View
349
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
Analisis Sekolah Swasta Sebagai Organisasi Pembelajaran Di Kelurahan Pulau Brayan Darat dipublish atas izin penulisnya (Hudson Sidabutar). Artikel membahas tentang profil sekolah. Sekolah disebutnya sebagai suatu organisasi belajar yang dirancang secara khusus untuk pengajaran yang memiliki visi, misi dan tujuan. Organisasi belajar suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Kegagalan sekolah sebagai organisasi belajar karena sekolah tidak melakukan pembelajaran mandiri, orangdidalam organisasi tidak mengembangkankapasitasnya secara terus-menerus tidak mampu beradaptasi dengan tantangan kemajuan zaman. Tujuan dari tulisan ini untuk mengukur apakah sekolah yang sebagai objek sampel dari tulisan ini sudah menjadi organisasi pembelajaran. Metode penelitian dilakukan dengan survey pada satu sekolah pada bulan April 2014. Instrument yang digunakan berupa angket yang di adopsi dari buku Building the Learning Organization yang ditulis oleh Marquardt (2002:237-241), ada lima komponen yaitu (1) dinamika pembelajaran yang dilakukan, (2) transformasi organisasi (3)pemberdayaan warga sekolah (4)Manajemen (5)Pengetahuan aplikasi teknologi.
Citation preview
ANALISIS SEKOLAH SWASTA SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJARAN DI KELURAHAN PULAU BRAYAN DARAT *)
Hudson Sidabutar **)hudsonsidabutar@yahoo.com
ABSTRAK
Sekolah suatu organisasi belajar yang dirancang secara khusus untuk pengajaran yang memiliki visi, misi dan tujuan. Organisasi belajar suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Kegagalan sekolah sebagai organisasi belajar karena sekolah tidak melakukan pembelajaran mandiri, orangdidalam organisasi tidak mengembangkankapasitasnya secara terus-menerus tidak mampu beradaptasi dengan tantangan kemajuan zaman. Tujuan dari tulisan ini untuk mengukur apakah sekolah yang sebagai objek sampel dari tulisan ini sudah menjadi organisasi pembelajaran. Metode penelitian dilakukan dengan survey pada satu sekolah pada bulan April 2014. Instrument yang digunakan berupa angket yang di adopsi dari buku Building the Learning Organization yang ditulis oleh Marquardt (2002:237-241), ada lima komponen yaitu (1) dinamika pembelajaran yang dilakukan, (2) transformasi organisasi (3)pemberdayaan warga sekolah (4)Manajemen (5)Pengetahuan aplikasi teknologi
Dari hasil pengumpulan data maka diperoleh bahwa dinamika pembelajaran yang dilakukan oleh individu, grup maupun organisasi, disekolah jumlah skor 22 dari 40 skor maksimal atau 55 % , dengan rata-rat 2,2. Dengan demikian dinamika pembelajaran yang dilakukan sekolah tersebut berada pada tingkatan moderat (sedang = 25%-50%). Pada bagian transformasi organisasi tersebut, jumlah skor yang diperoleh 20 dari skor total 40 maksimal (50 %) skor rata-ratanya 2.0 artinya transformasi organisasi yang ada di SMA tersebut dilaksanakan pada tingkatan moderat (sedang = 25%-50%), Pada bagian pemberdayaan warga sekolah tersebut, jumlah skor yang diperoleh 22 dari skor total 40, artinya pemberdayaan warga sekolah di SMA adalah 55 %, skor rata-ratanya adalah 2.2, berarti pelaksanaan subsistem pemberdayaan warga di SMA dilaksanakan pada tingkatan cukup besar total (cukup Besar = 50% -75%). Pada bagian Manajemen Pengetahuan, skor yang diperolah 20 dari skor total 40, artinya penerapan manajemen pengetahuan di sekolah tersebut adalah 82.5%, skor rata-ratanya adalah 2.0, hal ini berarti pelaksanaan subsistem knowledge (pengetahuan) di SMA berada pada tingkatan yang rendah. Pada bagian aplikasi teknologi tersebut, skor yang diperoleh adalah 22 dari skor total 40, atau sekitar 50 % pemanfaatan teknologi yang diaplikasikan sekolah tersebut dalam proses pembelajaran maupun administrasi, skor rata-ratanya adalah 2.2, berarti pelaksanaan subsistem teknologi di SMA berada dilaksanakan pada tingkatan cukup besar total (cukup Besar = 50%-75%). Secara keseluruhan dari lima bagian pengamatan jumlah 106 dari total skor 200, maka penerapan sekolah terhadap organisisasi belajar hanya 53 %, yang artinya bahwa pelaksanan sekolah sebagai organisasi belajar dilaksanakan pada tingkatan cukup besar total (cukup Besar = 50%-75%).
-----------------------------------------Kata Kunci : sekolah, organisasi pembelajaran, transformasi organisasi*) Disampaikan dalam memenuhi tugas Matakuliah KOB dari bapak Prof. Dr. B.P Sitepu. **) Mahasiswa UNJ-Kerjasama dengan UNIMED
ANALISIS SEKOLAH SWASTA SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJARAN DI KELURAHAN PULAU BRAYAN DARAT
Pendahuluan
Sekolah adalah suatu lembaga yang dirancang khusus untuk pengajaran kepada para
murid (siswa) di bawah pengawasan para guru. Sekolah sebagai sistem yang membuat para
siswa bisa mengalami kemajuan dengan melalui serangkaian proses pembelajaran.
Sekolah yang pada dasarnya sebagai sarana untuk melaksanakan pendidikan diharapkan bisa
menjadikan siswanya menjadi masyarakat yang lebih maju, oleh sebab itu sekolah sebagai
pusat dari pendidikan mempunyai visi misi serta tujuan harus bisa melaksanakan fungsinya
dengan optimal dan perannya bisa menyiapkan para generasi muda sebelum mereka terjun di
masyarakat. Sekolah sebagai organisasi pembelajaran tempat memfasilitasi proses belajar
Senge (1990), mengatakan organisasi pembelajaran adalah proses memfasilitasi
pembelajaran bagi individu atau group yang dilakukan secara sadar dan bersama-sama dalam
mentransformasikan pengelolaan dan penggunaan pengetahuan dalam mencapai tujuan
organisasi secara terus menerus sehingga mencapai suatu kapasitas yang semakin luas.
Organisasi pembelajaran harus terus belajar serta menyesuaikan diri dengan keadaan atau
beradaptasi dengan tantangan kemajuan zaman yang selalu dinamis, kunci dari sekolah
sebagai organisasi pembelajaran adalah belajar yang tiada henti dan melakukan perbaikan
yang berkesinambungan (continuous improvement),
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu sekolah yang ada di kecamatan Medan Timur,
Kelurahan Pulubrayan Darat. SMA Swasta di kelurahan Pulubrayan darat ada sebanyak ada
sekitar 10 sekolah, pada penelitian ini diambil satu diantara sekolah tersebut secara acak.
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah sekolah tersebut termasuk dalam
kategori organisasi sekolah pembelajaran?. Sebagai instrument yang digunakan berupa
angket yang diadopsi dari buku Building the Learning Organization yang ditulis oleh
Marquardt (2002:237-241). Ada lima komponen yang diamati yaitu (1) Dinamika Belajar
Individu, Kelompok atau Tim, dan Organisasi dalam Organisasi di SMA yang dilakukan, (2)
Transformasi Organisasi Visi, Budaya, Strategi, dan Struktur dalam Organisasi di SMA yang
dilakukan (3) Pemberdayaan Orang /Warga sekolah: Orang Manajer, Guru dan Karyawan,
Pelanggan, Rekan, Supplier, dan Komunitas dalam Organisasi di SMA yang dilakukan (4)
Manajemen Pengetahuan Pemerolehan, Kreasi, Penyimpanan, Pemulihan, Transfer, dan
Penggunaan dalam Organisasi di SMA yang dilakukan (5) Aplikasi Teknologi Sistem
Informasi Pengetahuan, Pembelajaran Berbasis Teknologi, Sistem Elektronik Pendukung
Kinerja dalam Organisasi di SMA yang dilakukan. Kriteria yang digunakan setiap
komponen yaitu :
Tabel 1. Rubrik penilaian apakah sekolah masuk ke Organisasi belajar
Skor Rentang (%) Kriteria Artinya Apabila1 0 - 25 % Kurang Komponen dilaksanakan pada tingkat kecil atau
tidak2 25 – 50 % sedang Komponen dilaksanakan pada tingkat moderat3 50 – 75 % Cukup besar Komponendilaksanakan pada tingkat cukup besar4 75 – 100 % Besar Komponen dilaksanakan secara total
Hasil Dan Pembahasan
Hasilnya secara keseluruhan pengisisn intrumen sebagai indicator penilaian sekolah
apaka sekolah sudah termasuk kriteria sebagai organisasi belajar, data secara keseluruhan
terlihat seperti pada table 2. berikut ini.
Tabel 2 Skor Hasil Survei terhadap komponen oraganisasi belajar sekolah
NO. KOMPONEN YANG DIANALISIS Skor MaxSkor hsl survey
%Harapan %
1 Dinamika Belajar Individu, Kelompok atau Tim, dan Organisasi dalam Organisasi di SMA
40 22 55 100
2 Transformasi Organisasi Visi, Budaya, Strategi, dan Strukturdalam Organisasi di SMA
40 20 50 100
3 Pemberdayaan Orang /Warga sekolah: Orang Manajer, Guru dan Karyawan, Pelanggan, Rekan, Supplier, dan Komunitas dalam Organisasi di SMA
40 22 55 100
4 Manajemen Pengetahuan Pemerolehan, Kreasi, Penyimpanan, Pemulihan, Transfer, dan Penggunaan dalam Organisasi di SMA
40 20 50 100
5 Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Pengetahuan, Pembelajaran Berbasis Teknologi, Sistem Elektronik Pendukung Kinerja dalam Organisasi di SMA
40 22 55 100
Jumlah Total 200 106 53 100
Dari table harapan yang dinginkan jika sekolah adalah sebagai organisasi belejar, semua
komponen sinergis memberikan konstribusi terhadapa misi, visi serta tujuan tujuan sekolah.
Perbandingan komponen organisasi belajar di SMA dengan harapan adalah seperti pada
gambar diagram berikut ini.
Gambar 1 Diagram perbandingan komponen organisasi belajar dengan harapan OB
Dari hasil pengisian angket yang telah dilakukan di SMA Swasta di Pulubrayan Darat,
dengan metode evaluasi diri (pihak sekolah menilai diri sendiri) tingkat pencapaian dan
implementasi organisasi pembelajaran, maka dapat dianalisis sebagai berikut :
Dinamika Pembelajaran, (Individu, Grup atau Tim, dan Organisasi)
Pada bagian dinamika pembelajaran, jumlah skor yang peroleh adalah 22 dari 40 skor
maksimum, atau setara dengan 55 % . ini berarati dinamika pembelajaran yang dilakukan oleh
individu, grup maupun organisasi, hanya 55 % dari 100 % harapan organisasi sekolah sebagai
dinamika pembebelajaran jika dihitung skor rata-ratanya adalah 2.2, berarti pelaksanaan
subsistem Learning (pembelajaran) di SMA tersebut berada pada komponen dilaksanakan pada
tingkat sedang , artinya komponen dilaksanakan pada tingkat moderat. SMA tersebut dalam
menerapkan subsistem Learning adalah: (1) Sudah mengelola dan mengembangkan
pembelajaran secara mandiri, (2) pelatihan dan pembinaan individu dalam pembelajaran sudah
dilaksanakan secara total, (3) berbagai metodologi pembelajaran sudah dilaksanakan dengan
baik, (4) pendekatan pembelajaran adaptif, anticipatory, pembelajaran kreatif, dan proses
pembelajaran aksi sudah dilaksanakan secara total.
Kelemahannya dalam menerapkan subsistem Learning adalah: (1) masih lemah pada
penggunaan berbagai metode pembelajaran untuk percepatan pembelajaran peta pikiran perlu
ditingkatkan pembelajaran berkelanjutan (continuous learning) oleh semua guru, karyawan dan
siswa, (2) pembelajaran antar team di sekolah melalui berbagai media (buletin elektronik, surat
kabar, atau pertemuan antar grup) perlu ditingkatkan, (3) pendekatan komprehensif dan
pendekatan sistem dalam pembelajaran perlu ditingkatkan.
Learning (pembelajaran) sebagai subsistem inti dari sebuah organisasi pembelajaran. Jika
kita lihat dari pengertiannya, bahwa belajar adalah suatu proses dimana individu memperoleh
pengetahuan dan insight yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan tindakan, baik itu
pembelajaran afektif, kognitif maupun psikomotorik. Menurut Redding (1994), individuall
learning adalah hal yang sangat mendasar untuk melanjutkan transformasi organisasi,
memperluas kemampuan inti organisasi dan mempersiapkan semua orang untuk menghadapi
masa depan yang belum menentu. Subsistem Learning (pembelajaran) dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2. Subsistem Pembelajaran (Sumber: Marquardt, 2002: 36)
Transformasi Organisasi : Visi, Budaya, Strategi dan Struktur
Pada bagian transformasi organisasi tersebut, jumlah skor yang diperoleh adalah
20 dari skor total 40, artinya transformasi organisasi yang ada di SMA Swasta di
Pulubrayan Darat adalah 50%, kalau dihitung skor rata-ratanya adalah 2.0, berarti
pelaksanaan subsistem Organization di SMA Swasta di Pulubrayan Darat berada pada
tingkatan yang sedang, baik itu transformasi visi, budaya, strategi maupun struktur yang
ada.
Dari hasil pengisian angket tersebut terdapat nilai yang tinggi yaitu skor 3 hanya
pada yaitu pada komponen iklim yang mendukung dan menghargai pentingnya
pembelajaran, berkomitmen terhadap pembelajaran berkelanjutan dalam pengajaran,
koordinasikan melalui usaha lintas jurusan dalam basis tujuan bersama dan pembelajaran,
dari pada pemeliharaan batasan jurusan yang sudah tetap. peningkatan bagaimana para
guru belajar dari kegagalan masa lalu, dan berkomitmen terhadap pembelajaran yang
berkelanjutan. Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Marquardt (2002),
menyatakan bahwa untuk berkembang sebagai suatu identitas yang baru, organisasi harus
mengkonfigurasi ulang dirinya dengan berfokus pada empat dimensi dari subsistem
organisasi yaitu : visi, budaya, strategi, dan struktur. Masing-masing dimensi tersebut
harus berubah dalam tujuan dan bentuk, dari fokus pada kerja dan produktivitas menjadi
fokus pada pembelajaran dan pengembangan. Di sekolah tersebut dapat disimpulkan
hanya sebagian guru dan karyawan saja yang menyadari pentingnya pembaharuan visi,
kultur, strategi dan struktur organisasi sekolah tersebut, artinya sangat diperlukannya
tambahan dukungan dari atasan sebagai top level yang dalam hal ini adalah kepala
sekolah, pemberian penghargaan bagi individu yang melaksanakan pembelajaran, tugas
belajar/ijin belajar, serta merekayasa ulang kebijakan dan struktur pembelajaran. Dari
data ada beberapa hal kelebihan organisasi SMA tersebut, dalam menerapkan subsistem
organisasi adalah: (1) Semua warga sekolah sebagaian memahami pentingnya untuk
menjadi organisasi pembelajaran, (2) Kepala sekolah mendukung visi organisasi
pembelajaran, (3) Iklim sekolah yang mendukung dan menghargai pentingnya
pembelajaran, dan komitmen terhadap peningkatan pembelajaran berkelanjutan
(continuous learning) yang tinggi.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan oleh
organisasi sekolah tersebut dalam hal menerapkan subsistem organisasi adalah: (1) perlu
peningkatan kesempatan pembelajaran digabungkan ke dalam program dan pelaksanaan,
(2) perlu peningkatan cara-cara untuk berbagi pengetahuan dan meningkatkan
pembelajaran melalui organisasi (rotasi pekerjaan yang sistematik lintasjurusan sekolah,
sistem on the job learning yang terstruktur)., (3) perlu peningkatan pentingnya untuk
menjadi organisasi pembelajaran difahami oleh semua warga di sekolah tersebut. Sub
sistem Organisasi sekolah dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Subsistem Organisasi (Sumber: Marquardt, 2002: 74)
Organisasi dapat berkembang dan tumbuh jika Visi, culture, strategi, struktur,
perlu ada peningkatan dalam organisasi agar sinergis.
Pemberdayaan Warga Sekolah: Manager, Karyawan/Guru, Pelanggan/ Siswa, Rekanan, Suplier dan Komunitas
Pada bagian pemberdayaan warga sekolah tersebut, jumlah skor yang diperoleh
adalah 22 dari skor total 40, artinya pemberdayaan warga sekolah tersebut adalah 55 %,
dari harapan 100 % terlaksana agar dapat mengahadapi tantangan jaman. Jika dihitung
skor rata-ratanya adalah 2.2, berarti pelaksanaan subsistem pemberdayaan warga di
SMA tersebut berada pada tingkatan moderat yang sedang mengarah ke cukup mendekati
pelaksanaan secara total pada subsistem pemberdayaan warga sekolah.
Pemberdayaan tersebut meliputi kepala sekolah, guru dan karyawan, siswa, mitra
sekolah, dalam hal ini dunia industri dan dunia usaha, supplier atau sekolah asal siswa
atau pemasok bahan-bahan sarana dan prasarana bagi sekolah dan komunitas atau Komite
sekolah, forum alumni dan lain-lainnya.
Dari hasil pengisian angket tersebut, tiga 2 dari sepuluh komponen mendapatkan
skor 3, yaitu Kewenangan didesentralisasikan dan didelegasikan dalam proporsi untuk
tanggung jawab dan kemampuan pembelajaran, serta peranan kepala sekolah mengambil
sebagai pelatih, mentor, dan fasilitator pembelajaran, Hal ini harus disadari benar oleh
kepala sekolah bahwa, warga sekolah adalah aspek yang penting bagi organisasi
pembelajaran karena hanya orang yang mempunyai kapasitas untuk balajar untuk
mengambil informasi dan memindahkannya menjadi pengetahuan yang berharga bagi
orang lain secara personal dan organisasi.
Menyeimbangkan kebutuhan individu dan organisasi adalah hal penting agar
produktivitas dan kualitas hidup kerja guru dan karyawan bisa baik. Selain itu hubungan
dengan pihak eksternal sangat diperlukan untuk mengetahui keinginan dan tuntutan pasar
akan output kita. Pemberdayaan komite sebagai pemberi pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan sangat diperlukan, agar kebijakan atau hasil keputusan dapat
diterima oleh semua pihak dengan penuh rasa tanggung jawab.
Pemberdayaan (Empowerment) merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah
organisasi, salah satu indikator organisasi yang sehat adalah bila di dalamnya terdapat
individu-individu yang bersemangat. Menurut Rahman dan Savitri (2012) menciptakan
empowerment dalam organisasi menyangkut self concept, self esteem dan self talk
individu. Individu perlu merasa berharga, berguna, mempunyai pandangan positif
mengenai karier, tugas dan pekerjaannya, serta selalu mempunyai ungkapan-ungkapan
yang positif dalam self dialog-nya. Ada beberapa kelebihan SMA tersebut sebagai
organisasi pembelajaran, dalam menerapkan subsistem people atau pemberdayaan warga
sekolah adalah sudah mengimplementasikan dengan baik subsistem pemberdayaan warga
sekolah, karena 8 dari 10 komponen subsistem mendapatkan skor 2. Kepala Sekolah
mampu mendorong stafnya, dalam hal ini guru, untuk melanjutkan pendidikan lanjut,
melanjutkan kuliah, dan mengikuti pelatihan pelatihan.
Kekurangan SMA tersebut dalam menerapkan subsistem people atau
pemberdayaan warga sekolah adalah: Perlu peningkatan kesadaran warga sekolah untuk
secara aktif berbagi pengetahuan (knowledge sharing) antar guru, siswa, dan warga
sekolah, dan pada waktu yang sama meraih ide-ide dan masukan mereka dalam rangka
belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa dan prestasi sekolah. Sub sistem People
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Subsistem Orang (Sumber: Marquardt, 2002: 112)
Manajemen Pengetahuan: Akuisisi, kreasi, penyimpanan, pemulihan dan transfer.
Pada bagian Manajemen Pengetahuan tersebut, skor yang diperolah adalah 20 dari
skor total 40, artinya penerapan manajemen pengetahuan di sekolah tersebut adalah
50% , kalau dihitung skor rata-ratanya adalah 2.0, berarti pelaksanaan subsistem
knowledge (pengetahuan) di SMA tersebut berada pada tingkatan yang sedang
( (dilaksanakan pada tingkat moderat).
Hal ini menunjukkan lebih dari sebagian warga sekolah sudah menerapkan
manajemen pengetahuan hanya 50 %, baik pada tingkat individu, kelompok maupun
organisasi. Dalam hal ini perlu disadari bersama bahwa manajemen pengetahuan
menjadi unsur penting bagi organisasi dibanding sumber daya lain seperti posisi pasar,
teknologi serta aset organisasi lainnya (Steward, 1997). Dalam kasus manajemen
pengetahuan yang ada di SMA tersebut masih berada pada level sedang (dilaksanakan
pada tingkat moderat), dimana penyimpanan pengetahuan menggunakan sistem teknis
seperti rekaman, data base, dan proses manusiawi, sehingga sangat riskan terhadap
ancaman kehilangan pengetahuan karena penyimpanan tersebut menjadi terpisah secara
fisik dan terdesentralisi. Pada level inilah perlu sekali pembenahan, agar pengetahuan
yang sudah tersimpan di organisasi bisa dianalisis dan ditransfer agar pengetahuan
tersebut tetap ada dan bisa diakses oleh siapa saja walaupun organisasi tersebut
senantiasa berganti sumber daya.
Warga sekolah juga perlu dilatih dalam hal keterampilan berfikir kreatif, inovatif
dan eksperimentasi, sikap proaktif merujuk pada tujuan akhir perlu diperhatikan dengan
baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Covey (1993) tentang 7
kebiasaan manusia yang sangat efektif antara lai: (1) jadilah proaktif, (2) bmerujuk pada
tujuan akhir, (3) mendahulukan yang utama, (4) berpikir menang-menang, (5) berusaha
mengerti terlebih dahulu baru dimengerti, (6) mewujudkan sinergi, (7) mengasah selalu
memperbaharui kehidupan.
Kelebihan SMA tersebut dalam menerapkan sub sistem knowledge atau
manajemen pengetahuan adalah: (1) Warga sekolah secara aktif mencari informasi yang
meningkatkan kerja organisasi sekolah, (2) adanya kesempatan warga sekolah untuk
dilatih dalam hal keterampilan berfikir kreatif, inovasi, dan eksperimentasi.
Kekurangan SMA tersebut dalam menerapkan sub sistem knowledge atau
manajemen pengetahuan adalah: kurangnya kesadaran para warga sekolah untuk
melakukan knowledge sharing (berbagi pengetahuan) kepada warga sekolah yang lain.
Sub sistem Knowledge (pengetahuan) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5. Subsistem Pengetahuan (Sumber: Marquardt, 2002:143)
Knowledge sharing (berbagi pengetahuan) dan transfer pengetahuan sangat
penting dalam manajemen pengetahuan di sekolah, dengan berbagi pengetahuan dan
transfer pengetahuan antar warga sekolah, maka pengetahuan yang ada di sekolah bisa
berkembang. Nonaka & Takeuchi (1995:62) menyatakan bahwa pengetahuan diciptakan
melalui interaksi antara tacit dan explicit knowledge melalui empat mode konversi
pengetahuan: (1) dari tacit knowledge ke tacit knowledge dinamakan sosialisasi, (2) dari
tacit knowledge ke explicit knowledge melalui eksternalisasi, (3) dari explicit knowledge
ke explicit knowledge melalui kombinasi, (4) dari explicit knowledge ke tacit knowledge
atau disebut internalisasi. Empat mode konversi pengetahuan dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 6. Empat Mode Konversi Pengetahuan Sumber: Nonaka & Takeuchi (1995: 62)
Aplikasi Teknologi: Sistem Pengetahuan Informasi, Pembelajaran Berbasis Teknologi dan Sistem Pendukung Kinerja Elektronik.
Pada bagian Aplikasi Teknologi tersebut, skor yang diperoleh adalah 22 dari skor
total 40, atau sekitar 55% pemanfaatan teknologi yang diaplikasikan sekolah tersebut
dalam proses pembelajaran maupun administrasi, kalau dihitung skor rata-ratanya adalah
2.2, berarti pelaksanaan subsistem teknologi di SMA tersebut berada pada tingkatan
yang cukup besar.
Teknologi Informasi (TI) dapat meningkatkan komunikasi, melebur batas-batas
dalam organisasi dan meningkatkan berbagai kemungkinan hubungan diluar hirarki,
bahkan menciptakan lingkungan belajar elektronis dimana semua warga sekolah
memiliki akses data yang sama, hal ini masih kurang disadari warga SMA tersebut,
terlihat dari media pembelajaran yang belum semuanya berbasis TI, masih ada sebagian
guru yang belum menggunakan pembelajaran berbasis TI, kurang optimalnya
penggunaan website yang dimiliki sekolah untuk kegiatan pembelajaran seperti meng
upload soal-soal atau materi-materi pembelajaran. Masih enggannya guru untuk membuat
blog dan website sebagai sarana berbagi pengetahuan antar guru baik dalam satu sekolah
maupun lintas sekolah.
Kelebihan SMA tersebut dalam menerapkan subsistem teknologi adalah: (1)
Pembelajaran sudah difasilitasi oleh sistem teknologi informasi berbasis komputer, (2)
sebagian besar warga sekolah telah mengakses jalur informasi melalui, misalnya LAN
(Local Area Network), internet, dan intranet, (3) pihak sekolah sudah merancang dan
menata sistem pendukung kinerja elektronik agar sesuai dengan persyaratan
pembelajaran di sekolah.
Kekurangan SMA tersebut dalam menerapkan subsistem teknologi adalah: (1)
masih ada sebagian guru yang belum menggunakan pembelajaran berbasis TI, kurang
optimalnya penggunaan website yang dimiliki sekolah untuk kegiatan pembelajaran
seperti meng upload soal-soal atau materi-materi pembelajaran, (2) Masih enggannya
guru untuk membuat blog dan website sebagai sarana berbagi pengetahuan antar guru
baik dalam satu sekolah maupun lintas sekolah. Sub sistem Teknologi dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 7. Subsistem Teknologi (Sumber: Marquardt, 2002:178)
Alasan mengapa Learning Organization (Organisasi Pembelajaran) perlu diterapkan
dalam organisasi sekolah adalah: (1) Organisasi tangguh adalah organisasi yang tak lapuk
dimakan usia dan bersifat “survival of the fittest”, (2) Konsep “survival of the fittest” menuju
“the survival of the fittest to learn”, (3) Organisasi pembelajaran sebagai alternatifnya, yang
diharapkan mampu beradaptasi dan merespons tuntutan kebutuhan, (4) Organisasi pembelajaran
memiliki tuntutan setiap warga belajar terus menerus untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat (Schlechty, 2009).
Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif
diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan
berinovasi yakni :
Personal Mastery. Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki
wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang
strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang
tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan
perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang
berbasis pengetahuan.
Mental Model. Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan
prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja
dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-
kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam
organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level
individual, kelompok, dan organisasi.
Shared Vision. Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni
tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar
belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi
organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain
perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang
pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi
pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama
diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam
organisasi.
Team Learning. Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan
berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi
dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk
mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan
berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya
kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka
pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam
organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama.
Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan
kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya.
Sistem Thinking. Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada yang disebut divisi,
direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk
membangun hubungan yang sinergis ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit
saling memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat
dia bekerja pada unit lainnya.
Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan
dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima
dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk
meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran
organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan
mengantisipasi perubahan di masa depan.
Adapun kondisi sekolah dalam learning organization dan peran masing-masing
komponen dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kegiatan inti sekolah
Sekolah dalam organisasi pembelajaran adalah mendesain kegiatan yang menantang
siswa untuk belajar. Artinya tujuan sekolah adalah memberikan fasilitas agar desain-desain
kegiatan pembelajaran siswa yang dapat menantang daya kreatifitas siswa, sehingga siswa dapat
mengembangkan kemampuannya secara optimal. Tujuan utama sekolah bukan lagi semata-mata
bisa meluluskan siswanya 100% dan Nilai Ujian Nasionalnya tinggi, tetapi lebih menekankan
pada prosesnya.
Siswa
Dalam lingkungan sekolah sebagai organisasi pembelajaran kegiatan siswa adalah
sebagai knowledge worker atau pencari pengetahuan dengan menggunakan sudut pandang siswa
maka siswa dalam mencari pengetahuan dengan bekerja dalam tim, memecahkan masalah
bersama, dan yang paling penting siswa tahu bagaimana cara belajar yang baik.
Guru
Dalam organisasi pembelajaran guru berperan sabagai pemimpin dan desainer serta
pemandu pembelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa, merancang tugas-tugas yang
menantang bagi siswa, memberikan alternatif berbagai sumber belajar yang relevan, serta
bersama siswa dan orang tua membuat jaringan belajar.
Peran Kepala Sekolah
Dalam organisasi pembelajaran adalah manjadi pemimpinnya pemimpin artinya kepala
sekolah yang dapat memberdayakan guru untuk menjadi bertanggung jawab atas apa yang di
lakukannya di kelas, sehingga guru menjadi pemimpin yang dapat langsung dapat mengambil
keputusan yang bertanggung jawab atas permasalahan di kelas tanpa harus menunggu kepala
sekolah, sehingga peran kepala sekolah dalam Learning Organization adalah menjadi
pemimpinnya pemimpin (leader of leaders).
Orang tua
Dalam organisasi pembelajaran orang tua adalah school partner, artinya orang tua
berpartisipasi penuh, aktif, pembelajar, dan membentuk jaringan belajar untuk optimalisasi
pembelajaran siswa.
Pengawas Sekolah
Berperan sebagai pemimpin moral dan intelektual yang berperan sebagai orang yang
memecahkan masalah dengan pemberdayaan guru dan kepala sekolah, jadi inti dari peran
pengawas adalah pemberdayaan bukan datang ke sekolah untuk mengatasi masalah sendiri, tanpa
melibatkan guru dan kepala sekolah.
Dinas Pendidikan
Berperan sebagai capacity builder artinya dinas adalah lembaga yang mensuport sekolah
dengan mengadakan pelatihan-pelatihan kepada guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan
agar mampu dan menguasai bagaimana belajar cara belajar yang baik dan yang paling penting
adalah guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan terus belajar dan belajar lagi.
Kompetensi manajerial kepala sekolah sesuai dengan Permendiknas No 13 tahun 2007
salah satunya antara lain: “Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/ madrasah menuju
organisasi pembelajaran yang efektif”. Hal ini berarti peran kepala sekolah sangat penting dan
sentral dalam menjadikan sekolah menjadi organisasi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi yang handal akan mampu memimpin dan membawa
organisasi sekolah menjadi organisasi pembelajaran.
Di samping kepala sekolah harus menguasai kompetensi manajerial yang baik, para guru
juga harus mampu menjadi guru yang kompeten, efektif, dan guru inspiratif. Guru yang inspiratif
menurut Ramdhani (2012) harus memenuhi 13 kriteria antara lain: (1) Menguasai materi
pelajaran, (2) Menggunakan dengan tepat kemampuannya dalam mengajar dan belajar, (3)
Kemampuan memecahkan masalah berkaitan dengan instruksional pembelajaran, (4)
Kemampuan melakukan improvisasi, (5) Manajemen kelas, (6) Kepekaan dalam menanggapi
situasi selama pembelajaran berlangsung, (7) Sensitivitas terhadap konteks, (8) Memonitor
pembelajaran, (9) Bertindak berdasarkan data, (10) Mendemonstrasikan respek terhadap orang
lain, (11) Mempunyai jiwa mendidik, (12) Membantu murid agar mencapai prestasi tertinggi,
(13) Membantu murid agar lebih memahami kompleksitas.
Untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif dan bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman maka kepala sekolah, guru dan semua warga
sekolah harus mampu melakukan inovasi dan perbaikan terus menerus dalam pembelajaran. Hal
ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ancok (2012) yang menyatakan bahwa perubahan
lingkungan strategis organisasi yang sangat cepat akan membuat organisasi menghadapi masalah
besar yang akan menurunkan kinerja organisasi apabila organisasi tidak memiliki kemampuan
inovatif, adalah sebuah keharusan bagi suatu organisasi untuk membangun kemampuan
organisasi agar memiliki kekuatan untuk terus berinovasi. Lebih lanjut Ancok (2012)
menyampaikan bahwa secara garis besar ada tiga komponen modal organisasi yang mendukung
inovasi yaitu: (1) modal manusia (human capital), (2) modal kepemimpinan (leadership capital),
(3) modal structural (structural capital). Modal manusia ada tujuh komponen, yang perlu
dikembangkan agar insane dalam organisasi bisa memberikan kontribusi yang maksimal pada
organisasi, modal tersebut antara lain: (1) modal kreativitas, (2) modal intelektual, (3) modal
emosional, (4) modal social, (5) modal ketabahan, (6) modal moral, (7) modal kesehatan.
Kepala sekolah dituntut kemampuannya untuk mengelola modal-modal tersebut dengan baik dan
benar untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran.
Untuk menjawab tantangan di masa yang akan datang memang tidaklah mudah, karena
sifat dari perubahan yang tidak pernah berhenti, sehingga adaptasi yang tepat agar sekolah
mampu bertahan pada masa yang akan datang. Salah satu bentuk perubahan yang akan di hadapi
dunia pendidikan adalah bagaimana menjadikan sekolah kita menjadi sekolah yang bersifat
learning organization. Adapun langkah yang dapat menjadikan sekolah menjadi organisasi
pembelajaran menurut Marquardt (2002:211) antara lain:
Semua pihak berkomitmen menjadikan sekolah mejadi model organisasi pembelajaran.
Membentuk koalisi yang kokoh untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Menghubungkan pembelajaran dengan semua steakholder yang ada di sekolah.
Mengukur semua sub sistem sekolah dengan penilaian kinerja.
Mengkomunikasikan visi sekolah yang menjadi model organisasi pembelajaran.
Mengenali pentingnya berfikir dan bertindak secara sistem artinya tindakan semua.
stakeholder akan dapat mempengaruhi organisasi sekolah.
Pemimpin pendidikan mulai dari guru, kepala sekolah, pengawas dan kepala dinas
menunjukkan komitmen dan keteladanan pembelajaran.
Mentransformasi kultur sekolah menjadi kultur belajar.
Membangun strategi dan jaringan yang pembelajaran yang luas dengan semua sumber-
sumber belajar yang ada di sekolah.
Mereduksi model birokratif dengan cara mengefisiensikan struktur organisasi menjadi
lebih ramping dan ringkas.
Memperoleh pengetahuan dan budaya berbagi pengetahuan yang menjadi budaya dalam
organisasi sekolah.
Memperluas budaya belajar ke seluruh rantai organisasi sekolah.
Menerapkan teknologi yang terbaik untuk mendukung proses pembelajaran.
Menciptakan kultur prestasi sekolah yang dapat dicapai.
Mengukur keberhasilan pembelajaran dengan alat ukur kesuksesan.
Selalu beradaptasi, memperbaiki, dan belajar tiada henti.
Terakhir mau dibawa ke mana organisasi sekolah kita apakah di masa yang akan datang
akan menjadi organisasi pembelajaran ataukah menjadi sekolah yang biasa?. Bisa dan tidaknya
organisasi pendidikan menjadi organisasi pembelajaran bukan semata-mata tergantung pada
pemerintah, masyarakat, atau kepala sekolah, tetapi hal tersebut bergantung pada kemauan dan
itikat baik dari semua stakeholder sekolah agar mau belajar dan belajar lagi dan menciptakan
budaya organisasi pembelajaran secara berkelanjutan.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari hasil analisis pengisian angket mengenai l
Organisasi Pembelajaran di SMA tersebut tingkat pencapaian sekolah sebagai organisasi
pembelajaran adalah 53 %, kalau dihitung skor rata-ratanya adalah 2,3 ini berarti implementasi
secara total pelaksanaan Organisasi Pembelajaran (Learning Organization) di SMA tersebut
berada pada tingkatan yang sedang, menuju ke cukup.
Saran yang bisa diberikan kepada SMA swasta tersebut agara dapat menuju ke sekolah
merupakan 0rganisasi pembelajaran yang efektif dan efisien adalah :
SMA Swasta tersebut perlu melakukan peningkatan perubahan paradigma pembelajaran
dari teacher centre ke student centre, perubahan dari organisasi birokrat ke organisasi
pembelajaran, serta perubahan dari wajib belajar ke hak belajar.
Meningkatkan komitmen untuk perbaikan output dan outcame serta pelayanan yang
berkelanjutan, agar tidak mengalami demarketing dalam dunia pendidikan, sehingga bisa
tetap bersaing di dunia global.
Meningkatkan level manajemen pengetahuan dari storage menjadi analisis dan transfer
pengetahuan.
Mengembangkan sistem pendukung kinerja secara terintegrasi dan aplikatif untuk
penemuan pengetahuan dan data mining, sehingga sekolah dapat membentuk organisasi
pembelajaran yang menjadi pusat keahlian yang bertanggung jawab untuk
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan pengetahuan.
Penggunaan Teknologi Informasi (TI) dalam pembelajaran dan untuk mengelola proses
kelompok seperti kegiatan sekolah, urusan, dan manajemen organisasi sekolah perlu
ditingkatkan.
Mengoptimalkan peran seluruh stakeholder sekolah untuk bersinergi dalam mewujudkan
sekolah sebagai organisasi pembelajaran.
Daftar Pustaka
Ancok, D. (2012). Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Jakarta: ErlanggaCovey, S.R. (1993). The 7 Habits of Highly Effective People. New York: Simon & Schuster.Marquardt, M. J. (2002). Building the Learning Organization: Mastering 5 Element for
Corporate Learning. California: Davies-Black Publishing.Nonaka, I., and Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company. New York: Oxford
University Press.Rahman, E. dan Savitri, S. (2012, Desember 29). Empowerment. Harian Kompas, halaman 32.Ramdhani, N. (2012). Menjadi Guru Inspiratif: Aplikasi Ilmu Psikologi Positif dalam Dunia
Pendidikan. Jakarta: Titian Foundation.Redding, J. (1994). Strategic Readiness: The Making of the Learning Organization. San
Fransisco: Jossey-Bass.
Schlechty, P.C. (2009). Leading for Learning How to Transform Schools into Learning Organizations. San Francisco, CA: John Wiley & Sons Inc.
Senge, P.M. (1990). The Fith Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. New York: Doubleday.
Stewart, T. (1997). Intelectual Capital: The New Wealth of Organization. New York: Doubleday.
Recommended