View
3.001
Download
13
Category
Preview:
Citation preview
56
MAKALAH EPIDEMIOLOGI
UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH
DALAM PAGAR
Dosen Pembimbing:
Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes
19780420 200501 2 002
Nova Annisa,S.Si,MS
57
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :
Rektor Universitas Lambung Mangkurat :
Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.
NIP. 19660331 199102 1 001
Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat :
Dr-Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.
NIP. 19750719 200003 1 002
Kepala Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat :
Dr. Rony Riduan, S.T.,M.T.
NIP.19761017 199903 1 003
Dosen Mata Kuliah Epidemiologi :
Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp.,
S.T., Mkes.
NIP.19780420 200501 2 002
Dosen Mata Kuliah Epidemiologi :
Nova Annisa,S.Si,MS
Anggota Kelompok :
M.Ari Purnadi
( H1E114048 )
Anggota Kelompok :
Dwi Putri Agustina
( H1E114039 )
Anggota Kelompok :
Anisa Yuliani ( H1E114207 )
Anggota Kelompok :
Laila Santi
( H1E114046 )
58
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.
Atas ridho-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari kami adalah untuk memenuhi tugas.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang
telah ikut berpartisipasi dalam terlaksananya makalah ini.Terutama ucapan
terimakasih kepada ibu Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes dan ibu
Nova Annisa,S.Si,MS selaku dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi. Tak
lupa juga ucapan terimakasih kepada teman-teman yang selalu memberikan
dukungan dan semangat hingga terselesainya makalah ini.
Kami menyadari bahwa maklah ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran,
bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam
meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang pelajar Indonesia
seutuhnya. Amin.
Banjarbaru, 28 Desember 2015
Penyusun
59
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 48
3.1 Metodologi Penenlitian ............................................................................... 48
3.1.1 Rancangan Penelitian ............................................................................. 48
3.1.2 Populasi dan Sampel .............................................................................. 48
3.1.3 Instrumen Penelitian................................................................................ 48
3.1.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 48
3.1.5 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 48
3.1.6 Prosedur Penelitian ................................................................................ 49
3.1.7 Pengumpulan dan Pengolahan Data...................................................... 49
3.1.8 Cara Analisis Data .................................................................................. 50
3.1.9 Biaya Penelitian ....................................................................................... 50
3.1.10 Kerangka Konsep dan Hipotesis .......................................................... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 52
60
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 52
4.2 Pembahasan ............................................................................................. 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58
5.1 KESIMPULAN ............................................................................................. 58
5.2 SARAN........................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ....... 60
INDEKS ............................................................................................................ 63
LAMPIRAN ........................................................................................................ 64
61
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit 15
2.2 Notasi Tabel 2 x 2 Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol 21
2.3 Notasi Tabel 2 x 2 Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol 22
4.1 Data Perhitungan Resiko Relatif (RR) 52
4.2 Hasil Uji SampleAir Baku (Air Sungai) 52
4.3 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Diolah) 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Rancangan Penelitian Kohort 14
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 54
4.2 Kondisi Air Sungai 54
4.3 Air Sungai Yang Telah Diolah 55
4.4 Kegiatan Sehari-hari Masyarakat yang Tinggal di Daerah Sungai
55
62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Pernyataan Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed Consent)
3. Hasil Uji Laboratorium Air
4. Lampiran Perhitungan
63
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari
peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan
yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut. Konsep penyebab dan proses
terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat
kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)
dengan berbagai sifat dengan penyebab serta dengan lingkungan. Tujuan dari
epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,
kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu
penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran
penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Epidemiologi
menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai
sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit mengikuti arus migrasi penduduk,
sehingga pemahaman tentang bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim
sangat penting untuk memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi
tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit,
tetapi juga dengan cara penanggulangannya (Amiruddin. 2011).
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir
secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai
merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya
terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah,
dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air,
sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Kemanfaatan terbesar sebuah
sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran
pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk
dijadikan objek wisata sungai. Dewasa ini sungai sering disalah gunakan, yang
akhirnya menyebabkan sungai menjadi tercemar. Pencemaran sungai adalah
tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk,
limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara yang terdapat dalam air serta
gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan
64
manusia.Pencemar sungai dapat diklasifikasikan sebagai organik, anorganik,
radioaktif, dan asam/basa. Dampak yang disebabkan oleh pencemaran air
adalah timbulnya berbagai penyakit, salah satunnya adalah penyakit diare. Diare
merupakan salah satu penyakit menular yang angka kesakitan dan kematiannya
relatif tinggi. Diare adalah berak-berak lembek sampai cair (mencret), bahkan
dapat berupa cair saja, yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari) yang ditandai dengan gejala dehidrasi, demam, mual dan muntah,
anorexia, lemah, pucat, keratin abdominal, mata cekung, membran mukosa
kering, pengeluaran urin menurun, dan lain sebagainya.Penyakit menular ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan, agen penyebab penyakit,
dan pejamu. Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan
kematian anak di berbagai negara termasuk Indonesia. Setiap anak mengalami
episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80%
kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun (Depkes R.I. 2000).
Epidemiologi, penyebab penyakit perlu diketahui dengan maksud untuk
mengetahui proses terjadinya penyakit dan berupaya mencegah beraksinya
faktor penyebab itu. Dilihat dari segi epidemiologis, kejadian penyakit umumnya
dengan sejumlah penyebab. Sebaliknya satu penyebab juga menyebabkan
beberapa penyakit.Salah satu unsur pokok yang terdapat pada epidemiologi
ialah mempelajari tentang frekuensi masalah kesehatan yang terdapat pada
sekelompok manusia dan atau masyarakat. Dengan demikian untuk dapat
memahami epidemiologi dengan baik, haruslah dapat dipahami pula tentang
frekuensi masalah kesehatan tersebut. Pengukuran Asosiasi yang merupakan
hal penting dalam mengetahui penyebaran penyakit. Ukuran Asosiasi berkaitan
dengan bagaimana kejadian atau lingkungan yang berbeda berhubungan satu
sama lain atau bagaimana suatu asosiasi sebab akibat memang ada untuk
meyebabkan penyakit. Dengan mengetahui ukuran asosiasi dapat mengetahui
berapa besar kemungkinan bahwa hubungan antar kejadian terbentuk akibat
variable-variabel sebab akibat (Budiarto. 2003).
Epidemiologi dikenal beberapa ukuran, yakni resiko relative, rasio laju
insidensi, rasio odds, beda risiko, beda laju insidensi dan penggunaan ukuran.
Ukuran-ukuran ini digunakan untuk mempermudah perhitungan epidomiologi
karena masing-masing dari ukuran tersebut memiliki perbedaan fungsi. Ukuran
65
asosiasi ini digunakan untuk merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara
suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit memasukkan suatu
perbandingan frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan
berbagai derajat eksposur.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui penyebab penyakit diare di daerah Dalam Pagar
dan menghitung rasio penyakit diare?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui ukuran asosiasi penyakit diare dan penyebabnya.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.Mengidentifikasi tingkatan penyakit diare di daerah Dalam Pagar.
2.Mengidentifikasi hubungan penyakit diare dengan keadaan lingkungan
sekitar serta perilaku kehidupan sehari-hari dimasyarakat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi masyarakat
sekitar agar masyarakat lebih meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan.
2.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi
bagi mahasiswa.
3.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi akan pentingnya
kesehatan lingkungan.
4.Hasil penelitian ini dapat mengingatkan kembali pencegahan penyakit diare
dan penanggulangan penyakitnya.
66
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu
epi yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan
logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah
salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya. Pengertian epidemiologi
menurut beberapa ahli :
1. Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian,
penyebaran dari jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai
tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal (Kristiani, 2012).
2. Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa “epidemiologi mempelajari
tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd)
penduduk”. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk
yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012).
3. Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang
penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab
terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan
distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu
penyakit (Kristiani, 2012).
4. Menurut ahli lainnya Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan
“Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass
phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history)
penyakit menular”. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian
epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang
terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).
5. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai
terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada
penduduk, begitu juga determinannya serta akibat–akibat yang terjadi pada
kelompok penduduk (Kristiani, 2012).
6. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012).
67
7. Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang
membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi
(Kristiani, 2012).
8. Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwyn epidemiologi adalah deskripsi
tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi perhatian medis di
subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut beberapa
karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani, 2012).
9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang
penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari
pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012).
10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat
dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012).
11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000
menyatakan bahwa epidemiologi adalah “studi yang mempelajari distribusi
dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta
penerapannya untuk pengendalian masalah kesehatan” (Kristiani, 2012).
12. Menurut WHO “Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan
determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang
berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat
dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah tersebut”.
Epidemiologi sebagai ilmu diagnosa kesehatan masyarakat, terus menerus
berkembang dari pengalaman menghadapi sepak terjang penyakit sebagai
fenomena massa. Ketika wabah penyakit menular melanda bangsa-bangsa di
dunia, epidemologi diartikan sebagai ilmu tentang epidemik (wabah). Untuk
mengatasi suatu wabah yang tengah berkecamuk, perlu diketahui bagaimana
menjalarnya wabah tersebut dengan mengamati siapa-siapa yang terserang,
dimana wabah menyerang, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyerang sejumlah orang tertentu. Sesuai peranannya pada masa itu
epidemiologi dirumuskan sebagai ilmu tentang fenomena massa penyakit
infeksi (Frost, 1927).
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Kesehatan
Masyarakat (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap
keberadaan penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat.
Keberadaan penyakit dalam masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara
kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu
68
metode pendekatan yang banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam
menjelaskan masalah kesehatan (M.N Bustan, 2006).
Menurut asal katanya, secara etimologis, Epidemiologi bearti ilmu
mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari bahasa
Yunani, di mana epi = upon, pada atau tentang demos = people, penduduk dan
logia = knowledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejarah
kelahirannya dimana epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang
mengenai penduduk. Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada waktu itu
hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic. Epidemiologi
memberikan perhatian tentang epidemic yang banyak menelan korban kematian,
dan begitulah nama Epidemiologi tidak bisa dilepaskan dengan epidemi itu
sendiri (M.N Bustan, 2006).
Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor
yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi pada rakyat, yakni
penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut epidemi. Epidemiologi
merupakan studi distribusi dan determinan kesehatan yang terkait keadaan atau
peristiwa dalam populasi tertentu, dan aplikasi studi ini untuk mengendalikan
masalah kesehatan (Murti, Bhisma. 2011).
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis,
Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000). Menurut salah
seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet).
Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan
pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal
dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk
menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba)
mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).
Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu
jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau
ruang lingkup epidemiologi antara lain :
69
1. Epidemiologi penyakit menular
Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh
faktor fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena
penyakit ini masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian
jika tidak segera ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam
usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya
manusia mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan
salah satu hasil yang gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi
surveilans pada mulanya hanya ditujukan pada pengamatan penyakit menular
secara seksama, ternyata telah memberikan hasil yang cukup berarti dalam
menangulangi berbagai masalah penyakit menular dan juga penyakit tidak
menular (Dinfania, 2010).
2. Epidemiologi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti
cacat fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh
manusia. Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di
Indonesia. Pada saat ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari
berbagai factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah
penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit sistemik serta berbagai penyakit
menahun lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan
penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama
dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai
gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang industri yang
banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis,
maupun lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).
3. Epidemiologi klinik
Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini
dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para
klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi.
Dalam penggunaan epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas medis terutama
para dokter sering menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi dalam menangani
kasus secara individual. Mereka lebih berorientasi pada penyebab dan cara
mengatasinya terhadap kasus secara individu dan biasanya tidak tertarik unutk
mengetahui serta menganalisis sumber penyakit, cara penularan dan sifat
70
penyebarannya dalam masyarakat. Berbagai hasil yang diperoleh dari para klinisi
tersebut, merupakan data informasi yng sangat berguna dalam analisis
epidemiologi tetapi harus pula diingat bahwa epidemiologi bukanlah terbatas
pada data dan informasi saja tetapi merupakan suatu disiplin ilmu yang memeliki
metode pendekatan serta penerapannya secara khusus (Dinfania, 2010).
4. Epidemiologi kependudukan
Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu
epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam
menganalisi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi
serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang
terjadi didalam masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan
tidak hanya memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara
demografis dalam hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam
masyarakat tetapi juga sangat berperan dalam berbagai aspek kependudukan
serta keluarga berencana. Pelayanan melalui jasa, yang erat hubungannya
dengan masyarakat seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, kesempatan
kepegawaian, sangat berkaitan dengan keadaan serta sifat populasi yang
dilayani. Dalam hal ini peranan epidemiologi kependudukan sangat penting untuk
digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam menyusun
perencanaan yang baik. Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem
reproduksi yang erat kaitannya dengan gerakan keluarga berencana dan
kependudukan (Dinfania, 2010).
5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan
Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam
menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta
penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu.
Sistem pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak
digunakan oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi,
penentuan priorita dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang
bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010).
6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari serta
menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan
pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial
budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam
71
analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan
kerja serta penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010).
7. Epidemiologi kesehatan jiwa
Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan
dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan
kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan
meningkatnya berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak
mengarah ke masalah kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat
menuntut suatu cara pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan
dengan epidemiologi kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan
kesehatan jiwa tidak lagi merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi
telah merupakan masalah sosial masyarakat (Dinfania, 2010).
8. Epidemiologi gizi
Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat
dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut
pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui
epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang
berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat
biologis dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat.
Penanggulangan maslah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi
yang lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan
erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya
terbatas pada sasaran individu atau lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).
Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan
bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-
tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi
pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan
teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan
masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat
yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk
penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup
kajian epidemiologi mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan
wabah, penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis
ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua
72
kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk.
Epidemiologi memiliki beberapa keistimewaan diantaranya :
a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak
mempelajari individu.
b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya dalam masyarakat.
c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu
lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa
kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik tertentu
tersebut dinamakan kelompok beresiko tinggi sedangkan kelompok yang
kurang memiliki karakteristik tertentu dinamakan kelompok beresiko rendah.
(Sukmaardy, 2010).
Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai
penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan
penyebab dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta
mengendalikan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di
masyarakat. Tujuan epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk :
a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan;
b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah kesehatan
mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di masyarakat
c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah
ada sebelumnya maupun yang baru, dan
d. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan kesehatan.
(Gordis, 2004).
Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai
riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi
mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu
jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat
program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi
program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin
meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah
kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan
kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya
bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri
khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan
73
untuk mengevaluasi program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang
tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit (Budiarto, 2003).
Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal yaitu:
a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi
lebih buruk ?
b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial?
c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency
d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan
e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda
f. Identifikasi sindroma “Lumping and spitting”
g. Mencari penyebab Case control and cohort studies
h. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda
i. Analisis keputusan klinis (Last, 1987).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan
determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi
tentang penyebab penyakit, misalnya:
1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat
keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan yang
tercemar dan menemukan penyebabnya
2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara
karsinoma paru-paru dengan asbes
3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan
konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang terjadinya
karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk mengetahui
apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan pada manusia,
dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma kandung kemih lebih
banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan bukan penderita
4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta
menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya: Keuntungan
atau kelebihan rancangan kasus control yaitu, memungkinkan meneliti
penyakit-penyakit yang jarang terjadi, memungkinkan meneliti penyakit yang
memiliki masa laten yang lama antara paparan dan manifestasi klinis, dapat
74
dilaksanakan pada periode waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan
penelitian kohort, penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat
meneliti beberapa hal sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab
penyakit.Akan tetapi, rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan
seperti, kemungkinan adanya bias recall karena informasi mengenai paparan
diperoleh dari riwayat dahulu berdasarkan wawancara, validasi dari informasi
mengenai adanya paparan bisa jadi sulit untuk dilakukan, informasinya tidak
legkap, atau bahkan tidak memungkinkan, hanya memusatkan perhatian pada
satu penyakit saja, biasanya tidak dapat menyediakan informasi mengenai
angka kejadian penyakit, secara umum tidak lengkap, pemilihan kontrol yang
tepat bisa jadi merupakan hal yang sulit, metode penelitian bisa jadi sulit
dipahami oleh orang yang bukan ahli epidemiologi dan interpretasi hasil bisa
jadi sulit (Meirik, 2012).
b. Cohort
Studi Kohort adalah rancangan studi yang memepelajari hubungan antara
paparan dan penyakit, dengan melakukan perbandingan antara kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar, berdasarkan status paparan. Ciri studi ini
pemilihan subjek berdasarkan kan status paparannya, dan kemudian dilakukan
pengamatan dan pencatatan apakah subjek dalam perkembangannya
mengalami penyakit atau tidak. Risiko Relatif digunakan untuk menghitung rasio
antara dua kelompok serta membandingkan insidensi antara kelompok yang
terpapar dengan kelompok yang tidak terpapar. Penggunaan lain dari risiko
relatif yakni dapat digunakan dalam angka serangan untuk mengukur resiko
pajanan terhadap makanan atau pajanan terhadap zat kimia atau risiko di
industri. Pada umumnya rancangan kohort merupakan penelitian epidemiologi
longitudinal prospektif, yaitu:
a) Dimulai dari status keterpaparan
b) Arahnya selalu maju
75
Rancangan penelitian kohor dapat digambarkan sebagai berikut:
Efek
Faktor Risiko (FR)
Waktu
Arah pengumpulan data
Gambar 1 rancangan Penelitian kohort
Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok (subjek) sehat dari
suatu populasi. semua subjek penelitian harus bebas dari penyakit atau efek
yang diteliti. Setelah itu subjek-subjek dengan maupun tanpa paparan faktor
risiko diikuti terus secara prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu.
Hasilnya memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif
(Relative Risk).
Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang
akan datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan hasilnya
(sakit atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan demikian,
pengambilan data dimulai dari individu yang terpapar dan tidak terpapar,
kemudian diikuti ke depan apakah ia menderita sakit atau tidak(Meirik, 2012).
Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis terhadap data
penelitian kohor, perlu adanya pemahaman kerangka tabulasi yang baku. risiko
relatif dapat digambarkan dalam suatu matriks empat sel 2 x 2 yang
mempresentasikan adanya eksposur faktor risiko dan penyakit (Ryadi, dkk.,
2010).
ya
Populasi
subjek:
Sampel orang
sehat tanpa
sakit
Populasi
Populasi
tidak
ya
tidak
76
Tabel 2.1
Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:
Eksposur Outcome/ efek
Total (+) (-)
(+) A B (a+b)
(-) C D (c+d)
Total (a+c) (b+d)
Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden kasus
kelompok terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus kelompok tidak
terpapar adalah b/(b+d).
Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:
𝑅𝑅 =𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟
𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟
𝑅𝑅 = 𝑎/(𝑎 + 𝑐)
𝑏/(𝑏 + 𝑑)=
𝑎
(𝑎 + 𝑐)×
(𝑏 + 𝑑)
𝑏=
𝑎(𝑏 + 𝑑)
𝑏(𝑎 + 𝑐)
Interpretasi:
1) RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar sama dengan
kelompok tidak terpapar.
2) RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit.
3) RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit (Bustan,
2006).
Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain, informasi
mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk pengendalian mutu data dan
pengalaman sebelumnya, memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan
dan penyakit, terdapat
a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat dimasyarakat dapat
digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan pelayanan kesehatan disuatu
wilayah dan menentukan prioritas masalah.
b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi tetanus
neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut dapat digunakan
untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menggulangi masalah
tersebut, misalnya dengan mengirirm petugas lapangan untuk memberikan
penyuluhan pada ibu-ibu serta mengadakan imunisasi pada ibu hamil.
77
(Budioro, 2007). Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan
berbagai macam, beberapa di antaranya adalah :
a. Rancangan Kasus control
Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu
menentukan apakah sebuah paparan/ karakteristik tertentu berhubungan
dengan sebuah outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang bersifat
causal (penyebab), penelitian kasus kontrol juga memiliki potensi untuk
mencari hubungan yang bersifat non-causal misalnya karena adanya chance
(kesempatan) atau pengaruh faktor lain yang berhubungan dengan baik
paparan maupun outcome penyakit (Meirik, 2012). Pada metode kasus kontrol
ini dilakukan perbandingan antara kasus (orang yang mengalami sakit)
dengan kontrol (individu yang tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya
paparan / karakteristik tertentu di masa sebelumnya, yang memiliki potensi
sebagai penyebab / faktor risiko. Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol,
hasilnya diukur sekarang dan eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik
awalnya dimulai dari subyek yang memiliki penyakit / kondisi yang diteliti
(kasus). Adanya karakteristik atau adanya paparan pada riwayat kasus inilah
yang kemudian direkam atau dicatat.
Demikian pula pada kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan
pencatatan mengenai kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus
yang terkait dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka
insidensi (absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian
mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan meneliti
paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun demikian, rancangan
kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kurang sesuai untuk
penyakit-penyakit yang jarang terjadi karena dibutuhkan subyek dalam jumlah
yang besar, tidak sesuai apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara
paparan dan manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan
model penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut :
1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita meneliti mengenai
paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi perubahan komposisi selama
pelaksaan penelitian yang mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.
2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi (jumlah subyek
yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan hal yang sulit.
78
3. Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena biasanya
dibutuhkan jumlah subyek yang besar.
4. Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit karena
banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk dilakukan wawancara
yang lama. (Meirik, 2012).
b. Cross-sectional
Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk mengidentifikasi
hubungan antara penyakit dan penyebab yang mungkin seperti halnya dalam
penelitian kasus control maupun kohort. Hanya saja, dalam penelitian cross-
sectional, baik variable tergantung maupun variabel independen (hasil dan
paparan) keduanya diukur pada saat yang bersamaan yaitu di masa
sekarang. Jadi, penelitian ini lebih merupakan potret pada suatu waktu dari
yang diamati.
Bentuk paling sederhana dari sebuah survey di populasi adalah
pengukuran prevalensi penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional
memiliki beberapa kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas
atau riset kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor
risiko atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi kebutuhan
kesehatan. Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk mengetahui prevalensi
penyakit, dan kegunaan selajutnya yaitu penelitian etiologi penyakit, khususnya
yang tidak memiliki onset (tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada
penyakit bronkhitis kronis. Aktivitas Epidemiologi, antara lain:
1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)
2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga
kesehatan, klinik, dokter dan industri
3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain
4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program pemberantasan
atau pencegahan epidemik dan masalah kesehatan komunitas yang lain
5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan
6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah yang
menjadi perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau penggunaan
napza
7. Skrining (penapisan) untuk penyakit
8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru
9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit
79
10. Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap
peningkatan risiko perkembangan penyakit tertentu
11. Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit
12. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar distribusi,
frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2011).
Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan industri.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat
kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor penyebab
Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan
dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor
penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik
(suara/bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi,
penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang
digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja,
dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis
(bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh
penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja
yang mengakibatkan stress). Pemanfaatan epidemiologi K3 sangat dibutuhkan
dalam rangka menganalisis status kesehatan seorang pekerja.
Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena
penyakit akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor
Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan
oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai
dengan pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan
kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja,
baik yang bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan
hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan
pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat
kerja. Dalam beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir
kesehatan seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006).
Ukuran asosiasi termasuk salah satu dari tiga ukuran dalam epidemiologi.
Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan akibat pemaparan dari
suatu penyakit dan berfungsi untuk mengukur keeratan hubungan statistik antara
faktor tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat
80
pemaparan tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur dengan
menggunakan Risiko Relatif (Relative Risk) dan Rasio Odds (Odds Ratio)
(Bustan,2006).
Ukuran asosiasi juga merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara
suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit. Memasukkan suatu
perbandingan frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan
berbagai derajat eksposur. Beberapa ukuran asosiasi juga digunakan untuk
mengestimasi efek penyakit yang ditimbulkan (Azwar,1999). Ukuran asosiasi
terdiri dari :
1. Ukuran Rasio
1.1 Risiko Relatif
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk
mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak
terpapar. Resiko relatif atau Relative Risk dipakai dalam studi epidemiologi untuk
menjelaskan apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen atau ratio antara dua proporsi. Ratio antara 2 proporsi ini adalah
proporsi faktor resiko penyakit positif (terpapar) dengan faktor resiko penyakit
negatif (tidak terpapar). Relative risk biasanya dipakai untuk penelitian kohort
(Anonim1, 2010)
Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio) adalah
perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok orang yang
berbeda. Risiko relatif (RR) biasanya digunakan untuk memperkirakan paparan
terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi kesehatan. Risiko relatif adalah
rasio angka insidensi penyakit karena paparan dibandingkan dengan angka
insidensi penyakit yang sama tanpa terpapar, dengan rumus sebagai berikut:
Relative Risk = Angka insidensi penyakit dalam kelompok yang terpapar
Angka insidensi penyakit dalam kelompok tanpa terpapar
Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas, dengan ini
dapat dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit jika mereka
terpapar dan berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau tidak terpapar
(Magnus, 2010).
Risiko relatif berhubungan dengan penelitian kohort. Penelitian kohort disebut
juga penelitian insiden atau penelitian prospektif karena dikaitkan dengan waktu
81
pengumpulan datanya, bukan menyatakan hubungan antara eksposur dan
efeknya. Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metodenya yang
memungkinkan mengamati bagaimana suatu faktor keterpaparan berlangsung
hingga memungkinkan terjadinya efek.
1.2 Rasio Odds (OR)
Odds ratio (OR) atau rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko
pada kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok
kontrol (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Definisi lain odds ratio menurut Magnus
(terj., Belawati, dkk., 2010) adalah ukuran yang digunakan untuk menjelaskan
asosiasi yang di dapatkan dalam penelitian kasus-kontrol. Ukuran ini
menggunakan tabel 2x2 dengan notasi yang sama untuk menjelaskannya.
Terdapat dua pola desain tabulasi pada penelitian kasus-kontrol. Pola desain
tersebut yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2
Notasi Tabel 2 x 2
Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Penyakit Eksposur
Total ( + ) ( - )
( + ) ( a ) ( b ) ( a + b )
( - ) ( c ) ( d ) ( c + d )
Total ( a + c ) ( b + d ) ( a + b + c + d )
Tabel 2.3.
Notasi Tabel 2 x 2
Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Eksposur Penyakit
Total ( + ) ( - )
( + ) ( a ) ( c ) ( a + c )
( - ) ( b ) ( d ) ( b + d )
Total ( a + b ) ( c + d ) ( a + b + c + d )
(Ryadi dan Wijayanti, 2011).
Tabel Odds ratio merepresentasikan probabilitas untuk berada dalam
kelompok yang sesuai (concordant group), dimana huruf (a) mewakili kelompok
yang terpajan dan sakit serta (d) mewakili kelompok yang tidak terpajan dan tidak
82
sakit., atau berada dalam kelompok yang tidak sesuai (discordant group), dimana
(b) mewakili kelompok yang tidak terpajan namun sakit serta (c) mewakili
kelompok yang terpajan namun tidak sakit. Baik pada pola I maupun pola II,
rumus untuk mencari rasio odds-nya yaitu :
𝑂𝑅 (𝑂𝑑𝑑𝑠 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜) = (𝑎)𝑥 (𝑑)
(𝑏)𝑥 (𝑐)
Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds yang
sama, hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya pada sistem
tabulasi. Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan. Rasio odds digunakan
dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan penelitian kohort. Hal ini karena desain
dan ukuran penelitian kohort terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk
mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain. Kita tidak mungkin
menyamakan kelompok yang tidak terpajan di dalam penelitian kohort dengan
jumlah kasus dan kontrol yang tidak terpajan di dalam penelitian kasus-kontrol.
Pada penelitian kasus-kontrol dengan perhitungan rasio odds-nya sampel kasus
harus bersifat tetap, sedangkan pada kohort bisa bertambah. Oleh karena jumlah
sampel kasus tetap, maka harus dilihat pada peluang seseorang untuk
mendapatkan pajanan yang menjadikannya sakit bukan risiko seseorang menjadi
sakit (Magnus, Belawati, dkk., 2010).
Pada penelitian kasus-kontrol, studi kasus yang digunakan dalam
penelitian bukan kasus insidensi, tetapi sering berupa prevalensi (mencakup
kasus baru dan kasus lama), sedangkan untuk penelitian kohort, studi kasus
yang digunakan berupa kasus insidensi sehingga RR (risiko relatif) pada kasus-
kontrol tidak dapat dihitung langsung dengan perhitungan pada metode kohort.
Karena data yang di dapat pada kasus-kontrol lebih banyak prevalensi, maka RR
yang digunakan adalah RR yang disebut rasio odds (Ryadi dan Wijayanti, 2011).
Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit yang relatif
langka, misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan sampel kelompok
kontrol ditentukan tanpa bergantung pada pajanan, maka rasio odd akan
merepresentasikan aproksimasi RR. Ini terjadi karena a << c dan b << d
sehingga a + c dapat diaproksimasikan oleh c, dan b + d dapat diaprosimaksikan
oleh d. Sifat OR ini sangat berguna dan merupakan sifat yang membuat
penelitian kasus-kontrol terhadap outcome yang langka menjadi alat yang kuat
dalam epidemiologi (Ryadi dan Wijayanti, 2011).
1.3 Risiko Laju Insidensi
83
Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu insidence dan prevalens insidence sering dikatakan sebagai
kasus baru, sedangkan prevalens sering dikatakan sebagai kasus baru dan
kasus lama.
1.3.1 Laju Insidentil / Insidence Rate
Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase
klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Incidens rate dari suatu penyakit
tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk
selama periode/kurun waktu tertentu.
Incidence Rate = Jumlah Penderita Baru
Jumlah penduduk yang mungkin terkenapenyakit tersebut pada pertengahan tahun
x K
K = Konstanta ( 100%, 1000 ‰)
Kegunaan Insidence rate adalah :
1. Untuk menentukan penduduk yg menderita dan terancam
2. Untuk penelitian kasus (mencari faktor risiko)
3. Untuk mengetahui faktor penyebab
4. Untuk mengevaluasi keberhasilan program penanggulangan
Didalam mempelajari insidence diperlukan penentuan waktu atau saat
timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang aut seperti influenza, infeksi
stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardinal infarction dan cerebral
hemorrhage. Penentuan insidence rate ini tidak begitu sulit berhubung waktu
terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan
penyakitt dimana timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan nya diagnosis
paati diartikan sebagai waktu mulai penyakit.
Insidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan periode waktu tertentu
seperi bulan, tahun dan seterusnya. Apabila penduduk berada didalam ancaman
diserangnya penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti hanya dalam
epidemi suatu penyakit) maka periode waktu terjadinya kasus-kasus baru adalah
sama dengan lamanya epidemi. Insidence rate pada suatu epidemi disebut
attack rate. Ukuran frekuensi insidens penyakit dapat dibedakan dapat
dibedakan menjadi 3 macam yaitu insidens kumulatif, secondary attack rate dan
laju insidens.
1.3.1.1 Insiden Kumulatif (Cumulative Incidence = CI)
Insidens kumulatif adalah parameter yang menunjukkan taksiran
probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk terkena penyakit dalam suatu jangka
84
waktu. CI selalu bernilai antara 0 dan 1. Dalam menghitung CI, perlu penentuan
periode waktu. Periode waktu tersebut bias berupa beberapa jam, bulan, tahun
dan sebagainya.
Rumusnya sebagai berikut :
𝐶𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝐼𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 =Jumlah Kasus Baru Suatu Penyakit
Jumlah Populasi Dalam Resiko x 1000
Istilah lain untuk insidens komulatif adalah insidens risk. Syarat yang
digolongkan beresiko dalam insiden komulatif adalah:
1) Tidak sedang/telah terjangkit penyakit yang diteliti
2) Tidak imun terhadap penyakit yang diteliti
3) Memiliki organ sasaran yang masih intak
4) Hidup
5) Masih dalam jangkauan pengamatan
Sedangkan dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah. Misalnya keracunan
makanan, istilah yang digunakan adalah attack rate. Rumus sebagai berikut:
𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒 =Jumlah Kasus selama epidemi
Populasi yang mempunyai resiko−resiko x 1000
1.3.1.2 Secondary Attack Rate
Secondary attack rate dalah ukuran yang menunjukkan jumlah penderita
baru pada serangan kedua berbanding dengan jumlah penduduk yang
mempunyai resiko-jumlah penduduk yang terkena pertama. Rumus sebagai
berikut:
𝑆𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑𝑎𝑟𝑦 𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒 =Jumlah Penderita Baru pada Serangan Kedua
Jumlah penduduk yg mempunyai resiko −Jumlah penduduk yg terkena serangan pertama
x 1000
1.3.1.3 Laju Insidensi (Incidence Density = ID)
Laju insidens adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian baru
penyakit pada populasi. Laju insidens merupakan proporsi antara jumlah orang
yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko kali lamanya dalam
resiko.
1) Perkiraan terbaik mengenai mortalitas dan morbiditas.
2) Numerator adalah jumah kasusbaru dalam populasi.
3) Denominator adalah jumlah periode waktu dimana setiap orang
dalam pengamatan dan bebas dari penyakit.
85
4) Dimensi adalah orang per waktu ( Orang-tahun, Orang-bulan, Orang-
hari, Orang-jam, Orang-menit dan lain-lain.
5) Nilai berkisar : 0 – Tak Terhingga.
Rumus sebagai berikut :
Laju Insidens =Jumlah Kasus Baru
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒 x 1000
Person time adalah jumlah orang dalam resiko dikalikan dengan lamanya
orang-hari dalam resiko, yang digambarkan dalam orang-minggu, orang-bulan
atau orang-tahun tergantung dari jenis penyakit yang sedang diteliti. Untuk
masing-masing individu yang berada dalam populasi, maka waktu memiliki resiko
adalah waktu selama individu yang sedang diamati itu masih terbebas dari
penyakit. Denominator yang diperlukan untuk menghitung laju insidens tersebut
adalah jumlah dari keseluruhan periode-periode waktu terbebas dari penyakit
selama penelitian.
2. Ukuran Beda
2.1 Beda risiko (risk difference) atau risiko atribut (attributable risk)
Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut (attributable
risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok
terpajan dan kelompok angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap
sebagai pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah
kasus penyakit yang bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya
paparan pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko sebagai berikut.
Angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok tidak terpajan
(Richard F. Morton et all,2009)
Beda risiko kadang-kadang juga dinyatakan sebagai pecahan preventif di
kalangan terpajan, yaitu angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi
kelompok tidak terpajan Angka Insidensi kelompok terpajan (Eko Budiarto dan
Dewi Anggraeni, 2003). Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena
suatu factor di subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika
“angka insidensi di kalangan terpajan” diganti dengan “angka insidensi di seluruh
populasi” dalam rumus beda risiko, maka akan didapatkan population attribute
risk. Population attribute risk umumnya penting bagi pengambil kebijakan
kesehatan masyarakat karena population attribute risk mengukur potensial
manfaat yang diharapkan jika pajanan di dalam populasi dapat dikurangi
(Richard F. Morton et all,2009)
2.2 Beda Laju Insidensi
86
Insidensi merupakan salah satu tipe ukuran yang paling penting dalam
epidemologi, terutama dalam epidemologi penyakit menular. Ukuran insidensi
menyatakan banyaknya kasus baru penyakit yang terjadi dalam rentan waktu
tertentu. Insidensi memungkinkan kita untuk memeriksa hal terkait kasus yang
menjadi saat ini bukan yang terjadi pada periode waktu sebelumnya. Ketika
suatu masalah pertama kali teridentifikasi, insidensi menghitung semua jumlah
kasus baru dalam beberapa bulan terakhir.
2.2.1 Insidensi Rate (IR)
Insidensi adalah jumlah seluruh kas baru pada suatu populasi pada suatu
populasi pada suatu saat periode waktu tertentu. Indikator yang paling banyak
digunakan di dalam epidemologi bila dikaitkan dengan penderita baru dalam
waktu tertentu
IR = Ʃ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
Biasanya insidensi digunakan untuk penyakit yang sifatnya akut.
Pengamatan harus bersifat dinamis dimana ukuran disini menggambarkan
keoatan/kekuatan peubahan keadaan karena pengaruh lingkungan. Insidensi
bukan merupakan ukuran probabilitas, lain dapat berkisar dari 0 – hampir tak
terhingga. Dan ukuran ini tidak dapat diinterpretasikan kepada individu yang ada
di populasi.
Kelemahan dari pemakaian insidensi adalah susah menentukan waktu
serangan suatu penyakit dengan jelas beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Kapan mulainya gejala pertama.
b. Waktu diagnose.
c. Tanggal masuk rumah sakit/ pelayanan kesehatan
Penyebut adalah jumlah penduduk didaerah yang bersangkutan pada periode
waktu yang sama (dalam hal ini sulit menentukan siapa dari penduduk tersebut
tersebut yang susceptible dan siapa yang bukan, sehingga diambil pendekatan
dengan memakai jumlah populasi yang beresiko pada pertengahan tahun
dikalikan dengan lama periode pengamatan).
Manfaat insidensi Rate adalah :
a. Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
b. Mengetahui resiko unutk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
87
c. Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas
pelayanan kesehatan.
2.2.2 Insidensi Kumulatif (IK)
Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian penyakit
atau ukuran status kesehatan yang lebih sederhana. Tidak seperti tingkat
insidensi, maka yang diukur hanyalah denominator yang ada pada permulaan
saja tingkat insidensi kumulatif dapat dihitung sebagai berikut :
IK = Ʃ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah merupakan
probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam populasi tersebut untuk
terkena penyakit dalam periode waktu tertentu. Hasil ukuran tersebut tidak
mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 – 1. Seringkali tingkat insidensi
kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus per 1.000 populasi.
2.2.3 Attack Rate/AR
Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam jumlah
populasi yang realtif sedikit dan waktu yang relatif singkat. Proses
penghitungan sama dengan IR.
Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang menyerang pada
batas umur tertentu.
2.2.4 Secondary Attack Rate/SAR
Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di dalam
suatu lingkungan setelah dating nya satu atau lebih kasus primer dari lingkungan
yang lain :
SAR = Ʃ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟
Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘
PENGGUNAAN UKURAN ASOSIASI
Ukuran rasio adalah informasi untuk memutuskan bahwa hubungan
paparan dan penyakit valid atau tidak secara kausalitas. Ukuran asosiasi di gunakan
untuk merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu eksposur/faktor
risiko dan kejadian suatu penyakit memasukkan suatu perbandingan frekuensi
penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan berbagai derajat eksposur.
Beberapa ukuran assosiasi digunakan untuk mengestimasi efek. Ukuran-ukuran
asosiasi dibagi menjadi dua, yaitu :
88
1. Ukuran rasio (Perbandingan relatif)
Informasi untuk memutuskan bahwa hubungan paparan dan penyakit valid
atau tidak secara kausalitas. Rasio dua frekuensi penyakit membandingkan kelompok
terpajan dengan kelompok tidak terpajan. Ukuran beda : lebih bermanfaat bagi
pelayanan kesehatan
Perbandingan relatif dapat ditentukan dengan rumus berikut:
RR = Risiko pada kelompok terpajan
Risiko pada kelompok tidak terpajan
2. Ukuran perbedaan (perbandingan absolut)
Yaitu perbedaan antara ukuran frekuensi penyakit suatu kelompok
terpajan dan kelompok yang tidak terpajan. Cara terbaik untuk membahas
bagaimana cara menyampaikan ukuran asosiasi secara tepat dapat dilihat pada
contoh berikut ini. Suatu penelitian mengenai asosiasi antara virus dan sindrom
yang baru dikenali dan kaitannya dengan kabut asap yang menyerang suatu kota
karena pembakaran lahan. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki tentang agent
etiologik. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kasus-kontrol.
Penelitian cross-sectional, ekologis, dan laboratorium telah dilaksanakan
dan tinggal menyelesaikan penelitian case-control yang pertama mengenai agent
etiologik. OR adalah 1,64. Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk
sebelumnya terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 1,64 kali lebih besar
daripada orang yang tidak sakit. Atau, peluang untuk sebelumnya terpajan agen
infeksi pada orang yang sakit 64% lebih tinggi daripada orang yang tidak sakit.
Ukuran ini membandingkan peluang untuk keterpajanan sebelumnya pada dua
kelompok, yaitu kelompok orang yang sakit dan tidak sakit.
Pada penelitian sebelumnya (melalui penelitian kohort) diperoleh RR
adalah 1,75. Angka tersebut menunjukkan resiko seseorang terpajan dan
kemudian menjadi sakit 1,75 kali lebih besar daripada orang yang tidak terpajan.
Atau, risiko untuk menjadi sakit lebih besar 75% pada orang yang terpajan
daripada yang tidak terpajan. Ukuran ini membandingkan probabilitas untuk
menjadi sakit pada dua kelompok, yaitu orang yang terpajan dan tidak terpajan.
Sehingga dapat dikatakan, kedua kasus telah memperlihatkan asosiasi
(hubungan) antara dua variabel, yaitu agens infeksi dan penyakit yang diteliti.
Namun, kita harus hati-hati dalam menyajikan ukuran asosiasi, kesimpulan suatu
89
penelitian bukan melalui asumsi pribadi, namun melalui uji terkontrol acak dan
analisis yang sangat spesifik.
Contoh pengunaan ukuran asosiasi lain, misalnya penggunaan detergen
merupakan faktor risiko terjadinya eutropikasi (14 kali) dan ikan mati (1,6 kali) Angka
terjadinya eutrofikasi (10/100.000 penduduk) Angka kematian ikan (413/100.000
penduduk) (Bhisma, 2011).
3. Air
3.1. Definisi Air
Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air
adalah semua air yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, air laut yang
berada didarat. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal
dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh
manusia baik
berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan
air
baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak
diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber
penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004).
3.2. Karakteristik Air
Menurut Effendi (2003), air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh
senyawa kimia lain, karakter tersebut antara lain :
1) Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0o C (32o F) – 100o C,
air berwujud cair.
2) Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3) Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan
adalah proses perubahan air menjadi uap air.
4) Air merupakan pelarut yang baik.
5) Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.
6) Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Bagi kehidupan makhluk, air bukanlah merupakan hal yang baru, karena tidak
satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Oleh sebab itu air
dikatakan sebagai benda mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia.
90
Tubuh manusia mengandung 60%-70% air dari seluruh berat badan, air
didaerah jaringan lemak terdapat kira-kira 90% (Soemirat, 2001). Masyarakat
selalu mempergunakan air untuk keperluan dalam kehidupan sehari-hari, air juga
digunakan untuk produksi pangan yang meliputi perairan irigasi, pertanian,
mengairi tanaman, kolam ikan dan untuk minum ternak. Banyaknya pemakaian
air tergantung kepada kegiatan yang dilakukan sehari-hari, rata-rata pemakaian
air di Indonesia 100 liter / orang / hari dengan perincian 5 liter untuk air minum, 5
liter untuk air masak, 15 liter untuk mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter
digunakan untuk jamban (Wardhana, 2001).
3.3 Kualitas Air
Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air
adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain
dalam air yang mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003)
3.3.1. Kualitas Fisik
Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa
digunakan sebagai air bersih adalah sebagai berikut :
1) Kekeruhan
Air yang berkualitas harus memenuhi syarat fisik seperti berikut jernih atau
tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran dari
bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air semakin
keruh. Derajad kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.
2) Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti
mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
3) Rasanya tawar
Secara fisik, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit,
atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rtasa asin
disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan
rasa asam diakibatkan adanya asam organic maupun asam anorganik.
4) Tidak berbau
Air yang baik memiliki cirri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari
dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang
mengalami penguraian oleh mikroorganisme air.
5) Temperaturnya normal
91
Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-
26C). Air yang secara mencolok mempunyai temperature diatas atau dibawah
temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang mengeluarkan
energi dalam air.
6) Tidak mengandung zat padatan
Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan
dan pengeringan pada suhu 103-105C.
3.3.2. Kualitas Kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut:
a. pH netral
pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan asam atau basa sesuatu larutan (Sutrisno, 2004). Skala pH diukur
dengan pH meter atau lakmus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH air
dibawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila diatas 7 bersifat basa
(rasanya pahit) (Kusnaedi, 2004).
b. Tidak mengandung bahan kimia beracun
Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti
sianida, sulfida, dan fenolik (Kusnaedi, 2004)
c. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam
Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam
seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain (Kusnaedi, 2004)
d. Kesadahan rendah
Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion
(kation) logam valensi dua (Sutrisno, 2004). Tingginya kesadahan
berhubungan dengan garam-garam yang terlarut didalam air terutama garam
Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) (Kusnaedi, 2004)
e. Tidak mengandung bahan kimia anorganik
3.3.3. Kualitas Biologis
Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan
Coli dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Sutrisno, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990, persyaratan bakteriologi air bersih adalah dilihat dari
Coliform tinja per 100 ml sampel air dengan kadar maksimum yang
92
diperbolehkan adalah 50 MPN/100 ml air Kualitas air bersih apabila ditinjau
berdasarkan kandungan bakterinya menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No.
1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK pedoman kualitas air tahun 2000/2001,
dapat dibedakan kedalam lima kategori sebagai berikut:
1. Air bersih kelas A kategori baik mengandung total Coliform kurang dari 50
2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung total Coliform 51-100
3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung total Coliform 101-1000
4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung total coliform 1001-2400
5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung total Coliform >
2400
3.4. Peranan Air Sebagai Penyebab Penyakit
Penyakit sebagian besar dikaitkan dengan adanya hubungan interaktif
antara kehidupan manusia dengan bahan, kekuatan, atau zat yang tidak
dikehendaki yang datang dari luar tubuhnya atau lingkungannya. Kekuatan, zat,
atau bahan yang masuk ke dalam tubuh tersebut bisa merupakan benda hidup
atau benda mati. Sehingga dapat menganggu fungsi ataupun bentuk suatu organ
(Achmadi, 2008). Air merupakan bagian dari lingkungan yang tidak dapat
terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam penggunaannya, air dapat menjadi
penyebab terjadinya penyakit. Air sebagai penyebab terjadinya penyakit dibagi
ke dalam 4 (empat) cara yaitu (Soemirat, 2007) :
1. Air Sebagai Penyebar Mikroba Patogen (Water Borne Disease) Penyakit
disebarkan secara langsung oleh air dan hanya dapat menyebar apabila
mikroba penyebab terjadinya penyakit masuk ke dalam sumber air yang
digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis
mikroba yang ada di dalam air yaitu virus, bakteri, protozoa dan metazoa.
Penyakit yang disebabkan karena mikroba patogen ini seperti cholera,
thypus abdominalis, hepatitis A, poliomyelitis, dysentry. Keluhan yang dapat
muncul seperti menceret dan kotoran berlendir
2. Air Sebagai Sarang Vektor Penyakit (Water Related Insecta Vector) Air
dapat berperan sebagai sarang insekta yang menyebarkan penyakit pada
masyarakat. Insekta sedemikian disebut sebagai vektor penyakit. Vektor
penyakit yang sedemikian dapat mengandung penyebab penyakit. Penyebab
penyakit dalam tubuh vektor dapat berubah bentuk, berubah vase
pertumbuhan atau pun bertambah banyak atau tidak mengalami perubahan
93
apa-apa. Penyakit yang dapat muncul seperti filariasis, demam berdarah,
malaria.
3. Kurangnya Penyediaan Air Bersih (Water Washed Disease) Kurang
tersedianya air bersih untuk menjaga kebersihan diri, dapat menimbulkan
berbagai penyakit kulit dan mata. Hal ini terjadai karena bakteri yang ada
pada kulit dan mata mempunyai kesempatan untuk berkembang. Keluhan
yang dapat muncul seperti kulit merah, mata merah, gatal dan berair.
(4) Air Sebagai Sarang Hospes Sementara (Water Based Disease) Penyakit ini
memiliki host perantara yang hidup di dalam air. Penyakit yang dapat muncul
adalah schistosomiasis dan dracontiasis.
3.5 Kualitas Biologis Air dan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang
mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan adalah adanya kandungan
bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air seperti cacing dan tungau
merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti
kecacingan, scabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan
virus juga dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri
penyebab bawaan air terbanyak adalah salmonella thypi/parathypi, shigella, dan
vibrio cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti Rotavirus, Virus
Hepatitis A, Poliomylitis, dan Virus trachoma. Escericia coli adalah salah satu
bakteri pathogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal didalam
kotoran manusia maupun hewan sehingga Escercia coli digunakan sebagai
bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah
panas (Fardiaz, 1992).
Total Coliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan
untuk menentukan aman atau tidaknya air yang dikonsumsi. Bila Coliform dalam
air ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan adanya bakteri
patogenik seperti Giardia dan Cryptosporidium didalamnya (Soemirat, 2001)
3.6. Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan Air
1. Diare
A. Pengertian Diare
94
Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus.
Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare. Menurut Depkes RI
(2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari.
B. Klasifikasi Diare
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi
empat kelompok yaitu:
a. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari)
b. Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya
c. Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
secara terus menerus
d. Diare dengan masalah lain anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
C. Faktor-Faktor Penyebab Diare
Menurut Widoyono (2008), diare dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a. Faktor infeksi
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare
yang disebabkan sebagai berikut :
1. Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella sp.,
Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
2. Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus.
3. Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis
huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli
dan Crypto.
b. Faktor Malabsorsi
Malabsorsi karbohidrat, lemak dan protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor lingkungan
Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan air tidak
memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi syarat kesehatan.
95
e. Faktor perilaku
Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang
air,tidak membuang kotoran anak di WC, tidak menggunakan jamban yag
sehat, makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup
makanan yang telah dimasak.
f. Faktor individu
Kurang gizi, buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh.
g. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar) (Ngastiyah, 2003).
D. Gejala dan Tanda Diare
Menurut Widoyono (2008), beberapa gejala dan tanda diare antara lain:
a. Gejala Umum
1. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis,
bahkan gelisah.
b. Gejala Spesifik
1. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
2. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah.
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan:
a. Dehidrasi (kekurangan cairan)
b. Gangguan sirkulasi
c. Gangguan asam-basa (asidosis)
d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
e. Gangguan gizi
Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Tanpa dehidarsi, biasanya penderita merasa normal, tidak rewel atau gelisah,
masih bisa beraktifitas seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat,
penderita masih mau makan dan minum seperti biasa.
b. Dehidrasi ringan atau sedang, memyebabkan penderita gelisah atau rewel,
mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
c. Dehidrasi berat, penderita apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada
cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, penderita terlihat lemah.
96
E. Pengobatan Diare
a. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A
Pada keadaaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut mulai
mencret. Penderita yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau
makan dan minum seperti biasa. Pengobatan yang dilakukan dapat dilakukan
dengan memberikan makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air
kelapa, larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh, maupun oralit. Istilah
pengobatan ini adalah dengan menggunakan terapi A. Ada 3 cara pemberian
cairan yang dapat dilakukan di rumah yaitu:
1. Memberikan penderita lebih banyak cairan
2. Memberikan makanan terus menerus
3. Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari.
b. Dehidrasi sedang atau ringan, dengan terapi B
Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai 5%
dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-
10% dari berat badan. Untuk mengobati penyakit diare pada derajat
dehidrasi ringan atau sedang digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut:
Pada tiga jam pertama jumlah oralit yang digunakan:
1. Umur < 1 tahun : 300 ml oralit
2. Umur 1-4 tahun : 600 ml oralit
3. Umur > 5 tahun : 1200 ml oralit
4. Dehidrasi berat, dengan terapi C
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus,
biasanya lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih
dari 10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di
puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL (Ringer laktat).
c. Teruskan pemberian makanan. Pemberian makanan seperti semula diberikan
sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan. Makanan tambahan
diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila
sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya tidak mendapatkan
ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu formula.
d. Antibiotik bila perlu. Sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus yang
tidak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak
bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.
97
F. Pencegahan Diare
a. Menggunakan air bersih.
b. Memasak air bersih sampai mendidih sebelum diminum.
c. Mencuci tangan dengan sabun dengan air yang mengalir pada waktu
sebelum makan, sesudah makan, sesudah buang air besar, sebelum
memegang, sebelum menyiapkan makanan, dan sesudah menceboki bayi.
d. Memberikan ASI pada anak sampai usia dua tahun.
e. Menggunakan jamban yang sehat
f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar
3.7.Definisi Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai
pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang
anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak
dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah
lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,
frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).
3.8 Jenis Diare
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila
kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik
jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah
agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada
abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan
98
kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim
disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
3.9.Epidemiologi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia
pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur
dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific
Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita.
Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.
Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang
tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit
diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein
dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).
3.10. Etiologi dan Patogenesis Diare
3.10.1. Etiologi Diare
Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius
(Ahlquist dan Camilleri, 2005). Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti
Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti
cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans) (Kliegman,
2006).
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu
sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia,
penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan
Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000).
3.10.2. Patogenesis Diare
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus.
Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak
(Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk
ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu
akan sampai ke sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan
merusakkan sel epitel tersebut. Sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel
enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang
sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus
99
halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan
baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik
ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.
Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus
dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).
Gejala Diare
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai
dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun- ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering (Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan
Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan
elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami
dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada
tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita
mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang- kadang muntah, terasa haus,
kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan
mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas
atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang
100
dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin
yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah
banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita
mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan
nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar
menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan
keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian
kapiler sangat
Faktor Resiko Diare pada Balita
Faktor Gizi
Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang
merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan kekurangan dan akan
memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat
dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga
pengelolaan di rumah. Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status
gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih
berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak
dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak
akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang
kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat
disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.
Faktor Sosial
Ekonomi Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung
terhadap faktor- faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah
menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah,
kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta
kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan
ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare
(Suharyono, 1991).
Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena
diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum
memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan
101
perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung
mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan
status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan
cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu
dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004).
Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar
dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).
Faktor Umur
Balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil
analisa lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan
mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan
(Simatupang, 2004).
Faktor ASI
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6
bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997),
menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali
mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI
penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI
disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare
lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh
(Sutoto, 1992).
Faktor Jamban
Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai
fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat
menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal
hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang
menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah
dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat
(Simatupang, 2004).
102
Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku
tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang
langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya
tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber
air misalnya : air hujan, air tanah, air permukaan (sungai, danau) dan mata air.
Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan
sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi
apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih
dahulu. Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997,
kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan
sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan
kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa
(Simatupang, 2004).
3.11 Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan Diare
Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang paling
penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat dilakukan
dengan melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan sabun
sesudah membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum
menyiapkan makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak
mereka sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan
dan sesudah bermain. Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang
dapat menyebabkan diare.
Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan pemberian ASI kepada anak
mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI mengandungi
antibodi yang berguna untuk menjaga sistem kekebalan bayi agar tidak mudah
terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat yang optimal untuk pertumbuhan
anak. Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa mengurangi keparahan kejadian
diare. Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan
sarana air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh
karena itu, masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah
103
adalah benar-benar bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna,
bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Penanggulangan Diare
Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)
A. Tanpa Dehidrasi Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh
diberikan larutan oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun
diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi
mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan
makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink
(10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.
B. Dehidrasi Ringan Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama
larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap
yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin
sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan
pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah.
Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium,
20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.
C. Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian
oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita
perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya,
penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian
oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air
besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4
tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama
600ml.
D. Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian
cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang
pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian
cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama
dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.
104
3.12.Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan
masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare
itu disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada
saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama
pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini
sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat
menyebabkan aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante,
Jenson, Behrman, 2006).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metodologi Penenlitian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat studi observasional analitik yaitu dengan metode
seksional silang atau cross sectional yaitu penelitian yang mengamati subjek
dengan mengambil waktu tertentu yang relatif pendek dan tempat tertentu, pada
penelitian ini mengkaji hubungan antara kualitas air dan perilaku masyrakat
dengan penyakit diare di Desa Dalam Pagar Kec. Martapura Kab. Banjar.
105
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang diteliti adalah masyarakat di daerah Desa Dalam Pagar
dan Desa Tanjung Rema Martapura yang berjumlah 200 orang. Alasan pemilihan
masyarakat di daerah Desa Dalam Pagar karena daerahnya dekat dengan
sungai Martapura dan kebiasaan masyarakatnya dominan memanfaatkan air
sungai untuk kebutuhan sehari-hari dan alasan pemilihan masyarakat di daerah
Desa Tanjung Rema karena diperlukan data pembanding didaerah yang jauh
dari sungai dan tidak berpotensi terpapar penyakit diare yang disebabkan oleh
penggunaan air sungai. Pembanding tersebut diigunakan untuk menghitung rasio
relatif dengan menggunaan studi kohort.
2. Sampel
a. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan totally sampling,
yakni dengan mengambil seluruh populasi sebagai sampel.
b. Sampel air sungai yang belum diolah dan air sungai yang sudah diolah di
daerah Desa Dalam Pagar.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data penyakit diare
dari Puskemas Dalam Pagar, Puskesmas Tanjung Rema dan Dinas Kesehatan
Kab. Banjar.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan adalah air sungai di daerah Dalam Pagar dan
kebiasaan masyarakat yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan
keseharian.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah penyakit diare di Desa
Dalam Pagar Martapura (pinggiran sungai) dan di Desa Tanjung Rema
Martapura.
106
E. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Desa Dalam Pagar Kec. Martapura Kab.
Banjar Kalimantan Selatan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa kali observasi lapangan pada
bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan November 2015.
F. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian memiliki beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan yaitu perizinan penelitian kepada pihak pihak terkait yakni
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Banjar. Selanjutnya dilakukan
persiapan penelitian yang mencakup:
a. Observasi awal, dilakukan untuk melihat keadaan lingkungan disekitar
Desa Dalam Pagar
b. Persiapan instrumen penelitian, yaitu pengumpulan data penyakit diare
dari puskesmas Dalam Pagar, puskesmas Tanjung Rema dan Dinas
Kesehatan Kab. Banjar.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah berikut:
a. Setelah mendapat izin dari pihak Puskesmas, peneliti menjelaskan tentang
tujuan dari penelitian serta mengkonfirmasikan instrumen yang digunakan.
b. Wawancara dan observasi, dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk
mengetahui aktivitas masyarakat dalam menggunakan air sungai.
c. Mengidentifikasi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air sungai.
d. Merekap data perolehan hasil penelitian.
3. Tahap pelaporan
107
Tahap pelaporan terdiri dari:
a. Pengumpulan semua data.
b. Melakukan pengolahan dan analisis data penelitian yang diperoleh.
c. Analisis data.
d. Penyusunan laporan karya tulis ilmiah.
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data primer yang digunakan peneliti adalah
menggunakan metode observasi (pengamatan) kondisi lingkungan pinggiran
sunngai sebagai faktor yang berhubungan dengan penyakit diare. Selain dengan
menggunakan metode observasi, metode wawancara juga di guanakan untuk
pengambilan data. Data sekunder diperoleh peneliti dengan pengumpulan data
dari instansi instansi terkait.
2. Pengolahan data
Tiga tahap pengolahan data adalah sebagai berikut :
a. Editing
Kegiatan mengedit data dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi
kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan.
b. Coding
Coding atau memberi kode pada data dilakukan dengan tujuan merubah
data kualitatif menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) atau membedakan
aneka karakter. Pemberian kode sangat diperlukan terutama dalam rangka
pengolahan data, baik secara manual, menggunakan kalkulator atau komputer.
c. Tabulasi data
Memasukkan data ke dalam tabel yang telah disediakan, baik tabel untuk
data mentah maupun tabel untuk menghitung data tertentu secara statistik.
H. Cara Analisis Data
108
Pengolahan data untuk analisis dengan menggunakan program SPSS.
Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif. Hasilnya akan
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
I. Biaya Penelitian
Rincian biaya penelitian sebagai berikut:
No. Keterangan Biaya
1 Uji Laboratorium Air Baku (Air Sungai)
Uji Coliform dan Uji E.Colli
Rp. 75.000,00
2 Uji Laboratorium Air Sungai (Diolah)
Uji Coliform dan Uji E.Colli
Rp. 75.000,00
Jumlah Rp.150.000,00
Tabel 3.1. Rincian Biaya Uji Laboratorium Air Baku dan Air Sungai (Diolah)
J. Kerangka Konsep dan Hipotesis
1. Kerangka Konsep
2. Hipotesis
VARIABEL BEBAS
Air Sungai
Perilaku Masyarakat
VARIABEL TERIKAT
Penyakit Diare
109
Penyakit diare umumnya disebabkan oleh bakteri E.Colli, paparan E.Colli
biasanya melalui mulut dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
tidak higeine.Bagi masyarakat yang tingal di daerah pinggiran sungai paparan
E.Colli lebih besar kemungkinannya karena kebanyakan masyarakat di daerah
pinggiran sungai menggunakan sungai dan air sungai untuk aktivitas sehari-hari
seperti mandi, cuci dan kakus, bahkan beberapa dari mereka menggunakan air
sungai untuk dikonsumsi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Hasil Penelitian
4.1.1 Rasio Relatif (RR)
Hubungan antara masyarakat yang tinggal di daerah sekitar sungai dan
masyarakat yang tinggal bukan di daerah sekitar sungai dengan penyakit diare.
1. Dari 200 orang yang tinggal di daerah pinggiran sungai, sebanyak 102
orang terpapar penyakit diare.
2. Dari 200 orang yang tinggal di daerah bukan pinggiran suungai, sebanyak
12 orang terpapar penyakit diare.
Tabel 4.1 Data Perhitungan Resiko Relatif (RR)
Daerah Diare Jumlah Risiko Relatif
(RR) + -
Sungai 102 98 200 0,51
Bukan Sungai 12 188 200 0,06
110
Jumlah 114 286 400 RR = 8,5
Kesimpulan :
Dari data yang didapat, masyarakat yang tinggal di daerah sekitar sungai
mempunyai resiko 8,5 kali lebih besar daripada masyarakat yang tinggal bukan di
daerah sekitar sungai.
4.1.2 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Sungai)
Tabel 4.2 Hasil Uji SampleAir Baku (Air Sungai)
Parameter
Bakteriologis
Yang Diperiksa
EC Broth
Perkiraan
Terdekat /
100 ml
Kadar
MaksimumYang
Diperbolehkan *)
Total Coliform (37º C)
3/3 3/3 1/3 271 50
Total E.Coli (44 º C)
3/3 2/3 1/3 95 50
4.1.3 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Diolah)
Tabel 4.3 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Diolah)
Parameter
Bakteriologis
Yang Diperiksa
EC Broth
Perkiraan
Terdekat /
100 ml
Kadar
MaksimumYang
Diperbolehkan *)
Total Coliform (37º C)
3/3 2/3 1/3 95 50
111
Total E.Coli ( 44 º C )
2/3 1/3 0/3 15 50
4.2 Pembahasan
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk
mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak
terpapar. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka didapat nilai resiko relatif
sebesar 8,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang tinggal di
daerah sekitar sungai memiliki resiko untuk terpapar penyakit diare 8,5 kali
besar daripada masyakarat yang tidak tinggal di daerah sekitar sungai.
Pada kasus ini besarnya resiko paparan penyakit diare pada masyarakat
yang tinggal di daerah sekitar sungai dibandingkan dengan yang tidak tinggal di
daerah sungai dikarenakan beberapa faktor penyebab penyakit seperti kualitas
air sungai dan kebiasaan masyakat di daerah tersebut.
4.2.1 Hubungan antar Faktor Penyebab Penyakit terhadap Penyakit Diare
a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Dalam Pagar Kec. Martapura Kab. Banjar terletak di
pinggiran sungai martapura. Masyarakat di daerah tersebut sangat
bergantung dengan sungai untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti
MCK( mandi, cuci, kakus).
Gambar 4.1 gambaran umum lokasi penelitian
112
b. Kualitas Air Sungai
Pengambilan sample air sungai di lakukan yang kemudian diserahkan ke
laboratorium untuk diperiksa kandungan bakteri E.coli dan coliform tinja yang
terdapat di air sungai tersebut.
Dari hasil uji laboratorium total bakteri coliform tinja yang terkandung di air
sungai diperkirakan sebesar 271/100 ml dan total bakteri E.Coli sebesar
95/100ml. Kadar tersebut sudah melewati ambang kadar maksimum yang
diperbolehkan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI
No:461/MENKES/PER/IX/1990.
Gambar 4.2 kondisi air sungai
113
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa banyak dari masyarakat
sekitar yang meolah air sungai sebagai air minum dengan proses yang kurang
sesuai dengan standar yang baik dan benar, masyarakat menampung air
sungai yang kemudian ditambahkan tawas. Tawas dapat digunakan untuk
menjernihkan air dan juga dapat menurunkan kadar bakteri E. Coli dan
coliform tinja. Tawas hanya menurunkan kadarnya saja tetapi tidak dapat
membersihkan air tersebut dari bakteri,
Gambar 4.3 Air sungai yang telah diolah
Dari hasil uji laboratorium total bakteri coliform tinja yang terkandung di air
sungai yang sudah diolah diperkirakan sebesar 95/100 ml dan total bakteri
E.Coli sebesar 15/100ml. Kadar tersebut sudah melewati ambang kadar
maksimum yang diperbolehkan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI
No:461/MENKES/PER/IX/1990.
Berdasarkan penelitian dan data yang diperoleh nilai Risiko Atribut (AR)
sebesar 0,45 atau 45%, risiko atribut (attributable risk/AR) dapat diperoleh
dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok terpajan dan kelompok
angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai pemaparan oleh
faktor penyebab penyakit (atribut). sehingga dapat disimpulkan bahwa 45%
insidensi penyakit diare disebabkan oleh air sungai.
c. Pola Perilaku Masyarakat
Kebudayaan suatu masyarakat terkait erat dengan kondisi geografisnya.
Seperti yang diketahui bahwa masyarakat Kalimantan Selatan khususnya
yang tinggal di daerah pinggiran sungai menganut kebudayaan sungai.
Kebudayaan sungai di Kalimantan Selatan merupakan produk dari keluwesan,
114
pengalaman hidup dan adaptasi mereka dengan kehidupan di pinggiran atau
sepanjang bantaran sungai.
Masyarakat daerah tempat penelitian juga menganut kebudayaan sungai
yang mana kehidupan sehari-hari mereka sangat tergantung dengan sungai,
mereka melakukan kegiatan MCK (Mandi,Cuci dan Kakus) disana, bahkan
ada yang memakai air sungai untung menyikat giginya.
a. Mencuci pakaian b. Menyikat gigi
Gambar 4.4 kegiatan sehari-hari masyarakat yang tinggal di daerah sungai
(selasa, 20 oktober 2015 pukul : 10.00)
Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa dengan kegiatan yang sehari-
hari mereka lakukan akan berdampak buruk bagi kualitas air sungai itu sendiri.
Menurunnya kualitas air sungai juga akan berdampak kembali ke manusianya
khusunya berdampak bagi kesehatan masyarakat disekitar. Karena apa yang
mereka buang akan terakumulasi kembali dan kembali ke diri mereka sendiri.
Masyarakat daerah pinggiran sungai bahkan ada yang menggunakan air
sungai untuk kebutuhan air minum. Air baku air sungai yang telah ditampung
kemudian di tambahkan tawas, pada dasarnya tawas mampu untuk
menjernihkan air dan juga dapat menurunkan kadar E. Coli dan coliform tinja.
Berdasarkan Litbang_Depkes RI, 2006 ciri-ciri air yang layak minum diantaranya
yaitu air tidak mengandung unsur mikrobiologi yang membahayakan seperti
coliform tinja dan total coliform , pada hasil uji laboratorium air baku sungai yang
sudah diolah masih terdapat bakteri E. Coli dan coliform tinja, maka dapat
disimpulkan bahwa air sungai walaupun sudah diolah tetap tidak layak untuk di
konsumsi sebagai air minum. Hal ini akan berdampak bagi kesehatan manusia
itu sendiri.
115
4.2.2 Dampak Bagi Lingkungan dan Manusia
Lingkungan air sungai yang tercemar dengan adanya kegiatan sehari-hari
masnusia seperti MCK, dapat berakibat rusaknya ekosistem air sungai,sungai
menjadi kotor,tidak sedap dipandang dan berbau,selain itu sungai yang tercemar
juga menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme berbahaya. Apabila didalam air
sungai yang digunakan manusia terdapat mikroorganisme yang berbahaya
contohnya adalah E.coli dan coliform tinja maka pasti akan membahayakan
kesehatan manusia. Berdasarkan hasil penelitian dan dari data yag di dapat,
dilakukan perhitungan laju insidensi penyakit diare. Laju insidensi penyakit diare
di daerah tersebut sebesar 16,67 x 10-3 /6bulan. Dampak yang dirasakan
manusia ketika mengkonsumsi air yang mengandung bakteri patogen seperti E.
Coli dan coliform tinja yaitu dapat menyebabkan penyakit parah, infeksi sering
menyebabkan diare parah dan kram perut. Setelah tinja memasuki badan air, E-
coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondisi tertentu E-coli dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix
ginjal dan hati.
Penyakit diare sering dianggap penyakit yang kurang
membahayakan, padahal pada dasarnya penyakit diare dapat menyebabkan
dehidrasi hingga menyebabkan kematian. Gejala penyakit diare yang dirasakan
manusia antara lain sebagai berikut:
1. Sakit perut
2. Seringkali mual dan muntah
3. Buang air besar terus menerus
4. Nafsu makan berkurang
5. Demam tinggi
6. Terkadang terdapat darah pada tinja dan feses
7. Gejala lain dapat timbul seperti pegal pada punggung, dan perut berbunyi
116
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
◦ Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor
penyebab penyakit diare di daerah Desa Dalam Pagar kec. Martapura
yaitu kualitas air sungai yang buruk serta mengandung bakteri penyebab
diare yaitu E. Coli dan Coliform tinja yang melewati ambang batas baku
mutu sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI
No:461/MENKES/PER/IX/1990 dan pola perilaku masyarakat yang
menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti MCK (mandi,
cuci, kakus) bahkan ada yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan
air minum.
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk
mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan
117
populasi tidak terpapar. Bersadarkan penelitian dan data yang diperoleh
ini nilai risiko relatif (RR) sebesar 8,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
masyarakat yang tinggal di daerah sekitar pinggiran sungai memiliki risiko
terpapar penyakit diare 8,5 kali lebih besar dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak tinggal di daerah sekitar pinggiran sungai.
Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki
fase klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Laju insidensi dari suatu
penyakit tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan penduduk selama periode/kurun waktu tertentu. Dari hasil
penelitian dan dari data yang diperoleh didapat perhitungan laju insidensi
sebesar 16,67 x 10-3 /6bulan. Dapat disimpulkan bahwa laju insidensi
penyakit di daerah sekitar sungai adalah 16,67 x 10-3 /6bulan.
Risiko atribut (attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung
selisih angka insidensi kelompok terpajan dan kelompok angka insidensi
tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai pemaparan oleh faktor
penyebab penyakit (atribut). Berdasarkan penelitian dan hasil yang
didapat diperoleh hasil perhitungan risiko atribut sebesar 45%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa 45% insiden penyakit diare
disebabkan oleh air sungai.
4.3 Saran
8.1.1. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu lebih
ditingkatnya informasi dan penyuluhan mengenai penyakit diare
dan dampak apa saja yang dapat terjadi.
8.1.2. Adanya pengawasan disekitar alirann sungai untuk
menjaga masyarakat agar tidak melakukan kegiatan kegiatan
MCK (mandi, cuci, kakus) serta segala kegiatan yang mampu
mencemari air sungai karena apabila air tecemar maka kesehatan
manusia yang akhirnya akan terganggu.
8.1.3.
118
DAFTAR RUJUKAN
Achmad,R.2004.Kimia Lingkungan.Andi:Yogyakarta
Ahlquist D.A,and Camilleri M.2005.Diarrhea and Constipation.In:Harrison’s
Principles Of Internal Medicine 16th ed.McGraw Hill.USA
Amiruddin. Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan.
Makassar. Masagena Press: Yogyakarta.
Arya Wardana, Wisnu. 2001. Dampak pencemaran lingkungan. Penerbit Andi:
Yogyakarta.
Azwar Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara: Jakarta
Bonita, Beaglehole, dan Kjellström. 2006. Basic Epidemiology. World
Organitation Health: India.
Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Budioro.B. 2007. Pengantar Epidemiologi Edisi II. Badan Penerbit
UNDIP:Semarang.
Bustan, MN. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta: Jakarta
Depkes R.I.2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan
Penyakit Diare.
Ditjen PPM&PLP:Jakarta
Departemen Kesehatan R.I.2005. Rencana Strategi Departemen
Kesehatan.Depkes R.I:Jakarta
Dinfania. 2010. Epidemiologi dan Peranannya dalam Mengatasi Masalah
Kesehatan Masyarakat.
https://dinfannia.wordpress.com/2010/10/18/epidemiologi-dan- peranannya-
dalam-mengatasi-
masalah-kesehatan-masyarakat/
Diakses pada tanggal 6 November 2015.
Effendi, H., ( 2003 ) Telaah Kualitas Air.Kanisius:Yogyakarta
Fardiaz,S.1992.Mikrobiologi Pangan I.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
Gordis,L.2004.Epidemiologi 3rd Edition.Elsivier Sounders:Philadelphia
Hasan R., Atalas H., 1985. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas
Indonesia ed. ke-11. Infomedika Jakarta:Jakarta
119
Kasjono, Heru Subaris, Heldhi B. Kristiawan. 2009. Intisari Epidemiologi. Mitra
Cendikiawan Press: Yogyakarta.
Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E., 2006. Nelson Essentials of
Pediatric. 5th ed.Elsevier Saunders:Philadelphia
Kristiani, Widya. 2010. Definisi Epidemiologi Menurut Para Ahli.
http://widyakristianidory.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 6 November 2015.
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum.Puspa
Swara:Jakarta
Magnus, Manya. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Terjemahan
Fema Solekhah Belawati, Palupi Widyastuti, dan Andri Lukman. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Morton, Richard F. et all.2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Statitiska Edisi
5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Murti, Bhisma. 2011. Pengantar Epidemiologi. Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret. Surakarta
Ngastiyah,2003.Perawatan Anak Sakit,EGC:Jakarta
Purnawinadi, Gede. 2014. Konsep Dasar Timbulnya Penyakit.
http://purnawinadi.blogspot.com/2014/11/konsep-dasar-timbulnya-
penyakit.html Diakses pada tanggal 6 November 2015.
Ryadi, A.L. Slamet, T. Wijayanti. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Penerbit
Salemba Medika : Jakarta.
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian
Universitas Sumatera Utara Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun
2003. Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara: Medan
Suharyono, 1986. Diare Akut. Dalam: Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-
Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga
Tahun 2003. Program Pascasarjana.Universitas Sumatera Utara:Medan
Suharyono, 1991, Diare Akut Klinik dan Laboratorik, hal. 1-23, Rineka Cipta,
Jakarta.
Sutoto, 1992. Pemberantasan Penyakit Diare Dalam Repelita V, Depkes. Dalam:
120
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara:Medan
Sutrisno, Totok C. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta
Wardhana, W., Arya., (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta :
Andi Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidimiologi, Penularan, Pencegahan Dan
Pemberantasannya.Erlangga:Jakarta
121
INDEKS
A
asosiasi · 4, 5, 6, 9, 19, 23
Attributable risk · 17, 23
D
dikotom. · 12
E
eksposur · 4, 19
etiologi · 14, 17
eutrofikasi · 19
I
Intervensi · 16
ISPA. · 13
K
Kohort · 6
L
Laju Insidensi · 3, 13, 14, 18
M
morbiditas · 15
P
PM 10. · 15
Prevalens · 3, 16
probabilitas risiko · 13
R
Rasio Odds · 3, 4, 9, 10, 11, 12, 23
rate · 13, 14, 17
ratio · 6, 7, 10, 11, 12, 20
retrospektif · 10, 11
Risiko relatif · 4, 6, 23
W
WHO · 15
122
LAMPIRAN
4.1.2 Laju Insidensi
Laju insidensi penyakit diare pada masyarakat yang tinggal di daerah sekitar
sungai.
Laju insidensi = jumlah penduduk terpapar
jumlah seluruh penduduk
Laju insidensi = 520
31.182
= 0,01667
= 16,67 x 10-3 /6bulan
Kesimpulan:
Dari data yang didapat, laju insidensi penyakit diare di daerah sekitar sungai
mempunyai nilai 16,67 x 10-3 /6bulan.
4.1.3 Risiko Atribut / Atribut Risk (AR)
Hubungan antara pemakai air sungai dengan penyakit diare
1. Dari 200 orang yang tinggal di daerah pinggiran sungai, sebanyak 102 orang
terpapar penyakit diare.
Besar Risiko = 102 / 200
= 0,51
2. Dari 200 orang yang tinggal di daerah bukan pinggiran suungai, sebanyak 12
orang terpapar penyakit diare.
Besar Risiko = 12 / 200
123
= 0,06
3. Risiko Atribut sebesar 0,51 – 0,06 = 0,45. Dari perhitungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebesar 45% insidensi diare disebabkan oleh air sungai.
124
HASIL PEMERIKSAAN KUALITAS AIR
No : 286 / LKA / B.D / X / 2015
I. DATA SAMPEL
1. Kode Sampel : Bakteriologis ( B )
2. Nama Sampel : Air Baku
3. Jenis Pemeriksaan : Bakteriologis Air
4. Jenis Sampel : Air Bersih (AB)
II. DATA ASAL SAMPEL
1. Pengambil Sampel : M. Ari Purnadi
2. Jumlah Sampel : 1 (satu) Botol 3. Nomor Lab & Hari, Tanggal : 286 B.D /15 & Senin, 26 Oktober 2015
4. Tempat Sampling : An. Air Baku (Air Sungai), Desa Dalam Pagar
Kabupaten Banjar
III. HASIL PEMERIKSAN :
Bakteriologis Air :
Parameter Bakteriologis Yang Diperiksa
EC Broth Perkiraan
Terdekat / 100 ml Kadar MaksimumYang
Diperbolehkan *)
Total Coliform ( 37º C )
3/3 3/3 1/3 271 50
Total E.Coli ( 44 º C ) 3/3 2/3 1/3 95 50
*) Peraturan Menteri Kesehatan R.INo : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 5 September 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas AirBersih *) Hasil analisis tersebut berlaku untuk sampel yang kami terima di laboratorium
Martapura, 05 Nopember 2015. Kepala UPT. Laboratorium Kesehatan Air Kabupaten Banjar
125
Hj. Yuliarty, SKM, MM NIP. 19710706 199203 2 008
HASIL PEMERIKSAAN KUALITAS AIR
No : 287 / LKA / B.D / X / 2015
I. DATA SAMPEL
1. Kode Sampel : Bakteriologis ( B )
2. Nama Sampel : Air Baku
3. Jenis Pemeriksaan : Bakteriologis Air
4. Jenis Sampel : Air Bersih (AB)
II. DATA ASAL SAMPEL
1. Pengambil Sampel : M. Ari Purnadi
2. Jumlah Sampel : 1 (satu) Botol 3. Nomor Lab & Hari, Tanggal : 287 B.D /15 & Senin, 26 Oktober 2015
4. Tempat Sampling : An. Air Baku (Air diolah), Desa Dalam Pagar
Kabupaten Banjar
III. HASIL PEMERIKSAN :
Bakteriologis Air :
Parameter Bakteriologis
Yang Diperiksa EC Broth
Perkiraan
Terdekat / 100 ml Kadar MaksimumYang
Diperbolehkan *)
Total Coliform ( 37º C )
3/3 2/3 1/3 95 50
126
Total E.Coli ( 44 º C ) 2/3 1/3 0/3 15 50
*) Peraturan Menteri Kesehatan R.INo : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 5 September 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas AirBersih *) Hasil analisis tersebut berlaku untuk sampel yang kami terima di laboratorium
Martapura, 05 Nopember 2015. Kepala UPT. Laboratorium Kesehatan Air Kabupaten Banjar Hj. Yuliarty, SKM, MM NIP. 19710706 199203 2 008
127
LAMPIRAN KUISIONER
1. Berapa jumlah bakteri E. Coli dan Coliform yang maksimal diperbolehkan dan
tidak melewati ambang batas?
a. 80 / 100 ml
b. 70 / 100 ml
c. 50 / 100 ml
d. 65 / 100 ml
e. 95 / 100 ml
2. Berapa hasil perhitungan risiko relative hubungan antara masyarakat dan
penyakit diare berdasarkan penelitian yang dilakukan?
a. 8,5
b. 10
c. 5
d. 8
e. 7
3. Berapa risiko atribut hubungan antara pemakai air sungai dengan penyakit
diare berdasarkan penelitian yang dilakukan?
a. 45 %
b. 50 %
c. 35 %
d. 60 %
e. 55 %
4. Berapa besar laju insidensi penyakit diare berdasarkan penelitian yang
dilakukan?
a. 2.3 x 10-4
b. 1.67 x 10-3
c. 1.5 x 10-3
d. 1.67 x 10-5
e. 2.3 x 10-3
128
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan apasaja yang menjadi faktor penyebab
penyakit diare?
a. Kualitas air dan kualitas tanah yang buruk
b. Kualitas tanah dan kualitas udara yang buruk
c. Kualitas air dan pola prilaku masyarakat yang buruk
d. Pembakaran hutan dank abut asap
e. Kbut asap dan banjir
Recommended