View
1.373
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan
mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap
makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian
kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan
terpejannya (exposed) makhluk tadi. Apabila zat kimia dikatakan berracun
(toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan
efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme.
Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di
reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem
bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.
Sehingga apabila menggunakan istilahtoksik atautoksisitas, maka perlu untuk
mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.
Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam
kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme
biologi pada suatu organisme (Wirasuta, 2006). Pada umumnya, logam terdapat
di alam dalam bentuk batuan, bijih tambang, tanah, air, dan udara. Macam-
macam logam beracun yang dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan pada
organ tubuh manusia diantaranya zat-zat atau logam berat yang terdapat dalam
pestisida (Wikipedia, 2010) . Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari
golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan
gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration,
OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun
bahan- bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida
tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun.
Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi,
residu pestisida akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap
senyawa golongan hidrokarbon berklor sehingga persistensinya lebih mantap.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah akan menghambat proses
penguapan pestisida. Kelembaban tanah, kelembaban udara, suhu tanah dan
porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga menentukan proses
penguapan pestisida. Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan
proses penguapan air. Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama
butiran air keluar dari tanah dengan jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin
jatuh kembali ke tanah bersama debu atau air hujan. Pestisida dapat menguap
karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan atau
pengendapan debu (Saenong, 2005). Zat-zat kimia yang bersifat toksik masuk
ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara, salah satunya adalah melalui
sistem pencernaan. Sistem pencernaan (digestive system) adalah sistem organ
dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi
dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara
satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran
pencernaan (gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses
penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya
adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus.
Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus (Wikipedia,
2010).
B. Rumusan Masalah
1. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan bahan toksin?
2. Absorbsi, distribusi dan ekskresi toksikan?
3. Efek toksikan pada tubuh?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan
bahan toksin
2. Untuk mengetahui Absorbsi distribusi dan ekspresi toksikan
3. Untuk mengetahui Efek toksikan pada tubuh
D. Manfaat Masalah
Mahasiswa dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang
faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan bahan toksik, mengetahui tentang
absorbsi, distribusi dan ekskresi toksikan serta bagaimana efek toksikan pada
tubuh.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
E. Metode Pustaka
Studi pustaka
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
BAB II
PEMBAHASAN
A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KERACUNAN BAHAN TOKSIK
Toksikologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan
efek yang tidak diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang
berbahaya terhadap tubuh manusia.
Toksikologi industri adalah salah satu cabang ilmu toksikologi yang
menaruh perhatian pada pengaruh pemajanan bahan-bahan yang dipakai dari
sejak awal sebagai bahan baku, proses produksi, hasil produksi beserta
penanganannya terhadap tenaga kerja yang bekerja di unit produksi tersebut.
Istilah-istilah dalam toksikologi industri :
a. Toksin/racun yaitu suatu zat yang dalam jumlah relative kecil mengganggu
kesehatan manusia.
b. Xenobiotik yaitu sebutan untuk semua bahan yang asing bagi tubuh, Mis:
bahan obat, bahan kimia.
c. Toksisitas yaitu kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan pada
organ tubuh suatu organisme.
d. LD50 Suatu zat yaitu dosis yang dapat menyebabkan kematian pada 50 %
binatang percobaan dalam spesies yang sama setelah terpapar suatu zat dalam
waktu tertentu.
e. ED50 (efektif dosis) yaitu dosis yang dapat menimbulkan efek spesifik selain
kematian pada 50 % binatang percobaan.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
f. Dosis yaitu jumlah xenobiotik yang masuk ke dalam tubuh manusia.
g. Hubungan dosis dan efek (Dose-Effect Relationship) yaitu hubungan antara
dosis dengan efek yang terjadi pada manusia.
h. Dose response relationship yaitu hubungan antara dosis dan prosentase
individu yang menunjukkan gejala tertentu/spesifik.
i. Efek aditif yaitu efek yang terjadi bila kombinasi dua atau lebih bahan kimia
saling mengkuatkan.
j. Masa laten yaitu waktu antara pemaparan pertama dengan timbulnya
gejala/respon
k. Efek sistemik yaitu efek toksik pada jaringan seluruh tubuh.
l. Target organ adalah organ yang paling sensitif terhadap pajanan yang terjadi.
m. Efek akut adalah Efek yang terjadi sesudah terpajan dalam waktu singkat
(jam, hari).
n. Efek kronis adalah Efek yang terjadi setelah pajanan yang cukup lama
(bulanan, tahunan).
a) Klasifikasi Bahan Beracun Antara Lain :
1. Berdasarkan penggunaan bahan: solvent, aditif makanan dll
2. Berdasarkan target organ: hati, ginjal, paru, system haemopoetik
3. Berdasarkan fisiknya: gas, debu, cair, fume, uap dsb
4. Berdasarkan kandungan kimia: aromatic amine, hidrokarbon dll
5. Berdasarkan toksisitasnya: Ringan, sedang dan berat
6. Berdasarkan fisiologinya: iritan, asfiksan, karsinogenik dll
b) Tingkat Keracunan Bahan Beracun :
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
1. Tidak ada batasan yang jelas antara bahan kimia berbahaya dan tidak
berbahaya.
2. Bahan kimia berbahaya bila ditangani dengan baik dan benar akan aman
digunakan
3. Bahan kimia tidak berbahaya bila ditangani secara sembrono akan menjadi
sangat berbahaya
4. Paracelsus (1493-1541) ” semua bahan adalah racun, tidak ada bahan
apapun yang bukan racun, hanya dosis yang benar membedakan apakah
menjadi racun atau obat”
5. Untuk mengetahui toksisitas bahan dikenal LD50, semakin rendah LD50
suatu bahan, maka makin berbahaya bagi tubuh dan sebaliknya.
Racun super: 5 mg/kgBB atau kurang, contoh: Nikotin
Amat sangat beracun: (5-50 mg/kgBB), contoh: Timbal arsenat
Amat beracun: (50-500 mg/kgBB), contoh: Hidrokinon
Beracun sedang: (0.5-5 g/kgBB), contoh: Isopropanol
Sedikit beracun: (5-15 g/kgBB), contoh: Asam ascorbat
Tidak beracun: (>15 g/kgBB), contoh: Propilen glikol.
c) Faktor Yang Menetukan Tingkat Keracunan
1. Sifat Fisik bahan kimia
Bentuk yang lebih berbahaya bila dalam bentuk cair atau gas yang mudah
terinhalasi dan bentuk partikel bila terhisap, makin kecil partikel makin
terdeposit dalam paru-paru
2. Dosis (konsentrasi)
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Semakin besar jumlah bahan kimia yang masuk dalam tubuh makin besar
efek racunnya..
E = T x C
E = efek akhir yang terjadi (diturunkan seminimal dengan NAB)
T = time
C = concentration pajanan bisa akut dan kronis
3. Lamanya pemajanan, gejala yang ditimbulkan bisa akut, sub akut dan kronis
4. Interaksi bahan kimia
a). Aditif : efek yang timbul merupakan penjumlahan kedua bahan
kimia.contoh : Organophosphat dengan enzim cholinesterase
b). Sinergistik : efek yang terjadi lebih berat dari penjumlahan jika diberikan
sendiri2. Contoh: Pajanan asbes dengan merokok
c). Antagonistik : bila efek menjadi lebih ringan.
5. Faktor tuan rumah (host)
a. Faktor genetic
b. Jenis kelamin : pria peka terhadap bahan kimia pada ginjal, wanita pada hati
c. Factor umur
d. Status kesehatan
e. Hygiene perorangan dan perilaku hidup
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
d) Nilai Ambang Batas Dan Indeks Pemaparean Biologis ( Biological
Exposure Indeks)
Bila pengendalian lingkungan tidak bisa mengurangi kadar bahan kimia di
tempat kerja maka perlu dilakukan :
1. Pemantauan biologis (biological monitoring)
2. Indeks pemaparan biologis (Biological exposure Indekes)
Yaitu suatu nilai panduan untuk menil;ai hasil pemantauan biologis yang
penetuan nilainya ditentukan dengan mengacu pada nilai NAB
e) Bahan Kimia Beracun
1) Logam/metaloid
Pb(PbCO3): Syaraf, ginjal dan darah
Hg (organik&anorganik): Saraf dan ginjal
Cadmium: Hati, ginjal dan darah
Krom: Kanker
Arsen: Iritasi kanker
Phospor: Gangguan metabolisme
Bahan pelarut
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
2) Hidrokarbon alifatik (bensin, minyak tanah): Pusing, koma
Hidrocarbon terhalogensisasi(Kloroform, CCl4): Hati dan ginjal
Alkohol (etanol, methanol): Saraf pusat, leukemia, saluran pencernaan
Glikol: Ginjal, hati, tumor
3) Gas beracun
Aspiksian sederhana (N2,argon,helium): Sesak nafas, kekurangan
oksigen
Aspiksian kimia asam cyanida(HCN), Asam Sulfat (H2SO4),
Karbonmonoksida (CO), Notrogen Oksida (NOx): Pusing, sesak nafas,
kejang, pingsan
4) Karsinogenik
Benzene: Leukemia
Asbes: Paru-paru
Bensidin: Kandung kencing
Krom: Paru-paru
Naftilamin: Paru-paru
Vinil klorida: Hati, apru=paru, syaraf pusat, darah
5) Pestisida
Organoklorin: Pusing, kejang, hilang
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Organophosphat: Kesadaran dan
Karbamat: kematian
Arsenik
f) Faktor Utama Yang Mempengaruhi Toksisitas Adalah :
1. Jalur masuk ke dalam tubuh
Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui
saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya.
Jalur lain tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub
kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan
polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam
tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian “keracunan” biasanya
melalui proses tertelan.
2. Jangka waktu dan frekuensi paparan
Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka
waktu 1 bulan atau kurang
Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk
jangka waktu 3 bulan
Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu
lebih dari 3 bulan
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari
paparan pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada
peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan paparan
ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan
polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis
penuh akan menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan
hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan menurun
setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya
sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang
timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis
berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi paparannya.
Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam
sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal
tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk
pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan toksik.
B. ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI TOKSIKAN
1. Absorpsi Toksikan
Absorpsi dapat terjadi lewat saluran cerna, paru-paru, kulit dan beberapa
jalur lain. Jalur utama bagi penyerapan toksikan adalah saluran cerna, paru-paru,
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
dan kulit. Namun dalam penelitian toksikologi, sering digunakan jalur khusus
seperti injeksi intraperitoneal, intramuskuler dan subkutan.
a. Saluran Cerna
Banyak toksikan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air
minum, atau secara sendiri sebagai obat atau zat kimia lain. Kecuali zat yang
kaustik atau amat merangsang mukosa, sebagian besar toksikan tidak
menimbulkan efek toksik kecuali kalau mereka diserap. Absorpsi dapat terjadi di
seluruh saluran cerna. Namun pada umumnya, mulut dan rektum tidak begitu
penting bagi absorpsi zat-zat kimia dari lingkungan.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk
asam-asam lemah yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut lipid dan
mudah berdifusi. Sebaliknya, basa-basa lemah akan sangat mengion dalam
getah lambung yang bersifat asam dan karenanya tidak mudah diserap.
Perbedaan dalam absorpsi ini diperbesar lagi oleh adanya plasma yang beredar.
Asam-asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion yang terlarut dalam
plasma dan diangkut, sementara basa lemah akan berada dalam bentuk ion-ion
dan dapat berdifusi kembali ke lambung.
Di dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion dan
karenanya tidak mudah diserap. Namun sesampai di darah, mereka mengion
sehingga tidak mudah berdifusi kembali. Sebaliknya, basa lemah terutama akan
berada dalam bentuk non-ion sehingga mudah diserap. Absorpsi usus akan lebih
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
tinggi dengan lebih lamanya waktu kontak dan luasnya daerah permukaan vili
dan mikrovili usus.
b. Saluran Napas
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru.
Hal ini terutama berlaku untuk gas, misalnya CO, NO dan SO2; hal ini juga
berlaku untuk uap cairan misalnya benzen dan CCl4. Kemudahan absorpsi ini
berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah dan
dekatnya darah dengan udara alveoli.
Laju absoprsi bergantung pada daya larut gas dalam darah; semakin
mudah larut, semakin cepat absorpsi. Namun keseimbangan antara udara dan
darah ini lebih lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah larut, misalnya etilen.
Hal ini terjadi karena suatu zat kimia yang lebih mudah larut akan lebih mudah
larut dalam darah. Karena udara alveolar hanya dapat membawa zat kimia
dalam jumlah terbatas, maka diperlukan lebih banyak pernapasan dan waktu
lebih lama untuk mencapai keseimbangan. Bahkan diperlukan waktu lebih lama
lagi kalau zat kimia itu juga diendapkan dalam jaringan lemak.
Disamping gas dan uap, aerosol cair dan partikel-partikel di udara dapat
juga diserap. Pada umumnya, partikel besar (> 10 mm) tidak memasuki saluran
napas; kalaupun masuk, mereka diendapkan di hidung dan dienyahkan dengan
diusap, dihembuskan dan berbangkis. Partikel yang sangat kecil (< 0,01 mm)
lebih mungkin terbuang ketika kita menghembuskan napas. Partikel berukuran
0,01-10 mm diendapkan dalam berbagai bagian saluran napas. Partikel yang
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
lebih besar mungkin diendapkan di nasofaring dan diserap lewat epitel di daerah
ini atau lewat epitel saluran cerna setelah mereka tertelan bersama lendir.
Partikel-partikel yang lebih kecil diendapkan dalam trakea, bronki, dan bronkioli,
lalu ditangkap oleh silia di mukosa atau ditelan oleh fagosit. Partikel-partikel yang
dilempar ke atas oleh silia akan dibatukkan atau ditelan. Fagosit yang berisi
partikel-partikel akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa partikel bebas
dapat juga masuk ke saluran limfe. Partikel-partikel yang dapat larut mungkin
diserap lewat epitel ke dalam darah.
Secara kasar dapat dikatakan bahwa 25 % partikel yang terhirup akan
dikeluarkan bersama udara napas, 50 % diendapkan dalam saluran napas
bagian atas, dan 25 % diendapkan dalam saluran napas bagian bawah.
c. Kulit
Pada umumnya kulit relatif impermeabel, dan karenanya merupakan
sawar (barrier) yang baik untuk memisahkan organisme dari lingkungannya.
Namun beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak
sehingga menimbulkan efek sistemik.
Suatu zat kimia dapat diserap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel
kelenjar keringat atau sel kelenjar sebasea. Tetapi penyerapan lewat jalur ini
kecil sekali sebab struktur ini hanya merupakan bagian kecil dari permukaan
kulit. Maka absorpsi zat kimia di kulit sebagian besar adalah menembus lapisan
kulit yang terdiri atas epidermis dan dermis.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Fase pertama absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat epidermis
yang merupakan sawar terpenting, terutama stratum korneum. Stratum korneum
terdiri atas beberapa lapis sel mati yang tipis dan rapat, yang berisi bahan
(protein filamen) yang resisten secara kimia. Sejumlah kecil zat-zat polar
tampaknya dapat berdifusi lewat permukaan luar filamen protein stratum
korneum yang terhidrasi; zat-zat non-polar melarut dan berdifusi lewat matriks
lipid di antara filamen protein. Stratum korneum manusia berbeda struktur dan
sifat kimianya dari satu bagian tubuh ke bagian lainnya, hal ini tercermin dari
perbedaan permeabilitasnya terhadap zat-zat kimia.
Fase kedua absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat dermis yang
mengandung medium difusi yang berpori, non-selektif, dan cair. Oleh karena itu,
sebagai sawar, dermis jauh kurang efektif dibandingkan stratum korneum.
Akibatnya, abrasi atau hilangnya stratum korneum menyebabkan sangat
meningkatnya absorpsi perkutan. Zat-zat asam, basa, dan gas mustard juga
akan menambah aborpsi dengan merusak sawar ini. Beberapa pelarut terutama
dimetil sulfoksid, juga meningkatkan permeabilitas kulit
2. Distribusi Toksikan
Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh
tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah
tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan
ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.
Bagian tubuh yang berhubungan dengan distribusi toksikan :
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
a. Hati dan ginjal
Kedua organ ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat
bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ
ini jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan
fungsi kedua organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan
hati mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ hati cukup
tinggi kapasitasnya dalam proses biotransformasi toksikan.
b. Lemak
Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang baik bagi zat
yang larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl dan
polybrominated biphenyl. Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan
pelarut yang sederhana dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50 %
danberat badan pada orang yang gemuk dan 20 % dari orang yang kurus.
Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan
konsentrasinya rendah dalam target organ, sehingga dapat dianggap sebagai
mekanisme perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk
menjadi lebih rendah jika disbanding dengan orang yang kurus.
c. Tulang
Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa
seperti Flouride, Pb dan strontium. Untuk beberapa toksikan tulang
merupakan tempat penyimpanan utama, contohnya 90 % dari Pb tubuh
ditemukan pada skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau
tidak ,mengakibatkan kerusakan. Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
penyimpanan Fluoride dalam tulang dapat menunjukkan efek kronik (skeletal
fluorosis).
3. Ekskresi toksikan
Ekskresi toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute.
Ginjal merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik
diubah terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan
dalam tubuh.
Rute lain yang menjadi lintasan utama untuk beberapa senyawa tertentu
diantaranya : hati dan sistem empedu, penting dalam ekskresi seperti DDT dan
Pb ; paru dalam ekskresi gas seperti CO. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh
dapat ditemukan pada keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).
a. Ekskresi urine
Ginjal merupakan organ yang sangat efisien dalam mengeliminasi
toksikan dari tubuh. Senyawa toksik dikeluarkan melalui urine oleh mekanisme
yang sama seperti pada saat ginjal membuang hasil metabolit dari tubuh.
b. Ekskresi empedu
Hati berperan penting dalam menghilangkan bahan toksik dari darah
setelah diabsorbsi pada saluran pencernaan, sehingga akan dapat dicegah
distribusi bahan toksik tersebut ke bagian lain dari tubuh.
c. Rute ekskresi yang lain
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Toksikan dapat juga dikeluarakan dari tubuh melalui paru, saluran
pencernaan, cairan cerebrospinal, air susu, keringat dan air liur. Zat yang
berbentuk gas pada kondisi suhu badan dan “volatile liquids” dapat diekskresi
melalui paru. Jumlah cairan yang dapat dikeluarkan melalui paru berhubungan
dengan tekanan uap air. Ekskresi toksikan melalui paru ini terjadi secara difusi
sederhana. Gas yang kelarutannya rendah dalam darah dengan cepat diekskresi
sebaliknya yang tinggi kelarutannya seperti chloroform akan sangat lambat
diekskresi melalui paru.
C. EFEK TOKSIK PADA TUBUH
Efek toksik didefenisikan sebagai berbagai keadaan atau faktor yang
mempengaruhi efektivitas absorbsi dan distribusi suatu zat dalam tubuh. Efek
toksik mempengaruhi atau menentukan keberadaan zat kimia atau metabolitnya
dalam sel sasaran atau tempat kerjanya. Jumlah zat kimia atau metabolitnya di
sel sasaran akan mempengaruhi atau menentukan efek toksiknya. Berbagai
jenis efek toksik dapat dikelompokkan menurut organ sasarannya, mekanisme
kerjanya, atau ciri-ciri lain.
1. Efek lokal dan Sistemik
Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu
bersentuhan dengan tubuh. Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa
kaustik dan menggambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan diserap dan tersebar ke
bagian lain tubuh. Pada umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau
beberapa organ saja. Organ seperti itu dinamakan “organ sasaran”. Kadar
toksikan dalam organ sasaran tidak selalu yang paling tinggi. Contohnya, organ
sasaran metil merkuri adalah SSP, tetapi kadar metil merkuri di hati dan ginjal
jauh lebih tinggi.
2. Efek Rerpulih dan Nirpulih
Efek toksik disebut berpulih (reversibel) jika efek itu dapat hilang dengan
sendirinya. Sebaliknya, efek nirpulih (ireversibel) akan menetap atau justru
bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek nirpulih diantaranya
karsinoma, mutasi, kerusakan saraf, dan sirosis hati.
Efek toksikan dapat berpulih bila tubuh terpajan pada kadar yang rendah
atau untuk waktu yang singkat. Sementara, efek nirpulih dapat dihasilkan pada
pajanan dengan kadar yang lebih tinggi atau waktu yang lama.
3. Efek Segera dan Tertunda
Efek segera adalah efek yang timbul segera setelah satu kali pajanan.
Contohnya, keracunan sianida. Sedangkan efek tertunda (karsinogenik) adalah
efek yang timbul beberapa waktu setelah pajanan. Pada manusia, efek
karsinogenik pada umumnya baru nyata jelas 10-20 tahun setelah pajanan
toksikan. Pada hewan pengerat pun dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk
timbulnya efek karsinogenik.
4. Efek Morfologis, Fungsional, dan Biokimia
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk luar dan mikroskopis
pada morfologi jaringan. Berbagai efek jenis ini, misalnya nekrosis dan
neoplasia, bersifat nirpulih dan berbahaya.
Efek fungsional biasanya berupa perubahan berpulih pada fungsi organ
sasaran. Oleh karena itu pada penelitian toksikologi, fungsi hati dan ginjal selalu
diperiksa (misalnya, laju ekskresi zat warna).
Efek biokimiawi adalah efek toksik yang tidak menyebabkan perubahan
morfologis. Contohnya, penghambatan enzim kolinesterase setelah pajanan
insektisida organofosfat dan karbamat.
5. Reaksi Alergi dan Idiosinkrasi
Reaksi alergi (reaksi hipersensitivitas atau sensitisasi) terhadap toksikan
disebabkan oleh sensitisasi sebelumnya oleh toksikan itu atau bahan yang mirip
secara kimiawi. Reaksi ini dibutuhkan pajanan awal dan kurva dosis-respons
yang khas yang berbentuk sigmoid, tidak muncul pada reaksi alergi.
6. Respon Bertingkat dan Respon Kuantal
Pengaruh terhadap berat badan, konsumsi makanan, dan pengambatan
enzim merupakan contoh respon bertingkat. Sedangkan mortalitas dan
pembentukan tumor adalah contoh respon kuantal (ada atau tidak sama sekali).
Reaksi ini mengikuti kurva hubungan dosis-respons.
Jadi jika dosisnya naik, begitu pula responsnya, baik dari segi proporsi
populasi yang bereaksi, maupun dari segi keparahan respon bertingkat tadi.
Bahkan efek toksik tambahan akan timbul kalau dosisnya meningkat. Contohnya
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
kekurangan vitamin C akan mengakibatkan gejala defisiensi, tetapi kelebihan
vitamin akan segera dibuang melalui urin.
A. Mekanisme Efek Toksik
Perjalanan zat kimia dalam tubuh diawali dari masuknya zat tersebut ke
dalam tubuh melalui intravaskuler (Injeksi IV, Intrakardial, intraarteri) atau
ekstravaskuler (Oral, Inhalasi, injeksi Intramuskuler, Rektal). Selanjutnya zat
masuk sirkulasi sistemik dan distribusikan keseluruh tubuh. Proses distribusi
memungkinkan zat atau metabolitnya sampai pada tempat kerjanya (reseptor).
Zat kimia ditempat kerjanya atau reseptornya berinteraksi dan dampaknya
menimbulkan efek. Interaksi dari zat kimia atau metabolitnya yang berlebihan
dapat menghasilkan efek toksik. Jadi, penentu ketoksikan suatu zat kimia adalah
sampai nya zat kimia utuh atau metabolit aktifnya di sel sasaran dalam jumlah
yang berlebihan. Pada sisi lain, zat kimia dapat mengalami metabolisme menjadi
senyawa non aktif dan dieksresikan (eliminasi) yang dapat mengurangi
sampainyaatau jumlah zat kimia dalam sel sasarannya. Dengan demikian,
timbulnya efek toksik dipengaruhi juga oleh selisih antara absorbsi dan distribusi
dengan eleminasinya. Jadi toksisitas suatu zat sangat ditentukan oleh absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eksresi.
B. Jalur Masuk Toksik
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi
paparan. Metode kontak dengan racun melalui cara berikut:
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
1. Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh
kasus: overdosis obat, pestisida.
2. Topikal (melalui kulit)
Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini
biasanya terjadi di tempat industri. Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat.
3. Topikal (melalui mata)
Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi lokal. Contoh :
asam dan basa, atropin.
4. Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan
keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-
tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO (karbon monoksida).
5. Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke
dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun
intradermal.
C. Lamanya & Frekwensi Pemaparan
Efek toksis bisa dihasilkan oleh pemaparan akut dan atau kronis ke agent-
agent kimia.
Pemaparan Akut didefinisikan sebagai satu pemaparan tunggal atau
berkali-kali dalam satu waktu yan singkat (sama dengan atau kurang dari 24
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
jam). Sedangkan Efek Kronik terjadi apabila agent menumpuk dalam system
biologi absorpsi melebihi metabolisme dan atau ekskresi atau bila satu agent
menghasilkan effek-effek toksis yang irreversible atau apabila disana ada waktu
yang cukup untuk satu sistem untuk kembali dari effek toksis dalam interval
frekwensi pemaparan.
Dalam tanda-tanda khas dari sifat racun suatu agent kimia khusus terbukti
bahwa dibutuhkan informasi tidak hanya untuk pengaruh-pengaruh dosis tunggal
(akut) dan jangka lama (KRONIS), tetapi juga untuk pemaparan jangka
menengah.
Tepatnya, pemaparan demikian disebut sebagai pemaparan jangka
pendek (satu minggu atau lebih) ataupun subkronik (biasanya : 3 bulan) dalam
program pengujian daya racun.
D. Ada 3 tipe paparan efek toksik
Organ tubuh yang spesifik dapat menjadi sasaran zat kimia terntentu atau
beberapa bagian tubuh. Akibat yang ditimbulkan efek merugikan tersebut
bergantung tidak pada hanya zat kimia ketika seseorang terpapar, tetapi juga
pada tipe paparan dan derajat paparannya.
1. Pemaparan akut
Didefinisikan sebagai pemaparan terhadap zat kimia selama kurang dari
24 jam. Paparan tersebut biasanya disebut sebgai paparan dosis tunggal zat
kimia.
2. Pemaparan kronis(pemaparan jangka panjang)
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Pemaparan kronis mengacu pada pemaparan berulang atau
berkelanjutan terhadap suatu zat kimia dalam waktu yang cukup lama.
Pemaparan kronis dapat mengakibatkan efek merugikan yang sama sekali
berbeda dengan pemaparan akut.
3. Pemaparan subkronis
Berlangsung lebih lama dari pemaparan akut tetapi lebih singkat dari
pemaparan kronis.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Toksik
FAKTOR MANUSIA
a. Umur
Toksikan tertentu lebih banyak diserap oleh mahluk muda daripada
mahluk dewasa. Misalnya, anak-anak dapat menyerap timbal 4 – 5 kali
lebih banyak daripada orang dewasa dan dapat menyerap kadmium 20
kali lebih banyak. Lebih besarnya kerentanan terhadap morfin pada anak-
anak, disebabkan oleh kurang efisiennya sawar darah-otak.
b. Status Gizi
Biotransformasi utama dari toksikan dikatalisis oleh sistem
oksidase fungsi campur (MFO=Mix Function Oksidase) mikrosom.
Defisiensi asam-asam lemak esensial dan protein biasanya menekan
aktivitas MFO. Berkurangnya MFO berbeda pengaruhnya pada toksisitas
zat kimia.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Sejumlah penelitian karsinogenesis telah menunjukkan bahwa
pengurangan jumlah zat makanan dapat menurunkan kejadian tumor.
Kekurangan protein biasanya menurunkan tumorigenesitas karsinogen.
Defisiensi vitamin A, C dan E menekan fungsi MFO. Disamping itu
defisiensi vitamin A juga meningkatkan kerentanan sistem pernapasan
terhadap karsinogen.
Beberapa makanan mengandung cukup banyak zat kimia yang
merupakan penginduksi kuat bagi MFO, misalnya, safrol, flavon, xantin,
dan indol, serta DDT dan PCB (bifenil poliklorin) sebagai pencemar
makanan.
c. Penyakit
Hati adalah organ utama tempat biotransformasi zat-zat kimia,
sehingga penyakit seperti hepatitis akut dan kronis, sirosis hati, dan
nekrosis hati sering mengakibatkan menurunnya biotransformasi.
Penyakit ginjal dapat juga mempengaruhi manifestasi toksik berbagai zat
kimia. Efek ini terjadi akibat kacaunya fungsi ekskresi dan metabolik ginjal.
Penyakit jantung yang berat juga dapat meningkatkan toksisitas beberapa
zat kimia dengan mengganggu sirkulasi hati dan ginjal, sehingga
mempengaruhi fungsi metabolik dan ekskresi alat tubuh ini. Penyakit
saluran napas seperti asma membuat penderitanya jauh lebih rentan
terhadap pencemaran udara (SO2).
FAKTOR LINGKUNGAN
a. Faktor Fisik
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Perubahan suhu dapat mengubah toksisitas. Efek suhu lingkungan
terhadap besar dan lamanya respons tampaknya berhubungan dengan
reaksi biokimia yang bergantung suhu, yang berperan dalam
menimbulkan efek dan biotransformasi bahan kimia itu. Sementara itu
penelitian mengenai hubungan antara tekanan barometrik dan toksisitas
kimia berawal dari pajanan manusia terhadap toksikan di angkasa luar
serta dalam kapal selam atau peralatan selam. Pengaruh perubahan
tekanan barometri pada toksisitas zat kimia tampaknya terutama
diakibatkan oleh berubahnya tekanan oksigen, bukan karena efek tekanan
secara langsung.
b. Faktor sosial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan peternakan dan
berbagai jenis faktor sosial dapat mengubah toksisitas bahan kimia pada
hewan, seperti penanganan hewan, cara pengandangan (satu demi satu
atau dalam kelompok), jenis sangkar, dan bahan alas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Toksikologi industri adalah salah satu cabang ilmu toksikologi yang
menaruh perhatian pada pengaruh pemajanan bahan-bahan yang dipakai dari
sejak awal sebagai bahan baku, proses produksi, hasil produksi beserta
penanganannya terhadap tenaga kerja yang bekerja di unit produksi tersebut.
Adapun faktor yang menetukan tingkat keracunan yaitu, : Sifat Fisik bahan
kimia, dosis (konsentrasi), lamanya pemajanan, gejala yang ditimbulkan bisa
akut, sub akut dan kronis, Interaksi bahan kimia dan faktor tuan rumah (host)
Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah jalur masuk ke dalam
tubuh dan jangka waktu dan frekuensi paparan (akut, sub akut, sub kronik dan
kronik).
Absorpsi dapat terjadi lewat saluran cerna, paru-paru, kulit dan beberapa
jalur lain. Jalur utama bagi penyerapan toksikan adalah saluran cerna, paru-paru,
dan kulit. Namun dalam penelitian toksikologi, sering digunakan jalur khusus
seperti injeksi intraperitoneal, intramuskuler dan subkutan.
Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh
tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah
tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan
ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut. Bagian tubuh yang berhubungan
dengan distribusi toksikan, yaitu : hati dan ginjal, lemak dan tulang.
Ekskresi toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute.
Ginjal merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik
diubah terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
dalam tubuh. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh dapat ditemukan pada
keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).
DAFTAR PUSTAKA
https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/09/23/absorpsi-distribusi-toksikan/
http://www.healthyenthusiast.com/toksikologi.html
http://wimuliasih.blogspot.com/2013/05/toksikologi.html
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
: http://ekoputerasampoerna.blogspot.com/2012/11/pengertian-
toksikologi.html#sthash.o5pBEWcg.dpuf
https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/10/14/efek-toksik/
https://hiperkes.wordpress.com/2008/03/29/toksikologi-industri/
https://www.academia.edu/7663908/ Paparan_Zat_Toksik_terhadap_Sistem_Pencernaan_Makalah_Toksikologi_Industri_BAB_I_PENDAHULUAN?login=anthy.amir@gmail.com&email_was_taken=true
TOKSIKOLOGI INDUSTRI