View
170
Download
11
Category
Preview:
DESCRIPTION
dsdsdsdsdsdserfrfrfrfrfrfrfr
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi
sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus makanan dan cenderung
dianggap sebagai "pelindung" makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan
kemasan.Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan,
penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai
pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan
makanan.Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya. Jaman dahulu
wadah dan pembungkus makanan dan bahan makanan, tidak lepas dari bahan-bahan yang
bersumber dari alam khususnya daun-daunan seperti daun pisang, daun jagung, hingga wadah
yang dianyam dari bambu, seperti besek misalnya.
Namun sekarang, Hampir semua makanan yang dijual di masyarakat menggunakan
pembungkus berbahan plastik maupun nonplastik. Kemasan yang terbuat dari plastik maupun
nonplastik itu dipakai karena ringan, tidak mudah pecah, harganya murah, dan
untuk mendapatkannya sangat mudah. Tetapi di balik segi positifnya tersebut, ternyata plastik
memiliki potensi buruk bagi kesehatan masyarakat.Sayangnya, masih banyak masyarakat yang
kurang menyadari bahaya yang ditimbulkan penggunaan plastik maupun nonplastik sebagai
pembungkus makanan.
Penggunaan plastik maupun nonplastik sebagai pembungkus makanan menyimpan bahaya
yang mengancam kesehatan. Selain sulit terurai, jika plastik digunakan untuk menyimpan
makananyang masih panas, maka akan terjadi reaksi kimia antara plastik dengan makanan
tersebut. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara suhu dan laju reaksi, yaitu semakin tinggi
suhusistem maka laju reaksinya akan berjalan lebih cepat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa plastik tidak boleh
digunakansebagai penyimpan makanan. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul bahaya
penggunaan Plastik dan Nonplastik sebagai Pembungkus Makanan karena masih banyak
masyarakat belum menyadari bahwa Plastik dan Nonplastik memiliki bahan bahan berbahaya
yang tidak baik untuk kesehatan manusia.
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin diangkat oleh penulis antara lain
1. Apa bahaya PVC sebagai pembungkus?
2. Apa bahaya STYROFOAM sebagai pembungkus?
3. Apa bahaya POLISTYRENE sebagai pembungkus?
4. Apa bahaya TEREPHTHALATE (PET) sebagai pembungkus ?
5. Apa bahaya PC (POLIKARBONAT) sebagai pembungkus?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain
1. Untuk mengetahui bahaya PVC sebagai pembungkus
2. Untuk mengetahui bahaya STYROFOAM sebagai pembungkus?
3. Untuk mengetahui bahaya POLISTYRENE sebagai pembungkus?
4. Untuk mengetahui bahaya TEREPHTHALATE (PET) sebagai pembungkus ?
5. Untuk mengetahui bahaya bahaya PC (POLIKARBONAT) sebagai pembungkus?
2
BAB IIPEMABHASAN
PVC
1. Sifat dan karakteristik PVC
Sifat PVC adalah keras, kaku, dan sedikit rapuh, dapat melunak pada pemanasan 80oC
tanpa titik lebir yang tajam. Jika suhu diturunkan, maka PVC akan menjadi rapuh dan
jika massanya dinaikkan maka sifat liatnya semakin besar. PVC murni sangat stabil
terhadap minyak tumbuhan, minyak mineral, alkohol, dan senyawa anorganik. Bahan
yang bersifat basa kuat dan bersifat mengoksidasi dapat mempengaruhi PVC.
2. Sumber dalam kehidupan sehari-hari
a. Pakaian
PVC telah digunakan secara luas pada bahan pakaian, yaitu membuat bahan serupa
kulit. PVC lebih murah dari karet, kulit, atau lateks sehingga digunakan secara luas.
PVC juga waterproof sehingga dijadikan bahan pembuatan jaket, mantel, dan tas.
b. Kabel Listrik
PVC yang digunakan sebagai insulasi kabel listrik harus memakai plasticizer agar
lebih elastis. Namun jika terpapar api, kabel yang tertutup PVC akan menghasilkan
asap HCl dan menjadi bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Aplikasi di mana asap
adalah bahaya utama (terutama di terowongan), PVC LSOH (low smoke, zero
halogen) adalah bahan insulasi yang pada umumnya dipilih.
c. Perpipaan
Secara kasar, setengah produksi resin PVC dunia dijadikan pipa untuk berbagai
keperluan perkotaan dan industri. Sifatnya yang ringan, kekuatan tinggi, dan
reaktivitas rendah, menjadikannya cocok untuk berbagai keperluan. Pipa PVC juga
bisa dicampur dengan berbagai larutan semen atau disatukan dengan pipa HDPE oleh
panas,menciptakan sambungan permanen yang tahan kebocoran.
3
3. Jalur paparan
Terdapat tiga jalur utama pemaparan bahan toksik, yaitu penetrasi melalui kulit (dermal),
absorpsi melalui paru (inhalasi) dan absorpsi melalui saluran pencernaan (ingesti). Pada
PVC jalur paparan yang umum terjadi adalah inhalasi dan ingesti.
Paparan melalui paru (inhalasi) biasa terjadi pada pekerja industri, yaitu pekerja tersebut
bekerja di bagian polimerisasi polivinil klorida yang menggunakan bahan dasar monomer
vinil klorida. Hal itu, merupakan potensi besar bagi para pekerja bagian polimerisasi PVC
terhadap adanya paparan monomer vinil klorida melalui jalur paparan inhalasi yang
sangat berbahaya bagi tubuh. Karena monomer vinil klorida berukuran sangat kecil,
sehingga mudah sekali terhirup dan mengendap di paru-paru.
Paparan melalui saluran pencernaan (ingesti) biasa terjadi pada masyarakat umum yang
sering menggunakan PVC sebagai wadah makanan mereka.
4. Proses toksokinetik Monimer Vinil Cloride dalam tubuh
4
Monomer Vinil Cloride
Saluran Pernapasan
Absorpsi (Paru-Paru)
Distribusi (Liver dan Ginjal, Tulang
Zat Aktif Tersedia
Deposisi (Liver dan ginjal)
Ekskresi (Empedu)
Biotransformasi
FASE EKSPOSISI
FASE TOKSIKOKINETIK
FASE TOKSODINAMIK
A. Fase Eksposisi
Merupakan ketersediaan biologis suatu xenobiotik di lingkungan dan hal ini erat
kaitannya dengan perubahan sifat-sifat fisikokimianya. Selama fase eksposisi,
Monomer Vinil Cloride (MVC) yang diserap manusia melalui udara akibat
kegiatan industri yang menghasilkan bahan pencemar, diubah melalui berbagai
reaksi kimia/fisika menjadi senyawa yang lebih toksik atau kurang toksik. Jalur
intoksikasinya adalah saluran pernapasan.
B. Fase Toksokinetik
Hanya sebagian dari jumlah zat yang diabsorpsi mencapai organ target suatu zat
toksik di dalam tubuh organisme, yakni di lokasi jaringan/molekul yang sesuai.
Proses toksokinetik dibedakan atas proses-proses absorpsi, distribusi,
biotransformasi dan ekskresi.
1. Absorpsi
MVC masuk dari tempat kontak (paparan) ke dalam sirkulasi sistemik tubuh
yaitu paru-paru. Untuk bisa masuk ke dalam paru-paru, MVC harus
menembus membran sel yang dapat dilakukan dengan proses difusi, osmosis
dan transport aktif. Pada fase ini dapat timbul efek lokal seperti batuk-batuk.
2. Distribusi
Setelah timbal mencapai sistem peredaran darah, ia bersama darah akan
disistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ini MVC akan
terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sistem organ atau ke
jaringan-jaringan tubuh. MVC bisa dideposisi (disimpan) di liver dan ginjal,
dibiotransformasikan atau diekskresikan.
3. Biotransformasi
MVC yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim
tubuh, sehingga MVC akan mengalami perubahan strukstur kimia dan pada
akhirnya dapat dieskresi dari dalam tubuh. Tujuan utama dari biotransformasi
adalah detoksifikasi. Hasil biotransformasi dapat berupa bioaktivasi (metabolit
5
Efek Toksik
yang lebih aktif) atau bioinaktivasi (metabolit kurang aktif). Proses
biotransformasi ini biasanya berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ-
organ seperti ginjal dan paru-paru.
4. Ekskresi
Setelah diabsorpsi dan didistribusikan di dalam tubuh. MVC dapat
dikeluarkan dengan cepat atau perlahan. MVC akan diekskresikan oleh
empedu. Begitu MVC masuk ke dalam empedu, umumnya mereka tidak akan
diserap kembali ke dalam darah dan dikeluarkan lewat feses.
C. Fase Toksodinamik
Tidak semua molekul MVC dapat diekskresikan dengan cepat oleh tubuh. Zat
aktif yang tersedia hasil dari biotransformasi akan saling berinteraksi pada tempat
kerja spesifik, yaitu reseptor dan akhirnya timbul efek toksis.
5. Efek terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
a. Plasticizer ftalat
Banyak produk vinil mengandung bahan kimia tambahan untuk mengubah
konsistensi kimia dari produk. Beberapa dari bahan tambahan kimia ini dapat keluar
dari PVC ketika digunakan. Plasticizer yang ditambahkan untuk memfleksibelkan
PVC dapat berbahaya bagi kesehatan dan tidak ramah lingkungan.
b. Monomer vinil klorida
bahaya monomer vinil klorida terhadap risiko penyakit kanker. Para pekerja di bagian
polimerisasi PVC didiagnosa menderita angiosarkoma hati yang merupakan penyakit
langka.
c. Plastik yang dibakar akan mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat
menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan.
Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan
hormon estrogen manusia.
d. Dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan menyebabkan bayi-bayi lahir dalam
kondisi cacat.
e. Dalam pembuatan PVC ditambahkan penstabil seperti senyawa timbal (Pb), kadmium
(Cd), timah putih (Sn) atau lainnya, untuk mencegah kerusakan PVC. Kadang-kadang
agar lentur atau fleksibel ditambahkan senyawa ester flalat, ester adipat. Residu VCM
6
terbukti mengakibatkan kanker hati, senyawa Pb merupakan racun bagi ginjal dan
saraf, senyawa Cd merupakan racun bagi ginjal dan dapat mengakibatkan kaker paru-
paru.
6. Penanganan keracunan bahan tsb
Jangan rangsang muntah
Pindahkan/jauhkan korban dari pemaparan
Berikan susu untuk menetralisir, lalu bawa ke rumah sakit atau puskesmas
7. Pengendalian tingkat individu, keluarga dan pemerintah
PVC yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari tentunya menjadi sebuah
dilema ketika dampak dari penggunaannya membahayakan manusia sendiri. Meski
demikian, pada dasarnya, pengolahan yang tidak baiklah sehingga senyawa tersebut
menjadi polutan. Oleh karena itu, pengendalian dari dampak negatifnya dapat dilakukan
dengan :
a. Tingkat Individu : kurangi penggunaan plastik, sampah plastik harus dipisahkan
dengan sampah organik, sehingga dapat didaur ulang, jangan membuang sampah
plastik sembarangan, sampah plastik jangan dibakar.
b. Tingkat Keluarga : menjaga dan mengingatkan keluarga kita untuk tidak kontak
langsung dengan PVC terutama anak-anak agar tidak memasukan mainannya yang
mengandung bahan berbahaya PVC ke dalam mulut nya serta tidak menggunakan
bahan yang terbuat dari PVC sebagai wadah makanan.
c. Tingkat Pemerintah : mengeluarkan peraturan yang ketat terhadap ambang batas
paparan untuk pekerja di industri kimia, industri plastik maupun industri lain yang
menggunakan monomer vinil klorida. Selain itu, harus dilakukan juga monitoring
setiap bulannya terhadap konsentrasi monomer vinil klorida yang ada di udara
lingkungan kerja maupun limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut untuk
mencegah adanya monomer vinil klorida yang mungkin terbawa pada limbah pabrik
dan mengurangi resiko paparan yang luas ke area sekitar lingkungan kerja.
7
STYROFOAM
1. Defenisi dan Sifat Styrofoam
Styrofoam atau plastik busa masih termasuk golongan plastik. Umumnya Styrofoam
berwarna putih dan terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan (Khomsam, 2003).
Sebenarnya Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow
Chemical untuk polystyrene foam. Oleh pembuatnya, Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan
sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan makanan. Styrofoam
merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran
dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi
udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas
yang baik (InfoPOM, 2008).
Sifat – sifat styrofoam :
Mempunyai berat jenis yang relatif ringan.
Mudah larut dalam pelarut hidrokarbon aromatik dan berklor, seperti benzena dan carbon
tetrachlorida.
Tahan terhadap asam, basa, dan zat korosif lainnya.
Mempunyai titik leleh pada suhu 102-106oC.
Mampu menahan panas.
Gambar 1. Styrofoam Sebagai Bahan Pembungkus
8
2. Sumber dalam kehidupan sehari hari
Stirena pertama kali diproduksi secara komersil pada tahun 1930 sebelum terjadi perang
dunia ke-II dan memegang peranan penting dalam perkembangan kimia polimer. Setelah perang
dunia II sudah banyak pengolahan stirena menjadi polistirena dan kopolimernya secara
komersial. Polistirena banyak dipakai dalam produk-produk pembungkus makanan, elektronik
sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Peralatan rumah tangga yang terbuat
dari polistirena, misalnya: sapu, sisir, baskom, gantungan baju, ember.
3. Jalur paparan
Terdapat dua jalur utama pemaparan bahan toksik, yaitu melalui kulit (dermal), dan absorpsi
melalui saluran pencernaan (ingesti). Pada Styrofoam, jalur paparan yang umum terjadi adalah
ingesti.
4 Proses Toksokinetik di dalam Tubuh
Proses toksokinetik Styrofoam dalam tubuh
9
Biotransformasi
Ekskresi (Urin)
Deposisi (Liver dan ginjal)
Zat Aktif Tersedia
Distribusi (Liver , Sumsum Tulang, Jar
Lemak)
Styrofoam
Oral
Absorpsi (pencernaan, Usus Kecil)
FASE EKSPOSISI
FASE TOKSODINAMIK
Efek Toksik
FASE TOKSIKOKINETIK
A. Fase Eksposisi
Merupakan ketersediaan biologis suatu xenobiotik di lingkungan dan hal ini erat
kaitannya dengan perubahan sifat-sifat fisikokimianya. Selama fase eksposisi,
Styrofoam yang masuk ke tubuh manusia melalui jalur oral akibat pembungkus
makanan yang mengandung bahan pencemar, diubah melalui berbagai reaksi
kimia/fisika menjadi senyawa yang lebih toksik atau kurang toksik. Jalur
intoksikasinya adalah saluran ingesti
B. Fase Toksokinetik
Hanya sebagian dari jumlah zat yang diabsorpsi mencapai organ target suatu zat
toksik di dalam tubuh organisme, yakni di lokasi jaringan/molekul yang sesuai.
Proses toksokinetik dibedakan atas proses-proses absorpsi, distribusi,
biotransformasi dan ekskresi.
1. Adsorbsi
Styrofoam dapat masuk ke dalam tubuh melalui ingesti. Ketika seseorang
terpajan Zat yang terkandung dalam styrofoam secara ingesti yaitu tertelan
maka sebagian besar bahan yang terkandung dalam styrofoam akan masuk ke
dalam jaringan gastrointestinal lalu akan masuk ke dalam jarigan darah.
2. Distribusi
Zat yang telah masuk ke dalam jaringan darah akan beredar ke seluruh tubuh
dan disimpan sementara dalam sumsum tulang dan lemak kemudian akan
dikonversi menjadi produk metabolisme di dalam hati dan sumsum tulang.
Zat yang terkandung dalam styrofoam mimiliki sifat lipofilik maka distribusi
terbesar benzene adalah di jaringan lemak. Jaringan lemak, sumsum tulang
dan urin mengandung benzena kira-kira 20 lebih banyak dari yang terdapat
dalam darah. Kadar benzena dalam otot dan organ 1-3 kali lebih banyak
dibandingkan dalam darah. Sel darah merah mengandung benzena dua kali
lebih banyak dari dalam plasma. Sebagian besar hasil metabolisme akan
keluar melalui urin dalam waktu 48 jam setelah terpajan
3. Metabolisme
Hasil metabolisme zat yang di produksi di hati akan dibawa ke sumsum
tulang. Tahapan pertama dari metabolisme zat terjadi di hati.
10
Proses metabolisme zat akan menghasilkan produk metabolit. Produk
metabolit adalah bahan yang dihasilkan secara langsung oleh reaksi
bistransformasi. Setelah reaksi oksidasi terjadi, beberapa metabolit sekunder
terbentuk secara enzymatik dan non enzymatik. Biotransformasi zat tersebut
dalam tubuh manusia berupa metabolit akhir yaitu fenol yang diekskresikan
melalui urin dalam bentuk terkonjugasi dengan asam sulfat atau glukoronat.
4. Eliminasi Dan Ekskresi
Eliminasi zat berlangsung melalui jalur ekskresi dan ekshalasi di dalam tubuh.
Hasil ekshalasi zat ke udara bebas dalam bentuk yang tidak berubah. Proporsi
zat yang diabsorbsi dan kemudian diekskresikan melalui ekshalasi adalah
sekitar 8-17%. Zat tersebut juga diekskresikan dalam urin dengan metabolit
berupa fenol,glucuronic, dan sulphuric acid. Jumlah rata-rata fenol yang
dieliminasi adalah sekitar 30% dari dosis yang diabsorbsi.
C. Fase Toksodinamik
Tidak semua yang terkandung dalam styrofoam dapat diekskresikan dengan
cepat oleh tubuh. Zat aktif yang tersedia hasil dari biotransformasi akan
saling berinteraksi pada tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan akhirnya
timbul efek toksis. Target utama pajanannya adalah sumsum tulang belakang,
dapat mengakibatkan sumsum tulang belakang menjadi terganggu sehingga
akan berakibat terganggunya proses pembuatan sel darah yang pada akhirnya
menyebabkan dampak kesehatan akibat tidak normalnya sel darah pada
manusia.
5. Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Kesehatan & Lingkungan
Kesehatan
Residu monomer styrene dalam makanan sangat berbahaya. Jika residu monomer styrene
> 5.000 mg/l akan berbahaya bagi tubuh. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter
(EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan
reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan (Yuliarti, 2007).
Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan dalam
jangka panjang baru timbul akibatnya (Sulchan & Endang, 2007). Bahaya monomer styrene
terhadap kesehatan setelah terpapar dalam jangka panjang, antara lain (InfoPOM, 2008):
11
1. Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala,
letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi, dan
kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati peripheral.
2. Menyebabkan anemia. Paparan jangka panjang terhadap styrene akan menyebabkan
neurotoxic (kelelahan, nervous, dan sulit tidur) dan haemoglobin rendah. Haemoglobin
adalah bagian dari darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen. Bila haemoglobin
rendah maka banyak sel-sel tubuh yang akan kekurangan oksigen yang memunculkan
gejala lesu, letih, dan lemah. Penyakit haemoglobin yang rendah disebut anemia.
3. Meningkatnya resiko leukemia dan limfoma.
4. Styrene termasuk bahan yang diduga dapat menyebabkan kanker pada manusia (2B),
yaitu terdapat bukti terbatas pada manusia dan kurang cukup bukti pada binatang.
5. Monomer styrene dapat masuk ke dalam janin jika kemasan Styrofoam digunakan untuk
mewadahi pangan beralkohol karena alkohol bersifat dapat melintasi plasenta. Hal ini
menjelaskan mengapa dalam jaringan tubuh anak-anak ditemukan monomer styrene
meskipun anak-anak tersebut tidak pernah terpapar secara langsung.
6. Monomer styrene juga dapat mengkontaminasi ASI.
Kemungkinan toksisitas plastik (Styrofoam) sebagai pengemas makanan juga berasal dari
komponen aditif. Zat aditif yang ditambahkan untuk kelenturan pada proses pembuatan
Styrofoam adalah dioktil ptalat (DOP). DOP menyimpan zat benzene, suatu larutan kimia yang
sulit dilumat oleh sistem pencernaan. Benzene tidak bisa dikeluarkan melalui feses atau urin.
Akibatnya zat ini semakin lama semakin menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa
memicu timbulnya penyakit kanker (Sulchan & Endang, 2007).
Lingkungan
Selain berefek negatif bagi kesehatan, Styrofoam juga sering menimbulkan masalah pada
lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Kemasan plastik jenis polystyrene ini sering
menimbulkan masalah pada lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan secara alami
dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh pemulung. Proses daur ulang Styrofoam yang
telah dilakukan selama ini sebenarnya hanyalah dengan menghancurkan Styrofoam lama
kemudian membentuknya menjadi Styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi
wadah makanan dan minuman. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat setiap tahun diproduksi 3
juta ton bahan ini, tetapi hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga sisanya masuk ke
12
lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, Styrofoam akan menumpuk begitu saja dan
menjadi sumber sampah yang mencemari lingkungan, baik lingkungan air maupun tanah
(InfoPOM, 2008).
Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan Styrofoam, meskipun bukan
gas yang beracun, memiliki sifat mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini
baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun (Sulchan & Endang, 2007). Dalam pembuatan Styrofoam
ternyata 90% CFC yang digunakan akan dilepaskan di atmosfer yang kemudian akan mengikis
lapisan ozon. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan stratosfer dan akan terjadi reaksi
serta akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek
rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi
yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanker (Khomsan, 2003).
Menurut Presiden National Wildlife Federation, sebuah cup terbuat dari Styrofoam
mengandung 10 pangkat 18 molekul CFC. Ketika mereka terpecah karena radiasi ultraviolet,
maka setiap molekul CFC akan menghancurkan 100.000 molekul ozon (Khomsan, 2003).
6. Penanganan Keracunan Bahan Toksik
Penanganan keracunan bahan beracun dari Styrofoam yakni dengan :
Memindahkan / menjauhkan korban dari pemaparan
Tidak rangsang untuk korban muntah
Memberikan susu untuk menetralisir, lalu bawa ke rumah sakit atau puskesmas
Dalam jangka waktu yang lama apabila pengaruh bahan toksik sudah signifikan, dapat
dilakukan perawatan meliputi paliatif, pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi
7. Pengendalian Untuk Meminimalisir Dampak Negatif Penggunaan Styrofoam
Tingkat Individu : Antisipasi yang dapat kita lakukan untuk mengurangi bahaya syrofoam
bagi kesehatan perseorangan adalah dengan membawa sendiri wadah yang akan kita
gunakan untuk membungkus makanan dan segeralah pindahkan makanan yang sudah
dibungkus dengan styrofoam kedalam wadah yang lebih aman sepeti piring kaca atau
mangkuk kaca. Setelah itu kumpulkan bahan pembungkus makanan styrofoam ini agar
nantinya dapa di daur ulang.
13
Tingkat Keluarga : Memberikan saran dan arahan kepada anggota keluarga yang lain untuk
menghentikan penggunaan Styrofoam serta mengajak anggota keluarga untuk Melakukan
Upaya Prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) pada Styrofoam.
Tingkat Pemerintah : Arahan fokus pengemas baru yang ramah lingkungan, Mengeluarkan
larangan untuk penjual makanan menggunakan Styrofoam. Sudah banyak negara yang
mengeluarkan peraturan untuk tidak menggunakan styrofoam contohnya kanada, korea,
jepang dan masih banyak lagi.
14
POLISTYRENE
1. Sifat dari Bahan Polistyrene
Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah hidrokarbon cair
yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat
termoplastik padat, dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Stirena tergolong senyawa
aromatik. Ini karakteristik dari polistirena
Sifat-sifat umum dari poli stirena :
Sifat mekanis. Sifat-sifat mekanis yang menonjol dari bahan ini adalah kaku, keras,
mempunyai bunyi seperti metallic bila dijatuhkan.
Ketahanan terhadap bahan kimia. Ketahanan PS terhadap bahan-bahan kimia umumnya
tidak sebaik ketahanan yang dipunyai oleh PP atau PE. PS larut dalam eter, hidrokarbon
aromatic dan chlorinated hydrocarbon. PS juga mempunyai daya serap air yang rendah,
dibawah o,25 %.
Abrasion resistance. PS mempunyai kekuatan permukaan relative lebih keras
dibandingkan dengan jenis termoplastik yang lain. Meskipun demikian, bahanini mudah
tergores.
Transparansi. Sifat optis dari PS adalah mempunyai derajat transparansi yang tinggi,
dapat melalui semua panjang gelombang cahaya (A 90%). Disamping itu dapat
memberikan kilauan yang baik yang tidak dipunyai oleh jenis plastic lain, dimana bahan
ini mempunyai indeks refraksi 1,592.
Sifat elektrikal. Karena mempunyai sifat daya serap air yang rendah maka PS digunakan
untuk keperluan alat-alat listrik. PS foil digunakan untuk spacers, slot liners dan covering
dari kapasitor, koil dan keperluan radar.
Ketahanan panas. PS mempunyai softening point rendah (90oC) sehingga PS tidak
digunakan untuk pemakaian pada suhu tinggi, atau misalnya pada makanan yang panas.
Suhu maksimum yang boleh dikenakan dalam pemakaian adalah 75oC. Disamping itu,
PS mempunyai sifat konduktifitas panas yang rendah.
2. Sumber Toksikan Polistyrene Dalam Kehidupan Sehari-Hari
15
Polistirene adalah jenis plastik termoplast yang termurah dan paling berguna serta
bersifat jernih, keras, halus, mengkilap, dapat diperoleh dalam berbagai warna, dan secara kimia
tidak reaktif. Busa polistirena digunakan untuk membuat gelas dan kotak tempat makanan,
polistirena juga digunakan untuk peralatan medis, mainan, alat olah raga, sikat gigi, dan lainnya.
Sumber toksikan polistirene dalam kehidupan sehari-hari adalah bungkus makanan, wadah
dasaran daging potong, karton wadah telur, botol aspirin, gelas, cangkir, piring, sendok garpu
sekali pakai. Polystyrene dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan
tersebut bersentuhan. Salah satu sumber toksik yang sering digunakan adalah bahan pengemas
styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis
pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam
yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga
mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan
kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan. Pada Juli
2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam
dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC),
yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan
reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan
3. Jalur Paparan Toksikan Polystyrene
Sumber paparan berasal melalui inhalasi (indoor dan outdoor udara ambien, dan rokok)
dan dari pencernaan makanan. Kenaikan paparan dapat terjadi pada orang yang hidup di
perkotaan atau yang tinggal di dekat sumber paparan seperti di daerah padat lalu lintas, fasilitas
industry dan pembuangan limbah-limbah berbahaya. Sedangkan paparan dari air minum dan
yang melalui kulit tidak ada. Karena konsentrasi yang rendah pada air minum (Cohen et al
2002). Tetapi paparan dari makanan dapat terjadi,seperti yang terjadi di amerika, bahwa rata-rata
masyarakat amerika terpapar stirena melalui makanan sebesar 9µg/hari (Lickly et al 1995).
Paparan juga dapat terjadi oleh asap rokok. Rokok ini dapat memberikan paparan baik
kepada perokok maupun kepada orang yang tidak merokok. Perokok mendapatkan paparan 6
kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok (Cohen et al). paparan dari rokok sebesar 400
sampai 960 µg/hari berdasarkan 20 batang rokok per hatinya dan inhalasi sebesar 20 sampai 48
µg stirena per batang (Fishbein, 1992). Sedangkan pada pekerja paparan dapat terjadi pada saat
16
proses produksi dan penggunaan monomer stirena, polistirena, fiber glass, styrene-butadiene
rubber dan polimer berbasis stirena lainnya (ATSDR 1992, IARC 2002). Pekerja pada industri
plastik berpotensial untuk terpapar styrene 7,8 oxide. Nylander-French et al 1999, mendapatkan
bahwa 237 pekerja yang bekerja 8 jam dengan konsentrasi diudara stirena 28,6 ppm dengan
rentang 0,75 sampai 142,7 ppm,didapatkan konsentrasi rata-rata styrene 7,8 oxide adalah 0,04
ppm dengan rentang 0 sampai 0,21 ppm.Selain melalui pernapasan / inhalasi para pekerja di
pabrik plastic ini juga dapat terpapar melalui kulit. Karena di pabrik plastik stirena ada dalam
bentuk cairan maupun uapnya.Paparan melalui kulit di industri sudah dipelajari oleh Eriksson
dan Wilklund (2004).Sedangkan pada industristyrene-butadiene rubber, yaitu sebuah kopolimer
dari butadiene dengan stirena yang biasa digunakan pada pembuatan karet sintetis.Mayoritas
paparan berasal dari pernapasan. The US EPA melaporkan bahwa 100% dari manusia memiliki
stirena dalam tubuh mereka, yang berasal dari kontak melalui wadah makanan, menghirup asap
dalam ruangan, atau minum air yang terkontaminasi. Paparan setiap hari dapat berkisar dari 1 mg
/ orang / hari untuk> 100 mg / orang / hari, tetapi paparan kerja dapat jauh lebih besar, terjadi
di pabrik-pabrik polystyrene, industri plastik diperkuat, dan dalam pembuatan perahu.
4. Proses Toksikokinetik Dalam Tubuh
Fase arbsobsi
Ingesti : pada manusia, penyerapan styrene melalui pencernaan
Inhalasi : Pada manusia, penyerapan styrene terutama terjadi melalui penghirupan dan
lebih dari 90% stirena melalui inhalasi dipertahankan (Fustinoni et al, 1998.)
Dermal : penyerapan stirena melalui rute dermal mungkin rendah dibandingkan
penyerapan melalui rute lain (ATSDR, 1991). penyerapan melalui dermal dari uap
styrene yang berkontribusi sekitar 5% dengan jumlah yang diserap di saluran pernapasan
di bawah kondisi yang sama (Wieczorek, 1985).
Distribusi
Studi inhalasi pada manusia dan hewan menghasilkan distribusi styrene meluas dengan
konsentrasi tertinggi dalam jaringan adiposa (ATSDR, 1991). Sebagai koefisien partisi
antara udara dan jaringan tubuh yang berbeda 4100 untuk lemak, 84-154 untuk organ
lainnya dan 59 untuk darah, disimpulkan bahwa styrene menumpuk secara eksklusif di
jaringan lemak (Droz dan Guillemin, 1983 dikutip dalam IARC, 1994).
Metabolisme
17
Langkah pertama dalam jalur metabolisme utama adalah pembentukan styrene 7,8-oksida
oleh sitokrom P450-dimediasi sistem monooksigenase. (Informasi lebih rinci tentang
styrene 7,8-oksida dapat ditemukan di styrene berkas 7,8-oksida ). Styrene 7,8-oksida
terhidrasi untuk styrene glikol oleh microsome epoksida hidrolase atau terkonjugasi
dengan glutathione dalam reaksi enzim-dikatalisasi (glutathione S-transferase). Produk
ekskresi urin utama, asam mandelic, phenylglyoxylic dan asam hipurat, terkait dengan
stirena glikol, menunjukkan pembentukan menengah styreneoxide menjadi jalur utama
dari aktivasi dan detoksifikasi styrene, terhitung lebih dari 85% dari dosis yang diserap.
Jadi, tampaknya ada sedikit bukti untuk glutathione konjugasi pada manusia. Kejenuhan
metabolisme terjadi antara 100 dan 200 ppm stirena.
Eliminasi
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa stirena hampir seluruhnya diekskresikan
melalui metabolisme kemih pada manusia dan pada dosis yang lebih tinggi, profil
eliminasi menunjukkan kejenuhan ekskresi metabolik atau proses. Sebagian besar styrene
yang terhirup diekskresikan dalam urin sebagai asam mandelic dan asam phenylglyoxylic
(ATSDR, 1991). Hanya 0,7-4,4% dari jumlah stirena diserap ditemukan untuk
dihembuskan tidak berubah (IARC, 1994).
Dalam sebuah studi penyerapan styrene cair diterapkan pada lengan relawan laki-laki,
sekitar 13% dari dosis yang diserap diekskresikan sebagai asam mandelic (ATSDR,
1991).
5. Efek Buruk Yang Dapat Ditimbulkan Bagi Kesehatan Manusia Dan Lingkungan
1. Efek buruk polistyrene yang ditimbulkan bagi kesehatan
Polistirena merupakan plastik yang inert sehingga relatif tidak berbahaya bagi kesehatan,
yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan terjadinya migrasi dari monomer stirena ke dalam
pangan yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Efek buruk yang di timbulkan akibat
penggunaan bahan yang mengandung stirine dalam jangka panjang bagi manusia dapat berasal
dari barang-barang yang digunakan sehari-hari, seperti Styrofoam yang sering digunakan orang
untuk membungkus makanan atau untuk kebutuhan lain dapat menimbulkan masalah.
Menurut Prof Dr Hj Aisjah Girindra, ahli biokimia Departemen Biokimia FMIPA-IPB, hasil
survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika
mengandung styrene yang berasal dari styrofoam.
18
Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah mencapai ambang
batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Lebih mengkhawatirkan lagi pada
penelitian di New Jersey ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini
terjadi akibat si ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang
sama juga menyebutkan bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu
yang sedang mengandung.
Terpapar dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene dalam tubuh.
Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia. Efek
karsinogenik styrene mencakup meningkatnya tingkat limfoma, hematopoiesis, dan leukemia di
diperkuat pekerja plastik, terutama melalui inhalasi. Paparan styrene juga bisa menyebabkan
iritasi membran mucous, iritasi mata, efek gastrointestinal, kelesuan, penurunan keseimbangan,
dan gangguan sistem saraf pusat seperti depresi, sakit kepala, kelelahan, dan kelemahan otot di
antara banyak lainnya. Selain menyebabkan kanker, sistem reproduksi seseorang bisa terganggu.
Berdasarkan hasil penelitian, styrofoam bisa menyebabkan kemandulan atau menurunkan
kesuburan. Anak yang terbiasa mengonsumsi styrene juga bisa kehilangan kreativitas dan pasif.
Mainan anak yang terbuat dari plastik yang diberi zat tambahan ftalat agar mainan menjadi lentur
juga dapat menimbulkan masalah. Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para pakar kesehatan
di Uni Eropa menyebutkan bahwa bahan kimia ftalat banyak menyebabkan infeksi hati dan
ginjal. Oleh karena itu Komisi Eropa melarang penggunaan ftalat untuk bahan pembuatan
mainan anak.
Beberapa efek yang ditimbulkan dari terpaparnya styrene
Organ sasaran
Saluran pernapasan: iritasi pada dosis rendah, bronkitis kronis dan perubahan paru
obstruktif pada konsentrasi tinggi (> 100 mg / m³)
Kulit dan mata: iritasi
Ginjal: peningkatan ekskresi albumin (dicatat dalam satu studi)
Hati: Evaluasi potensi yang mengakibatkan kerugian styrene pada hati telah
menghasilkan hasil yang beragam dalam penelitian pada manusia dan hewan. Tidak ada
tren yang jelas terhadap fungsi hati diubah dapat dibuktikan (ATSDR, 1991, IARC,
1994)
19
Central Nervous System (CNS): elektroensefalografik, dopaminergik, gangguan
fungsional dan kejiwaan telah dicatat (efek yang paling telah terlihat pada konsentrasi
sekitar 100 ppm) (IARC, 1994)
Decrements kinerja relatif untuk beberapa tes neurobehavioural (termasuk diskriminasi
penglihatan warna) telah diamati di styrene -exposed perahu-pembangun dibandingkan
dengan pekerja non-terpapar dari tanaman yang sama (Chia et al., 1994, dikutip oleh
Checkoway dan Cullen))
Peripheral sistem saraf: penurunan kecepatan konduksi saraf telah diamati (IARC, 1994).
Cherry dan Gautrin (1990) menunjukkan hubungan dosis-respons yang jelas untuk
kecepatan konduksi saraf sensorik dalam kaitannya dengan konsentrasi udara styrene
(Cherry dan Gautrin dikutip oleh Checkoway dan Cullen).
Teratogenisitas
Mayoritas studi yang ada tidak menunjukkan peningkatan risiko untuk aborsi spontan
dalam hubungan dengan pajanan stirena. Tidak ada peningkatan yang jelas dalam risiko
cacat bawaan pada anak-anak perempuan stirena-terpapar atau perempuan menikah
dengan laki-laki stirena terpajan telah dilaporkan (IARC, 1994)
Genotoksisitas
Produksi Styrene menyebabkan penyimpangan kromosom (istirahat dan kesenjangan)
dalam limfosit perifer dari pekerja di industri styrene telah dilaporkan.
Namun, temuan positif yang dibatasi oleh fakta bahwa para pekerja sering terpapar bahan
kimia lain di samping stirena, dan bahwa penyimpangan juga tergantung pada parameter
seperti usia dan merokok. Di sisi lain, studi negatif mungkin juga disebabkan oleh
variabilitas untuk kadar penyimpangan. Dengan demikian bukti stirena diinduksi
penyimpangan kromosom pada manusia adalah sugestif, tetapi tidak konklusif.
Data yang tersedia menunjukkan bahwa penyimpangan kromosom (CA) lebih sering
terjadi pada limfosit bertulang laminotors plastik (sumber yang paling penting dari
paparan stirena) daripada melakukan pertukaran kromatit (SCE) atau micronuclei (MN).
Karsinogenik
Styrene diduga menjadi agen penyebab untuk keganasan limfosit - hematopoietik.
20
2. Efek buruk yang ditimbulkan polistyrene terhadap lingkungan
Proses pembuatan styrofoam juga bisa mencemari lingkungan. Data EPA (Enviromental
Protection Agency) di tahun 1986 menyebutkan, limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses
pembuatan styrofoam sangat banyak. Hal itu menyebabkan EPA mengkategorikan proses
pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu,
proses pembuatan styrofoam menimbulkan bau yang tak sedap yang mengganggu pernapasan
dan melepaskan 57 zat berbahaya ke udara. Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan,
sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer.
Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon
setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan
penimbunan sampah (TPA), sampah plastik mengeluarkan gas rumah kaca.
Kemasan plastik jenis polistirena sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena
bahan ini sulit mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh
pemulung. Sebagai gambaran, di Amerika setiap tahun diproduksi 3 juta ton bahan ini, tetapi
hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga sisanya masuk ke lingkungan.
Kini kebanyakan produk polistirena tidak didaur ulang karena kurangnya fasilitas daur ulang
yang sesuai. 3, 10 Amerika serikat belum melarang penggunaan kemasan polistirena secara
nasional, meski beberapa kota di Amerika Serikat sudah melarang penggunaannya.
Pelarangan penggunaan styrofoam lebih dikarenakan pada masalah lingkungan karena
produk tersebut sulit terurai.
6. Penanganan Keracunan Dari Toksikan Polistyrene
Pertolongan Pertama penanganan keracunan polistyrene
1. Terhirup
Pindahkan korban ke tempat berudara bersih. Jika tidak bernapas berikan bantuan
pernapasan dari mulut ke mulut. Jika kesulitan bernapas, berikan oksigen. Segera
hubungi bantuan medis. Kontak dengan kulit Segera cuci kulit yang terkontaminasi
dengan sabun dan air yang banyak. Jika iritasi menetap, segera hubungi petugas medis.
2. Kontak dengan mata.
21
Segera bilas mata korban dengan air yang banyak selama kurang lebih 15 menit.
Konsultasikan dengan petugas medis.
3. Tertelan
Segera berikan segelas air. Hubungi bantuan medis.
Penatalaksanaan Stabilisasi
a) Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran
udara.
b) Penatalaksanaan fungsi pernafasan, yaitu memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara
memberikan pernafasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida, Bila terinhalasi disarankan berikan oksigen
c) Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
Dekontaminasi
A. Dekontaminasi mata Dilakukan sebelum membersihkan kulit :
Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata
yang terkena atau terburuk kondisinya.
Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan sejumlah air bersih dingin
atau larutan NaCl 0,9% perlahan selama 15-20 menit.
Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera kirim/konsul ke dokter mata.
B. Dekontaminasi kulit (termasuk rambut dan kuku)
Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
Cuci segera bagian kulit yamg terkena dengan air mengalir air dingin atau hangat dan
sabun minimal 10 menit.
Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara
lembut.
Jangan digosok.
Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahannya dan
22
buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung
tangan, masker hidung dan apron.
Hati-hati untuk tidak menghirupnya.
Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
7. Pengendalian Efek Buruk Toksikan Polistyrene Bagi Manusia Dan Lingkungan Dalam
Tingkatan
1. Pengendalian efek buruk toksikan polistyrene bagi manusia dalam tingkat individu
Untuk mengurangi besarnya migrasi stirena dari kemasan polistirena foam dapat dilakukan
yaitu:
o Gunakan kemasan polistirena foam hanya untuk sekali pakai
o Hindari penggunaan kemasan polistirena foam untuk pangan yang panas
o Hindari penggunaan kemasan polistirena foam untuk pangan yang mengandung alkohol,
asam, dan lemak.
o Jika pangan yang akan dikemas bersuhu tinggi, mengandung alkohol, asam, atau lemak
maka sebisa mungkin gunakanlah kemasan pangan yang terbuat dari keramik atau
kaca/gelas.
o Jangan pernah memanaskan atau memasukkan makanan dengan kemasan polistirena
foam ke dalam microwave.
o Hindari kontak langsung dengan pangan, untuk itu sebelum mengemas pangan kemasan
polistirena dapat dipasang alas jenis plastik lain seperti polietilena (PE)/polipropilena
(PP)
2. Pengendalian efek buruk toksikan bagi lingkungan dalam tingkat individu
Pemanfaatan zat polistirene yang terkandung dalam styrofoam sebagai pembuat bensin
ramah lingkungan
Mengurangi penggunaan styrofoam yang telah dilakukan oleh beberapa industri makanan
seperti mc donald’s pada tahun 1987 yang telah menyatakan berhenti menggunakan
bahan pembungkus makanan menggunakan styrofoam.
23
PT pembangunan Jaya Ancol juga mendeklarasikan area wisata di utara Jakarta sebagai
kawasan area bebas styrofoam, sebagai realisasi kawasan rekreasi yang peduli terhadap
kesehatan keluarga dan keberlangsungan lingkungan makhluk hidup.
3. Pengendalian efek buruk toksikan bagi manusia dalam tingkat keluarga
Hindari penggunaan kemasan ini oleh wanita hamil dan anak-anak
Melihat kandungan mainan yang akan diberikan kepada anak-anak
Tidak memberikan alat -alat elektronik pada anak-anak sebagai mainan.
4. Pengendalian efek buruk toksikan bagi manusia dalam tingkat pemerintah
Pemerintah italia membuat kebijakan mensyaratkan memberi batas maksimum migrasi
tidak boleh lebih dari 50 ppm untuk kemasan makanan berukuran 250 ml ke atas,
sedangkan untuk kemasan kecil batas maksimumnya 8 mg per dm2 lembaran film.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan penyusunan Undang-undang standarisasi
kemasan berapa dasar hukum yang bisa dijadikan acuan untuk kemasan pangan antara
lain : UU No.7/1996 tentang peraturan pengemasan berkaitan dengan keamanan pangan
dalam rangka melindungi konsumen, (UU No 7/1999) dan peraturan Menteri Kesehatan
RI No.329/Menkes/XII/76 tentang produksi dan peredaran pangan, serta Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan mutu dan gizi pangan. Pada bagian
ke IV pasal 16 19 dari undang-undang ini membahas tentang kemasan bahan pangan,
sedangkan bagian ke V pasal 30-35 membahas tentang pelabelan dan periklanan produk
pangan.
5. Pengendalian efek buruk toksikan bagi lingkungan dalam tingkat pemerintah
Alternatif solusi kedua adalah kebijakan pemerintah setempat untuk mengurangi
penggunaan kantung plastik. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan
membebankan biaya bagi para produsen dan konsumen yang menggunakan kantung
plastik. Kebijakan ini seperti yang telah diterapkan di San Fransisco atas inisiatif dari
Komisi Lingkungan San Fransisco. Komisi ini telah berhasil mendesak Walikota
setempat untuk mengenakan biaya sebesar 17 sen terhadap kantung plastik yang
disediakan oleh penjual toko bahan pangan. Biaya ini tidak hanya dibebankan kepada
24
toko-toko bahan pangan setempat, namun juga kepada para konsumennya.
Alternatif lainnya antara lain seperti yang direkomendasikan bagi pemecahan masalah
sampah kantung plastik di New Zealand, sebagai berikut:
Meningkatkan jumlah pajak bagi semua kantung plastik yang disediakan oleh
supermarket dan toko-toko eceran.
Mensyaratkan agar para produsen barang-barang atau para importir menggunakan
kandungan-kandungan yang mudah didaur ulang untuk kantung plastik.
Mengkampanyekan pola hidup berkelanjutan.
Mensosialisasikan peraturan penggunaan bahan bioplastics bagi industri-industri
pengepakan makanan dan para pelaksana sistem penyembuhan organik.
POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET)
1. Sifat/karakteristik PET
25
1) jika digunakan terlalu sering dan terpengaruh dengan suhu tinggi/ panas akan
menyebabkan melelehnya lapisan polimer pada botol tersebut dan akan mengeluarkan zat
yang bersifat karsinogenik (beracun).
2) tidak mudah di urai oleh alam.
3) Jernih, kuat, liat, dimensinya stabil, tahan nyala api, tidak beracun, permeabilitas terhadap
gas, aroma maupun air rendah.
2. Sumber Toksikan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
PET adalah singkatan dari Polyethylene Terephthalate, suatu senyawa kimia termasuk
golongan ester: polyester termoplastik linier yang disintesis melalui esterifikasi dengan
asam tereftalat (TPA) dan etylen glycol (EG) atau dengan transesterifikasi dimetil
tereftalat dan etilen glikol. PET memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, transparan, tidak
beracun, tidak pengaruh pada rasa, dan permeabilitas yang dapat diabaikan untuk karbon
dioksida.
3. Jalur Paparan PET
Dalam membuat PET, menggunakan bahan antimoni trioksida, yang berbahaya bagi para
pekerja yang berhubungan dengan pengolahan ataupun daur ulangnya, karena antimoni
trioksida masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan, yaitu akibat menghirup debu
yang mengandung senyawa tersebut.
4. Proses Toksikokinetik Dalam Tubuh
Jika bahan toksikologi PETE dapat masuk dalam tubuh dengan cara melalui udara
apabila bahab PETE itu terbakar dan udara nya terhirup dan masuk dalam tubuh tanda dan
gejala dari keracunan ini berupa gangguan pernapasan, gangguan pada perut. Sedangkan pada
wanita hamil, mengakibatkan kematian bayi dalamkandungan serta bayi lahir cacat.
5. Efek buruk yang dapat ditimbulkan
1) Bagi kesehatan
a) iritasi kulit dan saluran pernafasan. Bagi pekerja wanita, senyawa ini
meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran, pun bila melahirkan, anak
mereka kemungkinan besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga
usia 12 bulan.
b) Resiko jangka panjangnya dapat menyebabkan kanker.
26
2) Bagi lingkungan
Akan mencemari tanah, karena pet ini tidak mudah terurai dialam . walaupun terurai itu
akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
6. Penanganan keracunan dari PET
Apabila bahan PET ini terbakar dan terhirup pindahkan korban ke tempat berudara
bersih. Jika tidak bernapas berikan bantuan pernapasan dari mulut ke mulut. Jika kesulitan
bernapas, berikan oksigen. Segera hubungi bantuan medis. Kontak dengan kulit Segera cuci kulit
yang terkontaminasi dengan sabun dan air yang banyak. Jika iritasi menetap, segera hubungi
petugas medis. Dan apabila tertelan segera beri segelas air susu atau segelas air putih, dan bisa
langsung pergi ke rumah sakit atau pukesmas.
7. Pengendalian Efek Buruk Toksikan Bagi Manusia Dan Lingkungan Dalam Tingkatan
1) Individu
Salah satunya dengan melihat kodenya. Mengetahui simbol-simbol daur ulang pada
produk plastik, kita dapat memilah produk plastik yang terbaik untuk digunakan dalam
pemakaian sehari-hari.
Hal yang dapat kita perhatikan adalah melihat kode yang biasanya terdapat di bawah
wadah plastik. Kode tersebut menunjukkan dari jenis bahan apa plastik itu dibuat.
Kode tersebut berupa segitiga yang terdiri dari tiga anak panah atau dengan huruf yang
merupakan singkatan nama bahan pembuat plastik. Dengan mengetahui jenis bahan baku
plastik, kita dapat mengetahui apakah jenis tersebut berbahaya terhadap makanan atau
tidak.
2) Pemerintah
Pemerintah harus bisa tegas lagi dalam penyebaran bahan plastic yang bisa digunakan
atau pun yang tidak bisa digunakan untuk pembungkus makanan. Pemerintah juga
memberi sanksi keras pada orang yang menggunakan bahan berbahaya pada plastic
pembungkus makanan.
3) Keluarga
Peran Keluarga sangat sangat penting dalam memilih bahan-bahan yang berbahaya dan
tidak nya untuk di gunakan. Disini peran orang tua sangat di butuh kan untuk dapat
melilih dengan cermat barang-barang plastic yang di gunakan dalam rumah tangga. Agar
27
tidak salah menggunakan barang-barang plastic yang menggunakan bahan kimia
berbahaya.
PC (POLIKARBONAT)
1. Sifat dan karakteristik PC (Polikarbonat)
- Polikarbonat adalah material yang tahan lama dan dapat dilaminasi menjadi kaca anti
peluru. Meski memiliki ketahanan yang tinggi terhadap benturan, namun polikarbonat
28
cukup mudah tergores sehingga dibutuhkan pelapisan keras (hard coating) untuk
membuat lensa kaca mata dan eksterior otomotif menggunakan polikarbonat dan
material optis lainnya karena polikarbonat sangat bening dan memiliki kemampuan
mentransmisikan cahaya yang sangat baik dibandingkan dengan jenis kaca lainnya.
- Sifat polikarbonat mirip dengan polimetil metakrilat (akrilik), namun polikarbonat lebih
kuat dan dapat digunakan pada suhu tinggi, meski lebih mahal.
- Polikarbonat akan mengalami transisi gelas pada temperatur 150 oC sehingga
polikarbonat akan menjadi lembek secara bertahap di atas temperatur ini, dan mulai
mencair pada temperatur 300 oC.
2. Sumber dalam kehidupan sehari-hari
Ditemukan banyak pada pembuatan botol susu bayi, kemasan pangan, perabot untuk
makan dan minum (termasuk botol air minum), lensa kacamata, CD, DVD, komputer,
perlengkapan olah raga, perlengkapan medis, struk ATM dan mesin penghitung uang.
3. Jalur paparan
Terdapat dua jalur utama pemaparan bahan toksik, yaitu melalui kulit (dermal), absorpsi
melalui dan absorpsi melalui saluran pencernaan (ingesti). Pada PC, jalur paparan yang
umum terjadi adalah ingesti.
4. Proses toksokinetik Bisphenol-A (kandungan dalam polikarbonat) dalam tubuh:
29
BPA dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute paparan, namun yang utama
adalah tertelan melalui pangan. BPA bermigrasi ke dalam pangan melalui epoksi resin yang
melapisi kaleng atau melalui kemasan pangan yang terbuat dari polikarbonat. Pangan yang
disimpan dalam kemasan atau dipanaskan dalam wadah yang mengandung BPA dapat tercemar
BPA yang bermigrasi dari kemasan ke dalam pangan pada saat dipanaskan. Nilai asupan harian
yang dapat ditoleransi (tolerable daily intake) untuk BPA yang ditetapkan oleh European
Commission adalah 0,05 mg/kg berat badan/hari. Namun, umumnya kadar paparan BPA lebih
rendah daripada nilai TDI tersebut.
Selain melalui rute tertelan, BPA dapat pula masuk ke dalam tubuh melalui kontak kulit,
misalnya pada pekerja industri yang terlibat langsung pada pembuatan produk yang mengandung
BPA serta pada individu yang menggunakan mesin penghitung uang. BPA juga terkandung
30
Proses toksikokinetik
(ADME) Bisphenol-A
Bisphenol-A dalam kemasan platik
polikarbonatSaluran Pencern
aanKulit
Absorbsi oleh usus dan kulit
Distribusi oleh saluran
cerna, perdaran
darah
Metabolisme (hati) menjadi BPA-glucuronic acid dan BPA
sulfatKetersediaan BologikEfek Farmakolo
gis
Fase Eksposisi
Deposisi dalam ginjal
dan live
r
Eksresi
(Urine,
empedu)
Fase Toksokinetik
Fase Toksodinamik
dalam kadar rendah di udara dan debu di dalam ruangan, serta pada dental sealants, namun
tingkat paparannya terhadap manusia relatif lebih kecil daripada paparan melalui pangan.
BPA yang masuk ke tubuh melalui pangan dapat diserap dalam saluran cerna lalu
dimetabolisme di dalam hati membentuk senyawa yang inaktif, yaitu konjugat BPA-glucuronic
acid yang tidak memiliki aktivitas hormonal dan tidak berbahaya. Senyawa ini bersifat larut
dalam air sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Selain itu ada pula senyawa inaktif
lain yang dihasilkan dalam jumlah yang lebih sedikit, yaitu BPA sulfat. Baik BPA-glucuronic
acid maupun BPA sulfat, keduanya dapat diukur kadarnya di dalam tubuh, namun demikian
hanya BPA bentuk bebas (BPA bentuk aktif) saja yang berpotensi menimbulkan efek merugikan
bagi kesehatan.
Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa BPA, baik dalam bentuk aktif maupun
inaktif mampu menembus plasenta. BPA bebas yang telah menembus plasenta dan mencapai
fetus, kebanyakan tetap berada dalam bentuk aktifnya, sedangkan bila senyawa yang menembus
plasenta adalah bentuk inaktifnya maka senyawa tersebut dapat diubah kembali menjadi BPA
bentuk aktif. Pada fetus, perubahan BPA inaktif menjadi aktif ini dimungkinkan karena organ
hati dan jantungnya dapat menghasilkan enzim yang mampu mengubah senyawa konjugat BPA-
glucuronic acid menjadi BPA estrogenik yang toksik.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa fetus mempunyai kemungkinan tertinggi
terpapar BPA melalui plasenta. Di dalam rahim, paparan estrogen pada waktu yang tidak tepat
dalam kadar yang melebihi atau kurang dari normal dapat menyebabkan efek merugikan
terhadap perkembangan berbagai organ dan sistem, termasuk sistem reproduksi (pada perempuan
dan laki-laki), perkembangan otak, kelenjar susu, dan sistem imun. Oleh karena BPA dapat
meniru aktivitas estrogen, maka paparannya juga diasumsikan dapat menyebabkan hal yang
sama dengan estrogen.
Jika rute paparannya melalui pangan yang tertelan, maka bayi mempunyai kemungkinan
untuk terpapar BPA lebih besar daripada kelompok umur lainnya. Sumber utama paparan BPA
pada bayi baru lahir (newborn) dan bayi di bawah usia setahun adalah BPA yang bermigrasi dari
lapisan epoksi kaleng ke dalam cairan formula bayi serta dari botol susu bayi yang terbuat dari
plastik polikarbonat ke dalam cairan yang ada di dalamnya setelah adanya penambahan air
mendidih. Menurut U.S. Food and Drug Administration (U.S. FDA), bayi merupakan populasi
yang sensitif terhadap BPA karena sistem saraf dan sistem endokrinnya sedang dalam tahap
31
perkembangan demikian juga dengan sistem hepatiknya untuk mendetoksifikasi dan
mengeliminasi senyawa kimia, misalnya BPA.
Sedangkan pada orang dewasa yang dalam urinnya ditemukan BPA dalam kadar tinggi
memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita penyakit jantung koroner, diabetes, gangguan
kekebalan tubuh, dan ketidaknormalan enzim pada hati.
5. Efek terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
1) Obesitas
Sebuah tinjauan tahun 2008 menyimpulkan meningkatnya obesitas akibat terpapar BPA.
Penelitian lain di tahun 2009 menyimpulkan bahwa BPA berpotensi memiliki efek plelotropik,
mempengaruhi beberapa mekanisme regulasi berat badan, penyerapan glukosa dan homeostatis.
Tijauan penelitian yang lain memberi kesimpulan yang serupa bahwa tidak menggunakan BPA
dapat mengurangi resiko obesitas dan penyakit terkait lainnya.
BPA dapat meningkatkan resiko obesitas
2) Gangguan Otak
32
Pada tahun 2008 sebuah penelitian menyimpulkan bahwa dalam jangka panjang BPA
berpotensi mempengaruhi kerja otak, terutama pada sistem memori. Meskipun dalam dosis yang
sangat kecil yaitu nano molar. Bagian otak yang diserang adalah hippocampus.
Otak Manusia
Dari tahun ke tahun penelitian tentang dampak negatif BPA terhadap kesehatan terus
dikembangkan. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2009 menyimpulkan efek BPA dapat
mengganggu inti anteroventral periventrikular. Penelitian terbaru di tahun 2012 Para penulis
menyatakan bahwa mereka percaya bahwa penelitian mereka adalah yang pertama untuk
menunjukkan bahwa BPA memiliki tindakan trans-generasi pada perilaku sosial dan ekspresi
saraf.
3) Fungsi Tiroid
Berdasarkan penelitian tahun 2007 disimpulkan bahwa BPA memiliki kemampuan
mengikat reseptor hormon tiroid dan dimungkinkan juga mempengaruhi fungsi tiroid. BPA juga
sangat berpengaruh buruk pada wanita hamil, janin dan anak-anak.
Tiroid
4) Kanker
Dalam studi tahun 2010 menyimpulkan BPA berpotensi dalam meningkatkan insiden
kanker dan dapat mengurangi sensitivitas terhadap pengobatan kemoterapi tumor tertentu. Selain
itu, BPA, mengubah perkembangan payudara dan meningkatkan risiko kanker payudara. Tahun
2009 dalam studi in vitro telah menyimpulkan bahwa BPA dapat menginduksi transformasi
neoplastik pada sel epitel payudara manusia.
33
Kanker Payudara
5) Prostat
Tahun 2007 studi in vitro telah menemukan bahwa BPA dikaitkan dengan peningkatan
permanen ukuran prostat. Sebuah studi 2009 menemukan bahwa tikus yang baru lahir terkena
dosis rendah dari BPA (10 mg / kg) menunjukkan peningkatan kemungkinan terkena kanker
prostat ketika dewasa.
6) Sistem Reproduksi
Penelitian yang dirilis tahun 2013 menunjukkan bawa BPA dalam konsentrasi yang sangat
kecil dapat mempengaruhi testis manusia, yaitu dengan menurunkan produksi sperma. Selain itu
juga meningkatkan resiko terjadinya kanker testis pada orang dewasa. Para ahli meyakini apabila
ibu hamil terpapar BPA bisa mengakibatkan cacat bawaan bagi bayi.
7) Jantung
Para peneliti menemukan bahwa bisphenol A tingkat yang lebih tinggi secara signifikan
terkait dengan penyakit jantung, diabetes dan penurunan kekebalan tubuh.
6. Penanganan keracunan dari bisphenol A (BPA)
Beristirahat.
Minum banyak cairan dan oralit untuk mencegah dehidrasi. Oralit akan
mengganti garam, glukosa dan mineral penting lainnya yang hilang karena dehidrasi.
Hindari memakan sesuatu hingga sembuh (kecuali cairan). Ketika sudah sembuh, makan
makanan yang mudah dicerna, seperti roti, kerupuk, pisang dan nasi lembut.
34
Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di perut dan
kecenderungan untuk muntah.
Pindahkan/jauhkan korban dari pemaparan
Berikan susu untuk menetralisir, lalu bawa ke rumah sakit atau puskesmas
7. Pengendalian Efek Buruk Bisphenol A (BPA) Bagi Manusia dan Lingkungan Dalam
Tingkatan Individu, Keluarga dan Pemerintah
Paparan BPA dalam kadar rendah dijumpai pada populasi manusia secara umum, baik
pada kelompok usia bayi, balita, anak-anak, hingga orang dewasa. Penelitian mengenai BPA
terus dilakukan untuk mengetahui berapa besar kadar yang dapat menimbulkan efek terhadap
kesehatan, terutama efeknya terhadap kelompok usia bayi hingga anak-anak karena tubuh
mereka masih dalam tahap tumbuh kembang dan sistem tubuh untuk mendetoksifikasi bahan
kimia masih belum sempurna.
Untuk mengurangi bahkan menghindari efek negatif BPA terhadap kesehatan, ada
berbagai cara yang dapat dilakukan, antara lain:
-Tingkatan Individu
a. Para ibu menyusui dihimbau untuk memberikan ASI kepada bayinya sehingga akan
menurunkan kemungkinan bayinya terpapar BPA melalui pengurangan penggunaan botol
susu bayi polikarbonat dan susu formula yang dikemas dalam kaleng.
b. Hindarkan penggunaan botol susu bayi yang terbuat dari polikarbonat; Carilah tanda "BPA-
free" pada kaleng atau botol susu yang Anda beli
c. Jangan menggunakan botol susu bayi yang telah tergores, karena selain dapat menjadi tempat
pertumbuhan mikroba juga dapat melepaskan sejumlah monomer yang menyusunnya.
d. Tidak menuangkan air mendidih, susu panas, atau cairan panas lain ke dalam botol plastik.
e. Tidak memanaskan botol susu bayi atau wadah makanan plastik di dalam microwave.
f. Tidak memanaskan pangan atau meletakkan pangan yang masih panas dalam wadah
polikarbonat.
g. Tidak mencuci wadah plastik polikarbonat dalam mesin pencuci piring (dishwasher) atau
menggunakan sikat yang keras untuk menghindari terjadinya goresan. Cucilah botol dan
wadah plastik dengan spons agar tidak merusak lapisan plastiknya.
35
h. Kurangi mengkonsumsi produk pangan, baik dalam bentuk cair maupun serbuk yang dikemas
dalam kaleng yang terbuat dari logam. Sebagai gantinya dapat dipilih yang menggunakan
kemasan kardus atau kertas karton tanpa lapisan epoksi.
i. Hindarkan penggunakan alat makan yang terbuat dari polikarbonat. Sebagai gantinya dapat
digunakan alat makan yang terbuat dari kaca, porselen, atau stainless steel.
j. Belajar membaca kandungan dalam plastik. Singkirkan produk plastik yang mengandung
bahan-bahan seperti DBP dan DEP, DEHP, DMP. Gunakan polyethylene (#5), dan
hindari polikarbonat (#7). Jika terdapat tanda nomor 7 di dalam suatu segitiga (simbol daur
ulang) atau tulisan “PC”, sebaiknya tidak digunakan untuk menyimpan pangan, terutama yang
masih panas.
-Tingkatan Keluarga
Adanya peran dari anggota keluarga untuk saling memperhatikan dan memberitahu mengenai
bahaya dari plastik plokarbonat yang mengandung bisphenol A serta memperingatkan ciri-ciri
dari plastik tersebut serta tindakan yang harus dilakukan terhadap jenis plastik polikarbonat itu.
- Tingkat Pemerintah
Pengawasan BPOM mengenai makanan yang mengandung plastik polikarbonat itu lebih
digalakan lagi, terutama untuk menimalisir bahan makanan yang memakai plastik polikarbonat
sehingga bisa mengurangi dampak dari Bisphenol A yang lebih berbahaya lagi.
36
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Plasticizer yang ditambahkan untuk memfleksibelkan PVC dapat berbahaya bagi
kesehatan dan tidak ramah lingkungan. Bahaya monomer vinil klorida yang dapat
meningkatkan risiko penyakit kanker. Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang
dapat mengganggu keseimbangan hormon estrogen manusia. PVC juga Dapat
mengakibatkan kerusakan kromosom dan menyebabkan bayi-bayi lahir dalam kondisi cacat.
Styrofoam dapat Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, Menyebabkan
anemia, Meningkatkan resiko leukemia dan limfoma. Styrofoam juga diduga dapat
menyebabkan kanker pada manusia (2B), Monomer styrene dapat masuk ke dalam janin jika
kemasan Styrofoam digunakan untuk mewadahi pangan beralkohol karena alkohol bersifat
dapat melintasi plasenta serta dapat mengkontaminasi ASI. Sedangkan bagi lingkungan
Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, Styrofoam akan menjadi sumber sampah yang
mencemari lingkungan, baik lingkungan air maupun tanah, Mengikis lapisan ozon sehingga
akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan
terus menembus bumi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanker dan Ketika mereka
37
CFC terpecah karena radiasi ultraviolet, maka setiap molekul CFC akan menghancurkan
100.000 molekul ozon
Terpapar dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene dalam
tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia.
Efek karsinogenik styrene mencakup meningkatnya tingkat limfoma, hematopoiesis, dan
leukemia di diperkuat pekerja plastik, terutama melalui inhalasi. Paparan styrene juga bisa
menyebabkan iritasi membran mucous, iritasi mata, efek gastrointestinal, kelesuan,
penurunan keseimbangan, dan gangguan sistem saraf pusat seperti depresi, sakit kepala,
kelelahan, dan kelemahan otot di antara banyak lainnya. Selain menyebabkan kanker, sistem
reproduksi seseorang bisa terganggu. Kemasan plastik jenis polistirena sering menimbulkan
masalah pada lingkungan karena bahan ini sulit mengalami peruraian biologik dan sulit
didaur ulang sehingga tidak diminati oleh pemulung. Sebagai gambaran, di Amerika setiap
tahun diproduksi 3 juta ton bahan ini, tetapi hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga
sisanya masuk ke lingkungan
PET mempu menyebabkan iritasi kulit dan saluran pernafasan. Bagi pekerja wanita,
senyawa ini meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran, pun bila melahirkan, anak
mereka kemungkinan besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga usia 12 bulan.
PET pula mampu mencemari tanah, karena pet ini tidak mudah terurai dialam . walaupun
terurai itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Paparan PC mampu menyebabkan Obesitas, Gangguan Otak, Fungsi Tiroid, Kanker,
Prostat dan Gangguan Jantung
38
DAFTAR PUSTAKA
Hasanuddin, Iqbal. “Kajian dampak penggunaan plastik PVC terhadap lingkungan dan
alternatifnya di Indonesia”. 2 September 2014. http://digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-
117090.pdf
Alamedah. 8 November 2014. “Styrofoam atau sterefoam Sang Sampah Abadi”.
http://alamendah.org/2012/05/16/styrofoam-atau-sterefoam-sang-sampah-abadi/
Anonim. 7 November 2014. “Bahaya Styrofoam Bagi Kesehatan”.
http://itd.unair.ac.id/index.php/health-news-archive/318-bahaya-styrofoam-bagi-
kesehatan.html
Anonim. “Bahaya Kemasan Styrofoam”. 9 November 2014.
http://ilmupangan.fp.uns.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=183:bahaya-kemasan-styrofoam&catid=103:berita
BADANPOMRI. “Styrofoam”. 9 November 2014.
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0508.pdf
Kumala, Vinka. 8 November 2014. “Mari Bersama Kurangi Penggunaan Styrofoam”
http://www.tanyadokteranda.com/berita/2011/10/mari-bersama-kurangi-penggunaan-
styrofoam
39
http://www.medicinenet.com/plastic/page2.htm ( diakses pada tanggal 1 november 2014)
http://allthingsisnew.blogspot.com/2010/01/zat-kimia-pada-plastik.html ( diakses pada tanggal
28 oktober 2014)
http://lordbroken.wordpress.com/2010/05/10/bahan-pengemas-makanan-%E2%80%9Cplastik
%E2%80%9D/ ( diakses pada tanggal 7 november 2014)
http://www.bangirul.com/2013/07/kandungan-pet-pada-botol-kemasan-plastik.html ( diakses
pada tanggal 1 november 2014)
http://lordbroken.wordpress.com/2009/12/27/jenis-plastik-dan-bahayanya/ ( diakses pada tanggal
1 november 2014)
http://www.bangirul.com/2013/07/kandungan-pet-pada-botol-kemasan-plastik.html ( diakses
pada tanggal 2 november 2014)
Http://perpustakaan.pom.go.id.
Http://repository.usu.ac.id
Http://www.theplasticfreetimes.com/health-impacts-phthalates-polystyrene-and-other-chemicals-
used-make-plastic
Http://kao.akprind.ac.id/sites/kao.akprind.ac.id
Http://ocw.usu.ac.id/teknologi-pengemasan/thp_407_handout_peraturan-
peraturan_dalam_kemasan_pangan.
Http://ik.pom.go.id/v2012/katalog/STIREN_edit1.
Http://www.crios.be/Styrene/toxicology.htm
Http://www.epa.gov/oppt/aegl/pubs/styrene_interim_feb_2008.v1.pdf
Http://repository.usu.ac.id
www.atsdr.cdc.gov/toxguides/toxguide-53.pdf
http://www.toxipedia.org/display/toxipedia/Bisphenol-A
40
http://www.fda.gov/newsevents/publichealthfocus/ucm064437.htm
http://www.niehs.nih.gov/health/assets/docs_a_e/bisphenol_a_bpa_508.pdf
http://informasitips.com/bahaya-bisphenol-a-bpa-pada-botol-bayi
http://www.yohanli.com/polikarbonat-polycarbonate.html
http://www.medkes.com/2014/05/gejala-dan-penanganan-keracunan-makanan.html
http://www.mambaby-ind.com/index.php?mod=news&id=20
41
Recommended