Upload
lusi-kurnia
View
133
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEMAMPUAN PENALARAN SISWA POKOK BAHASAN ARITMATIKA SOSIAL MELALUI
PENDEKATAN SCIENTIFIC
OLEH
LUSI KURNIA
Nomor Induk Mahasiswa 06081181419023
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014
DAFTAR ISI
Daftar isi.......................................................................................................... i
Abstrak ............................................................................................................ 1
Bab I Pendahuluan ....................................................................................... 3
Bab II Pembahasan ...................................................................................... 4-9
Bab III Lampiran Foto dan Tabel .............................................................. 10
Contoh Jadwal Kerja ...................................................................................... 11
Bab IV PENUTUP ....................................................................................... 12
Daftar Pustaka ................................................................................................ 13
i
KEMAMPUAN PENALARAN SISWA POKOK BAHASAN ARITMATIKA
SOSIAL MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC
LUSI KURNIA
Pendidikan Matematika, Program S-1 Universitas Sriwijaya
Abstrak: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran
tentang kemampuan penalaran siswa pokok bahasan aritmatika sosial melalui pendekatan
scientific. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.6 yang berjumlah 29 orang.
Pengumpulan data kemampuan penalaran siswa dilakukan melalui tes. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran siswa pada aritmatika sosial
melalui pendekatan scientific dalam kategori baik, yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 73,55.
Persentase siswa yang memiliki kemampuan penalaran sangat baik sebesar 37,93 %; 20,69 %
memiliki kemampuan penalaran baik; 34,14 % memiliki kemampuan penalaran cukup; 10,34 %
memiliki kemampuan penalaran kurang dan 6,89% memiliki kemampuan penalaran sangat
kurang. Satu indikator penalaran yaitu kemampuan menarik kesimpulan, menyusun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi dikategorikan tidak tercapai.
Sedangkan enam indikator penalaran lainnya dikategorikan tercapai.
Kata Kunci: Kemampuan Penalaran, Pendekatan Scientific
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) pembelajaran
menuntut para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun
pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Untuk mewujudkan tujuan
belajar matematika yang maksimal perlu didukung dengan kemampuan berpikir siswa secara
optimal. Menurut NCTM (2000) salah satu kemampuan berpikir yang harus dikuasai siswa adalah
kemampuan penalaran matematika. Penalaran matematika merupakan salah satu aktivitas berpikir
matematis di samping pemahaman, komunikasi, pemecahan masalah dan koneksi matematis.
Penalaran matematika dan materi matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran
dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam Shadiq, 2004).
Kemampuan penalaran matematika merupakan suatu aspek penting dan mendasar yang harus
dimiliki oleh siswa, karena merupakan langkah awal untuk mengembangkan segala macam
kemampuan berfikir tingkat tinggi, seperti kemampuan berfikir kreatif dan kritis. Selain itu, dapat
juga digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah matematika maupun
masalah kehidupan sehari-hari. Jika kemampuan penalaran seorang rendah, maka akan sulit baginya
untuk menyelesaikan berbagai macam bentuk masalah. Dibalik pentingnya kemampuan penalaran
matematika siswa, kemampuan penalaran matematika siswa di Indonesia secara umum masih
sangat memprihatinkan, berdasarkan hasil berstandar internasional (International standart test)
yaitu International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007, Literasi Matematika peserta
didik Indonesia, hanya mampu menempati peringkat 36 dari 49 negara. Sedangkan TIMSS 2011,
Indonesia menempati peringkat 38 dari 45 negara (Kemendikbud, 2011). Hal ini dapat pula dilihat
dalam laporan studi Programme for International Student Assessment (PISA). Untuk literasi Sains dan
Matematika, peserta didik usia 15 tahun pada tahun 2006 literasi matematika berada pada peringkat
ke 50 dari 57 negara, untuk hasil PISA 2009, rangking Indonesia cenderung menurun. Indonesia
berada pada peringkat ke 61 dari 65 negara. Untuk PISA 2012, Indonesia menduduki peringkat ke 64
dari 65 negara (OECD, 2013) Rendahnya prestasi ini, disebabkan oleh rendahnya kemampuan
penalaran dan pemecahan masalah siswa. Karena soal tes berstandar internasioal TIMSS dan PISA
tidak hanya soal yang mengukur kemampuan soal biasa tapi disini akan dilihat kemampuan siswa
dalam bernalar dan memecahkan masalah, mulai dari menganalisisnya, memformulasikannya dan
2
mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain. Selain itu, dimensi kognitif yang di uji terdiri dari
empat domain yakni : (a) pengetahuan fakta dan prosedur (b) menggunakan konsep (c)
memecahkan masalah rutin dan, (d) penalaran (OECD, 2013).
Secara garis besar matematika memiliki 4 cabang yaitu goemetri, analisis, aljabar, dan
aritmatika. Dalam hal ini aljabar memegang peranan yang sangat penting dalam matematika karena
semua yang berhubungan dengan aljabar sangatlah dekat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
materi pada aljabar adalah Aritmatika Sosial. Dengan mempelajari materi ini, siswa diharapkan dapat
menggunakan bentuk aljabar untuk menyelesaikan masalah aritmatika sosial dan dapat
menggunakannya dalam kegiatan ekonomi. Selain itu, menurut Solaikah (2013:4) pentingnya materi
ini karena tidak hanya disekolah saja tetapi materi ini erat kaitannya dengan lingkungan masyarakat
dan lebih khusus lagi dalam lingkungan siswa sehari-hari dan materi aritmatika sosial merupakan
salah satu materi yang memungkinkan untuk memunculkan masalah. Sehingga dibutuhkan
penalaran dalam proses penyelesaiannya. Mengingat penggunaan materi aritmatika sangat banyak
ditemukan dalam masalah sehari-hari. Untuk mengatasi masalah di atas maka dibutuhkan inovasi
dalam pembelajaran matematika yaitu melalui Pendekatan Scientific. Pendekatan Scientific
merupakan Salah satu ciri khas penerapan pada kurikulum 2013. Salah satu alasan pendekatan ini
diterapkan pada kurikulum 2013 karena masih banyaknya siswa di Indonesia yang kurang aktif dan
malu bertanya membuat siswa, sehingga siswa memiliki kemampuan penalaran yang rendah.
Pendekatan Scientific dalam proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. ( Kemendikbud 2013 ). pada
penelitian ini akan dilihat kemampuan penalaran siswa setelah diterapkannya pendekatan scientific.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengambil judul penelitian “Kemampuan
Penalaran Siswa Pokok Bahasan Aritmatika Sosial Melalui Pendekatan Scientific di kelas VII SMP
Negeri 1 Indralaya”. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut: a) Siswa dapat menggunakan kemampuan penalaran yang dibutuhkan dalam mempelajari
matematika sehingga dapat mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. b) Guru dapat memberi
masukan informasi terkini tekait pendekatan scientific dan dapat dijadikan salah satu inovasi
pembelajaran matematika
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kemampuan Penalaran Matematika
Secara umum dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berfikir logis dan
sistematis atas fakta-fakta yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa
pengetahuan (Kemendikbud, 2013). Menurut Keraf dalam Shadiq (2004:2) penalaran merupakan
proses berfikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui
menuju kepada suatu kesimpulan. Secara lebih lanjut, Shadiq mendifinisikan bahwa penalaran
adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau proses berpikir
dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan
yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Menurut kamus besar bahasa indonesia penalaran adalah cara atau perihal menggunakan
nalar atau pemikiran atau cara berpikir logis, jangkauan pemikiran, hal yang mengembangkan
atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman serta
proses mental dengan mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Menurut
Herdian (2010) penalaran adalah proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik
kesimpulan. Penalaran dalam logika bukan suatu proses mengingat-ngingat, menghafal ataupun
menghayal tetapi merupakan rangkaian proses mencari keterangan lain sebelumnya. Selanjutnya
menurut Liyani (2011:7) penalaran adalah semua aktifitas berpikir yang didasari pada proses
menghubungkan fakta-fakta yang telah dibuktikan atau di asumsikan kebenarannya untuk
menarik suatu kesimpulan.
Dari berbagai pernyataan yang ada, dapat disimpulkan bahwa penalaran matematika
adalah suatu proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan atau pernyataan baru yang benar
dalam masalah matematika.
Penalaran dalam matematika memiliki peran yang sangat penting dalam proses berfikir
seseorang. Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui belajar matematika. Ada dua tipe penalaran yang digunakan dalam menarik
sebuah kesimpulan yaitu :
4
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau
khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat
benar atau salah.
Pada umumnya penalaran transduktif tergolong pada kemampuan berfikir matematika tingkat
rendah sedang yang lainnya tergolong berfikir matematik tingkat tinggi
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati.
Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya
bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi.
2.2 Pendekatan Scientific
Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan
pendekatan dalam kurikulum 2013. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan ke ilmu
pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium
formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson dalam Atsnan, 2013:2). Pendekatan
scientific merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar
mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu
metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah.
Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat,
prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis (Kemendikbud, 2013:142).
Pendekatan ini diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pendekatan scientific dalam pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang
memang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum
atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
5
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari
guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong
peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya
diberi tahu (Lazim, 2013:2)
Penerapan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran merupakan perpaduan antara
proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, dilengkapi
dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan (Kemendikbud,
2013). Proses pembelajaran dengan pendekatanan scientific akan dilakukan dengan cara
mempelajari dari khusus ke umum (induktif) yang mencakup tiga ranah yaitu: sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Pada ranah kognitif (pengetahuan) akan
mengamati materi ajar “apa”, afektif (sikap) tentang “mengapa”, dan psikomotorik
(keterampilan) tentang “bagaimana”. Sehingga apabila ketiga ranah tersebut semuanya
diterapkan dalam pembelajaran akan adanya keseimbangan antara kemampuan, kecakapan dan
pengetahuan. Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar
melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
2.3 Kriteria pendekatan Scientific
Dalam pembelajaran scientific, Suatu pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai
pembelajaran scientific, apabila memenuhi 7 kriteria berikut ini (Kemendikbud, 2013) :
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka
yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir
logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
6
pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,
kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
2.4 Langkah- langkah pembelajaran melalui pendekatan Scientific
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah ini memerlukan
langkah-langkah pokok pada gambar berikut berikut (Kemdikbud, 2013) :
Gambar 2.1 Langkah-langkah pendekatan scientific
1. Observing (mengamati)
Dalam langkah mengamati, peserta didik diberi kesempatan secara luas untuk
mengamati masalah yang diberikan melalui kegiatan-kegiatan, seperti, melihat, mendengar,
dan membaca.
2. Questioning (menanya)
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
7
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapat
informasi tambahan tentang apa yang diamati.
Dalam kegiatan menanya, siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan masalah yang diamati. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa
ingin tahu semakin dapat dikembangkan.
3. Associating (menalar)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah
yang dianut dalam Kurikulum 2013 merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah
tidak selalu tidak bermanfaat. Dalam proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses
menalar terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian diikuti
dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran sampai diperoleh suatu
simpulan. Bentuk penyajian pengetahuan atau ketrampilan matematika sebagai hasil
penalaran dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.
4. Experimenting (mencoba)
Berdasarkan hasil penalaran yang diperoleh pada tahap sebelumnya yakni berupa
konjektur atau dugaan sementara sampai diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu
dilakukan kegiatan ‘mencoba’. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika di
SMP/MTs ini dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau keterampilan hasil penalaran
ke dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian diperluas ke dalam
situasi atau bahasan yang berbeda lingkup.
5. Networking (mengkomunikasikan)
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan
dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
8
Kegiatan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil
pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Tehnik Analisis Data
Observasi
Observasi yang dilakukan dengan melihat proses pembelajaran. Data yang diperoleh melalui
kegiatan observasi kemudian diberi skor.
a. Tiap indikator terdiri dari dua deskriptor. Kategori deskriptor yang tampak pada tiap
indikator disajikan pada Tabel 1
Tabel 3.1
Penyekoran data Observasi
Rentang Skor Kategori Observasi
0 Tidak ada deskriptor yang tampak
1 Satu deskriptor yang tampak
2 Dua deskriptor yang tampak
b. Semua skor yang diperoleh dikonversi menjadi skor akhir dengan menggunakan
rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 100
(Djaali dan Muljono, 2008:103)
c. Skor akhir dari observasi dikonversi dengan kategori skor yang disajikan pada Tabel
3.2
Tabel 3.2
Kategori Keterlaksanaan
Skor akhir Kategori Keterlaksanaan
≥ 75 Terlaksana
≤ 75 Tidak terlaksana
9
BAB III
LAMPIRAN FOTO DAN TABEL TENTANG PENALARAN SISWA POKOK BAHASAN
ARITMATIKA SOSIAL MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC
Gambar 1. Jawaban siswa yang tidak tepat untuk soal nomor 3
Gambar 2. Jawaban siswa soal nomor 5
10
CONTOH JADWAL KERJA/ PENELITIAN
(Diambil dari skiripsi Umi Nilawati (06081008027) Tahun 2012)
Waktu Kegiatan
6 Febuari 2014
Menemui guru matematika kelas VII SMP
Negeri 1 Indralaya untuk melakukan studi
awal tentang permasalahan dalam penelitian,
kemudian menentukan subjek penelitian.
Febuari -Maret 2014 Pendesainan bahan ajar yang mengacu pada
pendekatan PMRI, kemudian melaksanakan
proses validasi terhadap bahan ajar yang telah
didesain tersebut.
5 Febuari - 12 Febuari 2014
Pengurusan izin penelitian dari FKIP Unsri
diteruskan ke Dinas Pendidikan Kabupaten
Ogan Ilir.
10 Febuari 2012
Bertemu Kepala SMP Negeri 1 Indralaya
untuk mengurus surat izin penelitian dari
Dinas Pendidikan Ogan Ilir.
Sosialisasi kepada siswa tentang pembelajaran
yang akan dilakukan.
14 Febuari 2014
Penyepakatan waktu penelitian dengan guru
matematika kelas VII SMP Negeri 1 Indralaya
yaitu Ibu Maisaroh, S.Pd.
7 - 28April 2012 Pengambilan data di SMP Negeri 1 Indralaya
9Mei 2012 Pengurusan surat keterangan bahwa telah
melakukan penelitian di SMP Negeri 1
Indralaya .
11
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa kemampuan penalaran siswa kelas VII.6 SMP Negeri 1 Indralaya dalam pembelajaran
matematika melalui pendekatan scientific dikategorikan baik dengan rata-rata nilai tes
kemampuan penalarannya adalah 73,55. Persentase nilai siswa yang memiliki kemampuan
penalaran sangat baik sebesar 37,93 %; 20,69 % memiliki kemampuan penalaran baik; 34,14 %
memiliki kemampuan penalaran cukup: 10,34 % memiliki kemampuan penalaran kurang dan
6,89% memiliki kemampuan penalaran sangat kurang . Satu indikator penalaran yaitu
kemampuan menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi dikategorikan tidak tercapai. Sedangkan lima indikator penalaran lainnya
dikategorikan tercapai.
Saran
Adapun beberapa saran dari peneliti setelah melaksanakan penelitian ini, yaitu :
1. Siswa, sebaiknya lebih bisa menggali lagi potensinya lebih dalam, lebih teliti dalam
mengerjakan soal, serta lebih melatih kemampuannya pemahaman konsepnya dalam
melakukan operasi bilangan.
2. Guru, diharapkan agar dapat menggunakan pendekatan scientific sebagai pembelajaran
matematika yang menekankan pada kemampuan penalaran matematika siswa terutama
kemampuan menyusun bukti
12
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Astnan dan Rahmita. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP
Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika (ISBN : 978- 979-16353-9-4).
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (2000). Principle an Standars for School
Mathematics. NCTM.
Kemdikbud. 2013. Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTS. Jakarta: Kemdikbud.
Kemdikbud. 2013. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Kemdikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud.
Kemendikbud, 2011. Survei Internasional TIMSS. Tersedia pada : www.litbang,kemendikbud.go.id.
Diakses tanggal 10 April 2013.
Kemendiknas, 2010. Rencana Strategis Kemendiknas 2010-2014. Tersedia pada:
http://planipolis.iiep.unesco.org/upload/Indonesia/Indonesia_Education_Strateg ic_plan_2010-
2014.pdf. Diakses tanggal 11 April 2013.
Liyani, Syafitri. 2011. Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Penalaran Matematika di Kelas VIII
SMP. Skripsi. Indralaya: Universitas Sriwijaya.
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). 2014. Curiculm and Evaluation Standars for School
Mathematics. Tersedia pada: http://www.nctm.org/standards/content.aspx?id=2424. Diakses
tanggal 3 Maret 2014.
Mac Gregor & Stayes. 1997. Students Understanding Of Algebra is Notation 11 – 15 Educational Studies
in Mathematics . Tersedia pada: http : // www.edfac .Uni melb .edu.au/DSME /staff Diakses
tanggal 20 Januari 2013.
13