalam pemanfaatan sumberdaya
untuk mencapai pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(Fauzi dan Anna, 2005).
13
2.4 Laju Depresiasi Sumberdaya
Menurut Fauzi dan Anna (2005), depresiasi merupakan pengukuran
deplesi dan degradasi yang dirupiahkan. Degradasi mengacu pada indikator
besaran fisik dimana depresiasi sumberdaya ditujukan untuk mengukur perubahan
nilai moneter dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Nilai depresiasi ini mengacu
pada nilai riil bukan nilai nominal yang merupakan indikator perubahan harga
seperti inflasi dan Indeks Harga Konsumen yang berlaku untuk setiap komoditi
sumberdaya alam. Perikanan termasuk ke dalam sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui (renewable resources) sehingga depresiasi pada sumberdaya
perikanan mengacu pada pengukuran nilai moneter dari degradasi perikanan
(Fauzi dan Anna, 2005).
2.5 Persepsi Nelayan dalam Pemanfaatan Perikanan
2.5.1 Persepsi Nelayan
Persepsi merupakan konsep dan kajian psikologi. Langevelt (1996) dalam
Harianto (2001) mendefinisikan persepsi sebagai pandangan individu terhadap
suatu obyek (stimulus). Individu akan memberikan reaksi (respon) berupa
penerimaan dan penolakan akibat adanya stimulus. Konteks persepsi terhadap
kelestarian sumberdaya ikan teri adalah respon nelayan terhadap penurunan
jumlah populasi ikan teri.
Menurut Saarinen (1996), persepsi sosial (social perception) berkaitan
dengan pengaruh faktor-faktor sosial dan budaya. Persepsi dibutuhkan dalam
pembentukan sikap dan perilaku individu. Asngari (1984) menyatakan bahwa
persepsi individu terhadap lingkungan merupakan faktor penting dalam
menentukan sikap dan tindakan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, persepsi
tidak bersifat statis. Persepsi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor
internal adalah nilai-nilai dalam diri yang dipadukan dengan hal-hal yang
mencakup panca indera. Faktor ini kemudian dipadukan dengan faktor eksternal
seperti keadaan lingkungan fisik dan sosial yang direspon melalui tindakan.
Menurut Effendy (1984), persepsi individu dipengaruhi oleh tiga faktor: (1) diri
orang yang bersangkutan (sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman, dan
14
harapan); (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan
lingkungan).
2.5.2 Peranan Persepsi Nelayan dalam Pemanfaatan Perikanan
Persepsi nelayan tidak hanya mempengaruhi rencana pengelolaan
sumberdaya perikanan tetapi juga menjadi tujuan dalam pengelolaan perikanan.
Menurut Fauzi (2010), pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
diperlukan karena regulasi diperlukan untuk mendorong terjadinya efisiensi dalam
pengelolaan perikanan yang bersifat barang publik. Teori Gordon- Schaefer telah
membuktikan bahwa perikanan yang tidak diatur (open access) cenderung
menimbulkan inefisiensi karena terlalu banyak input yang digunakan.
Pemanfaatan sumberdaya memerlukan regulasi untuk meningkatkan
kualitas serta bobot dan ukuran ikan yang ditangkap dan untuk menghindari
konflik antar pengguna sumberdaya, serta mencegah pemborosan tenaga kerja dan
modal serta untuk mendorong alokasi sumberdaya yang efisien. Pengelolaan
terhadap sumberdaya ikan diperlukan dalam bentuk pengendalian jumlah, ukuran,
atau jenis ikan yang ditangkap dan pengendalian upaya tangkapan serta bentuk
pengelolaan lainnya untuk meningkatkan pendapatan nelayan. Pengelolaan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan terhadap stok ikan sehingga sumberdaya
berada pada kondisi Maximum Economic Yield sehingga rente yang diterima
masyarakat berada pada tingkat maksimum (Fauzi, 2010).
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Indonesia menempatkan manajemen sumberdaya perikanan pada visi
pembangunan perikanan dan kelautannya. Visi pembangunan perikanan Indonesia
adalah mewujudkan usaha perikanan produktif dan efisien berdasarkan
pengelolaan (manajemen) sumberdaya perikanan secara bertanggung jawab
(DKP, 2001 dalam Nikijuluw, 2005). Upaya pengelolaan sumberdaya harus
dilaksanakan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumberdaya itu
sendiri beserta lingkungannya. Pengelolaan perikanan bersifat kompleks
mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan politik. Tujuan
dikelolanya perikanan antara lain tercapainya optimalisasi ekonomi pemanfaatan
15
sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya. Menurut Cochrane (2002)
dalam Mulyana (2007), tujuan (goal) umum dalam pengelolaan perikanan
meliputi 4 (empat) aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan
sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan
tersebut yaitu:
a. tujuan biologi, menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat
yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas
b. tujuan ekologi, meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan
fisik serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang
terkait
c. tujuan ekonomi, memaksimalkan pendapatan nelayan
d. tujuan sosial, memaksimalkan peluang kerja/mata pencaharian nelayan atau
masyarakat yang terlibat
Lebih lengkap, tujuan pengelolaan perikanan ini tercantum pada pasal
3UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Definisi ”pengelolaan sumberdaya
perikanan”, mengacu kepada UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan adalah
semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,
analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan,
dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di
sektor perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Nabunome (2007) merekomendasikan supaya ada pengaturan ukuran mata
jaring, kontrol terhadap musim dan daerah penangkapan, pengurangan
jumlahupaya tangkap, dan pengaturan waktu penangkapan untuk menghindari
konflik antar nelayan sebagai hasil penelitiannya tentang pengelolaan sumberdaya
ikan demersal (studi empiris di Kota Tegal), Jawa Tengah.
2.7 Kebijakan dan Peraturan Pemerintah
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber daya alam
yang sangat besar, tetapi potensi tersebut jika tidak dikelola secara baik maka
sumberdaya tersebut akan punah. Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan
16
dan peraturan sejak tahun 1973 sampai tahun 2007 untuk mengatur tentang
pemanfaatan, pemasaran dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Ada 16
perundang-undangan perikanan nasional yang berlaku di Indonesia. Perundang-
undangan ini meliputi semua aspek dari sektor perikanan mulai dari kegiatan
penangkapan ikan, pengelolaan sampai dengan pemasarannya.
Peraturan yang secara langsung berkaitan dengan penelitian ini adalah
Undang-Undang No.45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Dalam Undang-Undang ini juga
mengatur pengelolaan perikanan di Indonesia. Sesuai pasal 7 ayat 4 dijelaskan
bahwa menteri mengatur jumlah tangkapan yang diperbolehkan, jenis, jumlah,
ukuran, daerah, jalur, waktu, musim penangkapan ikan disesuaikan dengan
potensi dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Komisi Nasional yang
mengkaji sumberdaya ikan.
2.8 Instrumen Kebijakan Sumberdaya Perikanan
Menurut Widodo dan Suadi (2006), sumberdaya perikanan perlu dikelola
untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya yang berkesinambungan, bertanggung
jawab, dan efisien secara ekonomi. Pembuatan kebijakan pengelolaan perikanan
membutuhkan pertimbangan terhadap aspek biologi, ekologi, sosial, dan ekonomi.
Pertimbangan tersebut antara lain:
1. Pertimbangan biologi
Tugas utama dari pemanfaatan perikanan adalah menjamin bahwa
mortalitas penangkapan tidak melampaui kemampuan populasi untuk
bertahan dan tidak mengancam atau merusak kelestarian serta produktivitas
dari populasi ikan yang dimanfaatkan.
2. Pertimbangan ekologi dan lingkungan
Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi dinamika dari populasi ikan,
pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami, atau kombinasi itu semua
sehingga perlu dipertimbangkan.
3. Pertimbangan sosial, budaya, dan kelembagaan
Populasi manusia bersifat dinamis dan perubahan sosial selalu terjadi karena
dipengaruhi oleh perubahan kondisi politik dan faktor lainnya. Perubahan-
17
perubahan ini dapat mempengaruhi efektivitas dan strategi pemanfaatan
sehingga perlu dipertimbangkan dan diakomodasi.
4. Pertimbangan ekonomi
Kondisi pengelolaan perikanan yang dihadapkan pada kondisi akses terbuka
(open access) membutuhkan pertimbangan pengelolaan yang efektif untuk
menghindari terjadinya over exploitation.
2.9 Penelitian Terdahulu
Studi penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-
penelitian yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, produk, maupun alat
analisis yang sama. Studi mengenai penelitian terdahulu juga bertujuan untuk
mengetahui berbagai aspek penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat
dijadikan sebagai pertimbangan penelitian ini. Siagian (2002), melakukan
penelitian mengenai Analisis Hasil Tangkapan Kerang Menggunakan Penggaruk
Kerang Dredge Gear dan Kemungkinan Bentuk Pengembangan Produksi Hasil
Tangkapannya di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah
mengetahui potensi hasil tangkapan kerang menggunakan penggaruk kerang
(dredge gear) di Kabupaten Asahan. Data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Hasil penelitiannya adalah potensi produksi kerang darah per bulan
adalah rata-rata 543,1 ton (periode 1998-2000). Potensi produksi ini terus
menurun selama 12 triwulan pada periode tersebut. Penurunan potensi produksi
kerang ini disebabkan karena ketersediaan kerang di laut telah mencapai
maksimum. Apabila jumlah alat tangkap ditambah maka potensi sumberdaya
kerang akan habis.
Lubis (1990) melakukan penelitian mengenai Studi tentang Hasil
Tangkapan Ikan Kembung dengan Alat Tangkap Purse seine di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Belawan Kotamadya Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui distribusi daerah penangkapan ikan kembung di
perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Hasil penelitian adalah jumlah produksi
ikan kembung di Kecamatan Medan Kota Belawan mengalami penurunan yang
disebabkan tingginya eksploitasi. Berdasarkan perhitungan CPUE alat tangkap
purse seine telah melebihi jumlah optimum. Jumlah optimum purse seine di
18
daerah ini sebesar 359 unit sedangkan yang ada sekarang 401 unit, sehingga
diperlukan pengurangan 42 unit. Penelitian Siagian (2002) dan Lubis (1990)
memiliki persamaan alat analisis berupa analisis bioekonomi dalam menentukan
perikanan tangkap yang optimal dan memiliki persamaan wilayah penelitian yaitu
Pantai Timur Sumatera Utara.
Surbakti (2012) melakukan penelitian Analisis Musim dan Daerah
Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus sp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di
Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah menentukan pola
musim penangkapan ikan teri di Perairan Sibolga. Hasil penelitian adalah puncak
musim penangkapan ikan teri di Perairan Sibolga terdapat pada musim barat
(Desember-Februari) dengan Indeks Musim Penangkapan (IMP) sebesar
134,56%.
Akbar (2010), melakukan penelitian mengenai Kajian Ekonomi
Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kabupaten Pemalang. Tujuan penelitian
adalah mengkaji alokasi optimum pemanfaatan sumberdaya ikan teri dengan
menggunakan model bioekonomi. Data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Hasil perhitungan optimum menghasilkan kondisi optimal nilai
biomassa (x) 159.221 ton/tahun, hasil tangkapan lestari (h) 75.110 ton/tahun, dan
effort (E) nelayan sebesar 3.657 trip/tahun.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan mulai dari ikan pelagis
besar dan kecil, ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang, lobster dan cumi-
cumi di sebelas wilayah pengelolaan perikanan telah banyak yang mengalami
fenomena overfishing. Selat Malaka (WPP-NRI 571) merupakan salah satu
wilayah penangkapan ikan yang diduga telah mengalami overfishing. Jenis
perikanan yang dapat dimanfaatkan di Selat Malaka beraneka ragam. Salah satu
jenis ikan yang paling banyak dimanfaatkan adalah ikan pelagis kecil. Ikan teri
termasuk golongan ikan pelagis kecil banyak dimanfaatkan dan produksi tiap
tahunnya terus meningkat.
Kabupaten Asahan merupakan kabupaten yang daerah pemanfaatan ikan
tangkapnya berada di Selat Malaka. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan
Perikanan, Kabupaten Asahan memproduksi ikan teri dalam jumlah besar hingga
ratusan ton. Potensi ekonomi ini memberikan dampak positif dan negatif bagi
sumberdaya ikan teri. Keberadaan ikan teri memberikan pengaruh positif bagi
pendapatan nelayan Kabupaten Asahan tetapi dorongan untuk memperoleh
pendapatan yang lebih besar memicu terjadinya overfishing sehingga memberikan
dampak negatif bagi keberadaan ikan teri di masa datang.
Operasi penangkapan merupakan salah satu wujud dari proses produksi
perikanan. Produksi perikanan sangat tergantung dari sumberdaya perikanan dan
faktor-faktor ekonomi yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan usaha
penangkapan ikan. Input yang digunakan dalam usaha produksi penangkapan ikan
adalah alat tangkap dan upaya penangkapan, biaya per trip, harga jual hasil
tangkapan. Nelayan umumnya tidak memperhatikan tingkat pemanfaatan yang
telah dilakukan sudah melebihi batas lestari atau belum sehingga nelayan akan
merugi ketika jumlah tangkapan semakin sedikit. Selama ini aspek biologi secara
parsial telah mendapatkan perhatian yang cukup besar, sementara aspek ekonomi
serta interaksi bioekonomi belum begitu diperhatikan. Penelitian ini menggunakan
analisis bioekonomi dengan metode Gordon-Schaefer untuk menghitung MSY
dan MEY ikan teri di Kabupaten Asahan.
20
Analisis bioekonomi terhadap ketersediaan stok ikan perlu dilakukan
sebagai pertimbangan dalam kebijakan pengelolaan yang berkelanjutan. Penelitian
ini dilakukan guna menyelaraskan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di
Kabupaten Asahan dengan pengelolaan yang dilakukan pemerintah. Umumnya
kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah sulitnya
mengetahui jumlah stok ikan dan jumlah upaya optimal yang seharusnya
dilakukan. Hal ini terkait dengan sifat alamiah sumberdaya ikan yang dinamis
dalam ruang tiga dimensi serta tidak adanya property right yang jelas (bersifat
open access property) sehingga menyebabkan nelayan bebas keluar masuk dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan.
Analisis terhadap laju degradasi dan depresiasi di perairan Kabupaten
Asahan juga dilakukan pada penelitian ini. Analisis laju degradasi dan depresiasi
dapat dihitung dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil analisis
bioekonomi. Analisis laju degradasi sumberdaya ikan teri dilakukan dengan
membandingkan produksi aktual dan produksi lestari dari aktivitas perikanan.
Sumberdaya ikan teri di perairan Kabupaten Asahan akan diketahui apakah telah
terdegradasi atau belum dengan analisis degradasi.
Hasil analisis bioekonomi, degradasi, serta depresiasi akan menghasilkan
kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan teri saat ini. Selanjutnya dilakukan analisis
terhadap persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri di perairan
Kabupaten Asahan. Setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut maka kondisi
pemanfaatan sumberdaya dan hasil analisis terhadap persepsi yang diperoleh
untuk dijadikan sebagai justifikasi dalam menentukan pemanfaatan sumberdaya
ikan teri selanjutnya. Kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
21
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Analisis Bioekonomi Gordon-Schaefer (Gordon, 1954)
• Karakteristik nelayan ikan teri
• Persepsi nelayan terhadap kelestarian ikan teri
Estimasi pemanfaatan sumberdaya
ikan teri kondisi aktual
dan lestari
Estimasi tingkat laju
degradasi dan depresiasi ikan teri Asahan
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan teri yang berkelanjutan
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan
Penangkapan ikan teri Karakteristik nelayan dan persepsi pemanfaatan sumberdaya ikan teri
Data primer: hasil tangkapan • Jumlah unit alat
tangkap • Jumlah trip • Hasil
penangkapan • Biaya • Harga
Data sekunder: • Data time series upaya (2002-2010) • Data time series produksi
ikan teri (2002-2010)
Data primer: Hasil kuisioner dan wawancara mengenai kondisi serta persepsi nelayan setempat
Analisis deskriptif kualitatif
22
23
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada dua kecamatan di Kabupaten Asahan,
Provinsi Sumatera Utara yaitu Kecamatan Tanjung Balai dan Silau Laut.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena berdasarkan data,
daerah ini merupakan salah satu pusat kegiatan perikanan di Sumatera Utara.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2012.
4.2 Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survei. Pengertian survei
dibatasi pada pengertian sampel survei yaitu informasi dikumpulkan dari sebagian
populasi untuk mewakili seluruh populasi. Informasi dikumpulkan dari responden
dengan menggunakan kuesioner. Metode survei dipilih karena dapat dijadikan
basis dalam pengambilan keputusan dari obyek yang diwakilinya secara
keseluruhan. Metode survei terdiri dari survei kuantitatif yaitu mengamati kondisi
fisik dan data statistik sumberdaya ikan teri dan survei kualitatif yang mengamati
interaksi sosial masyarakat dengan sumberdaya ikan teri.
4.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan
wawancara langsung dengan nelayan serta key person. Key person yang dimaksud
adalah pejabat di lingkungan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi
Sumatera Utara dan DKP Kabupaten Asahan serta instansi terkait lainnya yang
memiliki kompetensi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemanfaatan
sumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan.
Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara responden adalah data
mengenai karakteristik nelayan, jumlah produksi, harga, biaya operasional,
pendapatan, dan persepsi nelayan melalui wawancara. Data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah data berkala (time series) hasil tangkapan,
24
upaya tangkapan, dan harga rata-rata ikan selama periode 9 tahun terakhir, alat
tangkap, IHK. Data sekunder diperoleh dari DKP Provinsi Sumatera Utara, DKP
Kabupaten Asahan, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data
sekunder juga diperoleh dari buku, tesis, skripsi, internet, serta instansi lain yang
terkait. Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak diantaranya Microsoft
Excell 2007, Maple13, SPSS. Tabel 3 dapat dilihat jenis dan sumber data yang
digunakan dalam analisis bioekonomi, seperti data produksi ikan teri, effort, biaya
operasional, harga ikan, dan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Output
Data Primer 1. Biaya operasional
nelayan
Wawancara nelayan dan survei lapang
Besaran biaya operasional nelayan/trip
2. Musim penangkapan ikan
Musim penangkapan ikan teri
3. Persepsi nelayan mengenai sumberdaya ikan teri
Persepsi nelayan mengenai sumberdaya ikan teri
Data Sekunder 1. Data geografis dan
demografis BPS dan DKP Kabupaten
Asahan Gambaran umum lokasi penelitian
2. Data produksi ikan DKP Kabupaten Asahan Produksi ikan tahunan 3. Data effort (upaya
penangkapan) DKP Kabupaten Asahan Effort tahunan
4. Data harga ikan DKP Kabupaten Asahan Harga nominal ikan tahunan
5. Indeks Harga Konsumen
BPS Harga riil ikan tahunan
4.4 Metode Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini meliputi nelayan yang melakukan usaha
penangkapan ikan teri di Kabupaten Asahan. Populasi yang dikaji adalah jumlah
nelayan pemilik unit armada kapal pukat teri di lokasi penelitian. Pengambilan
contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling atau
pemilihan responden secara sengaja dengan pertimbangan bahwa unit
penangkapan homogen. Contoh yang diambil sebanyak 40 nelayan. Hal ini
berdasarkan asumsi dalam pengambilan contoh adalah menyebar normal sehingga
jumlah contoh ≥ 30 dapat dilakukan dalam penelitian ini (Sudjana, 2005).
25
4.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
pendekatan surplus produksi untuk analisis bioekonomi dan analisis ragam
mengenai persepsi nelayan. Pendekatan surplus produksi dan analisis bioekonomi
digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan ikan teri serta rente ekonomi
dari aktivitas penangkapan ikan teri tersebut. Analisis ragam untuk menganalisis
hubungan antara persepsi dengan faktor internal dan eksternal nelayan.
4.5.1 Analisis Hasil Tangkapan per Upaya (Catch Per Unit Effort)
Data hasil upaya penangkapan ikan dianalisis dengan menghitung nilai
hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE). Tujuan dari perhitungan CPUE
adalah untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan perikanan
berdasarkan pembagian total hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan
(effort). Formulasi yang digunakan dalam menghitung nilai CPUE adalah (Fauzi
dan Anna, 2005):
.................................................................................................. (4.1)
Keterangan:
CPUEt = Hasil tangkapan ikan teri per upaya penangkapan pada tahun ke-t
(ton per unit)
Catcht = Hasil tangkapan ikan teri pada tahun ke-t (ton)
Effortt = Upaya penangkapan ikan teri pada tahun ke-t (unit)
4.5.2 Analisis Biologi
Analisis biologi digunakan untuk menduga stok atau potensi sumberdaya
ikan, serta untuk mengetahui kondisi optimum dari tingkat upaya penangkapan.
Metode yang digunakan adalah metode surplus produksi. Metode ini bertujuan
untuk menentukan tingkat output optimum, yaitu suatu upaya yang dapat
menghasilkan tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi
produktivitas stok jangka panjang serta biasa disebut hasil tangkapan maksimum
lestari (Maximum Sustainable Yield). Model surplus produksi Schaefer digunakan
sebagai basis model untuk menghitung potensi bioekonomi pada penelitian ini.
26
Model surplus produksi Schaefer telah digunakan oleh Gordon sebagai basis
biologi dalam perhitungannya sehingga model tersebut dikenal dengan model
Gordon-Schaefer.
CPUE= α – βE .................................................................................................. (4.2)
Keterangan:
CPUE = catch per unit effort
E = effort
α = intersep
β = slope
Schaefer juga menghubungkan tingkat produksi ikan (h) dan upaya
penangkapannya (E):
h = CPUE . E
h = (a-bE)E
h = aE-bE2 ....................................................................................................... (4.3)
4.5.3 Analisis Bioekonomi
Metode bioekonomi memasukkan variabel ekonomi. Biaya penangkapan
yang digunakan dalam estimasi merupakan rata-rata biaya operasional
penangkapan. Biaya ini merupakan biaya nominal yang secara matematis dapat
ditulis:
………………………………………….....……….. ..................... (4.4)
Keterangan:
Cnomt = Biaya nominal rata-rata tahun t (Rp per unit upaya)
Ci = Biaya penangkapan responden ke-i (Rp per unit upaya)
n = Jumlah responden
Biaya nominal distandarisasi dengan menggunakan IHK untuk menghindari
inflasi dengan rumus:
............................................................................................. (4.5)
27
Keterangan:
Criilt = Biaya riil ikan teri pada tahun t (Rp per unit upaya)
Cnomt= Biaya nominal rata-rata tahun t (Rp per unit upaya)
IHK t= Indeks Harga Konsumen pada tahun t
Harga ikan teri dapat ditentukan dengan rumus:
........................................................................................ (4.6)
Keterangan:
Priilt = Harga riil ikan teri pada tahun t (Rp per ton)
Pnomt= Harga nominal ikan teri tahun ke-t (Rp per ton)
IHK t= Indeks Harga Konsumen pada tahun t
Jika kedua parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total Revenue),
TC (Total Cost), dan keuntungan ekonomi (π) diperoleh dengan persamaan
(Fauzi, 2006):
… .......................................................................................................... (4.7)
............................................................................................................. (4.8)
Maka,
……………………………………………………….…. .............. (4.9)
.................................................................................................... (4.10)
… .......................................................................... (4.11)
Keterangan:
π = Rente Ekonomi
TR = Total Penerimaan
TC = Total biaya
4.5.4 Analisis Laju Degradasi
Sumberdaya perikanan sangat rentan mengalami degradasi akibat adanya
aktivitas pemanfaatan terhadap sumberdaya. Laju degradasi dari sumberdaya ikan
dapat dihitung menggunakan formulasi (Anna, 2003):
............................................................................................... (4.12)
28
Keterangan:
hst = Produksi lestari (ton)
hat = Produksi aktual (ton)
= Koefisien atau laju degradasi
e = Bilangan natural (2,71828)
Apabila nilai laju degradasi melebihi 0,5 ( >0,5) maka sumberdaya ikan
mengalami degradasi, sebaliknya jika nilai laju degradasi kurang dari 0,5 (
<0,5), maka sumberdaya ikan di perairan suatu wilayah belum mengalami
degradasi (Fauzi dan Anna, 2005).
4.5.5 Analisis Laju Depresiasi
Perhitungan laju depresiasi sumberdaya menurut Anna (2003)
padadasarnya sama dengan laju degradasi. Namun dalam hal ini parameter
ekonomi menjadi variabel yang menentukan perhitungan laju depresiasi yang
dirumuskan sebagai berikut (Wahyudin, 2005):
.............................................................................................. (4.13)
Keterangan:
πst = Rente lestari (Rp)
πat = Rente aktual (Rp)
= Koefisien atau laju depresiasi
e = Bilangan natural (2,71828)
3.5.6 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi nelayan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode uji
yaitu analisis ragam (Nasir, 1985). Persepsi nelayan diuji berdasarkan faktor-
faktor berikut yaitu jenjang pendidikan, pengalaman melaut, keikutsertaan
organisasi nelayan dan umur. Analisis ragam digunakan untuk mengetahui
perbedaan persepsi nelayan, yaitu:
29
1. Persepsi terhadap sumberdaya ikan teri
a. Persepsi terhadap faktor- faktor yang menyebabkan fluktuasi tangkapan
b. Persepsi terhadap sumberdaya ikan teri yang dapat habis
c. Persepsi mengenai cara menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri
d. Persepsi terhadap dampak by catch
2. Persepsi terhadap alat tangkap
a. Persepsi mengenai cara penangkapan ikan teri yang diperbolehkan
b. Persepsi mengenai teknologi baru perikanan
c. Persepsi mengenai sistem perizinan kapal
3. Persepsi terhadap program pemerintah
a. Persepsi mengenai adanya penyuluhan dari pemerintah terkait pelestarian
sumberdaya ikan teri
b. Persepsi mengenai adanya bantuan dari pemerintah
4. Persepsi terhadap lingkungan
a. Persepsi mengenai bahaya pencemaran di laut
Persepsi responden akan diperoleh dengan menggunakan skala Likert
(summated rating scale). Para responden akan diberikan pertanyaan dengan
pilihan jawaban berjenjang seperti: sangat tidak mengetahui (STM), kurang
mengetahui (KM), mengetahui (M), lebih mengetahui (LM), dan sangat
mengetahui (SM). Pilihan jawaban diberi skor secara konsisten dari 1 sampai 5.
Data kualitatif dari pengisian kuesioner kemudian diubah ke dalam bentuk
kuantitatif dengan cara memberikan skor secara konstan. Jawaban yang sudah
diubah ke dalam bentuk kuantitatif kemudian dijumlahkan sehingga dapat diuji
dengan menggunakan analisis ragam.
Tabel 4. Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah untuk Ukuran Contoh Tidak Sama
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung F Tabel
Kolom nilai tengah
k-1 JKK S12= JKK
k-1 S1
2/S22 F (v1, v2)
Sisa N-k JKS S22= JKS
N-k
Total N-1 JKT Sumber: Nasir, 1985
30
Rumus yang akan digunakan adalah:
................................................................................... (4.14)
.................................................................................... (4.15)
JKS = JKT-JKK ............................................................................................... (4.16)
Asumsi : data yang akan diuji menyebar normal
Hipotesis:
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = ...= µi = 0; artinya bahwa faktor yang diuji tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata dalam penelitian
H1: minimal ada satu µi ≠ 0; artinya bahwa faktor yang diuji memberikan
pengaruh yang berbeda nyata dalam penelitian
Kaidah keputusan yang harus diambil adalah sebagai berikut:
1. Jika Fhitung> Ftabel, maka keputusan tolak H0
2. Jika Fhitung< Ftabel, maka keputusan terima H0
4.6 Asumsi Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yang ditetapkan berdasarkan
asumsi yang dikembangkan oleh Clark (1985), yaitu:
1) Keadaan perairan tidak terjadi bencana maupun pencemaran
2) Populasi ikan teri menyebar secara merata di seluruh daerah tangkapan yaitu
perairan Selat Malaka.
3) Biaya penangkapan ikan teri per unit upaya dihitung dari biaya rata-rata
operasional nelayan. Biaya operasional ini diperoleh dari penjumlahan semua
biaya yang dibutuhkan nelayan selama melaut, dan di darat terkait dengan
kegiatan penangkapan dalam perhitungan analisis bioekonomi.
4) Harga ikan teri per satuan hasil tangkapan adalah konstan dari rata-rata yang
telah dikonversi dengan Indeks Harga Konsumen Provinsi Sumatera Utara
dalam perhitungan bioekonomi.
31
4.7 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah pengukuran yang perlu dijelaskan
untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap variabel yang
digunakan dan untuk menghindari kesamaan dan tidak dimasukkannya beberapa
data dalam penelitian. Konsep operasional variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Produksi (catch) adalah total hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan
dengan satuan pengukuran yang digunakan adalah ton.
2. Upaya tangkap (effort) adalah upaya penangkapan ikan teri dengan satuan
ukuran yang digunakan adalah trip/tahun.
3. CPUE (Cacth Per Unit Effort) adalah hasil tangkapan per upaya tangkap
(effort) dari suatu alat tangkap satuannya ton/trip.
4. Harga (p) adalah nilai rata-rata dari keseluruhan harga-harga ikan teri hasil
tangkapan yang diperoleh unit upaya (kapal) yang telah diproporsikan
berdasarkan jumlah tangkapan ikan teri. Harga yang diperoleh merupakan
harga rata-rata. Satuan yang digunakan adalah rupiah.
5. Biaya rata-rata (c) adalah nilai rata-rata dari total biaya yang dikeluarkan per
unit kapal/perahu dalam periode 1 tahun, yang meliputi biaya tetap,
pemeliharaan, biaya administrasi dan biaya operasional. Satuan yang
digunakan adalah rupiah.
6. TR (Total Revenue) adalah hasil perkalian antara harga rata-rata (p) dan hasil
tangkapan (h). Satuan yang digunakan adalah rupiah.
7. TC (Total Cost) adalah hasil perkalian antara biaya rata-rata (c) dan jumlah
unit kapal (e). Satuan yang digunakan adalah rupiah.
8. Rente ekonomi (π) adalah selisih total pendapatan (Total Revenue) dikurangi
dengan total biaya (Total Cost). Satuan yang digunakan adalah rupiah.
9. MSY (Maximum Sustainable Yield) adalah produksi yang dapat mencapai
jumlah produksi fisik yang maksimum. Satuannya adalah ton/tahun.
10. MEY (Maximum Economic Yield) adalah produksi yang dapat mencapai
keuntungan ekonomi (profit) yang maksimum. Satuannya adalah ton/tahun.
32
4.8 Batasan Penelitian
Penelitian ini membatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Obyek penelitian adalah sumberdaya ikan teri yang merupakan salah satu
komoditas Kabupaten Asahan.
2. Wilayah perairan yang diteliti adalah perairan Kabupaten Asahan yang berada
di Wilayah Pengelolaan Perikanan Selat Malaka (WPP-NRI 571).
3. Alat tangkap yang diestimasi pada penelitian hanya merupakan alat tangkap
yang saat ini masih digunakan oleh nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan
sehingga tidak dilakukan estimasi pada alat tangkap yang sudah tidak
digunakan dan alat tangkap yang bersifat ilegal.
4. Data produksi dan jumlah effort yang diperoleh untuk setiap alat tangkap
menggunakan proxy variable yaitu dalam bentuk persentase dengan rujukan
hasil penelitian terdahulu dan data yang diperoleh dari instansi terkait.
5. Faktor-faktor yang terkait dalam analisis tidak mempertimbangkan cuaca,
angin, curah hujan, dan kondisi alamiah lainnya karena dianggap konstan.
6. Aktivitas penangkapan legal ikan teri yang diteliti berada di area 4-12 mil
dari pantai.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Keadaan Umum Kabupaten Asahan
5.1.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam
Asahan merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai
Timur Sumatera Utara. Letak astronomisnya antara 2003’00”-3026’00” LU dan
99001’-100000’ BT dengan ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut. Luas
wilayah Asahan sebesar 5,13% dari total luas daratan Sumatera Utara. Lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Batas wilayah Kabupaten Asahan secara
administratif adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Batubara
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Toba
Samosir
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun
- Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka
Kabupaten Asahan memiliki area seluas 379,939 Ha yang terdiri dari 25
kecamatan, 177 desa dan 27 kelurahan. Ibukota Kabupaten Asahan terletak di
Kisaran yang terbagi menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Kisaran Barat
dan Kecamatan Kisaran Timur (BPS, 2011).
Umumnya daerah-daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara,
daerah Asahan termasuk daerah yang beriklim tropis. Daerah ini memiliki 2
musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau dan musim
hujan biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah
hujan pada bulan terjadinya musim (BPS, 2011).
Kawasan pesisir Kabupaten Asahan merupakan wilayah yang mempunyai
hamparan mangrove yang luas dengan ketebalan yang bervariasi antara 50-150
meter. Hutan mangrove tersebut ditumbuhi oleh mangrove sejati dan mangrove
semu. Luas hutan mangrove di Kabupaten Asahan adalah 4.801,2 Ha tetapi
sebagian besar berada dalam kondisi rusak (DKP Kabupaten Asahan, 2011).
34
Daerah pantai di Kabupaten Asahan didominasi oleh pantai berpasir, baik
pasir kwarsa maupun feldspar. Keadaan fisik pantai berpasir sangat dipengaruhi
oleh gerakan ombak, khususnya dalam pembentukan ukuran partikel. Topografi
pantai umumnya landai dengan laut yang dangkal. Pantai berpasir ini memberi
peluang bagi pengembangan wisata pantai/wisata bahari seperti Pantai Kuala
Indah, Pantai Sejarah, Pantai Pasir Putih, Pulau Salah Nama dan Pulau Pandan
(DKP Kabupaten Asahan, 2011).
Kabupaten Asahan memiliki lima kecamatan yang berbatasan dengan laut
dan merupakan sentral kegiatan perikanan. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan
Silau laut, Tanjung balai Sei Kepayang, Sei Kepayang Timur dan Sei Kepayang
Barat. Rincian kecamatan dan desa pesisir dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Asahan Kecamatan Pesisir Desa Pesisir Silau Laut Silau Baru Tanjung Balai Pematang Sei Baru, Asahan Mati , Bagan Asahan ,
Bagan Asahan Baru, Sei Apung, Sei Pasir Sei Kepayang Sei Jawi-Jawi, Sei Serindan, Sei Tempurung Sei Kepayang Timur Sei Sarang Elang, Sei Pasir, Sei Sembilang Sei Kepayang Barat Sei Kepayang Kanan, Sei Kepayang Kiri, Sei Nangka
Sumber: DKP Kabupaten Asahan, 2011
Berdasarkan data kecamatan sebelumnya, ada dua kecamatan yang
merupakan sentra produksi ikan teri yaitu Kecamatan Silau Laut dan Tanjung
Balai. Kecamatan Silau Laut merupakan salah satu kecamatan yang berada di
kawasan pantai Timur Sumatera Utara dan terletak di wilayah pesisir. Luas
wilayah Kecamatan Silau Laut sebesar 10.780 Ha (107,80 km). Batas kecamatan
Silau Laut di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Air Joman, di sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Rawang Panca Arga, di sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Balai dan Selat Malaka, di sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara dan Selat Malaka. Kecamatan Silau Laut
memiliki 5 desa Lubuk Palas, Bagan Sari, Silau Lama, Silau Bonto, dan Silau
Baru (BPS, 2011).
Kecamatan Tanjung Balai merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Asahan yang terletak di dataran rendah dan merupakan daerah Pantai Utara Timur
Sumatera Utara. Kecamatan Tanjung Balai berada pada 0-1 meter di atas
permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Tanjung Balai sebesar 60,20 km2 (6.020
35
Ha). Batas Kecamatan Tanjung Balai di sebelah Utara berbatasan dengan Selat
Malaka, di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka, di sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Sei Kepayang, dan di sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Air Joman dan Kota Tanjung Balai. Ada beberapa sungai yang
melewati kecamatan ini, diantaranya yaitu Sungai Asahan, Sei Apung, Sei
Pematang, Sei Kapias dan lainnya (BPS, 2011).
5.1.2 Kondisi Oseanografi
Perairan Pantai Timur Sumatera Utara secara umum merupakan perairan
yang dangkal dengan lereng dasar perairan yang landai. Hal ini terjadi karena
perairan pantai timur ini merupakan daerah pengendapan yang terjadi akibat
pasokan sedimen dari muara sungai dan pergerakan sedimen sepanjang pantai.
Pantai yang terdapat di Kabupaten Asahan kurang berlekuk-lekuk dan garis
pantainya jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada
di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara (sekitar 118 Km). Sepanjang pantai
terdapat pelumpuran dengan ketebalan yang bervariasi antara 1-3 km dari garis
pantai. Kelandaian dasar perairan untuk kontur kedalaman kedalaman 5-10 meter
sangat bervariasi dan tidak mengikuti pola garis pantai (BPPT, 2010).
Pasang surut merupakan fenomena alam yang terlihat berupa naik
turunnya muka (paras) laut secara periodik. Pasang surut dibangkitkan oleh gaya
tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari terhadap bumi. Pasang
surut di perairan Kabupaten Asahan dipengaruhi oleh perambatan pasang surut
semi harian yang berasal dari Laut Andaman yang bergerak dari arah barat
menuju tenggara. Pasang surut di Bagan Asahan (Muara Sungai Asahan) berkisar
antara 1,1 saat pasang perbani sampai 3,9 meter saat pasang purnama (BPPT,
2010).
5.1.3 Demografi
Jumlah penduduk Asahan tahun 2010 sebesar 658.272 jiwa dengan
kepadatan penduduk sebesar 179,67 jiwa per km2. Sebagian besar penduduk
bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar 61,29 % dan sisanya 38,71 %
tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak 156. Setiap rumah
36
tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk
dari 2000-2010 sebesar 1,15 % (BPS, 2011).
Jika dilihat dari jenis kelamin, jumlah penduduk perempuan pada tahun
2010 lebih sedikit dari penduduk laki-laki yang berjumlah 50,27 persen dan
penduduk perempuan sebesar 49,73 persen. Rasio jenis kelamin sebesar 101,09
yang artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat kira-kira 101 penduduk laki-
laki (BPS, 2011).
Tabel 6. Indikator Kependudukan Asahan Tahun 2007-2010 Uraian 2007 2008 2009 2010
Jumlah Penduduk (x 1.000 jiwa) 676,60 688,52 700,61 668,27 Pertumbuhan Penduduk (%) 1,56 1,76 1,71 -0,04 Kepadatan Penduduk (jiwa/km) 182,00 185,00 188,00 179,67 Sex ratio L/P (%) 99,11 99,11 99,28 101,09 Jumlah Rumah Tangga (1.000 RT) 151,76 162,09 168,02 156,22 Rata-rata Anggota Rumah Tangga (jiwa/RT)
4,46 4,06 4,17 4,00
Sumber : BPS, 2011
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kabupaten
Asahan mengalami peningkatan dari tahun 2007-2009. Jumlah penduduk tertinggi
terjadi pada tahun 2009 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2010.
Penurunan jumlah penduduk ini disebabkan oleh faktor emigrasi yang tinggi
karena meningkatnya jumlah penduduk yang merantau atas dorongan ekonomi.
5.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Asahan
5.2.1 Potensi Perikanan Asahan
Potensi perikanan laut dan wilayah pesisir Kabupaten Asahan kurang lebih
sesuai dengan garis pantai yaitu sepanjang 57 Km dengan luas kewenangan laut
68,4 Km2. Keadaan pantai umumnya landai dan berlumpur serta ditumbuhi hutan
bakau. Pengembangan penangkapan ikan di laut diarahkan untuk mengoptimalkan
potensi yang ada terutama wilayah kecamatan Silau Laut, Sei Kepayang Induk,
Sei Kepayang Timur, Sei Kepayang Barat dan Tanjung Balai. Selain itu,
pembangunan diarahkan pada peningkatan usaha penangkapan ikan kearah Selat
Malaka (Zona Ekonomi eksklusif/ZEE). Potensi perikanan dan kelautan Asahan
terdiri dari potensi kelautan dan aneka sumberdaya didalamnya, daerah aliran
sungai (DAS), pantai, hutan mangrove, rawa dan berbagai potensi perairan umum
37
lainnya. Jenis ikan yang ditangkap antara lain: kakap, kerapu, senangin, tongkol,
bawal hitam, bawal putih, tenggiri, pari, teri, cumi, sotong, kepiting, rajungan,
udang putih dan udang windu, dan lain-lain (DKP Kabupaten Asahan, 2011).
Kabupaten Asahan memiliki satu Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan satu
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Keduanya terletak di Kecamatan Tanjung Balai.
Kabupaten Asahan juga memiliki 13 galangan kapal yang terletak di Kecamatan
Tanjung Balai (DKP Kabupaten Asahan, 2011).
Jumlah nelayan di Kabupaten Asahan adalah 12.931 orang yang terdiri
dari nelayan penuh, sambilan utama dan sambilan tambahan. Sebagian besar
nelayan di Kabupaten Asahan adalah nelayan penuh yaitu 4.305 orang.
Kecamatan Tanjung Balai memiliki jumlah nelayan tebanyak dibanding
kecamatan pesisir lainnya yaitu 6.957 orang. Secara rinci jumlah nelayan dapat
dilihat pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Jumlah Nelayan di Wilayah Pesisir Tahun 2010
Kecamatan
Jumlah Pemilik (orang) Jumlah Buruh (orang)
Jumlah (orang)
Nel
ayan
pe
nuh
Nel
ayan
S
ambi
lan
utam
a
Nel
ayan
S
ambi
lan
Tam
baha
n
Nel
ayan
P
enuh
Nel
ayan
S
ambi
lan
utam
a N
elay
an
Sam
bila
n T
amba
han
Tanjung Balai 2.586 2.265 306 800 600 400 6.957 Silau Laut 336 49 - 301 100 145 931 Sei Kepayang 621 178 243 897 158 242 2.339 Sei Kepayang Timur
473 152 89 270 150 172 1.306
Sei Kepayang Barat 289 127 232 421 137 192 1.398
Jumlah (orang) 4.305 2.771 870 2.689 1.145 1.151 12.931 Sumber: DKP Kabupaten Asahan, 2011
Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah nelayan di daerah penelitian
(Tanjung Balai dan Silau Laut) sebesar 61,00% dari total jumlah nelayan di
Kabupaten Asahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah penelitian
merupakan pusat aktivitas perikanan.
5.2.2 Hasil Produksi dan Nilai Produksi Ikan
Produksi ikan Kabupaten Asahan berfluktuasi tiap tahunnya. Produksi
tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu 65.540,4 ton sedangkan produksi terendah
terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 55.092,8 ton. Nilai produksi tertinggi terjadi
38
pada tahun tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 1.392.253.000,- sedangkan nilai produksi
terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp. 375.959.300,-. Tabel 8
menunjukkan data produksi dan nilai produksi ikan di Kabupaten Asahan.
Tabel 8. Hasil dan Nilai Produksi Ikan di Kabupaten Asahan
Sumber : : DKP Kabupaten Asahan, 2011
Persentase perubahan produksi yang signifikan terjadi pada tahun 2004.
Penurunan sebesar 15% terjadi pada tahun tersebut dibanding produksi pada tahun
sebelumnya. Persentase perubahan nilai produksi yang signifikan terjadi pada
tahun 2007. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan tingkat harga ikan pada tahun
2007 sehingga meningkatkan nilai produksi ikan. Persentase peningkatan pada
tahun tersebut sebesar 112,99 %.
5.2.3 Armada Perikanan dan Alat Tangkap
Armada kapal yang menjadikan Kabupaten Asahan sebagai fishing base
port adalah perahu tanpa motor dan perahu dengan motor. Jumlah armada perahu
tanpa motor yang beroperasi cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun
selama enam tahun terakhir (2005-2010), sedangkan perahu motor mengalami
fluktuasi. Tahun 2008 terjadi penurunan jumlah armada kapal yang drastis. Hal ini
terjadi akibat kenaikan harga BBM dari Rp 4.500,- menjadi Rp 5.500,- per liter
sehingga banyak nelayan yang keluar dari industri perikanan. Perkembangan
jumlah armada perikanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tahun Produksi (ton)
Persentase (%)
Nilai Produksi (x Rp. 1.000,-)
Persentase (%)
2003 65.540,40 - 553.926.220 - 2004 55.092,80 -15,94 375.959.300 -32,13 2005 56.640,90 2,81 385.358.293 2,50 2006 58.189,00 2,73 394.757.285 2,44 2007 61.445,85 5,60 840.813.043 112,99 2008 64.702,70 5,30 1.286.868.800 53,05 2009 57.952,00 -10,43 1.363.995.000 5,99 2010 58.540,80 1,02 1.392.253.000 2,07
Rata-rata 59.763,06 -1,27 824.241.368 20,99
39
Tabel 9. Perkembangan Jumlah dan Jenis Armada Perikanan di Kabupaten Asahan Tahun 2005-2010
Tahun Perahu Tanpa Motor
Perahu Motor Jumlah Jukung Perahu
2005 190 4.676 4.943 9.809 2006 116 4.704 4.959 9.779 2007 133 4.759 5.031 9.923 2008 14 2.552 3.095 5.661 2009 17 2.577 3.125 5.719 2010 18 2.615 3.172 5.805
Sumber: DKP Kabupaten Asahan, 2011
Armada kapal yang beroperasi di perairan Kabupaten Asahan berkisar
antara 0-30 GT. Kecamatan Tanjung Balai memiliki jumlah kapal terbanyak
dibanding dengan kecamatan pesisir lainnya. Hal ini karena daerah Tanjung Balai
merupakan pusat kegiatan perikanan di Kabupaten Asahan. Sebagian besar kapal
yang beroperasi di perairan Kabupaten Asahan adalah kapal dengan kekuatan 0-5
GT. Kapal yang berkekuatan 60-10 GT dan 11-30 GT masih sangat sedikit
beroperasi di perairan Kabupaten Asahan. Rincian jumlah kapal di tiap kecamatan
disajikan pada Tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Jumlah Kapal di Tiap Kecamatan Kabupaten Asahan Tahun 2011
Kecamatan Jumlah Kapal (Unit)
0 – 5 GT 6 – 10 GT 11- 30 GT Sei Kepayang 37 - -
Sei Kepayang Barat 38 - -
Sei Kepayang Timur 500 40 - Tanjung Balai 1.189 269 1 Silau Laut 197 4 -
Sumber: : DKP Kabupaten Asahan, 2011
Kapal yang beroperasi di perairan Kabupaten Asahan menangkap jenis
ikan yang bervariasi dan menggunakan alat tangkap yang bervariasi pula. Ada
limabelas alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten, seperti bagan
tancap, sero, rawai hanyut, rawai tetap, tuamang, pukat teri, pukat rantai, pukat
cincin, jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring klitik, jaring insang tetap,
tramel net, bubu, dan alat pengumpul kerang. Alat tangkap yang banyak
digunakan pada tahun 2010 adalah jaring insang hanyut. Biasanya alat tangkap
tersebut digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis besar. Selanjutnya, alat
40
tangkap yang paling sedikit jumlahnya adalah jaring klitik. Perkembangan jumlah
alat penangkapan ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan Jumlah Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Asahan Tahun 2005-2010
Satuan: Unit
Jenis Alat Tangkap Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Bagan Tancap 56 62 136 100 102 104 Sero 135 149 118 20 21 22 Rawai Hanyut 170 181 239 188 190 193 Rawai Tetap 187 198 238 174 176 179 Tuamang 206 216 289 166 168 171 Pukat Teri 57 62 99 88 91 93 Pukat Rantai 300 310 407 95 98 100 Pukat cincin 105 110 125 - - - Jaring Insang Hanyut 1.624 1.648 1.699 1.681 1.712 1.744 Jaring Lingkar 90 96 108 - - - Jaring Klitik 45 45 48 - - - Jaring Insang Tetap 987 989 1.069 645 652 662 Tramel Net 291 303 378 210 213 217 Bubu 55 61 99 78 81 82 Alat Pengumpul Kerang 582 593 629 443 448 454
Sumber: : DKP Kabupaten Asahan, 2011
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri di Kabupaten
Asahan adalah pukat teri. Selama enam tahun terakhir (2005-2010) pukat teri
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Mayoritas nelayan ikan teri
menggunakan pukat teri dibanding alat tangkap lainnya. Beberapa nelayan ada
yang masih menggunakan songko untuk menangkap ikan teri tetapi pengunaannya
amat sedikit sehingga tidak terdata oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Asahan.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik
Gambaran secara
Asahan ditunjukkan dengan
pendidikan, pengalaman, jumlah tanggungan, daerah asal
yang dimiliki nelayan.
karakteristik nelayan responden adalah sebagai berikut:
6.1.1 Umur
Umur berkaitan dengan kemampuan fisik responden untuk melakukan
kegiatan penangkapan. Sebaran kelompok umur respon
Gambar 5.
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Gambar 5. Umur Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
Sebanyak 42%
tahun. Jadi lebih dari 40%
tahun.
6.1.2 Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang menentukan pola pikir seseorang
dalam menentukan jenis pekerjaan
mengalokasikan pendapatan yang diperoleh. Tingkat pendidikan nelayan di
Kabupaten Asahan diketahui 55%
41-50 tahun28%
>50 tahun15%
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Nelayan Responden
secara mikro kondisi nelayan ikan teri di perairan Kabu
Asahan ditunjukkan dengan karakteristik nelayan responden seperti umur, tingkat
man, jumlah tanggungan, daerah asal dan pekerjaan alternatif
yang dimiliki nelayan. Berdasarkan jumlah responden sebanyak 40 orang maka
karakteristik nelayan responden adalah sebagai berikut:
erkaitan dengan kemampuan fisik responden untuk melakukan
kegiatan penangkapan. Sebaran kelompok umur responden dapat dilihat p
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
. Umur Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
ak 42% responden berumur 31-40 tahun dan 28%
tahun. Jadi lebih dari 40% responden berada pada umur produktif yaitu 31
endidikan
Pendidikan merupakan faktor yang menentukan pola pikir seseorang
dalam menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan dan keputusan dalam
mengalokasikan pendapatan yang diperoleh. Tingkat pendidikan nelayan di
paten Asahan diketahui 55% dari total responden berpendidikan terakhir SD
21-30 tahun15%
3150 tahun
>50 tahun15%
nelayan ikan teri di perairan Kabupaten
seperti umur, tingkat
dan pekerjaan alternatif
sebanyak 40 orang maka
erkaitan dengan kemampuan fisik responden untuk melakukan
den dapat dilihat pada
. Umur Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
dan 28% berumur 41-50
responden berada pada umur produktif yaitu 31-40
Pendidikan merupakan faktor yang menentukan pola pikir seseorang
g dilakukan dan keputusan dalam
mengalokasikan pendapatan yang diperoleh. Tingkat pendidikan nelayan di
dari total responden berpendidikan terakhir SD
30 tahun
31-40 tahun42%
42
atau setara, 25% dari total responden berpendidik
Persentase responden yang berpendidika
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Gambar 6. Pendidikan Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
Tingkat pendidikan nelayan di Kabupaten Asahan
rendah. Hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi sehingga masyarakat tidak
dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Rendahnya tingkat
pendidikan nelayan ini mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan nelayan dalam
menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri.
6.1.3 Pengalaman Melaut
Pengalaman berpengaruh terhadap cara penangkapan dan
nelayan. Sebaran pengalaman melaut
sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Gambar 7. Pengalaman Nelayan Ikan T
Pengalaman nelayan ikan teri di Kabupaten
nelayan dengan pengalaman >30 tahun
pengalaman 21 sampai 30, 11 sampai 20 dan
30%, 18%, dan 12%.
SLTP/sederajat25%
SLTA/sederajat20%
> 30 tahun40%
dari total responden berpendidikan terakhir SLTP atau sederajat.
Persentase responden yang berpendidikan terakhir SLTA sebesar 20%.
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
. Pendidikan Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
ingkat pendidikan nelayan di Kabupaten Asahan secara rata-
rendah. Hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi sehingga masyarakat tidak
dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Rendahnya tingkat
pendidikan nelayan ini mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan nelayan dalam
an sumberdaya ikan teri.
Pengalaman Melaut
Pengalaman berpengaruh terhadap cara penangkapan dan skill
Sebaran pengalaman melaut responden dapat dilihat pada Gambar 7
Data, 2012
Pengalaman Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
Pengalaman nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan diketahui bahwa 40%
n dengan pengalaman >30 tahun. Selanjutnya nelayan yang memiliki
man 21 sampai 30, 11 sampai 20 dan ≤ 10 tahun berturut-turu
SD/sederajat55%
SLTA/sederajat
≤ 10 tahun12%
11-20 tahun18%
21-30 tahun30%
an terakhir SLTP atau sederajat.
. Pendidikan Nelayan Ikan Teri di Kabupaten Asahan
-rata masih
rendah. Hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi sehingga masyarakat tidak
dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Rendahnya tingkat
pendidikan nelayan ini mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan nelayan dalam
skill seorang
ada Gambar 7
eri di Kabupaten Asahan
Asahan diketahui bahwa 40%
. Selanjutnya nelayan yang memiliki
turut adalah
6.1.4 Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan merupakan faktor yang mempengaruhi kebutuhan
keluarga nelayan di kecamatan pesisi
memiliki tanggungan sebanyak 4 orang, 17
13% dengan tanggungan 5 dan >7 orang, 7% dengan tanggungan 1
dengan tanggungan 6 orang.
pada Gambar 8.
Sumber: Hasil Analisis Data
Gambar 8. Jumlah T
Tanggungan nelayan ini terdiri dari istri, anak, ibu, mertua, dan keluarga
lainnya yang menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan teri di
perairan Kabupaten Asahan. Nelayan yang tidak memiliki tanggungan adalah
nelayan yang belum menikah dan han
6.1.5 Daerah Asal
Nelayan di Kabupaten Asahan sebagian besar merupakan penduduk asli
namun ada sebagian kecil nelayan pendatang ya
menjadi penduduk di Kabupaten A
adalah 92% dan sisanya 8%
4 orang28%
5 orang13%
6 orang5%
>7 orang
Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan merupakan faktor yang mempengaruhi kebutuhan
keluarga nelayan di kecamatan pesisir Kabupaten Asahan. Diketahui 28
tanggungan sebanyak 4 orang, 17% dengan tanggungan
13% dengan tanggungan 5 dan >7 orang, 7% dengan tanggungan 1
dengan tanggungan 6 orang. Sebaran jumlah tanggungan responden dapat dilihat
nalisis Data, 2012
. Jumlah Tanggungan Keluarga Nelayan
Tanggungan nelayan ini terdiri dari istri, anak, ibu, mertua, dan keluarga
lainnya yang menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan teri di
perairan Kabupaten Asahan. Nelayan yang tidak memiliki tanggungan adalah
nelayan yang belum menikah dan hanya bertanggung jawab pada diri sendiri.
Nelayan di Kabupaten Asahan sebagian besar merupakan penduduk asli
gian kecil nelayan pendatang yang telah lama menetap
menjadi penduduk di Kabupaten Asahan. Nelayan yang merupaka
adalah 92% dan sisanya 8% merupakan pendatang dari daerah lain.
1 orang7%
>7 orang13%
43
Jumlah tanggungan merupakan faktor yang mempengaruhi kebutuhan
paten Asahan. Diketahui 28% nelayan
% dengan tanggungan 2 dan 3 orang,
13% dengan tanggungan 5 dan >7 orang, 7% dengan tanggungan 1 orang, dan 5%
jumlah tanggungan responden dapat dilihat
Tanggungan nelayan ini terdiri dari istri, anak, ibu, mertua, dan keluarga
lainnya yang menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan teri di
perairan Kabupaten Asahan. Nelayan yang tidak memiliki tanggungan adalah
ya bertanggung jawab pada diri sendiri.
Nelayan di Kabupaten Asahan sebagian besar merupakan penduduk asli
ng telah lama menetap dan telah
merupakan penduduk asli
merupakan pendatang dari daerah lain.
2 orang17%
3 orang17%
44
6.1.6 Pekerjaan Alternatif
Penduduk yang bekerja sebagai nelayan terdiri atas nelayan penuh,
nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan. Umumnya lebih banyak
nelayan yang bekerja sebagai nelayan penuh yaitu nelayan yang tidak memiliki
pekerjaan alternatif selain bekerja sebagai nelayan ikan teri. Nelayan sambilan
utama adalah nelayan dengan pekerjaan lain sebagai pedagang, petani atau
tukang.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa 87% nelayan penuh dan
13% nelayan memiliki pekerjaan lain. Umumnya pekerjaan lain yang dimiliki
oleh nelayan adalah pedagang dengan membuka warung kecil di depan rumah.
Pekerjaan sebagai pedagang tidak menyita banyak waktu sehingga nelayan lebih
memilih pekerjaan ini dibanding pekerjaan lain.
6.2 Unit Penangkapan Pukat Teri
Unit penangkapan pukat teri merupakan suatu kesatuan teknis dalam
pengoperasian alat tangkap pukat teri. Unit pukat teri meliputi alat tangkap pukat
teri, kapal yang digunakan dalam pengoperasian pukat teri, nelayan pukat teri,
daerah dan musim penangkapan ikan teri.
6.2.1 Pukat Teri dan Perkembangannya
Pukat Teri merupakan salah satu alat tangkap ikan pelagis kecil,
khususnya ikan teri (Gambar 9). Alat ini merupakan satu-satunya alat penangkap
ikan teri yang digunakan oleh nelayan di perairan Kabupaten Asahan. Pukat teri
dalam pengoperasiannya memerlukan kurang lebih 8-12 nelayan yang bertugas
menarik pukat teri ketika melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan hasil
wawancara, masih ada kendala bagi nelayan pukat teri, mereka hanya bergantung
pada satu jenis alat tangkap, yaitu pukat teri. Hal ini mengakibatkan hasil
tangkapan ikan teri kurang maksimal, nelayan pukat teri hanya mengistirahatkan
kapal mereka tanpa melakukan penangkapan. Kondisi ini semakin sulit dihadapi
nelayan pukat teri ketika mereka tidak memiliki penghasilan tambahan selain
nelayan.
45
Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2012
Gambar 9. Alat Tangkap Pukat Teri
6.2.2 Kapal
Kapal yang digunakan dalam pengoperasian pukat teri oleh nelayan
Asahan adalah jenis kapal motor yang berukuran panjang 12 meter, lebar kurang
lebih 4 meter, dan tinggi 0,8-1 meter. Mesin yang digunakan sebagai tenaga
penggerak kapal umumnya berkekuatan 32 PK hingga 48 PK. Mesin yang
digunakan berbahan bakar solar.
Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2012
Gambar 10. Kapal Pukat Teri
6.2.3 Nelayan (ABK) dan Sistem Bagi Hasil
Pengoperasian pukat teri membutuhkan tenaga nelayan (ABK) berkisar 8
hingga 12 nelayan dengan tugas masing-masing. Meskipun telah memiliki tugas
masing-masing saat melakukan penangkapan, nelayan juga bekerjasama dan
saling membantu. Pembagian tugas nelayan dalam pengoperasian pukat teri antara
lain :
46
1. Tekong atau nakhoda, bertugas sebagai pengemudi kapal serta menentukan
waktu dan tempat yang tepat untuk mulai menurunkan jaring.
2. Wakil tekong, bertugas menggantikan posisi nakhoda jika nakoda sedang
beristirahat
3. Juru mesin, bertugas menjalankan mesin saat melaut dan memperbaiki mesin
jika dalam proses melaut terjadi kerusakan.
4. Juru buridan, bertugas menurunkan jaring pada saat menangkap ikan.
5. Juru masak, bertugas memasak bekal yang telah disiapkan.
6. Juru pilih, bertugas memilah ikan hasil tangkapan sesuai dengan jenis ikan.
7. Tukang rebus, bertugas merebus ikan teri di kapal.
Pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan utama bagi sebagian
besar masyarakat di perairan Kabupaten Asahan. Nelayan pukat teri di Kabupaten
Asahan pada umumnya tidak memiliki pekerjaan sampingan namun ada beberapa
nelayan memiliki pekerjaan sampingan seperti buruh tambak dan pedagang.
Perkerjaan sampingan tersebut dikerjakan ketika musim paceklik ataupun ketika
waktu-waktu tidak melaut lainnya (libur melaut).
Sistem bagi hasil nelayan pukat teri di Kabupaten Asahan yaitu sepertiga
bagian hasil tangkapan untuk kapal (juragan/pemilik) dan duapertiga bagian untuk
ABK (Anak Buah Kapal) dengan pembagian yang disesuaikan dengan tugas
masing-masing. Diagram sistem bagi hasil nelayan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil wawancara, ABK berjumlah 12 nelayan dan hasil bersih
penjualan ikan yang diperoleh Rp 1.800.000, maka setelah dikurangkan dengan
bagian juragan sepertiga bagian, hasil bersih untuk ABK adalah Rp 1.200.000.
Berikut adalah pembagian hasil untuk ABK berdasarkan tugas masing-masing :
Tabel 12. Pembagian Hasil Tangkapan Ikan Teri
ABK Bagian ABK
Bagi Hasil Nelayan
Jumlah (Nelayan) Total Bagian Tiap
ABK (Rp) Total
Bagian (Rp) Tekong 7/64 1 7/64 131.250 131.250 Wakil Tekong 6/64 1 6/64 112.500 112.500 Juru Mesin 6/64 2 12/64 112.500 225.000 Juru Buridan 6/64 2 12/64 112.500 225.000 Juru Masak 5/64 1 5/64 93.750 93.750 Juru Pilih 5/64 2 10/64 93.750 187.500 Tukang Rebus 4/64 3 12/64 75.000 225.000 Total Bagian untuk ABK 1 1.200.000
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
47
Pembagian hasil seperti sebelumnya tidak berlaku jika hasil tangkapan
ikan kecil dan tidak cukup dibagi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari
sesama ABK. Biasanya juragan hanya mendapatkan bagian untuk biaya
perbekalan atau bahkan tidak mendapatkan bagian sama sekali.
6.2.4 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan teri nelayan Kabupaten Asahan tersebar di
sepanjang perairan Kabupaten Asahan. Nelayan Asahan tidak hanya melakukan
penangkapan di perairan Kabupaten Asahan saja, jika hasil tangkapan di perairan
Asahan kurang bagus, maka nelayan akan melakukan penangkapan ke daerah lain,
seperti Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Batubara.
Jarak daerah penangkapan dengan tempat berlabuh kapal kurang lebih 4
hingga 12 mil, dengan waktu tempuh 45-60 menit. Nelayan Asahan biasanya
mulai melaut pada pukul 05.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, terkadang hingga
pukul 17.00 WIB. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa hampir semua
nelayan Asahan memiliki daerah penangkapan yang sama, baik itu musim
panen/ramai, musim paceklik, dan musim biasa. Nelayan Asahan bahkan
cenderung tidak mengubah daerah penangkapan mereka sesuai musim, sehingga
musim apapun mereka tetap melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan
yang sama. Hal ini disebabkan kemampuan untuk melakukan trip yang lebih jauh
dan kemampuan untuk mencari daerah yang memungkinkan lebih banyak ikan
teri kurang mendukung, seperti kapal yang kecil dan mesin yang lemah.
Musim penangkapan ikan teri untuk sekarang ini sulit ditetapkan karena
cuaca yang berubah tidak menentu. Berdasarkan wawancara musim penangkapan
biasanya dimulai dari bulan Maret hingga bulan Juli, dimana dimulai pada awal
kemarau hingga menjelang musim hujan. Biasanya nelayan Asahan tidak
melakukan penangkapan pada saat musim hujan karena arus yang besar.
48
6.2 Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan
Data produksi ikan teri dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari DKP Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Asahan, BPS Kabupaten Asahan, serta dinas-dinas terkait berupa data
time series selama 9 tahun (2002-2010). Berdasarkan hasil analisis data diketahui
pertumbuhan volume produksi dan nilai produksi ikan teri di Kabupaten Asahan
berfluktuasi setiap tahunnya. Volume produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006
yaitu 1.050 ton dan pertumbuhan produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2003
yaitu sebesar 22,40%. Data produksi dan nilai produksi ikan teri ini dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan Tahun 2002-2010
Tahun Produksi (ton)
Pertumbuhan Produksi (%)
Nilai Produksi
(Juta Rupiah)
Pertumbuhan Nilai
Produksi (%) 2002 678,60 - 6.955,65 - 2003 874,50 22,40 11.805,75 41,08 2004 769,00 -13,72 10.766,00 -9,66 2005 909,50 15,45 11.262,34 4,41 2006 1.050,00 13,38 11.304,30 0,37 2007 783,30 -34,05 16.302,43 30,66 2008 516,60 -51,63 15.941,76 -2,26 2009 426,00 -21,27 15.991,61 0,32 2010 526,00 19,01 15.991,98 0,002
Rata-rata 725,94 -6,30 12.924,62 8,12 Sumber: DKP Provinsi Sumatera Utara (Diolah), 2012
Pertumbuhan rata-rata volume produksi adalah sebesar -6,30% yang
menunjukkan nilai negatif artinya pertumbuhan produksi secara umum menurun.
Pertumbuhan rata-rata nilai produksi adalah 8,12%. Nilai positif ini menunjukkan
nilai produksi secara keseluruhan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pertumbuhan nilai produksi yang meningkat menunjukkan bahwa ikan teri
merupakan komoditas yang potensial dan dinikmati, namun pertimbangan
ekonomi yang lebih dominan dibandingkan aspek lainnya dapat meningkatkan
tekanan terhadap sumberdaya.
49
6.4 Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Teri
Produksi ikan teri tidak dapat dipisahkan dari effort atau faktor upaya.
Volume produksi yang diperoleh akan meningkat jika effort ditingkatkan. Hal ini
tidak sepenuhnya berlaku pada sektor perikanan, karena adanya faktor biologis
seperti kematian alamiah dan rekruitmen yang dapat mempengaruhi kelimpahan
sumberdaya. Perkembangan produksi dan effort sumberdaya ikan teri ini dapat
dilihat pada Gambar 11.
Sumber: DKP Provinsi Sumatera Utara , 2011
Gambar 11. Grafik Jumlah Produksi Ikan Teri dan Effort di Kabupaten Asahan Tahun 2002-1010
Gambar 11 memperlihatkan bahwa perkembangan produksi ikan teri dari
setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Produksi rata-rata dari periode 2002-2010
adalah 725,94 ton. Jumlah produksi tertinggi dan terendah dicapai pada tahun
2006 sebesar 1.050 ton dan 2009 sebesar 426 ton. Peningkatan dan penurunan
yang paling drastis terjadi pada tahun 2003 sebesar 22,40% dan 2008 sebesar
51,63%. Penurunan produksi ikan teri pada tahun 2008 disebabkan adanya
pengurangan pengoperasian (effort) penangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM) tahun tersebut sehingga
mengakibatkan peningkatan biaya operasional yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penerimaannya.
0200400600800
10001200140016001800
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pro
duks
i dan
Eff
ort
Tahun
Effort
Produksi
50
Jumlah effort yang kecil pada tahun 2003-2006 diawali dengan sebab
meningkatnya harga BBM tahun 2003. Produksi ikan mengalami penurunan yang
sangat drastis pada awal kenaikan BBM sehingga menurunkan jumlah effort pada
tahun 2004 dengan produksi ikan yang juga menurun. Kondisi ini diikuti dengan
peningkatan produksi pada tahun 2005-2006. Kondisi ini sesuai dengan teori,
yaitu biaya yang meningkat akan menurunkan inputnya (effort) sehingga stok ikan
di laut akan mengalami peningkatan pada tahun berikutnya. Peningkatan effort
terjadi pada tahun 2005-2008. Peningkatan jumlah effort ini menunjukkan bahwa
ikan teri merupakan sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat Kabupaten
Asahan sehingga mendorong masyarakat untuk menambah jumlah alat tangkap
yang digunakan.
6.5 Catch per Unit Effort (CPUE) Ikan Teri
Hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) mencerminkan nilai
produktivitas atau efisiensi teknis dari suatu effort yang digunakan untuk
menangkap ikan. Nilai CPUE yang tinggi mencerminkan tingkat produktivitas
dan efisiensi effort bernilai tinggi, karena dengan upaya yang rendah
menghasilkan tingkat produksi ikan yang tinggi.
Tabel 14. Perkembangan Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Teri Tahun Produksi (Ton) Pukat Teri (Trip) CPUE
2002 678,60 1.271 0,53391 2003 874,50 384 2,27734 2004 769,00 398 1,93216 2005 909,50 408 2,22917 2006 1.050,00 417 2,51799 2007 783,30 1.033 0,75828 2008 516,60 1.648 0,31347 2009 426,00 1.483 0,28726 2010 526,00 1.483 0,35469
Rata-rata 725,94 947,22 0,76639 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) yang dilakukan untuk
menangkap ikan teri periode 2002-2010 berfluktuasi tiap tahunnya. Nilai CPUE
yang paling tinggi diperoleh pada tahun 2006 sebesar 2,51799 ton per trip dan
51
nilai terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 0,28726 ton per trip. Hal ini terjadi
karena jumlah effort pada tahun 2009 jauh lebih besar daripada tahun 2006 dan
jumlah produksi pada tahun 2009 lebih kecil daripada tahun 2006. Berdasarkan
Tabel 14 terlihat bahwa rata-rata CPUE ikan teri dari periode 2002-2010 sebesar
0,76639 yang berarti bahwa dengan tingkat effort sebesar 947,22 trip akan
menghasilkan produksi sebesar 725,94 ton.
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Gambar 12. Grafik Hubungan CPUE dengan Upaya Penangkapan (Effort)
Ikan Teri Tahun 2002-2010 Gambar 12 menunjukkan bahwa korelasi antara CPUE dan effort adalah
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun effort ditingkatkan tetapi tidak
seiring dengan jumlah tangkapan`maka nilai CPUE menjadi kecil (fenomena open
access). Hal ini dibuktikan dengan data Tabel 15 bahwa jika tingkat effort di atas
angka seribu, maka menghasilkan nilai CPUE di bawah angka 1 sedangkan jika
tingkat effort di bawah angka seribu maka menghasilkan nilai CPUE di atas angka
satu. Hal ini berarti semakin tinggi jumlah effort, maka nilai CPUE akan semakin
rendah. Sebaliknya, semakin rendah jumlah effort, nilai CPUE akan semakin
tinggi. Hubungan di atas digambarkan pada persamaan Y = 2,87662– 0,00172X,
dimana koefisien α= 2,87662 dan β= -0,00172. Persamaan ini berarti bahwa setiap
terjadi peningkatan effort (X) sebesar satu satuan (trip), maka akan menurunkan
jumlah CPUE (Y) sebesar 0,00172 ton per trip.
6.6 Parameter Alpha dan Beta
Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model Gordon Schaefer.
Penggunaan model ini karena adanya kesesuaian dalam penelitian ini dengan
y = 2,87662-0,00172x R² = 0,943
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 500 1000 1500 2000
CP
UE
(to
n pe
r tr
ip)
Effort
CPUE
Linear (CPUE)
52
asumsi yang berlaku pada model tersebut. Model ini juga memiliki nilai R square
yang hampir mendekati satu yaitu 0,94.
Menurut Walpole (1993), jika R mendekati (+1) atau (-1) maka peubah Y
dan X mempunyai hubungan yang kuat atau mempunyai korelasi yang tinggi dari
kedua peubah tersebut, begitu pula dengan R square. Nilai R square menunjukkan
tingkat persentase dari keragaman variabel Y yang menggambarkan hubungan
linear dengan variabel X. Semakin tinggi nilai R square mendekati angka 1
menunjukkan bahwa model semakin baik. Model Gordon Schaefer tepat untuk
digunakan dalam penelitian ini karena nilai R square yang dihasilkan mendekati
angka 1.
Jika melihat uji F, maka diketahui hipotesis nol (H0): b1= 0 (variabel bebas
tidak mempengaruhi variabel tidak bebas), hipotesis satu (H1): b1≠ 0 (variabel
bebas mempengaruhi variabel tidak bebas). Diperoleh F hitung sebesar 117,13 dan
Ftabel sebesar 5,12 dengan selang kepercayaan 95 %. Terlihat bahwa nilai F hitung>
Ftabel sehingga tolak H0 dan terima H1 yang berarti bahwa variabel bebas
mempengaruhi variabel tidak bebas.
Data yang digunakan untuk melakukan regresi dapat dilihat pada Tabel 15.
Nilai R sebesar 0,97 menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara peubah
bebas (X) dan tidak bebas (Y). Nilai R2 yang bernilai 0,94 menunjukkan bahwa
94% keragaman nilai CPUE dipengaruhi oleh variabel bebas (X) dan sisanya
dipengaruhi variabel lain diluar model. Model Ordinary Least Square (OLS)
untuk sumberdaya ikan teri adalah sebagai berikut:
Y = α – βX ......................................................................................................... (6.1)
Keterangan:
Y = CPUE (produksi per unit effort)
X = Effort
Hasil dari OLS pada Lampiran 3 dengan menggunakan software excell
diperoleh nilai α dan β. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis Ordinary Least Square (OLS)
No. Keterangan Nilai
1 Α 2,876616969
2 Β -0,001722615 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
53
Nilai-nilai tersebut didistribusikan ke persamaan (6.1) sehingga diperoleh:
Y =2,876616969-0,001722615X ....................................................................... (6.2)
Berdasarkan persamaan OLS diatas diperoleh nilai parameter α dan β sebesar
2,876616969 dan -0,001722615 yang berarti bahwa jika terjadi peningkatan effort
sebesar satu satuan (trip), maka jumlah produksi per unit upaya akan menurun
sebesar 0,001722615 ton per trip. Parameter alpha dan beta digunakan dalam
menentukkan tingkat produksi pada pengelolaan MSY, MEY dan open access.
6.7 Pendugaan Parameter Ekonomi
6.7.1 Pendugaan Biaya
Parameter biaya yang dikaji hanya terkait pada biaya variabel per hari
operasi dengan nilai diasumsikan konstan. Data parameter biaya diperoleh dari
data primer melalui wawancara dengan nelayan. Rata-rata struktur biaya variabel
ini merupakan biaya nominal yang diperoleh dari persamaan (4.5). Rata-rata
struktur biaya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Biaya Riil Ikan Teri di Kabupaten Asahan Tahun 2002-2010
Tahun Biaya Nominal
(Rupiah) IHK
(2007) Biaya Riil (Rupiah)
2002 1.443.054,22 64,88 2.224.216,35 2003 1.787.339,22 67,62 2.643.069,81 2004 1.675.679,22 72,22 2.320.178,04 2005 2.908.591,72 88,41 3.290.003,09 2006 2.908.591,72 93,81 3.100.558,78 2007 2.908.591,72 100,00 2.908.591,72 2008 3.466.891,72 110,72 3.131.224,46 2009 3.001.641,72 113,61 2.642.062,55 2010 3.001.641,72 112,70 2.663.424,61
Rata-rata 2.566.891,44 91,55 2.769.258,82 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Berdasarkan Tabel 16 di atas diperoleh rata-rata biaya riil sebesar Rp
2.769.258,82 per unit biaya. Biaya variabel untuk alat tangkap pukat teri ini terdiri
dari pangan, tenaga kerja, solar, oli dan biaya perawatan.
54
6.7.2 Pendugaan harga
Pendugaan harga dalam sektor perikanan menggunakan harga riil yang
diperoleh dari persamaan (4.6) untuk mengurangi pengaruh inflasi. Pengukuran
harga riil tersebut disesuaikan dengan IHK untuk komoditas perikanan yang
berlaku di Kabupaten Asahan. Harga riil ikan teri dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Harga Riil Ikan Teri di Kabupaten Tahun 2002-2010
Tahun Harga Nominal/Ton (Rupiah)
IHK (2007) Harga Riil/Ton (Rupiah)
2002 10.250.000,00 64,88 15.798.586,97
2003 13.500.000,00 67,62 19.963.441,76
2004 14.000.000,00 72,22 19.384.672,35
2005 12.383.000,00 88,41 14.006.815,75
2006 10.766.000,00 93,81 11.476.556,05
2007 20.812.500,00 100,00 20.812.500,00
2008 30.859.000,00 110,72 27.871.206,65
2009 37.539.000,00 113,61 33.042.046,82
2010 30.403.000,00 112,70 26.977.269,81 Rata-rata 17.682.954,55 91,55 21.037.010,68
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Tabel 17 menunjukkan nilai IHK berfluktuasi setiap tahunnya yang
dipengaruhi oleh kodisi sosial, ekonomi dan politis yang terjadi di masyarakat.
Rata-rata harga riil sumberdaya ikan teri adalah Rp 21.037.010,68 per ton.
Umumnya harga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini berarti bahwa
komoditas ikan teri merupakan komoditas yang berperan penting dalam
perekonomian masyarakat di Kabupaten Asahan.
6.8 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri
Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang optimal dan berkelanjutan. Pendekatan ini
menggunakan formula perhitungan pengelolaan ikan teri dengan pendekatan
model Gordon- Schaefer. Selanjutnya diperoleh kondisi perikanan sumberdaya
ikan teri dari alat tangkap pukat teri yang digunakan di perairan Kabupaten
Asahan yaitu pada kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY), kondisi Maximum
55
Economic Yield (MEY), dan kondisi Open Access (OA). Hasil tersebut secara
ringkas dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Analisis Bioekonomi pada Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri
Rezim Pengelolaan Parameter
Produksi (ton) Effort (trip) Rente (Rp) Aktual 725,94 947,22 12.648.510.194 MSY 1.200,92 834,96 22.951.655.440 MEY 1.198,41 796,75 23.004.560.220 OA 209,76 1.593,49 0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Tabel 19 menunjukkan perbandingan dari ketiga rezim pengelolaan
perikanan untuk ikan teri menggunakan alat tangkap pukat teri. Jika perikanan teri
dikelola dengan MSY maka diperoleh hasil tangkapan maksimum walaupun
dengan effort yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan OA. Jika perikanan
dikeloladengan kondisi MEY dalam jangka panjang maka diperoleh hasil
tangkapan dan rente maksimum jika dibandingkan dikelola dengan kondisi MSY.
Nilai parameter (h) menunjukkan hasil tangkapan dari upaya
pemanfaatansumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan. Nilai ini merupakan
besaran hasil tangkapan yang diperbolehkan dalam pengelolaan berkelanjutan.
Hasil tangkapan terbesar dicapai pada kondisi MSY yaitu sebesar 1.200,92 ton
kemudian berturut-turut 1.198,41 ton pada kondisi MEY, dan 209,76 ton pada
kondisi OA. Hasil tangkapan terendah berada pada kondisi OA karena pada
kondisi ini tidak ada pengendalian dalam pengelolaan perikanan sehingga
terjadinya ekspansi yang berlebihan terhadap penangkapan yang menyebabkan
stok biomassa ikan teri menurun.
Nilai effort (E) menunjukkan tingkat upaya dalam pemanfaatan perikanan.
Nilai ini memberikan informasi terkait dengan tingkat upaya yang diperbolehkan
untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Effort terbesar berada pada kondisi OA
yaitu sebesar 1.593,49 unit alat tangkap, kemudian rezim pengelolaan MSY
sebesar 834,96 unit alat tangkap dan kondisi MEY sebesar 796,75 unit alat
tangkap. Kondisi effort pada rezim MEY merupakan jumah effort optimum yang
dianjurkan secara ekonomi.
56
Nilai parameter rente ekonomi (π) menunjukkan tingkat keuntungan secara
ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya ikan teri. Berturut-turut
nilai rente ekonomi yang diperoleh pada rezim MEY yaitu sebesar Rp
23.004.560.220,- yang merupakan rente ekonomi terbesar. Rezim MSY memiliki
rente ekonomi sebesar Rp 22.951.655.440,- dan diikuti Rp 0,- pada rezim OA.
Rente ekonomi sumberdaya ikan teri tidak ada yang diperoleh pada kondisi OA
mengandung arti bahwa nelayan hanya memperoleh upah atas biaya yang
dikeluarkan tanpa memperoleh keuntungan. Perbandingan dari ketiga rezim
tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Gambar 13. Keseimbangan Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri
Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa rezim pengelolaan MEY
membutuhkan sedikit upaya penangkapan dibandingkan dengan rezim
pengelolaan MSY dan OA untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang
maksimum. Sebaliknya pada kondisi OA, tingginya tingkat upaya mengakibatkan
terjadinya ketidakefisienan (inefficiency) ekonomi. Ketidakefisienan ini terjadi
karena upaya penangkapan yang besar hanya menghasilkan tangkapan yang lebih
kecil sehingga keuntungan yang diperoleh tidak ada. Hasil analisis bioekonomi
dengan menggunakan perangkat lunak Maple 13 disajikan pada Lampiran 4.
Gambar 14 menunjukkan rata rata jumlah produksi, effort dan rente
ekonomi pada kondisi aktual masing-masing sebesar 725,94 ton; 947,22 trip; Rp
12.648.510.194,-. Rata-rata tingkat produksi aktual ikan teri lebih rendah
OA
TR=TC
MSY MEY
Rp 2,300 x 1010
Rp 2,295 x 1010
Rp 1,265 x 1010
Aktual
57
dibandingkan dengan tingkat produksi dari rezim pengeloaan MEY dan MSY. Hal
ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan teri telah mengalami overfishing secara
biologi. Tingkat effort aktual berjumlah lebih besar dibandingkan dengan jumlah
effort dari dua rezim pengelolaan yaitu MSY dan MEY, tetapi lebih kecil jika
dibandingkan dengan rezim pengelolaan OA. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan sumberdaya ikan teri telah mengalami overfishing.
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Gambar 14. Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal dan Aktual Sumberdaya Ikan Teri
Keterangan sebelumnya menjelaskan bahwa pemanfaatan ikan teri telah
mengalami overfishing secara biologi. Hal ini karena ikan teri memiliki nilai jual
yang cukup rendah sehingga nelayan lebih memilih tangkapan ikan yang
mempunyai nilai jual yang tinggi. Dampaknya adalah ikan teri yang telah
ditangkap akan terbuang ketika nelayan memperoleh penangkapan ikan bernilai
jual tinggi (by catch) dan pada akhirnya ikan tersebut tidak terdata dalam laporan
statistik perikanan. Jumlah effort aktual yang melebihi kondisi MSY dan MEY
menyebabkan tingginya biaya yang digunakan dalam penangkapan ikan teri,
sedangkan harga ikan teri bernilai rendah. Kondisi ini akan berimplikasi pada nilai
rente ekonomi yang rendah.
Berdasarkan keterangan sebelumnya, terlihat bahwa pengelolaan
penangkapan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan mendekati pengelolaan pada
kondisi OA. N elayan masih mengoperasikan effort dalam jumlah yang tinggi
pada perolehan nilai rente ekonomi yang rendah untuk mencari ikan, sehingga
berdampak pada minimnya manfaat ekonomi yang diperoleh nelayan. Oleh karena
itu, dibutuhkan intervensi berupa pengaturan jumlah effort, penetapan pajak, dan
0
500
1000
1500
2000
Aktual MSY MEY OA
Effort (trip)
Produksi (ton)
58
lain-lain dari pemerintah Kabupaten Asahan untuk mengatasi permasalahan
pengelolaan penangkapan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan.
6.9 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan Degradasi sumberdaya ikan teri merupakan laju penurunan kualitas dan
kuantitas sumberdaya ikan teri. Depresiasi merupakan pengukuran moneter
terhadap pemanfaatan ikan teri. Perhitungan nilai koefisien laju degradasi dan
depresiasi mengacu pada persamaan (4.12) dan persamaan (4.13). Laju degradasi
dan depresiasi ikan teri disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20.
Tabel 19. Laju Degradasi Ikan Teri Tahun 2002-2010
Tahun Produksi (ton)
Laju Degradasi Aktual Lestari
2002 678,60 873,40 0,21635 2003 874,50 850,61 0,27435 2004 769,00 872,02 0,24343 2005 909,50 886,91 0,27385 2006 1.050,00 900,01 0,29794 2007 783,30 1.133,37 0,19048 2008 516,60 62,21 0,46993 2009 426,00 477,49 0,24585 2010 526,00 477,49 0,28745
Rata-rata 0,27774 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Tabel 20. Laju Depresiasi Ikan Teri Tahun 2002-2010
Tahun Rente (Rupiah) Laju Depresiasi Aktual Lestari
2002 7.893.942.144 10.971.454.882 0,19943 2003 16.443.091.016 15.966.183.309 0,27468 2004 13.983.382.173 15.980.476.262 0,24180 2005 11.396.877.666 11.080.411.625 0,27444 2006 10.757.450.838 9.036.029.588 0,30154 2007 13.297.856.006 20.583.509.740 0,17539 2008 9.238.007.452 -3.426.477.865 0,59168 2009 10.157.733.179 11.859.199.686 0,23731 2010 10.240.185.221 8.931.625.239 0,29479
Rata-rata 0,28790 Sumber: Hasil Analisis Data 2012
59
Berdasarkan Tabel 19 dan 20 di atas dapat dilihat bahwa laju degradasi
berfluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2008 merupakan tingkat degradasi tertinggi
dengan laju degradasi 0,46993. Nilai ini menunjukkan bahwa tingginya aktifitas
kegiatan penangkapan sumberdaya ikan teri di perairan Kabupaten Asahan. Hal
ini ditandai dengan tingginya tingkat effort mengakibatkan besarnya tekanan
terhadap sumberdaya ikan teri.
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Gambar 15. Grafik Laju Degradasi dan Depresiasi Ikan Teri Tahun 2002-2010
Gambar 15 menunjukkan pergerakan laju degradasi dan depresiasi
sumberdaya ikan teri memiliki pola yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi biologi ikan teri akan mempengaruhi rente ekonomi yang diperoleh
nelayan. Laju depresiasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu 0,59168 artinya
telah terjadi penurunan manfaat secara ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya
ikan teri. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga BBM dari Rp 4.500,- menjadi
Rp 5.500,- sehingga meningkatkan biaya. Akibatnya rente yang diterima nelayan
menjadi lebih rendah. Rata-rata laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan teri
berturut-turut adalah 0,27773 dan 0,28790. Sumberdaya ikan teri di Kabupaten
Asahan telah mengalami penurunan kuantitas sumberdaya, tetapi belum
mengalami degradasi dan depresiasi karena nilai rata-rata laju degradasi dan
depresiasi lebih kecil dari 0,5 (Fauzi dan Anna, 2005).
0,00000
0,20000
0,40000
0,60000
0,80000
Laju Depresiasi
Laju Degradasi
60
6.10 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Setiap nelayan untuk setiap alat tangkap memiliki persepsi yang berbeda-
beda terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri. Oleh karena itu, pengujian
korelasi menggunakan uji analisis ragam dengan bantuan software excel 2007
perlu dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri. Berikut ini hasil
analisis ragam untuk alat tangkap pukat teri. Data persepsi responden dapat dilihat
pada Lampiran 5.
6.10.1 Persepsi Nelayan Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Analisis persepsi nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan terhadap
keberlanjutan perikanan teri berdasarkan jenjang pendidikannya. Pengujian tiga
jenjang pendidikan (SD, SLTP, SLTA) yaitu jenjang pendidikan yang paling
umum diperoleh nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan dilakukan dengan
menggunakan analisis ragam.
Hasil yang diperoleh dari uji tersebut adalah Fhitung = 4,67734 dengan Ftabel
sebesar 3,25192. Nilai Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel, sehingga diambil
keputusan tolak Ho. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jenjang pendidikan
memberikan pengaruh secara nyata berbeda pada persepsi nelayan terhadap
keberlanjutan kegiatan perikanan teri di Kabupaten Asahan. Hasil analisis
persepsi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 disajikan
pada Lampiran 6.
1. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi nelayan ikan teri yang berjenjang pendidikan SD lebih buruk
daripada nelayan yang berjenjang pendidikan lebih tinggi. Sebagian besar nelayan
yang berjenjang pendidikan SD hanya mengetahui mengenai faktor penyebab
fluktuasi tangkapan ikan teri dan dampak by catch. Nelayan yang berpendidikan
tinggi lebih mengetahui mengenai sumberdaya ikan teri yang dapat habis,
penyebab fluktuasi tangkapan ikan teri, dan dampak by catch. Persepsi nelayan
ikan teri sama untuk setiap jenjang pendidikan yaitu mengetahui terhadap cara
61
menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21
sebagai berikut:
Tabel 21. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%) a. Persepsi terhadap Faktor-faktor yang Menyebabkan Fluktuasi
Tangkapan Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 2,5 5,0 27,5 15,0 5,0 SLTP 0,0 2,5 2,5 12,5 7,5 SLTA 0,0 0,0 2,5 12,5 5,0 b. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri yang Dapat Habis Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 0,0 15,0 15,0 25,0 0,0 SLTP 0,0 0,0 17,5 7,5 0,0 SLTA 0,0 0,0 10,0 7,5 2,5 c. Persepsi mengenai Cara Menjaga Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 0,0 7,5 27,5 17,5 2,5 SLTP 0,0 5,0 10,0 10,0 0,0 SLTA 0,0 5,0 12,5 2,5 0,0 d. Persepsi terhadap Dampak by Catch Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 0,0 12,5 27,5 10,0 5,0 SLTP 0,0 5,0 7,5 10,0 2,5 SLTA 0,0 7,5 5,0 7,5 0,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Keterangan: STM = Sangat Tidak Mengetahui LM = Lebih Mengetahui KM = Kurang Mengetahui SM = Sangat Mengetahui M = Mengetahui
2. Persepsi terhadap Alat Tangkap
Persepsi nelayan ikan teri yang berjenjang pendidikan SLTA lebih baik
dibanding dengan nelayan ikan teri yang berpedidikan SD dan SLTP yaitu cara
penangkapan ikan teri yang diperbolehkan dan teknologi baru perikanan. Rincian
persepsi nelayan terhadap alat tangkap berdasarkan jenjang pendidikan disajikan
pada Tabel 22 sebagai berikut:
62
Tabel 22. Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%)
a. Persepsi mengenai Cara Penangkapan Ikan Teri yang Diperbolehkan Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 0,0 7,5 27,5 20,0 0,0 SLTP 0,0 5,0 7,5 7,5 5,0 SLTA 0,0 0,0 5,0 12,5 2,5 b. Persepsi mengenai Teknologi Baru Perikanan
Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 2,5 20,0 15,0 17,5 0,0 SLTP 0,0 7,5 7,5 5,0 5,0 SLTA 2,5 2,5 2,5 10,0 2,5 c. Persepsi mengenai Sistem Perizinan Kapal Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 7,5 25,0 12,5 10,0 0,0 SLTP 0,0 7,5 0,0 12,5 5,0 SLTA 0,0 2,5 7,5 2,5 7,5
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Sebagian besar nelayan ikan teri berpendidikan SLTA lebih mengetahui
mengenai cara penangkapan ikan yang diperbolehkan dan teknologi baru
perikanan. Sebagian besar nelayan ikan teri yang berpendidikan SLTA sangat
mengetahui mengenai sistem perizinan kapal.
2. Persepsi terhadap Pemerintah
Persepsi nelayan ikan teri berpendidikan SLTA lebih baik dibanding yang
lainnya. Rincian persepsi nelayan terhadap program pemerintah berdasarkan
jenjang pendidikan dapat dilihat pada Tabel 23 sebagai berikut:
Tabel 23. Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%)
a. Persepsi mengenai Adanya Penyuluhan dari Pemerintah terkait Pelestarian Sumberdaya Ikan Teri
Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 2,5 30,0 10,0 12,5 0,0 SLTP 2,5 12,5 0,0 10,0 0,0 SLTA 2,5 5,0 7,5 5,0 0,0 b. Persepsi mengenai Adanya Bantuan dari Pemerintah Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 10,0 15,0 7,5 10,0 12,5 SLTP 5,0 12,5 2,5 2,5 2,5 SLTA 2,5 10,0 2,5 2,5 2,5
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
63
Sebagian besar nelayan yang berpendidikan SLTA mengetahui mengenai
adanya penyuluhan pemerintah sedangkan nelayan yang berpendidikan SD dan
SLTP kurang mengetahui. Persepsi nelayan ikan teri untuk setiap jenjang
pendidikan adalah kurang mengetahui mengenai adanya bantuan dari pemerintah.
3. Persepsi terhadap Lingkungan
Persepsi nelayan ikan teri mengenai bahaya pencemaran di laut bervariasi
untuk setiap jenjang pendidikan. Nelayan berpendidikan SD kurang mengetahui
mengenai bahaya pencemaran sedangkan nelayan berpendidikan SLTP dan SLTA
lebih mengetahui mengenai bahaya pencemaran di laut. Secara rinci persepsi
nelayan terhadap lingkungan berdasarkan jenjang pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 24 sebagai berikut:
Tabel 24. Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Jenjang Pendidikan (%)
Persepsi Mengenai Bahaya Pencemaran di Laut Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM
SD 12,5 15,0 20,0 5,0 2,5 SLTP 2,5 2,5 5,0 2,5 12,5 SLTA 5,0 0,0 7,5 2,5 5,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Nelayan yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai persepsi yang lebih
baik dari nelayan yang hanya pendidikan SD. Pendidikan berpengaruh terhadap
pola pikir nelayan, walaupun tidak diberikan pengajaran langsung terhadap hal
yang berkaitan terhadap perikanan teri. Nelayan yang berpendidikan lebih tinggi
diduga dapat menganalisis sesuatu lebih baik. Nelayan yang berpendidikan lebih
tinggi mempunyai wawasan yang cukup luas terhadap kegiatan perikanan teri.
Sebagian besar nelayan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan hanya
berpendidikan SD. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya membuang-buang
waktu dan uang bagi para nelayan. Banyak anak nelayan yang seharusnya masih
duduk di bangku sekolah kini sudah bekerja mencari uang dengan ikut melaut.
Sebagian besar mereka tidak memandang pendidikan sebagai suatu investasi.
Pendidikan formal di daerah pesisir ini masih tergolong rendah.
Pendidikan informal lewat media massa sebagai pelengkap pendidikan formal
juga belum berjalan dengan baik. Tingkat pendidikan yang masih sangat rendah
64
ini mempengaruhi pola pikir dari persepsi nelayan ikan teri di perairan Kabupaten
Asahan. Akibatnya, persepsi nelayan terhadap keberlanjutan kegiatan perikanan
teri masih sangat kurang.
6.10.2 Persepsi Nelayan Berdasarkan Pengalaman Melaut
Setelah diperoleh hasil persepsi nelayan berdasarkan jenjang pendidikan
berbeda, kemudian dilakukan analisis persepsi nelayan ikan teri di perairan
Kabupaten Asahan terhadap keberlanjutan perikananan teri berdasarkan
pengalaman melaut. Pengujian tingkatan pengalaman melaut (≤ 10, 11-20, 21-30
dan >30 tahun) yaitu tingkatan pengalaman nelayan yang paling umum di
Kabupaten Asahan dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Hasil yang
diperoleh dari uji tersebut adalah Fhitung = 9,29294 dengan Ftabel sebesar 2,86627
dengan taraf nyata α= 0,05. Nilai Fhitung lebih besar daripada nilai F tabel, sehingga
diambil keputusan tolak Ho. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman
melaut memberikan pengaruh secara nyata berbeda pada persepsi nelayan
terhadap keberlanjutan kegiatan perikanan teri di Kabupaten Asahan. Hasil
analisis persepsi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007
disajikan pada Lampiran 7.
1. Persepsi Nelayan terhadap Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi nelayan yang memiliki pengalaman melaut > 30 tahun lebih baik
dibanding nelayan dengan pengalaman ≤ 30 tahun. Sebagian besar nelayan
dengan pengalaman > 30 tahun memiliki persepsi sangat mengetahui mengetahui
faktor penyebab fluktuasi tangkapan. Nelayan yang memiliki pengalaman ≤ 30
tahun hanya mengetahui mengenai penyebab fluktuasi tangkapan. Rincian
persepsi terhadap sumberdaya ikan teri berdasarkan pengalaman melaut dapat
dilihat pada Tabel 25 sebagai berikut:
65
Tabel 25. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Pengalaman Melaut (%)
a. Persepsi terhadap Faktor- faktor yang Menyebabkan Fluktuasi Tangkapan
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 0,0 2,5 2,5 7,5 0,0 11 sampai 20 0,0 0,0 15,0 0,0 0,0 21 sampai 30 2,5 2,5 2,5 20,0 2,5 > 30 0,0 2,5 12,5 12,5 12,5 b. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri yang Dapat Habis
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 0,0 0,0 12,5 0,0 0,0 11 sampai 20 0,0 5,0 0,0 12,5 0,0 21 sampai 30 0,0 5,0 15,0 7,5 2,5 > 30 0,0 5,0 15,0 20,0 0,0 c. Persepsi mengenai Cara Menjaga Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 0,0 0,0 10,0 2,5 0,0 11 sampai 20 0,0 2,5 7,5 7,5 0,0 21 sampai 30 0,0 10,0 10,0 7,5 2,5 > 30 0,0 5,0 22,5 12,5 0,0 d. Persepsi terhadap Dampak by Catch
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 0,0 7,5 2,5 2,5 0,0 11 sampai 20 0,0 5,0 7,5 2,5 2,5 21 sampai 30 0,0 10,0 15,0 2,5 2,5 > 30 0,0 0,0 15,0 20,0 5,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Sebagian besar nelayan dengan pengalaman >30 tahun memiliki persepsi
lebih mengetahui mengenai sumberdaya ikan teri dapat yang habis dan dampak by
catch. Selain itu, nelayan dengan pengalaman >30 tahun memiliki persepsi yang
sama dengan yang lain yaitu mengetahui dalam hal cara menjaga kelestarian
sumberdaya ikan teri.
2. Persepsi terhadap Alat Tangkap
Persepsi nelayan berpengalaman melaut >30 tahun memiliki persepsi
yang lebih baik dibanding dengan nelayan berpengalaman ≤ 30 tahun. Rincian
persepsi terhadap alat tangkap berdasarkan pengalaman melaut dapat dilihat pada
Tabel 26 berikut:
66
Tabel 26. Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Pengalaman Melaut (%)
a. Persepsi mengenai Cara Penangkapan Ikan Teri yang Diperbolehkan Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 0,0 2,5 10,0 0,0 0,0 11 sampai 20 0,0 2,5 7,5 7,5 0,0 21 sampai 30 0,0 5,0 10,0 15,0 0,0 > 30 0,0 2,5 12,5 17,5 7,5 b. Persepsi mengenai Teknologi Baru Perikanan
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 2,5 7,5 2,5 0,0 0,0 11 sampai 20 2,5 5,0 2,5 7,5 0,0 21 sampai 30 0,0 5,0 12,5 10,0 2,5 > 30 0,0 12,5 7,5 15,0 5,0 c. Persepsi mengenai Sistem Perizinan Kapal
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 2,5 2,5 5,0 2,5 0,0 11 sampai 20 2,5 7,5 5,0 2,5 0,0 21 sampai 30 0,0 12,5 7,5 7,5 2,5 > 30 2,5 12,5 2,5 12,5 10,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Sebagian besar nelayan dengan pengalaman > 30 tahun lebih mengetahui
mengenai cara penangkapan ikan teri yang diperbolehkan, teknologi baru
perikanan dan sistem perizinan kapal. Nelayan dengan pengalaman ≤ 30 tahun
kurang mengetahui mengenai cara penangkapan ikan teri yang diperbolehkan,
teknologi baru perikanan dan sistem perizinan kapal.
3. Persepsi terhadap Program Pemerintah
Sebagian besar nelayan dengan semua pilihan pengalaman melaut
memiliki persepsi yang sama yaitu kurang mengetahui mengenai penyuluhan dari
pemerintah. Nelayan yang berpengalaman ≤ 10 tahun memiliki persepsi yang
lebih buruk dibanding dengan nelayan yang berpengalaman > 10 tahun yaitu
sangat tidak mengetahui mengenai adanya bantuan dari pemerintah. Rincian
persepsi terhadap program pemerintah berdasarkan pengalaman melaut disajikan
pada Tabel 27 sebagai berikut:
67
Tabel 27. Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Pengalaman Melaut (%)
a. Persepsi mengenai Adanya Penyuluhan dari Pemerintah terkait Pelestarian Sumberdaya Ikan Teri
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 5,0 7,5 0,0 0,0 0,0 11 sampai 20 0,0 7,5 5,0 5,0 0,0 21 sampai 30 0,0 12,5 7,5 10,0 0,0 > 30 2,5 17,5 5,0 15,0 0,0 b. Persepsi mengenai Adanya Bantuan dari Pemerintah
Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 5,0 2,5 0,0 2,5 2,5 11 sampai 20 2,5 7,5 2,5 2,5 2,5 21 sampai 30 2,5 17,5 2,5 2,5 5,0 > 30 7,5 10,0 7,5 7,5 7,5
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
4. Persepsi terhadap Lingkungan
Sebagian besar nelayan dengan pengalaman > 30 tahun memiliki persepsi
yang lebih baik dibanding dengan nelayan bepengalaman ≤ 30 tahun mengenai
bahaya pencemaran di laut. Nelayan yang ≤ 10 tahun sangat tidak mengetahui
mengenai bahaya pencemaran. Nelayan berpengalaman 11 sampai 20 dan 21
sampai 30 mengetahui mengenai bahaya pencemaran. Nelayan yang
berpengalaman > 30 tahun sangat mengethui mengenai bahaya pencemaran.
Secara rinci persepsi terhadap lingkungan berdasarkan pengalaman melaut dapat
dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Pengalaman Melaut (%)
Persepsi Mengenai Bahaya Pencemaran di Laut Pengalaman (tahun) STM KM M LM SM ≤ 10 7,5 0,0 2,5 2,5 0,0 11 sampai 20 5,0 2,5 10,0 0,0 0,0 21 sampai 30 5,0 7,5 12,5 0,0 5,0 > 30 2,5 7,5 7,5 7,5 15,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Nelayan yang berpengalaman melaut lebih lama mempunyai persepsi yang
lebih baik daripada nelayan yang baru masuk ke dunia perikanan. Pengalaman
melaut berpengaruh terhadap pola pikir. Nelayan yang berpengalaman lebih tinggi
mempunyai wawasan yang cukup luas terhadap kegiatan perikanan teri. Sebagian
68
besar nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan memiliki pengalaman melaut > 30
tahun. Rata-rata nelayan ikan teri mulai melaut saat masih duduk di bangku SD.
6.10.3 Persepsi Nelayan Berdasarkan Keikutsertaan dalam Organisasi Nelayan
Analisis persepsi nelayan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan terhadap
keberlanjutan perikanan teri berdasarkan keikutsertaan nelayan dalam organisasi
nelayan. Pengujian dilakukan dengan dua pilihan yaitu ya atau tidak tergabung
dalam organisasi nelayan. Hasil yang diperoleh dari uji tersebut adalah Fhitung =
5,60275 dengan Ftabel sebesar 4,09817 dengan taraf nyata α= 0,05. Nilai Fhitung
lebih besar daripada nilai Ftabel, sehingga diambil keputusan tolak Ho. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa keikutsertaan nelayan dalam organisasi nelayan
memberikan pengaruh secara nyata berbeda pada persepsi nelayan ikan teri
terhadap keberlanjutan kegiatan perikanan teri di Kabupaten Asahan. Hasil
analisis persepsi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007
disajikan pada Lampiran 8.
1. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi nelayan yang mengikuti organisasi nelayan lebih baik dibanding
dengan nelayan yang tidak mengikuti organisasi nelayan. Sebagian besar nelayan
yang mengikuti organisasi sangat mengetahui mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan fluktuasi tangkapan. Nelayan yang mengikuti organisasi juga lebih
mengetahui mengenai cara menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri. Persepsi
nelayan yang mengikuti organisasi juga lebih baik mengenai sumberdaya ikan teri
yang dapat habis. Sebagian besar nelayan yang mengikuti organisasi menjawab
mengetahui mengenai sumberdaya ikan teri yang dapat habis. Nelayan yang
mengikuti organisasi maupun tidak memiliki persepsi yang sama yaitu
mengetahui mengenai dampak by catch. Secara rinci persepsi terhadap
sumberdaya ikan teri berdasarkan keikutsertaan anggota nelayan disajikan pada
Tabel 29 sebagai berikut:
69
Tabel 29. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%) a. Persepsi terhadap Faktor-faktor yang Menyebabkan Fluktuasi
Tangkapan Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 0,0 10,0 25,0 12,5 Tidak 2,5 7,5 22,5 15,0 5,0 b. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri yang Dapat Habis Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 10,0 25,0 10,0 2,5 Tidak 0,0 5,0 17,5 30,0 0,0 c. Persepsi mengenai Cara Menjaga Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 12,5 15,0 20,0 0,0 Tidak 0,0 5,0 35,0 10,0 2,5 d. Persepsi terhadap Dampak by Catch Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 10,0 22,5 12,5 2,5 Tidak 0,0 12,5 17,5 15,0 7,5
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
2. Persepsi terhadap Alat Tangkap
Persepsi nelayan yang mengikuti organisasi nelayan lebih baik dibanding
dengan yang tidak mengikuti organisasi nelayan. Sebagian besar nelayan yang
mengikuti organisasi nelayan lebih mengetahui mengenai cara penangkapan ikan
teri yang diperbolehkan, teknologi baru perikanan dan sistem perizinan kapal.
Rincian persepsi terhadap alat tangkap berdasarkan keikutsertaan anggota nelayan
disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30. Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%)
a. Persepsi mengenai Cara Penangkapan Ikan Teri yang Diperbolehkan Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 5,0 10,0 30,0 2,5 Tidak 0,0 7,5 30,0 10,0 5,0 b. Persepsi mengenai Teknologi Baru Perikanan Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 12,5 12,5 17,5 5,0 Tidak 5,0 17,5 12,5 15,0 2,5 c. Persepsi mengenai Sistem Perizinan Kapal Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 2,5 12,5 10,0 15,0 7,5 Tidak 5,0 25,0 10,0 10,0 2,5
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
70
3. Persepsi terhadap Program Pemerintah
Persepsi nelayan terhadap program pemerintah bervariasi. Persepsi
nelayan yang mengikuti organisasi lebih baik mengenai adanya penyuluhan dari
pemerintah. Rincian persepsi terhadap program pemerintah berdasarkan
keikutsertaan anggota nelayan disajikan pada Tabel 31 sebagai berikut:
Tabel 31. Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%)
a. Persepsi Mengenai Adanya Penyuluhan dari Pemerintah terkait Pelestarian Sumberdaya Ikan Teri
Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 0,0 7,5 12,5 27,5 0,0 Tidak 7,5 37,5 5,0 2,5 0,0 b. Persepsi mengenai Adanya Bantuan dari Pemerintah Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 5,0 27,5 7,5 2,5 5,0 Tidak 12,5 10,0 5,0 12,5 12,5
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Sebagian besar nelayan yang mengikuti organisasi menjawab lebih
mengetahui mengenai adanya penyuluhan dari pemerintah. Nelayan yang
mengikuti organisasi kurang mengetahui mengenai bantuan pemerintah. Akan
tetapi, nelayan yang tidak mengikuti organisasi memiliki persepsi yang lebih
buruk yaitu sangat tidak mengetahui mengenai bantuan dari pemerintah.
4. Persepsi terhadap Lingkungan
Persepsi tiap nelayan terhadap bahaya pencemaran di laut tidak jauh
berbeda. Sebagian besar nelayan menjawab mengetahui baik yang mengikuti
organisasi maupun tidak mengenai bahaya pencemaran di laut. Rincian persepsi
terhadap lingkungan berdasarkan keikutsertaan anggota nelayan disajikan pada
Tabel 32.
Tabel 32. Persepsi terhadap Lingkungan berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan (%)
Persepsi Mengenai Bahaya Pencemaran di Laut Keikutsertaan Organisasi STM KM M LM SM Ya 5,0 10,0 17,5 7,5 7,5 Tidak 15,0 7,5 15,0 5,0 10,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
71
6.10.4 Persepsi Nelayan Berdasarkan Umur
Analisis persepsi nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan terhadap
keberlanjutan perikananan teri berdasarkan tingkatan umur. Hasil yang diperoleh
dari uji tersebut adalah Fhitung = 1,17558 dengan Ftabel sebesar 2,86627 dengan
taraf nyata α= 0,05. Nilai Fhitung lebih kecil dari nilai F tabel, sehingga diambil
keputusan terima H0. Hasil pengujian menunjukkan bahwa umur tidak
memberikan pengaruh nyata berbeda pada persepsi nelayan. Hasil analisis
persepsi disajikan pada Lampiran 9.
1. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi nelayan yang berumur > 50 tahun lebih baik dibanding dengan
nelayan yang berumur ≤ 50 tahun. Nelayan yang berumur > 50 tahun lebih
mengetahui mengenai sumberdaya ikan teri yang dapat habis dan dampak by
catch. Hasil persepsi nelayan disajikan pada Tabel 33sebagai berikut:
Tabel 33. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Umur a. Persepsi terhadap Faktor-faktor yang Menyebabkan Fluktuasi
Tangkapan Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 0,0 7,5 7,5 0,0 31-40 0,0 2,5 12,5 20,0 7,5 41-50 2,5 5,0 5,0 12,5 2,5 >50 0,0 0,0 7,5 2,5 5,0 b. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri yang Dapat Habis Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 2,5 7,5 5,0 0,0 31-40 0,0 5,0 22,5 15,0 0,0 41-50 0,0 7,5 7,5 10,0 2,5 >50 0,0 0,0 5,0 10,0 0,0 c. Persepsi mengenai Cara Menjaga Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 31-40 0,0 7,5 20,0 15,0 0,0 41-50 0,0 7,5 15,0 2,5 2,5 >50 0,0 0,0 10,0 5,0 0,0 d. Persepsi terhadap Dampak by Catch Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 0,0 7,5 2,5 5,0 31-40 0,0 15,0 17,5 7,5 2,5 41-50 0,0 7,5 10,0 7,5 2,5 >50 0,0 0,0 5,0 10,0 0,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
72
Persepsi nelayan yang berusia > 50 tahun lebih buruk dalam hal faktor-
faktor yang menyebabkan fluktuasi tangkapan. Sebagian besar nelayan yang
berumur > 50 tahun menjawab hanya mengetahui saja. Semua kelompok umur
nelayan memiliki persepsi yang sama yaitu mengetahui mengenai cara menjaga
kelestarian sumberdaya ikan teri.
2. Persepsi terhadap Alat Tangkap
Persepsi nelayan ikan teri yang berumur > 50 tahun memiliki persepsi
yang lebih baik dibanding lainnya. Rincian persepsi terhadap alat tangkap
berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Umur (%) a. Persepsi mengenai Cara Penangkapan Ikan Teri yang Diperbolehkan Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 0,0 5,0 10,0 0,0 31-40 0,0 5,0 17,5 20,0 0,0 41-50 0,0 5,0 15,0 5,0 2,5 >50 0,0 2,5 2,5 5,0 5,0 b. Persepsi mengenai Teknologi Baru Perikanan Umur STM KM M LM SM 21-30 2,5 7,5 2,5 2,5 0,0 31-40 2,5 12,5 12,5 7,5 5,0 41-50 0,0 5,0 10,0 10,0 2,5 >50 0,0 0,0 2,5 12,5 0,0 c. Persepsi mengenai Sistem Perizinan Kapal Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 2,5 7,5 2,5 2,5 31-40 2,5 15,0 5,0 17,5 2,5 41-50 2,5 12,5 7,5 2,5 2,5 >50 2,5 5,0 0,0 2,5 5,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Sebagian besar nelayan yang berumur > 50 tahun sangat mengetahui
mengenai cara penangkapan ikan teri yang diperbolehkan dan sistem perizinan
kapal. Persepsi nelayan yang berumur > 50 tahun lebih mengetahui mengenai
teknologi baru perikanan. Nelayan yang berumur ≤ 50 tahun kurang mengetahui
mengeni teknologi baru perikanan.
73
3. Persepsi terhadap Program Pemerintah
Persepsi nelayan ikan teri mengenai adanya penyuluhan dari pemerintah
berdasarkan umur bervariasi. Secara rinci persepsi terhadap program pemerintah
berdasarkan umur disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35. Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Umur (%) a. Persepsi Mengenai Adanya Penyuluhan dari Pemerintah terkait
Pelestarian Sumberdaya Ikan Teri Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 5,0 2,5 7,5 0,0 31-40 5,0 17,5 7,5 12,5 0,0 41-50 0,0 17,5 5,0 5,0 0,0 >50 2,5 5,0 2,5 5,0 0,0 b. Persepsi mengenai Adanya Bantuan dari Pemerintah Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 12,5 2,5 0,0 0,0 31-40 10,0 17,5 5,0 5,0 5,0 41-50 2,5 7,5 2,5 2,5 12,5 >50 5,0 0,0 2,5 7,5 0,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Sebagian besar nelayan berumur 21-30 tahun menjawab lebih mengetahui
sedangkan nelayan yang berumur 31-40 dan 41-50 menjawab kurang mengetahui
mengenai penyuluhan pemerintah. Persepsi nelayan yang berumur 41-50 dan di
atas 50 tahun memiliki persepsi yang lebih baik mengenai adanya bantuan dari
pemerintah. Nelayan yang berumur kurang dari 40 tahun kurang mengetahui
mengenai bantuan dari pemerintah.
4. Persepsi terhadap Lingkungan
Nelayan ikan teri yang berumur > 50 tahun memiliki persepsi yang lebih
baik dibanding yang lainnya. Sebagian besar nelayan yang berusia > 50 tahun
sangat mengetahui mengenai bahaya pencemaran di laut. Nelayan yang berusia ≤
50 tahun hanya mengetahui mengenai bahaya pencemaran di laut. Rincian
persepsi terhadap lingkungan dapat dilihat pada Tabel 36 sebagai berikut:
Tabel 36. Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Umur (%) Persepsi Mengenai Bahaya Pencemaran di Laut Umur STM KM M LM SM 21-30 0,0 5,0 5,0 2,5 2,5 31-40 10,0 2,5 15,0 7,5 7,5 41-50 7,5 5,0 10,0 0,0 5,0 >50 2,5 5,0 2,5 0,0 5,0
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
74
Hasil pengujian dengan analisis ragam menunjukkan bahwa usia tidak
berpengaruh nyata dalam membedakan persepsi nelayan terhadap keberlanjutan
kegiatan perikanan teri. Faktor perbedaan usia pada nelayan di Kabupaten Asahan
ini tidak begitu berpengaruh terhadap persepsi mereka. Perbedaan persepsi
disebabkan karena perbedaan jenjang pendidikan atau perbedaan cara masing-
masing responden dalam mendapatkan informasi terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan perikanan teri.
6.11 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Kabupaten Asahan Berdasarkan hasil pengkajian stok (stock assessment), saat ini kondisi
aktual sumberdaya ikan teri di perairan Kabupaten Asahan diduga telah
mengalami overfishing baik secara biologi maupun ekonomi. Kondisi overfishing
ini disebabkan oleh jumlah penangkapan ikan teri yang melebihi kondisi
maksimum yang sustainable secara biologi, tingkat effort yang lebih tinggi dari
kondisi open access, serta rasio biaya yang lebih besar dibandingkan harga. Jika
kondisi ini terus berlangsung maka dikhawatirkan stok ikan teri terus mengalami
penurunan.
Pengelolaan sumberdaya ikan teri dapat diarahkan pada kondisi MEY dan
kondisi MSY. Jika pengelolaan diarahkan pada kondisi MEY maka effort harus
ditekan sampai pada angka 776,60 unit pukat teri, artinya jumlah effort aktual
harus dikurangi sebesar 170,62 unit pukat teri. Rente ekonomi yang diperoleh
pada kondisi ini mencapai tingkat maksimum. Tenaga kerja yang dapat diserap
lebih sedikit bila kebijakan ini diterapkan sehingga akan meningkatkan jumlah
pengangguran. Menurut Widodo dan Suadi (2006), pada kenyataannya orang akan
lebih mudah diajak untuk menangkap lebih banyak ikan daripada mengejar
nilaiekonomi yang abstrak sehingga kebijakan ini sulit untuk dilakukan.
Pengelolaan sumberdaya ikan teri membutuhkan pertimbangan ekonomi
untuk menghindari terjadinya over exploitation dan pertimbangan biologis untuk
menjaga mortalitas penangkapan agar tidak melampaui kemampuan populasi
untuk bertahan serta untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri. Jika
kebijakan pengelolaan diarahkan pada kondisi MSY dengan menekan effort
75
sampai pada angka 834,96 unit pukat teri. Hal ini berarti bahwa effort harus
dikurangi sebanyak 112,26 unit pukat teri. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan kondisi MEY. Penurunan penangkapan ke tingkat MSY tidak akan
mengakibatkan kerugian besar, sebab kelebihan tenaga kerja yang lebih sedikit
dapat diarahkan ke bentuk usaha lainnya yang lebih produktif. Pariwisata dan
pertambakkan merupakan usaha yang potensial untuk dikembangkan tenaga kerja.
Kelebihan dan kekurangan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan teri tersebut
disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan
Kebijakan Kelebihan Kekurangan MEY Rente sumberdaya yang
diperoleh maksimum. Penyerapan tenaga kerja rendah.
MSY
Penyerapan tenaga kerja tinggi
Tingkat keuntungan yang diperoleh tidak maksimum
Sumber: Widodo dan Suadi (diolah), 2006
Menurut Kusumastanto (2007), untuk mewujudkan pengelolaan yang
mempertimbangkan keberlanjutan stok, keberlanjutan pendapatan, dan
kesejahteraan nelayan ada tiga langkah yang dapat dilakukan yaitu langkah teknis,
pengendalian masukan, dan pengendalian keluaran. Strategi yang dapat dilakukan
dalam kasus ini adalah: langkah teknis. Kebijakan langkah teknis yang dapat
dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan teri dapat dilakukan melalui:
1. Pembatasan penggunaan alat tangkap. Tujuan pembatasan ini adalah untuk
mengurangi jumlah effort ke tingkat MSY. Tingginya jumlah effort saat ini
yaitu mencapai tingkat 947,22 unit pukat teri mengakibatkan kondisi
perikanan berada pada kondisi open access dan terjadi inefisiensi dalam
perikanan. Tingkat biaya yang dikeluarkan nelayan tinggi namun rente yang
diperoleh tidak ada sehingga nelayan tidak mendapatkan keuntungan. Hal ini
dapat menurunkan kesejahteraan nelayan ikan teri.
2. Pembatasan terhadap kawasan dan waktu penangkapan untuk alat tangkap
pukat teri. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.
Peraturannya adalah alat tangkap pukat teri diperbolehkan melakukan
aktivitas penangkapan di area lebih dari 4-12 mil dari pantai.
3. Pembatasan ukuran mata jaring ikan.
76
Kebijakan pengelolaan tersebut disesuaikan dengan keadaan sosial
masyarakat, topografi, dan alat tangkap yang dominan digunakan. Aturan/regulasi
yang jelas sangat diperlukan dalam pengelolaan kebijakan ini. Perikanan yang
tidak diatur (unregulated) akan cenderung menempatkan upaya penangkapan pada
tingkat yang melebihi tingkat optimal, sehingga over investasi akan terjadi dan
perikanan berada pada tingkat yang tidak efisien secara sosial dan ekonomi.
Regulasi ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas serta bobot dan ukuran ikan.
Peraturan pemerintah daerah setempat dapat dijadikan sebagai acuan bahwa
aturan sangat penting sehingga nelayan Asahan cenderung lebih ramah
lingkungan dalam kegiatan penangkapan ikan teri. Keberhasilan dari peraturan ini
sangat ditentukan oleh dukungan semua stakeholders dan pengawasan terhadap
aturan yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Nelayan ikan teri merupakan salah satu stakeholder terkait mengenai
kegiatan penangkapan ikan. Persepsi responden terkait sumberdaya ikan teri, alat
tangkap pemerintah dan lingkungan merupakan informasi yang penting ataupun
saran kepada policymaker sebelum menerapkan sebuah kebijakan di daerah
tersebut. Kebijakan tersebut diharapkan tepat dan tidak hanya berdasar pada
keuntungan atau kerugian ekonomi melainkan juga berdasarkan keadaan ekologi,
sosial, ekonomi, budaya dan karakteristik masyarakat setempat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 40 nelayan ikan teri di Kabupaten
Asahan. Nelayan yang berpendidikan lebih tinggi memiliki persepsi yang lebih
baik terhadap sumberdaya ikan teri, alat tangkap, program pemerintah dan
lingkungan dibanding dengan nelayan yang berpendidikan lebih rendah. Menurut
Iman (1981), pendidikan yang baik dan bermutu tinggi akan memaksa seseorang
menuju ke arah sosial. Manusia perlu membedakan apa yang bermanfaat dan
mengerti bagaimana cara mengelola alam dan hasil alam sesuai kebutuhannya.
Hal yang terpenting adalah jenjang pendidikan nelayan ikan teri memiliki peranan
dalam mempengaruhi pembentukkan pola pikir atau cara pandang nelayan
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, kebijakan pemerintah untuk pengelolaan
perikanan teri ini adalah memberikan penyuluhan dan pengetahuan umum
mengenai dunia perikanan secara berkelanjutan yang lebih difokuskan kepada
77
nelayan yang berpendidikan rendah. Tujuan kebijakan ini untuk membentuk pola
pikir nelayan yang lebih baik. Diharapkan nelayan bisa ikut andil dalam menjaga
kelestarian ikan teri di perairan Kabuaten Asahan.
Nelayan yang memiliki pengalaman melaut lebih lama memiliki persepsi
nelayan yang lebih baik terhadap sumberdaya ikan teri, alat tangkap, program
pemerintah dan lingkungan. Berdasarkan persepsi tersebut, kebijakan yang dapat
dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada
nelayan yang baru terjun ke industri perikanan (berpengalaman kurang dari lima
tahun) sehingga pengetahuan nelayan mengenai perikanan menjadi lebih baik.
Penyuluhan dan pelatihan yang intensif diharapkan dapat mengubah pola pikir
nelayan. Pengetahuan nelayan mengenai dunia perikanan lebih awal tersebut akan
menjadikan nelayan lebih mengetahui kondisi perikanan saat ini dan peduli untuk
menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri.
Nelayan ikan teri yang mengikuti organisasi nelayan memiliki persepsi
yang lebih baik terhadap sumberdaya ikan teri, alat tangkap, program pemerintah
dan lingkungan dibanding dengan nelayan ikan teri yang tidak mengikuti
organisasi nelayan. Hal ini karena nelayan yang mengikuti organisasi lebih mudah
dalam mendapatkan informasi seperti bantuan dari pemerintah, penyuluhan,
seminar dan pelatihan dari DKP. Berdasarkan persepsi tersebut, kebijakan yang
dapat dilakukan adalah mengarahkan nelayan untuk mengikuti organisasi nelayan
karena banyak keuntungan yang didapat jika nelayan megikuti organisasi.
Kebijakan lainnya adalah mengoptimalkan keberadaan organisasi nelayan,
mengintegrasikan kebijakan pemerintah dengan kegiatan organisasi nelayan
sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berjalan efektif dan efesien.
78
79
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya
makadapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Pemanfaatan sumberdaya ikan teri aktual yang diperoleh dari hasil
perhitungan bioekonomi menghasilkan kondisi aktual hasil tangkapan (h)
725,94 ton/tahun, dan Effort (E) nelayan sebesar 947,22 trip/tahun sehingga
diperoleh rente ekonomi sebesar Rp 12.648.510.194 per tahun. Adapun
jumlah produksi ikan teri lestari /MSY (h) adalah 1.200,92 ton/tahun, dan
Effort (E) nelayan sebesar 834,96 trip/tahun sehingga diperoleh rente
ekonomi sebesar Rp 22.951.655.440 per tahun. Pemanfaatan sumberdaya
ikan teri optimal (MEY) yang diperoleh dari hasil perhitungan bioekonomi
menghasilkan kondisi optimal hasil tangkapan (h) 1.198,41 ton/tahun, dan
Effort (E) nelayan sebesar 796,75 trip/tahun sehingga diperoleh rente
ekonomi sebesar Rp 23.004.560.220 per tahun.
2. Sumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan telah mengalami penurunan
kuantitas, namun belum mengalami degradasi dan depresiasi karena rata-rata
koefisien laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan teri berturut-turut
adalah 0,27774 dan 0,28790. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya ikan
teri dapat diarahkan pada kondisi alokasi sumberdaya optimal.
3. Faktor-faktor yang secara umum berhubungan nyata dengan persepsi nelayan
terhadap kelestarian ikan teri adalah jenjang pendidikan, pengalaman melaut,
dan keikutsertaan organisasi nelayan. Nelayan yang berpendidikan lebih
tinggi, berpengalaman melaut lebih lama dan mengikuti organisasi nelayan
memiliki persepsi yang lebih baik terhadap sumberdaya ikan teri, alat
tangkap, program pemerintah dan lingkungan dibanding kelompok nelayan
lainnya. Pengelolaan sumberdaya ikan teri dapat diarahkan pada kondisi
MEY sehingga didapatkan keuntungan yang maksimum. Namun kebijakan
ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja yang cukup besar. Dalam
rangka menyerap lapangan kerja yang lebih besar dengan tetap
memperhatikan kelestarian sumberdaya, maka kebijakan pengelolaan
80
sumberdaya ikan teri dapat dilakukan pada kondisi MSY dengan mengurangi
alat tangkap yang dioperasikan sekarang sebanyak 112,26 unit pukat teri dari
tingkat eksploitasi sekarang. Kebijakan ini harus didukung oleh
aturan/regulasi yang jelas serta pengawasan dari semua pihak.
7.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, agar pemanfaatan ikan teri dapat
optimal dan kesejahteraan nelayan kecil tercapai, maka beberapa rekomendasi
berikut dapat dijadikan bahan pertimbangan stakeholder di Kabupaten Asahan:
beberapa upaya seperti:
1. Dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan nelayan maka hendaknya
dilakukan peningkatan nilai tambah dari hasil tangkapan, peningkatan
keterampilan serta peningkatan kemampuan para nelayan baik dalam
penguasaan teknologi penangkapan dan penanganan ikan maupun dalam
manajemen usaha.
2. Pendampingan dan pemberian penjelasan oleh pihak DKP Kabupaten Asahan
kepada para nelayan mengenai pentingnya pengelolaan sumberdaya ikan teri
agar kelestarian ikan teri dan mata pencaharian nelayan dapat tetap terjaga.
81
DAFTAR PUSTAKA
Akbar MFA. 2010. Kajian ekonomi sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Pemalang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anna S. 2003. Model embedded dinamik ekonomi interaksi perikanan pencemaran [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asngari PS. 1984. Persepsi direktur penyuluhan tingkat keresidenan dan kepala penyuluh pertanian terhadap peranan dan fungsi lembaga penyuluhan pertanian di Negara Bagian Texas, Amerika Serikat. Media Peternakan. 9(2). Bogor (ID): Intitut pertanian Bogor.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2008. Informasi Umum Perikanan dan Kelautan Indonesia (Potensi Perikanan dan Kelautan Indonesia). Jakarta (ID): Bappenas.
[BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2010. Kondisi Oseanografi Kabupaten Asahan 2010. Kisaran (ID): BPPT.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Daerah Kabupaten Asahan 2010.
Kisaran (ID): BPS .
Clark CW. 1985. Bioeconomic Modelling and Fisheries Management. New York (US): Wiley-Interscience.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Perikanan Kabupaten Asahan 2010. Kisaran (ID): DKP Kabupaten Asahan.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2002-2011. Statistika Perikanan Tangkap.
Medan (ID): DKP Provinsi Sumatera Utara. Desniarti. 2007. Analisis kapasitas perikanan pelagis di Perairan Pesisir Provinsi
Sumatera Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Effendy S dan Hasan R. 1986. Politik perencanaan kependudukan Indonesia, Singapura, dan Pakistan. Seri Kertas Kerja. 5(29). Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi A dan Anna S. 2005. Permodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
82
Harianto. 2001. Persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap air sungai [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hutomo M, Burhanuddin, Djamali A, Martosewojo S. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI.
Iman S. 1981. Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Peraturan Menteri
Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta (ID): KKP.
[KKP] Kementerian kelautan dan Perikanan. 2011. Statistika Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Jakarta (ID): KKP
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011. Jakarta (ID): KKP.
Kusumastanto T et al. 2007. Konsepsi pengelolaan sumberdaya perikanan Laut Arafuru dalam rangka terciptanya pemanfaatan sumberdaya yang lestari. Paper. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.
Lubis B. 1990. Studi tentang hasil tangkapan ikan kembung dengan alat tangkap purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Belawan Kotamadya Medan, Sumatera Utara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mulyana. 2007. Pengelolaan Perikanan dan Teori Perizinan. Jakarta (ID):KKP.
Nabunome. 2007. Model analisis bioekonomi dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal (studi empiris Kota Tegal, Jawa Tengah). [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Nasir. 1985. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Nikijuluw VPH. 2005. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta (ID): Pustaka Cidesindo.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I. Bandung (ID): Binacipta.
Saarinen TF. 1996. Perception of the drought hazard on the great plains. Departement of Geography Research Paper 106. Chicago (US): University of Chicago.
83
Siagian SF. 2002. Analisis hasil tangkapan kerang menggunakan penggaruk kerang dredge gear dan kemungkinan bentuk pengembangan produksi hasil tangkapannya di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Spare P dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, penerjemah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Asessment Part I.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung (ID): Tarsito.
Surbakti CN. 2012. Analisis musim dan daerah penangkapan ikan teri (Stolephorus sp.) berdasarkan kandungan klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahyudin Y. 2005. Alokasi optimum sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama.
Widodo J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
84
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Asahan
87
Lampiran 2. Diagram Sistem Bagi Hasil Nelayan
Nelayan (2/3 bagian)
Rp 1.200.000,-
Hasil Bersih (Rp 1.800.000,-)
Pemilik (1/3 bagian) Rp 600.000,-
Juru Mesin 6/64 bagian per orang)
Rp 112.500,-/orang
Juru Masak (6/64 bagian per orang)
Rp 93.500,-/orang
Wakil Tekong (6/64 bagian per orang)
Rp 112.500,-/orang
Tekong (7/64 bagian per orang)
Rp 131.250,-/orang
Juru Buridan (5/64 bagian per orang)
Rp 112.500,-/orang
Tukang Rebus (4/64 bagian per orang)
Rp 75.000,-/orang
Juru Pilih (5/64 bagian per orang)
Rp 93.500,-/orang
88
Biaya Operasional (Rp 2.800.000,-)
Penerimaan Kotor (Rp 4.600.000,-)
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan dengan Model Gordon- Schaefer
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R 0,971396 R Square 0,943609 Adjusted R Square 0,935554 Standard Error 0,244935 Observations 9
ANOVA df SS MS F Significance F
Regression 1 7,027273 7,027273 117,134 1,27E-05 Residual 7 0,419954 0,059993 Total 8 7,447227
Coefficients Standard
Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept 2,876616969 0,171452 16,77797 6,5E-07 2,471197 3,282037 2,471197 3,282037 Effort -0,001722615 0,000159 -10,8229 1,3E-05 -0,0021 -0,00135 -0,0021 -0,00135
89
Lampiran 3. (Lanjutan)
Diketahui:
Parameter Nilai
α 2,876616969
β -0,001722615
p 21.037.010,68
c 2.769.258,82
Rezim Pengelolaan Parameter
Produksi (ton) Effort (trip) Rente (Rp) Aktual 725,94 947,22 12.648.510.194 MSY 1.200,92 834,96 22.951.655.440 MEY 1.198,41 796,75 23.004.560.220 OA 209,76 1.593,49 0
90
91
Lampiran 4. Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri dengan MAPLE 13
>
>
>
>
>
>
>
>>
>
>
92
Lampiran 4. (Lanjutan)
>
Kondisi MEY
>
>
>
Kondisi MSY
>
>
>
Kondisi OA
>
>
>
Lampiran 5. Data Persepsi Responden
Responden
Pendidikan Pengalaman
Melaut (Tahun)
Keikutsertaan Organisasi Nelayan
Umur (Tahun)
Persepsi Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi Alat Tangkap
Persepsi Pemerintah Persepsi
Lingkungan 1 2 3 4 1 2 3 1 2
1. SD 1 tidak 49 4 3 4 3 3 2 1 5 2 1 2. SLTP 36 ya 59 3 3 3 4 5 3 4 1 4 3 3. SLTA 25 ya 45 4 5 3 3 3 4 5 2 4 3 4. SD 37 tidak 47 3 2 3 2 2 4 2 5 2 3 5. SD 11 tidak 35 3 4 4 5 3 4 2 4 2 1 6. SD 17 ya 40 4 2 3 3 4 3 4 2 4 4 7. SD 28 tidak 32 4 3 3 4 3 1 2 1 2 4 8. SLTA 21 tidak 32 4 3 3 2 3 3 3 4 1 1 9. SD 40 tidak 43 4 2 2 3 3 2 4 1 2 5 10. SD 40 tidak 48 3 4 3 4 3 2 2 5 2 3 11. SD 10 tidak 29 3 4 3 5 4 2 2 3 2 3 12. SD 30 tidak 49 1 4 3 3 3 4 2 5 2 1 13. SD 31 tidak 45 2 4 3 4 3 3 3 5 2 2 14. SLTP 23 tidak 40 4 4 3 2 3 3 4 2 2 5 15. SD 39 tidak 52 3 4 3 3 4 4 1 4 1 1 16. SD 25 tidak 40 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 17. SD 40 tidak 53 3 4 4 3 3 4 2 4 2 2 18. SLTA 21 tidak 24 3 4 3 4 4 1 3 2 2 3 19. SLTA 5 ya 36 4 4 2 2 4 2 2 2 4 3 20. SLTP 31 ya 23 4 3 4 3 4 2 4 2 4 4 21. SLTP 25 tidak 40 4 3 2 3 3 3 4 2 2 5 22. SLTA 31 ya 36 4 3 4 3 4 5 4 5 3 4
93
Lampiran 5. (Lanjutan)
Keterangan: 1 = Sangat tidak mengetahui 2 = Kurang mengetahui 3 = Mengetahui 4 = Lebih mengetahui 5 = Sangat mengetahui
Responden Pendidikan Pengalaman
Melaut (Tahun)
Keikutsertaan Organisasi Nelayan
Umur (Tahun)
Persepsi Sumberdaya Ikan Teri
Persepsi Alat Tangkap Persepsi Pemerintah Persepsi
Lingkungan 1 2 3 4 1 2 3 1 2
23. SD 10 ya 20 4 3 4 3 4 3 3 2 4 2 24. SD 21 ya 35 3 3 4 3 4 3 2 3 3 2 25. SLTA 30 ya 48 4 3 2 2 4 4 3 2 3 1 26. SD 20 ya 34 3 4 2 2 3 3 4 3 4 3 27. SD 21 ya 20 3 2 4 3 3 4 3 2 3 2 28. SD 25 ya 40 5 4 3 3 4 2 1 2 4 1 29. SD 1 ya 35 5 2 3 4 2 4 4 1 4 3 30. SLTP 31 ya 35 4 3 4 3 4 5 2 5 2 3 31. SD 32 ya 48 4 2 2 2 4 2 3 2 3 3 32. SLTP 15 ya 30 4 3 2 5 3 2 5 2 4 5 33. SD 21 tidak 35 3 4 4 3 4 2 2 1 3 3 34. SLTP 31 tidak 48 5 4 3 4 5 5 2 3 4 5 35. SLTA 32 ya 51 5 3 3 4 4 4 5 3 4 5 36. SLTP 36 ya 56 5 4 4 4 2 4 2 4 2 2 37. SLTP 31 ya 40 5 3 4 4 4 4 5 2 2 5 38. SLTA 31 tidak 53 5 4 3 4 5 4 5 1 3 5 39. SLTP 14 tidak 34 2 3 3 2 2 2 4 1 1 1 40. SD 24 tidak 43 2 3 5 5 2 3 2 4 2 2
94
95
Lampiran 6. Data Persepsi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Anova: Single Factor
SUMMARY Groups Count Sum Average Variance
SD 22 651 29,59091 3,777056 SLTP 10 332 33,2 25,73333 SLTA 8 267 33,375 31,69643
ANOVA Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 134,7068 2 67,35341 4,67738 0,015452 3,251924 Within Groups 532,7932 37 14,39982 Total 667,5 39
No. Jenjang Sekolah
SD SLTP SLTA 1. 28 32 36 2. 28 34 27 3. 32 31 29 4. 33 40 29 5. 27 33 28 6. 28 38 39 7. 31 21 40 8. 31 33 39 9. 28 35 10. 31 35 11. 28 12. 26 13. 31 14. 32 15. 30 16. 31 17. 29 18. 29 19. 32 20. 27 21. 29 22. 30
96
Lampiran 7. Data Persepsi Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut
No. Pengalaman Melaut (Tahun)
≤ 10 11-20 21-30 > 30 1. 27 28 36 33 2. 27 29 27 31 3. 28 29 32 28 4. 26 32 28 31 5. 21 31 32 31 6.
29 31 28
7.
29 35 31 8.
30 34
9.
28 39 10.
32 35
11.
29 33 12.
30 40
13.
40 14.
33
15.
38 16.
39
Anova: Single Factor SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
≤ 10 5 129 25,8 7,7
11-20 7 207 29,57143 1,95238
21-30 12 370 30,83333 7,60606
> 30 16 544 34 16,6667
ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 291,319 3 97,10635 9,29294 0,00011 2,866266 Within Groups 376,181 36 10,44947
Total 667,5 39
97
Lampiran 8. Data Persepsi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Organisasi Nelayan
No. Organisasi Nelayan
Ya Tidak 1. 33 28 2. 36 32 3. 33 27 4. 29 27 5. 34 28 6. 39 31 7. 32 31 8. 30 28 9. 28 31 10. 31 32 11. 29 28 12. 29 26 13. 32 31 14. 35 29 15. 27 31 16. 35 29 17. 40 40 18. 33 39 19. 38 21 20. 30 21. 28
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance Ya 19 623 32,78947 13,95322 Tidak 21 627 29,85714 16,52857 ANOVA Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 85,77068 1 85,77068 5,602753 0,023129 4,098172 Within Groups 581,7293 38 15,30867 Total 667,5 39
98
Lampiran 9. Data Persepsi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
No. Umur (Tahun)
21-30 31-40 41-50 >50 1. 31 32 28 33 2. 29 33 36 28 3. 34 27 28 31 4. 32 27 28 40 5. 29 32 31 33 6. 35 26 28 39 7.
29 31
8.
31 28
9.
39 27
10.
31 40
11.
29 30
12.
32
13.
35
14.
29
15.
21
16.
30
17.
38
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
21-30 6 190 31,66667 6,266667
31-40 17 521 30,64706 18,99265
41-50 11 335 30,45455 16,47273
>50 6 204 34 21,6
ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 59,557041 3 19,85235 1,175578 0,332579 2,866266 Within Groups 607,942959 36 16,8873
Total 667,5 39
99
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 1
Maret 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan
Suriadi dan Eni Susanti. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Sehati Batam
pada tahun 1996, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 010086 Kisaran
Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kisaran tahun 2002, dan melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kisaran tahun 2005. Penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2008, melalui jalur USMI di
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis terlibat dalam berbagai
kepanitiaan dan aktif dalam organisasi Resources and Environmental Economics
Student Association (REESA) tahun 2009 sebagai Angkatan Muda REESA
(AMR). Penulis juga aktif dalam organisasi Sharia Economic Student Club
(SES-C) periode 2009/2010 sebagai staf Divisi Media Ekonomi Syariah. Selama
menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa BRI pada tahun 2011.
Recommended