52
Bagian Ilmu Penyakit Dalam LAPORAN KASUS Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Anemia Aplastik oleh: Chika Ahsanu Amala NIM. 0910015052 Pembimbing: dr. Nirapambudi, Sp.PD Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Anemia Aplastik (Lapsus)

  • Upload
    chika

  • View
    100

  • Download
    21

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anemia

Citation preview

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

Anemia Aplastik

oleh:

Chika Ahsanu AmalaNIM. 0910015052Pembimbing:

dr. Nirapambudi, Sp.PDDibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2014Bagian Ilmu Penyakit Dalam

LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran

Universitas MulawarmanAnemia Aplastik

Oleh

Chika Ahsanu Amala 0910015052Dipersentasikan pada tanggal Mengetahui,

Pembimbingdr. Nirapambudi, Sp.PDKATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulisan laporan kasus yang berjudul Anemia Aplastik dapat selesai tepat pada waktunya.Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. dr. Kuntjoro Yakti Sp.PD selaku Kepala bagian Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam.

2. dr. Enny Pasolang Sp.PD FINASIM selaku Kepala bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam.

3. dr. Nirapambudi Sp.PD selaku Kepala bagian Koordinator Ilmu Penyakit Dalam dan Pembimbing Klinik Utama serta Pembimbing laporan Kasus.4. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Samarinda, 4 Juni 2014PenyusunBAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakaryosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoietik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Anemia aplastik dapat disebabkan oleh karena kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala manifestasinya.

Anemia aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya jarang dijumpai. The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study menemukan insiden terjadinya anemia aplastik di Eropa sekitar 2 dari 1.000.000 pertahun. Insiden di Asia 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibandingkan di Eropa. Di China insiden diperkirakan 7 kasus per 1.000.000 orang dan di Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000 orang. Frekwensi tertinggi terjadi pada usia 15 dan 25 tahun, puncak tertinggi kedua pada usia 65 dan 69 tahun.1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan penulis dan pembaca dalam studi kasus mengenai anemia aplastik serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa kasus dan permasalaham yang ditemukan pada kasus tersebut.BAB IILAPORAN KASUS

1.1. Anamnesis

Pasien MRS pada tanggal 30 April 2014 jam 08.54 WITA, anamnesis dilakukan pada tanggal 2 Mei 2014 pukul 11.00 wita. Anamnesa yang dilakukan berupa autoanamnesa dan alloanamnesa.

ANAMNESA UMUM

Identitas

Nama:Ny.PNUmur:40 tahun

Jenis Kelamin:PerempuanAlamat: Jl. MT. Haryono Gg.IAgama:Islam

Status:Menikah

Pendidikan:S1Pekerjaan:Ibu Rumah TanggaMRS: 30 April 2014ANAMNESA KHUSUS

Keluhan Utama

LemasRiwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasa lemas dan pucat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga merasakan pusing (+) dalam 2 minggu terakhir. Keluhan pasien tersebut disertai dengan penurunan nafsu makan. Pasien tidak merasakan demam, mual (-), muntah (-). ataupun mimisan (-). Pasien juga tidak mengalami perdarahan gusi, bintik-bintik merah (-).Saat ini pasien sedang menstruasi hari ke 4. BAK (+) normal, BAB (+) normal.

`Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.

Pasien tidak memiliki riwayat transfusi sebelumnya Riwayat DM, asma, penyakit jantung disaagkalRiwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa Riwayat DM pada keluarga tidak ada

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat asma disangkal.Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok (-)

Pasien jarang berolahraga1.2. Pemeriksaan FisikDilakukan pada tanggal 2 Mei 2014 Kesadaran:Compos mentis, E4V5M6Keadaan umum:Sakit sedang

Status gizi

:

Indeks Massa Tubuh (IMT)(BB (kg) : TB (m)2

53kg : (1,55m)2 = 53kg : 2,4025m2=22,06 (Normal)

Kategori IMTPengertianKeterangan

< 18,5Berat Badan KurangKurus

18,5-25Berat Badan NormalNormal

> 25Berat Badan LebihKegemukan

Tanda Vital

TD : 130/70 mmHg (lengan kanan, berbaring)

N : 92 x/menit regular, isi cukup, kuat angkat

RR : 22x/menit torakoabdominal

T : 36,40C (axila)

Kepala/leher Umum

Ekspresi

: sakit sedang

Rambut

: tidak ada kelainan

Kulit muka

: pucat (+), ikterus (-) Mata

Palpebra: edema (-/-)

Konjungtiva : anemis (+)

Sclera : ikterus (-)

Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)

Hidung

Septum deviasi (-)

Sekret (-)Nafas cuping hidung (-)

Telinga

Bentuk

: normal

Lubang telinga

: normal, sekret (-)Proc. Mastoideus

: nyeri (-/-)Pendengaran

: normal

MulutNafas

: fetor hepatikum (-)

Bibir

: pucat (-), sianosis (-)

Gusi

: perdarahan (-)

Mukosa

: hiperemis (-), pigmentasi (-)

Lidah

: makroglosia (-), mikroglosia (-)

Faring

: hiperemis (-)

LeherUmum

: simetris, tumor (-)

Kelenjar limfe

: membesar (-)

Trakea

: di tengah, deviasi (-)

Tiroid

: membesar (-)

Thorax

Umum

Bentuk dan pergerakan dada simetris

Ruang interkostalis (ICS) tampak jelas

Retraksi (-)Pulmo:

Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)

Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Cor:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampakPalpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Kanan : ICS III parasternal dekstra

Kiri : ICS V midclavicular sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : Bentuk cembung, kulit normalPalpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), Organomegali (-) (hepar/lien/ginjal tidak teraba), defans muscular (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Asites (-)Auskultasi : Bising usus (+) kesan normalEkstremitas:

Superior Ekstremitas hangat

Edema (-)

Sianosis (-)

Clubbing finger (-)

Palmar eritema (-)

Kekuatan otot : Dextra = Sinistra (5=5) Inferior Ekstremitas hangat

Edema tungkai (-)

Sianosis (-)

Kekuatan otot : Dextra = Sinistra (5=5)

Tes nyeri dan sensorik halus (-)

1.3. Pemeriksaan Penunjang Hasil Lab IGD : 30 April 2014Hasil Pemeriksaan Darah LengkapKadar Normal

Leukosit8004.000- 10.000

Eritrosit1.060.0003.500.000 - 5.500.000

Hb311 - 16

HT9,437 - 54

Trombosit28.000150.000 450.000

GDS 11560 - 150

Hasil Pemeriksaan Evaluasi Darah Tepi

EritrositNormokrom Normositer

LeukositJumlah sangat menurun didominasi oleh limfosit. Morfologi sel sukar dievaluasi

TrombositJumlah sangat menurun

KesanPansitopenia dengan limfositosis relatif

Pemeriksaan penunjang :2 Mei 20143 Mei 20144 Mei 2014

Leukosit1.1001.1001.300

Eritrosit1.490.0002.400.0003.300.000

Hb4,86.28,5

Ht13,619.525%

Trombosit34.00036.00034.000

LED157--

1.4. Diagnosis

Anemia Aplastik1.5. Tatalaksana : Inj.Ceftazidime 3 x 1 amp Inj.Leucogen 30mg SC selama 3hari Inj.Kalnex 3 x 500mg Transfusi PRC 1 kolf/hari Transfusi TC 4 fl Sebelum transfusi, cek apusan darah tepi Cek SGOT/SGPT, bilirubin direk/indirek1.6. Prognosa :

DubiaFollow up pasien :PerawatanSOAP

Hari I

2 Mei 2014Badan lemas (+), pucat (+), nafsu makan (-)Compos mentis

TD: 130/70 mmHg

N: 92 x/

RR: 22 x/

T: 36,40C

Anemis (+/+)Ikterik (-/-)Rho (-/-)Whe (-/-)Bu (+) N

NT (-)

Edema (-)

Anemia Aplastik RL 20 tpm Inj.Ceftazidime 3 x 1 amp Inj.Leucogen 30mg SC selama 3hari (Hari I) Inj.Kalnex 3 x 500mg Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb 10 Transfusi TC 5 Unit Metilprednisolon 8mg 2-2-0 Cek DL ulang Cek HDT ulang, HbS Ag

Hari II

3 Mei 2014Badan lemas (+), pucat (+), nafsu makan ()Compos mentis

TD: 130/70 mmHg

N: 90 x/

RR: 20 x/

T: 36,50C

Anemis (+/+)Ikterik (-/-)Rho (-/-)Whe (-/-)Bu (+) N

NT (-)

Edema (-)

Anemia Aplastik RL 20 tpm Inj.Ceftazidime 3 x 1 amp Inj.Leucogen 30mg SC selama 3hari (Hari II) Inj.Kalnex 3 x 500mg Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb 10 Transfusi TC 5 Unit Metilprednisolon 8mg 2-2-0 Cek DL, HDT, HbS Ag, SGOT, SGPT

Hari III

5 Mei 2014Badan lemas (-), pucat (-), nafsu makan membaik (+)CM

TD: 130/80 mmHg

N: 95 x/

RR: 21 x/

T: 36,40C

Anemis (-/-)Ikterik (-/-)Rho (-/-)Whe (-/-)Bu (+) N

NT (-)

Edema (-)Hb : 8,5

Leukosit : 1300

Ht : 25%

Trombosit : 34.000Anemia Aplastik RL 20 tpm Inj.Ceftazidime 3 x 1 amp Inj.Leucogen 30mg SC ( stop Inj.Kalnex 3 x 500mg Transfusi TC 5 Unit Metilprednisolon 8mg 2-2-0 Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb 10 Pasien boleh pulang

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Anemia aplastik adalah kegagalan hemopoiesis yang ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang. Pansitopenia pada darah tepi dapat disebabkan oleh karena kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala manifestasinya.2Anemia aplastik dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hematopoiesis. Aplasia yang hanya mengenai system eritropoitik disebut anemia hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai system granulopoietik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariositik disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Pada anemia aplastik tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoietik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang.3.2 Epidemiologi

Insiden anemia aplastik dapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2 sampai 6 kasus per 1juta penduduk per tahun dengan variasi geografis. Penelitian The International Aplastic Anemia and Agranulolytosis Study di awal tahun 1980-an menemukan frekuensi di Eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta penduduk. Penelitian di Prancis menemukan angka insidensi sebesar 1,5 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Di Cina insidensi dilaporkan 0,74 kasus per 100.000 penduduk per tahun dan di Bangkok 3,7 kasus per 1 juta penduduk per tahun.

Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun, puncak insidens kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun. Umur dan jenis kelamin pun bervariasi secara geografis. Di Amerika Serikat dan Eropa umur sebagian besar pasien berkisar antara 15-24 tahun. Di Cina perempua diatas 50 tahun, pria diatas 60 tahun. Di Prancis pada pria ditemukan pada dua puncak yaitu 15-30 tahun dan setelah umur 60 tahun, pada perempuan diatas 60 tahun.3.3 Klasifikasi

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan sitopenia dibanding selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis bacterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.Tabel 3.1 Klasifikasi Anemia Aplastik

Klasifikasi Anemia Aplastik

KlasifikasiKriteria

Anemia aplastik berat

Selularitas sumsum tulang

Sitopenia sedikitnya dua dari tiga seri sel darah

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik tidak berat< 25%

Hitung Neutrofil < 500/L

Hitung trombosit < 20.000/L

Hitung retikulosit absolute < 60.000/L

Sama seperti di atas kecuali hitung neutrofil < 200/L

Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

3.4 Patofisiologi dan PatogenesisDahulu, anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Anemia aplastik dianggap disebabkan paparan terhadap bahan-bahan toksik seperti radiasi, kemoterapi, obat-obatan, atau senyawa kimia tertentu. Penyebab lain meliputi kehamilan, hepatitis viral, dan fasciitis eosinofilik. Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebabnya, maka pasien digolongkan anemia aplastik idiopatik. Beberapa etiologi anemia aplastik tercantum pada table berikut.Tabel 3.2 Klasifikasi Etiologi Anemia Aplastik di Masa LaluKlasifikasi Etiologi Anemia Aplastik di Masa Lalu

Toksisitas Langsung

Iatrogenik

Radiasi

Kemoterapi

Benzena

Metabolit intermediate beberapa jenis obat

Penyebab yang diperantarai imun

Iatrogenik : transfusion associated graft-versus-host disease

Fasciitis Eosinofilik

Penyakit terkait hepatitis

Kehamilan

Metabolit Intermediate beberapa jenis obat

Anemia aplastik idiopatik

Anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan. Obat yang banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea. Bahan kimia terkenal yang dapat menyebabkan anemia aplastik adalah benzena.

Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik adalah virus Epstein-Barr, influenza A, dengue, tuberculosis (milier). Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang, melalui gangguan pada sel-sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh Human immunodeficiency virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat menimbulkan pansitopenia. Infeksi kronik oleh parvovirus pada pasien dengan defisiensi imun juga dapat menimbulkan pansitopenia.Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengn predisposisi genetic, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak ada perangsang hematopoiesis. Anemia aplastik sering sembuh setelah terminasi kehamilan, dapat terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.

Namun sekarang diyakini ada penjelasan patofisiologis anemia aplastik yang masuk akal yang disimpulkan dari berbagai observasi klinis hasil terapi dan eksperimen laboratorium yang sistematik. Mathe et al memunculkan teori baru berdasarkan kelainan autoimun setelah melakukan transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk menyembuhkan anemia aplastik memperlihatkan kondisi defisiensi sel asla (stem cell).Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni hemopoietik alogenik dan autologus. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoietik pada kelainan ini. Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan interferon dan TNF yang merupakan inhibitor langsung hemopoiesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-sel CD34. Klon sel-sel T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik juga mensekresi sitokin T-helper 1 yang bersifat toksis langsung ke sel-sel CD 34 positif autologus. Sebagian besar anemia aplastik didapat secara patofisisologis ditandai oleh destruksi spesifik yang diperantarai sel T ini. Pada seorang pasien, kelainan respons imun tersebut kadang-kadang dapat dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan obat tertentu atau zat kimia tertentu.

Kegagalan HematopoietikKegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas kosongnya sumsum tulang yang tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau specimen core biopsy sumsum tulang. Hasil pencitraan dengan magnetic resonance imaging vertebra memperlihatkan digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak yang merata. Secara kuantitatif, sel-sel hematopoietic yang imatur dapat dihitung dengan flow cytometry. Sel-sel tersebut mengekspresikan protein cytoadhesive, yang disebut CD34. Pada pemeriksaan flow cytometry, antigen sel CD34 dideteksi secara fluoresens satu per satu, sehingga jumlah sel-sel CD34 dapat dihitung dengan tepat. Pada anemia aplsatik, sel-sel CD 34+ juga hamper tidak ada yang berarti bahwa sel-sel induk pembentuk koloni eritroid, myeloid, dan megakaryosit sangat kurang jumlahnya.Destruksi Imun

Limfosit bertanggung jawab atas destruksi kompartemen sel hematopoietik. Pada beberapa penelitian terbukti bahwa limfosit pasien menekan hematopoiesis. Sel-sel ini memproduksi faktor penghambat yaitu interferon . Adanya aktivasi respon sel T-helper-1 (Th1) disimpulkan dari sifat imunofenotipik sel-sel T dan produksi interferon, TNF, dan IL-2 yang berlebihan. Deteksi interferon intraseluler pada sampel pasien secara flow cytometry mungkin berkorelasi terhadap respons terapi imunosupresif dan dapat memprediksi relaps.

Perubahan imunitas menyebabkan destruksi, khususnya kematian CD34 yang diperantarai ligan Fas, dan aktivasi alur intraseluler yang menyebabkan penghentian siklus sel. Sel-sel T dari pasien membunuh sel-sel asal hemopoietik dengan perilaku yang HLA-DR restricted melalui ligan Fas. Sel-sel hemopoietik yang sedikit tersebut mengekspresikan HLA-DR atau Fas dan ekspresi keduanya meningkat sesuai pematangan sel-sel asal. Jadi, sel-sel asal hemopoietik primitive yang normalnya < 10% sel-sel CD34 relatif tidak terganggu oleh sel-sel T autoreaktif sehingga memungkinkan pemulihan hemopoietik perlahan-lahan pada pasien anemia aplastik setelah terapi imunosupresif.Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak diketahui atau bersifat idiopatik disebabkan karena proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan.2 Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua faktor penyebab yaitu faktor primer dan sekunder.3 Untuk faktor primer disebabkan kelainan kongenital (Fanconi, nonFaconi dan dyskeratosis congenital) dan idiopatik.

Faktor sekunder yang berasal dari luar tubuh, bisa diakibatkan oleh paparan radiasi bahan kimia dan obat, ataupun oleh karena penyebab lain seperti infeksi virus (hepatitis, HIV, dengue), radiasi, dan akibat kehamilan.1.2. Manifestasi Klinis Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatig, dispnea, dan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Pasien juga mengeluh sakit kepala dan demam. 1.1. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan flow cytometry darah tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria nokturnal paroksismal, dan karyotyping sumsum tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodiplastik. Pasien berusia kurang dari 40 tahun perlu diskrining untuk anemia Fanconi dengan memakai obat klastogenik diepoksibutan atau mitomisin. Riwayat keluarga sitopenia meningkatkan kecurigaan adanya kelainan diwariskan walaupun tidak ada kelainan fisik yang tampak.Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan perdarahan, badan lemah, dan pusing adalah yang paling sering ditemukan.Tabel 3.3 Keluhan Pasien Anemia Aplastik

Keluhan Pasien Anemia Aplastik

Jenis Keluhan%

Perdarahan

Badan Lemah

Pusing

Jantung Berdebar

Demam

Nafsu Makan Berkurang

Pucat

Sesak Napas

Penglihatan Kabur

Telinga Berdengung83

80

69

36

33

29

26

23

19

13

1. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pucat dapat ditemukan pada semua pasien yang diteliti, sedangkan perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien.

Tabel 3.4 Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik

Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik

Jenis Pemeriksaan Fisik%

Pucat

Perdarahan

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran Cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali100

63

34

26

20

7

6

3

16

7

0

1. Pemeriksaan laboratoriumDarah Tepi

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia adalah normokrom normositer. Kadang-kadang ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kecil kasus, persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia maka diperoleh persentase retikulosit normal atau rendah juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik.

Laju Endap Darah

Laju Endap Darah selalu meningkat. Penulis menemukan bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm jam pertama.

Faal Hemostasis

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.

Sumsum Tulang

Karena adanya sarang-sarang hemopiesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi, maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus tersangka anemia aplastik. Hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai criteria diagnosis.

Virus

Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis, HIV, parvovirus, dan sitomegalovirus.

Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa

Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab.Kromosom

Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan sitogenetik dengan fluorescence in situ hybridization (FISH) dan imunofenotipik dengan flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding, seperti myelodisplasia hiposeluler.Defisiensi Imun

Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.

Lain-lain

Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional. Kadar eritropoietin ditemukan meningkat pada anemia aplastik.Pemeriksaan Radiologis

Nuclear Magnetic Resonance Imaging

Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoiesis aktif untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel induk.3.7 Diagnosa Bandinga. Myelodisplasia Hiposelularb. Leukimia Limfosistik Granular Besarc. Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal (PNH)3.8 PenatalaksanaanTerapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang (TST). Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched sibling donor), dan faktor-faktor risiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresi atau TST. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi TST lebih baik dan sedikit mengalami GVHD. Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan serangkaian terapi imunosupresif. Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200-500/mm3 tampaknya lebih mendapat manfaat dari imunosupresi dibandingkan TST. Secara umum, pasien dengan hitung neutrofil yang sangat rendah cenderung lebih baik dengan TST, karena dibutuhkan waktu yang lebih pendek untuk resolusi neutropenia (harus diingat bahwa neutropenia pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif mungkin baru membaik setelah 6 bulan). Untuk pasien usia menengah yang memiliki donor saudara yang cocok, rekomendasi terapi harus dibuat setelah memperhatikan kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh, derajat keparahan penyakit, dan keinginan penyakit.Terapi KonservatifTerapi ImunosupresifTerapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), dan siklosporin A (CsA). Mekanisme kerja ATG atau ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan mungkin melalui :1. Koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal

2. Stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis

Regimen imunosupresi yang paling sering dipakai adalah ATG dari kuda (ATGam dosis 20 mg/kg per hari selama 4 hari) atau ATG kelinci (thymoglobulin dosis 3,5 mg/kg per hari selama 5 hari) plus CsA (12-15 mg/kg, bid) umumnya selama 6 bulan. Berdasarkan hasil penelitian pada pasien yang tidak berespons terhadap ATG kuda, ATG kelinci tampaknya sama efektif dengan ATG kuda. Angka respons terhadap ATG kuda bervariasi dari 70-80% dengan kelangsungan hidup 5 tahun 80-90%. ATG lebih unggul dibandingkan CsA, dan kombinasi ATG dan CsA memberikan hasil lebih baik dibandingkan ATG atau CsA saja.Penambahan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dapat memulihkan neutropenia tetapi tidak menambah kelangsungan hidup. Namun respons awal terhadap G-CSF setelah terapi ATG merupakan faktor prognostic yang baik untuk respons secara keseluruhan. Secara umum, pasien yang berespons terhadap kombinasi ATG/ CsA mempunyai kelangsungan hidup yang sangat baik, sedangkan mereka yang refrakter mempunyai kelangsungan hidup yang kurang. Perhitungan pada 3 bulan setelah terapi ATG mempunyai korelasi yang baik dengan prognosis jangka panjang. Regimen imunosupresif yang lebih baru memakai mycophenolate mofetil, dan dalam konteks toksisitas CsA, Zenapax (anti-IL-2 receptor (CD25 )monoclonal antibody) mungkin bermanfaat tetapi keampuhan obat-obat ini belum terbukti. Campath 1 H saat ini juga sedang diuji untuk keadaan-keadaan refrakter untuk mengkaji potensi pemanfaatannya sebagai obat imunosupresif.Kegagalan terapi imunosupresif mungkin mencerminkan undertreatment atau kelelahan cadangan sel-sel asal sebelum pemulihan hematopoietic. Di samping itu, tidak adanya respons terapi mungkin juga disebabkan salah diagnosis atau adanya pathogenesis non imun, seperti anemia aplastik herediter. Relaps dapat disebabkan penghentian dini imunosupresi, dan hitung darah pasien sering masih tergantung CsA. Terapi induksi dengan regimen ATG masa kini atau bahkan siklofosfamid dapat pula tidak cukup untuk mengeliminasi sel-sel T autoimun.Pasien-pasien refrakter dapat diobati lagi dengan ATG multiple, yang dapat menghasilkan kesembuhan (salvage) pada sejumlah pasien. Suatu penelitian pada pasien yang refrakter dengan ATG kuda, ATG kelinci menghasilkan angka respons 50% dan kelangsungan hidup jangka panjang yang sangat baik.Siklofosfamid dosis tinggi telah dianjurkan sebagai terapi lini pertama yang efektif untuk anemia aplastik. Angka respons yang tinggi dikaitkan dengan pencegahan kekambuhan dan juga penyakit klonal. Namun sitopenia yang berkepanjangan menghasilkan toksisitas yang berlebihan akibat komplikasi neutropenik menyebabkan penghentian uji klinik. Follow up jangka panjang pada pasien yang mendapat siklofosfamid memperlihatkan bahwa relaps dan penyakit klonal dapat terjadi setelah terapi ini. Oleh karena itu, penggunaan siklofosfamid hanya untuk kasus-kasus tertentu atau sebagai bagian dari uji terkontrol dengan spektrum indikasi yang sempit.ATG atau ALG diindikasikan pada :

1. Anemia aplastik bukan berat

2. Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

3. Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun, dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau perdarahanatau dengan granulosit lebih dari 200/mm3.

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat, sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Kortikosteroid ditambahkan untuk melawan penyakit serum intrinsic terhadap terapi ATG, yaitu prednisone 1mg/kgBB selama 2 minggu pertama pemberian ATG. Di samping itu, neutropenia dan trombositopenia yang ada akan semakin berat. Kira-kira 40-60% pasien berespons terhadap ATG dalam 2-3 bulan (hampir tidak pernah dalam 2-3 minggu pertama). Walaupun tidak terjadi remisi total transfusi komponen darah tidak dibutukan lagi. Kira-kira 30-50% dari mereka yang berhasil akan kambuh lagi dalam 2 tahun berikutnya. Pada golongan pasien ini yang kebanyakan berespons lagi bila diberi ATG. Kira-kira 25% pasien yang semula tidak memberika respons, terjadi respons pada pemberian ATG 2-4 bulan setelah pemberian pertama.Siklosporin bekerja dengan menghambat aktivasi dan proliferasi precursor limfosit sitotoksik. Dosisnya adalah 3-10 mg/kgBB/hari per oral dan diberikan selama 4-6 bulan. Siklosporin dapat pula diberikan secara intravena. Angka keberhasilan setara dengan ATG. Pada 50% pasien yang gagal dengan ATG dapat berhasil dengan siklosporin.

Kombinasi ATG, siklosporin, dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon angka remisi sebesar 46%. Dosis siklosporin yang diberikan 6 mg/kgBB per oral selama 3 bulan. Dosis metilprednisolon 5 mg/kgBB per oral setiap hari selama seminggu kemudian berangsur-angsur dikurangi selama 3 minggu.

RelapsSecara konseptual, analog dengan terapi penyakit keganasan, terapi imunosupresif intensif dengan ATG dapat dipandang sebagai terapi induksi, yang membutuhkan periode pemeliharaan lama dengan CsA atau bahkan re-induksi. Angka relaps setelah terapi imunosupresif adalah 35% dalam 7 tahun. Secara umum, relaps mempunyai prognosis yang baik dan kelangsungan hidup pasien tidak memendek. Pasien dengan hitung darah yang turun dapat menerima CsA, dan jika tidak berhasil, harus diberikan ATG ulang. Angka respons dapat dibandingkan dengan yang tampak pada ATG inisial. Pada beberapa contoh, ATG kelinci dapat dipakai disbanding ATG kuda. Siklofosfamid dosis tinggi telah disarankan untuk imunosupresi yang mencegah relaps. Namun hal inibelum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamis memberikan lama respons lebih dari 1 tahun. Sebaliknya 75% respons ATG adalah dalam 3 bulan pertama, dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.Terapi Penyelamatan (Salvage Therapies)

Siklus Imunosupresi Berulang

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespons terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan.Pada sebuah penelitian, angka penyelamatan yang bermakna pada pasien yang refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci. Namun, siklus ketiga tampaknya tidak dapat menginduksi respons pada pasien yang tidak berespons terhadap terapi ulangan. Upaya melakukan terapi penyelamatan dapat menunda transplantasi sumsum tulang. Namun dampaknya masih kontroversial. Pasien dengan donor saudara yang cocok dan tidak berespons terhadap terapi ATG/CsA harus menjalani TST. Selain terapi ATG berulang, obat-obat baru seperti Campath-1H atau antibody monoclonal anti CD3 dapat digunakan dalam konteks uji klinik.Faktor-faktor Pertumbuhan Hematopoietik dan Steroid Anabolik

Penggunaan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF, Filgrastim) atau GM-CSF (Sargramostim dosis 250 /kg/hari) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil walaupun tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Beberapa pasien akan memperlihatkan pemulihan neutropenia dengan G-CSF, tetapi neutropenia berat karena anemia aplastik biasanya refrakter. Jika dikombinasi dengan regimen ATG/ CsA, G-CSF dapat memperbaiki neutropenia dan respons terapi ini merupakan faktor prognostik dinni yang positif untuk respons di masa depan. Peningkatan dosis G-CSF tampaknya tidak bermanfaat. Kombinasi G-CSF dengan obat lain telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien. Namun, beberapa laporan mengaitkan terapi G-CSF yang lama sebagai penyebab evolusi klonal, khususnya monosomi-7.Steroid Anabolik

Androgen merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Saat ini androgen hanya digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif. Androgen yang tersedia saat ini antara lain oxymethylone dan danazol guna anemia aplastik ringan. Komplikasi utama adalah virilisasi dan hepatotoksitas.

Transplantasi Sumsum Tulang

Regimen conditioning yang paling sering adalah siklofosfamid dan ATG dan telah terbukti lebih unggul dibandingkan regimen terdahulu yaitu siklofosfamid plus total thoracoabdominal irradiation. Perbaikan perawatan pasien dan terapi graft versus host disease telah membuat TST menjadi prosedur yang lebih aman dan suatu pilihan bagi lebih banyak pasien anemia aplastik. TST allogenik tersedia untuk sebagian kecil pasien (hanya sekitar 30% yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Dengan perbaikan umum, TST dapat memberikan kelangsungan hidup jangka panjang sebesar 94% (dengan donor saudara yang cocok). Hasil yang lebih baik telah dilaporkan pada pasien anak, tetapi tidak demikian dengan pasien yang lebih tua. Pasien yang berusia lebih tua dari 30-35 tahun lebih baik diterapi imunosupresif intensif sebagai upaya pertama.Transplantasi sumsum tulang allogenik dengan saudara kandung HLA-A, B, -DR-matched, mencapai angka keberhasilan remisi komplit permanen lebih dari 80% pada kelompok pasien terpilih yang berumur kurang dari 40 tahun dan bias hidup lama. Makin meningkat umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor yang disebut graft-versus-host disease (GVHD). Transplantasi sumsum tulang antara umur 40-50 tahun mengandung risiko meningkatnya GVHD dan mortalitas.

Pada umumnya, bila pasien berumur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan ATG, dan mempunyai saudara kandung sebagai donor yang cocok maka pemberian transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan. Akan tetapi dengan pemberian imunosupresif sering diperlukan transfuse selama beberapa bulan.Kriteria Respons

Kelompok Eropean Bone Marrow Transplantation (EBMT) mendefinisikan respons terapi sebagai berikut :

a. Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit 2000/mm3, dan trombosit 100.000/mm3b. Remisi sebagian : tidak bergantung pada transfusi, granulosit < 2000/mm3, dan trombosit < 100.000/mm3c. Refrakter : tidak ada perbaikan

Terapi Suportif

Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Risiko perdarahan menigkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat perdarahan atau kadar trombosit di bawah 20.000/mm3 (profilaksis). Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsetrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitasi, donor diganti dengan yang cocok HLA nya (orang tua atau saudara kandung) atau pemberian gammaglobulin dosis terapi. Timbulnya sensitasi dapat diperlambat dengan menggunakan donor tunggal.Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksismasih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan amat pendek, pada infeksi berat khasiatnya hanya sedikit sehingga pemberian antibiotic masih diutamakan.3.9 Prognosis

Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa : 1) Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenic akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera. 2) Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus. 3) Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.Penggunaan imunosupresif dapat meningkatkan keganasan sekunder. Pada penelitian di luar negeri dari 103 pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi hepatoma.BAB IVPEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny.PN umur 40 tahun datang ke IGD RSU AWS pada tanggal 30 April 2014 dengan keluhan badan lemas dan pucat selama 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Diagnosa masuk dan diagnosa kerja pasien ini adalah anemia aplastik. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis

Teori1Kasus

Usia 15 -25 tahun / > 60 tahun Keluhan perdarahan (83%), badan lemah (80%), dan pusing (69%). Demam (33%) Nafsu Makan Berkurang (29%) Pucat (26%)

Usia 40 tahun

Mimisan (-). perdarahan gusi (-), bintik-bintik merah (-).Pasien sedang menstruasi hari ke 4. lemas dan pusing (+) dalam 2 minggu terakhir. Deman (-) Penurunan nafsu makan (+) Pucat (+)

Berdasarkan anamnesa, pada pasien ini didapatkan adanya keluhan badan lemas. Pasien merasa lemas dan pucat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga merasakan pusing (+) dalam 2 minggu terakhir. Keluhan pasien tersebut disertai dengan penurunan nafsu makan. Pasien tidak merasakan demam, mual (-), muntah (-). ataupun mimisan (-). Pasien juga tidak mengalami perdarahan gusi, bintik-bintik merah (-).Saat ini pasien sedang menstruasi hari ke 4. BAK (+) normal, BAB (+) normal. Berdasarkan literatur, manifestasi klinis utama anemia aplastik adalah perdarahan (83%), badan lemah (80%), pusing (69%), jantung berdebar (36%), demam (33%), nafsu makan berkurang (29%), pucat (26%), sesak napas (23%), penglihatan kabur (19%), serta telinga berdengung (13%). Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun, puncak insidens kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun. Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatig, dispnea, dan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang ditandai dengan demam.Pemeriksaan fisik

TeoriKasus

Pucat (100%)Perdarahan (63%) Kulit (34%) Gusi (26%) Retina (20%) Hidung (7%) Saluran Cerna (6%) Vagina (3%)Demam (16%)Hepatomegali (7%)Splenomegali(0%) Pucat (+) Pasien sedang menstruasi hari ke 4 Bintik-bintik merah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB (+) normal T = 36,4o C Organomegali (-)

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pucat dapat ditemukan pada semua pasien yang diteliti, sedangkan perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.Dengan adanya anamnesis yang ada maka kita dapat mencocokkan kembali dengan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, dimana nantinya akan didapatkan tanda-tanda anemia yaitu konjungtiva, mukosa serta ekstremitas yang tampak pucat. Adanya perdarahan gusi, hidung, retina, kulit, melena, hematemesis dan juga tanda-tanda peradangan.

Pemeriksaan penunjang

TeoriKasus

Darah tepia. Pansitopeniab. Normokrom Normositerc. Granulosit dan trombosit ditemukan rendahd. Limfositosis relativee. Retikulosit normal atau rendah Laju Endap Darah (LED) selalu meningkat Darah tepia. Pansitopenia

Hasil DL (30 April 2014 di IGD) :

Leukosit : 800

Hb : 3,0

Trombosit : 28.000

b. Normokrom Normositer

c. Trombosit : 28.000

d. Jumlah leukosit sangat menurun didominasi oleh limfosit.e. Saran : dilakukan pem.retikulositf. LED 157

Pemeriksaan penunjang pada pasien ini sesuai dengan literatur. Berdasarkan literatur, pemeriksaan yang harus dilakukan adalah biopsi sumsum tulang. Adapun pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah hapusan darah tepi, LED, faalhemostasis, dan lain-lain. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan penurunan 2 atau 3 sel darah baik eritrosit, leukosit, maupun trombosit (pansitopenia). Namun biasanya, pada stadium awal penyakit anemia aplastik, tidak selalu ditemukan pansitopenia. Anemia dihubungkan dengan indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol walaupun eritropoietinnya tinggi. Jumlah granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Jumlah trombosit yang kurang dari 30.000 mengindikasikan derajat anemia yang berat. Jenis anemia aplastik adalah normokrom normositer. Persentase retikulosit umumnya rendah atau normal. Ini dapat dibedakan dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel eritrosit muda yang ukurannya lebih besar dari yang tua dan persentase retikulositnya meningkat. Laju Endap Darah (LED) selalu meningkat. Pada penelitian ditemukan bahwa 60 dari 70 kasus (89%) mempunya laju endap darah > 100 dalam jam pertama.Penatalaksanaan

TeoriKasus

Terapi imunosupresif Transplantasi sumsum tulang Terapi supportif RL 20 tpm Inj.Ceftazidime 3 x 1 amp Inj.Leucogen 30mg SC selama 3hari (Hari I) Inj.Kalnex 3 x 500mg Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb 10 Transfusi TC 5 Unit Metilprednisolon 8mg 2-2-0

Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang (TST). Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), dan siklosporin A (CsA). Mekanisme kerja ATG atau ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal serta stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.

Regimen imunosupresi yang paling sering dipakai adalah ATG dari kuda (ATGam dosis 20 mg/kg per hari selama 4 hari) atau ATG kelinci (thymoglobulin dosis 3,5 mg/kg per hari selama 5 hari) plus CsA (12-15 mg/kg, bid) umumnya selama 6 bulan.Untuk terapi supportif sendiri, bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Risiko perdarahan menigkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat perdarahan atau kadar trombosit di bawah 20.000/mm3 (profilaksis). Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsetrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitasi, donor diganti dengan yang cocok HLA nya (orang tua atau saudara kandung) atau pemberian gammaglobulin dosis terapi. Timbulnya sensitasi dapat diperlambat dengan menggunakan donor tunggal.

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksismasih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan amat pendek, pada infeksi berat khasiatnya hanya sedikit sehingga pemberian antibiotic masih diutamakan. Dalam mengatasi pendarahan transfuse TC dilakukan dengan dosis 0,1-0.2 unit/ kgBB, diulang bila perlu sampai pendarahan dapat diatasi.Prednison dapat digunakan sebagai tambahan untuk mengurangi kecenderungan pendarahan.BAB VKESIMPULAN1. Anemia aplastik adalah kegagalan hemopoiesis yang ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang. Pansitopenia pada darah tepi dapat disebabkan oleh karena kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. 2. Pasien menderita anemia aplastik, ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3. Pengobatan yang diberikan telah sesuai untuk mengangani kasus ini, sehingga keadaan pasien membaik.DAFTAR PUSTAKA

1. Widjarnako, Abidin ; Sudoyo, Aru; Salonder, Hans., 2008. Anemia Aplastik (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 627.2. American Cancer Society. Aplastic Anemia. Available at : www. Cancer.org (Downloaded on : 29th of May 2014)

3. Bakta, I Made Prof, dr.Hematologi Klinis Ringkas, Jakarta : EGC : 2006. Jakarta.

4. Bakshi, Sameer. Besa, C Emmanuel. 2011. Anemia Aplastic. Medscape WebMD : USA

5. Fauci, et al. 2011. Anemia Aplastic. Hariisons Principles of Internal Medicine, 18th Ed. McGraw-Hill : USA

6. Howard Martin R., and Peter J. Hamilton. Haematology. Third Edition. Elsevier. 2008: 52 53.

7. Shahidi, NT. 2008. Acquired Aplastic Anemia: Classification and Etiologic Consideration in Aplastic Anemia and Other Bone Marrow Failure Syndrome. New York Springer Verlag 2008: 25-378. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds). Modern Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New Jersey: Humana Press, 2007 ;207-16. 9. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007:617-25. 10. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed. New York: Lange McGraw Hill, 2005. 11. Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds). Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill, 2007;510-11.Gambar 2.1 Gambarah apusan darah tepi Anemia Aplastik

35