View
231
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN PENSIUN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI
PONOROGO
SKRIPSI
Oleh:
FILDZAH NURINA SARI
NIM : 210214028
Pembimbing:
DEWI IRIANI, M.H.
NIP. 198110302009012008
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2018
ii
ABSTRAK
Sari, Fildzah Nurina. NIM: 210214028, 2018. “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Pembiayaan Pensiun Lembaga Keuangan Syariah Pada Bank
Syariah Mandiri Ponorogo”, Skripsi, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah
(muamalah), Fakultas Syari’ah, Institusi Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo, Pembimbing Dewi Iriani, M.H.
Kata kunci: Fatwa, Multi akad.
Terdapat pada salah satu lembaga keuangan syariah, yaitu Bank Syariah
Mandiri Ponorogo yang juga memiliki salah satu produk yaitu pembiayaan
pensiunan. Penelitian ini berangkat dari adanya fenomena yang terjadi di bank
syariah mandiri ponorogo yang melakukan pembiayaan pensiunan. Dalam
pelaksanannya untuk melakukan pembiayaan pensiunan menggunakan akad
mura>bah}ah, dalam mura>bah}ah ada 2 jenis yaitu mura>bah}ah (dengan agunan) dan
mura>bah}ah (tanpa agunan), mura>bah}ah dengan waka>lah, dan take over (qardh al bay mura>bah}ah). Dalam akad tersebut ada yang menggunakan multi akad, dimana multi akad sendiri masih di perdebatkan mengenai status hukumnya sehingga
masih ada perbedaan pendapat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana penerapan
akad pembiayaan pensiunan dalam bank syariah mandiri ponorogo. 2) Bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap akad pembiayaan pensiunan dalam bank syariah
mandiri ponorogo.
Adapun jenis penelitian yang di lakukan penulis merupakan penelitian
lapangan yang menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan
data yang dilakukan adalah menggunakan wawancara (interview), Dokumentasi.
Analisis yang digunakan menggunakan metode deduktif yaitu metode yang
menekankan pada teori kemudian pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan
secara khusus.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan akad program
pembiayaan pensiunan di Bank Syariah Mandiri ponorogo sesuai dengan hukum
islam karena dalam hukum islam menggunakan dua akad sekaligus itu sah, karena
dalam pelaksanaan di bank syariah mandiri ponorogo lebih banyak mendatangkan
maslahah daripada madharat. Sedangkan hukum penggunaan multiakad Ada dua
pendapat yang melarang dan membolehkan mengenai keabsahan multi akad
dalam perbankan yaitu bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari
akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil
hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Sedangkan Menurut kalangan
Zha>hiriyyah hukum asal dari akad adalah dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh oleh agama. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan dalam nas-
nas agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak ada dasarnya dalam
agama.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ekonomi syariah ditandai dengan meningkatnya jumlah
perbankan syariah serta model produk yang ditawarkan. Pertumbuhan
perbankan syariah tergolong paling cepat dibanding lembaga keuangan
syariah lainnya, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pembiayaan
syariah, dan pasar modal syariah. Pertumbuhan perbankan syariah ditandai
dengan munculnya produk-produk kreatif yang ditawarkan kepada
masyarakat. Penawaran produk-produk baru tersebut sebagai salah satu
strategi pemasaran untuk meningkatkan nasabah di tengah persaingan
perbankan yang semakin terbuka.1
Lembaga keuangan syariah terbagi menjadi lembaga bank dan
lembaga non bank. Lembaga bank diantaranya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) yaitu yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah. Adapun pengertian prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan atau pembayaran kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang
dinyatakan.2
1 Yosi Aryanti, Multi Akad (al-uqud al-murakkabah) di perbankan syariah perspektif fiqh
muamalah, Jurnal Ilmiah Syari„ah, 2 (2016), 177. 2 M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoretis Praktis
(Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2012), 3.
2
Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam,
seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga
intermediasi (untermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.
Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak
berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah yaitu
prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing
principle). Seperti juga bank konvensional, selain memberikan jasa-jasa
pembiayaan bank, bank syariah juga memberikan jasa-jasa lain, seperti
jasa kiriman uang, pembukaan letter of credit, jaminan bank, dan jasa-jasa
lain, yang biasanya diberikan oleh bank konvensional.3
Munculnya produk-produk baru di perbankan syariah menimbulkan
kesulitan dalam penerapan prinsip syariah terutama dalam aspek
kesesuaiannya dengan akad. Ijtihad para ulama sangat diperlukan dalam
menjawab persoalan tersebut. Dewan syariah nasional telah berupaya
memberikan jawaban terhadap kebutuhan produk tersebut yang tersebar
dalam fatwa DSN. Sebagian fatwa tersebut merupakan transformasi akad-
akad dalam hukum Islam ke dalam kegiatan transaksi keuangan modern.
Untuk menilai suatu produk apakah telah memenuhi prinsip syariah atau
3Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia (Jakarta: Pt Pustaka Utama Grafiti, 1999), 1.
3
tidak, salah satunya adalah dengan memperhatikan akad-akad dan berbagai
ketentuannya yang digunakan dalam produk tersebut.4
Produk-produk dalam perbankan syariah, beberapa atau bahkan
sebagian terbesar ternyata mengandung beberapa akad. Sebagai contoh,
dalam transaksi kartu kredit syariah terdapat akad ijarah, qardh, dan
kafalah, obligasi syariah mengandung sekurang-kurangnya akad
mudharabah (atau ijarah) dan wakalah, serta terkadang disertai kafalah.
Dalam setiap transaksi, akad-akad tersebut dilakukan secara bersamaan
atau setidak-tidaknya setiap akad yang terdapat dalam suatu produk tidak
bisa ditinggalkan, karena kesemuanya merupakan satu kesatuan. Transaksi
seperti itulah yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan ”Multi Akad”
yang kini dalam peristilahan fikih muamalat kontemporer (fiqh al-
mu‟amalat al-maliyah al-mu‟ashirah) disebut dengan al-’uqud al-
murakkabah.
Multi akad merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan
suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih, sehingga semua akibat
hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban
yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu keaatuan yang tidak dapat
dipisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad. Multi akad dalam
fikih masih diperdebatkan oleh para ualam fikih. Sebagaian ulama
membolehkan pelaksanaan multi akad dan sebagian ulama yang lain
melarangnya. Konsep multi akad yang diterapkan padaperbankan syariah
4 Yosi Aryanti, Multi Akad, 178.
4
banyak digunakan pada produk pembiayaan syariah dan produk pelayanan
jasa.5
Terdapat pada salah satu lembaga keuangan syariah, yaitu Bank
Syariah Mandiri Ponorogo, yang juga memiliki salah satu produk yaitu
pembiayaan pensiunan. Seperti yang dijelaskan oleh Putri Vita Dalam
pelaksanannya untuk melakukan pembiayaan pensiunan menggunakan
akad mura>bah}ah, dalam murabahah ada 2 jenis yaitu mura>bah}ah (dengan
agunan) dan mura>bah}ah (tanpa agunan), mura>bah}ah dengan waka>lah, dan
take over (qardh al bay mura>bah}ah).6 Akad yang kedua dalam pembiayaan
pensiunan tersebut digunakan secara bersamaan dalam satu transaksi.
Sedangkan dalam Islam ada yang tidak membolehkan adanya dua akad
dalam satu transaksi. Dan ada juga yang membolehkan. Akan tetapi dalam
fatwa tidak di sebutkan tentang adanya pembiayaan untuk pensiunan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PEMBIAYAAN PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI PONOROGO”
5 Hasanudin, Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada LKS, (Ciputat: UIN
Syahid, 2009), 3. 6 Putri Vita, hasil wawancara, 2 oktober 2018.
5
B. Penegasan Istilah
Pada penelitian ini, penulis mempertegas pembahasan yang akan di
kaji terkait akad yang digunakan dalam pembiayaan pensiun di bank
syariah mandiri ponorogo. Dalam pelaksanannya untuk melakukan
pembiayaan pensiunan tersebut menggunakan akad mura>bah}ah, dalam
mura>bah}ah ada 2 jenis yaitu mura>bah}ah (dengan agunan) dan mura>bah}ah
(tanpa agunan), mura>bah}ah dengan waka>lah, dan take over (qardh al bay
mura>bah}ah).
Akad yang kedua dalam pembiayaan pensiunan yaitu mura>bah}ah
dengan waka>lah tersebut digunakan secara bersamaan dalam satu transaksi
atau juga disebut dengan multi akad. Sedangkan dalam Islam ada yang
tidak membolehkan adanya dua akad dalam satu transaksi, dan ada juga
yang membolehkan. Dalam penelitian ini penulis hanya mengkhususkan
pembahasan terkait permasalahan yang ada kemudian ditinjau dengan
hukum islam yaitu fiqh Muamalah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 88/DSN-MUI/XI/2013.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan akad pembiayaan pensiun dalam Bank Syariah
Mandiri Ponorogo?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad pembiayaan pensiun
dalam Bank Syariah Mandiri Ponorogo?
6
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan akad pembiayaan pensiun di Bank
Mandiri Syariah.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap akad pembiayaan
pensiun dalam bank syariah mandiri ponorogo.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, acuan dan
rujukan bagi semua pihak yang ingin mendalami ilmu yang berkaitan
dengan muamalah khususnya dalam bidang lembaga keuangan
Syariah.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna
a. Bagi Bank Syariah
Diharapkan dapat membantu menyempurnakan pelayanan sesuai
dengan prinsi-prinsip syariah.
b. Bagi masyarakat
Diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat
khususnya dalam akad pembiayaan yang digunakan.
F. Telaah Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Fetri Fatorina tahun 2015 yang
berjudul ”Analisis Konsep Multi Akad dalam Fatwa DSN-MUI dalam
Perspektif Ulama Fikih”. Dalam penelitian ini menggunakan metode
7
penelitian kualitatif yang membahas dua topik permasalahan yaitu: 1)
bagaimana konsep multi akad dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
yang diterapkan pada produk pembiayaan perbankan syariah. 2) bagimana
ulama fikih tentang kosep multi akad berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI yang diterapkan pada produk pembiayaan syariah.
Dari analisis ini menunjukkan bahwa 1) konsep multi akad dalam
fatwa Dewan Syariah Nasioanl MUI yang diterapkan pada produk
pembiayaan perbankan merupakan multi akad bertingkat akad-akad yang
terhimpun pada multi akad dilaksanakan secara bertingkat atau secara
berkelanjutan. Akad ke dua dilaksanakan setelah akad pertama selesai
dilaksanakan atau berakhirnya akad pertama. 2) pandangan ulama fikih
tentang konsep multi akad berdasarkan fatwa DSN-MUI yang di terapkan
pada produk pembiayaan di perbankan syariah adalah sebagai berikut:
sebagian ulama membolehkan bentuk multi akad fatwa DSN-MUI yang di
terapkan pada produk pembiayaan di perbankan syariah. Ulama yang
membolehkan antara lain yaitu sebagian ulama mazhab malikiyah, ibnu
abidin hanafiyah, syafi‟iyah, ibnu qudamah dari hanabilah, dan wahbah
az-Zuhaili. Sebagian ulama mazhab malikiyah melarang bentuk multi akad
fatwa DSN-MUI yang di terapkan pada produk pembiayaan di perbankan
syariah.7
Penelitian yang dilakukan oleh Mufattachatin dalam skripsinya di
Institu Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2009 dengan
7 Fetri Fatorina, “Analisis Konsep Multi Akad Dalam Fatwa DSN-MUI Dalam Perspektif
Ulama Fikih”, Skripsi (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2015).
8
judul tinjauan hukum Islam terhadap multi akad dalam aplikasi sukuk
ijarah pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk. Skripsi ini membahas tentang:
1) bagaimana aplikasi multi akad sukuk ija>rah pada Pt. Sona Topas
Tourism Tbk. 2) bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai multi akad
dalam aplikasisukuk ija>rah pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini
yaitu dapat disimpulkan: 1) aplikasi multi akad sukuk ija>rah yang
diterbitkan oleh Pt. Sona Topas Tourism Tbk adalah obligasi syariah
dengan skim ija>rah. Obligasi syariah ija>rah ini berjangka waktu 5 tahun
dengan dan seluruhnya Rp. 52.000.000.000,00 dengan cicilan fee ija>rah
sebanyak Rp. 7.670.000.000,00 setiap tiga bulan sekali. Sedangkan
penggunaan dana tersebut digunakan oleh anak perusahaan (Pt. Inti Dufree
Promosindo) sebagai modal kerja di bidang biro perjalanan wisata.
Adapun akad yang digunakan oleh pihak-pihak yang terkait dalam
menerbitkan obligasi syariah ija>rah ini adalah akad ija>rah, akad waka>lah
dan akad kafa>lah. 2) tinjauan hukum islam mengenai multi akad dalam
aplikasi sukuk ija>rah adalah tidak bertentangan dengan syariat Islam
karena pihak yang melaksanakan akad berbeda sehingga dapat dikatakan
salah satu unsur (rukun) akadnya berbeda yang tidak dapat membatalkan
tujuan dari pada akad. Selain itu, penelitian multi akad dalam aplikasi
sukuk ija>rah tersebut tidak dalam satu waktu dimana dalam Islam
menjelaskan bahwa jika ada unsur dalan (rukun) yang sama melaksanakan
9
akad lebih dari sati maka hal tersebut sangat dilarang karena sama halnya
dengan (jual beli bersyarat).8
Penelitian yang dilakukan oleh Iis Nuraisah dalam skrisinya pada
tahun 2013 yang berjudul ”Akad Mura>bahah wa al-waka>lah pada produk
pembiayaan BSM Implan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Pembantu Ujungberung Bandung” dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini membahas tentang: 1)
bagaimana proses akad Mura>bahah wa al-Wa>kalah pada produk
pembiayaan BSM Implan di BSM KCP Ujungberung Bandung. 2)
bagaimana penetapan margin antara nasabah dan BSM KCP Ujungberung
Bandung. 3) bagaimana kedudukan ukum terhadap penetapan ujrah dalam
produk pembiayaan BSM Implan melalui akad Mura>bahah wa al-Wa>kalah
di BSM KCP Ujungberung Bandung. Dengan hasil penelitian
menyebutkan bahwa pembiayaan BSM Implan merupakan pembiayaan
denganmenggunakan akad Mura>bahah wa al-Wa}kalah. Akad mura>bahah
terjadi antara pihak Bank dengan nasabah sehingga pihak Bank
endapatkan margin, sedangkan akad waka>lah terjadi antara pihak Bank
dengan instansi atau perusahaan. Dari akad waka>lah ini pihak instansi atau
perusahaan mendapatkan ujrah. Pemiayaan BSM Implan dan mengandung
manfaat dan mudharat yang dirasakan oleh pihak nasabah. Manfaatnya
nasabah tidak perlu membayar langsung cicilan pembayaran ke Bank
8 Mufattachatin, ” Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad Dalam Aplikasi Sukuk
Ijarah Pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk”, Skripsi (Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel, 2009).
10
karena pembiayaan cicilan akan dipotong setiap bulannya oleh bagian
keuangan oleh instansi atau perusahaan. Sedangkan madharatnya, selain
dikenakan kewajiban membayar margin dari akad mura>bahah antara Bank
dan nasabah, nasabah juga arus membayar ujrah dari akad waka>lah antara
Bank dengan pihak instansi. Dengan penetapan pembayaran margin dan
jrah yang dikenakan kepada nasabah maka pihak nasabah memiliki dua
kewajiban sekaligus. Hal ini belum sepenuhnya memenuhi salah satu asas-
asas perjanjian yang melandasi penegakan dan pelaksanaannya yaitu asas
keadilan.9
G. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research),
yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat
tertentu baik di lembaga-lembaga, organisasi masyarakat (sosial)
maupun lembaga pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan metode
penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kulitatif adalah
penelitian yang memusatkan perhatiannya kepada prinsip-prinsip
mendasari perwujudan dari satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia.10
9 Iis Nuraisah, “Akad Akad Murabahah wa al-Wakalah pada produk pembiayaan BSM
Implan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung”, Skripsi
(Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 2013). 10
Margono, Metodologi Penelitian (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1997), 108.
11
Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan informasi yang
diperoleh dari Bank Syariah Mandiri Ponorogo secara langsung.
Kemudian mengevaluasi dengan berbagai teori yang berkaitan dengan
pokok masalah dalam penelitian ini.
2. Kehadiran Penelitian
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sangat diperlukan, karena
peneliti bertindak sebagai pengamat penuh sekaligus sebagai
pengumpul data. Dalam penelitian ini kehadiran peneliti diketahui
statusnya sebagai peneliti oleh informan. Oleh karena itu penulis hadir
secara langsung untuk melakukan wawancara dengan karyawan Bank
Syariah Mandiri Ponorogo.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan objek Penelitian ini berada di Bank Syariah
Mandiri Ponorogo, Jl. Soekarno Hatta No. 216, banyudono, Kec.
Ponorogo.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan peneliti, diantaranya:
a. Data primer sumber adalah data yang diperoleh dari sumber asli.
Adapun yang menjadi data primer di Bank Syariah Mandiri
Ponorogo adalah karyawan Bank Syariah Mandiri Ponorogo
b. Sumber data sekunder dokumen, buku, jurnal terkait fatwa DSN-
MUI NOMOR 88/DSN-MUI/XI/2013 dan fiqh muamalah.
12
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penelitian ini dilakukan dengan dua
cara, yaitu wawancara dan dokumentasi.11
a. Wawancara (interview)
Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui proses
tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah (artinya pertanyaan
dating dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh
yang diwawancarai). Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh
data langsung dari narasumber yaitu karyawan Bank Mandiri
Syariah Ponorogo.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan perolehan data dari dokumen dan
lain-lain, maupun data yang diperoleh dari sumber manusia melalui
observasi dan wawancara, serta mencari data mengenai hal-hal
berupa dokumen, foto, dan bahan-bahan lainnya yang dapat
mendukung penelitian ini.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara, dengan
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan mana yang akan di pelajari, dan membuat
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (Bandung: Alfa Beta,
2015), 225.
13
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.12
a. Editing, pemeriksaan kembali terhadap semua data yang
terkumpul, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna,
keselarasan satu dengan yang lainnya, relevansi, dan beragam
masing-masing dalam kelompok data.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data
yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasarkan dan relevan
dengan sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan
masalah.
c. Analiting, yaitu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan.
Data yang dianalisa tersebut kemudian diolah menggunakan teori
dan dalil-dalil yang sesuai, sehingga bisa ditarik kesimpulan.13
Dalam penyusunan skripsi ini, cara yang digunakan penulis untuk
menganalisa data adalah menggunakan metode deduktif. Metode
deduktif yaitu cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu kaidah
atau pendapat yang umum menuju suatu pendapat yang bersifat
khusus.14
Dalam hal ini penulis berusaha untuk mengumpulkan data
sebagaimana tersebut di atas lalu menganalisanya dari Fatwa Dewan
12
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2016), 244. 13
Aji Damanuri, Metodoogi Penelitian Mu’amalah (Ponorogo: Stain Ponorogo Press,
2010), 153. 14
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2013), 47.
14
Syariah dan fiqh muamalah, kemudian dijadikan pedoman dalam
menganalisis penerapan pembiayaan pensiun yang diterapkan pada
Bank Syariah Mandiri Ponorogo.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan
cara:
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan akan memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.15
Dengan
perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah
data-data yang sudah diperoleh sudah valid. Jika data-data yang
diperoleh selama ini ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan
pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh
data yang pasti kebenarannya.
b. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Pada penelitian
ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan data yang terkait
dengan praktek penerapan pembiayaan pensiun dan tinjauan fiqh
muamalah dengan menggunakan multi akad sudah benar atau
belum dengan cara membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen dengan memanfaatkan berbagai sumber data
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), 248.
15
informasi sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini peneliti
membandingkan data hasil wawancara dengan wawancara lainnya
yang kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai hasil
temuan lapangan.
H. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini agar lebih
mudah bagi para pembaca untuk memahaminya, terbagi ke dalam lima bab
dengan penjelasan susunannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan pendahuluan, pada bab ini menguraikan
tentang beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah
pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini penulis akan menguraikan tentang landasan teori yang
merupakan pijakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi,
definisi Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan multi akad.
BAB III : PENERAPAN PEMBIAYAAN PENSIUN DI BAN SYARIAH
MANDIRI PONOROGO
Bab ini memaparkan data-data yang merujuk pada himpunan
data wawancara yang telah penulis lakukan serta telah
dikodifikasikan. Isi dari bab ini meliputi: sejarah, penerapan
akad pembiayaan pensiun di Bank Syariah Madiri Ponorogo.
16
BAB IV : ANALISIS PEMBIAYAAN PENSIUN DI BANK SYARIAH
MANDIRI PONOROGO
Bab ini merupakan pokok membahasan dalam penelitian ini
meliputi: analisis penerapan akad pembiayaan pensiun di Bank
Syariah Mandiri ponorogo dan analisis fiqh muamalah terhadap
pembiayaan pensiun yang diterapkan Bank Syariah Mandiri
Ponorogo dalam perspektif fatwa dewan syariah nasional Nomor
88/DSN-MUI/XI/2013.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan atau hasil dari penelitian ini dan saran dari
penulis terhadap perkembangan penelitian kedepan.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dewan Syariah Nasional
1. Kedudukan dan Kewenangan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) bertujuan
mengekplorasi penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian secara umum dan khusus. Kegunaan DSN menurut Prof
Jaih Mubarok ialah untuk melakukan kajian-kajian fiqih muamalah dan
menetapkannya menjadi fatwa agar masyarakat dan industri/ lembaga
bisnis memiliki panduan dalam melakukan bisnis.1
Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan hukum perbankkan syariah berada di bawah koordinasi
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Karena
perkembangan lembaga keuangan syariah yang cukup pesat, maka
diperlukan adanya suatu lembaga khusus yang menangani masalah-
masalah terkait dengan sistem ekonomi syariah agar tidak menyimpang
dari ketentuan Al-Qur‟an dan Sunnah. MUI sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan
dengan kepentingan umat membentuk satu dewan syariah berskala
nasional yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berdiri pada
1 Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktek, Kritik Buku Bacaan Akademik, Praktisi
Serta Dewan Pengawas Syariah (Yogyakarta: Teras, 2012), 203-204.
18
tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No.
Kep-754/MUI/II/1999.2
Untuk menunjang tugas DSN-MUI, diterbitkan surat keputusan
MUI No.Kep.754/II/1996 tentang tugas pokok DSN, yaitu untuk:
a. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian syariah
b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
c. Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah
d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.3
DSN sebagai anggota dari Majelis Ulama Indonesia yang terdiri
dari para ulama, praktisi, dan para pakar yang terkait dalam bidang
muamalah syariah. Adapun tugas DSN adalah sebagai berikut:
1) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya.
2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Untuk memudahkan peran DSN dalam menjalankan tugasnya,
DSN-MUI memiliki wewenang yang berlaku bagi seluruh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) yaitu:
2 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankkan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Uii Press,
2008), 70. 3 Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, 203-204
19
a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di
masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
tindakan hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi
ketentuan/peraturan yang di keluarkan instansi yang berwenang,
seperti (Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia.
c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-
nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada
suatu lembaga keuangan syariah.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas
moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional.
f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.4
Terdapat hal yang menarik mengenai fatwa-fatwa yang diterbitkan
MUI dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Fatwa-fatwa MUI ini dibagi dalam tiga kategori,
yaitu ekonomi syariah, kehalalan produk, dan kemasyarakatan. Dari
tiga kategori ini, fatwa kategori ekonomi syariah memiliki kedudukan
4 Dewan Syariah Nasional Mui, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,
2014), 5.
20
yang lebih kuat dibandingkan dengan dua kategori lainnya. Kedudukan
lebih kuat maksudnya adalah fatwa-fatwa kategori ekonomi syariah
diakui dan dikuatkan keberadaannya dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila pihak-pihak yang terkait
dengan peraturan ini tidak melaksanakan fatwa tersebut akan
mendapatkan sanksi administrasi dari pemerintah. Fatwa-fatwa DSN
tidak hanya mengenai kegiatan, produk dan jasa yang akan
dioperasionalkan oleh suatu bank syariah, tetapi juga mengenai
ketentuan ekonomi syariah (keuangan syariah) yang menjadi landasan
bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti kementerian keuangan dan Bank Indonesia (BI). 5
Berdasarkan kesimpulan dalam Konsideran (bagian b) surat
Keputusan MUI Nomor Kep-98/MUI/III/2001 tentang susunan
pengurus dewan syariah nasional masa bakti 2000-2005 bahwa fatwa
yang dikelurakan oleh DSN semakin kuat secara hukum untuk ditaati,
terutama setelah dikeluarkannya undang- undang perbankkan syariah.
Dengan demikian kekuatan DSN tidak saja secara internal di
kelembagaan MUI tapi juga secara eksternal pada kelembagaan
keuangan yang menerapkan prinsip dan transaksi syariah.6
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
mempunyai peranan yang penting dalam upaya pengembangan produk
5 Atho Mudzhar Dan Choirul Fuad Yusuf, Dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Mui)
Dalam Perspektif Hukum Dan Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama Ri, 2012), 260. 6 Ibid., 204-205.
21
hukum perbankkan syariah. Karena dalam pengembangan ekonomi dan
perbankkan syariah mengacu pada sistem hukum yang dibangun
berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits yang keberadaannya berfungsi
sebagai pedoman utama bagi mayoritas umat islam.
Fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan pengembangan
lembaga ekonomi dan perbankan syariah dikeluarkan atas pertimbangan
Badan Pelaksana Harian (BPH) yang membidangi ilmu syariah dan
ekonomi perbankan. Dengan adanya pertimbangan dari para ahli
tersebut, maka fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI memiliki
kewenangan dan kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha ekonomi syariah.
karena itu agar fatwa memiliki kekuatan mengikat, sebelumnya perlu
diadopsi dan disahkan secara formal ke dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Namun agar peraturan perundang-undangan yang
mengadopsi prinsip-prinsip syariah dapat dijalankan dengan baik, maka
DSN-MUI membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) disetiap
lembaga keuangan syariah. Tujuannya adalah menjalankan fungsi
pengawasan terhadap aspek syariah yang ada dalam perbankan.7
Fungsi fatwa terpaut dengan fiqh, keduanya memiliki hubungan
saling melengkapi, di mana fatwa memuat uraian sistematis tetang
substansi hukum islam. Fiqh disbanding sebagai kitab hukum, serta
sebagai rujukan normatif dalam melakukan perbuatan sehari-hari.
7 Dewan Syariah Nasional Mui, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,
2014), 9.
22
Sehingga secara jelas fatwa memiliki fungsi sebagai penerapan secara
konkret ketentuan fiqh dalam masalah tertentu.8
Maka di keluarkannya fatwa di pandang sebagai pendapat hukum
yang berdasarkan pertimbangan. Pengeluaran fatwa ini di maksudkan
untuk melaksanakan fungsinya yang utama, yakni memberikan
pendapat hukum suatu masalah, sesuai dengan pendapat mereka,
tentang tindakan apa yang benar menurut pandangan syariah. Fatwa
telah berperan dalam menjelaskan hukum islam yang berbentuk jwaban
konkret terhadap kasus demi kasus yang telah di hadapi oleh
masyarakat yang dapat di jadikan pedoman untuk mengetahui
bagaimana penerapan hukum syariah terhadap masalah tertentu.9
2. Dasar Hukum Fatwa
Pada umumnya fatwa di tetapkan berdasarkan keterangan Al-
quran, hadis, ijma’, dan qiyas. Keempatnya merupakan sumber dalil
hukum syariah yang telah di sepakati oleh jumhur ulama. Jumhur ulama
menyepakati validitas keempat sumber tersebut sebagai sumber-sumber
hukum syariah, berdasarkan firman Allah di dalam Al-Quran surat An-
Nisa‟ ayat 59 sebagai berikut:10
8 Ma‟ruf Amin Dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Perspektif Hukum Dan
Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), 21. 9 Ibid., 23-24.
10 Asrorun Ni‟an Soholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Tmp:
Emir Cakrawala Islam, 2016), 122-123.
23
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.
3. Fatwa DSN-MUI NOMOR 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang
pedoman umum penyelenggaraan program pensiun berdasarkan
prinsip syariah
Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian
(peristiwa). Sedangkan fatwa menurut syara‟ adalah menerangkan
hukum syara‟ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu
pertanyaan, baik sepenanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik
perseorangan maupun kolektif.11
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia mengartikan fatwa
sebagai jawaban (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufi
tentang suatu masalah. Fatwa juga bermakna nasihat orang alim, pelajar
baik, petuah.12
11
Yusuf Qardhawi, Al-Fatwa Bainal Indhibat Wat-Tasayyub “Fatwa Antara Ketelitian Dan
Kecerobohan”, Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 5. 12
Ma‟ruf Amin Dkk, Fatwa Majelis, 20
24
Dalam fatwa DSN-MUI tentang pedoman umum penyelenggaraan
program pensiun berdasarkan prinsip syariah ada beberapa ketentuan
yang harus dijadikan pedoman dalam praktiknya sebagai bidang jasa.
Substansi fatwa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ketentuan umum
2. Ketentuan terkait PPIP (program pensiun iuran pasti) pada
DPLK (dana pensiun lembaga keuangan)
3. Ketentuan terkait PPIP (program pensiun iuran pasti) pada
DPPK (dana pensiun pemberi kerja)
4. Ketentuan terkait PPMP (program pensiun manfaat pasti)
5. Ketentuan penutup.13
B. Multi Akad
1. Pengertian Multi Akad
Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak, lebih dari satu, lebih
dari dua, berlipat ganda. Dengan demikian, multi akad dalam bahasa
Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu.
Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu عقدا ي عقد عقد yang
berarti perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang
mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam
13
Fatwa dewan syari‟ah Nasional No. 88/DSN-MUI/Xi/2013, Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah, Jakarta Pusat. 7-15.
25
kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan ( الربت) dan
kesepakatan ( االتقاق).14
Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan
suatu muamalah atau transaksi yang meliputi dua akad atau lebih,
misalnya satu transaksi yang terdiri dari akad jual-beli dan ija>rah, akad
jual beli dan hibah dll, sehingga semua akibat hukum dari akad-akad
gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya,
dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama
kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.15
Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan
terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqu>d al-murakkabah yang berarti
akad ganda (rangkap). Sedangkan kata Al-murakkabah (murakkab)
secara etimologi berarti al-jam’u, yakni mengumpulkan atau
menghimpun. Dan secara terminologi ‘aqd berarti mengadakan
perjanjian atau ikatan yang mengakibatkan munculnya kewajiban.
Menurut Wahbah az-Zuhaili, ‘aqd adalah: “Pertalian atau perikatan
antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariah yang menetapkan
adanya akibat hukum pada objek perikatan”.
14
Raja Sakti Putra Harhap, Hukum Multi Aqad Dalam Transaksi Syariah, Jurnal al-Qasd, 2
(2016), 45. 15
Najamuddin, Al-‟Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah, Jurnal
syariah, 2, (2013), 6.
26
Meski ada multi akad yang diharamkan, namun prinsip dari multi
akad ini adalah boleh dan hukum dari multi akad diqiyaskan dengan
hukum akad yang membangunnya. Artinya setiap muamalat yang
menghimpun beberapa akad, hukumnya halal selama akad-akad yang
membangunnya adalah boleh. Ketentuan ini memberi peluang pada
pembuatan model transaksi yang mengandung multi akad.16
Mengenai status hukum multi akad, ulama berbeda pendapat
terutama berkaitan dengan hukum asalnya. Perbedaan ini menyangkut
apakah multi akad sah dan diperbolehkan atau batal dan dilarang untuk
dipraktikkan. Mengenai hal ini ulama berada dalam dua pendapat
tersebut membolehkan dan melarang. Mayoritas ulama Hanafiyah,
sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi‟iyah, dan Hanbali
berpendapat bahwa hukum multi akad sah dan diperbolehkan menurut
syariat Islam.17
Bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad
adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada
dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Perbincangan
dan perdebatan mengenai keabsahan multi akad ini muncul bukan tanpa
sebab. Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa multi akad merupakan
jalan keluar dan kemudahan yang diperbolehkan dan disyariatkan
selama mengandung manfaat dan tidak dilarang agama. Karena hukum
16
Raja Sakti Putra Harhap, Hukum Multi Aqad 41-42. 17
Ibid., 41-42.
27
asalnya adalah sahnya syarat untuk semua akad selama tidak
bertentangan dengan agama dan bermanfaat bagi manusia. Sedangkan
yang dimaksud dengan al-’uqu>d al-Mutaqa>bilah adalah multi akad
dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama.18
Ulama lain, terutama dari kalangan Zhahiriyyah mengharamkan
multiakad. Menurut kalangan Zhahiriyyah hukum asal dari akad adalah
dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh oleh agama. Mereka
beralasan bahwa Islam sudah sempurna, sudah dijelaskan apa yang
diperlukan oleh manusia. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan dalam
nas-nas agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak ada
dasarnya dalam agama. Dan perbuatan seperti ini dianggap melampaui
batas agama, seperti dinyatakan dalam surah al-Baqarah [2]: 229:
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
18
Ibid., 41-42.
28
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.19
Keharaman multi akad pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal.
Pertama, dilarang agama atau hi>lah karena dapat menimbulkan ketidak
pastian (gharar) dan ketidak jelasan (jahalah). Kedua, menjerumuskan
ke praktik riba. Ketiga, multi akad yang menimbulkan akibat hukum
yang bertentangan pada objek yang sama. Dengan kata lain, multi akad
yang memenuhi prinsip syariah adalah multi akad yang memenuhi
standar atau dhawabith, sebagaimana yang telah dikemukakan.20
2. Macam-Macam Multi Akad
Al-‘Imrani membagi multi akad dalam lima macam, yaitu al-’uqu>d
al-mutaqa>bilah, al’uqu <d al-mujtami’ah, al-’uqu >d al-muta>naqidhah wa al-
mutadha>dah wa al-mutanafiyah, al-’uqu>d al-mukhtalifah, al-’uqu>d al-
muta>janisah. Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang pertama;
al-’uqu>d al-mutaqa>bilah, al-’uqu>d al–mujtami’ah, adalah multi akad yang
umum dipakai.
a. Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’Uqu>d al Mutaqa>bilah) Al-
Mutaqa>bilah menurut bahasa berarti berhadapan. Sesuatu dikatakan
berhadapan jika keduanya saling menghadapkan kepada yang lain.
19 Hasanudin Maulana, Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah Indonesia, Jurnal Al-Iqtishad, 3 (2011), 169. 20
Ibid., 176.
29
Sedangkan yang dimaksud dengan al-’uqu>d al-mutaqa>bilah adalah
multi akad dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama di
mana kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya
akad kedua melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu
bergantung dengan akad lainnya. Dalam tradisi fikih, model akad
seperti ini sudah dikenal lama dan praktik-nya sudah banyak.
Banyak ulama telah membahas tema ini, baik yang berkaitan dengan
hukumnya, atau model pertukarannya. Misalnya antara akad
pertukaran (mu'wa>adhah) dengan akad tabarru’, antara akad tabarru'
dengan akad tabarru' atau dengan akad pertukaran. Ulama biasa
mendefinisikan model akad ini dengan akad bersyarat (isytirâth ‘aqd
bi ‘aqd).21
b. Akad Terkumpul (al-’Uqu>d al–Mujtami’ah) Al-’uqu>d al-mujtami’ah
adalah multi akad yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau lebih
akad terhimpun menjadi satu akad. Misalnya “saya jual rumah ini
kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu
bulan dengan harga lima ratus ribu”. Multi akad yang mujtami’ah
ini dapat terjadi dengan terhimpunnya dua akad yang memiliki
akibat hukum berbeda di dalam satu akad terhadap dua objek dengan
satu harga, dua akad berbeda akibat hukum dalam satu akad terhadap
dua objek dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad yang
21
Yosi Aryanti, Multi Akad (Al-Uqu>D Al-Murakkabah), 180.
30
berbeda hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam
waktu yang sama atau waktu yang berbeda.22
c. Akad Berlawanan (al-‘uqu>d al-muta>naqidhah wa al-mutadhadah wa
al-mutanafiyah) ketiga istilah al-mutanaqidhah, al-mutadha>dah, al-
mutanafiyah memiliki kesamaan bahwa ketiganya mengandung
maksud adanya perbedaan. Tetapi ketiga istilah ini mengandung
implikasi yang berbeda. Muta>naqidhah mengandung arti
berlawanan, seperti pada contoh seseorang berkata sesuatu lalu
berkata sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang pertama.
Seseorang mengatakan bahwa sesuatu benar, lalu berkata lagi
sesuatu itu salah. Perkataan orang ini disebut muta>naqidhah, saling
berlawanan. Dikatakan mutana>qidhah karena antara satu dengan
yang lainnya tidak saling mendukung, melainkan mematahkan.23
d. Akad Berbeda (al-’Uqu >d al-Mukhtalifah) Yang dimaksud dengan
multi akad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau
lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua
akad itu atau sebagiannya. Seperti perbedaan akibat hukum dalam
akad jual beli dan sewa, dalam akad sewa diharuskan ada ketentuan
waktu, sedangkan dalam jual beli sebaliknya. Contoh lain, akad
ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam harus diserahkan pada
saat akad (fi al-majlis), sedangkan dalam ijârah, harga sewa tidak
22
Ibid., 181. 23
Ibid., 182.
31
harus diserahkan pada saat akad. Multi akad (al-uqu>d al-
murakkabah) di perbankan syariah perspektif fiqh muamalah.
Perbedaan antara multi akad yang mukhtalifah dengan yang
mutana>qidhah, mutadha>dah, dan mutana>fiyah terletak pada
keberadaan akad masing-masing.24
e. Akad Sejenis (al-’Uqu >d al-Mutaja>nisah) al-’Uqu>d al-murakkabah al-
mutaja>nisah adalah akad-akad yang mungkin dihimpun dalam satu
akad, dengan tidak memengaruhi di dalam hukum dan akibat
hukumnya. Multi akad jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad
seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa jenis
seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Multi akad jenis ini dapat
pula terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang sama atau
berbeda.25
3. Batasan Dan Standar Multi akad
Para ulama yang membolehkan praktik multi akad bukan berarti
membolehkan secara bebas, tetapi ada batasan-batasan yang tidak boleh di
lewati. Karena batasan ini akan menyebabkan multi akad menjadi dilarang.
Di kalangan ulama, batasan-batasan ini ada yang disepakati dan
diperselisihkan. Secara umum, batasan yang disepakati oleh para ulama
adalah sebagai berikut:
24
Ibid., 182. 25
Ibid., 183.
32
a. Multi akad dilarang karena nash agama
Dalam hadis, Nabi secara jelas menyatakan tiga bentuk multi akad
yang dilarang, yaitu multi akad dalam jual beli (ba’i) dan pinjaman,
dua akad jual beli dalam satu akad jual beli dan dua transaksi dalam
satu transaksi Dalam sebuah hadist disebutkan: “Dari Abu Hurairah,
Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman.” Suatu akad dinyatakan
boleh selama objek, harga, dan waktunya diketahui oleh kedua belah
pihak. Jika salah satu di antaranya tidak jelas, maka hukum dari akad
itu di larang. Imam al-Syafi‟I memberi contoh, jika seseorang hendak
membeli rumah dengan harga seratus, dengan syarat dia
meminjamkan (salaf) kepadanya seratus, maka sebenarnya akad jual
beli itu tidak jelas apakah di bayar dengan seratus apa lebih.26
Sehingga harga dari akad jual beli itu tidak jelas, karena seratus
yang diterima adalah pinjaman (al-‘a>riyah). Sehingga penggunaan
manfaat dari seratus tidak jelas apakah dari jual beli atau pinjaman.
Ibnu Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad antara
akad salaf (memberi pinjaman/qardh) dan jual beli, meskipun kedua
akad itu jika berlaku sendiri-sendiri hukumnya boleh. Larangan
menghimpun salaf dan jual beli dalam satu akad untuk menghindari
terjurumus kepada al-riba> yang diharamkan.27
26
Najamuddin, ”Al-’Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”, Jurnal
Syari‟ah, 2 (2013), 12. 27
Ibid., 12.
33
b. Multi akad sebagai hila>h riba>wi
1) Al-‘i>nah
Contoh „inah yang dilarang adalah menjual sesuatu dengan
harga seratus secara cicil dengan syarat pembeli harus menjualnya
kembali kepada penjual dengan harga delapan puluh secara tunai.
Pada transaksi ini seolah ada dua akad jual beli, padahal nyatanya
merupakan hi>lah rib>a dalam pinjaman (qardh), karena objek akad
semu dan tidak faktual dalam akad ini. Sehingga tujuan dan
manfaat dari jual beli yang ditentukan syariat tidak ditemukan
dalam transaksi ini. Ibn Qayyim menjelaskan bahwa agama
menetapkan seseorang yang memberikan qardh (pinjaman) agar
tidak berharap dananya kembali kecuali sejumlah qardh yang
diberikan, dan dilarang menetapkan tambahan atas qardh baik
dengan hi>lah atau lainnya. Demikian pula dengan jual beli
disyariatkan bagi orang yang mengharapkan memberikan
kepemilikan barang dan mendapatkan harganya, dan dilarang bagi
yang bertujuan riba> fadhl atau riba> nasa‟, bukan bertujuan pada
harga dan barang.28
Demikian pula dengan transaksi kebalikan „inah juga
diharamkan. Seperti seseorang menjual sesuatu dengan harga
delapan puluh tunai dengan syarat ia membelinya kembali dengan
28
Ibid., 13-14.
34
harga seratus tidak. Transaksi seperti ini telah menyebabkan
adanya riba>.
2) Hi>lah riba> fadhl
Hal ini terjadi apabila seseorang menjual sejumlah
(misalnya 2 kg beras) harta ribawi dengan sejumlah harga
(misalnya Rp 10.000) dengan syarat bahwa ia dengan harga yang
sama (Rp 10.000) - harus membeli dari pembeli tadi sejumlah harta
ribawi sejenis yang kadarnya lebih banyak (misalnya 3 kilogram)
atau lebih sedikit (misalnya 1 kilogram). Transaksi seperti ini
adalah model hi>lah riba> fadhl yang diharamkan. Transaksi seperti
ini dilarang didasarkan atas peristiwa pada zaman Nabi di mana
para penduduk Khaibar melakukan transaksi kurma kualitas
sempurna satu kilo dengan kurma kualitas rendah dua kilo, dua
kilo dengan tiga kilo dan seterusnya.29
Praktik seperti ini dilarang Nabi, dan beliau mengatakan
agar ketika menjual kurma kualitas rendah dibayar dengan harga
sendiri, begitu pula ketika membeli kurma kualitas sempurna juga
dengan harga sendiri. Maksud hadis di atas, menurut Ibn Qayyim,
adalah akad jual beli pertama dengan kedua harus dipisah. Jual beli
kedua bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual beli pertama,
melainkan berdiri sendiri. Hadis di atas ditujukan agar dua akad itu
29
Ibid., 13-14.
35
dipisah, tidak saling berhubungan, apalagi saling bergantung satu
dengan lainnya.30
c. Multi akad menyebabkan jatuh ke riba
Setiap multi akad yang mengantarkan pada yang haram, seperti
riba>, hukumnya haram, meskipun akad-akad yang membangunnya
adalah boleh. Penghimpunan beberapa akad yang hukum asalnya
boleh namun membawanya kepada yang dilarang menyebabkan
hukumnya menjadi dilarang. Hal ini terjadi seperti pada contoh:
1) Multi akad antara akad salaf dan jual beli Dalam penjelasan
sebelumnya bahwa Nabi melarang multi akad antara akad jual dan
salaf. Larangan ini disebabkan karena upaya mencegah (sadd adz-
dzari‟ah) jatuh kepada yang diharamkan berupa transaksi ribawi.
Jumhur ulama melarang praktik multi akad ini, yakni terjadinya
penghimpunan akad jual beli (mu’awadhah) dengan pinjaman
(qardh) apabila dipersyaratkan. Jika transaksi multi akad ini terjadi
secara tidak disengaja diperbolehkan karena tidak adanya rencana
untuk melakukan qardh yang mengandung riba>.
2) Multi akad antara qardh dan hibah kepada pemberi pinjaman
(muqridh) Ulama sepakat mengharamkan qardh yang dibarengi
dengan persyaratan imbalan lebih, berupa hibah atau lainnya.
Seperti contoh, seseorang meminjamkan (memberikan utang) suatu
30
Ibid., 13-14.
36
harta kepada orang lain, dengan syarat ia menempati rumah
penerima pinjaman (muqtaridh), atau muqtaridh memberi hadiah
kepada pemberi pinjaman, atau memberi tambahan kuantitas atau
kualitas objek qardh saat mengembalikan. Transaksi seperti ini
dilarang karena mengandung unsur riba> apabila transaksi pinjam
meminjam ini kemudian disertai hadiah atau kelebihan, tetapi
dilakukan sendiri secara sukarela oleh orang yang diberi pinjaman,
tanpa ada syarat dan kesepakatan sebelumnya hukumnya halal,
karena tidak mengandung unsur riba di dalamnya. 31
d. Multi akad terdiri dari akad-akad yang akibat hukumnya saling
bertolak belakang atau berlawanan
Kalangan ulama Malikiyah mengharamkan multi akad antara akad-
akad yang berbeda ketentuan hukumnya atau akibat hukumnya saling
berlawanan atau bertolak belakang. Larangan ini didasari atas
larangan Nabi menggabungkan akad salaf dan jual beli. Dua akad ini
mengandung hukum yang berbeda. Jual beli adalah kegiatan
muamalah yang kental dengan nuansa dan upaya perhitungan untung-
rugi, sedangkan salaf adalah kegiatan sosial yang mengedepankan
aspek persaudaraan dan kasih sayang serta tujuan mulia. Karena itu,
ulama Malikiyah melarang multi akad dari akad-akad yang berbeda
hukumnya, seperti antara jual beli dengan ju‟âlah, sharf, musa>qah,
syirkah, qira>dh, atau nikah.
31
Yosi Aryanti, Multi Akad (Al-Uqud Al-Murakkabah), 183.
37
Meski demikian, sebagian ulama Malikiyah dan mayoritas
ulama non-Malikiyah membolehkan multi akad jenis ini. Mereka
beralasan perbedaan hukum dua akad tidak menyebabkan hilangnya
keabsahan akad. Dari dua pendapat ini, pendapat yang membolehkan
multi akad jenis ini adalah pendapat yang unggul. Larangan multi
akad ini karena penghimpunan dua akad yang berbeda dalam syarat
dan hukum menyebabkan tidak sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal
ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan satu waktu, sementara
hukumnya berbeda. Sebagai contoh tergabungnya antara akad
menghibahkan sesuatu dan menjualnya. Akad-akad yang berlawanan
(mutadha>dah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu transaksi.32
32
Ibid., 183.
38
BAB III
PENERAPAN PEMBIAYAAN PENSIUN DI BANK SYARIAH MANDIRI
PONOROGO
A. Profil Bank Syariah Mandiri Ponorogo
1. Sejarah
Bank Syariah Mandiri telah hadir secara resmi di Kota Ponorogo
dari tahun 2010, tepatnya pada tanggal 20 Desember 2010. Manajemen
Bank Syariah Mandiri mengajukan kepada Bank Indonesia (BI) untuk
membuat kantor cabang pembantu yang akan ditempatkan di Kota
Ponorogo untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat baik yang
telah menjadi nasabah tetap Bank Syariah Mandiri ataupun masyarakat
non nasabah pada umumnya yang berdomisili di daerah sekitar
Ponorogo, dan sekaligus memperluas jaringan yang menjadi kebutuhan
manajemen Bank Syariah Mandiri pusat guna memberikan pelayanan
secara syar’i dalam dunia lembaga keuangan perbankan kepada
masyarakat luas.1
Sejak awal berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) telah
menanamkan nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi
kemanusiaan dan integritas kepada segenap insan Bank Syariah
Mandiri Dalam perjalanannya saat ini, Bank Syariah Mandiri
Ponorogo mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat
pesat dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhannya mencapai tiga
1 Yunias Agil, Hasil Wawancara, 2 Oktober 2018.
39
kali lipat setiap tahunnya dibandingkan tahun sebelumnya hingga saat
ini pada tahun 2017 aset Bank Syariah Mandiri Ponorogo telah terkisar
antara 50 sampai 80 milyar rupiah.
Kehadiran bank syariah mandiri Ponorogo tidak lepas dari bank
syariah mandiri pusat yang telah berdiri sejak tahun 1999.
Sesungguhnya dengan berdirinya Bank Syariah Mandiri sampai saat
ini merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan
moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan
moneter sejak juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi
termasuk dipanggung politik nasional, telah menimbulkan beragam
dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan
masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut,
industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan mengkapitalisasi
sebagai bank-bank di Indonesia.2
Sebagai salah satu bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang
memiliki asset ratusan triliun dan networking yang sangat luas, Bank
Syariah Mandiri memiliki beberapa keunggulan komparatif dibanding
pendahulunya. Demikian juga perkembangan politik terakhir di Aceh
2Http://Www.Syariahmandiri.Co.Id/Category/Info-Perusahaan/Profil-Perusahaan/Sejarah/
Diakses Pada Tanggal 4 Oktober 2018.
40
menjadi blessing in disguise bagi Bank Syariah Mandiri. Hal ini
karena Bank Syariah Mandiri akan menyerahkan seluruh Kantor
Cabang Bank Mandiri di Aceh kepada Bank Syariah Mandiri untuk
dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan
menggelembungkan asset Bank Syariah Mandiri dari posisi pada akhir
tahun 1999 sejumlah Rp. 400.000.000.000,00 (empat ratus milyar
rupiah) menjadi diatas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini diikuti
pula dengan peningkatan jumlah Kantor Cabang Bank Syariah
Mandiri, yaitu dari 8 menjadi lebih dari 20 Kantor Cabang.
2. Visi dan Misi
Layaknya sebuah lembaga, Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo tentunya memiliki visi dan misi sebagai acuan dalam
pelaksanaannya, adapun visi dan misi adalah sebagai berikut:
a. Visi
Bank Syariah Terdepan: Menjadi bank syariah yang selalu unggul
di antara pelaku industri perbankan syariah pada segmen consumer,
micro, SME, commercial, dan corporate.
Bank Syariah Modern: Menjadi bank syariah dengan sistem
layanan dan teknologi mutakhir yang melampaui harapan nasabah.
b. Misi
1) Memujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata
industri yang berkesinambungan.
41
2) Meningkatkan kualitas produk dan layanan berbasis teknologi
yang melampaui harapan nasabah.
3) Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran
pembiayaan pada segmen ritel.
4) Mengembangkan bisnis atas dasar nilai-nilai syariah universal.
5) Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang
sehat.
6) Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.3
3. Susunan Organisasi Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
Untuk mengatur dan menjalankan segala kegiatan yang memiliki
kapasitas sedang apalagi besar, struktur organisasi sudah menjadi hal
yang wajib, karena sangat menentukan organisasi itu sendiri. Begitu
pula dengan Bank Syariah Mandiri Ponorogo yang telah memiliki
struktur organisasi yang telah memiliki sistem manajemennya yaitu :4
Branch Manager : M. Ghani Wicaksono
a. CBRM (Consumer Banking : Arditya Rizki
Relationship Manager)
1) SF (Sales Fourse) : Putri Vita
(Koordinator)
Deny
Diyan Wahyudi
3 Brosur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
4 Agil, Hasil Wawancara, 2 Oktober 2018.
42
Miko
Tutik
2) CFE (KPR) : Sandra Dewi
b. MBM (Micro Banking Manager) : Arif Mufida
1) Micro Analyst : Ahmad Susanto
2) APM (Administrasi Pelaksanaan : Kurniawati Jayantini
Mikro)
3) PMM (Pelaksanaan Marketing : M David Mughni Labib
Mikro)
4) Mitra Mikro : Galan Herlambang
c. BOSM (Branch Operasional & : Fauzal Sodiq
Service Manager)
1) CS : Yunias Agil
2) Teller : Yuli Jumiarti
: Tyas Wahyu
3) SFE (Syariah Funding Executive) : Widodo
: Eka Winingsih
4) BO (Back Officer) : M. Wahyudi
5) Security : Anwar Bagus
: Wachidin Ghoni
:Badawi
6) OB : Ginanjar
43
7) Driver : Ahmad Kumaini5
1. Produk Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
a. Produk Pembiayaan
1) Pembiayaan Pensiunan
Pembiayaan konsumer (termasuk pembiayaan multi guna)
kepada para pensiunan. Angsurannya dipotong dari gaji
pensiunannya.
2) Pembiayaan Mikro
Pembiayaan antara 11 juta-20 juta.
3) Pembiayaan Cicilan Emas6
b. Produk Penghimpunan
1) Tabungan BSM
Tabungan dalam mata uang rupiah yang penarikannya dan
setorannya dapat dilakukan setiap saat selama jam kas dibuka di
konter BSM atau melalui ATM.
2) Tabungan Mabrur
Tabungan mata uang rupiah untuk membantu pelaksanaan
ibadah haji dan umrah.
3) Tabungan Investa Cendekia
Tabungan berjangka untuk keperluan uang pendidikan dengan
jumlah setoran bulanan tetap dan dilengkapi dengan Mandiri
Kantor Cabang Ponorogo perlindungan asuransi
5 Ibid.,
6 Brosur Bank Syariah Mandiri Ponorogo
44
4) Tabungan Berencana
Tabungan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil
berjenjang serta kepastian pencapaian target dana yang telah
ditetapkan.
5) Tabungan Simpatik
Tabungan berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat yang disepakati.
6) TabunganKu
Tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan
ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di
Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
7) Deposito
Investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang rupiah yang
dikelola berdasarkan prinsip mud}a>rabah Mutlaqah.
8) Giro
Sarana penyimpanan data dalam mata uang rupiah untuk
kemudahan transaksi dengan pengelolaan berdasarkan prinsip
wadiah yad dhamanah.
9) Card
Kartu yang dapat dipergunakan untuk transaksi perbankan
melalui ATM dan mesin debit (EDC/Electronic Data Capture).
45
10) Mobile Banking GPRS
Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui mobile phone
(handphone) berbasis GPRS.
11) Net Banking
Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui internet.7
B. Penerapan Akad Pembiayaan Pensiun Di Bank Syariah Mandiri
Ponorogo
Akad adalah suatu perjanjian antara dua belah pihak dimana
keduanya saling memberikan kesepakatan yang nantinya akan di jadikan
sebuah komitmen tertentu. Bank mandiri merupakan lembaga keuangan
yang ada di ponorogo, salah satu bank syariah dengan sistem layanan dan
teknologi mutakhir yang melampaui harapan nasabah.
Dalam pelaksanaan akad pembiayaan pensiunan yang ada di bank
syariah mandiri Ponorogo, penjelasan dari Putri Vita (salah satu koordinasi
pembiayaan pensiunan), mengatakan bahwa:
” Pihak bank syariah mandiri menawarkan tiga akad dalam produk dana
pensiun syariah yaitu mura>bah}ah, dalam akad mura>bah}ah ada dua pilihan
yang pertama mura>bah}ah retail (dengan agunan), yang kedua mura>bah}ah (tanpa agunan), wakalah dengan mura>bah}ah, dan take over (qard al-bay
mura>bah}ah).” 8
Mura>bah}ah merupakan salah satu bentuk jual beli yang
mengharuskan penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok
7 Ibid.,
8 Putri Vita, Hasil Wawancara, 2 Oktober 2018.
46
pembelian) dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam
harga jual.9
Penjelasan dari Putri Vita (salah satu koordinasi pembiayaan
pensiun)
“Seperti di bank syariah mandiri Ponorogo, akad tersebut di gunakan
untuk transaksi apabila pihak pensiunan ingin membeli sesuatu. Seperti
halnya nasabah ingin meminjam uang juta 1 juta. Nanti di akad murabahah
1 juta itu harga beli untuk pembeliannya itu terserah untuk apa saja. Dan
bank hanya memberikan uang atau modal saja. Di situ nanti aja margin,
misalnya 50 juta total harga jualnya 150 juta. Jadi ada harga beli, ada
margin, ada keuntungan dan ada penjual. Presentasinya tidak bisa
ditentukan”.10
Berdasarkan pernyataan dari Putri Vita di atas, maka produk-
produk pembiayaan pensiunan syariah sudah dijelaskan dalam brosur
seperti di bawah ini:
Didalam akad mura>bah}ah terdapat dua akad yaitu mura>bah}ah retail
(dengan agunan) dan mura>bah}ah retail (tanpa agunan). Agunan atau
jaminan yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban
nasabah apabila nasabah wanprestasi. Surat keterangan atau ijasah
merupakan obligation. Dalam pembiayaan iplan, pensiun dan mikro
aliansi yang menjadi sumber pengembalian pembiayaan berasal dari
sumber gaji nasabah, bukan SK atau ijazah.11
Untuk produk Bank Syariah Mandiri implan, Bank Syariah Mandiri
pensiun dan mikro (aliansi) menggunakan mura>bah}ah retail (tanpa agunan)
dengan memastikan beberapa hal sebagai berikut:
9 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), 91. 10
Putri Vita, Hasil Wawancara, 2 Oktober 2018. 11
Brosur Bank Syariah Mandiri Ponorogo.
47
1. Rincinan jaminan yang tertuang dalam RFP harus tercantum dengan
jelas dan detail isi nomor dan tanggal atau tahun terbit SK atau ijazah.
2. Penguasaan SK atau ijazah di buktikan dengan tanda terima jaminan
antara nasabah dengan cabang.
Akad yang ditawarkan oleh bank syariah mandiri Ponorogo yang
kedua adalah mura>bah}ah dengan wakalah. Mura>bah}ah adalah suatu bentuk
jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang,
meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang di keluarkan untuk
memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang di
inginkan.12
Sedangkan Waka>lah merupakan perlimpahan kewenangan
untuk melakukan tindakan kepada orang lain yang sesuai dengan syariah
dan ketentuan yang telah di tentukan oleh kedua belah pihak untuk
melakukan sesuatu tindakan tertentu. Islam mensyariatkan waka>lah karena
manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan
atau kesempatan untuk menyelesaikan segalam urusannya sendiri. Pada
suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan
kepada orang lain untuk mewakili dirinya.13
Penjelasan dari Putri Vita (salah satu koordinasi pembiayaan
pensiunan)
“Begitupun juga di Bank Syariah Mandiri Ponorogo dalam akad waka>lah yang dilakukan, yaitu dimana pihak pensiunan semula memiliki utang
dibank lain, dapat dialihkan kepada Bank Syaiah Mandiri Ponorogo
12
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013),
81-82. 13
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah, 211-212.
48
dengan jaminan SK, dan potong gaji setiap bulan. Jadi disini tidak ada
wanprestasi anatara pihak bank dengan pihak nasabah”.14
Berdasarkan pernyataan dari Vita Putri di atas, maka produk-
produk pembiayaan pensiunan syariah sudah dijelaskan dalam brosur
seperti di bawah ini:
Selama terdapat sequence waktu dengan urutan sebagai berikut:
akad waka>lah-PO-akad mura>bah}ah-tanda terima barang.
Akad yang ditawarkan oleh bank syariah ponorogo yang ketiga
adalah take over. Take over dari lembaga keuangan konvensional baik
dengan agunan maupun tanpa agunan menggunakan akad qard al-bay
mura>bah}ah sesuai template akad pada saati ini:
1. Untuk pembiayaan tanpa agunan, maka pada akad mura>bah}ah pasal 5
jaminan diisi dengan “sumber pembiayaan gaji berdasarkan SK/ijazah
atas nama…. Nomor…. Yang diserahkan kepada bank dan disimpan
di Ban sampai dengan pembiayaan nasabah dinyatakan lunas”.
2. Untuk pembiayaan dengan agunan, maka pada akad mura>bah}ah pasal
5 jaminan diisi dengan rincinan agunan yang diserahkan kepada bank
sesuai dokumen agunan.15
Dalam untuk melaksanakan transaksi dana pensiun syariah
diperlukan beberapa persyaratan diantaranya:
“SP3R (fom dari taspen), Karip asli, Fotocopy karip, SK asli, Fotocopy
SK, Fotocopy KTP, Fotocopy tabungan, Pas poto 3x4”. 16
14
Ardyt, Hasil Wawancara, 2 Oktober 2018. 15
Ibid., 16
Vita, Hasil Wawancara, 2 Oktober 2018.
49
Sedangkan untuk melakukan membiayaan dana pensiun di bank
syariah mandiri Ponorogo sebaga berikut:
“Fotocopy KTP sekalian, Fotocopy buku nikah, Fotocopy karip, Fotocopy
SK, Agunan SK pensiun asli, Slip gaji 3 bulan terakhir, Fotocopy NPWP
(wajib pajak)”.17
17
Ibid.,
50
BAB IV
ANALISIS PEMBIAYAAN PENSIUN DI BANK SYARIAH MANDIRI
PONOROGO
A. Analisis pembiayaan akad pensiun di Bank Syariah Mandiri
Ponorogo
Dari pemaparan peneliti tentang data penelitian dalam bab
sebelumnya mengenai akad pembiayaan pensiunan lembaga keuangan
syariah di bank syariah mandiri Ponorogo, di mana dalam suatu perjanjian
harus ada akad. Sesuai dengan firman Allah QS. AL-Maidah ayat 1
sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (QS. Al-maidah, 1).1
Akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua
orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing, maka timbul
kedua belah pihak haq dan iltijam yang diwujudkan oleh akad, maka akad
adalah suatu perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara‟ yang
menetapkan keridhaan kedua belah pihak dan menetapkan adanya akibat-
akibat hukum pada objeknya.2
1 Al-Qur’an, 5: 1;
2 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), 46.
51
1. Rukun-rukun akad
a. Ijab dan qabul (Sighat al-„Aqd)
Ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang
yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad,
sedangakn qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad yang
diucap setelah adanya ijab.
b. Subyek akad (al-„Aqidayn)
Al-„aqidayn adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai
pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu, yang dalam hal ini tindakan
hukum akad (perikatan), dari sudut hukum adalah sebagai subjek
hukum. Yang dimaksud subjek hukum disini adalah seseorang (nasabah
dengan pihak bank syariah mandiri Ponorogo).
c. Obyek akad (Mahal al „Aqd)
Mahal aqd adalah objek akad atau benda-benda yang di jadikan
akad yang terbentuk tampak dan membekas. Objek perikatan elah ada
ketika akad di langsungkan, objek perikatan di benarkan oleh syariah,
objek akad harus jelas dan dikenali, objek dapat di serah terimakan.
d. Tujuan akad (Maudu‟ul „Aqdi)
Tujuan akad merupakan salah satu bagian penting dari rukun akad.
Dalam hukum positif yang menentukan tujuan ini adalah undang-
undang itu sendiri, sedangkan dalam syariat islam, yang menentukan
52
tujuan akad adalah yang memberikan syara’ (al-syari‟), yaitu Allah
SWT.3
Sedangkan tujuan bank syariah mandiri untuk masyarakat atau
nasabah adalah mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-
rata industry yang berkesinambungan, meningkatkan kualitas produk
dan layanan berbasis teknologi yang melampaui harapan nasabah,
mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan
pada segmen ritel, mengembangkan bisnis atas dasara nilai-nilai syariah
universal.
Dalam melakukan suatu akad harus ada rukun yang harus di penuhi
termasuk yang diatas. Di bank Syariah Mandiri Ponorogo dalam
melaksanakan pembiayaan pensiunan ada tiga akad yang ditawarkan
dalam produk dana pensiun syariah yaitu mura>bah}ah, dalam akad
murabahah ada dua pilihan yang pertama mura>bah}ah retail (dengan
agunan), yang kedua mura>bah}ah (tanpa agunan), mura>bah}ah dan
waka>lah, take over (qard al-bay mura>bah}ah).
Akad yang ditawarkan oleh bank syariah pertama yaitu akad
mura>bah}ah terdapat dua akad yaitu mura>bah}ah retail (dengan agunan)
dan mura>bah}ah retail (tanpa agunan). Agunan atau jaminan yaitu
sesuatu yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban nasabah
apabila nasabah wanprestasi. Surat keterangan atau ijasah merupakan
obligation. Dalam pembiayaan implan, pensiun dan mikro aliansi yang
3 Nawawi, Fikih Muamalah Klasik, 22-25.
53
menjadi sumber pengembalian pembiayaan berasal dari sumber gaji
nasabah, bukan SK atau ijazah.
Untuk produk Bank syariah mandiri ponorogo implan, Bank
syariah mandiri ponorogo pensiun dan mikro (aliansi) menggunakan
mura>bah}ah retail (tanpa agunan) dengan memastikan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Rincinan jaminan yang tertuang dalam RFP harus tercantum
dengan jelas dan detail isi nomor dan tanggal atau tahun terbit SK
atau ijazah.
2. Penguasaan SK atau ijazah di buktikan dengan tanda terima
jaminan antara nasabah dengan cabang.
Akad yang ditawarkan oleh bank Syariah Mandiri Ponorogo yang
kedua adalah mura>bah}ah dengan waka>lah. Bisa, selama terdapat
sequence waktu dengan urutan sebagai berikut: akad waka}}>lah-PO-akad
mura>bah}ah-tanda terima barang. Begitupun juga di Bank Mandiri
Syariah Ponorogo dalam akad waka}>lah yang dilakukan, mekanisme
yang terjadi yaitu dimana pihak pensiunan yang semula memiliki utang
dibank lain, dapat dialihkan kepada Bank Syaiah Mandiri Ponorogo
dengan jaminan SK, dan potong gaji setiap bulan. Pemaparan akad yang
dilakukan tersebut juga dapat disebut dengan multiakad.
Meski ada multiakad yang diharamkan, namun prinsip dari
multiakad ini adalah boleh dan hukum dari multiakad diqiyaskan
dengan hukum akad yang membangunnya. Artinya setiap muamalat
54
yang menghimpun beberapa akad, hukumnya halal selama akad-akad
yang membangunnya adalah boleh. Ketentuan ini memberi peluang
pada pembuatan model transaksi yang mengandung multiakad.4
Akad yang ditawarkan oleh bank syariah Ponorogo yang ketiga
adalah take over. Take over dari lembaga keuangan konvensional baik
dengan agunan maupun tanpa agunan menggunakan akad qard al bai
murabahah sesuai template akad pada saati ini: Untuk pembiayaan
tanpa agunan, maka pada akad murabahah pasal 5 jaminan diisi dengan
“sumber pembiayaan gaji berdasarkan SK/ijazah atas nama….
Nomor…. Yang diserahkan kepada bank dan disimpan di Ban sampai
dengan pembiayaan nasabah dinyatakan lunas”, dan untuk pembiayaan
dengan agunan, maka pada akad murabahah pasal 5 jaminan diisi
dengan rincinan agunan yang diserahkan kepada bank sesuai dokumen
agunan.5
B. Analisis Fiqh Muamalah Terhadap Pembiayaan Pensiunan Yang
Diterapkan Bank Syariah Mandiri Ponorogo Dalam Perspektif Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 88/DSN-MUI/XI/2013
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
mempunyai peranan yang penting dalam upaya pengembangan produk
hukum perbankkan syariah. Karena dalam pengembangan ekonomi dan
perbankkan syariah mengacu pada sistem hukum yang dibangun
4 Ibid., 41-42.
5 Brosur Bank Syariah Mandiri Ponorogo
55
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits yang keberadaannya berfungsi sebagai
pedoman utama bagi mayoritas umat islam.
Fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan pengembangan
lembaga ekonomi dan perbankan syariah dikeluarkan atas pertimbangan
Badan Pelaksana Harian (BPH) yang membidangi ilmu syariah dan
ekonomi perbankan. Dengan adanya pertimbangan dari para ahli tersebut,
maka fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI memiliki kewenangan dan
kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha ekonomi syariah. karena itu agar
fatwa memiliki kekuatan mengikat, sebelumnya perlu diadopsi dan
disahkan secara formal ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Namun agar peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-
prinsip syariah dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI membentuk
Dewan Pengawas Syariah (DPS) disetiap lembaga keuangan syariah.
Tujuannya adalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap aspek syariah
yang ada dalam perbankan.6
Fungsi fatwa terpaut dengan fiqh, keduanya memiliki hubungan
saling melengkapi, di mana fatwa memuat uraian sistematis tetang
substansi hukum islam. Fiqh disbanding sebagai kitab hukum, serta
sebagai rujukan normatif dalam melakukan perbuatan sehari-hari.
6 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,
2014), 9.
56
Sehingga secara jelas fatwa memiliki fungsi sebagai penerapan secara
konkret ketentuan fiqh dalam masalah tertentu.7
Seperti halnya yang terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang pedoman umum penyelenggaraan
program pensiun berdasarkan prinsip syariah, akan tetapi dilihat dari
praktek yang dilakukan dalam Bank Syariah Mandiri Ponorogo yang
menggunakan sistem multiakad dalam pembiayaan pensiunan, belum
tercantum dalam fatwa. Akan tetapi jika dilihat dari aspek fiqh muamalah
mengenai transaksi multiakad yang digunakan ada dua pendapat yang
membolehkan dan melarang mengenai transaksi tersebut.
Mengenai status hukum multiakad, ulama berbeda pendapat
terutama berkaitan dengan hukum asalnya. Perbedaan ini menyangkut
apakah multiakad sah dan diperbolehkan atau batal dan dilarang untuk
dipraktikkan. Mengenai hal ini ulama berada dalam dua pendapat tersebut;
membolehkan dan melarang. Mayoritas ulama Hanâfiyah, sebagian
pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat
bahwa hukum multiakad sah dan diperbolehkan menurut syariat Islam.
Bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah
boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil
hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Perbincangan dan
perdebatan mengenai keabsahan multiakad ini muncul bukan tanpa sebab.
7 Ma’ruf Amin Dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum Dan
Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), 21.
57
Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa multiakad merupakan
jalan keluar dan kemudahan yang diperbolehkan dan disyariatkan selama
mengandung manfaat dan tidak dilarang agama. Karena hukum asalnya
adalah sahnya syarat untuk semua akad selama tidak bertentangan dengan
agama dan bermanfaat bagi manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan
al-„uqud al-Mutaqabilah adalah multiakad dalam bentuk akad kedua
merespon akad pertama.8
Ulama lain, terutama dari kalangan Zhâhiriyyah mengharamkan
multiakad. Menurut kalangan Zhâhiriyyah hukum asal dari akad adalah
dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh oleh agama. Merekan
beralasan bahwa Islam sudah sempurna, sudah dijelaskan apa yang
diperlukan oleh manusia. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan dalam
nas-nas agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak ada dasarnya
dalam agama. Dan perbuatan seperti ini dianggap melampaui batas agama,
seperti dinyatakan dalam surah al-Baqarah [2]: 229:
8 Ibid., 41-42.
58
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim.9
9 Hasanudin Maulana, Multiakad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah Di Indonesia, Vol. III, 169.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan pada bab-bab terdahulu kiranya pembahasan
skripsi ini penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Akad yang dilakukan di bank Syariah Mandiri Ponorogo yang
pertama yaitu menggunakan akad murabahah itu sudah sesuai
dengan hukum Islam karena mekanisme yang dilakukan telah sama
dengan prinsip syariah. Akad kedua yang dilakukan di bank
Syariah Mandiri Ponorogo yaitu menggunakan akad murabahah
dengan akad wakalah itu sesuai dengan hukum islam karena dalam
hukum islam menggunakan dua akad sekaligus itu sah, karena
dalam pelaksanaan di bank Syariah Mandiri Ponorogo lebih banyak
mendatangkan maslahah daripada madharat. Akad yang ditawarkan
oleh bank syariah ponorogo yang ketiga adalah take over. Take
over dari lembaga keuangan konvensional baik dengan agunan
maupun tanpa agunan menggunakan akad qard al bai murabahah.
Jadi akad ini juga sudah sesuai dengan hukum islam karena
menggunakan satu akad dan sudah sesuai dengan syarat
berdasarkan prinsip syariah.
2. Ada dua pendapat yang melarang dan membolehkan mengenai
keabsahan multi akad dalam perbankan yaitu bagi yang
membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh
dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil
60
hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Perbincangan
dan perdebatan mengenai keabsahan multiakad ini muncul bukan
tanpa sebab. Sedangkan Menurut kalangan Zhâhiriyyah hukum asal
dari akad adalah dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh
oleh agama. Merekan beralasan bahwa Islam sudah sempurna,
sudah dijelaskan apa yang diperlukan oleh manusia. Setiap
perbuatan yang tidak disebutkan dalam nas-nas agama berarti
membuat ketentuan sendiri yang tidak ada dasarnya dalam agama.
B. Saran
Setelah menyelesaikan tugas skripsi ini, penulis mencoba
mengemukakan saran-saran penulis harap bisa bermanfaat bagi penulis
sendiri khususnya dan bagi umat Islam umumnya, dan saran-saran penulis
kemukakan sebagai berikut:
1. Dengan disusunnya skripsi ini bagi karyawan Bank Syariah
Mandiri diharapkan lebih memahami fatwa MUI yang berlaku dan
fiqh muamalah yang berkaitan dengan akad-akad yang diterapkan,
agar tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Dengan disusunnya skripsi ini bagi nasabah diharapkan sedikit
memahami akad-akad yang ada di Bank Syariah Mandiri
Ponorogo, agar apabila melakukan transaksi faham akan akad yang
digunakan.
61
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ma’ruf. Dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif
Hukum Dan Perundang-Undangan. Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Keagamaan. 2011.
Arif, M. Nur Rianto. Al Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoretis
Praktis. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2012.
Aryanti, Yosi. Multi Akad (Al-Uqud Al-Murakkabah) Di Perbankan Syariah
Perspektif Fiqh Muamalah, Jurnal Ilmiah Syariah. 15. 2016.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Pt.Raja Grafindo Persada, 2013.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo
Persada. 2013.
Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2010.
Dahlan, Ahmad. Bank Syariah Teoritik, Praktek, Kritik Buku Bacaan Akademik,
Praktisi Serta Dewan Pengawas Syariah. Yogyakarta: Teras. 2012.
Damanuri, Aji. Metodoogi Penelitian Mu’amalah. Ponorogo: STAIN Ponorogo
Press. 2010.
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah. Jakarta:
Erlangga. 2014.
Fatorina, Fetri. “Analisis Konsep Multi Akad Dalam Fatwa DSN-MUI Dalam
Perspektif Ulama Fikih”. Skripsi. Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2015.
Fatwa dewan syari’ah Nasional No. 88/DSN-MUI/XI/2013, “Tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah”,
Jakarta pusat.
Harhap, Raja Sakti Putra. Hukum Multi Aqad Dalam Transaksi Syariah. Jurnal al-
Qasd. 2016.
62
Http://Www.Syariahmandiri.Co.Id/Category/Info-Perusahaan/Profil-
Perusahaan/Sejarah/ Diakses Pada Tanggal 4 Oktober 2018.
Margono. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1997.
Maulana, Hasanudin. Multiakad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada
Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jurnal Al-Iqtishad. 2011.
Moleong Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Mudzhar, Atho dan Yusuf, Choirul Fuad. Dkk. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Dalam Perspektif Hukum dan Perundang-Undangan. Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI. 2012.
Mufattachatin. ” Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad Dalam Aplikasi
Sukuk Ijarah Pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk”. Skripsi. Surabaya:
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2009.
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ykpn. 2011.
Najamuddin, Al-’Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah.
Jurnal. Universitas Islam Indragiri Tembilahan. Jurnal Syari’ah Vol. II.
Nawawi, Ismail. Fikih muamalah klasik dan kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia. 2012.
Nuraisah, Iis. “Akad Akad Murabahah wa al-Wakalah pada produk pembiayaan
BSM Implan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Ujungberung Bandung”. Skripsi. Bandung: Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati, 2013.
Qardhawi, Yusuf. Al-Fatwa Bainal Indhibat Wat-Tasayyub “Fatwa Antara
Ketelitian Dan Kecerobohan”. Cet. 1. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.
Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara. 2000.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. 1999.
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kecana Prenada
Media Group. 2009.
63
Soholeh Asrorun Ni’an. Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Tmp: Emir Cakrawala Islam, 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfa
Beta. 2015.
_______. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfa
Beta. 2016.
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo. 2012.
Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankkan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII
Press. 2008.
Recommended