Upload
donnie-praditya-sugiarto
View
1.820
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini memaparkan mengenai teori – teori yang menjadi dasar
acuan dalam menyusun skripsi ini. Teori – teori yang digunakan berkaitan
dengan topik pembahasan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penelitian.
II.1. KONSEP USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)
II.1.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Berdasarkan pada Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008
pasal 1 ayat 2 (2008:2), usaha kecil didefinisikan sebagai berikut:
“Usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU ini.”
Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun
2008 pasal 1 ayat 3 (2008:2), usaha menengah didefinisikan sebagai
berikut:
“Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
11
12
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UU ini”
II.1.2. Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Kriteria suatu badan usaha dapat disebut sebagai usaha kecil
berdasar Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 ayat 2
(2008:5), adalah sebagai berikut :
“a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).”
Kriteria suatu badan usaha dapat disebut sebagai usaha
menengah berdasar Undang – Undang No. 20 Tahun 2008 pasal 6
ayat 3 (2008:6), berdasar adalah sebagai berikut:
“a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
13
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).”
II.2. PENTINGNYA PENCATATAN AKUNTANSI BAGI UKM
Menurut Darmadji (2007:200), dengan tidak melakukan
pembukuan, pemilik dan manajer UKM tidak akan mampu untuk
mengelola badan usaha secara baik akibat minimnya informasi yang ada
serta diragukannya reliabilitas dari informasi yang dimilikinya. Sistem
informasi akuntansi pada dasarnya dapat disusun secara sederhana sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan dari badan usaha, namun tidak
mengurangi esensi serta manfaat dari penerapan sistem tersebut.
Pemanfaatan dari sistem akuntansi yang baik, juga memungkinkan
disusunnya laporan keuangan dan analisis rasio sebagai dasar bagi
manajemen dan pemilik UKM untuk menilai kemampulabaan, likuiditas,
solvabilitas, serta berbagai ukuran lain bagi kepentingan pengambilan
keputusan manajerial dan strategis lainnya. Darmadji (2007:200)
menambahkan bahwa, penyusunan sistem akuntansi pada UKM harus tetap
berupaya untuk mencapai pengendalian internal yang baik, dimana tujuan
dari pengendalian internal adalah untuk mengamankan seluruh aktiva atau
harta kekayaan dari badan usaha, meningkatkan keakuratan pencatatan dan
informasi akuntansi, mendorong kegiatan operasional badan usaha yang
14
berdasar pada efektivitas dan efisiensi, serta dipatuhinya segala kebijakan
dari pemilik dan manajer UKM oleh seluruh karyawannya.
II.3. LAPORAN KEUANGAN
II.3.1. Definisi Laporan Keuangan
Menurut Sulistiawan dan Feliana (2006: 34), laporan
keuangan merupakan produk akhir akuntansi, dimana melalui laporan
ini pengguna bisa melihat rekapitulasi transaksi atau kejadian
ekonomis selama satu periode yang memberikan informasi tentang
badan usaha untuk pengambilan keputusan.
Sedangkan laporan keuangan, menurut Kieso, et al. (2007: 2),
adalah “the principal means through which a company communicates
it financial information to those outside it”.
II.3.2. Tujuan Laporan Keuangan
SAK ETAP (2009: 2) menyatakan :
“Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu badan usaha yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu.”
15
II.4. SAK ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (ETAP)
Menurut SAK ETAP (2009:1), Standar Akuntansi Keuangan untuk
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk
digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Namun, entitas yang
memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP
jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK
ETAP.
Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang memiliki
karakteristik berikut ini :
A. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan.
B. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna
eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat
langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat
kredit.
Sedangkan entitas dianggap memiliki akuntabilitas publik signifikan
apabila memenuhi karakteristik berikut ini :
A. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses
pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau
regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal.
B. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk
sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang,
dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
16
II.5. PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP
II.5.1. SEDIAAN (SAK ETAP. 2009:52 – 57)
A.Pengakuan
Jika sediaan dijual, maka jumlah tercatatnya diakui sebagai
beban periode dimana pendapatan yang terkait diakui.
B.Pengukuran
Entitas harus mengukur nilai sediaan pada nilai yang lebih
rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk
menyelesaikan dan menjual. Biaya perolehan sediaan mencakup
seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang
terjadi untuk membawa sediaan ke kondisi dan lokasi sekarang.
Entitas harus menentukan biaya persediaan dengan menggunakan
rumus biaya masuk-pertama keluar-pertama (MPKP) atau rata – rata
tertimbang. Metode masuk-terakhir keluar-pertama (MTKP) tidak
diperkenankan oleh SAK ETAP.
C.Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan :
1. Kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk mengukur persediaan,
termasuk rumus biaya yang digunakan.
2. Total jumlah tercatat persediaan dan klasifikasinya yang tepat
dengan entitas.
3. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode.
17
4. Jumlah penurunan nilai persediaan dan pemulihannya yang diakui
dalam laporan laba rugi.
II.5.2. PROPERTI INVESTASI (SAK ETAP. 2009:66 – 67)
A. Pengakuan
Properti investasi adalah properti yang dikuasai untuk
menghasilkan sewa atau untuk kenaikan nilai dan tidak digunakan
dalam produksi atau untuk tujuan administratif serta tidak untuk dijual
dalam kegiatan usaha sehari – hari.
B. Pengukuran
Pada saat pengakuan awal, properti investasi diukur pada biaya
perolehannya. Setelah pengakuan awal, seluruh properti investasi
harus diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan.
C. Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan informasi terkait properti
investasi sesuai dengan ketentuan pada bab aset tetap.
II.5.3. ASET TETAP (SAK ETAP. 2009: 68 – 75)
A. Pengakuan
Tanah dan bangunan adalah aset yang dapat dipisahkan dan
harus dicatat secara terpisah, meskipun tanah dan bangunan tersebut
diperoleh secara bersamaan. Entitas harus mengakui biaya perolehan
18
aset tetap sebagai aset tetap jika memenuhi syarat berikut :
kemungkinan ada manfaat ekonomi yang terkait dengan pos tersebut
akan mengalir dari atau ke dalam entitas serta pos tersebut mempunyai
nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal
B. Pengukuran
Pada saat pengakuan awal, aset tetap harus diukur sebesar biaya
perolehan. Entitas harus mengukur seluruh aset tetap setelah
pengakuan awal pada biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap tidak
diperkenankan karena SAK ETAP menganut penilaian aset
berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
Entitas harus mengalokasikan jumlah aset yang dapat
disusutkan secara sistematis selama umur manfaatnya. Penyusutan
dimulai ketika suatu aset tersedia untuk digunakan. Penyusutan
diberhentikan ketika aset dihentikan pengakuannya. Penyusutan tidak
dihentikan ketika aset tidak digunakan atau dihentikan penggunaan
aktifnya. Entitas diperbolehkan menggunakan metode garis lurus,
metode saldo menurun, dan metode jumlah unit produksi untuk
melakukan depresiasi.
C. Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan untuk setiap kelompok aset tetap :
19
1. Dasar pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah
tercatat bruto dan metode penyusutan yang digunakan.
2. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.
3. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan
akhir periode.
4. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan: penambahan, pelepasan, kerugian penurunan nilai,
penyusutan, dan perubahan lainnya serta keberadaan dan jumlah
pembatasan atas hak milik serta aset tetap yang dijaminkan untuk
utang, dan jumlah komitmen kontrak untuk memperoleh aset tetap.
II.5.4. SEWA (SAK ETAP. 2009: 83 – 87)
A. Pengakuan dan Pengukuran
Pembayaran sewa selama tahun berjalan harus diakui sebagai
pendapatan sewa. Pendapatan sewa diakui dan diukur berdasarkan
metode garis lurus sepanjang masa sewa. Jika aset yang disewakan
dijual, maka perbedaan antara nilai tercatat dan harga jual harus diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya.
B. Pengungkapan
Informasi yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan lessor:
1. Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan
transaksi sewa.
20
2. Jumlah pembayaran sewa selama masa sewa, sifat dari simpanan
jaminan (jika ada) serta aset yang disewakan yang dijaminkan
kepada pihak ketiga.
II.5.5. PENDAPATAN (SAK ETAP. 2009: 83 – 87)
A. Pengakuan
Entitas harus mengakui pendapatan dari suatu penjualan barang
jika semua kondisi tersebut terpenuhi :
1. Entitas telah mengalihkan risiko dan manfaat yang signifikan dari
kepemilikan barang kepada pembeli.
2. Entitas tidak mempertahankan baik keterlibatan manajerial sampai
kepada tingkat dimana biasanya diasosiasikan dengan kepemilikan
maupun kontrol efektif atas barang yang terjual.
3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
4. Ada kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan
dengan transaksi akan mengalir masuk ke dalam entitas.
5. Biaya yang telah atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi
dapat diukur secara andal.
B. Pengukuran
Entitas harus mengukur pendapatan berdasarkan nilai wajar atas
pembayaran yang diterima atau masih harus diterima. Nilai wajar
tersebut tidak termasuk jumlah diskon penjualan dan potongan volume
21
C. Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan:
1. Kebijakan akuntansi yang diterapkan sebagai dasar pengakuan
pendapatan, termasuk metode yang diterapkan untuk menentukan
tingkat penyelesaian transaksi yang melibatkan penyediaan jasa.
2. Jumlah setiap kategori pendapatan yang diakui selama periode,
termasuk pendapatan yang timbul dari: penjualan barang,
penyediaan jasa, bunga, royalti, dividen, dan jenis pendapatan
signifikan lainnya.
II.5.6. BIAYA PINJAMAN (SAK ETAP. 2009: 123)
Entitas harus mengakui seluruh biaya pinjaman sebagai beban
pada laporan laba rugi di periode terjadinya. Jumlahnya juga harus
dapat diukur dengan andal. Entitas harus mengungkapkan besarnya
biaya pinjaman. Biaya pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang
timbul dari kewajiban keuangan suatu entitas, yang mencakup:
1. Bunga untuk cerukan bank dan pinjaman jangka pendek dan
jangka panjang.
2. Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman.
3. Amortisasi biaya tambahan yang timbul sehubungan dengan proses
perjanjian peminjaman.
4. Beban pembiayaan sesuai dengan sewa pembiayaan.
22
5. Perbedaan nilai tukar yang timbul dari pinjaman dalam mata uang
asing dimana perbedaan ini dianggap sebagai penyesuaian terhadap
biaya bunga.
II.5.7. IMBALAN KERJA (SAK ETAP. 2009 : 131 – 146)
A. Pengakuan dan Pengukuran
Berdasarkan pada program iuran pasti, entitas harus mengakui
iuran yang terutang untuk periode berjalan :
1. Sebagai kewajiban, setelah dikurangi dengan jumlah yang telah
dibayar. Jika pembayaran iuran melebihi iuran yang terutang
sebelum tanggal pelaporan, maka entitas harus mengakui kelebihan
tersebut sebagai aset.
2. Sebagai beban, kecuali bab lain mensyaratkan biaya tersebut diakui
sebagai bagian biaya perolehan suatu aset seperti persediaan atau
aset tetap.
B. Pengungkapan
Apabila menggunakan program iuran pasti, entitas harus
mengungkapkan jumlah biaya iuran pasti untuk periode dan jumlah
yang diakui dalam laporan laba rugi sebagai beban untuk program
iuran pasti. Jika entitas memperlakukan program imbalan pasti multi
pemberi kerja sebagai program iuran pasti karena informasi yang
memadai tidak tersedia untuk menggunakan akuntansi imbalan pasti,
23
maka entitas harus mengungkapkan fakta bahwa program tersebut
adalah program imbalan pasti dan alasan dicatat sebagai program iuran
pasti, bersama dengan semua informasi yang tersedia mengenai
surplus atau defisit program dan implikasinya terhadap entitas.
II.5.8. PAJAK PENGHASILAN (SAK ETAP. 2009 : 147)
A. Pengakuan dan Pengukuran
Entitas harus mengakui kewajiban atas seluruh pajak
penghasilan periode berjalan dan periode sebelumnya yang belum
dibayar. Jika jumlah yang telah dibayar untuk periode berjalan dan
periode sebelumnya melebihi jumlah yang terutang untuk periode
tersebut, entitas harus mengakui kelebihan tersebut sebagai aset.
B. Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan komponen – komponen utama
beban pajak penghasilan secara terpisah.
II.5.9. PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN (SAK ETAP. 2009:
14-18)
A. Penyajian Wajar
Laporan keuangan menyajikan dengan wajar posisi keuangan,
kinerja keuangan, dan arus kas entitas. Penyajian wajar mensyaratkan
penyajian jujur atas pengaruh transaksi, peristiwa dan kondisi lain
24
yang sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, kewajiban,
penghasilan, dan beban
B. Laporan Keuangan Lengkap
Laporan keuangan entitas yang lengkap berdasarkan SAK
ETAP meliputi:
1. Neraca
2. Laporan laba rugi
3. Laporan perubahan ekuitas yang juga menunjukkan seluruh
perubahan dalam ekuitas dan perubahan ekuitas selain perubahan
yang timbul dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya
sebagai pemilik.
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan
akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.
II.5.10. NERACA (SAK ETAP. 2009: 19 – 22)
Neraca minimal mencakup pos – pos berikut: kas dan setara
kas, piutang usaha dan piutang lainnya, persediaan, properti investasi,
aset tetap, aset tidak berwujud, hutang usaha dan hutang lainnya, aset
dan kewajiban pajak, kewajiban diestimasi, serta ekuitas. Entitas
menyajikan pos, judul, dan sub jumlah lainnya dalam neraca jika
25
penyajian seperti itu relevan dalam rangka pemahaman terhadap posisi
keuangan entitas.
A. Aset Lancar
Jika siklus operasi normal entitas tidak dapat diidentifikasi
dengan jelas, maka siklus operasi diasumsikan 12 bulan. Selain yang
disebutkan di bawah ini, dianggap sebagai aset tidak lancar. Entitas
mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar jika:
1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau
digunakan, dalam jangka waktu siklus operasi normal entitas.
2. Dimiliki untuk diperdagangkan.
3. Kewajiban akan diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah
akhir periode pelaporan.
4. Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda
penyelesaian kewajiban setidaknya 12 bulan setelah akhir periode
pelaporan.
B. Kewajiban Lancar
Selain yang disebutkan di bawah ini, dianggap sebagai
kewajiban jangka panjang. Entitas mengklasifikasikan kewajiban
sebagai kewajiban jangka pendek jika:
1. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal
operasi entitas.
2. Dimiliki untuk diperdagangkan.
26
3. Kewajiban akan diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah
akhir periode pelaporan.
4. Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda
penyelesaian kewajiban setidaknya 12 bulan setelah akhir periode
pelaporan.
C. Informasi Disajikan Di Neraca atau Catatan atas Laporan
Keuangan
Entitas mengungkapkan di neraca atau catatan atas laporan
keuangan, subklasifikasi berikut atas pos yang disajikan:
1. Kelompok aset tetap
2. Jumlah piutang usaha, piutang dari pihak – pihak yang memiliki
hubungan istimewa, pelunasan dipercepat, dan jumlah lainnya.
3. Persediaan yang menunjukkan secara terpisah jumlah dari:
persediaan yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal, persediaan dalam proses produksi untuk penjualan
tersebut, serta bahan baku dan barang habis pakai yang digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa.
4. Kewajiban imbalan kerja dan kewajiban diestimasi lainnya.
5. Kelompok ekuitas, seperti modal disetor, tambahan modal disetor,
agio saham, saldo laba, serta pendapatan dan beban yang diakui
langsung ke ekuitas.
27
II.5.11. LAPORAN LABA RUGI (SAK ETAP. 2009: 23 – 27)
A. Informasi yang Disajikan
Entitas harus menyajikan pos, judul, dan sub jumlah lainnya
pada laporan laba rugi jika penyajian tersebut relevan untuk
memahami kinerja keuangan entitas. Entitas tidak boleh menyajikan
pos pendapatan dan beban sebagai pos luar biasa, baik dalam laporan
laba rugi maupun dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan laba
rugi minimal mencakup pos – pos berikut ini:
1. Pendapatan
2. Beban keuangan
3. Bagian laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode
ekuitas.
4. Beban pajak
5. Laba atau rugi neto.
B. Analisis Beban
Entitas menyajikan suatu analisis beban dalam suatu klasifikasi
berdasarkan sifat atau fungsi beban dalam entitas, mana yang
memberikan informasi yang lebih andal dan relevan.
1. Analisis menggunakan sifat beban. Berdasarkan metode ini, beban
dikumpulkan dalam laporan laba rugi berdasarkan sifatnya (contoh:
penyusutan, pembelian bahan baku, biaya transportasi, dan imbalan
28
kerja) serta tidak dialokasikan kembali antara antara berbagai
fungsi dalam entitas.
2. Analisis menggunakan fungsi beban. Berdasarkan metode ini,
beban dikumpulkan sesuai fungsinya sebagai bagian dari biaya
penjualan atau, sebagai contoh, biaya aktivitas distribusi atau
aktivitas administrasi. Sekurang – kurangnya, entitas harus
mengungkapkan biaya penjualannya sesuai metode ini terpisah dari
beban lainnya.
C. Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba
SAK ETAP mengijinkan entitas untuk menyajikan laporan laba
rugi dan saldo laba menggantikan laporan laba rugi dan laporan
perubahan ekuitas jika perubahan pada ekuitas hanya berasal dari laba
atau rugi, pembayaran dividen, koreksi kesalahan periode lalu, dan
perubahan kebijakan akuntansi.
Entitas menyajikan di laporan laba rugi dan saldo laba, pos –
pos berikut sebagai tambahan atas informasi yang disyaratkan dalam
bagian sebelumnya di poin A di atas :
1. Saldo laba pada awal periode pelaporan.
2. Dividen yang diumumkan dan dibayarkan atau terutang selama
periode.
3. Penyajian kembali saldo laba setelah koreksi kesalahan periode
lalu.
29
4. Penyajian kembali saldo laba setelah perubahan kebijakan
akuntansi.
5. Saldo laba pada akhir periode pelaporan.
II.5.12. PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI (SAK ETAP.
2009: 23 – 27)
Entitas harus mengubah kebijakan akuntansi hanya jika
perubahan tersebut disyaratkan berubah sesuai SAK ETAP atau akan
menghasilkan laporan keuangan yang menyediakan informasi yang
andal dan lebih relevan mengenai pengaruh transaksi, peristiwa, atau
kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus
kas. Jika SAK ETAP mengijinkan pemilihan perlakuan akuntansi
(termasuk dasar pengukuran) untuk transaksi tertentu, maka hal
tersebut adalah perubahan kebijakan akuntansi.
A. Penerapan Perubahan Kebijakan Akuntansi
Entitas harus mencatat perubahan kebijakan sebagai berikut:
1. Entitas harus menerapkan perubahan kebijakan akuntansi sebagai
akibat perubahan persyaratan dalam SAK ETAP sesuai dengan
ketentuan transisinya.
2. Entitas harus menerapkan seluruh perubahan kebijakan akuntansi
lainnya secara retrospektif.
30
B. Penerapan Retrospektif
Jika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara
retrospektif, maka entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi baru
untuk informasi komparatif periode lalu untuk tanggal paling awal
dimana hal tersebut adalah praktis, seolah – olah kebijakan akuntansi
baru tersebut telah diterapkan sebelumnya. Jika tidak praktis untuk
menentukan dampak terhadap periode individual dari perubahan
kebijakan akuntansi untuk informasi komparatif satu atau lebih
periode lalu yang disajikan, maka entitas harus menerapkan kebijakan
akuntansi baru atas nilai tercatat aset dan kewajiban pada periode
sajian paling awal dimana penerapan retrospektif adalah praktis
(mungkin periode berjalan) dan membuat penyesuaian korespondensi
ke saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh.
C. Pengungkapan Perubahan Kebijakan Akuntansi
Ketika penerapan awal SAK ETAP atau perubahannya
mempunyai pengaruh ke periode berjalan atau periode lalu, maka
entitas harus mengungkapkan hal – hal di bawah ini :
1. Sifat dari perubahan kebijakan akuntansi.
2. Untuk periode berjalan dan setiap periode lalu yang disajikan, jika
praktis, jumlah penyesuaian untuk setiap pos laporan keuangan
yang terpengaruh.
31
3. Jika praktis, jumlah penyesuaian terkait dengan periode
sebelumnya yang disajikan.
4. Penjelasan jika tidak praktis untuk menentukan jumlah yang
diungkapkan di poin b dan c.
II.5.13. KETENTUAN TRANSISI (SAK ETAP. 2009: 164)
Entitas menerapkan SAK ETAP secara retrospektif, namun jika
tidak praktis, maka entitas diperkenankan untuk menerapkan SAK
ETAP secara prospektif. Entitas yang menerapkan secara prospektif
dan sebelumnya telah menyusun laporan keuangan, maka:
a. Mengakui semua aset dan kewajiban yang pengakuannya
dipersyaratkan dalam SAK ETAP.
b. Tidak mengakui pos – pos sebagai aset atau kewajiban jika SAK
ETAP tidak mengijinkan pengakuan tersebut.
c. Mereklasifikasikan pos – pos yang diakui sebagai suatu jenis aset,
kewajiban, atau komponen ekuitas berdasarkan kerangka pelaporan
sebelumnya, tetapi merupakan jenis aset, kewajiban, atau komponen
ekuitas yang berbeda berdasarkan SAK ETAP.
d. Menerapkan SAK ETAP dalam pengukuran seluruh aset dan
kewajiban yang diakui.
Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pada saldo
awal neracanya berdasarkan SAK ETAP mungkin berbeda dari yang
32
digunakan untuk tanggal yang sama dengan menggunakan kerangka
pelaporan keuangan sebelumnya. Hasil penyesuaian yang muncul dari
transaksi, kejadian, atau kondisi lainnya sebelum tanggal efektif SAK
ETAP, diakui secara langsung pada saldo laba pada tanggal penerapan
SAK ETAP.
II.5.14. TANGGAL EFEKTIF (SAK ETAP. 2009: 166)
SAK ETAP diterapkan untuk penyusunan laporan keuangan
yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan dini
diperkenankan. Jika SAK ETAP diterapkan dini, maka entitas harus
menerapkan SAK ETAP untuk penyusunan laporan keuangan yang
dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010.
II.6. KONKLUSI TEORI
Pencatatan akuntansi yang baik bagi UKM sebenarnya memberikan
manfaat bagi manajemen dan pemilik UKM karena memungkinkan
disusunnya laporan keuangan dan analisis rasio sebagai dasar untuk menilai
kemampuan likuiditas, solvabilitas, serta berbagai ukuran lain bagi
kepentingan pengambilan keputusan manajerial dan strategis lainnya.
Dengan tidak melakukan pembukuan, pemilik dan manajer UKM tidak
akan mampu untuk mengelola badan usaha secara baik akibat minimnya
informasi yang ada serta diragukannya reliabilitas dari informasi yang
33
dimilikinya. Pemilik dan manajer UKM berpotensi salah dalam mengambil
keputusan karena minimnya informasi yang dimiliki.
Melihat banyaknya permintaan untuk pengadaan standar akuntansi
khusus bagi UKM, maka Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengesahkan
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP)
yang lebih sederhana dibandingkan dengan PSAK umum. Beberapa
komponen PSAK umum yang dihilangkan di SAK ETAP antara lain:
pembuatan laporan keuangan konsolidasi, kesalahan mendasar, dan laba
(rugi) luar biasa. Selain itu, laporan arus kas UKM diwajibkan memakai
metode tidak langsung, berbeda halnya dengan PSAK umum dan IFRS
yang memberikan pilihan metode berupa metode langsung dan tidak
langsung. SAK ETAP juga tidak mengijinkan adanya revaluasi nilai aset
tetap dan review nilai residu.
Pelaporan keuangan yang ada juga dibuat lebih fleksibel dan dapat
disesuaikan dengan kondisi UKM, contohnya seperti standar mengenai
laporan laba rugi dan saldo laba. Apabila perubahan ekuitas entitas hanya
berasal dari laba atau rugi, pembayaran dividen, koreksi kesalahan periode
lalu, dan perubahan kebijakan akuntansi; maka SAK ETAP
memperbolehkan dileburkannya laporan perubahan ekuitas ke dalam
laporan laba rugi menjadi laporan laba rugi dan saldo laba.
Contoh lainnya, SAK ETAP (2009:164) menyatakan entitas
menerapkan SAK ETAP secara retrospektif, namun jika tidak praktis, maka
34
entitas diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP secara prospektif. Ini
berarti, jika dirasa tidak praktis, entitas diperbolehkan untuk tidak perlu
menyajikan informasi komparatif dalam laporan keuangan. Sebuah
terobosan yang benar – benar mempermudah UKM dalam membuat laporan
keuangan yang sederhana dan disesuaikan dengan kondisi yang ada.
SAK ETAP diberlakukan secara efektif mulai 1 Januari 2011 namun
penerapan dini diperbolehkan pada 1 Januari 2010. Entitas yang
menggunakan SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit
(explicit and unreserved statement) atas penggunaan tersebut dalam catatan
atas laporan keuangan. Dengan adanya SAK ETAP ini, maka UKM dapat
menyajikan informasi yang relevan kepada para pengguna laporan
keuangan-nya, baik internal maupun eksternal. Bagi pemilik UKM sendiri,
dengan adanya SAK ETAP, dapat meningkatkan reliabilitas informasi yang
ada di laporan keuangan sehingga pada akhinya, dapat mendukung
pengambilan keputusan yang dilakukan pemilik UKM.