View
1.100
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
Anak Jalanan Dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan
Suatu Analisa pada Profile Anak Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan Yayasan Merah Merdeka, Surabaya
Periode Tahun 1997 - 2003
SKRIPSI
Diajukan kepada Biro Skripsi Program Sarjana Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Terpadu Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Missiologi dan Pembangunan Masyarakat
SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERPADU
Oleh
Antonius Handono Jalu NIM: MS.00.11.007.S
Sekolah Tinggi Agama Kristen Terpadu
Salatiga
2005
KATA PENGANTAR
Permasalahan antara Karya Penginjilan (kerygma) dengan karya pelayanan sosial
(diakonia) merupakan kajian yang menarik. Menarik, karena ada keresahan anggapan
bahwa karya sosial tidak lain merupakan salah satu alternatif dari karya penginjilan, atau
sebagai cara atau sarana untuk menarik orang masuk ke dalam dan menjadi anggota
gereja.
Skripsi yang berjudul : Anak Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan
Anak Jalanan : Suatu Studi Analisa pada Profile Anak Jalanan dan Upaya
Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan Yayasan Merah Merdeka (YMM),
Surabaya. Tulisan ini mengandung kajian mengenai karya penginjilan dan pelayanan
sosial gereja berberbentuk lembaga. Penginjilan dan pelayanan sosial merupakan
perwujudan cinta kasih yang nyata terhadap anak jalanan yang miskin, menderita,
terasing, dan tertawan. Untuk memahami bagaimana Yayasan Merah Merdeka (YMM)
dalam pelayanan sosial terhadap anak jalanan, maka dalam penulisan akan diungkap
mengenai profile anak jalanan permasalahan yang dihadapi anak jalanan dan bagaimana
konsep penanggulanganya, serta gambaran umum lembaga sebagai pemahaman awal
yang akan digunakan sebagai landasan bepikir dan menganalisa setiap temuan dalam
penelitian.
Dari deskripsi dan analisis persoalan dari bab per bab akan menjawab Profil
anak-anak jalanan yang ditangani oleh YMM dan Konsep upaya penanggulangan
permasalahan anak jalanan yang dilakukan oleh YMM.
Dalam proses penulisan, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bp. Wahyudi
Triwiyanto, M.A yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan tugas kelembagaan
dan kepartaian, untuk memberikan saran , kritik dan motivasi bagi penulisan skripsi ini.
Ucapan terimaksih juga kepada Bp. Ir. Bambang Haryono sebagai dosesn pembimbing
dalam memberikan saran teologis pada skiripsi ini. Penulis mengucapkan teriamaksih
kepada penaggung jawab YMM (Rm.Gani Soekarsono, CM) , atas penerimaan dan
kesempatan mengamati kehidupan anak jalanan dan pelayanannya. Dan tak lupa, kepada
pengurus harian YMM ( Agus Maly, Casper, Tantri, Sari) dan relawan-relawan YMM
yang tak mungkin disebutkan satu per satu.
i
Terimaksih pula kepada Sekolah Tinggi Agama Kristen Terpadu yang telah
memberi kesempatan untuk bersekolah dan memberi kesempatan untuk penelitian. Tidak
lupa kepada teman yang teramat setia yang telah memberi semangat kepada penulis
dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini disadari memang masih banyak memiliki kekurangan dan
ketidaksempurnan dalam penulisan. Oleh sebab itu saran, tanggapan dan kritik dari
pembaca dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas bagi karya tulis dikemudian hari.
Penulsi berharap tulisan ini tidak hanya menjadi berkat, juga sekaligus mengangkat
keberadaan dan kehidupan anak jalanan yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang
dari semua pihak.
Penulis
.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi
Halaman Pengesahan.
Kata Pengantar i
Daftar table iii
Daftar Gambar iv
Bab I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang Masalah 1
1.2.Masalah dan Perumusan Masalah 7
1.3.Tujuan Penulisan 7
1.4.Metode Penulisan
1.4.1. Metode Penulisan 7
1.4.2. Proses Penulisan
1.4.2.1. Waktu 8
1.4.2.2. Tempat 8
1.4.2.3. Pengumpulan data 9
1.4.2.4. Profile 10
1.4.2.5. Analisa 11
1.5. Sistematika penulisan. 12
Bab II. Landasan Teori
2.1. Anak Jalanan
2.1.1. Pengertian anak jalanan 13
2.1.2. Jumlah anak jalanan 17
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab - Penarik Munculnya Anak Jalanan
2.1.3.1. Faktor Eksternal 18
2.1.3.2. Faktor internal 28
2.1.4. Kategori / Karakteristik anak jalanan 31
2.1.5. Kegiatan anak jalanan
2.1.5.1. Aktivitas Ekonomi 35
2.1.5.2. Pengunaan Penghasilan 36
2.1.6. Permasalahan dan Ancaman yang Dihadapi Anak Jalanan
2.1.6.1. Pandangan Negatif Masyarakat. 37
2.1.6.2. Kriminalitas 38
2.1.6.3. Eksploitasi berlapis 39
2.1.6.4. Ganguan kesehatan 40
2.1.6.5. Legalitas 41
2.2. Konsep Upaya Penaggulangan Masalah Anak Jalanan
2.2.1. Konsep Hukum 43
2.2.2. Tujuan dan Sasaran 44
2.2.3. Kebijaksanaan 44
2.2.4. Strategi Program 45
2.3. Kendala yang Dihadapi 55
2.4. Kriteria Keberhasilan 57
BAB III. Gambaran Umum Lembaga
3.1. Latar Belakang Sejarah 58
3.2. Falsafah dan Tujuan Lembaga 60
3.3. Struktur dan Pembagian Tugas 61
3.4. Jenis Kegiatan
3.4.1. Bidang Komunikasi 61
3.4.2. Bidang Program 62
3.4.3. Bidang Pendanaan 63
3.5. Basis Pendampingan
3.5.1. RSAJ (Rumah Singgah Anak Jalanan) 63
3.5.2. Sanggar Belajar Jagir 70
3.5.3. Sanggar Belajar Simo 74
3.5.4. Basis Kali Mier 76
Bab IV. Hasil Penelitian dan Analisa
4.1. Indentitas Pekerja sosial YMM 77
4.2. Profiles Anak Jalanan Binaan YMM
4.2.1. Indentitas 81
4.2.2. Faktor penyebab-penarik 84
4.2.3. Kategori/Karakteristik 98
4.2.4. Permasalahan 101
4.3. Upaya Penanganan Anak Jalanan oleh YMM
4.3.1. Assesstment /Ketertarikan 110
4.3.2. Permasalahan 111
4.3.3. Kebutuhan 112
4.3.4. Potensi 112
4.4. Rumah Singgah
4.4.1. Peranan Street Educator 114
4.4.2. Program
4.4.2.1. Street Based 120
4.4.2.2. Centred Based 121
4.4.2.3. Family and community Based 123
4.5. Keberhasilan-Kegagalan
4.5.1. Keberhasilan secara umum 125
4.5.2. Keberhasilan secara Khusus 126
4.6. Hambatan dan Permasalahan Proses Penanganan 135
Bab V. Penutup
5.1. Kesimpulan 139
5.2. Saran 142
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.6 : Permasalahan yang Dihadapi Anak Jalanan 41
Tabel 2.4 : Karakteristik dan Upaya Penanganan Anak Jalanan 52
Tabel 4.2.1 : Indetitas Anak Jalanan Binaan YMM 83
Tabel 4.2.2 : Faktor Eksternal Penyebab-Penarik 86
Tabel 4.2.2.1 : Analisa Faktor Penyebab-Penarik Eksternal 96
Tabel 4.2.3 : Analisa Kategori / Karakteristik Anak Jalanan Binaan YMM 99
Tabel 4.4.1 : Peranan Pekerja Sosial Yayasan Merah Merdeka 117
Tabel 4.5.2.1 : Keberhasilan Pendekatan terhadap Anak-Anak Jalanan yang Dibina
YMM 128
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.3.1.1 : Lingkungan Sosial Anak Jalanan 19
Gambar 2.1.3.1.2 : Proses Tahapan Menjadi Anak Jalanan 20
Gambar 2.2 : Alur Pelayanan untuk anak jalanan 54
1v
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI : Anak Jalanan Dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan; Suatu Analisa pada Profile Anak Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan Yayasan Merah Merdeka, Surabaya
Periode Tahun 1997 - 2003
NAMA MAHASISWA: Antonius Handono Jalu. NIM : MS.0011.007.S
PROGRAM STUDI : (S-1) MISI DAN PEMBANGUNAN
MENYETUJUI
WAHYUDI TRIWIYANTO, M.A IR. BAMBANG HARYONO, M.A PEMBIMBING I PEMBIMBING II PENGUJI I PENGUJI II
MENGETAHUI
Ir. BAMBANG HARYONO, M.Si KETUA STAK TERPADU PESAT
DIPERIKSA TANGGAL :..........................
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Gerakan perkabaran Injil bersumber dari amanat Agung Tuhan Yesus1
diyakini sebagai tanggung jawab pengikutNya2 (Arie de kuiper, 1993:77-78).
Conterisus melihat perumusan-perumusan yang berbeda-beda itu membenarkan
bahwa Perjanjian Baru tidak memutar ulang rekaman dari Sabda Yesus, melainkan
menyajikan suatu perwartaan yang hidup (2001:80). Ia mengungkapkan bahwa
fokus dari pewartaan Perjanjian Baru adalah kabar gembira tentang “Kerajaan
Allah”, yang hadir dalam diri Yesus sebagai penyelamat universal di tengah segala
bangsa. Hal ini menjadi dasar atau landasan bagi misi itu sendiri (Ibid:83).
Banawiratmaja mengemukakan bahwa kerajaan Allah dalam hidup
gereja yang “fungsional”, memiliki aspek eskatologis, soteriologis, kristologis,
dan teologis. 3 Sehingga tugas-tugas pengutusan injili-sebagaimana nampak dalam
1 . (Matius 28:19-20. Markus 16:15-20;Lukas 24:44-49; Yohanes 20;21-23;Kis:8) 2 Misiologi sebagai reflesksi terhadap amanat Allah (missio dei) dengan demikian merupakan refleksi terhadap amanat Allah kepada gereja-gereja di seluruh dunia agar melayani dunia ini dalam kertegantungan kepada Roh kudus degan menyampaikan Injil dengan keutuhanya,baik secara perkataan maupun dalam perbuatan kepada seluruh umat manusia dan mempertanggungjawabkan secara kritis ilimiah mengenai praduga, motif, struktur, metode, pola, hubungan dan kebijakan gereja dengan memenuhi amanat itu (Yewangoe. A, 1997:21) 3 A) Aspek Ekskatologis, Kerajaan Allah merupakan tindakan Allah yang mempunyai ciri eskatoligis-transenden. Kerajaan Allah tidak dapat diindentifikasikan dengan suatu pemenuhan hukum ataupun suatu teokrasi politis di dunia ini. Kerajaan Allah itu memang sudah datang, dan sekarang ini secara dimanis mewujudkan diri menuju kepenuhannya. Namun harapan kristiani bukanlah dalih untuk lari dari masalah –masalah dunia sekarang ini,. Sebaliknya, iman harapan akan Kerajaan Allah ini terwujud dalam keprihatinan dan keterlibatan menangani dunia ini. B) Aspek Soteriologis, kalau Allah meraja, maka keselamatan bukanlah hanya keselamatan manusialah yang diperhatikan . Keselamatan bukan hanya keselamatan rohani saja, Melainkan menyangkut keselamatan manusia dengan dimensi jasmaniah dan sosialnya. Kerajaan Allah itu hadir dalam hidup Yesus sebagai kuasa kasih allah yang menyembuhkan, yang mengukuhkan dan membawa pemenuhan manusiawi, Kuasa kasih Allah bagi semua orang dilaksananakan dengan mengutamakan mereka yang menderita , “orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk 7:22) Hidup dan tugas perutusan Yesus dilukiskan dengan kata-kata:”Roh Tuhan ada diatas Ku.leh sebab itu Ia telah mengurapi Aku untuk meyampaikan kabar baik baik kepada orang miskin; dan Ia telah emngutus aku untuk memberukan pekbebsan bagi orang misin ; dan Ia mengutus aku memberi pembebasan bagi orang-orang tahanan, dan pengelihatan beagi orang-orang buta. Untuk membebaskan orang yang tertindas, untuk memberitakn bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang “ (Luk 4:18-19; Bdk., Yes 61:1-2).. C)Aspek Kristologis, Kerajaan Allah erat hubungannya dengan dengan pribadiNya, Apa yang dikatakan dan dikerjakan Yesus, apa yang menyebabkan dia disalib secara definitif. d) Aspek Teologis ; pemakluman Yesus mengenai Kerajaan Allah Kristus mewahyukan secara baru ketritunggalan Allah itu dan respon murid Kristus damam terus menerus menemukan daya Pendahuluan 1
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
hidup Yesus. Oleh karenanya Gereja terpanggil untuk untuk berdiri pada pihak
kaum miskin, untuk mewujudkan tuntutan keadilan mereka dalam rangka
kesejahteraan bersama.
Misi Gereja perlu memperhatikan usaha pembebasan terhadap segala
penderitaan umat manusia. Suatu misi yang tidak memperhatikan hal ini, agaknya
kurang relevan dengan segala perkembangan sosial yang timbul dewasa ini
apabila dibandingkan dengan amanat alkitab itu sendiri. Hal ini sampaikan pada
sidang Raya ke VIII DGI di Pemantang Siantar (1971) yang memahami Injil
sebagai kabar pembebasan4 (Lukas.4:18-19). (Yewangoe.A, 1192:17).
Misiologi mestilah mempelajari dan menjelaskan hubungan antara misi,
evangelisasi, dan pembangunan. Istilah “pembangunan” disini memiliki arti luas
karena ia mencakup pembebasan dari belengu dan penindasan, dari kelaparan, dari
eksploitasi, dari pemiskinan ekonomi, pemulihan kebebasan bagi manusia, dari
determinasi diri, pemberiah upah yang adil, penegakan atas tanah, hak-hak dalam
bidang politik, dsb. Misi keprihatinan ini bukan hanya bersifat karikatif melainkan
lebih mengarah pada pembangunan dan pengembangan sosial ekonomi: yang
berorientasi ke depan, mengukuhkan mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri ,
percaya pada diri sendiri , bertanggung jawab sendiri dan berdisiplin murni,
sebagai perwujudan cinta kasih yang nyata kepada sesama manusia. ( Conterius
W.D:2001:101).
Menurut Conterius perwujudan misi keterlibatan gereja terhadap pelayanan
sosial nampak dalam enam model aktifitas sosial, seperti; (ibid: 122-125)
1. Model Belas Kasihan – Donasi Pemberian bantuan sebagai ujud rasa belas kasihan terhadap mereka yang miskin dan menderita. Seperti, sembako, modal, pakaian,dll. 2. Model Lembaga atau Institusi Pendirian Lembaga atau institusi, seperti; Lembaga kesehatan, lembaga pendidikan, lembaga pemberdayaan , dan lembaga perlindungan:
Roh kudus dimanapun, bersama siapapun dalam kesanggupan dialog kristis dan mengiring untuk membangun suatu persaudaraan dengan semua orang. 4 Pembebasan berarti partisipasi aktif, kritis, realistis dan positif dalam pembangunan nasional atau pengamalan terhadap pancasila. Kata “Pembebasan” dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai konotasi yang kurang menguntungkan. Menurut C.G. Arevalo kata “pembangunan:” di dunia ketiga justru sangat membebaskan. Hal ini berakar dalam pemahamanan mengenai kristus sebagai akar segala pendekatan manusiawi yang jujur terhadap kebenaran, nilai-nilai manusiawi, kebudayaan yang tulen, dan pembangunan yang tulen , dan pembangunan manusia yang sejati. (dalam Yewangoe, 1997:17) Pendahuluan 2
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3. Model In put. Pendirian proyek inovasi di bidang perikanan, peternakan, dan perikanan.. Tujuannya
meningkatkan taraf hidup rakyat kecil, 4. Model Menentang Struktur Pengorganisasian rakyat kecil untuk melawan struktur yang menindas hak azasi Mereka. Kencendrungan pendekatannya adalah dengan marxisme. 5. Model Perjuangan keadilan sosial dan perdamaian Model ini dipakai oleh organisasi-organisasi sosial agar orang kecil berhak atas Hidup yang layak dan sejahtera. 6. Model partisipasi dan solidaritas Upaya pemberdayaan orang kecil untuk dapat membebaskan dirinya dari kekurangan yang ada yang melanda dalam segala hal. Model ini memerlukan banyak kesabaran yang berkaitan dengan tenaga dan waktu.
Bambang Budijanto (pendiri dan penanggung jawab Yayasan PESAT),
beliau mengungkap keperihatinan beliau terhadap misiologi dan permasalahan
yang dihadapi di pedesaan. Ia mengemukakan bahwa desa indentik dengan
kemiskinan, kebodohan, atau keterbelakangan dan konotasi negatif lainnya. Ia
menghimbau Lembaga-lembaga kristen dan non kristen yang begerak dalam
pelayanan di pedesaan membutuhkan bentuk pelayanan yang seutuhnya atau
holistik5 (.(1994:55-56).
Disisi lain Herlianto mengamati ketimpangan sosial antara pembangunan
pedesaan dan pembangunan perkotaan. Menurutnya pembangunan perkotaan yang
berkembang, maju dan modern memberi dampak pada arus barisan kaum urban
yang berkualitas rendah dari desa-desa. Keberadaan dan kehadiran mereka di
lingkungan perkotaan, membuat mereka semakin diposisikan dan terjebak pada
lingkaran kemiskinan yang membuat mereka sulit untuk keluar. Situasi ini
kemudian membentuk budaya kemiskinan. Komunitas mereka sering disebut
gepeng atau gelandangan, termasuk didalamnya adalah anak-anak jalanan.
5 Kata “Holistik” berasal dari kata ‘Whole’ (inggris) –artinya: sepenuhnya/seluruhnya. Dengan begitu pelayanan holistik adalah pelayanan yang memandang, memahami, mendekati dan memperlakukan manusia sebagai satu keseluruhan yang utuh. Ini mengasumsikan sebuah pengakuan hakikat manusia memang terdiri atas unsur-unsur dan aspek-aspek yang berbeda-beda (multi dimensional)-Dimensi fisik/psikis/spritual/; Dimensi individualitas/sosialitas;Dimensi kekinian/keakanan;Dimensi manusia/lingkungan. Tujauannya memulihkan keserasian dan keseimbangan antar dimensi memulihkan harkat, martabat, dan kesejahteraan manusia sebagaimana yang Allah kehendaki. (Dharmaputera.E, dalam Budijanto.B (ed),1994:41-49). Pendahuluan 3
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Menurutnya pelayanan terhadap mereka dibutuhkan suatu pelayanan seutuhnya 6.
Pelayanan yang bersifat Penyadaran, Pertolongan, Pengembangan,
Pendampingan, dan Pembebasan (1998:145).
Anak7 Jalanan8 adalah anak-anak yang hidup atau bekerja di jalan.
Motivasi mereka turun adalah faktor ekonomi, baik untuk dirinya ataupun
keluarganya. Disisi lain mereka mengahadapi permasalahan-permasalahan dan
ancaman dari pandangan negatif masyarakat. Di sisi lain mereka mengalami
tindakan kekerasan, penindasan, ekspolitasi seksual, semakin renggangnya
hubungan dengan orang tua, putusnya kesempatan pendidikan, hilangnya status
hidupnya sebagai manusia, ganguan kesehatan, penyimpangan prilaku dan
tindakan kriminalitas. (Sri Sanituti dan Bagong (ed) ,1999: 20).
Pemposisian dan pengkondiaan mereka pada sturuktur masyarkat yang
paling terendah, telah menjadikan sebuah bentuk budaya dengan aturan, norma,
hukum dan way of life yang mereka buat sendri.Budaya yang tercipta dan
berkembang di anak jalanan ini kemudian menjadi masalah dengan budaya yang
sudah berlaku dimasyarakat sekitar, sebagai contoh; perihal ketertiban, kesopanan,
kebersihan, keamanan, dan kedisiplinan (5K). 9
Anak jalanan sebagai anak termasuk sebagai anak rawan. Dalam arti kata,
mereka menjadi korban atas situasi di lingkungan hidupnya seperti kemiskinan
keluarga, konflik orang tua, daya tarik pekerjaan anak jalanan, kemiskinan
stuktural, dan lain-lain.
6 Herlianto mengungkapkan hubungan keduanya pada tujuan bersama untuk menjangkau manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Serta manusia yang mempunyai kaitan-kaitan sosial, budaya, ekonomi, hukum, politik dengan lingkungannya (Herlianto, 1998:108). 7 Istilah “anak” dipakai untuk menunjuk sebuah pertumbuhan usia yang relatif masih dini. (Usia dini atau di bawah umur kurang dari 18 tahun). Pertumbuhan anak nantinya akan berkembang menjadi manusia dewasa yang matang. Manusia yang sanggup dan mampu mengurus dirinya sendiri, tidak senantiasa bergantung kepada orang lain dan tidak menimbulkan permasalah sosial bagi keluarga, kelompok atau masyarakatnya (Gunarsa. S,1985:16). 8 Jalanan merupakan tempat kerja yang kejam dan membahayakan kehidupan anak-anak. Eksploitasi, kekerasan yang mengerikan, mencekam dan merendahkan martabat manusia atau bahkan menghilangkan nyawa sering dialami anak-anak jalanan. ( Yayasan Setara, 12/05/2000: 1). 9 Dalam Rm.Gani Soekarsono, Artikel: Potret Kecil di Pinggiran jalan: Anak-anak Jalanan mengais Hak-hak mereka Pendahuluan 4
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Yesus sendiripun memberi perhatian khusus memandang keberadaan anak
sebagai pribadi yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang, bahkan Ia
menggunakan istilah”anak” sebagai simbol kemurnian, kejujuran, kerendahan hati
dan ketergantungan. Nilai-nilai hidup dalam anak kecil ini menjadi prasyarat
menjadi bagian dalam Kerajaan Allah10.
Pembelaan dan kecaman Yesus terhadap bentuk-bentuk kekerasan dan
eksploitasi yang merusak keperibadian anak dan memanfaatkan mereka untuk
kepentingan orang dewasa.11
Proses perkembangan kepribadian anak menurut filsuf Inggris bernama
John Locke (1632-1704) dipengaruhi oleh pengalaman pendidikan. Menurutnya
. Isi kepribadian anak yang dilahirkan diibarat seperti secarik kertas yang masih
bersih. Jadi bagaimana goresan yang meninggalkan jejak pada kertas itu,
menentukan bagaimana kertas itu jadinya, baik ujud dan ragamnya., ketika
seorang anak dilahirkan ia adalah pribadi yang bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Orang tua menjadi tokoh
penting yang mengatur rangsangan-rangsangan dalam mengisi “secarik kertas itu”. 12 Sedangkan seorang Filsuf Perancis , Jean Jacques Rousseu (1712-1778)
berasumsi bahwa seseorang yang dilahirkan mempunyai dasar moral yang baik
(istilah: noble savage). Ia melihat faktor dunia dalam atau faktor keturunan yang
penting terhadap isi kejiwaan dan gambaran kepribadian seseorang.
(Gunarsa.S,1985: 17).
Pelayanan yang seutuhnya terhadap anak jalanan adalah pelayanan yang
memandang, memahami, mendekati dan memperlakukan anak jalanan sebagai
satu keseluruhan yang utuh. Ini mengasumsikan sebuah pengakuan hakikat
manusia memang terdiri atas unsur-unsur dan aspek-aspek yang berbeda-beda
10 ...” lalu orang-orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakan tanganNya atas mereka dan mendoakan mereka:akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus berkata, “Biarkanlah anak-anak itu , jangan menghalang-halangi mereka datang kepadaKu: Sebab orang yang seperti itulah yang mempunyai Kerajaan Sorga” (matius 19:13-14). 11 “Barang siapa yang menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang kedalam laut” (Markus 9:42). 12 Ia memperkenalkan teori “tabu rasa” untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak, Pendahuluan 5
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
(multi dimensional)13 Tujauannya untuk memulihkan keserasian dan keseimbangan
antar dimensi, memulihkan harkat (kehormatan), martabat (harga diri) dan
kesejahteraan manusia sebagaimana yang Allah kehendaki. Oleh karena itu,
mereka membutuhkan dan berharap adanya perlindungan, pembelaan, pemulihan
dan pemberdayaan atas musibah yang mereka alami, agar mereka dapat diterima
dan diakui martabat manusiawinya dan memperoleh kembali hak-haknya.14
Pemerintah, LSM, institusi keagamaan dan masyarakat sudah berupaya
melakukan berbagai program pendekatan terhadap permasalahan anak jalanan
ini.Misi keterlibatan ini menunjukan perlunya tindakan konkrit (Kompas , 24 Juli
2001:28). Pendekatan ini bukan hanya pendekatan yang bersifat karikatif
(sementara), melainkan lebih bersifat lintas sektoral, terpadu, komprehensif (luas)
dan holistik (utuh). Pendekatan ini bersifat objektif melihat masalah, kebutuhan
dan potensi yang dimiliki oleh setiap pribadi anak jalanan (Depsos,1998:7)
Salah satu bentuk misi sosial Gereja Katolik dalam penanganan terhadap
permasalahan anak jalanan dalam bentuk lembaga sosial. Yayasan Merah Merdeka
adalah Perpanjangan misi sosial Gereja dalam proses pelayanan terhadap anak
jalanan. Misi keterlibatan lembaga ini mengupayakan pendekatan yang tidak hanya
sekedar pendekatan karikatif namun diupayakan usaha pelayanan yang luas, utuh
dan menyeluruh. Pendekatan pogram-program yang dibentuk dan berjalan
melayani perlindungan, pembelaan, pemulihan, pengembangan, pemberdayaan
dan pencegahan. Dalam pelaksanaan perlu proses kerjasama dengan gereja, aparat
pemerintah, kepolisian, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, Lembaga
kesehatan, LSM, keluarga dan masyarakat. Hal ini akan membantu keberhasilan
proses pelayanan terhadap penerimaan dan pengakuan hak-martabat yang lebih
baik.
13 Dimensi fisik/psikis/spritual/;Dimensi individualitas/sosialitas;Dimensi kekinian/keakanan; Dimensi manusia/lingkungan. 14 Dalam CRC (Konvensi Hak Anak) PBB, Indonesia ikut meratifikasikannya dalam Kepres No.38 25 Agustus 1990 yang berisikan empat kategori hak anak, yakni;
1. Hak kelangsungan hidup (survival rights) :hak memperoleh pelayanan kesehatan dan terhindar dari penyakit mematikan.
2. hak berkembang (Developmental rights); Hak kelangsungan pendidikan, mengolah sosial-budaya, indetitas, dan bermartabat.
3. hak memperoleh perlindungan (proctection rights);perlindungan dari diskriminasi, kekerasan, warna kulit, ideology, politik, agama, dan fisik.
4. Hak untuk berpartisipasi (participation rights) dalam berbagai keputusan yang menyangkut kepentingan hidupnya. (Hartiningsih, artikel: Konvensi Hak Anak PBB).
Pendahuluan 6
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Karya misi yang dilakukan oleh Yayasan Merah Merdeka terhadap
penanganan permasalahan anak jalanan menjadi menarik untuk dikaji dalam
bentuk karya tulis. Pokok penulisan yang dipilih adalah Anak Jalanan dan Upaya
Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan: Suatu Analisa pada Profile Anak
Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan Yayasan Merah
Merdeka, Surabaya (Periode Tahun 1997 – 2003).
1.2. Masalah dan Perumusan Masalah
Kompleksitas karakteristik dan penyebab masalah yang dihadapi anak-
anak jalanan Yayasan Merah Merdeka (YMM) serta pilihan program-program
pendekatan (intervensi) bersumber dari permasalahan, kebutuhan dan potensi
yang dimiliki anak jalanan tersebut (Lebih lengkap dibahas pada Bab IV).
Berdasarkan hal itu, penulis mencoba mengambarkan dan menguraikan
secara sistematis berkaitan dengan anak jalanan ,pemasalahannya, kebutuhannya
dan upaya penaggulangan anak jalanan yakni;
1. Bagaimanakah profile lembaga dan anak-anak jalanan yang ditangani oleh
YMM
2. Bagaimanakah konsep dan program penanggulangan permasalahan anak
jalanan yang dilakukan oleh YMM
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yang hendak dicapai adalah;
1. Ingin mengetahui gambaran lembaga dan profile anak-anak jalanan yang
ditangani oleh YMM.
2. Ingin mengetahui konsep dan program penaggulangan permasalahan anak
jalanan yang dilakukan oleh YMM.
1.4. Metode Penulisan
1.4.1. Metode Penulisan
Metode penulisan mengunakan metode deskriptif, yaitu metode yang
meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu
peristiwa pada masa sekarang. Mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat,
tatacara yang berlaku dalam masyarkat, serta situasi-situasi tertentu termasuk
Pendahuluan 7
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
tentang hubungan kegiatan-kegiatan , pandangan-pandangan, serta proses yang
sedang berlangsung. (Natsir, 1998:63,64).
Jenis penelitan yang digunakan adalah grounded research adalah pada
pendekatan kualitiatif. Pendekatan mengunakan data sebagai sumber teori, teori
berdasarkan data. Data awal dikumpulkan dari wawancara bebas, kemudian
kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan oleh peneliti di lapangan.
Data yang bertambah dimanfaatkan untuk vertifikasi teori yang timbul di lapangan
yang terus disempurnakan selama penelitian berlangsung. Pendekatan ini
menggunakan observasi partisipatif . Pendekatan ini memberi ruang dan waktu
bagi peneliti terlibat secara penuh dari awal sampai akhir masa penelitian. Hasil
akhir dari peneltian ini merupakan verifikasi dari teori atau hipotesa untuk
diterima atau ditolak. (Singarimbun.M, Effendi.S, 1989:8-9).
1.4.2. Proses penulisan
Mengenai proses penelitian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni
waktu, tempat, pengolahan data, dan analisa.
1.4.2.1. Waktu
Tulisan ini pada dasarnya disusun dari hasil studi lapangan dengan
orientasi waktu antara bulan Sepetember 2002 hingga Desember 2003. Observasi
diadakan dengan pendekatan dan pengamatan langsung dengan tinggal pada
rumah penampungan anak jalanan Yayasan Merah Merdeka. Hal ini bertujuannya
agar lebih mengetahui gambaran atau profil anak jalanan, khususnya yang dibina
Yayasan Merah Merdeka. Serta bentuk upaya-upaya penanganan anjal yang sudah
dan telah dilakukan oleh lembaga ini.
Pada januari 2004 hingga maret 2004 melakukan studi pada literatur-
literatur dan informasi yang diperoleh yang menggungkapkan profile anak jalanan
dan konsep-konsep upaya penanggulangan permasalahan anak jalanan.
Penyusunan Tulisan dibangun berdasarkan pengkajian antara sumber literature dan
wawancara, terhadap profile dan upaya pelayanan anak jalanan yang telah
dilakukan oleh Yayasan Merah Merdeka.
1.4.2.2. Tempat
Tempat penelitian pada Yayasan Merah Merdeka, Surabaya. Lembaga ini
memiliki tiga lokasi penaganan anak Jalanan, yakni;
Pendahuluan 8
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
1. Rumah singgah ( Drop in center)
Sebagai bentuk perlindungan anak jalanan berupa tempat tinggal di Jl,
Dinoyo Alun-alun II/ No.36 C. Rumah ini ditujukan kepada anak jalanan homeless
(tidak memiliki tempat tinggal/tersesat)
2. Rumah Pendidikan (Residential center),
Sebagai salah bentuk program penampungan bagi anak-anak jalanan yang
tidak ingin kembali ke dunia jalanan Rumah pendidikan ini terletak jauh dari pusat
kota yang beralamatkan di Simo Pomahan VII/4. Ditempat ini pula mereka dapat
melanjutkan sekolah dan mendapatkan peluang untuk kerja, serta pembekalan
keterampilan.
3. Sanggar belajar (preventif edukatif center),
Sebagai bentuk pencegahan terhadap anak-anak untuk turun ke jalan. Di
tempat ini terdapat sanggar pendidikan Alternatif anak pinggiran, Bertempat di
Pinggiran kali Jagir-Wonokromo (pemukiman kumuh-pemulung) dan daerah
pinggiran kota Simo Pomahan (pemukiman buruh, tukang becak,PSK dan
pedagang)
1.4.2.3. Pengumpulan data
Ada beberapa bentuk pengumpulan data yakni,
Pertama, karena sulitnya mengali informasi secara langsung kepada
mereka dalam waktu singkat, maka dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut;
melakukan pendekatan dengan tinggal atau live in15 bersama mereka di rumah
singgah Dinoyo dan Rumah Simo. Kegiatan ini dilakukan agar tidak
menimbulkan kesan mencari informasi tentang hidup mereka.
Kedua, Melakukan wawancara tidak secara kaku, bersahabat dan dalam
bentuk yang seakan-akan tidak disengaja. Kendala yang dihadapi dalam
pengambilan data adalah.16;
15 Menurut Enfat Sudrajat “Live in” bersama bukanlah suatu kekonyolan, tapi justru suatu pengakuan atas keberadaan mereka. “Mereka akan membalas cinta itu karena merasa menjadi sesama, Merasa didukung”. Ia berkisah untuk masuk ke dunia mereka , ia harus tidur dan makan bersama mereka, ia berpakaian seperti mereka, terkadang merokok ala mereka. Dalam dialog berusaha serendah mereka dan berusaha tidak menciptakan jarak (Hidup baru, Febuari 1999: 23). 16 ( dalam Suyanto.B& Sri Sanituti (ed), 1999:7-8). Pendahuluan 9
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
1. Kecurigaan anak jalanan yang tinggi pada setiap orang baru dikenal,
apalagi bila mengunakan pendekatan yang tidak bersahabat dan di benak
mereka wawancara menampakan ada maksud-maksud tertentu.
2. Wawancara bisa berlangsung lama dan terpengal-pengal, karena anak
jalanan selalu dikejar-kejar target dalam usahanya memperoleh pendapatan
per harinya, yang timbul akibat persaingan di antara mereka.
3. Anak jalanan cendrung menjaga jarak, bersikap cuek pada orang lain yang
berada di luar komunitasnya apalagi yang. belum mereka kenal, sementara
waktu yang tersedia sangatlah terbatas.
4. Untuk melindungi diri, anak jalanan cendrung mengaburkan indentitasnya.
Misalnya berganti-ganti nama dan mengaburkan tempat tinggal. Hal ini
yang menyebabkan kesulitan untuk mengindetifikasikan mereka.
5. Karena tidak dimungkinkan untuk membawa alat tulis, maka surveyor
hanya mengandalkan daya ingatan, sehingga data kuantitatif disajikan
dengan apa yang disajikan berdasarkan hasil temuan di lapangan.
Ketiga, data diperoleh dari sumber-sumber informasi yang berasal dari
study pustaka yang berkaitan dengan profile anak jalanan dan upaya
penanggulangan permasalahan anak jalanan.
Keempat, data diperoleh dari hasil wawancara pengalaman-pengalaman
para pekerja sosial YMM yang pernah dan sedang melakukan pendampingan
terhadap anak jalanan
1.4.2.4. Profile
Menurut kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai grafik /ihktiar yang
memberikan fakta tentang hal-hal khusus (1995:789). Menurut kamus Besar
Bahasa Ingris-Indonesia (1980:449) mengartikan profile adalah Riwayat hidup.
Profile menurut Sarjono Soekanto didalam kamus sosiologi diartikan
sebagai tahapan-tahapan tertentu dengan karakteristik tertentu. Profile biasanya
mengambarkan salah satu sisi/bentuk kehidupan seseorang dimulai dari sejarah
atau latar belakang sampai dengan perkembangan atau kondisi kehidupannya saat
ini.
Pendahuluan 10
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Profile anak jalanan dalam tulisan ini merupakan pengambaran satu sisi
kehidupan anak jalanan dari sejarah yang melatarbelakangi dan memberi tujuan
seorang anak memilih atau terpaksa untuk hidup atau bekerja di jalanan sehingga
menghadapi resiko-resiko kehilangan masa kanak-kanak yang berdampak pada
perkembangan kejiwaan dan kehidupan masa kedewasaannya kelak .
Dalam tulisan ini akan menganalisa keduapuluh profil anak jalanan binaan
YMM, namun dalam pembahasan akan terdapat sejumlah nama yang tidak
termasuk dalam profile anak jalanan. Kedua puluh anak jalanan yang ditampilkan
adalah perwakilan dari ketiga puluh sampai empat puluhan anak yang setiap
harinya keluar-masuk di drop in center (rumah singgah).
Profile Yayasan Merah Merdeka (YMM)merupakan gambaran sejarah yang
melatar belakangi , tujuan, strategi program, strukturisasi, konsep kebijakan dan
operasionalisasi Yayasan Merah Merdeka dalam mengusahakan upaya
penanggulangan permasalahan anak jalanan di Surabaya.
Pekerja sosial berperan penting dalam pelaksanaan dan keberhasilan
program. Tulisan ini akan mengambarkan peranan pekerja sosial Ags, Csp, Asp,
Tan, Sr dan perana dan figur yang akan ditampilkan dalam tulisan ini sebagai hasil
interaksi wawancara.
Harapannya Profil itu sendiri meskipun belum dapat mewakili gambaran
seluruhnya tentang riwayat hidup dan perkembangan diri anak jalanan dan upaya
YMM dalam mengatasi permasalah tersebut, namun paling tidak profil mereka ini
dapat bersuara tentang diri mereka sendiri dan adanya usaha-usaha sebagian
masyarkat yang mau peduli terhadap kehidupan mereka.
1.4.2.5. Analisa
Analisa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (karangan/perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan
sebenarnya ;sebab musabab, seluk perkaranya (1995:37).
Data yang berhasil dikumpulkan mengenai profil anak jalanan dan profil
Yayasan Merah Merdeka, serta upaya penanggulangan permasalahan anak jalanan
.Kemudian diadakan analisis (perbandingan) antara teori dan hasil temuan
data/fakta di lapangan. Hasil tulisan ini harapanya akan menjadi evaluasi dan
Pendahuluan 11
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
refleksi terhadap konsep misiologi, anak jalanan dan penaganannya apakah
diterima atau ditolak.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab I merupakan bagian pendahuluan yang membahas latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab ini bertujuan memberi gambaran atau pemahaman terhadap permasalahan
yang akan dibahas, serta pendalaman dan ketajaman akan penulisan di bab
berikutnya
Bab II merupakan landasan teoritis yang mengkaji dari sumber-sumber
literatur yang berkaitan dengan konsep dan pengalaman dari berbagai organisasi
ataupun pribadi yang memiliki kepedulian terhadap anak jalanan.
Bab III akan membahas tentang gambaran umum Yayasan Merah Merdeka,
yakni Latar Belakang Sejarah berdirinya lembaga ini: falsafah Lembaga: Struktur
Pembagian Tugas; Jenis kegiatan atau Program; Bab ini menjelaskan perihal
program Rumah Singgah Anak Jalanan (RSAJ),Rumah pendidikan Anak Jalanan
(RPAJ)Yayasan Merah Merdeka.
Pada Bab IV membahas analisis antara temuan konsep mengenai Profil
anak Jalanan dan Upaya penaggulangan permasalahan tersebut dengan fakta atau
data di lapangan(Yayasan Merah Merdeka).
Bab V merupakan bab Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Dalam bagian ini menjadi kesimpulan atas keseluruhan penulisan dan saran yang
dianggap efektif oleh penulis.
Pendahuluan 12
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Bab II Landasan Teoritis
2.1. Anak Jalanan
2.1.1. Pengertian Anak Jalanan
Fanggidae. Dari segi usia terdapat variasi pula, ada yang masih usia sekolah,
namun tidak sedikit yang masih “kumisan” dan tidak lagi bersekolah. Sekalipun
demikian, rata-rata anak jalanan para remaja yang kegiatannya menyatu dengan jalanan
kota. (Fanggidae,1993:115)
Depsos memaknai anak jalanan ialah anak yang melewatkan atau memanfaatkan
sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-harinya di jalan. Anak
yang dimaksud ialah manusia laki-laki, perempuan, atau banci yang berusia 6 s/d 18
tahun. (Depsos,1998: 2)
UNICEF memberi batasan tentang anak jalanan adalah (dalam Soedijar, 1989:6)
sebagai berikut;
Street child are those who have abandoned their homes. Schools and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nonmadic street life. (Anak jalanan merupakan anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).
Soedijar mengemukakan definisi mengenai anak jalanan berikut ini :
Anak jalanan adalah anak-anak usia 7 –15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat menganggu ketentraman dan keselamatan dirinya (Soedijar,1989:7)
Sedangkan Panji Putranto mendefinisikan anak jalanan adalah sebagai berikut :
Mereka yang berusia 6-16 tahun yang tidak bersekolah lagi, tidak tinggal bersama orang tua mereka, dan bekerja seharian untuk memperoleh penghasilan di jalanan, persimpangan, dan tempat-tempat umum, dan tinggal di kota-kota besar.
Menurut Nafsiah Mboi yang dimaksud dengan anak jalanan adalah sebagai berikut
:
Landasan Teori
13
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Yaitu anak-anak yang hidup dan bekerja di jalanan, ditinggalkan atau
diterlantarkan, atau melarikan diri dari keluarganya. Namun demikian ada yang
masih ada hubungan dengan keluarganya tetapi menghabiskan sebagian besar
waktunya dengan bekerja di jalanan (Nafsiah. M, 13-10 Sept. 1996)
Adapun Dr. Ilsa Nelwan mendefinisikan Anak Jalanan (dalam Pikiran Rakyat,
1996:8) , sebagai berikut;
Anak Jalanan adalah anak-anak yang bekerja di Jalanan. Ada yang masih tinggal bersama keluarganya namun ada yang masih tinggal bersama keluarganya, namun ada juga anak-anak yang hidup dan bekerja di jalanan tidak memiliki lagi hubungan dengan keluarganya. Dari hasil konfrensi Internasional dan lokakarya nasional mendefinisikan anak
jalanan berikut ini :
Anak jalanan adalah anak yang hidup dan menggunakan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan.1
Tetapi Mulandar dan Fanggidae tidak mendasarkan penjelasan mengenai anak
jalanan oleh berbagai organisasi dan departemen yang saat ini belum memiliki kesamaan
pendapat dan definisi tentang anak jalanan itu (Mulandar (ed), 1996:111). Sebagai contoh
mengenai batasan usia yang bervariasi. Menurut pengamatan Fanggidae di lapangan
diantara banyak anak jalanan khususnya yang jadi pedangang asongan berusia cukup
tinggi mencapai 26 tahun. Pedagang asongan ini tidak lagi bersekolah, Jadi berkerja purna
waktu. Sedangkan anak jalanan diantaranya masih bersekolah, minimal pada tingkat
Sekolah Dasar. Banyak anak jalanan yang berstatus siswa memandang aktivitas di jalan
sebagai pekerjaan sambilan atau “nyambi” mencari uang pada sela waktu-waktu tidak
bersekolah (Fanggidae,1996:123)
Berdasarkan kenyataan di lapangan, penulis menemukan adanya anak-anak
jalanan berusia lebih dari 18 tahun. Bila mengikuti Konvesi Hak Anak menetapkan 18
tahun sebagai batas usia anak. Artinya mereka yang berusia di bawah 18 tahun adalah
seorang anak.Padahal sebagian besar anak jalanan bertumbuh, berkembang dan dewasa
dimulai sejak mereka dalam usia anak hingga ahkirnya melewati batasan usia tersebut.
1 Mboi, N. Upaya pemberdayaan anak jalanan secara terpadu dan berkesinambungan. Makalah pada Konfresi internasional tentang pemberdayaan anak jalanan dan pasca konfrensi lokakarya tentang pola penanganan anak jalanan. BK3S, Yogyakarta, 10-13 September 1996.
Landasan Teori
14
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Siswanto melihat bahwa pembatasan menurut usia mengasumsikan bahwa anak
merupakan keberadaan transisional, bukan keadaan terminal. Ia ada untuk berubah
menjadi suatu yang lain. Proses itu dianggap alamiah dan tak-terhindarkan, yang akan
dilalui seorang anak untuk berkembang menjadi keberadaan yang bukan anak lagi.
Dengan pemahaman demikian, anak dipandang sebagai “orang dewasa yang belum jadi
atau sepenuhnya jadi orang”. Akibatnya mereka tidak dilibatkan, dipinggirkan,
dimarginalkan. “Masih Anak-anak, isih bocah, masih ingusan” dsb, merupakan konotasi
yang menganggap mereka tidak penting dan memenuhi syarat serta belum mampu
menjalankan fungsi tertentu. Apakah menjadi dokter, menjadi pengacara, menjadi
pemimpin, menjadi orang. (Siswanto,Merajut pengertian Anak, 2003:1&4)
Lebih dalam Siswanto mengemukakan, bahwa keberadaan anak (Child Hood)
adalah realitas yang tidak pernah lepas atau hilang (dissolved) sewaktu seseorang menjadi
dewasa. (Ibid : 5)
When a child was a child (s)he did not know that (s)he was a child
Kalimat diatas mengandung arti bahwa keberadaan seorang dewasa ditentukan oleh masa
kekanakan. Proses ini menjadi tahapan yang mempunyai nilai yang berharga dan berarti
yang otentik bagi mereka yang menjalani proses apakah itu masa bayi, kanak-
kanak,remaja, dewasa, bahkan lanjut usia. Anak berkembang bukan untuk tidak menjadi
orang atau manusia, melainkan menjadi manusia yang utuh. Ia berasal dari Sang pencipta
yang dilahirkan di tengah komunitas orang dewasa, namun bukanlah menjadi milik
komunitas orang dewasa dalam kekinian mereka. Ia adalah milik masa depan dan harapan
akan datangnya dunia ideal bagi komunitas orang dewasa. (Ibid: 6).
Menurut Bagong Suyanto mengenai keberadaan anak di lingkungan masyarakat
yang didominasi nilai-nilai patriarkhis (silsilah keturunan laki-laki sebagai kepala
keluarga) dan nilai paternalistik (kedudukan ayah sebagai kepala keluarga), posisi anak
dalam banyak hal memang merupakan warga "kelas tiga" (setelah ibu) dan acap kali
selalu dikalah-kalahkan. Mereka dianggap tidak memiliki hak berbicara, apalagi berbeda
pendapat dengan orang dewasa, dan bahkan orang dewasa sepertinya dianggap sah bila
melakukan tindak kekerasan kepada anak, asalkan untuk demi kepentingan anak itu
sendiri (kompas,25 Juli 2001).
Anak jalanan adalah korban dari kemajuan peradaban industrialisasi dan
urbanisasi yang memaksa anak untuk bekerja di jalan. Seorang anak yang sudah
menghasilkan uang dari bekerja, seperti anak yang bekerja di jalanan ini merasa menjadi
Landasan Teori
15
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
orang yang lebih penting dan dewasa dibandingkan dengan anak-anak lain sebayanya. Ia
menjadi bebas berbuat dan merasa mandiri.Mereka kemudian ingin menunjukan
kelebihannya itu meskipun disadari bahwa ukuran badannya belum besar, karena
terhitung ia belum dewasa. Sikap perilaku ini yang memiliki kematangan semu (pseudo
maturity). Mereka biasanya terus mengambil sikap dan memperlihatkan kelebihannya itu
dengan melakukan kebiasaan merokok, berjudi, teler, termasuk perilaku seks bebas
(Endah&Rahmat, Medika, Mei 1996).
Mereka tidak jarang terjerumus dalam tindakan kriminal yang meresahkan, bahkan
berkonflik dengan hukum karena melakukan tindakan kriminal yang tergolong berat
seperti; perkosaan, perampokan atau pembunuhan.(dalam Bagong Suyanto. kompas, 8
Agustus 2001).
Bagong Suyanto mengemukakan dampak lebih lanjut bahwa anak yang bekerja di
jalanan ini, merupakan:
Manusia yang membutuhkan perlindungan, pendidikan dan kasih sayang dari orang dewasa . Seorang anak dalam usia yang rawan2 dan marjinal ini , sejak usia belia terpaksa hidup di jalan 3yang serba keras dan menjadi korban child abuse 4orang dewasa. Kondisi ini ditambah tekanan kebutuhan ekonomi membuat mereka semakin terjerumus dalam ulah yang menyimpang dari norma umum masyarakat. Akibatnya berpeluang menjadi penjahat profesional yang membahayakan masyarakat pada masa depan mereka.(Ibid, Kompas 8 Agustus 2001).
2.1.2. Jumlah Anak Jalanan
Menurut penjelasan Mensos Justika S. Baharsjah, jumlah anak jalanan di berbagai
kota besar di Tanah air kini mencapai sekitar 50.000 jiwa lebih (Kompas, 26 Febuari
1999).
Menurut Irwanto. angka ini masih dapat diperdebatkan akurasinya, karena ada
kesan kurang memperhitungkan perkembangan situasi krisis ekonomi yang mulai terasa
2 Anak rawan di Indonesia -terjemahan bebas dari children in need of special protections (CNSP)-adalah sebuah istilah yang relatif baru dan belum memasyarakat secara luas. Tetapi, dalam kehidupan sehari-hari kita semua sebetulnya sudah pasti pernah melihat atau minimal mengetahui keberadaan mereka. Anak jalanan, anak korban kekerasan, anak yang dilacurkan, anak korban pemerkosaan, pengungsi anak, anak putus sekolah, buruh anak, (kompas, 27 November 2001) 3 Jalanan merupakan tempat kerja yang kejam dan membahayakan kehidupan anak-anak. Eksploitasi, kekerasan yang mengerikan, mencekam dan merendahkan martabat manusia atau bahkan menghilangkan nyawa sering dialami anak-anak jalanan. ( Yayasan Setara, 12/05/2000: 1). 4 Menurut Siswanto kata Abuse memiliki banyak arti, penyalahgunaan, kekejaman,caci –maki. Namun demikian sulit mencari padanan atau istilah yang tepat untuk bahasa indonesia. Ia mengklasifikasikan child abuse antara lain;(1) Fisikal Abuse (Penganiayaan fisik), (2) Seksual Abuse (penganiayaan seksaul), 3)Neglect (diabaikan/dilalaikan). (4) Emotional abuse (penyiksaan emosi). (Siswato, Child Abuse, maret 2003).
Landasan Teori
16
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
dampaknya sejak bulan Juni 1997. Jadi kalau dilihat ditiap-tiap daerah jumlah anak
jalanan selama tahun terahkir diprediksi melonjak empat hingga lima kali lipat dari
jumlah anak jalanan yang ada di Indonesia. Saat ini telah meningkat menjadi sekitar 150-
200 ribu jiwa atau mungkin lebih. (Irwanto, 1998).
Menurut Neni Utami yang mengutip dari majalah galamedia 6 Mei 2002,
mengemukakan bahwa jumlah anak jalanan hingga tahun 2001 berjumlah 1,3 Juta anjal di
Indonesia. Sedangkan untuk kota Surabaya pada tahun 2000 terdapat 2000 anjal (Surya,
23/07/00), setahun kemudian sudah menjadi 3005 anak tersebar dalam 134 kantong
(Surabaya Post,31/8/01).
Di Jawa timur sendiri jumlah anak jalanan belakangan ini diperkirakan sekitar
6.000 jiwa, di mana sekitar 3-4 ribu jiwa diantaranya berada di kota Surabaya5, dan
sisanya tersebar di berbagai pelosak kota lain, seperti Malang, Sidoarjo, Mojokerto,
Jember, dan sebagainya (Sri Sanituti&Bagong.H,1999:2).
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab dan Penarik Munculnya Anak Jalanan
Perkembangan anak selalu dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: Pertama, Faktor
internal atau faktor dalam. Yang dimaksud adalah faktor yang secara potensial sudah
dimiliki oleh anak sejak lahirnya. Faktor ini lebih bersifat psikologis atau kejiwaan yang
nantinya akan mempengaruhi dan membentuk kepribadiannya.Kedua,Faktor eksternal
atau faktor luar. Yang dimaksud adalah lingkungan hidup dimana seorang anak
dibesarkan memberikan pengaruh besar terhadap keperibadiannya. Gunarsa (ed), 1983:
177)
2.1.3.1. Faktor eksternal
Manusia sebagai mahluk sosial, merupakan sebuah proses belajar untuk
penyesuaian terhadap norma-norma kelompok, moral, tradisi, dan meleburkan diri
menjadi satu rasa kesatuan. Hal ini mencakup perkembangan bentuk-bentuk tingkah laku
baru, perubahan dalam minat, dan pilihan tentang tipe-tipe baru. Hal ini memerlukan
pembimbingan yang harus datang dari orang dewasa, karena anak masih terlalu muda dan
tidak berpengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah yang
5 Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Surabaya kota Surabaya pada tahun 2002, jumlah anak jalanan mencapai 2.926 orang (kompas,20 Januar1 2002 :48) Berarti naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2000 yang berjumlah 1297 orang (Depsos, TOR: Program Penanganan Anak Jalanan Surabaya,2003:1)
Landasan Teori
17
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Kelompok Sebaya,teman-teman, kenalan , atau lingkungan dekat
Keluarga
menguntungkan. Peran orang tua menjadi penting untuk patisipasi sosial seorang anak
untuk seberapa jauh mengambil manfaat dari kesempatan-kesempatan diluar rumah.
(Diktat mata kuliah: Psikologi Perkembangan: 99)
Kondisi kelompok sosial menentukan menjadi manusia apa ia kelak. Oleh karena
manusia adalah mahluk elastis, baik fisik maupun mental, maka perkembangannya
dipengaruhi dan dibentuk menurut pola yang ditentukan oleh anggota-anggota kelompok
dengan siapa dia lebih banyak berhubungan. Pengaruh rumah keluarganyalah yang lebih
bepengaruh dalam proses sosialisasinya, sedangkan di sekolah guru-guru dan teman-
teman sebaya mulai menekankan pengaruh mereka. Biasanya pengaruh teman sebaya
(peer) adalah lebih besar daripada pengaruh guru. (Ibid : 100).
Departemen Sosial (Jakarta, 1998:3) lebih melihat lingkungan hidup yang
berjenjang dari mulai keluarga, sekolah dan masyarakat serta dipengaruhi berbagai faktor
seperti yang tergambar dibawah ini.
Gambar 2.1.3.1.1
Lingkungan Sosial Anak Jalanan
Anak
Sekolah Pemerintah Masyarakat Pengadilan Kepolisian LSM/Orsos
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menarik: 1.Lingkungan sosial 2. Relasi-relasi. 3. Norma dan nilai dalam masyarakat 4.Lingkungan tetangga. 5. Keluarga retak. 6.Resesi ekonomi 7. Kemiskinan. 8. Pasar kerja
Masyarakat Luas
Landasan Teori
18
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Tjuk Kasturi Sukiadi (dalam Sri sanituti&bagong,1999:8-9),
mengungkapkan ada empat kondisi yang mendorong atau memfasilitasi kencendrungan
anak untuk memilih hidup di jalan,
1. lingkungan keluarga. Artinya, bila anak dilahirkan atau dibesarkan dalam community street besar kemungkinan si anak mengikuti jejak orang tua untuk turun ke jalan. Dalam komunitas ini, anak menjalani kehiduan di jalanan adalah hal yang biasa dan wajar. Hal ini didorong adanya anggapan bahwa si anak bisa bermain dan menghasilkan uang yagn tidak sedikit jumlahnya, meski tanpa modal seklaipun. Tentunya hal ini sangat membantu perekonomian keluarga.
2. Konfilk keluarga, Dalam hal ini. Adanya ketidakcocokan antara anak ddan orang tua sering menimbulkan konlik. Hal ini juga karena si anak merasa ada yang kurang dalam keluarga, sehingga ia mencari pelampiasan di luar keluarga (anak bandel versi orang tua).
3. Dekat dengan pusat keramaian atau fasilitas umum. Keramaian yang dimaksud disini adalah terminal,stasiun, tempat perbelanjaan,persimpangan jalan yang ada lampu lalu lintasnya. Tempat-tempat tersebut sangat memungkinkan mereka mengais rejeki menurut versi anak jalanan.
4. Dekat dengan komunitas anak jalanan. Bila si anak dekat dengan komunitas jalanan, baik itu sebagai teman sepermainan maupun dekat dengan tempat di mana komunitas jalanan tersebut beroperasi, besar kemungkinan si anak akan ikut turut pula. Apalagi dia mengetahui hasil (uang) yang diperoleh anak jalanan cukup mengiurkan dan ia juga merasa mampu melakukan pekerjaan tersebut.
Tjuk Kasturi Sukiadi melihat pula ada presepsi dan kontruksi sosial anak jalanan
itu yang hidup dan diyakini benar oleh anak jalanan itu sendiri. (ibid: 9).
1. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan mengenai pekerjaan lain yang dapat menghasilkan uang besar selain penghasilan anak jalanan
2. Muncul anggapan dalam diri si anak maupun keluarga bahawa menjadi anak jalanan bukanlah pekerjaan yang memalukan melainkan biasa dan wajar, bahkan menjadi peminta-minta sekalipun.
Sing penting ora nyolong dan halal 6. 3. Adanya budaya masyarakat argaris di mana anak dalam keluarga mempunyai
peranan membantu pekerjaan orang tua. Pada petani miskin anak digunakan sebagai tenaga kerja.
Tjuk Kasturi Sukiadi ( dalam Sanituti. S dan Bagong,1999: 10-11), merumuskan
proses anak yang keluar dari rumah dan kemudian menjadi anak jalanan dengan
menyederhanakan menjadi lima tahapan pokok yakni;
6 Istilah umum yang dipakai anak jalanan di Surabaya sebagai alasan yang kuat untuk bertahan dan hidup di jalan, serta pembelaan dan pembenaran atas eksistensinya.
Landasan Teori
19
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Pengetahuan: -Pengahasilan anak jalanan. -Mudah dilakukan.
Ketertarikann
Stimulus factor-faktor penunjang: - Kawan - Keluarga
Pelaksanaan turun ke jalan
Stimulus Negatif -Kehidupan jalanan. -Kelompok/kawan -Kontrol keluarga
Stimulus Positif -Kehidupan jalanan. -Kelompok/kawan -Kontrol keluarga
Prilaku meyimpang
Tahap 4 Tahap 5 Tahap 3 Tahap 1
Gambar 2.1.3.1.2
Proses Tahapan Menjadi Anak Jalanan
Keterangan:
Tahap I : Pengetahuan Sampai Adanya Ketertarikan. Berawal dari pergaulan di daerah asalnya, mereka jalan-jalan ke tempat
sebagaimana telah disepakati bersama. Di perjalanan mereka menjumpai anak-anak
jalanan senang bekerja. Sampai disini hanya sebatas melihat dan sebagai
pengetahauan, bahwa bentuk dan hasil yang dilakukan oleh anak-anak jalanan itu
dapat pula dilakukan oleh anak seusia mereka. Pada tahap ini tidak membuat anak
langsung turun ke jalan, melainkan tergantung pada stimulus berikutnya (adanya
fasilitas).
Tahap II: Ketertarikan Sampai Keinginan Pada tahap ini adalah tahap ketertarikan yang mendapatkan fasilitas atau faktor pendorong, seperti kondisi ekonomi atau kondisi keretakan hubungan orang tua. Fasilitas itu semakin memperkuat anak turun ke jalan. Tahap III: Pelaksanaan
Si anak mulai melakanakan niatan dengan mendatangi tempat operasi. Bila disni mereka menemukan teman yang sudah dikenal maka keinginan segera terealisasi meski agak malu-malu. Tahap IV: Mulai memasuki Kehidupan Anak jalanan.
Tahap 2
Landasan Teori
20
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Dalam tahap ini si anak akan diterpa sebagai berbagai pengaruh kehidupan jalanan. Namun demikian hal ini juga bergantung pada diri anak itu sendiri dan teman-teman yang membawanya. Yang tak kalah penting peranan orang tua untuk mengontrolnya. Bila ketiga pihak di atas masih memiliki peran dan pengaruh yang positif, maka mesti berada di jalan, anak tetap positif dan tak tercabut dari norma dan nilai yang telah di pegang sebelumnya. Tahap V: Terjerumus atau kembali pada kehidupan Wajar Bila dalam perkembangannya si anak merasa bahwa mencari nafkah di jalanan semakin sulit, maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama bertahan dengan tetap memegang norma kemasyarakatan atau keluar dari komunitas jalanan. Kemungkinan kedua, bila stimulus baik dari kawan maupun pihak lain untuk berbuat negatif, maka si anak sudah masuk dalam kategori anak jalanan bebas di mana norma agama dan kemasyarakatan cendrung di tinggalkan. Pada tahap inilah kecendrungan berprilaku menyimpang terjadi seperi judi, seks bebas, narkoba dan tindakan kriminal lainnya.
Menurut analisis Irwanto (1995: 131), bahwa adanya kebutuhan pasar akan tenaga
kerja anak. Di satu pihak anak-anak bekerja atas kemauannya sendiri dan mereka senang
mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya.Hal ini dipandang langsung antara faktor
pendorong dan penarik. Faktor penarik menjadi lebih besar karena adanya faktor
pendorong (Kemiskinan) yang kuat. Jika tidak adanya kebutuhan fisiologis yang begitu
dasar yang harus dipenuhi, faktor penarik diatas tidak banyak berpengaruh.
Sedangkan Tata Sudrajat (dalam Mulandar (ed),1996:154) membagi penyebab
munculnya anak jalanan menjadi tiga tingkat, yakni Mikro, Meso, dan Makro.
1. Tingkat mikro (immediate causes), yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan
situasi anak dan keluarganya.
1) Kemiskinan keluarga
Menurut kamus sosiologi kemiskinan adalah sebagai suatu keadaan dimana
seseorang tidak sanggup untuk memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup
kelompok, dan juga tidak mampu untuk memanfaat tenaga, mental maupun fisiknya
dalam kelompok tersebut. (Soekanto 1982 :378).
Selanjutnya Astri Sutanto mengartikan kemiskinan sebagai beberapa kekurangan
atau keadaan kurang tersedianya sumber ekonomi dalam bentuk materi maupun non
materi yang diperlukan untuk menunjang kehidupan suatu masyarakat (Susanto.A.1984
:146).
Jika masalah kemiskinan ini dialami suatu keluarga sebagai bagian dari suatu
masyarakat, maka situasi ini memungkinkan munculnya masalah-masalah sosial lain
Landasan Teori
21
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
kepermukaan hal ini dapat dipahami dengan mengikuti pengertian dan fungsi keluarga
yang dikemukakan dokter.Robert Lawang sebagai berikut :
Keluarga merupakan orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan yang membentuk satu rumah tangga, yang berinteraksi, dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui peranan-peranananya sendiri sebagai anggota keluarga dan yang mempunyai fungsi ekonomi dan fungsi edukatif. (Lawang, R.,1984:877).
Masalah kemiskinan yang dialami keluarga tidak saja berakibat tidak terpenuhinya
kebutuhan anak, tetapi ternyata telah memberikan dampak lebih luas bagi peran seorang
anak dalam keluarga. Anak terpaksa dilibatkan dalam usaha-usaha untuk menambah
pendapatan orang tua guna memenuhi kebutuhan keluarga itu sendiri.
Menurut J.Kosa dan I.K.Zola dalam bukunya Poverty and health yang dikutip oleh
Suparniah Sadli mengatakan :
Kondisi miskin sebagai lingkungan sosial dimana anak dibesarkan tidak mendukung atau membantu terbentuknya watak atau sifat-sifat pribadi yang dapat mendobrak kemiskinannya. (Saparniah Sadli dalam Kartono (ed)), 1986: 120). Menurut hal ini menghambat proses perkembangan dan belajar ketrampilan si
anak, khusus untuk mencari pekerjan yang layak. Mata pencarian yang tidak pasti dan
menyulitkan orang tua miskin untuk semakin memperkuat kondisi kehidupan miskin
pada anaknya. Anak-anak hanya melanjutkan cara hidup keluarganya yang sekarang.
Keluarga miskin kurang mempunyai sarana yang diperlukan untuk mengharapkan dari
generasi mudanya untuk dapat meningkatkan taraf hidup.
Orang tua yang memiliki kesulitan keuangan keluarga, sehingga menjadi kurang mampu berbuat lebih banyak untuk membiayai kelanjutan pendidikan anaknya. Ataupun kedua orang tuanya telah meninggal sehingga ia berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri (Kompas 23 Juli 1997:4).
Pada keluarga miskin inilah anak-anak mereka pada usia relatif muda sudah harus
belajar dan mengalami tanggung jawab memenuhi kebutuhan seperti sandang, pangan dan
papan. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan munculnya masalah anak jalanan.
2) Konfik keluarga
Menurut Tjuk Kasturi Sukiadi (dalam Sri Sanituti dan Bagong,1999:8),
mengemukakan bahwa adanya ketidakcocokan antara anak dan orang tua sering
menimbulkan konflik. Hal ini juga karena ada yang kurang dalam keluarga, sehingga ia
mencari pelampiasan di luar keluarga atau rumah (anak bandel versi orang tua) (Sri
Sanituti&Bagong,1999:8).
Landasan Teori
22
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Selanjutnya Bambang Setiawan menjelaskan bentuk-bentuk konfik keluarga
tersebut yaitu;
Ketidak-harmonisan rumah tangga orang tua, seperti perceraian atau percecokan
yang menciptakan suasana anak enggan pulang ke rumah .Sikap orang tua yang
kurang komunikatif dan peka terhadap perkembaganan kebutuhan si anak.
(Kompas 23 Juli 1997:4).
Secara sosiologis, Soerjono Soekanto membagi bentuk-bentuk diorganisasi
keluarga anatara lain:
1. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan. 2. Putusnya perkawinan sebab perceraian, pisah rumah atau ranjang, dan
sebagainya. 3. Komunikasi yang kurang sehat dan harmonis antar anggota keluarga. 4. Krisis keluarga, oleh karena salah satu bertindak sebagi kepala keluarga di luar
kemampuannya sendiri meninggalkan rumah tangga, mungkin karena meninggal dunia, dihukum atau karena peperangan.
5. Krisis keluarga yang disebabkan oleh karena faktor-faktor intern, misalnya karena terganggu kesimbangan jiwa salah satu anggota keluarga.
Menurut Menurut Drs. Maryam Rudyanti.G (dalam Prof. Dr Singgih D. Gunarsa
dan Dra. Ny.Y.D. Gunarsa,1985: 167) bahwa perceraian orang tua menyebabkan anak-
anak tidak merasa mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, padahal hal itu sangat
penting dalam perkembangan anak secara normal. Ia menjadi dilematis dalam ketakutan
dan ketegangan-ketengangan psikologis dalam berinteraksi sosial dan dipandang berbeda
oleh masyarakat dan teman-temanya Ia merasa tidak aman dan cendrung inferiority
terhadap kemampuan dan kedudukannya.
Irwanto (1995:125-130), dalam penelitiannya ada empat kondisi keluarga yang
mendorong anak bekerja adalah; Ibu menajdi kepala rumah tangga; Percecokan atas
prilaku ayah yang menganggur, jarang pulang, penjudi atau pemabuk; Jumlah anggota
keluarga yang besar; Dan anggapan orang tua bahwa anaknya yang bekerja sebagai
“latihan kerja” sehingga telah dewasa tidak binggung.
2. Tingkat meso (underlying causes), yakni faktor-faktor yang ada dimasyarakat tempat
anak dan keluarganya berada.
Menurut A.Susanto dalam bukunya sosiologi pembangunan bahwa salah satu
hambatan utama dalam usaha meningkatkan taraf hidup (ekonomi dan sosial) dari suatu
Landasan Teori
23
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
masyarakat yang terjerat dalam kemiskinan ialah sikapnya sendiri yang telah menjadi sub
budaya. (A Sutanto, 1984 : 114).
Nafsiah mboi melihat faktor-faktor masyarakat, seperti ; pertama, ketimpangan
ekonomi antar golongan masyarakat.Misalnya, anak sering melihat barang-barang bagus
di pusat pembelanjaan (plaza). Keluarga yang tidak dapat memenuhi keinginannya karena
harganya sangat mahal. Hal itu membuat anak berusaha mempunyai uang dengan jalan
melakukan pekerjaan di jalanan. Kedua, ketimpangan sosial antar rural (desa) dan urban
(kota). Misalnya, pembangunan kota yang lebih pesat dari desa menyebabkan orang desa
tergiur dan berasumsi untuk mencari pekerjaan. Modernitas, Kemewahan, Kemajuan
Iptek dan sebagainya, membawa mereka untuk berkompetisi dan mengadu nasib di kota.
Sayangnya kaum urban yang tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mencari
dan mendapatkan pekerjaan, sehingga menjadi pengangguran. Ahkirnya dunia jalanan
dipilih menjadi tempat yang menawarkan kemudahan-kemudahan yang dapat
mendatangkan uang.
Menurut Bagong Suyanto (kompas,13 Maret 2003), bahwa Bagi anak-anak
jalanan sendiri, subkultur kehidupan urban yang menawarkan kebebasan, kesetiaan, dan
dalam taraf tertentu juga "perlindungan" kepada anak-anak yang minggat dari rumah
akibat diperlakukan salah telah menjadi daya tarik yang luar biasa
Menurut Komarudin (dalam Hati Baru, edisi Febuari 1999:16), ia melihat
kemiskinan dan kejahatan sebagai dua sisi mata uang. Kemiskinan yang dialami oleh
keluarga, bahkan lingkungan tempat seorang anak tinggal menimbulkan bentuk-bentuk
kriminalitas. Prilaku-prilaku yang tidak sehat di lingkungan masyarakat ini secara alamiah
telah membentuk mentalitas yang tidak sehat pula. Mentalitas ini berkembang menjadi
bentuk prilaku yang menyimpang ataupun kriminilitas sebagaimana terkondisi dan wajar
di dunia jalanan.
Didit Hape, pengelola sanggar anjal “Alang-alang”, Surabaya. Ia mengungkapkan
akibat prilaku-prilaku penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian anak jalanan, kerap
kali diberi stigma oleh masyarakat bahwa anak jalanan indentik dengan anak liar dan
tidak mengenal sopan-santun (dalam tif, kompas 5/5/01: 19)
3. Tingkat makro (basic causes), yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan struktur
makro dari masyarakat seperti ekonomi, politik, kebudayaan.
1) Kemiskinan Struktural
Landasan Teori
24
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Menurut data PBB untuk anak tahun 1995, disebutkan tiga faktor anak-anak
meninggalkan bangku sekolah dan bekerja pada usia dini adalah kemisikinan, pendidikan
yang tidak relevan dan tradisi. (dalam Kompas, 24/07/2001:28)
Alfian menjelaskan kemiskinan dan hubungannya dengan struktur makro sebagai
istilah kemiskinan struktural, dimana seseorang atau kelompok sosial hidup dalam
lingkaran setan kemiskinan ini menimbulkan sikap pasrah kepada kemiskinan itu. Mereka
sudah terbiasa hidup dalam lingkaran yang serba miskin, sehingga kemudian
menimbulkan sistem nilai yang berlanjut mensikapi kemiskinan ini. (Alfian,1980:40).
Menurut Mulyono (1986:72) kemiskinan struktural disebabkan oleh struktur-
struktur dalam masyarakat yang tidak memungkinkan golongan tertentu tidak bisa
meningkatkan derajat hidup mereka secara layak (Mulyono,1986:72)
Mayjen Polisi Drs. Moch. Dayat, SH, MBA, MM (dalam Sri sanituti dan
Bagong, 1999: 27) mengemukakan bahwa Ketidakstabilan politik berpengaruh pada
ekonomi, dampaknya pada meningkatnya jumlah PHK dan belum merata tingkat
kehidupan masyarakat sehingga menimbulnya kesenjangan sosial. Hal ini menjadi faktor
korelatif mendorong munculnya anak jalanan.
2) kondisi Pendidikan
Persoalan kependidikan di negara berkembang sangat kompleks. Sebut saja dari
pemotongan dan minimnya subsidi pendidikan, sistem pendidikan yang kaku dan tidak
memberi inspirasi , serta kurikulum yang tidak relevan dan jauh dari realitas sosial
kehidupan anak. Juga metode pengajaran yang tidak mengedepankan kesadaran,
keterbukaan dan kesetaraan yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya.
(kompas,24/07/01:28). Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi lantaran orang
tuanya tidak sanggup lagi membiayai sekolah jutru dibayar mahal dengan hilangnya
kesempatan mengecap ilmu pengetahuan di bangku pendidikan formal. Padahal ada
korelasi positif antara tingkat pendidikan dan akses individu terhadap distribusi
pendapatan. Tingkat pendidikan anak memiliki aspek positif terhadap kemampuan
kognitif anak. (Repubika 29 April 1999).
Syaiful hajar mengungkapkan bahwa anak yang meningalkan sekolah dan memilih
untuk belajar hidup di jalan dikarenakan sekolah-sekolah formal tidak lagi bisa
diharapkan sepenuhnya untuk menjadikan manusia yang berkepribadian dan mereka
Landasan Teori
25
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
menjadi jenuh karena pendidikan formal kurang mengakomodasi persoalan realitas
kehidupan mereka.(Kompas 14/11/01:42)
Menurut Cecep Junaidi dari Yayasan Mitra Jakarta menilai bahwa Realitas
pendidikan yang sepertinya hanyalah kegiatan yang menghabiskan uang dan tidak
menjanjikan apa-apa telah mendorong orang tua agar anaknya bekerja dan menghasilkan
uang. (Mulandar (ed), 1996:114).
3) Sistem Budaya
Keadaan ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi turun atau tidaknya anak-
anak turun ke jalan (kompas, 20 Januari 2003:48). Tekanan struktural akibat
pembangunan yang urban bias berpadu dengan kehidupan desa yang makin mencekik,
yang hasilnya adalah korban urbanisasi. Datang tanpa keterampilan berhadapan dengan
kehidupan kota yang anomik, mendorong lahirnya subkultur tersendiri dalam komunitas
miskin ini atau yang lebih dikenal dengan budaya kemiskinan (Kompas,13 Desember
2003:18).
Menurut Indrasari (dalam Mulandar (ed),1996:26) faktor budaya kepatuhan dan
fatalitas dimana permasalahan yang dialami anak yang bekerja di jalan sebagai bagian
dari ujian dari yang Maha Kuasa, sedang manusia hanya dapat menerima dengan ikhlas
hati. Hal demikian makin transparan ketika permasalahan itu mendapat fatwa atau restu
dari figur masyarakat atau orang tua.
Selanjutnya Oktaviana Sp (ibid: 46), mengatakan bahwa anak sebagai potensi
keluraga yang wajib berbakti kepada orang tua. Jadi anak yang bekerja justru dipandang
sebagai anak yang berbakti. Dengan budaya itu maka posisi anak-sebagai seorang anak-
yang mempunayi hak dan patut dilindungi menjadi terabaikan. Istilah “banyak anak
banyak rejeki”, anak dipandang sebagai tenaga kerja atau alat produksi. Atau sebaliknya,
istilah “dua anak cukup” menjadi indikasi adanya keberadaan menajadi beban. Kondisi
membuat posisi anak tidak mendapat perhatian, bahkan dibuang.7
Mayjen Polisi Drs. Moch. Dayat, SH, MBA, MM (dalam Sri sanituti dan Bagong,
1999: 27), beliau melihat lunturnya nilai-nilai budaya, antara lain nilai-nilai agama pada
sebagian masyarakat semakin menipis dan perubahan sikap masyarakat yang lebih
individualistik, konsumeristik dan suka pamer. Hal lain seperti ,pemberitaan media baik
cetak maupun elektronik menampilkan adegan kekerasan , seolah-olah mudah melakukan
7 Siswanto, Merajut Pegertian Tentang Anak,2003 :5.
Landasan Teori
26
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
apa saja terhadap orang lain. Serta aspek hukuman kadang tidak memberikan efek jera
bahkan kamampuannya dan bentuk kriminal menjadi makin tinggi.
2.1.3.2. Faktor Internal
Faktor-faktor yang disebabkan dari kondisi batin si anak itu sendiri (internal).
Artinya di pengaruhi oleh perkembangan psikologi anak jalanan berdasarkan batasan usia
perkembangannya, yaitu; (Diktat mata kuliah, Psikologi Perkembangan)
1. Masa Kanak-kanak (2 tahun s/d 10 tahun atau masa pubertas)
Perkembangan pada usia ini ditandai dengan pengusaan lingkungan, sehingga ia
dapat menjadi bagian dari lingkungan. Bila ia gagal ia, maka ia bergantung pada
kemampuan berbicara untuk memperoleh informasi. Akibatnya ia menjadi manusia yang
suka bertanya. Disamping itu ia juga melakukan penyesuaian sosial. Kira-kira usia enam
tahun sosialisasi merupakan hal yang penting. Pada masa ini sering diberikan berbagai
kegiatan kelompok memegang peranan penting dalam kehidupan anak. (Ibid:16)
Tugas perkembangan pada masa ini seorang anak belajar menguasai keterampilan
fisik atau permainan, berbahasa, bergaul dengan teman sebaya, belajar pendidikan dasar,
mengembangkan konsep-konsep atau kata hati, moral, sikap, dan nilai yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari. (Ibid :24-25)
2. Masa Adolesen ( 11 tahun s/d 21 tahun).
Adolosen berasal dari kata latin adoloscore, yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Suatu masa dimana tingkah laku dan sikap kanak-kanak digantikan oleh tingkah laku
dan sikap orang dewasa.(Ibid :62). Pada masa perkembangan ini dapat di bagi menjadi
tiga tahapan, yaitu;
2.1. Pra-adolesen
Masa ini singkat sekali, kira-kira setahun lamanya diikuti adolesen bagaimana
bisanya terjadi antara usia 11- 13 tahun sedangkan pria terjadi kira-kira setahun lebih
lamanya . Masa itu juga di sebut “fase negatif”. Oleh karena itu selalu sikap negatif masa
kini.(ibid : 17).
Masa ini disebut dengan masa pubertas. Periode ini merupakan peralihan individu
dari asexsual menjad seksual. Juga sebagai masa tumpang tindih antara masa kanak-kanak
dengan tuntutan perubahan bentuk fisik, secara seksual dan proporsional menunjukan
karakterisrik orang dewasa. Pada masa ini mengakibatkan kebinggungan dan rasa tidak
Landasan Teori
27
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
aman, dan dalam banyak hal menimbulkan tingkah laku yang tidak menguntungkan. Ia
mengambil sikap anti terhadap kehidupan atau ia mengingkari sebagian sifat-sifat baik
yang telah dikembangkan sebelumnya. (ibid:57)
Bila anak tidak memperoleh persiapan mental, atau bila persiapan yang
diterimanya terdiri dari informasi-informasi yang tidak tepat yang dapat menimbulkan
sikap-sikap yang tidak sehat, maka akibatnya terhadap tingkah lakunya akan tidak
menguntungkan. (ibid: 61).
Pada masa ini informasi tentang daya tarik yang ditawarkan dunia jalanan akan
sikap kebebasan, kemudahan ekonomi, pengakuan dan pergaulan yang tidak sehat. Bila
tidak disadari dengan mempersiapkan mental yang dilakukan oleh keluarga dan
masyarakat akan membawa anak terjun ke dunia jalanan. Dampaknya dari hal tersebut
akan mempengaruhi tingkah laku yang tidak menguntungkan bagi dirinya atau
menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku secara umum di masyarakat.
2.2. Adolesen Awal.
Masa ini segera mengikuti masa panjang dan berlangsung hingga usia 16-17
tahun, jadi bersama dengan usia lanjutan atas. Sering pula masa ini di sebut masa
canggung, oleh karena kecanggungan yang sering tampak dalam tingkah laku mereka
yang seiring dengan kesadaran dengan konsep aku. Pada masa ini pertumbuhan mental
dan fisik mencapai kesempurnaannya. (Ibid:17).
Pada masa ini ia lebih emosional, sehingga menimbulkan perselisihan dengan
orang tua, guru dan teman-temannya. Ia menjadi sulit diajak bekerja sama dan hidup
bersama. (Ibid: 62).
Karakteristik yang menonjol pada masa ini adalah ketidak-stabilan emosi yang
berlebihan, menjadi bermasalah, dan kecemasan yang ekstrim. Karakteristik ini
mempengaruhi gaya hidup, hubungan sosial, pendidikan, dan cara pandang ke masa
depan yang masa bodoh dan ahkirnya dapat menghancurkan hidupnya.(Ibid : 63).
Karakteristik demikian ditemukan disebagian besar anak-anak yang hidup di jalan.
Menurut Suparniah, Prilaku Anak Gelandangan (dalam Widyanto, P,1986: 131-132), ada
lima karakteristik, yakni:
1. Mereka mudah tersinggung perasaanya. Bila digoda oleh temannya sendiri mereka menjadi sangat marah dan emosional, sering beraksi di luar dugaan dan secara proporsional jauh melebihi penyebab kemarahannya.
2. Mereka lekas putus asa dan cepat mutung, kemudian nekat tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin membantunya.
Landasan Teori
28
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3. Tidak berbeda dengan anak-anak pada umumnya mereka menginginkan kasih sayang. Hanya karena mereka tidak pernah atau hampir tidak mempunyai pengalaman yang nyata mengenai kasih sayang. Hal inilah yang menciptakan mereka menjadi “liar”, atau tidak merasa terikat kepada siapapun dan aturan-aturan yang berlaku umum. Namun dengan caranya sendiri, mereka dapat menunjukan rasa keterkaitannya pada orang lain yang mereka senangi.
4. Mereka biasanya sukar untuk mau “bertatap muka” atau mengungkapkan permasalahan hidupnya.
5. Sesuai dengan perkembangan usia yang masih proses perkembangan atau pendewasaan, mereka sangat labil
2.3. Adolesen Akhir
Masa perkembangan ini bersama dengan usia perguruan tinggi, sering disebut
sebagai masa pamer. Oleh karena masa kecenderungan pria dan wanita pada usia ini
untuk menjadi pusat perhatian. Bentuk perkembangan yang terpenting terjadi penyesuaian
pada kehidupan orang dewasa yang matang, dimana anak belajar mandiri dan tidak
bergantung lagi pada orang tua dan merencanakan masa depannya sendiri. Dan
penyesuaian terhadap anggota jenis kelamin lainnya baik, dalam pekerjaan,maupun
kegiatan sosial lainnya.
Masa ini merupakan langkah akhir dari masa perkembangan yang telah di mulai
sejak masa konsepsi. Pada masa ini, perkembangan mencapai puncaknya dan individu
secara hukum dan sosial telah di angggap dewasa yang bertanggung jawab atas dirinya
sendiri.( Ibid: 17).
Ia menjadi lebih stabil. Kestabilannya terutama nampak minat-minatnya, apakah
itu dalam berpakaian, rekreasi, pemilihan karier, dalam pergaulan dengan teman-teman
sejenis atau lawan jenisnya; dalam tingkah laku emosionalnya; dan sikap-sikap yang tidak
mudah terpengaruh oleh propaganda ataupun pendapat-pendapat orang lain.
Pada masa ini ia mampu menyelesaikan masalah-masalah lebih besar dan
memuaskan dan objektif. Ia mengambil keputusan tanpa bergantung dengan orang tua,
guru, dan teman-temannya dan berani mempertahankan keputusannya. Kebahagiaan atau
ketidakbahagiaannya tergantung dari penyesuaiannya di rumah dan kontak
sosialnya.Karena lebih bebas dan tidak bergantung dengan orang lain, sehingga ia sedikit
mengalami frustasi; ia lebih realistis mengenai kemampuan-kemampuannya dan
menetapkan tujuan yang berada dalam jangkauannya; dan ia telah membentuk suatu
tingkat kepercayaan diri sendiri berdasarkan pengetahuan tentang sukses-suksesnya di
masa lampau (Ibid :65)
Landasan Teori
29
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Keputusan untuk hidup dan bekerja di jalan, ia lakukan karena kesadaran akan
keberadaan dan kemampuan akan keterampilan dan tingkat pendidikan yang minim.
Jalanan memberi kemudahan dan kesempatan, hanya dengan modal yang kecil dan
keberanian ia melakukan aktifitas ekonomi informal yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ia tidak lagi bergantung dengan orang tua atau orang lain akan kebutuhan
hidupnya. Ia menjadi lebih bebas dan tidak terpengaruh dengan nilai-nilai jalanan yang
tidak sehat. Ia menjadi percaya diri dengan kesuksesanya dari hasil pekerjaannya pada
masa lampau dan dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarga.
2.1.4. Kategori / Karakteristik Anak Jalanan
Putranto membagi anak jalanan menjadi dua kategori , yaitu;
1. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan alasan ekonomi yang kuat. Mereka ini berasal dari keluarga ekonomi lemah dan masih mempunyai orang tua lengkap. Anak jalan yang termasuk tipe ini adalah tukang semir sepatu, pedagang koran, pedagang rokok/permen, dan pengemis jalanan. Mereka bekerja purna waktu dan jarang terlibat dalam kegiatan kriminal.
2. Anak jalanan adalah mereka yang melarikan diri dari keluarga yang kurang bahagia atau bermasalah, yang bekerja beberapa jam per hari. Seperti, tukang lap mobil dan mereka sering di hukum karena tindakan kriminal.
Leonora S de. Gusman (dalam Helping Street Children) membagi anak jalanan
dalam tiga kategori, yakni;
1. Anak jalanan adalah mereka yang bekerja di jalanan, tapi tidak tinggal/hidup di jalanan. Mereka mempunyai keluarga yang menunggu kepulangan mereka setelah bekerja. Kelompok ini adalah mayoritas anak jalanan sekitar 60-65%.
2. Anak jalanan adalah mereka yang tidak hanya bekerja, tapi juga hidup di jalanan. Mereka lari dari rumah, keluarga karena alasan tertentu. Mereka biasanya menyembunyikan informasi mengenai keluarga mereka karena takut dikembalikan. Sedikitnya mereka berjumlah 30 % dari anak jalanan.
3. Anak-anak terlantar yang berada di jalanan dalam waktu yang cukup lama tanpa mengetahui dimana keluarganya dan bahakan mungkin tidak mengingat mereka. Jumlah mereka sekitar 5 – 10% dari keseluruhan jumlah anak jalanan.
Parsudi Suparlan (1996:9) membagi anak jalanan menjadi dua kategori, yaitu;
1. Mereka yang masih hidup dengan orang tua atau keluarga. Sebagaian besar masih bersekolah (dari SD kelas IV sampai SMP kelas II).
2. Mereka yang hidup mandiri. Biasanya hidup jauh dari keluarga/orang tua. Sering kali orang tua menganggap mereka telah mati. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok pertemanan yang terwujud karena solidaritas asal atau rasa senasib sepenanggungan. Mereka tinggal dengan menumpang pada anak jalanan yang sudah dewasa atau secara bersama-sama mengontrak kamar atau rumah petak di daerah kumuh.
Landasan Teori
30
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Menurut Tjuk Kasturi Sukiadi mengklasifikasikan anak jalanan dalam dua
kelompok( dalam sanituti&Bagong.H (ed),1999:9), yakni;
1. Anak jalanan yang masih terikat. a. Mereka berada dijalanan karena terdorong oleh keinginan mendapatkan uang sendiri dan membantu orang tua. b. Mereka masih sering pulang sehingga keterikatan dengan orang tua maupun lingkungan yang hidup dan wajar masih kuat.
c. Mereka masih memegang norma atau nilai yagn dianut komunitasnya. Beroperasi di sekitar atau didekat dengan tempat tinggal dan masih terikat waktu dan tempat.
2. Anak jalanan yang bebas a. Banyak dari keluarga atau komunitas jalanan.
b. Sudah lama menjadi anak jalanan atau sudah masuk dalam komunitas jalanan yang solid.
c. Anak yang sudah lepas dari keluarga, baik karena adanya konflik maupun ketidak harmonisan keluarga.
d. Tidak terikat waktu dan tempat. e. Cendrung mengabaikan norma-norma kemasyarakatan dan mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif, seperti mengambil barang orang,
seks dan lain-lain.
Menurut Nani Sumarni S., Kepala Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga
dan Lanjut Usia Departemen Sosial mengungkap klasifikasi anak jalanan mengutip dari
hasil penelitian Jasper Morok menjadi tiga , yakni;
1. Anak yang berada dan bekerja dijalanan, masih punya rumah dan orang tua dan berkomunikasi dengan orang tua.
2. Mereka yang berada, bekerja dan bermain dijalan, jarang pulang ke rumah dan jarang pula berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga miskin, tetapi ada pula dari keluarga yang mampu yang termasuk kategori ini, terutama mereka terpental dari rumah yang meresahkan mereka.
3. Anak-anak yang sama sekali tidak punya tempat pulang, tidak melakukan kontak dengan keluarga. Mereka mungkin yatim piatu, dibuang atau disingkirkan dari keluarga,atau sengaja melarikan diri jauh dari rumah untuk menghindar keruwetan di rumah.
Selanjutnya masih mengenai karakteristik anak jalanan. Bambang Wijarnako
membagi anak jalanan menjadi dua kategori (dalam Suara Karya, 15 Juli 1991) sebagai
berikut;
1. Anak-anak yang bekerja di jalanan, yakni anak-anak yang menghabiskan waktu di jalan atau tempat-tempat umum lainnya untuk bekerja dan penghasilan mereka unutk membantu kehidupan keluarganya.
Landasan Teori
31
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
2. Anak-anak yang hidup di jalan yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di jalan atau tempat-tempat umum lainnya, tetapi hanya sedikit waktu yang dihabiskan untuk bekerja.
Adapun Tata Sudrajat (dalam Mulandar (ed),1996:151) yang senada dengan Sri
Sanituti dan Bagong (1996:16) dan yang kemudian dipakai dalam mengkategorikan anak
jalan oleh Departemen Sosial (1998:2) membagi menjadi 3 bagian, yakni;
1. Children of the Street (anak-anak yang tumbuh dari jalanan), Seluruh waktunya di habiskan di jalanan.
Adapun ciri dari anak-anak ini biasanya tinggal dan bekerja di jalanan (living and working on the Street), tidak mempunyai rumah (homeless) dan jarang atau bahkan tidak pernah kontak dengan keluarga. Mereka umumnya berasal dari kelurga yang berkonflik. Mereka lebih mobile, karena tidak mempunyai tempat tinggal tidak tetap.
2. Children on the Street (Anak-anak yang berada di jalanan), yakni anak-anak
yang hanya berada sesaat di jalanan. Didalam kelompok ini terdapat dua kelompok. Pertama, anak dari luar
kota dan anak yang tinggal bersama dengan orang tuanya. Anak-anak dari luar kota, mereka biasanya mengontrak rumah secara bersama-sama di satu lingkungan tertentu dan penghuninya adalah teman atau orang yang lebih dewasa. Kontak dengan orang tua lebih sering dibandingkan dengan kelompok children of the street, bahkan lebih teratur. Motivasi mereka adalah ekonomi, jarang yang sifatnya konflik.
Kelompok kedua adalah Vulnerable to be street children ( anak-anak yang sesaat di jalan), yaitu mereka yang tinggal bersama orang tuanya. Sebagian besar anak-anak ini masih bersekolah, namun di luar waktu sekolah, mereka ke jalan untuk berjualan. Tetapi karena kemudahan memperoleh uang dan hal-hal menarik lainnya, lambat laun mereka meninggalkan rumah dan sekolah, sehingga secara tidak sadar mereka menjadi children of street.
3. Children from Families of Street (anak-anak yang berasal dari keluarga yang
hidup di jalanan). Mereka memiliki hubungan kekeluargaan yang cukup kuat tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala resikonya. Mereka terlahir dan berkembang di jalan bersama orang tuanya. Keluarga mereka dapat ditemui di kolong jembatan atau gubuk-gubuk liar di sepanjang rel atau sungai.
Dari hasil penelitian oleh Lembaga Kreativitas Anak Pekerja Indonesia
(L’Krapin), seperti dituturkan Satya Riga Sukman dalam diskusi Forum Kolumnis Stikom
Bandung (FKSB) berdasarkan pengungaan waktu, kegiatan dan kondisi yang melatar
belakangi anak jalanan diperoleh dua kategori anak jalanan, yaitu;
Landasan Teori
32
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
1. Anak yang bekerja di jalanan, mereka ini tumbuh karena dorongan lingkungan, keluarga dan ajakan teman-temannya. Keluarga mereka sendiri merupakan masyarakat pinggiran yang tersisih dari tata pembangunan kota dan perkembangna ekonomi makro. Sehingga mau tidak mau untuk menutupi kebutuhan sehari-hari mereka harus rela mengorbankan anak-anaknya guna menapaki jalanan sebagai tempat bekerja.
2. Anak-anak yang hidup di jalanan atau anak-anak gelandangan8, yakni anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk hidup di jalanan atau tempat-tempat umum lain. Mereka pun tidak memiliki lagi dengan orang tuanya. Mereka hanya memiliki waktu untuk digunakan bekerja sebagian besar dari mereka tidak mempunyai rumah tinggal, hidup disebarang tempat seperti gerbiong kereta api, gorong-gorong jembatan di taman-tama kota/alun-alun dan tempat lain yang dipandang aman.
Berdasarkan intensitas hubungan dengan orang tua/keluarga, mengacu hasil dari
konfresi internsional dan lokakarya nasional anak jalanan di kategorikan ke dalam
beberapa kelompok sebagai berikut;
1. Mereka yang karena sebab-sebab tertentu menjadi terpisah secara permanen dari orang tua/keluarganya dan hidup dan bekerja di jalanan.
2. Mereka yang karena seseba-sebab tertentu harus bekerja di jalanan dan terpisah dengan secara temporer dari orang tua/keluarga tetapi secara periodik masih menjalani hubungan dengan orang tua/keluarganya.
3. Mereka yang karena sebab-sebab tertentu. Harus bekerja di jalanan tetapi setiap hari ia pulang dan tinggal bersama orang tua/keluarganya.
4. Anak-anak yang secara bersama-sama orang tua/keluarga hidup dan bekerja di jalanan.
Departemen Sosial (1998) : mengkategorikan anak jalanan menjadi empat
kategori, yaitu:
1. Anak Jalanan yang tidak mempunyai hubungan dengan keluarganya lagi. 2. Anak jalanan yang masih mempunyaui hubungan dengan keluarga. 3. Anak jalanan yang hidup mandiri (sebatang kara) tanpa kerabat. 4. Anak jalanan yang berstatus pendidikan atau tidak, yang masih berhubungan
dengan keluarga atau tidak.
8 Secara konseptual gelandangan adalah lapisan sosial ekonomi dan budaya yang paling bawah (the grass-roots). Ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarkat yang dikategorikan sebagai gelandangan ialah mempunyai lingkungan pergaulan, norma, prilaku dan aturan sendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat lainnya: tidak memiliki sub struktur khas yang mengikat masyarat tersebut (Widyanto, 1986:59-60) Menurut Mutalib dan Sujarwo, mereka mendefnisikan gelandangan dalam tiga gambaran umum; Pertama, gelandangan menggandung pengertian sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat. Kedua, gelandangan ialah orang yang disingkirkan dari kehidupan
Landasan Teori
33
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Kemudian Kategori anak jalanan berdasarkan status tempat tinggal dibagi oleh
Depsos dibagi menjadi;
1. Anak jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal. 2. Anak jalanan yang mempunyai tempat tinggal, tetapi tidak dengan orang tua
mereka. 3. Anak jalanan yang mempunyai tempat tinggal tetap bersama dengan orang tua
atau kerabatnya.
2.1.5. Kegiatan Anak Jalanan
2.1.5.1. Kegiatan Ekonomi Anak Jalanan.
Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan
dengan memproduksi barang atau jasa. Sedangkan menurut Soedijar kegiatan ekonomi
adalah kegiatan yang dilakuakn oleh anak jalanan yang bersifat memperoleh uang.
Kegiatan ekonomi anak jalanan menurut Sarah Whitemore (dalam Mulandar
(ed),1996: 132) adalah mengasong, menjajakan, menjadi joki three in one, mulung barang
bekas untuk daur ulang, menemani hidung belang yang ingin mendapatkan pasangan seks
anak jalanan, mengojek payung kala hujan, pengemis, pengumpul serpihan beras,
menampung limpahan penggakut BBM, dsb.
Menurut Soedijar dari hasil penelitiannya melihat aktifitas ekonomi anak jalanan
seperti; jualan koran, menyemir sepatu, pedagang asongan, pengamen, pengelap mobil
dan penjual kantong plastik (Soedijar, 1989:23).
Menurut Sri Sanituti dan Bagong bahawa aktifitas ekonomi yang dilakukan anak
jalanan untuk dapat bertahan hidup ditengah kehidupan kota yang keras, biasanya mereka
melakukan pekerjaan informal, baik yang legal maupun illegal di mata hukum. Ada yang
bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota menjajakan Koran,
menyemir sepatu, pemulung, pengamen di perempatan jalan, tukang lap mobil, dan tidak
jarang anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan yang berbau kriminal:
Mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok (ibid: 17).
2.1.5.2. Pengunaan penghasilan
Penghasilan yang digunakan anak jalanan memurut penelitian yang dilakukan
Yayasan Kesejateraan Anak Indonesia adalah untuk makan, pakaian, menabung,
memberikan kepada orang tua dan meberikan setoran kepada boss (YKAI, 1989:31)
khalayak ramai. Ketiga, gelandangan merupakan pola hidup atau cara hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan penderitaan (Widyanto,1986:18).
Landasan Teori
34
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Menurut Romo Gani, penangung jawab Yayasan Merah Merdeka, penghasilan
mereka rata-rata satu hari antara Rp 10.000,- hingga Rp.30.000,-. Ada pula dari beberapa
anak jalanan disisihkan untuk di tabung untuk diserahkan sebagian untuk membantu
kebutuhan ekonomi orang tua atau membeli kebutuhan akan makan dan pakaian. Namun
sebagian besar anak jalan tmenggunakan penghasilannya sebagai modal judi, mabuk dan
porstitusi. Hal ini dilakukan karena sebagai konpensasi psikologis dari kerasnya
kehidupan di jalan, stigma sosial oleh masyarakat, rawannya tingkat pencurian diantara
anak jalanan 9dan tuntutan agar dapat diterima dan diakui di kebudayaan anak jalanan.
2.1.6. Permasalahan dan Ancaman yang Dihadapi Anak Jalanan
Keberadaan seorang anak yang secara fisik dan pikologis sedang dalam proses
pencarian dan pembentukan jati dirinya, Proses tersebut menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan perkembangan psikologis dan sosialnya pada perkembangan usia anak pada
umumnya. Mereka dituntut untuk melakukan sesuatu atau prilaku yang dilakukan seperti
layaknya orang dewasa. Pengkodisian ini kemudian dibayangi oleh dengan budaya
kekerasan, kebebasan, dan kriminalitas yang ada di dunia jalanan. Akibatnya pribadi yang
awalnya polos, lugu, tidak berdaya, dan lemah ini mengalami perubahan atau pergeseran
prilaku dan cara pandang mengikuti pengaruh yang dialami dan diterima di jalanan.
Kondisi ini membuat keberadaan mereka terancam dari bentuk-bentuk kekerasan,
penindasan dan eksploitasi secara fisik, psikis dan seksual dari pihak-pihak yang
memanfaatkan mereka.
Dampaknya kemudian, terjadi konflik antara norma-norma dan nilai-nilai sosial
yang berlaku di masyarakat umum dengan aturan, tradisi, hukum, dan way of life yang
tumbuh dan berlaku di anak jalanan itu sendiri10.Gesekan-gesekan sosial ini membuat
mereka semakin terpinggirkan dan terasing dari perhatian dan tata sosial masyarakat.
Posisi ini menjadi rawan terhadap segala bentuk ancaman, pengaruh dan permasalahan
sosial.
2.1.6.1. Pandangan Negatif Masyarakat.
9 “Daripada duite dicolongin arek-arek, trus mau nyimpen ora ono enggone uwes tak habisin ngango main (Judi) opo ngombe (minuman keras) karo mbalon (poritusi) , meneh iso ngolek maneh“, “ujar Gus dur” (anjal binaan YMM) 10 Dalam Rm.Gani Soekarsono, Artikel: Potret Kecil di Pinggiran jalan: Anak-anak Jalanan mengais Hak-hak mereka.
Landasan Teori
35
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Menurut Tjuk Kasturi Sukiadi (dalam Sri Sanituti dan Bagong,1999:1-12) ada
beberapa hal yang menjadi pandangan negatif terhadap keberadaan anak jalanan, yakni;
1. Komunitas yang keberadaanya menganggu komunitas lainnya. Tindakan mereka yang cendrung ke arah kriminal. Walaupun ada pula dari mereka yang masih memegang norma agama dan kemasyarkatan dan murni turun ke jalan hanya untuk mencari nafkah, khususnya mereka yang berusia belasan tahun.Keberadaan mereka dianggap menganggu ketertiban dan keindahan kota.
2. Anak Jalanan adalah komunitas yang cendrung berprilaku menyimpang sehingga menganggu masa depannya.
Menurut Mohamad Farid (1998:18) tantangan kehidupan mereka hadapi pada
umumnya memang berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam
banyak kasus, sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau cap
sebagai penggangu ketertiban. Prilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis
dari stigma sosial dan keterasingan mereka dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak
kepada mereka, dan justru prilaku mereka seenaknya mencermikan cara masyarkat
memperlakukan mereka, serta harapan masyarakat terhadap prilaku mereka.
Menurut Neni Utami. A, (dalam kompas, 9/10/98), kehadiran anak jalanan
mengentalkan rasa tidak nyaman dan rasa aman. Sudah menjadi rahasia umum mereka
dapat bertindak jahat, mulai dari memaksa meminta dari sebagai upah atas jasa yang
tidak dikehendaki (lap kaca, nyanyi ala kadarnya), mengores cat mobil, memasang paku,
sampai merampok.
Selanjutnya Abdul Lathif (dalam kompas, 29/7/00:23), memperihatinkan kondisi
anak jalanan kerap kali menerima stigma sosial sebagai anak liar dan tak beretika- tak
sepenuhnya benar. Sebab mereka keberadaan mereka bukan karena niat mereka,
melainkan karena keterpaksaan dan ketidakberuntungan.
M. Herimanto (dalam Hati baru, Febuari 1999:25) menurutnya, “ mereka (anjal)
tidak mau hidup susah dengan bekerja keras (mentalitas cari gampang) atau ingin
memanfaatkan situasi untuk aksi kekerasan atau kejahatan.”
2.1.6.2. Kriminalitas
Untuk dapat bertahan hidup ditengah kehidupan kota yang keras, biasanya mereka
melakukan pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun illegal di mata hukum.
Ada yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota menjajakan
Koran, menyemir sepatu, pemulung, pengamen di perempatan jalan, tukang lap mobil,
dan tidak jarang anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan yang berbau
Landasan Teori
36
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
kriminal: Mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok. (Tjuk
Kasturi Sukiadi, dalam Sri Sanituti dan Bagong (ed),1999:1-12)
Tindakan kriminalitas yang merekal lakukan tidak jarang membawa mereka
berurusan dengan aparat kepolisian dan pihak pengadilan. Hal ini diungkapkan Mayjen
Polisi Drs. Moch. Dayat, SH, MBA,MM (dalam sanituti.S dan Bagong. (ed), 1999: 29),
bahwa secara garis besar motif yang mendorong anak jalanan melakukan tindakan
pelanggaran hukum adalah;
1. Motif ekonomi, yaitu bagaimana mendapatkan penghasilan berupa uang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Motif iri kepada orang lain atau masyarakat di lingkungannya, sehingga sering terjadi perlakuan sadis dan brutal yang dilakukan oleh anak jalanan.
3. Pengondisian struktural sosial telah membentuk solidaritas sesama golongan lemah, sehingga mereka memiliki kebangaan bila mempunyai daerah kekuasaan atau kawasan tertentu dan seolah-olah keberadaan mereka diakui oleh kelompok lain. Apalagi tingginya reputasi berurusan dengan aparat kepolisian dan pengadilan, hingga seringkali masuk-keluar penjara menjadikan mereka memiliki pengakuan khusus di antara kelompok anak jalanan.
4. Modus operasi telah mengarah kejahatan yang terorganisir oleh sindikat tertentu dimana terdapat kedekatan atau ikatan dengan anak jalanan.
5. Tindakakan kriminil selalu dipengaruhi atau disertai minuman keras atau obat terlarang untuk menumbuhkan keberanian mereka.
2.1.6.3. Eksploitasi Berlapis.
Terjadinya konflik dengan banyak pihak diberbagai tempat menjadikan konflik
dan eksploitasi yang berlapis dan tak terelakan. Konflik, eksploitasi dan penindasan yang
dialami ana jalanan lebih sifat terbuka. Posisi mereka ada dalam posisi paling bawah
dalam jaringan konflik, eksploitasi dan penindasan tersebut. Mereka adalah korbannya
korban. (Mulandar (ed),1996:117).
Menurut J. Didi Primadi (dalam Gatra, 27 Juli 1996), ia mencatat 10 ribu anak-
anak gelandangan ibu kota bergulat melawan kekerasan, kaum homo seksual11, dan
petugas keamanan12.
Pemerintah mensinyalir keberadan dan perambahan anak jalanan adalah hasil
kerja para sindikat yang bermaksud memanfaatkan anak-anak itu untuk mencari uang
11 Anak jalanan mmpunyai potensi menjadi sasaran kejahatan, termasuk kejahatan seks, paedofilia (pelecehan seksual seorang dewasa terhadap anak dibawah umur). Misal, kasus Paedofilia yang dilakukan oleh Robot Gedek. 12 Hasil penelitian yang dilakukan ISJ, kerap kali petugas keamanan mengambil barang dagangan mereka tanpa dikembalikan, Mereka disiksa entah disiksa, digunduli, bahkan terjadi pelecehan seksual (sodomi). (dalam Mulandar (ed), 1996:85)
Landasan Teori
37
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
uang. Apa yang dilakukan organisasi sindikat itu merupakan kejahatan atau eksploitasi.
(kompas, 9/10/1998:18). Kekerasan dan Eksploitasi menjadi dua ancaman umumnya akan
dialami dan dirasakan oleh anak Bahkan 50 persen dari jumlah anak jalanan ada dalam
penguasaan hidup anak-anak jalanan (Kompas, 10/10/1998). Anak jalan tersebut harus
meyetorkan hasilnya kepada kelompok preman tertentu, dan ada juga yang meyetor
kepada orang tuanya sendiri.
Sedihnya seringkali para anak jalanan tersebut tidak merasa kalau mereka telah
dieksploitasi serta mendapat kekerasan baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Mereka
justru menganggap jalanan sebagai “lahan bermain” yang menyenangkan dan tidak
banyak aturan. (Neni Utami. A, YKAI,21/11/02:1)
2.1.6.4. Ganguan Kesehatan
Cecep Junaedi mengungkapkan bahwa kedekatan mereka terhadap prilaku seksual
yang tidak sehat (seks bebas, portitusi, seks tanpa pengaman, dll), beresiko tinggi
mendapat ancaman penyakit kelamin ataupun HIV/AIDS. (dalam Mulandar (ed)1996:98)
Menurut Neni Utami, selain ancaman penyakit seksual, anak jalanan juga
melakukan penyalahgunaan zat berupa Narkoba (Psychotropic) maupun zat (volatile
subtancemisucel “ Lem “). Menurut Darmono (Psikiater), 65% melakukannya, bahkan
menurut survei Pusat Penelitian Atmajaya mencapai 69%. Prilaku ini akan berdampak
pada gangguan pada fungsi otak dan penurunan metabolisme tubuh yang dapat
meyebabkan kematian. Bedasarkan penelitian yang dilakukan Irwanto terhadap jenis zat
yang dipakai anak jalanan diperoleh bahan yang paling sering mereka gunakan adalah
tembakau, analgesic, alkohol dan solvant/lem. (1995:94-95).
Irwanto meneliti resiko kerja dan dampak pada kesehatan (irwanto, 1995) Kondisi
tingginya tingkat polusi di jalanan, dimana tempat mereka bekerja, mengandung unsur-
unsur atau zat-zat yang dapat menimbulkan ganguan pada sistem pernafasan13. Seperti
infeksi paru-paru, ganguan kulit, iritasi pada mata, dan sakit kepala.(ibid:88). Pola makan
yang tidak teratur dan memenuhi kriteria kebersihan dan gizi, membuat standar dalam
taraf yang memperihatinkan. Dampaknya, mereka kerap kali merasakan sakit perut, mual-
mual, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan (ibid:92-93).
13 penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit yang banyak diderita oleh anak jalanan. Hal ini disebabkan karena menurut WHO pencemaran udara (polusi) di Ibukota di atas ambag batas toleransi 6 mg/M3 idealnya 1 mg.M3. (Surabaya Post, Anak Jalanan Bekerja di Udara penuh Polusi, 28 November 1998)
Landasan Teori
38
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Kecelakaan yang dialami seperti terjatuh, tertabrak oleh kendaraan, dan patah
tulang/terkilir (Irwanto,1995:89). Resiko-resiko tersebut dapat saja terjadi pada anak-anak
jalanan mempunyai kebiasaan “numpang” atau gandol kendaraan bak terbuka atau Kereta
api dalam kondisi sedang berjalan. Dalam beroperasi di lampu lalu lintas, mereka tidak
segan-segan untuk turun ke tengah-tengah jalur jalan dalam kondisi lalu-lalang
kendaranan yang ramai. Kadangkala, usaha untuk menghindar dari tangkapan polisi
pamong praja mereka melakukan apa saja, seperti meyeberang jalan seenaknya, memanjat
tembok atau pagar, dan lain sebagainya.
Bagong, melihat penyimpangan gaya hidup dan prilaku anak jalanan diacapkali
membahayakan dan mengancam keselamatan dirinya sendiri adalah prilaku seks bebas
memberikan resiko kehamilan; Merokok / minum keras / ngelem anacaman pada
kesehatan; perjudian atau bentuk kerumunan dapat menyebabkan perkelahian disertai
dengan senjata tajam (1999:81)
2.1.6.5. legalitas.
Anak jalanan termasuk komunitas T4 (Tempat Tinggal Tidak Tetap) alias
gelandangan. Hal itu membuat status kewarganegaraan illegal, karena tidak memiliki akte
kelahiran, KTP dan indentitas diri lainnya maka tidak memiliki hak fundamental sebagai
manusia hidup dan dijauhkan dari tata kehidupan sosial di negrinya sendiri.
Ketidakjelasan status sosial, berdampak mereka menjadi sulit mendapatkan pelayanan
kesehatan, pernikahan, bahkan penguburan (Kompas, 10 Desember 2002:14).
Sri sanituti dan Bagong (1999:20) mengutip Hadi Utomo (1997). Lebih
menyederhanakan permasalahan dan ancaman yang diterima dan dialami anak jalanan
dalam bentuk tabel yang tertera di bawah ini,
Tabel II.1.6
Permasalahan yang Dihadapi Anak Jalanan
Aspek Permasalahan yang Dihadapi Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena waktunya habis di
jalan Intimidasi Sasaran tindakan kekerasan sesama anak jalanan yang
lebih dewasa, kelompok lain, petugas dan razia. Penyalahgunaan Obat dan Zat adiktif
Ngelem, minuman keras, gotres (ngepil), ganja, dan sejenisnya
Kesehatan Rentan penyakit kulit, kelamin, paru-paru basah, ganguan pernapasan
Landasan Teori
39
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Tempat, tinggal Sembarang tempat; Masjid, terminal, gubuk pinggir kali, bawah jembatan, stasiun, emperan toko, Pasar, Monumen dan TPA.
Resiko Kerja Tertabrak, terbunuh, perlakuan kekerasan dan peyimpangan seksual
Hubungan dengan keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak berhubungan
Makanan Seadanya, kadang mengais dari tempat sampah (hoyen), kadang beli.
2.2. Konsep Upaya Penaggulangan Masalah Anak Jalanan
Permasalahan anak jalanan adalah permasalahan yang kompleks, yang pada hulu
banyak faktor yang menjadi pemicu dan penyebab seperti kemisikinan, disharmonisasi
antar anggota keluarga, pengaruh lingkungan, dll. Sementara di hilir menimbulkan
permasalahan sosial lainnya serta ganguan terhadap keamanan dan ketertiban di jalan.
Anak jalanan itu sendiri bervariatif dari usia, latar belakang,tingkat pendidikan,
motif, jenis kegiatan, yang dilakukannya di jalan. Fenomena kekerasan, penindasan dan
eksploitasi fisik, psikis, sosial dan moral menjadi fakta yang dirasakan dan dialami anak
jalanan. Proses dehumanisasi ini dan ditambah stigma sosial atas keberadaan anak
jalanan menyebabkan mereka semakin termarginalkan dari harkat dan martabatnya
sebagai manusia.
Minimnya Tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki sebagian besar
anak jalanan semakin membawa mereka kepada ketidakjelasan akan nasib masa depan
mereka. Ketidakmampuan ini menjadi kendala dalam berkompetisi di jaman globalisasi
ini. Mereka semakin diposisikan pada level paling bawah dan menjadi korban atas
ketimpangan sosial yang terjadi.
Menurut Departemen Sosial (1998:1-2) Permasalahan anak jalanan ini
membutuhkan penaganan yang komprehensif, multi disiplin, terpadu antar sektor, serta
peran serta para warga masyarakat , organisasi sosial, lembaga keagamaan dan LSM. Cara
pendekatan dan penanganan yang sesuai dengan latar belakang, kebutuhan potensi seta
situasi permasalahan masing-masing pribadi anak. Hal ini membutuhkan proses dan
waktu yang panjang serta keahlian khusus.
Kepala Divisi Litbang LPA Jawa timur, Bagong Suryanto (dalam kompas, 5 Juli
2001) mengenai lembaga penaganan anak jalanan, kalau sekadar menampung anak-anak
yang telantar, memang selama ini di berbagai daerah telah tersedia cukup banyak panti-
Landasan Teori
40
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
panti asuhan, rumah singgah, dan berbagai tempat penampungan lain bagi anak-anak.
Tetapi, kehadiran sebuah lembaga yang secara komprehensif dan konsisten
memperjuangkan hak-hak anak barangkali jumlahnya hanya bisa dihitung dengan jari,
atau bahkan boleh dikata nyaris tidak ada. Keberadaan berbagai lembaga yang menangani
permasalahan anak-anak, dalam banyak kasus lebih banyak terjebak pada model-model
penanganan yang karitatif dan bekerja atas dasar proyek, sehingga terkesan hasilnya pun
masih parsial dan tidak berkelanjutan.
2.2.1. Konsep Hukum.
Menurut Depsos (1998:2) Penanggulangan masalah anak jalanan dilandasi oleh
ketentuan sebagai berikut :
1. UUD 1945 pasal 34 tentang fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
2. UUD 45, pasal 27 tentang kesamaan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan
(ayat 1) dan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (ayat 2).
3. UU No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
4. UU. No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
5. PP No 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Bagi Anak yang Bermasalah.
6. Kepres RI No36. Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konveksi Hak-hak Anak.14
2.2.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penanganan anak jalanan (depsos,1998:5) dibagi menjadi dua yakni;
1. Umum
1) Menyelamatkan, Melindungi, dan menjamin hak anak akan kelangsungan
hidup, tumbuh kembang dan perlindungan.
2) Menciptakan dan menjamin kehidupan yang layak bagi anak sesuai dengan
harkat dan martabat manusia yang berkeadilan sosial.
14 Dalam Konvensi Hak Anak PBB, terdapat 8 pasal yang mengatur tentang Hak dan Kemerdekaan Sipil yaitu; Nama dan kewarganegaraan (pasal 7), Pelestarian indentitas (pasal 8), Kebebasan berekspresi (pasal 13), akses informasi yang layak (pasal17), Kebebasan berpikir, berhati nurani, dan beragama (pasal 14), kebebasan berserikat (pasal 15), Perlindungan atas kehidupan pribadi (pasal 16), serta penyiksaan perampasan kebebasan (pasal 37a).
Landasan Teori
41
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3) Memberdayakan keluarga anak jalanan agar mampu melaksanakan fungsi
keluarga secara wajar.
4) Memberdayakan lingkungan sosial masyarakat ke arah terwujudnya
kepedulian, kesadaran, dan dukungan terhadap program penaggulangan
permasalahan anak jalanan.
2. Khusus
1) Anak jalanan dapat keluar dari jalanan dan menyatu kembali dengan
keluarganya, jika memungkinkan.
2) Anak dapat masuk panti dan lembaga.keluarga penganti lainnya jika tidak
memungkinkan kembali dengan keluarga.
3) Anak jalanan dapat melanjutkan pendidikan atau sekolahnya
4) Anak jalanan dapat memperoleh keterampilan dan peluang untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
Sasaran penanggulangan anak jalanan bersifat objektif, maksudnya tercapainya
kesejahteraan anak,sehingga dapat tumbuh kembang secara wajar sesuai tahapan usia.
Sasaran ini meliputi segala kategori anak jalanan maupun segala lapisan usia sebagai
sasaran langsung. Prioritas awal adalah anak jalanan dan anak-anak yang rentan mejadi
anak jalanan. Mereka adalah yang bekerja di jalan, masih atau putus sekolah dan masih
berhubungan dengan orang tua, secara periodik atau tidak teratur(Depsos,1998:6).
2.2.3. Kebijaksanaan
Menurut Depsos (1995:6) ada beberapa kebijaksanaan yang diambil dalam
menangani penaggulangan permasalahan anak jalanan, yaitu;
1) Meningkatkan upaya penaggulangan secara menyeluruh dan berkelanjutan
mencakup bidang-bidang terkait, baik keluarga, masyarakat maupun aspek
permasalahan hulu dan hilirnya (kemisikinan, penyaluran kerja, dsb).
2) Mengiring peran serta keluarga dan masyarakat lingkungan sosial dalam
keseluruhan rangkaian program.
3) Meningkatkan keterpaduan inter dan intra sektor terkait, baik pemerintah
maupun organisasi sosial, LSM, serta lembaga internasional.
4) Meningkatkan dan mengefektifkan kemitraan dengan Perguruan Tinggi,
organisasi mahasiswa, lemabaga adat dan keagamaan serta sektor usaha.
Landasan Teori
42
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
2.2.4. Strategi Program
Menurut program penangulangan anak jalanan, bersifat lintas sektoral, terpadu,
konfrehensif dan holistik15 yang mengembalikan hak-hak16 yang seharusnya dimiliki
(depsos,1998:7).17
Menurut Sarah White more dan Sutini (dalam Mulanda (ed), 1996: 134,135 )
mengistilahkan strategi penanganan anak jalaan dengan konsep Street Literacy 18, dengan
tujuannya adalah meningkatkan dan membangun kemampuan survival anak.
Pendekatan ini berdasarkan kemampuan, keterampilan, keinginan dan keadaan
anak jalanan yang sudah ada 19untuk memperkuat kemungkinan dan kesempatan bagi
15 Kata “Holistik” berasal dari kata ‘Whole’ (ingris) –artinya: sepenuhnya/seluruhnya. Dengan begitu pelayanan holistik adalah pelayanan yang memandang, memahami, mendekati dan memperlakukan manusia sebagai satu keseluruhan yang utuh. Ini mengasumsikan sebuah pengakuan hakikat manusia memang terdiri atas unsur-unsur dan aspek-aspek yang berbeda-beda (multi dimensional)-Dimensi fisik/psikis.spritual/; Dimensi indivdualitas/sosialitas;Dimensi kekinian/keakanan;Dimensi manusia/lingkungan. Tujauannya memulihkan keserasian dan keseimbangan antar dimensi memulihkan harkat, martabat, dan kesejahteraan manusia sebagaimana yang Allah kehendaki. (Dharmaputera.E, dalam Budijanto.B (ed),1994:41-49). 16 CRC (Konvensi Hak Analk) yang ditanda tangani Indosesia dengan Kepres No.38 tahun 1980 ada empat kategori hak anak, yakni; (dalam, www. Kompas.com/97/07/22/HUKUM/perl.htm)
a. Survial Rights (kelangsungan hidup), meliputi hak memperoleh kesehatan dan terhidar dari infeksi penyakit yang mematikan.
b. Developmental Rights (Berkembang), hak gizi yang baik,pendidikan, serta olah sosial-budaya yang memungkinkan anak berkembang menjadi manusia dewasa berindentitas dan bemartabat.
c. Protection Rights (perlindungan) dari diskriminasi, tindak kekerasan, baik oleh wara kulit, ideologi, politik, sosial-ekonomi, agama, maupun fisik, misalnya cacat.
d. Participation Rights (berpartisipasi) menyangkut berbagai keputusan kepentingan hidupnya. 17 Program yang mencakup, (1998:7)
1) Program penegakan hukum dengan pelaku utama jajaran pemerintahan dan aparat penegak hukum.
2) Program pencegahan yang mencakup program pengentasan kemiskinan pedesaan dan perkotaan. Program pembakuan dan penyediaan lapangan kerja melalui kegiatan padat karya, program kesejahteraan sosial, serta program bantuan modal usaha.
3) Program penyembuhan dan pemulihan. 4) Program pemberdayaan melalui kegiatan pelatihan keterampilan. 5) Program penunjang mencakup kegiataan pendataan, penentuan masalah, penyiapan SDM
dan penyedian sarana, serta wahana yang mendukung seperti rumah tinggal,sarana mobilitas, dan pondokan (rumah singgah).
Program yang ditawarkan Waluyo, (kepala sub-direktorat rehabilitasi Tuna sosial DKI Jakarta) yakni, program konkret penanganan masalah anak jalanan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dilakukan melalui tiga strategi. Ketiga strategi itu adalah (1) program penyelamatan dengan memberikan makan dan kesehatan; (2) program pemulihan melalui pemberian pendidikan dan pembinaan di pesantren dan panti asuhan; dan (3) program kemandirian, dilakukan dengan memberikan pelatihan keterampilan agar anak bisa bermatapencarian sendiri. Program ini juga memberikan bantuan modal untuk usaha-usaha mandiri yang dilakukan oleh anak jalanan. "Dalam praktiknya ketiga program itu dapat diberikan langsung secara bersamaan pada anak jalanan. Mekanisme yang ada saat ini dilakukan melalui pengembangan rumah singgah
Landasan Teori
43
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
anak untuk belajar dan berkembang mengatasi resiko dan tantangan di mana mereka
berada (di jalan, rumah, rumah belajar, sekolah, lingkungan kerja).
Program street Litercy ini dikelompokan dalam tiga kebutuhan anak, yakni
pengembangan diri; perlindungan diri; dam pengembangan keterampilan dan pekerjaan.
Berdasarkan hal itu Depsos (1995:6) merumuskan ada empat strategi yang
diambil dalam menangani penaggulangan permasalahan anak jalanan, yaitu;
Pemberdayaan; Pembelaan; Perlindungan dan Pengembangan diri.
Dalam hal ini penulis membagi dalam dua kelompok yang setiap kelompok saling
berkaitan, yaitu :
1) Pemberdayaan dan Pengembangan
Menurut Depsos (1998:7), pemberdayaan dilaksanakan melalui penumbuh
kembangkan kepedulian dan kesadaran, penyediaan kemudahan serta sumber-sumber
yang dibutuhkan dan peningkatan keterampilan kerja anak jalanan. Sedangkan
pengembangan diselengarakan melalui upaya pendampingan seta peningkatan harkat dan
martabat kemanusiaan anak sebagai perwujudan nilai tambah bagi taraf kesejateraannya
Sarah Whtitemore dan Sutini, hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan dan proses
belajar, mengembangkan anak-anak mengembangkan kemampuan untuk menjaga dan
merawat diri (baik secara fisik, emosi, mental), kemmapuan untuk bergau secara wajar
dengan teman-teman sebaya dan masyarakat luas dan meningkatkan kemampuan “pikir-
baca-tulis-gambar-merecenakan sesuatu-gerak-berkarya” (Mulandar (ed),1996:137)
Menurut Indrasari (dalam Mulandar (ed), 1996 : 3), pemberdayaan adalah
penguatan (empowerment) atau pemanusiaan. Tujuannya mendorong seseorang untuk
memperjuangkan dan merasakan hak-hak asazinya. Pemberdayaan mengutamakan usaha
sendiri dari orang yang diberdayakan sehingga jauh dari makna ketergantungan.
Ia melihat permasalahan eksploitatif dan perlakuan yang mengingkari hak anak
jalanan adalah inti kegiatan pemberdayaan. Posisi anak yang sub-ordinat terhadap orang
dewasa, maka prinsip kesetaraan pendamping yang menggangap mereka sebagai kawan
yang setara, ternyata menumbuh kepercayaan diri dan kepercayaan terhadap pendamping.
(ibid:5).
18 Street Literacy bukan hanya “Literacy” dalam arti baca-tulis. Street Literacy adalah kemampuan orang untuk hidup , belajar dan bekerja, bermain dan berkembang di jalan. (1996:136) 19 Anak jalanan memiliki sifat cendung terbuka, spontan, berani, kreatif dan kritis (Mulandar,1996:5). Sedangkan mereka juga memiliki potensi pandai membaca peluang, militan, belajar bekerja, memiliki
Landasan Teori
44
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Manfaat dari proses pertemanan ini merangsang, membangun motivasi dan
kesadaran partisipatif anak membuka peluang untuk menentukan sendiri kegiatan yang
akan dilakukan dan dikelola bersama. Keterampilan atau kegiatan seperti, keterampilan
keahlian khusus sablon, elektronik, mengetik dan sebagainya masih harus diuji tingkat
kemanfaatannya dan penerimaannya (Ibid: 6).
Sarah Whitemore dan Sutini memandang kegiatan tersebut dapat mengajak anak
bljar-kerja secara kelompok, merencanakan sesuat, mengelola uang (modal, laba) dan
kewiraswastaan (dalam Mulandar (ed), 1996:137)
Menurut Nusa Putra dari Yayasan Nanda Dian Nusatara, melakukan
pemberdayaan dengan pendekatan Preventif-Edukatif, dengan memberi tekanan pada
perhatian pada usaha mencegah munculnya masalah baru atau masalah yang lebuh aku
melalui jakur pendidikan, kemudian menyusul pemberian bekal pengetahuan dan
keterampilan. Pendidikan tidak berarti persekolahan, Persekolahan biasanya
mengharuskan dijalaninya disiplin waktu yang sifatnya tetap, teratur, dan terikat.
Sedangkan anak-anak jalanan mereka akan menolak karena waktu produktivitasnya untuk
mendapatkan uang akan hilang dan mereka tidak memiliki jam kerja yang tidak teratur.
Untuk itu membutuhkan proses waktu dan empati untuk memberikan penyadaran akan
pentingnya pendidikan dan kegunaannya bagi dirinya dan orang lain.
Metode persekolahan yang mereka bentuk membagi anak dalam kategori
kemampuan.Proses setahun dijalani dengan pendidikan balajar membaca, menulis,
berhitung. Kemudian meningkat menjadi ilmu pengetahuan sekolah umum 20. Setiap
petemuan hanya berlangusng dua jam dari pukul 09.00 –11.00, karena waktu itu tidak
merugikan mereka dalam mencari uang. Setelah menyelesaikan program, kemudian
anak-anak yang dinilai berprestasi dapat mengikuti ujian persamaan SD sedng yang
memiliki niat dan kemampuan lebih dimasukan ke jenjang SMP Terbuka, sedang mereka
yang kurang mampu dibekali keterampilan atau kursus keahlian otomotif, pertukangan,
sablon, dan lain sebagainya (Ibid, 1996:128-129). 21
solidaritas yang tinggi sesama teman, terlatih kesabaran, mudah belajar sesuatu dan mudah bersikap percaya (Ibid: 155). 20 Seluruh mata pelajaran tidak hanya ditujukan agar anak memiliki tanggung jawab pribadi/sosial, kemandirian dan kreatifitas, namun lebih dalam mengasah kekritisan yang konstruktif. Pola guru-murid sebagai hubungan kesetaraan dan keterbukan. Selama proses belajar, anak sebagai individu yang bebas, tetapi bukan tanpa disiplin atau ketaatan melainkan komitmen yang memotivasi dan membangun kesadaran belajar. Gerakan pendidikan ini adalah sebuah proses dalam diri anak dan juga pendamping (kompas, 24/07/01:28)
Landasan Teori
45
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Tumpang tindihnya keinginan untuk tetap belajar dan tuntuan kerja perlu segera
dicarikan alternatifnya dengan mengembalikan sekolah kerja, yakni sekolah sambil
bekerja. Model sekolah ini akan lebih efektif dan lebih realistis untuk dilaksanakan,
sehingga mereka memiliki kesempatan belajar semaksimal mungkin untuk bekal masa
depannya (Republika, 29/4/97).
W. Sarah , menuturkan ada kalanya anak jalanan yang mengemis dan mengamen
diberi motivasi untuk dapat putar haluan menjadi asongan atau cara lain untuk prospek
meningkatkan kepercayaan diri dan taraf hidup. (http:/.kompas on line.com, Anjal 3.htm, 20 Juli
1996: p.2)
2) Perlindungan dan Pemebelaan
Menrut Depsos (1998: 7), pembelaan dilaksanakan melalui uaya pemberian
dukungan bagi anak jalanan dalam menemukan jati dirinya dan mengembangkan peran
dan haknya sebagai anak. perlindungan dilaksanakan melalui kegiatan pencegahan
terhadap kemungkinan lebih merosotnya harkat dan martabat kemanusianya, penciptaan
rasa aman dan perlindungan terhadap penyalahgunaan dan perlakuan salah.
Menurut Indrasari (dalam Mulandar (ed), 1996 : 7), pengakuan terhadap
eksistensi mereka adalah kebutuhan dasar anak jalanan. Kegiatan yang memberi ruang
ekpresi dan kebutuhan untuk didengar seperti, kegiatan yang berbau kesenian dan diskusi
menyangkut pengalaman kerja atau hidup.
Menurut Sarah Whitemore dan Sutini dapat melalui beberapa latihan untuk
memperkuat diri secara fisik (olahraga,bela diri) dan diskusi untuk lebih memahami hak-
hak dan untuk menghadapi kekerasan di jalan. Bagaian perlindungan diri melibatkan
masyarakat lokal seperti, pemerintah, tokoh masyarakat, aparat keamanan, dan advokat
hukum (Lembaga Bantuan Hukum) untuk menjaga dan mendukung keberadaan waktu
anak di jalan (Mulandar (ed), 1996:136-137)
Cecep Junaidi (dalam Mulandar (ed) 1996: 97,104), mengkuatirkan permasalahan
seks Bebas yang terjadi di sebagaian besar anak jalanan. Oleh karena itu dibutuhkan
perlindungan dari ancaman dan resiko penularan HIV/AIDS. Program yang dilakukan
berupa penyuluhan , perekutan dan pelatihan penyuluhan dari informal leader atau yang
21 Sanggar alang-alang ,Surabaya, mendirikan Sekolah Malam Pengamen yang setiap rabu malam pelajaran tentang teknik vokal dan musik yang benar, kemudian kamis malam dibekali pengetahuan agama dan moral, Ujar Didit Hape. (Kompas, 5/5/01:19).
Landasan Teori
46
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
berpengaruh pada kelompok sasaran dan monitoring/evaluasi terhadap upaya dan
permasalahan yang dihadapi informal leader.
Azas Tigor dari Institut Sosial Jakarta (ISJ) (dalam Mulandar (ed), 1996:77),
mengamati atas kasus kasus penindasan terhadap keberadaan anak jalanan yang
mengalami penangkapan, penyiksaan dan perampasan yang dilakukan oleh aparat
keamanan, sebagai relevansi dari perda no 11 tahun 1998 tetang ketertiban lingkungan
kota.
Advokasi yang dilakukan ISJ bertujuan untuk melakukan pembelaan dan
penyadaran baik intern (ke dalam diri anak) atau ekstern (keluar, masyarkat
umum).Secara internal melakukan penyadaran akan penindasan yang mereka alami
melalui open house22, kunjungan, dan persahabatan. Sedangkan secara eksternal betujuan
agar anak-anak memperoleh pengakuan dan perlakuan dari pihak penguasa dan
masyarakat umum. Misalnya perjuangan akan pencabutan perda no 11 tahun 1988 atau
peraturan yang sejenis agar mereka dapat bekerja dengan aman, usulan pembentukan
Komisi Nasional Anak dan penaganan kasus-kasus hukum yang melibatkan penindasan
dan eksploitasi terhadap anak jalanan di pengadilan, serta penulisan melalui media massa,
buletin mengangkat persoalan hidup anak-anak yang bekerja dan berada di jalan.
Siswanto (2003:12), perlunya penyederhanaan pembuatan akte kelahiran dengan
biaya rendah akan mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak anak lebih besar. Hampir
sebagain besar anak jalanan tidak memilki akte kelahiran
Subarjah. S (Direktur LPA Yogyakarta), memandang pentingnya KTP sebagai
alat segala keperluan sosial masyarakat bagi anak-anak jalanan. Bukan hanya itu saja,
jaminan kesehatan, hak memperoleh kesejahteraan, hak untuk menikah, hak untuk
dikubur layak dan hak-hak fundamental lainnya sebagai manusia hidup.
(kompas,10/12/02: 19)
Depsos (1995:7, bdk Tata mulandar, 1996:156-157) merumuskan program
penanganan anak jalanan dengan merumuskan tiga konsep pendekatan penaggulangan
dan permasalahan anak jalanan yaitu;
1) Street Based
Model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada mereka; berdialog,
22 Open house atau rumah terbuka yang dimiliki ISJ terdapat di Jl Arus Dalam I, Cawang, Jakarta Timur. mejadi persinggahan sementara. Ditempat ini berkumpul, belajar dan berlatih musik-teater.Metde yang luwes diperlukan agar diterima dan tidak merengut anak-anak itu dari komunitas mereka di jalan ( Laput, gatra, 27 Juli 1996: No.37/II).
Landasan Teori
47
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman. Dalam beberapa jam, anak-anak diberikan materi pendidikan dan keterampilan, di samping itu anak jalanan juga memperoleh kehangatan hubungan dan perhatian yang bisa menumbuhkan kepercayaan satu sama lain-yang berguna bagi percapaian tujuan intervensi. Di sini prinsip pendekatan yang di pakai biasanya adalah”asih, asah, dan asuh .” 2) Center Bassed
Pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau panti – seperti pada malam hari diberikan makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial. Pada panti yang permanen, bahkan disediakan pelayanan pendidikan, keterampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian dan pekerjaan bagi anak-anak jalanan.
Penampungan ini bersifat sementara (Drop-in center) yang ditujukan unutk anak jalanan yang masih bolak-balik ke jalan, sedang untuk mereka yang sudah benar-benar meninggalkan jalanan akan ditempatkanpada penampungan yang bersifat tetap (residential center) 23.
3) Family and Community Based
Model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Keluarga diberikan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf hidup, sementara Anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dam masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.
Bila pendekatan program/strategi ini dihubungkan dengan tipologi anak jalanan
dapat digambarkan pada tabel dibawah ini.Tabel ini merupakan fungsi utama dari
pelayanan terhadap anak jalanan. 24
23 Pada pantai atau lembaga anak jalanan yang sudah mapan biasanya menyediakan drop-in cnter dan residential center. (Ibid :157) Iskak Wijaya, Sekretaris Jenderal Konsorsium Nasional untuk Anak dalam Lindungan Khusus di Jakartamenawarkan konsep rumah mandiri untuk menggantikan rumah singgah. Dengan memanfaatkan model pendidikan berasrama, anak jalanan akan menjalani pendidikan secara efektif."Dengan begitu, ketika mereka keluar dari rumah mandiri ini, mereka benar-benar bisa mandiri dengan keterampilan yang ada. Atau, bisa juga memanfaatkan rumah mandiri sebagai tempat tinggal. Problem besarnya, memang tidak mudah mengajak anak jalanan untuk tinggal di asrama (dalam MAM, Kompas 28 November 2002) 24 Berdasarkan Tata Sudrajat dalam Mulandar (ed), 1996:159), bdk Sanituti&bagong (ed),1999:780, Bdk Depsos,1998:8
Landasan Teori
48
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Tabel II.4
Karakteristik dan Upaya Penanganan Anak Jalanan KELOMPOK ANAK JALANAN MODEL FOKUS INTERVENSI
Childern of the street tersisih/putus hubungan dengan keluarga/orang tuannya
Center Based (panti)
Rehabilitasi - Advocasy
Children on the Street berhubungan dengan keluarga/orang tua tetapi jarang
Street Based (Street Literacy)
Protection - Empowerment
Children from Families of Street Masih berhubungan dengan orang tua/keluarga
Community Based (Keluarga dan Masyarakat)
Preventif
Namun dari tiga pendekatan tersebut merupakan pilihan yang bisa diterapkan
kepada kondisi anak-anak, tidak satupun tipe pendekatan yang dilakukan lebih baik dari
yang lain, karena setiap tipe mempunyai ciri khas terseniri dan semuanya tergantung pada
kebutuhan dan masalah anak jalanannya. Berdasarkan pengertian ini pela maka
keberhasilan penangan tergantung pada pengaruhnya kepada anak (ibid:158).
Tidak semua LSM menggunakan strategi pendekatan kepada anak dan keluarga,
ini dimaklumi karena keluarga anak biasanya jauh dan membutuhkan banyak biaya dan
waktu untuk dijangkau. Pendekatan terhadap anak dan keluarga sangat tepat, mengingat
sumber masalah sebenarnya datang dari keluarga (Ibid 158).
Penanganan menjadi lebih baik bila diperluas pada lingkungan tempat kerja dan
bermain anak jalanan, meski pada akhirnya penanganan menjadi lebih kompleks dan
menyeluruh (Ibid:158)
Juprianto (Pekerja sosial ISJ) , Mengemukakan bahwa persoalan anak-anak
jalanan sebenarnya bukan melulu material; sandang dan papan.
“Yang teramat penting adalah kasih sayang, perhatian dan cinta. Modal itu membuat anak makin berdaya. Sebagian besar dari mereka tidak mempunyai orang tua dan dan kurang mempunyai waktu untuk berkasih sayang dengan keluarga. Nah, dalam hal ini kami hadir sebagai sahabat bagi mereka dengan penuh cinta, cndar ria, dan rileks.” (Hati Baru, Febuari 1999:21)
Landasan Teori
49
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Sarah Whitemore (dalam Mulandar (ed), 1996:138), melihat selain anak-anak
orang yang sangat penting dalam pelayanan terhadap anak jalanan adalah sreet educator
atau pendamping anak jalanan. Pendamping sekaligus sebagai kawan, kakak, ibu/ayah
angkat, perawat, guru, pembela, pendukung untuk anak. Yayasan Mitra Masyarakat Kota
yang dikelolanya memberika tawaran, misalnya ;
1. Dukungan atas pekerjaan penuh; Keterangan kerja, Jadwal mingguan, dan
bulanan, perjanjian, biaya transportasi, dukungandari lembaga atau asosiasi
pendamping, dan gaji. Tawaran menjadi pendaping adalah kerja full-time (bisa
24 jam x 7 hari tanpa cuti).
2. Kesempatan dalam mengembangkan staf, (pelatiahan, seminar, belajar
keterampilan, study banding, magang, diskusi)
3. Sama-sama mengembangkan kurikulum street Literacy sambil program
berjalan (konsultasi dengan pendamping lain atau konsultan pendidikan).
4. Mendukung dan membantu mengembangkan jaringan di antara pendamping
baik dari dalam jakarta dan juga luar jakarta
Depsos memberikan sebuah alur atau proses penanganan anak jalanan yang
konsisten, terpadu, lintas sektoral, komprehensif, dan holisitik melalui gambar dibawah
ini. (1995:9)
Landasan Teori
50
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
PILIHAN PENDEKATAN
Gambar 2.2
Alur Pelayanan untuk anak jalanan
Keterangan gambar Langkah-langkah.
1. Pendekatan (intake)kepada anak jalanan dan keluarganya dijalanan dan tempat tinggalnya untuk menciptakan hubungan yang nyaman dan mendukung penanganan masalah.
2. Assesment (Ketertarikan) terhadap anak jalanan dan keluarganya yang meliputi :
1). Permasalahan yang meliputi faktor penyebab, situasi, dan dampak. 2). Kebutuhan yang meliputi fisik, psikis dan sosial. 3). Potensi yang meliputi fisik, emosional, dan intelektual.
KARAKTERISTIK: 1. anak yang
hidup di jalanan 2. Anak yang
bekerja di jalanan. 3. Anak yang
rentan menjadi anak jalanan
Assesstment: 1.Masalah 2.Kebutuhan 3.Potensi
Lingkungan Sosial : 1.Keluarga (retak) 2.Sebaya/teman 3.Kenalan 4.Ketetanggan 5.Sekolah 6.Masyarakat 7.Pengadilan 8.Polisi 8.LSM/Orsos 10.Nilai/norma 11.Relasi-relasi 12.Pasar kerja
Permasalahan: 1.Kelangsungan 2.hidup 3.Perkembangan 4.Perlindungan 5.Beban ekonomi Negara 6.Social cost tinggi 7.Ketahanan nasional terganggu
RUMAH SINGGAH
Street Based
(Basis Jalanan) Mobil Sahabat
anak
Center Based
(Basis Panti)
Pondokan (Boarding
House)
Family and community
Based (Basis
Keluarga dan Masyarakat)
1.Penjangkaun pendidikan. 2.Resosialisasi 3.Kartu sehat 4.Penyuluhan/ penegakan hukum. 5.Bimbingan motivasi anak dan orang tua. 6.Pendidikan Formal. 7.Bimbingan ketermapilan. 8.Paket keterampilan. 9.Perlindungan10.Bantuan modal untuk orang tua dan anak. 11.Bimbingan lanjut.
PILIHAN KEGIATAN
Landasan Teori
51
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3. Perencanaan tindakan yang didasarkan atas: 1). Hasil assessmetn. 2). Pemilihan metode dan teknik yang tepat yang berkaitan dengan. 3). Karakteristik, sasaran dan permasahannya dilakukannya secara. 4). Partitipasi yahni bersama-sama dengan anak jalanan.
4. Tindakan yang meliputi aspek pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan secara partisipasif.
5. Evaluasi terhadap proses, hasil, dan dampak tindakan. 6. Tindak lanjut untuk rujukan atau terminasi.
Metode
1). Intervensi individual, yahni metode perseorangan dalam menghadapi anak jalanan karena keunikan massalah yang mereka hadapi dari sifat yang kasuatik.
2). Intervensi kelompok yakni metode kelompok untuk menangani masalah anak jalanan secara berkelompok atau kelompok sebagai media bagi pemecahan masalah seorang anak.
3). Intervensi masyarakat yakni metode bekerja dengan masyarakat dalam menangani masalah anak jalanan dengan melibatkan keluarga dan berbagai unsur lainnya di masyarakat.
4). Workshop, yahni metode untuk membahas dan memahami berbagai pandangan dan kegiatandari berbagai lembaga yang bekerja dengan anak jalanan dengan cara curah pendapat atau tukar pengalaman.
5). KIE, adalah metode kemunikasi, informasi dan edukasi, ditambah sosialisasi tentang berbagaimasalah dan prograam anak jalanan utnuk pengetahuan dan penyadaran masyarakat.
Sarana
Sarana – sarana yang diperlukan adalah: 1. Sumber daya yang terlatih. 2. Pedoman pelaksanaan dan petunjuk operasional penanggulangan maslah anak
jalanan. 3. Model-model penanggulangan masalah anak jalanan. 4. Modul-modul kegiatan penanggulangan masalah anak jalanan. 5. Sistem dan perlengkapan manajemen. 6. Media informasi dan komunikasi. 7. Pelayanan dan perlengkapannya
2.3. Kendala yang Dihadapi
Kendala yang akan dialami dan dirasakan dalam proses penangan anak jalanan
menurut Wasis sasmito dari YPSM , Jember terjadi dalam internal masyarakat, internal
lembaga dan internal pendamping itu sendiri.
Pendampingan sering kali berhadapan dengan simbol budaya masyarkat yang diwakili oleh figur masyarakat. Kelangsungan kegiatan ditentukan oleh fatwa oleh figur tersebut.Pendampingan seringkali dinilai tidak bermanfaat yang jelas dalam jangka pendek, sementara ukuran yang dipakai adalah ukuran kuantitas
Landasan Teori
52
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
(ekonomi). Proses pendampingan yang memakan waktu yang panjang kadangkala tidak membuahkan hasil menurut ukuran yang diminta dalam waktu singkat membuat pendampingan membutuhkan kesabaran yang menjenuhkan.
Permasalahan internal lembaga kami yang cukup dominan karena kurangnya reference of experience tentang pendampingan sehingga yang selalu muncul adalah reaksi spontanitas yang cendrung emosional.
Beragamnya akitivis yang terlibat, beragam pula motivasi aktivis 25. Sedang bekal konsepsi metode pendampingan membuat mereka terlibat dalam masalah-masalah antar masyarakat. (dalam Mulandar (ed), 1996:25-26)
Sedangkan menurut Cecep Junaedi, dari Yayasan Mitra Indonesia, kadangkala
kebutuhan dan keinginan anak tidak dapat terakomodir dengan baik karena permasalahan
biaya dan dan keterbatasan jumlah dan kemampuan pekerja sosialnya.(dalam Mulandar
(ed) 1996:97).
Kendala kemudian adalah pada kesadaran anak jalanan itu sendiri yang masih
merasa senang akan kehidupan yang dijalani dan pengaruh kuat kondisi dunianya
membuatnya berlaku seenaknya, acuh tak acuh dan mengambil barang miliki teman atau
faslitas rumah singgah. Karena setiap anak jalanan yang ada dalam proses penanganan
memiliki banyak motivasi atau kepentingan tertentu yang ada dalam dirinya. Sehingga
memang tidak mudah melakukan perubahan atas diri anak jalanan. (Hidup Baru (Vol
II/9), Febuari 1999: 11).
Kesadaran anak jalanan hubungannya dengan orang dewasa yang diungkap Setiadi
Agus dalam penelitiannya bahwa banyak pengalaman menunjukkan, bantuan orang
dewasa tidak bisa dilepaskan dari pamrih atau kepentingan yang mereka miliki. Bagi
sebagian anak yang kritis, hal itu amat menyakitkan hatinya. Anak-anak itu sering merasa
menjadi obyek dagangan, kendaraan politik atau kendaraan karier orang-orang dewasa,
karena yang mengambil sebagian besar keuntungan dari program untuk anak adalah orang
dewasa, bukan anak-anak. (Kompas 23 Juli 2003)
2.4. Kriteria keberhasilan
Kriteria keberhasilan dikutip dari dari Depsos (1995:14)
25 Permasalahan ini mencakup pada minat dan totalitas pendamping. Kesulitan mencari pendamping yang setia karena disadari kegiatan ini tidak menjanjikan apa-apa baik secara materi maupun karir. Sedangkan di satu sisi mereka harus meluangkan diri untuk tugas atau kepentingannya yang lain. Kegiatan ini kerap kali
Landasan Teori
53
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
1) Anak jalanan
1. Tumbuh kembangnya kesadaran akan permasalahanyang dihadapi serta motivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya, baik dibidang pendidikan, kesehatan, maupun kehidupan sosialnya. Hal ini tercermin dalam sikap dan perilaku anak seperti mengurus kebersihan dirinya sendiri, masuk sekolah atau mengikuti pelatihan keterampilan sampai selesai.
2. Kembalinya dalam lingkungan keluarganya. 3. Dimilikinya peluang berusaha secara wajar atau memperoleh alih kerja
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
2) Keluarga
1. Berperannya kembali keluarga dalam menyelenggarahkan fungsi sosialnya. 2. Meningkatnya kemampuan dan peluang bagi keluarga dalam memperbaiki
dan meningkatkan taraf hidupnya.
3) Masyarakat
1. Tumbuh kembangnya kesadaran masyarakat tentang anak jalanan beserta permasalahan yang ditimbulkan.
2. Tumbuhnya kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program.
menjadi ruang tunggu sebelum memperoleh pekerjaan yang leih cocok. Indrasari .T, Pemberdayaan Pekerja anak, Studi mengenia Pendamping Anak Jalanan, Akatiga, Bandung. 1995: 46-47)
Landasan Teori
54
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Sebelum lebih dalam menganalisa (Bab IV) tentang upaya penanganan anak
jalanan oleh Yayasan Merah Merdeka, Surabaya. Pada bab ini penulis memberikan
gambaran umum mengenai lembaga ini dan program-program yang ada.
3.1. Latar Belakang Sejarah
Yayasan Merah Merdeka adalah lembaga sosial yang secara legalitas mendapat
pengakuan dari Pengadilan Negeri Surabaya tertanggal 29 Novemeber 1999, dengan
akte notaris bernomer 208/1999. Akte ini dinotarisasikan oleh Ony Septi Pontuanto SH
sejak 24 November 1999. Tanggal tersebut , oleh lembaga ini menjadi hari jadinya.
Terbentuknya Yayasan ini merupakan hasil sebuah proses yang dimulai sejak
awal tahun 1997. Pada awal tahun 1997 , beberapa kaum muda katolik dari Mudika
(Muda-mudi Katolik), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia)
dan lembaga lainnya seperti PRD (Partai Rakyat Demokratik), dsb. Keprihatinan
mereka ini kemudian menjadi sebuah misi keterlibatan untuk mengetahui persoalan dan
permasalahan yang dialami dan dirasakan oleh anak-anak jalanan yang beroperasi di
terminal Joyoboyo, Stasiun Wonokromo, Perempatan lalu-lintas Al-Fallah dan
perempatan lalu lintas Jl. Raya Darmo. Tempat-tempat tersebut merupakan daerah
operasional anak-anak jalanan yang terbesar , sekaligus lahan-lahan yang paling
strategis sebagai pusat keramaian dan jalur lalu lintas yang paling ramai/sibuk di kota
Surabaya. Kondisi tersebut berdampak pada tingginya jumlah pendapatan mereka. Misi
keterlibatan ini kemudian di koordinir oleh Rm. Gani Soekarsono, CM1. Beliau menjadi
tokoh perintis, pendukung dan pendamping mereka, secara spritualitas dan aksi mereka.
Tokoh ini juga menjadi figur yang dipercaya oleh umat dan masyarakat untuk
menyalurkan berbagai bentuk bantuan yang dibutuhkan anak jalanan.
1 Pada waktu itu sebagai Pastur pembantu Gereja Katolik Kristus Raja dan Pastur di Gereja Stasi Pogot.
Gambaran Umum Lembaga 58
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Menurut Yudith2, “ Awalnya kami menyebut gerakan malam, karena aktifitas kami pada waktu itu dilakukan pada tengah malam. Pada saat itu kondisi lampu merah sudah tidak aktif, dan anak-anak berkumpul pada kelompok-kelopmpoknya di suatu tempat dekat daerah mereka beroperasi. Pada saat itu kami melakukan pendekatan atau pertemanan (istilah kami) kepada anak-anak jalanan. Gerakan pertemanan ini kemudian semakin lama menjadi sering dilakukan dalam setiap minggunya. Bahkan mengundang simpatisan yang menjadi terlibat dan bergabung bersama dengan gerakan kami ini. Proses pendekatan ini menumbuhkan rasa empati dan simpati terhadap
kehidupan dan keberadaan anak-anak jalanan yang dipenuhi permasalahan dan ancaman
dari luar dan dari dalam yang dapat membahayakan kehidupan mereka, baik secara fisik,
psikis, dan seksual, maupun kehidupan sosial dan masa depannya.
Hal pertama yang dilakukan adalah membuat tempat perlindungan sebagai
tempat yang aman untuk dapat beristirahat dari ganguan cuaca dan ancaman dari pihak
yang mengancam atau memanfaatkan mereka. Tempat itu sekaligus memudahkan untuk
memantau dan melakukan pendekatan lebih intensif.3
Pada Juni 1997, mereka mengadakan pertemuan di rumah Erma Setyowati
sekaligus sebagai seketariat di Jl Asem Jaya II. Tujuannya pada waktu itu untuk
menentukan program ke depan. Setelah melalui pembicaraan yang panjang akhirnya
menimbang dan memutuskan, gerakan sosial ini untuk membentuk sebuah komunitas
yang tidak berbadan hukum. Atas usul Awang, komunitas kami dinamakan Sanggar
Hitam Putih.
Hasil pertemuan juni 1997, menyepakati mengkontrak sebuah rumah di Jl.
Brawijaya no 3. Rumah ini ditujukan sebagai tempat perlindungan, Rumah ini sangat
strategis, karena tidak jauh dari daerah operasi mereka (Terminal Joyoboyo, Stasiun
Wonokromo, dan Perempatan Al-Fallah).
Sekitar empat puluh orang relawan pada waktu itu yang intensif yang melakukan
pendampingan terhadap anak jalanan di rumah ini. Namun ada tiga orang pendamping,
yakni Yudith, Casper dan Agus Mally relawan yang tinggal bersama mereka. Mereka
2 Mantan pendamping anak jalanan. Seorang Mahasiswa UNITOMO, juga aktifis PMKRI. Sekarang menjadi Presidum PMKRI pusat di Jakarta. (wawancara tgl 21 Febuari 2004) 3 Ungkap Rm Gani.S,CM, wawancara tanggal 11 Febuari 2003.
Gambaran Umum Lembaga 59
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
inilah yang mengajari sikap hidup yang benar dan etika di antara anak jalanan yang
tinggal.
Perkembangan kemudian, beberapa dari anak jalanan membutuhkan untuk
sekolah, peminjaman modal, pengetahuan keterampilan, dan pembelaan hukum. Situasi
ini membutuhkan dan menuntut pengakuan/legalitas, baik datang dari pemerintah, aparat
kepolisian dan masyarkat luas. Pengakuan ini sebagai tuntutan pertanggung jawaban atas
pelayanan yang sangup menampung dan mendampingi keberadaan anak jalanan.
Agus Mally, Casper dan Yudith mengusulkan persoalan ini untuk segera mungkin
melegalisasi gerakan ini kepada Rm.Gani. S, CM. Namun demikian usulan ini
mendapatkan penolakan dari relawan lain (Sinta, Erma, dll), karena hal itu ahkirnya
bermuara pada konflik keuangan.4
Peseteruan ini kemudian membuat kelompok yang contra, mengundurkan diri dan
memisahkan dari kegiatan ini. Sedangkan proses legalitas berlangsung terus hingga
disetujui pada 24 November 1999. Proses ini mengubah Sanggar Hitam-Putih menjadi
Yayasan Merah Merdeka dengan seketariat di Jl. Dinoyo alun-alun II/36.C
3.2. Falsafah dan Tujuan Lembaga 5 Falsafah lembaga ini diambil dari nama lembaga Merah Merdeka “Membangun
Masyarakat Humanis, Membebaskan Rakyat dengan Kasih”
Sedangkan yang menjadi tujuan Yayasan ini adalah
1) Membangun persaudaraan diantara sesama.
2) Memberikan ruang aktualisasi diri.
3) Melatih anak berani.
4) Menumbuhkan harga diri anak miskin
5) Melatih orang yang lebih mampu untuk lebih peduli pada anak-anak miskin.
Sering kali orang yang hidupnya lebih mampu tidak mau melihat sesamanya
yang menderita.
4 Menurut penuturan Sinta kepada penulis. 5 Berdasarkan AD/ART Yayasan Merah Merdeka.
Gambaran Umum Lembaga 60
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3.3. Struktur Pembagian Tugas
3.4. Jenis kegiatan
Jenis kegiatan di lembaga ini terdiri dari empat bidang yakni,
3.4.1. Bidang komunikasi
Komunikasi ditujukan sebagai bentuk penyadaran kepada masyarakat akan
kondisi dan keberadaan mereka. Ada beberapa hal yang dilakukan yayasan ini
berkaitan dengan komunikasi yakni,
1. Media Buletin
Media buletin ini meceritakan kisah-kisah yang berkaitan dengan peristiwa-
peristiwa yang terjadi setiap bulannya dalam proses pendampingan, riwayat
hidup anak dampingan, karya tulisan anak dampingan, informasi program
dan ucapan terimakasih.
Penanggung Jawab
Bendahara I Seketaris
Manajer Program / Koodinator Umum
Koordinator Sanggar “Jagir”
Koordinator RSAJ Koordinator Sanggar “Simo”
SUKARELAWAN
Gambaran Umum Lembaga 61
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
2. Media seni
Kreativitas seni yang dimiliki dan dikembangkan dari anak dampingan,
seperti kelompok musik, teater dan dan seni rupa, kemudian ditampilkan di
kalangan Gereja, Universitas, festival seni dan kelompok masyarakat atas
dasar moment tertentu atau undangan.
3. Seminar dan lokarya
Keterlibatan yayasan ini dalam sejumlah seminar atau lokarya dari tingkatan
pemerintahan kota, antar LSM anak jalanan, Sekolah-sekolah, Universitas
dan kelompok sosial/Gereja/keagamaan, atau kelompok masyarakat lainnya.
4. Jaringan
Jaringan-jaringan ini bertujuan tidak hanya sebagai sarana komunikasi,
melainkan menjadi sumber informasi dan dukungan. Misalnya melalui
jaringan internet (lembaga ini termasuk dalam salah satu jaringan melalui
internet www. pondok renungan.org 6)
5. Penerbitan Buku
Salah satu buku yang diterbitkan dengan judul Perhentian di perempatan
jalan. Buku ini ditulis oleh Rm.Gani. S, CM. Berisikan tentang cerita-cerita
dan pengalamam beliau dalam mendampingi anak jalanan sebagai bentuk
refleksi kehidupan, khususnya umat kristiani.
3.4.2. Bidang Program
Program-program yang ada dimulai dari yang sifatnya karikatif hingga program
yang lebih konfrehensif, terpadu dan holistik. Program-program tersebut7, yakni
1. Perlindungan dan Pendampingan anak jalanan melalui rumah singgah.
2. Pemberdayaan anak jalanan melalui persekolahan formal, bantuan modal
usaha, pelatihan keterampilan dan peluang kerja.
6 Situs ini memberikan informasi mengenai gambaran umum, program-program, dan laporan keuangan YMM 7 “Program-program dilaksanankan melihat proses perkembangan akan kebutuhan yang dianggap penting dan mendesak, serta potensi yang dimiliki dan jaringan yang ada”, ungkap Rm. Gani, CM .
Gambaran Umum Lembaga 62
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3. Pembelaan terhadap kasus-kasus berkaitan dengan permasalahan hukum
terhadap anak jalanan.
4. Pemulihan dan penyembuhan dari permasalahan kerohanian, psikologis dan
fisik. Serta hubungan dengan keluarga/orang tua.
5. Pencegahan munculnya anak-anak yang bekerja di jalan, dengan membuka
program-program pendampingan belajar di pemukiman pemulung (Jagir) dan
kawasan miskin pinggir kota (Simo).
6. Peningkatan status sosial-ekonomi keluarga anak dampingan melalui
pinjaman modal usaha dan kawin massal.
3.4.3. Bidang pendanaan
Sumber pendanaan operasional berasal dari donatur-donatur, yang sifatnya tidak
tetap, maupun tetap. Yayasan ini hanya bersumber dari sumbangan para donatur.
Umumnya mereka adalah kelompok-kelompok dari kalangan Kekristenan,
walaupun ada pula dari kelompok lainnya. Sebagain besar dari sumber
pendanaan berasal dari upaya yang dilakukan oleh Rm.gani, Cm melalui
pelayanan-pelayanan dikalangan umat Gereja, pengusaha-pengusaha dan
masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri. Dan pendistribusian diatur
oleh bendahara yang disetujui oleh beliau.
3.5. Basis-Basis Pendampingan
Basis-basis pendampingan YMM merupakan keterlibatan konkrit terhadap
penaggulangan permasalan anak jalanan secara menyeluruh dan berkelanjutan yakni,
3.5.1. Rumah singgah Anak Jalanan (RSAJ)
Rumah singgah anak jalananYayasan Merah Merdeka ada dan terus berada
tergantung sikap dan prilaku anak jalanan yang menempati, selain itu kondisi cara
pandang masyarakat sekitar mempengaruhi keberadaan rumah singgah ini.
Gambaran Umum Lembaga 63
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
1. Sejarah berdirinya RSAJ
Keberadaan RSAJ merupakan sebuah penelusuran beberapa relawan mula-mula
sanggar hitam-putih, yang menemukan beberapa kebutuhan dan permasalahan anak-
anak jalanan yang mereka layani yaitu,8
1) Persoalan keuangan berkaiatan dengan kecurian uang, mencuri uang atau barang orang lain, diminta uang secara paksa. Hal ini adalah hal biasa dan biasa terjadi ketika mereka kelelahan dan tertidur di jalan.
2) Masalah kesehatan, ditemukan beberapa anjal menderita penyakit ISPA (Insfeksi Saluran Pernafasan Atas), batuk, demam. Mereka umumnya dibiarkan , hanya sedikit yang berobat obatan warung/puskesmas.
3) Kekurangan Gizi, rata-rata mereka makan 2 kali sehari dan memakan makanan dari sampah (hoyen). Rata-rata pengeluaran biaya makan kurang diperhatikan. Hal ini membuat kebutuhan gizi tidak seimbang.
4) Kurangnya pakaian, rata-rata penampilan pakaian/tubuh mereka kotor dan jarang dicuci, apalagi mandi (paling bagus 1 kali sehari).
5) Kurangnya tingkat pendidikan, keinginan sekolah besar, sehingga menjadi pengemis atau penjula koran diluar jam sekolah. Minat membaca cukup besar tapi sayangna tidak taman bacaan untuk mereka. Rata-rata mereka tidak tamat SD, sehingga ketiadaan ijasah akan menjadi kendala dikemudian hari.
6) Pelecehan seksual dari pelakuan homoseksual, dan pheodifilia atau prilaku seksual yang tidak sehat seperti onani, nonton film porno, dan seks bebas.
7) Perekelahian menjadi hal biasa dalam kehidupan mereka yang keras, sehingga mudah panas hingga mengakibatkan luka-luka ataupun korban jiwa. Perdamaian terjadi adalah hal yang sifatnya sesaat saja.
8) Umumnya tidak tinggal dengan keluarga/orang tua. Relasi terjadi saat mereka pulang, selain itu tidak relasi sama sekali sekalipun lewat surat. Keadaan ini menyulitkan mereka bila terjadi sesuatu pada diri mereka.
9) Lingkungan yang tidak mendukung. Adanya Perda No.11/1980 (kemudian diperbarui No.104 dan105/2003) mengenai hukuman kurungan kepada gelandangan yang beraktifitas di perempatan, lalu lintas dan pusat keramaian.
10) Ancaman para preman yang meminta jatah atau setoran dengan paksa.
RSAJ yang pertama (Juni 1997) berada di jalan Brawijaya no.3. tetapi dalam
proses keberadaanya mengalami konfik budaya antara nilai-nilai, norma-norma yang
berlaku di masyarkat dengan nilai-nilai dan norma-norma yang tercipta dan berlaku di
anak-anak jalanan. Konflik ini menimbulkan masalah pada ketertiban dan kesopanan di
8 Data dikumpulkan dari wawancara dengan pekerja sosial Agus Mally dan Casper sebagai pendamping di RSAJ
Gambaran Umum Lembaga 64
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
masyarkat. Misal waktu jam istirahat anak-anak membuat keributan/kegaduhan dengan
tawa-canda mereka, menggodai perempuan yang lewat, sengaja membuka baju dengan
menunjukan tato yang ada di tubuhnya, dan lain-lain. Kriminalitas yang indetik dengan
mereka, kemudian meresahkan warga, apabila terjadi kasus pencurian maka rumah ini
menjadi sasaran utama. Prilaku seks mereka yang menyimpang kadangkala membawa
lawan jenis ke rumah bila tidak ada pendamping di tempat itu.
Puncaknya pada tahun 2000 terjadi kasus pembunuhan Toreng9 oleh kelompok
Leo. Awalnya sebuah perkelahian merebutkan wilayah. Luka tusukan yang dialaminya
membuat kehilangan banyak darah dan ahkirnya ia meninggal di rumah itu. Solidaritas
antar kelompok anak jalanan, membuat anak-anak jalanan yang tinggal, bahkan
pendamping di rumah singgah menjadi sasaran kelompok Toreng. Hal ini disebabkan
karena Leo (pelaku) termasuk dalam anak jalanan yang tinggal di rumah singgah ini.
Akibatnya mereka yang tidak terlibat, ketakutan, melarikan diri dan
bersembunyi ke seketariat PMKRI danYMM di Jl. Dinoyo Alun II/36 C. Kasus ini
kemudian menjadi urusan pihak polisi dan pengadilan10 . Kasus ini membuat warga
Brawijaya mendesak untuk menutup rumah singgah ini.
Ahkirnya, karena sulit mendapatkan rumah kontrakan di pusat kota, ahkirnya
seketariat YMM, bertambah fungsi menjadi rumah singgah. Keberadaan rumah singgah
inipun tidak jauh beda dengan kondisi masyarakat di Brawijaya. Konflik budaya
kerapkali menimbulkan permasalahan dengan warga sekitar. Awalnya kondisi
masyarakat Dinoyo tidak peduli dengan keberadaan rumah singgah ini, karena diantara
mereka sendiri terdapat praktek-praktek perjudian adu burung dara, Billiard, togel dan
obat terlarang. Tetapi prilaku anak jalanan yang melakukan praktek-praktek perjudian
yang transparan, akan membahayakan aktifitas mereka.
Tawuran antara penghuni rumah singgah dengan kelompok anak muda kampung
terjadi, terjadi karena kesalah-pahamanan akan kasus-kasus tertentu. Dalam hal ini
9 Tokoh anak jalanan yang menguasai kawasan Perempatan Al-fallah. 10 Yudith dan Casper (pendamping) diancam akan di bunuh, Casper sendiri masuk ke pengadilan karena diduga menyembunyikan barang bukti dan satu pelaku (dodot). Akan tetapi ahkirnya dia berhasil menang dalam pengadilan. Dan ia tetap menyembunyikan Dodot di rumahnya.
Gambaran Umum Lembaga 65
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
pihak anak-anak jalanan menjadi sasaran sebagai pihak yang paling bertanggung
jawab11
Kehidupan anak jalanan kadang membuat tertarik anak-anak miskin di sekitar
Dinoyo. Seperti kasus yang dialami angga (7 Tahun) yang hilang selama 2 tahun yang
ikut dengan Rahman (anjal) ke Jakarta. Sesampai di Jakarta mereka terpisah. Ahkirnya
Angga terikat dengan sindikat anak jalanan di wilayah Jatinegara selama dua tahun.
Upaya meredam emosi warga dengan melakukan pendekatan kekeluarga, melalui
dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat sudah dilakukan. Hasil berupa pengertian dan
kesepakatan antara pihak YMM dan warga membuat keberadaan rumah singgah ini
dapat diselamatkan
Permasalahan-Permasalahan kemudian mencapai puncaknya pada bulan febuari
2003. Aparat kepolisian mendapatkan anak-anak jalanan YMM tertangkap melakukan
perjudian di pagar Sekolah St.Maria dan kasus pemukulan terhadap Mujib 12oleh Heri
(anjal) karena telah mengancam temanya (Dudung). Pada tanggal 27 Febuari 2003,
Kemudian warga memaksa untuk segera menutup rumah singgah dan mengembalikan
fungsi semula sebagai seketariat.
Peristiwa ini, membuat para pendamping segera mengambil tindakan untuk
memilih beberapa anak jalanan yang mereka enggan kembali ke dunia jalanan,
merindukan adanya peluang keterampilan dan kerja ; dan yang mereka yang masih
bersekolah. Mereka ditempatkan di sanggar belajar Simo Pomahan VII/4. Semenjak itu
sanggar ini juga berfungsi untuk menampung mereka.
Pengalaman masa lalu membuat pengawasan dan pembimbingan terhadap
mereka lebih intensif. Mereka difokuskan hanya pada sekolah atau kerja. Dan pemulihan
kembali sikap hidup yang benar dan etika bermasyarkat.
11 Seperti kasus pemukulan salah satu anak warga (Agus) oleh Dodot, karena pelecehan terhadap mbak May (kakak angkat), tetangga rumah singgah. 12 anjal yang diaggap sudah bagian dari warga, karena keaktifannya pada kegiatan warga.
Gambaran Umum Lembaga 66
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
2. Tujuan dan Fungsi RSAJ
Tujuan dan fungsi dari rumah singgah Anak Jalanan YMM yakni13,
1. Sebagai lembaga non – panti, artinya terbuka 24 jam, tidak terikat secara
formal, bebas keluar-masuk. Tetapi dikelola dengan fleksibel mengikuti
keadaan anak jalanan
2. RSAJ berkembang menjadi keluarga. Pekerja sosial bertindak sebagai orang
tua pengganti. Namun menyadari keterbatasan pekerja sosial , maka RSAJ
berperan sebagai perantara (fasilitator) antara anak dan keluarga/orang tua.
3. RSAJ bertujuan pelepasan anak dari dunia jalanan. Dalam prosesnya anak
diarahkan untuk menghindar dari masalah sosial, kriminal, eksploitasi
seksual dan ekonomi.
4. RSAJ dapat mengarahkan anak mempunyai cara hidup yang sehat dan
normatif; memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi saat ini
dan yang akan datang . Segala bentuk kegiatan ini lebih mengarah pada
pemahaman nilai, penambahan wawasan dan pembentukan sikap dan prilaku
normatif.
5. RSAJ Terdapat fasilitas Listrik, air, dan telepon didalamnya. Dengan
fasilitas itu mereka dapat melihat hiburan TV, mendengar radio,
mendapatkan informasi dari keluarga/ teman, mandi, cuci pakaian dan lain-
lain
3. Kelompok Sasaran
RSAJ melayani karakteristik Anak jalanan yakni,
1. laki-laki
2. Berusia maksimum 18 tahun, walaupun dalam prakteknya ada anak-anak jalan
yang telah berusia diatas 18 tahun. Karena banyak RSAJ lain yang sangat
ketat akan batasan usia ini. Masalah menjadi kompleks berkaitan dengan
13 .Tujuan RSAJ tidak tertulis secara lisan, namun dkumpulkan dari wawancara secara bebas dengan penaggung jawab YMM dan mantan pengurus RSAJ YMM.
Gambaran Umum Lembaga 67
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
perkembangan psikologis yang sejak kecil sudah berada di jalan dan
kebutuhan mereka akan kehidupan yang lebih baik.
3. Bersekolah dan tidak bersekolah
4. Tinggal/tidak tinggal dengan keluarga.
5. Melakukan/ tidak melakukan aktifitas ekonomi yang umumnya dilakukan oleh
anak anak jalanan.
4. Program RSAJ
Program RSAJ terdiri dari tiga program pelaksanaan yaitu,
1. Program Bimbingan Anak (PBA)
- Membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi sehari-hari dalam
pekerjaan. Kebiasaan, keluarga, sekolah dan masa depannya.
- Mengarahkan anak mempunyai mekanisme pertahanan diri untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri dan ancaman-ancaman di jalan.
- Bimbingan dapat berlangsung di jalan, di rumah, maupun di RSAJ. Hal
ini ditangani dengan pendekatan case by case (perseorangan) ataupun
bimbingan kelompok.
2. Program Bimbingan Keluarga (PBK)
- Membantu keluarga mengatasi kesulitan yang dihadapi, terutama dalam
pengasuhan anak. Kegiatannya meliputi kunjungan kepada keluarga
ataupun mengundang keluarga ke RSAJ.
3. Program Pendidikan Jalan (PPJ)
- Membekali anak pengetahuan berkaitan dengan kehidupan di jalan.
Pengembangan wawasan dan pembentukan kepribadian. Materi dapat
berupa Pengetahuan umum, kesehatan, sistem sosial, komunikasi, hukum,
dan street literacy (pengetahuan yang efektif pada konteks jalanan). Hal
ini dapat dilakukan di warung-warung dan tempat berkumpul.
Gambaran Umum Lembaga 68
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3.4.2.1. 5. Struktur RSAJ
Struktur RSAJ Yayasan Merah Merdeka yakni,
Ket:
- Pekerja sosial : Menjalankan tugas. Kewajiban dan bertanggung jawab kepada koordinator RSAJ. Memberikan laporan perkembangan anak jalanan dan penggunaan keuangan/fasilitas . Wajib hadir dalam rapat evaluasi dalam setiap minggu dengan koordinator RSAJ dan setiap bulannya dengan manajemen program
- Koordinator RSAJ Mengkoordinasi segala bentuk pelaksanaan kegiatan dan perkembangan yang terjadi di lapangan. Bertanggung jawab kepada manajemen program dan melakukan pertemuan seminggu sekali membahas rencana kegiatan
- Penanggung jawab Bertanggung jawab atas operasional RSAJ dan kondisi pekerja sosial. Evaluasi bersama dalam setiap bulan dengan semua divisi program pendampingan.
3.4.2.2. 6. Pendanaan
Kegiatan RSAJ sepenuhnya di biayai oleh YMM. Setiap bulannya seorang
Pekerja Sosial diserahkan tanggung jawab untuk mengatur keuangan dan melaporkan
pengeluaran dan kebutuhan RSAJ. Dengan demikian pengeluaran RSAJ dapat berbeda
sesuai dengan kebutuhan.
Selain dibiayai oleh YMM, kegiatan RSAJ juga dibiayai dari sumbagan
donatur. Sumbangan yang diberikan tidak hanya berupa uang, tetapi juga pakaian, alat-
alat tulis, makanan instant, dan sebagainya. Sumbagan berupa uang dimasukan ke kas
yayasan,sedangkan sumbangan lain dapat langsung diserahkan ke RSAJ.
Penanggung Jawab
Manajer Program
Koodinator RSAJ
Pekerja Sosial Pekerja Sosial Pekerja Sosial
Gambaran Umum Lembaga 69
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
3.5.2. Sanggar Belajar Jagir
Sanggar ini terletak di kawasan pemukiman kumuh di dekat pintu air Jagir –
Wonokromo. Warga yang menempati tempat ini umumnya adalah kaum gelandangan,
pemulung, nelayan, kuli bangunan/pasar, PSK dan sebagainya. Pada umunya anak-anak
yang berada di kawasan ini membantu orang tuanya bekerja baik mulung, jualan
koran/asongan, ngamen, dan sebagainya.
1. Sejarah berdirinya
Sanggar ini dirintis oleh Fr. Didik, Cm14 ketika dia sedang masa pastoral15. Pada
bulan febuari 2000, beliau sering mengadakan kunjungan di Stasiun Wonokromo. Dari
perkunjungan ini ia banyak mengenal berbagai karakteristik orang miskin di tempat ini.
Proses ini membawanya bertemu dengan salah satu tokoh yang menjadi ketua
kelompok pemulung di wilayah kali jagir (Pak Azis). Ia meminta agar anak-anak
mereka mendapat bimbingan belajar dan bantuan pendidikan
Permintaan tersebut, kemudian ditindak lanjuti dengan mengerahkan relawan
yang bergabung dengan YMM untuk membantu anak-anak mereka mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan.
Sebagai sanggar, digunakan Mushola yang pada waktu itu nampak tidak terurus
dan rusak. Kemudian YMM memberikan bantuan untuk merehabilitasi pembangunan
musollah tersebut. Mushola tersebut kemudian juga berfungsi sebagai sanggar belajar
hingga saat ini. Di sanggar ini terdapat tiga puluhan anak dari tingkatan SD hingga
SLTP. Metode pengajaran pun dibuat dengan situasi keseharian mereka melalui
permainan atau kreatifitas seni, sehingga membuat mereka tetap semangat untuk
bersekolah.
Faktor keluarga miskin membuat orang tau mereka tidak menyanggupi untuk
membayar uang sekolah anaknya. Namun demikian bantuan pendidikan yang diberikan
kepada anak-anak mereka tidaklah sepenuhnya, orang tua juga harus membantu biaya
14 Sekarang menjadi Romo Paroki di Magetan- Jawa Timur dan Romo yang membantu di seminari menegah vincentius a Paulo di Garum-Blitar. 15 Masa Pastoral merupakan persiapan calon romo (Frater) sebelum ditahbiskan menjadi imam. Hal ini sekaligus untuk menyusun tesisnya untuk program pasca-sarjana (S-2) di STFT Widya Sasana – Malang.
Gambaran Umum Lembaga 70
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
pendidikan sekolah anaknya berdasarkan potensi yang ia miliki. Harapannya orang tua
menjadi bangga bahwa ia juga berpartisipasi dalam pendidikan anaknya dan tidak
bergantung dengan bantuan yang diberikan.
Pada april 2003 perkembangannya meluas hingga wilayah Bendul merisi.
Umumnya mereka bersekolah yang sama dengan anak sanggar jagir di SD Proklamasi.
Sekolah ini merupakan pilihan dari banyak keluarga miskin, karena biaya pendidikan
yang murah.
Sejak tahun 2002 Sari (mahasiswa Universitas Putra Bangsa, fakultas Psikologi)
dianggkat menjadi koordinator sanggar ini. Pelaksanan kegiatan dilaksanakan setiap
hari minggu dari jam 09.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Ia bertanggung jawab atas
kondisi dan perkembangan yang terjadi dalalm proses perencanaan dan pelaksanaan
program. Ia menampung segala bentuk kebutuhan dan permasalahan yang muncul
dalam proses pendampingan dan melaporkannya dalam pertemuan rutin setiap
minggunya dengan pengurus YMM untuk mengambil kebijaksanaan atas persolan
tersebut.
2. Tujuan dan Fungsi
Tujuan dari kegiatan sanggar Jagir adalah
1. Mengurangi korban anak-anak yang bekerja di jalanan, karena keluarga mereka
tidak sanggup membiayai pendidikan mereka.
2. Mengembangkan metode pendidikan, yang berbeda dengan pendidikan di
sekolahan. Metode ini bertujuan agar anak miskin dapat memiliki kesempatan
mengaktualisasikan dirinnya melalui karya tulis dan seni dan mengekspresikan
dirinya dalam permainanan-permainan yang dikombinasikan dengan nilai-nilai
pelajaran sekolah.
3. Menjadi teman atas mereka. Anak-anak itu membutuhkan figur yang mau
menemani mereka bermain, bercerita dan mendengar keluhan mereka yang tidak
mereka peroleh dari orang tua/ keluarga mereka.
4. Membangun kegiatan rekreatif, Misal bertamasya ke objek-objek wisata
Gambaran Umum Lembaga 71
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
5. Membuka wawasan dengan kelompok anak lain dari tingkatan sosial berbeda,
sehingga mereka menjadi percaya diri dan tidak rendah diri akan kondisi keluarga
mereka. Sekaligus mereka mempunyai relasi yang luas dan lintas sosial.
6.
3. Kelompok Sasaran
Kelompok yang menjadi sasaran terutama adalah anak-anak miskin dan
Keluarga/orang tua anak tersebut. Anak-anak disini adalah mereka yang sudah
bersekolah dari tingkatan TK s/d SLTA
4. Program
Ada tujuh program yang di laksanakan yakni,
1. Pendidikan Alternatif
Pendidikan alternatif adalah bentuk metode pendidikan non-formal, yang biasanya dipakai oleh lembaga sosial yang bergerak dibidang pendampingan anak-anak pinggiran. Pendidikan ini menjadi alternatif ketika sekolah formal tidak bisa lagi diharapkan membawa mereka memahami realitas dam kebutuhan mereka. Pendidikan anak-anak tidak dituntut sebuh karya seni dengan kemampuan dan kepekaan teknis. Pendidikan ini membuka ruang dialog dan diberi peran sebagai pelaku memainkan seni rupa sebagai instrumen yang digunakan mengungkapkan ekspresi dan aspirasinya. Juga kesadaran terhadap realitas persoalan kehidupan yang dialaminya. Tujuannya adalah mengembangkan pengetahuan, kepribadian dan keberdayaan. (bdk, Kompas, 14/11/2001, hal.42)
2. Rekreatif.
Kegiatan rekreatif merupakan kegiatan luar. Dimana anak-anak dalam satu tahun sekali mereka dibawa kepada keindahan alam. Kegiatan ini bukan hanaya sekedar kegiatan jalan-jalan, karena orang tua mereka umumnya tidak sanggup atau kurang memperhatiakan keinginan anak untuk rekreasi. Melainkan menjadi sarana mengarahkan pada nilai-nilai Ketuhanan, solidaritas, aspirasi dan ekspresi melalui bentuk-bentuk kreatif (seperti, melukis, bercerita, menulis, dll).
3. Pemberian Beasiswa
Pemberian beasiswa sifatnya hanya membantu biaya sekolah berdasarkan potensi yang dimiliki keluarga.orang tua. Pemberian beasiswa inipun melihat kondisi perkembangan sosial-ekonomi keluarga/orang tua dan potensi yang dimiliki si anak dalam semangatnya untuk bersekolah.
Gambaran Umum Lembaga 72
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
4. Program Perbaikan Gizi. Setiap satu minggu sekali setelah usai kegiatan, anak-anak didik
mendapatkan makanan sehat. Makanan dapat berupa susu, kacang ijo, sari buah, dan lain-lain. Hal ini dilakukan karena meliaht kondisi lingkungan yang kurang sehat dan makanan yang diberikan orang tua kurang memperhatikan Gizi yang dikandung. Kekurangan akan gizi ini akan mempengaruhi kemampuan si anak dalam perkembagan intelektualnya.
5. Peningkatan sosial-ekonomi keluarga / orang tua Hal ini dilakukan dengan peminjaman modal usaha yang sifatnya lunak.
Artinya pemberian dan pengembalian tidak menuntut periode tertentu serta tidak dikenakan bunga. Mengenai besar-kecil jumlahnya ditentukan dari kebijaksanaan pengurus YMM.
Berkaitan dengan peningkatan status sosial mereka, umumnya mereka tidak mempunyai kelengkapan surat-surat kependudukan, seperti KTP, Kartu Keluarga, akte nikah. Menyingkapi hal tersebut YMM bekerja sama dengan berbagai pihak dan instansi pemerintah mengadakan program-program massal untuk kartu penduduk musiman ataupun akte nikah. Tujuannya mereka dapat diterima di kelompok masyarakat normatif.
6. Perlindungan hukum
Wilayah pinggiran kali ini rentan dengan upaya penggusuran oleh pihak Pemkot. Padahal mereka sudah tinggal ditempat ini ada yang hingga puluhan tahun. Pembelaan bertujuan agar ada upaya pengalokasian mereka ke tempat yang lebih baik dan menaikan derajat dan martabat kemanusiaan mereka.
7. Perawatan kesehatan. Gangguan kesehatan yang dialami oleh anak dan orang tua di wilayah ini,
bila kondisi penyakit kategori berat dan membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit seluruh biaya pengobatan ditanggung oleh YMM. Namun demikian permasalahan kesehatan, YMM berkerjasama dengan balai pengobatan Don Bosco
5. Struktur
Struktur sanggar ini sama halnya dengan RSAJ, dimana terdapat koordinator
sanggar yang membawahi sejumlah relawan. Koodinator sanggar bertanggung jawab
atas konsep metode pengajaran/kurikulum, alat peraga, dan alat-alat tulis.
Membicarakan dengan manajer program perihal permasalahan dan kebutuhan yang
berkembang dalam diri anak dan situasi lingkungan sosialnya. Ia bertanggung jawab
terhadap pendistribusian beasiswa dan laporan pengeluaran keuangan dan inventaris.
Gambaran Umum Lembaga 73
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
6. Pendanaan
Operasional sanggar ini sepenuhnya dibiayai oleh YMM, walaupun ada
sumbangan berupa uang, alat-alat tulis, buku, seragam, semabako, pakaian bekas,
undangan acara tertentu dan ajakan rekreasi dari donatur walaupun ada yang langsung
diberikan ke lokasi, tetapi harus dengan sepengetahuan YMM. Tujuannya agar
sumbangan tersebut dapat menajemen dan di distribusikan pada basis-basis lain. Selain
itu untuk setaip sumbangan yang ada akan mendapatkan surat resmi sebagai ucapan
terima kasih, sehingga jumlah dan bentuk harus jumlah sebagai pertanggung jawaban
atas perhatian yang dipercayakan kepada YMM.
3.5.3. Sanggar Komunitas Simo
Sanggar ini terletak di kadaerah pinggiran kota dan kawasan pabrik. Mata
pecaharian orang tua anak-anak sanggar ini umumnya baruh pabrik, kuli bangunan,
tambal ban, pembantu rumah tanggam pedagang, tukan becak, dan lain-lain. Mengenai
tujuan dan fungsi, kelompok sasaran, program, strukutur dan pendanaan. pada prinsip
sanggar ini sama dengan sanggar komunitas jagir, yang berbeda pada pelaksaan berbeda
disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan yang terjadi dan berkembang.
Untuk mengkoordinir segala bentuk kegiatan dan program didalamnya, ditunjuk
seseorang untuk bertanggung jawab mengkoodinir proses pelaksanaan.
Sanggar ini berupa satu rumah yang memiliki lima ruangan sebagai ruangan
kelas. Didalamnya terdapat fasilitas papan tulis, taman bacaan, alat peraga, materi
pengajaran.
1. Sejarah berdirinya
Pada awal tahun 2000 , seorang ibu (Marisa) yang kebinggungan mengenai
kesulitannya akan biaya pendidikan anak-anaknya, sedangkan suaminya pergi
meningalkan dia dan anak-anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup ia bekerja di
sebuah tempat permainan billiard, kadangkala ia berprofesi sebagai WTS (Wanita Tuna
Susila) di Jl. Diponegoro. Sedangkan masyarkat sekitar memandang rendah dan
mengucilkan diri dan anak-anaknya.
Gambaran Umum Lembaga 74
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Karna tidak ada orang yang mau membantu kesulitannya itu, suatu ketika ia
mendengar radio yang memberitakan tentang kegiatan dan program YMM, kemudian ia
menghubungi radio tersebut menanyakan perihal Yayasan ini. Setelah mendapatkan
informasi, ia segera menghubungi Rm,Gani S, Cm (penanggung jawab YMM) dan
menceritakan kesulitannya. Fr, Didik CM diutus menemui ibu untuk membantu baiaya
pendidikan anak-anaknya. Melihat kondisi lingkungan rumah yang berada dalam barisan
perumahan kumuh dan kehidupan masyarakat yang umumnya adalah buruh pabrik dan
pendatang yang mengontrak pada rumah petakan yang berukuran kecil dan pengap .
Permasalahan kemudian ternyata tidak hanya dialami oleh ibu ini, ternyata dialami
banyak orang disekitar rumahnya.
Program pendampingan belajar ditawarkan karena melihat kondisi rendahnya
kemampuan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi dan tingkat pendidikan
mereka yang minim. Hal ini membuat orang tua.keluarga kurang memperhatikan
kebutuhan pendidikan anak-anaknya, khsususnya bimbingan belajar yang lebih intensif
di lembaga-lemaga pendidikan luar sekolah (Les atau kursus pelajaran sekolah).
Para relawan yang terlibat dalam kegiatan ini umumnya berasal dari beberapa
kaum muda Katolik di paroki Vincentius a Paulo, Widodaren. Ini dikarenakan letaknya
lebih dekat dengan lokasi pendampingan.
Sebagai sanggar pada waktu itu menyewa ruangan berukuran 3x3 m. Mula-mula
anak-anak yang belajar adalah tetangga rumah ibu Marisa, kemudian pada tahun ahkir
2002 jumlahnya meningkat hingga 20 sampai 30 anak dalam setiap pertemuannya.
Sehingga ruangan yang ada menjadi penuh sesak. Walaupun anak-anak dipecah
berdasarkan tingkatan kelas dengan menempatkan salah satu kelompok menumpang
pada rumah salah satu orang tua anak dampingan.
Kemudian pada febuari 2002, YMM mengontrak sebuah rumah yang memiliki
lima ruangan yang agak luas. Tujuannya agar proses pendampingan menjadi lebih intesif
dan efektif.
Gambaran Umum Lembaga 75
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Sejak awal berdiri pelaksanan kegiatan dan program di sanggar ini dikoordinir oleh
mbak Tati dan mbak Velin. Mereka menjadi penanggungjawab atas pelaksaan program
dan seluruh kegiatan sanggar ini.
3.5.4. Komunitas Kali Mier.
Komunitas kali Mier adalah komunitas para gelandangan yang menempati
pinggiran kali mier. Lokasi komunitas ini berada di belakang bioskop Purnama –
Kelurahan Keputaran. Ada sekitar tiga puluhan Kepala Keluarga yang menempati
gubuk-gubuk liar disepanjang kali ini.
Komunitas kali meir ini, sebagaian besar orang tua dan anak-anak berprofesi di
jalanan. Mereka ada yang menjadi pengemis, pengamen di lampu lalu lintas, tukang
parkir, kuli pasar dan lain-lain.
Komunitas ini masih termasuk dari program RSAJ, karena anak-anak jalanan
RSAJ masih memiliki hubungan pertemanan, atau kekerabatan. Bahkan diantaranya
tinggal ditempat ini.
Kepedulian sosial terhadap komunitas ini juga datang dari lembaga-lembaga
keagamaan16. YMM sendiri melakukan program bantuan beasiswa dan bantuan modal
usaha kepada orang tua dan anak-anak. Pemberian bantuan sifatnya tidak menyeluruh,
tergantung potensi yang dimiliki orang tua dalam membiayai SPP dan perlengkapan
sekolah. Tujauannya agar orang tua /keluarga dapat bertanggung jawab atas pendidikan
anaknya dan tidak bergantung sepenuhnya kepada YMM.
YMM juga membantu mereka dengan program-program yang dapat menaikan
status sosial mereka misalnya, program kawin massal yang berlangsung pada 25
Oktober 2003. Program ini akan memberi legalitas terhadap status perkawinan mereka
yang pada umumnya adalah pasangan kumpul kebo.
16 Dalam komunitas ini terdapat pelayanan dari Gereja Bethel Indonesia, Mereka mendirikan sebuah bangunan sebagai gereja kecil. Pelayanan mereka lebih kearah pelayanan kerohanian yang dilaksanakan setiap kamis malam dan pada minggu paginya ada pelayanan sekolah minggu. Ada pula pelayanan dari Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, yang melayani pada pendampingan belajar menggunakan kelas SLTP Katharina setiap selasa malam
Gambaran Umum Lembaga 76
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Yayasan Merah Merdeka (YMM) dalam upaya terhadap penanganan anak
jalanan, berupaya melalui pendekatan-pendekatan yang bersifat komperhensif dan
holistik. Pendekatan-pendekatan ini berfungsi sebagai perlindungan, pembelaan,
pencegahan dan pemberdayaan. Sedangkan pada pelaksanaannya melihat kebutuhan,
potensi, penerimaan dan permasalahan individu dari anak jalanan tersebut, serta
potensi-potensi yang dimiliki oleh YMM.
Pada bab ini, lebih lanjut akan mengambarkan profile anak jalanan binaan
Yayasan Merah Merdeka dan upaya penangannnya oleh Yayasan ini. Kemudian
menganalisisnya dengan hasil temuan terhadap konsep-konsep mengenai anak jalanan
dan penanganannya, serta melalui hasil wawancara dan observasi terhadap sejumlah
informan. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai profile anak-anak jalanan binaan
YMM dan upaya penanganannya, penulis melihat yang memegang peranan penting
dalam penanganan anak jalanan di lapangan adalah peranan pekerja sosial/pendamping
atau street educator yang melakukan pendekatan atau pertemanan, pelaksanaan
program dan keberhasilan upaya penaganan anak jalanan.Dibawah ini merupakan
indentitas pekerja sosial YMM yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi di
lapangan.
4.1. Indentitas Pekerja Sosial
Berdasarkan apa yang dikatakan Sarah Whitemore peranan pendamping sangat
penting dalam terselenggaranya program upaya penanganan anak jalanan. YMM
memiliki beberapa Pekerja sosial/pendamping (street educator) YMM yang bersifat
Hasil Penelitian dan Analisa 77
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
sebagai relawan (simpatisan) dan yang berperan sebagai tenaga full-timer dan tenaga
part-timer.1
Berikut ini akan mengambarkan sekilas mengenai profile tiga orang pekerja
sosial full-time di rumah singgah (Ags, Csp, dan Asp) dan dua orang pekerja sosial part-
time (Tn dan Sr) Yayasan Merah Medeka.
1. Pekerja Sosial Ags
Ags adalah seorang mahasiswa teknik artsitetik universitas Dharma Chendika,
Surabaya. Selain itu, ia juga berkecimpung dalam wadah organisasi mahasiwa Katolik
yang bersifat sosial-politis (PMKRI). Keterlibatannya dalam pendampingan anak
jalanan sudah dimulai sejak yayasan ini baru dirintis pada tahun 1997. Awalnya sebelum
adanya rumah singgah ia melakukan pertemanan dengan anak-anak jalanan di wilayah
terminal Joyoboyo, Perempatan Al-Fallah, Stasiun Wonokromo dan perempatan Darmo.
Proses ini ahkirnya berkembang untuk mendirikan rumah singgah agar
pendampingan menjadi lebih efektif dan insentif. Keberadaan rumah singgah ini
memerlukan figur yang dapat berperan sebagai kakak, teman, atau orang tua penganti
yang dapat menerima, mengasihi, dan memperhatikan keberadaan mereka. Hal inilah
mengerakan ia memutuskan untuk menjadi pendamping.
Peresmian YMM pada tanggal 24 November 1999 mendudukan dia menjabat
sebagai ketua pada yayasan ini hingga pada awal tahun 2002, sebagian besar waktunya
untuk pendampingan anak jalanan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan ia menikah
1 A. Tenaga relawan yang bersifat simpatisan, keterlibatan mereka dalam aktifitas sosial merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap keberadaan anak jalanan. Keberadaan dan kehadiran mereka dalam proses pendampingan besifat sukarela dan tidak ada bentuk ikatan atau tanggung jawab kepada YMM.
B. Pekerja sosial yang bersifat part-time dituntut adanya sebuah tanggung jawab operasionalisasi keorganisasian. Kehadiran dan keberadaan disesuaikan dengan waktu luang dari kegiatan pribadi mereka yang lain, selain itu mereka mendapatkan tunjangan berupa uang saku.
C. Pekerja sosial yang bersifat full-timer, dalam sepenuh waktu mereka tinggal dan hidup bersama-sama dengan anak-anak dampingan di panti (rumah singgah). Melalui pendekatan besifat pertemanan ini membimbing melalui dialog/ diskusi dalam kesempatan di aktivitas mereka perihal norma, agama, kesehatan dan kehidupan sosial yang baik.,serta pengembangan dan pmberdayaan potensi mereka agar mereka dapat meninggalkan dunia jalan ataupun dapat survive di jalanan. Mereka mendapatkan fasilitas gaji, kendaraan dan lain-lainya yang menunjang operasional mereka di lapangan.
Hasil Penelitian dan Analisa 78
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
dan lebih memperhatikan kebutuhan akan keluarganya. Dan ia mencoba lebih fokus lagi
pada perkuliahannya yang lama telah ditinggalkannya atau mencari pekerjaan.
2. Pekerja Sosial Csp
Csp adalah mahasiswa fakultas teknik elektro Universitas Petra, Surabaya.
Selain itu ia juga presidium pendidikan dalam wadah Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (PMKRI). Dari organisasi inilah kemudian ia mengenal Ags yang
pada waktu itu menjabat sebagai ketua PMKRI sekaligus menjadi ketua YMM.
Persahabatan mereka mengenalkan Csp pada proses pendampingan anak jalanan.
Pada tahun 1999, ia bergabung dengan YMM guna membantu Ags dan Ydh
sebagai pendamping anak jalanan. Walaupun ia memiliki keluarga di Surabaya, ia lebih
sering tinggal dan hidup bersama anak-anak dampingannya. Sejak Ags di lantik menjadi
ketua YMM, kemudian ia dilantik menjadi koordinator rumah singgah YMM.
Pada Juli 2002 ia meminta mengundurkan diri sebagai koordinator YMM, karena
persoalan-persoalan pendampingan menjadi lebih kompleks dan dalam yang
memposiskan ia dalam situasi yang dapat mengancam jiwanya dan masa depan studinya.
Kemudian ia memilih untuk kembali melanjutkan kuliahnya di fakultas ekonomi
pertanian Universitas Pendidikan Veteran, Surabaya. Pendampingan anak jalanan
kemudian lebih bersifat sukarelawan, walaupun ditempat kostnya ia tinggal bersama dan
mendampingi Lucky (anjal) yang membuka bengkel ditempatnya.
3. Pekerja Sosial Asp
Asp adalah lulusan dari seminari menegah Garum (Blitar), kemudian ia
melanjutkan ke seminari tinggi CM di Malang. Karena lain suatu hal, ia dikeluarkan dari
proses pendidikan tersebut. Pada September 2002 ia bergabung dengan YMM, menjadi
pendamping anak jalanan di rumah singgah Dinoyo hingga kini.
Ia tinggal dan hidup bersama dengan anak- anak jalanan yang di bina di tempat
ini. Selain sebagai koodinator rumah singgah mengantikan Csp, ia masih studi teknik
arsitektur di sebuah lembaga pendidikan di Sarabaya dan menjadi koordinator sebuah
Hasil Penelitian dan Analisa 79
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
gerakan sosial kepemudaan katolik, serta redaktur majalah yubelium keuskupan
Surabaya.
4. Pekerja Sosial Tn
Tn adalah seorang karyawati pada sebuah bank swasta di Surabaya dengan status
belum menikah. Latar belakang pendidikannya berasal dari fakultas perikanan
Universitas Brawijaya, Malang.
Perkenalannya dengan YMM berawal dari aktifitas sosialnya pada Kelompok
Peduli Sosial (KPS) yang di asuh oleh Rm. Gani, CM. Sejak YMM berupa gerakan
sosial ia sudah terlibat melakukan pendekatan dan pertemanan dengan anak jalanan.
Hingga pada tahun 1999 ketika YMM terbentuk ia dilantik menjadi bendahara karena
kemampunya mengatur keuangan. Dalam perkembangan bentuk-bentuk aktifitas sosial
yang dilakukan YMM perannya menjadi penting dalam memutuskan ide-ide ataupun
kebutuhan-kebutuhan yang mucul dari proses pendampingan. Perannya ini berhubungan
dengan kebijakan ia melihat potensi yang dimiliki YMM sekaligus sebagai manajer
program YMM dan koordinator komunitas sanggar Simo hingga kini.
5. Pekerja Sosial Sr
Ia adalah seorang mahasiswi dari fakultas psikologi Universitas Putra Bangsa,
Surabaya. Ia mendapatkan tawaran untuk mengurusi keseketariatan YMM dari mbak
Ai2.
Sejak bulan Agustus 2002 ia mengurusi urusan keseketariatan YMM, redaktur
buletin Rumah Kita, perihal beasiswa anak dampingan dan menjadi koodinator
komunitas sanggar belajar jagir hingga kini.
2 Koordiantor kaum muda GKJW di Malang, yang pernah magang di Rumah singgah Dinoyo.
Hasil Penelitian dan Analisa 80
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
4.2. Profiles Anak Jalanan Binaan Yayasan Merah Merdeka
Yayasan Merah Merdeka memiliki tiga komunitas pendampingan anak jalanan
berdasarkan kategori dan pendekatannya.
Komunitas rumah singgah Anak jalanan didirikan untuk anak-anak jalanan yang
hidup dan bekerja di jalan, serta memiliki intensitas waktu dan hubungan dengan
keluarga/orang tua yang jarang atau tidak sama sekali.Sedangkan, komunitas sanggar
simo dan jagir ditujukan kepada anak-anak jalanan yang masih tinggal dengan
keluarga/orang tua dan juga bertujuan untuk mencegah anak-anak dari keluarga miskin
di daerah-daerah yang rawan di pinggiran kota yang memungkinkan menyebabkan
anak-anak mereka menjadi anak jalanan.
Pelayanan YMM lebih difokuskan pada program rumah singgah anak jalanan
YMM, dimana program ini membutuhkan intensitas atau perhatian yang lebih dalam
mendampingi, membimbing dan mengarahkan mereka pada apa yang menjadi minat,
kebutuhan atau hak-hak mereka akan status-martabat kemanusiaannya dan masa depan
yang lebih baik.
Profile anak jalanan dalam tulisan ini merupakan pengambaran satu sisi
kehidupan anak jalanan dari sejarah yang melatarbelakangi dan tujuan seorang anak
memilih atau terpaksa untuk hidup atau bekerja di jalanan, yang kemungkinan akan
menghadapi resiko-resiko kehilangan masa kanak-kanak yang dapat mempengaruhi
perkembangan kejiwaan dan kehidupan masa kedewasaannya. Selanjutnya bagaimana
hasil perubahan-perubahan atau perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam diri
setiap pribadi anak jalanan yang telah mengalami pembinaan oleh Yayasan Merah
Merdeka (YMM).
Profile itu sendiri meskipun belum dapat mewakili gambaran seluruhnya tentang
riwayat hidup dan perkembangan diri anak jalanan, serta upaya YMM dalam mengatasi
permasalah tersebut, namun paling tidak profile mereka ini dapat bersuara tentang diri
mereka sendiri dan adanya usaha-usaha sebagian masyarakat yang mau peduli terhadap
kehidupan mereka.
Hasil Penelitian dan Analisa 81
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Rumah singgah anak Jalanan YMM adalah sebuah wadah penampungan yang
terbuka untuk semua anak jalanan. Namun pada kenyataan hanya menampung anak laki-
laki3. Meskipun batasan usia anak jalanan yang ditampung maksimum 18 tahun, pada
kenyataannya rumah singgah ini dikunjungi oleh anak-anak yang berusia diatas 18
tahun. Anak-anak tersebut biasanya adalah anak-anak binaan yang dahulunya
merupakan anak binaan yang masih tetap berhubungan dengan rumah singgah sampai
sekarang 4. Sedangkan dalam kesehariannya rumah singgah jalanan ini terdapat 20
sampai dengan 40 anak jalanan yang keluar-masuk atau tinggal-pergi.
Penulis melalui hasil observasi dan wawancara kepada sejumlah anak jalanan
yang pernah atau tinggal di rumah singgah penulis mengambil contoh profile 20 (dua
puluh) anak jalanan binaan Yayasan Merah Merdeka hingga bulan agustus 2002 sampai
dengan desember 2003.
4.2.1. Indentitas Anak Jalalanan Binaan YMM
Mulandar dan Fanggidae melihat dalam merumuskan perihal anak jalanan,
mereka mendasarkan pada realitas anak jalanan yang diamati. Variasi pemikiran yang
berlainan dari berbagai organisasi dan sejumlah tokoh nampak dalam variasi dalam
pendefenisian, batasan usia, pembagian waktu kerja, status pendidikan, latar belakang
dan tujuan/motivasi. Persamaannya terdapat pada keberadaan dan aktifitas anak tersebut
di jalan
Menurut pekerja sosial Ag dan Csp, dalam membimbing anak jalanan juga
mengalami perbedaan dalam mendefinisikan anak jalanan. Menurut Ag ia
mendefinisikan anak jalanan dengan menjadi dua bagaian, yaitu anak jalanan murni dan
3 Hal ini didasarkan pertimbangan etis melihat prilaku seks bebas diantara anak jalanan dan kesepakatan sosial dengan warga sekitar akan keberdaan rumah singgah. 4 Pertimbangan lain karena mereka yang dibina sejak usia dibawah 18 tahun enggan kembali tidur di jalan. Dari mereka yang diatas usia 18 tahun masih ada yang bersekolah dan proses pelatihan kerja, serta proses pengalaman bekerja formal. Serta perkembangan tingkat kesadaran mereka untuk keluar dari dunia jalanan Juga menimbang banyak aspek perkembangan psikologis mereka yang tidak seperti pada perekembangan psikologis anak-anak pada umumnya.
Hasil Penelitian dan Analisa 82
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
tidak murni. Anak jalanan murni adalah anak jalanan yang tidak memiliki orang tua dan
rumah. Sehingga pendekatannya pun lebih sulit dibandingkan dengan anak jalanan yang
bekerja di jalan tetapi masih mempunyai keluarga. Perbedaan keduanya dapat terlihat
dari cara berbicara dan berpenampilan.
Berbeda dengan definisi dia atas, pekerja sosial Csp memberikan definisi
tersendiri pada anak jalanan. Anak jalanan didefinisikan sebagai anak yang berada di
jalan untuk bekerja, mencari uang, hidup di jalanan, dan juga termasuk didalamnya
pekerja anak. Dengan demikian ungkapan dari pekerja sosial Csp lebih luas
dibandingkan dengan rekannya.
Penulis mengambarkan keduapuluh profile indetitas anak jalanan binaan YMM
dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 4.2.1
Indetitas Anak Jalanan Binaan YMM No Nama/ Panggilan Ttl Usia Pekerjaan Tingkat Pendidikan 1 Rahman Singaraja, - ±10 thn Pengamen
jalanan Tidak jelas
2 Angga Sby,- ±10 thn Pengamen Di Jakarta
Sekolah Madrasah di Malang
3 Affandi / Pendi Sby,27/7/86 18 thn Tukang parkir Hanya tamat IV SD 4 Eko Sby,25/6/86 18 thn Pengamen
rumahan Putus III SLTP Bhineka
5 Ricard/Cupang Sby,27/8//86 18 thn Pengamen rumahan
Putus I STM pelayaran
6 Dudung Ciamis,10/9/81 23 thn Pengamen jalanan
Putus III SLTP
7 Sila Sby,14/6/85 16 thn Pengemen jalanan
Putus I SLTP Tsanawiyah
8 Faizal / Kuncung Sby,24/12/85 16 thn Pengamen jalanan
Putus I SLTA di Banjarmasin
9 Erwin/ Pesek Sby,- ±22 thn Juru parkir Tidak jelas
10 Dodot Sby, - ±17 thn Pengamen jalanan
Tidak tamat V SD
11 Majid Pasuruan,2/1/82 22 thn Pengamen jalanan
Hanya I SMEA Grati – Pasuruan
12 Udin Pasuruan ±18 thn Pengamen jalanan
Lulusan Pesantren, tidak bisa baca-tulis
13 Rosihan/Oci Bima,.....81 ±24 thn Pengamen jalanan
Hanya I STM otomotif di Bima-Sumbawa
Hasil Penelitian dan Analisa 83
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
14 Syarif Pasuruan, ±19 thn Pengamen jalanan
Hanya I SLTP Tsanawiyah Candirejo-Pasuruan
15 Andi Suganda/Duro Bangkalan,6/1/ 83
20 thn Jualan koran Hanya sampai II SD/madrasah
16 Wahono Sby, ±18 thn Jualan koran Hanya I SLTP 17 Juki Sby, ±18 thn Pengamen
jalanan Hanya V SD
18 Hakim Banjar, ±25 thn Pengamen jalanan
Tamat SLTP Kebraon
19 Yakub Ambon, ±20 thn Pengamen jalanan
Tidak pernah sekolah
20 Bagong Sby, ±20 thn Pengamen jalanan
Tidak jelas
Ket: Data dibuat banyak hal kurang lengkap, seperti tanggal lahir dan perkiraan usia. Hal ini dikarenakan sifat anak jalanan yang suka berpindah-pindah (mobile) dan menutup perihal berkaitan dengan nama asli, tanggal lahir dan tingkat pendidikan
4.2.2. Faktor Penyebab-Penarik
Faktor-faktor yang menjadi pendorong atau penarik anak-anak untuk bekerja dan
hidup di jalanan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Melihat data usia anak-anak
jalanan binaan YMM adanya pengaruh faktor internal atau perkembangan psikologis
pada masa adolesen / tumbuh menjadi dewasa (11 tahun s/d 21 tahun). Karakteristik
yang menyertainya adalah rasa binggung, tidak aman dan negatifisme terhadap peralihan
fisiologis, seksual dan proposionalnya layaknya orang dewasa. Perkembangan
emosionalnya pun mengalami ketidakstabilan, dan kecemasan yang ekstrim, menjadi
bermasalah, dan individualistik. Karakteristik ini mempengaruhi gaya hidup, hubungan
sosial, pendidikan, dan cara pandang ke masa depan yang masa bodoh yang ahkirnya
dapat menghancurkan hidupnya Bila anak tidak memperoleh persiapan mental, atau bila
persiapan yang diterimanya terdiri dari informasi-informasi yang tidak tepat yang dapat
menimbulkan sikap-sikap yang tidak sehat, maka akibatnya terhadap tingkah lakunya
akan tidak menguntungkan. (Diktat mata kuliah, Psikologi Perkembangan:61-63)
Menurut pekerja sosial Ag dan Csp mereka mendampingi karaktersitik tersebut
dalam diri anak-anak jalanan di rumah singgah.5
5 Wawancara tanggal 11 September 2002.
Hasil Penelitian dan Analisa 84
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
“Arek-arek doyane iku ngombe (teler), ngerokok, judi, begadang, bikin kegaduhan, sulit dibilangin, cuek serta tatoan biar dibilang dan diakui udah gede. Tapi kelakuane karo awak’e yo iseh bocah cilik”, “ Ujar Csp”.
“Arek-arek iku asline apik, masalahne mereka ikut-ikutan tapi sayange arek-arek iku ngak ada orang yang ngandani sing apik. Kalo uwes jadi kebiasaan yo sulit, kalau uwes dikandani sing apik sepertinya ngerti, meneh-meneh ikut yo pancet..ngulangi maneh...kesadaran berbuat semestine iku sifatnya sementara...arek-arek iku bosenan dan labil...”. “Ujar Ags”.
Berdasarkan hasil obeservasi terhadap mereka, penulis melihat sebagai pribadi
yang membutuhkan persiapan mental dan nilai-nilai yang baik pada masa peralihan ini.
Mereka membutuhkan orang-orang yang memberikan perhatian, kasih sayang dan
pengertian mengarahkan dan membentuk mereka menjadi pribadi manusia dewasa yang
sehat.
Prilaku mereka yang bermasalah yang dialami sebagaian besar anak jalanan
binanan YMM bukanlah salah mereka sepenuhnya. Prilaku mereka tercipta dari ketidak-
mengertian mereka serta kurangnya perhatian dari keluarga/orang tua terahadap
kebutuhan psikologis anaknya. Proses pencarian jati diri mereka berlanjut pada tawaran
dunia jalanan yang sepertinya menjadi jawaban atas kebinggungan, pengakuan dan
kecemasannya. Informasi-informasi dan pembimbingan mental yang dari dunia jalanan
akan kebebasan yang tidak terbatas, kekerasan, eksploitasi dan kriminalitas membentuk
prilaku atau karakteristik yang cendrung tidak sehat/menyimpang/bermasalah.
Karakterisktik ini kemudian mempengaruhi gaya hidup, hubungan sosial, pendidikan,
dan cara pandang ke masa depan yang masa bodoh, yang ahkirnya dapat menghancurkan
hidupnya
Sedangkan anak-anak jalanan yang berusia di atas 21 tahun tingkat
kedewasaannya dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri, menjadi lebih matang,
lebih mandiri, tidak bergantung lagi pada orang tua dan merencanakan masa depannya
sendiri. Keputusan untuk hidup dan bekerja di jalan, ia lakukan karena kesadaran akan
keberadaan dan kemampuan akan keterampilan dan tingkat pendidikan yang minim.
Jalanan memberi kemudahan dan kesempatan, hanya dengan modal yang kecil dan
Hasil Penelitian dan Analisa 85
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
keberanian melakukan aktifitas ekonomi informal asalkan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Ia menjadi lebih bebas dan tidak terpengaruh dengan nilai-nilai jalanan yang
tidak sehat. Ia menjadi stabil dan percaya diri atas minat dan kesuksesanya dari hasil
pekerjaannya pada masa lampau dan yang dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarga
dan kebutuhan dirinya.
Kondisi kelompok sosial menentukan menjadi manusia apa ia kelak. Oleh karena
manusia adalah mahluk elastis, baik fisik maupun mental, maka perkembangannya
dipengaruhi dan dibentuk menurut pola yang ditentukan oleh anggota-anggota kelompok
dengan siapa dia lebih banyak berhubungan (Diktat mata kuliah: Psikologi
Perkembangan: 100).
Pada tebel dibawah ini akan mengambarkan faktor-faktor eksternal penyebab-
penarik menjadi anak jalanan binaan Yayasan Merah Merdeka.
Tabel 4.2.2
Faktor Eksternal Penyebab-Penarik No Indetitas Faktor Penyebab/Penarik Gambaran umum / Permasalahan 1 Rahman Berasal dari keluarga miskin, ia bekerja
di jalanan menjadi pengamen. Bila uang yang terkumpul banyak ia pulang menyerahkan hasilnya kepada orang tua.
Ia lebih senang tinggal di jalan daripada di rumah singgah. Karena anak jalanan yang lebih besar sering meminta uang atau memanfaatkan karena usianya dan postur yang masih kecil. Ia senantiasa berpetualangan ke kota-kota besar dengan menumpang Kereta api.
2 Angga Ia terpengaruh dengan Rahman yang menjadi teman sebaya dan sepergaulanan. Rumahnya berdekatan dengan rumah singgah Dinoyo. Ia ikut Rahman berpetualang ke Jakarta. Namun mereka terpisah. Selama dua tahun ia terikat dengan sindikat di Jatinegara. Ia kembali ke Surabaya setelah dibantu pengemis buta dari Bandung.
Kepergiannya ke jakarta untuk mencari uang atas sepedanya yang dicuri. Ia menjadi takut dimarahi orang tuannya sehingga tidak mau pulang. Selama ia hilang keluarganya berusaha mencari dengan cara apapun, hingga dipikir mereka sudah meninggal. Selam dua tahun ia mencoba untuk kabur dari si Bos, tapi ia takut akan ancaman akan dibunuh. Selama di Jakarta ia melakukan apa saja yang untuk dapat membayar setoran.
3 Affandi / Pendi
Anak ke-9 dari pasangan Mat Sahir dan Mariam ningsih. Keluarga yang memiliki anak banyak dan kurang mampu ini membuatnya ia putus sekolah IV SD. Awalnya membantu ibunya berjualan di warung kopi. Setahun bekerja di percetakan ia di PHK akibat krisis ekonomi. Daripada menganggur rekan pergaulan di Bulak banteng mengajaknya
Sejak usia ±10 tahun ia sudah bekerja di jalan. Kerap kali ia berhadapan dengan aparat pamong praja. Ia ditangkap, dipukuli dan dipetali. Pernah ia ditelanjangi dan alat kelaminya di pegang-pegang , serta di giring dan diolok-olok. Sejak di jalan ia sudah mengalami penindasan dari sesama anak jalanan yang senior. Ia tidak sangup melawan, kalau memang disuruh mencuri dia akan menuruti dari pada babak belur.
Hasil Penelitian dan Analisa 86
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
mengamen di perempatan Al-falah. Ia tidak pernah memberitahu akan pekerjaannya, sewaktu-waktu ia pulang memberikan hasil jerih payahnya membantu ekonomi keluarga. Pekerjaan di jalan membuatnya malu hingga jarang untuk pulang, hingga suatu saat ayahnya mengetahui keberadaanya, ia jatuh sakit dan meninggal tanpa sepengetahuannya. Ibunya kemudian menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta. Semenjak peristiwa itu ia sudah bertahun-tahun tidak pernah bertemu ibunya, hanya saudara-saudaranya.
Ia ingin sekali keluar dari jalanan, tapi ia tidak punya ijasah, KTP, dan kenalan. Keinginan ini tumpang tindih dengan kebutuhannya setiap hari,sehingga kalau sudah menjadi anak jalanan sampai mati ya “bambung” gelandangan.
4 Eko Ayahnya kandung (Sukri) kabur meningalkan ibunya (Sutami) ketika ia masih bayi. Ibunya menikah lagi dengan (M.Yahya) tapi tidak serumah. Sejak kecil ia dipelihara oleh neneknya (Tukang pijat). Ayah tirinya tukang becak dan ibunya menjadi cleaning service di Univ. WM. Rumah neneknya yang kecil sendiri didiami banyak keluarganya. Sejak SD ia sudah mengamen untuk sekedar mendapat uang jajan dan beli buku. Hingga pendidikan III SLTP ia tidak dapat melanjutkan karena neneknya sudah tidak mampu membiayai
Pengalaman hidup sejak kecil ia tidak pernah merasakan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Cap sebagai ‘anak haram’ sangat menyakitkan dan menumbuhkan dendam terhadap ayah kandungnya. Keperibadiannya yang cendrung pendiam, emosional, tegang dan penuh curiga, membuat ia sulit untuk terbuka. Ungkapan hatinya hanya mengarah pada dendam akan ayahnya. Namun demikian kedewasaan dan kemadiriannya terbentuk. Ia memiliki minat terhadap elektronik. Impiannya hanya ingin menjadi orang sukses yang dapat membantu neneknya keluar dari kemiskinan dan dari rumah sengketa yang ditempatinya
5 Ricard/ Cupang
Ibunya (Yuswastini) adalah mantan PSK dan mengidap polio. “Anak seribu bapak” adalah istilah yang dikenakan padanya. Ia anak pertama dari dua bersaudara. Ibunya menikah lagi tapi hubungan mereka tdk disetujui. Ia dan ibunya tinggal dirumah kontrakan. Ibunya tidak jelas pekerjaannya, namun sering dipanggil memijat. Ketidakadaan figur ayah membuat ibu berperan ganda. Ketidakpastian ekonomi membuat ia tidak bisa membiayai sekolah. Ia hanya mengandalkan beasiswa sejak SD untuk membeli buku dan keperluan sekolah dan jajan ia bersama eko dan kuncung ngamen di perumahan dan di perempatan al-fallah.
Penderitaan yang dialami sejak kecil membuatnya tampak tegar dan luwes dalam bergaul. Pengalamam pahit sebagai anak pelacur membuatnya ia seringkali dilecehkan dan dikerjai oleh teman sebayanya. Ia pernah ditelanjangi ditiang bendera dan orang-orang hanya menertawainya. Ia termasuk anak yang cerdas dan memiliki wawasan yang luas. Kegemarannya adalah membaca.khusunya komik. Sejak kecil ia sudah tidak bergantung dengan orang tua. Cita-citanya hanya ingin menaikan harga diri keluarganya dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Ia sekolah di STM Pelayaran yang menjanjikan beasiswa ternyata tidak di penuhi. Ahkirnya ia terpaksa putus sekolah. Kemudian ia mejadi tukang parkir dan mengamen bersama kuncung dan eko. Kemudian ada peluang menjadi tukang cuci mobil. Hasil yang ia peroleh untuk membantu kebutuhan rumah dan biaya sekolah adiknya.
6 Dudung Sejak dalam kandungan orang tuanya sudah bercerai. Ketika ia lahir ia tidak tahu siapa ibunya. Kemudian ia dititipkan dan dirawat oleh neneknya di
Di jalan ia bergabung dengan anak jalanan kelompok Gubeng, daerah operasinya adalah stasiun Gubeng, Perempatan Monkasel, jalan Pemuda dan Pasar Keputran. Ia besama dengan temannya Sengon, Hery,
Hasil Penelitian dan Analisa 87
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Ciamis Sedangkan ayahnya yang menikah dengan ibu tirinya di Mojokerto tidak menghendaki kehadirannya. Selama 15 tahun ia dipelihara dan disekolahkan oleh neneknya. Ia putus sekolah III SLTP karena neneknya meninggal dunia. Karena tidak mempuyai siapa-siapa lagi, ia menyusul ayahnya di Mojokerto. Dalam perjalanan, di kereta api tas yang berisikan pakaian dan ijasah hilang. Peristiwa itu membuatnya malu menemui ayahnya. Perkenalannnya dengan Sengon,Hery, dkk mengajaknya bergabung dalam kelompok gubeng. Menurut pengakuannya ia memiliki keluarga di Waru yang kaya, ayahnya sendiri menikah dengan janda kaya yang memiliki toko kain di Mojokerto. Ia bertekad untuk tidak bergantung dengan mereka dan berusaha hidup mandiri walaupun pekerjaannya dipandang hina, asalkan halal.
Bagong, Yakub, Edi. Londo dan lain-lain beropearasi menjadi pengamen, tukang parkir atau mengambil barang penumpang di Kereta api yang hendak berangkat dari stasiun Gubeng. Ia dan kelompoknya beristirahat di jembatan rolax, Pom bensin Bagong, dan stasiun Gubeng. Bersama kelompoknya ia turut dalam tawuran dengan kelompok anak jalanan lain yang berusaha memperebutkan daerah operasi mereka. Sebagian teman-temanya adalah residifis dan target operasi dari reserse kepolisian bilamana terjadi kasus-kasus yang terjadi di wilayah gubeng. Kerap kali ia diintrogasi dan disiksa oleh aparat mengenai kemungkinan keterlibatannya dan info yang berkaitan dengan kasus-kasus yang menyeret rekannya. Seks bebas dengan sesama anak jalanan adalah hal yang biasa, bahkan mengarah pada kumpul kebo (istilah anjal “bojo-bojoan”). Niatnya untuk meninggalkan jalanan dimulai dengan masuk pesantren pondok sadar, selama setahun ia mengalami pembinaan hingga dipercaya untuk dipinjami modal kios usaha di delta plasa. Rencananya ia akan membuat usaha penjualan kaset VCD. Ketika ia meberanikan diri menemui ayahnya untuk meminjam modal, ternyata ia tidak dipercaya karena ayahnya pernah melihat ia mengamen. Ia menjadi frustasi apalagi pesantren tersebut hanya menerima anjal yang masih kecil. Ahkirnya ia kembali bergabung dengan kelompoknya
7 Sila Ia anak ketiga dari empat bersaudara. Rumahnya berada di daerah Rangka, Surabya. Ayahnya adalah seorang buruh pabrik Maspion, sedangkan ibunya menganggur. Selain kehidupan ekonomi keluarganya yang miskin, ia kurang komunikatif dengan ayahnya yang menurutnya pendiam dan pemarah. Apalagi ayahnya penjudi, kerap kali uang belanja di buat main judi oleh ayahnya. Pertengkaran antara mereka adalah hal yang biasa. Suasana rumah yang bermasalah, membuat kebutuhannya tidak terpenuhi. Tanpa sepengetahuan orang tua ia ikut temannya jualan koran dan mengamen di perempatan Al-fallah.Kesenangannya di luar rumah membuatnya jadi jarang pulang ke rumah dan memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah. Ia bersama rekan-rekannya mengambil teras masjid Al-fallah sebagai tempat beristirahat.
Selama di jalan ia tidak hanya mengamen, kalau ada kesempatan ia menodong anak sekolahan. Ia suka ikut-ikutan dengan trend di anak jalanan, badannya di penuhi tato, kebiasaan merokok, main judi dan teler. Dengan begitu ia merasa tampak dewasa, aman dan memiliki keberanian mengahadapi resiko kekerasan dengan sesama anak jalanan. Kerap kali ia digaruk, ditangkap dan dibawa ke balai kota oleh aparat pamong praja Surabaya. Ditempat itu ia ditelanjangi, dipukuli dan diadu hingga semalaman ia disuruh mengepel seluruh gedung balai kota. Kemudia ia diisolasikan di panti di Jember. Selama setahun ia tidak kerasan kemudian melarikan diri ke surabaya. Pulang ke rumah ia ketahuan mencuri uang tetangganya. Kelalkuannya ini membuat ia diusir bahkan diludahi oleh ibunya. Suatu saat ia pernah di ajak Dodot melayani nafsu seksual (peodifila) Mr”Mack” (turis asal Perancis) di hotel Mirama. Ia lakukan karena ia dibelikan baju baju bagus dan sejumlah uang. Karena bila mempunyai uang, ia tidak tahu dimana disimpan, kalau disimpan pasti dicuri temannya, uang tersebut ia habiskan saja untuk mabuk dan main judi,
Hasil Penelitian dan Analisa 88
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
kalau menang ia akan pulang dan menyerahakan sebagian untuk ibunya dan uang jajan adiknya.
8 Faizal / Kuncung
Dari lima bersaudara laki-laki, ia anak keempat. Setelah ayahnya di PHK mempengahruhi keadaan ekonomi keluarganya. Ibunya terpaksa menjadi tukang cuci . Karena tidak mempuyai unag untuk mengontrak rumah, keluarganya tinggal menumpang dengan rumah neneknya yang sempit yang juga dihuni oleh saudara-saudara ibunya. Orang tuanya cukup memperhatikannya, tetapi dalam hal keperluan sekolah dan uang jajan ia mencari uang dengan berjualan koran dan mengamen di perempatan Darmo yang tidak jauh dari rumahnya. Hingga Ia lulus SLTP keluarganya tidak sanggup membiayai sekolahnya. Kemudian orang tuanya mengirimkan ia ke saudaranya di Banjarmasin. Ia disekolahkan, tetapi ia tidak kerasan karena budenya berlaku kasar terhadapnya. Selama disana ia tinggal di bengkel cucian mobil. Setelah mendapatkan cukup uang dari hasil di bengkel tersebut, ia pulang ke Surabaya. Di surabaya ia bekerja kembali di jalan, bahkan kali ini ia jarang pulang ke rumah. Karena di rumah sudah penuh sesak dengan keluarga. Ia sering tidur di Masjid Al-fallah besama pendi, Sila, Eko, dll.
Pengaruh nilai-nilai orang tua kuat dalam dirinya. Walaupun ia di jalan melakukan hal seperti teman-teman lainya; berjudi dan mabuk. Hal itu ia lakukan sebagai solidaritas antar teman, tetapi tidak menjadi kebiasaannya. Ia tidak terlibat dengan seks bebas, namun memiliki kebiasaan merokok. Penghasilannya sebagain diberikan kepada ibunya dan sebagian lagi untuk jajan atau beli pakaian. Keinginannya ia ingin dapat melanjutkan sekolah,khusus di otomotif. Ia bercita-cita ingin membawa kelurganya keluar dari rumah neneknya. Karena bila ia melihat kakaknya sebagai tukang roti dan buruh hal itu tidak mungkin. Apalagi ayahnya kerja serabutan dan tidak jelas.
9 Erwin/ Pesek
Anak pertama dari sepuluh bersaudara. Ayahnya hanyalah buruh pabrik sepatu dan ibunya tidak bekerja. Hubungan dengan sang Ayah kurang begitu harmonis. Menurutnya ayahnya telah selingkuh dengan pasanganannya di Bali. Ia menjemput ayahnya di Bali untuk kembali ke ibunya atau ia akan membunuhnya. Semenjak itu ia tidak pernah lagi dialog dengan ayahnya. Padahal keluarganya menempati rumah petak 3X3 m. Ruangan sekecil itu tidak dapat memuat seluruh keluarganya, sehingga ia kerap kali tidur di rumah tetangga atau tidur di jalan bersama kelompoknya di pertigaan WM. Ia tidak pernah mengalami pendidikan sekolah, sebagian besar waktunya untuk bekerja membantu ibunya membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya.
Ia bergabung dengan kelompok Eko Tato di pertigaan WM. Kesehariannya ia menjadi polisi cepek dipertigaan WM. Ketagihannya pada pil koplo (leksotan) membuat ia selalu nampak kelihatan teler dan emosional. Kasus terahkir karena perkelahian dengan aparat polisi mmbuatnya ia dipenjara selama 6 bulan. Setelah 6 bulan bebas, kini ia masuk kembali karena diduga menjadi komplotan pencuri kendaraan motor yang melibatkan namanya. Berita terahkir ia di sel bersama Eko tato di LP Medaeng. Badannya penuh tato dan gaya bicaranya yang menantang akan menyebabkan apapun alasannya walaupun ia tidak bersalah, ia akan dibuat bersalah dan seperti halnya yang terjadi dengan Eko tato, ia ditembak di kakinya dan diberitakan bersalah oleh media massa, sehingga ada pengakuan khusus terhadap penyidik. Penderitaan dan kepahitan hidup yang dialami, ia lampiaskan pada kegemarannya minuman keras, berjudi dan seks bebas dari hasil jerih payahnya.
Hasil Penelitian dan Analisa 89
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Ketidakmampuan keluarga ini membuat adik-adiknya di masukan ke panti asuhan dan diadopsi orang tua asuh. Kehilangan saudara kandungnya dan perlakuan ayahnya banyak menyimpan dendam. Di jalan ia menjadi anak jalanan yang disegani dan berpengaruh karena keberanian dan reputasi kriminal yang dibuatnya
10 Dodi/ Dodot
Sejak keluar dari kelas V SD ia sudah di jalan. Pada waktu itu teman permainannya di Tanah Merah mengajaknya cari duit sambil main di terminal Joyoboyo. Karena baginya sekolah membosankan dan gurunya tidak enak. Kemampuan ekonomi keluarganya juga bukanlah dari keluarga miskin, ayahnya mempunyai bengkel. Sejak kecil ibunya sudah meninggal. Sedangkan ayahnya sibuk bekerja dan kurang perhatian. Ahkirnya kenakalannya terbentuk dari budaya lingkungan sosialnya yang tidak sehat. Berawal dari main-main, kemudian ia dekat dengan Leo (Penguasa wilayah Joyoboyo dan l-Fallah). Di dunia jalanan inilah ia mendapatkan kebebasan, pengakuan dan perhatian yang ia cari. Kesenangan akan hidup di dunia jalanan, membuatnya semakin jarang pulang ke rumahnya.
Permasalahan yang dihadapi adalah kedekatan dengan Mr.”mack ” hingga 2 tahun. Sebagai orang asing yang memiliki kelainan seks terhadap anak-anak, Ia menawarkan kepada Dodot tidak hanya uang, pakaian, tapi juga jalan-jalan ke seluruh Indonesia. Hingga ahkirnya Mr”mack” pergi ke negaranya karena situasi negara yang tidak aman untuk orang asing. Karena ia selalu mempunyai banyak uang ia mengajak teman-teman untuk berfoya-foya ataupun berhubungan dengan Mr”mack”. Kasus pembunuhan terhadap Nandar (sesama Anjal), membawanya sebaga salah satu pelaku, karena ia melarikan barang bukti yang dipakai Leo untuk menusuk. Keterlibatannya membuat anak-anak jalanan yang beroperasi di Joyoboyo dan Al-Fallah menjadi sasaran kelompok Nandar (umumnya orang Madura).
11 Rustamaji/Majid
Ia berasal dari keluarga terpandang di desanya (Grati-Pasuruan), anak laki satunya dari tiga bersaudara. Ayahnya seorang pemborong bangunan. Faktor ketidakcocokan dengan karakter ayahnya yang keras membuat ia tidak betah di rumah. Sejak masih duduk di bangku SLTP ia sering bolos dan terpengaruh teman sekampungnya yang mengajaknya kebiasaan minum keras dan tawuran. Prilakunya ini menimbulkan konflik hingga ayahnya sempat mengalungkan clurit padanya. Peristiwa ini membuatnya ia kabur ke surabaya dengan Awi (anjal). Demi menyambung hidup ia ngamen di terminal joyoboyo dan ia tinggal mengontrak sebuah gubuk di pinggiran terminal dengan Awi. Ia tidak pernah pulang ke rumah, selama itu usaha ayahnya bangkrut, ibunya menjadi penjual permen.
Menurut pengakuannya hasil dari ngamen ia pakai sebagai modal main judi dan menjadi penguna dan pengedar pil koplo dikalangan anak jalanan. Ia memiliki kebiasaan minuman keras dan main ke tempat pelacuran. Sebagai orang yang berasal dari pasuruan, diantara anak jalanan ia di segani juga ditakuti karena ia dilindungi oleh awi (preman terminal Joyoboyo.
12 Udin Menurut pengakuannya ayahnya adalah Ganguan psikologis nampak dalam sikapnya yang
Hasil Penelitian dan Analisa 90
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
seorang ustad dan keluarga terpandang. Ia sempat masuk pesantren, nampak ia fasih membaca al-quran, tetapi pendidikan tidak jelas membuatnya tidak bisa baca-tulis. Ia memiliki ganguan kejiwaan entah berasal dari ilmu yang dipelajari atau dari konflik dengan keluarga.Menurut pengakuanya ia sudagh lagi tidak diurusi keluarganya karena ayahnya sudha menikah lagi dan ibunya sudah meninggal Sejak kecil ia sudah di jalan dan berpetualangan ke kota-kota di Jawa-Bali. Ia mengamen mengunakan ecek-eck ataupun bass kotakan buatannya.
tiba-tiba berubah anarkis, kemudian menjadi bersahabat tanpa sebab. Emosionalnya pun labil, ia mudah dipengaruhi untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan dan kriminal. Selama di jalan ia kerap kali mengancam para penguna jalan, membaret, bahkan mencuri apa yang dapat diambil. Prilaku seksualnya pun mengarah kecendrungan homoseksual. Menurut cerita temannya, ia seringkali dipukuli massa karena ketahuan mencuri. Pengalaman pukulan ini mempengaruhi keseimbangan otaknya. Apalagi kehidupan di penjara Medaeng yang pernah dilalui memberikan pengalaman yang menyakitkan dan membekas, salah satunya adalah korban sodomi dari sesama narapidana. Namun keadaanya demikian ia mudah bergaul, terbuka, dan menyenangkan. Tapi ia sangat tertutup dengan orang asing yang mencari tahu tentangnya. Januari 2003 ia mencuri anjing jualan milik temannya, kemudian ia lari kembali ke Pasuruan karena takut diancam akan dibunuh. Tetapi pada pertengahan bulan november 2003 ia tewas karena dipukuli massa akibat di duga mencuri-mayatnya dibuang di kali Jagir.
13 Rosihan/Oci Peristiwa perceraian orang tuanya, membuatnya sakit hati. Apalagi ayah sudah menikah lagi di Probolinggo, sedangkan ibunya juga sudah menikah lagi. Semenjak perceraian itu ia kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuannya. Keluarga dari pihak ibu dan ayahnya tidak menyukai akan keberadaan ia diantara mereka Kejadian itu terjadi ketika ia duduk di bangku kelas III SLTP. Ketika melanjutkan pendidikan SMK-nya ia mulai terpengaruh ganja sebagai pelarian dari kenyataan hidup yang dialami. Dampaknya ia menjadi malas untuk melanjutkan sekolah. Teman-teman sebayanya banyak yang merantau ke tanah Jawa. Suatu saat temanya dari Surabaya menawarkannya untuk cari uang di sana. Ia ingin tidak bergantung dengan kedua orang tuanya dan memutuskan untuk pergi ke Surabaya. Walaupun ayahnya di Probolinggo memiliki toko besar, sedangkan ibunya membuka warung makan. Sampai di Surabaya, ia tidak membayangkan kalau ternyata temannya
Sebagai orang yang memiliki keturunan arab, sejak kecil ia sudah didik pengetahuan agama dan etika. Ketika ia berada dan bekerja di jalan, ia tidak begitu terpengaruh akan kebiasaan teman-temanya. Ia cendrung mengasing diri dan tertutup dari pergaulan dengan sesama anak jalanan. Penghasilannya digunakan untuk keperluannya akan makan dan pakaian, selain itu digunakan sebagai modal berjudi yang merupakan hiburan yang umum terdapat dalam budaya anak jalanan. Pengaruh kelompoknya sangat kuat membentuk kepercayaan dirinya untuk bersikap berani dan nekad melakukan tindakan kekerasan ,penindasan, atau kriminalitas. Ia menyadari akan kelakuannya,tapi pihak keluarga tidak mendukungnya. Ia ingin menjadi anak baik dan ingin melanjutkan sekolah, namun di satu sisi ia sudah terikat batin dalam dengan kelompoknya. Prilakunya main judi, minuman keras dan seks bebas menjadi bagian keseharian bersama pola hidup kelompoknya.
Hasil Penelitian dan Analisa 91
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
itu adalah anak jalanan. Karena untuk dapat bertahan hidup ia terpaksa mengamen di perempatan Darmo dan menjadi polisi cepek di pertigaan jalan Polisi Istimewa.
14 Syarif/ Arif
Ayahnya adalah tokoh masyarakat di kampungnya. Ayahnya menjadi pengawas di sebuah pabrik tekstil di Pasuruan. Secara ekonomi keluarganya cukup mapan. Tetapi, hubungan dengan ayahnya kurang kecocokan. Ia menjadi anak jalanan karena keberadaannya di rumah memalukan nama keluarga. Pengaruh negatif pergaulan teman kampungnya menyebabkan ia sering terlibat tawauran antar kampung, minum-minuman keras dan engan sekolah. Orang tua yang kurang perhatian dan sikap ayahnya yang keras membuatnya jarang pulang ke rumah. Sejak lulus SD ia sering ke Surabaya bersama-teman-temanya. Di Surabaya inilah keberadaan diterima di komunitas anak jalanan Gubeng. Bersama-sama anak jalanan ia merasakan kebebasan yang belum pernah ia rasakan di kampungnya. Aksi kriminalitas membuat keluarganya tidak mau tahu lagi akan keberadaan dirinya, ia kembali hidup di jalan bersama orang-orang yang mau menerimanya (kelompok Gubeng). Jika kangen dengan ibunya atau adiknya ia pulang ketika ayahnya sedang tak ada di rumah.
Kehidupan besama dengan dunia anak jalanan semakin meningkatkan kenakalananya. Ia terlibat dengan pencurian dengan komplotan anak jalanan kelompok Gubeng yang melakukan aksi pencurian kendaraan bermotor. Ia tertangkap bersama dengan yanto di penjara Porong dengan vonis 2 tahun penjara. Tetapi ia ditebus oleh pihak keluarga yang memiliki jaringan di kepolisian Porong.
15 Andi Suganda/ Duro
Sebagai anak bungsu dari enam bersaudara. Nama aslinya adalah Andi Suganda, teman di jalan memberi nama Duro, karena dia orang maduran Sejak usia 10 tahun ia dititipkan di Pondok Pesantren Nurulssalam, Kecamamtan Palengaan. Di sini ia hanya mampu menyelesiakan pendidikan hingga kelas II SD. Hal ini disebakan karena ayahnya meninggal dunia. Kematian ayahnya membuat kebutuhan ekonomi keluarga tidak tercukupi. Kemudian ia membantu ibunya dengan berjualan minuman dan makanan di Pasar, tetapi usahanya tidak berhasil. Warisan yang ditinggali menimbulkan
Saat ngamen pun dia juga tidak luput dari penggerebekan oleh Pamong Praja . Bila hal itu terjadi ia sudah tidak luput dari tindakan kekerasan dari aparat Pamong Praja. Kalau sudah begitu kami ditahan semalaman dan mendapat tugas mengepel seluruh gedung Pemkot. Kegemarannya adalah berjudi, karena itu adalah hiburan satu-satunya yang ada. Karena tidak ada tempat untuk menabung,penghasilannya yang didapat dipertaruhkannya di Meja Judi. Dan setelah pulang ngamen atau ngatur ia berkumpul dengan teman-temannya untuk pesta minuman keras sambil bercerita persoalan tentang pengalamannya dan isu-isu yang berkembang diantara kelompoknya. Dan dunia jalanan membuatnya malu untuk pulang ke rumah atau keluarganya yang ada di Surabaya
Hasil Penelitian dan Analisa 92
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
masalah baru. Ia dipaksa menikah dengan sepupunya,agar harta keluarga kami bisa ke keluarga bibinya. Ia menolak permintaan itu karena usianya masih 14 tahun. Sehingga sampai saat ini mereka membenci dirinya. Kemudian ia lari meninggalkan kampung halaman untuk ikut transmigrasi ke Aceh Utara. Tapi 6 bulan disana kena Malaria. Setelah sembuh ia diajak kenalannya ke Surabaya. Ia diterima bekerja di pengolahan Kayu Sriwijaya Margo Mulyo, Tandes. Karena krisis ekonomi pabrik tempat ia bekerja bangkrut. Atasannya tidak bertanggung jawab dengan meninggalkannya tanpa memberi uang pesangon. Setelah kejadian itu ia ikut pamannya jualan buah di Jalan Panjang Jiwo. Baru dua bulan mereka diusir oleh Pamong Praja. Karena tidak memiliki rumah di Surabaya dan sulitnya mencari pekerjaan di Surabaya, ahkirnya ia ngamen di perempatan Al-fallah. Dan kalau bermalam di emperan masjid al-Fallah.
16 Wahono Ia berasal kelurga gelandangan yang menempati pemukiman kumuh pinggir kali Jagir. Sejak kecil ia sudah membantu ayahnya memulung sembari ia bersekolah. Kemudian ketika ia duduk dibangku kelas I SLTP, ayahnya meninggal dunia karena sakit. Hal itu disertai dengan ibunya yang menderita sakit storke yang menahun sehinga ia tidak dapat bekerja. Semenjak itu ia berjualan koran pada pagi hari dan sore harinya.
Ketika bekerja di jalan, ia tidak berhubungan dengan komunitas anak jalanan. Setelah pulang bekerja ia langsung pulang ke rumah . ia pun aktif dalam kegiatan keagamaan sehingga pengaruh negatif dari prilaku anak-anak jalanan tidak mempengaruhinya.Hasil yang ia peroleh untuk membantu kebutuhan rumah, merawat ibunya, serta kebutuhan sekolahnya. Persolannya adalah kesulitan ia dalam mebiayai kebutuhan pendidikan yang tinggi di lain sisi ia sebagai anak satu=satunya bertanggungjawab atas kebutuhan rumah.
17 Juki Sejak kecil ia sudah tidak mengenal ayahnya, karena beliau meninggal. Sebagai seorang ibu yang berperan sebagai kepala keluarga kesibukan membuatnya ia kurang memperhatikan dirinya. Pengaruh lingkungan rumahnya di daerah Jembatan Merah membuatnya segan meneruskan pendidikan SLTPnya. Rumahnya yang dekat pusat keramaian menariknya untuk ikut-ikutan temannya mencari duit di jalan. Wilayah operasinya melaus dari perak hingga Joyoboyo. Aktifitas ekonominya yang dilakukan dengan mengamen dan jualan koran.
Walaupun tempat tinggalnya di dalam kota Surabaya, ia jarang pulang ke rumah, Kedekatannya dengan teman-teman jalanan mempengaruhinya dalam prilakunya yang gemar berjudi dan teler setiap harinya. Ia pun terlibat dengan Dodot berhubungan dengan Mr”Mack”. Namun demikian ia terbuka dan berani menyampaikan perasaan dan keingingannya. Perawakannya yang lugu dan halus membaut ia menjadi sasaran penindasan dan kekerasan dari sesama anak jalanan yang lebih besat. Seperti, kesalahpahaman yang membuat ia dikeroyok hingga babak belur. Tidak beda dengan teman-teman lain ia juga pernah mengalami penindasan dari aparat pamong praja.
Hasil Penelitian dan Analisa 93
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Pengalaman bojo-bojoannya mengindap penyakit spilis, tetapi hal itu tidak dapat disebuhkan dengan supertetra.
18 Hakim/ Perak
Sejak usia lima tahun orang tuanya bercerai. Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Semenjak itu ia dipelihara oleh neneknya di Banjarmasin. Kemudian ia disekolahkan SD sampai SMP di Surabaya oleh tantenya yang tinggal di daerah Kebraon. Kemudian ia kembali ke Banjarmasin, selama hidup dengan ibunya ia tidak betah karena ia lebih senang tinggal di Surabaya. Karena ia malu dengan tante dan saudara-saudarnya yang kaya, ia memutuskan untuk mengamen dari bis ke bis. Ia mengamen dengan teman-temannya yang mangkal di Terminal Joyoboyo. Kemudian menjadi tukang parkir di pertigaan WM. Ia mejadi dewasa di jalan. Latar belakang pendidikan yang tinggi (STM) membuatnya menjadi tempat nasehat sebagai anak jalanan. Kemudian pergaulannya tidak hanya dengan anak jalanan tetapi juga dengan lembaga-lemabaga, pekerja sosial dan mahasiswa. Ia kerap kali mejadi informan mengetahui situasi anak jalanan di Surabaya
Ia adalah pribadi yang sudah matang dan dewasa di dunia jalanan. Ia tidak terlalu terpengaruh dengan kebiasaan anak jalanan. Penghasilannya satu hari anatara Rp 20.000-Rp30.000/harinya. Itupun ia lakukan jikalau ia merasa lapar. Permasalahan yang dihadapi dalam bentuk kekerasan dan penindasan sudah dilalui.Pengalaman-pengalaman akan kesuksesan dan kekayaan keluarganya menjadi kebanggaan. Ia berharap kelak ia dapat meninggalkan dunia jalanan dan mempunyai peluang kerja yang formal, sehingga status dan martabatnya dapat naik seperti dulu.
19 Yakub Ia bersama kakaknya (kristian) dan adiknya (Ony) datang dari Ambon, untuk mencari ayahnya yang ada di Surabaya. Peristiwa itu terjadi ketika ia masih kecil. Usaha mereka tidak mebuahkan hasil, ayah mereka tidak berhasil ditemukan. Lama-kelamaan uang mereka habis dan tidak mungkin lagi kembali ke Ambon karena mereka sudah menjual rumah dan tanah mereka untuk mencari ayah mereka. Untuk dapat berteduh mereka mendirikan gubuk kecil di wilayah Stasiun Wonokromo. Bila terjadi pembersihan mereka terpaksa tidur di jalan, stasiun, jembatan, dan rumah ibadah. Bila kondisi sudah tenang, mereka mendirikan gubuknya kembali di stasiun Wonokromo.
Perangainya yang kasar dan berani, membuat ia disegani banyak teman. Ia menjadi penguasa atas daerah perempatan Darmo. Kalau mengamen diakuinya ia suka memaksa, bahkan ia meminta pajak kepada anak-anak jalanan yang beroperasi di wilayahnya. Karena sudah biasa di tangkap dan dipukuli aparat Pamong praja tidak membuatnya takut, dan menganggap hal itu adalah wajar danresiko yang harus dialaminya. Kasus terakhir dia terjerat pasal365 KUHP tindakan pencurian dengan kekerasan. Ia mendapat kurungan 1 tahun penjara akibat terlibat pencurian kendaraan bermotor. Setelah bebas pun ia menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) bila terjadi kasus-kasus pencurian motor di wilayah Gubeng. Kerap kali ia dicari kembali masuk ke ditangkap, dipukuli, dan diintrograsi atas kasus yang belum tentu ia lakukan
Hasil Penelitian dan Analisa 94
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Ia, Kristian dan Oni tidak pernah sekolah. Sejak kecil mereka sudah mulai mencari uang di jalan dengan mengamen, jualan Koran dan juga mengemis. Ibunya kerja menjadi buruh pasar atau memunguti sayuran atau bumbu dapur yang terbuang, kemudiaan dijual.Kadang juga mereka mengemis saat usai acara-acara ibadah di rumah peribadatan. Bersama teman-temannya ia sering merantau ke Jakarta. Kakaknya menjadi tukang parkir di terminal pondok labu. Bila ada kasus ia kembali ke Surabaya. Jikalau keadaannya sudah aman ia kembali ke Jakarta.
20 Bagong Keputusan untuk di jalan dipengaruhi karena ayahnya yang sudah meninggal dunia. Mereka tinggal di rumah petakan di wilayah Simo Gunung. Ibunya mempunyai kios kecil di depan rumahnya. Bersama temanya kopler dan Edi ia menjadi pengamen di perempatan Darmo. Awalnya ia sering pulang, tetapi karena pola hidup jalanan yang mempengaruhi ia menjadi jarang pulang dan tinggal di jalanan.
Prilakunya mngalami perubahan ketika diaberada dijalan. Terutama perlakuannya yang sering berurusan dengan kepolisian, akibat kejahatan berupa pencurian motor dan perampokan disertai dengan pembacokan terhadap penjual kaki lima di jln.Pemuda. Ibunya sudah habis-habisan menjual harta miliknya untuk menebus ia, tapi ia tetap saja melakukan kejahatan, sampai-sampai sang ibu tidak mau menganggapnya sebagai anak.
Dilihat dari profil faktor penyebab eksternal kedua puluh anak jalanan binaan
YMM, Penulis menggunakan pemahaman Tata Sudrajat (dalam Mulandar (ed)1996:154)
dalam menganalisa faktor penyebab ini dalam tiga tingkatan, yakni; Mikro (meliputi:
kemiskinan keluarga, konflik keluarga, dan perceraian/yatim-piatu); Meso (meliputi:
pengaruh teman sebaya di lingkungan rumah dan dekat daerah operasi Anjal); Makro
(kemiskinan stuktural, misalnya arus urbanisasi dan korban PHK).
Hasil Penelitian dan Analisa 95
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Tabel 4.2.2.1
Analisa Faktor Penyebab-Penarik Eksternal
Faktor eksternal
Nomor Urut Profil Anjal Binaan YMM Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑Y ∑X
Kemikinan
keluarga
Y Y Y Y Y X Y Y Y Y X X Y X Y Y Y X Y Y 15 5
Konflik
keluarga
X X X X X X Y X Y X Y Y X Y X X X X X X 5 15
Perceraian/yati
m-paitu
X X Y Y Y Y X X X X X Y Y X Y Y Y Y Y Y 12 8
Pengaruh teman
sebaya
X Y Y Y Y X Y Y Y Y Y X Y Y X Y Y X Y Y 15 5
Dekat daerah
operasi anjal
X Y Y Y Y X Y Y X X X X X X X Y Y X X Y 9 11
Urbanisasi Y Y X X X Y X X X X Y Y Y Y Y X X Y Y X 10 10
PHK X X Y X X X X Y X X X X X X Y X X Y X X 4 16
Keterangan: Mikro Meso Makro
Y = Setuju X = tidak setuju ∑Y= Jumlah kolom bertanda Y ∑X =Jumlah kolom bertanda X Rumus penghitungan
Dari kedua puluh anak jalanan binaan YMM faktor pada tingkat mikro,
kemiskinan keluarga merupakan faktor tertinggi ( 75 %), meskipun beberapa anak
jalanan berasal dari keluarga yang mapan hanya 25 %. Faktor yang juga berpengaruh
adalah ditemukan adanya konflik dengan keluarga (25%) dan faktor perceraian atau
yatim-piatu pada keluarga sebanyak 60 %. Namun demikian anak jalanan yang tidak
dilatar belakangi konflikkeluarga (75%) dan 40% bukan dari keluarga yang becerai
atau yatim/piatu. Sedangkan sebanyak 13,3% merupakan kaitannya gabungan antara
kemiskinan dan konflik keluarga, dan 40 % adalah keterkaitan antara kemiskinan
dengan perceraian /yatim-piatu atau sebaliknya. Keterkaitan faktor perceraian/yatim-
piatu dan konflik keluarga hanya terdapat pada satu anak saja (6 %).
∑ Y X 100% N N=Jumlah anak
∑ X X 100% N N=Jumlah anak
Hasil Penelitian dan Analisa 96
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Pada tingkat meso, tingginya pengaruh teman sebaya (peer-group) sebanyak
75%. Angka ini menunjukan kuatnya keterlibatan atau koneksitas pengaruh teman
sebaya terhadap niat anak untuk hidup atau bekerja di jalan. Pengaruh teman sebaya
adalah sebagai mediator kepada dunia jalanan. Hal ini terjadi pada anak-anak jalanan
yang berasal dari luar kota ataupun di dalam kota . Pengaruh teman sebaya atau
sekampungnya yang berprofesi di dunia jalanan tidak hanya menjadi mediator, tapi juga
fasilitator bagi anak-anak dari luar kota juga didalam kota.Ketertarikan mereka didorong
oleh kemisikinan (86%), konflik keluarga (26%), dan perceraian keluarga/yatim-piatu
(53%).Ketertarikan lain berdasarkan keterkaitan kemiskinan - konflik keluarga (13 %),
dan kemiskinan, perceraian/yatim-piatu (40%).
Sebanyak 45 % Anak jalanan yang memiliki rumah atau keluarga di kota
Surabaya dan dekat dengan pusat keramaian atau daerah operasi anak jalanan. Anak-
anak jalanan yang dekat dan bergaul dengan komunitas dan daerah operasi anak jalanan
ini seluruhnya disebabkan karena faktor kemiskinan keluarga . 11 % diantaranya
disebabkan adanya konflik keluarga dan 66 % akibat faktor perceraian / yatim-piatu.
Sedangkan gabungan faktor kemiskinan dan konflik keluarga sebesar 11% dan
kemiskinan dengan perceraian/yatim-piatu sebesar 55%. Satu anak (Angga) tinggal di
pusat kota Surabaya dari keluarga miskin, yang terpengaruh komunitas RSAJ yang
tinggal berdekatan dengan rumahnya. Pertemanan dengan Rahman, ahkirnya
mengarahkan pada ikatan sindikat anjal di Jakarta.
Pada tingkat Makro, ketimpangan sosial dan kemiskinan strukutral
mempengaruhi kondisi perekonomian bangsa. Hal ini di sebabkan suatu kebijakan
pembangunan yang cendrung terfokus dan dikembangkan di perkotaan. Struktural atau
sistem ekonomi yang tidak berpihak pada ekonomi kerakyatan, membuat mereka yang
dibawah (kaum miskin) tidak bisa keluar dari ikatan kemiskinan mereka. Fenomena
yang nampak adalah meningkatnya kaum urban dari pedesaan yang tidak memiliki
pendidikan dan keterampilan yang memadai, dan akses kepada peluang kerja. Situasi
krisis ekonomi semakin memparah kaum urban ini memperoleh lapangan pekerjaan
yang semakin sulit, bahkan tingkat PHK semakin meninggi. Dari keduapuluh anak
Hasil Penelitian dan Analisa 97
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
jalanan binaan YMM, sebanyak 50% berasal dari luar kota surabaya, diantaranya yang
dimotivasi karena faktor kemiskinan sebanyak 50% dan 30 % karena konflik keluarga,
serta 50% karena faktor perceraian/yatim-piatu. Sedangkan yang didorong karena
gabungan anatara faktor kemiskinan dan konflik keluarga tidak ada, hanya kaitannya
dengan gabungan antara faktor kemiskinan dan perceraian/yatim-piatu sebesar 30 % dan
satu anak (udin) karena konflik orang tua dan perceraian/yatim-piatu.
Faktor lain dari dampak kemiskinan struktural adalah meningkatnya kasus-kasus
PHK yang menimpa ayah mereka atau pekerja anak. Sebesar 20 % disebabkan karena
kasus PHK dimana diantaranya 75 % dialami pekerja anak dan 25 % oleh ayah mereka.
Beberapa anak jalanan berasal dari keluarga miskin yang memiliki anak banyak,
sehingga anak-anak mereka kurang mendapat perhatian akan kebutuhan kasih sayang,
perkembangan psikologis, sosial, pendidikan dan masa depannya. Banyak anak dalam
keluarga ini dipekerjakan di jalan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
4.2.3. Kategori/Karakteristik
Pada bab II yang membahas mengenai kategori anak jalanan dari sejumlah tokoh
dan organisasi yang mengelompokan anak-anak jalanan berdasarkan intensitas
hubungannya dengan orang tua, keberadaannya di jalan, status tempat tinggal,
motivasinya, latar belakang, dan tingkat kemadiriannya.
Dalam tulisan ini penulis mengunakan analisa yang digunakan oleh Tata
Sudrajat (dalam Mulandar (ed),1996:151) yang senada dengan Sri Sanituti dan Bagong
(1996:16) dan yang kemudian dipakai dalam mengkategorikan anak jalan oleh
Departemen Sosial (1998:2) membagi menjadi 3 bagian, yakni: Children of the Street,
Children on the Street, dan Children from Families of Street.
Penulis menggunakan kategori tersebut dengan membandingkan dengan
keberadaan keduapuluh anak jalanan binaan YMM seperti yang digambarkan melalui
tabel dibawah ini.
Hasil Penelitian dan Analisa 98
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Tabel 4.2.3.
Kategori anak jalanan YMM
Kategori Nomor urut indentitas anak jalanan YMM Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑Y ∑X Children of the Street -tinggal dan bekerja di jalan. - tidak mempunyai rumah (homeless).-Jarang / tidak pernah kontak dgn keluarga -berasal dari keluarga bermasalah - Mobile/ berpindah -Rawan pelecehan seksual - konflik
Y
Y
Y
X
X
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
X
Y
Y
Y
Y
17
3
Y Y X X X Y X X X X X Y Y Y Y X X Y X X 8 12
Y Y Y X X Y Y X Y Y Y Y Y Y Y X Y Y X Y 15 5
Y X Y X Y Y Y X Y Y Y Y Y Y X X Y Y Y Y 15 5 Y X Y X X Y Y X Y Y X Y Y Y Y X Y Y Y Y 14 6 Y Y Y X X Y Y X X Y X Y X X X X Y X X X 8 12 X X X X X X X X Y X X Y X Y X X X X Y Y 5 15
Chlidren on the street ( Urban ) -Berasal dari luar kota -Mengontrak rumah bersama temannya -Sering / teratur kontak dgn keluarga -Motivasi:ekonomi (Vulnerable) -tinggal bersama orang tua/keluarga -Masih sekolah -Pekerjaan sampingan
Y
X
X
X
X
Y
X
X
X
X
Y
Y
Y
Y
Y
X
X
X
X
X
7
13
X X X X X X X X X X Y X X X X X X X X X 1 19
X X X Y Y X X Y X X X X X X X X X X X X 3 17
Y X X Y Y X X Y X X X X X X X Y X X X X 5 15
X X X Y Y X X Y X X X X X X X Y X X X X 4 16
X X X Y Y X X Y X X X X X X X Y X X X X 4 16 X X X Y Y X X Y X X X X X X X Y X X X X 4 16
Children from
Families of Street
-Ikatan keluarga yg kuat. -dari Keluarga gelandangan -tinggal gubuk liar di kolong jembatan, sepanjang rel/sungai
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Y
X
X
Y
X
2
18
X X X X X X X X X X X X X X X Y X X Y X 2 18
X X X X X X X X X X X X X X X Y X X Y X 2 18
Keterangan: Children of the Street Chlidren on the street Children from Families of Street
Y = Setuju X = tidak setuju ∑Y= Jumlah kolom bertanda Y ∑X =Jumlah kolom bertanda X Rumus penghitungan
∑ Y X 100% N N=Jumlah anak
∑ X X 100% N N=Jumlah anak
Hasil Penelitian dan Analisa 99
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
· “Homeless” yang dimaksud, tidak menetap atau memiliki tempat tinggal (orang tua/keluarga) di kota Surabaya. Si anak tidur disembarang tempat, seperti taman kota, masjid, emperan toko, SPBU, pasar,dll
· “bermasalah” yang dimaksud adalah adanya ketidakharmonisan dengan orang tua/ keluarga atau disebabkan karena perceraian atau dari keluarga yatim/piatu.
· “Konflik” yang dimaksud keterlibatannya terhadap aktivitas kriminalitas · “motivasi ekonomi” yang dimaksud, tujuannya tidak hanya untuk kebutuhan dirinya,
melainkan juga untuk kebutuhan ekonomi
Dari tabel kategori/karakteristik anak jalanan binaan YMM sebanyak 75 %
dominan memiliki karakteristik childern of the street(anak-anak yang tumbuh dari
jalan) , dan sebanyak 15 % dominan memiliki karateristik children on the street (anak-
anak yang berada di jalan), serta sebanyak 10 % dominan memiliki karakteristik
Childern from Familes of street.
Namun demikian sebanyak 66% karakteristik Childern of the Street pada anak-
anak jalanan binaan YMM terdapat sebagian ciri-ciri karakteristik Children on the Street
. Demikian sebaliknya sebesar 33 % anak-anak jalanan kategori Children on the Street
memiliki sebagian ciri-ciri karakteristik Childern of the Street. Pada kategori Children
from Families of Street sebesar 50 % ada pada karakteristik Childern of the Street
dan 50 % pada kategori Children on the Street.
Kategori/kateristik yang dirumuskan oleh Mulandar dan Sri sanituti-Bagong ini
pada tujuannya untuk memudahkan pengertian dan konsep penanganan permasalahan
anak jalanan yang akan dilakukan. Berdasarkan hasil obeservasi di lapangan dan analisa
berkesimpulan bahwa ada sebuah tingkatan proses dari kelompok kategori/karakteristik
Hasil Penelitian dan Analisa 100
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
anak jalanan ini bahwa proses tersebut ahkirnya berujung pada kategori/karakteristik
childern of the street. Pergeseran tingkat ditentukan oleh kuatnya ikatan kekeluargaan.
Ikatan ini dapat berupa kedekatan batin, nilai-nilai luhur yang ditanamkan orang
tua/masyarakat akan kepatuhan terhadap orang tua dan nilai-nilai moral yang diterima
dari guru ataupun agama. Pergeseran akan terjadi apabila daya ikatan ini melemah dan
daya tarik pola hidup children of street ini lebih kuat.
Dari hasil analisa terhadap keduapuluh karakteristik anak jalanan binaan YMM
ditemukan adanya ciri-ciri anak jalanan sebuah kategori terdapat pula pada kategori
lain. Selanjutnya analisa hanya berdasarkan ciri-ciri –ciri yakni; Tinggal dan bekerja di
jalan ( 85 %), Tidak mempunyai rumah /homeless (40%); Jarang / tidak pernah kontak
dgn keluarga (75%); Berasal dari keluarga bermasalah (75%); Mobile/ berpindah
(70%); Rawan pelecehan seksual (40%); Terlibat konflik (25%); Berasal dari luar
kota (35%); Mengontrak rumah bersama temannya (5%); Sering / teratur kontak dgn
keluarga (15%); Motivasi ekonomi (25%); Tinggal bersama orang tua/keluarga ( 20%);
Masih sekolah (20%); Pekerjaan sampingan (20%); Ikatan keluarga yg kuat (10%); Dari
keluarga gelandangan (10%); Dan yang tinggal di gubuk liar di kolong jembatan,
sepanjang rel/sungai (10%).
Pada bagian sebelumnya terdapat gambaran anak jalanan binaan YMM dan
analisa tentang latar belakang menjadi anak jalanan dan pengkarakteristikan anak
jalanan berdasar ciri-ciri tertentu. Kemudian selanjutnya menganalisa permasalahan
yang dihadapi dan dialami anak jalanan YMM.
4.2.4. Permasalahan
Berdasarkan dari pediskripsian sejumlah tokoh dan organisasi yang berkaitan
dengan permasalahan yang dihadapi anak jalanan (Bab II) , mambandingkan dengan
realitas permasalahan yang dialami anak-anak jalanan binaan YMM melalui hasil
wawancara dan obeservasi sejumlah informan dan anak jalanan yang terkait dengan
Hasil Penelitian dan Analisa 101
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
keberadaam anak jalanan binaan YMM, dikemukanan beberapa permasalahan yang
dihadapi dan dirasakan anak jalanan binaan YMM, yaitu;
1. Pandangan negatif
Pandangan negatif masyarakat (stigma / pelabelan) terhadap keberadaan anak
jalanan. Pandangan ini merupakan reaksi terhadap realitas kehidupan anak jalanan
Pada anak-anak jalanan binaan Yayasan Merah Merdeka, khususnya mereka
yang tinggal di rumah singgah. Pandangan negatif atas keberadaan mereka, nampak
dalam tingkat kecurigaan warga sekitar rumah singgah yang mengeluh akan kehadiran
mereka telah merusak ketertiban dan kesopanan di kampung mereka.
Anak-anak itu tiap malam selalu membuat keributan dengan tawa-canda dan volume perkataan mereka yang tidak terkontrol. Mereka suka tidak pakai baju dan jogkok di depan gang bikin orang yang lewat jadi takut. (Ibu par). Dengan adanya rumah singgah, anak-anak kami dipersulit mendapatkan Surat Kelakuan Baik, karene kehadiran mereka dikampung kami telah merusak citra kampung (Pak Tris) Kelakuan anak yang suka main judi dan teler di pinggir jalan, nantinya akan membuat warga dan anak-anak jadi ikut-ikutan, bahkan membahayakan sebagian warga yang sudah biasa melakukan hal itu didalam kampung. Pantas saja beberapa kali kampung kita diselalu menjadi target penggerebakan (Bp. Sentot) Entah kenapa warga selalu curiga...bila ada salah satu warga yang mengalami kecurian, maka yang jadi sasaran pertama adalah anak-anak jalanan di rumah singgah. (Cak Par) ..wah rumah singgah apa bedanya dengan sarang penyamun...gayanya sudah seperti bajingan, ...tatoan, omongane kotor, tampange serem-serem, dekil dan bau.... (Seorang siswi SLTP tetangga rumah/ Vr). ..Apakah anak-anak itu malingan, ngak ya... (Satpam rumah di Jl. Tumapel/ ?) “ ...kok setiap hari saya lihat mereka tidur-tiduran aja tuh kerjaannya..iku jenengane arek males...seenak’e sendiri...”. (Mbah To’)
Hasil Penelitian dan Analisa 102
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Dari ungkapan sebagian warga yang ditemui penulis, menunjukan sebagaian
besar warga sekitar rumah singgah saja sudah memandang negatif akan keberadaan anak
jalanan, maka wajar bila keberadaan Rumah singgah YMM dalam sejarahnya, selalu
mengalami ancaman untuk ditutup oleh warga sekitar. Hal ini sudah terjadi pada rumah
singgah brawijaya ditutup oleh desakan warga sekitar , kemudian terjadi kembali pada
rumah singgah Dinoyo.6
2. Prilaku menyimpang
Anak-anak jalanan binaan YMM, khususnya mereka di rumah singgah. Perihal
prilaku yang menyimpang seperti, kebiasaan merokok, teler, main judi dan seks bebas
merupakan suatu prilaku yang sering ditemukan di semua anak jalanan RSAJ ini. Prilaku
merokok, minum dan main judi adalah suatu pandangan yang biasa terjadi setiap
harinya. Sedangkan prilaku seks bebas bukanlah hal yang tabu. Pengalaman-
pengalaman akan hal ini dengan penuh kebangaan dan terbuka menceritakan
pengalaman-pengalaman melakukan seks bebas dengan lawan jenis atau sesama jenis
(homoseksual). Mereka biasanya melakukan pada WTS (Wanita Tuna Susila) atau
Waria di daerah portitusi Jarak , Kembang kuning, Irba , jembatan BAT dan Stasiun
gubeng dan Wonokromo7. Seks bebas juga dilakukan pada anak jalanan perempuan.8
Dari keduapuluh profil anak jalanan binaan YMM, berdasarkan pengamatan di
lapangan merokok, teler dan berjudi dilakukan anak-anak yang tinggal di rumah singgah
(80 %), sedangkan mereka yang tinggal dan memiliki hubungan yang dekat dengan
keluarga (20%), hanya merokok. Prilaku teler dan Judi bukan menjadi kebiasaan
6 Merupakan ungkapan Pekerja sosial Ag, ia memambahkan bahwa pada kenyataannya rumah singgah dimana pun, kebanyakan mereka tutup sebagai puncak reaksi negatif warga sekitar. Dan menjadi resiko karena keberadaan rumah singgah pada umunya selalu berada ditengah-tengah pemukiman warga pusat kota. 7 “...Kalau punya duit banyak aku main di Jarak, disana ceweknya mainnya hebat...tapi kalau punya Rp.10.000 paling di jembatatan BAT dan Wonokromo, tapi disana sudah tua-tua. Kalau cuma Rp.5.000,- terpaksa dengan bencong(Waria)”. “ujar Regar” 8 “..biasanya kalau arek-arek Darmo sering main sama Rin (Anjal perempuan), di tingkat atas monumen Darmo”. “Ujar Dodot”.
Hasil Penelitian dan Analisa 103
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
mereka hanya sebagai solidaritas sesama anak jalanan. Sedangkan prilaku seks bebas
mereka tidak melakukannya.9
3. Ekploitasi berlapis
Eksploitasi berlapis adalah sebuah gambaran tentang penindasan dan
pemanfaatan yang dialami anak jalanan dari tingkatan lingkungan sosialnya. Pada anak-
anak jalanan binaan Yayasan Merah Merdeka. Awalnya dari keluarga, sesama anak
jalanan, preman, dan aparat keamanan. Penindasan ini bentuknya berupa aksi kekerasan
, pemaksaan dan pemanfaatan. Dibawah ini adalah ungkapan beberapa anak jalanan
binaan YMM yang pernah mengalami penindasan ini.
“...kalau pulang ke rumah, saya harus bawa uang..kalau tidak saya malu...karena adat ditempat saya kalau saya sudah merantau-pulang harus bawa uang. Bila tidur di jalan uang saya di curi anak-anak...Kalau lagi pas ngamen saya dimintai duit dengan yang tua-tua. Seumpama saya tidak memberi atau melawan, saya akan dimassa (Dipukuli). Di ruamah singgah saya selalu disuruh-suruh sama anak-anak yang sudah lama, bahkan saya disuruh mencuri apa yang ada dirumah singgah atau tidak memberitahukan perbuatan mereka bila mereka mencuri barang di rumah singgah. Jika saya menolak atau membocorkan saya akan diancam...”. (Duro)
“...Sejak di jalanan saya berteman dengan kelompok anak jalanan. Kalau tidak saya tidak punya teman yang melindungi saya...karena di Darmo yang ngamen dari kelompok mana-mana. Kalau tidak bergabung dengan kelompok yang kuat, maka resikonya saya akan diperas terus. Tapi di kelompok ini juga saya harus memberikan uang yang diminta oleh yang nguasain daerah itu...bila ada tawuran saya juga harus terlibat dan kalau ada kasus saya harus tutup mulut. Ditangkap Pamong sih sudah sering, biasanya uang saya diambil mereka, gitar saya dirusak, saya di pukuli-dipetalin, ditahan semalaman disuruh negepel, dan besoknya pulang...” (pendi) “...Dua tahun saya ditampung bos di rumahnya...saya makan-tidur di situ bersama teman-teman yang lain... setiap hari saya harus bisa setor Rp10.000 sampai dengan Rp 20.000 tergantung mintanya dan adanya berapanya. Saya dikasih tempat di stasiun Jatinegara. Saya diawasi terus bila saya sedang minta-minta atau ngamen ecek-ecek, takutnya kalau saya kabur. Waktu itu saya masih kecil tidak tahu jalan pulang ke Surabaya...saya kabur setelah dibantu teman saya yang buta dari Bandung...kemudian saya diantar pulang ke rumah.... (Angga)
Hasil wawancara dan pengamatan kepada Eko, Cupang, Kuncung dan Wahono.
Hasil Penelitian dan Analisa 104
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
4. Ganguan kesehatan.
Ganguan kesehatan pada anak-anak jalanan binaan YMM, terutama pada saluran
pernapasan. Keluhan mereka, seperti dada yang sakit, kepala pusing, dan agak sulit
bernafas. Hal ini disebabkan karena setiap hari mereka menghirup udara yang tercampur
polusi asap kendaraan bermotor. Seperti yang pernah terjadi pada Jhs, ia terpaksa
dilarikan ke rumah sakit karena menderita penyakit paru-paru basah.
“...rasane pusing...ngango nafas kalau kadang-kadang nyeri di dada....” (pendi)
Pola makan yang tidak teratur dan kurang bergizi, serta memakan sesuatu dari
persampahan (hoyen). Kebiasaan ini pada anak jalanan binaan YMM sering kali
mengalami perut sakit, diare dan maag. Vian dan Mujib pernah mengalami opname
karena keracunan makanan dan tifes.
Berdasarkan pengamatan sebagaian besar anak jalanan YMM jarang mau diajak
berobat ke pukemas, kecendrungan menahan dan membiarkan sembuh sendiri atau
membeli obat-obat warung untuk mengurangi rasa sakit atau mengobatinya. Jika
kelihatan sudah parah hanya diam saja, yang mempunyai tindakan proaktif adalah
teman-temannya. Mereka meminta bantuan pengurus YMM membawanya ke Rumah
sakit.
Ganguan kesehatan pada anak jalanan binaan YMM adalah pengaruh dari
kebiasaan mereka meyalah gunakan obat-obat terlarang. Hampir setiap anak jalanan ini
mengkomsumsi obat jenis leksotan (istilah anjal:Gotres). Obat ini dapat dibeli di bandar
(penjual) yang berada di tempat-tempat tertentu. Selain memberi nuansa ngefly / teler,
obat ini memberikan dampak psikologis, seperti; kesunyian (fungsi pendengaran
berkurang) dan menimbulkan gairah, keberanian atau kepercayaan diri yang luar biasa.
“..pikiranku ngak bisa tenang, perasaan gelisah, kurang semangat dan bawaanya stress trus...kalau sudah gotres rasanya adem, senang dan beranian..” (pesek). Pada anak-anak yang memiliki kebiasaan minuman keras dan penyalahgunaan
obat terlarang ini mempengaruhi fungsi otaknya. Seperti yang dialami kentir, Udin dan
Pesek. Mereka seperti memiliki ganguan kejiwaan, emosinya mudah terbakar, pasif dan
labil.
Hasil Penelitian dan Analisa 105
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Resiko yang mengancam dari keberadaan mereka di perempatan jalan adalah
kemungkinan tertabrak saat bekerja ataupun terjatuh ketika sedang mengejar kendaraan
yang hendak mereka tumpangi. Hal ini pernah dialami oleh Selan, ia menjadi korban
tabrak lari diperempatan Darmo. Ia menderita patah tulang pada pada bagian kaki
kananya dan luka-luka tabrakan. Sedangkan yang banyak ditemukan umumnya terkilir,
saat melompat dari mobil pick-up atau saat berusaha melompat dari pagar stadion
Tambak Sari.
5. Legalitas
Permasalahan mengenai status kependudukan atau indentitas mereka, sebagian
besar dari mereka tidak memiliki kartu indentitas (KTP). Ketidak-adaan KTP ini
mengolongkan mereka pada status sosial masyarakat sebagai gelandangan. Seperti yang
dialami Udin ketika dia mati dipukuli masa, label “Mr X” tertulis di koran dan nisan
penguburannya di makam khusus gelandangan di kuburan daerah jarak
Ketidakadaan KTP menjadi alasan kuat pihak Pamong Praja melakukan tindakan
semena-mena atas mereka.
“..kalau saja aku punya KTP, aku pasti tidak dituduh bukan-bukan...di kantor Pamong aku dituduh yang suka baret mobil, nyuri spion, komplotan pencuri, dll...Padahal pertanyaan pertama dari mereka selalu..mana KTP-nya?” (Duro)” Beberapa anak jalanan binaan YMM yang memiliki rumah / keluarga di
Surabaya beberapa dari mereka memiliki kartu indentitas (KTP atau pelajar). Seperti,
yang dialami Eko. Ia memiliki KTP, tetapi kita ketika mengurusi pendaftaran
sekolahnya ia mengalami kesulitan karena tidak memiliki akte kelahiran dan Kartu
Keluarga.
Gimana bisa punya Akte kelahiran...sejak lahir ditinggal kabur bapak dan ibu ngak mau ngurus...karena ibu udah ngak tau...apa pernah ngurus... kalau rasanya seperti anak haram..kalau ditanya soal Akte kelahiran (Eko). Peraturan warga sekitar rumah singgah di Simo, setiap warga baru harus melapor
ketua RT (1 X 24 jam). Salah satu syarat adalah menyerahkan KTP, tetapi karena anak-
anak jalanan tidak mempunyai KTP tidak diijinkan tinggal di rumah singgah itu.
Hasil Penelitian dan Analisa 106
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
“..Adanya KTP merupakan sebagai bentuk pertanggung jawaban pengurus kampung bila terjadi persoalan berkaitan perihal yang dilakukan anak-anak itu. Bila anak-anak itu tidak punya , mereka harus memiliki surat rekomendasi dari daerah asal...: (Soeripno., ketua RT IX). Ketidakadaan kepemilikan surat indentitas (KTP) yang tidak dimiliki anak
jalanan menempatkan mereka dalam julukan T4 (Tempat Tinggal Tidak Tetap) sebuah
pelabelan yang lebih halus dibandingan dengan julukan Gelandangan. Pelabelan ini
biasanya dipakai oleh oknum pemerintahan.10
Persoalan ketidakadaan KTP pada anak-anak jalanan binaan YMM dalam
pengurusannya mengalami kendala dari kendala ketidakadaan Kartu Keluarga, Surat
keterangan pindah dari daerah asal, terahkir pada ketidaksetujaan pengurus kampung,
karena bila mereka diberi KTP, maka dampak dari prilaku mereka akan merusak nama
baik kampung dan harus bertanggung jawab terhadap kasus kriminal yang mereka
lakukan.11
6. Kriminalitas
Tindakan kriminalitas yang dilakukan anak jalanan binaan YMM dilakukan dari
urusan dengan Rumah singgah, masyarakat, dan kepolisian. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan sejak agustus 2002 hingga Desember 2003, tindakan kriminalitas yang
dilakukan anak-anak jalanan binaan YMM berkaitan dengan pencurian dan perkelahian.
Tindakan ini memang tidak dilakukan oleh semua anak-anak jalanan binaan
YMM, tetapi oleh beberapa orang yang mempengaruhi anak-anak yang lain. Seperti,
tindakan perkelahian antar kelompok anjal Leo dengan Kelompok anjal Nandar,
meyebabkan tewasanya Nandar di rumah singgah YMM (Brawijaya). Kasus ini
kemudian masuk ke pengadilan dan berdampak rumah singgah ini ditutup. Kemudian
mendirikan rumah singgah baru (Dinoyo).
12. Pada seminar tentang Penanganan anak jalanan di kota Surabaya oleh Depsos. Di Hotel Westin , Surabaya. 21 Oktober 2002. 11 Menurut pekerja sosial Asp. Ia mengkuatirkan bila mereka sebagai warga negara saja tidak diakui, bagaimana nantinya status perkawinan mereka dan status anak mereka .kalau begini prosesnya yang terjadi mereka bisa beranak-cucu di dunia jalanan.
Hasil Penelitian dan Analisa 107
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Berdasarkan pengamatan kasus di rumah singgah Dinoyo. Kasus pencurian yang
terjadi di rumah singgah seperti , TV (pada 28 Agustus 2002) dan barang-barang
sumbangan dari donatur (beras, sembako, dan lain-lain). Menurut Pekerja sosial Csp.
” Aksi pencurian tersebut biasanya sudah direncanakan, kemudian hasilnya dibagi
kepada seluruh penghuni rumah singgah. Sehingga jika ditanya kepada setiap anak
jalanan mereka memilih untuk tutup mulut dan tidak tahu apa-apa”. 12
Kasus-kasus yang terjadi berkaitan dengan aktivitas yang mereka lakukan di
jalanan adalah seperti pemintaan paksa terhadap jasa yang tidak diperlukan dengan
ancaman pembaretan mobil. Ada pula kasus-kasus penjambretan pada penguna jalan.
Dan perlawanan terhadap aparat Pamong Paraja, sebagai kekesalan dan pembelaan diri
mereka. Kasus-kasus yang dilakukan oleh hanya oknum tertentu saja memberi dampak
kepada anak-anakjalanan yang mereka memiliki motivasi murni untuk mencari uang.
“...yang lakukan pembaretan itu si Udin..dan yang ngelemparin batu ke petugas Pamong itu si Yakub, Arif dan Edi..gara-gara mereka...setiap hari perempatan Darmo di jaga polisi...Jadi sekarang kalau ngamen kita jadi ketakutan, kalau sewaktu-waktu tiba-tiba ada pengerebakan...karena Benyamin ditangkap, ia habis dipukuli untuk yang ngasih tau yang melakukan pelemparan kepada aparat Pamong dam pembaretan” (Oci) “...Doremon dan Zaenuri tertangkap...mereka masuk acara Patroli...katanya mereka, jambret HP di Darmo...” (majid) Beberapa anak jalanan pernah dan sedang berurusan dengan pihak kepolisian
atau pengadilan. Kasus yang menonjol adalah tindakan pencurian kendaraan bermotor.
Pada anak-anak jalanan binaan YMM mereka yang pernah berurusan dengan pihak
kepolisian dan pengadilan hingga menyebabkan mereka menjalani hukuman
kurungan/penjara. Pasal 365 dan 363 KUHP adalah pasal yang digunakan kepada
mereka yang kedapatan terbukti melakukan pencurian yang di rencanakan atau tidak,
serta dengan kekerasan atau tidak.
12 “...Biasanya beras itu kami jual ke toko Bu Duloh..tapi saya di suruh yang tua-tua.” (Pendi). “Saya dipaksa suruh diam atau dipukuli jika saya memberitahukan kepada pengurus rumah singgah “( Duro). “Saya lihat TV itu dibawa subuh-subuh oleh arek Gubeng...tapi aku diancam...dari pada aku ngak bisa ngamen di Darmo...aku pura-pura tidak tahu apa-apa”.(Sila). Wawancara ini dilakukan ketika mereka sudah dipisahkan dari kelompoknya ke rumah baru di Simo.
Hasil Penelitian dan Analisa 108
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Anak-anak jalanan binaan YMM yang pernah sebagai residifis ditandai dengan
adanya bekas tembakan pada bagian kakinya. Jumlah bekas lubang peluru ini menjadi
sebuah simbol kebanggaan dan keperkasaan.13
Dari kedua puluh profile anak jalanan binaan YMM, yang melakukan tindakan
kriminal (konflik) hingga berurusan dengan pihak kepolisian atau pengadilan hanya
30 %, sedang yang lainnya umumnya konflik dengan Pamong atau terlibat pencurian di
rumah singgah.
Keterlibatan mereka pun tidak semuanya dilakukan karena niat mereka
melainkan pengkondisian atau paksaan dari kelompok anak jalanan yang sudah lama
ataupun yang berada di luar.14
4.3. Upaya penanganan anak jalanan oleh Yayasan Merah Merdeka.
Menurut dikatakan Conterius, bahwa karya misi sosial tidak hanya
membutuhkan sebuah bentuk pengabdian atau pelayanan yang bersifat karikatif, namun
pada pembangunan dan pengembangan sosial ekonomi yang lebih berorientasi masa
depan, membangun mentalitas kemandirian-kepercayaan diri-tanggung jawab dan
disiplin murni. Sebagai perwujudan cinta kasih kepada sesama manusia (2001:101).
Depsos (1998:7) menambahkan bahwa pada pelakasanaanya upaya penaganan
anak jalanan pelayanan tersebut hendaknya bersifat Tindakan ini bukan hanya sekedar
tindakan yang bersifat karikatif, melainkan lebih bersifat lintas sektoral, terpadu,
konfrehensif dan holistik dengan pendekatan yang objektif melihat masalah, kebutuhan
dan potensi yang dimiliki oleh setiap pribadi anak jalanan (Depsos,1998:7)
Yayasan Merah Merdeka sebagai lembaga sosial yang merupakan perwujudan
cinta kasih kepada sesama manusia, melihat bahwa pelayanan anak jalanan tidak hanya
sekedar kunjungan atau bagi-bagi nasi bungkus. Lebih dari pada itu hal itu dilakukan
13 Hal ini terjadi pada Gus Dur, Udin, Bagong, Pesek, Kristian dan Yono yang sudah pernah keluar- masuk penjara karena kasus pencurian. Kendaraan bermotor (Curanmor). Keberadaan mereka walaupun sudah bebas mereka masih tetap dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) atau TO (Target Operasi). Hal ini nampak dalam kunjungan sering yang dilakukan reserse (Khususnya dari polsek Tegal Sari) mendatangi rumah singgah menanyakan keberadaan mereka atau melakukan pengintaian terhadap rumah singgah. Hal ini membuat nama reserse (Teter) itu suka disebut-sebut jikalau ia ada di sekitar rumah singgah.
Hasil Penelitian dan Analisa 109
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
untuk mengetahui langkah apa yang harus dilakukan ke depan. Oleh karena itu , melalui
proses pertemanan ini akan mengetahui apa yang menjadi permasalahan yang dihadapi
kebutuhan yang dinginkan dan potensi yang dimiliki . Pengalaman dan pemahaman
yang diperoleh, nantinya akan diketahui upaya apa yang perlu atau akan dilakukan agar
kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. Pelayanan ini membutuhkan totalitas
pelayannya, program berkesinambungan, dukungan / kerjasama dengan berbagai pihak
dan mengarahkan pribadi yang berkualitas. 15 .
4.3.1. Assesstment / Ketertarikan
. Keberadaan Yayasan Merah Merdeka merupakan hasil dari sebuah proses
panjang yang digerakan oleh keprihatinan dan ketertarikan terhadap keberadaan anak-
anak yang bekerja dan hidup di jalan sekak tahun 1997 Dalam sejarah aksi keprihatinan
terhadap anak-anak jalanan (pada Bab III), sebelum Yayasan ini terbentuk diawali dari
sebuah aksi konkrit yang didasari akan rasa persaudaraan terhadap sesama yang
menderita.16
Gerakan ini mendapatkan sejumlah simpati dan dukungan dari berbagai institusi
kaum muda Katolik. Mereka mengunjungi daerah-daerah yang dipakai sebagai daerah
operasional dan kosentrasi anak-anak jalanan.
“....kami datang ke anak-anak itu seminggu sekali setiap hari selasa malam . Kami datang awalnya bawa nasi bungkus untuk dibagikan ke anak-anak jalanan.
14 Ungkap Pekerja sosial Csp. 15 Berdasarkan wawancara dengan Rm.gani (penaggung jawab YMM). 16 (Lihat falsafah dan tujuan YMM, Bab III). Azas persaudaraan terhadap sesama merupakan refleksi dan aksi terhadap sebuah kesadaran akan misi dan visi yang dikemukakan oleh Rm.Gani (Perintis dan penanggung jawab YMM) sebagai seorang rohaniawan Katolik. Beliau mengemukakan bahwa misi dan visi membangun masyarakat yang Humanis dan membebaskan rakyat dengan kasih dipahami sebagai karya Ilahi. Karya ilahi ini mengerakan dan meyadarkan orang-orang akan kasih karunia yang mereka terima, kemudian terealisasi dalam bentuk keprihatinan terhadap realitas sosial disekelilingnya.Fenomena anak jalanan yang merebak ditahun 1997 sebagai dampak krisis ekonomi telah melahirkan sebuah budaya kemiskinan dan lingkaran kemiskinan dimana anak-anak ini merupakan korban situsi yang paling parah. Keberadaan mereka merupakan sebuah keterpaksaan dan ketidak beruntungan hidup yang menjauhkan mereka dari hak dan martabat mereka sebagai manusia, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang yang diperlukan dalam perkembangannya. YMM merupakan sebuah gerakan kasih, dimana kasih itulah yang menyadarkan dan membebaskan dari pengkodisian yang telah menghancurkan kemanusiaan dan menjauhkan kasih Allah. Kasih itulah yang akhirnya mengangkat mereka dan memposisikan mereka kepada sebuah kedudukan dimana mereka memperoleh hak-hak dan martabatnya (wawancara tanggal 10 September 2002).
Hasil Penelitian dan Analisa 110
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Kira-kira jam 23.00 WIB, beberapa teman-teman menyebar ke daerah terminal Joyoboyo, stasiun Wonokromo dan perempatan Masjid al-fallah...awalnya kami berkenalan, kemudian perkenalan kami merasa menjadi dekat dengan mereka...mereka banyak menceritakan masalah mereka dan mengenalkan kebiasaan budaya mereka...disinilah tak terasa kami menjadi teman, sahabat, dan kakak bagi mereka..” (Pekerja sosial, Ag)
“..dari yang awalnya satu minggu sekali..ahkirnya menjadi rutin...dari proses pertemanan yang semain dekat ini..kami semakin mengetahui kisah-kisah yang mereka alami, dari keluarga maupun dari jalanan...dan sepertinya kami jadi harapan bagi mereka..tapi tidak tahu apa yang harus diperbuat “ (Yudith) Menurut Depsos, alur penanganan anak jalanan dimulai dengan assesstment/
ketertarikan untuk mengetahui permasalahan, yang meliputi faktor penyebab, situasi dan
dampak; kebutuhan yang meliputi fisik, psikis dan sosial; dan Potensi fisik, emosional
dan intelktual.
4.3.2. Permasalahan
Pada bagian sebelumnya perihal permasalahan yang meliputi latar belakang
penyebab, situasi yang dihadapi dan dampak yang dialami anak jalana jalanan binaan
YMM sudah diuraikan pada bagian sebelumnya.
Namun permasalahan yang dihadapi pada tahun 1997 , ketika proses pertemanan
dimulai sejumlah permasalahan yang ditemukan selain ancaman penindasan / kekerasan,
peyimpangan prilaku, hilangnya kesempatan pendidikan, kerawanan tindakan
kriminalitas, dan stigma sosial. Ketiadaan tempat tinggal merupakan hal yang
dipandang penting dan mendesak untuk dipikirkan dan diupayakan. Selain itu proses
pendampingan mengalami hambatan dalam pengawasan dan perlindungan, karena
mereka senantiasa berpindah-pindah tempat dan situasi yang selalu berubah-rubah dan
sulit ditebak akan keberadaan mereka.
“...tidak setiap kali kunjungan kami dapat bertemu mereka, baik pribadi atau kelompok...hal ini dimungkinikan karena mereka selalu berpindah-pindah tergantung kondisi di sekitar mereka. Hal ini menyulitkan kami melakukan pendampingan dan pengawasan pada waktu itu”. “Ungkap Rm,Gani ketika diwancarai penulis” .
Hasil Penelitian dan Analisa 111
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Dari keduapuluh profil anak jalanan binaan YMM 75 % adalah childern of
Street, dimana 50 % mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan 75 % tidak pernah
atau jarang melakukan kontak dengan orang tua. 75% dari mereka menghabiskan waktu
hidup dan bekerja di jalan.
4.3.3. Kebutuhan
Pengupayaan untuk tersedianya sebuah rumah tinggal yang dapat berfungsi
sebagai tempat mereka untuk beristirahat setelah berpulang bekerja, membersihkan diri,
merawat / menyimpan barang miliknya dan terlindung dari cuaca dan ancaman
kekerasan. Maka pada pertemuan bulan Juni 1997 agar pelayanan menjadi lebih intensif
dan pemantauan terhadap keberadaan anak jalanan lebih mudah dilakukan, maka
diusahakanlah penyediaan rumah bagi anak-anak jalanan di Jl.Brawijaya.
Dengan keberadaan anak-anak jalanan yang keluar-masuk ataupun tinggal di
rumah tersebut, maka kebutuhan mereka akan tersedianya makan yang teratur dan
bergizi, pembinaan mental (etika dan sopan santun) , penciptaan peluang kerja ataupun
pengembangan wirausaha, dan kelanjutan pendidikan dapat dilaksanakan.
4.3.4. Potensi
Keberadaan rumah bagi anak jalanan tersebut , kemudian lebih dikenal oleh
masyarakat dengan istilah “rumah singgah”, walaupun keberadaan rumah itu tidak hanya
sebagai sebuah persinggahan sesuai dengan namanya. Didalamnya tidak hanya
mencoba menjawab kebutuhan anak jalanan, lebih dari pada itu mengembangkan potensi
yang mereka miliki dan memberi ruang bagi pengaktualisasian diri mereka.
Anak jalanan secara eufemisme sering disebut anak mandiri (kompas, 23/6/97:
p.4). Kamandirian ini dapat dilihat dari 75 % profile anak jalanan binaan YMM
tidak/jarang berhubungan dengan orang tua. Mereka seluruhnya mampu menghidupi
dirinya sendiri ataupun membantu kebutuhan keluarga dengan pekerjaan yang mereka
lakukan di jalanan.
Hasil Penelitian dan Analisa 112
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Tata Sudrajat melihat adanya beberapa potensi anak jalanan yang dalam
pengalamannya potensi itu terbentuk, yakni Anak jalanan memiliki sifat cendrung
terbuka, spontan, berani, kreatif dan kritis (Mulandar,1996:5). Sedangkan mereka juga
memiliki potensi pandai membaca peluang, militan, belajar bekerja, memiliki solidaritas
yang tinggi sesama teman, terlatih kesabaran, mudah belajar sesuatu dan mudah bersikap
percaya (Ibid: 155).
Potensi anak jalanan yang dikemukan Tata Sudrajat tidak jauh beda dengan
potensi yang dimiliki oleh anak jalanan binaan Yayasan Merah Merdeka. Tetapi pada
kenyataan untuk dapat mengetahui potensi-potensi tersebut awalnya anak-anak jalanan
binaan YMM akan menampakan sebuah sikap yang tertutup, tidak peduli dan rendah diri
terhadap orang yang mereka tidak kenal, Tetapi dengan proses pengalaman pertemanan
terhadap mereka berangasur-angsur ikatan batin antara pelayan / street educator akan
tercipta suasana saling terbuka dalam kesetaraan. Sifat saling terbuka ini kemudian
menumbuhkan kepercayaan satu sama lain, sehingga dalam relasi antara personal
maupun kelompok akan nampak kekritisan, keberanian, dan solidaritas yang kuat.
Sedangkan peluang-peluang berupa kepercayaan dan tanggung jawab kepada mereka
akan mengkodisikan mereka dapat mengaktulisasikan bentuk-bentuk kreatifitas diri
mereka, semangat belajar bekerja, keinginan belajar mengetahui sesuatu yang baru.
Dibawah ini merupakan kumpulan hasil wawancara dari pekerja sosial YMM
Ags. Csp dan Tan
Pada dasar arek-arek punya potensi yang dapat dikembangkan, contohnya, Afandi bisa dipercaya dan ulet karena dia sebelumnya sudah pernah bekerja di percetakan. Duro punya kemampuan dagang, karena biasa jualan koran. Pesek itu kreatif bisa bikin kerajinan tangan yang bagus. Oci Pandai gambar. Majid pintar main gitar dan mekanik, Hakim punya kemampuan mengorganisir kelompoknya, karena banyak belajar dari lembaga sosial, Eko sengang dengan elektro. Cupang prestasi sekolahnya bagus, Sila suka belajar hal-hal yang baru, Wahono niat sekolahnya masih tinggi, Dodot sudah pernah kerja di pabrik tembaga, Udin pintar ngajinya, Juki punya niat jadi sopir, Yakub selalu spontanitas , Kuncung itu kritis, dan bagong orangnya beranian.
Hasil Penelitian dan Analisa 113
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
4.4. Rumah Singgah
Rumah Singgah Anak Jalanan YMM bersifat terbuka menampung berbagai
karakteristik anak jalanan. Rata-rata tiap hari rumah singgah ini dikunjungi atau
disinggahi 20 sampai 40 anak jalanan. Kemudian bersamaan dengan permasalahan dan
kebutuhan, serta potensi yang ada dalam diri anak jalanan binaannya, maka didalam
rumah singgah tersebut berfungsi sebagai rumah terbuka (drop in center) ataupun rumah
kemandirin/ rumah belajar (residential center)Keberadaan rumah/ panti atau
penampungan, dalam fungsinya sebagai pusat pendampingan anak jalanan,
keberadaannya memang sangat dibutuhkan pada proses pendampingan anak jalanan.
Pendekatan-pendekatan perlindungan, pembelaan, pengembangan dan pemberdayaan
dapat dilakukan berdasarkan permasalahan-permasalahan, kebutuhan-kebutuhan dan
potensi-potensi yang dimiliki oleh anak jalanan binaan , penangan terhadap anak
jalanan. Dab dalam proses juga ditentukan pada potensi dan kendala yang ada dan
terjadi dalam YMM.
Seperti yang dikatakan sarah Whitemore (1996:138) Keberadaan rumah singgah
dan peranan pendamping adalah satu kesatuan dalam proses penanganan anak jalanan.
Dibawah ini lebih lanjut akan menggambarkan peranan Street educator YMM dalam
penanganan anak jalanan YMM.
4.4.1. Peranan Street Educator
Menurut Whitemore street educator dalam pendampingan anak jalanan berperan
sebagai kawan, kakak, ibu/ayah angkat, perawat, guru, pembela, dan pendukung
(1996:138). Sedangkan menurut pekerja sosial Csp, pekerja sosial juga sebagai
penghubung, pendidik, pendamping, penasehat, pusat informasi, fasilitator dan penengah
terhadap permasalahan, kebutuhan dan potensi yang dimiliki anak jalanan. Sedangkan
pekerja sosial Asp, bahwa kerap kali kita menjadi musuh bagi mereka Dalam arti kata,
kehadiran dan keberadaan kita dikelompok mereka, membuat mereka tidak bisa
melakukan segala sesuatu.
Hasil Penelitian dan Analisa 114
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Kemampuan pekerja sosial yang melayani anak-anak jalanan dibutuhkan
kemampuan mengelola dan bertanggung jawab dan menjaga kelangsungan intensitas
pelayanan agar tujuan dapat tercapai. Karena hidup-matinya keberhasilan
pendampingan terhadap anak jalanan ditentukan oleh pekerja sosial sebagai koordinator
atau pengelola rumah singgah.17 Hal ini senada dengan yang dikatakan yang dikatakan
pekerja sosial Ag.
“ Para pendamping pada dasarnya dituntut untuk dapat menghidupkan rumah singgah dengan keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya dalam bentuk berbagai kegiatan”.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, peranan pendamping/pekerja
sosial adalah suatu seni yang memerlukan keterampilan dalam praktek untuk
memahami manusia dan menolong mereka agar memiliki kemampuan menolong dirinya
sendiri. Dengan kata lain ia tidak mencabut mekanisme self-help yang ada dalam diri
anak jalanan yang dilayaninya. Kreativitasnya bersumber dari kondisi dan kebutuhan
anak akan bimbingan etika, norma, ketuhanan, kebersihan, kesehatan, dan lain-lain.
Disamping itu membuka peluang aktualisasiakan ide dan keinginan-keinginan anak
dampingannya. Berikut ini tentang salah satu membangkitkan kreativitas dan analisa
anak jalanan yang dilakukan oleh penanggung jawab YMM.
“ saya akan menampung ide-ide atau keinginan mereka dengan membebaskan mereka mengekspresikan dirinya atau mengakutualisasikan pemikirannya. Tahap berikutnya sebagai teman atau seorang kakak memberikan perbandingan kemungkinan keberhasilan-kegagalan dan penting-mendesak. Intinya membuat anak meyadari penerimaan dan kemampuan anak itu sendiri terhadap ide atau keinginan yang disampaikan.”
Menurut Pekerja sosial Tn yang juga sebagai bendahara YMM berkaitan dengan
ide-ide dan keinginan-keinginan dari anak jalanan binaan ia mengemukakan sejumlah
contoh ketidak berhasilan .
“...Kadang uang habis dipakai untuk menuruti ide-ide mereka yang sesaat atau diselewengkan .Dulu mereka rencananya mau bikin tambal ban, nyatanya tidak jalan kompresornya hilang. Meminjam modal untuk jualan koran sampai menjadi agen koran, ahkrinya bangkrut karena hasil jualan koran tidak dikembalikan.
17 Wawancara dengan penaggung jawab YMM.
Hasil Penelitian dan Analisa 115
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Dulu Ambon bikin usaha Spring Bed, memang sempat maju, tapi kemudian patah di jalan akibat di gusur...Hakin ingin kerja..ada peuang kerja di Pom Bensin, uang setoran malah di curi, Pendi, Duro, Pesek dan Dodot ingin kerja, kemudian setelah dapat pekerjaan di pabrika tembaga, malah mencuri barang bosnya..Mujib mau kuliah..nyatanya uang kuliahnya malah dipakai, bikin usaha sablon, alatnya sudah siap, tapi baru beberpa minggu tidak jalan, malahan alat-alatnya hilang semua, ingin bikin kelompok musik keroncongan, kelompoknya bubar bersama alat musiknya, bikin ide jualan teh botol..ahkirnya tidak jalan..karena pembukuan yang tidak beres... “
Melihat prilaku anak-anak jalanan yang memiliki banyak motivasi dan
kepentingan didalamnya, segala sesuatu berkaitan dengan ide atau keinginan mereka
tidak mudah untuk mengenali apakah itu merupakan sesuatu yang murni bersumber dari
hati atau ada sesuatu tersembunyi. Atau apakah hal itu bersifat sementara atau langgeng.
Menurut Penanggung jawab YMM, hal ini tidak mudah untuk dijawab, menurutnya
“ Dalam proses pendampingan memerlukan kesabaran dan keluasaan hati, untuk mau mengerti dan menerima keberadaan mereka. Mendampingi mereka bukanlah untuk mendapatkan sesuatu atau kepuasaan...karena didalam prosesnya banyak hal yang dikorbankan, termasuk uang. Perjuangan untuk tetap mengasihi mereka adalah sesuatu yang sulit dan menjengkelkan. Pada titik inilah biasanya terjadi kejenuhan pada pendamping anak jalanan. Namun dari peristiwa-peristiwa kegagalan tidak membuat kreativitas jadi mati, namun akan lebih mengasah kepekaan terhadap pemenuhan keinginan dan ide-ide dari mereka, Disatu sisi dari pengalaman itu ada pelajaran yang mereka dapatkan sesuatu, terutama bahwa kita sunguh-sunguh mengasihi mereka”
Seperti yang dikatakakan oleh pekerja sosial Ag mengenai pendamping anak
jalanan ia mengatakan bahwa, “ yang bisa membimbing anak jalanan adalah anak
jalanan itu sendri”. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Cecep Junaedi adanya
penyiapan figur local leader atau yang berpengaruh untuk dilatih ahkirnya menjadi
pendamping atas mereka. Dalam arti kata, yang bisa mengetahui dan memahami anak-
anak jalanan adalah mereka yang sudah pernah mengalami hidup atau bekerja di
jalan.Penanggung jawab YMM pun senada dengan pernyataan ini ia mempersiapkan
beberapa orang yang nantinya akan meneruskan pendampingan selanjutnya, karena
pekerja sosial yang ada tidak selamanya akan terus membimbing mereka, karena mereka
sendiri memiliki prioritas dan kepentingan untuk masa depannya. Akan hal itu beliau
Hasil Penelitian dan Analisa 116
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
mempersiapkan Hakim,Mujib dan Majid dijadikan local leader di rumah singgah.
Mereka sudah mulai diberi kepercayaan untuk mengelola rumah singgah.
Kegiatan pekerja sosial di rumah singgah pada pagi hari membangunkan anak-
anak jalanan yang tidur dengan beralaskan tikar. Tetapi tidak semua anak akan segera
bangun. Ada langsung bangun,ada juga yang semakin lelap tidurnya. Pekerja sosial
mempunyai tugas pagi hari membangunkan mereka yang bersekolah. Setelah bangun,
kegiatan mereka antara lain ada yang menyapu, ada pula yang mengepel dan memasak
untuk sarapan. Beberapa diantaranya ada yang sudah sejak pagi keluar karena harus
menjual koran atau bersekolah. Setelah pukul delapan pagi keadaan rumah menajdi sepi,
kemudian beberapa asik nonton TV/ Kemudian pada pukul sebelas siang sudah
kebanyakan anak-anak sudah kembali, karena hampir dari mereka senang mengikuti
proram acara TV “PATROLI”. Jadwal piket biasanya bersifat sementara kalaupun ada
karena karena usaha kreativitas pendamping menciptaka situasi. Kegiatan anak-anak
jalanan dapat berlangsung hingga esok subuh . Namun demikian pekerja sosial sudah
mengunci pintu rumah singgah pada pukul sepuluh malam, walaupun beberapa anak
jalanan berhasil masuk dengan mencopot salah satu kaca nako.
Peran penting pekerja sosial dalam membangkitkan dan mengairahkan suasana
rumah singgah dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini.
kawan, kakak, ibu/ayah angkat, perawat, guru, pembela, dan pendukung (1996:138).
Sedangkan menurut pekerja sosial Csp, pekerja sosial juga sebagai penghubung,
pendidik, pendamping, penasehat, pusat informasi, fasilitator dan penengah
Tabel 4.4.1.
Peranan Pekerja Sosial Yayasan Merah Merdeka
No Peranan Pekerja Sosial Contoh Kegiatan 1 kawan - Menemani anak binaannya dalam nonton TV
- Menemani anak binaannya dalam mekakukan kegiatan. - Bermain dengan anak binaan
2 Kakak - Memberikan nasehat atau teguran terhadap prilaku atau sikap-sikap yang keliru.
- Menjenguk mereka di tempat kerja , tempat ngumpul, atau dipenjara
Hasil Penelitian dan Analisa 117
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
3 ibu/ayah angkat - Mengasihi dan memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak binannnya.
- Memberikan nasehat. - Berusaha mengetahui mengenal keberadaan orang tua
kandungnya, dan upaya-upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk membuka jalan memperbaiki hubungan antara orang tua dan anak
4 perawat - Mengetahui tindakan-tindakan P3K. - Memperhatiakan gejala-gejala yang mengangu
kesehatannya. - Menjaga dan merawat anak binaanya, manakala ia harus
dijaga di rumah sakit. 5 pendidik - Sebagai guru yang mampu membimbing dan
mengajarkan anak binaannya. - Sebagai penyuluh tentang kesehatan, 5-K, hukum,
reproduksi, dan pengetahuan umum lainnya. - Membimbing kegiatan belajar pada anak dampingannya. - Membuka ruang diskusi bersama anak-anak jalanan
membahas topik-topik seputar permasalahan yang dihadapi di jalan atau di rumah singgah.
6 pembela - Sebagai penanggung jawab atas keberadaan anak
binaanya, baik sewaktu ada di jalan atau di rumah singgah.
- Mendampingi kasus-kasus yang memberatkan atau merugikan pihak anak binaannya di pengadilan atau kepolisian.
- Mengusahakan legalitas kewarganegaraan atau kartu yang berfungsi sebagai indentitas.
7 Pendukung - membangun motivasi, kepercayaan diri, semangat belajar dan kreativitas anak dampingan.
- Membangun dan menciptakan bentuk kegiatan di rumah singgah.
8 Pendamping - Mendampingi anak binaanya di jalan atau di rumah
singgah. - Mendampingi anak binaanya dan pergeseran karakter dan
perubahan cara pandang dalam dirinya. - Meneruskan program-program pengembangan diri atau pemberdayaan.
9 Pendengar - Sebagai tempat keluh-kesah anak dampingannya. - Memberikan bimbingan sosial, psikologis atau rohani
kepada anak jalanan binannya.
Hasil Penelitian dan Analisa 118
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
10 pusat informasi - Memberikan informasi mengenai anak jalanan kepada masyarakat.
- Melakukan aksi penyadaran kepada masyarakat dengan membuat buletin dan artikel , atau mengadakan seminar/lokakarya.
- Bekerja sama dengan jaringan pelayanan sosial anak atau lembaga sosial, sebagai wahana bertukar informasi, refleksi dan studi.
11 Fasilitator - Sebagai penghubung antara pihak yang memiliki sumber daya (sponsor/ donatur, YMM) dengan kebutuhan anak jalanan, seperti beasiswa, permodalan, atau peluang kerja.
- Kegiatan lain adalah menghubungkan anak untuk dapat kemudahan dalam berobat di institusi pelayanan kesehatan.
- Menyediakan wahana dari anak-anak kelas sosial lain yang lebih tinggi dengan anak jalanan dalam sebuah komunikasi dan interaksi yang saling membangun dan menerima.
12 Penengah - Sebagai penengah atas konflik atau kesalahpahaman yang terjadi antara individu anak dampingan atau dengan kelompoknya. Bahkan dengan lapisan sosial masyarakat disekitarnya.
- Sebagai penegah atas konflik yang menciptakan hubungan yang tidak harmonis antara anak binaan dengan orang tua / keluarga.
13 Musuh - Keterbatasan akan pengenalan karakteristik anak jalanan membuat perbedaan cara pandang dalam melihat arti sebuah keteraturan, kedisiplinan dan kepekaan pun berbeda. Hal ini kadangkala menimbulkan konfrontasi antara cara pandang atau karakteristik pendamping dengan cara pandang anak jalanan.
- Pendamping kadangkala terposisikan menjadi musuh atau sebaliknya. Reaksi spontan dan emosional dalam mendampingi individu anak dampingannya yang sulit dibimbing, bahkan cendrung menentang atau menantang.
4.4.2. Program
Menurut Depsos, penangganan anak jalanan hendaknya memperhatikan
permasalahan, kebutuhan dan potensi yang dimiliki anak jalanan. Peranan dan tanggung
jawab lembaga sosial dalam proses penaganannya melibatkan kerjasaman lintas
sektoral, terpadu, konfrehensif dan holistik mengarahkan proses upaya penagganan
menaikan harkat martabat , serta mengembalikan hak-hak anak-anak jalanan. Oleh
Hasil Penelitian dan Analisa 119
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
karena itu dalam strategi pelaksanaanya memperhatikan aspek pemberdayaan,
pembelaan, perlindungan, dan pengembangan diri.
Yayasan Merah merdeka dalam falsafahnya menekankan penekanan
pembangunan dan pembebasan, kemudian dalam tujuannya lembaga ini terkandung nilai
persaudaraan diantara sesama.,peluang akan ruang pengaktualisasian diri, pelatihan
anak, penumbuhkan harga diri, dan pensosialisasian aksi kepedulian terhadap anak-anak
miskin (anak jalanan). Harapanya melalui pendekatan dan pelayanan terhadap anak
jalanan mereka dapat keluar dari dunia jalanan atau memiliki kehidupan yang lebih baik
dan bermasa depan.
Permasalahan anak jalanan pada suatu wilayah tidaklah sama, kaena setiap
kelompok anak jalanan atau pribadi anak jalanan memiliki karakteristik, kebutuhan dan
akar permasalahan yang berbeda –beda. Tata Sudrajat (1996:158) dalam melihat
hubungan antara program dan realitas di lapangan, ia mengemukakan bahwa faktor
kebutuhan dan masalah anak itulah yang menentukan pendekatan yang akan diambil,
sedangkan keberhasilan ditentukan oleh pengaruh pendekatan yang dipandang
bermanfaat dan diterima oleh kondisi anak dampingan.
Pada bagian sebelumnya sudah didiskripsikan mengenai proifl anak jalanan
binaan YMM dengan akar permasalahan, dampak, kebutuhan dan potensi yang dimiliki.
Pada bagian ini merupakan hasil pengamatan terhadap upaya penaganan- yang
dilakukan Yayasan Merah Merdeka terhadap permasalahan anak jalanan di kota
Surabaya. Hal ini sudah diuaraikan dalam bab III, namun di dibawah ini merupakan
hasil analisa terhadap metode yang digunakan oleh Depatemen Sosial yang senada
dengan konsep Tata Mulandar (1996:156-157 ) yang membagi tiga pendekatan
(intervensi) penanganan anak jalanan dalam tiga kelompok.
4.4.2.1. Street Based
Merupakan program Model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu
berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada mereka; berdialog,
mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempatkan
Hasil Penelitian dan Analisa 120
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
diri sebagai teman. Dalam beberapa jam, anak-anak diberikan materi pendidikan dan
keterampilan, di samping itu anak jalanan juga memperoleh kehangatan hubungan dan
perhatian yang bisa menumbuhkan kepercayaan satu sama lain-yang berguna bagi
percapaian tujuan intervensi yakni protection (pembelaan) dan empowerment (
pengembangan) .
Metode ini dilakukan sejak YMM belum menyediakan rumah singgah untuk
anakjalanan. Pada pendekatan awal merupakan pendekatan pertemanan kepada mereka
di jalan. Tujuannya untuk dapat memahami dan menerima situasi dan keberadaan
mereka di jalan. Melalui hal ini akan menumbuhkan jalinan persahabatan dan
kepercayaan satu sama lain yang berguna bagi program intervensi selanjutnya
Dari proses pertemanan ini intervensi berikutnya adalah penanganan anak
jalanan yang lebih intensif melalui penyediaan panti / rumah singgah. Dengan
keberadaan panti atau rumah singgah, YMM penanganan anak jalanan lebih pada center
based program. Namun dalam program ini street based, pekerja sosial/ sukarelawan
menjadi ujung tombak memperkenalkan rumah singgah dan menarik anak jalanan untuk
tinggal. Walaupun mereka juga dibantu oleh anak-anak jalanan yang sudah tinggal di
rumah singgah.
4.4.2.2. Center Based
Rumah singgah anak jalanan YMM dilihat dari tujuannya , merupakan wujud
dan penerapan strategi center based program, dengan fungsi intervensi rehabilitatif-
advocatif, dengan tujuan rumah singgah anak jalanan YMM, yaitu melepasakan anak
dari dunia jalanan. Dalam pencapaian tujuan tersebut rumah singgah mengupayakan
anak dengan mengarahkan agar menghindar dari masalah sosial, kriminal, kekerasan,
eksploitasi seksusal, dan ekonomi. Rumah singgah hanya berfungsi sebagai fasilitator
(perantara) anak jalanan lepas dari jalanan agar dapat kembali ke keluarga asli, keluarga
penganti, alih kerja dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat berbagai program dan kegiatan
yang terdapat di rumah singgah.
Hasil Penelitian dan Analisa 121
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Salah satu contoh usaha rumah singgah untuk melepaskan anak dari kehidupan
di jalanan , adalah pendekatan pribadi atau kelompok, untuk berpikir mengenai masa
depan yang akan ia hadapi kelak dan juga pembimbingan alih profesi. Pembimbingan
ini diharapkan memotivasi untuk berubah,yang tercermin lewat perubahan penampilan
dan keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikan, pelatihan kerja dan peluang kerja
yang lebih menjanjikan .
Salah contoh mengenai usaha rumah singgah dalam pemuliahan hubungan orang
tua ataupun dikembalikan kepada orang tua asli. Peranan pendamping Ags dalam
mengadakan usaha pemulihan hubungan Majid dengan ayahnya dan Gus dur dengan
keluarganya, begitu juga pekerja sosial Csp terhadap Dodot dengan keluarganya.
Rumah singgah juga mengembalikan anak jalanan ke keluarganya, seperti menanggung
biaya transport Regar pulang ke Medan, Benyamin dan Vian pulang keluarganya di
Ende (Flores), dan Duro pualgn ke Bangkalan. Mereka adalah anak-anak yang sudah
bertahun-tahun tidak pulang dan tersesat di kota Surabaya.
Strategi center based program jenis penangganan di lembaga atau panti. Rumah
singgah sebagai lembaga semi institusional (semi panti), sehingga terbuka 24 jam, tidak
ada ikatan (bebas-keluar masuk) bagi anak-anak jalanan.
Di dalam rumah singgah ini mereka mendapatkan kasih sayang, perhatian dan
sikap persahabatan dari pekerja sosial rumah singgah. Pelayanan yang diberikan berupa
fasilitas dan saran penunjang, serta bimbingan-bimbingan moral, etika dan skill.
“Fasilitas-fasilitas di rumah singgah seperti penyediaan kamar mandi untuk mereka dapat membersihkan diri, ruang kamar, ruang pertemuan, ruang komputer, taman bacaan, PAM, listrik dan Telepon. “ (Pekerja sosial Tn) Rumah singgah YMM menyediakan biaya untuk makan dan air minum satu
harinya Rp.8000,-. Pembiayaan tersebut ditujukan bukan untuk membuat mereka
menjadi malas untuk mencari untuk mengisi perutnya. Karena jumlah biaya tersebut
sesungguhnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan mereka satu hari.
Tujuannya adalah untuk merangsang solidaritas, kerjasama dan kekeluargaan diantara
anak jalanan dalam komunitas rumah singgah. Untuk menutupi kekurangannya mereka
berusaha untuk bergotong royong dari hasil yang mereka dapatkan dari pekerjaannya.
Hasil Penelitian dan Analisa 122
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Sedangkan mengenai kebutuhan akan pakaian, peralatan mandi, dan lain-lain
diperoleh dari sumbangan dari masyarakat yang peduli terhadap anak jalanan. Menurut
penuturan pekerja sosial Tan mengenai peranan dan fungsi sarana dan fasilitas rumah
singgah dan kemandiirian anak jalanan
“Kita memang harus bijak, selektif dan ketat dalam menjawab keinginan dan kebutuhan anak jalanan, hal ini dilakukan agar mereka tidak bergantung sama yayasan” Menurut penulis, perstiwa seperti itu kerap kali menjadi dilema yang dihadapi
oleh pekerja sosial/ sukarelawan. Disatu sisi mereka mengetahui hak-hak anak yang
harus dipenuhi, tetapi disisi lain mereka berhadapan dengan realitas akan keadaan
kekuatan lembaga dalam memenuhi kebutuhan semua anak binaanya, disisi lainnya
anak-anak harus bekerja memenuhi kebutuhan perutnya atau membantu menghidupi
kebutuhan keluarganya.
4.4.2.3. Family and community Based
Model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama
keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah
anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Keluarga diberikan
kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf
hidup, sementara Anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh pendidikan formal
maupun informal, pengisian waktu luang dan kegiatan lainnya yang bermanfaat.
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dam masyarakat
agar sanggup melindungi, mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara
mandiri.
Yayasan Merah Merdeka dalam mensiasati arus munculnya anak yang akan
bekerja dan hidup di jalan, melakukan tindakan preventetif atau pencegahan. Tindakan
preventif ini berupa program sanggar belajar di wilayah pinggiran kota yang difokuskan
di daerah Simo Pomahan dan juga kawasan pinggir kali Jagir yang difokuskan di
pemukiman pemulung di depan Mangga dua Plaza.
Hasil Penelitian dan Analisa 123
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Program yang terutama adalah program beasiswa anak miskin dan
pendampingan belajar. Pemberian beasiswa kepada anak miskin ini, karena faktor
kekurangan kemampuan ekonomi orang tua dalam membiayai biaya sekolah anaknya,
juga kebutuhan anak dalam bimbingan belajar yang intensif ( les/kurusus ).
Salah satu penyebab anak bekerja di jalan, adalah permasalahan pendidikan.
Permasalahan ini membuat anak putus sekolah atau sisi lain kurikulum persekolahan
kurang mengakomodir kebutuhan mereka dalam mengaktualisasikan dan
mengekspresikan diri dalam berbagai kreativitas, serta kurang menjawab konteks
kehidupan anak miskin yang dilematis.
Berdasarkan pengalaman akan keprihatinan yang dialami anak yang bekerja
dijalan melalui street based program dan center based pogram. Sanggar Belajar jagir dan
Simo, dalam tujuannya berupaya dengan ketujuh programnya (Bab III) , tidak hanya
diharapkan mencegah si anak dampingan tidak sampai hidup atau bekerja dijalan. Disisi
lain mengembangkan minat mereka akan pelajaran, pengaktualisasian atau
pengekspresian anak melalui dinamika pembelajaran – permainan atau kreativitas seni,
dan membangkitkan keberanian, kepercayaan diri dan harga diri anak melalui proses
pertemanan, kegiatan rekreatif dan sosialisi / adaptasi/persahabatan dengan anak sebaya
dari kelompok/kelas sosial yang dari keluarga yang mampu.
4.5. Keberhasilan-Kegagalan
Yayasan Merah Merah Merdeka dalam penaganan anak jalanan yang bersifat
lintas sektoral, terpadu, konfrehensif dan holistik, didalamnya mengandung unsur proses
yang panjang mengikuti situasi dan kondisi yang tercipta dalam sejarah proses
pendampingan. Keberhasilan Yayasan ini yang bermula dari sebuah gerakan
keprihatinan dan kepedulian terhadap ketidakberuntungan dan keterpaksaan yang
dialami nasib anak jalanan. Hingga dalam prosesnya lembaga ini berdiri dan
berkembang menjadi sebuah lembaga penanganan anak jalanan yang upaya penaganan
tidak hanya pendekatan karikatif, melainkan dalam program dan pelaksananannya
memperhatikan akan perlindungan, pembelaan, pemulihan, pemberdayaan dan
Hasil Penelitian dan Analisa 124
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
pencegahan. Untuk hal iniYayasan ini tidak berdiri sendiri, kerjasama dengan
masyarakat yang peduli, lembaga sosial dan pemerintahan daerah (Depsos) membentuk
kerjasama dan keprihatinan bersama menangani permasalahan anak jalanan.
Sebuah ukuran keberhasilan-kegagalan tentunya melihat aspek tujuan yang
sudah dibangun dan diproses dalam pelaksanaan program-program yang ada. Dalam
bab ini penulis akan membandingkan keberhasilan yang dicapai dengan tujuan-tujuan
YMM yang disemangati semangat “membangun masyarakat humanis dan
membebaskan rakyat dengan kasih “ . Tujuan umum lembaga dan tujuan khusus pada
RSAJ dan Sanggar belajar beerkaitan keberhasilan umum dan keberhasilan khusus.
4.5.1. Keberhasilan umum
Membangun persaudaraan diantara sesama, merupakan realisasi dari refleksi
iman akan kasih terhadap sesama. YMM dalam peran dan aktivitas pendampingan anak
jalanan tidak hanya dibebanka pada pekerja sosialnya saja, peran aktif dalam sosialisasi
program YMM dalam kelompok kepemudaan gereja, instutusi pendidikan dan
masyarkat umum, baik dilakukan oleh penanggung jawab YMM sebagai rohaniawan
Katolik, pekerja sosial, juga relawan.
Pada pelaksanananya sampai saat ini, kegiatan pendampingan didukung degan
banyak relawan yang sifatnya tidak terikat. Mereka hadir melakukan pendampingan dan
persahabatn dengan anak binaan YMM. Hingga saat ini jumlah relawan yang bergabung
dalam program YMM sekitar 25 –30 orang yang tersebar dalam tiga basis
pendampingan yang dikoordinir oleh masing-masing koordinator basis.
Memberikan ruang aktualisasi diri. Ruang pengaktualisasian diri ini berupa
rumah singgah dan dua sanggar yang dimiliki YMM. Peran pekerja sosial mengarahkan
mereka untuk mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan mereka, dan
memberi kebebasan kepada mereka untuk mengekspresikan melalui kreatifitas, seperti
mengambar, menulis, bercerita, bermain dan sebagainnya.
Melatih anak berani dan kritis mengaspirasikan keinginan, potensi dan bakat
yang dimiliki, misal melalui acara hari anak nasional, ulang tahun yayasan, perayaan
khusus di gereja, dan undangan dari masyarkat.
Hasil Penelitian dan Analisa 125
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Menumbuhkan harga diri anak miskin, melalui proses persahabatan anatara
pendamping dan anak dalam keterbukaan dan kesetaraan, peluang kerja yang lebih baik,
beasiswa, pelatihan kerja, dll. Atau mengenalkan mereka dengan lapisan sosial lainnya
yang mau menerima dan mengakui keberadaan mereka.
Melatih orang yang lebih mampu untuk lebih peduli pada anak-anak miskin.
Sering kali orang yang hidupnya lebih mampu tidak mau melihat sesamanya yang
menderita. Dengan sering diadakannya seminar-semianar dan perkenalan komunitas
anak binaan YMM kepada masyarakat, penyadaran melalui pengadaan buletin “rumah
kita” sebagai media coretan refleksi dan ekspresi anak-anak binaan, dan membangun
persaudaraan dan kekeluargaan antara pengurus YMM dengan relawan, memalui sharing
dan evaluasi terhadap program setiap minggunya. 4.5.2. Keberhasilan khusus 1. Keberhasilan Program RSAJ
Tersedianya rumah singgah YMM lembaga non – panti, artinya terbuka 24 jam,
tidak terikat secara formal, bebas keluar-masuk. Tetapi dikelola pekerja sosialnya
dengan fleksibel dam kreatif mengikuti keadaan anak jalanan dan cara menghidupkan
kondisi rumah singgah. Rumah singgah YMM terletak di Jl Dinoyo Alun-alun II (Drop
in Center) dan Rumah singgah bersifat pengembangan diri dan pemberdayaan
(residential center)diSimo Pmahan VII/4. Di RSAJ Terdapat fasilitas Listrik, air, dan
telepon didalamnya. Dengan fasilitas itu mereka dapat melihat hiburan TV, mendengar
radio, mendapatkan informasi dari keluarga/ teman, mandi, cuci pakaian dan lain-lain
RSAJ berkembang menjadi keluarga. Pekerja sosial bertindak sebagai orang tua
pengganti. Namun menyadari keterbatasan pekerja sosial , maka RSAJ berperan sebagai
perantara (fasilitator) antara anak dan keluarga/orang tua. (lihat bagian sebelumnya
tentang pernan pekerja sosial)
RSAJ bertujuan pelepasan anak dari dunia jalanan. Dalam prosesnya anak
diarahakan untuk menghindar dari masalah sosial. Kriminal, eksploitasi seksual dan
ekonomi. Beberapa anak yang berkeinginan lepas dari dunia jalanan mereka dimasukan
Hasil Penelitian dan Analisa 126
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
ke rumah singgah residential center, yang jauh dari daerah operasi anak jalanan dan
masalah-masalah yang pernah dihadapi dan dialami di jalan. Hal ini menimbang
pengalaman keterpengaruhan anak jalanan yang ingin keluar yang disisi lain mereka
tinggal bersama dengan anak yang senang dengan dunia jalanan di satu rumah drop in
center.
RSAJ dapat mengarahkan anak mempunyai cara hidup yang sehat dan normatif;
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi saat ini dan yang akan
datang ; Segala bentuk kegiatan lebih mengarah pada pemahaman nilai, penambahan
wawasan dan pembentukan sikap dan prilaku normatif. Secara umum pembimbingan
yang dilakukan di rumah drop in center dan residential center adalah pemahaman cara
hidup sehat dan normatif. Menurut pekerja sosial Csp,
”awal-awalnya mereka ada di rumah singgah mereka tidak pernah mau mandi atau cuci baju mereka, bahkan kamar mandi dipakai untuk main judi. Sekarang setelah berjalan 4 tahun kesadaran diri anak jalanan yang sudah lama nampak dalam penampilan mereka yang lebih baik, lebih bersih, lebih sopan dan bisa diatur.” “Dari anak-anak yang sudah mau bekerja formal, minta kursus stir mobil, kursus bengkel kendaraan, mau alih profesi jadi agen koran, berani pinjam modal usaha, melanjutkan sekolah dan lain lain” (Pekerja sosial Ags)
Berdasarkan kebersamaan penulis tinggal (live in) penulis mengamati adanya
keberanian anak-anak jalanan yang mereka sejak lama dibina YMM mereka bisa bergaul
dengan baik dengan masyarakat atau teman sebaya pada masyarakat disekitarnya,
Sebagai contoh dari mereka sudah berani bersahabat dekat dengan teman-teman di
lingkungan rumah, bahkan berpacaran bukan dengan sesama anak jalanan. Kebiasaan
mereka berjudi, teler dan seks bebas pun sudah tidak nampak dalam kebiasaan sehari-
hari (khususnya mereka yang berada residential center). Mereka sudah mulai bisa hidup
bersih, tertib dan sopan mengikuti norma-norma yang berlaku dimasyarkat sekitar,
walaupun sifatnya pasang-surut, namun frekuensinya atau prosesnya sudah semakin
baik.
Namun demikian menurut penulis keberhasilan penaganan terhadap anak jalanan
kadangkala disertai pula kegagalan . Kegagalan tersebut bukanlah terjadi pada proses
Hasil Penelitian dan Analisa 127
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
pendekatan, melainkan latar belakang dan kesiapan pribadi anak dalam proses
pengaktualisasian keinginan, kebutuhanan dan potensi yang dimiliki., yang diikuti
kesadaran pribadi akan masa depan yang lebih baik. Hal ini akan membuat pendekatan
akan menjadi lebih bermanfaat dan diterima oleh pribadi anak. Penerimaan dan
kemanfaatan pendekatan ini akan membuat anak mampu bertahan dalam
keberubahannya dan berangsur-angsur meninggalkan dan melupakan dunia jalanan,
sehingga masyarakat menerima dan mengakui hak dan martabatnya sebagai manusia
Pada tabel dibawah ini penulis mengambarkan keberhasilan pendekatan
terhadap keduapuluh profil anak jalanan binaan Yayasan Merah Merdeka Di dalamnya
penulis meyertakan pula kegagalan.
Tabel 4.5.2.1
Keberhasilan Pendekatan terhadap Anak-Anak Jalanan yang Dibina YMM No Indetitas Kebutuhan Pendekatan Hasil /kegagalan 1 Rahman Perlindungan dan
pembelaan Drop in center Kadangkal dia pergi
entah kemana, karena tujuannya membantu ekonomi keluarga dikampungnya. Tapi bila sedang di Surabaya ia tinggal di rumah singgah
2 Angga Rehabilitasi dan preventif edukatif
Setelah hilang dua tahun, ia diberi bantuan masuk di pesantren di gadang-Malang. Merupakan permintan orang tua agar karakter, kenangan pahit dan kebiasaanya selama terjebak di sindikat anjal di Jakarta dapat dipulihkan
Sudah tidak kembali ke jalan, tetap melanjutkan tinggal dan studinya (VI SD) di Pesantrennya .
3 Affandi / Pendi Empowerment/pemberdayaan
Mendapat peluang belajar kerja
Tidak kembali ke dunia jalanan, tetap
Hasil Penelitian dan Analisa 128
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Advokasi, dimana ia membutuhkan KTP
menjadi tukang cuci mobil, serta mendapat pelatihan wirausaha dari PT Bogasari di Sragen. Biaya pembuatan KTP
bertahan dalam profesinya walaupun hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan di jalan. Sudah memiliki KTP
4 Eko Melanjutkan sekolah, keinginanannya di bidang elektro.
Bekerjasama dengan” STM ST Louis”, memperoleh beasiswa, keperluan sekolah, dan uang saku.
Study teknik elektro di SMK “St.louis”, Surabaya.
5 Ricard/ Cupang
Melanjutkan sekolahnya di bidang mesin perkakas
Bekerjasama dengan “STM St Louis”. Pemeberian beasiswa, keperluan sekolah dan uang saku
Study teknik mesin perkakas di SMK “St Louis”. Ia memabntu memberikan bimbingan les pada sanggar Simo.
6 Dudung Peluang pekerjaan dan indetitas
Pernah mengikuti pelatihan sablon kerjasama dengan PUSDAKOTA. Dipekerjakan pada bagian pengiriman sebuah perusahan elektronik. Biaya pengurusan KTP
Keahlian sablonya tidak berkelanjutan, namun dari pekerjaannya Sudah tidak bergantung dengan yayasan, sudah dapat kost sendiri, memiliki KTP
7 Sila Melanjutkan sekolah SLTP
Bekerjasama dengan yayasan Interaktif untuk kejar paket B, karena pertimbangan usia.
Melanjutkan SMP Terbuka (program pendidikan setahun)
8 Faizal / Kuncung
Melanjutkan sekolah di otomotif. Pendidikan adiknya
Bekerja sama dengan SMK”StLouis” Pemberian beasiswa, keperluan sekolah dan uang saku.
Melanjutkan studi otomotif kls II di SMK “st Louis”. Dipersiapkan menjadi tenaga mekanik di Astra , Adiknya (Tanamal)
Hasil Penelitian dan Analisa 129
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Pemeberian beasiswa kepada adiknya
melanjutkan sekolah V SD keputran I
9 Erwin/ Pesek Peluang kerja, tempat tinggal, beasiswa adik-adiknya
dikerjakan di pabrik tembaga, usaha pembuatan stick, sablon, diijinkan tinggal di droup in center, dan pemberian beasiswa kpd kedua adiknya
Ia justru mencuri barang majikannya, usaha stick, sablon macet dan jenuh karena hasilnya tidak sebesar dan sesegera dijalan disisi lain ia harus membantu keluarganya sehingga ia masih bekerja di jalan.Kedua adiknya dapat bersekolah dan adiknya lucky(Anjal) dikursuskan bengkel dan mempunyai bengkel
10 Dodi/ Dodot
Peluang kerja Dua tahun tahun dikerjakan di pabrik tembaga, ia di PHK karena bangkrut. Mendapat peluang kerja di bengkel AHASS embong Malang
Kerja di bengkel AHASS embong Malang, pelatihan wirausaha dari Bogasari.
11 Rustamaji/Majid Pendidikan lanjutan di Otomotif dan katakumen (persiapan menjadi Katolik)
Pendidikan D-I otomotif Suzuki.
Sudah selesai dan bekerja pada Suzuki cabang Jayapura-Papua.
12 Udin Keinginan melanjutkan study di Pesantren.
Menempatkan di drop in center.
Masih hidup dan bekerja di jalan, berpindah-pindah, dan terdengan kabar sudah meninggal dipukuli masa di kali Jagir Oktober 2003
13 Rosihan/Oci Melanjutkan pendidikan SMK
Disekolahkan di SMK PGRI I
Tidak naik kelas I jurusan Mensin,
Hasil Penelitian dan Analisa 130
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
kemudian pindah ke otomotif. Tapi ia masih bekerja di jalan, ahakrinya pendidikannya terputus
14 Syarif/ Arif
Ingin melanjutkan SLTP kelas II
Perbaikan hubungan dengan orang tua, dan mendaftar pendidikan SLTP.
Pengaruh kuat kelompoknya membuat ia tidak jelas keberadaannya. Tapi kesehariaanya ia tetap tinggal dan bekerja di jalan sebagai polisi cepek.
15 Andi Suganda/Duro
Peluang kerja yang lebih baik
Dipekerjakan dan ditampung oleh seorang pengusaha
Membantu pekerjaan perbaikan rumah, dan belajar wirausaha pada PT.Bogasari.
16 Wahono Kelanjutan pendidikannya
Pemberian beasiswa dan keperluan sekolah.
Ia masih melanjutkan sekolah di SMK Siang jurusan Otomotif kelas III. Ia masih bekerja di jalan menjadi tukang koran untuk kebutuhan hidupnya dengan ibunya yang sakit stroke.
17 Juki Keinginannya menjadi sopir
Pembiayaan urusan SIM
Ia bekerja di kalimantan, dan sudah tidak lagi menjadi anak jalanan.
18 Hakim/ Perak
Peluang kerja Tanggung jawab menjadi local leader, dipekerjakan di SPBU
Perannya menjadi local leader kurang menjadi teladan karena ketidakpertanggungjawaban atas kepercayaan. Melakukan manipulasi pada kas SPBU. Kesalahannya membuat ia sadar dan saat ini sudah bekerja pada perusahan travel.
Hasil Penelitian dan Analisa 131
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
19 Yakub Peluang kerja Kehadirannya ditempatkan drop in center Bekerja menjadi pengurus sound system di sebuah
Sejak kecil ia sudah ikut mengelandang dengan ibunya. Ibunya menjadi ibu bagi kelompoknya. Pengaruhnya kuat dikelompoknya, sehingga ia tetap berdekatan degan dunia jalanan. Kehadiranya membuat ia terlibat kasus kehilangan fasilitas RSAJ.Terahkir kabar ia masuk sel atas dugaan keterlibatan dengan sindikat Curanmor
20 Bagong Tidak jelas apa keinginannya, ia seing keluar-masuk penjara atas kasus berlapis.
Kehadirannya berada di drop in center
Ia masuk kembali ke Sel karena keterkaitannya dengan pencurian bermotor dan kasus pembacokan.
2. Keberhasilan Sanggar belajar
Penulis melihat keberhasilan sanggar belajar YMM sebagai bagian dari upaya
penaganan terhadap anak jalanan yang intervensinya lebih bersifat preventif ini diukur
dari tujuan didirikan sanggar belajar ini.
Mencegah anak-anak yang bekerja di jalanan, karena keluarga mereka tidak
sanggup membiayai pendidikan mereka. Pemberian beasiswa kepada 66 anak
dampingan, dimana beasiswa tersebut dibagi untuk 55 anak tingkat SD, 5 anak tingkat
SLTP dan 6 anak tingkat SLTA. Diantara anak-anak binaan yang mendapatkan beasiswa
dari sanggar belajar jagir 46 anak, sanggar belajar Simo 6 anak dan RSAJ 9 anak.
Pada mei 2003 perkembagan sanggar belajar jagir meluas hingga bantuan
pensisikan kepada sejumlah anak dari keluarga yang tidak mampu di SD Proklamasi
Hasil Penelitian dan Analisa 132
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
sebanyak 23 anak. Pengembangan RSAJ yang meluas kepemukiaman gelandangan di
kali Mier telah membantu beasiswa 5 anak gelandangan.
Program pendampingan belajar di Jagir pun berkembang dari yang jumlah 15
anak ( tahun 2000) meningkat jumlahnya hingga 35 anak, sedangkan sanggar belajar
Simo mengalami peningatan jumlah dari 15 anak dampingan hingga mencapai 112 anak
dampingan belajar (2003).
Beasiswa pendidikan bagi anak miskin ini efektif mengurangi korban anak yang
hidup dan bekerja di jalan. Pemberian beasiswa menjadikan mereka memiliki orientasi
ke masa depan akan hidupnya. Pemberian beasiswa yang sifatnya swadaya ini berhasil
mengugah kesadaran dan tanggung jawab orang tua miskin akan kesadaran pentingnya
kebutuhan pendidikan anaknya. Persoalan yang dihadapi adalah dilematis antara
pemberdayaan dan ketergantungan terhadap bantuan yayasan dan juga terhadap
tanggung jawab orang tua akan pendidikan anaknya kemudian. Hal ini kerap kali
menjadi pertanyaan dan refleksi dalam evaluasi tentang sampai kapan pemeberian
beasiswa ini diberikan, sedangkan jumlah anak yang meminta untuk pemberian beasiswa
juga semakin bertambah, seiring dengan proses kenaikan tingkat anak-anak jalanan
binaan. Padahal Konteks pendidikan (Tamatan SLTP/SLTA) di Indonesia kurang dapat
berkompetitif dengan tersedianya lapangan pekerjaan. Keberhasilan pemberian beasiswa
bukanlah pada jumlah anak yang diberikan atau sekedar anak itu tidak turun ke jalan,
melainkan pada pendidikan, yang tidak berarti pesekolahan, dimana pada ahkirnya si
anak dapat survive pada konteks dan potensi yang dimiliki.
Pengembangkan metode pendidikan, yang berbeda dengan pendidikan di
sekolahan. Metode ini bertujuan agar anak miskin dapat memiliki kesempatan
mengaktualisasikan dirinnya melalui karya tulis dan seni dan mengekspresikan dirinya
dalam permainanan-permainan yang dikombinasikan dengan nilai-nilai pelajaran
sekolah. YMM sudah berupayakan melakukan pendekatan pola pendidikan alternatif
ini, namun dalam pelaksanaanya tidak semua relawan yang terjun dalam pendampingan
sanggar ini memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam penyampaian metode
pendidikan alternatif.
Hasil Penelitian dan Analisa 133
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Tujuan pembimbingan sanggar belajar adalah menjadi teman atas mereka. Anak-
anak itu membutuhkan figur yang mau menemani mereka bermain, bercerita dan
mendengar keluhan mereka yang tidak mereka peroleh dari orang tua/ keluarga mereka.
Hal ini sudah berhasil dilakukan oleh rekan relawan YMM, walaupun dilakukan hanya
satu minggu sekali dengan jam yang terbatas. Dalam pelaksanaan hendaknya
pergeseran figur orang tua, diikuti dengan peyuluhan orang tua tentang bagaimana
seharusnya mencermati dan memenuhi kebutuhan anak akan dunianya. Karena kalu
tidak, hal yang membahayakan adalah si anak akan membandingkan figur kakak
pendamping dengan figur orang tua. Dampak kemudian kemungkinan orang tua akan
tersinggung dan mengantungkan perkembangan pendidikan dan pendampingan kepada
kakak pendamping.
Membangun kegiatan rekreatif, Misal bertamasya ke objek-objek wisata. Hal ini
sudah menjadi agenda rutin tahunan. Dan tujuanya baik yakni menjawab kepenatan
hidup dalam lingkungan mereka, yang memungkinkan mereka tidak berkesempatan
menikmati alam dan fasilitas kegembiraan, oleh sebab keberadaan orang tua. Alangkah
baiknya lagi, kalau hal ini mengikutsertakan orang tua didalamnya. Hubungan batin dan
presepsi anak akan figur orang tua perlu dijaga, kadangkala anak mempunyai kerinduan
dapat bertamasya/rekreasi dengan keluarganya. Persoalan dan kendala dilapangan
adalah faktor biaya, potensi orang tua, dan prespektif orang tua miskin (pemulung)
akan pentingnya satu hari dalam pekerjaan mereka.
Membuka wawasan dengan kelompok anak lain dari tingkatan sosial berbeda,
sehingga mereka menjadi percaya diri dan tidak rendah diri akan kondisi keluarga
mereka. Sekaligus mereka mempunyai relasi yang luas dan lintas sosial. Kegiatan ini
sudah sering terjadi antara kelompok anak dari tingkatan sosial lain atau kelompok anak
dari intitusi keagamaan. Pertemuan ini menarik,karena didalamnya mereka dapat saling
berkenalan, bercerita dan bermain bersama.
Selain pemberian bantuan berupa beasiswa kepada 66 anak miskin,
pendampingan bimbingan pendidikan alternatif, lembaga ini membantu modal usaha
orang tua anak binaan. Sebagai contoh modal usaha jualan anjing kepada Ibu Latri (Kali
Hasil Penelitian dan Analisa 134
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
mier), modal usaha pak Mat (Jagir), dll. Selain modal usaha ada pula yang sifatnya
membantu kesulitan orang tua anak dampingan terhadap permasalahan khusus, sebagai
contoh bantuan keringan sewa kontrakan bu Marisa (Simo) yang menunggak hingga
satu tahun,
Program Bantuan biaya pengobatan atau perawatan anak dampingan yang
menderita sakit , sebagai contoh bantuan biaya perawatan untuk Rudi (jagir) yang
opname dikarenakan penyakit tipes.
Bagi masyarakat Jagir, YMM membantu dalam renovasi rumah ibadah juga
(Mushola), juga pernah mendampingi advokasi terhadap ancaman pengusuran atas
pemukiman liar di wilayah sepanjang pinggir kali Jagir, serta mengadakan kawin
massal kepada terhadap orang tua.warga sekitar basis pendampingan untuk melegalisasi
status pernikahan dan kependudukan mereka (25 Oktober 2002).
4.6. Hambatan dan Permasalahan Proses Penanganan
Hambatan dan permasalahan yang berkaitan dengan upaya penaganan anak
jalanan adalah.
1. Pemerintah
Pemerintah kota Surabaya (Depsos) dalam perhatian terhadap penaganan anak
jalanan sebatas dalam bentuk diskusi atau seminar-semianar membahasan tentang
permasalahan anak jalanan dan kegiatan-kegiatan yang tidak pemanen, seperti contoh ,
Program Tabungan anak jalanan yang akhirnya tidak jalan dan tidak jelas
LSM pemerhati anak jalanan cukup banyakdi Surabaya. Akan tetapi dalam
pelaksanana di lapangan antar LSM kurang terjadi komunikatif dan sepertinya berjalan
bersama dengan filosofi dan tujuannya masing-masing. Padahal Depsos sendiri
menganjurkan upaya penanganan permasalahan hendaknya lintas sektoral, namun
mereka kurang berperan dalam mengkoodinir LSM-LSM yang ada, menjadi sebuah
kekuatan yang siap menangani persoalan anak-anak jalanan di kota Surabaya, menjadi
lebih konfrehensif, terpadu dan holistik.
Hasil Penelitian dan Analisa 135
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
2. Pandangan masyarakat
Pengalaman YMM, sebagai lembaga sosial yang dipimpin oleh rohaniawan
katolik ini, dilapangan menimbulkan kecurigaan sebuah bentuk kristenisasi gaya baru.
Sebagai mana yang terjadi adanya reaksi golongan masyarakat sekitar sanggar
komunitas jagir dan Simo atas kehadiran sangar belajar ini, apalagi kebanyakan kakak
pendampingnya berasal dari kekristenan.
Kesadaran masyarakat terhadap nasib anak jalanan masih memandang negatif
dan penuh curiga. Hal ini adalah sebuah konsekuensi keberadan rumah singgah, yang
didirikan ditengah masyarakat dengan budaya yang menyimpang dan tidak selaras
dengan budaya masyarakat
.
3. Prilaku anak jalanan
Anak jalanan yang dibina di rumah singgah YMM rata-rata adalah remaja,
sedangkan mereka yang berusia anak-anak tersebar di jalan dan takut ke rumah singgah.
Karena takut diintimidasi. Posisi mereka adalah yang paling rawan terhadap tindakan
kekersan dan eksploitasi. Ketidakjelasan posisi mereka sulit memonitor keadaan mereka.
Anak jalanan cendrung mobile/ berindah-pindah sehingga menyulitkan dalam
pelayanan.
Ikatan solidaritas antar anak jalanan dengan kelompoknya sangat kuat
mempengruhi cara pandang dan keputusannya untuk setia pada kelompoknya.
Kerap kali anak jalanan berurusan dengan pihak kepolisian hingga pengadilan
sehingga hukuman kurungan yang mereka jalanani kerap kali membuat pengalaman
didalamnya membuat mereka penuh dengan dendam dan semakin berani dan bangga,
serta ditakuti.
Anak jalanan dalam persoalan dilematis antara kepentingan atau tuntutan
ekonomi keluarga dan perutnya, dengan keinginannya mengikuti program
pendampingan anak jalanan.
Ada presepsi dari kecurigan anak jalanan , bahwa upaya pendekatan dan
penaganan yang dilakukan YMM ada unsur kepentingan didalamnya. Kecurigaan
Hasil Penelitian dan Analisa 136
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
mereka bahwa keberdaan mereka dimanfaatkan sebagai kendaraan mencapai tujuan
tertentu pihak yayasan. Kecurigaan ini nampak dalam sikap mereka memanfaatkan
kondisi , fasilitas, dan sarana RSAJ. Sebagai contoh kasus-kasus pencurian fasilitas
RSAJ, pembobolan pulsa telepon, pengerusakan kendaraan, penipuan terhadap donatur,
dll yang dilakukan okunum tertentu atas nama atau demi semua anak RSAJ. Selain itu
isu-isu adanya pemanfaatan anak-anak jalanan oleh yayasan seringkali sampai ke
pengurus RSAJ.
Anak-anak jalanan hidup berjuang untuk dirinya sendiri, tanpa disadari
memimbulkan satu kebanggaan akan kemandirian,disatu sisi kebanggaan mereka
berhadapan dengan pekerja sosial yang tidak berjuang untuk dirinya dan mendapatkan
fasilitas gaji. Hal ini menimbulkan perbandingan dalam diri anak bahwa dirinya lebih
hebat dibandingkan kakak pendampingnya. Sehingga nampak dalam sikap kurang
menghargai dan tidak peduli dengan keberadaan atau kehadiran pekerja sosial.
4. Pendanaan
Pendanaan adalah hal yang paling penting dalam opeerasional program YMM,
sebagai lembaga sosial swadaya masyarakat, pendanaan berasal dari sumbangan
donatur/masyarakat yang peduli terhadap program-program penaganan anak jalanan.
Menurut Bendahara YMM (Tn), operasinal untuk program anak jalanan setiap
bulannya menghabiskan biaya 8 sampai dengan 10 juta setiap bulannya, belum untuk
keseketariatan atau ada kasus-kasus yang tak terduga sepeti pengobatan atau kecelakaan
dan lain-lain. Kadangkala kas yayasan mengalami defisit. Persoalan potensi dana ini
mempengaruhi dalam keterpenuhan akan semua keinginan anak-anak dampingannya.
Dan berdampak pada efektitas pelaksanaan program di lapangan.
Pendanaan pada yayasan ini, sebagian besar merupakan hasil dari upaya
pencarian yang dilakukan oleh Rm,gani sebagai penanggung jawab, sekaligus
rohaniawan melalui pelayanannya, serta kerjasama beliau terhadap jaringan-jaringan
kelompok masyarakat di berbagai daerah atau negara. Menurut beliau, bahwa yayasan
ini tidak memiliki donatur tetap. Namun sampai sekarang perihal pendanaan, walaupun
Hasil Penelitian dan Analisa 137
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
mengalami pasang surut, kebutuhan RSAJ dan beasiswa anak binaan masih bisa
terpenuhi.
5. Kondisi Keorganisasian
Dalam hal keorganisasian, hal yang paling menajadi hambatan adalah
keterbatasan pekerja sosial. Sejak dirintis tahun 1997, lembaga ini memiliki banyak
pekerja sosial hingga empat puluhan orang. Lalu kebanyakan dari mereka dengan
bebagai alasan dan kepentingan mengundurkan diri atau meninggalkan pendampingan.
Proses dari tahun ke tahun periah pekerja sosial mengalmi pergantian dari generasi-
genaerasi baru. Dalam arti, tidak semua pekerja sosial ataupun relawan mempunyai
kemampuan dan pengalaman perihal pendampingan anak jalanan.
Saat penulis ada dalam lembaga ini jumlah pekerja sosial hanya tiga orang
(pekerja sosial Ag, Tan, dan Sr). Jumlah pekerja sosial ini, berdampak pada intemsitas
dan efektifitas pelayanan terhadap intervensi program-program yang sudah berjalan.
Keterbatasan pekerja sosial ini juga mempengaruhi dalam kepengurusan
oragnisasi. Para pekerja sosial pada lembaga ini, kadang memiliki tangung-jawab dan
peranan ganda. Peran dan tanggung jawab pekerja sosial yang bertumpuk-tumpuk
berdampak pada perhatian dan kosentrasi mereka terhadap keefektifan dan pelaksanaan
program-program yang menjadi wewenang dan tanggung jawab mereka.
Pertemuan mingguan yang seharusnya untuk membahas evaluasi program dan
permasalahan-permasalahan keorganisasian mengalami kemacetan. Kemacetan
komunikasi ini, membuat hubungan persaudaraan, kesetaraan dan keterbukaan antar
struktur organisasi mengalami kebuntuan atau kerenggangan. Dampak kemudian terjadi
konflik antar pribadi dalam struktur organisasi yang tidak terselesaikan. Kalau sudah
begini maka akan mempengaruhi pelaksanaan program di lapangan, khususnya pada diri
anak binaannya.
Hasil Penelitian dan Analisa 138
Anak Jalanan dan Upaya P e nan g u lan g an P er m asalahan anak Jalanan
Hasil Penelitian dan Analisa 139
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
BAB V
P E N U T U P
5.1. Kesimpulan
Studi ini di fokuskan pada anak jalanan yang ditangani oleh Yayasan Merah
Merdeka, Surabaya. Studi ini menjadi gambaran mengenai keberadaan anak jalanan pada
umumnya di indonesia, walaupun setiap karakteristik pribadi anak jalanan di berbagai
daerah berbeda, akan tetapi latar belakang dan permasalahan juga dihadapi dan
dirasakan oleh anak jalanan binaan YMM.
Faktor terbesar yang membuat mereka menjadi anak jalanan adalah faktor
kemiskinan keluarga dan ketidak-harmonisan hubungan dengan orang tua, orang tua
yang bermasalah akibat perceraian atau di tinggal pergi/wafat oleh salah satu orang tua
mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak dapat melanjutkan pendidikannya, kemudian
fasilitas dan kemudahan yang ditawarkan di jalan menarik mereka untuk bekerja dan
hidup di jalan.
Kehidupan di dunia jalanan yang rawan akan tindakan kekerasan, penindasan,
ekspolitasi berlapis dan pelecehan seksual kerap kali mengancam dan menimpa mereka.
Pengaruh-pengaruh dari lingkungan yang kurang sehat menyebabkan mereka berprilaku
menyimpang (berjudi, teler, seks bebas dan tawuran), resiko kerja yang membahayakan
keselamatan, ganguan kesehatan dan rentan dengan tindakan kriminalitas (pencurian,
penodongan dan pembunuhan). Posisi mereka yang tersingkirkan, terabaikan dan
terasingkan dari masyarakat sekitar telah membentuk dan tercipta budaya seperti
aturan , norma, hukum dan way of life pada anak jalanan YMM. Dampaknya hal ini
menyebabkan timbulnya reaksi pandangan negatif (stigma sosial) dari masyarakat yang
mencap mereka sebagai anak liar dan tidak beretika, walaupun realitasnya diantara anak
jalanan YMM, mereka menjadi anak jalanan karena dimotivasi karena kebutuhan
ekonomi dan tidak terpengaruh dengan kebiasaan yang negatif yang menjadi rekan
sesama anak jalanan atau hanya sekedar ikut-ikutan atau dapat survive di dunia jalanan.
Kondisi dan keberadaan mereka ini, semakin menjauhkan mereka dari hubungan
mereka dengan keluarga/orang tua , juga akan martabat dan harkat kemanusiaan mereka
Penutup 139
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
akan hak kelangsungan hidup, hak berkembang, hak memperoleh perlindungan, dan hak
untuk berpartisipasi.
Yayasan Merah Merdeka berdiri dan hadir sebagai bentuk keprihatian misi sosial
Gereja dalam bentuk lembaga. Lembaga ini dalam misi keprihatinannya menekankan
keholistikan dalam memandang, memahami, mendekati dan meperlakukan anak jalanan
sebagai manusia yang utuh. Oleh karena itu lembaga ini berupaya membangun keserasian
dan keseimbangan antara jiwa-tubuh-roh, dimensi kekinian-keakanan, dimensi
individualitas-sosialilitas, serta dimensi manusia-lingkungannya. Tujuannya pada
pemulihan martabat, harkat dan kesejahteraan sebagaimana Allah kehedaki. Hal ini
dalam relevansinya bersifat penyadaran, pertolongan, pengembangan, pendampingan,
dan pembebasan.
Pada hasil studi menunjukkan alur pelayanan anak jalanan yang ditangani oleh
YMM, yang dimulai pada awal krisis ekonomi tahun 1997 dengan melakukan
assesstment terhadap permasalahan, potensi dan kebutuhan anak jalanan melalui proses
kunjungan ke sejumlah daerah kosentrasi dan operasi anak jalanan. Proses yang bersifat
pertemanan ini mengarahakan kebutuhan anak jalanan pada waktu itu akan tempat
tinggal. Maka disediakanlah rumah tinggal sebagai drop in center (rumah singgah).
Tempat penampungan ini bersifat terbuka 24 jam bagi semua anak jalanan laki-laki
yang berusia 18 tahun ke bawah, tidak terikat, dan bebas keluar-masuk. Keberadaan
tempat ini memungkinkan intensifitas dan intervensi program selanjutnya dapat
dilakukan. Hal ini sekaligus menghindari dari ganguan cuaca, ancaman tindakan
kekerasan, pelecehan seksual, penindasan, dan eksploitasi. Harapanya anak jalanan ini
ahkirnya dapat keluat dari dunia jalanan dan memiliki kehidupan lebih baik, serta
diterima dilingkungan masyarakakat.
Proses pendampingan yang drintis sejak tahun 1997 hingga 2003, pada hasil
studi pada lembaga ini, menunjukan kendala-kendala yang mereka hadapi dalam
penanggulangan permasalahan anak jalanan. Permasalahan tersebut datang dari reaksi
negatif masayarakat lingkungan rumah singgah dan kecurigaan adanya tujuan kristenisasi
bagi anak jalanan dampingannya. Kendala lain yang dihadapi adalah adanya pemikiran
dari anak jalanan bahwa LSM ini memiliki kepentingan tertentu yang memanfaatkan
kebaradaan anak jalanannya. Kendala yang paling dirasakan sehingga proses
Penutup 140
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
penangganan menjadi kurang maksimal adalah berkaitan dengan tenaga pendamping /
street educator/pekerja sosial/relawan. Hal ini seperti kurangnya pemahaman dan
kemampuan khusus menangani anak jalanan yang membutuhkan sikap empati, kesabaran
dan kesetiaan dalam proses waktu yang panjang. Pemahaman dan kemampuan
pendamping menjadi hal yang penting dalam proses pemulihan anak jalanan, karena
mereka akan menghadapi dan diuji oleh budaya yang berlaku di anak jalanan. Pekerja
sosial/ relawan yang mendampingi anak jalanan di YMM dari empat puluhan orang yang
terlibat dalam prosesnya semakin berkurang hingga tinggal sedikit orang saja yang tetap
bertahan. Alasan yang membuat mereka keluar adalah kejenuhan menunggu pada hasil
atau perubahan sikap anak jalanan yang mereka harapkan. Kualitas dan kuantitas pekerja
sosial di lembaga ini mengalami pasang surut, sehingga mempengaruhi dalam
kemaksimalan keberhasilan atau efektifitas pelaksanaan program yang sudah berjalan,
serta pengkoordinasian dalam strukrur dan fungsi organisasi.
Walaupun kendala dan pemasalahan di lembaga ini sangat kompleks, akan tetapi
lembaga ini masih tetap bertahan dan melaksanaan street based program, center based
program dan community based program. Program tersebut dilaksanakan berdasarkan
permasalahan yang dihadapi1, keinginan pribadi anak jalanan, serta potensi yang dimiliki
anak jalanan itu sendiri. Dalam menjawab atau memenuhi perihal itu, yayasan ini
menimbang berdasarkan potensi pendanaan dan pekerja sosialnya, dengan melihat tujuan
yayasan ini untuk tetap memelihara kemandirian/keswadayaan kelayannya dan
menempatkan mereka sebagai subyek yang mampu memberdayakan dirinya, sehingga
tidak melahirkan ketergantungan dengan bantuan dari lembaga ini.
Hasilnya ada beberapa anak yang mengalami pemulihan hubungan dengan
keluarga, perubahan dalam cara pandang dan sikap hidup yang lebih baik yang sesuai
tuntutan norma masyarakat dan masa depannya. Mereka pun berani mengambil sikap
untuk meninggalkan dunia jalanan dengan melanjutkan pendidikan, pendampingan
wirausaha, dan peluang kerja yang lebih baik. Namun demikan diantara mereka juga ada
yang memutuskan untuk tetap hidup dan bekerja di jalanan, dikarenakan desakan
ekonomi keluarga, pengaruh, dan kesolidaritasan yang kuat dengan kelompoknya.
1 Apakah mereka kategori Childern of the street, Children on the Street, dan Children from Families of Street.
Penutup 141
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
Peran sanggar belajar yang mereka bentuk di daerah Jagir dan Simo efektif mengurangi
dan mencegah korban anak-anak miskin dan putus sekolah ini hidup dan bekerja di jalan,
melalui program pemberian beasiswa.
Berkenaan dengan hasil studi diatas, maka praksis misi yang berkaitan dengan
penanggulangan permasalahan anak jalanan adalah praksis misi yang memahami Injil
sebagai “kabar pembebasan”; Pembebasan dari belenggu kemiskinan, kebodohan,
kekerasan, penindasan, eksploitasi ekonomi, dan pelecehan seksual; Perhatian dan cinta
terhadap kehausan mereka akan hal itu; Pemulihan sikap hidup, jiwa dan rohani yang
sehat, jiwa yang sehat; Serta pembangunan dan pengembangan sosial ekonomi yang
berorientasi ke depan, mengukuhkan mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri ,
percaya pada diri sendiri , bertanggung jawab sendiri dan berdisiplin murni..
5.2. Saran
Kalau kita memperhatikan bagaimana kepedulian dan keberpihakan Yesus
terhadap keberadaan anak kecil yang membutuhkan perlindungan, pembelaan,
pemulihan, pengembangan, pemberdayaan dan pencegahan2, maka apa yang dilakukan
Yesus dalam masa hidupnya adalah misi yang bersifat holistik
Menurut Conterius (2001: 88), sudah dikenal dan dipraktekan tiga model penting
misi yang bersifat holistik, yaitu kerygma (pewartaan kabar gembira Yesus Kristus) ,
koinonia (Pesekutuan jemaat kristiani, dan diakonia (Pelayanan bantuan persaudaraan).3
Herlianto meresahkan adanya persoalan antara kerygma dan diakonia.
Persoalannya bukan pada misi dan pembagunan, melainkan pada pelayanan sosial tidak
lain adalah kegiatan alternatif dari penginjilan (1998:108). Conterius menegaskan bahwa
pelayanan sosial bukanlah sarana untuk menarik orang masuk ke dalam dan menjadi
anggota gereja. Pelayanan sosial adalah perwujudan cinta kasih yang nyata kepada
sesama manusia (2001:101). Hal itu menjadi bagian dari tujuan misi yakni pemberitaan
kabar gembira tentang “Kerajaan Allah”, yang hadir dalam diri Yesus sebagai
penyelamat universal, di tengah segala bangsa (Ibid: 83). Kerajaan Allah hadir dalam
Yesus ini, memberikan iman harapan Kerajaan Allah terhadap keprihatinan dan
2 Bdk, matius 19:13-14 dan Markus 9:42. 3
Penutup 142
An ak Jalan an d an Up ay a Pe n an g u lan g an Pe rm asalah an an ak Jalan an
keterlibatan menagani serta keselamatan manusia seutuhnya dan seluruhnya. Tugas-tugas
pengutusan injili-sebagaimana nampak dalam hidup Yesus-gereja terpanggil untuk untuk
berdiri pada pihak kaum misikin, untuk mewujudkan tuntutan keadilan mereka dalam
rangka kesejahteraan bersama.
Tentunya pelayanan holistik Kerajaan Allah tidak dimaksudkan untuk
membiaskan atau melupakan Amanat Agung. Amanat Agung adalah misteri Kristus
yang perlu ditawarkan dan diperkenalkan kepada segala suku bangsa, agama dan sosial-
budaya, tanpa bertujuan mengurangi penghargaan terhadap nilai-nilai yang terkandung
dalam budaya mereka.
Dengan demikian keberadaan, kebudayaan dan kehidupan anak jalanan Yayasan
Merah Merdeka dan anak jalanan lain pada umumnya tidak dimarginalkan dan tidak
teraleanisasi dari lingkungan hidupnya.
Persoalan yang dihadapi anak jalanan, tidak jauh beda dengan persoalan yang
dialami masyarakat kelas bawah pada umumnya. Penanganan permasalahan anak jalanan
dengan melalui berbagai konsep, strategi, program, dan kebijakan pada ahkirnya
bermuara pada satu tujuan yaitu “Pemberdayaan” yang holistik. Studi akan
pemberdayaan anak jalanan, dapat juga dipakai dalam segala bidang dan objek
pendampingan dan pelayanan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat di ladang
misi dimana Tuhan panggil dan tempatkan.
Penutup 143
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Alfian, Mely G.Tan, Selo Sumarjan, Kemiskinan Struktural, Suatu binga rampai, Pulsar,
Malang, 1990.
Argo, Y.A. Pemulung Jalanan, Media pressindo,Yogyakarta, 1999
Bosch, J. D. Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi yang mengubah
dan berubah, BPK, Jakarta, 1997.
Budijanto. B (ed), Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya di Pedesaan. ANDI Off
set, Yogyakarta, 1994.
Conterius, W.D. Misiologi dan Misi Gereja Milenium Baru. Ende, Nusa Indah,2001.
Darmawijaya, St. Keterlibatan Allah terhadap Kaum Miskin, Kanisius, Yogyakarta
1991.
Fanggidae.A, Memahami Masalah Kesejahteraan Sosial, Puspa Swara, Jakarta ,1993.
Gunarsa.S ,Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , BPK, Jakarta, 1985.
Guzman, de S,L, Helping Street Children, Nasional Association for Social work
Education Inc. Naionla Project On Street Children, UNICEF, 1992.
Herlianto, Pelayanan Perkotaan:Tanggung Jawab Orang Kristen, YABINA,
Bandung1998
Irwanto, dkk. Pekerja Anak di Tiga Kota besar: Jakarta, Surabaya, Medan, Jakarta,
Unicef-Unika Atma Jaya, Jakarta, 1995.
Lawang, R. . Pengantar Sosiologi, Depdikbud U.T, Jakarta, 1984.
Mustain dkk, Studi Kualitatif Tentang Pekerja Anak di Jawa Timur, Airlangga Press,
Surabaya,1999.
Mulandar.S(ed) , Dehumanisasi anak Marjinal:Berbagai Pengalaman Pemberdayaan,
AKATIGA, Bandung, 1996.
Mulyono.B, Kenakalan Remaja, Andi Offset, Yogyakarta, 1986.
Nazir, M. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta 1988.
Putranto, MF, Penelitian anak jalanan; Kasus di wilayah Senen-Jakarta Pusat,
DIA/YKAI dan Child Hope, Jakarta, 1990.
Singgarimbun. M dan Effendi.S, Metode Peneltian Survai, LP3ES, Jakarta, 1987.
Sutanto. A, Sosiologi Pembangunan, Bina Cita, Jakarta, 1984.
Soekanto, S. Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali press, Jakarta, 1987.
Soedijar, A. Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta, Media Informatika, Jakarta, 1989
Sumardi Sandyawan, SJ. Perjuangan Anak Pinggiran, Jakarta, ISJ, 1997.
Sri Sanituti&Suyanto,B(ed). Anak Jalanan di Jawa Timur masalah dan upaya
penangannya,Airlangga University, Surabaya,1999.
Widyanto. P. (Ed). Gelandangan, LP3S, Jakarta, 1986.
Yewangoe.A, Misiologi Berhadapan dengan Teologi Pembebasan, Pusat Pastoral,
Yoyakarta, 1997.
2. ARTIKEL
Arb, Anak Jalanan,Kau Anak Siapa, Kompas,11/01/98.P.20.
Abdul Latif, Anak Jalanan Di Rumah Singgah Ingin Menjadi Mahasiswa,
Kompas,29/07/2000, p.23.
Bagong Suyanto, Masalah Anak Jalanan di Kota Surabaya, Kompas, 13 Maret 2003.
Ibid, Strategi Perlindungan Sosial Anak Rawan, Kompas, 25 Juli 2001.
Ibid, Anak Rawan, Kompas, 27 November 2001.
Ibid, Kejahatan dan anak Marjinal Kota, Kompas,08/08/2001, p._.
Bambang Setiawan, Tinggalkan Keluarga, Hidup Dalam Bahaya, Kompas,
23/07/1997,p.4.
Ibid, Menyingkap Kehidupan Bajing Locat Anak—Anak, Kompas, 23/07/97,p.5.
Ibid Survei “Kompas” Tentang anak Jalanan Yang Lemah dan Menjadi Korban,
Kompas, 23/07/1997, p. 4.
Banawiratmaja, Teologi Fungsional dan Teologi Kontekstual, dalam Phan Bien Ton
M.Th, Diktat mata kuliah: Teologi Pembangunan.
Bambang Wijarnako, Suara Karya, 15 Juli 1991.
Didi Prambadi dkk, Jangan Kejar Kami, Pak Kamtib, Gatra, 27/07/1996, No.37/II.
Depsos, Konsep dan Operasionalisasi Penanggulangan Masalah Anak Jalanan, Jakarta,
1998
Ibid ,TOR: Program Penangganan Anak Jalanan Di Kota Surabaya.
Egidius Patnistik. Berdayakan anak Jalanan di Jakarta, WWW.Kompas.com, harian
kota, Jumat 10 November 2000.
Endah&Rahmat, Suramnya Nasib Anak Jalanan, Medika, 05/XXII/1996.
Faristuti, Djafar. Tekyan:Children of the Streets, _____
Gani Soekarsono, CM, Potrer kecil di Pinggir jalan: Anak-anak Jalanan Mengais Hak-
hak mereka
Hartiningsih.M,PerlindunganHakAnakJangan Ditunda,www.Kompas.com,
/97/07/02/22/Hukum/perl.htm.
Ika, Anak Jalanan Siapa Mereka?
Ilsa Nelwan, Pikiran Rakyat, 22 Juli 1996.
MAM, Konsep Pendidikan Rumah Singgah Tidak Efetif, Kompas, 28 November 2002
Mam, Pendidikan Alternatif Anak Jalanan Harus Berkelanjutan, Kompas, 5 Juli 2001.
Mh, Mengenal Pendidikan Anak Pinggiran, Kompas, 24/07/2001, p.28.
Mboi, N, Upaya Pemberdayaan anak jalanan secara terpadu dan berkesinambungan,
Makalah pada pada konfresi Internasional tentang pemberdayaan anak jalanan dan
pasca konpersi lokakarya tentang pola penaganan anak jalanan, BL3S, Yogyakarta,
10-13 September 1996.
Neni Utami, Anak Jalanan “Anak” Kita Juga; Refleksi Hari Anak Nasional, YKAI,
Jakarta, 21 November 2002.
Nar, Eksploitasi Anak Marajalela di Yogyakarta dan Bantul, Kompas, 23/05/2001,p.10.
Nn/ee, Sebuah Rumah Singgah yang Sesungguhnya,Kompas, 30/10/1998, p.16.
Pin/xta, Anak Jalanan Meningkat 400 Persen, Kompas, 4/12/1998, p. 17.
Saiful Hadjar, Seni, Pendidikan Alterniatif Anak-Anak Pinggiran, Kompas,
14/11/2001.P.42.
Siahaan,H.M, Pengamen Jalanan: Budaya Kemiskinan, dan Tekanan Struktural
Surabaya Kotaku, Kompas, 13/12/2000, p.18.
Siswanto, Diktat : Child Abuse, Pengertian tentang Anak, dan Perlindungan Anak.
Materi kuliah di STT (HCD) Pesat Salatiga, tanggal 10-12 Maret 2003.
Setiadi Agus, Advokasi oleh Anak Kenapa Tidak?, Kompas, 23 Juli 2003.
Sylvia marsidi. Mencintai Anak-anak Langit Majalah Hidup, 18 April 1999,
Topan, Jumlah Anak Jalanan Meningkat Setiap Tahun, Kompas, 20/1/2003.p.48.
Tif, Komunitas Alang-Alang Sarat Prestasi, Kompas, 5/05/2001. P.19.
Thomas Pudjo,Anak Jalanan Yogya Mencari KTP, Kompas, 16/12/2002, p.19.
We. Datang Bukan menjadi anak jalanan. , www.kompas.com, kompas on line, sabtu 20
Juli 1996, p 1-3
Xta, Anak Jalanan Jadi Sapi Perah, Kompas,10/10/1998.p.16.
Ibid , Anak Jalanan Diatur Oleh Sindikat, Kompas, 9/10/98, p. 16.
___, Situasi Anak Jalanan Perempuan di Semarang, Semarang, Yayasan Setara,
___,Konvensi Hak Anak,Samin-Ecspat,1996.
___,Layang-Layang Yang Putus di Jalanan, Forum Keadilan, No.17/VII/1998.
__, Nasib anak Jlanan dan Masalah Pendidikan, Republika,29/404/1999.
___,Liput: Derita Anak-Anak Jalanan, Hati Baru, Vol.2/No.9/02/1999.
___, Diktat: Sosiologi Umum, STTT, Febuari 2004.
___, Kompas, 23 Juli 1994
___, Diktat: Psikologi Perkembangan, STT Pesat, Salatiga.
3. KAMUS
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi II), Balai Pustaka, Jakarta, 1995.
Jhon, Mechols Dan Saddly. H, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta,
1980.
Soekanto, S, Kamus Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1996.
4. ALKITAB
___,Alkiatab, Jakarta, LAI, 1996.
Recommended