View
55
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
anemia aplastik
Citation preview
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial
Fakultas Kedokteran Subbagian Hemato-Onkologi
Universitas Mulawarman
ANEMIA APLASTIK
Disusun oleh:
Ayu Ambarsari (05.48854.00255.09)
Inbar Surya Seru (0708015029)
Nadila Lupita Puteri (0910015046)
Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp. A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014
1
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.1. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 7 Februari 2014.
Identitas pasien
Nama : An. S
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 4 tahun
Alamat : Jl. H. Baru RT 05
Anak ke : 1
MRS A. W Sjahranie : 7 Januari 2014
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 35 tahun
Alamat : Jl. H. Baru RT 05
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMP
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 32 tahun
Alamat : Jl. H. Baru RT 05
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMP
2
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 4 hari yang lalu, naik turun, tidak mengigil, tidak mengigau, tidak mengalami
kejang. Keluhan ini disertai dengan dengan muntah, muntah 1 kali kurang lebih ¼ gelas aqua, isi
muntahannya berupa susu yang baru saja diminumkan. Tidak disertai batuk dan pilek. Pasien
bisa saja makan tapi keadaan pasien lemas dan pucat.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya atau pun riwayat transfusi
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa dan tidak ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit lainnya.
Riwayat Kelahiran
Pasien dilahirkan di rumah, ditolong oleh bidan, cukup bulan, partus spontan
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 3300 g
Panjang badan lahir : ibu lupa
Berat badan sekarang : 10 kg
Panjang badan sekarang : 104 cm
Gigi Keluar : 2 tahun
Tersenyum : 4 bulan
Miring : 2 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Merangkak : ibu lupa
Duduk : 9 bulan
Berdiri : 1 tahun
3
Berjalan : 1 tahun 3 buln
Berbicara 2 suku kata : -
Masuk Sekolah : -
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : PKM
Penyakit Kehamilan : -
Obat-obatan yang digunakan : Vitamin
Pemeliharaan postnatal
Periksa di : Posyandu
Keluarga berencana : Ya (Suntik 3 bulan)
Riwayat Imunisasi
Lengkap sesuai usia.
Makan dan minum anak
ASI : +
Dihentikan : 2 tahun
Buah : -
Bubur susu : -
Tim saring : 5 bulan, dihentikan sampai usia 4 tahun
Makanan padat dan lauknya : setelah usia 4 tahun
1.2. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
a. Tekanan darah : -
b. Frekuensi nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat
c. Frekuensi napas : 24 x/menit, regular
4
d. Temperatur : 36,7 0C
e. CRT : < 2 detik
Berat badan : 10 kg
Panjang Badan : 104 cm
Status Gizi : Baik
Regio Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Anemis (+/+), ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
Hidung : Sekret (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, mukosa bibir basah, sianosis bibir (-), edem gingival (-/-),
perdarahan gusi (-)
Regio Leher
Pembesaran Kelenjar (-)
Regio Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-/-)
Palpasi : Pergerakan dada simetris
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV MCL sinistra
Perkusi : Batas kiri: ICS IV MAL sinistra
Batas kanan: ICS IV PSL dextra
Batas atas: ICS III MCL sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
5
Regio Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, simetris
Palpasi : Soefl, distensi (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan seluruh abdomen, turgor kulit baik
Perkusi : redup, nyeri ketok hepar (-), nyeri ketok CVA (-),shifting dullness (-), fluid
wafe (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Regio Genitalia
Dalam batas normal
Regio Ekstremitas
Akral hangat, atrofi otot (-/-) oedem (-)
1.3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 27 Januari 201 4
Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Leukosit 400 4000-10.000
Hemoglobin 1,6 11-16
Hematokrit 4,7 37-54
Trombosit 72.000 150.000-450.000
Kimia darah
GDS 96 60-150
Hasil HDT
Kesan: Pansitopenia dengan limfositosis relative ec. Susp. Anemia Aplastik ec ? DD?.
Anemia Hemolitik dengan bisitopenia. Splenomegali?
Saran: retikulosit, bilirubin, coomb’s test
6
Laboratorium tanggal 29 Januari 201 4
Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Leukosit 1.400 4000-10.000
Hemoglobin 10,2 11-16
Hematokrit 29,4 37-54
Trombosit 43.000 150.000-450.000
Laboratorium tanggal 3 Februari 201 4
Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Leukosit 4.020 4000-10.000
Hemoglobin 12,1 11-16
Hematokrit 33,7 37-54
Trombosit 177.000 150.000-450.000
Kimia darah
Protein Total 5,8 6,6-8,7
Albumin 2,9 3,2-4,5
Globulin 2,9 2,3-3,5
Ureum 20,0 10-40
Creatinin 0,5 0,5-1,5
1.4 Diagnosis
Anemia Aplastik
1.5 Penatalaksanaan
IGD
Konsul dr. Sp.A :
Cek HDT
RL 20 tpm
Transfusi PRC 100 cc
Inj. Lasix 5 mg sebelum transfusi
Observasi ketat, KU lemah
7
1.6 Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah Pengobatan/Tindakan yang
diberikan
27/01/2014 S :
O :
Dx
Demam naik turun, sesak (-), lemas (+),
Pucat(+), BAB (+), BAK (+)
CM. N :100/I, RR 28x/I, T 36,80C. Ane (+/+),
Anemia Aplastik
Inj. Cefotaxime 3x350 mg
Transfusi PRC 100 cc
IVFD D5 ½ NS 750 cc/24 jam
Terapi lain lanjut
28/01/14 S :
O :
Dx
Demam (+), sesak (-), lemas (+), Pucat(+),
BAB (+), BAK (+)
CM. N :102/I, RR 30x/I, T 38,80C. Ane (+/+),
Anemia Aplastik
PCT syr 3x1 cth
Inj. Cefotaxime 3x350 mg
IVFD D5 ½ NS 750 cc/24 jam
Terapi lain lanjut
29/01/14 S :
O :
Dx
Demam (+), sesak (+), lemas (+), Pucat(+),
BAB (+), BAK (+), nafsu makan (-)
CM. N :108/I, RR 67x/I, T 37,80C. Ane (+/+),
Susp. Anemia Aplastik
Rencana BMP
Transfusi PRC 100 cc
Terapi lanjut
30/01/14 S :
O :
Dx
Demam naik turun, sesak (+), lemas (-),
Pucat(-), BAB (+), BAK (+), nafsu makan (-)
CM. N :100/I, RR 37x/I, T 36,20C. Ane (-/-),
Susp. Anemia Aplastik DD. AML
Terapi lanjut
Premed BMP :
Inj. Diazepam 3 mg
01/02/14 S:
O:
Dx
Demam (-), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB (+), BAK (+), nafsu makan (+),
ekstremitas edem (+)
CM. N :103/I, RR 26x/I, T 36,50C. Ane (-/-),
Ekstremitas edem (+/+)
Susp. Anemia Aplastik DD. AML
Inj. Furosemid 10 mg (ekstra)
Terapi lanjut
8
03/02/14 S:
O:
Dx
Demam (-), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB (+), BAK (+), nafsu makan (+),
ekstremitas edem (+)
CM. N :92/I, RR 30x/I, T 36,70C. Ane (-/-),
Ekstremitas edem (+/+)
Susp. Anemia Aplastik
Cek albumin, globulin, DL, ur, cr
Premed BMP :
Inj. Diazepam 3 mg
Terapi lanjut
04/02/14 S:
O:
Dx
Demam (-), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB (+), BAK (+), nafsu makan (+),
ekstremitas edem (-)
CM. N :80/I, RR 24x/I, T 36,80C. Ane (-/-),
Ekstremitas edem (-/-)
Susp. Anemia Aplastik
Tunggu hasil BMP
Diet TKTP EPT
Terapi lanjut
05/02/14 S:
O:
Dx
Demam (-), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB (+), BAK (+), nafsu makan (+),
ekstremitas edem (-)
CM. N :84/I, RR 24x/I, T 36,70C. Ane (-/-),
Ekstremitas edem (-/-)
Susp. Anemia Aplastik
Tunggu hasil BMP
Terapi lanjut
06/02/14 S:
O:
Dx
Demam (+), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB cair (+), nafsu makan (+), ekstremitas
edem (-)
CM. N :82/I, RR 24x/I, T 37,90C. Ane (-/-),
Ekstremitas edem (-/-)
Susp. Anemia Aplastik
Tunggu hasil BMP
Zinkid 1x1
Terapi lanjut
07/02/14 S:
O:
Dx
Demam (-), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB cair (+), batuk (+), nafsu makan (+),
ekstremitas edem (-)
CM. N :88/I, RR 24x/I, T 36,70C. Ane (-/-),
Ekstremitas edem (-/-)
MDS
Terapi lanjut
08/02/14 S:
O:
Demam (-), sesak (-), lemas (-), Pucat(-),
BAB cair (-), batuk (+), nafsu makan (+),
ekstremitas edem (-)
CM. N :82/I, RR 24x/I, T 36,50C. Ane (-/-),
Acc pulang
9
Dx
Ekstremitas edem (-/-)
MDS
10
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan sumsumtulang
dengan penurunan sel – sel hematopoietik dan penggantiannya oleh lemak,menyebabkan
pansitopenia, dan sering disertai dengan granulositopenia dan trombositopenia.Terjadinya
anemia aplastik dapat dikarenakan faktor herediter (genetik), faktor sekunder oleh berbagai
sebab seperti toksisitas, radiasi atau reaksi imunologik pada sel – sel induk sumsumtulang,
berhubungan dengan beragam penyakit penyerta, atau faktor idiopatik.4
Pansitopenia merupakan suatu keadaan dimana terjadi defisiensi pada semua elemen
seldarah, yakni erythropenia, leukopenia, dan thrombocytopenia. Individu dengan anemia
aplastik mengalami pansitopenia. Penyebab terjadinya pansitopenia dikarenakan :
1. Menurunnya produksi sumsum tulang akibat aplasia; leukemia akut; mielodisplasia;
mieloma; infiltrasi oleh limfoma, tumor padat, tuberkulosis; anemia megaloblastik;
hemoglobinuria paroksismal nokturnal; mielofibrosis (kasus yang jarang);
sindromhemofagositik.
2. Meningkatnya destruksi perifer dengan ditemukannya splenomegali.
2.2. ETIOLOGI
Secara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu:
11
Tabel 2.1 Klasifikasi etiologi anemia aplastik
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)RadiasiBahan-bahan kimia dan obat-obatanEfek regular meliputi bahan-bahan sitotoksik, benzeneReaksi Idiosinkratik meliputi kloramfenikol, NSAID, anti epileptik, emas.Virus Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)Penyakit-penyakit ImunEosinofilik fasciitisHipoimunoglobulinemiaTimoma dan carcinoma timusPenyakit graft-versus-host pada imunodefisiensiParoksismal nokturnal hemoglobinuriaKehamilanIdiopathic aplastic anemiaAnemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)Anemia FanconiDiskeratosis kongenitalSindrom Shwachman-DiamondDisgenesis reticularAmegakariositik trombositopeniaAnemia aplastik familialPreleukemia (monosomi 7, dan lain-lain)Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan
Merupakan faktor kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan sumsum tulang
herediter antara lain sindroma Fanconi (anemia Fanconi) yang biasanya disertai dengan kelainan
bawaanlain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, dan kelainan ginjal;
diskeratosiskongenital; sindrom Shwachman-Diamond; dan trombositopenia amegakaryositik.
Kelainan – kelainan ini sangat jarang ditemukan dan juga jarang berespons terhadap terapi
imunosupresif. Kegagalan sumsum tulang herediter biasanya muncul pada usia sepuluh tahun
pertama dan kerap disertai anomali fisik (tubuh pendek, kelainan lengan, hipogonadisme, bintik-
12
bintik café-au-lait pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi). Beberapa pasien mungkin
mempunyai riwayat keluarga dengan sitopenia. Dalam kelompok ini, anemia Fanconi (sindroma
Fanconi) adalah penyakit yang paling sering ditemukan. 1,2
Diskeratosis kongenital adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan
secaraklasik yang muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, danleukoplakia
mukosa. Kelainan ini memiliki heterogenitas dan manifestasi klinik yang beragam. Terdapat
bentuk – bentuk X-linked recessive, autosomal dominan, danautosomal resesif.
Trombositopenia megakaryositik diwariskan merupakan kelainan yang ditandai
olehtrombositopenia berat dan tidak adanya megakaryosit pada saat lahir. Sebagian besar pasien
mengalami missense atau nonsense mutations pada gen C-MPL. Banyak diantara penderita
trombositopenia amegakaryositik diwariskan mengalami kegagalan sumsumtulang
multilineage.1,2
Sindrom Shwachman-Diamond adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai
dengandisfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum tulang.Seperti
pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi), penderita sindrom Shwachman-Diamond juga
mengalami peningkatan resiko terjadinya myelodisplasia atau leukemia4 pada usia dini. Belum
ditemukan lesi genetik yang dianggap menjadi penyebabnya,tetapi mutasi sebuah gen di
kromosom 7 telah dikaitkan dengan penyakit ini. 1,2
2. Anemia aplastik didapat
Timbulnya anemia aplastik didapat pada seorang anak dapat dikarenakan oleh :
a. Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan
progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang
aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena
maka terjadi anemia aplastik.
b. Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengananemia aplastik dan
akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yanglain seperti insektisida dan logam
berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan
pansitopenia.13
13
c. Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Praktis
semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi genetik.
Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga
sering dilaporkan adalah fenilbutazon,senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan
sitotoksik misalnya mieleranatau nitrosourea.2
Tabel 2.2 Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik
Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah Resiko RendahAnalgesik Fenasetin,
aspirin,salisilamideAnti aritmia Kuinidin, tokainidAnti artritis Garam Emas KolkisinAnti konvulsan Karbamazepin,
hidantoin, felbamat
Etosuksimid, Fenasemid, primidon trimethadion,sodium valproate
Anti histamin Klorfeniramin, pirilamin, tripelennamin
Anti hipertensi Captopril, methyldopaAnti inflamasi Penisillamin,fenil
butazon,oksifen butazon
Diklofenak, ibuprofen,indometasin, naproxen,sulindac
Anti mikrobaAnti bakteri Kloramfenikol Dapsone,
metisillin, penisilin, streptomisin, β-lactam
Anti fungal Amfoterisin, flusitosinAnti protozoa Kuinakrine Klorokuin,
mepakrin, pirimetaminObat Anti neoplasmaAlkylatingagen Busulfan,cyclopho
sphamide, melphalan, nitrogenmustard
Anti metabolit Fluorourasil, mercaptopurine, methotrexate
Antibiotik Sitotoksik
Daunorubisin,doxorubisin, mitoxantrone
Anti platelet Tiklopidin
14
Anti tiroid Karbimazol, metimazol,metiltiourasil, potassium perklorat, propiltiourasil,sodium thiosianat
d. Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,virus Epstein-
Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering. Pansitopenia
berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Parvovirus B19 dapat
menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell
anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi
minimal pada sumsum tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. 4
2.3. EPIDEMIOLOGI
Ditemukan lebih dari 70% anak – anak menderita anemia aplastik derajat berat padasaat
didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak laki – laki dan perempuan,namun
dalam beberapa penelitian tampak insidens pada anak laki – laki lebih banyak dibandingkan anak
perempuan. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden
1 – 3 / 1 juta / tahun. Namun di Negara Timur seperti Thailand, negaraAsia lainnya termasuk
Indonesia, Taiwan dan Cina, insidensnya jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di
Bangkok didapatkan insidens 3.7/1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan oleh karena
adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat – obat yang tidak pada tempatnya, pemakaian
pestisida serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.1
2.4. KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan
menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi
dengan derajat keparahan sitopenia daripada selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah
dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat
mencapai 80% dengan infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama.
Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan
terapi.2
15
Tabel 2.3 Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10
2.5 PATOGENESIS11
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi
penyakit ini yaitu :
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hematopoietik dapat diketahui lewat pertanda sel yaitu CD34 atau
dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoietik dikenal sebagai longterm
culture initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LMTC), jumlah sel induk/CD
34sangat menurun higga 1-10 % dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble stone area
forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori gangguan sel
induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik.
Beberapa sarjana menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.
16
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoietik
tergantung pada lingkungan mikro sum-sum tulang yang terdiri dari sel stroma yang
menghasilkan berbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma sumsum
tulang pasien anemia aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang
seperti GMCSF,G-CSF, dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti
interferon Ɣ (IFN Ɣ), Tumor necrosis factor α (TNF α), protein macrophage inflammatory 1α
(MIP 1 α) dan transforming growth factor β2 (TGF β2) akan meningkat. Sel stroma pasien
anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel stroma normal tidak dapat
menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan
lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia aplastik makin banyak
ditinggalkan.
Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar
pasien anemia aplastik merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme imunologik
dalam patofisiologi penyakit ini. pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan ketahanan hidup jangka panjang
menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat mendukung
teori proses imunologik.
Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tidak adanya masalah
histokompatibilitas seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi tanpa pemberian terapi
conditioning. Namun Champlin dkk menemukan 4 kasus transplantasi sumsum tulang singeneik
dengan didahului terapi conditioning menghasilkan remisi jangka panjang pada semua kasus.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pada anemia aplastik bukan saja terjadi kerusakan sel induk
tetapi juga terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat dihilangkan dengan terapi
conditioning.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul
adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia
dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoed’effort, palpitasi cordis,
takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemenlekopoisis menyebabkan granulositopenia
yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
17
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada
kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia
atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1 Anemia
aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan yang dapat
ditemukan sangat bervariasi sebagai berikut dengan pendarahan, lemah badan dan pusing
merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
Tabel 2.4 Keluhan pasien anemia aplastik (n=70)2
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 2.4
terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan
ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-
macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkansplenomegali tidak ditemukan pada satu
kasus pun. Adanya splenomegali danl imfadenopati justru meragukan diagnosis.2
Tabel 2.5 Pemeriksaan pasien anemia aplastik
Jenis pemeriksaan fisik Persentase (%)
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
100
63
34
26
20
7
18
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
6
3
16
7
0
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemianya adalah
normokrom normositer. Terkadang ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.
Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.
Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75%
kasus. Presentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kecil kasus, persentase
retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap beratnya
anemia (corrected reticulocyte count) maka diperoleh persentase retikulosit normal atau rendah
juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik.2
Gambar 2.2 Apusan Darah Tepi Anemia Aplastik
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih
dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm 3 dan trombositkurang dari 20.000/mm 3
menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurangdari 200/mm 3 menandakan anemia
aplastik sangat berat. 2,9
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.Perubahan
kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan
19
gambaran klasik anemia aplastik yang didapat ( acquired aplasticanemia ). Pada beberapa
keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya
menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini
produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
sehingga diagnosis anemiaaplastik dapat ditegakkan. 9,13
Hasil pemeriksaan laju endap darah pada pasien anemia aplastik selalu meningkat. Pada
penelitian yang dilakukan di laboratorium RSUPN CiptoMangunkusumo ditemukan 62 dari 70
kasus anemia aplastik (89%) mempunyainilai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam
pertama.2
Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat
adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin
ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2 Plasma darah biasanya mengandung growth
factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi
koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan
penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.9
Pemeriksaan darah tambahan berupa pemeriksaan kadar hemoglobin fetus(HbF) dan
kadar eritropoetin yang cenderung meningkat pada anemia aplastik anak.2
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang
kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit,sel plasma, makrofag dan
sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkankekurangan sel-sel yang lain daripada
menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang
ditemukan sewaktu aspirasi adalahhiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat
ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.9 Semua
spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas
sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel
hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang. 9,14
20
Gambar 2.2 a. Normal; b. Aplastik
c. Pemeriksaan Virologi
Adanya kemungkinan anemia aplastik akibat faktor didapat, maka pemeriksaan virologi
perlu dilakukan untuk menemukan penyebabnya. Evaluasi diagnosisanemia aplastik meliputi
pemeriksaan virus hepatitis, HIV, parvovirus, dansitomegalovirus.2
d. Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa
Jenis tes ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab terjadinya
anemia aplastik.2,12
e. Pemeriksaan Kromosom
Pada pasien anemia aplastik tidak ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan
sitogenetik dengan fluorescence in situ hybridization (FISH) dan imunofenotipik dengan flow
cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding, seperti myelodisplasia
hiposeluler.2
f. Pemeriksaan Defisiensi Imun
Adanya defisiensi imun dalam tubuh pasien anemia aplastik dapat diketahuimelalui
penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.2
2.8 DIAGNOSIS 3,9,10
Penegakan diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan,
tanpa adanya organomegali (hepato splenomegali). Gambaran darah tepi
menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan
pemeriksaan biopsisumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan
penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik dan trombopoitik. Di
antara sel sumsum tulangyang sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma,
21
fibrosit, osteoklas, selendotel). Hendaknya dibedakan antara sediaan sumsum tulang yang
aplastik dan yang tercampur darah.1
Anemia aplastik dapat muncul tiba – tiba dalam hitungan hari atau secara
perlahan(berminggu – minggu hingga berbulan – bulan). Hitung jenis darah akan menentukan
manifestasi klinis. Anemia menyebabkan kelelahan, dispnea dan jantung berdebar – debar.
Trombositopenia menyebabkan pasien mudah mengalami memar dan perdarahan
mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh
sakitkepala dan demam.2
Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis
leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Anemia aplastik mungkin
bersifat asimptomatik dan ditemukan saat pemeriksaan rutin. Keluhan - keluhan pasien anemia
aplastik sangat bervariasi. Perdarahan, badan lemah dan pusing merupakan keluhan – keluhan
yang paling sering ditemukan.2
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding anemia aplastik yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai
dengan pansitopenia perifer.
Tabel 2.5 Beberapa penyebab pansitopenia
22
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak
hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom
myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal
(misalnya poikilositosis, granulosit dengananomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid
sumsum tulang pada myelodisplasiamenunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang
patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu,
prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat
menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler). 9
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan
adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau denganadanya sitogenetik
abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,
hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi. 7,14 Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan
anemia aplastik. Hairy cellleukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya
splenomegali dansel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang. 14
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik
lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsumtulang yang
normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.
2.10 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Suportif
Adanya terapi suportif bertujuan untuk mencegah dan mengobati terjadinya infeksi
dan perdarahan. Terapi suportif yang diberikan untuk pasien anemia aplastik, antara lain:
a. Pengobatan terhadap infeksi
Untuk menghindarkan pasien dari infeksi, sebaiknya pasien dirawat dalam ruangan
isolasi yang bersifat “suci hama”. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak
memiliki efek samping mendepresi sumsum tulang, seperti kloramfenikol.
b. Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Bila terdapat keluhan
akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin
7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Transfusi
23
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3
sebagai profilaksis.
Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering, akan timbul
depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi
transfusi), akibat dibentuknya antibodi terhadap eritrosit, leukosit dan trombosit. Oleh karena
itu, transfusi darah diberikan atas indikasi tertentu. Pada keadaan yang sangat gawat, seperti
perdarahan masif, perdarahan otak, perdarahan saluran cerna dan lain sebagainya, dapat
diberikan suspensi trombosit.
2. Terapi Spesifik
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi
stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporindan metilprednisolon) atau
pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi
imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang.17
Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched
sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif
atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi
sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Suatu
algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia aplastik.15
24
Gambar 2. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15
a. Terapi Imunosupresif. 18
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG)
atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATGatau ALG diindikasikan pada 15:
1. Anemia aplastik bukan berat
2. Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
3. Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak
terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebihdari 200/mm.
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkinmelalui
koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau
tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksialergi ringan
sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengankortikosteroid.15 Siklosporin juga
diberikan dan proses bekerjanya denganmenghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit
sitotoksik.15
Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik 11
25
Dosis test ATG :ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.
Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :Asetaminofen 650 mg peroralDifenhidrahim 50 mg per oral atau intravena perbolus. Hidrokortison 50 mg intravena perbolus.
Terapi ATG :ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari .
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :a. Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG
dandilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness,tapering dosis setiap 2 minggu.
b. Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimalkemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun ataulebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik
berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15 Pemberian
dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapiimunosupresif. Pernyataan ini
didasarkan karena stem sel hematopoiesis memlikikadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan
relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih
bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama
tidak jelassebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG
dansiklosporin.9
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif yang
mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampaikini, studi-studi dengan
siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG
adalah dalam 3 bulan pertama dan relapsdapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG. 15
b. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
26
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberianfaktor-faktor
pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik. 15 20 Pasien yang refrakter dengan
pengobatan ATG pertama dapat beresponterhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada
sebuah penelitian, pasien yangrefrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci. 15
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony
Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akantetapi neutropenia
berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatanneutrofil oleh stimulating faktor ini
juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai
satu-satunya modalitas terapianemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif
telah digunakanuntuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya
yanglama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien. 11,15
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietindan sel-sel
induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada
anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgendigunakan sebagai terapi
penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapiimunosupresif. 9,15
c. Transplantasi sumsum tulang
Metode transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi pilihan utama dengan
donor sumsum tulang terbaik berasal dari saudara sekandung dengan Human Leucocyte Antigen
(HLA) yang cocok. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada
sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan
HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum
dipastikan,namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan
terapiimunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian
dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase /GVHD). 15
Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yanglebih jelek dibandingkan pasien
yang berusia muda. 9,10
27
Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsumtulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih
baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. 10 Pasien dengan umur kurang
dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG)maka pemberian transplantasi
sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang menerima
transplanasi sumsum tulang namun telahmendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada
pasien yang belummendapatkan terapi imunosupresif sama sekali. 9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama
beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang
bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi
penolakan cangkokan ( graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.15
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)
adalah sebagai berikut 15:
a. Remisi komplit jika bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dantrombosit
sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
b. Remisi sebagian jika tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan
trombosit dibawah 100.000/mm3.
28
c. Refrakter jika tidak ada perbaikan.
2.11 Prognosis 9
Prognosis penyakit anemia aplastik bergantung pada:
1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.
2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik.
3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm menunjukkan prognosis yang lebih baik.16
4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi
masihtinggi.Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk
menentukan prognosis.
Riwayat alamiah penderita anemia aplastik dapat berupa:
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali jika dikarenakan
faktor iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi
segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
3. Dapat bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Kondisi penderita anemia
aplastik dapat membaik dan bertahan hidup lama, namun masih ditemukan pada
kebanyakankasus mengalami remisi tidak sempurna.
Remisi anemia aplastik biasanya terjadi beberapa bulan setelah pengobatan
(denganoksimetolon setelah 2-3 bulan), mula – mula terlihat perbaikan pada sistem
eritropoitik,kemudian sistem granulopoitik dan terakhir sistem trombopoitik. Kadang – kadang
remisiterlihat pada sistem granulopoitik lebih dahulu lalu disusul oleh sistem eritropoitik
dantrombopoitik. Untuk melihat adanya remisi hendaknya diperhatikan jumlah
retikulosit,granulosit/leukosit dengan hitung jenisnya dan jumlah trombosit. Pemeriksaan
sumsum tulangsebulan sekali merupakan indikator terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila
remisi parsial telah tercapai, yaitu timbulnya aktivitas eritropoitik dan granulopoitik,
bahaya perdarahan yang fatal masih tetap ada, karena perbaikan sistem trombopoitik terjadi
palingakhir. Sebaiknya pasien dibolehkan pulang dari rumah sakit setelah hitung trombosit
mencapai50.000 – 100.000/mm.3
Prognosis buruk dari penyakit anemia aplastik ini dapat berakibat pada kematian yang
seringkali disebabkan oleh keadaan penyerta berupa:
29
1. Infeksi, biasanya oleh bronchopneumonia atau sepsis. Harus waspada terhadap tuberkulosis
akibat pemberian kortikosteroid (prednison) jangka panjang.17
2. Timbulnya keganasan sekunder akibat penggunaan imunosupresif. Pada sebuah penelitian
yang dilakukan di luar negeri, dari 103 pasien yang diobati dengan ALG, 20 penderita yang
diterapi jangka panjang, berubah menjadi leukemia akut, mielodisplasia,PNH, dan adanya
risiko terjadi hepatoma. Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit anemia
aplastik, namun komplikasi ini jarang ditemukan pada penderita yang telah menjalani
transplantasi sumsum tulang.
3. Perdarahan otak atau abdomen, yang dikarenakan kondisi trombositopenia.
30
BAB 3
PEMBAHASAN
TEORI FAKTA
Gambaran Anemia Aplastik Anamnesis :
- Demam 4 hari naik turun
- Muntah 1x ¼ gelas aqua
- Nafsu makan sedikit turun
- Lemas, lesu dan pucat
- Batuk (-), pilek (-), kejang (-)
- Perdarahan (-)
Pemeriksaan Fisik
- Kesan umum tampak sakit berat, compos
mentis
- Tanda Vital
a. HR: 88 x/menit, regular, kuat angkat
b. RR: 24 x/menit, regular
c. T: 36,7 0C
d. CRT : < 2 detik
- Kepala dan leher: rambut hitam, an (+/+), ikt
(-/-), reflex cahaya (-/-) sianosis (-), mukosa
bibir basah, lidah kotor (-), pembesaran
KGB (-)
- Thoraks: simetris, retraksi (-),
vokal fremitus simetris, rho (-),
whe (-), S1 S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-)
- Abdomen :flat, turgor kulit normal,
pelebaran vena (-), soefl, nyeri
tekan epigastrium (+), massa (-),
H/L tak teraba, Bising usus (+)
31
normal
- Ekstremitas :
- Superior : edema (-/-),
sianosis (-/-), akral hangat (+/+),
akral pucat (+/+)
- Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-),
akral hangat (+/+), akral pucat
(+/+)
Pemeriksaan penunjang:
1. Darah
2. Sumsum tulang gambaran
hiposeluler < 25% atau < 50%
dengan < 30% sel
hematopoesis.
3. Tes virology
4. Pemeriksaan kromosom:
Pemeriksaan sitogenetik
Hasil Nilai Normal
Darah
lengkap
Leukosit 400 4000-10.000
Hemoglobin 1,6 11-16
Hematokrit 4,7 37-54
Trombosit 72.000 150.000-450.000
Kimia darah
GDS 96 60-150
a. Px. Lab (27 Januari 2014)
Px. HDTKesan: Pansitopenia dengan limfositosis
relative ec. Susp. Anemia Aplastik ec ? DD?.
Anemia Hemolitik dengan bisitopenia.
Splenomegali?
Saran: retikulosit, bilirubin, coomb’s test
b. Px. Lab (29 Januari 2014)
Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Leukosit 1.400 4000-10.000
Hemoglobin 10,2 11-16
Hematokrit 29,4 37-54
Trombosit 43.000 150.000-450.000
32
dengan fluorescence in situ
hybridization (FISH) dan
imunofenotipik dengan flow
cytometry diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis
banding, seperti myelodisplasia
hiposeluler.2
c. Px. Lab (3 Februari 2014)
d. Px. BMP normoseluler, kesimpulan: Myelodisplasia syndrome
Terapi Suportif
Untuk mencegah dan
mengobati terjadinya infeksi
dan perdarahan.
a. Pengobatan terhadap infeksi
Pemberian obat antibiotika
hendaknya dipilih yang tidak
memiliki efek samping mendepresi
sumsum tulang, seperti
kloramfenikol.
Penatalaksanaan
Inj. Cefotaxime 3x350 mg
Transfusi PRC 100 cc
IVFD D5 ½ NS 750 cc/24 jam
PCT syr 3x1 cth
Edema Inj. Furosemide
Diare Zinkid
BMP
Diet TKTP EPT
33
Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Leukosit 4.020 4000-10.000
Hemoglobin 12,1 11-16
Hematokrit 33,7 37-54
Trombosit 177.000 150.000-450.000
Kimia darah
Protein Total 5,8 6,6-8,7
Albumin 2,9 3,2-4,5
Globulin 2,9 2,3-3,5
Ureum 20,0 10-40
Creatinin 0,5 0,5-1,5
b. Transfusi darah
Bila terdapat keluhan akibat
anemia, diberikan transfusi
eritrosit berupa packed red cells
sampai kadar hemoglobin 7-8 g%
atau lebih pada orang tua dan
pasien dengan penyakit
kardiovaskular. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat
pendarahan atau kadar trombosit
dibawah 20.000/mm3 sebagai
profilaksis.
Hendaknya harus diketahui
bahwa tidak ada manfaatnya
mempertahankan kadar
hemoglobin yang tinggi, karena
dengan transfusi darah yang
terlampau sering, akan timbul
depresi terhadap sumsum tulang
atau dapat menyebabkan
timbulnya reaksi hemolitik (reaksi
transfusi), akibat dibentuknya
antibodi terhadap eritrosit, leukosit
dan trombosit. Oleh karena itu,
transfusi darah diberikan atas
indikasi tertentu. Pada keadaan
yang sangat gawat, seperti
perdarahan masif, perdarahan otak,
perdarahan saluran cerna dan lain
sebagainya, dapat diberikan
suspensi trombosit.
34
Prognosis : buruk
Infeksi
Timbulnya keganasan sekunder
akibat penggunaan
imunosupresif
Perdarahan otak atau abdomen
Prognosis
Vitam : Bonam
Functionam : Dubia ad bonam
35
DAFTAR PUSTAKA
1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: LeeGR, Foerster J,
et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9 th ed. Philadelpia-London: Lee& Febiger,
1993;911-43.
2. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI,2001;501-8.
3. Bakshi S. Aplastic Anemia. Available in URL :
HYPERLINK http://www.emedicine.com/med/topic162.htm
4. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : BasicPrinciples and
Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.
5. Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia. Available in
URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp26
6. Supandiman I. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003.Jakarta. Q-
communication, 1997;6.
7. Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101
8. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. Available in
URL : HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/
9. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). WilliamHematology
7 th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
10. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrowfailure
disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al (eds).Post Graduate
Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing, 2005;190-206.
11. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).Modern
Hematology Biology and Clinical Management 2 nd ed. New Jersey:Humana Press,
2007 ;207-16.
12. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failuresyndromes. In:
Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s Principle of InternalMedicine. 16th ed. New
York: McGraw Hill, 2007:617-25.
36
13. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed. NewYork: Lange
McGraw Hill, 2005.
14. Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds). CurrentMedical
Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill, 2007;510-11.
15. Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan DepartemenIlmu Penyakit
Dalam FK UI, 2006;637-43
16. Ugrasena, IDG. Anemia Aplastik. Buku Ajar Hematologi – Onkologi anak IDAI.Cetakan
Kedua.Badan Penerbit IDAI.Jakarta.2006.Hal:10-15
37
Recommended