View
231
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
ss
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan.
Pendidikan bagi sebahagian besar orang berarti berusaha membimbing anak
untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget pendidikan berarti
menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi
oleh pembandingan dengan penciptaan lain. Menurut Jean Piaget pendidikan sebagai
penghubung dua sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung
jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut (Sagala, 2009).
Dalam mengajar guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas.
Penggunaan satu model pembelajaran lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar
mengajar yang membosankan bagi anak didik dan pengajaran pun tampak kaku.
Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti
kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi
guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan
keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti model pembelajaran yang ada tidak
dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi dalam kegiatan belajar mengajar
(Djamarah dan Zain, 2006).
Menurut Sugandi dalam Purworedjo (2009) model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara
berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja
kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang
bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.
Proses pengajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses belajar
mengajar yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru dengan
peserta didik. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Penerapan model pembelajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan
sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman siswa.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru biologi siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Panai Hulu pada semester ganjil nilai rata-rata ujian semester mereka
belum mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yakni 70. Hal ini
memperlihatkan bahwa rata-rata hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri
1 Panai Hulu masih rendah. Hasil belajar yang rendah menunjukkan bahwa perlunya
perhatian dan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang selama ini
digunakan.
Dari hasil KKM diatas maka hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Panai Hulu
belum memuaskan. Adapun hal-hal yang menyebabkannya adalah adalah siswa
kurang aktif, kurang bersemangat, kurang merespon dalam proses belajar mengajar,
asal menjawab ketika diberi pertanyaan dan jika diberi tugas ada beberapa siswa tidak
mengerjakan tugas, hal ini disebabkan pembelajaran disekolah tersebut masih bersifat
konvensional. Guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dikelas sehingga
siswa menjadi pasif dan hanya mendengarkan saja. Guru masih dijadikan sebagai
satu-satunya sumber informasi sehingga kegiatan masih berpusat pada guru (teacher
center) dan model pembelajaran yang digunakan belum tepat. Untuk mengatasi hal
tersebut maka perlu digunakan model pembelajaran yang lain, yang lebih melibatkan
siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2008) terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan nilai rata-rata 80,90 dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan nilai rata-rata 76,30.
Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Ginting (2009) terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dengan nilai rata-rata 86,08 dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan nilai rata-rata 73,67. Jadi, terdapat perbedaan antara
hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD.
Model pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan sub materi pokok sistem indera manusia. Model pembelajaran tipe jigsaw
dengan STAD adalah model pembelajaran dengan sistem pembagian kelompok
dalam proses pembelajarannya. Model pembelajaran tipe jigsaw itu sendiri
merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 45 orang secara heterogen dan saling tergantung satu dengan
yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang
ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran
yang ditugaskan kepada. Kemudian siswa-siswa tersebut kembali pada tim/kelompok
asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah
mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli (Rusman, 2011).
Sedangkan model pembelajaran tipe STAD menurut Trianto (2010)
merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling
membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran atau melakukan tugas
diskusi kelompoknya. Jadi terdapat perbedaan cara kerja dalam tiap kelompok untuk
kedua model pembelajaran tersebut. Dalam penelitian ini materi yang digunakan
yaitu sistem indera manusia. Materi ini dipilih sesuai dengan penggunaan model yang
akan diajarkan pada siswa yaitu model jigsaw dan STAD, dikarenakan pada materi
ini terdapat sub-sub materi yang dapat dibagikan ke dalam kelompok pembelajaran
baik pada kelompok jigsaw maupun kelompok STAD untuk dibahas bersama dalam
masing-masing kelompoknya.
Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang Perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan STAD Pada Sub Materi
Pokok Sistem Indera Manusia di Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu
Tahun Pembelajaran 2014/2015.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
yang menjadi identifikasi masalah adalah :
1. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran biologi.
2. Biologi merupakan pelajaran yang sangat membosankan bagi siswa karena
berupa hafalan.
3. Penggunaan model pembelajaran konvensional seperti ceramah yang monoton
membuat siswa jenuh belajar Biologi, model pembelajaran belum tepat.
4. Siswa tidak aktif bertanya ataupun mengemukakan pendapatnya.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diajukan, maka penelitian ini dibatasi
pada perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada sub materi pokok Sistem Indera Manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 1
Panai Hulu.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan
hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub
materi pokok Sistem Indera Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun
Pembelajaran 2014/2015?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada sub materi pokok Sistem Indera
Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran
2014/2015.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub materi pokok Sistem Indera
Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran
2014/2015.
3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub materi pokok Sistem Indera
Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran
2014/2015.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru khususnya guru biologi dalam
memilih model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran biologi.
2. Sebagai masukan bagi peneliti untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi siswa tentang cara berdiskusi
pembelajaran jigsaw dan STAD sehingga dimanfaatkan siswa untuk menggali
dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan belajar untuk topik lain
melalui berbagai informasi dengan teman sebaya atau orang lain.
4. Sebagai bahan acuan, perbandingan ataupun referensi bagi para peneliti yang
melakukan penelitian yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar dapat dilakukan oleh setiap individu di mana saja dan kapan saja,
dimana perkembangan sejalan dengan pertumbahan usia. Menurut Hudoyo dalam
Indriani (2008) belajar merupakan proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau
pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan keseluruhan tingkah laku.
Menurut Wolkfolk dan Nicolich dalam Slameto (2010) bahwa belajar selalu
mengakibatkan perubahan dalam diri seseorang. Disengaja ataupun tidak perubahan
itu bisa baik namun bisa juga buruk. Belajar yang baik adalah belajar melalui
pengalaman dan melalui interaksi seseorang dengan lingkungannya. Selanjutnya
Piaget memandang bahwa belajar sebagai perilaku berinteraksi antara individu
dengan lingkungannya secara terus-menerus sehingga terjadi perkembangan intelek
individu. Sedangkan, Gagne memandang bahwa kondisi internal belajar dan eksternal
yang bersifat interaktif, oleh karena itu guru seyogyanya mengatur acara
pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki
(Dimyati dan Mudjiono, 2009).
Berdasarkan pengertian belajar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu aktivitas individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku dari
berbagai aspek karena stimuli dari lingkungan untuk berkembang. Belajar merupakan
suatu proses bukan merupakan suatu hasil, karena itu belajar berlangsung secara aktif
dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai
tujuan. Belajar dikatakan efektif jika siswa mampu menggunakan kemampuannya
untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna misalnya mengambil keputusan,
melakukan penelitian, pemecahan masalah, bahkan dapat menemukan konsep-konsep
baru bukan sekadar membuktikan yang telah ada.
Dalam proses belajar, terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi hasil
belajar seseorang. Menurut Slameto (2010) bahwa hasil belajar seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut uraiannya:
1. Faktor-faktor internal terdiri atas beberapa faktor diantaranya: a) faktor
jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh; (b) faktor psikologis
yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, kematangan, kesiapan; (c)
faktor kelelahan.
2. Faktor-faktor eksternal terdiri atas beberapa faktor diantaranya: (a) faktor
keluarga yang meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orangtua terhadap anak,
latar belakang budaya; (b) faktor sekolah yang meliputi metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah; (c) faktor masyarakat yang
meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,
bentuk kehidupan masyarakat.
2.1.2. Hakikat Belajar Mengajar
Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru, dalam mengajar guru
berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah makhluk hidup yang
memerlukan bimbingan, dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Siswa setelah
mengalami proses pendidikan dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia
dewasa yang sadar tanggung jawab terhadap diri sendiri, wiraswasta, berpribadi dan
bermoral. Menurut Dequeliy dan Gazali dalam Slameto (2010) bahwa mengajar
adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan
tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang
mamperhatikan bahwa diantara siswa ada perbedaan individual sehingga memerlukan
pelayanan yang berbeda-beda.
Menurut Mursell dalam Slameto (2010) bahwa mengajar digambarkan
sebagai pengorganisasian belajar sehingga dengan pengorganisasian itu, belajar
menjadi berarti dan bermakna bagi siswa. Selanjutnya menurut Sudjana dalam
Djamarah (2006) bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses yaitu proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan di sekitar anak didik, sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong anak didik, melakukan proses belajar. Pada tahap
berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak
didik dalam melakukan proses belajar. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah
perubahan maka hakikat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang
dilakukan oleh guru.
2.1.3. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) bahwa hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar dapat dipandang
dari dua sisi yaitu sisi guru dan dari sisi siswa. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan
saat terselesaikannya bahan pelajaran yaitu diakhiri dengan proses evaluasi. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar, tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam Arikunto (2009) bahwa hasil
belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif,
afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: (1) Ranah kognitif,
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian, (2) Ranah
afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, (3) Ranah psikomotor, meliputi
keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular
(menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu
gambaran dari kemampuan, keterampilan dan pemahaman seseorang atau kelompok
orang tentang penguasaannya terhadap sesuatu yang sesuai dengan profesinya. Ini
menandakan bahwa semakin baik proses belajar yang dilakukan maka akan semakin
baik pula hasil yang akan dicapai, begitupula sebaliknya.
2.1.4. Model Pembelajaran
Menurut Soekamto dalam Trianto (2009) model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas
pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis. Ada berbagai macam model pembelajaran, diantaranya adalah model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam
penerapannya model pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa karena
masing-masing model pelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang
berbeda-beda. Model pembelajaran direncanakan sedemikian rupa dan digunakan
untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk
kepada pengajar dikelasnya (Isjoni, 2009).
2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2009) pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar
yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu
antar sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
jumlah siswa anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Menurut Suprijono (2010) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru dan mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja
sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa
dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran
berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk
memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan
sekedar belajar dalam kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran.
2.1.5.1. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula adanya belajar kelompok.
Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial antara kelompok belajar
kooperatif dengan kelompok belajar konvensional, seperti dalam Tabel 2.1 berikut
ini:
Tabel 2.1. Perbedaan kelompok pembelajaran kooperatif dengan
kelompok belajar konvensional.
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Kepemimpinan bersama Satu pemimpin
Saling ketergantungan positif Tidak ada saling ketergantungan
Keanggotaan heterogen Keanggotaan homogen
Mempelajari keterampilan-
keterampilan kooperatif
Asumsi adanya keterampilan
sosial
Menekankan pada tugas dan
hubungan kooperatif
Hanya menekankan pada tugas
Ditinjau oleh guru Diarahkan oleh guru
Satu hasil kelompok Beberapa hasil individual
Evaluasi kelompok Evaluasi individual
2.1.5.2. Tujuan pembelajaran kooperatif
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai:
1. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran
kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang
sulit.
2. Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-
temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan
tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
social siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif
adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain dan bekerja
sama dalam kelompok.
2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-
temannya di Universitas Texas. Arti jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji
ukiran ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzel, yaitu sebuah teka-teki
menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini mengambil
pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan
belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama
(Rusman, 2011).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian,
siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang
berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu
satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.
Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan
kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari
sebelumnya pada pertemuan tim ahli (Lie, 2007).
2.1.6.1. Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pada dasarnya model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen yang lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa dalam
kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa
sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa ini saling
bekerjasama untuk mmenyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: (a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; (b) merencanakan bagaimana mengajarkan
subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa kembali
lagi ke kelompoknya masing-masing sebagai ahli dalam subtopiknya dan
mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli
dalam subtopik lain bertindak serupa, sehingga seluruh siswa bertanggung jawab
untuk menunjukkan penguasaanya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh
guru.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (a) siswa dikelompokkan dengan
anggota kurang lebih 4 atau 5 orang; (b) tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas
yang berbeda; (c) anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama
membentuk kelompok baru (kelompok ahli); (d) setelah kelompok ahli berdiskusi,
tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok
tentang subbab yang mereka kuasai; (d) tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
(e) pembahasan; (f) penutupan (Rusman, 2011).
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2.1 Ilustrasi yang menunjukkan tim jigsaw
(Sumber : Ibrahim, 2000).
2.1.6.2. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
x x x
x
x
x x x
x
x
x x x
x
x
x x x
x
x
x x x
x
x
x
x
x
x
x
Menurut Riyanto (2009) hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran tipe
jigsaw adalah:
1. Menggunakan strategi tutor yang sebaya
2. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli
3. Dalam kelompok ahli siswa belajar secara kooperatif menuntaskan topik yang
sama sampai mereka menjadi ahli
4. Dalam kelompok asal setiap siswa saling mengajarkan keahlian masing-
masing.
2.1.6.3 Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diutarakan oleh
Ibrahim (2000) adalah sebagai berikut: (a) karena masing-masing siswa diberi
tanggung jawab pribadi kepada tiap kelompok, maka siswa dapat belajar bertanggung
jawab dan lebih memahami batasan yang didiskusikan; (b) mengajarkan siswa lebih
kreatif dan tanggap; (c) siswa lebih aktif untuk untuk belajar; (d) dapat menjalin
kerjasama yang baik antara teman-teman, karena pada siswa dihadapkan oleh tujuan-
tujuan yang heterogen dalam kelompok asal dan kelompok asal; (e) memupuk sikap
saling menghargai pendapat orang lain; (f) hasil-hasil diskusi mudah dipahami dan
dilaksanakan karena para siswa ikut aktif dalam pembahasan sampai kesuatu
kesimpulan; (g) dapat mempertinggi prestasi kepribadian individu seperti semangat
toleransi siswa yang demokratis, kritis dalam berpikir.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai
berikut: (a) waktu yang dibutuhkan lebih banyak; (b) pada setiap pembagian
kelompok biasanya siswa ribut dan kelas akan bising; (c) tidak dapat diterapkan pada
semua pokok bahasan.
2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dalam model pembelajaran kooperatif, diberikan beberapa jenis
pendekatan yang salah satunya Student Teams Achievmet Division (STAD). Menurut
Slavin dalam Setiasih (2010) bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan
pendekatan yang dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam menelaah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran. Pada STAD siswa dalam suatu kelas tertentu
dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang yang berbeda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru yang menggunakan STAD mengacu pada
belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik yang baru kepada setiap
siswa menggunakan presentasi verbal atau teks. Metode yang digunakan dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dengan ceramah, tanya jawab, diskusi, dan
sebagainya, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa (Permana,
2004).
Menurut Slavin (2005) bahwa gagasan utama STAD adalah untuk memotivasi
siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam
menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar
timnya mendapat penghargaan tim, maka mereka harus membantu teman satu timnya
untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk
bisa melakukan hal yang terbaik, menunjukkan bahwa norma belajar itu penting,
berharga dan menyenangkan.
2.1.7.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Ibrahim dalam Trianto (2010) pembelajaran kooperatif tipe STAD
terdapat enam fase pada setiap pembelajarannya, seperti yang dirangkum dalam Tabel
2.2 berikut ini :
Tabel 2.2. Fase-fase pembelajaran kooperatif Tipe STAD
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa
dalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok belajar agar melakukan transisi secara
efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempersentasekan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.1.7.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Koopertatif Tipe
STAD
Kelebihan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Ibrahim (2000) yaitu: (a) mengajarkan siswa lebih kreatif dan tanggap; (b) siswa
lebih aktif untuk belajar; (c) dapat menjalin kerjasama antar teman-teman; (d)
memupuk sikap saling menghargai pendapat orang lain; (e) hasil-hasil diskusi mudah
dipahami dan dilaksanakan karena siswa ikut aktif
Kekurangan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: (a)
waktu yang dibutuhkan lebih banyak dalam membuat kesimpulan dalam kelompok;
(b) pada saat pembagian kelompok siswa ribut sehingga kelas tidak dapat
dikondusifkan; (c) tidak dapat diterapkan pada semua pokok bahasan.
2.2 Kerangka Konseptual
Sesuai dengan judul penelitian ini, maka dirumuskan kerangka konseptual
sebagai berikut :
1. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 45
orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif
dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang
lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu
dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari
materi yang ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik
yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain
tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-
siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota
kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada
pertemuan tim ahli
2. Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran
kooperatif, dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin
dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim
untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian
saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran atau
melakukan diskusi.
3. Pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan sikap yang positif terhadap
siswa, karena siswa yang berkemampuan tinggi diharapkan mengajari siswa
yang berkemampuan rendah sehingga lebih termotivasi untuk belajar dan
percaya diri.
4. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri dan kemampuan yang
dicapai siswa setelah mengalami proses belajar mengajar dan hasil belajar
yang dinilai adalah hasil belajar pada kemampuan kognitif.
2.3 Hipotesis
a. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis nihil (Ho) dan
hipotesis alternatif (Ha).
1. Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub Materi Pokok Sistem Indera
Manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran
2014/2015.
2. Hipotesis alternatif (Ha) : Ada perbedaan hasil belajar siswa menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub Materi Pokok Sistem Indera
Manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran
2014/2015.
b. Hipotesis Statistik
Ho 1=2
Ha 12
1 = Rata-rata nilai dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
2 = Rata-rata nilai dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Panai Hulu, yang berada di Jalan
Brigjend H.A Manaf Lubis Medan.
3.1.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan April
Juni 2012.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Kartika I-2
Medan Tahun Pembelajaran 2014/2015 yang berjumlah 3 kelas dengan siswa
sebanyak 122 orang.
3.2.2. Sampel
Sampel penelitian terdiri dari dua kelas sebanyak 80 orang yang dipilih
secara acak atau random yaitu dengan cara mengundi kelas-kelas populasi
secara acak dimana setiap kelas berhak menjadi sampel dalam penelitian
sehingga diperoleh dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian yang
diberikan perlakuan yang berbeda yaitu dengan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw untuk kelas XI IPA 2 sebanyak 40 siswa dan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelas XI IPA 1 sebanyak 40 siswa.
3.3. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas (X) yaitu model pembelajaran jigsaw dan STAD.
b. Variabel Terikat (Y) yaitu hasil belajar siswa.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar siswa
berupa tes berbentuk pilihan sebanyak 30 butir soal. Setiap soal memiliki 5 option (a,
b, c, d, e) tentang sub materi pokok sistem indera manusia dan setiap jawaban yang
benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Pengambilan data dilakukan
di awal (pretest) dan diakhir pembelajaran (postest).
Tabel 3.1. Kisi-kisi soal sistem indera manusia
No. Indikator Kemampuan Kognitif Jmlh
Soal C1 C2 C3 C4 C5 C6
1.
Mengidentifikasi
struktur, fungsi
dan proses sistem
indera manusia.
1, 3,
11, 13,
17, 24
4, 10,
25
20,
27, 30 15
2.
Mengaitkan
struktur, fungsi
dan proses sistem
indera manusia.
14
8, 12 23 3
3.
Menjelaskan
struktur, fungsi
dan proses sistem
indera manusia.
19, 22,
26, 28 6, 9, 16 2, 15 29 9
4.
Mengidentifikasi
kelainan yang
terjadi pada
sistem indera
manusia.
7 18
5
21 3
Jumlah 12 6 7 3 1 1 30
Keterangan: C1 = Pengetahuan C3 = Penerapan C5= Evaluasi
C2 = Pemahaman C4= Analisis C6= Kreasi
Menurut Haryati (2007) Adapun dari segi taraf kompetensinya taraf
pengetahuan diberi bobot 40%, taraf pemahaman 20%, taraf penerapan 20%, taraf
analisa 10%, taraf evaluasi 5% dan taraf kreasi 5%.
1. Pretest
Tes ini dilakukan sebelum materi sistem indera manusia diberikan dan dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan dasar siswa pada materi tersebut.
2. Postest
Tes ini dilakukan sesudah materi sistem indera manusia diberikan. Tujuannya
adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tes yang digunakan dalam
penelitian ini adalah secara tertulis dalam bentuk pilihan berganda yang meliputi
seluruh materi pokok sistem indera manusia sehingga peserta didik hanya
memilih satu jawaban yang di anggap paling benar.
Skor yang digunakan sebagai data peneliti adalah skor yang valid dan reliabel.
Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar
mengajar pada materi pokok sistem indera manusia.
3.5. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
eksperimen. Dalam pelaksanaan penelitian, melibatkan dua perlakuan yang berbeda.
Adapun desainnya dapat dilihat pada table 3.2 berikut :
Tabel 3.2. Rancangan (Desain) Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Postest
(XI IPA 1) T1 X1 T2
(XI IPA 2 ) T1 X2 T2
Keterangan :
T1 = Pemberian tes awal (pretest)
T2 = Pemberian tes akhir (postest)
X1 = Perlakuan pada kelas XI IPA 1 dengan menggunakan model STAD.
X2 = Perlakuan pada kelas XI IPA 2 dengan menggunakan model Jigsaw.
3.6. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu:
1) Tahap Persiapan meliputi:
a. Penyusunan proposal penelitian.
b. Persetujuan dan pelaksanaan seminar proposal penelitian.
c. Pengurusan surat izin penelitian dari FMIPA UNIMED.
d. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
e. Menyusun tes evaluasi hasil belajar siswa.
f. Memvalidasikan tes ke SMA Panca Budi Medan
2) Tahap Pelaksanaan
Materi pelajaran :
a. Pendahuluan
b. Sistem indera pada manusia
1. Pembelajaran di awali dengan pemberian pretes.
2. Menggali sejauh mana pemahaman siswa tentang pengertian sistem
indra pada manusia dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
3. Menjelaskan tentang sistem indera pada manusia dan lima macam alat
indera pada tubuh manusia.
4. Meminta siswa untuk membentuk kelompok sesuai dengan model
pembelajaran tipe jigsaw dan STAD.
5. Membimbing kelompok belajar tipe jigsaw dan STAD
6. Mengevaluasi siswa.
7. Memberikan penghargaan terhadap kelompok yang bagus.
8. Menyimpulkan materi pelajaran sistem indera manusia.
3) Tahap akhir
Setelah pelaksanaan pengajaran selesai, maka diadakan postes untuk
masing-masing siswa. Bahan post-tes ini adalah bahan yang digunakan pada
saat pretest sewaktu pengajaran dimulai. Postest ini dilaksanakan sebagai
komponen terakhir dan pendekatan kontekstual yaitu penelitian sebenarnya.
Prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :
Skema Proses Pelaksanaan Penelitian
Penyusunan kegiatan
belajar mengajar
Pelaksanaan Pretest
Mengoreksi Lembar Jawaban
Kelas XI IPA1 Kelas XI IPA2
Pengajaran dengan Pengajaran dengan
model Jigsaw model STAD
Langkah-langkahnya: a. Mengelompokkan siswa dalam kelompok
asal b. Tiap orang dalam tim kelompok asal
diberi sub materi berbeda
c. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok ahli
d. Kelompok ahli berdiskusi e. Tiap tim ahli mempresentasi
kan hasil diskusi f. Tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan menjelaskan kepada anggota
kelompok tentang subbab yang mereka
kuasai.
Langkah-langkahnya: a. Menyajikan materi yang akan
diberikan b. Siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok beranggotakan 5 siswa.
c. Menyajikan lembar kerja siswa yang dikerjakan dengan berdiskusi dalam
setiap kelompoknya.
d. Siswa dalam kelompok mengerjakan lembar kerja secara bersama-sama
e. Memberikan bimbingan pada kelompok.
f. Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi.
Pelaksanaan Postest
Uji Persyaratan Analisis Data
Uji Hipotesis
Menarik Kesimpulan
3.7. Teknik Pengumpulan Data
Cara yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan melakukan
tes terhadap siswa di awal (pretest) dan diakhir pembelajaran (postest). Dalam
penelitian ini parameter yang diteliti adalah kemampuan yang digolongkan pada
domain kognitif. Penyusunan soal berdasarkan tingkat kognitif yaitu C1 (ingatan),
C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evluasi), dan C6 (kreasi). Setiap
butir soal yang dijawab salah skornya nol dan setiap butir soal yang dijawab benar
diberi skor satu, sehingga nilai akhir (NA) siswa dapat dihitung sebagai berikut :
NA = Jumlah jawaban benar x 100
Jumlah soal
Untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran tes dan daya pembeda
tes, maka dilakukan uji instrumen yang dilakukan sebelum pelaksanaan
pengambilan data.
1. Uji Validitas Tes
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji
validitas yang digunakan adalah validitas empiris, sedangkan teknik yang digunakan
untuk mengetahui validitas ini adalah teknik korelasi product moment empiris yang
digunakan rumus :
rxy =
2222 YYNXXN
YXXYN (Arikunto, 2010)
Keterangan : N = Jumlah sampel
X = Skor butir soal
Y = Skor total butir soal
rxy = Koefisien valliditas tes
Untuk menafsir keberartian harga validitas tiap soal maka harga tersebut
dikonsultasikan ke tabel harga kritik r produk moment dengan kriteria rhitung > rtabel
untuk taraf nyata = 0,05 maka korelasi tersebut dikatakan valid.
2. Uji Reliabilitas Tes
Suatu alat ukur bisa dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila
instrumen itu memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Sebagaimana yang
dikemukakan Arikunto (2009 ) bahwa suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf
kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberi hasil yang tetap.
Rumus yang digunakan adalah rumus K-R 20 :
r11=
2
2
1 S
pqS
n
n
Keterangan :
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab soal dengan benar
q = Proporsi subjek yang menjawab soal dengan salah (q=1-p)
pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = Banyaknya soal
S = Standar deviasi dari tes
Untuk varians total dihitung dengan rumus :
S2 =
N
N
XX
2
2
Keterangan :
X1 = Skor butir ke -1
N = Banyak responden
Untuk menentukan tingkat reliabilitas tiap item dikonsultasikan dengan :
0,800 - 1,000 = Sangat tinggi
0,600 0,799 = Tinggi
0,400 0,599 = Cukup
0,200 0,399 = Rendah
< 0,200= Sangat rendah
3. Taraf Kesukaran Tes
Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran adalah
Js
BP (Arikunto, 2009)
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
Js = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Untuk menafsirkan harga taraf kesukaran, maka harga tersebut dikonsultasikan
dengan tabel harga ( = 0,05). Untuk mengartikan angka taraf kesukaran item
digunakan kriteria, yaitu :
P = 0,00 0,29 dikategorikan soal sukar
P = 0,30 0,69 dikategorikan soal sedang
P = 0,70 1,00 dikategorikan soal mudah
4. Daya Pembeda Tes
Daya pembeda tes merupakan suatu kemampuan soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
(berkemampuan rendah).
Untuk menentukan daya pembeda masing-masing soal digunakan rumus :
D = PBPAJB
BB
JA
BA (Arikunto, 2009)
Keterangan :
D = Daya pembeda
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.3. Klasifikasi indeks daya pembeda soal
No Indeks Daya Pembeda Soal Klasifikasi
1 0,00 0,20 Jelek
2 0,21 0,40 Cukup
3 0,41 0,70 Baik
4 0,71 1,00 Sangat Baik
3.8. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh kemudian diolah dengan melakukan uji persyaratan
data sebagai berikut :
1. Mentabulasi jumlah skor pretest dan postest untuk masing-masing kelompok
2. Menghitung mean dengan rumus :
N
XX
(Sudjana, 2005)
Keterangan :
X Mean
X = Jumlah Skor
N =Banyak data
3. Selanjutnya dihitung varians/simpangan baku (S2) dengan memangkatduakan
standar deviasi dengan menggunakan rumus :
S = )1(
)( 22
nn
XiXin (Sudjana, 2005)
Keterangan :
S = Simpangan baku
Xi = Skor siswa
n = Jumlah siswa
4. Uji normalitas
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau tidak.
Uji yang digunakan adalah uji Lillefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mencari skor baku dengan rumus :
Zi = S
XXi
Keterangan :
X nilai rata-rata
S = simpangan baku
b. Untuk setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku,
kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (ZZi)
c. Menghitung proporsi Z1, Z2,Zn yang lebih kecil atau sama dengan
Zi. Jika proporsi ini dinyatakan dengan S (Zi), maka :
S(Zi) = N
ZiZnZZbanyaknya ,........2,1
d. Menghitung selisih F (Zi) S (Zi) kemudian ditentukan harga mutlaknya.
e. Mengambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih
tersebut, sebut namanya L hitung. Bandingkan L hitung dengan harga L tabel
( = 0,05)
f. Jika L hitung < L tabel berarti data berdistribusi normal dan jika sebaliknya
maka sampel tidak berdistribusi normal (Sudjana, 2005).
5. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians sampel menggunakan uji F dengan rumus yaitu :
F = 2
2
2
1
S
SFatau
rkecilVariansiTe
rbesarVariansiTe (Sudjana, 2005)
Keterangan :
S2
1 = varians dari kelompok lebih besar
S2
2 = varians dari kelompok kecil
Kriteria Pengujian : Jika Fhitung Ftabel, maka Ho diterima (homogen)
6. Uji Hipotesis kesamaan 2 rata-rata (uji 2 pihak) dengan menggunakan rumus
yaitu :
t =
21
21
11
nnS
XX
dan S
2 =
2
11
21
2
22
2
11
nn
snsn (Sudjana, 2005)
Keterangan :
t = Distribusi t
1X = Skor rata-rata nilai siswa kelas jigsaw
2X = Skor rata-rata nilai siswa kelas STAD
n1 = Jumlah siswa kelas jigsaw
n2 = Jumlah siswa kelas STAD
s1 = Simpangan baku/standar deviasi nilai kelas jigsaw
s2 = Simpangan baku/standar deviasi nilai siswa kelas STAD.
Kriteria pengujian adalah Ho diterima jika t1 < t < t1 -1/2 , dimana t1-
1/2 didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1 + n2 - 2) dengan peluang (1-1/2
) pada taraf signifikan = 0,05. untuk hargaharga t lainnya Ho ditolak.
thitung > ttabel, maka H0 ditolak
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., (2000), Biologi 2 Petunjuk Guru SMA Kelas 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Arikunto, S., (2009), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
Arikunto, S., (2010), Prosedur Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Bluancie, (2010), Kelainan pada mata, http://sistemindrasdhdm.blog.com/2010/
04/26/14/ (Diakses 03-02-2014).
Dimyati dan Mudjiono, (2009), Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Djamarah, SB., dan Zain, A., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
Hambali. F., (2011), Macam Penyakit Kulit, http://fauzyhambali.blogspot.com/
201/01/macam-macam-penyakit-kulit.html (Diakses 03-02-2014)
Haryati, M,. (2007), Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Teori Dan Praktek,
Penerbit Gaung Pesada Press, Jakarta.
Ibrahim, M., (2000), Pembelajaran Kooperatif, Penerbit Universitas Negeri Surabaya
University Press, Surabaya.
Indriani, N., (2008), Meningkatkan Kreativitas Siswa dalam Mata Pelajaran IPS
dengan Menggunakan Mind Mapping pada Kelas IX-1 SMPN 5 Padang
Panjang, Jurnal Guru, No. 1, Vol. 5.
Isjoni, (2009), Cooperative Learning, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Lestari, E, S., (2006), Biologi 2 Makhluk Hidup dan Lingkungannya Untuk SMA/MA
Kelas XI, Penerbit Putra Nugraha, Jakarta.
Lie, A., (2007), Cooperative Learning, Penerbit Grasindo, Jakarta.
Maritey, (2010), Alat Indera pada Manusia, http://biologi-itey.blogspot.com/
2010/04/ kelainan-pada-telinga.html (Diakses 10-02-2014)
Muntaha, (2011), Penyakit Pada Lidah, http://amuntahadsmcom.blogspot.com/
2011/03/penyakit-pada-lidah.html (Diakses 13-02-2014)
Permana, S. 2004. Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas I SMA Negeri 1 Marabahan
pada Konsep Lingkungan dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). STKIP PGRI,
Banjarmasin.
Pratiwi, A., (2004), Biologi SMA 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Priadi, A., (2010), Biologi SMA kelas XI 2, Penerbit Yudistira, Jakarta.
Purworejo, R., (2009), http://riyadi.purworejo.asia/2009/07/pembelajaran-kooperatif-
cooperative,html (Diakses 10 April 2014).
Rijal, (2009), Alat Indera Dan Kelainan Sistem Indra Pada Manusia,
http://alatindra.blogspot.com/ (Diakses 10-02-2014)
Riyanto, Y. H., (2009), Paradigma Baru Pembelajaran, Penerbit Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
Rusman, (2011), Model-model pembelajaran, Penerbit Raja grafindo persada,
Jakarta.
Sagala, S., (2009), Konsep dan Makna Pembelajaran, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Suprijono, A,. (2009), Cooperative Learning, Penerbit Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Syamsuri, I., (2004), Biologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Recommended