Upload
operator-warnet-vast-raha
View
129
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN POST OP COLOSTOMI HARI
KE – 6 a/i ILEUS OBSTRUKSI PARSIAL
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Ileus obstruktif adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal. Obstruski usus dapat akut atau kronis, parsial atau total
(komplit), keparahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana
lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam
dinding usus terganggu (Sylvia A. Price, 2006).
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
Ileus obstruksi adalah kerusakan parsial atau komplit ke arah depan
dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai segmen
yang paling sempit (Monica E, 2002).
Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus terjadi sumbatan
mencagah aliran normal dari usus melalui saluran usus yang dapat bersifatt
parsial atau komplit ( Smeltzer dan Bare, 2002).
10
2. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
a. Anatomi sistem pencernaan
Gambar .1 Anatomi Sistem PencernaanSumber : (http://www.blogdokter.com, 2002)
1) Oris (mulut)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari 2
(dua) bagian yaitu :
a) Bagian luar, yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b) Bagian dalam atau rongga mulut yaitu : rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maxilaris, palatum dan mandibularis
disebelah belakang dengan faring.
2) Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (oesophagus). Di dalam lengkungan faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
11
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
Disini terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makan,
letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung di depan ruas
tulang belakang.
3) Oesophagus (kerongkongan)
Merupakan saluran yang menghubungkan rongga mulut
dengan lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai
masuk kardiak di bawah lambung. Esophagus terletak di belakang
trachea dan di depan tulang punggung setelah melalui thoraks
menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan
lambung.
4) Gaster (lambung)
Gaster (lambung) merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus berhubungan dengan esophagus melalui
orifisium pilori, terletak dibawah diafragma di depan pancreas dan
limpa, menempel di sebelah kiri fundus. Bagian lambung terdiri
fundus ventriuli, korpus ventriuli, pylorus, kurvatura minor, kurvatura
mayor, dan osteum kadiakum.
5) Intestinum minor (usus halus)
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pylorus sampai katup ileosekal panjangnya kira-kira
12
6 meter. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen.
Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin
kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi
sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.
Pembagiaan ini didasarkan pada sedikit perubahan struktur dan
perbedaan fungsinya. Deudenum panjangnya sekitar 25 cm mulai dari
pylorus sampai jejenum. Pemisahan dedenum dan jejenum ditandai
oleh ligamentum treitz kira-kira 2/5 dari sisi usus halus adalah jejenum
dan 3/5 bagian terminalnya adalah ileum. jejenum terletak diregio
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di
regio abdominalis sebelah kanan. Masuknya kimus kedalam usus halus
diatur oleh spinter pylorus sedangkan pengeluaran zat yang telah
dicernakan kedalam usus besar diatur oleh katup ileosekal dimana
katup ini juga mencengah refluks isi usus besar kedalam usus halus.
Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan yaitu
lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis
dan lapisan dalam berupa serabut-serabut sirkular. Penataan demikin
membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan supmukosa terdiri
atas jaringan penyambung sedangkan lapisan mukosa bagian dalam
tebal, banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.
13
Arteria mesentrika superior dicabangkan dari aorta tepat
dibawah arteri siliaka memperdarahi seluruh usus halus kecuali
deodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan
cabangnya arteri pankrea-tiduodenalis superior. Darah dikembalikan
lewat vena mesentrika superior yang menyatuh dengan vena lienalis
membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf
otonom rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut-serabut sensoris sistem simpatis mengahantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsif, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui
pleksus auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis dan pleksus
meissner dilapisan submukosa.
6) Intestinum mayor (usus besar)
Panjang 1 ½ meter, lebarnya 5 – 6 cm, lapisan-lapisan usus
besar dari dalam keluar. Intestinum mayor terdiri dari :
a) Seikum, dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang
berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing,
panjangnya 6 cm.
b) Colon asendens, panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen
sebelah kanan membujur keatas dari ileum ke bawah hati di bawah
14
hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica
dilanjutkan sebagai colon tranversum.
c) Apendiks (usus buntu) bagian dari usus besar yang muncul
seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang
sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi
usus.
d) Colon tranversum, panjangnya 38 cm, membujur dari colon
asendens sampai colon desendens berada di bawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat
fleksura lienalis.
e) Colon desendens panjangnya 25 cm, terletak di bawah
abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura
lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon
sigmoid.
f) Colon sigmoid merupakan lanjutan dari colon desendens
terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya
menyerupai huruf sehubungan dengan ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
g) Rektum terletak di bawah colon sigmoid yang menghubungkan
intestium mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di
depan os sacrum dan os koksigeus.
15
h) Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar) terletak
didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :
(1) Sfingter ani internus (sebelah kiri),
bekerja tidak menurut kehendak
(2) Sfingter levaton ani, bekerja juga tidak
menurut kehendak
(3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah)
bekerja menurut kehendak (Monica.E, 2002).
b. Fisiologi Sistem Pencernaan
Untuk melakukan fungsinya semua sel memerlukan nutrient,
nutrient harus di turunkan dari masukan makanan yang terdiri dari
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta serat selulosa dan
bahan sayuran lain yang tidak bernilai nutrisi. Fungsi utama pencernaan
dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan memberikan
kebutuhan tubuh :
1) Memecahkan partikel makanan ke dalam bentuk molekul untuk
dicerna.
2) Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke
dalam aliran darah.
3) Mengeliminasi makanan yang tidak di cerna dan terabsorbsi dan
produk sisa lain dari tubuh.
16
Saat makanan di dorong melalui saluran gastrointestinal, makanan
mengalami kontak dengan sekresi yang membantu dalam pencernaan,
penyerapan atau eliminasi dari saluran gastrointestinal.
Proses fisiologi pencernaan terdiri dari :
1) Pencernaan oral
Proses pencernaan di mulai dari aktivitas mengunyah, di
mana makan di pecah ke dalam partikel kecil yang dapat di telan
dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan atau
bahkan melihat, mencium atau mencicipi makanan dapat
menyebabkan reflex saliva. Saliva adalah sekresi pertama yang
kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui
kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 liter setiap hari. Saliva
mengandung enzim ptyalin atau amilase saliva, yang di mulai
pencernaan zat pati, juga mengandung mukus yang membantu
melumasi makanan saat di kunyah, sehingga memudahkan
menelan ( Smeltzer dan Bare, 2002).
2) Menelan
Menelan dimulai sebagai aktivitas volunter yang di atur oleh
pusat penelan di medula oblongata dari sistem syaraf pusat. Saat
makanan di telan, epiglottis bergerak menutup lubang trachea dan
mencegah aspirasi makanan ke dalam paru-paru. Menelan
mengakibatkan bolus makanan berjalan ke dalam esophagus atas,
17
yang berakhir sebagai aktivitas reflex. Otot halus di dinding
esfagus berkontraksi dalam urutan irama dari esophagus kearah
lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran.
Selama proses peristaltic esophagus, spingter esophagus bawah
rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk lambung.
Akhirnya spingter esophagus menutup dengan rapat untuk
mencegah refluks isi lambung ke dalam esophagus (Smeltzer dan
Bare, 2002).
3) Kerja lambung
Lambung mensekresi cairan yang sangat asam mempunyai
pH terendah satu, memperoleh keasamannya dari asam
hidroklorida yang di sekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi
sekresi asam yaitu :
a) Untuk memecah makanan menjadi komponen yang di absorbs.
b) Untuk membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan.
Sekresi lambung juga mengandung enzim pepsin yang penting
untuk memulai pencernaan protein. Factor intrinsic juga di sekresi
oleh mukosa lambung, senyawa ini berkombinasi dengan vitamin
B12 dalam diet, sehingga vitamin dapat diabsorbsi dalam ileum.
Kontraksi peristaltic dari dalam lambung mendorong isi lambung
kearah pylorus. Karena partikel makanan tidak dapat melewati
18
spingter pylorus, partikel ini diaduk kembali ke korpus lambung
untuk dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil.
Peristaltic di dalam lambung dan kontraksi spingter pylorus
memungkinkan makanan dicerna sebagai untuk masuk ke usus
halus (Smeltzer dan Bare, 2002).
4) Kerja usus halus
Ada dua tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus
halus. Kontraksi segmentasi yang menghasilkan campuran
gelombang yang menggerakan isi usus ke belakang dan kedepan
dalam gerak mengaduk. Peristaltic usus mendorong isi usus halus
tersebut kearah kolon (Smeltzer dan Bare, 2001).
5) Kerja kolon
Dalam empat jam setelah makan materi sisa residu melewati
ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal
kolon melalui katup ileosekal. Aktivitas peristaltic yang lemah
menggerakkan isi kolon dengan perlahan sepanjang saluran.
Transport lambat ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air
dan elektrolit. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan
mengembangkan anus, biasanya kira-kira 12 jam (Smeltzer dan
Bare, 2002).
19
6) Defekasi
Distensi rektum secara relatif menimbulkan kontraksi otot
rektum dan merilekskan spingter anal interna yang biasanya
tertutup. Spingter internal di control oleh sistem saraf otonom,
spingter eksternal di bawah control sadar dari korteks cerebral.
Selama defekasi spingter anal eksternal secara volunter rileks
untuk memungkinkan isi kolon keluar. Secara normal spingter anal
eksternaldipertahankan pada status tonus. Oleh karena itu defekasi
terlihat menjadi reflex spinal yang dapat secara volunteer dihambat
dengan mempertahankan spingter anal tertutup. Kontraksi otot
abdomen memudahkan pengosongan kolon (Smeltzer dan Bare
2002).
3. Etiologi
Obstruksi mekanik mempengaruhi kekuatan dinding usus. Beberapa
penyebab obstruksi usus sebagai berikut :
a. Adhesi : Jaringan sikatrik melingkar diatas segmen usus, menyebabkan
usus terpuntir dan tertekan.
b. Hernia : Hernia dapat menyebabkan obstruksi ketika batang usus
terperangkap didalam defek tersebut.
c. Invaginasi : Masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri. Lebih
sering ditemukan pada anak-anak.
20
d. Volvulus : Adalah usus besar melintir terhadap dirinya sendiri,
menyumbat lumen usus proksimal oleh distal.
e. Tumor : Secara bertahap menghambat lumen usus besar. Kanker
menjadi penyebab 80 % obstruksi usus besar.
f. Askariasis : Kebanyakan cacing askariasis ahidup di usus halus bagian
jejenum.
g. Benda-benda asing seperti batu empedu dan kelainan kongenital
merupakan penyebab obstruksi pada anak dan bayi (Smeltzer dan Bare,
2002)
4. Patofisiologi
Secara normal 7 – 8 liter cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan
kebanyakan direabsorbsi. Bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan
dalam usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan
pengurangan besar dalam volume darah sirkulasi, mengakibatkan hipotensi,
syok hipovolemik, dan penurunan aliran darah ginjal dan serebral. Karena
cairan hilang tetapi sel darah tidak, maka hematokrit dan hemoglobin
meningkat, jadi meningkatkan potensial terhadap gangguan oklusif vaskuler
seperti trombosis koroner, serebral, dan mesentrika.
Pada awitan obstruksi, cairan dan udara bertumpuk pada bagian
proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadi
lebih cepat dan tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan
21
secara normal lebih aktif. Volume besar sekresi dari usus halus menambah
distensi. Sekresi satu-satunya yang bermakna dari usus besar adalah mukus.
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat
usus berusaha untuk mendorong material melalui area tersumbat. Dalam
beberapa jam peningkatan peristaltik berakhir dan usus menjadi palksis,
sehingga mengurangi tekanan dalam lumen dan memperlambat proses yang
disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus mengurangi
kemampuan absorpsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut.
Segera tekanan intraluminal menurunkan aliran balik vena, yang
meningkatkan tekanan vena, kongesti, dan kerapuhan pembuluh darah. Proses
ini pada waktunya, meningkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan
plasma ekstravasasi kedalam lumen usus ke rongga peritoneal. Peningkatan
tekanan didalam dinding usus segera meperlambat aliran darah arteri yang
menyebabkan nekrosis, dan pada beberapa kasus, toksemia dan peritonitis.
Strangulasi usus mengakibatkan penurunan suplai darah arterial. Nekrosis dan
perforasi dapat mendorong isi usus kedalam rongga peritoneal, menyebabkan
peritonitis. Bakteri berproliperasi kedalam usus yang terstrangulasi dan dapat
membentuk endotoksin. Bila endotoksin dilepaskan ke rongga peritoneal atau
sirkulasi sistemik terdapat kolaps sirkulasi cepat dengan syok endotoksik,
menunjukkan laju mortalitas tinggi pada kondisi ini ( Monica E, 2002).
22
5. Manifestasi klinis
a. Gejala-gejala awal adalah nyeri kram, seperti gerakan bergelombang dan
kolik pada usus, mungkin mengeluarkan darah atau mukus tetapi tidak ada
massa faeces, terjadi muntah.
b. Gelombang peristaltik menjadi sangat keras dan menjadi berlawanan arah,
sehingga mengeluarkan isi usus kearah mulut, jika terjadi obstruksi
komplet.
c. Jika obstruksinya terjadi pada ileum maka akan terjadi muntah fekal.
d. Dehidrasi menyebabkan haus yang berlebihan, rasa mengantuk, maleise
umum dan sakit.
e. Lidah dan membran mukosa menjadi kotor, abdomen menjadi distensi
(makin rendah obstruksi terjadi pada saluran gastrointestinal, maka makin
kentara distensi yang terjadi).
f. Jika tidak diatasi, akan terjadi syok karena dehidrasi atau kehilangan
volume plasma (Smeltzer dan Bare, 2002).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi yaitu
obstruksi mekanik usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi
tidak pada colon. Sedangkan obstruksi colon ditandai oleh gas diselurh
colon, tetapi sedikit atau tidak ada gas dalam usus halus.
23
b. Test serum darah akan menunjukkan perubahan dari keadaan normal
(hemokonsentrasi) ketika terjadi dehidrasi. Akan terdapat penurunan
sodium dan potasium dan peningkatan dalam hematokrit, bikarbonat,
serum dan nitrogen ureum darah (BUN) (Brunner dan Suddarth, 2002).
7. Penatalaksanaan
a. Dekompresi usus melalui selang nasogastrik atau selang usus halus untuk
memecahkan obstruksi.
b. Jika usus terobstruksi sempurna, kemungkinan terjadi strangulata maka
diperlukan intervensi pembedahan. Tindakan pembedahan tergantung
pada penyebab obstruksi. Adapun penatalaksanaan bedah abdomen
sebagai berikut :
1) Pra operasi
b) Puasa dan cairan parenteral
c) Selang nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan
intermitten
d) Terapi antibiotik
2) Pembedahan
Pembedahan untuk memperbaiki formasi dari usus.
Salah satu pembedahan yang sering dilakukan adalah operasi
Colostomi.
24
a) Pengertian Colostomi
Kolostomi (colostomy) berasal dari kata “colon” dan
“stomy”. Colon (kolon) merupakan bagian dari usus besar yang
memanjang dari sekum sampai rektum dan “stomy” (dalam bahasa
Yunani “stoma” berarti mulut). Kolostomi dapat diartikan sebagai
suatu pembedahan dimana suatu pembukaan dilakukan dari kolon
(atau usus besar) ke luar dari abdomen. Feses keluar melalui
saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung yang diletakkan
pada abdomen,dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor (Harahap,
2006)
b) Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya
Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya; transversokolostomi
merupakan kolostomi di kolon transversum, sigmoidostomi yaitu
kolostomi di sigmoid, kolostomi desenden yaitu kolostomi di kolon
desenden dan kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden
(Suriadi, 2006)
c) Indikasi Kolostomi
Menurut Suriadi (2006) Indikasi dilakukannya kolostomi
adalah sebagai berikut :
25
(1) Atresia Ani
Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembuatan lubang
anus yang tidak berhubungan langsung dengan rectum,Atresi ani
atau imperforata anus adalah tidak komplit perkembangan
embrionik pada distal usus (anus) tertutupnya anus secara
abnormal.
(2) Hirschprung
Penyakit Hirschprung atau megakolon aganglionik bawaan
disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani
interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi.
(3) Malforasi Anorektum
Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat.
Perhatian utama ditujukan pada pengendalian usus selanjutnya,
fungsi seksual dan saluran kencing.
(4) Atresia Rektum
Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari
anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa
penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal.
26
(5) Fistula Vestibular
Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan pada
perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan
operasi koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu dilakukan
sebagai suatu tindakan darurat karena fistulanya sering cukup
kompeten untuk dekompresi saluran cerna .
(6) Kloaka Persisten
Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing
bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum
mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.
Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita
yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat urologi, karena
sekitar 90% diserai dengan cacat urologi.
d) Komplikasi Kolostomi
(1) Obstruksi/ penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus
atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk
menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi
kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi
permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat
melakukannya sendiri di kamar mandi.
27
(2) Infeksi
Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi
penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh
karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan
dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti
kantong kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
(3) Retraksi stoma/ mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang
terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang
terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.
(4) Prolaps pada stoma
Prolaps merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih
dari permukaan kulit.
Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:
Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-
kadang sampat loop ilium.Adanya strangulasi dan nekrosis pada
usus yang mengalami penonjolan Prolaps dapat terjadi oleh
adanya faktor-faktor Peristaltik usus meningkat, fixasi usus
tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra
abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang
lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan
28
tipis.Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi
struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada saat
pembedahan.
(5) Stenosis Stoma
Terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu
pasase normal feses.
(6) Diare
Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang
keluar. Pada sigmoid biasanya normal.
(7) lritasi Kulit
Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces
yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat
iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar,
salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
e) Pemeriksaan Penunjang:
(1) Foto polos abdomen 3 posisi
(2) Colon inloop
(3) Colonoscopy
(4) USG abdomen
f) Teknik Operasi
Secara singkat teknik operasi kolostomi dapat dijelaskan
sebagai berikut. Setelah penderita diberi narkose dengan
29
endotracheal tube, penderita dalam posisi terlentang. Desinfeksi
lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian
dipersempit dengan linen steril. Dibuat insisi tranversal setinggi
pertengahan antara arcus costa dan umbilikus kanan maupun kiri.
Dibuka lapis demi lapis sehingga peritoneum kemudian dilakukan
identifikasi kolon tranversum. Kemudian kolon dikeluarkan ke
dinding abdomen dan dilakukan penjahitan ”spur” 3–4 jahitan
dengan benang sutera 3/0 sehingga membentuk double loop.
Kemudian usus dijahit ke peritonium fascia dan kulit sehingga
kedap air ( water tied ). Selanjutnya usus dibuka transversal dan
dijahit ke kulit kemudian tepi luka diberi vaselin.
g) Pendidikan pada pasien
Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai
penjelasan baik sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang
perawatan kolostomi bagi pasien yang harus menggunakan
kolostomi permanen.Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien
adalah:
(1)Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik
dan benar
(2) Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma
(3) Waktu penggantian kantong kolostomi
(4) Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien
30
(5)Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk
menyesuaikan
(6)Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien
(7)Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi
(8)Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
pasien
(9)Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter
( jika apsien sudah dirawat dirumah)
(10)Berobat/ control ke dokter secara teratur
(11)Makanan yang tinggi serat
31
B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Op Colostomi
Hari Ke – 4 a/i Ileus Obstruksi Partial
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan melalui tahap pengkajian (assessment), perencanaan (planning),
pelaksanaan (implementasi), evaluasi, dan keterampilan professional tenaga
keperawatan (Hidayat, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar proses keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam mengenal masalah klien sehingga memberi arah kepada
tindakan keperawatan. Tahapan-tahapan dalam pengkajian adalah sebagai
berikut :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan upaya untuk mendapatkan data-data
yang di gunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang di butuhkan
tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan cultural dari klien,
data yang berhubungan dengan masalah klien serta data tentang factor-
faktor yang mempengaruhi atauyang berhubungan dengan klien seperti
data tentang keluarga dan lingkungan yang ada (Hidayat, 2001). Adapun
data yang di kumpulkan adalah sebagai berikut :
32
1) Biodata
Biodata adalah pengumpulan data tentang identifikasi pasien dan
keluarga (penanggung jawab) yang mencakup: nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, pekerjaan,
pendidikan, hubungan pasien dengan penanggungjawab.
2) Riwayat
Kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan
pengkajian, sehingga klien minta pertolongan. Pada umumnya
klien dengan post op colostomi Hari Ke – 6 a/i Ileus Obstruksi
Partial
b) keluhan yang paling dirasakan oleh klien adalah nyeri.
c) Riwayat keluhan utama
Mengambarkan keadaan kesehatan klien sejak keluhan pertama
kali dirasakan hingga saat dilakukan pengkajian dengan
menggunakan anlisa metode PQRST.
(1) Paliatif/profokatif, merupakan apa yang menyebabkan klien
merasa nyeri, pada klien post op colostomi a/i Ileus Obstruksi
Partial nyeri di rasakan karena adanya luka operasi.
(2) Qualitative/quantitative, merupakan seberapa berat keluhan
tersebut dirasakan, pada klien post op colostomi a/i ileus
33
obstruksi. Keluhan biasanya dirasakan pada saat mengganti
balutan atau bergerak.
(3) Region/radiasi, merupakan lokasi keluhan, pada klien post op
colostomi a/i ileus obstruksi biasanya nyeri dirasakan di
abdomen sebelah kanan.
(4) Skala merupakan intensitas keluhan yang dirasakan, apakah
sampai mengganggu atau tidak. Skala nyeri 0-10 dapat di
klasifikasikan sebagai berikut : Ringan (1-3), sedang (4-6),
Berat (7-8), dan sangat berat (9-10). Adapun skala nyeri pada
post op colostomi dapat berkisar pada skala 6-8.
(5) Timming, merupakan waktu keluhan di rasakan, kapan
keluhan tersbut mulai dirasakan, lamanya keluhan, frekuensi
keluhan, apakah terjadi secara mendadak atau terus-menerus.
Biasanya keluhan pada klien post op colostomi a/i ileus
obstruksi adalah hilang timbul, pada saat menggerakan badan.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pernahkah klien menderita
penyakit yang sama atau apakah klien pernah mengalami
penyakit yang berat atau suatu penyakit tertentu yang
memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan.
e) Riwayat kesehatan keluarga
34
Yang perlu di tanyakan adalah apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit ileus obstruksi, apakah ada riwayat
penyakit keturunan dalam keluarga dan genogram 3 generasi.
3) Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik di mulai dari melihat keadaan umum.
Pemeriksaan tanda-tanda vital, pengkajian sistem tubuh dengan teknik
pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap
sebagian sistem tubuh.
Secara umum data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan
post op colostomi a/i ileus obstruksi adalah sebagai berikut :
a) Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital
tekanan darah, denyut nadi, pernapasan biasanya meningkat oleh
karena adanya nyeri sedangkan suhu badan dalam batasan normal.
b) Pemeriksaan fisik umum yaitu secara persistem. Untuk pemeriksaan
persistem yang di kaji adalah :
(1) Sistem pernapasan
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi
ditemukan adanya kelaianan pada sistem pernapasan.
(2) Kardiovaskuler
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi tidak
ditemukan adanya kelainan sistem kardiovaskluer.
35
(3) Sistem pencernaan
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi
ditemukan data peristaltic usus menurun, adanya nyeri tekan
luka colostomi pada daerah abdomen, fungsi menelan dan
mengunyah baik.
(4) Sistem musckuloskeletal
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi yang
perlu di kaji adalah range of montion dari pergerkan sendi
mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah.
Ketidaknyamanan atau nyeri yang di laporkan klien waktu
bergerak. Toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya
luka pada otot akibat terbuka. Selaian ROM tonus otot dan
kekuatan otot di kaji karena klien immobilitas biasanya tonus
dan kekuatan otot menurun.
(5) Sistem integument
Pada klien post op colostomi a/i ileus obstruksi didapat adanya
luka pada kuadran kanan bawah akibat dari tindakan operasi,
peningkatan suhu tubuh akibat dampak infeksi sistemik dan
dapat terjadi defisit perawatan diri akibat kelemahan.
(6) Sistem endokrin
36
Pada klien post op colostomi a/i ileus obstruksi sistem
endokrin bisanya tidak mengalami gangguan.
(7) Sistem perkemihan
Pada klien post op colostomi a/i ileus obtsruksi sistem
perkemihan dapat terjadi retensi urine dan karena keterbatasan
aktivitas sehingga harus dipasang dower kateter.
(8) Sistem persarafan
Pada klien post op colostomi a/i ileus obtsruksi pengkajian
pada sistem persarafan tidak didapatkan adanya kelainan-
kalaianan dengan GCS 15.
4) Pola aktivitas
sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pada klien dengan post colostomi biasanya kehilangan nafsu
makan, anoreksia, muntah, perubahan rasa/penyimpangan rasa,
dan penurunan berat badan.
b) Eliminasi
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi di
dapatkan data pasase kemerahan, faeses seperti jelli (darah dan
mukus), muntah dan produksi urine menurun.
c) Aktivitas
37
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi biasanya di
dapatkan keluhan kelelahan otot, malaise, dan samnolen oleh
karena tindakan operasi dan bedrest yang lama.
d) Istrahat dan tidur
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi ditemukan
keluhan susah tidur oleh karena klien memikirkan kondisi
penyakitnya.
e) Personal hygiene
Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi, klien
mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan personal
hygiene oleh karena tindakan operasi dan keadaan klien yang
masih lemah.
5) Pola interaksi social
Meliputi siapa yang dekat dengan klien, organisasi sosial yang pernah
di ikuti, serta pemacahan masalah dalam keluarga.
6) Keadaan psikologis
Setiap orang yang menderita suatu penyakit pasti mengalami gangguan
psikologis baik itu sendiri maupun keluarga.
7) Riwayat spiritual
Hal-hal yang perlu di kaji bagaimana pelaksanaan ibadah selama dan
sesudah masuk RS.
8) Penatalaksaan pengobatan
38
Adapun pengobatan dari post op colostomi dapat berupa pemberian
antibiotik, analgetik, maupun pemberian terapi cairan dll.
9) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostic terdiri dari beberapa pemeriksaan di antaranya
radiologi, laboratorium, USG.
b. Klasifikasi data
Mengidentifikasi masalah kesehatan yang di hadapi klien yang terdiri dari
data subyektif dan obyektif.
c. Analisa data
Kemampuan untuk mengkaitkan dan menghubungkan data tersebut
dengan kemampuan kognitif, sehingga di ketahui masalah yang sedanga di
hadapi oleh klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respn
insane (status atau perubahan pola interaksi baik actual maupun potensial),
individu atau kelompok yang perawat dapat membuat pernyataan resmi srta
memasang intervensi yang pasti demi kelestarian kesehatan atau mengurangi,
menghikangkan serta mencagah perubahan-perubahan terjadi (Carpenito,
2002)
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data maka kemungkinan
diagnose keperaweatan yang akan timbul adalah (Doenges, 2002) :
39
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume
cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (puasa)
d. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan
tindakan bedah.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan dan keterbatasan gerak.
f. Defisit perawatan diri kurang berhubungan
keterbatasan gerak dan kelemahan.
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan adanya luka operasi.
h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadap penyakit
3. Perencanaan
Rencana keperawatan merupakan suatu metode komunikasi tentang
asuhan keperawatan kepada klien dan merupakan suatu acuan setelah
merumuskan diagnose keperawatan dengan tujuan mencegah, menghilangkan
40
dan mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diagnose
keperawatan.
Dari diagnose tersebut di atas dapat di buat suatu rencana keperawatan
sebagai beikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
1) Tujuan
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks, mampu
tidur/istrahat dengan tepat.
2) Intervensi
a) Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik, beratnya (skala 0-10), selidiki
dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
b) Observasi tanda-tanda vital.
c) Ajarkan tehnik relaksasi dan anjurkan untuk melakukan relaksasi
nafas dalam bila nyeri muncul
d) Pertahankan istrahat dengan posisi semi fowler.
e) Anjurkan ambulasi dini.
f) Berikan aktivitas hiburan.
g) Pertahankan puasa.
h) Berikan analgetik sesuai indikasi.
3) Rasional
41
a) Berguna dalam keefktifan obat, kemajuan penyembuhan,
perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses /
peritonitis.
b) Tanda-tanda vital dapat berubah akibat rasa nyeri dan merupakan
indicator untuk menilai perkembangan penyakit.
c) Tehnik napas dalam dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa
nyeri
d) Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan dengan posisi terlentang.
e) Meningkatkan normalisasi fungsi organ, merangsang peristaltic
dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
f) Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
g) Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan
irigasi gaster / muntah.
h) Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi
terapi lain contoh ambulasi, dan batuk.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
1) Tujuan
Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan.
42
2) Intervensi
a) Lakukan pengkajian status nutrisi dengan seksama.
b) Auskultasi bising usus.
c) Berikan makanan parenteral/enteral bila diindikasikan.
d) Kolaborasi dengan ahli diet.
3) Rasional
a) Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih
intervensi.
b) Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai
makan.
c) Pada kelemahan tidak toleran terhadap makanan oral.
d) Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan
pencernaan dan fungsi usus.
c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi (puasa)
1) Tujuan
Mempertahankan keseimbangan cairan di buktikan oleh kelembaban
membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara
individual pengeluaran urine adekuat.
2) Intervensi:
a) Kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
43
b) Awasi masukan dan pengeluaran, catat warna urine/kosentrasi,
berat jenis.
c) Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus.
d) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral
dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai dengan toleransi.
e) Pertahankan gaster/usus.
f) Berikan cairan IV dan elektrolit
3) Rasional :
a) Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
b) Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat
jenis di duga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
c) Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan
peroral.
d) Meningkatkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan
kehilangan cairan.
e) Selang NGT biasanya dimasukan pada preoperasi dan
dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi
usus, meningkatkan istrahat usus, mencegah muntah.
f) Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
d. Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan tindakan bedah.
44
1) Tujuan
Klien dapat berkemih dengan baik.
2) Intervensi
a) Kaji haluaran urin dan sistem kateter
b) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
c) Perhatikan waktu dan jumlah berkemih
d) Anjurkan pasien untuk berkemih bila kandung kemih terasa penuh
e) Anjurkan pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi
3) Rasional
a) Retensi dapat terjadi karena edema area bedah dan spasme kandung
kemih
b) Mendorong posase urine dan meningkatkan rasa normalitas
c) Mengetahui jumlah dan pola berkemih
d) Mencegah retensi urine
e) Mempertahankan hidrasi adukuat dan perfusi ginjal.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak,
kelemahan
1) Tujuan
Mempertahankan aktivitas yang adekuat
2) Intervensi
a) Kaji keterbatasan aktivitas
b) Ubah posisi secara sering bila tirah baring
45
c) Bantu dalam latihan rentang gerak
d) Buat rencana program aktiviti dengan masukan dari pasien.
3) Rasional
a) Mempengaruhi pilihan intervensi.
b) Munurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot.
c) Mempertahankan kelenturan sendi.
d) Meningkatkan energi pasien.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak,
kelemahan.
1) Tujuan
Klien berpartisipasi dalam perawatan diri.
2) Intervensi
a) Tentukan kemampuan pasien dalam perawatan diri.
b) Berikan bantuan dengan aktivitas yang di perlukan.
c) Anjurkan tehnik penghematan energi.
3) Rasional
a) Kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan kebutuhan.
b) Memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan
kemandirian pasien.
c) Menghemat energi, menurunkan kelelahan dan meningkatkan
kemampuan.
46
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
1) Tujuan
Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi
/inflamasi dan demam.
2) Intervensi
a) Awasi tanda-tanda vital
b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic.
c) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka (bila di
masukan).
d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.
e) Berikan antibiotic sesuai indikasi.
3) Rasional
a) Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses peritonitis.
b) Menurunkan risiko penyebaran bakteri.
c) Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
d) Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan
emosi, membantu menurunkan ansietas.
e) Mungkin diberikan secara profilkatif atau menurunkan jumlah
organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya).
h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap
penyakit
1) Tujuan
47
Mentakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial
konplikasi berpartisipasi dalam pengobatan.
2) Intervensi
a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi contoh
mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.
b) Anjurkan aktivitas sesuai toleransi denagn periode istrahat.
c) Anjurkan menggunakan laksatif / pelembek feces ringan bila
perlu dan hindari enema.
d) Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan,
pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat
jahitan / pengikat.
e) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh
peningkatan nyeri, edema/eritema, adanya drainase, demam.
3) Rasional :
a) Memberikan informasi pasien untuk merencanakan kembali
rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
b) Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, perasaan
sehat dan mempermudah kembali ke aktivitas normal.
c) Membantu kembali kefungsi usus semula, mencegah mengejan,
defekasi.
d) Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi,
meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.
48
e) Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius, contoh
lambatnya penyembuhan, peritonitis.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah insiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di
susun dan di tujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien ( Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan ukuran dari keberhasilan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Adapun hasil yang di
harapkan pada perawatan ileus obstruksi adalah klien dan keluarga dapat
mengidentifikasi ileus obstuksi, mengidentifikasi faktor ileus obstuksi dan
adanya perencanaan untuk mencegah risiko yang dapat di ubah dan
menguraikan rencana perawatan selanjutnya (Hidayat, 2001).
Adapun hasil yang di harapkan pada perawatan klien dengan post
operasi laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi adalah :
a) Nyeri hilang atau terkontrol, tampak rileks dan mampu istrahat dengan
tepat.
49
b) Mempertahankan keseimbangan cairan di buktikan oleh kelembaban
membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, dan secara
individual haluaran urine adekuat.
c) Memahami proses penyakit, pengobatan, potensial komplikasi dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
d) Pola eliminasi kembali normal.
e) Klien dapat beraktivitas dengan sempurna.
f) Kebutuhan perawatan diri terpenuhi.
g) Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda-tanda
infeksi/inflamasi dan demam.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut :
S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan data obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah
baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon (Hidayat, 2001).
50