View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA
ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF
(Analisis Putusan No 273/Pid.B/2013/PN. BJ)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Jinayah Syiasah
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)
Oleh :
RIDWAN DAUS
NIM. 1110045100027
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini, saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya,
atau merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN)
Jakarta.
Jakarta, 8 Mei 2015
Ridwan Daus
NIM. 1110120000042
v
ABSTRAK
Ridwan Daus. NIM 1110045100027. Tindak Pidana Perjudian ditinjau dari
Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif (Analisis Putusan No 273/Pid.B/2013/PN.
Bj). Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun
1437 H/2015 M. viii + 72 halaman + 1 lampiran.
Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai sanksi tindak pidana
perjudian. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sanksi tindak pidana perjudian
dalam Undang-Undang Nomor 303 Tahun 1974 ditinjau dari hukum Positif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berarti penulis tidak
menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan,
penulis melakukan pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan
dengan objek kajian. Setelah data diperoleh penulis menganalisis secara yuridis
normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan sanksi dalam Undang-
Undang Nomor 303 Tahun 1974. Sanksi yang diberikan adalah pidana penjara
selama 10 bulan ditambah dengan denda. Dalam hukum Islam perjudian dikenakan
sanksi, yaitu jarimah ta’zir.
Kata Kunci: jarimah ta’zir
Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1956 s.d. Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
احلمد هلل رب العاملني، وبه نستعني، على أمور الدنيا والدين، والصالة والسالم على أشرف األنبيآء
واملرسلني، وعلى آله وأصحابه أمجعني. أما بعد:
Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahman dan rahim-Nya
kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang berfikir,
tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat serta salam
kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut beliau yang
diakui serta diberikan syafa’atnya di akhirat kelak. Ậmîn.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa, M.Ag
dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.
3. Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. selaku dosen pembimbing, yang dengan arahan
dan bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap dosen fakultas syari’ah dan hukum yang dengan ikhlas
menyampaikan ilmu dan pengetahuannya dalam kegiatan belajar mengajar.
vii
5. Kedua orang tua penulis, Ayah Syamsuddin dan Ibu Zubaedah, atas semua
yang telah diberikan dan dikorbankan, termasuk motivasi dan masukan yang
diberikan keduanya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi dan studi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dina Aulia selaku adik yang selalu memberi dukungan khususnya selama
penulisan skripsi ini berjalan.
7. Teman-Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi
Pidana Islama ngkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi
selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul Farid Fauzi,
Andika Yudho, Muhammad Amin, Gerardin Ferari, Rijal El Muslim,
M.Fadillah, Masrur Fuadi, Edo Fahmi, dan Badru Tamam Terima kasih
sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi
maupun berpetualang.
9. Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi, Kasyful
Anwar ibn Thabrani, S.Pd.I. saya ucapkan bermilyar-milyar terimakasih.
10. Kepada keluarga besar MC (Ayah’s Café), yang sudah menemani futsal
maupun ngopi bareng.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka balasan yang
jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan, khususnya kepada penlis,
viii
umumnya kepada semua pihak, baik yang menyangkut penulisan skripsi ini atau hal
lainya.
Penulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan wasîlah yang dapat
memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumya bagi pembaca
sekalian.
Ậmîn yâ Rabb al- ‘Ậlamîn.
Jakarta, 2 Juli 2015
Ridwan Daus
viiii
Pedoman Transliterasi
Yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan Arab ke
tulisan Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan yaitu berupa pedoman aksara dan
vokal.
a. Pedoman Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
Be ب
t Te خ
ts te dan es ث
j je ج
H ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
dz de dan zet ذ
r er ر
z zet س
S es س
sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap ع
kanan
gh ge dan ha غ
f ef ف
q ki ق
k ka ك
l el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ھ
apostrop ˊ ء
Y ye ي
x
b. Vokal
1. Vokal Tunggal (Monoftong)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_ a fathah
¯ I kasrah
_ u dammah
2. Vokal Rangkap (Diftong)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i _ ي
Au a dan u _ و
3. Vokal Panjang (Madd)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ȃ a dengan topi di atas ـا
ȋ i dengan topi di atas ـى
Ȗ u dengan topi di atas ـى
c. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( ال ),
dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qomariyyah. Misalnya :
al-ijtihâd = اإلجتهاد
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الزخصح
d. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi,
hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah
xi
kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya : حالشفع = al-
syuf‘ah, tidak ditulis asy-syuf‘ah
e. TaMarbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1)
atau diikuti oleh sifat (na‘t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Dan jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t”
(te) (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
syarîʻah شزعح .1
al- syarîʻah al-islâmiyyah الشزعح اإلسالمح .2
muqâranat al-madzâhib مقارنح المذاھة .3
f. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism) atau huruf (harf),
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas :
No Kata Arab Alih Aksara
al-darûrah tubîhu al-mahzûrât الضزورج تثح المحظىراخ .1
al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصاد اإلسالمى .2
usûl al-fiqh أصىل الفقه .3
al-asl fî al-asyyâ al-ibâhah األصل ف األشاء اإلتاحح .4
al-maslahah al-mursalah المصلحح المزسلح .5
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. .i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
LEMBAR PENKGESAHAN PENGUJI ................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLETER ................................................................................ viiii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 5
a. Pembatasan Masalah ......................................................................... 5
b. Perumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 5
1. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
2. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
D. Metode Penelitian ................................................................................. 6
1. Jenis Penelitian ................................................................................. 6
2. Sumber Data ..................................................................................... 7
3. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................... 7
4. Tehnik Analisa Data ......................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 10
BAB II PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM ......................... 11
A. Pengertian Perjudian ............................................................................ 11
xiii
1. Menurut Hukum Islam ..................................................................... 11
B. Bentuk-Bentuk Perjudian Menurut Hukum Islam ............................... 13
C. Perlombaan atau Taruhan dan Unsur Unsur Perjudian
di dalamnya .......................................................................................... 14
1. Maksud Musabaqah .......................................................................... 14
2. Hukum Muasabaqah ......................................................................... 15
3. Jenis-Jenis Musabaqah ..................................................................... 16
4. Taruhan dan Ganjaran Pertandingan ................................................ 19
5. Urgensi Muhallil dalam Musabaqah ................................................. 26
D. Sanksi Pidana ....................................................................................... 29
1. Menurut Hukum Islam ...................................................................... 29
BAB III TINDAK PIDANA PERJUDI MENURUT HUKUM POSITIF ....... 40
A. Pengertian Judi ................................................................................... 40
1. Menurut Hukum Islam ................................................................... 40
B. Bentuk-bentuk Perjudian .................................................................... 43
C. Sanksi Pidana ...................................................................................... 44
1. Menurut Hukum Positf ................................................................... 44
BAB IV ANALISIS TERHADAPA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
BINJAI NO 273/PID.B/2013/PN.BJ BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN
HUKUM ISLAM ..................................................................................................... 49
A. Duduk Perkara .................................................................................... 49
1. Kronologis Kejadian ....................................................................... 49
2. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa ......................................................... 52
B. Putusan Hakim dan Dasar Pertimbangan Hakim ............................... 52
C. Analisan Putusan Pengadilan Negeri Binjai dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian Menurut hukum Positif dan Hukum Negatif .......... 55
1. Menurut Hukum Positif .................................................................. 55
2. Menurut Hukum Islam ................................................................... 62
xiiii
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 65
A. Kesimpulan ......................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjudian adalah hal yang membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara. Banyak orang mengira judi hanya berdampak pada
pelaku judi saja, padahal sebenarnya secara tidak langsung masyarakat sekitarnya pun
ikut terpengaruh oleh kegiatan perjudian ini, terutama psikis.
Betapa tidak, adanya ketidak pedulian seseorang terhadap perilaku judi atau
ikut berpartisipasi dalam judi dapat menimbulkan kebiasaan judi yang mendarah
daging, buktinya saja seseorang dapat memulai berjudi sejak masih kecil karena
kebiasaan mereka ketika masih kecil untuk memainkan permainan yang di dalamnya
terdapat taruhan. Sehingga ketika dewasa, sewaktu memainkan permainan yang di
dalamnya terdapat taruhan seakan-akan ada yang kurang. Pepatah mengatakan
bagaikan sayur tanpa garam.
Permainan yang dimaksud adalah semisal permainan kartu (kwartet), yang
mana di dalam permainan tersebut anak ditekankan untuk mengalahkan musuhnya
(temannya). Selain itu kebanyakan orang Indonesia menganggap perjudian hanyalah
berbetuk togel, remik, gaplek atau sejenisnya. Padahal masa kini perjudian lebih
banyak dalam bentuk-bentuk yang lain yang mereka anggap sebagai permainan yang
menghibur, seperti halnya judi bola dan lotre. Bahwa pada hakekatnya perjudian
bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
2
Sebagai makhluk sosial (zoon politicon), manusia dalam berinteraksi satu
sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan
kepentingan di antara mereka, konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian,
karena biasanya disertai dengan pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu ke
pihak yang lain. Konflik-konflik seperti itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja,
tetapi memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya.
Dalam keadaan seperti itulah hukum sangat diperlukan untuk menyelesaikan
persoalan yang terjadi. Seperti ungkapan “di mana ada masyarakat, maka di situ perlu
hukum”. Eksistensi hukum sangat diperlukan dalam mengatur kehidupan manusia,
tanpa adanya hukum kehidupan manusia akan liar. Siapa yang kuat dialah yang
menang1.
Dalam kehidupan ini, manusia diatur oleh sebuah norma-norma hukum
Adanya norma hukum tersebut agar terciptanya kehidupan yang aman, tenteram dan
damai, salah satu aturan hukum yang dikenal adalah hukum pidana positif dan hukum
pidana Islam. Di dalam dua aturan hukum tersebut, banyak aturan-aturan yang harus
dilaksanakan dan aturan-aturan dilarang dikerjakan manusia sebagai objek hukum.
Salah satu aturan hukum yang harus dijauhi adalah tindak pidana perjudian. Masalah
perjudian sudah dikenal sejak lama sepanjang sejarah ditengah- tengah masyarakat.
Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu kenyataan atau gejala
1 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan
Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 2
3
sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainannya2.
Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti
dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi permasalahan ini. Usaha preventif dan
represif oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun dewasa ini, berbagai macam
dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari
hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan
sebagian masyarakat sudah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar,
sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat
sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang
sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar.
Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang
begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih
memprihatinkan, beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai becking dari
oknum aparat keamanan3.
Karena bagaimanapun kenyataan di masyarakat, perjudian dapat
menimbulkan akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan masyarakat
seperti: seringnya terjadi pencurian, perkelahian, rusaknya moral generasi muda
(pemarah dan emosional) serta identik dengan penjualan minuman keras dan
pelacuran.
2 A. Hadyana Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1989) jilid ke -7, h. 474
3 Bambang Sutiyoso, Perjudian dalam Perspektif Hukum, artikel diakses pada hari selasa, 08
Desember 2009 http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-hukum
4
Pada hakekatnya, perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan
norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi
penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai
dampak yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama
terhadap generasi muda. Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang
menunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi kegenerasi
ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat
menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya
dan terhindarnya dampak-dampak negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat
berhenti melakukan perjudian.
Keadaan demikian ini merupakan dilema sosial yang harus dihadapi dan
dihentikan. Pada hakikatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan
dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.4 Padahal menurut hukum, penjudi yang tertangkap
dapat dihadapkan ke meja hijau berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974
tentang perjudian yang menegaskan bahwa “semua bentuk perjudian dikatagorikan
sebagai tindak kejahatan”, dan ini dipertegas lagi oleh intruksi presiden No. 7 Tahun
1981 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1981 bahwa “ segala bentuk perjudian
dilarang di Indonesia” Berangkat dari permasalahan di atas, penulis memandang perlu
4 H. Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma,
Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, (Banda Aceh, Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD, 2005), h. 265
5
memperhatikan serta membahas lebih jauh mengenai permasalahan tersebut, serta
dapat dijadikan sebagai skripsi dengan judul “Tindak Pidana Perjudian ditinjau dari
Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif (Analisis Putusan No
273/Pid.B/2013/PN. Bj)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Di dalam tindak pidana perjudian, penulis membatasi pokok bahasan agar
tidak meluas dan focus dalam membahas tindak pidana perjudian, dan disini penulis
akan membatasi tindak pidana perjudian dari segi macamnya, yaitu tindak pidana
perjudian melalui kartu, togel, dan perlombaan yang menyebabkan perjudian.
2. Perumusan Masalah
Dengan mengacu pada pembatasan masalah di atas, untuk mendapatkan hasil
yang baik, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a) Apakah isi putusan Pengadilan Negeri Binjai mengenai tindak pidana
perjudian?
b) Bagaimanakah putusan Pengadilan Negeri Binjai ditinjau dari Hukum
Islam dan Hukum Positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari paparan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka dapat
diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak
6
pidana perjudian baik dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap
putusan Pengadilan No273/Pid.B/2013/pn.bj. tentang Perjudian
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan mendapat manfaat bagi pembangunan
pengetahuan ilmiah di bidang hukum, baik hukum pidana Islam pada khususnya
maupun hukum pidana positif pada umumnya. Selain itu diharapkan skripsi ini dapat
memberikan informasi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana perjudian menurut
hukum pidana Islam dan hukum pidana positif kepada masyarakat luas, dan
khususnya kepada umat Islam, begitu juga sebagai masukan kepada pihak-pihak yang
berwenang dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan agar dapat dilakukan
perbaikan yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
bidang hukum, khususnya hukum mengenai perjudian
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yaitu penelitian yang data-
datanya diungkapkan melalui kata-kata, norma atau aturan-aturan, dengan kata lain
penelitian ini memanfaatkan data normatif.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif doktriner, yaitu
penelitian yang mengkaji asas-asas dan norma-norma hukum. Penulis mencoba
7
menelaah dan menjelaskan aspek-aspek yang berkenaan dengan permasalahan ini.5
Penelitian ini digunakan karena untuk mengetahui dan menjelaskan asas-asas dan
norma-norma hukum yang menjadi landasan hukum yang berkenaan dengan
penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang
bertujuan menjelaskan satu variabel.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data
sekunder, yang terdiri dari :
a. Bahan primer yaitu : Perundang-undangan yakni dokumentasi putusan
Pengadilan No.273/Pid.B/2011/pn.bj, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalil-
dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dal Al-Hadits, serta ketentuan-ketentuan
Fiqh yang mengatur masalah perjudian.
b. Bahan hukum sekunder yaitu : buku-buku hukum yang ada kaitannya dengan
materi yang ada kaitannya dengan materi yang menjadi pokok masalah.
Bahan hukum tersier yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter yaitu
dengan cara memanfaatkan dokumen, buku-buku tertentu atau arsip yang ada di
5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-8, h. 13
8
lembaga pemerintahan setempat sebagai objek penelitian serta data- data yang
diperoleh dari literatur dan referensi yang berhubungan dan berkenaan dengan judul
skripsi ini
4. Tehnik Analisa Data
Dalam menganalisa data, digunakan tehnik analisis perbandingan antara
positif dan islam. Dengan tehnik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan
bahan-bahan yang telah diperoleh dan disusun, kemudian melakukan interpretasi dan
formulasi, yang mana, penulis menggambarjan objek pembahasan dengan apa adanya
untuk kemudian dicermati secara mendalam.
Adapun tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi, cetakan ke-1 yang diterbitkan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013
E. Tinjauan pustaka
Ada sejumlah penelitian yang membahas tentang perjudian diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Lutfiah Rahmah yang berjudul Kajian Hukum Pidana
Islam Terhadap Putusan Hakim Tentang Penyewaan Tempat Untuk Perjudian
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.803/PID/B/2009/PNJKT.SEL). Skripsi ini mengambil kesimpulan bahwa
penyewaan tempat pada dasarnya adalah hasil yang manfaat bagi penyewa dan yang
menyewakan tapi penyewaan tempat judi dilarang oleh agama maupun Negara karena
keduanya tidak ada manfaat bagi keduanya. Walaupun hasil penyewa itu buat mata
pencahariannya, walaupun penyewa dapat melalui telepon atau kartu undian dari hasil
9
perjudian. Yang bisa berakibat pada permusuhan dan pertengkaran apalagi sampai
bisa saling membunuh satu sama lain.
Adapun dalam analisis putusan penyidikan dan kejahatan perjudian yang
dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melakukan langkah-langkah dalam
mengambil keputusan. Dalam menjatuhkan hukuman atau vonis terhadap terdakwa,
Majelis Hakim menggunakan pasal 303 KUHP tentang perjudian. Oleh karena itu
terdakwa dihukum dengan hukuman penjara 10 (sepuluh) bulan penjara
Selain itu ada juga penelitian yang dibahas oleh Reniati Sumanta yang
berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perjudian (Kajian Perbandingan Qanun
Maisir di Aceh dan Perda Perjudian do Kota Bekasi) Skripsi ini mengambil
kesimpulan bahwa dari aspek Perbuatan yang dilarang di dalam qanun Aceh dan
Perda Bekasi ada yang sama, yaitu: Pertama, perbuatan menyelenggarakan dan/atau
memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan judi. Kedua, menjadi
pelindung terhadap bentuk apapun terhadap kegiatan perjudian. Ketiga, memberikan
izin usaha penyelenggaraan perjudian. Pengaturan ini juga tidak dibahas oleh ulama
fiqh namun bukan berarti bertentangan dengan hokum Islam karena pengaturan judi
termasuk jarimah takzir. Pengaturan perjudian dari aspek definisi perbuatan yang
dilarang, pelaku hukum, sanksi pidana dan pelaksanaan hukuman tidak bertentangan
dengan dengan hukum Islam. Karena ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut
hukum Islam adalah bentuk jarimah takzir. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
di atas karena penelitian ini membahas tentang muhallil dalam kasus perjudian yang
diputus di PN. Binjai, penelitian ini di tinjau menurut Hukum Pidana Islam dan
10
Hukum Pidana Positif.
F. Sistematika Penulisan
Dalam upaya memudahkan penyusunan skripsi ini serta agar lebih terarah, maka
penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut
BAB I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan
danPerumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode
Penelitian,Telaah Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan
BAB II Dalam bab ini penulis membahas tentang pengertian Perjudian,
Bentuk-bentuk Perjudian, dan Sanksi Tindak Pidana Terhadap Perjudian Menurut
Hukum Islam
BAB III Dalam bab ini penulis membahas tentang pengertian Perjudian,
Bentuk-bentuk Perjudian, dan Sanksi Tindak Pidana Terhadap Perjudian Menurut
Hukum Positif
BAB IV Bagian ini akan menerangkan tentang Analisa terhadap Putusan
Hakim No.273/Pid.B/2011/pn.bj dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian, Deskripsi Kasus Perjudian, Analisa
Putusan Pengadilan No.273/Pid.B/2011/pn.bj Menurut Hukum
Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif
BAB V Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran-saran
11
BAB II
PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Perjudian
1. Menurut Hukum Islam
Maisir dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian di antaranya
ialah: lunak, tunduk, keharusan, mudah, gampang, kaya, membagi-bagi, dll. Ada
yang mengatakan bahwa kata maisir berasal dari kata yasara( يسر ) yang artinya
keharusan. Keharusan bagi siapa yang kalah dalam bermain maisir/judi untuk
menyerahkan sesuatu yang dipertaruhkan kepada pihak yang menang. Ada yang
mengatakan bahwa kata maisir berasal dari kata yusrun ( يسر ) yang artinya mudah,
dengan analisa bahasa karena maisir/judi merupakan upaya dan cara untuk
mendapatkan rezeki dengan mudah, tanpa susah payah.1
Menurut Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalam buku Suplemen
Ensiklopedia Islam menyatakan bahwa maisir itu suatu permainan dalam mencari
keuntungan tanpa harus berpikir dan kerja keras.Menurut at-Tabarsi, ahli tafsir Syiah
imamiah abas ke-6 Hijriah, maisir adalah permainan yang pemenangnya
mendapatkan sejumlah uang atau barang tanpa usaha yang wajar dan dapat membuat
1 Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu ?,(Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ), 1987), h. 24-25.
12
orang jatuh ke lembah kemiskinan.Permainan anak-anak pun jika ada unsur
taruhannya, termasuk dalam kategori ini.2
Dan menurut Yusuf Qardlawy dalam kitabnya “Al-halal Wal-Haram Fil-
Islam”, judi adalah setiap permainan yang mengandung taruhan.Qimar atau judi
adalah setiap permainan yang permainannya bisa untung dan bisa rugi (untung-
untungan). Definisi maisir/judi menurut pengarang Al-Munjid, maisir/judi ialah
setiap permainan yang diisyaratkan padanya bahwa yang menang akan
mendapatkan/mengambil sesuatu dari yang kalah baik berupa uang atau yang
lainnya.3
Menurut Imam Syafi‟i di dalam kitabnya Al-Iqna‟ juz II hal 268, apabila
kedua orang yang berlomba pacuan kuda itu mengeluarkan taruhannnya secara
bersama-sama (artinya, siapa yang kalah harus memberi kepada yang menang) maka
dalam kondisi seperti itu tidak boleh. Kecuali apabila keduanya tadi memasukan
muhallil itu sepadan dengan kuda orang yang berpacu tersebut. Pihak ketiga menjadi
penengah tadi dinamakan muhallil karena ia berfungsi untuk menghalalkan aqad, dan
mengeluarkannya dari bentuk judi yang diharamkan.4
Berdasarkan definisi-definisi yang diutarakan para ulama tersebut di atas
maka dapat disimpulkan bahwa judi ialah segala macam bentuk permainan yang
didalamnya mendapat taruhan dan praktik untung-untungan, yang membuat orang
2 Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), h. 297-298.
3 Ibrahim Hosen, Op.Cit., h. 28-34.
4 Ibid., h. 35.
13
yang bermain berharap akan mendapatkan keuntungan dengan mudah tanpa bekerja
keras.Judi dilarang oleh agama dan negara karena judi itu sendiri membahayakan
bagi masyarakat lingkungan terutama buat keluarganya itu sendiri, akibat berjudi
banyak orang yang menjadi korban, judi juga dalam bentuk permainan ataupun tidak
dalam bentuk permainan banyak keburukannya.
B. Bentuk-Bentuk Perjudian Menurut Hukum Islam
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perjudian, apabila telah memenuhi
unsur-unsur khusus, menurut H.S. Muchlis ada dua unsur yang merupakan syarat
khusus untuk dinamakan seseorang telah melakukan jarimah perjudian, ialah:
a. Harus ada dua pihak yang masing-masing terdiri dari satu orang atau lebih yang
bertaruh: yang menang (penebak tepat atau pemilik nomor yang cocok) akan dibayar
oleh yang kalah menurut perjanjian dan rumusan tertentu.
b. Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan suatu peristiwa yang berada di luar
kekuasaan dan di luar pengetahuan terlebih dahulu dari para pertaruh.5
Rasyid Ridha dan at-Tabarsi sepakat menyatakan bahwa segala bentuk
permainan yang mengandung unsur taruhan termasuk ke dalam pengertian maisir
yang dilarang syara‟.Menurut Hasbi ash-Shiddieqiy permainan yang mengandung
unsur untung-untungan, termasuk judi, dilarang syara‟.6 Berdasarkan rumusan di
atas, maka jika ada kesebelasan sepak bola yang bertanding oleh sponsor akan
diberikan hadiah kepada yang menang, ini bukan judi, karena tidak ada dua pihak
5 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), h. 148.
6 Hasan Muarif Ambary, Op.Cit., h. 297-298.
14
yang bertaruh. Contoh lain: dua pemain catur yang mengadakan perjanjian, siapa
yang kalah membayar kepada yang menang sejumlah uang, juga tidak dapat
dinamakan berjudi, sebab pertandingan itu merupakan adu
kekuatan/keterampilan/kepandaian.7
C. Perlombaan atau Taruhan dan Unsur Unsur Perjudian di dalamnya
Dewasa ini, berbagai bentuk peraduan dan pertandingan telah muncul dalam
kalangan Umat Islam dengan janjian uang taruhan yang lumayan. Namun, Umat
Islam masa kini tidak mengetahui akan hukum-hukum yang berkaitan peraduan dan
pertandingan, sehingga banyak di kalangan mereka terjebak dalam perjudian secara
tidak sadar.
Maka di sini, kami akan menjelaskan sedikit hukum-hukum musabaqah yang
seyogyanya termaktub dalam kitab-kitab fiqh, bahkan Imam al-Syafii ra. telah
meletakkan masalah ini dalam bab khusus berbeda dengan Ulama-ulama sebelum
beliau.
1. Maksud Musabaqah:
Musa>baqah atau al-Sibaq atau al-Sabq ( السبق-السباق-المسابقت ) artinya ialah
perlombaan, seperti lomba pacu kuda, lomba lari, dan jalan kaki. Adapun al-Ramyu
artinya adalah peraduan yang berkaitan dengan (المناضلت) atau Muna>dhalah (الرمي)
lontaran, seperti lontar lembing, memanah, dan menembak.
7 Masjfuk Zuhdi, Op.Cit., h. 150.
15
Adapun al-Sabaq (السبق) adalah uang taruhan yang diberikan untuk pemenang dalam
sesuatu perlombaan atau peraduan.
2. Hukum Musabaqah:
Islam membenarkan atau membolehkan perlombaan dan pertandingan untuk
maslahah agama dan kesehatan tubuh/badan sebagaimana dalam firman Allah Taala:
وا (60 : 8/االنفال ( وعدوكم الل عدو بو ت رىبون اليل رباط ومن ق وة من استطعتم ما لم وأعد
Artinya: “dan sediakanlah untuk menentang mereka (musuh yang menentang) segala
jenis kekuatan yang dapat kamu sediakan dan dari pasukan-pasukan berkuda yang
lengkap sedia, untuk mengancam dengan persediaan tersebut musuh Allah dan
musuhmu…” [Al-Anfa>l: 60].
Apabila Allah Ta‟ala memerintahkan kita supaya mempersiapkan diri untuk
peperangan dan jihad di jalan-Nya, maka disyariatkan juga latihan perang dan dalam
latihan ini, untuk mengetahui tahap pencapaian seseorang memerlukan ujian dan
pertandingan.
Dalam hadits pula banyak sekali dalil keharusan dan disyariatkan pertandingan yang
dapat memberi maslahah untuk jihad di antaranya:
هما الل رضي - عمر ابن عن قد الت باليل - وسلم عليو الل صلى - النب سابق » قال: - عن رت، ر ل الت اليل ب ي وسابق الوداع ثنية أمدىا وكان الفياء، من ضم بن مسجد إل الثنية من تضم
فق . «سابق فيمن عمر ابن وكان زريق، ، زاد عليو. مت الوداع ثنية إل الفياء من سفيان: قال البخاري .ميل زريق ن ب مسجد إل الثنية ومن ستة، أو أميال، خسة
16
Artinya: Dari Ibn Umar r.hma beliau berkata: "Pernah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melombakan antara dua kuda, kuda yang memang khusus untuk pacuan
dilepas dari Haifa hingga Tsaniyyatul wada', sedang kuda biasa (tak dipersiapkan
untuk pacuan) dilepas dari Tsaniyatul wada' hingga masjid bani Zuraiq, dan
Abdullah di antara mereka yang ikut pacuan." [Muttafaq „Alaih]. Imam Bukha>ri
menambah: Sufyan berkata: “Jarak dari Hafya ke Tsaniyyatul wada‟ 5 atau 6 mil,
dan dari Tsaniyyatul wada‟ ke Masjid Zuraiq 1 mi>l.8
Berkata Imam al-San‟ani r.a: “Hadits ini menjadi dalil disyariatkan musabaqah dan
perlombaan bukanlah perbuatan sia-sia bahkan merupakan suatu aktivitas yang
terpuji yang dapat memperoleh penghasilan tujuan-tujuan peperangan dan
bermanfaat untuk jihad dan hukumnya antara harus dan mustahab (sunat)”.9
Maka Ulama telah sepakat bahwa perlombaan dalam perkara-perkara yang
bermanfaat untuk jihad dan kesehatan adalah harus bahkan sunat bagi mereka yang
belajar ilmu peperangan untuk beradu kemahiran dan makruh jika
meninggalkannya.10
3. Jenis-jenis Musabaqah:
Pertama: Musabaqah yang diharuskan dan disyariatkan, baik dengan taruhan (uang
taruhan) atau tidak ialah pertandingan yang berkaitan dengan Jihad seperti lomba
kuda, memanah, melontar lembing, dan lomba unta. Pada zaman sekarang
8 Shahih Bukha>ri, hadits No. 6791.
9 Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan‟ani, Subul as-Sala>m – Syarh~ Bulugh al-
Maram, (Jakarta : Darus Sunnah, 2007). Cet. II, h. 510-512
10 Syihabuddin al-Qolyubiy dan Syihabuddin „Umairah, Ha>syiyah al-Qolyuubiy Wa
„Umairoh „Ala> Syarh~ al-Mahalliy „Ala> Minha>j ath-Tha>libi>n, (Kairo-Mesir: Maktabah Wa
Mathba‟ah Mushthafa> al-Baab al-Halbiy Wa Aula>dih, 1956), Jilid IV, Cet. III, h. 265
17
dihubungkan dengannya seperti lomba jet perang, pertandingan menembak, dll. Ini
berdalilkan sabda Nabi s.a.w:
، ف إال سبق ال وسلم عليو الل صلى الل رسول قال :قال ىري رة أب ن ع اه و ر .حافر أو ،نصل أو خف .صحيح واسناده ان،ب ح ن ب و ،ي ائ س الن و ،ي ذ م الت و ،داو د و ب أ
artinya: “Tidak (boleh) mengadakan uang taruhan atau taruhan untuk pertandingan
kecuali dalam lomba unta, kuda, dan memanah”.[HR. Abu> Da>wud, al-Tirmidzi>,
al-Nasa>i, Ibn H~ibba>n].11
Hadits ini mebatasi pertandingan yang boleh disediakan uang taruhan hanyalah dalam
lomba kuda, unta, dan memanah, namun hukum ini adalah mu‟allal (mempunyai
illat) maka diqiaskan atasnya segala jenis permainan yang sama illat dengannya yaitu
alat perang dan jihad.12
Musabaqah jenis ini hanya khusus untuk mereka yang layak menjadi Mujahidin,
mereka itu ialah lelaki, adapun wanita dan khunsa makruh mereka bertanding dalam
perkara ini jika tanpa uang taruhan dan tiada perkara haram lain (seperti mengumbar
aurat dll.) dan jika dengan uang taruhan adalah haram hukumnya.13
Kedua: Musabaqah yang tidak dibenarkan (yakni haram) baik dengan uang taruhan
maupun tidak ialah dalam perkara-perkara yang haram seperti bermain dadu, alat
musik, ratu kecantikan, dan catur. Sabda Nabi s.a.w:
11
Abdullah Bin Abdurrahman al-Bassam, Taudih al-Ahka>m Min Bulu>gh al-Mara>m,
(Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Qiblah Li ats-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1992), Jilid V, Cet. I, h. 478
12
Muhammad Bin Shalih al-„Utsaimin, Mudzakkirah Fiqh, (Kairo-Mesir: Daar al-Ghad al-
Gadeed, 2007), Jilid II, Cet. I, h. 263
13 Syihabuddin al-Qolyubiy dan Syihabuddin „Umairah, h. 266
18
ردشي لعب من قال وسلم عليو الل صلى النب أن أبيو عن ب ريدة بن سليمان عن ا بالن ف يده صبغ فكأن ، وأمحد(3763) ، وابن ماجو(4939) ، وأبو داود(2260) أخرجو مسلم .ودمو خنزير لم
) . 1271األدب املفرد" )" ، والبخاري ف(361 ، 5/352)
رد : (16/15" )شرح مسلم" قال اإلمام النووي ف ردشي ىو الن رد عجمي معرب ،قال العلماء: الن ، فالن هما " وىو تشبيو لتحرميو و )شي( معناه حلو... ومعن "صبغ يده ف لم النزير ودمو ف حال أكلو من
أعلم .ا.ى . بتحرمي أكلهما. والل
Maksudnya: dari Sulaiman bin Buraidah dari Bapaknya bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barang Siapa yang bermain dengan permainan
Nardasyir (sejenis catur), maka seolah-olah ia telah melumuri tangannya dengan
daging dan darah babi." [HR. Muslim, Ibn Ma>jah, Ahma>d].
Ketiga: Musabaqah yang boleh bila tanpa uang taruhan, dan tidak boleh bila dengan
uang taruhan yaitu permainan yang mempunyai masalahah kesehatan tetapi tidak
bermanfaat secara langsung dalam jihad dan peperangan seperti berenang, jalan kaki,
lomba lari, bermain pedang, seni pertahanan diri, angkat beban, lomba perahu, dan
lain-lain selagi tidak dimasuki perkara yang diharamkan seperti pengumbaran aurat,
percampuran lelaki dan wanita, melupakan waktu terutama waktu sholat.14
14
Abdullah Bin Abdurrahman al-Bassam, Taudih al-Ahka>m Min Bulu>gh al-Mara>m,
(Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Qiblah Li ats-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1992), Jilid V, Cet. I, h. 478
19
4. Taruhan dan Uang taruhan Pertandingan:
Boleh mengadakan uang taruhan atau pertaruhan dalam pertandingan yang
mempunyai manfaat langsung dalam peperangan seperti: lomba pacu kuda, unta,
memanah dan yang serupa dengannya seperti menembak, lumba jet tempur, dan lain-
lain.
Ini berdasarkan hadits:
، ف إال سبق ال وسلم عليو الل صلى الل رسول ال ق :قال ىري رة أب عن اه و ر .حافر أو ،نصل أو خف .صحيح واسناده حبان، وبن ،ي ائ س الن و ،ي ذ م الت و ،داو د و ب أ
artinya: “Tidak (boleh) mengadakan uang taruhan atau taruhan untuk pertandingan
kecuali dalam lomba unta, kuda, dan memanah”.[HR. Abu> Dawu>d, al-Tirmidzi>,
al-Nasa>i, Ibn H~ibba>n].15
Berkata Syeikhul Islam Ibn Taimiah r.h:
ف ام ك ،ة ع ف ن م و ي ف ن و ك ي د ق و احا،ب م ان ك ن إ و ،اد ه ال ىل ع و ب ان ع ت س ي ال ئاي ش ل ع ال ب ز و ي م ل ف .ام د ق األ ىل ع ة ق اب س م ال و ،ة ع ار ص م ال
artinya: “Maka tidak boleh memberi uang taruhan apapun pada pertandingan yang
tidak digunakan untuk berjihad, walaupun mubah (boleh) dan mungkin ada padanya
manfaat, seperti bergulat dan lomba lari”.16
Jumhur Ulama telah sepakat bahwa tiga jenis permainan ini boleh padanya uang
taruhan dan pertandingan dengan uang taruhan ini terdapat beberapa bentuk, yaitu:
15
Sunan An-nasa>‟i, hadits No. 3530.
16
Ahmad Bin Abdul Halim Ibn Taimiyah, Majmu‟fata>wa , (Madinah-Saudi Arabia:
Mujamma‟ al-Maliki Fahd Lithaba>‟at al-Mushhaf Asy-Syarif, 2004), Jilid XXXI, h. 49
20
Pertama: Uang taruhan dikeluarkan oleh pihak ketiga, tidak melibatkn peserta,
seperti harta uang taruhan itu dibayar oleh Sultan atau pemerintah dan harus
menggunakan uang baitul mal karena perlombaan tersebut untuk maslahah jihad,
maka termasuk di bawah Asnaf Fi Sabi>lillah. Dan peserta harus lebih dari dua
orang.
Kedua: Dua orang bertanding lomba pacu kuda misalnya dan uang taruhan akan
dikeluarkan salah seorang daripada mereka. Misalnya Yusuf berlomba kuda dengan
Ahmad dan Ahmad akan mengeluarkan uang taruhan jika Yusuf berhasil
mengunggulinya dan jika Ahmad berhasil mengungguli Yusuf tiada uang taruhan
yang perlu Yusuf keluarkan.
Ketiga: Dua orang bertanding dan kedua-duanya perlu membayar uang taruhan
kepada yang menang seperti bentuk di atas. Hanyasaja apabila Ahmad berhasil
menang atas Yusuf maka Yusuf juga mesti memberi uang taruhan kepada Ahmad.
Keempat: Tiga orang bertanding dan dua orang daripada mereka akan memberikan
uang taruhan kepada orang ketiga jika dia berjaya menandingi mereka berdua, adapun
jika mereka berdua yang berjaya menandingi orang ketiga maka boleh uang taruhan
dikenakan. Misalnya Yusuf, Ahmad, dan Amin berlomba memanah, jika Amin
berjaya menandingi panahan si Yusuf dan Ahmad, maka Amin akan mendapat uang
taruhan dari Yusuf dan Ahmad, jika sebaliknya, maka tiada uang taruhan.17
17
Mushthafa al-Khin dan Mushthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhajiy „Ala> Madzhab al-
Ima>m asy-Sya>fi‟iy, (Damaskus: Dar el-Qalam Li ath-Thaba‟ah Wa an-Nasyr Wa at-Tauzi>‟, 1992),
Jilid VIII, Cet. II, h. 158
21
Jumhur Ulama sepakat bahwa bentuk yang pertama adalah boleh jika harta uang
taruhan bersumber dari pemerintah atau baitul ma>l, namun jika rakyat yang
mengeluarkannya seperti seorang bangsawan atau orang kaya, maka Imam Malik r.h
berpendapat tidak boleh, karena urusan Jihad adalah urusan pemerintah. Namun,
pendapat yang rajih (kuat) adalah boleh karena ini hanyalah latihan jihad bukan
pelaksaan jihad sesungguhnya sama seperti boleh bagi siapa saja mewaqafkan kuda
dan peralatan perang.18
Bentuk yang kedua pula adalah boleh juga di sisi Jumhur Ulama, kecuali Imam Malik
r.h karena beliau hanya mengharuskan uang taruhan daripada pemerintah saja, jika
uang taruhan dikeluarkan pemain, maka termasuk „Qima>r‟ (judi) dan menjadi
permainan yang bathil.19
Namun, yang sahih adalah pendapat Jumhur, karena terdapat hadits dari Ibn „Umar
r.a:
ل ي ال ي ب ق ب س ظ:ف ل ف و { ن اى ر و ل ي ال ب ق ب س - م ل س و و ي ل ع للا ىل ص - ب الن ن أ } ر م ع ن اب ن ع و .دمح أ ااه و ر ق.اب الس ىط ع أ و
artinya: “Bahwa Nabi s.a.w berlomba kuda dan baginda memberi uang taruhan
kepada pemenang”. [Ahma>d, sahi>h].
18
Abu Husein Yahya Ibn Abi al-Khair Ibn Salim al-„Imroniy, al-Baya>n Fi> Madzhab al-
Ima>m asy-Sya>fi‟I, (Beirut: Dar el-Minhaj, tt.), Jilid VII, h. 425-426
19 Yahya Ibn Syarf Al-Nawa>wi>, Kitab al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzdzab, (Jeddah: Saudi
Arabia, Maktabah al-Irsyad, tt.), Jilid XVI, h.24
22
Bentuk yang ketiga pula, Jumhur Ulama mengharamkannya karena termasuk dalam
keumuman larangan Qima>r dan Maisir (judi) sebagaimana dalam firman Allah
Ta‟ala:
. : (90)املائده
artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bahwa Sesungguhnya arak, dan judi,
dan pemujaan berhala, dan mengundi nasib dengan batang-batang anak panah,
adalah (Semuanya) kotor (keji) dari perbuatan syaitan. oleh karena itu hendaklah
kamu menjauhinya supaya kamu beruntung .” [al-Ma>idah: 90].
*yang dimaksud al-Maisir adalah Qima>r: “Semua permainan atau pertaruhan yang
mensyaratkan yang kalah mesti membayar uang taruhan kepada yang menang”.20
Berkata Ibn Abbas r.a:
ومالو. بأىلو ذىب صاحبو قمر فأيهما ومالو، أىلو على خياطر الاىلية ف الرجل كان القمار. امليسرartinya: “al-Maisir itu adalah qimar. Ada seseorang di zaman Jahiliyyah bertaruh
dengan keluarga dan hartanya, maka siapa yang menang atas pertaruhan rekannya
maka dia akan mengambil keluarga dan hartanya”.21
Maka semua permainan yang melibatkan ada untung dan rugi pada kedua pihak
adalah qima>r dan maisir yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Namun, Syeikhul
Islam Ibn Taimiah r.h dan Ibn al-Qayyim r.h melihat keumuman sabda Nabi s.a.w
berkenaan musabaqah dan kebolehan membuat pertaruhan atasnya dan dalam hadits:
20
Muhammad Rawwas Qal‟ahji dan Hamid Shadiq Qanaybiy, Mu‟jam Lughat al-Fuqaha>,
(Beirut-Lebanon: Dar an-Nafaais, 1988), Cet. II, h. 355
21 Abu Ja‟far At-Thabari, Ja>mi‟ al-Baya>n Fi> Ta‟wil al-Qur‟an, (Beirut: Muassasah ar-
Risaalah, 1994), Jilid IV, Cet. I, h. 324
23
اج زمن اليل أرسلت قال لبيد أب عن نا قال البصرة على أمي أيوب بن والكم الج ا الرىان فأت ي ف لم عليو الل صلى الل رسول عهد على ت راىنون أكنتم فسألناه مالك بن أنس إل ملنا لو ق لنا اليل جاءت
ناه وسلم صلى الل رسول عهد على ت راىنون أكنتم محزة أبا يا ف قلنا فسألناه الزاوية ف قصره ف وىو فأت ي الل صلى الل رسول راىن لقد والل ن عم قال ي راىن وسلم عليو الل صلى الل رسول فكان وسلم عليو الل
ن ط ق ار الد و دمح أ اه و ر .وأعجبو لذلك فان تشى الناس فسبق سبحة لو ي قال لو ف رس على وسلم عليو ي.ق ه ي ب ال و
artinya: dari Abu Labid berkata; "Telah dikirim seekor kuda ketika Al Hajjaj dan Al
Hakam bin Ayyub menjadi amir di Bashroh". (Lubaid RH) berkata; "Kami
melakukan perlombaan adu cepat kuda (dengan memberikan hadiah bagi yang
menang), dan tatkala seekor kuda telah datang, kami berkata; 'bagaimana kalau kita
pergi kepada Anas bin Malik. Kita bertanya kepadanya, apakah kalian melakukan
lomba kuda pada masa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam? ' maka kami
mendatangi dia di rumahnya yang ada di tepi, kami bertanya padanya, 'wahai Abu
Hamzah apakah engkau melakukan lomba adu kuda pada masa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ', 'apakah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam ikut
berlomba kuda di dalamnya? ' (Anas bin Malik RA) berkata; "Ya, demi Allah
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah ikut lomba berkuda dengan seekor kuda
miliknya yang dijuluki dengan Sabhah, maka beliau menang hingga beliau kagum
dan suka akan itu". [HR. Ahma>d, al-Da>ruqutni, al-Baihaqi-sahi>h].
kata “تراهن” secara bahasa menunjukkan adanya perlakuan dari dua pihak,
maka zhahir hadits ini kedua belah pihak meletakkan uang taruhan dalam perlombaan
kuda itu dan tidak ada dalam hadits ini menceritakan berkenaan „Muhallil‟ yakni
orang ketiga.22
Adapun jika dikatakan jika tidak ada Muhallil maka ini adalah
„Qima>r‟ (judi) maka dijawab ini adalah yang diharuskan dengan dalil khusus.23
22
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Ibn Abi Bakar Ibn Ayyub Ibn Qayyim al-
Jauziyyah, al-Furu>siyyah, (Hail-Saudi Arabia: Dar el-Andalus, 2003), Cet. I, h.165-166
23 Shalih Ibn Fauzan Ibn Abdullah al-Fauzan, al-Mulakhkhash al-Fiqhiy, (Riyadl-Saudi
Arabia: Riaasah Idarat al-Buhuuts al-„Ilmiyyah Wa al-Ifta, 1423 H), Jilid II, Cet. I, h. 158
24
Adapun Jumhur Ulama berdalilkan hadits berikut:
فل يسبق أن يأمن ال وىو ف رسي ب ي ف رسا أدخل من قال وسلم عليو الل صلى النب عن ىري رة أب عن ارقطن ماجو وابن أمحد رواه قمار. ف هو يسبق أن أمن قد ف رسي ب ي ف رسا أدخل ومن بو بأس والد
هقي .والب ي
Artinya: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa memasukkan kudanya pada dua kuda lainnya (yang sedang berlomba)
sedang dirinya tidak merasa yakin bahwa kudanya akan mendahului maka tidaklah
mengapa. Dan barangsiapa memasukkan kudanya pada dua kuda lainnya sedang
dirinya merasa yakin bahwa kudanya akan menang maka itu adalah judi". [HR.
Abu> Da>ud, Ibn Ma>jah, Ahma>d, al-Da>ruqutni, al-Baihaqi>].
*Maksud hadis ini ialah apabila dua orang yang berlomba mengeluarkan uang
taruhan, maka perlu ada peserta ketiga yang tidak mengeluarkan uang taruhan dan
disyaratkan peserta ketiga ini juga setara dengan dua peserta lainnya dari segi
kecepatan kuda (misalnya pada lomba kuda), jika dia hanya sekedar masuk
sedangkan kudanya memang pasti lemah dan tidak mampu menandingi kuda dua
peserta lainnya maka ia tetap qima>r (judi).24
Hadits ini dinilai berbeda pandangan antara Ulama hadits, Ibn Hajar al-Asqalani
dalam Bulughul Maram mendhaifkannya dan disokong oleh mereka yang tidak
mensyaratkan Muhallil seperti Ibn Taimiah, Ibn al-Qayyim, dan kebanyakan Ulama
Hanabilah Mutaakhirin dan disetujui juga oleh Syeikh al-Albani.25
24
Yahya Ibn Syarf Al-Nawa>wi>, Op. Cit., h. 30-31
25 Muhammad Nashir ad-Di>n al-Albani, Irwaa al-Ghal>il, (Lebanon: al-Maktab al-Islamiy,
1979), Jilid V, Cet. I, h. 340
25
Sebagian Ahli Hadits lagi menshahihkan hadits ini, diantaranya: al-Hakim dan Ibn
Hibban namun yang benarnya hadits ini adalah dha‟if tetapi dalam Shahih Ibn
Hibban:
قا، ن هما سب ن هما عن ابن عمر، أن النب صلى الل عليو وسلم سابق ب ي اليل، وجعل ب ي وجعل ب ي رواه ابن حبان. ". ف حافر أو نصل ال إ سبق "ال :ملل، وقال
artinya: “dari Ibn Umar, bahwa Nabi s.a.w berlomba kuda dan baginda jadikan
antara keduanya uang taruhan dan baginda letakkan muhallil dan bersabda: “Tidak
ada uang taruhan kecuali dalam lomba kuda atau unta”. [HR. Ibn H~ibba>n].
Tetapi hadits ini juga dha‟if karena dha‟ifnya Abdullah bin Dinar, namun
yang rajih (kuat) pada kami –walla>hua‟lam- disyaratkan muhallil walaupun dalil-
dalil naqlinya dha‟if namun dari segi qiyas hal tersebut (adanya muhallil) itu benar,
supaya tidak termasuk qima>r.
Maka dapat disimpulkan bahwa antara empat bentuk uang taruhan dalam musabaqah
yang dibolehkan padanya uang taruhan ini, hanya bentuk pertama, kedua, dan
keempat saja, adapun bentuk yang ketiga adalah haram menurut Jum>hur Ulama.26
5. Urgensi Muhallil dalam Musabaqah
Muhallil ialah pihak ketiga di dalam sebuah perlombaan yang menyebabkan
suatu perlombaan menjadi sah dan bukan termasuk ke dalam qimar. Karena terdapat
26
Wahbah az-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh, (Damaskus: Dar el-Fikr, 1985), Jilid
V, Cet. II, h. 787-788
26
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra. Bahwasanya Nabi SAW.
Bersabda: “Barangsiapa yang memasukkan kuda antara dua kuda sedangkan dia tidak
aman daripada didahului maka tidaklah mengapa (bukanlah qimar), dan barangsiapa
yang memasukkan kuda antara dua ekor kuda sedangkan dia aman daripada didahului
maka ia adalah qima>r”.[Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad, al-Daruqutni, al-Baihaqi].
*Maksud hadis tersebut ialah apabila dua orang yang berlomba mengeluarkan uang
taruhan, maka perlu ada peserta ketiga yang tidak mengeluarkan uang taruhan dan
disyaratkan peserta ketiga ini juga setara dengan dua peserta lainnya dari segi
kecepatan kuda (misalnya pada lomba kuda), jika dia hanya sekedar berpartisipasi
sedangkan kudanya memang pasti lemah dan tidak mampu menandingi kuda dua
peserta lainnya, maka ia tetap qima>r (judi).
Dengan adanya muhallil, Perlombaan tersebut bukan termasuk perjudian,
karena ada seseorang yang mengambil (taruhan) bila Ia menang dan tidak memberi
(taruhan) jika Ia kalah. Namun bila tanpa muhallil, maka yang terjadi adalah
seseorang mengambil (taruhan) apabila Ia menang, dan memberikan (taruhan) apabila
Ia kalah, dan hal yang demikian itu merupakan bentuk perjudian (qimar). Muhallil
juga diperbolehkan terdiri dari dua orang atau lebih, karena hal tersebut semakin
menjauhkan dari bentuk perjudian.
Jika perlombaan tersebut antara dua kelompok/tim, maka hukum kedua kelompok
tersebut dalam mengikutsertakan muhallil sama seperti hukum 2 orang kontestan,
karena tujuan dari masuknya muhallil adalah membebaskan dari bentuk perjudian,
dan hal itu dapat dicapai dengan cara mengikutsertakan seorang muhallil, baik sedikit
27
ataupun banyaknya jumlah kontestan. Dan ashaab „ulaama berbeda pendapat
mengenai masuknya muhallil, mayoritas dari mereka berpendapat bahwa masuknya
muhallil tersebut untuk menghalalkan taruhan bagi setiap peserta yang menang
diantara para kontestan.
Sedangkan Abu „Ali Ibn Khairan berpendapat bahwa masuknya muhallil itu
adalah untuk membolehkan taruhan hanya bagi dirinya saja. Ia (muhallil) mengambil
(taruhan) bila Ia menang, dan tidak mendapat (uang taruhan/taruhan) bagi kedua
kontestan bila mereka berdua yang menang. Karena bila seandainya dikatakan kepada
kami: “jika kedua kontestan tersebut menang, kemudian mereka mendapat (uang
taruhan/taruhan), hasilnya ialah ada pihak yang memberi taruhan, dan ada pihak yang
mengambil taruhan, dan itu termasuk qima>r (judi).
Menurut pendapat pertama (ashaab), bahwa dengan masuknya muhallil, maka
kedua kontestan terbebas dari unsur perjudian, karena dalam perjudian ada pihak
yang memberi taruhan dan ada pihak yang menerima taruhan. Dengan masuknya
muhallil menghasilkan ada pihak yang mengambil taruhan dan tidak memberi
taruhan, maka hal tersebut tidak menjadi qima>r (judi).
Kemudian jika mereka semua seimbang, yakni mereka sampai ke garis finish
secara berbarengan, maka salah seorang (yang mengeluarkan taruhan) dari kedua
kontestan menyimpan kembali harta taruhannya, karena berarti tidak ada seorangpun
yang memenangkan pertandingan. Dan bagi muhallil tidak mendapat apapun karena
Ia tidak mengungguli salah seorang dari mereka berdua. Dan jika kedua kontestan
yang menang, maka salah seorang (yang mengeluarkan taruhan) dari kedua kontestan
28
juga tetap menyimpan kembali harta taruhannya, karena mereka berdua imbang, dan
muhallil pun tidak menerima ataupun memberi harta taruhan sebab Ia kalah. Namun
jika muhallil mengungguli kedua kontestan, maka muhallil berhak menerima harta
taruhannya, karena Ia menang atas keduanya. Dan bila salah satu kontestan (yang
mengeluarkan harta taruhan) menang atau mengungguli muhallil serta salah satu
peserta lainnya, maka pemenang tersebut (orang yang mengeluarkan harta taruhan)
juga tetap menyimpan taruhannya (mengambil harta taruhannya sendiri).
Dan mengenai masalah harta taruhan bagi yang kalah, ada dua pendapat:
Pertama, menurut ashaab bahwasanya pemenang juga mengeluarkan harta
taruhan/uang taruhan, karena Ia sendiri ikut andil dalam perlombaan. Kedua, menurut
pendapat Ibn Khairan hanya peserta yang kalah saja yang mengeluarkan harta
taruhan/uang taruhan, karena menurutnya pemenang tidak berhak untuk
mengeluarkan harta taruhan.27
D. Sanksi Pidana
27
Yahya Ibn Syarf Al-Nawa>wi> , Kita>b al-Majmu>‟ Syarh~ al-Muhadzdzab, (Jeddah,
Saudi Arabia: Maktabah al-Irsyad), . Jilid XVI, h. 150
29
Agama Islam membolehkan berbagai macam hiburan dan permainan bagi
setiap pemeluknya, tetapi Islam mengharamkan setiap permainan yang di campuri
dengan unsur perjudian, yaitu suatu permainan yang mengandung unsur taruhan, baik
itu berupa uang, barang, kehormatan dan orang yang menang itu mendapat hak
taruhan tersebut.
1. Menurut Hukum Islam
Sanksi pidana dalam bahasa Arab disebut „uqu>bah.„Uqu>bah artinya:
mengiringnya dan datang dibelakangnya. Dalam pengertian yang agak mirip dan
mendekati pengertian istilah, barangkali lafaz tersebut bisa diambil dari lafaz: yang
artinya: membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukan.28
Perbuatan yang dilarang
( adakalanya berupa mengajarkan perbuatan yang dilarang dan adakalanya (المحظورة
meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Sedangkan lafaz syari>‟ah (شريعت)
dalam definisi tersebut mengandung pengertian, bahwa suatu perbuatan baru
dianggap sebagai jarimah apabila perbuatan itu tidak ada larangannya dalam syara‟
dan diancam dengan hukuman. Dengan demikian apabila perbuatan itu tidak ada
dalam larangan dalam syara‟ maka perbuatan tersebut hukumnya mudah, sesuai
dengan dalil kaidah yang berbunyi: Pada dasarnya semua perkara diperbolehkan,
sehingga ada dalil yang mengajukan keharamannya.
Pengertian jarimah menurut syara‟, pada lahirnya agak berbeda dengan
pengertian jarimah atau tindak pidana menurut hukum positif dalam kaitan dengan
28
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, (Jakarta:
PT Sinar Grafika), h. 136.
30
masalah hukuman takzir. Menurut hukum Islam hukuman takzir adalah hukuman
yang ketentuan jumlahnya tidak tercantum di dalam nash sedangkan menurut hukum
positif, hukuman itu harus tercantum dalam undang-undang. Akan tetapi, apabila
dipelajari dapat juga kita temui persesuaiannya terutama pada garis
besarnya.Hukuman takzir dimaksudkan untuk mencegah dari kerusakan timbulnya
bahaya. Apabila tujuan diadakannya takzir itu demikian maka jelas sekali hal itu
dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah, karena setiap perbuatan yang merusak dan
merugikan orang lain hukumnya tetap dilarang. Allah SWT berfirman dalam Al-
Qur‟an.
. . . .
“…dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan membuat
kerusakan.” (QS.Al-Baqarah [2]: 60)
Di samping itu, meskipun hukuman takzir itu ketentuannya diserahkan kepada
ulil amri (penguasa), namun dalam pelaksanaannya tetap berpedoman kepada dasar-
dasar yang telah ditetapkan oleh Al-Qur‟an dan As-Sunnah dengan tujuan mencegah
manusia, supaya ia tidak membuat kekacauan dan tidak membuat kerusakan.29
Alangkah tepat dan indahnya Al-Qur‟an ketika mengumpulkan antara khamr
dan judi dalam ayat-ayat dan hukum-hukumnya, karena sama bahayanya terhadap
pribadi, keluarga, tanah air, dan akhlak. Tidak ada bedanya orang yang mabuk karena
29
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., h. 10-12.
31
judi dengan orang mabuk karena khamr dan judi termasuk perbuatan syaitan.30
Dalam
hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr dan judi diungkapkan
oleh Allah dalam Al-Qur‟an secara bertahap tentang status hukum.Meminum
minuman memabukan (khamr) dan berjudi adalah dua perbuatan yang dilarang.Para
peminum khamr dan berjudi dinilai sebagai perilaku setan.Dalil hukum yang
mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr diungkapkan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur‟an secara bertahap tentang status hukum.Hal itu diungkapkan sebagai
berikut.
Surah Al-Baqarah ayat 219
.
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (Q.S. Al-Baqarah [2]:
219).
Mengenai isi kandungan ayat tersebut, tampak jelas bahwa ayat ini sudah
menyentuh sisimanfaat danmudharat, ketika di turunkan ayat ini.Dalam Al-Qur‟an
dan tafsirnya menjelaskan manfaat meminum khamr sedikit sekali, boleh dikatakan
tidak ada artinya dibandingkan dengan bahayanya.
30
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Penerjemah: Abu Sa‟id al-Falahi dan Aunur Rafiq
Sholeh Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 2010), Cet. XI, h. 352.
32
Misalnya: minum khamr, mungkin dapat menjadi obat, dapat dijadikan
perdagangan yang mendatangkan keuntungan, dan dapat menimbulkan semangat bagi
para prajurit-prajurit yang akan pergi berperang dan lain-lain. Tapi semua itu
bukanlah manfaat yang berarti. Begitu juga berjudi dapat menolong orang miskin
kalau yang menang itu orang yang dermawan, cepat mendapat keuntungan tanpa
susah payah. Tapi semuanya itu juga tidak ada artinya, dan tidak ada berkatnya.
Tentang bahaya-bahaya minum khamr dan judi, dan apa yang akan diderita oleh
peminum khamr dan pemain judi nantinya, selain dijelaskan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur‟an juga banyak diterangkan dalam hadist-hadist Nabi Muhammad SAW.31
Kata maisir dijumpai dalam Al-Qur‟an sebanyak 3 kali, yaitu dalam surah Al-
Baqarah ayat 219 dan surah Al-Maa‟idah ayat 90-91 diketahui bahwa judi merupakan
perbuatan keji yang diharamkan Islam. Keharaman judi dalam surah Al-Baqarah ayat
219 tidak begitu jelas. Dalam surah Al-maa‟idah ayat 90, Allah SWT secara tegas
menyatakan yang artinya: “wahai oran-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengudi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jahuilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.Penyebab diharamkannya
perbuatan judi dijelaskan Allah SWT dalam ayat 91 yang artinya, “sesungguhnya
setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
31
Sonhadji, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, h. 369.
33
lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengintai
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perintah itu).
Dari ketiga ayat tersebut, para mufasir menyimpulkan beberapa hal. 1) judi
merupakan dosa besar. 2) judi merupakan perbuatan setan. 3) judi sejajar dengan
syirik. 4) judi menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di antara sesama
manusia. 5) judi membuat orang malas berusaha. 6) judi juga akan menjauhkan orang
dari Allah SWT. Selain lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya, perbuatan judi
dilarang oleh Allah SWT karena tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang
senantiasa memotivasi umatnya untuk melakukan kreasi yang positif dalam
menunjang di dunia dan akhirat.32
Jika Islam membolehkan bermacam-macam hiburan dan permainan bagi
orang Muslim, namun ia mengharamkan setiap permainan yang dibarengi dengan
judi, di mana pemain tidak lepas dari untung dan rugi. Dan sabda Rasulullah SAW
mengenai hal itu: “barangsiapa berkata kepada kawannya: „marilah berjudi‟, maka
hendaklah ia bersedekah.” Dengan demikian, seorang Muslim tidak menjadikan
permainan judi sebagai alat untuk menghibur diri dan mengisi waktu senggang,
sebagaimana tidak diperbolehkan menjadikannya sebagai cara mencari uang, dengan
alasan apapun.33
Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk
jarimah takzir. Pidana perjudian termasuk ke dalam jarimah takzir sebab setiap orang
32
Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, h. 298-299.
33 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, h. 350-351.
34
yang melakukan perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada
kewajiban membayar harus di takzir, baik perbuatan maksiat itu berupa pelanggaran
atas hak Allah atau hak manusia.34
Jarimah takzir adalah segala bentuk tindak pidana yang dikenakan hukuman
takzir.Yang dimaksud dengan takzir adalah mengenakan hukuman selain hukuman
hudud dan kafarat kepada pelaku perbuatan tindak pidana, baik perbuatan tindak
pidanaitu menyangkut hak Allah SWT maupun hak pribadi seseorang.Hukuman
dalam jarimah takzir tidak di tentukan bentuk, jenis dan jumlahnya oleh syara‟.Hanya
menentukan sejumlah hukuman, dari hukuman terendah sampai hukuman tertinggi.
Untuk menentukan hukuman mana yang harus dilaksanakan terhadap suatu tindak
pidana hukuman takzir, hukum Islam menyerahkan sepenuhnya kepada
kebijaksanaan hakim, setelah mempertimbangkan kemaslahatan terpidana,
lingkungan yang mengitarinya, dan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan
hukum tersebut.35
Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman sesuai dengan
macam tindak pidana takzir serta keadaan pelaku.Singkatnya, hukuman-hukuman
tindak pidana takzir tidak mempunyai batasan-batasan tertentu.Meskipun demikian,
hukum Islam tidak memberi wewenang kepada penguasa atau hakim untuk
menentukan tindak pidana setengah hati, tetapi harus sesuai dengan kepentingan-
kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nash-nash (ketentuan)
34
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi‟i, h. 359-360.
35 Abdul Azis Dahlan,Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996).
35
serta prinsip umum hukum Islam.Dari keterangan di atas bahwa tidak ada satu
kejahatan yang tidak dikenakan sanksi atau hukuman.36
Para ulama sepakat bahwa
bentuk dan kualitas hukuman takzir tidak boleh menyamai hukuman diat atau
hudud.37
Dalam hukum Islam, akan disebutkan beberapa hukuman takzir terpenting
yang ditetapkan oleh hukum Islam. Selain itu, harus diingat bahwa prisnsip-prinsip
hukum Islam tidak menolak untuk mengambil hukuman lain apapun juga yang dapat
mewujudkan tujuan hukuman dalam hukum Islam.38
a. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syari‟at Islam hukum takzir adalah untuk memberikan
pengajaran (Al-ta‟dib) dan tidak sampai membinasakan, oleh karena itu dalam
hukuman takzir tidak boleh pemotong anggota badan atau penghilangan nyawa, akan
tetapi kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut,
yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman tersebut jika kepentingan umum
menghendaki demikian, atau jika pemberantasan kejahatan tidak bisa terlaksana
kecuali dengan jalan membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis
yang berbahaya.39
Adapun alat yang digunakan untuk melaksanakan hukuman mati
36
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 100.
37 H.E. Hasan Saleh Ed. 1, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali
Pres, 2008), h. 465.
38 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 86-87.
39 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. 6, h.
299.
36
sebagai takzir tidak ada keterangan yang pasti. Ada yang mengatakan boleh dengan
pedang, dan ada pula yang mengatakan boleh dengan alat yang lain, seperti kursi
listrik.Namun kebanyakan ulama memilih pedang sebagai alat eksekusi, karena
pedang mudah digunakan dan tidak menganiaya terhukum, karena kematian
terhukum dengan pedang lebih cepat.40
b. Hukuman cambuk
Hukuman cambuk cukup efektif dalam menjerakan pelaku jarimah takzir.
Hukuman ini dalam jarimah hudud telah jelas jumlahnya bagi pelaku jarimah zina
ghairu muhshan dan jarimah qadzf. Namun dalam jarimah takzir, hakim diberikan
kewenangan untuk menetapkan jumlah cambukan disesuaikan dengan kondisi pelaku,
situasi dan tempat kejahatan.41
Alat yang digunakan untuk hukuman cambuk ini
adalah cambuk yang pertentangan (sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil)
atau tongkat.Pendapat ini juga dikemukakan oleh imam Ibnu Taimiyah, dengan
alasan sebaik-baiknya perkara adalah pertengahan.42
Adapun sifat atau cara pelaksanaan hukuman cambuk masih diperselisihkan
oleh para fuqaha. Menurut Hanafiyah, cambuk sebagai takzir harus dicambukkan
lebih keras dari pada cambuk dalam had agar dengan takzir orang yang terhukum
akan menjadi jera, di samping karena jumlahnya lebih sedikit daripada dalam had.
Alasan yang lain adalah bahwa semakin keras cambukan itu semakin menjerakan.
40
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 260.
41 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 149.
42 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 260.
37
Akan tetapi, ulama selain Hanafiyah menyamakan sifat cambuk dalam takzir dengan
sifat cambuk dalam hudud.Apabila orang yang dihukum takzir itu laki-laki maka baju
yang menghalangi sampainya cambuk ke kulit harus di buka. Akan tetapi,apabila
orang terhukum itu seseorang perempuan maka bajunya tidak boleh di buka, karena
jikan demikian akan terbukalah auratnya. Pukulan atau cambukan tidak boleh
diarahkan ke muka, farji, dan kepala, melainkan diarahkan ke bagian punggung.
Imam Abu Yusuf menambahkan tidak boleh mencambuk bagian dada dan perut,
karena bisa membahayakan keselamatan orang yang terhukum43
c. Hukuman Penjara
Hukuman penjara dalam syari‟at Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu:
1) Hukuman Penjara Terbatas
Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya
dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini ditegaskan untuk jarimah
penghinaan, penjualan khamr, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci bulan
ramadhan dengan berbuka di siang hari tanpa uzur, mengairi ladang dengan air dari
saluran tetangga tanpa izin, caci mencaci antara dua orang yang perkara di depan
sidang pengadilan, dan saksi palsu. Batas tertinggi hukuman penjara terbatas ini juga
tidak ada kesepakatan di kalangan fuqaha, menurut Imam Syafi‟i batas tertinggi
hukuman penjara terbatas ini adalah satu tahun.Adapun pendapat yang dinukil dari
43
Ibid., h. 260.
38
Abdullah Az-zaubairi adalah ditetapkanya masa hukuman penjara dengan satu bulan,
atau enam bulan.44
2) Hukuman Penjara Tidak Terbatas
Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya, melainkan
berlangsung terus sampai orang yang terhukum meninggal dunia atau sampai ia
bertaubat. Dalam istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup. Hukuman
seumur hidup ini dalam hukum pidana Islam dikenakan kepada penjahat yang sangat
berbahaya. Misalnya, seseorang yang menahan orang lain untuk dibunuh oleh orang
ketiga. Hukuman penjara tidak terbatas macam yang kedua (sampai ia bertaubat)
dikenakan antara lain untuk orang yang dituduh membunuh dan mencuri, melakukan
homoseksual, atau penyihir. Mencuri untuk yang ketiga kalinya menurut Imam Abu
Hanafiah, atau mencuri untuk kedua kalinya menurut imam yang lain.45
d. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang diterapkan untuk pelaku
tindak pidana hirabah (perampokan). Meskipun hukuman pengasingan itu merupakan
hukuman had, namun di dalam praktiknya, hukuman tersebut diterapkan juga sebagai
hukuman takzir. Di antara jarimah takzir yang dikenakan hukuman pengasingan
(buang) adalah orang yang berperilaku mukhannasts (waria), yang pernah
dilaksanakan oleh Nabi dengan mengasingkannya ke luar dari Madinah. Hukuman
pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh
44
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 262-263.
45Ibid.
39
kepada orang lain sehingga pelakunya harus dibuang (diasingkan) untuk
menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.46
Lamanya (masa) pengasingan juga tidak ada kesepakatan di kalangan para
fuqaha. Menurut Imam Syafi‟i dan Hambali, masa pengasingan tidak boleh lebih dari
satu tahun. Menurut Imam Abu Hanafi, masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun,
sebab pengasingan di sini merupakan hukuman takzir, bukan hukuman had.47
e. Hukuman Denda (Al-gharamah)
Hukuman denda bisa merupakan hukuman pokok yang berdiri sendiri dan
dapat pula digabungkan dengan hukuman pokok lainnya. Penjatuhan hukuman denda
bersama-sama dengan hukuman yang lain bukan merupakan hal yang dilarang bagi
seorang hakim yang mengadili perkara jarimah takzir, karena hakim diberi kebebasan
yang penuh dalam masalah ini. Dalam hal ini hakim dapat mempeetimbangkan
berbagai aspek, baik yang berkaitan dengan jarimah, pelaku, situasi, maupun kondisi
tempat dan waktunya.48
46
Ibid., h. 264.
47Ibid., h. 265.
48 Ibid., h. 267.
40
BAB III
TINDAK PIDANA PERJUDI MENURUT HUKUM POSITIF
A. Pengertian Judi
1. Menurut Hukum Positif
Bahwa pada hakekatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama,
moral kesusilaan, dan pancasila, bangsa dan negara.serta membahayakan bagi
penghidupan dan kehidupan masyarakat bangsa dan negara. Namun melihat
kenyataan dewasa ini, perjudian dengan segala macam bentuknya masih banyak
dilakukan dalam masyarakat, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi
tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230) dengan segala
perubahan dan tambahannya, tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan.
Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian
mempunyai akses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental
masyarakat, terutama terhadap generasi muda.Meskipun kenyataan juga
menunjukkan, bahwa hasil perjudian yang diperoleh Pemerintah, baik Pusat
maupun Daerah, dapat digunakan untuk usaha-usaha pembangunan, namun akses
negatifnya lebih besar daripada akses positifnya.Apabila Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 BAB II huruf C angka 5
menyimpulkan, bahwa usaha pembangunan dalam bidang materiil tidak boleh
menelantarkan usaha dalam bidang spiritual, malahan kedua bidang tersebut harus
dibangun secara simultan, maka adanya dua kepentingan yang berbeda tersebut
perlu segera diselesaikan.
41
Pemerintah harus mengambil langkah dan usaha untuk menertibkan dan
mengatur kembali perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya,
untuk akhirnya menuju ke penghapusannya sama sekali dari seluruh wilayah
Indonesia.
Perjudian adalah salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan
kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi ke generasi ternyata tidak
mudah diberantas. Oleh karena itu pada tingkat dewasa ini perlu diusahakan agar
masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan
sekecil-kecilnya, dan terhindarnya ekses-ekses negatif yang lebih parah, untuk
akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian. Maka untuk maksud tersebut perlu
mengklasifikasikan segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai
kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya, karena ancaman hukuman
yang sekarang berlaku ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat
pelakunya jera.1
Dalam pasal 303 KUHP pada ayat (3) dijelaskan yang di maksud permainan judi
adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemudian mendapat untung
bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena permainannya lebih berlatih
atau lebih bermahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan
perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang
turut berlomba atau bemain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.2
Pada ayat (3) diterangkan tentang arti perjudian, yakni: tiap-tiap permainan di
mana pada umumnya kemudian mendapat untung bergantung pada peruntungan
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
2 Andi Hamzah, KUHP& KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 122.
42
belaka, dan juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Dari
rumusan di atas sebenarnya ada dua pengertian perjudian yakni sebagai berikut.
a. Suatu permainan yang kemungkinan mendapat untung bergantung pada
peruntungan atau nasib belaka. Pada macam perjudian ini, menang atau kalah
dalam arti mendapat untung atau rugi hanyalah bergantung pada keberuntungan
saja, atau secara kebetulan saja. Misalnya dalam permainan judi dengan
mengunakan alat dadu.
b. Permainan yang kemungkinan mendapat untung atau kemenangan sedikit
atau banyak bergantung pada kemahiran atau terlatih si pembuat. Misalnya
permaian melempar bola, permainan dengan memanah, bermain bridge, atau
domino.3
Dua pengertian perjudian di atas diperluas juga pada dua macam pertaruhan,
yaitu:
a. Segala bentuk pertaruhan tentang keputusan perlombaan lainnya yang
tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain. Misalnya dua
orang bertaruh tentang suatu pertandingan sepak bola antar dua kesebelasan, di
mana yang satu bertaruh dengan menebak satu kesebelasan sebagai pemenangnya
dan yang satu pada kesebelasan lainnya.
b. Segala bentuk pertaruhan lainnya yang tidak ditentukan. Dengan kalimat
yang tidak menentukan bentuk pertaruhan secara limitatif, maka segala bentuk
pertaruhan dengan cara bagaimanapun dan dalam segala hal manapun adalah
termasuk perjudian. Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan hadiah
3 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, h. .
43
yang ditayangkan pada televisi termasuk juga pengertian perjudian menurut pasal
ini. Tetapi permainan kuis itu tidak termasuk permainan judi yang dilarang,
apabila terlebih dulu telah mendapat izin dari instansi atau pejabat yang
berwenang.4
B. Bentuk – Bentuk Perjudian
Yang dimaksud dengan macam-macam perjudian yang banyak
dipermainkan orang sekarang ini, baik di dalam maupun di luar negeri, penulis
membagi ke dalam dua kelompok, yaitu judi elektronik dan non elektronik, yang
termasuk menjadi non elektroik diantaranya adalah: Lotre, togel, wewe, dan kim
(semacam kupon undian berhadiah), kartu ceki, kartu samgong, kiu-kiu, mahyong,
capjiki, capsa, maciok, coco dan domino (macam-macam permainan kartu), tuwo,
ting, togar, dan jampale, (permainan dengan melempar mata uang), bola
gelinding, dadu, sabung ayam, rolet dari perancis, jackpot dan bercarat yang
terkenal dari inggris, blackjack dari amerika, kartu perancis, trente quartet yang
terkenal di kasino monto corle, dan apa saja tebak-tebakan yang ada didalamnya
terdapat unsur taruhan. Dan termasuk judi elektronik adalah permainan judi yang
menggunakan alat elektronik ataupun teknologi canggih seperti:mickey mouse,
dingdong (ketangkasan), MGM mirage dan park palace (lewat internet) dan lain
sebagainya.5
4 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta:PT Raja Grafindo), h.
166-167.
5 A. Hadyan Pujatmaka dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia,Jilid ke-7, h. 474.
44
Macam-macam perjudian di Indonesia sendiri ada 5 (lima) bagian jenis togel.
Permainan togel adalah permainan menebak angka yang akan dikeluarkan
bandar/rumah judi pada saat tertentu dengan imbalan yang sangat fantastis
tergantung ketepatan dan jumlah angka benar yang menjadi tebakan kita, togel
banyak disebut toto gelap. Sabung ayam, sabung ayam adalah kegiatan mengadu
keberanian dan daya tempur juga nyali dari ayam ayam yang menjadi jago atau
gaco dengan cara mengadu dengan ayam jago atau gaco orang lain, kegiatan adu
ayam belum tentu langsung menjadi kegiatan perjudian tergantung ada unsur
taruhan atau tidak, karena ada orang yang mengadu ayam hanya untuk
kesenangan atau malah karena adat istiadat yang turun-temurun. SDSB permainan
ini sama dengan togel tapi sekarang SDSB sudah tidak lagi beraktifitas karena
sudah ditutup oleh negara, awalnya SDSB ini untuk sumbangan olah raga liat saja
kepanjangan dari SDSB yaitu Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Pakong,
pakong sama persis dengan togel dan SDSB. Judi Kartu, permainan judi ini
menggunakan media kartu untuk mengetahui siapa yang menang dan siapa yang
kalah, banyak sekali jenis permainan judi kartu yang berkembang di masyarakat
seperti judi menggunakan kartu domino, poker, gaple, domino.6
C. Sanksi Pidana
1. Menurut Hukum Positif
Dalam prespektif hukum pidana positif, perjudian merupakan salah satu
tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Masalah perjudian ini
6 http://mbahdaur.blogspot.com/2012/05/macam-macam-perjudian-di-indonesia.html.
Diakses pada tanggal 26 April 2015
45
dimasukkan dalam tindak pidana mengenai kesopanan,7 diatur dalam pasal 303
KUHP dan pasal bi KUHP jo. Dan undang-undang No 7 tahun 1974 tentang
penertiban perjudian.
Dalam undang-undang republik Indonesia No 7 tahun 1974 tentang penertiban
pejudian dijelaskan dalam beberapa pasal.
Pasal Pertama; mengatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.
Pasal Kedua;(1). Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, dari Hukuman penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah
menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-
banyaknya dua puluh lima juta rupiah.
(2)Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Pidana,dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda
sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta
rupiah.8
(3)Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda
sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara
selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta
rupiah.9
7 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, h. 157.
8 Andi Hamzah, KUHP& KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h.
9 Ibid,.
46
(4)Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis.
Pasal ketiga; (1) Pemerintah mengatur penertiban perjudian sesuai dengan jiwa
dan maksud Undang-undang ini.
(2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal keempat; Terhitung mulai berlakunya peraturan Perundang-undangan
dalam rangka penertiban perjudian dimaksud pada Pasal 3 Undang-undang ini,
mencabut Ordonansi tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230)
sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan
Ordonansi tanggal 31 Oktober 1935 (Staatsblad Tahun 1935 Nomor 526).
Pasal kelima; Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.10
Dan dalam KUHP di jelaskan pasal 303 (1) diancam dengan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah,
barang siapa tanpa mendapat izin.
a. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut
serta dalam suatu perusahaan untuk itu;
b. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk
itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya suatu
syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara;
10
Undang-Undang Republik Indonesia.
47
c. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian;11
Kejahatan perjudian dalam ayat (1) pasal 303, adalah larangan dengan sengaja
turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin, unsur-
unsurnya adalah:
Unsur-unsur Objektif adalahperbuatan orang, yang akibat perbuatannya kelihatan
dari perbuatan itu12
, yaitu:
a. Perbuatannya: turut serta;
b. Objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin;
Unsur Subjektif adalah perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan
ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana
perbuatan itu dilakukan.13
a. Dengan sengaja
Bentuk kejahatan ini, perbuatan turut sertanya ditunjukan pada kegiatan usaha
perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian. Demikian juga kesengajaan
pembuat dalam melakukan turut sertanya ditunjukan pada kegiatan usaha bukan
sebagai mata pencaharian. Kegiatan usaha perjudian di sini adalah kegiatan dalam
melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan
kesempatan bermain judi kepada khalayak umum.14
11
Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, h. 122.
12 http://tenagasosial.blogspot.com/2013/08/unsur-unsur-tindak-pidana.html.
13 Ibid.
14 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai kesopanan, h. 164-165.
48
Menggunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303.
Kejahatan mengenai perjudian yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam pasal
303 bis yang rumuskan sebagai berikut.
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sepuluh juta rupiah;
a) Barang siapa mengunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan
melanggar ketentuan pasal 303;
b) Barang siapa ikutserta main judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum
atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada izin untuk
mengadakan perjudian itu.
2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada
pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat
dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling
banyak lima juta rupiah.
Semula rumusan kejahatan pasal 303 bis berupa pelanggaran dan dirumuskan
dalam pasal 542. Namun melalui UU No. 7 Tahun 1974 (tentang penertiban
perjudian) diubah menjadi kejahatan dan diletakkan pada pasal 303 bis. Dengan
adanya perubahan tersebut, ancaman pidana yang semula berupa kurungan
maksimum satu bulan atau denda maksimum Rp4.500,00 dinaikkan menjadi
pidana penjara maksimum empat tahun atau denda maksimum Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).15
15
Ibid.,h. 167-168.
49
BAB IV
ANALISIS TERHADAPA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BINJAI NO
273/PID.B/2013/PN.BJ BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM
ISLAM
A. Duduk Perkara
Dalam analisa putusan ini, penulis mengambil data perkara ini dari
Pengadilan Negeri Binjai yang berhubungan dengan tindak pidana Perjudian. Dalam
kasus ini saudara Amon Nainggolan dengan identitas: nama lengkap Amon
Nainggolan, tempat lahir Medan, umur dan tanggal lahir 54 Tahun/ 16 September
1958, dengan jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, dan bertempat tinggal di
Asrama Kebon Lada Barak Paus Nomor 337 Kel.Kebon Lada Kec.Binjai Utara Kota
Binjai, agama Krinten Protestan, pekerjaan Pensiunan TNI-AD.
1. Kronologis Kejadian
Perkara ini berkaitan denga tidak pidana Perjudian. Bermula masyarakat
melihat ada orang yang sedang bermain judi jenis togel di sebuah warung kedai kopi
di JL. Dr. Wahidin No.207 Kel.Jati Makmur Kec.Binjai Utara Kota Binjai, lalu
masyarakat tersebut memberikan informasi kepada anggota Polres Binjai yang sedang
patroli, atas informasi tersebut maka saksi Henry DB Tobing, Saksi Toni S
Brahmana, saksi Jasmin Purba saksi Nur Kholis, saksi Irfsn Fran dan saksi Jun Fredi
Sembiring langsung berangkat kelokasi untuk melakukan pengintaian. Sesampainya
dilokasi tersebut para saksi melihat terdakwa sedang duduk minum kopi sambil
membuka handphone membaca isi sms yang masuk dan menunggu orang yang mau
50
memasang, tidak lama datang orang yang tidak terdakwa kenal, mengatakan kami
anggota polisi Polres Binjai dan langsung menangkap terdakwa beserta barang bukti
berupa handphone merk Mito serta kartu AS Nomor 082361161951 yang berisi
angka-angka tebakan togel dan uang sebesar Rp.118.000.
Selanjutnya para saksi langsung berangkat menuju kerumah sdr Amon
Nainggolan di Asrama 121 Kebun Lada Barak Paus Nomor 337 Kel.Kebun Lada
Kec.Binjai Utara, para saksi melihat sdr Amon Nainggolan di dalam rumahnya
sedang merekap angka-angka tebakan togel yang diterima dari para pemasang judi
togel, yang dikeluarkan angka/nomernya dari Negara Singapura, maka para saksi
langsung masuk kedalam rumah dan ditangkap sdr Amon Nainggolan beserta barang
bukti yaitu 1 unit handphone Nokia type 112 berikut kartu simpati yang berisikan
angka-angka tebakan togel, 1 unit handphone Nokia type 130, 1 buah kalkulator, 1
buah stabilo, 1 buah tipek, 1 buah buku tafsir mimpi Joyo Boyo, 8 buah buku tulis, 2
lembar kertas angka-angka keluar togel, 1 buah buku rekapan angka togel, 9 lembar
kertas rekapan angka-angka togel, 5 lembar kertas rumus togel dan uang tunai
sebanyak Rp.73.000 dan bersama sdr Deni Pase, beserta barang bukti miliknya yaitu:
1unit handphone Nokia type 5300 yang berisi angka-angka keluar togel pada saat
penangkapan dirumah sdr Amon Nainggolan sekira jam 16.30 kurang lebih.
Kemudian sdr Amon Nainggolan melakukan pengiriman angka-angka tebakan
kepada operator yaitu dengan cara mengetik angka-angka tebakan togel di handphone
saya dengan nomor 081265836640, lalu saya kirimkan kepada operator denga nomor
handphonenya 0812 60067434, setelah terkirim angka-angka tebakan togel lalu
51
dijawab “OK” oleh operator, sedangkan penyetoran uang togel dilakukan pada hari
Selasa dan Jumat dengan cara mentransfer uang melalui rekening BRI Cabang Binjsi
kepada Budi (masih dalam daftar pencarian orang) dengan nomor
rekening530401001147505, sedangkan nomer rekening Amon Nainggolan adalah
1750627923, dengan jabatan Sub Agen, yang sudah masuk sms di handphone
miliknya yaitu Ulu (masih dalam daftar pencarian orang) dengan nomor
01.10.09.90,x2056,6530,03x1513x5,sdr Ucok Isa (masih dalam daftar pencarian
orang) dengan nomor
93,92,41x1,14,2,39x3,33,90,1189,189,89x1,014,214,414,614,814x1,02.229,429,62,8
29x1, sedangkan yang lainnya tidak diingat satu persatu nama dan pemasangnya
namun semuanya tertera di sms handphonenya.
Berdasarkan aturan amin untuk mendapatkan hadiah adalah apabila dua angka
dengan uang pasang sebesar Rp.1.000 maka hadiahnya sebesar Rp.65.000, jika tiga
angka Rp.500.000, dan jika empat angka Rp.3.000.000, bahwa permainan judi jenis
togel yang dilakukan oleh terdakwa tidak ada izin dari pemerintah maupun pihak
yang bewenang, serta sifatnya hanya mendasarkan kepada pengharapan buat menang
pada umumnya yang bergantung kepada keberuntungan saja. Bahwa perjudian jenis
togel tersebut dibuka pada hari Senin, Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu dan
pengumuman angka yang berhasil menjadi pemenang adalah setiap pukul 18.00 wib.1
1 Putusan Pengadilan Negeri Binajai No. 273/Pid.B/2013/PN.BJ
52
2. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa
Bahwa terdakwa Amon Nainggolan, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum
dengan dakwaan primair yaitu telah melanggar pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksapun mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsideirnya pada pasal 303 ayat (1)
ke-2 KUHP.
Setelah Jaksa Penuntut Umum mengamati dan mencermati kasus ini, maka
terdakwa dituntut oleh Jaksa Penutut Umum dengan pasal 303 KUHP. Jaksa Penuntut
Umum menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan putusan. Pertama, menyatakan
terdakwa Amon Nainggolan, bersalah melakukan tindak pidana perjudian,
sebagaimana diatur dan diancam pidana yang termuat dalam pasal 303 KUHP.
Kedua, yaitu menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Amon Nainggolan,
selama 8 (delapan) bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam masa tahanan.
Ketiga, yakni menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara masing-masing
sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).2
B. Putusaan Hakim dan Dasar Pertimbangan Hakim
Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan
nomor perkara: 273/Pid/B/2013/PN.BJ, dan selama terdakwa dalam masa tahanan
oleh penyidik sejak tanggal 08 Juli 2013. Setelah mendengar pembacaan suarat
dakwaan, keterangan saksi-saksi dan terdakwa, setelah melihat dan meneliti barang
bukti yang diajukan dalam persidangan oleh penuntut umum. Menimbang bahwa
2 Putusan Pengadilan Negeri Binajai No. 273/Pid.B/2013/PN.BJ
53
dalam dakwaan primer, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP, dan majelis hakimpun menimbang
dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah karena melakukan kejahatan. Yaitu
sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 303 KUHP, adapun terhadap
terdakwa terdapat hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Hal-hal
yang memberatkan para terdakwa yaitu pertama, perbuatan terdakwa meresahkan
masyarakat. Kedua, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah
dalam pemberantasan perjudian. Adapun hal-hal yang meringankan terdakwa
diantaranya terdakwa mengakui terus terang akan perbuatannya, terdakwa belum
pernah dihukum, dan terdakwa menyesali perbuatannya; Berdasarkan fakta-fakta di
atas akan dipertimbangkan apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa,
terdakwa dihadapkan di persidangan dengan bentuk dakwaan primair yaitu telah
melanggar Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP. Jaksa juga mendakwa dengan dakwaan
subsidair yaitu telah melanggar Pasal 303 ayat (1) ke-2 Jo pasal 55 Ayat (1) ke- 2
KUHP.
Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan Pengadilan Negeri Binjai, maka
hakim mempertimbangankan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan,
sebagaimana yang diatur dan diancam dalam Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP, yang
unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Barang siapa
54
2. Tanpa mendapat izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan
kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan
adanya sesuatu syarat atau atau dipenuhinya suatu tata cara. Adapun yang dimaksud
denagan “barang siapa” adalah setiap orang yang dapat dijadikan sebagai subyek
hukum, dari padanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini
telah terpenuhi dengan dihadapkannya terdakwa bernama Amon Nainggolan ke
persidangan, dalam keadaan sehat jasmani maupun rohaninya serta mampu
mempertanggungjawabkan segala perbuatannya secara hukum. Bahwa berdasarkan
fakta-fakta di persidangan, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa Amon
Nainggolan telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana “perjudian” dengan
melanggar pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP Setelah hakim mengingat Pasal 303 ayat
(1) ke- 1 KUHP dan unsur-unsur dalam pasal 303 telah terbukti, maka hakim
menyatakan dan menetapkan bahwa terdakwa Amon Nainggolan telah terbukti dan
meyakinkan hakim terdakwa bersalah melakukan tindak pidana “Perjudian”. Maka
hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) bulan, dan
membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah)
55
C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
1. Menurut Hukum Positif
Adapun fakta yang terungkap di persidangan, berdasarkan saksi, maupun barang
bukti yang diajukan serta keterangan terdakwa. Barang bukti berupa uang sejumlah
Rp. 118.000,-, 1 unit handphone merk Mito serta kartu As, 1 unit handphone Nokia
type 112, 1 unit handphone Nokia type 130, dan uang tunai sebesar Rp.
73.000,dirampas untuk Negara sedangkan 6 buah pulpen, 1 buah kalkulator, 1 buah
stabile, 1 buah tipek, 1 buah buku tafsir mimpi joyo boyo, 8 buah buku tulis yang
berisikan angka-angka togel, 2 buah lembar angka-angka togel, 2 buah lembar kertas
angka-angka keluar togel, 1 buah rekapan angka togel, 9 buah lembar kertas rekapan
angka-angka togel, 5 buah lembar kertas rumus togel dirampas untuk dimusnahkan.
Saksi-saksi yang memberatkan berjumlah 4 (Empat) orang. Kesemuanya
mengungkapkan bahwa pada hari Senin tanggal 08 Juli 2013. Bertempat di Jln. Dr.
Wahidin Kel. Jati Makmur Kec. Binjai Utara Kota Binjai. Bahwa ada perjudian togel
yang diselenggarakan terdakwa yang bernama Amon Nainggolan. Berdasarkan
informasi tersebut, kemudian pada hari Senin tanggal 08 Juli 2013 team dari Polres
Binjai yang terdiri dari beberapa anggota polisi antara lain saksi Jun Fredi Sembiring,
saksi Nur KHolis, saksi Deny Pase, saksi Josua Tambunan melakukan penyelidikan
di lokasi tersebut, sesampai di lokasi. Langsung dilakukan penggerebekan dan
ternyata lokasi pada alamat tersebut dijadikan tempat untuk melakukan perjudian
56
togel oleh saksi Amon Nainggolan ( terdakwa dalam berkas perkara displitzs/dipisah)
dan terdakwa. Karena saat itu terdakwa tidak memiliki izin dari pihak berwenang.
Berdasarkan semua fakta yang telah terungkap dipersidangan, maka dapatlah
dianalisis bahwa kejadian perjudian yang dilakukan oleh Amon Nainggolan dapat
dikatakan sebagai tindak pidana perjudian yang dilarang oleh hukum karena tidak
mendapat izin dari pihak yang berwajib.
Pengertian perjudian menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
tentang perjudian diatur dalam pasal 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: “Permainan
dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan
belaka, dan juga karena pemainannya terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk
segala pertaruhan tentang kepetusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang
tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, begitu juga segala
segala pertaruhan yang lainnya”.3
Adapun mengenai sanksi pidananya diterangkan dalam pasal 303 ayat (1)
KUHP yang berbunyi: “Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau
pidana denda paling banyak enam ribu rupiah. (berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974
jumlah pidana tel diubah mnjadi sepuluh tahun atau denda menjadi dua puluh lima
juta rupaiah), barangsiapa tanpa mendapat izin
3 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Ed. 5, h. 182
57
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi
dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta
dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum
untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu,
dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu
syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian. Hakim dalam
memutuskan perkara harus berdasarkan fakta atau peristiwa sebagai duduk
perkara yang dapat diketahui oleh hakim dari alat-alat bukti yang ada di
persidangan. Meskipun demikian, hakim bukanlah malaikat yang bebas dari
kekhilafan atau justru kesalahan sehingga terkadang putusan tersebut belum
memuaskan.4
Dalam kerangka berfikir hukum, ada tiga aspek nilai-nilai hukum yang
menjadi tolok ukur seorang hakim untuk memutuskan sebuah perkara yaitu: putusan
hakim harus mengandung nilai-nilai keadilan hukum, keadilan hukum adalah
memberikan hukuman kepada seseorang sesuai dengan perbuatannya, putusan hakim
harus mengandung nilai-nilai kegunaan hukum, aspek kegunaan hukum adalah
terwujudnya ketertiban, dan putusan tersebut harus mengandung nilai-nilai kepastian
4 Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h.
172
58
hukum, kepastian hukum memiliki arti perangkat hukum suatu negara yang mampu
menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.5
Dalam kerangka tiga tolok ukur tersebut dalam menilai suatu putusan hakim,
maka suatu proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan
sedalamdalamnya tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan
pertimbangan hokum yang termuat dalam putusan hakim. Untuk itulah, dalam kajian
putusan hakim Pengadilan Negeri Binjai dengan Nomor perkara:
1273/Pid/B/2013/PN.BJ, yang memfokuskan pada penilaian terhadap fakta
persidangan dan pertimbangan hukum dalam putusan tersebut dngan mengacu pada
tiga tolak ukur diatas. Berdasarka fakta dipersidangan yang ada dalam Pengadilan
Negeri Bijai dengan Nomor perkara: 273/Pid/B/2013/PN.BJ, Majelis Hakim
berpendapat, bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum, karena itu
terdakwa harus dipidana sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam hal ini
para terdakwa dikenakan pasal 303 KUHP, sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut
umum.
Putusan yang dijatuhkan oleh Majlis Hakim tersebut dilihat dari aspek
keadilan, dari sisi terdakwa sudah dapat dikatakan sesuai dengan nilai keadilan,
karena dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bahwa terdakwa telah terbukti
5 Dian Hati dan Ahmad Syaufi, Kajian Terhadap Putusan Perkara No. 508/Pid. B/
2006/PN.Bjm, Tentang Tindak Ksewenang-wenangan Aparat Penegak Hukum, h. 197
59
melakukan tindak pidana perjudian, sebagaimana yang didakwakan kepadanya.
Sehingga memang tepat Majelis Hakim menjatuhkan putusannya yaitu:
1. Menyatakan dan menetapkan bahwa terdakwa Amon Nainggolan terbukti dan
meyakinkan hakim bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana
“Perjudian”.
2. Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada Amon Nainggolan selama 8
(delapan) bulan.
3. Membebankan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu
rupiah).
Dari putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa tersebut diatas,
dilihat dari aspek keadilan, dari sisi hakim dapat dikatakan keputusan itu memenuhi
nilai keadilan, karena keputusannya itu diambil atas dasar hukum yang pasti dapat
diterima, sehingga apa yang diputuskan itu sungguh-sungguh dapat di
pertanggungjawabkan.
Aspek kegunaan hukum adalah terwujudnya ketertiban, maka berbagai
keperluan sosial manusia dalam masyarakat dapat terpenuhi. Untuk mewujudkan
ketertiban manusia memunculkan keharusan-keharusan berperilaku dengan cara
tertentu yang dirumuskan dalam kaidah. Ketertiban dan kaidah yang diperlukan
manusia adalah ketertiban yang otentik menciptakan manusia manusia secara wajar
60
mewujudkan kepribadiannya secara utuh, yang dengan itu ia dapat mengembangkan
semua potensi kemanusiaan seperti apa yang secara bebas dikehendakinya.6
Dalam hal ini majelis hakim berpandangan bahwa perkara ini adalah termasuk
ke dalam tindak pidana perjudian . Karena itu, unsur-unsur yang terdapat pada pasal
303 KUHP telah terbukti menurut hukum. Dengan demikian para terdakwa harus
dinyatakn terbukti bersalah atas dakwaan primer dan para terdakwa dipidana dari
dakwaan tersebut.
Kepastian memiliki arti ketentuan dan ketetapan. Sedangkan, kepastian
hukum memiliki arti perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan
kewajiban setiap warga negara.7
Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, pada putusan
Pengadilan Negeri Binjai dengan Nomor: 273/Pid/B/2013/PN.BJ, apa yang
didakwakan kepada terdakwa, yaitu dakwaan primer berupa tindak pidana perjudian
yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP, dan dakwaan
subsideir yang diatur dan diancam dalam pasal 303 ayat (1)ke-2 Jo pasal 55 Ayat (1)
ke-1 KUHP.
Berdasarkan hal tersebut, untuk menentukan apakah terdakwa dapat
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan
atasnya, terlebih dahulu harus dibuktikan dakwaan primernya. Apabila dakwaan
6 Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian hukum Normatif, (Malang: Bayumedia, 2005),
h. 2 7 Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 652
61
primernya tidak terbukti maka berlanjut pada dakwaan subsideir. Sebagaimana yang
termuat dalam putusan Pengadilan Negeri Binjai dengan Nomor perkara:
273/Pid/B/2013/PN.BJ. dakwaan primer berupa tindak pidana perjudian yang diatur
dan diancam pidana dalam pasal 303 KUHP. Yang unsur-unsurnya yaitu ada 2 (dua)
unsur yang harus dipenuhi untuk penetapan hukuman, yaitu pertama unsur subyektif
terdiri dari, unsur barang siapa. Adapun unsur yang kedua yaitu unsur obyektifnya
yang terdiri dari unsur tanpa mendapat izin dengan sengaja menawarkan atau
memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja
turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk
menggunakan kesempatan adanya suatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
Mengenai unsur “barang siapa” adalah setiap orang yang dapat dijadikan
sebagai subyek hukum, dari padanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana,
dalam hal ini telah terpenuhi dengan dihadapkannya terdakwa bernama Amon
Nainggolan ke persidangan, dalam keadaan sehat jasmani maupun rohaninya serta
mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya secara hukum. Tanpa
mendapat izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada
khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan
untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya suatu
syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
Majelis Hakim dalam kontruksi hukum dalam kasus ini, terlihat telah
menerapkan kepastian hukum, dengan melihat unsur-unsur tindak pidana. Karena,
hakim menurut penulis telah menerapkan asas legalitas yang diidentikan dengan
62
kepastian hukum. Majelis Hakim juga telah memberikan perlindungan terhadap
warga negara dari tindakan kejahatan. Sebagaimana ciri suatu negara hukum adalah
adanya perlindungan hukum terhadap warga negara. Dalam penjelasan undang-
undang dasar 1945 dinyatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas
hukum, tidak berdasarkan kesewenangan belaka. Sehingga hukumlah yang
mempunyai arti yang terutama dalam segala segi-segi penghidupan masyarakat.
2. Menurut hukum Islam
Dalam hukum Islam seseorang yang melakukan perbuatan tindak pidana,
sanksi atau hukumannya harus ditunjukan kepada si pelaku yang bersangkutan dan
tidak dapat dikaitkan atau ditanggung oleh siapapun baik itu keluarganya, saudara
atau kerabatnya sekalipun. Seperti apa yang ditegaskan dalam Al-Qur`an surat Al-
Baqarah ayat 286 :
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan
Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan
Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah
63
Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri
ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami,
Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S. Al-Baqarah : 286).
Ayat di atas menegaskan bahwasannya hukuman pidana tidak dapat dialihkan kepada
orang lain ataupun kepada keluarga terdakwa, sanksi diberikan hanya kepada si
pelaku tindak pidana atau yang melakukan perbuatan melanggar hukum.8
Tindak pidana perjudian ini, menurut hukum Islam dapat dikenakan hukuman
takzir, sedangkan hukuman takzir adalah hukuman atas tindak pidana yang
hukumannya belum ditentukan oleh syara’ tetapi sepenuhnya diserahkan atau
ditentukan oleh Hakim (Ulil Amri).9 Hukum Islam tidak menentukan macam-macam
hukuman untuk tiap-tiap tindak pidana takzir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan
hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tindak pidana takzir
meliputi tindak pidana hudud, qishash, diyah yang syubhat, atau tidak memenuhi
syarat tetapi sudah merupakan maksiat. Kemudian tindak pidana yang ditentukan oleh
Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak
pidana yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umat. Jika kita melihat
dari segi hukum pidana Islam, putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap
terdakwa sesuai dengan kasus pidana Islam, seorang yang melakukan jarimah
perjudian dapat dikenakan hukuman takzir. Hukuman takzir dapat dibagi menjadi
beberapa macam yang telah ditetapkan oleh hukum Islam. Prinsip-prinsip hukum
8 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 2005), Cet Ke-IV
h. 87 9 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ), h.249
64
Islam tidak menolak untuk mengambil hukum lain jika hukum itu tidak bertentangan
dengan syari’at Islam dan hukum itu dapat mewujudkan tujuan hukum dalam hukum
Islam.
Sementara masalah perjudian dalam hukum Islam belum ada pembahasan
yang terinci dan tegas di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga perjudian
dimasukkan ke dalam tindak pidana takzir. Dalam pelaksanaan hukuman takzir hak
mutlak diberikan kepada ulil amri atau hakim dimaksudkan untuk memberi
keleluasaan yang memberi kemungkinan berbedanya hukuman keluwesan dalam
menanggapi kemajuan budaya manusia, sehingga dengan demikian hukum Islam
dapat responsip terhadap setiap perubahan sosial.10
Karena itu sanksi hukuman takzir dapat berubah sesuai dengan kepentingan
dan kemaslahatan. Hakim boleh mengancam lebih dari satu hukuman, ia boleh
memperingan atau memperberat hukuman, jika hukuman tersebut mempunyai dua
batasan terpenting, hukuman tersebut sudah cukup untuk mendidik, memperbaiki dan
mencegah pelaku tindak pidana tersebut.
10
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1997), cet. II, h. 167
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang
diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan
dalam bab ini :
1. Menurt hukum Islam bahwa tindak pidana perjudian dikenakan hukuman takzir.
Tindak pidana takzir dalam hukum Islam adalah hukuman atas tindak pidana
yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’ tetapi sepenuhnya diserahkan
atau ditentukan oleh Hakim (Ulil Amri). Yang dimaksud dengan takzir ialah
ta’dib, yaitu memberi pedidikan (pendisiplinan). Hukum Islam tidak menentukan
macam-macam hukuman untuk tiap-tiap tindak pidana takzir, tetapi hanya
menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling
berat. Tindak pidana takzir meliputi tindak pidana hudud, qishash, diyah yang
syubhat, atau tidak memenuhi syarat tetapi sudah merupakan maksiat. Kemudian
tindak pidana yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun tidak
ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak pidana yang ditentukan oleh Ulil Amri
untuk kemaslahatan umat.
2. Dalam perspektif hukum positif, perjudian merupakan salah satu tindak pidana
(delict) yang meresahkan masyarakat. Masalah perjudian ini dimasukkan dalam
66
tindak pidana kesopanan, dan diatur dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis
KUHP jo. Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.1
3. Dalam menjatuhkan hukuman atau vonis terhadap terdakwa, Majelis Hakim
menggunakan pasal 303 Ayat (1) ke-2e KUHP tentang perjudian. Oleh karena itu
terdakwa di hukum dengan hukuman penjara 8 (Delapan) bulan penjara.
Berdasarkan hasil analisis Putusan Pengadilan Negeri No.
273/Pid/B/2013/PN.BJ. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari aspek keadailan
hukum, terutama rasa keadilan terdakwa telah terpenuhi. Sebab berdasarkan
fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dalam putusannya majelis hakim
menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perjudian,
sebagaimana didakwakan kepadanya. Adapun dilihat dari aspek kegunaan
hukum, dapat dijadikan contoh yang baik, bahwa hukum tidak akan berpihak
kepada siapapun. Selanjutnya dilihat dari aspek kepastian hukum, hakim telah
menerapkan hukum sesuai dengan asas legalitas dan telah memberikan
perlindungan kepada warga negara dari tindakan kejahatan, yakni tetap mengacu
kepada pasal 303 KUHP guna menjaga kepastian hukum dalam upaya
memberikan perlindungan hukum terhadap warga negara.
4. Jika kita melihat dari segi hukum pidana Islam, putusan yang dijatuhkan Majelis
Hakim terhadap terdakwa sesuai dengan kasus pidana Islam, seorang yang
melakukan jarimah perjudian dapat dikenakan hukuman takzir. Hukuman takzir
1 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, ( Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 157
67
dapat dibagi menjadi beberapa macam yang telah ditetapkan oleh hukum Islam.
Prinsip-prinsip hukum Islam tidak menolak untuk mengambil hukum lain jika
hukum itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan hukum itu dapat
mewujudkan tujuan hukum dalam hukum Islam. Sementara masalah perjudian
dalam hukum Islam belum ada pembahasan yang terinci dan tegas di dalam Al-
Qur’an dan Al-Hadits, sehingga perjudian dimasukkan ke dalam tindak pidana
takzir. Dalam pelaksanaan hukuman takzir hak mutlak diberikan kepada ulil amri
atau hakim dimaksudkan untuk memberi keleluasaan yang memberi
kemungkinan berbedanya hukuman keluwesan dalam menanggapi kemajuan
budaya manusia, sehingga dengan demikian hukum Islam dapat responsip
terhadap setiap perubahan sosial. Karena itu sanksi hukuman takzir dapat
berubah sesuai dengan kepentingan dan kemaslahatan. Hakim boleh mengancam
lebih dari satu hukuman, ia boleh memperingan atau memperberat hukuman, jika
hukuman tersebut mempunyai dua batasan terpenting, hukuman tersebut sudah
cukup untuk mendidik, memperbaiki dan mencegah pelaku tindak pidana
tersebut.
4. Saran-saran.
Dari permasalahan yang dikemukakan, maka penulis menyarankan kepada
aparat penegak hukum dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan terhadap
tindak pidana tersebut maka :
68
1. Perlunya pembinaan kesadaran hukum dikalangan masyarakat dan pemerintah,
agar dapat terciptanya ketertiban, ketentraman dan masyarakat yang taat akan
hukum.
2. Untuk para penegak hukum diharapkan lebih objektif dalam menyelesaika suatu
tinddak pidana, dan lebih khusus kepada para Hakim dalam menjatuhkan suatu
pidana lebih mempertimbangkan lagi pemidanaan apa yang cocok untuk diri
pelaku, agar suatu pemidanaan sejalan dengan tujuan pemidanaan sebagai
pendidikan yang tentunya tanpa mengurangi hak dari si korban sebagai
pemenuhan rasa keadilan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para penegak
hukum dalam menentukan sanksi pidana terhadap pelaku perjudian menurut
aturan pidana Islam.
69
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Terjemahnya.
A. Pudjaatmaka, Hadyana, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid VII,
Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989.
Abubakar H. Al Yasa’, Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,
Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, Banda Aceh, Dinas Syari’at
Islam Provinsi NAD, 2005.
Al-‘Imroniy, Abu Husein Yahya Ibn Abi al-Khair Ibn Salim, al-Bayaan Fii
Madzhab al-Imam asy-Syafi’I, Jilid VII, Beirut: Dar el-Minhaj, tt.
Al-‘Utsaimin, Muhammad Bin Shalih, Mudzakkirah Fiqh, Jilid II, Cet. I, Kairo-
Mesir: Daar al-Ghad al-Gadeed, 2007.
Al-Albani, Muhammad Nashir ad-Diin, Irwaa al-Ghaliil, Jilid V, Cet. I, Lebanon:
al-Maktab al-Islamiy, 1979.
Al-Bassam, Abdullah Bin Abdurrahman, Taudih al-Ahkam Min Bulugh al-
Maram, Jilid V, Cet I, Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Qiblah Li ats-Tsaqafah
al-Islamiyyah, 1992.
Al-Bugha, Mushthafa al-Khin dan Mushthafa, al-Fiqh al-Manhajiy ‘Alaa
Madzhab al-Imam asy-Syafi’iy, Jilid VIII, Cet. II, Damaskus: Dar el-
Qalam Li ath-Thaba’ah Wa an-Nasyr Wa at-Tauzii’, 1992.
Al-Fiqhiy, Shalih Ibn Fauzan Ibn Abdullah al-Fauzan, al-Mulakhkhash, Jilid II,
Cet. I, Riyadl-Saudi Arabia: Riaasah Idarat al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah Wa al-
Ifta, 1423 H.
Al-Jauziyyah, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Ibn Abi Bakar Ibn Ayyub
Ibn Qayyim, al-Furuusiyyah, Cet. I, Hail-Saudi Arabia: Dar el-Andalus,
2003.
Ambary, Hasan Muarif, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996.
An-Nawawi, Yahya Ibn Syarf, Kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Jilid XVI,
Jeddah: Saudi Arabia, Maktabah al-Irsyad, tt.
70
Ash-Shan ani’, Muhammad Bin Ismail Al-Amir, Subul as-Salam – Syarh Bulugh
al-Maram, Cet. II, Jakarta : Darus Sunnah, 2007.
At-Thabari, Abu Ja’far, Jaami’ al-Bayaan Fii Ta’wil al-Qur’an, Cet. I, Jilid IV,
Beirut: Muassasah ar-Risaalah, 1994.
Audah, Abdul Qadir, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Cet II, Penerjemah Tim
Tsalisah Bogor, T.tp., PT Kharisma Ilmu, T.th.
Az-Zuhailiy, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh, Jilid V, Cet. II,
Damaskus: Dar el-Fikr, 1985.
Chazawi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo, T.th.
Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996.
Dian Hati dan Ahmad Syaufi, Kajian Terhadap Putusan Perkara No. 508/Pid. B/
2006/PN.Bjm, Tentang Tindak Ksewenang-wenangan Aparat Penegak
Hukum.
Djazuli, Ahmad, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam),
cet. II, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.
Hamzah, Andi, KUHP& KUHAP, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007.
Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet. VI, Jakarta: Bulan Bintang,
2005.
Hosen, Ibrahim, Apakah Judi Itu ?, Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu
Al-Qur’an (IIQ), 1987.
http://mbahdaur.blogspot.com/2012/05/macam-macam-perjudian-di-
indonesia.html. Diakses pada tanggal 26 April 2015.
http://tenagasosial.blogspot.com/2013/08/unsur-unsur-tindak-pidana.html.
Ibn Taimiyah, Ahmad Bin Abdul Halim, Majmu’ Fataawa, Jilid XXXI, Madinah-
Saudi Arabia: Mujamma’ al-Maliki Fahd Lithabaa’at al-Mushhaf Asy-
Syarif, 2004.
Ibrahim, Johny, Teori dan Metode Penelitian hukum Normatif, Malang:
Bayumedia, 2005.
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013.
71
Mertokusumo, Soedikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,
1985.
Moeliono, Anton M., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1990.
Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: PT Sinar Grafika, tt.
Pudjaatmaka, A. Hadyana, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid VII,
Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989.
Putusan Pengadilan Negeri Binajai No. 273/Pid.B/2013/PN.BJ
Qanaybiy, Muhammad Rawwas Qal’ahji dan Hamid Shadiq, Mu’jam Lughat al-
Fuqahaa, Cet. II, Beirut-Lebanon: Dar an-Nafaais, 1988.
Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram, Cet. IX, Penerjemah: Abu Sa’id al-Falahi
dan Aunur Rafiq Sholeh Tamhid, Jakarta: Robbani Press, 2010.
Saleh, H.E. Hasan, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Ed. I, Jakarta:
Rajawali Pres, 2008).
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet.VIII.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Soerodibroto, R. Soenarto, KUHP dan KUHAP, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006.
Sonhadji, Al-Qur’an dan Tafsirnya..
Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum
yang Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, 2006.
________________, Perjudian dalam Perspektif Hukum,
http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-
hukum, artikel diakses pada hari selasa, 08 Desember 2009.
Syihabuddin al-Qolyubiy dan Syihabuddin ‘Umairah, Haasyiyah al-Qolyuubiy
Wa ‘Umairoh ‘Alaa Syarh al-Mahalliy ‘Alaa Minhaaj ath-Thaalibiin, Jilid
IV, Cet. III, Kairo-Mesir: Maktabah Wa Mathba’ah Mushthafaa al-Baab
al-Halbiy Wa Aulaadih, 1956.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian.
72
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam).
Recommended