View
109
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
BAB V
STABILITAS LERENG TANGGUL
5.1 Pengertian Stabilitas Lereng
Pada setiap macam lereng, kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada, runtuh atau
longsornya lereng dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu harus
dilakukan pemeriksaan atau penilaian tingkat kestabilan lereng tersebut untuk mengetahui
apakah akan longsor atau tidak. Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja
pada lereng itu sendiri, yaitu gaya penggerak dan gaya penahan. Perbandingan antara gaya
penggerak dan gaya penahan merupakan parameter dalam menentukan faktor keanamanan
(Fs) suatu lereng. Jika nilai Fs >1, maka lereng dianggap mantap, jika Fs = 1 lereng dalam
keadaan seimbang dan siap untuk longsor, sedangkan jika Fs < 1 lereng dianggap tidak
mantap.
Lereng merupakan suatu bidang pada permukaan tanah yang tidak horizontal dan
membentuk sudut terhadap luasan tertentu dimana komponen gravitasi cenderung
menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga
perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya
terlampaui karena pergerakan tanah yang relative cepat maka akan terjadi gelincir (sliding).
Jenis-jenis lereng :
1. Lereng alam
Terbentuk karena proses alam, missal : lereng suatu bukit
2. Lereng buatan tanah asli
Lereng dibuat dari tanah asli dengan memotong tanah tersebut untuk pembuatan jalan
atau saluran air untuk irigasi.
3. Lereng buatan tanah yang dipadatkan
Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya atau bendungan urugan tanah
Analisis stabilitas pada permukaan yang miring dengan memperhatikan bidang
gelincirnya disebut Analisis Stabilitas Lereng. Analisis stabilitas lereng didasarkan pada
konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium) untuk menentukan faktor aman
Kelompok 6 102
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
dari bidang longsor yang potensial. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara
gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan
1. Definisi dan Klasifikasi Gerakan Tanah
Pengertian longsoran (landslide) dengan gerakan tanah (mass movement)
mempunyai kesamaan. Untuk memberikan definisi longsoran perlu
penjelasan keduanya.
Gerakan tanah ialah perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar
atau miring dari kedudukan semula. Gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran
maupun longsoran. Menurut definisi ini longsoran adalah bagian gerakan tanah
(Purbohadiwidjojo, dalam Pangular, 1985). Jika menurut definisi ini perpindahan massa
tanah/batu pada arah tegak adalah termasuk gerakan tanah, maka gerakan vertikal yang
mengakibatkan bulging (lendutan) akibat keruntuhan fondasi dapat dimasukkan pula
dalam jenis gerakan tanah. Dengan demikian pengertiannya menjadi sangat luas.
Kelompok utama gerakan tanah (mass movement) menurut beberapa para ahli,
a. Hutchinsons (1968, dalam Hansen, 1984) terdiri atas rayapan (creep) dan
longsoran (landslide) yang dibagi lagi menjadi sub-kelompok gelinciran (slide),
aliran (flows), jatuhan (fall) dan luncuran (slip).
b. Definisi longsoran (landslide) menurut Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984), adalah
luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau
campuran keduanya
c. Coates (1977, dalam Hansen, 1984, lihat Tabel 2) membagi longsoran menjadi
luncuran atau gelinciran (slide), aliran (flow) dan jatuhan (fall).
d. Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) longsoran (landslide) dapat diklasifikasikannya
menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple),
luncuran (slide) dan nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral
spread), dan gerakan majemuk (complex movement). Untuk lebih jelasnya
klasifikasi tersebut disampaikan pada Tabel .
Kelompok 6 103
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Gambar 1. Beberapa tipe / jenis longsoran
Gambar 2. Beberapa tipe / jenis longsoran (2)
Kelompok 6 104
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
2. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng
Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari tubuh lereng
sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain: kegempaan, iklim (curah
hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat (Anwar dan
Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat kelembaban tanah (moisture), adanya
rembesan, dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan
liniasi (Sukandar, 1991). Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh
Brunsden (1993, dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :
Pelapukan (fisika, kimia dan biologi), erosi,
penurunan tanah (ground subsidence),
deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),
getaran dan aktivitas seismik,
jatuhan tepra
Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh kehadiran hujan
di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %) dan kejenuhan air (saturation;
Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena hujan
meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng
berubah. Kenaikan kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan
Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).
Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan bangunan,
misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di
puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga
pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng.
Letak atau posisi tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan
Lereng (Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup menyebabkan alur-alur pada
beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang semakin meningkat akhirnya mengakibatkan
terjadinya longsor (Pangular,1985). Dalam kondisi ini erosi tentunya memegang peranan
penting.
Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal, yaitu yang
datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya
Kelompok 6 105
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
peranan air dalam tubuh lereng; Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang
diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar
airtanah, derajat kejenuhan, atau muka airtanah. Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat
fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil
ketahananan geser dari massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga
membesar dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat.
Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh
ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).
2.1. Gempa atau Getaran.
Banyak kejadian longsor terjadi akibat gempa bumi. Gempa bumi Tes di
Sumatera Selatan tahun 1952 dan di Wonosobo tahun 1924, juga di Assam 27 Maret
1964 menyebabkan timbulnya tanah longsor (Pangular, 1985). Demikian juga di
Jayawijaya, Irian Jaya tahun 1987 (Siagian, 1989, dalam Tadjudin, 1996) dan di
Sindangwanggu, Majalengka tahun 1990 (Soehaimi, et.al., 1990). Di jalur keretaapi
Jakarta-Yogyakarta dekat Purwokerto tahun 1947 (Pangular, 1985) akibat getaran dan
di Cadas Pangeran, Sumedang bulan April; 1995, selain morfologi dan sifat
fisik/mekanik material tanah lapukan breksi, getaran kendaraan pun ikut ambil bagian
dalam kejadian longsor. Gempa di India dan Peru (2000) juga menyebabkan longsor.
2.2. Cuaca / Iklim
Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air
(water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus
longsor di Jawa Barat, air hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya longsor. Hujan
dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi
fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan kadar air tanah akan memperlemah sifat
fisik-mekanik tanah (mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan
Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan &
Zufialdi, 1993).
Kondisi lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam kejadian gerakan
tanah selain kurangnya kepedulian masyarakat karena kurang informasi ataupun
karena semakin merebaknya pengembangan wilayah yang mengambil tempat di
daerah yang mempunyai masalah lereng rawan longsor.
Kelompok 6 106
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
2.3. Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng
Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikutsertakan
peranan aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang
aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat perumahan (real estate) atau villa di
tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan tindakan ceroboh yang dapat
mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut menyebabkan berubahnya keseimbangan
tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka
keamanan lereng akan menurun.
Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan Faktor
Keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin besar pula
penurunan Faktor Keamanan lerengnya, sehingga lereng makin labil atau makin
rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini. Pengurangan
beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan galian,
pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan dan lainlain, atau erosi
(Hirnawan, 1993).
2.4. Vegetasi / Tumbuh-tumbuhan
Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada beberapa
daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah longsor
(Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi. Letak atau posisi
penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng.
Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng akan memperkuat kestabilan lereng,
sebaliknya penanaman tanaman keras di puncak lereng justru akan menurunkan
Faktor Keamanan Lereng sehingga memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan,
1993).
Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan internal yang datang dari
dalam tubuh lereng sendiri terutama karenaikutsertanya peranan air dalam tubuh
lereng.
2.5. Naiknya Muka Airtanah
Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi
kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh
curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka
airtanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah.
Kelompok 6 107
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil
ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan
muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah
permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus
(lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, ketahanan massa tanah akan menurun
(Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).
3. Faktor Keamanan Lereng
Banyak rumus perhitungan Faktor Keamanan lereng (material tanah) yang
diperkenalkan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng ini. Rumus dasar Faktor Keamanan
(Safety Factor, F) lereng (material tanah) yang diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian
dikembangkan adalah : (Lambe & Whitman, 1969; Parcher & Means, 1974) :
Gambar 3. Sketsa lereng dan gaya yang bekerja
Kelompok 6 108
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Kelompok 6 109
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Gambar 4. Sketsa gaya yang bekerja pada satu potongan
4. Berbagai Cara Analisis Kestabilan Lereng
Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik
(Pangular, 1985) sebagai berikut :
1. Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan dengan
membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang
tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan
pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti, tergantung dari
pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat
pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta
lereng.
2. Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus (Fellenius,
Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellenius dan Bishop
menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles
(1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat geser tanah yang dapat
terjadi :
a) tak terdrainase,
b) efektif untuk beberapa kasus pembebanan,
c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau dengan
kedalaman,
d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau
terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah melalui
metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir saja yang dapat
dihitung.
3. Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek &
Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen
dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat
didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi). Stereonet, misalnya diagram
Kelompok 6 110
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan
batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan
batuan.
Berdasarkan penelitian- penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang menyeluruh
tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor
Keamanan (F) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989), sperti yang
diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor
Gambar 5. Beberapa upaya peningkatan stabilitas lereng
Kelompok 6 111
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Nilai Faktor Keamanan (F) > 1,25 pada suatu lereng menurut Bowles (1989)
ditafsirkan sebagai lereng dengan longsor jarang terjadi atau disebut sebagai relatif stabil.
Untuk menyebutkan lereng stabil perlu dibuat nilai batas yang aman selain F=1,25, karena
nilai tersebut menandakan bahwa kejadian longsor pernah terjadi (walaupun jarang). Untuk
itu diusulkan nilai F > 1.2 sebagai nilai yang aman bagi lereng (lereng stabil).
5.2 Perhitungan Stabilitas Lereng Tanggul
Dalam perhitungan ini kami memilih tanggul tiap profil yang tertinggi , dengan 3 trial
utk mengetahui stabilitas tiap-tiap lereng pada tanggul.
Profil 2
Trial 3
H tanggul = 2.46 m ; R = 7 m
Properties tanah sebagai berikut :
γb = 1,65 t/m³
c = 0,3 t/m²
ɸ = 16°
b = 0,97 m
R = 7
Kelompok 6 112
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Pias b h1 h2 L V a W α β lGaya
PenggerakGaya
PenahanSF
1
0.533
0 0.56
0.12068 0.12068 5.06 0.199122
46 6 0.77 0.14323638 0.270663128
1.2733
2 0.56
1.01
0.338335
0.338335
4.53 0.558253
40 6 0.7 0.358837951 0.332625637
3 1.01
1.38
0.515045
0.515045
4 0.849824
35 5 0.65 0.487439165 0.394613577
4 1.38
1.69
0.661585
0.661585
3.46 1.091615
30 5 0.61 0.545807625 0.454079493
5 1.69
1.93
0.78011 0.78011 2.93 1.287182
25 5 0.59 0.543986408 0.511512182
6 1.93
1.8 0.803815
0.803815
2.4 1.326295
20 5 0.57 0.45361952 0.528373467
7 1.8 1.41
0.691755
0.691755
1.86 1.141396
15 5 0.55 0.295414958 0.48113783
8 1.41
0.98
0.515045
0.515045
1.33 0.849824
11 4 0.54 0.162154111 0.401206036
9 0.98
0.51
0.321095
0.321095
0.8 0.529807
7 4 0.54 0.064567201 0.312787255
10 0.51
0 0.109905
0.109905
0.26 0.181343
2 4 0.53 0.006328788 0.210967664
3.061392107 3.897966267
Untuk Pias 1
h1 = 0 m
h2 = 0,56 m
L = h 1+h 2
2xb
= 0+0,56
2x0,533
= 0,1207 m²
V = L x 1
= 0,1207 x 1
= 0,1207 m³
a = 5,06 m
W = V x ɣb
= 0,1207 x 1,65
Kelompok 6 113
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
= 0,1991 t/m’
α = 46°
β = 6°
l = 0,77 m
Gaya Penggerak = W x sin α
= 0,1991 x sin 46°
= 0,1432 t/m’
Gaya Penahan = c . l + W cos α . tan ɸ
= (0,3 x 1,77) + (0,1991 x cos 46° x tan 16°)
= 0,2706 t/m’
Perhitungan selanjutnya di lanjutkan dengan cara yang sama seperti diatas sampai pias 1-
10 menggunakan program excel maka didapat hasil sebagai berikut :
SF = Σ Gaya Penahan
Σ Gaya Penggerak
= 3,8979662673,061392107
= 1,2733 > 1,2 AMAN
Karena yang teraman trial ketiga, maka sebelumnya kita menyelesaikan trial yang pertama
dan kedua dengan cara yang sama seperti di atas sebagai berikut:
R = 5
Pias b h1 h2 L V a W α β lGaya
PenggerakGaya
PenahanSF
1
0.431
0 0.62
0.13361 0.13361 4.09 0.220457
55 9 0.75 0.180587393 0.261258568
1.0184
2 0.62
1.08
0.36635 0.36635 3.66 0.604478
47 7 0.63 0.442086857 0.307211549
3 1.08
1.45
0.545215
0.545215
3.23 0.899605
40 6 0.57 0.578254787 0.368606918
4 1.45
1.74
0.687445
0.687445
2.8 1.134284
34 6 0.52 0.634283703 0.425645113
5 1.74
1.67
0.734855
0.734855
2.37 1.212511
28 6 0.49 0.569239317 0.453984864
6 1.6 1.4 0.66589 0.66589 1.94 1.09872 23 5 0.47 0.429306743 0.431009496
Kelompok 6 114
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
7 2 5 5 7
7 1.42
1.12
0.54737 0.54737 1.51 0.903161
18 5 0.45 0.279091943 0.381301864
8 1.12
0.78
0.40945 0.40945 1.07 0.675593
12 5 0.44 0.140463579 0.321489719
9 0.78
0.41
0.256445
0.256445
0.64 0.423134
7 5 0.43 0.051567093 0.249427405
10 0.41
0 0.088355
0.088355
0.21 0.145786
2 5 0.43 0.005087849 0.170777926
3.309969264 3.370713422
R = 6
Pias b h1 h2 L V a W α β lGaya
PenggerakGaya
PenahanSF
1
0.484
0 0.58 0.12499 0.12499 4.6 0.206234 50 7 0.76 0.157984027 0.266012212
1.1530
2 0.58 1.04 0.34911 0.34911 4.12 0.576032 43 6 0.67 0.392852538 0.32180089
3 1.04 1.41 0.527975 0.527975 3.63 0.871159 37 6 0.61 0.524276423 0.382499751
4 1.41 1.71 0.67236 0.67236 3.15 1.109394 32 5 0.57 0.587889252 0.440775642
5 1.71 1.91 0.78011 0.78011 2.67 1.287182 26 5 0.54 0.56426323 0.493738911
6 1.91 1.62 0.760715 0.760715 2.18 1.25518 21 5 0.52 0.449816193 0.492011468
7 1.62 1.28 0.62495 0.62495 1.7 1.031168 16 5 0.5 0.284228283 0.434228283
8 1.28 0.89 0.467635 0.467635 1.21 0.771598 12 5 0.49 0.160424193 0.363417205
9 0.89 0.47 0.29308 0.29308 0.73 0.483582 7 5 0.49 0.058933821 0.28463132
10 0.47 0 0.101285 0.101285 0.25 0.16712 2 5 0.49 0.005832413 0.194891768
3.186500374 3.674007451
R = 7
Pias b h1 h2 L V a W α β lGaya
PenggerakGaya
PenahanSF
1
0.533
0 0.56
0.12068 0.12068 5.06 0.199122
46 6 0.77 0.14323638 0.270663128
1.2733
2 0.56
1.01
0.338335
0.338335
4.53 0.558253
40 6 0.7 0.358837951 0.332625637
3 1.01
1.38
0.515045
0.515045
4 0.849824
35 5 0.65 0.487439165 0.394613577
4 1.38
1.69
0.661585
0.661585
3.46 1.091615
30 5 0.61 0.545807625 0.454079493
5 1.69
1.93
0.78011 0.78011 2.93 1.287182
25 5 0.59 0.543986408 0.511512182
6 1.93
1.8 0.803815
0.803815
2.4 1.326295
20 5 0.57 0.45361952 0.528373467
7 1.8 1.41
0.691755
0.691755
1.86 1.141396
15 5 0.55 0.295414958 0.48113783
8 1.41
0.98
0.515045
0.515045
1.33 0.849824
11 4 0.54 0.162154111 0.401206036
9 0.98
0.51
0.321095
0.321095
0.8 0.529807
7 4 0.54 0.064567201 0.312787255
10 0.51
0 0.109905
0.109905
0.26 0.181343
2 4 0.53 0.006328788 0.210967664
3.061392107 3.897966267
Kelompok 6 115
PERANCANGAN KEAIRAN 2012
Gambar 5.1 Stabilitas lereng tanggul
Kelompok 6 116
Recommended