View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERBEDAAN HARGA JUAL
TANAH BERDASARKAN ZONA NILAI TANAH
(Studi pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Bandar Lampung)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Mendapatkan Gelar Sarjana SI dalamIlmuSyari’ah
Oleh
NIA RAMA MELATI
1521030093
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H/2020 M
2
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERBEDAAN HARGA JUAL
TANAH BERDASARKAN ZONA NILAI TANAH
(Studi pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Bandar Lampung)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Mendapatkan Gelar Sarjana SI dalam Ilmu yari’ah
Oleh
NIA RAMA MELATI
1521030093
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Pembimbing I : Dra. Firdaweri, M.H.I
Pembimbing II : Eti Karini, S.H., M.Hum.
FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H/2020 M
3
ABSTRAK
Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai
peranan strategis dalam pembangunan perkotaan. Hal ini menimbulkan
permasalahan pada tanah perkotaan, seperti peningkatan harga tanah yang tak
terkendali. Hal ini sering kali terjadi pengaduan pada Kantor Badan Pertanahan
Kota Bandar Lampung terdapat pemohon atau pembeli sering kali mengajukan
keberatan harga nilai jual tanah yang tidak sesuai dengan harga pasar. Dalam
menentukan harga tanah pada pembeli pihak Kantor menganjurkan pembeli atau
penjual menggunakan Zona Nilai Tanah. Berdasarkan latar belakang di atas
membuat penulis tertarik untuk memecahkan masalahnya dengan rumusan: 1.
Bagaimana penentuan harga dalam jual beli tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah
di Kantor BPN Kota Bandar Lampung dan 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam
terhadap penentuan harga jual beli tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah di Kantor
BPN Kota Bandar Lampung. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu
ingin mengetahui sejelas mungkin tentang 1. Bagaimana penetuan harga dalam
jual beli tanah berdasarkan Zona Nilai di Kantor BPN Kota Bandar Lampung. 2.
Ingin mengetahui sejelas mungkin tentang Bagaimana tinjuaun hukum Islam
terhadap penetuan harga jual beli tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah di Kanto
BPN Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
termasuk jenis penelitian lapangan (field reseach), yaitu mengadakan penelitian
lapangan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini
bersifat deskriptif analisis, sumber data yang digunakan data primer dan data
sekunder. Pengolahan data dengan menggunakan populasi, Analisis data
menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan
bahwa Dalam menentukan harga tanah pada pembeli pihak BPN menganjurkan
pembeli / penjual menggunakan ZNT, pihak BPN sudah menentukan harga dan
sudah ada data lapangan. Pemohon atau pembeli dapat mengajukan keberatan
harga tanah jika nilai harga tanahnya tidak sesuai. Pihak kantor BPN kemudian
akan meninjau ulang kelapangan dan ada mekanismenya dalam mencocokkan
peta ZNT nya untuk menemukan hasil harga tanah yang sebenarnya. Dalam
mengajukan keberatan harga tanah menurut pertimbangan pihak BPN bisa
dikabulkan bisa juga tidak dikabulkan, harga baru bisa diturunkan apabila sudah
melakukan survey kelapangan dan melakukan survey pada tanah masyarakat
sekitar kemudian pihak kantor BPN akan menentukan harga tanah tersebut sesuai
Zona yang lebih mendekati harga pasar. Menurut ketentuan pandangan hukum
Islam tentang syarat objek ini tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli, dalam
pelaksanaan jual beli tanah pada ZNT sudah terpenuhi syarat dan ijab qabul dan
tidak menyalahi ketentuan jual beli dalam hukum Islam. Sebagaimana yang
terdapat dalam surat QS. An-Nisa (4) ayat 29
4
5
6
MOTTO
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi Maha Melihat”
(Q.S. An-Nissa (4) : 58 )
7
PERSEMBAHAN
Sebagai ungkapan cinta, sayang, dan rasa hormat yang tak terhingga skripsi ini
dipersembahkan untuk :
1. Kedua orang tuaku tercinta, Papa Choiriel. S dan Mama Nursamilah yang
telah melindungi , mengasuh, menyayangi, mendidik penulis dari sejak
kandungan hingga dewasa, serta senantiasa mendo’akan dan sangat
mengharapkan keberhasilan. Dan berkat do’a restu keduanya sehingga
dapat diselesaikan dengan baik. Semoga semua ini merupakan hadiah
terindah dan dapat membanggakan kedua orang tua.
2. Untuk Kakak Selviani Malla Sari (Yukli) Amd, Keb. Untuk adik-adikku
Ira Tri Susanti, Rendi Anggara Saputra semoga gelar yang didapatkan
sekarang dengan usaha yang telah dilakukan menjadi motivasi bagi kalian
supaya bisa terus melanjutkan pendidikan dan mengejar cita- cita.
3. Almamater tercinta Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung
tempatku menimba ilmu penegtahuan.
8
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis Nia Rama Melati, dilahirkan di Kotabumi, 27 Januari
1998, merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara, dari pasangan bapak Choiriel. S
dan Ibu Nursamilah. Riwayat pendidikan penulis :
1. TK Mari Taqwa Kotabumi, Lulus Tahun 2003
2. SD Negeri 03 Kotabumi, Lulus Tahun 2009
3. SMP Negeri 03 Kotabumi, Lulus Tahun 2012
4. SMA Negeri 03, Lulus Tahun 2015
Kemudian melanjutkan studi akademikl pada tahun 2015 dengan terdaftar sebagai
mahasiswi S1 Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.
9
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim,
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang maha kuasa yang telah
memberikan nikmat, taufik dan hidayahNya, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada
jurusan Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung,
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan pengikutnya.
Dalam skripsi ini saya banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, serta dengan tidak mengurangi rasa terima kasih atas bantuan semua pihak,
rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan pada :
1. Bapak Dr.H. Khairuddin, M.H selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Raden
Intan Lampung.
2. Bapak Khairuddin, M.H.I selaku Ketua Jurusan Muamalah dan Juhratul
Khulwah, M.S.I selaku sekretaris Jurusan Muamalah Fakultas Syariah
UIN Raden Intan Lampung.
3. Ibu Dra. Firdaweri, M.H.I selaku Dosen Pembimbing I dan Eti Karini,
S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung yang telah
mendidik dan mengajarkan ilmu penegtahuan yang bermanfaat.
10
5. Seluruh staf dan karyawan tata usaha Fakultas Syariah, perpustakaan
Fakultas Syariah dan perpustakaan pusat UIN Raden Intan Lampung yang
telah memberikan fasilitas dan bantuannya.
6. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kota Bandar Lampung.
7. Sahabat-sahabat terbaikku Robin Sar, Intan, Nas, Melanie, Sintia Cebon,
Atika, Fajar, Batara, Riski, Jose, Ichsan, yang telah membantu, berjuang
bersama dan menemani hari-hariku selama masa perkuliahan di UIN
Raden Intan Lampung suatu saat saya akan merindukannya.
8. Teman-teman kelas Muamalah H angkatan 2015 yang telah berjuang
bersama dalam perkuliahan, teman-teman KKN 2018, Dan teman-teman
saya diluar perkuliahan yang hadir dikehidupanku.
Semoga Allah membalas jasa dan budi baik kita semua dan semoga skripsi
ini dapat bermanfaat. Penulis sadar bahwa skripsi banyak kekurangan, dan
jauh dari kata sempurna, mengingat kemampuan yang terbatas. Untuk ini
kepada para pembaca kiranya dapat memberikan masukan dan saran-saran
nya serta keritikan sehingga penelitian ini akan lebih baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaan bagi penulis dan khususny
bagi para pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung, 16 Januari 2020
Nia Rama Melati
11
DAFTAR ISI
JUDUL .............................................................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
PERNYATAAN ................................................................................................ iii
PERSETUJUAN ............................................................................................... iv
PENGESAHAN ................................................................................................ v
MOTTO ............................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul ................................................................................ 1
B. Alasan Memilih Judul........................................................................ 3
C. Latar Belakang Masalah .................................................................... 4
D. Fokus Penelitian ................................................................................ 7
E. Rumusan Masalah .............................................................................. 8
F. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
G. Signifikasi Penelitian......................................................................... 8
H. Metode Penelitian .............................................................................. 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Jual Beli dalam Islam ......................................................................... 14
a. Pengertian Jual Beli ....................................................................... 14
b. Dasar Hukum Jual Beli .................................................................. 15
c. Rukun dan Syarat Jual Beli ............................................................ 19
d. Macam-macam Jual Beli ............................................................... 29
e.Jual Beli yang Dilarang dalam Islam .............................................. 30
f. Khiyar dalam Jual Beli ................................................................... 32
2. Harga dalam Islam ............................................................................. 34
a. Pengertian Harga............................................................................ 34
b. Penentuan Harga ............................................................................ 36
c. Konsep Harga yang Adil................................................................ 39
3. Konsep Tanah ..................................................................................... 41
a. Pengertian Tanah ........................................................................... 41
b. Dasar Hukum Tanah ...................................................................... 44
c. Nilai dan Harga Tanah ................................................................... 46
d. Perubahan Nilai dan Harga Tanah ................................................. 50
e. Zona Nilai Tanah ........................................................................... 51
B.Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 52
12
BAB III LAPORAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 55
1. Badan Pertahanan Nasional Kota Bandar Lampung ........................ 55
2. Struktur Organisasi Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung ....... 67
B. Mekanisme Penentuan Perbedaan Harga Tanah berdasarkan Zona
Nilai Tanah di Kantor BPN Kota Bandar Lampung ............................
69
BAB IV ANALISIS DATA
A. Perbedaan harga terhadap jual beli tanah berdasarkan Zona Nilai
Tanah di Kantor BPN Kota Bandar Lampung ....................................... 76
B. Tinjauan hukum Islam terhadap perbedaan harga dalam jual beli
Tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah .................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 81
B. Rekomendasi .......................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara dan Foto Dokumentasi
Lampiran 2 Surat Penelitian KESBANGPOL Kota Bandar Lampung
Lampiran 3 Balasan surat penelitian
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Agar tidak salah penafsiran mengenai maksud judul proposal ini, maka
pada bagian penegasan judul akan diuraikan secara rinci. Adapun kata-kata
yang perlu ditegaskan dalam judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang
Perbedaan Harga Jual Tanah Berdasarkan Zona Nilai Tanah” studi pada
Kantor BPN Kota Bandar Lampung, yaitu sebagai berikut :
1. Tinjauan Hukum Islam
a. “Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, (sesudah
menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya).”1 Tinjauan dari skripsi ini
ditinjau dari hukum Islam.
b. ”Hukum Islam atau Syariat Islam “Menurut Alaidin Koto” diartikan
sebagai “hukum-hukum atau segala aturan yang ditetapkan oleh Allah
buat hambanya untuk ditaati, baik berkaitan dengan hubungan
mereka dengan Allah maupun hubungannya dengan mereka sendiri.”2
Sedangkan menurut Abdul Wahab Khalaf, hukum Islam adalah
“ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah SWT berupa aturan dan
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2016). h. 1470. 2Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), h.
36.
14
larangan bagi umat Islam dalam berhubungan dengan Allah maupun
dengan sesama manusia lainnya.”3
Jadi yang dimaksud dengan Tinjauan Hukum Islam adalah hasil
meninjau meninjau, pandangan, pendapat yang ketetapannya
sudah ditentukan oleh Allah SWT berupa larangan bagi umat
Islam dalam berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama
manusia lainnya.
2. Perbedaan harga jual tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah
a. Perbedaan harga jual tanahperbedaan adalah beda, selisih; percecahan
terjadi karena paham; perilhal yang berbeda; perihal yang membuat
berbeda.4 Harga adalah nilai barang yang ditentukan atau dirupakan
dengan uang; jumlah uang atau alat tukar lain yang senilai, yang harus
dibayarkan untuk produk jasa, pada waktu tertentu dan dipasar
tertentu.5 Jual adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan
disepakati.6 Dalam hal ini membahas tentang perbedaan harga jual
tanah yang terjadi perselisihan, perihal yang membuat berbeda.
3Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1994) h.
154. 4Kamus Besar Bahasa Indonesia. dalam Jaringan / Online. KBBI: Pusat Bahasa.
5Ibid.
6Prof.Dr.H. Hendi Suhendi, M. Si. Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.69.
15
b. Berdasarkan Zona Nilai Tanah
Zona Nilai Tanah adalah area yang menggambarkan nilai tanah yang
relative sama dari sekumpulan bidang tanah didalamnya, yang
batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan
penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan
yang lainnya berdasarkan analisapetugas dengan metode perbandingan
harga pasar dan biaya.7
Jadi, yang dimaksud dengan perbedaan harga jual tanah berdasarkan
Zona Nilai Tanah adalah perbedaan harga atau selisih harga yang
mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya
berdasarkan analisa petugas dengan metode perbandingan harga pasar
dan biaya.
3. Kata Badan Pertanahan Nasional untuk selanjutnya ditulis dengan BPN.
Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah meninjau pada
hukum Islam mengenai adanya perbedaan harga jual tanah berdasarkan
Zona Nilai Tanah.
B. Alasan Memilih Judul
Pada penulisan proposal ini terdapat beberapa alasan yang menarik
perhatian penulis untuk mengangkat masalah dalam judul sebagai berikut :
1. Alasan Objektif
Penjualan tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah akan memberikan
informasi kepada instansi pemerintah dalam merencanakan pembangunan
7Muhammad Irsyadi Firdaus, Arinda Kusuma Wardani. Pembuatan Peta Zona Nilai
Tanah dengan Pendekatan Penilaian Massal untuk meningkatkan potensi PAD khususnya PBB
dan BPHTB (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2015)
16
untuk kepentingan umum khususnya dalam hal pengadaan tanah, untuk
mengetahui pembebasan tanah guna pemberian ganti rugi kepada
masyarakat yang terkena dan instansi atau perusahaan lain yang
memerlukannya.
2. Alasan Subjektif
a. Pembahasan ini sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni pada
Falkultas Syariah UIN Raden Intan Lampung.
b. Sumber data mudah didapatkan sehingga memudahkan penulis untuk
melakukan penelitian.
C. Latar Belakang Masalah
Tanah sebagai salah satu sumber daya yang akan mendorong manusia
dalam kehidupannya untuk berprilaku secara unik terhadap tanah atau bidang
tanah tersebut. Tanah itu bersifat unik di lokasinya serta komposisinya, tidak
bisa dipindahkan ke lokasi lain. Latar belakang tersebut berimplikasi terhadap
ketersediaan tanah, keterbatasan ketersediaan tanah sebagai akibat dari
permintaan tanah yang meningkat jauh lebih besar dari tanah yang dapat
disediakan. Keadaan ini mendorong kenaikan nilai tanah yang tidak
terkendali.
Salah satu penyebab meningkatnya harga tanah secara tiba tiba adalah
situasi pasar tanah yang tidak transparan. Hal ini yang kemudian
mengakibatkan persaingan yang terjadi dalam pembebasan tanah menjadi
tidak sempurna yang mungkin disebabkan oleh informasi yang kurang tepat
17
sehingga menjadi spekulasi.8 Penilaian orang atas sebidang tanah akan
menjadi sangat berbeda, karena tanah memiliki beberapa dimensi dan ukuran
yang berbeda-beda. Penilaian atas sebidang tanah memerlukan keahlian
tersendiri. Selain membutuhkan pengalaman, penilaian tanah juga
membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang prinsip-prinsip penilaian,
teknik pendekatan dalam penilaian, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
jual lahan, serta metode yang dipakai untuk mempermudah dalam estimasi
nilai tanah.9
Sementara itu yang terjadi di Kantor Badan Pertanahan Nasional di Kota
Bandar Lampung terdapat permasalahan tentang pengaduan perbedaan harga
nilai tanah ZNT yang nilainya tidak sesuai dengan harga nilai pasar. Terdapat
tiga macam pendekatan untuk menaksir estimasi nilai tanah yang umum
digunakan, yaitu perbandingan harga pasar, biaya perolehan baru , dan
penghasilan yang diperoleh dari tanah. Salah satunya dengan cara
pemanfaatan Zona Nilai Tanah (ZNT), Zona Nilai Tanah adalah
menggambarkan nilai tanah yang relative sama dari sekumpulan bidang tanah
didalamnya, yang batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai
dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan
yang lainnya berdasarkan berdasarkan analisa petugas dengan metode
perbandingan harga pasar dan biaya.
8http://eprints.undip.ac.id/45126/2/_BAB_I.pdf, diakses pada tanggal 30Januari 2019
9http://eprints.undip.ac.id/45126/2/_BAB_I.pdf, diakses pada tanggal 30Januari 2019
18
Mengingat ZNT berbasis nilai pasar, maka ZNT dapat dimanfaatkan untuk
penentuan tarif dalam pelayanan pertanahan, referensi masyarakat dalam
transaksi, penentuan ganti rugi, inventori nilai asset publik maupun asset
masyarakat, monitoring nilai tanah dan pasar tanah, dan referensi penetapan
NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) untuk PBB, agar lebih adil dan transparan.
Menurut hukum Islam Islam memberikan kebebasan pasar dan menyerahkan
kepada hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya nelaras
dengan penawaran dan permintaan. Oleh karena itu kita lihat Rasulullah SAW
ketika sedang naiknya harga,diminta oleh orang banyak supaya menentukan
harga. Rasulullah SAW menjawab:
لأرجو أن ألقى الله وليس أحد إن الله ىو المسعر القابض الباسط الرزاق وإن يطلبن بظلمة ف دم ولا مال
“Allah lah yang menentukan harga, yang mencabut, yang
meluaskan dan memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah,
sedangkan tidak ada seorang pun di antara kamu yang menuntut saya
dalam urusan darah maupun harta bendanya.” (Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Abu Ya‟la) ”10
Sepanjang ridha, kejujuran, keadilan melekat dalam suatu proses
mu’amalah dan jual beli, tanpa ada unsur kebatilan dan kezhaliman,
bentuk transaksi itu diperbolehkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Q.S: An-Nisa (4)
ayat 29:
10
Syeh Muhammad Yusuf Qardhawi. Halal & Haram dalam Islam (PT Bima Ilmu
Surabaya),h. 354
19
نكم بالباطل إلا أن تكون تارة عن يا أي ها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم ب ي م ت راض منك
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”11
Dengan demikian, apa yang dimaksud oleh hadis diatas bukan berarti
mutlak dilarang menetapkan harga sekalipun dengan maksud demi
menghilangkan bahaya dan menghalangi setiap perbuatan zalim. Bahkan,
menurut pendapat para ahli, menetapkan harga itu ada yang bersifat zalim dan
terlarang, dan ada pula yang bijaksana dan halal. Oleh karena itu, jika
penetapan harga itu mengandung unsur-unsur kezaliman dan pemaksaan yang
tidak betul ialah dengan menetapkan suatu harga yang tidak dapat diterima
atau melarang suatu harga yang tidak dapat diterima atau melarang yang oleh
Allah dibenarkan, maka jelaslah penetapan harga semacam itu hukumnya
haram. Yang terjadi sekarang ini di masyarakat, terjadinya kekeliruan kepada
masyarakat, bahwasannya ketika mereka membeli tanah melalui BPN harga
tanah tersebut berbeda dengan harga nilai pasar yg dijual dengan masyarakat.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa yang terjadi di lokasi dengan
teori yang ada terdapat ketidaksamaan atau kesenjangan, oleh sebab itu
membuat penulis tertarik memecahkan masalahnya melalui karya ilmiah yang
berbentuk skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Islam Tentang Perbedaan
Harga Jual Tanah Berdasarkan Zona Nilai Tanah.’
11
Departemen Agama RI.Al‟quran dan Terjemahan
20
D. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini memfokuskan masalah terlebih dahulu agar tidak
terjadi perluasan permasalahan yang nantinya tidak sesuai dengan tujuan
penelitian ini. Maka penelitian ini difokuskan pada jual beli tanah berdasarkan
Zona Nilai Tanah di Kantor BPN Bandar Lampung.
E. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka dapat
dirumuskan pokok permasalahan yang akan menjadi kajian selanjutnya, yaitu:
1. Bagaimana perbedaan harga dalam jual beli tanah berdasarkan Zona Nilai
Tanah di Kantor BPN Kota Bandar Lampung?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap perbedaan harga jual beli
tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah di Kantor BPN Kota Bandar
Lampung?
F. Tujuan penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan memahami penentuan harga dalam jual beli
tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah di Kantor BPN Kota Bandar
Lampung.
b. Untuk mengetahui dan memahami hukum terhadap penentuan harga
dalam jual belu tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah di Kantor BPN
Kota Bandar Lampung.
21
G. Signifikasi Penelitian
1. Secara teoritis, yaitu untuk memberi sumbangsih bagi khanazah pemikiran
Islam pada umumnya civitas akademika Fakultas Syari’ah jurusan
muamalah khususnya.
2. Secara praktis, yaitu memberikan manfaat bagi masyarakat umum
sehingga mampu menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT. Selain itu, penelitian berguna pula untuk memenuhi salah
satu tugas akademik guna memperoleh gelar sarjana hukum.
H. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Menurut jenisnya penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field
research). Jenis penelitian adalah “penelitian yang dilakukan sistematis
dan metode untuk mengungkapkan data yang ada di lapangan atau
penelitian yang dilakukan dalam tempat yang sebenarnya.12
Metode ini bertujuan untuk mengumpulkan data dari lokasi atau
lapangan, yakni dari berbagai informasi yang berkaitan dengan buku-buku
yang membahas tentang pemanfaatan znt dalam jual beli hak tanah,
termasuk juga data primer hasil wawancara dengan cara para pihak yang
bersangkutan sebagai objek penelitian. Dan juga menggabungkan ke
dalam juenis suatu penelitian kepustakaan (library research)yakni
“penelitian kepustakaan yang dilaksanakan dengan cara membaca,
menelaah dan mencatat berbagai literature, atau bahan bacaan yang sesuai
12
Sutrisno Hadi,Metedelogi Reseach, Jilid I, Cetakan XVII, (Yogyakarta : Fakultas Psikologi
UGM),1985, h .3.
22
dengan pokok bahasan, kemudian disaring dan dituangkan dalam
kerangka pemikiran secara teoritis.13
Adapun sifat peneletian ini bersifat deskriftif analitis, yaitu “jenis
penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan
sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.14
2. Sumber Data dan Penelitian
Sedangkan data yang dicari yaitu :
a. Data primer adalah “data pokok yang diperoleh langsung dari lapangan
oleh orang yang melakukan penelitian atau orang yang bersangkutan
memerlukannya.”15
yang dalam penelitian ini adalah karyawan pada
Kantor BPN di Kota Bandar Lampung.
b. Data sekunder adalah “data tambahan yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-
sumber yang telah ada.16
Data sekunder yang digunakan oleh
penelitian bersumber dari buku-buku yang sesuai dengan bahasan,
dilaksanakan dengan cara membaca, menelaah, dan mencatat sebagai
liberator atau bahan yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas
kemudian dituangkan ke dalam kerangka pemikiran teoritis.
13
Kartini Kartono, Pengantar Metedelogi Reseach, (Bandung: ALUMNI, 1998), h. 78. 14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2013), h. 208. 15
Iqbal Hasan, Analisi Data Penlitian dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h .
16
Ibid, h . 19.
23
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah “keseluruhan objek penelitian”.17
Objek pada populasi
diteliti, hasilnya dianilis, disimpulkan, dan kesimpulan itu berlaku
untuk seluruh populasi. Adapun yang menjadi populasi dalam
penelitian adalah pihak yang mengeluarkan produk znt di Kantor BPN
di Kota Bandar Lampung. Adapun yang menjadi populasi dalam
penelitian ini yaitu 5 orang responden yang merupakan karyawan
Kantor BPN Kota Bandar Lampung.
4. Teknik Pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara adalah “teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan
pada penelitian.”18
Terdapat berbagai macam jenis wawancara, yaitu
wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan wawancara tak
berstruktur. Dalam pengumpulan data tersebut, penulis menggunakan
metode wawancara tak berstruktur. Wawancara tidak berstruktur
adalah “teknik pengumpulan dara yang digunakan peneliti yang
dilaksanakan secara bebas tanpa menggunakan pedoman wawancara
17
Suharsimi Arikunto,.... h.173. 18
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), h .65.
24
secara sistematis, pedoman yang digunakan hanya garis-garis besar
permasalahan”.19
b. Observasi
Observasi adalah “kegiatan peninjauan yang dilakukan di lokasi
penelitian dengan pencatatan, pemotretan, dan perekaman tentang
situasi dan kondisi di lapangan.”20
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah“teknik pengumpulan data yang tidak langsung
pada subjek peneliti, namun melalui dokumen. Dokumen yang
digunakan dapat berupa surat kabar, notulenrapat, agenda dan
sebagainya.”21
d. Metode Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka diolah dengan secara
sistematis sehingga menjadi hasil pembahasan dan gambaran data
pengolahan data pada umumnya dilakukan dengan cara: Pemerikasaan
data (editing) adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk atau terkumpul
ini tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk
menghilangkan kesalahan-kesalahan pencatatan di lapangan dan
bersifat koreksi, sehingga kekurangannya dapat dilengkapi atau
diperbaiki.
19
Ibid, h . 66. 20
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004) h . 85. 21
Suharsimi Arikunto,....h. 188.
25
e. Sistematika Data adalah menempatkan data menurut kerangka
sistematika pokok bahasan dan sub pokok bahasan berdasarkan urutan
masalah.22
f. Analisis Data adalah “suatu cara peneltian yang menghasilkan datab
deskriftif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara
tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.”23
Analisis data yang digunakan
adalah kualitatif yaitu : metode yang berangkat dari pengetahuan yang
bersifat umum bertitik tolak pada pengetahuan umum, kemudian
hendak menilai kejadian yang khusus, metode ini digunakan dalam
gambaran umum proses pelaksanaan pemanfaatan Zona Nilai Tanah
(ZNT) di masyarakat baik dari data yang didapatkan di lapangan yang
kemudian digabung dengan data dari beberapa liberator, dari gambaran
umum tersebut ditarik sebuah kesimpulan.
Dalam penarikan sebuah kesimpulan, penulis menggunakan metode
penyimpulan secara deduktif dan induktif. Kesimpulan deduktif adalah
“pengambilan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum diikuti oleh
uraian atau pernyataan yang berifat khusu”. Kesimpulan induktif adalah
“pengambilan kesimpulan dengan mengemuukakan data atau pernyataan
khusus kemudian dilanjutkan dengan pernyataan umum.24
22
Ibid, h . 185. 23
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1998), h . 12. 24
Ibid, h . 14.
26
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Jual Beli Dalam Islam
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli merupakan akad yang umum dikeluarkan masyarakat, karena
dalam setiap pemenuhan hidupnya, masyarakat tidak bisa lepas untuk
meninggalkan akad ini. Dengan memperhatikan kita dapat mengambil
pengertian bahwa jual beli itu suatu proses tukar menukar kebutuhan. Untuk
memahami secara lebih jelas kita harus memberi batasan.Sehingga jelas
bagi kita apa itu jual beli, baik secara bahasa (etimologi) maupun secara
istilah (terminologi).Sebagian ulama memberi pengertian jual beli adalah
tukar menukar harta meskipun masih ada dalam tanggungan atau
kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya
untuk memberikan secara tetap.25
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa
yang dimaksud dengan pengertian jual beli adalah suatu perjanjian tukar
menukar barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak
milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan sesuai
dengan ketentuan yang dibenarkan syara” (hukum Islam).26
25
Syeh Abdurrahman as-Sa”di, et al, Fiqih Jual Beli: Panduan Praktis Bisnis Syariah,
(Jakarta: Senayan Publishing, 2008), h. 143 26
Khumedi Ja”far, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Aspek Hukum Keluarga dan
Bisnis), (Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung Jl. Letkol
H. Endro Suratmin Sukarame, 2015) , h. 140
27
2. Dasar Hukum Jual Beli
Hukum asal dari jual beli adalah mubah (boleh). Akan tetapi, pada
situasi-situasi tertentu, menurut Imam asy-Syabiti (w.790 H), pakar fiqh
Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib. Imam asy-Syatibi memberi
contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang senhingga
stokhilan dari pasar dan harga melonjak naik.27
Diantara dalil (landasan
Syariah) yang memperbolehkan praktik akad jual beli adalah sebagai
berikut:
a. Al-Quran
Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam, memberikan dasar-
dasar diperbolehkannya jual beli guna memenuhi kebutuhan hidup orang
Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa
4 : 29
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”28
27
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), h. 114 28
Departermen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta Pusat: Pena
Pundi Aksara, 2006), h. 83.
28
Ayat diatas mula-mula hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman
agar jangan memperoleh harta dengan batil, artinya menurut jalan yang
sewajarnya, dan diberi peringatan agar memperoleh harta dengan jalan pernagaan
yang berlaku suka sama suka atau ada kerelaan kedua belah pihak. Ijab dan qabul
atau apa saja yang dikenal adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-
bentukyang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.29
Berdasarkan ayat diatas dapat dilihat bahwa jual beli adalah cara yang
diberikan Aallah Swt, kepada seluruh umat untuk mencari rezeki, dan dalam jual
beli dasar yang paling utama adalah kerelaan atau dasar suka sama suka.
Peniagaan yang berasal dari kata tiaga atau niaga yang kadang-kadang
pula disebut dengan dagang atau perdagangan adalah amat luas maksudnya yakni
segala jual beli, tukar menukar, gaji menggaji, sewa menyewa, upah megupah,
dan semua yang menimnulkan peredaran harta benda, termasuk itu dalam niaga.30
Kemudian dalam Q.S Al-Baqarah (2) ayat 275yang berbunyi sebagai
berikut :
29
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera –Hati,2002), h. 41 30
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, juz V, (Jakarta:
Yayasan Nurul Islam, 1984), h. 35-36.
29
31
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka
baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Ayat ini juga dapat dipahami untuk melakukan jual beli
dengan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam Islam. Bahwa
jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyariatkan, dalam arti
telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam yang berkenaan dengan hukum
taklifi,hukumnya adalah boleh. Kebolehannya jual beli yaiutu untuk
menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermu’amalah dengan hartanya.
Riba adalah mengambil kelebihan di atasmodal dari yang butuh dengan
mengeksploitasi kebutuhannya. Orang-orang yang makan, yakni bertransaksi
dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat
berdiri,yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdirinya orang yang
31
Departermen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta Pusat: Pena Pundi
Aksara, 2006), h. 63.
30
membingungkan oleh setan, sehingga tak tahu arah disebabkan oleh sentuhannya
(setan).
Orang yang melakukan praktek riba akan hidup dalam situasi gelisah,
tidak tentram, selalu bingung dan berada kepada ketidakpastian, disebabkan
karena pikiran nereak yang tertuju kepada materi dan penambahannya.32
a. As Sunnah
عن رفاعة بن رافع رضي اللو عنو أن النب صلى اللو عليو وسلم سئل أي
رور رواه الكسب أطيب قال : عمل الرجل بيده ، وكل ب يع مب حو الاكم الب زار وصح
”Dari Rifa”ah bin Rafi r.a bahwasannya Nabi Saw, ditanya :
pencairan apakah yang paling baik? Beliau menjawab : ialah orang yang
bekerja dengan tangannya, dan tiap-tiap jual beli yang benar. (HR, Al-
Bazzar disahkan oleh Al-Hakim).33
”
Hadist diatas menjelaskan jual beli yang benar yakni jual beli memenuhi
rukun dan syaratnya serta tidak mengandung unsur kecurangan,penipuan, saling
menjatuhkan dan riba.
Menurut pendapat jumhur, jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual
beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyariatkan ijab qabul.
32
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah vol.1, (Jakarta : Lentera hati,2002), h. 588. 33
Al Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalany, Terjemah Bulughul Maram, Cet. Pertama, (Jakarta:
Pustaka Amani, 1995), h. 303
31
Namun menurut fatwa ulama Syafi’iyyah jual beli barang-barang yang kecilpun
harus ijab dan qabul.34
Melihat fenomena sekarang ini, banyak para pedagang muslim yang
mengabaikan dan melalaikan aspek mu‟amalah menurut hadits-hadits di atas.
Sehingga tidak peduli memakan barang yang haram atau memperjualbelikan
barang-barang dengan cara yang tidak benar dan terlarang menurut syari’at Islam.
Sikap semacam ini merupakan kekeliruan yang harus diupayakan pencegahannya
diri dari segala sesuatu yang subhat apalagi haram.
b. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang
lain yang dibutuhkan itu, harus diganti dengan barang lain yang
sesuai.35
Mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist, hukum jual
beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual
beli itu bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.36
2. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli merupakan hal penting, sebab jual beli yang
tidak memenuhi rukun dan syaratnya, maka jual beli tersebut tidak sah
hukumnya. Oleh karena itu, Islam telah mengatur rukun dan syarat jual beli
34
Al-Jahlani, Muhammad Ibnu Ismail, Sulubus Salam , (Bandung: Dahlan, tt), h.4 35
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 75 36
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000),h. 114
32
sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Mengenai rukun dan
syarat jual beli, para ulama berbeda pendapat. Dalam menentukan rukun jual
beli ini terdapat perbedaan pebdapat ulama mazhab Hanafi dan jumhur ulama.
Rukun jual beli menurut ulama mazhab Hanafi hanya satu, yaitu ijab dan
Kabul. Menurut mereka, yang menjadi rukun jual beli itu hanyalah kerelaan
(keridhaan) kedua belah pihak untuk berjual beli. Namun karena unsur
kerelaan itu merupakan unsur hati yang sering tidak kelihatan, maka
diperlukan indicator yang menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah
pihak. Indikator ini bisa tergambar dalan ijab dan Kabul, atau melalui cara
saling memberikan barang dan harga barang. Berikut penjelasan mengenai
penjelasan mengenai rukun dan syarat jual beli :
a. Rukun Jual Beli
Penetapan jual beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab (ungkapan) dan
qabbul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridha, baik dari
ucapan maupun dengan perbuatan.37
Menurut Jumhur ulama ada empat rukun jual beli, yaitu :
1) Bai‟ dan Mustari (penjual dan pembeli)
2) Shighat (ijab qabul)
3) Ma‟qud alaih (benda atau barang)
4) Ada nilai tukar pengganti barang
37
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah,(Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001), h. 75-76
33
Menurut ulama mazhab hanafi, orang yang berakad, barang yang
dibeli, dan nilai tukar barang termasuk syariat dalam jual beli, bukan
rukun.
Apabila ijab dan kabul telah diucapkan dalam akad jual beli, maka
pemilikan barang dan uang telah berpindah tangan. Barang yang
berpindah tangan menjadi milik penjual.
Ulama fikih mengemukakan bahwa syarat ijab dan kabul ini sebagai
berikut :
1) Orang yang mengucapkan telah akil baligh dan berakal atau telah
berakal, sesuai dengan perbedaan mereka dalam menentukan syarat-
syarat seperti telah dikemukakan diatas
2) Kabul sesuai dengan ijab, Misalnya, penjual mengatakan : saya jual
tas ini seharga sepuluh ribu, lalu pembeli menjawab : saya beli dengan
harga sepuluh ribu
3) Ijab dan Kabul dilakukan dalam satu majelis maksudnya, kedua belah
pihak yang melakukan akad jual beli hadir dan membicarakan
masalah yang sama.
Apabila penjual mengucapkan ijab, lalu pembeli beranjak sebelum
mengucapkan Kabul atau pembeli melakukan aktivitas lain yang tidak
terkait dengan masalah jual beli, kemudian ia mengucapkan Kabul,
maka menurut kesepakatan ulama fikih, jual beli ini tidak sah,
34
sekalipun mereka berpendirian bahwa ijab tidak harus dijawab
langsung dengan Kabul.
Perilaku mengambil barang dan membayar harga barang oleh pembeli
telah menunjukkan ijab dan Kabul dan telah mengandung unsure
kerelaan.
1) Ma‟qud‟ alaih (benda atau barang)
Barang yang dijual harus merupakan hal yang diperbolehkan untuk
dijual, bersih, bisa diserahkan kepada pembeli, dan bisa diketahui
pembeli meskipun hanya dengan ciri-cirinya.
2) Syarat nilai tukar (harga barang)
Unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang
dijual. Terkait dengan masalah tukar ini, ulama fiqih membedakan
as-samn dengan as-si‟r . menurut ulama, as-sam adalah harga pasar
yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara actual, sedangkan
as-si‟r adalah modal barang yang sebenernya diterima para
pedagang sebelum dijual kepada konsumen.
Harga yang dipermainkan oleh pedagang adalah as-samn.
Ulama fiqih mengemukakan syarat as-samn sebagai berikut:
a) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya
b) Dapat diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum
seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga
barang itu dibayar kemudian (berutang), maka waktu
pembayarannya harus jelas
35
c) Apabila jual beli itu dilakukan secara barter (al-muqayyadah),
maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan syara’, seperti babi dan ghamar karena kedua jenis
benda ini tidak bernilai dengan syara’.
3) Kerelaan kedua belah pihak
Jual beli tidak sah dengan ketidak relaan salah satu dari
kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli, karena
Rasulullah Saw. Bersabda, “sesungguhnya jual beli itu dengan
kerelaan” (HR. Ibnu Majah dengan Sanad Hasan).38
b. Syarat-Syarat Jual Beli
1. Aqidaani (penjual dan pembeli)
Yang dimaksud dengan aqiidani adalah orang-orang yang
mengadakan aqad (transaksi). Disini dapat berperan sebagai penjual
dan pembeli. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh yang
mengadakan aqad (transaksi) antara lain.39
a. Berakal dan beragama Islam, jual beli hendaknya dilakukan dalam
keadaan sadar dan sehat, jual beli yang dilakukan oleh orang gila,
mabuk atau pingsan tidak sah dan haram.40
Hal ini dijelaskan Allah
dalam surat AN-Nisa ayat 5, yaitu :
38
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah, (Klasik dan Kontemporer), (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2012), h. 77 39
Surahwardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), h. 130 40
Khumedi Ja’far...., h 141
36
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan
pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik. Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang
belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta
bendanya.”
b. Dan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa), pada dasarnya jual beli itu
kehendaknya dilakukan atas kemauan sendiri (adanya kerelaan) atau
tidak ada paksaan dari masing-masing pihak. Karena kerelaan itu adalah
perkara yang tersembunyi dan tergantung pada qarinah diantara ijab dan
qabu, seperti suka sama suka dalam ucapan, penyerahan dan penerimaan.
Keadaan tidak mubazir (pemboros), orang pemboros apabila
melakukan jual beli, maka jual belinya yidak sah. Sebab orang-orang
yang melakukan pemborosan itu suka menghambur-hamburkan
hartanya.41
c. Baliqh, anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah
mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian
para ulama, bahwa mereka dibolehkan berjual beli barang-barang yang
kecil-kecil karena kalau tidak diperbolehkan sudah tentu menjadi
41
Ibid, h. 131
37
kesulitan dan kesukaran sedang agama Islam sekali-kali tidak akan
mengadakan aturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.42
2. Uang/harga dan barang (ma‟qud‟alaih)
Adapun syarat-syarat jual beli ditunjau dari ma‟duq‟alaih yaitu :
a. Suci barangnya
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidak sah jual beli barang
najis, seperti tulang bangkai dan kulitnya walaupun telah disamak,
karena barang tersebut khamer, babi dan anjing. Tetapi sebagian
ulama malikiyah membolehkan jual beli anjing yang digunakan
untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan.43
Menurut mazhab
Hanfi dan Zahiri, semua barang yang memiliki nilai manfaat
dikategorikan halal untuk dijual. Untuk itu mereka berpendapat
bahwa boleh menjual kotoran-kotoran dan sampah-sampah yang
mengandung najis karena sangat dibutuhkan penggunaannya untuk
keperluan perkebunan dan dapat digunakan sebagai produk
tanaman. Demikian pula di perbolehkan menjual setiap barang
najis yang dapat dimanfaatkan selain untuk dimakan dan minum
seperti minyak najis untuk keperluan penerangan dan untuk cat
pelapis serta digunakan mencelup weter.44
42
Ibid, h. 132 43
Ibid. h. 133. 44
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar Garafika, 2009), h.
39.
38
b. Dapat diambil manfaatnya
Menjual belikan binatang serangga, ular, semut, tikus atau
binatang-binatang lainnya yang buas adalah tidak sah kecuali untuk
dimanfaatkan. Adapun jual beli harimau, buaya, kucing, ular dan
binatang lainnya yang berguna untuk berburu, atau dapat
dimanfaatkan maka diperbolehkan.
c. Milik orang yang melakukan akad
Menjual belikan sesuatu barang yang bukan menjadi miliknya
sendiri atau tidak mendapatkan ijin dari pemiliknya adalah tidak
sah. Karena jual beli baru bisa dilaksanakan apabila yang berakad
tersebut mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.
d. Dapat diketahui
Barang yang sedang dijual belikan harus dapat diketahui banyak,
berat, atau jenisnya. Demikian pula harganya harus diketahui sifat,
jumlah maupun masanya. Jika barang dan harga tidak diketahui
atau salah satu dari keduanya tidak diketahui, maka jual beli tidak
sah karena mengandung unsur penipuan. Mengenai syarat
mengetahui barang yang dijual cukup dengan menyaksikan barang
sekalipun tidak diketahui jumlahnya. Untuk barang zimmah (dapat
dihitung, ditakar), maka kadar kualitas dan kuantitas harus
diketahui oleh pihak berakad.45
45
Ibnu Mas’ud, Fiqh Madzhab Syafi‟i Edisi Lengkap (Bandung: Pustaka Setia, 2000, h.
31.
39
3. Syarat yang terkait dengan ijab dan kabul
Ulama fikih sepakat menyatakan, bahwa urusan utama dalam jual
beli adalah kedua belah pihak. Kerelaan ini dapat terlihat saat akad
berlangsung. Ijab Kabul harus diucapkan secara jelas dalam transaksi
yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli dan
sewa-menyewa. Ulama fikih menyatakan bahwa syarat ijab dan kabul itu
adalah sebagai berikut :
a. Orang yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal (Jumhur
Ulama) atau telah berakal (Ulama Mazhab Hanafi), sesuai dengan
perbedaan mereka dalam menentukan syarat-syarat seperti telah
dikemukakan diatas.
b. Kabul sesuai dengan ijab. Contohnya : “Saya jual sepeda ini dengan
harga sepuluh ribu”, lalu pembeli menjawab : “Saya beli sepeda ini
dengan harga sepuluh ribu”
c. Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis. Maksudnya kedua belah
pihak yang melakukan akad jual beli ini hadir dan membacakan
masalah yang sama.
d. Janganlah diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.
4. Syarat barang yang diperjualbelikan, adalah sebagai berikut :
Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu Umpanya.
Barang itu ada pada sebuah toko atau masih di pabrik dan lainnya di
40
simpan di gudang. Sebab adakalanya tidak semua barang yang dijual
berada di toko atau belum dikirim dari pabrik, mungkin karena tempat
sempit atau alasan-alasan lainnya.
a. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, oleh sebab itu,
bangkai, khamar, dan benda-benda haram lainnya, tidak sah menjadi
objek jual beli, karena benda-benda tersebut tidak bermanfaat bagi
manusia dalam pandangan syara’.
b. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang, tidak
boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut, emas
dalam tanah, karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual.
5. Syarat nilai tukar (harga barang)
Nilai tukar barang adalah termasuk unsur yang terpenting. Zaman
sekarang disebut uang. Berkaitan dengan nilai tukar ini, ulama fikih
membedakan antara as-tsamn dan as-Si‟r. Menurut mereka, as-tsamn
adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat, sedangkan
as-Si‟r adalah modal kepada konsumen, dengan demikian, ada dua harga,
yaitu harga antara sesama pedagang dan harga antara pedagang dan
konsumen (harga jual pasar). Harga yang dipermainkan pra pedagang
adalah as-tsamn, bukan harga as-Si‟r. Ulama Fikih mengemukakan
syarat as-tsamn sebagai berikut:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas harus jelas
jumlahnya.
41
b. Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi), sekali pun secara
hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila
barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya
pun harus jelas waktunya.
4. Macam-macam Jual Beli
Dalam macam atau bentuk jual beli, ulama Hanfiyah membagi jaul beli
dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga bentuk, yaitu:
a. Jual beli yang shahih
Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang shahih apabila jual beli itu
disyaratkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik
orang lain, dan tidak tergantung pada khiyar lagi. Misalnya, seseorang
membeli sebuah kendaraan roda empat. Seluruh rukun dan syarat jual beli
telah terpenuhi. Kendaraan roda empat itu telah diperiksa oleh pembeli dan
tidak ada cacat, tidak ada yang rusak, tidak terjadi manipulasi harga dan
harga buku itu pun telah diserahkan, serta tidak ada lagi hak khiyar dalam
jual beli itu. Jual beli seperti ini hukumnya shahih dan mengikat kedua
belah pihak.
b. Jual beli yang batal
Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau
seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli tersebut pada dasar dan
sifatnya tidak disyari’atkan atau barang yang dijual adalah barang-barang
yang diharamkan syara’.
42
c. Jual beli yang fasid
Jual beli yang fasid adalah jual beli yang rusak dan apabila kerusakan itu
menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki. Jenis-jenis jual beli fasid,
antara lain :
1) Jual beli al-majhul, yaitu jual beli yang barangnya secara global tidak
dapat diketahui, dengan syarat kemajhulannya bersifat sedikit, maka
jual belinya sah.
2) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat. Menurut ulama Hanfiyah,
jual beli seperti ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau
tenggang waktu yang disebutkan dalam akad jatuh tempo.
3) Menjual barang ghaib yang tidak dapat dihadirkan pada saat jual beli
berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat langsung oleh pembeli.
5. Jual Beli yang Dilarang dalam Islam
Berkenaan dengan hal ini. Wahbah Al-Juhalili membagi:
a. Jual beli yang dilarang karena ahliah ahli akad (penjual dan pembeli),
antara lain:
1) Jual beli orang gila
Artinya bahwa jual beli yang sedang mabuk juga dianggap tidak sah,
sebab ia dipandang tidak berakal.
2) Jual beli anak kecil
43
Artinya jual beli yang dilakukan anak kecil (belum mumayyiz)
dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara yang ringan.
3) Jual beli orang buta
Jumhur Ulama sepakat bahwa jual beli yang dilakukan orang buta
tanpa diterangkan sifatnya dipandang tidak sah. Karena ia dianggap
tidak bisa membedakan barang jelek dan yang baik, bahkan menurut
ulama Syafi’iah walaupun diterangkan sifatnya tetap dipandang tidak
sah.
4) Jual beli fudhul
Artinya juall beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya, oleh
karena itu menurut para ulama jual beli yang demikian dipandang
tidak sah, sebab dianggap mengambil hak orang lain (mencuri).
5) Jual beli orang yang terhalang sakit, bodoh atau pemboros)
Artinya bahwa jual beli yang dilakukan oleh orang-orang yang
terhalang baik karena ia sakit maupun kebodohannya dipandang tidak
sah, sebab ia dianggap tidak punya kepandaian dan ucapannya
dipandang tidak dapat dipegang.
6) Jual beli malja‟
Artinya jual beli yang dilakukan oleh orang yang sedang dalam
bahaya. Jual beli yang demikian menurut kebanyakan ulama tidak sah,
karena dipandang tidak normal sebagaimana yang terjadi pada
umumnya.
44
b. Jual beli yang dilarang karena objek jual beli (barang yang diperjual
belikan), sebagai berikut:
1) Jual beli gharar
Yaitu jual beli barang yang mengandung kesamaran. Jual beli yang
demikian tidak sah.
2) Jual beli barang yang tidak diserahkan
Artinya bahwa jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti
burung yang ada di udara dan ikan yang ada di air dipandang tidak
sah, karena jual beli seperti ini dianggap tidak ada kejelasan yang
pasti.
3) Jual beli majhul
Artinya jual beli barang yang tidak jelas, misalnya jual beli singkong
yang masih ditanah, jual beli buah-buahan yang baru berbentuk
bunga, dan lain-lain. Jual beli seperti ini menurut jumhur ulama tidak
sah karena akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
4) Jual beli sperma binatang
Maksudnya bahwa jual beli sperma (mani) binatang seperti
mengawinkan seekor sapi jantan dengan sapi betina agar mendapat
keturunan yang baik adalah haram.
5) Jual beli yang dihukumkan najis oleh Agama (Al-qur’an)
Artinya bahwa jual beli barang-barang yang sudah jelas hukumnya
oleh agama seperti arak, babi, bangkai, dan berhala adalah haram.
45
6. Khiyar Dalam Jual Beli
Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah akan
meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Penjual dan pembeli
mempunyai hak khiyar/pilih selama berada ditempat jual beli, sejak ijab
dilakukan hingga berakhirnya pertemuan tersebut.46
Secara etimologi khiyar berati memilih, menyisihkan, dan menyaring.
Secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih)
untuk diajdikan orientasi.47
Secara terminologis dalam ilmu fikih, khiyar berarti hak yang dimiliki
dua orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang
disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya. 48
Hikmah disyariatkannya hak pilih adalah membuktikan dan
mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian.
Oleh sebab itu syariat hanya menetapkan dalam kondisi tertentu saja, atau
ketika salah satu pihak yang terlibat menegaskannya sebagai persyaratan.
Karena terjadinya oleh sesuatu hal, khiyar dibagi menjadi tiga bagian:
a. Khiyar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan
melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada
46
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (edisi revisi), Buku II Tentang Akad, Pasal 69
(Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIM), 2009), h. 33. 47
Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta:
Darul Haq, 2001), h. 47. 48
Ibid.
46
dalam satu tempat (majelis), khiyar majelis boleh dilakukan dalam berbagai
jual beli.
b. Khiyarsyariat, yaitu penjualan yang didalamnya disyariatkan sesuatu baik
oleh penjual maupun oleh pembeli, seperti seseorang berkata “saya jual
rumah ini dengan harga Rp100.000.000,00 dengan syarat khiyar selama tiga
hari”
c. Khiyar aib‟, artinya dalam jual beli ini disyariatkan kesempurnaan benda-
benda yang dibeli, seperti seseorang berkata. “saya beli mobil itu seharga
sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”, seperti yang diriwatkan
oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a bahwa seseorang membeli
budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya
pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada rasul, maka budak
itu dekembalikan pada penjual. Penyebab khiyar aib adalah adanya cacat
pada barang yang diperjualbelikan (ma‟qud „alaih) atau harga (tsaman),
karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud, atau orang yang
berakad tidak meneliti kecacatannya ketika akad berlangsung.
B. Harga Dalam Islam
1. Pengertian Harga
Merupakan sesuatu kesepakatan mengenai transaksi jual beli
barang/jasa di mana kesepakatan tersebut diridhai oleh kedua belah pihak.
Harga tersebut haruslah direlakan oleh kedua belah pihak dalam akad, baik
47
lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang/jasa yang
ditawarkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli.49
Harga ditentukan oleh permintaan produk/jasa oleh para pembeli dan
pemasaran produk/jasa dari para pengusaha/pedagang, jadi harga-harga
ditentukan oleh permintaan pasar dan penawaran pasar yang membentuk
suatu titik keseimbangan. Titik keseimbangan itu merupakan kesepakatan
antara pembeli dan penjual yang mana para pembeli memberikan ridha dan
para penjual juga memberikan ridha. Jadi para pembeli dan penjual masing-
masing saling meridhai. Titik keseimbangan itulah dinamakan dengan
harga.50
Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para Ulama’ fiqh
membedakan ats-Tsaman dengan as-si’r. Menurut mereka, ats-Tsaman
adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara aktual,
sedangkan as-si’radalah modal barang yang seharusnya diterima para
pedagang sebelum dijual ke konsumen.51
Dengan demikian terdapat 2 macam harga, yaitu as-Tsaman dan as-
si’r. Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah as-Tsaman
bukan as-si’r. Ulama; fiqh mengemukakan syarat as-Tsaman sebagai
berikut:
49
Muhammad Birusman Nuryadin, “Harga dalam Perspektif Islam”. Jurnal MAZAHIB,
Vol .IV No. 1 (Juni 2007), h. 93 50
Ibid., h. 94 51
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 118.
48
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak jelas jumlahnya
b. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara hukum,
seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila barang itu dibayar
kemudian (berhutang), maka waktu pembayarammya pun harus jelas
waktunya.
c. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang dijadikan
nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara’ seperti babi dan khamar,
karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara’.52
2. Penentuan Harga
Penentuan harga adalah pemasangan nilai tertentu untuk barang yang
akan dijual dengan wajar, penjual tidak zalim dan tidak menjerumuskan
pembeli.
Dalam ekonomi Islam siapa pun wajib boleh berbisnis. Namun
demikian, dia tidak boleh melakukan ikhtiar, yaitu mengambil keuntungan di
atas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang
lebih tinggi. Islam menghargai hak penjual dan pembeli untuk menentukan
harga sekaligus melindungi hak keduanya.53
Tujuan dari perdangan adalah mencari untung, sedangkan Islam tidak
pernah memberikan batasan tertentu bagi seorang pedagang dalam
memperoleh untung. Namun bagaimanapun juga, adalah tidak adil apabila
seseorang membeli tidak sesuai dengan barang, atau sesuai dengan harga yang
52
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 124-125. 53
Lukma Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Erlangga, 2012), h. 173.
49
sedang berlaku. 54
Dalam menentuka harga suartu produk baik barang
makanan maupun non makanan, terutama barang bahan pokok (sembako),
harus mengacu kepada harga pasar dan kepentingan bersama (harga yang
adil), tidak hanya keuntungan semata, karena Ekonomi Islam lebih
mengutamakan manfaat (benefit) dalam berusaha, dan bukan hanya
keuntungan (profit) semata.
Berdasarkan definisi tentang harga yang adil, Ibnu Taimiyah
mendefinisikan laba (keuntungan) yang adil sebagai laba normal yang secara
umum diperoleh dari jenis perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain.
Ia menentang tingkat keuntungan yang tidak alazim, bersifat eksploitatif
(ghaban fahisy) dengan memanfaatkan ketidak pedulian masyarakat terhadap
kondisi pasar yang ada. 55
Dalam konsep ekonomi Islam harga ditentukan oleh keseimbangan
permintaan dan penawaran. Keseimbangan ini tidak terjadi bila antara penjual
dan pembeli tidak bersikap saling merelakan. Kerelaan ini ditentuka oleh
penjual dan pembeli dalam mempertahankan kepentingannya atas barang
tersebut. Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual untuk menyediakan
barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan kemampuan pembeli untuk
mendapatkan barang tersebut daripenjual.56
Keadaan rela sama rela
54
Muhammad, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN Yogyakarta, tt),
h.178. 55
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2012), h. 360. 56
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), h. 216.
50
merupakan kebaikan dari keadaan aniaya yaitu keadaan diaman salah satu
pihak senang atas kesedihan atas pihak lain.57
Dalam sejarah Islam masalah penentuan harga dibebaskan berdasarkan
persetujuan khalayak masyarakat,. Rasulullah SAW sangat menghargai harga
yang terjadi, karena mekanisme pasar yang dan menyuruh masyarakat muslim
untuk mematuhi peraturan ini. Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan
permintaan dan penawaran yang murni dan wajar, yang tidak dipaksa atau
tekanan pihak tertentu (tekanan monopolistik dan monopsonitik), maka tidak
ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar.
Tetapi apabila para pedagang sudah menaikan harga di atas batas
kewajaran, mereka itu telah berbuat zalim dan sangat membahayakan umat
manusia, maka seorang penguasa (pemerintah) harus campur tangandalam
menangani persoalan tersebut dengan cara menetapkan harga standa. Dengan
maksud untuk melindungi hak-hak orang lain, mencegah terjadinya
penimbunan barang dan menghindari dari kecurangan para pedagang.58
Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat khususnya kaum
lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Islam juga tidak
menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis,
terutama komunis, tetapi di tengah-tengah antar keduanya.59
57
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: PT RajaGrafindo Perasada,
2012), h. 152. 58
Ibid, h. 170. 59
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),
h. 71.
51
Islam menganut mekanisme pasar yang berdasarkan kebebasan pasar.
Dengan maksud dalam segala bentuk penentuan harga diperoleh dari adanya
permintaan dan penawaran yang berlaku, sehingga perubahanharga yangtidak
didasarkan pada permintaan dan penawaran adalah perbuatan zalim, seperti
adanya penimbunan dan monopoli
3. Konsep Harga yang Adil
Menurut Islam, adil merupakan norma paling utama dalam sejarah
aspek perekonomian. Hal itu dapat ditangkap dalam Al- Qur’an yang
menjadikan adil sebagai tujuan agama samawi. Bahkan, adil adalah salah satu
asma Allah. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Maidah ayat 8:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keadilan sifat adil adalah zalim. Allah menyukai orang yang
bersikap adil dan sangat memusuhi kezaliman, bahkan melaknatnya. Al-
qur’an sangat menekankan perlunya keadilan. Menurut Islam, adil
52
sangatlah natural untuk mempergunakan gagasan ini berhubungan dengan
pasar, khususnya dengan harga. Karena itu, Rasulullah SAW menyatakan
sifatnya sebagai riba seseorang yang menjual terlalu mahal di atas
kepercayaan pelanggan. Islam mengatur agar persaingan di pasar
dilakukan dengan adil. Setiap bentuk yang dapat menimbulkan
keidakadilan dilarang.
Harga yang adil atau jujur disebut sebagai tradisi Rasulullah SAW,
dalam konteks kompensasi terhadap pemilik, misalnya dalam kasus
seorang majikan yang membebaskan budaknya. Budak itu kemudian
menjadi manusia merdeka dan majikannya tetpa memperoleh kompensasi
dengan harga yang jujur (qimah al-adl). Dugaan tentang harga yang adil
atau jujur juga ditemukan dalam salah satu surat kenegaraan dari khalifah
keempat, Ali bin Abi Thalib.
Para Hakim, yang telah mengkodifikasikan hukum Islam tentang
transaksi bisnis, menggunakan konsep itu dalam obyek barang cacat yang
dijual, perebutan kuasa, memaksa penimbunan barang untuk menjual
barang timbunannya, menetapkan harga terlalu tinggi, membuang jaminan
atas harta milik, dan sebagainya. Secara umum, mereka berfikir bahwa
harga sesuatu yang adil adalah harga yang dibayar untuk obyek yang sama
yang diberikan pada waktu dan tempat diserahkan. Karena itu mereka
53
lebih suka menyebutnya dengan istilah harga ekuivalen (setara) (Thaman
al-mithl). 60
Menurut Ibnu Taimiyah, ada dua tema dalam penentuan harga
yaitu kompensasi harga serta setara dan harga yang setara . Dia berkata:
Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir ole hal-hal yang setara
dan itulah esensi dari keadilan. Di manapun ia membedakan antara dua
jenis harga, yakni yang tidak adil dan terlarang serta harga yang adil dan
disukai. Dia mempertimbangkan harga yang setara itu sebagai harga yang
adil.61
Harga yang setara didefinisikan sebagai harga baku dimana
penduduk menjual barang-barang mereka, dimana harga yang berlaku
mereflesikan nilai tukar yang setara dengan barang tersebut, diterima
secara ridha. Yang dijalankan atas dasar penipuan bukanlah harga yang
setara, hal ini menandakan bahwa harga yang setara haruslah merupakan
harga yang kompetitif tanpa unsur penipuan.62
Dalam bisnis perlu adanya standar harga, yaitu prinsip-prinsip
transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil, sebab hal itu
merupakan cerminan dari komitmen syariat Islam terhadap keadilan yang
menyeluruh. Secara umum, harga yang adil adalah harga yang tidak
menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kezaliman) sehingga merugikan
60
Ibid, h. 93. 61
Ibid, h. 93-94. 62
Ibid, h. 97.
54
salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain.Harga harus
mencerminkan manfaat bagi pembeli yang normal dan pembeli
memperoleh manfaat yang secara dengan harga yang dibayarkan.63
C. Konsep Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah merupakan sumber daya alam yang menunjang kehidupan
banyak orang karena merupakan tempat tinggal dan mata pencaharian setiap
orang, oleh karena itu tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
manusia. Tanah juga merupakan kekayaan Negara yang dibutuhkan baik
untuk perorangan maupun badab hukum atau kelompok yang
penguasaannya diatur oleh Negara yang pemanfaatannya diperuntukan
penuh untuk masyarakat.
Tanah dalam hukum agraria berasal dari kata akter (belanda) yang
berarti tanah pertanian, namun dalam bahasa latin agger berarti tanah atau
sebidang tanah, agrarius (latin) berarti perladangan, persawahan,
persawahan, pertanian, agrarian (inggris) berarti tanah pertanian.64
Dalam hukum tanah Malaysia, pengertian Tanah yang disebut land,
memiliki beberapa arti, beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Permukaan bumi dan semua bagian pembentukannya
b. Bagian bumi dibawah permukaan dan segala isi yang dikandungnya
63
Sukarno Wibowo, Dedi Supridi, Ekonomi Mikro Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
h. 212. 64
M, Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 1
55
c. Seluruh tanaman dan sumber daya alam, baik yang sudah dioleh
menjadi satu barang produksi maupun yang masih berada diatas atau
dibawah bumi
d. Segala sesuatu yang didapat secara permanen atau sementara diatas
atau dibawah permukaan bumi65
Menurut Pasal 1 ayat 4 UUPA junio Pasal 4 ayat 1 UUPA tanah adalah
permukaan bumi dan tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah
air. Yang berarti bahwa pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang
ada di daratan dan permukaan bumi yang berada dibawah air termasuk air
laut.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), tanah adalah:
Pertama, permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali, Kedua,
keadaan bumi disuatu tempat, Ketiga, permukaan bumi yang diberi batas,
Keempat, bahan-bahan dari bumi, bumi segala bahan sesuatu (pasir, cadas,
napal, dll).
Kata tanah dalam arti yuridis kata tanah yang mana telah diberikan
batasan resmi oleh UUPA No. 5 Tahun 1960 Pasal 4 yang menyatakan
bahwa: Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah. Yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta
65
Ibid, h. 2
56
badan-badan hukum. Dengan demikian arti “Tanah” dalam pengertian
yuridis adalah permukaan bumi, makna permukaan bumi sebagai bagian
dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan hukum.66
Definisi tanah dalam statute 205 (1 ix) Law of property act (Undang-
undang perumahan), tanah meliputi lahan umum dan areal pertambangan
dan mineral, bangunan atau bagian bangunan dan tanah hak bersama yang
turun-temurun juga yang disewakan, dan fasilitas lain yang diwarisi dan
kemudahan memperoleh hak, hak pribadi atau sesuatu yang
menguntungkan yang dihasilkan dari tanah.67
Menurut Maria R. Ruwiastuti, Tanah adalah sesuatu wilayah
berpotensi ekonomi yang mampu menghidupi kelompok manusia (bisa
berupa hutan, sungai, gunung, sumber mineral maupun lahan-lahan
pertanian) dan dihayati sebagai perpangkalan budaya dari komunitas yang
bersangkutan. Apabila disintesiskan pengertian tanah baik yang tercantum
dalam undang-undang atau pandangan yang dikemukakan oleh para ahli,
maka konsep tanah dapat disarikan sebagai berikut:
1. Pengertian tanah dari aspek fisiknya
2. Pengertian tanah dari aspek penguasaannya
3. Pengertian tanah dari aspek fungsi atau manfaatnya
Dari ketiga hal diatas maka dapat dikemukakan tanah adalah permukaan
bumi yang dapat dikuasai oleh Negara, masyarakat adat, dan/atau
66
Supriyadi, Hukum Agraria (Jakarta: Sinar Rafika, 2007), h. 3 67
Ibid., h. 9
57
perorangan, dan/atau badan serta dapat dipergunakan untuk kepentingan
yang bernilai ekonomis dan budaya.
2. Dasar Hukum Tanah
a. Dasar Hukum Tanah UUPA
Mengingat arti pentingnya tanah bagi kelangsungan hidup masyarakat,
maka diperlukan peraturan yang lengkap dalam hal penggunaan, pemanfaatan,
pemilikan dan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut. Semua ini
bertujuan untuk menghindari persengketaan tanah baik yang menyangkut
pemilikan maupun perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan pemiliknya,
maka dari itu dibuat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria yang biasa disebut Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) mengisyaratkan bahwa tanah itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara sebagai organisasi seluruh rakyat.
Dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah,
UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran
tanah diseluruh indonesia. Menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah sebagai
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah secara terus
menerus dan diatur, berupa pengumpulan data keterangan atau data tertentu
yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan
penyajian bagi kepentingan rakyat dalam memberikan kepastian hukum di
bidang pertanahan termasuk bukti dan pemeliharaannya.
58
a. Dasar Hukum Tanah Dalam Islam
Dalam Al-Qur’an ada tiga kata yang disebutkan Allah Swt tentang
tanah, di samping kata al-ardhun (الارض)kata yang juga banyak
disinggung adalah Al-Thin (الطين), kemudian disebutkan juga kata Al-
Turab (التراب) yang apabila diartikan berarti tanah. Hal ini juga
ditunjukkan dengan ada banyaknya kata yang menyebutkan al-ard
Hal ini di jelaskan di dalam Al-Qur’an surah Al-Nahl (16) .(الارض)
ayat 65:
”Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu
dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).68
Terdapat juga dalam firman Allah SWT Q.S Al-Imran (3) ayat 49:
68
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahannya dengan transliterasi,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra,t.t). h. 523.
59
”Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada
mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa
sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu
dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, Maka ia menjadi
seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang
buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku
menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan
kepadamu apa yang kamu Makan dan apa yang kamu simpan di
rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda
(kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman”.
b. Nilai dan Harga Tanah
Pengertian nilai tanah dibedakan antara tanah yang diusahakan
(improved land) dan tanah yang tidak diusahakan (unimproved land). Nilai
tanah yang tidak diusahakan adalah harga tanah tanpa bangunan diatasnya.
Sedang nilai tanah yang diusahakan adalah harga tanah ditambah dengan
harga bangunan yang terdapat di atasnya (Reksohadiprodjo, 1985). Nilai
tanah menurut Chapin (1999), dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok,
antara lain :
1) Nilai keuntungan yang dihubungkan dengan tujuanekonomi dan
yang dapat dicapai dengan jual beli tanah dipasaran bebas.
2) Nilai kepentingan umum yang dihubungkan dengan kepentingan
umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.
3) Nilai sosial yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan
dinyatakan penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan
pelestarian, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.
Menurut Supriyanto (1999), dalam Presylia (2002), nilai tanah
adalah suatu pengukuran yang didasarkan kepada kemampuan tanah
60
secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi
ekonomisnya. Di dalam realitanya, nilai tanah dibagi menjadi dua, yaitu
nilai tanah langsung dan nilai tanah tidak langsung.
Nilai tanah langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan tanah
yang secara langsung memberikan nilai produktifitas dan kemampuan
ekonomisnya, seperti misalnya lahan atau tanah yang secara langsung
dapat berproduksi, contohnya tanah pertanian.
Nilai tanah tidak langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan
tanah dilihat dari segi letak strategis sehingga dapat memberikan nilai
produktifitas dan kemampuan ekonomis, seperti misalnya tanah yang
letaknya 12 berada di pusat perdagangan, industri, perkantoran dan
tempat rekreasi.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa
suatu tanah mungkin saja nilainya secara langsung rendah karena tingkat
kesuburunnya rendah, tetapi berdasarkan letak strategisnya sangat
ekonomis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kesatuan
moneter yang melekat pada suatu properti yang dipengaruhi oleh factor
sosial, ekonomi, politik dan faktor fisik yang dinyatakan dalam harga
dimana harga ini mencerminkan nilai dari properti tersebut (Presylia,
2002).
Menurut Sujarto (1986), dalam Ely (2006), nilai tanah adalah
perwujudan dari kemampuan tanah sehubungan dengan pemanfaatan dan
61
penggunaan tanah, dimana penentuan nilai tanahnya tidak terlepas dari
nilai keseluruhan tanah dimana tanah itu berlokasi.
Sedangkan menurut Suryanto (1997), dalam Ernawati (2005), nilai
tanah adalah perwujudan dari kemampuan sehubungan dengan
pemanfaatan dan penggunaan tanah sebagai ilustrasi, dimana harga tanah
merupakan salah satu refleksi dari nilai tanah dan sering digunakan
sebagai indeks bagi nilai tanah. Harga tanah adalah penilaian atas tanah
yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan
luas tertentu pada pasaran lahan (Riza, 2005). Nilai tanah dan harga tanah
mempunyai hubungan yang fungsional, dimana harga tanah ditentukan
oleh nilai tanah atau harga tanah mencerminkan tinggi rendahnya nilai
tanah.
Dalam hubungan ini, perubahan nilai tanah serta penentuan nilai
dengan harga tanah dipengaruhi oleh faktor - faktor yang menunjang
kemanfaatan, kemampuan dan produktifitas ekonomis tanah tersebut.
Menurut Riza (2005), harga sebidang tanah ditentukan oleh jenis
kegiatan yang ditempatkan di atasnya dan terwujud dalam bentuk
penggunaan tanah. Harga tanah dalam keadaan sebenarnya dapat
digolongkan menjadi harga tanah pemerintah 13 (Goverment Land Price)
dan harga tanah pasar (Market Land Price).
62
Menurut Brian Berry (1984) harga tanah merupakan refleksi dari
nilai tanah artinya harga merupakan cerminan dari nilai tanah tersebut.
Pengertian umum dari nilai dan harga tanah adalah :
1) Nilai tanah (land value) adalah perwujudan dari kemampuan
sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah.
2) Harga tanah (land prize) adalah salah satu refleksi dari nilai tanah
dan sering digunakan sebagai indeks bagi nilai tanah.
Menurut Luky (1997), dengan adanya investasi pada tanah yang
terus-menerus maka harga tanah juga meningkat secara non-linier. Hal ini
disebabkan karena harga tanah merupakan harga pasar tidak sempurna
(imperfect market), artinya harga tanah tidak mungkin turun karena tidak
berimbangnya supply dan demand.69
4. Perubahan Nilai dan Harga Tanah
Menurut Riza (2005), pada dasarnya nilai suatu tanah dapat diciptakan,
dipelihara, diubah atau dirusak oleh permainan keempat kekuatan penggerak
kehidupan masyarakat, yaitu:
a. Standar kehidupan sosial
b. Perubahan dan penyesuaian kehidupan ekonomi
c. Peraturan pemerintah
d. Pengaruh – pengaruh alam dan lingkungan
69
Narendra Saktyo Adi, “Analisa Zona Nilai Tanah Akibat Perubahan Penggunaan
Lahan”. (Tugas Akhir Jurusan Teknik Geomatika Fakulatas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2015).
63
Selanjutnya menurut Rahman (1992), dalam Riza (2005), karena nilai
suatu tanah tersebut merupakan fungsi permintaan dan penawaran, maka faktor
– faktor yang perlu di pertimbangkan yang akan mempengaruhi penawaran dan
permintaan tanah tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk
2. Perubahan komposisi umur penduduk
3. Perubahan dalam kecenderungan dan cita rasa II-7
4. Perubahan dalam jenis masyarakat
5. Perubahan teknologi
6. Kemampuan pembeli di pasaran
7. Perubahan teknik pembangunan
8. Aksesbilitas terhadap berbagai fasilitas
9. Peruntukan tanah
5. Zona Nilai Tanah
a. Zona Nilai Tanah (ZNT)
Zona Nilai Tanah merupakan area yang menggambarkan nilai
tanah yang relatif sama, sekumpulan bidang tanah di dalamnya yang
batasannya bersifat imanijer ataupun nyata sesuai penggunaan tanah dan
mempunyai perbedaan nilai antara yang satu dengan yang lainnya
berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya
Zona Nilai Tanah adalah Zona geografis yang terdiri atas
sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata
yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu
64
satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat
pada batas blok.
b. Peta Zona Nilai Tanah
Peta Zona Nilai Tanah adalah Peta yang menggambarkan suatu
zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang
mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatasi oleh batas
penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi
desa/kelurahan. Penentuan batas Zona Nilai Tanah tidak terikat kepada
batas blok
Peta Zona Nilai Tanah menggunakan teknik spasial dalam
membuat zona-zona yang berbentuk luasan atau polygon yang mewakili
nilai tanah tertentu sesuai dengan kondisi nyata di lapangan yang berasal
dari nilai transaksi jual beli. Peta Zona Nilai Tanah ini dibuat dengan
menggunakan alat bantu Sistem Informasi Geografis yang dapat
mengolah data titik koordinat nilai tanah menjadi klasifikasi harga tanah
dalam bentuk zona untuk membedakan nilai tanah pada masing-masing
zona.70
c. Pembuatan Peta ZNT Pembuatan peta ZNT dengan cara memploting
nilai NIR dan data NJOP sesuai dengan batas dan atribut yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Kemudian mengklasifikasikan nilai tanah
sesuai dengan harga atau nilai yang berdekatan.
70
Erni Dwi Haspari Putri, Bambang Sudarsono, Nurhadi Bashit, “Analisis Pengaruh
Perubahan Penggunaan Lahan Akibat Perpindahan Fasilitas Publik Terhadap Zona Nilai Tanah Di
Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali “. Jurnal Geodesi Undip, Vol .8, No 1 (Januari 2019), h.
370.
65
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini menggali informasi dari penelitian-penelitian
sebelumnya sebagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan atau
kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari
buku-buku maupun skripsi dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang
ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan
untuk memperoleh landasan teori ilmiah.
1. Jurnal Rizky Silvandie, Sawitri Subiyanto, Hani’ah. Program Studi
Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Unversitas Diponegoro dengan judul
“Penentuan Perubahan Zona Nilai Tanah Berdasarkan harga pasar
untuk peningkatan NJOP di Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga”.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan, pengumpulan data
yang digunakan menggunakan metode observasi, wawancara,
dokumentasi langsung pada tempat penelitian di Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga. Hasil penelitian yang didapat dalam penelitian ini, bahwa
dari perhitungan Assasement Sales Ratio yang merupakan presentase
perbandingan nilai tanah berdasarkan NJOP dan NIR untuk keperluan
penarikan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) presentase kenaikan
pemasukan PBB berdasarkan ZNT NIR sebesar 5922,35% dibandingkan
dengan nilai pemasukan pajak berdasarkan ZNT NJOP. Titik fokus
kajian pada Jurnal ini adalah perbandingan nilai tanah berdasarakan
NJOP dan NIR untuk keperluan PBB presentase kenaikan pemasukan
PBB berdasarkan ZNT NIR sebesar 5922,35% dibandingkan dengan nilai
66
pemasukan pajak berdasarkan ZNT NJOP. Sedangkan karya ilmiah yang
diteliti titik fokusnya berbeda, kajian peneliti lebih terfokus dalam hukum
Islam
2. Skripsi Aninda Rizky Dhani S. Universitas Gajahmada Teknik Geodesi
dengan judul “Pembuatan Peta Perbedaan Nilai Tanah Pada ZNT dan
Harga Penawaran di Iklan Surat Kabar”. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian lapangan, pengumpulan data yang digunakan
menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi, dokumentasi
langsung pada tempat penelitian di daerah Kecamatan Ngaglik,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Hasil penelitian yang didapat dalam
penelitian ini berupa peta heatmap yang menampilkan perbedaan nilai
tanah pada ZNT dan harga penawaran di iklan surat kabar di Kecamatan
Ngaglik. Perbedaan nilai tanah tersebut mempunyai rentang nilai tanah
terendah sebesar Rp 25.000,00 dan nilai tanah tertinggi sebesar Rp
8.500.000,00 dengan rata-rata nilai persentase perbedaan sebesar 33%
dari nilai tanah peta ZNT. Titik fokus pada skripsi ini adalah ini berupa
peta heatmap yang menampilkan perbedaan nilai tanah pada ZNT dan
harga penawaran di iklan surat kabar di Kecamatan Ngaglik. Sedangkan
karya ilmiah yang diteliti titk fokusnya berbeda, kajian peneliti lebih
terfokus dalam hukum Islam.
67
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Quran Al-Karim
Amrullah, Haji Abdul Malik Karim (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, juz V, Jakarta:
Yayasan Nurul Islam, 1984.
Departemen Agama RI.Al’quran dan Terjemahan
Departermen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta Pusat: Pena
Pundi Aksara, 2006.
Mas’ud, Ibnu , Fiqh Madzhab Syafi‟i Edisi LengkapBandung: Pustaka Setia,
2000.
Shihab,M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera –Hati, 2002.
B. Buku
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2004.
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Jakarta: Raja Grafindo, 1994.
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014.
Al-Asqalany, Al Hafiz Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, Cet. Pertama,
Jakarta: Pustaka Amani, 1995.
Al-Jahlani, Muhammad Ibnu Ismail, Sulubus Salam , Bandung: Dahlan.
Al-Muslih, Abdullah dan Shalah Ash-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam,
Jakarta: Darul Haq, 2001.
Arba,M, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
As-Sadi, Syeh Abdurrahman,Fiqih Jual Beli: Panduan Praktis Bisnis Syariah
Jakarta: Senayan Publishing: 2008.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2016.
Hakim, Lukma, Prinsip-Prinsip Ekonomi IslamSurakarta: Erlangga, 2012.
68
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007.
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah Jakarta: Rajawali Pers, 2014..
Jafar, Khumedi, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga dan
Bisnis), Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden
Intan Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame, 2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. dalam Jaringan / Online. KBBI: Pusat Bahasa.
Karim,Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2012..
Lubis, Surahwardi K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2000.
Mardalis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1989.
Nuryadin, Muhammad Birusman, “Harga dalam Perspektif Islam”. Jurnal
MAZAHIB, Vol .IV No. 1 Juni 2007.
Pasaribu, Chairuman, Hukum Perjanjian Dalam IslamJakarta: Sinar Garafika,
2009.
Qardhawi,Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam Jakarta: Gema Insani Press,
1997.
Sudarsono,Heri, Konsep Ekonomi Islam,Yogyakarta: Ekonisia, 2002.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2013.
Supridi,Sukarno Wibowo Dedi, Ekonomi Mikro IslamBandung: Pustaka Setia,
2013.
Supriyadi, Hukum Agraria Jakarta: Sinar Rafika, 2007.
Sutrisno Hadi, Metedelogi Reseach, Jilid I, Cetakan XVII, Yogyakarta : Fakultas
Psikologi UGM.
Syafei, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.
Syeh Muhammad Yusuf Qardhawi. Halal & Haram dalam Islam PT Bima Ilmu
Surabaya.
69
C. Jurnal & Sumber Buku.
Adi, Narendra Saktyo, “Analisa Zona Nilai Tanah Akibat Perubahan Penggunaan
Lahan”. Tugas Akhir Jurusan Teknik Geomatika Fakulatas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2015.
Muhammad Irsyadi Firdaus, Arinda Kusuma Wardani. Pembuatan Peta Zona
Nilai Tanah dengan Pendekatan Penilaian Massal untuk meningkatkan
potensi PAD khususnya PBB dan BPHTB Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, 2015.
Putri, Erni Dwi Haspari, Bambang Sudarsono, Nurhadi, “Analisis Pengaruh
Perubahan Penggunaan Lahan Akibat Perpindahan Fasilitas Publik
Terhadap Zona Nilai Tanah Di Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali “.
Jurnal Geodesi Undip, Vol .8, No 1 Januari 2019.
D. Peraturan Perundang-undangan
UUPA No. 5 Tahun 1960 Pasal 4
Undang-Undang No 5 Tahun 1960
Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
E. Wawancara
Bapak Kadri Hartono S.SIT wawancara tentang Pengadaan Tanah, Badan
Pertanahan Bandar Lampung, 19 September 2019
Bapak Ibnu Malik, S. H Kepala Subsebsi Badan Pertanahan Bandar Lampung, 19
September 2019.
Rizky Novriyandi, wawancara tentang Pengadaan Tanah, Badan Pertanahan
Bandar Lampung, 20 September 2019.
Warga A, wawancara tentang keberatan harga , 2 September 2019.
Restu Hayati, Amd wawancara tentang Pengadaan Tanah, Badan Pertanahan
Bandar Lampung, 20 September 2019.
F. Internet
http://eprints.undip.ac.id/45126/2/_BAB_I.pdf, diakses pada tanggal
30Januari 2019
Recommended